Forensik TOPIK 4 G1
-
Upload
nara-ghassani -
Category
Documents
-
view
170 -
download
26
Embed Size (px)
description
Transcript of Forensik TOPIK 4 G1

MAKALAH ILMU KEDOKTERAN GIGI FORENSIK
TOPIK 4
Brian Vensen Lika 1006756944
Carlo Febianto 1006658612
Dellyan Putra Mulia 1006658625
Dominikus Fernandy H. P. 1006658644
Eva Gracia D. 1006667195
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS INDONESIA
2013

KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan kepadaTuhan Yang Maha Esa, karena berkah dan rahmat-
Nya kami dapat menyelesaikan Makalah Ilmu Kedokteran Gigi Forensik untuk Topik 4
mengenai Pemeriksaan Serologi dan DNA.
Kami juga berterima kasih kepada semua pihak yang telah membimbing dan
membantu kami menyelesaikan makalah ini, di antaranya:
1. drg. Nurtami Soedarsono, Ph.D selaku fasilitator yang telah membimbing kami dalam
menyusun makalah ini,
2. Para penulis buku teks ilmu kedokteran gigi forensik yang telah membantu kami
menjawab persoalan-persoalan yang ada di dalam Topik4 ini melalui buku, jurnal
maupun tulisan mereka,
3. Orangtua dan teman-teman angkatan 2010 yang selalu membantu dan memberikan
dukungan kepada kami dalam menyelesaikan makalah ini, serta
4. berbagai pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu per satu.
Kami menyadari masih banyak kesalahan dan kekurangan yang terdapat di dalam
makalah ini.Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun
demi perbaikan dan penyempurnaan makalah berikutnya.Kami berharap makalah ini dapat
bermanfaat dan meningkatkan pengetahuan para pembaca.
Jakarta, 20 Maret 2013
Penyusun
1

BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latas Belakang
Pemeriksaan identifikasi dapat dilakukan dengan beberapa cara baik pemeriksaan
fisik yang melihat ciri – ciri fisik dari orang tuanya, misalnya warna rambut, warna kornea,
bentuk muka dan lainnya. Namun, pada pemeriksaan fisik tidak dapat ditentukan secara
pasti. Oleh karena itu diperlukan beberapa pemeriksaan laboratorium atau penunjang
lainnya misalnya pemeriksaan paternitas.
Ilmu Kedokteran Forensik Molekuler adalah suatu bidang ilmu yang baru
berkembang dalam dua dekade terakhir, merupakan bagian dari ilmu kedokteran forensik
yang memanfaatkan pengetahuan kedokteran dan biologi pada tingkatan molekul atau
DNA. Sebagai suatu bidang cabang ilmu kedokteran forensik yang baru, ilmu ini
melengkapi dan menyempurnakan berbagai pemeriksaan identifikasi personal pada kasus
mayat tak dikenal, kasus pembunuhan, perkosaan serta berbagai kasus ragu ayah
(paternitas).
Jika terdapat kasus yang meragukan untuk pembuktian apakah anak tersebut
merupakan anak hasil hubungan dari pasien atau merupakan anak kandung dari pasien,
maka sebaiknya dilakukan pemeriksaan lanjutan.
B. Rumusan Masalah
1. Apa saja informasi yang bisa diperoleh dari pemeriksaan serologi dan DNA?
2. Apa peran dokter gigi forensik saat identifikasi korban menggunakan pemeriksaan
serologi dan DNA?
3. Bagaimana prosedur pemeriksaan serologi dan DNA?
C. Tujuan
1. Mengetahui informasi yang bisa diperoleh dari pemeriksaan serologi dan DNA.
2. Mengetahui peran dokter gigi forensik saat identifikasi korban menggunakan
pemeriksaan serologi dan DNA.
3. Mengetahui prosedur pemeriksaan serologi dan DNA.
2

BAB II
ISI
Identifikasi adalah prosedur penentuan identitas individu, baik dalam keadaan hidup
ataupun mati, yang dilakukan melalui pembandingan berbagai data dari individu yang
diperiksa dengan data dari orang yang disangka sebagai individu tersebut. Sebagai prinsip
umum dapat dikatakan bahwa :
1. Pada identifikasi pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan sebanyak mungkin
metode identifikasi.
2. Jika ada data yang tidak cocok, maka kemungkinan tersangka sebagai individu tersebut
dapat disingkirkan (eksklusi).
3. Setiap kesesuaian data akan menyebabkan ketepatan identifikasi semakin tinggi.
Ada beberapa cara untuk mengidentifikasi individu diantaranya adalah melalui pemeriksaan
serologi (darah dan saliva) dan DNA.
2.1 Pemeriksaan Serologi
Serologi forensik melibatkan identifikasi dari berbagai tipe cairan tubuh.Salah satu
jenis pemeriksaan serologi adalah identifikasi golongan darah korban dan pelaku yang dapat
dideteksi melalui suatu barang bukti seperti bercak darah ataupun darah kering pada kasus
perlukaan, semen pada kasus pemerkosaan ataupun saliva pada kasus gigitan.
Perbandingan dari antigen-antigen yang ditemukan pada sel-sel darah dan cairan tubuh
manusia merupakan suatu bukti yang eksklusif yang dapat ditemukan untuk mengidentifikasi
seseorang.Bukti macam ini digunakan untuk mengesampingkan seseorang dari suatu kasus
jika ditemukan hasil yang negatif. Hasil positif sendiri hanya terbatas untuk menempatkan
seseorang masuk dalam popilasi individu yang memiliki antigen serologik yang sama, namun
belum tentu sifatnya spesifik. Dalam pemeriksaan darah, substansi antigen A, B, dan H dalam
sistem ABO; substansi M, N, dan 5 substansi lainnya dalam sistem MN; serta komponen-
komponen di dalam sistem Rhesus (Rh) dan sistem Lewis diterima secara universal untuk
perbandingan medikolegal. Kemampuan manusia untuk mensekresikan antigen ABH di saliva
dan cairan tubuh lainnya ditentukan secara genetik.Lebih dari 80% populasi masuk dalam
kategori ini. Bahkan, dengan alat dan uji laboratorium yang memadai, cairan tubuh yang
3

