Formulasi cookies berbasis pati garut (Maranta ... · Menurut Kay (1973) pati garut memiliki...
Transcript of Formulasi cookies berbasis pati garut (Maranta ... · Menurut Kay (1973) pati garut memiliki...
TINJAUAN PUSTAKA
Garut (Maranta arundinaceae Linn.)
Tanaman garut (Maranta arundinaceae Linn.) secara taksonomi dapat
digolongkan ke dalam Kingdom Plantae, Divisio Magnoliophyta, Kelas Liliopsida,
Ordo Zingiberalis, Familia Marantaceae, Genus Maranta, dan Spesies Maranta
arundinaceae Linn. Secara umum masyarakat Jawa Barat (Sunda) menyebutnya
dengan patat sagu, irut, arut, garut, jelarut. Sedangkan di Amerika arrow-root.
Garut merupakan tanaman semak semusim yang memiliki tinggi 75-90 cm, umbi
atau rhizoma yang berwarna putih atau cokelat muda ini berukuran 20–45 cm
dengan diameter 2–5 cm. Batangnya semu, bulat membentuk rimpang berwarna
hijau, daunnya tunggal, bulat memanjang dengan ujung runcing berpelepah,
berbulu, dan berwarna hijau. Bunganya merupakan bunga majemuk berbentuk
tandan dengan kelopak bunga berwarna hijau sedang mahkotanya berwarna
putih. Tanaman garut memiliki akar serabut (Peter 2007).
Gambar 1 Umbi garut sebelum dan sesudah dikupas
Umbi garut segar mengandung nutrisi yang cukup tinggi sebagai bahan
pangan, yaitu 19.4–21.7% pati, 1.0– 2.2% protein, 69–72% air, 0.6–1.3% serat,
1.3–1.4% kadar abu, serta sedikit gula (Rukmana 2000). Umbi tanaman
garut adalah sumber karbohidrat yang memiliki kandungan indeks glikemik
rendah (GI=14) dibanding jenis umbi-umbian yang lain sehingga sangat
bermanfaat bagi kesehatan terutama untuk penderita diabetes atau penyakit
kencing manis (Marsono 2002). Kelebihan umbi garut yang lain adalah
kandungan fosfor dan besi yang lebih tinggi, yaitu sebesar 22 mg dan 2 mg tiap
100 g, dibandingkan dengan tepung terigu sehingga sangat baik untuk
pertumbuhan tulang dan gigi bagi anak-anak dan usia lanjut (Direktorat Gizi
Depkes 2010).
Umbi garut segar dapat menghasilkan pati dengan rendemen 15–20%.
Selain itu umbi garut juga dapat diolah menjadi tepung garut. Tepung atau pati
5
garut dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku produk pangan seperti roti, kue
kering (cookies), cake, mie, makanan ringan, dan aneka makanan tradisional.
Tepung garut dapat digunakan sebagai campuran tepung terigu pada industri
makanan, misalnya pada pembuatan roti tawar dengan proporsi tepung garut
10–20%, pada mie sebesar 15–20%, bahkan pada kue kering sampai 100%
(Rukmana 2000).
Pati
Pati merupakan salah satu bentuk utama dari karbohidrat dalam
makanan. Pati adalah polisakarida yang dibentuk dari sejumlah molekul glukosa
dengan ikatan -glikosidik. Oleh karena itu, pati disebut juga karbohidrat
kompleks. Pati alami biasanya mengandung amilopektin lebih banyak daripada
amilosa. Butiran pati mengandung amilosa berkisar antara 15–30%, sedangkan
amilopektin berkisar antara 70–85%. Perbandingan antara amilosa dan
amilopektin akan berpengaruh pada sifat kelarutan dan derajat gelatinisasi pati
(BeMiller & Whistler 2009).
Pati Garut
Pati garut merupakan hasil olahan utama dari umbi garut sebagai salah
satu bentuk karbohidrat alami yang murni dan memiliki kekentalan yang tinggi.
Kekentalan dipengaruhi oleh keasamaan air yang digunakan dalam proses
pengolahanya (Kay 1973). Berdasarkan penelitian Mariati (2001), kadar pati
pada beberapa varietas umbi garut cukup tinggi, berkisar antara 92.24–98.78%,
kadar pati tepung garut 83.38–89.05%. Kadar amilosa pati garut 29.67–31.34%
dari total pati, kadar amilosa pada tepung garut 24.81–27.82%.
Menurut Kay (1973) pati garut memiliki sifat-sifat, antara lain: (1) mudah
larut dan mudah cerna sehingga cocok untuk makanan bayi dan orang sakit, (2)
memiliki bentuk oval dengan panjang 15–17 mikron, (3) varietas banana memiliki
granula lebih besar dibandingkan varietas creole, (4) suhu awal gelatinisasi
adalah 70oC, (5) mudah mengembang jika kena panas dengan daya
mengembang 54%, dan (6) ada beberapa syarat untuk kepentingan komersial,
yaitu memiliki warna putih bersih, kadar air tidak boleh lebih dari 18.5%,
kandungan abu dan serat rendah, pH 4.5–7, kekentalan 512–640 satuan
Brabender.
