Fragmentasi

36
ANALISIS FRAGMENTASI BATUAN HASIL PELEDAKAN TERHADAP OPTIMALISASI PRODUKSI PADA PENAMBANGAN BATU KAPUR PT. SEMEN PADANG DI SUMATERA BARAT Oleh PROPOSAL PENELITIAN TUGAS AKHIR Diajukan Untuk Penelitian Tugas Akhir Mahasiswa Jurusan Teknik Pertambangan Universitas Sriwijaya oleh Handy Agista 03101402014

description

mining

Transcript of Fragmentasi

Page 1: Fragmentasi

ANALISIS FRAGMENTASI BATUAN HASIL PELEDAKAN TERHADAP OPTIMALISASI PRODUKSI PADA PENAMBANGAN BATU KAPUR

PT. SEMEN PADANG DI SUMATERA BARAT

Oleh

PROPOSAL

PENELITIAN TUGAS AKHIR

Diajukan Untuk Penelitian Tugas Akhir MahasiswaJurusan Teknik Pertambangan

Universitas Sriwijaya

olehHandy Agista03101402014

UNIVERSITAS SRIWIJAYAFAKULTAS TEKNIK

2014

Page 2: Fragmentasi

A. JUDUL

Analisis Fragmentasi Batuan Hasil Peledakan Terhadap Optimalisasi Produksi Pada

Penambangan Batu Kapur di PT. Semen Padang

B. BIDANG ILMU

Teknik Pertambangan

C. LATAR BELAKANG

PT. Semen Padang merupakan pabrik semen pertama di Indonesia yang

berkembang dalam waktu yang panjang, bermula sejak tanggal 18 Maret 1910

pabrik ini didirikan oleh swasta Belanda dengan nama NV Nederlendsch Portland

Cement Maatschappij (NV NIPCM) pada tahun 1913. Kemudian dilakukan

nasionalisasi berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 7 tahun 1971 yang

dikeluarkan pada tahun 1972 dan statusnya berubah menjadi PT. SEMEN

PADANG atau Persero dengan dana investasi seluruhnya dipegang oleh

Pemerintah.

PT. Semen Padang berlokasi di Kelurahan Indarung, Kecamatan Lubuk

Kilangan, Kotamadya Padang, Propinsi Sumatera Barat. Terletak ± 15 Km di

sebelah Timur Kota Padang, Sumatera barat, yaitu secara geografis terletak pada

koordinat 1000 27’20’’ BT – 1000 32’ 12’’ BT dan 000 57’ 47’’ LS – 010 00’

48’’LS.

Kegiatan penambangan yang dilakukan antara lain adalah pemboran,

peledakan, penggalian dan pengangkutan batu kapur. Peledakan batu kapur

dilakukan untuk membonkar batuan denagn tingkat kekerasan tinggi dari batua

induknya. Hasil peledakan tersebut berupa fragmentasi batuan yang akan

menentukan optimalisasi produksi. Sesuai tidaknya ukuran fragmentasi batuan akan

mempengaruh target produksi yang optimal sesuai dengan yang diharapkan dapat

tercapai.

Page 3: Fragmentasi

D. PERUMUSAN MASALAH

Apakah fragmentasi peledakan di PT. Semen Padang sesuai dengan yang

diharapkan dan dapat memenuhi target produksi yg telah ditetapkan?

E. TUJUAN PENELITIAN

1. Untuk mengkaji faktor-faktor yang mempengaruhi fragmentasi hasil peledakan

pada operasi pemboran dan peledakan seperti jenis alat bor, struktur batuan,

diameter lubang bor, loading density, burden, spacing , dan ketinggian jenjang.

2. Mengoptimalkan produksi dengan mengkaji ukuran fragmentasi yang

dihasilkan.

3. Memprediksi apakah penambangan batu kapur telah mencapai target produksi.

F. MANFAAT HASIL PENELITIAN

Manfaat dari penelitian ini adalah memberikan informasi bahwa fragmentasi

batuan hasil peledakan mempengaruhi optimalisasi produksi.

G. DASAR TEORI

G.1 GEOMETRI PEMBORAN

Geometri pemboran meliputi diameter lubang bor, kedalaman lubang tembak,

kemiringan lubang tembak, tinggi jenjang, dan juga pola pemboran.

G.1.1. Diameter lubang tembak.

Di dalam menentukan diameter lubang tembak tergantung dari volume

massa batuan yang akan dibongkar, tinggi jenjang, tingkat fragmentasi yang

diinginkan, mesin bor yang dipergunakan, dan kapasitas alat muat yang akan

dipergunakan untuk kegiatan pemuatan material hasil pembongkaran..