sudah mengering pun (e.g. darah) dana dianalisis untuk mendapatkan penanda sebagai bukti.
Meskipun tiap orang memiliki rantai DNA yang unik, cara identifikasi serologi yang
mengarah pada uji DNA tidak dilakukan secara maksimal hingga tahun 1986, dimana
sebenarnya cara ini dapat memberikan material identifikasi yang sangat akurat dalam
penegakan hukum. Uji DNA ini memiliki prinsip laboratorium yang membatasi rantai DNA
fragmen RFLP dan PCR.Kedua uji ini akurat, tepat, dan dapat direka ulang.
2.1.1 Tipe Bukti yang Diperiksa untuk Pemeriksaan Serologi
Tipe bukti yang dikirimkan untuk dilakukan pemeriksaan serologi ataupun DNA
adalah barang yang diduga mengandung cairan tubuh.Mayoritas kasus serologi atau DNA
yaitu kasus kekerasan seksual.Barang bukti dari tipe kasus tersebut umumnya adalah baju
korban, seprai, baju pelaku kekerasan, dan sebagainya. Contoh kasus lain yang membutuhkan
pemeriksaan serologi dan DNA adalah kasus pembunuhan dan perampokan. Barang-barang
yang umumnya dikirimkan untuk test darah adalah swabbing dari tempat kejadian perkara,
pakaian, senjata atau barang-barang lainnya yang mengandung bercak darah. Jika barang
bukti berukuran kecil, barang tersebut bisa dikirimkan secara utuh kepada
laboratorium.Tetapi, jika barang bukti berukuran besar, bercak darah atau cairan tubuh
lainnya bisa dikumpulkan pada cotton swab yang steril atau menggunting barang tersebut lalu
dikirimkan ke laboratorium.
Selain itu, barang-barang lain yang bisa dikirimkan adalah barang-barang yang sudah
berkontak dengan mulut individual seperti rokok, kaleng minuman, cangkir, botol, permen
karet, permen, sikat gigi ataupun masker.Barang-barang tersebut umumnya mengandung
DNA yang cukup untuk mengidentifikasi seseorang.Objek yang dipegang seperti setir mobil,
senjata, telepon genggam ataupun sidik jari juga mengandung bukti biologis yang bisa
dikumpulkan untuk analisis.
Reference sample (sampel yang berasal sumber yang sudah diketahui ) digunakan
untuk penentuan hubungan keluarga dan juga untuk keperluan perbandingan dengan sampel-
sampel dari barang bukti lainnya. Umumnya, darah atau saliva yang dikumpulkan dari
individu yang hidup dapat digunakan sebagai sampel.Darah dikumpulkan secara intravena
dan ditempatkan di tabung yang mengadung EDTA, sebuah pengawet untuk mencegah
terdegradasinya DNA.Sedangkan, sampel saliva dapat dikumpulkan dengan mengunyah kasa
steril atau sel epitel bisa dikumpulkan dengan melakukan swabbing pada mukosa bukal
individu.Reference sample juga bisa dikumpulkan dari individu yang sudah meninggal dalam
4

bentuk darah, sampel jaringan atau sampel tulang, bergantung kepada keadaan
dekomposisinya jenazahnya.
2.1.2. Pemeriksaan Darah
Darah adalah suatu substansi cair yang mengandung basa, tersusun atas air, sel darah,
enzim, protein, dan substansi inorganik lainnya yang bersirkulasi di dalam pembuluh darah,
membawa nutrisi, oksigen, dan hasil metabolisme.Darah merupakan bukti yang paling umum
dan mungkin paling penting dalam dunia kriminologi modern. Substansi ini tidak bisa
digantikan, melihat fakta banyak yang bisa ditemukan dari darah (identitas, cara kematian,
DNA, dll). Keberadaannya selalu menghubungkan tersangka dan korban berikut TKP.Darah
menjadi bukti yang paling sering mematahkan kesaksian palsu, alibi, atau argumen dari
pelaku.Oleh karenanya pelaku sangat sering berusaha menghapus jejak darah baik di TKP,
tubuh pelaku, maupun senjata.Namun, hal ini tidak banyak membantu mengingat majunya
teknologi membuat para ahli mampu mengidentifikasi darah, meskipun sudah dihapus.Bagian
darah yang cair tersusun atas plasma darah dan serum (berwarna kekuningan dan
mengandung sel darah putih dan platelet).Bagian darah yang padat tersusun atas sel darah
merah.Serum dan sel darah merah menjadi poin penting yang didalami oleh ahli
forensik.Khususnya serum, dimana dari substansi ini dapat ditentukan kesegaran sampel
darah (durasi serum terpapar udara luar dan membentuk clot).Selain itu, serum juga
mengandung antibodi. Di lain pihak, pada sel darah merah, para ahli akan mencari substansi
yang lebih kecil, yakni antigen untuk memeriksa golongan darah maupun DNA.
Di dalam hukum forensik, darah selalu dianggap sebagai suatu barang bukti. Hal ini
dapat ditinjau dari bagaimana 2 orang yang kembar identik dengan pola DNA yang mirip
namun memiliki profil antibodi serum yang berbeda (sederhananya memiliki golongan darah
berbeda), membuat mereka dapat dibedakan satu sama lain secara serologi. Penggolongan
darah pertama (sistem A-B-O) ditemukan pada tahun 1901 oleh Leindsteiner. Pada tahun-
tahun berikutnya ditemukan penggolongan darah yang lain, utamanya di bidang reaksi
antigen-antibodi, yaitu ABH, MN, dan Rh. Saat ini, masyarakat mengenal sistem ABO dan
sistem Rh (antigen D).
Prinsip utama serologi adalah dalam setiap antigen selalu ada antibodi yang spesifik
untuk antigen tersebut. Dalam penggolongan darah rutin, cukup diperlukan 2 antiserum saja:
anti-A dan anti-B. Dengan meneteskan antiserum ini ke sampel darah, kita dapat melihat
apakah sampel darah tersebut mengalami aglutinasi atau tidak dalam tampilan
5

