Format Standar Makalah
-
Upload
tantyo-subekti -
Category
Documents
-
view
215 -
download
0
description
Transcript of Format Standar Makalah
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Miastenia gravis merupakan penyakit kelemahan otot yang dapat
dijumpai pada anak, orang dewasa, dan pada orang tua.
Sindrom klinis ini dikemukakan pertama kali pada tahun 1600. Pada
akhir tahun 1800an miastenia gravis mulai dibedakan dari kelemahan otot
akibat paralysis bulbar. Pada tahun 1920 seorang dokter yang menderita
miastenia gravis merasa ada perbaikan sesudah ia meminum obat efedrin yang
ditujukan untuk mengatasi kram menstruasi. Akhirnya pada tahun 1934 Mary
Walker, seorang dokter dari Inggris melihat adanya gejala-gejala yang serupa
antara miastenia gravis dan keracunan kurare. Mary Walker menggunakan
antagonis kurare yaitu fisostigmin untuk mengobati miastenia gravis dan
ternyata ada kemajuan-kemajuan yang nyata.
Miastenia gravis banyak timbul antara umur 10-30 tahun. Pada umur
dibawah 40 tahun miastenia gravis lebih banyak dijumpai pada wanita.
Sementara itu diatas 40 tahun lebih banyak pada pria (Harsono, 1996).
Insidens miastenia gravis di Amerika Serikat sering dinyatakan sebagai 1
dalam 10.000. Tetapi beberapa ahli menganggap angka ini terlalu rendah
karena sesungguhnya banyak kasus yang tidak pernah terdiagnosis
(Patofisiologi, 1995).
Tingkat kematian pada waktu lampau dapat sampai 90%. Kematian
biasanya disebabkan oleh insufisiensi pernafasan. Jumlah kematian telah
berhasil dikurangi secara drastic sejak tersedia obat-obatan serta unit-unit
perawatan pernapasan. Remisi spontan dapat terjadi pada 10% hingga 20%
pasien dan dapat dicapai dengan melakukan timektomi elektif pada pasien-
pasien tertentu. Yang paling cocok untuk menjalani cara ini adalah wanita
muda yang masih dini keadaannya (5 tahun pertama setelah awitan) dan tidak
berespon baik dengan pengobatan.
B. RUMUSAN MASALAH
C. TUJUAN PENULISAN
BAB II
PEMBAHASAN
A. DEFINISI
Myastenia gravis merupakan gangguan yang mempengaruhi trasmisi
neuromuskuler pada otot tubuh yang kerjanya dibawah kesadaran seseorang
(volunteer) . Karakteristik yang muncul berupa kelemahan yang berlebihan
dan umumnya terjadi kelelahan pada otot-otot volunter dan hal itu
dipengaruhi oleh fungsi saraf cranial (Brunner and Suddarth 2002).
Myasthenia gravis adalah gangguan neuromuskuler yang
mempengaruhi transmisi impuls pada otot-otot volunter tubuh (Sandra M.
Neffina 2002).
Myasthenia gravis merupakan kelemahan otot yang parah dan satu-
satunya penyakit neuromuskular dengan gabungan antara cepatnya terjadi
kelelahan otot-otot volunter dan lambatnya pemulihan (dapat memakan waktu
10-20 kali lebih lama dari normal) (Price dan Wilson, 1995).
B. ETIOLOGI
Kelainan primer pada Miastenia gravis dihubungkan dengan gangguan
transmisi pada neuromuscular junction, yaitu penghubung antara unsur saraf
dan unsur otot. Pada ujung akson motor neuron terdapat partikel -partikel
globuler yang merupakan penimbunan asetilkolin (ACh). Jika rangsangan
motorik tiba pada ujung akson, partikel globuler pecah dan ACh dibebaskan
yang dapat memindahkan gaya sarafi yang kemudian bereaksi dengan ACh
Reseptor (AChR) pada membran postsinaptik.
Reaksi ini membuka saluran ion pada membran serat otot dan
menyebabkan masuknya kation, terutama Na, sehingga dengan demikian
terjadilah kontraksi otot. Penyebab pasti gangguan transmisi neromuskuler
pada Miastenia gravis tidak diketahui. Dulu dikatakan, pada Miastenia gravis
terdapat kekurangan ACh atau kelebihan kolinesterase, tetapi menurut teori
terakhir, faktor imunologik yang berperanan.
