Formulasi cookies berbasis pati garut (Maranta ... · Menurut Kay (1973) pati garut memiliki...

15
TINJAUAN PUSTAKA Garut (Maranta arundinaceae Linn.) Tanaman garut (Maranta arundinaceae Linn.) secara taksonomi dapat digolongkan ke dalam Kingdom Plantae, Divisio Magnoliophyta, Kelas Liliopsida, Ordo Zingiberalis, Familia Marantaceae, Genus Maranta, dan Spesies Maranta arundinaceae Linn. Secara umum masyarakat Jawa Barat (Sunda) menyebutnya dengan patat sagu, irut, arut, garut, jelarut. Sedangkan di Amerika arrow-root. Garut merupakan tanaman semak semusim yang memiliki tinggi 75-90 cm, umbi atau rhizoma yang berwarna putih atau cokelat muda ini berukuran 2045 cm dengan diameter 25 cm. Batangnya semu, bulat membentuk rimpang berwarna hijau, daunnya tunggal, bulat memanjang dengan ujung runcing berpelepah, berbulu, dan berwarna hijau. Bunganya merupakan bunga majemuk berbentuk tandan dengan kelopak bunga berwarna hijau sedang mahkotanya berwarna putih. Tanaman garut memiliki akar serabut (Peter 2007). Gambar 1 Umbi garut sebelum dan sesudah dikupas Umbi garut segar mengandung nutrisi yang cukup tinggi sebagai bahan pangan, yaitu 19.421.7% pati, 1.02.2% protein, 6972% air, 0.61.3% serat, 1.31.4% kadar abu, serta sedikit gula (Rukmana 2000). Umbi tanaman garut adalah sumber karbohidrat yang memiliki kandungan indeks glikemik rendah (GI=14) dibanding jenis umbi-umbian yang lain sehingga sangat bermanfaat bagi kesehatan terutama untuk penderita diabetes atau penyakit kencing manis (Marsono 2002). Kelebihan umbi garut yang lain adalah kandungan fosfor dan besi yang lebih tinggi, yaitu sebesar 22 mg dan 2 mg tiap 100 g, dibandingkan dengan tepung terigu sehingga sangat baik untuk pertumbuhan tulang dan gigi bagi anak-anak dan usia lanjut (Direktorat Gizi Depkes 2010). Umbi garut segar dapat menghasilkan pati dengan rendemen 1520%. Selain itu umbi garut juga dapat diolah menjadi tepung garut. Tepung atau pati

Transcript of Formulasi cookies berbasis pati garut (Maranta ... · Menurut Kay (1973) pati garut memiliki...

TINJAUAN PUSTAKA

Garut (Maranta arundinaceae Linn.)

Tanaman garut (Maranta arundinaceae Linn.) secara taksonomi dapat

digolongkan ke dalam Kingdom Plantae, Divisio Magnoliophyta, Kelas Liliopsida,

Ordo Zingiberalis, Familia Marantaceae, Genus Maranta, dan Spesies Maranta

arundinaceae Linn. Secara umum masyarakat Jawa Barat (Sunda) menyebutnya

dengan patat sagu, irut, arut, garut, jelarut. Sedangkan di Amerika arrow-root.

Garut merupakan tanaman semak semusim yang memiliki tinggi 75-90 cm, umbi

atau rhizoma yang berwarna putih atau cokelat muda ini berukuran 20–45 cm

dengan diameter 2–5 cm. Batangnya semu, bulat membentuk rimpang berwarna

hijau, daunnya tunggal, bulat memanjang dengan ujung runcing berpelepah,

berbulu, dan berwarna hijau. Bunganya merupakan bunga majemuk berbentuk

tandan dengan kelopak bunga berwarna hijau sedang mahkotanya berwarna

putih. Tanaman garut memiliki akar serabut (Peter 2007).

Gambar 1 Umbi garut sebelum dan sesudah dikupas

Umbi garut segar mengandung nutrisi yang cukup tinggi sebagai bahan

pangan, yaitu 19.4–21.7% pati, 1.0– 2.2% protein, 69–72% air, 0.6–1.3% serat,

1.3–1.4% kadar abu, serta sedikit gula (Rukmana 2000). Umbi tanaman

garut adalah sumber karbohidrat yang memiliki kandungan indeks glikemik

rendah (GI=14) dibanding jenis umbi-umbian yang lain sehingga sangat

bermanfaat bagi kesehatan terutama untuk penderita diabetes atau penyakit

kencing manis (Marsono 2002). Kelebihan umbi garut yang lain adalah

kandungan fosfor dan besi yang lebih tinggi, yaitu sebesar 22 mg dan 2 mg tiap

100 g, dibandingkan dengan tepung terigu sehingga sangat baik untuk

pertumbuhan tulang dan gigi bagi anak-anak dan usia lanjut (Direktorat Gizi

Depkes 2010).

Umbi garut segar dapat menghasilkan pati dengan rendemen 15–20%.

Selain itu umbi garut juga dapat diolah menjadi tepung garut. Tepung atau pati

5

garut dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku produk pangan seperti roti, kue

kering (cookies), cake, mie, makanan ringan, dan aneka makanan tradisional.

