Format Paper Mikro Kelompok 5 Bab I
-
Upload
punik-unik -
Category
Documents
-
view
37 -
download
0
Transcript of Format Paper Mikro Kelompok 5 Bab I
![Page 1: Format Paper Mikro Kelompok 5 Bab I](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082916/54e12f774a7959846d8b4d7d/html5/thumbnails/1.jpg)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bakteri adalah suatu organisme yang jumlahnya paling banyak dan
tersebar luas dibandingkan dengan organisme lainnya di bumi. Bakteri
umumnya merupakan organisme uniseluler (bersel tunggal), prokariota
atau prokariot, tidak mengandung klorofil, serta berukuran mikroskopik
(sangat kecil). Bakteri berasal dari kata bahasa Latin yaitu bacterium.
Bakteri memiliki jumlah spesies mencapai ratusan ribu atau bahkan lebih.
Mereka ada di mana-mana mulai dari di tanah, di air, di organisme lain,
dan lain-lain juga berada di lingkungan yang ramah maupun yang ekstrim.
Bakteri adalah organisme prokariot uniseluler yang hanya dapat diamati
dengan menggunakan mikroskop. Bakteri hidup secara sendiri-sendiri
(soliter) atau berkelompok (koloni).
Salah satunya bakteri yang digunakan dalam pembuatan paper ini
adalah bakteri Bacillus thuringiensis. Bakteri ini terdiri dari beberapa
subspecies seperti Bacillus thuringiensis subspecies israelensis, Bacillus
thuringiensis subspecies kurslaki dan Bacillus thuringiensis subspecies
aizawai. Perbedaan dari ketiga subspecies ini adalah dari toksin yang
dihasilkan (Kuiper et al., 2008).
Bakteri Bacillus thuringiensis adalah jenis spesies bakteri yang
bersifat pathogen bagi serangga. Bakteri ini bersifat gram positif,
berbentuk batang, memiliki flagella, dan membentuk spora secara aerob.
Bakteri Bacillus thuringiensis selama sporulasi dapat membentuk kristal
protein yang mengandung toksin yang disebut endotoksin. Kristal protein
ini akan bersifat toksik dan mematikan apabila dimakan oleh serangga
sasaran. Kristal protein ini memiliki sifat toksik dan mematikan hanya
pada serangga tertentu. Toksin Bacillus thuringiensis aktif pada pH basa
1
![Page 2: Format Paper Mikro Kelompok 5 Bab I](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082916/54e12f774a7959846d8b4d7d/html5/thumbnails/2.jpg)
dan menyebabkan saluran pencernaan serangga berlubang sehingga
berujung pada kematian. Para peneliti telah berhasil memindahkan gen
yang berperan dalam produksi toksin Bacillus thuringiensis dari bakteri
Bacillus thuringiensis ke tanaman kapas sehingga serangga yang memakan
tanaman kapas tersebut akan mati. Kapas merupakan salah satu organisme
transgenik yang paling banyak ditanam di dunia. Karena sifatnya yang
spesifik inilah maka penggunaan insektisida hayati tidak akan
memusnahkan predator alami yang sudah ada di alam sehingga tidak
mengganggu keseimbangan ekosistem.
Insektisida adalah bahan-bahan kimia bersifat racun yang dipakai
untuk membunuh serangga. Insektisida dapat memengaruhi pertumbuhan,
perkembangan, tingkah laku, perkembangbiakan, kesehatan, sistem
hormon, sistem pencernaan, serta aktivitas biologis lainnya hingga
berujung pada kematian serangga pengganggu tanaman. Insektisida
termasuk salah satu jenis pestisida. Meskipun insektisida lebih dikenal
merupakan senyawa sintetik, namun terdapat juga insektisida alami yang
berasal dari bakteri, pohon, maupun bunga.
Contoh dari insektisida hayati yang berasal dari bakteri adalah
penggunaan Bacillus thuringiensis. Bacillus thuringiensis dikenal sebagai
insektisida hayati sejak tahun 50-an. Pertama kali dijumpai di Jepang pada
tahun 1901, yang membunuh ulat sutera di tempat pemeliharaan. Sepuluh
tahun kemudian di Jerman, ditemukan strain baru dari Bacillus
thuringiensis pada larva yang menyerang serealia di gudang penyimpanan.
Strain berikutnya ditemukan di provinsi Thuringen, sehingga bakteri ini
dinamakan Bacillus thuringiensis. Nama ini diberikan pada famili bakteri
yang dapat menghasilkan kristal paraspora yang bersifat insektisidal
(Dent, 1993).