6
Pati garut dapat digunakan sebagai alternatif pengganti tepung terigu
dalam penggunaan bahan baku olahan aneka macam kue, mie, roti kering, bubur
bayi, glukosa cair, dan diet pengganti nasi. Hal ini didukung oleh penelitian
Susanty (2002), Puspowati (2003), dan Sitorus (2004) yang diacu dalam
Herminiati (2005) bahwa pati garut dapat dimanfaatkan untuk membantu
memenuhi kebutuhan gizi anak-anak usia 6 sampai 36 bulan melalui pembuatan
makan sapihan. Pati garut diperoleh dari rimpang garut yang telah berumur 8 –
12 bulan (Widowati et al. 2002).
Tabel 1 Komposisi kimia pati garut Komposisi Kimia Pati Garut
Kadar air (%bb) 10.05 Kadar abu (%bk) 0.31 Kadar protein (%bk) 0.23 Kadar lemak (%bk) 0.55 Kadar karbohidrat (%bk) 98.92
Sumber : Pratiwi (2008)
Tanaman Torbangun (Coleus amboinicus Lour)
Tanaman torbangun (Coleus amboinicus Lour) merupakan tanaman yang
biasa disebut dengan nama tanaman atau daun bangun-bangun. Orang
Simalungun biasa menyebut tanaman ini dengan nama Torbangun atau
Tarbangun. Sedangkan orang Batak Toba atau Karo menyebut tanaman ini
dengan Bangun-bangun (Damanik et al. 2001). Masih menurut Damanik et al.
(2001), dalam bahasa Simalungun ’bangun’ berarti bangkit, mereka percaya
bahwa ibu yang baru melahirkan pasti lemah dan membutuhkan kekuatan untuk
penyembuhan. Pemberian tanaman torbangun dapat mengembalikan kondisi ibu
ke kondisi yang seimbang. Selain itu daun torbangun telah digunakan oleh
masyarakat Batak Sumatera Utara sebagai makanan yang dapat meningkatkan
kualitas dan kuantitas ASI serta status gizi anak yang dilahirkan (Damanik 2005).
Botani Tanaman Torbangun
Tanaman ini memiliki nama-nama yang berbeda untuk setiap daerah dan
suku bangsa, yaitu tramun (Gayo), daun jinten (Karo), ajeran (Jawa), maja
nereng (Madura), dan iwak (Bali) (Adi 2006). Tanaman torbangun merupakan
Kingdom Plantae (tumbuhan), Subkingdom Tracheobionta (berpembuluh),
Superdivisio Spermatophyta (menghasilkan biji), Divisio Magnoliophyta
(berbunga), Kelas Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil), Sub-kelas Asteridae,
Ordo Lamiales, Familia Lamiaceae, dan Genus Coleus
7
Gambar 2 Daun torbangun (Coleus amboinicus Lour)
Tidak hanya di Indonesia saja. tanaman ini pun mempunyai nama yang
berbeda di berbagai negara seperti di Vietnam dikenal dengan nama Tan day la
(Vietnam), Zuo shou xiang, Yin du bo he, Dao shou xiang (Cina), Kuuban
oregano (Jepang), Country borage, Indian mint, atau Mexican mint yang
merupakan tanaman perdu mirip dengan pohon nilam, berbatang relatif lunak
dengan tekstur daun yang tidak rata (Damanik 2009).
Karakteristik Tanaman Torbangun
Tanaman torbangun (Coleus amboinicus Lour) tumbuh liar di daerah
pegunungan dan tempat lain sampai pada ketinggian 1100 m di atas permukaan
laut. Tanaman ini termasuk ke dalam famili Labiate dan merupakan tumbuhan
perdu yang batangnya tebal, lunak, dan agak berkayu. Tanaman ini bercabang-
cabang dengan tinggi sampai 1 meter. Batangnya beruas-ruas dan ruas yang
menyentuh tanah akan keluar akar. Daun tunggal, tebal berdaging, letaknya
berhadapan, bertangkai, bentuk bulat telur dengan ujung runcing, dan tepi daun
bergerigi. Tulang daun menonjol seperti jala dan berbau harum bila diremas.
Daun dari tanaman ini sering digunakan sebagai obat sedangkan bijinya tidak
dipakai (Damanik 2006). Pada keadaan segar helaian daun tebal, sangat
berdaging dan berair, tulang daun bercabang-cabang dan menonjol sehingga
membentuk bangunan menyerupai jala, permukaan atas berbungkul-bungkul.
berwarna hijau muda, dan kedua permukaan berambut halus berwarna putih
(Rumetor 2008).