Tepung garut dapat digunakan sebagai campuran tepung terigu pada industri

makanan, misalnya pada pembuatan roti tawar dengan proporsi tepung garut

10–20%, pada mie sebesar 15–20%, bahkan pada kue kering sampai 100%

(Rukmana 2000).

Pati

Pati merupakan salah satu bentuk utama dari karbohidrat dalam

makanan. Pati adalah polisakarida yang dibentuk dari sejumlah molekul glukosa

dengan ikatan -glikosidik. Oleh karena itu, pati disebut juga karbohidrat

kompleks. Pati alami biasanya mengandung amilopektin lebih banyak daripada

amilosa. Butiran pati mengandung amilosa berkisar antara 15–30%, sedangkan

amilopektin berkisar antara 70–85%. Perbandingan antara amilosa dan

amilopektin akan berpengaruh pada sifat kelarutan dan derajat gelatinisasi pati

(BeMiller & Whistler 2009).

Pati Garut

Pati garut merupakan hasil olahan utama dari umbi garut sebagai salah

satu bentuk karbohidrat alami yang murni dan memiliki kekentalan yang tinggi.

Kekentalan dipengaruhi oleh keasamaan air yang digunakan dalam proses

pengolahanya (Kay 1973). Berdasarkan penelitian Mariati (2001), kadar pati

pada beberapa varietas umbi garut cukup tinggi, berkisar antara 92.24–98.78%,

kadar pati tepung garut 83.38–89.05%. Kadar amilosa pati garut 29.67–31.34%

dari total pati, kadar amilosa pada tepung garut 24.81–27.82%.

Menurut Kay (1973) pati garut memiliki sifat-sifat, antara lain: (1) mudah

larut dan mudah cerna sehingga cocok untuk makanan bayi dan orang sakit, (2)

memiliki bentuk oval dengan panjang 15–17 mikron, (3) varietas banana memiliki

granula lebih besar dibandingkan varietas creole, (4) suhu awal gelatinisasi

adalah 70oC, (5) mudah mengembang jika kena panas dengan daya

mengembang 54%, dan (6) ada beberapa syarat untuk kepentingan komersial,

yaitu memiliki warna putih bersih, kadar air tidak boleh lebih dari 18.5%,

kandungan abu dan serat rendah, pH 4.5–7, kekentalan 512–640 satuan

Brabender.

6

Pati garut dapat digunakan sebagai alternatif pengganti tepung terigu

dalam penggunaan bahan baku olahan aneka macam kue, mie, roti kering, bubur

bayi, glukosa cair, dan diet pengganti nasi. Hal ini didukung oleh penelitian

Susanty (2002), Puspowati (2003), dan Sitorus (2004) yang diacu dalam

Herminiati (2005) bahwa pati garut dapat dimanfaatkan untuk membantu

memenuhi kebutuhan gizi anak-anak usia 6 sampai 36 bulan melalui pembuatan

makan sapihan. Pati garut diperoleh dari rimpang garut yang telah berumur 8 –

12 bulan (Widowati et al. 2002).

Tabel 1 Komposisi kimia pati garut Komposisi Kimia Pati Garut

Kadar air (%bb) 10.05 Kadar abu (%bk) 0.31 Kadar protein (%bk) 0.23 Kadar lemak (%bk) 0.55 Kadar karbohidrat (%bk) 98.92

Sumber : Pratiwi (2008)

Tanaman Torbangun (Coleus amboinicus Lour)

Tanaman torbangun (Coleus amboinicus Lour) merupakan tanaman yang

biasa disebut dengan nama tanaman atau daun bangun-bangun. Orang

Simalungun biasa menyebut tanaman ini dengan nama Torbangun atau

Tarbangun. Sedangkan orang Batak Toba atau Karo menyebut tanaman ini

dengan Bangun-bangun (Damanik et al. 2001). Masih menurut Damanik et al.

(2001), dalam bahasa Simalungun ’bangun’ berarti bangkit, mereka percaya

bahwa ibu yang baru melahirkan pasti lemah dan membutuhkan kekuatan untuk

penyembuhan. Pemberian tanaman torbangun dapat mengembalikan kondisi ibu

ke kondisi yang seimbang. Selain itu daun torbangun telah digunakan oleh

masyarakat Batak Sumatera Utara sebagai makanan yang dapat meningkatkan

kualitas dan kuantitas ASI serta status gizi anak yang dilahirkan (Damanik 2005).