mikroskop.Golongan darah A akan teraglutinasi oleh anti-A; golongan darah B oleh anti-B;
golongan darah AB oleh keduanya; dan golongan darah O tidak teraglutinasi. Golongan darah
O banyak dimiliki oleh masyarakat pribumi dan amerika latin. Golongan darah A dimiliki
oleh ras kaukasoid dan keturunan eropa. Golongan darah B banyak ditemukan pada masyrakat
afrika-amerika dan beberapa suku di Asia (e.g. Thai).Golongan darah AB paling banyak
ditemui pada orang Jepang dan China.Selain sistem ABO, ditemukan juga individu dengan
golongan darah langka.Sistem baru, dikenal dengan sistem Rhesus.Dalam sistem ini dibagi
menjadi Rhesus positif dan negatif.Jika seseorang memiliki faktor positif, maka darahnya
mengandung protein yang dapat ditemukan pada rhesus monyet.Sebagian besar masyarakat
(85%) memiliki faktor positif dan karenanya, individu dengan rhesus negatif sangat
diperhatikan karena langkanya individu dengan rhesus ini. Sistem ini jauh lebiih rumit
daripada sistem ABO karena ada sekitar 30 kombinasi yang mungkin, membuat transfusi
darah menjadi sangat krusial, meskipun untuk sederhananya lebih sering digunakan yang
sistem positif dan negatif. Faktor Rh ditemukan menyelubungi sel darah merah.
Pemeriksaan Golongan Darah
Golongan darah adalah istilah yang diaplikasikan kepada antigen-antigen yang
diturunkan dari kedua orang tua (inherited antigens) yang ditemukan pada permukaan sel
darah merah.Pendeteksian golongan darah adalah salah satu metode identifikasi dalam
penyelidikan forensik dan telah digunakan secara luas pada berbagai laboratorium forensik.Di
antara bermacam-macam sistem golongan darah yang dikenal, sistem A, B, O adalah sistem
yang terpenting dan digunakan secara luas. Pembagian sistem A, B, O didasarkan kepada ada
tidaknya substansi antigen/aglutinogen yaitu antigen A dan antigen B yang terdapat pada
permukaan sel darah merah manusia, sehingga golongan darah manusia terbagi ke dalam 4
golongan yang terdiri atas A, B, AB dan O.
6

Terdapat dua bentuk antigen yaitu :
Antigen larut air (water-soluble form)
Antigen ini tidak ditemukan pada sel darah merah dan serum, tapi pada sebagian besar
cairan tubuh dan organ dari golongan sekretor.
Antigen larut alkohol (alcohol-soluble form)
Antigen ini terdapat pada seluruh jaringan tubuh, kecuali otak, dan juga terdapat di sel
darah merah.Tetapi antigen ini tidak terdapat pada hasil sekresi.
Antigen sistem ABO ini diturunkan secara genetik dibawah pengaruh empat lokus (lokus
adalah lokasi gen pada kromosom), yaitu lokus ABO, lokus gen H, lokus gen Se dan lokus
gen Le.Sistem ABO dikendalikan oleh 3 jenis gen yaitu, A,B dan O, yang masing-masing
dapat menempati lokus ABO. Gen A dan B bersifat kodominan sedangkan gen O bersifat
resesif atau amorf yang tidak menghasilkan antigen. Tiap orang tua akan menurunkan satu
gen ABO pada anaknya, sehingga seorang anak memiliki sepasang gen (genotip) yang dapat
dinyatakan dalam genotip AA,BB,AB,AO,BO dan OO. Pada penentuan golongan darah kita
hanya memperhatikan antigen yang dihasilkan gen tersebut, bukan gennya.
Sistem ABO juga dikendalikan oleh gen H dan h, yang akan menempati lokus gen H.
Lokus gen H akan mengkode sintesis core pentasakarida (suatu bahan baku yang diperlukan
untuk sintesis antigen A dan antigen B) sehingga gen H akan membentuk antigen H dan
sedangkan gen H bersifat resesif. Hampir semua orang mewarisi dua gen H. Gen H terdapat
pada semua golongan darah. Lokus gen Se menentukan apakah seseorang mensekresi antigen
A, B atau H ke dalam serum dan cairan tubuh lainnya (saliva, semen dan urin). Hanya sel
yang memiliki gen Se yang dapat mensekresi antigen ABH. Sedangkan lokus gen Le
berfungsi sebagai prekursor gen H. Substansi antigen A, B dan H berhubungan satu dengan
lainnya melalui mekanisme berikut:
Jika individu diwarisi gen H, maka individu tersebut akan memiliki antigen H.
Substansi antigen H adalah substansi yang mula-mula disintesis selama proses sintesis
molekul-molekul golongan darah.
Jika individu diwarisi gen O, gen tersebut tidak mengkode antigen apapun, sehingga
antigen satu-satunya pada golongan darah ini adalah antigen H.
Jika individu diwarisi gen A, gen tersebut akan mengkode enzim yang akan mengubah
sebagian substansi H menjadi glikoprotein lain yang merupakan determinan antigenik
dari golongan darah A. Sehingga kelompok ini akan memiliki antigen A dan antigen H.
7