2
![Page 3: Format Paper Mikro Kelompok 5 Bab I](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082916/54e12f774a7959846d8b4d7d/html5/thumbnails/3.jpg)
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari makalah ini adalah sebagai berikut:
1.2.1 Apakah karakteristik dari Bacillus thuringiensis?
1.2.2 Bagaimana kristal protein dari Bacillus thuringiensis?
1.2.3 Bagaimana mekanisme patogenisitas Bacillus thuringiensis
terhadap serangga?
1.2.4 Apakah manfaat dari penggunaan Bacillus thuringiensis?
1.2.5 Bagaimana pengaruh Bacillus thuringiensis endotoksin terhadap
perkembangan populasi arthropoda pengendali hayati?
1.3 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan paper ini adalah, sebagai berikut:
1.3.1 Mengetahui karakteristik dari Bacillus thuringiensis.
1.3.2 Mengetahui kristal protein dari Bacillus thuringiensis.
1.3.3 Mengetahui mekanisme patogenisitas Bacillus thuringiensis
terhadap serangga.
1.3.4 Mengetahui manfaat dari penggunaan Bacillus thuringiensis.
1.3.5 Mengetahui pengaruh Bacillus thuringiensis endotoksin terhadap
perkembangan populasi arthropoda pengendali hayati.
1.4 Manfaat Penulisan
Melalui penulisan paper ini, diharapkan pembaca mengetahui
mulai dari karakteristik, mekanisme, pengaruhnya, hingga manfaat yang
diperoleh.
3
![Page 4: Format Paper Mikro Kelompok 5 Bab I](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082916/54e12f774a7959846d8b4d7d/html5/thumbnails/4.jpg)
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Karakteristik Bacillus thuringiensis
Bacillus thuringiensis adalah bakteri yang terkenal di kalangan petani,
karena merupakan salah satu bakteri patogen yang bersifat racun bagi hama-
hama tertentu. Mempunyai sel vegetatif berbentuk batang dengan panjang 3-5
mm dan lebar 1-1,2 mm serta memiliki flagella. Pujiastuti (2004) menyatakan,
bakteri ini tergolong ke dalam bakteri gram positif dan mampu membentuk
spora.
Spora Bacillus thuringiensis berbentuk oval, berwarna terang, letaknya
subterminal, dan berukuran 1,0-1,3 μm. Jika ditumbuhkan pada media padat,
koloni Bacillus thuringiensis berbentuk bulat, dengan tepi berkerut, memiliki
diameter 5–10 mm, berwarna putih dan permukaan koloni kasar (Syamsu et
al., 2011). Bakteri ini tergolong bakteri mesofil yang dapat tumbuh pada
kisaran suhu maksimum 45-55oC dan suhu minimum 10-15oC, sedangkan
suhu optimum untuk pertumbuhan berkisar antara 28-32oC (Dulmage, 1971:
Luthy et al., 1982).
Bacillus thuringiensis adalah mikroba kemoorganotrof, dapat
menghidrolisis pati, kasein dan sitrat serta mampu menguraikan protein
tertentu karena memiliki enzim protease dan peptidase. Bakteri ini dapat
menghasilkan asam dari penguraian glukosa dan bersifat anaerobik fakultatif
(Sneath, 1986).
Berbagai strain Bacillus thuringiensis diketahui dapat menghasilkan kristal
protein atau δ-endotoksin (Nurwijayanti, 2005). Seluruh kristal protein bakteri
hanya bersifat toksin apabila termakan oleh larva serangga. Bakteri ini akan
membentuk spora dorman (spora yang mengandung satu atau lebih jenis
kristal protein) apabila terjadi penurunan suplai makanan.
4
![Page 5: Format Paper Mikro Kelompok 5 Bab I](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082916/54e12f774a7959846d8b4d7d/html5/thumbnails/5.jpg)
Beberapa subspesies dari bakteri Bacillus thuringiensis yaitu kurstaki,
aizawai, sotto entomocidus, berliner, san diego, tenebroid, morrisoni dan
israelensis.
Dapat ditemukan pada tanah, permukaan daun atau habitat lainnya.
Lingkungan yang memiliki kondisi yang baik serta cukup nutrisi, spora
bakteri ini akan terus hidup dan melanjutkan pertumbuhan vegetatifnya.
Bacillus thuringiensis dapat pula ditemukan pada berbagai tanaman, misalnya
kapas, sayuran, tembakau dan tanaman lainnya.
2.2 Kristal Protein Bacillus thuringiensis
Komponen utama penyusun penyusun kristal protein pada sebagian besar
Bacillus thuringiensis adalah polipeptida dengan berat molekul antara 130
hingga 140 kDa (Aronson et al., 1986: Gill et al., 1992).