Untuk diameter lubang tembak yang terlalu kecil, maka faktor energi yang

dihasilkan akan berkurang sehingga tidak cukup besar untuk membongkar batuan

yang akan diledakkan, sedang jika lubang tembak terlalu besar maka lubang tembak

tidak cukup untuk menghasilkan fragmentasi yang baik, terutama pada batuan yang

banyak terdapat kekar

Page 4: Fragmentasi

dengan jarak kerapatan yang tinggi. Ketika kekar membagi burden dalam blok-

blok yang besar, maka fragmentasi yang akan terjadi bila masing-masing

terjangkau oleh suatu lubang tembak. Hal seperti ini menghendaki diameter

lubang tembak yang kecil.

Diameter lubang tembak yang kecil juga memberikan patahan atau

hancuran yang lebih baik pada bagian atap jenjang. Hal ini berhubungan dengan

stemming, di mana lubang tembak yang besar maka panjang stemming juga

akan semakin besar dikarenakan untuk menghindari getaran dan batuan terbang,

sedangkan jika menggunakan lubang tembak yang kecil maka panjang stemming

dapat dikurangi.

G.1.2. Kedalaman lubang tembak

Kedalaman lubang tembak biasanya disesuaikan dengan tinggi jenjang

yang diterapkan. Dan untuk mendapatkan lantai jenjang yang rata maka

hendaknya kedalaman lubang tembak harus lebih besar dari tinggi jenjang, yang

mana kelebihan daripada kedalaman ini disebut dengan sub drilling.

G.1.3. Kemiringan lubang tembak (Arah pemboran)

Arah pemboran yang kita pelajari ada dua, yaitu arah pemboran tegak

dan arah pemboran miring. Arah penjajaran lubang bor pada jenjang harus

sejajar untuk menjamin keseragaman burden yang ingin didapatkan dan spasi

dalam geometri peledakan. Lubang tembak yang dibuat tegak, maka pada bagian

lantai jenjang akan menerima gelombang tekan yang besar, sehingga

menimbulkan tonjolan pada lantai jenjang, hal ini dikarenakan gelombang tekan

sebagian akan dipantulkan pada bidang bebas dan sebagian lagi akan diteruskan

pada bagian bawah lantai jenjang.

Sedangkan dalam pemakaian lubang tembak miring akan membentuk

bidang bebas yang lebih luas, sehingga akan mempermudah proses pecahnya

batuan karena gelombang tekan yang dipantulkan lebih besar dan gelombang

tekan yang diteruskan pada lantai jenjang lebih kecil (Gambar 3.1)

Adapun keuntungan dan kerugian dari masing-masing lubang adalah :

Page 5: Fragmentasi

Untuk lubang tembak tegak (vertikal) adalah :

Keuntungannya :

a. Untuk tinggi jenjang yang sama panjang lubang ledak lebih pendek jika

dibandingkan dengan lubang ledak miring.

b. Kemungkinan terjadinya lontaran batuan lebih sedikit.

c. Lebih mudah dalam pengerjaannya.

Kerugiannya :

a. Penghancuran sepanjang lubang tidak merata

b. Fragmentasi yang dihasilkan kurang bagus terutama di daerah stemming.

c. Menimbulkan tonjolan-tonjolan pada lantai jenjang ( toe ).

d. Dapat menyebabkan retakan ke belakang jenjang (backbreak) dan getaran

tanah.

Untuk lubang tembak miring adalah :

Keuntungannya :

a. Bidang bebas yang terbentuk semakin besar

b. Fragmentasi yang dihasilkan lebih bagus

c. Dapat mengurangi terjadinya backbreak dan permukaan jenjang yang dihasilkan

lebih rata.

d. Dapat mengurangi bahaya kelongsoran pada jenjang.

Kerugiannya :

a. Kesulitan untuk menempatkan sudut kemiringan yang sama antar lubang.

b. Biaya operasi semakin meningkat.

Page 6: Fragmentasi

Gambar 3.1.

Pengaruh Arah Lubang Tembak (Molhim, 1990)

G.1.4. Pola pemboran

Pola pemboran yang biasa diterapkan pada tambang terbuka biasanya

menggunakan dua macam pola pemboran yaitu :

a. Pola pemboran segi empat (square pattern)

b. Pola pemboran selang-seling (staggered)

Pola pemboran segi empat adalah pola pemboran dengan penempatan lubang-

lubang tembak antara baris satu dengan baris berikutnya sejajar dan membentuk

segi empat ( Gambar 3.2). Pola pemboran segi empat yang mana panjang burden

dengan panjang spasi tidak sama besar disebut square rectangular pattern

(Gambar3.3). Sedangkan pola pemboran selang-seling adalah pola pemboran

yang penempatan lubang ledak pada baris yang berurutan tidak saling sejajar

(Gambar 3.4), dan untuk pola pemboran selang-

Page 7: Fragmentasi

seling yang mana panjang burden tidak sama dengan panjang spasi disebut staggered

rectangular pattern (Gambar 3.5).