Botani Tanaman Torbangun

Tanaman ini memiliki nama-nama yang berbeda untuk setiap daerah dan

suku bangsa, yaitu tramun (Gayo), daun jinten (Karo), ajeran (Jawa), maja

nereng (Madura), dan iwak (Bali) (Adi 2006). Tanaman torbangun merupakan

Kingdom Plantae (tumbuhan), Subkingdom Tracheobionta (berpembuluh),

Superdivisio Spermatophyta (menghasilkan biji), Divisio Magnoliophyta

(berbunga), Kelas Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil), Sub-kelas Asteridae,

Ordo Lamiales, Familia Lamiaceae, dan Genus Coleus

7

Gambar 2 Daun torbangun (Coleus amboinicus Lour)

Tidak hanya di Indonesia saja. tanaman ini pun mempunyai nama yang

berbeda di berbagai negara seperti di Vietnam dikenal dengan nama Tan day la

(Vietnam), Zuo shou xiang, Yin du bo he, Dao shou xiang (Cina), Kuuban

oregano (Jepang), Country borage, Indian mint, atau Mexican mint yang

merupakan tanaman perdu mirip dengan pohon nilam, berbatang relatif lunak

dengan tekstur daun yang tidak rata (Damanik 2009).

Karakteristik Tanaman Torbangun

Tanaman torbangun (Coleus amboinicus Lour) tumbuh liar di daerah

pegunungan dan tempat lain sampai pada ketinggian 1100 m di atas permukaan

laut. Tanaman ini termasuk ke dalam famili Labiate dan merupakan tumbuhan

perdu yang batangnya tebal, lunak, dan agak berkayu. Tanaman ini bercabang-

cabang dengan tinggi sampai 1 meter. Batangnya beruas-ruas dan ruas yang

menyentuh tanah akan keluar akar. Daun tunggal, tebal berdaging, letaknya

berhadapan, bertangkai, bentuk bulat telur dengan ujung runcing, dan tepi daun

bergerigi. Tulang daun menonjol seperti jala dan berbau harum bila diremas.

Daun dari tanaman ini sering digunakan sebagai obat sedangkan bijinya tidak

dipakai (Damanik 2006). Pada keadaan segar helaian daun tebal, sangat

berdaging dan berair, tulang daun bercabang-cabang dan menonjol sehingga

membentuk bangunan menyerupai jala, permukaan atas berbungkul-bungkul.

berwarna hijau muda, dan kedua permukaan berambut halus berwarna putih

(Rumetor 2008).

Damanik (2007) mengemukakan bahwa daun torbangun (Coleus

amboinicus Lour) merupakan tanaman terna sekuler tahunan atau agak

menyerupai semak, tidak berumbi, percabangan, agak berbentuk galah, berbulu

halus pada saat muda dan lokos jika sudah tua. Santosa (2001) menyatakan

bahwa torbangun tidak diketahui asal usulnya dan dikenal sebagai terna tahunan

daerah tropis, hidup di dataran rendah hingga ketinggian kira-kira 1100 m di atas

permukaan laut.

8

Penelitian yang dilakukan oleh Rumetor (2008) menunjukkan bahwa

tanaman daun torbangun (Coleus amboinicus Lour) tidak tahan terhadap curah

hujan dan penyinaran yang berlebihan (mudah busuk atau layu). Tanaman ini

akan tumbuh baik apabila terdapat tanaman pelindung. Tanaman torbangun

dapat dipanen paling cepat umur 2 bulan yang pada kondisi tanah dan iklim yang

sesuai. Produksinya cukup tinggi dengan umur panen yang relatif singkat

sehingga dapat menjamin ketersediaannya.

Kandungan Zat Gizi Daun Torbangun

Menurut Rumetor (2008), dalam tanaman daun torbangun (Coleus

amboinicus Lour) ditemukan tiga komponen utama yang berkhasiat. Komponen

pertama adalah senyawa-senyawa yang bersifat laktagogum, yaitu komponen

yang dapat menstimulir produksi kelenjar air susu pada induk laktasi. Komponen

kedua adalah komponen gizi dan komponen ketiga adalah komponen

farmaseutika yaitu senyawa-senyawa yang bersifat buffer, antibakterial,

antioksidan, pelumas, pelentur, pewarna, dan penstabil. Selain mengandung zat

aktif, daun torbangun kaya akan kandungan zat gizi. Manfaat lain daun

torbangun telah diteliti oleh Sihombing (2000) yang melaporkan bahwa

penggunaan daun torbangun dikombinasikan dengan hati ikan dan vitamin C

maupun tanpa vitamin C, dapat meningkatkan ketersediaan Fe yang

direfleksikan dengan peningkatan kadar Hb dan Ferritin darah.

Tabel 2 Kandungan gizi daun torbangun per 100 gram

Komposisi Gizi Kandungan

Energi kalori (Kal) 27 Protein (g) 1.3 Lemak (g) 0.6 Karbohidrat (g) 4.0 Zat Besi (mg) 13.6 Magnesium (mg) 62.5 Kalsium(mg) 279 Potasium (mg) 52 Abu (g) 1.6 Serat (g) 1.0 Karoten total 13288 Vitamin B1 (μkg) 0.16 Vitamin C (mg) 5.1 Air (%) 92.5 Berat dapat dimakan(%) 66

Sumber: Mahmud et al. (2009)

Kandungan kimiawi dalam daun torbangun (Coleus amboinicus Lour)

antara lain kalium, minyak atsiri (2%), karvakrol, isoprofil-o-kresol, karvon,

limonen, dihidrokarvon, dihidrokarveol, asetaldehida, furol, dan fenol (Adi 2006).