Damanik (2007) mengemukakan bahwa daun torbangun (Coleus
amboinicus Lour) merupakan tanaman terna sekuler tahunan atau agak
menyerupai semak, tidak berumbi, percabangan, agak berbentuk galah, berbulu
halus pada saat muda dan lokos jika sudah tua. Santosa (2001) menyatakan
bahwa torbangun tidak diketahui asal usulnya dan dikenal sebagai terna tahunan
daerah tropis, hidup di dataran rendah hingga ketinggian kira-kira 1100 m di atas
permukaan laut.
8
Penelitian yang dilakukan oleh Rumetor (2008) menunjukkan bahwa
tanaman daun torbangun (Coleus amboinicus Lour) tidak tahan terhadap curah
hujan dan penyinaran yang berlebihan (mudah busuk atau layu). Tanaman ini
akan tumbuh baik apabila terdapat tanaman pelindung. Tanaman torbangun
dapat dipanen paling cepat umur 2 bulan yang pada kondisi tanah dan iklim yang
sesuai. Produksinya cukup tinggi dengan umur panen yang relatif singkat
sehingga dapat menjamin ketersediaannya.
Kandungan Zat Gizi Daun Torbangun
Menurut Rumetor (2008), dalam tanaman daun torbangun (Coleus
amboinicus Lour) ditemukan tiga komponen utama yang berkhasiat. Komponen
pertama adalah senyawa-senyawa yang bersifat laktagogum, yaitu komponen
yang dapat menstimulir produksi kelenjar air susu pada induk laktasi. Komponen
kedua adalah komponen gizi dan komponen ketiga adalah komponen
farmaseutika yaitu senyawa-senyawa yang bersifat buffer, antibakterial,
antioksidan, pelumas, pelentur, pewarna, dan penstabil. Selain mengandung zat
aktif, daun torbangun kaya akan kandungan zat gizi. Manfaat lain daun
torbangun telah diteliti oleh Sihombing (2000) yang melaporkan bahwa
penggunaan daun torbangun dikombinasikan dengan hati ikan dan vitamin C
maupun tanpa vitamin C, dapat meningkatkan ketersediaan Fe yang
direfleksikan dengan peningkatan kadar Hb dan Ferritin darah.
Tabel 2 Kandungan gizi daun torbangun per 100 gram
Komposisi Gizi Kandungan
Energi kalori (Kal) 27 Protein (g) 1.3 Lemak (g) 0.6 Karbohidrat (g) 4.0 Zat Besi (mg) 13.6 Magnesium (mg) 62.5 Kalsium(mg) 279 Potasium (mg) 52 Abu (g) 1.6 Serat (g) 1.0 Karoten total 13288 Vitamin B1 (μkg) 0.16 Vitamin C (mg) 5.1 Air (%) 92.5 Berat dapat dimakan(%) 66
Sumber: Mahmud et al. (2009)
Kandungan kimiawi dalam daun torbangun (Coleus amboinicus Lour)
antara lain kalium, minyak atsiri (2%), karvakrol, isoprofil-o-kresol, karvon,
limonen, dihidrokarvon, dihidrokarveol, asetaldehida, furol, dan fenol (Adi 2006).
9
Semua zat kimia itu didapatkan di bagian daunnya. Efek farmakologis tanaman
ini adalah berbau harum, getir, dan rasa tebal di lidah (Damanik 2009).
Mineral
Sebagian besar bahan makanan, yaitu sekitar 96% terdiri dari bahan
organik dan air. Sisanya terdiri dari unsur-unsur mineral. Unsur mineral juga
dikenal sebagai zat anorganik atau kadar abu. Dalam proses pembakaran,
bahan-bahan organik terbakar tetapi zat anorganiknya tidak karena itulah yang
disebut abu (Winarno 2008). Menurut Soediaoetama (1996), kadar abu
menggambarkan banyaknya mineral yang tidak terbakar menjadi zat yang tidak
dapat menguap. Jumlah mineral yang diperlukan manusia setiap harinya hanya
sedikit dan umumnya kurang dari setengah gram. Walaupun begitu, mineral
memegang peranan penting dalam pemeliharaan fungsi tubuh pada tingkat sel,
jaringan, organ maupun fungsi tubuh secara keseluruhan (Almatsier 2004).
Sampai sekarang telah diketahui ada 14 unsur mineral yang berbeda
jenisnya diperlukan manusia agar memiliki kesehatan dan pertumbuhan yang
baik. Unsur-unsur seperti natrium, klor, kalsium, fosfor, magnesium, dan belerang
terdapat dalam tubuh dengan jumlah yang cukup besar dan karenanya disebut
unsur mineral makro. Sedangkan unsur mineral lain seperti besi, iodium,
mangan, tembaga, zinc, kobalt, dan fluor hanya terdapat dalam tubuh dengan
jumlah yang kecil sehingga disebut unsur mineral mikro. Di dalam tubuh unsur
mineral berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur (Winarno 2007).