Dalam penerapannya, pola pemboran sejajar adalah pola yang umum, karena

lebih mudah dalam pengerjaannya tetapi kurang bagus untuk meningkatkan mutu

fragmentasi yang diinginkan, maka penggunaan pola pemboran selang-seling lebih

efektif.

Bidang Bebas S = B

B

● S ● ● ● ● ● ● ● ● Baris 1

● ● ● ● ● ● ● ● ● Baris 2

● ● ● ● ● ● ● ● ● Baris 3

● ● ● ● ● ● ● ● ● Baris 4

Gambar 3.2.Pola Pemboran Segiempat (Molhim, 1990)

Bidang Bebas S ≠ B

● ● ● ● ● ● ● ● ● Baris 1

● ● ● ● ● ● ● ● ● Baris 2

● ● ● ● ● ● ● ● ● Baris 3

● ● ● ● ● ● ● ● ● Baris 4

Gambar 3.3.Pola Pemboran Segi Empat (Molhim, 1990)

Page 8: Fragmentasi

Bidang Bebas

B

● ● ● ● ● ● ● ● ● Baris 1

S

● ● ● ● ● ● ● ● Baris 2

● ● ● ● ● ● ● ● ● Baris 3

● ● ● ● ● ● ● ● Baris 4

S = B

Gambar 3.4.Pola Pemboran Selang-seling (Molhim, 1990)

Bidang Bebas

● ● ● ● ● ● ● ● ● Baris 1

● ● ● ● ● ● ● ● Baris 2

● ● ● ● ● ● ● ● ● Baris 3

● ● ● ● ● ● ● ● Baris 4

S ≠ B

Gambar 3.5.

Pola Pemboran Selang-seling (Molhim, 1990)

G.2. GEOMETRI PELEDAKAN

Page 9: Fragmentasi

Geometri peledakan yang akan mempengaruhi tingkat fragmentasi batuan

dapat dinyatakan seperti pada (gambar 3.6). Sedangkan geometri peledakan terdiri

dari :

G.2.1. Burden (B)

Burden adalah jarak dari lubang tembak dengan bidang bebas yang

terdekat, dan arah di mana perpindahan akan terjadi. Pada daerah ini energi

ledakan adalah yang terkuat dan yang pertama kali bereaksi pada bidang bebas.

Jarak burden yang baik adalah jarak yang memungkinkan energi secara

maksimal dapat bergerak keluar dari kolom isian menuju bidang bebas dan

dipantulkan kembali dengan kekuatan yang cukup untuk melampaui kuat tarik

batuan sehingga akan terjadi penghancuran.

Nilai burden yang optimum akan menghasilkan fragmentasi yang sesuai

dan perpindahan dari pecahan batuan sesuai dengan yang diinginkan. Jarak

burden yang terlalu kecil dapat menyebabkan terjadinya batuan terbang dan

suara yang keras. Sedangkan jarak burden yang terlalu besar akan menghasilkan

fragmentasi yang kurang baik, dan akan menyebabkan batuan di sekitar burden

tidak akan hancur. Menurut R.L. Ash, harga burden tergantung pada harga

burden ratio dan diameter lubang bor. Besarnya burden ratio antara 20 – 40

dengan harga Ks standard adalah 30. Sedangkan harga Ks standard sebesar 30

terjadi pada kondisi sebagai berikut :

Densitas batuan = 160 lb/cuft

Specific gravity bahan peledak = 1,20

Kecepatan detonasi bahan peledak = 12.000 fps

Pada kondisi batuan yang berbeda dan penggunaan bahan peledak yang

berbeda, maka harga Ks turut berubah. Untuk mengatasi perubahan angka Ks

perlu dihitung terlebih dahulu harga faktor penyesuaian pada kondisi batuan dan

bahan peledak yang berbeda (R.L. Ash, 1963)

a. Faktor penyesuaian terhadap bahan peledak (AF1) adalah :

Page 10: Fragmentasi

Af1 =

Di mana :SG = berat jenis bahan peledak yang digunakan

Ve = kecepatan detonasi bahan peledak yang digunakan

SGstd = berat jenis bahan peledak standard, 1,20.