Jika individu diwarisi gen B, gen tersebut akan mengkode enzim yang akan mengubah
sebagian substansi H menjadi glikoprotein lain yang merupakan determinan antigenik
dari golongan darah B. Sehingga kelompok ini akan memiliki antigen B dan antigen H.
Jika individu diwarisi kedua gen A dan B, kedua gen tersebut akan beraksi sehingga
kelompok golongan darah ini memiliki antigen A, B dan H.
Darah yang masih segar (basah) memiliki nilah lebih dibandingkan darah yang kering
karena lebih banyak uji yang bisa dilakukan (e.g. uji kandungan alkohol dan obat). Darah
akan mulai mengering setelah 3 -5 menit terpapar udara. Darah yang kering ditandai dengan
warna yang menjadi coklat dan akhirnya hitam.Dari darah dapat juga diekstraksi DNA
(terutama jika dalam darah itu mengandung sel darah putih) selain dari saliva, spema, sumsum
tulang, pulpa gigi, dan akar rambut. Cara uji DNA dari darah adalah sebagai berikut:
1. Sampel darah diambil
2. Sel darah putih dipisahkan dari sel darah merah (mesin sentrifugasi)
3. DNA diekstraksi dari nukleus sel darah putih
4. Enzim restriktif digunakan untuk memotong fragmen pita DNA
5. Fragmen DNA diletakkan di gel dengan elektroda
6. Arus listrik pada elektroda akan menyusun fragmen DNA
7. Hasil tes DNA ini direndam dalam larutan untuk dapat dilihat secara radiografis
2.1.3. Saliva
a) Pendeteksian Golongan Darah Melalui Saliva
Penggunaan saliva dalam ilmu forensik berdasarkan kepada keberadaan sekretor dari
substansi golongan darah ABH di saliva dengan konsentrasi yang cukup tinggi.Identifikasi
golongan darah korban melalui saliva harus menggunakan sediaan ulas pada TKP maupun
pada korban yang masih terdapat saliva baik basah ataupun sudah kering.Identifikasi ini
disebut pula sebagai Salivary Trace Evidence.
Golongan Sekretor dan Non-Sekretor
Individu yang termasuk golongan sekretor adalah individu yang memiliki gen Se-Se atau Se-
se, dimana mereka dapat mensekresikan antigen golongan darahnya pada cairan tubuhnya
selain pada sel darah merah. Individu sekretor mensekresikan substansi antigen yang identik
dengan substansi pada eritrositnya. Sedangkan individu non-sekretor hanya mensekresikan
sedikit sekali atau tidak sama sekali antigen golongan darahnya ke cairan tubuhnya sehingga
cairan tubuhnya tidak mengandung antigen tersebut. Menurut para ahli, substansi antigen
8

golongan darah tersebut tidak hanya terdapat pada sel darah merah dan saliva, tapi tersebar
secara meluas pada seluruh tubuh manusia, baik pada jaringan lunak dan keras.
Pada individu sekretor, penentuan golongan darah selain dilakukan menggunakan sampel
darahnya, juga dapat dilakukan menggunakan sampel cairan tubuh seperti saliva.Sedangkan
pada individu non-sekretor penentuan golongan darah hanya bisa dilakukan menggunakan
sampel darahnya.
Penentuan Status Sekretor
Untuk menentukan status sekretor perlu dilakukan test, yakni test aglutinasi-inhibisi, yang
prosesnya terdiri dari 2 tahap:
Penetralan antibodi
Pada tahap ini, saliva dicampur dengan antiserum komersial (anti-A atau anti-B) yang
telah dilarutkan dengan aquades sehingga titer antibodinya akan mendekati level antigen
di dalam saliva, kemudian diamkan beberapa waktu agar keduanya beraksi. Jika individu
sekretor, maka antigen di dalam saliva akan menetralkan antibodi dalam antiserum.
Aglutinasi-inhibisi
Tahap selanjutanya adalah penambahan sel darah merah sesuai dengan golongan darah
yang di tes ke dalam campuran tersebut. Jika individu sekretor, maka tidak akan terjadi
aglutinasi karena tidak ada lagi antibodi yang tersisa untuk menggumpalkan sel darah
merah (antibodi sudah bereaksi seluruhnya dengan antigen yang berada di saliva). Jika
individunya non-sekretor, maka tidak ada antibodi di dalam antiserum tidak dinetralkan
lalu akan bereaksi dengan sel darah merah yang ditambahkan sehingga akan terjadi
penggumpalan.
b) Barang Bukti yang Mengandung Saliva
Saliva dapat ditemukan di berbagai objek pada tempat kejadian perkara kriminal,
sehingga harus hati-hati agar barang bukti yang mengandung saliva tidak rusak atau
terkontaminasi.Pada kasus gigitan manusia, saliva harus dikumpulkan sebelum dilakukan
cetakan terhadap gigitan tersebut. Pengambilan sampel dengan swab harus dilakukan dari area
yang berbeda dengan area gigitan dan juga harus ditulis catatan mengenai lokasi pengambilan
sampel dalam hubungannya dengan jejak gigitan tersebut. Selain itu, daerah kulit korban yang
tidak tereekspos saliva juga harus diambil sampelnya untuk digunakan sebagai kontrol.
Banyak objek yang mengandung jejak saliva yang cukup untuk dilakukannya
pemeriksaan, tapi ia tidak mengandung substrat yang bebas saliva yang berperan sebagai
9