Kelarutan mineral dalam bahan pangan dapat berubah selama persiapan,
pengolahan, penyimpanan, dan tergantung pengaruh lingkungan seperti
potensial reduksi dan tingkat keasaman (pH) serta senyawa-senyawa yang dapat
membentuk kompleks atau kelat dengan mineral (Prangdimurti 1992).
Kandungan mineral yang terkandung dalam bahan makanan dan
minuman dapat berkurang atau hilang karena proses pengolahan. Menurut
Fuerstenau dan Han (2003), kehilangan mineral selama proses pengolahan
sayur dan buah bervariasi disebabkan berbagai seperti faktor genetik,
penanganan panen, kandungan zat dalam tanah yang bervariasi, kesuburan
tanah dan pH, faktor lingkungan, dan kematangan dari tanaman. Proses
pengolahan seperti canning, boiling, steaming, blanching, dan baking merupakan
proses-proses yang dapat mengakibatkan terjadinya kehilangan mineral dari
bahan pangan.
10
Kalsium
Kalsium adalah salah satu unsur penting di dalam tubuh yang tergolong
sebagai mineral makro. Kalsium dapat membentuk tulang dengan bekerja sama
dengan fosfor, magnesium, tembaga, mangan, seng, boron, fluorida, vitamin A,
C, D, dan trace element. Fungsi utama kalsium adalah mengisi kepadatan
(densitas) tulang. Kalsium di dalam tulang mempunyai dua fungsi, yaitu sebagai
integral dari struktur tulang dan sebagai tempat penyimpanan kalsium. Kalsium
juga berperan dalam pembentukan gigi (Wirakusumah 2007).
Angka kecukupan kalsium rata-rata per hari orang Indonesia ditetapkan
menurut Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi LIPI (2004). Remaja hinggga
dewasa memiliki kebutuhan kurang lebih 800 mg per hari. Kebutuhan kalsium
dapat diperoleh dari makanan. Menurut Wirakusumah (2007) sumber kalsium
terbaik adalah susu dan produk olahannya seperti yoghurt, es krim, keju, ikan
yang dapat dimakan bersama tulangnya, kacang-kacangan dan produk
olahannya, buah dan sayur seperti brokoli, kangkung, caysim, dan lain-lain.
Sayuran hijau merupakan sumber kalsium yang baik. namun menurut Almatsier
(2004) bahan makanan ini mengandung banyak zat yang meghambat
penyerapan kalsium seperti serat, fitat, dan oksalat.
Almatsier (2004) menyatakan bahwa dalam keadaan normal, sebanyak
30-50% kalsium yang dikonsumsi diabsorpsi oleh tubuh. Kemampuan absorpsi
lebih tinggi pada masa pertumbuhan dan menurun pada proses menua.
Kemampuan absorpsi pada laki-laki lebih tinggi daripada perempuan pada
semua golongan usia. Absorpsi kalsium terjadi di bagian atas usus halus yaitu
duodenum. Absorpsi utama terhadap kalsium dilakukan secara aktif dengan
menggunakan alat angkut protein-pengikat kalsium. Vitamin D meningkatkan
absorpsi pada mukosa usus dengan cara merangsang produksi protein-pengikat
kalsium.
Aktivitas fisik juga berpengaruh baik terhadap absorbsi kalsium. Jika
enzim laktase tersedia dalam jumlah yang cukup, maka laktosa juga dapat
meningkatkan absorbsi kalsium. namun jika defisiensi laktase, maka justru akan
menghambat absorbsi. Lemak dapat meningkatkan waktu transit makanan
melalui saluran cerna. Hal ini dapat member waktu lebih banyak untuk absorbsi
kalsium. Absorbsi kalsium lebih baik bila dikonsumsi dengan makanan. Pada
umumnya, dianjurkan rasio kalsium:fosfor di dalam makanan di antara 1:1 dan
2:1 (Almatsier 2004).
11
Kekurangan kalsium pada masa pertumbuhan dapat menyebabkan
gangguan pertumbuhan, tulang kurang kuat, mudah bengkok, dan rapuh. Kadar
kalsium darah yang sangat rendah dapat menyebabkan tetani atau kejang
(Almatsier 2004).
Fosfor
Fosfor merupakan mineral kedua terbanyak di dalam tubuh, yaitu 1% dari
berat badan. Kurang lebih 85% fosfor di dalam tubuh terdapat sebagai garam
kalsium fosfat, yaitu bagian dari kristal hidroksiapatit di dalam tulang dan gigi
yang tidak dapat larut. Hidroksiapatit memberi kekuatan dan kekakuan pada
tulang. Fosfor di dalam tulang berada pada perbandingan 1:2 dengan kalsium.