Polipeptida ini adalah protoksin yang dapat berubah menjadi toksin
dengan berat molekul yang bervariasi dari 30 sampai 80 kDa, setelah
mengalami hidrolisis pada kondisi pH alkali dan adanya protease dalam
saluran pencernaan serangga. Aktivitas insektisida tersebut akan menghilang
jika berat molekulnya lebih kecil dari 30 kDa.
Kristal protein Bacillus thuringiensis memiliki beberapa bentuk,
diantaranya bentuk bulat pada subsp. israelensis yang toksik terhadap Diptera,
bentuk kubus yang toksik terhadap Diptera tertentu dan Lepidoptera, bentuk
pipih empat persegi panjang pada subsp. tenebriosis yang toksik terhadap
Coleoptera, bentuk piramida pada subsp. kurstaki yang toksik terhadap
Lepidoptera (Shieh, 1994).
Kristal protein Bacillus thuringiensis merupakan racun perut yang efektif
jika ditelan oleh serangga yang memiliki pH usus yang spesifik.
Bahagiawati (2002) menyatakan, gen yang mengkode kristal protein yang
dihasilkan oleh bakteri Bacillus thuringiensis telah diisolasi dan
dikarakterisasi, dikenal dengan gen Cry yang berasal dari kata Crystal. Terdiri
5
![Page 6: Format Paper Mikro Kelompok 5 Bab I](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082916/54e12f774a7959846d8b4d7d/html5/thumbnails/6.jpg)
atas 13 gen penyandi kristal protein yang dikenal dengan gen Cry dan gen Cyt
(Hofte dan Whiteley, 1989).
Gen Cry adalah paraspora yang mengandung kristal protein dari Bacillus
thuringiensis yang menghasilkan toksik terhadap organisme sasaran,
sedangkan gen Cyt adalah paraspora yang dihasilkan dari aktivitas hemolitik
atau sitolitik.
Gen Cry digolongkan menjadi delapan kelas yaitu sebagai berikut:
a. CryI yaitu yang menyerang serangga lepidoptera,
b. CryII yang menyerang lepidoptera dan diptera,
c. CryIII yang menyerang koleoptera,
d. CryIV yang menyerang diptera,
e. CryV yang menyerang lepidoptera dan koleoptera.
f. CryVI yang menyerang nematoda,
g. CryIXF yang meyerang lepidoptera, dan
h. CryX yang menyerang lepidoptera.
Penggolongan ini berdasarkan homologi sekuen asam amino pada N-
terminalnya, berat molekul serta aktivitas insektisidalnya (Margino dan
Mangundihardjo, 2002).
2.3 Mekanisme Patogenisitas Bacillus thuringiensis Terhadap Serangga
Bacillus thuringiensis dikembangkan menjadi insektisida hayati yang
digunakan untuk membasmi serangga pengganggu tanaman. Ketika kondisi
pertumbuhan bakteri tidak optimal maka ia akan membentuk spora.
Spora adalah fase tidur dari lingkaran kehidupan bakteri untuk menunggu
kondisi pertumbuhan yang lebih baik. Pembentukan spora pada Bacillus
thuringiensis bersamaan dengan pembentukan komponen beracun dari bakteri
ini yang disebut dengan kristal protein.
Jika insekta sasaran memakan kristal ini, kristal akan larut pada usus
tengah serangga tersebut. Pada pencernaan serangga terdapat enzim protease
6
![Page 7: Format Paper Mikro Kelompok 5 Bab I](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082916/54e12f774a7959846d8b4d7d/html5/thumbnails/7.jpg)
yang berguna untuk memecah struktur kristal dari kristal protein, dan akan
mengaktifkan delta-endotoksin.
Delta-endotoksin berinteraksi dengan reseptor pada sel-sel epitelium
serangga dan membalut lapisan sel membran usus tengah serangga, lalu
membuat lubang kecil pada membran tersebut. Ini akan mengacaukan
keseimbangan osmotik sel pada usus serangga sehingga ion-ion dan air dapat
masuk ke dalam sel, lalu mengembang kemudian lisis atau pecah. Peristiwa
ini menyebabkan serangga berhenti makan lalu mati (Hofte dan Whiteley,
1989).
Apabila serangga sasaran tahan terhadap dampak dari delta-endotoksin
tadi, maka akibat dari pertumbuhan spora di dalam tubuh serangga tersebut
akan menjadi penyebab kematiannya. Spora akan berkecambah dan merusak
membran usus. Jumlah spora semakin bertambah apabila spora mengalami
replikasi, hal ini mengakibatkan infeksi pada tubuh serangga semakin meluas
dan menyebabkan serangga tersebut akan mati (Swadener, 1994).