Vestd = kecepatan detonasi bahan peledak standard, 12.000 fps.

b. Faktor penyesuaian terhadap batuan (AF2) adalah :

Af2 =

Di mana

Dstd = kerapatan batuan standard, 160 lb/cuft

D = kerapatan batuan yang diledakkan

Sehingga harga Kb yang terkoreksi adalah :

Kb = Kbstandard x Af1 x Af2

Di mana :Kb = burden ratio yang telah dikoreksiKbstd = burden ratio standardUntuk menentukan burden, maka menggunakan rumus :

Kb x De B = meter 39,3Di mana :B = burden

Kb = burden ratio

De = diameter lubang tembak, inchi

39,3 = faktor perubah kedalam satuan meter

G.2.2. Spasi (S)

Spasi dapat diartikan sebagai jarak terdekat antara antara dua lubang tembak

yang berdekatan dalam satu baris (Partanto,2000). Yang perlu diperhatikan dalam

Page 11: Fragmentasi

memperkirakan spasi adalah apakah ada interaksi di antara isian yang saling berdekatan.

Besar spasi dapat ditentukan dengan rumus sebagai berikut (R.L. Ash, 1963):

S = B x KsDi mana :

S = spasi, meter.

B = burden, meter.

Ks = spacing ratio

Hal yang perlu diperhatikan dalam penentuan spasi yaitu apakah ada interaksi

antar muatan yang berdekatan. Bila masing-masing lubang tembak diledakkan sendiri-

sendiri, dengan interval waktu yang panjang, maka tidak akan terjadi interaksi

gelombang energi antar muatan yang berdekatan sehingga memungkinkan setiap lubang

tembak akan meledak dengan sempurna. Jika interval waktu diperpendek atau lubang

tembak diledakkan secara serentak akan terjadi efek ledakan yang kompleks.

Besar Ks menurut interval waktu yang dipergunakan adalah :

a. long interval delay Ks = 1

b. short interval delay Ks = 1 – 2

c. normal Ks = 1,2 – 1,8

Berdasarkan cara urutan peledakannya penentuan spasi adalah sebagai berikut :a. Untuk pola peledakan serentak maka S = 2B

b. Untuk pola peledakan beruntun dengan delay interval lama maka S = B

c. Untuk pola peledakan dengan ms delay, maka S antara 1B sampai 2B

d. Jika terdapat kekar yang tidak saling tegak lurus, maka S antara 1,2B sampai

1,8B

G.2.3. Stemming (T)

Stemming adalah tempat material penutup di dalam lubang bor di atas

kolom isian bahan peledak (Partanto,2000). Fungsi stemming adalah agar terjadi

stress balance dan untuk mengurung gas-gas hasil ledakan agar dapat menekan batuan

dengan

Page 12: Fragmentasi

kekuatan yang besar. Sedangkan di dalam penggunaan stemming yang perlu

diperhatikan adalah panjang stemming dan ukuran material stemming.

a. Panjang stemming

Stemming yang pendek dapat menyebabkan pecahnya batuan pada bagian atas, tapi

mengurangi fragmentasi keseluruhan karena gas hasil ledakan menuju atmosfir

dengan mudah dan cepat, juga akan menyebabkan terjadinya flyrock, overbreak

pada bagian permukaan dan juga akan menimbulkan airblast. Panjang stemming

dapat ditentukan dengan menggunakan rumus (R.L. Ash, 1963) :

T = B x Kt

dimana :

T = stemming, meter

Kt = stemming ratio (0,75 – 1,00)

b. Ukuran material stemming

Ukuran material stemming sangat berpengaruh terhadap hasil peledakan, apabila

bahan stemming terdiri dari butiran-butiran halus hasil pemboran, kurang memiliki

gaya gesek terhadap lubang tembak sehingga udara yang bertekanan tinggi akan

dengan mudah mendorong material stemming tersebut, sehingga energi yang

seharusnya untuk menghancurkan batuan, banyak yang hilang keluar melalui lubang

stemming.

Untuk mencegahnya maka digunakan bahan yang berbutir kasar dan keras. Bahan

ini mempunyai karakteristik sebagai berikut :

o Mempunyai bentuk susunan butir yang saling berkait dengan kuat.

o Membentuk sambungan pasak dengan dinding lubang tembak, sehingga

mencegah keluarnya gas secara prematur.