Fosfor selebihnya terdapat di dalam semua sel tubuh, separuhnya di dalam otot
dan di dalam cairan ekstraseluler. Fosfor merupakan bagian dari asam nuklet
DNA dan RNA yang terdapat dalam tiap inti sel dan sitoplasma tiap sel hidup.
Sebagai fosfolipid, fosfor merupakan komponen struktural dinding sel. Sebagai
fosfat organik, fosfor memegang peranan penting dalam reaksi yang berkaitan
dengan penyimpanan atau pelepasan energi dalam bentuk Adenin Trifosfat
(ATP) (Almatsier 2004).
Fosfor merupakan salah satu jenis dari mineral makro yang diperlukan
untuk tubuh untuk kalsifikasi tulang dan gigi, mengatur pengalihan energi,
absorpsi dan transportasi yang gizi, bagian dari ikatan tubuh esensial, dan
pengaturan keseimbangan asam-basa. Fosfor terdapat di semua sel makhluk
hidup, oleh karena itu fosfor terdapat di dalam semua makanan, terutama
makanan yang kaya protein. Kekurangan fosfor menyebabkan kerusakan tulang,
sedangkan kelebihan fosfor akan menyebabkan kejang (Almatsier 2004).
Fosfor merupakan zat penting dari semua jaringan tubuh. Fosfor
penting untuk fungsi otot dan sel-sel darah merah, pembentukan adenosine
trifosfat (ATP) dan 2,3-difosfogliserat (DPG), dan pemeliharaan keseimbangan
asam-basa, juga untuk sistem saraf dan perantara metabolisme karbohidrat,
protein, dan lemak. Kadar normal serum fosfor berkisar 2.5 dan 4.5 mg/dl dan
dapat setinggi 6 mg/dl pada bayi dan anak-anak. Fosfor merupakan anion utama
dalam cairan intraseluler. Sekitar 85% fosfor terletak dalam tulang dan gigi, 14%
dalam jaringan lunak, dan kurang dari 1% dalam cairan ekstraseluler (Mima &
Poamela 2001).
12
Fosfor adalah anion utama dari cairan intraseliler (CIS). Karena
simpanan intraseluler besar, pada kondisi akut tertentu, fosfor dapat bergerak ke
dalam atau keluar sel, menyebabkan perubahan dramatik pada fosfor plasma.
Secara kronis, peningkatan subtansial atau penurunan dapat terjadi dalam kadar
fosfor intraseluler tanpa perubahan kadar bermakna. Jadi, kadar fosfor plasma
tidak selalu menunjukan kadar intraselular. Meskipun kebanyakan laboratorium
dan laporan elemen fosfor, hampir semua fosfor yang ada dalam tubuh
berbentuk fosfat (PO43-) dan istilah fosfor dan fosfat sering digunakan secara
bertukaran (Mima & Poamela 2001).
Zat besi
Besi memainkan peranan yang sangat penting dalam gizi dan kesehatan
(Meiri 2005). Zat besi berfungsi untuk membantu metabolisme energi sebagai
kofaktor enzim-enzim, meningkatkan hemoglobin darah, sebagai sistem
kekebalan tubuh, dan pelarut obat-obatan. Kekurangan besi dapat
mengakibatkan anemia dan menurunnya fungsi kekebalan tubuh (Almatsier
2004).
Jumlah seluruh besi di dalam tubuh orang dewasa sekitar 3-5 g, 70%
terdapat dalam haemoglobin dan 25% terdapat di dalam hati, limpa, dan sum-
sum tulang. Metabolisme zat besi tampak unik karena kecilnya pertukaran besi
dengan lingkungan saetiap harinya. Pada dasarnya ada 5 proses metabolisme
zat besi dalam tubuh yaitu penyerapan, transportasi, pemantapan dan
pengawetan, penyimpanan, dan pembuangan (Meiri 2005). Angka kecukupan
besi rata-rata per hari orang Indonesia ditetapkan menurut Widya Karya Nasional
Pangan dan Gizi LIPI (2004). Remaja hinggga dewasa memiliki kebutuhan
kurang lebih 13-19 mg per hari untuk laki-laki, dan 26 mg per hari untuk wanita.
Menurut British Nutrition Foundation (1995), berdasarkan kandungan
besinya makanan dibagi menjadi tiga kelompok yaitu makanan dengan
kandungan besi rendah yaitu kurang dari 0.7 mg (besi/1000 Kal), makanan
dengan kandungan besi sedang yaitu antara 0.7-1.9 mg (besi/1000 Kal), dan
makanan dengan kandungan besi tinggi yaitu lebih dari 2.0 mg (besi/1000 Kal).