C. MANIFESTASI KLINIS
a. Kelemahan otot ekstrim dan mudah mengalami kelelahan
b. Diplobia (penglihatan ganda)
c. Ptosis (jatuhnya kelopak mata)
d. Disfonia (gangguan suara)
e. Kelemahan diafragma dan otot-otot interkosal progressif menyebabkan
gawat napas.
D. PATOFISIOLOGI
Dalam kasus Myasthenia Gravis terjadi penurunan jumlah Acetyl
Choline Receptor (AChR). Kondisi ini mengakibakan Acetyl Choline(ACh)
yang tetap dilepaskan dalam jumlah normal tidak dapat mengantarkan
potensial aksi menuju membran post-synaptic. Kekurangan reseptor dan
kehadiran ACh yang tetap pada jumlah normal akan mengakibatkan
penurunan jumlah serabut saraf yang diaktifkan oleh impuls tertentu. inilah
yang kemudian menyebabkan rasa sakit pada pasien.
Pengurangan jumlah AChR ini dipercaya disebabkan karena proses
auto-immun di dalam tubuh yang memproduksi anti-AChR bodies, yang dapat
memblok AChR dan merusak membran post-synaptic. Menurut Shah pada
tahun 2006, anti-AChR bodies ditemukan pada 80%-90% pasien Myasthenia
Gravis. Percobaan lainnya, yaitu penyuntikan mencit dengan Immunoglobulin
G (IgG) dari pasien penderita Myasthenia Gravis dapat mengakibatkan gejala-
gejala Myasthenic pada mencit tersebut, ini menujukkan bahwa faktor
immunologis memainkan peranan penting dalam etiology penyakit ini.
Alasan mengapa pada penderita Myasthenia Gravis, tubuh menjadi
kehilangan toleransi terhadap AChR sampai saat ini masih belum diketahui.
Sampai saat ini, Myasthenia Gravis dianggap sebagai penyakit yang
disebabkan oleh sel B, karena sel B lah yang memproduksi anti-AChR bodies.
Namun, penemuan baru menunjukkan bahwa sel T yang diproduksi oleh
Thymus, memiliki peranan penting pada patofisiologis penyakit Myasthenia
Gravis. Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya penderita Myasthenic
mengalami hiperplasia thymic dan thymoma.
E. PATHWAYS
-
F. KOMPLIKASI
Krisis miasthenic merupakan suatu kasus kegawat daruratan yang
terjadi bila otot yang mengendalikan pernapasan menjadi sangat lemah.
Kondisi ini dapat menyebabkan gagal pernapasan akut dan pasien seringkali
membutuhkan respirator untuk membantu pernapasan selama krisis
berlangsung. Komplikasi lain yang dapat timbul termasuk tersedak, aspirasi
makanan, dan pneumonia. Faktor-faktor yang dapat memicu komplikasi pada
pasien termasuk riwayat penyakit sebelumnya (misal, infeksi virus pada
pernapasan), pasca operasi, pemakaian kortikosteroid yang ditappering secara
cepat, aktivitas berlebih (terutama pada cuaca yang panas), kehamilan, dan
stress emosional.
1. Gagal nafas
2. Disfagia
3. Krisis miastenik
4. Krisis cholinergic
5. Komplikasi sekunder dari terapi obat
Penggunaan steroid yang lama:
· Osteoporosis, katarak, hiperglikem
· Gastritis, penyakit peptic ulcer
· Pneumocystis carinii
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Test serum anti bodi resptor ACh yang positif pada 90% pasien.
b. Test tensilon : injeksi iv memeperbaiki respon motorik sementara dan
menurunkan gejala pada krisis miastenik untuk sementara waktu
memperburuk gejala-gejala pada krisis kolinergik.
c. Test elektro fisiologis untuk menunjukan penurunan respon rangsangan
saraf berulang.
d. CT dapat menunjukan hiperplasia timus yang dianggap menyebabkan
respon autoimun.
H. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan diarahkan pada perbaikan fungsi melalui pemberian obat
antikolinestrase dan mengurangi serta membuang antibodi yang bersikulasi
a. Obat Anti Kolinestrase
piridostigmin bromide (mestinon), ambenonium klorida (Mytelase),
neostigmin bromide (Prostigmin). diberikan untuk meningkatkan respon otot
terhadap impuls saraf dan meningkatkan kekuatan otot, hasil diperkirakan
dalam 1 jam setelah pemberian.
b. Terapi Imunosupresif
ditujukan pada penurunan pembentukan antibody antireseptor atau
pembuangan antibody secara langsung dengan pertukaran plasma.
kortikostreoid menekan respon imun, menurunkan jumlah antibody yang
menghambat pertukaran plasma (plasmaferesis) menyebabkan reduksi
sementara dalam titer antibodi. Thimektomi (pengangkatan kalenjer thymus
dengan operasi) menyebabkan remisi subtansial, terutama pada pasien dengan
tumor atau hiperlasia kalenjer timus. kalenjer timus. kalenjer timus. kalenjer
timus. kalenjer timus.
BAB III
PENUTUP
A. SIMPULAN
1. Miastenia gravis adalah suatu penyakit yang bermanifestasi sebagai
kelemahan dan kelelahan otot yang bersifat progresif, dimulai dari otot mata
dan berlanjut keseluruh tubuh hingga ke otot pernapasan.
2. Miastenia gravis disebabkan oleh kerusakan reseptor asetilkolin pada
hubungan neuromuskular akibat penyakit otoimun.
3. Gejala utama miastenia gravis adalah kelemahan otot setelah mengeluarkan
tenaga yang sembuh kembali setelah istirahat.
4. Diagnosis miastenia gravis ditegakkan berdasarkan riwayat penyakit dan
gambaran klinis, serta tes diagnostik yang terdiri atas: antibodi anti-reseptor
asetilkolin, antibodi anti-otot skelet, tes tensilon, foto dada, tes wartenberg,
dan tes prostigmin.
5. Pengobatan miastenia gravis adalah dengan menggunakan obat-obat
antikolinesterase yang kerjanya menghancurkan asetilkolin.
B. SARAN
DAFTAR PUSTAKA
De Belto, Dasto. 2010. ASKEP Myasthenis Gravis.
http://dastodebelto.blogspot.com/2010/02/myasthenia-gravis.html. Diakses tanggal
29 Oktober 2011
http://medlinux.blogspot.com/2009/02/miastenia-gravis.html. Miastenia Garvis.
Diakses tanggal 29 Oktober 2011
Muttaqin, Arif. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Persarafan. Jakarta : Salemba Medika
Qittun. 2008. Asuhan Keperawatan Dengan Miastenia Gravis.
http://qittun.blogspot.com/2008/05/asuhan-keperawatan-dengan- miastenia.html .
Diakses tanggal 29 Oktober 2011
Miastenia gravis pada anak diklasifi kasikan sebagai berikut :
1. Miastenia gravis kongenital
Biasanya pada usia kurang dari 2 tahun memiliki pola familial serta
tidak berespons terhadap terapi steroid. Jenis ini jarang dijumpai.
2. Miastenia gravis juvenile
Biasanya terjadi setelah usia 5 tahun,tidak memiliki pola familial dan memiliki
karakteristik mekanisme autoimun.
3. Miastenia gravis neonatal
Onset paling cepat timbul dalam beberapa
jam setelah kelahiran. Beberapa kasus dilaporkan
dalam 1 hari, paling lambat
dalam 3 hari. Merupakan miastenia gravis
yang didapat dari seorang ibu penderita
miastenia gravis, bersifat self-limited atau
sementara, karena hanya disebabkan oleh
transfer antibodi terhadap reseptor asetilkolin
maternal melalui plasenta. Remisi sempurna
lebih banyak didapatkan pada jenis ini.
Berdasarkan lokasinya, miastenia gravis
terdiri dari tipe okuler dan tipe generalisata.
Klasifi kasi lain miastenia gravis, yaitu tipe
asetilkolin dan tipe muskarinik.1