Adapun persamaan yang digunakan untuk menentukan ukuran material stemming

optimum adalah sebagai berikut (R.L. Ash, 1963) :

Sz = 0,05 Dhdimana :Sz = ukuran material stemming optimum

Page 13: Fragmentasi

Dh = diameter lubang tembak

G.2.4. Sub drilling (J)

Subdrilling adalah tambahan kedalaman dari lubang bor di bawah lantai

jenjang yang dibuat agar jenjang yang dihasilkan sebatas dengan lantainya dan

lantai yang dihasilkan rata. Bila jarak subdrilling terlalu besar maka akan

menghasilkan efek getaran tanah, sebaliknya bila subdrilling terlalu kecil maka

akan mengakibatkan problem tonjolan pada lantai jenjang (toe) karena batuan

tidak akan terpotong sebatas lantai jenjangnya. Panjang subdrilling dapat

ditentukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut (R.L. Ash, 1963) :

J = B x Kj

di mana :

J = subdrilling, meter

Kj = subdrilling ratio (0,2 – 0,3)

G.2.5. Kedalaman lubang tembak (H)

Kedalaman lubang tembak biasanya ditentukan berdasarkan kapasitas

produksi yang diinginkan dan kapasitas dari alat muat. Sedangkan untuk

menentukan kedalaman lubang tembak dapat digunakan rumus sebagai berikut

(R.L. Ash, 1963) :

H = Kh x Bdimana :

H = kedalaman lubang tembak, meter

Kh = Hole depth ratio (1,5 – 4,0)

G.2.6. Kolom isian (PC)

Panjang kolom isian dapat dihitung dengan menggunakan rumus (R.L. Ash,

1963) : PC = H – T

dimana :

PC = panjang kolom isian, meter

H = kedalaman lubang tembak, meter

T = stemming, meter

Page 14: Fragmentasi

Keterangan :B = Burden

S • S = Spasi

T = Stemming

B T PC = Kolom isian

J = Sub Drilling

L PC H = Kedalaman

H lubang

L = Tinggienjang

J P = Primer

P

Gambar 3.6.

Geometri Peledakan Menurut R.L.Ash

G.2.8. Pola peledakanPola peledakan merupakan urut-urutan waktu peledakan antara lubang

tembak dalam satu baris dan antara satu dengan yang lainnya. Pola peledakan

ditentukan tergantung arah mana pergerakan material yang diharapkan. (Gambar

3.7). Setiap baris lubang tembak yang akan diledakkan harus memiliki ruang

yang cukup di muka bidang bebas yang sejajar dengan lubang tembak untuk

terdesak, pecah, mengembang dan tidak terlontar keatas. Adapun macam-macam

pola peledakan adalah sebagai berikut :

a. Pola peledakan di mana lubang-lubang tembak diledakkan dengan waktu

penundaan atau beruntun dalam satu baris.

b. Pola peledakan serentak dalam satu baris dan beruntun antara baris satu

dengan baris yang lain.

Page 15: Fragmentasi

Menurut R.L. Ash dengan adanya tiga bidang bebas, kuat tarik batuan

dapat dikurangi sehingga akan dapat meningkatkan jumlah retakan dengan

syarat lokasi dua bidang bebasnya mempunyai jarak yang sama terhadap lubang

tembak.

Gambar 3.7.Pola Peledakan (Molhim, 1990)

G.2.9. Waktu tunda

Pemakaian delay detonator sebagai waktu tunda untuk peledakan secara

beruntun. Keuntungan dari peledakan dengan memakai delay detonator adalah :

a. Dapat menghasilkan fragmentasi yang lebih baik

Page 16: Fragmentasi

b. Dapat mengurangi timbulnya getaran tanah

c. Dapat menyediakan bidang bebas untuk baris berikutnya.

Bila waktu tunda antar baris terlalu pendek maka beban muatan pada

baris depan menghalangi pergeseran baris berikutnya, material pada baris kedua

akan tersembur kearah vertikal dan membentuk tumpukan. Tetapi bila waktu

tundanya terlalu lama, maka produk hasil bongkaran akan terlempar jauh

kedepan serta kemungkinan besar akan mengakibatkan flyrock. Hal ini

disebabkan karena tidak ada dinding batuan yang berfungsi sebagai penahan

lemparan batuan di belakangnya.

Untuk menentukan interval tunda antar baris tidak kurang dari 2 ms/ft

dan tidak lebih dari 6 ms/ft dari ukuran burden. Persamaan di bawah ini dapat

digunakan untuk menentukan besarnya interval waktu antar baris (R.L. Ash,

1963).

tr = Tr x B

Di mana :tr = interval waktu antar baris, msTr = konstanta waktu antar baris (Tabel 3.1)B= burden, m

Tabel G.1.Interval Waktu Antar Baris

Tr Constant (ms / m ) Result7 Violent excessive airblast, backbreak, etc.