Fe terdapat dalam bahan makanan hewani, kacang-kacangan, dan
sayuran berwarna hijau tua. Pemenuhan Fe oleh tubuh memang sering dialami
sebab rendahnya tingkat penyerapan Fe di dalam tubuh, terutama dari sumber
Fe nabati yang hanya diserap 1-2%. Penyerapan Fe asal bahan makanan
13
hewani dapat mencapai 10-20%. Fe bahan makanan hewani (heme) lebih
mudah diserap daripada Fe nabati (non heme). Keanekaragaman konsumsi
makanan sangat penting dalam membantu meningkatkan penyerapan Fe di
dalam tubuh. Kehadiran protein hewani, vitamin C, vitamin A, asam folat, zat gizi
mikro lain dapat meningkatkan penyerapan zat besi dalam tubuh (Gizi.net 2007).
Menurut Almatsier (2004), penyerapan besi meningkat dengan adanya vitamin C.
Vitamin C sangat membantu penyerapan besi non-heme dengan mengubah
bentuk feri menjadi fero. Juga membentuk gugus besi-askorbat yang tetap larut
pada pH lebih tinggi dalam duodenum.
Zinc (Zn)
Total zinc dalam tubuh kita adalah 1,5 – 2,5 g (Linder 2006). Diperkirakan
dalam tulang mengandung 60 mg zinc dan akan meningkat pada masa
pertumbuhan yaitu 0,46 μmol/g (30ug/g). Pada orang dewasa total zinc tubuh
berkisar 1,5 g pada wanita dan 2,5 g pada laki-laki (King and Keen 1998). Zinc
sebagian besar ada dalam tulang dan tidak dapat digunakan untuk metabolisme
(Linder 2006). Almatsier (2004) merincikan lagi bahwa zinc sebagian besar
berada di dalam hati, pankreas, ginjal, otot dan tulang. Jaringan yang banyak
mengandung zinc adalah bagian mata, kelenjar prostat, spermatazoa, kulit
rambut dan kuku.
Zinc adalah komponen lebih dari 300 enzim dan yang penting diperlukan
untuk sintesa DNA, pergantian sel dan sintesa protein (Firmansyah 2004). Linder
(2006) juga menyebutkan bahwa zinc juga berperan dalam reaksi-reaksi yang
berkaitan dengan sintesis dan degradasi karbohidrat, protein, lipida dan asam
nukleat. Dengan demikian zinc esensial untuk pertumbuhan, pematangan seks,
fungsi kognitif dan imun serta reproduksi (Kartono & Soekatri 2004). Absorpsi
zinc juga berkompetisi dengan ion-ion metal transisi, terutama Fe²+/Fe³+ dan Cu²+
dan sebaliknya penyerapan zinc memerlukan energi dan akan meningkat oleh
sitrat (Linder 2006).
Cookies
Menurut SNI 01-2973-1992, cookies merupakan salah satu jenis biskuit
yang dibuat dari adonan lunak, berkadar lemak tinggi, relatif renyah bila
dipatahkan dan penampang potongannya bertekstur padat (BSN 1992). Cookies
14
dengan penggunaan tepung non-terigu biasanya termasuk ke dalam golongan
short dough.
Cookies yang dihasilkan harus memenuhi syarat mutu yang ditetapkan
agar aman untuk dikonsumsi. Syarat mutu cookies yang digunakan merupakan
syarat mutu yang berlaku secara umum di Indonesia berdasarkan Standar
Nasional Indonesia (SNI 01-2973-1992), seperti tercantum pada tabel berikut ini:
Tabel 3 Syarat Mutu Cookies menurut SNI 01-2973-1992 Kriteria Uji Klasifikasi
Kalori (Kalori/100 gram) Minimum 400
Air (%) Maksimum 5
Protein (%) Minimum 9
Lemak (%) Minimum 9.5
Karbohidrat (%) Minimum 70
Abu (%) Maksimum 1.5
Serat kasar (%) Maksimum 0.5
Logam berbahaya Negatif
Bau dan rasa Normal dan tidak tengik
Warna Normal
Sumber: (BSN 1992)
Bahan-Bahan Cookies
Gula
Gula merupakan bahan yang banyak digunakan dalam pembuatan
cookies. Jumlah gula yang ditambahkan biasanya berpengaruh terhadap tesktur
dan penampilan cookies. Fungsi gula dalam proses pembuatan cookies selain
sebagai pemberi rasa manis, juga berfungsi memperbaiki tesktur, memberikan
warna pada permukaan cookies, dan mempengaruhi cookies. Meningkatnya
kadar gula di dalam adonan cookies, akan mengakibatkan cookies menjadi
semakin keras. Dengan adanya gula, maka waktu pembakaran harus sesingkat
mungkin agar tidak hangus karena sisa gula yang masih terdapat dalam adonan
dapat mempercepat proses pembentukan warna. Jenis gula yang umum
digunakan yaitu gula bubuk (icing sugar) untuk adonan lunak dan gula kastor
(gula pasir yang halus butirannya). Jenis gula lain yang dapat digunakan untuk
memberikan karakteristik flavor yang berbeda, antara lain: madu, brown sugar,
molase, malt dan sirup jagung (Faridah 2008).