Kristal protein bersifat insektisida, sebenarnya protoksin yang apabila
larut pada usus serangga, maka berubah menjadi polipeptida yang lebih
pendek.
Aktivitas toksin kristal protein tergantung pada sifat intrinsik usus
serangga, misalnya adalah pH dari sekresi enzim proteolitik dan kehadiran
spora bakteri secara terus menerus serta kristal protein yang termakan
(Burgerjon dan Martouret, 1971).
Atau menurut Milne et al. (1990) cara kerja dari Bacillus thuringiensis
dipengaruhi oleh faktor spesifikasi dari mikroorganisme dan kerentanan dari
serangga sasaran. Umur serangga juga salah satu faktor yang menentukan
toksisitas Bacillus thuringiensis.
7
![Page 8: Format Paper Mikro Kelompok 5 Bab I](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082916/54e12f774a7959846d8b4d7d/html5/thumbnails/8.jpg)
2.4 Manfaat Penggunaan Bacillus thuringiensis
Telah diketahui bahwa terdapat kekhawatiran terhadap pengaruh dan
dampak negatif yang ditimbulkan dari penggunaan pestisida yang terbuat dari
bahan kimia. Oleh sebab itu, perhatian masyarakat luas khususnya kalangan
petani untuk mencari alternatif lain dalam menurunkan populasi hama sangat
besar. Salah satu contoh adalah penggunaan bakteri Bacillus thuringiensis
sebagai biopestisida.
Untuk bahan dasar bioinsektisida biasanya menggunakan sel-sel spora atau
protein kristal Bacillus thuringiensis dalam bentuk kering atau padat.
Padatan dapat diperoleh dari hasil fermentasi sel-sel Bacillus thuringiensis
yang telah disaring atau diendapkan dan dikeringkan. Padatan spora dan
protein kristal yang diperoleh dapat dicampur dengan bahan-bahan pembawa,
pengemulsi, perekat, perata, dan lain-lain dalam formulasi bioinsektisida.
Seiring dengan teknologi yang semakin maju, gen insektisidal Bacillus
thuringiensis dapat diisolasi dan diklon sehingga membuka peluang untuk
diintroduksikan ke dalam bentuk tanaman. Terintegrasinya gen Bacillus
thuringiensis pada sel tanaman maka semakin memperbesar peluang dalam
mengendalikan hama serta meningkatkan efektifitas pengendalian
(Bahagiawati, 2002).
Penggunaan tanaman transgenik dimulai pada tahun 1995 oleh petani di
Amerika Serikat yaitu jagung hibrida yang mengandung CryIA(b). Sampai
dengan tahun 1998, lebih dari 10 jenis tanaman berhasil ditransformasikan
menjadi tanaman transgenik yang tahan akan hama. Contohnya antara lain
jagung, tomat, kentang, strawberry, padi, kapas, tembakau, kacang hijau, dan
sebagainya (Schuler et al., 1998).
Dengan adanya pemanfaatan penggunaan bakteri Bacillus thuringiensis ini
diharapkan mampu meningkatkan hasil produksi untuk mengatasi kelaparan,
serta dapat menurunkan penggunaan pestisida berbahan kimia dan
menurunkan biaya produksi.
8
![Page 9: Format Paper Mikro Kelompok 5 Bab I](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082916/54e12f774a7959846d8b4d7d/html5/thumbnails/9.jpg)
2.5 Pengaruh Bacillus thuringiensis Endotoksin Terhadap Perkembangan
Populasi Arthropoda Pengendali Hayati
Secara keseluruhan Bacillus thuringiensis endotoksin baik yang
digunakan secara microbial spray ataupun dalam bentuk tanaman transgenik
memiliki pengaruh terhadap musuh alami. Tetapi pengaruh Bacillus
thuringiensis endotoksin terhadap musuh alami lebih kecil dibandingkan
dengan pestisida buatan (Bahagiawati, 2002).
Menurut Schuler et al. (1999) terindikasi bahwa tanaman transgenik
yang tahan akan hama mempengaruhi fungsi arthropoda. Pengaruh ini dapat
bersifat positif, negatif maupun tidak berpengaruh sama sekali.
Hal ini tergantung pada beberapa faktor yaitu jenis toksin yang ditransfer
ke tanaman transgenilk, jenis hama dan jenis predator atau parasit yang
terdapat pada habitat tanaman transgenik tersebut. Namun secara garis besar
tanaman transgenik umumnya berpengaruh terhadap sistem pertanian secara
keseluruhan, sehingga dapat menurunkan penggunaan pestisida,
memperbaiki kualitas tanah, air dan udara. Dan secara tidak langsung, juga
berpengaruh terhadap biodiversitas atau keanekaragaman arthropoda
pengendali hayati.