7 – 10 High pile close to face, moderate airblast, backbreak10 – 20 Average pile height, average airblast and backbreak.20 – 23 Scattered pile with minimum backbreak.23 – 42 Blast casting

G.2.10 Pengisian bahan peledak

Fragmentasi batuan sangat tergantung pada jumlah bahan peledak yang

digunakan. Powder factor adalah suatu bilangan yang menyatakan berat bahan

peledak yang digunakan untuk menghancurkan batuan (kg/m3). Nilai powder

Page 17: Fragmentasi

factor sangat dipengaruhi oleh jumlah bidang bebas, geometri peledakan, pola

peledakan, dan struktur geologi.

Bila pengisian ANFO terlalu banyak maka jarak stemming semakin

kecil sehingga akan mengakibatkan terjadinya flyrock dan airblast, sedang bila

pengisian ANFO kurang maka jarak stemming semakin besar sehingga akan

menyebabkan boulder dan backbreak di sekitar dinding jenjang.

Untuk mendapatkan powder factor, lebih dulu mengetahui jumlah

bahan peledak yang akan digunakan untuk setiap lubang tembak.

a. Loading density dapat dihitung dengan menggunakan rumus (R.L. Ash,

1963) :

de = 0,508 De2 (SG)

dimana :

de = loading density, kg/m

De = diameter lubang tembak, inchi.

SG = berat jenis bahan peledak yang digunakan.

b. Jumlah bahan peledak yang digunakan dihitung menggunakan rumus :

E = de Pc N

dimana :

de = loading density, kg / m.

Pc = panjang muatan/ panjang kolom isian lubang tembak, m.

N = jumlah lubang tembak.

E = jumlah bahan peledak yang digunakan, kg.

G.2.11. Powder Factor dan Volume Setara

Powder factor (Pf) adalah suatu bilangan untuk menyatakan jumlah

material yang diledakkan atau dibongkar oleh bahan peledak dalam jumlah

tertentu, dapat dinyatakan dalam ton/kg atau kg/ton (Partanto,2000). Untuk

menghitung powder factor harus diketahui luas daerah yang diledakkan (A),

Page 18: Fragmentasi

tinggi jenjang (L), panjang muatan dari seluruh lubang ledak (Pc), loading

density (de), dan densitas batuan (dr).

Rumus untuk menentukan powder factor adalah (R.L Ash, 1963) :

Pf = W / E

dimana :

Pf = powder factor, ton / kg.

W = jumlah batuan yang diledakkan, ton.

E = jumlah bahan peledak yang digunakan, kg.

Sedangkan jumlah batuan yang diledakkan dapat dihitung dengan rumus

sebagai berikut:

W = A L dr

Di mana :

A = luas batuan yang akan diledakkan, m3.

L = tinggi jenjang, meter.

dr = densitas batuan, ton / m3.

Volume setara adalah suatu angka yang menyatakan setiap meter atau feet

pemboran setara dengan sejumlah volume material atau batuan yang diledakkan, yang

dinyatakan dalam m3/meter, cuft/ft, atau ton.meter, ton/ft. Volume setara sangat berguna

untuk memperkirakan kemampuan dari alat bor yang digunakan untuk membuat lubang

tembak. Volume setara dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :

Veq =

dimana :

Veq = volume setara, m3/m

A = luas daerah yang akan diledakkan, m2

L = tinggi jenjang, m

n = jumlah lubang tembak dalam pola peledakan

H = kedalaman lubang tembak, m

W = batuan yang akan diledakkan

Page 19: Fragmentasi

Tabel 3.2.Harga Powder Factor untuk beberapa jenis batuan

Type of Rock Powder Factor (kg/m3)Massive high strength rocks 0,6 – 1,5

Medium strength rock 0,3 – 0,6Highly fissured rocks, weathered or soft 0,1 – 0,3

G.2.12 Arah peledakan

Dalam suatu operasi peledakan, maka fragmentasi batuan yang dihasilkan

akan dipengaruhi oleh arah peledakannya. Sedangkan arah peledakan dipengaruhi

oleh struktur batuan yang ada. Struktur batuan yang banyak dijumpai di lapangan

biasanya adalah kekar.

Perambatan gelombang energi pada struktur batuan yang mengandung kekar

sebagian dipantulkan dan sebagian diteruskan. Dengan demikian energi yang

digunakan untuk memecah batuan akan berkurang sehingga fragmentasi batuan akan

menjadi tidak seragam.Menurut R.L. Ash arah peledakan yang baik untuk

menghasilkan fragmentasi yang seragam yaitu arah peledakan menuju sudut tumpul

yang merupakan perpotongan antara arah umum, dengan demikian penggunaan

energi bahan peledak akan lebih baik karena tidak terjadi penerobosan energi.