9

Semua zat kimia itu didapatkan di bagian daunnya. Efek farmakologis tanaman

ini adalah berbau harum, getir, dan rasa tebal di lidah (Damanik 2009).

Mineral

Sebagian besar bahan makanan, yaitu sekitar 96% terdiri dari bahan

organik dan air. Sisanya terdiri dari unsur-unsur mineral. Unsur mineral juga

dikenal sebagai zat anorganik atau kadar abu. Dalam proses pembakaran,

bahan-bahan organik terbakar tetapi zat anorganiknya tidak karena itulah yang

disebut abu (Winarno 2008). Menurut Soediaoetama (1996), kadar abu

menggambarkan banyaknya mineral yang tidak terbakar menjadi zat yang tidak

dapat menguap. Jumlah mineral yang diperlukan manusia setiap harinya hanya

sedikit dan umumnya kurang dari setengah gram. Walaupun begitu, mineral

memegang peranan penting dalam pemeliharaan fungsi tubuh pada tingkat sel,

jaringan, organ maupun fungsi tubuh secara keseluruhan (Almatsier 2004).

Sampai sekarang telah diketahui ada 14 unsur mineral yang berbeda

jenisnya diperlukan manusia agar memiliki kesehatan dan pertumbuhan yang

baik. Unsur-unsur seperti natrium, klor, kalsium, fosfor, magnesium, dan belerang

terdapat dalam tubuh dengan jumlah yang cukup besar dan karenanya disebut

unsur mineral makro. Sedangkan unsur mineral lain seperti besi, iodium,

mangan, tembaga, zinc, kobalt, dan fluor hanya terdapat dalam tubuh dengan

jumlah yang kecil sehingga disebut unsur mineral mikro. Di dalam tubuh unsur

mineral berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur (Winarno 2007).

Kelarutan mineral dalam bahan pangan dapat berubah selama persiapan,

pengolahan, penyimpanan, dan tergantung pengaruh lingkungan seperti

potensial reduksi dan tingkat keasaman (pH) serta senyawa-senyawa yang dapat

membentuk kompleks atau kelat dengan mineral (Prangdimurti 1992).

Kandungan mineral yang terkandung dalam bahan makanan dan

minuman dapat berkurang atau hilang karena proses pengolahan. Menurut

Fuerstenau dan Han (2003), kehilangan mineral selama proses pengolahan

sayur dan buah bervariasi disebabkan berbagai seperti faktor genetik,

penanganan panen, kandungan zat dalam tanah yang bervariasi, kesuburan

tanah dan pH, faktor lingkungan, dan kematangan dari tanaman. Proses

pengolahan seperti canning, boiling, steaming, blanching, dan baking merupakan

proses-proses yang dapat mengakibatkan terjadinya kehilangan mineral dari

bahan pangan.

10

Kalsium

Kalsium adalah salah satu unsur penting di dalam tubuh yang tergolong

sebagai mineral makro. Kalsium dapat membentuk tulang dengan bekerja sama

dengan fosfor, magnesium, tembaga, mangan, seng, boron, fluorida, vitamin A,

C, D, dan trace element. Fungsi utama kalsium adalah mengisi kepadatan

(densitas) tulang. Kalsium di dalam tulang mempunyai dua fungsi, yaitu sebagai

integral dari struktur tulang dan sebagai tempat penyimpanan kalsium. Kalsium

juga berperan dalam pembentukan gigi (Wirakusumah 2007).

Angka kecukupan kalsium rata-rata per hari orang Indonesia ditetapkan

menurut Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi LIPI (2004). Remaja hinggga

dewasa memiliki kebutuhan kurang lebih 800 mg per hari. Kebutuhan kalsium

dapat diperoleh dari makanan. Menurut Wirakusumah (2007) sumber kalsium

terbaik adalah susu dan produk olahannya seperti yoghurt, es krim, keju, ikan

yang dapat dimakan bersama tulangnya, kacang-kacangan dan produk

olahannya, buah dan sayur seperti brokoli, kangkung, caysim, dan lain-lain.

Sayuran hijau merupakan sumber kalsium yang baik. namun menurut Almatsier

(2004) bahan makanan ini mengandung banyak zat yang meghambat

penyerapan kalsium seperti serat, fitat, dan oksalat.

Almatsier (2004) menyatakan bahwa dalam keadaan normal, sebanyak

30-50% kalsium yang dikonsumsi diabsorpsi oleh tubuh. Kemampuan absorpsi

lebih tinggi pada masa pertumbuhan dan menurun pada proses menua.

Kemampuan absorpsi pada laki-laki lebih tinggi daripada perempuan pada

semua golongan usia. Absorpsi kalsium terjadi di bagian atas usus halus yaitu

duodenum. Absorpsi utama terhadap kalsium dilakukan secara aktif dengan

menggunakan alat angkut protein-pengikat kalsium. Vitamin D meningkatkan

absorpsi pada mukosa usus dengan cara merangsang produksi protein-pengikat

kalsium.