kontrol. Objek tersebut seperti puntung rokok, dental floss, tusuk gigi, permen karet dan
lainnya.Pada kasus tersebut, material yang mirip atau serupa bisa digunakan sebagai
kontrol.Kontaminasi sampel saliva juga bisa terjadi disaat pengumpulan spesimen.Sentuhan
kepada objek yang mengandung sampel saliva harus dihindari karena keringat atau sel kulit
dari tangan investigator dapat mengontaminasi sampel saliva.
c) Cara Membuat Sediaan Ulas dari Saliva
Kapas steril kering/ cotton bud dibasahi dengan aqua destilata (akuades).
Kapas dicelupkan dalam saline solution (NaCl 0,9%)
Membuat sediaan ulas: kapas tersebut diulas setengah rotasi bolak balik di sekitar
gigitan atau saliva yang terdapat di TKP setelah dilakukan pembersihan dengan kuas
halus dari debu yang melekat.
Sediaan ulas ini dubuat 2 kali sehingga terdapat 2 sediaan ulas yang masing-masing 2-
3 kali diputar di sekitar saliva.
Masukkan sediaan ke dalam test tube, hindari kontaminasi dengan dinding tabung.
Tangkai sediaan ulas tersebut dicekatkan pada penutup tabung kemudian dimasukkan
ke dalam kotak kardus kecil atau amplop khusus.
Kirim ke laboratorium serologis yang terdekat.
Kemudian pada kotak amplop tersebut dituliskan data-data sebagai berikut:
a. Tanggal pembuatan sediaan ulas
b. Tempat pembuatan sediaan ulas atau TKP
c. Kode sediaan ulas
d. Nama anggota tim identifikasi yang membuat sediaan ulas.
Komunikasi dengan laboratorium serologis untuk memperoleh hasilnya.
Maka akan diketahui golongan darah dari analisa air liur tersebut.
d) Penyimpanan Spesimen Saliva
Jika analisis tidak mungkin dilakukan segera setelah pengumpulan ataupun jika
sampel saliva masih diperlukan untuk dilakukan analisis kembali, maka sampel tersebut
disimpan segera setelah pengumpulan.Saliva rentan terhadap perubahan kimiawi serta
pertumbuhan bakteri.Hal tersebut dapat mempengaruhi validitas hasil analisis.Untuk
mendapatkan hasil analisis spesimen saliva yang baik maka perlu diperhatikan faktor
penyimpanan dan preservasi spesimen saliva.
10

Penyimpanan adalah penempatan suatu sampel pada wadah atau kontainer yang
terjamin aman, bersih, tidak terkontaminasi dan tidak terdegradasi.Preservasi adalah
mempertahankan integritas struktural dari suatu material biokimia serta stabilitas elemen
inorganik dalam suatu sampel.
Faktor yang perlu diperhatikan dalam preservasi dan penyimpanan sampel adalah
temperatur dan durasi penyimpanan.Temperatur yang biasa digunakan untuk penyimpanan
sampel adalah 4oC (lemari pendingin/kulkas) dan -5oC sampai -200C (freezer).Setelah itu
spesimen harus dikembalikan ke temperatur 25oC sebelum dilakukan analisis.Temperatur
tersebut merupakan temperatur yang optimal untuk berjalannya suatu reaksi kimia.
Durasi penyimpanan adalah waktu dimana sampel biologis masih dapat digunakan
setelah tahap pengumpulan tanpa mempengaruhi keakuratan analisis dan integritas
spesimen.Idealnya, penyimpanan dilakukan sesingkat mungkin.
e) Hasil Analisa Negatif
Apabila hasil analisa saliva dalam identifikasi golongan darah diperoleh hasil yang
tidak diharapkan maka terdapat beberapa kemungkinan yaitu:
Saliva dari pelaku bukan golongan sekretor.
Apabila saliva telah mengering, mungkin sediaan ulas kurang mengandung saliva.
Saliva tercemar oleh cairan lain sebelum dibuat sediaan ulas.
Sediaan ulas terkontaminasi sebelum dilakukan analisa laboratoris.
Kegagalan dari proses serologis di laboratorium, kemungkinan reagennya sudah rusak
atau kadaluarsa atau konsentrasinya berubah.
11

2.2. Pemeriksaan DNA
2.2.1. DNA
DNA (deoxyribonucleic acid) adalah material genetik kehidupan dan kode untuk produksi
protein. Strukturnya berupa pasangan-pasangan nukleotida (Adenin-Timin; Guanine-Sitosin)
dan berbentuk double helix. DNA terdapat pada 23 pasang kromosom yang terdiri dari 22
pasang autosom dan 1 pasang kromosom sex (XX → female; XY → male). Kromosom-
kromosom ini terdapat di dalam nukleus sel dan ada yang menyebutnya sebagai nuclear DNA
(nucDNA).
o Untuk individualisasi dapat ditentukan dengan memeriksa autosom
o Untuk menentukan jenis kelamin ditentukan dengan memeriksa kromosom seks
Pada manusia, terdapat genom yang terdiri dari mitochondrial DNA (mtDNA).mtDNA
terdapat pada mitokondria, tidak di nukleus. Genome mtDNA ini diturunkan dari ibu,
sehingga semua anak dari ibu yang sama akan memiliki mtDNA yang sama. Bisa dipakai
untuk memeriksa hubungan maternal.
2.2.2. UJI DNA
Proses DNA profiling ditemukan oleh Alec John Jeffreys di University of Leicester in 1985.
Pada 1994, dianugerahi gelar ksatria oleh Ratu Elizabeth II. Uji DNA merupakan salah satu
cara untuk mengidentifikasi seseorang. Keuntungan dari uji DNA ini adalah hasilnya sangat
akurat dan hanya membutuhkan jumlah sampel yang relatif sedikit. Kerugiannya yaitu biaya
dan alat yang digunakan relatif mahal.Uji DNA bisa berhasil apabila ada pembandingnya.
Secara umum, DNA pembanding bisa diperoleh dari beberapa sumber berikut (nomer 1 →
makin bagus, nomer 2,3,4,... → makin kurang bagus):
a) Korban (sebelum kejadian dan sampel disimpan dengan baik)
b) Orangtua biologis korban
c) Anak biologis korban DAN orangtua biologis yang lain dari si anak
d) Anak biologis korban
e) Saudara korban dari orangtua yang sama (full siblings)
f) Saudara jauh korban (half siblings)
Bila hendak melakukan uji DNA, ada beberapa tahapan yang bisa dilalui:
Planning
Komunikasi dengan tim uji DNA (dokter forensik, dokter gigi forensik,
antropologis, ahli DNA), membangun hubungan dengan lab sebelum terjadi
12