Apabila arah penerobosan menuju kearah sudut runcing maka akan terjadi

penerobosan energi peledakan dari bahan peledak yang melalui rekahan-rekahan

yang ada. Hal ini akan mengakibatkan terjadinya pengurangan energi peledakan

untuk menghancurkan batuan, sebagai akibatnya akan terbentuk fragmentasi yang

berbentuk blok-blok

G.3 FRAGMENTASI BATUAN

Fragmentasi hasil peledakan merupakan salah satu petunjuk untuk dapat

mengetahui keberhasilan dari suatu peledakan selain powder factor. Karena apabila

Page 20: Fragmentasi

dalam suatu peledakan, powder factor tercapai tetapi tidak menghasilkan ukuran

fragmentasi yang diinginkan, maka peledakan tersebut belum bisa dikatakan berhasil.

Berdasarkan KUZNETZOV, 1973, ukuran fragmentasi, TNT, dan struktur

geologi batuan dapat digunakan untuk mencari powder factor. Dalam percobaannya

pada batuan di Kimberlite dengan berbagai ukuran diameter lubang tembak, pola

peledakan dan kecermatan pemboran. Persamaannya sebagai berikut :

X = A .

Di mana :

X = ukuran rata-rata fragmentasi batuan, cm

A = faktor batuan

V = volume batuan yang terbongkar, m3

Q = berat bahan peledak tiap lubang ledak, kg

E = relatif weight strenght (ANFO = 100)

Didalam persamaan yang dikemukakan oleh KUZNETZOV (1973), yang

dimodifikasi oleh CUNNINGHAM (1983), ada batasan-batasan yang harus

diperhatikan. Adapun batasan-batasan tersebut sebagai berikut :

a. Penerapan nisbah S/B untuk pemboran, tanpa ada waktu tunda tidak boleh

lebih dari dua.

b. Penyalaan dan pengaturan waktu tunda peledakan harus disusun sedemikian

rupa, sehingga upaya untuk mendapatkan hasil peledakan (fragmentasi) yang

baik, dan tidak terjadi misfire.

c. Bahan peledak harus menghasilkan energi yang cukup serta dalam

perhitungan menggunakan relative weight strength.

d. Perlu dilakukannya penyelidikan terhadap bidang ketidakmenerusan secara

teliti. Hal ini disebabkan karena tingkat fragmentasi sangat tergantung pada

bidang ketidakmenerusan, khususnya pada bidang ketidakmenerusan yang

lebih rapat dibandingkan dengan pola pemborannya.

Page 21: Fragmentasi

Dalam berbagai penerapan yang lebih luas, persamaan KUZNETZOV (1973),

membuktikan sebagai metode yang mudah dan cukup realistis untuk dipakai di industri

pertambangan dengan berbagai perubahan ukuran lubang tembak dan jenis bahan

peledak. Ukuran rata-rata fragmentasi itu sendiri tidak cukup, sehingga perlu

kemampuan untuk memperoleh secara perkiraan kasar suatu kisaran untuk fragmentasi

yang dibutuhkan tanpa menjalankan program analisis pecah. Kurva ROSIN –

RAMMLER secara umum telah diakui sebagai rujukan penggambaran tingkat

fragmentasi batuan hasil peledakan. Suatu titik pada kurva tersebut, yaitu ukuran mesh

dengan 50% kelolosan diberikan oleh persamaan KUZNETZOV (1973). Faktor-faktor

yang diperlukan untuk menentukan kurva ROSIN – RAMMLER adalah eksponen “n”

dalam persamaan :

Xc =

R = e- (x / Xc)n

Di mana :

R = perbandingan dari material yang tertinggal pada ayakan.

x = ukuran ayakan, mesh

Xc = x / (0,693)1/ n

n = indeks keseragaman

Untuk mendapatkan nilai tersebut, hasil perhitungan dengan persamaan

LOWNDS yang dianalisis dan digambarkan berdasarkan persamaan regresinya dan nilai

“n” sangat tergantung pada ketepatan pemboran, nisbah burden dan ukuran lubang

tembak, pola pemboran, nisbah spasi dan burden serta nisbah panjang isian dan tinggi

jenjang.

n = ( 2,2 – 14 B / d ) ( 1 – W / B ) ( 1 + ((S / b ) – 1 ) / 2 ) L / H

dimana :

d = diameter isian (mm)

B = burden (mm)

Page 22: Fragmentasi

W = standar deviasi pemboran (m)

S = spacing (m)

H = tinggi jenjang

Peledakan dikatakan berhasil apabila banyaknya batuan hasil peledakan

(fragmentasi) lebih besar dari batuan hasil peledakan yang berupa bongkahan (boulder),

dimana jumlah bongkah batuan yang dihasilkan harus dibawah 15 %. (Mc. Gregor,

1967).