Aktivitas fisik juga berpengaruh baik terhadap absorbsi kalsium. Jika

enzim laktase tersedia dalam jumlah yang cukup, maka laktosa juga dapat

meningkatkan absorbsi kalsium. namun jika defisiensi laktase, maka justru akan

menghambat absorbsi. Lemak dapat meningkatkan waktu transit makanan

melalui saluran cerna. Hal ini dapat member waktu lebih banyak untuk absorbsi

kalsium. Absorbsi kalsium lebih baik bila dikonsumsi dengan makanan. Pada

umumnya, dianjurkan rasio kalsium:fosfor di dalam makanan di antara 1:1 dan

2:1 (Almatsier 2004).

11

Kekurangan kalsium pada masa pertumbuhan dapat menyebabkan

gangguan pertumbuhan, tulang kurang kuat, mudah bengkok, dan rapuh. Kadar

kalsium darah yang sangat rendah dapat menyebabkan tetani atau kejang

(Almatsier 2004).

Fosfor

Fosfor merupakan mineral kedua terbanyak di dalam tubuh, yaitu 1% dari

berat badan. Kurang lebih 85% fosfor di dalam tubuh terdapat sebagai garam

kalsium fosfat, yaitu bagian dari kristal hidroksiapatit di dalam tulang dan gigi

yang tidak dapat larut. Hidroksiapatit memberi kekuatan dan kekakuan pada

tulang. Fosfor di dalam tulang berada pada perbandingan 1:2 dengan kalsium.

Fosfor selebihnya terdapat di dalam semua sel tubuh, separuhnya di dalam otot

dan di dalam cairan ekstraseluler. Fosfor merupakan bagian dari asam nuklet

DNA dan RNA yang terdapat dalam tiap inti sel dan sitoplasma tiap sel hidup.

Sebagai fosfolipid, fosfor merupakan komponen struktural dinding sel. Sebagai

fosfat organik, fosfor memegang peranan penting dalam reaksi yang berkaitan

dengan penyimpanan atau pelepasan energi dalam bentuk Adenin Trifosfat

(ATP) (Almatsier 2004).

Fosfor merupakan salah satu jenis dari mineral makro yang diperlukan

untuk tubuh untuk kalsifikasi tulang dan gigi, mengatur pengalihan energi,

absorpsi dan transportasi yang gizi, bagian dari ikatan tubuh esensial, dan

pengaturan keseimbangan asam-basa. Fosfor terdapat di semua sel makhluk

hidup, oleh karena itu fosfor terdapat di dalam semua makanan, terutama

makanan yang kaya protein. Kekurangan fosfor menyebabkan kerusakan tulang,

sedangkan kelebihan fosfor akan menyebabkan kejang (Almatsier 2004).

Fosfor merupakan zat penting dari semua jaringan tubuh. Fosfor

penting untuk fungsi otot dan sel-sel darah merah, pembentukan adenosine

trifosfat (ATP) dan 2,3-difosfogliserat (DPG), dan pemeliharaan keseimbangan

asam-basa, juga untuk sistem saraf dan perantara metabolisme karbohidrat,

protein, dan lemak. Kadar normal serum fosfor berkisar 2.5 dan 4.5 mg/dl dan

dapat setinggi 6 mg/dl pada bayi dan anak-anak. Fosfor merupakan anion utama

dalam cairan intraseluler. Sekitar 85% fosfor terletak dalam tulang dan gigi, 14%

dalam jaringan lunak, dan kurang dari 1% dalam cairan ekstraseluler (Mima &

Poamela 2001).

12

Fosfor adalah anion utama dari cairan intraseliler (CIS). Karena

simpanan intraseluler besar, pada kondisi akut tertentu, fosfor dapat bergerak ke

dalam atau keluar sel, menyebabkan perubahan dramatik pada fosfor plasma.

Secara kronis, peningkatan subtansial atau penurunan dapat terjadi dalam kadar

fosfor intraseluler tanpa perubahan kadar bermakna. Jadi, kadar fosfor plasma

tidak selalu menunjukan kadar intraselular. Meskipun kebanyakan laboratorium

dan laporan elemen fosfor, hampir semua fosfor yang ada dalam tubuh

berbentuk fosfat (PO43-) dan istilah fosfor dan fosfat sering digunakan secara

bertukaran (Mima & Poamela 2001).

Zat besi

Besi memainkan peranan yang sangat penting dalam gizi dan kesehatan

(Meiri 2005). Zat besi berfungsi untuk membantu metabolisme energi sebagai

kofaktor enzim-enzim, meningkatkan hemoglobin darah, sebagai sistem

kekebalan tubuh, dan pelarut obat-obatan. Kekurangan besi dapat

mengakibatkan anemia dan menurunnya fungsi kekebalan tubuh (Almatsier

2004).

Jumlah seluruh besi di dalam tubuh orang dewasa sekitar 3-5 g, 70%

terdapat dalam haemoglobin dan 25% terdapat di dalam hati, limpa, dan sum-

sum tulang. Metabolisme zat besi tampak unik karena kecilnya pertukaran besi

dengan lingkungan saetiap harinya. Pada dasarnya ada 5 proses metabolisme

zat besi dalam tubuh yaitu penyerapan, transportasi, pemantapan dan

pengawetan, penyimpanan, dan pembuangan (Meiri 2005). Angka kecukupan

besi rata-rata per hari orang Indonesia ditetapkan menurut Widya Karya Nasional

Pangan dan Gizi LIPI (2004). Remaja hinggga dewasa memiliki kebutuhan

kurang lebih 13-19 mg per hari untuk laki-laki, dan 26 mg per hari untuk wanita.