insiden, dan memiliki tim yang telah terlatih untuk memilih sampel analisis DNA
dapat mencegah kesalahan yang tidak diinginkan.
Berkaitan teknis pelaksanaan uji DNA itu sendiri
Evidence collection
Kegiatan ini untuk mencari sampel DNA. Yang bisa berperan sebagai pengumpul
sampel DNA (memahami operasi antara lain: dokter forensik, dokter gigi forensik,
ahli antropologi. Investigator kematian dan staff medis kegawatdaruratan bisa menjadi
alternative. Biasanya tim pengumpul sampel DNA akan mengambil sampel dari
korban untuk memastikan atau mendukung hasil pemeriksaan identifikasi lain. Tim
pengumpul sampel DNA memilih sampel mana yang paling bagus untuk dipakai
dalam uji DNA.Selain itu tim pengumpul sampel juga bertugas mengambil sampel
untuk pembanding uji DNA. Jenis sampel yang bisa dipakai untuk uji DNA antara
lain:
Darah, saliva
Otot
Tulang, gigi
Sperma
Rambut, kulit, jaringan lunak (mengandung jaringan lemak yang dapat
mempersulit)
Proses pengumpulan difasilitasi dengan peralatan yang memadai dan mematuhi precaution.
Gunakan barang sekali pakai jika memungkinkan. Penggunaan barang berulang kali pakai,
seperti gunting, scalpel, tang, dan lain-lain harus dibersihkan tiap kali akan digunakan.
Transportation & Storage
Sampel yang didapat 5-25 gram, dimasukkan ke tabung conical, ditutup lalu
ditandai
Tabung berisi sampel, dimasukkan ke kantong plastik zip lock. Jika terjadi
kebocoran, akan membatasi kontaminasi terhadap sampel lain.
Kantong berisi tabung sampel, dimasukkan ke cooler box. Antarkan ke
laboratorium uji DNA.
Sampel disimpan di lingkungan dingin, gelap, kering, dengan suhu -20oC
(preferably) jika tidak bisa segera dikirim ke lab.
Data Management
Tahapnya berada di lab uji DNA (oleh ahli DNA)
13

Dilakukan prosedur uji DNA
Data yang diperoleh dikumpulkan dan diinterpretasi (membandingkan sampel
dengan pembanding sampai menarik kesimpulan)
Proses uji DNA
Extraction
Tujuannya adalah untuk memisahkan molekul DNA dari sel. Pertama sampel
dipersiapkan dulu.Tulang dan gigi biasanya dihaluskan menjadi bubuk. Rambut juga
biasanya dihaluskan dan jaringan lunak dibuat finely minced. Caranya secara
sederhana yaitu: sampel yang sudah dipersiapkan dicampur dengan garam penstabil
dan detergen untuk merusak membran sel dan membongkar protein. Setelah itu,
molekul DNA akan terlepas dari lokasi awalnya dan masuk ke campuran. DNA larut
dalam air, sementara komponen lain dalam campuran lebih larut dalam pelarut
organik. Maka, dengan memasukkan pelarut organik (fenol atau kloroform), bagian
yang larut air dan karena itu mengandung DNA akan terpisah. Bagian ini dipisahkan
dari campuran, lalu disentrifugasi melalui sekelompok filter untuk memperoleh DNA.
Amplifikasi
Sebelum amplifikasi, dilakukan penghitungan kuantitas DNA manusia yang terdapat
dalam sampel. Jumlah DNA yang berlebih dapat mengganggu reaksi amplifikasi dan
interpretasi data akhir. Jika kurang, DNA dapat menunjukkan sedikit profil atau
bahkan tidak ada sama sekali. Ada beberapa cara yaitu dengan slot blot assay atau
dengan PCR assay. Setelah itu, baru dilakukan amplifikasi dengan PCR. Ada beberapa
langkah dalam proses amplifikasi PCR ini yaitu (1) denaturation, (2) annealing & (3)
extension.
Analisis (Electrophoresis, Deteksi, dan Interpretasi)
Pertama yang bisa dilakukan yaitu electrophoresis
Tujuannya untuk memisahkan nucDNA dan mtDNA
Dilakukan kalau sampel diperiksa untuk analisis nucDNA atau analisis mtDNA
Setelah itu ahli DNA akan mereview hasilnya, membandingkan data dari sampel dan
pembanding, sampai menarik kesimpulan. Interpretasi data; semua puncak yang
dihasilkan oleh instrument sebenarnya mewakili alel STR pada kasus nucDNA atau
basis mitokondrial pada mtDNA.
14