9
![Page 10: Format Paper Mikro Kelompok 5 Bab I](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082916/54e12f774a7959846d8b4d7d/html5/thumbnails/10.jpg)
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Karakteristik Bacillus thuringiensis yaitu mempunyai sel vegetatif
berbentuk batang, serta memiliki flagella, bakteri ini tergolong ke dalam
bakteri gram positif dan mampu membentuk spora. Jika Bacillus
thuringiensis ditumbuhkan pada media padat, koloni Bacillus thuringiensis
berbentuk bulat tetapi berkerut, memiliki warna putih, permukaan koloni
beasr.Tumbuh pada kisaran suhu maksimum 45-55oC dan suhu minimum
10-15oC, sedangkan suhu optimum untuk pertumbuhan berkisar antara 28-
32oC. Bacillus thuringiensis menghasilkan kristal protein atau δ-
endotoksin.
2. Kristal Protein Bacillus thuringiensis merupakan kristal yang tersusun atas
polipeptida dengan berat molekul antara 130 hingga 140 kDa. Memiliki
beberapa bentuk, diantaranya bentuk bulat pada subsp. israelensis, bentuk
kubu bentuk pipih persegi panjang pada subsp. tenebriosis, bentuk
piramida pada subsp. Kurstaki. Kristal protein Bacillus thuringiensis
merupakan racun perut yang efektif jika ditelan oleh serangga yang
memiliki pH usus yang spesifik.
3. Patogenitas Bacillus thuirngiensis terhadap seranga adalah sebagai berikut
Pembentukan spora pada Bacillus thuringiensis bersamaan dengan
pembentukan komponen beracun dari bakteri ini yang disebut dengan
kristal protein. insecta sasaran memakan kristal ini, kristal akan larut pada
usus tengah serangga tersebut. Pada pencernaan serangga terdapat enzim
protease yang berguna untuk memecah struktur kristal dari kristal protein,
dan akan mengaktifkan delta-endotoksin. Delta-endotoksin berinteraksi
dengan reseptor pada sel-sel epitelium serangga dan membalut lapisan sel
membran usus tengah serangga, lalu membuat lubang kecil pada membran
tersebut. Ini akan mengacaukan keseimbangan osmotik sel pada usus
10
![Page 11: Format Paper Mikro Kelompok 5 Bab I](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082916/54e12f774a7959846d8b4d7d/html5/thumbnails/11.jpg)
serangga. Dampak dari delta-endotoksin tadi, maka akibat dari
pertumbuhan spora di dalam tubuh serangga tersebut akan menjadi
penyebab kematiannya.
4. Manfaat Bacillus thuringiensis sebagai biopestisida biasanya
menggunakan protein kristal Bacillus thuringiensis dalam bentuk kering
atau padat. Penggunaan tanaman transgenik yaitu pada jagung hibrida
yang mengandung CryIA yang akan membuat tanaman tersebut menjai
tahan hama.
5. Endotoksin Bacillus thuringiensis mempengaruhi perkembangan populasi
arthropoda karena Bacillus thuringiensis mempengaruhi fungsi
arthropoda. Pengaruh ini dapat bersifat positif, negatif maupun tidak
berpengaruh sama sekali. tergantung pada beberapa faktor yaitu jenis
toksin yang ditransfer ke tanaman transgenilk, jenis hama dan jenis
predator atau parasit yang terdapat pada habitat tanaman transgenik. Hal
tersebut dapat menurunkan penggunaan pestisida, yang dapat memperbaiki
kualitas tanah, air dan udara. Secara tidak langsung hal ini berpengaruh
terhadap biodiversitas atau keanekaragaman arthropoda pengendali hayati.
3.2 Saran
Saran yang dapat penulis berikan dalam paper yaitu sebaiknya para petani
menggunakan biopeptisida Bacillus thuringiensis yang lebih ramah
lingkungan, agar tidak merusak keanekaragaman hayati (biodiversitas) yang
ada. Bagi teman – teman yang ingin melanjutkan paper ini sebaiknya
melakukan studi pustaka lanjutan untuk lebih menyempurnakan tulisan ini.
11
![Page 12: Format Paper Mikro Kelompok 5 Bab I](https://reader036.fdokumen.com/reader036/viewer/2022082916/54e12f774a7959846d8b4d7d/html5/thumbnails/12.jpg)
12