Lemak
Lemak merupakan salah satu komponen penting dalam pembuatan
cookies. Kandungan lemak dalam adonan cookies merupakan salah satu faktor
yang berkontribusi pada variasi berbagai tipe cookies. Di dalam adonan, lemak
memberikan fungsi shortening dan fungsi tekstur sehingga cookies/biskuit
15
menjadi lebih lembut. Selain itu, lemak juga berfungsi sebagai pemberi flavor.
Selama proses pencampuran adonan, air berinteraksi dengan protein tepung
terigu dan membentuk jaringan teguh serta berpadu. Pada saat lemak melapisi
tepung, jaringan tersebut diputus sehingga karakteristik makan setelah
pemanggangan menjadi tidak keras, lebih pendek dan lebih cepat meleleh di
dalam mulut (Faridah 2008).
Lemak yang biasanya digunakan pada pembuatan cookies adalah
mentega (butter) dan margarin. Gunakan lemak sebanyak 65 – 75 % dari jumlah
tepung. Presentase ini akan menghasilkan kue yang rapuh, kering, gurih dan
warna kue kuning mengkilat. Untuk mendapatkan rasa dan aroma dalam
pembuatan cookies dan biskuit, mentega dan margarin dapat dicampur,
pergunakan mentega 80% dan margarin 20%, perbandingan ini akan
menghasilkan rasa kue yang gurih dan lezat. Jangan menggunakan lemak
berlebihan, akibatnya kue akan melebar dan mudah hancur, sedangkan jumlah
lemak terlalu sedikit akan menghasilkan kue bertekstur keras dengan rasa seret
dimulut (Faridah 2008).
Margarin cenderung lebih banyak digunakan pada pembuatan cookies
karena harganya relatif lebih rendah dari butter. Fungsinya untuk menghalangi
terbentuknya gluten. Lemak mungkin adalah bahan yang paling penting diantara
bahan baku yang lain dalam industri cookies/biskuit.
Telur
Telur berpengaruh terhadap tekstur produk patiseri sebagai hasil dari
fungsi emulsifikasi, pelembut tekstur, dan daya pengikat. Penggunaan kuning
telur memberikan tekstur cookies yang lembut, tetapi struktur dalam cookies tidak
sebaik jika digunakan keseluruhan bagian telur. Merupakan pengikat bahan-
bahan lain, sehingga struktur cookies lebih stabil. Telur digunakan untuk
menambah rasa dan warna. Telur juga membuat produk lebih mengembang
karena menangkap udara selama pengocokan. Putih telur bersifat sebagai
pengikat/pengeras. Kuning telur bersifat sebagai pengempuk (Faridah 2008).
Susu Skim
Susu skim berbentuk padatan (serbuk) memiliki aroma khas kuat dan
sering digunakan pada pembuatan cookies. Skim merupakan bagian susu yang
mengandung protein paling tinggi yaitu sebesar 36.4%. Susu skim berfungsi
memberikan aroma, memperbaiki tesktur dan warna permukaan. Laktosa yang
terkandung di dalam susu skim merupakan disakarida pereduksi, yang jika
16
berkombinasi dengan protein melalui reaksi maillard dan adanya proses
pemanasan akan memberikan warna cokelat menarik pada permukaan cookies
setelah dipanggang (Faridah 2008).
Uji Organoleptik
Pengujian inderawi adalah pengujian bahan secara subjektif dengan
menggunakan panca indera manusia. Walaupun peralatan telah berkembang
pesat, namun penilaian makanan dengan menggunakan indera tetap penting
karena ada beberapa karakteristik makanan hanya dapat dinilai dengan indera
manusia. Penilaian inderawi sangat penting dalam pengembangan produk
makanan kaitannya dengan perbaikan gizi. Uji organoleptik atau disebut juga
pengujian secara sensory evaluation didasarkan atas indera penglihatan, indera
pencium, indera perasa, dan mungkin indera pendengar. Penentuan penerimaan
terhadap produk makanan dapat dilakukan melalui uji hedonik atau kesukaan
(Setyaningsih et al. 2010).