Menurut British Nutrition Foundation (1995), berdasarkan kandungan

besinya makanan dibagi menjadi tiga kelompok yaitu makanan dengan

kandungan besi rendah yaitu kurang dari 0.7 mg (besi/1000 Kal), makanan

dengan kandungan besi sedang yaitu antara 0.7-1.9 mg (besi/1000 Kal), dan

makanan dengan kandungan besi tinggi yaitu lebih dari 2.0 mg (besi/1000 Kal).

Fe terdapat dalam bahan makanan hewani, kacang-kacangan, dan

sayuran berwarna hijau tua. Pemenuhan Fe oleh tubuh memang sering dialami

sebab rendahnya tingkat penyerapan Fe di dalam tubuh, terutama dari sumber

Fe nabati yang hanya diserap 1-2%. Penyerapan Fe asal bahan makanan

13

hewani dapat mencapai 10-20%. Fe bahan makanan hewani (heme) lebih

mudah diserap daripada Fe nabati (non heme). Keanekaragaman konsumsi

makanan sangat penting dalam membantu meningkatkan penyerapan Fe di

dalam tubuh. Kehadiran protein hewani, vitamin C, vitamin A, asam folat, zat gizi

mikro lain dapat meningkatkan penyerapan zat besi dalam tubuh (Gizi.net 2007).

Menurut Almatsier (2004), penyerapan besi meningkat dengan adanya vitamin C.

Vitamin C sangat membantu penyerapan besi non-heme dengan mengubah

bentuk feri menjadi fero. Juga membentuk gugus besi-askorbat yang tetap larut

pada pH lebih tinggi dalam duodenum.

Zinc (Zn)

Total zinc dalam tubuh kita adalah 1,5 – 2,5 g (Linder 2006). Diperkirakan

dalam tulang mengandung 60 mg zinc dan akan meningkat pada masa

pertumbuhan yaitu 0,46 μmol/g (30ug/g). Pada orang dewasa total zinc tubuh

berkisar 1,5 g pada wanita dan 2,5 g pada laki-laki (King and Keen 1998). Zinc

sebagian besar ada dalam tulang dan tidak dapat digunakan untuk metabolisme

(Linder 2006). Almatsier (2004) merincikan lagi bahwa zinc sebagian besar

berada di dalam hati, pankreas, ginjal, otot dan tulang. Jaringan yang banyak

mengandung zinc adalah bagian mata, kelenjar prostat, spermatazoa, kulit

rambut dan kuku.

Zinc adalah komponen lebih dari 300 enzim dan yang penting diperlukan

untuk sintesa DNA, pergantian sel dan sintesa protein (Firmansyah 2004). Linder

(2006) juga menyebutkan bahwa zinc juga berperan dalam reaksi-reaksi yang

berkaitan dengan sintesis dan degradasi karbohidrat, protein, lipida dan asam

nukleat. Dengan demikian zinc esensial untuk pertumbuhan, pematangan seks,

fungsi kognitif dan imun serta reproduksi (Kartono & Soekatri 2004). Absorpsi

zinc juga berkompetisi dengan ion-ion metal transisi, terutama Fe²+/Fe³+ dan Cu²+

dan sebaliknya penyerapan zinc memerlukan energi dan akan meningkat oleh

sitrat (Linder 2006).

Cookies

Menurut SNI 01-2973-1992, cookies merupakan salah satu jenis biskuit

yang dibuat dari adonan lunak, berkadar lemak tinggi, relatif renyah bila

dipatahkan dan penampang potongannya bertekstur padat (BSN 1992). Cookies

14

dengan penggunaan tepung non-terigu biasanya termasuk ke dalam golongan

short dough.

Cookies yang dihasilkan harus memenuhi syarat mutu yang ditetapkan

agar aman untuk dikonsumsi. Syarat mutu cookies yang digunakan merupakan

syarat mutu yang berlaku secara umum di Indonesia berdasarkan Standar

Nasional Indonesia (SNI 01-2973-1992), seperti tercantum pada tabel berikut ini:

Tabel 3 Syarat Mutu Cookies menurut SNI 01-2973-1992 Kriteria Uji Klasifikasi

Kalori (Kalori/100 gram) Minimum 400

Air (%) Maksimum 5

Protein (%) Minimum 9

Lemak (%) Minimum 9.5

Karbohidrat (%) Minimum 70

Abu (%) Maksimum 1.5

Serat kasar (%) Maksimum 0.5

Logam berbahaya Negatif

Bau dan rasa Normal dan tidak tengik

Warna Normal

Sumber: (BSN 1992)