Sedangkan didalam perhitungan tingkat fragmentasi dilapangan, dapat dilakukan

dengan beberapa metode perhitungan, yang antara lain adalah, sebagai berikut ( Jimeno

C.L 1987) :

1. Metode photography

2. Metode photogrametry

3. Metode photography berkecepatan tinggi

4. Analisa produktifitas alat muat alat angkut

5. Analisa volume material pada pemecahan ulang

6. Analisa visual komputer

7. Analisa kenampakan kuantitatif

8. Analisa ayakan

9. Analisa produktifitas alat peremuk

Untuk pengukuran fragmentasi hasil peledakan, dilakukan dengan analisa

produktivitas alat muat dan alat angkut, dengan cara sebagai berikut :

WpFr = x 100%

Wi

Di mana :

Fr = tingkat fragmentasi batuan hasil peledakan < 80 cm

Wp = berat batuan yang berukuran < 80 cm dalam satu kali peledakan (ton)

Wi = berat keseluruhan batuan yang diledakkan (ton)

Page 23: Fragmentasi

Adapun tahapan-tahapannya adalah sebagai berikut :

a. Mengukur volume batuan hasil peledakan yang berukuran kurang dari 80 cm

(Wp). Hal ini dilakukan dengan cara batuan yang lebih kecil dari 80 cm

kemudian diangkut ke dump truck menuju ke unit peremuk batuan.

Sedangkan untuk batuan yang lebih dari 80 cm atau bongkah batuan

dipisahkan untuk dilakukan pemecahan ulang dengan menggunakan rock

breaker. Berat batuan yang masuk yang masuk ke unit peremuk batuan,

dihitung dengan mengalikan jumlah rit pengangkutan, dan berat rata-rata

muatan truk.

b. Mengukur volume batuan yang diledakkan (Wi)

c. Tingkat fragmentasi batuan.

Dari pengukuran tersebut di atas maka volume batuan yang tidak dapat

diangkut oleh alat muat dan alat angkut, maka dianggap sebagai bongkah batuan

(boulder). Boulder tersebut kemudian dikumpulkan pada suatu tempat kemudian

dilakukan pemecahan ulang dengan menggunakan rock breaker. Kemudian

batuan tersebut setelah di breaker dan mempunyai ukuran kurang dari 80 cm,

maka bisa diangkut oleh dump truck menuju ke unit peremuk, kemudian

dilakukan pencatatan berapa kali dump truck tersebut melakukan pengangkutan

terhadap batuan hasil pemecahan ulang.

H. METODE PENELITIAN

a. Studi literatur untuk mempelajari teori-teori, rumusan-rumusan dan data-data

yang berhubungan.

b. Pengamatan di lapangan dengan pengambilan data-data berupa :

1) Data primer

Secara umum membutuhkan data-data :

a) Geometri peledakan

b) Geometri Pemboran

Page 24: Fragmentasi

c) Ukuran fragmentasi peledakan, dll.

2) Data sekunder

Data-data lain yang mendukung yang diambil dari literatur-literatur yang

berhubungan dengan penelitian.

I. JADWAL PELAKSANAAN

Penelitian ini rencananya akan dilaksanakan selama 2 (dua) bulan, yaitu

pada tanggal 8 Juli 2014 – 10 September 2014, dengan jadwal pelaksanaan sebagai

berikut :

No KegiatanWaktu Pelaksanaan

Minggu Ke -1 2 3 4 5 6 7 8

1. Orientasi Lapangan

2.Pengumpulan Referensi dan Data

3. Pengolahan Data

4. Konsultasi dan Bimbingan

5.Penyusunan dan Pengumpulan Draft Laporan

Page 25: Fragmentasi
Page 26: Fragmentasi

DAFTAR PUSTAKA

Mc. Gregor K. (1957), “The Drilling Of Rock” Cr. Books Ltd, A Maclaren Company, London.

Tim Pengelola IWPL. 1995. Supervisory Teknik Peledakan. Tembagapura, Irian Jaya.

Moelhim, Kartodharmo, Ir., 1990, “Teknik Peledakan”, Laboratorium Geomekanik, Pusat Antar Universitas – Ilmu Rekayasa, Institut Teknologi Bandung, Bandung.

Ash. R.L. (1963),”The Mechanies Of Rock Breakage Pit & Quarry Magazine.

Prodjosoemarto, Partanto dkk. 2000. Ensiklopedi Pertambangan Edisi 3. Pusat

Hustrulid, William and Kuchta, Mark. 1995. Open Pit Mine Planning & Design Volume 1. Rotterdam, Netherlands.