2.2.3. Gigi sebagai Sampel DNA
Gigi mampu bertahan dari sebagian besar kejadian postmortem, seperti pembusukan,
autolisis, bahkan tahan panas sampai suhu 1100oC. Sel-sel terutama pada jaringan pulpa bisa
berperan sebagai sumber DNA disaat jaringan tubuh lain rusak atau hilang.Cara pengambilan
sampel DNA dari gigi:
o Metode Smith dkk, dengan sectioning gigi di bagian CEJ, lalu bagian dentin dan
pulpa diambil dengan bur steril
o Metode Krzyzanska, dengan pompa mikrofluid yang memompa sel dari jaringan
pulpa lewat orifice akar. Sel pulpa akan keluar melalui lubang-lubang kecil di
permukaan oklusal gigi yang telah dipersiapkan sebelumnya
o Seluruh bagian gigi dihaluskan menjadi bubuk
Pemilihan metode pengambilan sampel ini dilakukan secara case by case
2.2.4. Saliva & Sel Mukosa Mulut sebagai Sampel DNA
DNA dari saliva bisa didapat dari berbagai skenario dan dari berbagai macam benda seperti
baju, makanan, rokok, sikat gigi, tempat minuman, gigi tiruan, perangko dan amplop.Sampel
saliva untuk uji DNA bisa diambil dari bitemark atau melalui teknik buccal swab.
Saliva utamanya tersusun dari air namun juga mengandung elektrolit, buffer,
glikoprotein, antibodi, dan enzim. Tes awal untuk screening saliva adalah dengan
mendeteksi satu kelompok enzim pada saliva yaitu enzim alpha amilase.
15

Selain itu bisa juga dilakukan screening secara visual untuk melihat bercak saliva.
Screening secara visual ini menggunakan sumber cahaya yaitu laser dan cahaya
intensitas tinggi yang difilter sehingga menghasilkan satu panjang gelombang
Yang menjadi target uji DNA dari sampel saliva adalah sel-sel yang terdapat
didalamnya. Sel ini masuk ke saliva karena aktivitas lingkungan rongga mulut.
Contohnya ada sel mukosa mulut yang tercampur dalam saliva karena turnover epitel
dan aktivitas pengunyahan. Kemudian misalnya, ada sel darah putih yang didapat dari
cairan sulkus gingiva saat adanya inflamasi.
a. Bekas Gigitan
Metode pengambilan sampel saliva dari bekas gigitan di kulit bisa dengan metode double
swabbing. Teknik ini membutuhkan dua cotton bud steril dan 3 ml air steril. Prosedurnya:
o Basahi satu ujung cotton bud dengan air
o Aplikasikan ujung cotton bud ini ke daerah dimana terdapat saliva dengan gerakan
memutar dan tekanan ringan
o Biarkan cotton bud pertama ini mengering di lingkungan bebas kontaminasi
selama paling tidak 30 menit
o Segera setelah swab pertama diambil, aplikasikan ujung cotton bud kedua yang
kering ke daerah bekas saliva yang sudah dibasahi oleh cotton bud pertama.
Gunakan gerakan memutar dan tekanan ringan
o Biarkan cotton bud kedua ini mengering di lingkungan bebas kontaminasi selama
paling tidak 30 menit
o Setelah kering, kedua cotton bud dimasukkan ke satu tempat, ditutup dan ditandai
o Sampel bisa dikirim ke laboratorium untuk diuji
Penting selain mengambil sampel dari kulit korban, perlu juga diambil sampel DNA dari
korban sendiri untuk membedakan hasil uji DNA. Intinya untuk membedakan apakah
sampel saliva itu berasal dari korban atau dari orang lain.
b. Mukosa oral
Pengambilan sampel dari mukosa mulut bisa menggunakan teknik buccal swab.Targetnya
adalah sel epitel pipih berlapis (squamous epithelial cells) yang bisa diperoleh dari
mukosa di bukal, namun biasanya ada sejumlah saliva yang juga terambil.Teknik buccal
swab ini:
o Sederhana dan tidak sakit
16

o Mudah dilakukan sendiri
o Donor lebih nyaman
Pengambilan swab dilakukan dengan cotton bud steril. Pertama kita mencatat identitas
donor atau memberi label nomer sampel. Pakai glove dan hindari mengkontaminasi swab.
Prosedur buccal swabnya kemudian:
o Minta donor untuk berkumur dengan air (bila diperlukan*)
o Lap satu sisi mukosa bukal dengan kain kasa steril (bila diperlukan*)
o Aplikasikan ujung cotton bud dengan mantap di daerah mukosa 10 kali, dengan
sedikit memutar ujung cotton bud setiap kali melakukan swab
o Ulangi langkahnya dari awal pada mukosa bukal di kontralateral
o Biarkan kedua swab mengering di lingkungan bebas kontaminasi selama paling
tidak 30 menit
o Masukkan kedua swab di pembungkus, kemudian masukkan ke container yang
sejuk, kering, bebas sinar UV.
o Sampel siap dikirim ke laboratorium
(*)Berkumur sebelum mengambil sampel bertujuan untuk mengurangi sisa makanan dan
bahkan mengurangi kontaminasi dari sumber DNA lain (bakteri atau jamur, dll).Mengelap
mukosa juga membantu membersihkan debris seperti plak.
(*)Jadi, berkumur dan mengelap mukosa bukal jangan dilakukan apabila korban diduga
mengalami pemerkosaan dan diduga terjadi seks oral. Pada kondisi ini, pemeriksaan DNA
dari buccal swab lebih bertujuan untuk mencari identitas dari si pelaku
2.2.5. Pemeriksaan DNA Fingerprint
Pemeriksaan sidik DNA pertama kali diperkenalkan oleh Jeffreys pada tahun 1985.
Pemeriksaan ini didasarkan atas adanya bagian DNA manusia yang termasuk daerah non-
coding atau intron (tak mengkode protein) yang ternyata merupakan urutan basa tertentu yang
berulang sebanyak n kali.
Bagian DNA ini tersebar dalam seluruh genom manusia sehingga dinamakan
multilokus. Bagian DNA ini dimiliki oleh semua orang tetapi masing-masing individu
mempunyai jumlah pengulangan yang berbeda-beda satu sama lain, sedemikian sehingga
kemungkinan dua individu mempunyai fragmen DNA yang sama adalah sangat kecil sekali.
Bagian DNA ini dikenal dengan nama Variable Number of Tandem Repeats (VNTR) dan
17