Bahan-Bahan Cookies

Gula

Gula merupakan bahan yang banyak digunakan dalam pembuatan

cookies. Jumlah gula yang ditambahkan biasanya berpengaruh terhadap tesktur

dan penampilan cookies. Fungsi gula dalam proses pembuatan cookies selain

sebagai pemberi rasa manis, juga berfungsi memperbaiki tesktur, memberikan

warna pada permukaan cookies, dan mempengaruhi cookies. Meningkatnya

kadar gula di dalam adonan cookies, akan mengakibatkan cookies menjadi

semakin keras. Dengan adanya gula, maka waktu pembakaran harus sesingkat

mungkin agar tidak hangus karena sisa gula yang masih terdapat dalam adonan

dapat mempercepat proses pembentukan warna. Jenis gula yang umum

digunakan yaitu gula bubuk (icing sugar) untuk adonan lunak dan gula kastor

(gula pasir yang halus butirannya). Jenis gula lain yang dapat digunakan untuk

memberikan karakteristik flavor yang berbeda, antara lain: madu, brown sugar,

molase, malt dan sirup jagung (Faridah 2008).

Lemak

Lemak merupakan salah satu komponen penting dalam pembuatan

cookies. Kandungan lemak dalam adonan cookies merupakan salah satu faktor

yang berkontribusi pada variasi berbagai tipe cookies. Di dalam adonan, lemak

memberikan fungsi shortening dan fungsi tekstur sehingga cookies/biskuit

15

menjadi lebih lembut. Selain itu, lemak juga berfungsi sebagai pemberi flavor.

Selama proses pencampuran adonan, air berinteraksi dengan protein tepung

terigu dan membentuk jaringan teguh serta berpadu. Pada saat lemak melapisi

tepung, jaringan tersebut diputus sehingga karakteristik makan setelah

pemanggangan menjadi tidak keras, lebih pendek dan lebih cepat meleleh di

dalam mulut (Faridah 2008).

Lemak yang biasanya digunakan pada pembuatan cookies adalah

mentega (butter) dan margarin. Gunakan lemak sebanyak 65 – 75 % dari jumlah

tepung. Presentase ini akan menghasilkan kue yang rapuh, kering, gurih dan

warna kue kuning mengkilat. Untuk mendapatkan rasa dan aroma dalam

pembuatan cookies dan biskuit, mentega dan margarin dapat dicampur,

pergunakan mentega 80% dan margarin 20%, perbandingan ini akan

menghasilkan rasa kue yang gurih dan lezat. Jangan menggunakan lemak

berlebihan, akibatnya kue akan melebar dan mudah hancur, sedangkan jumlah

lemak terlalu sedikit akan menghasilkan kue bertekstur keras dengan rasa seret

dimulut (Faridah 2008).

Margarin cenderung lebih banyak digunakan pada pembuatan cookies

karena harganya relatif lebih rendah dari butter. Fungsinya untuk menghalangi

terbentuknya gluten. Lemak mungkin adalah bahan yang paling penting diantara

bahan baku yang lain dalam industri cookies/biskuit.

Telur

Telur berpengaruh terhadap tekstur produk patiseri sebagai hasil dari

fungsi emulsifikasi, pelembut tekstur, dan daya pengikat. Penggunaan kuning

telur memberikan tekstur cookies yang lembut, tetapi struktur dalam cookies tidak

sebaik jika digunakan keseluruhan bagian telur. Merupakan pengikat bahan-

bahan lain, sehingga struktur cookies lebih stabil. Telur digunakan untuk

menambah rasa dan warna. Telur juga membuat produk lebih mengembang

karena menangkap udara selama pengocokan. Putih telur bersifat sebagai

pengikat/pengeras. Kuning telur bersifat sebagai pengempuk (Faridah 2008).

Susu Skim

Susu skim berbentuk padatan (serbuk) memiliki aroma khas kuat dan

sering digunakan pada pembuatan cookies. Skim merupakan bagian susu yang

mengandung protein paling tinggi yaitu sebesar 36.4%. Susu skim berfungsi

memberikan aroma, memperbaiki tesktur dan warna permukaan. Laktosa yang

terkandung di dalam susu skim merupakan disakarida pereduksi, yang jika

16

berkombinasi dengan protein melalui reaksi maillard dan adanya proses

pemanasan akan memberikan warna cokelat menarik pada permukaan cookies

setelah dipanggang (Faridah 2008).

Uji Organoleptik

Pengujian inderawi adalah pengujian bahan secara subjektif dengan

menggunakan panca indera manusia. Walaupun peralatan telah berkembang

pesat, namun penilaian makanan dengan menggunakan indera tetap penting

karena ada beberapa karakteristik makanan hanya dapat dinilai dengan indera

manusia. Penilaian inderawi sangat penting dalam pengembangan produk

makanan kaitannya dengan perbaikan gizi. Uji organoleptik atau disebut juga

pengujian secara sensory evaluation didasarkan atas indera penglihatan, indera

pencium, indera perasa, dan mungkin indera pendengar. Penentuan penerimaan

terhadap produk makanan dapat dilakukan melalui uji hedonik atau kesukaan

(Setyaningsih et al. 2010).