Terdapat beberapa uji organoleptik yang biasa digunakan dalam industri
pangan diantaranya uji kesukaan (hedonik) dan uji mutu hedonik. Pada uji
hedonik panelis diminta tanggapannya mengenai kesukaan dan ketidaksukaan
terhadap suatu produk, sedangkan untuk uji mutu hedonik tanggapan yang
diberikan berdasarkan kesan baik atau buruk. Menurut Rahayu (1998), biasanya
uji hedonik bertujuan untuk mengetahui respon panelis terhadap sifat mutu yang
umum misalnya warna, aroma, tekstur, dan rasa. Melalui uji hedonik akan
diketahui sifat mutu minuman yang dihasilkan baik rasa, aroma, warna, dan
tekstur. Sedangkan uji mutu hedonik ingin mengetahui respon terhadap sifat-sifat
produk yang lebih spesifik.
Warna
Warna merupakan salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam
pembuatan produk dan turut dalam menentukan mutu dari produk. Menurut
Setyaningsih (2010), meskipun warna paling cepat dan mudah dalam memberi
kesan, tetapi paling sulit diberi deskripsi dan sulit cara pengukurannya. Pemilihan
warna yang tepat dan sesuai tentu akan menarik minat dan keinginan dari
konsumen untuk membeli. Menurut Winarno dan Rahayu (1994), selain sebagai
faktor yang ikut menentukan mutu, warna juga dapat digunakan sebagai indikator
kesegaran atau kematangan. Baik tidaknya cara pencampuran atau cara
pengolahan dapat ditandai dengan adanya warna yang seragam dan merata.
17
Menurut Vaclavik dan Christian (2003), intensitas warna juga dapat
mempengaruhi persepsi dari rasa makanan atau minuman. Warna yang kuat
dapat menyebabkan persepsi terhadap rasa yang kuat.
Tekstur
Tekstur merupakan salah satu faktor penting dalam penentuan mutu
bahan pangan. Tekstur dan konsistensi suatu bahan akan mempengaruhi cita
rasa yang ditimbulkan oleh bahan tersebut. Menurut Winarno (2008), dari
penelitian-penelitian yang dilakukan diperoleh bahwa perubahan tekstur atau
viskositas bahan dapat mengubah rasa dan bau yang timbul karena dapat
mempengaruhi kecepatan timbulnya rangsangan terhadap sel reseptor olfaktori
dan kelenjar air liur. Manusia dapat mengetahui tekstur suatu makanan atau
minuman dengan menggunakan indera peraba seperti tangan, kulit, mulut, bibir,
dan lidah. Penginderaan tentang tekstur yang berasal dari sentuhan dapat
ditangkap oleh keseluruhan permukaan kulit, tetapi biasanya jika orang ingin
mengetahui tesktur suatu bahan digunakan ujung jari tangan (Setyaningsih et al.
2010).
Aroma
Aroma merupakan hasil kombinasi antara rasa dan bau. Aroma dapat
dideteksi dengan menggunakan epithelium olfaktori bagian atas dari rongga
hidung (Vaclavik&Christian 2003). Manusia mampu mendeteksi dan
membedakan sekitar 16 juta jenis bau karena mempunyai 10-20 juta sel olfaktori
yang bertugas mengenali dan menentukan jenis bau yang masuk (Winarno
2008). Manusia menggunakan hidung sebagai alat untuk mendeteksi aroma dan
bau. Pembauan disebut pencicipan jarak jauh karena manusia dapat mengenal
enaknya makanan yang belum terlihat hanya dengan mencium baunya dari jarak
jauh (Setyaningsih et al. 2010). Temperatur dari makanan juga dapat
mempengaruhi aroma. Makanan hangat memberikan aroma yang lebih kuat
dibandingkan dengan makanan dingin.
Rasa
Rasa merupakan faktor penentu daya terima konsumen terhadap produk
pangan. Vaclavik dan Christian (2003) mengemukakan bahwa rasa dari
makanan adalah kombinasi dari lima rasa dasar yaitu asin, manis, asam, pahit,
dan umami. Rasa itu sangat kompleks dan sulit untuk digambarkan. Gula,
alkohol, aldehid, dan beberapa jenis asam amino dapat memberikan rasa manis
dengan rentang yang sangat luas. Sedangkan rasa asam bisa didapatkan dari
18
vinegar, jus lemon, dan asam organik lain yang terdapat pada buah-buahan.
Seseorang dapat membedakan rasa suatu minuman dengan menggunakan
indera pencicip yaitu lidah. Menurut Setyaningsih (2010), putting pencicip
manusia hanya dapat membedakan empat cicip dasar yaitu manis, pahit, asin,
dan asam. Diluar keempat cicip dasar itu puting pencicip tidak terangsang atau
responsif. Menurut Winarno (2008), waktu terjadinya rangsangan dan timbulnya
rasa sangat cepat yaitu 1,5 x 10-3. Rasa suatu produk pangan dapat dipengaruhi
oleh beberapa faktor yaitu senyawa kimia, temperatur, konsistensi, dan interaksi
dengan komponen rasa yang lain serta jenis dan lama pemasakan.