Terdapat beberapa uji organoleptik yang biasa digunakan dalam industri

pangan diantaranya uji kesukaan (hedonik) dan uji mutu hedonik. Pada uji

hedonik panelis diminta tanggapannya mengenai kesukaan dan ketidaksukaan

terhadap suatu produk, sedangkan untuk uji mutu hedonik tanggapan yang

diberikan berdasarkan kesan baik atau buruk. Menurut Rahayu (1998), biasanya

uji hedonik bertujuan untuk mengetahui respon panelis terhadap sifat mutu yang

umum misalnya warna, aroma, tekstur, dan rasa. Melalui uji hedonik akan

diketahui sifat mutu minuman yang dihasilkan baik rasa, aroma, warna, dan

tekstur. Sedangkan uji mutu hedonik ingin mengetahui respon terhadap sifat-sifat

produk yang lebih spesifik.

Warna

Warna merupakan salah satu hal yang perlu diperhatikan dalam

pembuatan produk dan turut dalam menentukan mutu dari produk. Menurut

Setyaningsih (2010), meskipun warna paling cepat dan mudah dalam memberi

kesan, tetapi paling sulit diberi deskripsi dan sulit cara pengukurannya. Pemilihan

warna yang tepat dan sesuai tentu akan menarik minat dan keinginan dari

konsumen untuk membeli. Menurut Winarno dan Rahayu (1994), selain sebagai

faktor yang ikut menentukan mutu, warna juga dapat digunakan sebagai indikator

kesegaran atau kematangan. Baik tidaknya cara pencampuran atau cara

pengolahan dapat ditandai dengan adanya warna yang seragam dan merata.

17

Menurut Vaclavik dan Christian (2003), intensitas warna juga dapat

mempengaruhi persepsi dari rasa makanan atau minuman. Warna yang kuat

dapat menyebabkan persepsi terhadap rasa yang kuat.

Tekstur

Tekstur merupakan salah satu faktor penting dalam penentuan mutu

bahan pangan. Tekstur dan konsistensi suatu bahan akan mempengaruhi cita

rasa yang ditimbulkan oleh bahan tersebut. Menurut Winarno (2008), dari

penelitian-penelitian yang dilakukan diperoleh bahwa perubahan tekstur atau

viskositas bahan dapat mengubah rasa dan bau yang timbul karena dapat

mempengaruhi kecepatan timbulnya rangsangan terhadap sel reseptor olfaktori

dan kelenjar air liur. Manusia dapat mengetahui tekstur suatu makanan atau

minuman dengan menggunakan indera peraba seperti tangan, kulit, mulut, bibir,

dan lidah. Penginderaan tentang tekstur yang berasal dari sentuhan dapat

ditangkap oleh keseluruhan permukaan kulit, tetapi biasanya jika orang ingin

mengetahui tesktur suatu bahan digunakan ujung jari tangan (Setyaningsih et al.

2010).

Aroma

Aroma merupakan hasil kombinasi antara rasa dan bau. Aroma dapat

dideteksi dengan menggunakan epithelium olfaktori bagian atas dari rongga

hidung (Vaclavik&Christian 2003). Manusia mampu mendeteksi dan

membedakan sekitar 16 juta jenis bau karena mempunyai 10-20 juta sel olfaktori

yang bertugas mengenali dan menentukan jenis bau yang masuk (Winarno

2008). Manusia menggunakan hidung sebagai alat untuk mendeteksi aroma dan

bau. Pembauan disebut pencicipan jarak jauh karena manusia dapat mengenal

enaknya makanan yang belum terlihat hanya dengan mencium baunya dari jarak

jauh (Setyaningsih et al. 2010). Temperatur dari makanan juga dapat

mempengaruhi aroma. Makanan hangat memberikan aroma yang lebih kuat

dibandingkan dengan makanan dingin.

Rasa

Rasa merupakan faktor penentu daya terima konsumen terhadap produk

pangan. Vaclavik dan Christian (2003) mengemukakan bahwa rasa dari

makanan adalah kombinasi dari lima rasa dasar yaitu asin, manis, asam, pahit,

dan umami. Rasa itu sangat kompleks dan sulit untuk digambarkan. Gula,

alkohol, aldehid, dan beberapa jenis asam amino dapat memberikan rasa manis

dengan rentang yang sangat luas. Sedangkan rasa asam bisa didapatkan dari

18

vinegar, jus lemon, dan asam organik lain yang terdapat pada buah-buahan.

Seseorang dapat membedakan rasa suatu minuman dengan menggunakan

indera pencicip yaitu lidah. Menurut Setyaningsih (2010), putting pencicip

manusia hanya dapat membedakan empat cicip dasar yaitu manis, pahit, asin,

dan asam. Diluar keempat cicip dasar itu puting pencicip tidak terangsang atau

responsif. Menurut Winarno (2008), waktu terjadinya rangsangan dan timbulnya

rasa sangat cepat yaitu 1,5 x 10-3. Rasa suatu produk pangan dapat dipengaruhi

oleh beberapa faktor yaitu senyawa kimia, temperatur, konsistensi, dan interaksi

dengan komponen rasa yang lain serta jenis dan lama pemasakan.