umumnya tersebar pada bagian ujung kromosom. Seperti juga DNA pada umumnya, VNTR
ini diturunkan dari kedua orangtua menurut hukum Mendel, sehingga keberadaanya dapat
dilacak secara tidak langsung dari orangtua, anak maupun saudara kandungnya.
Jeffreys dan kawan - kawan menemukan bahwa suatu fragmen DNA yang diisolasi
dari DNA yang terletak dekat dengan gen globin manusia ternyata dapat melacak VNTR ini
secara simultan. Pelacak DNA (probe) multilokus temuannya ini dinamakan pelacak Jeffreys
yang terdiri dari beberapa probe, diantaranya 16.6 dan 16.15 yang paling sering digunakan.
Pemeriksaan sidik DNA diawali dengan melakukan ekstraksi DNA dari sel berinti, lalu
memotongnya dengan enzim restriksi Hinfl, sehingga DNA menjadi potongan-potongan.
Potongan DNA ini dipisahkan satu sama lain berdasarkan berat molekulnya (panjang
potongan) dengan melakukan elektroforesis pada gel agarose. Dengan menempatkan DNA
pada sisi bermuatan negatif, maka DNA yang bermuatan negatif akan ditolak ke sisi lainnya
dengan kecepatan yang berbanding terbalik dengan panjang fragmen DNA. Fragmen DNA
yang telah terpisah satu sama lain di dalam agar lalu diserap pada suatu membran
nitroselulosa dengan suatu metode yang dinamakan metode Southern blot.
Membran yang kini telah mengandung potongan DNA ini lalu diproses untuk
membuat DNA-nya menjadi DNA untai tunggal (proses denaturasi), baru kemudian
dicampurkan dengan pelacak DNA yang telah dilabel dengan bahan radioaktif dalam proses
yang dinamakan hibridisasi. Pada proses ini pelacak DNA akan bergabung dengan fragmen
DNA yang merupakan basa komplemennya.
Untuk menampilkan DNA yang telah ber-hibridisasi dengan pelacak berlabel ini,
dipaparkanlah suatu film diatas membran sehingga film akan terbakar oleh adanya radioaktif
tersebut (proses autoradiografi). Hasil pembakaran film oleh sinar radioaktif ini akan tampak
pada film berupa pita-pita DNA yang membentuk gambaran serupa Barcode (label barang di
supermarket).
Dengan metode Jeffreys dan menggunakan 2 macam pelacak DNA umumnya dapat
dihasilkan sampai 20-40 buah pita DNA per-sampelnya. Pada kasus identifikasi mayat tak
dikenal dilakukan pembandingan pita korban dengan pita orangtua atau anak-anak tersangka
korban. Jika korban benar adalah tersangka maka akan didapatkan bahwa separuh pita anak
akan cocok dengan ibunya dan separuhnya lagi cocok dengan pita ayahnya. Hal yang sama
juga dapat dilakukan pada kasus ragu ayah (disputed paternity).
Pada kasus perkosaan, dilakukan pembandingan pita DNA dari apus vagina dengan
pita DNA tersangka pelaku. Jika tersangka benar adalah pelaku, maka akan dijumpai pita
DNA yang persis pola susunannya.
18

2.2.6. Analisis VNTR Lain
Setelah penemuan Jeffreys ini, banyak terjadi penemuan VNTR lain. Metode
pemeriksaan pun menjadi beraneka ragam dengan menggunakan enzim restriksi, sistim
labeling pelacak dan pelacak yang berbeda, meskipun semua masih menggunakan metode
Southern blot seperti metode Jeffreys.
Setelah kemudian ditemukan suatu pelacak yang dinamakan pelacak lokus tunggal
(single locus), maka mulailah orang mengalihkan perhatiannya pada metode baru ini. Pada
sistim pelacakan dengan pelacak tunggal, yang dilacak pada suatu pemeriksaan hanyalah satu
lokus tertentu saja, sehingga pada analisis selanjutnya hanya akan didapatkan dua pita DNA
saja. Karena pola penurunan DNA ini juga sama, maka satu pita berasal dari ibu dan pita
satunya berasal dari sang ayah.
Adanya jumlah pita yang sedikit ini menguntungkan karena interpretasinya menjadi
lebih mudah dan sederhana. Keuntungan lain adalah ia dapat mendeteksi jumlah pelaku
perkosaan. Jika pada usap vagina korban ditemukan ada 6 pita DNA misalnya, maka pelaku
perkosaan adalah 3 orang (satu orang 2 pita). Kelemahannya adalah jumlah pita yang sedikit
membuat kekuatan diskriminasi individunya lebih kecil, sehingga perlu identifikasi personal
selain kasus perkosaan, perlu dilakukan pemeriksaan dengan pelacakan beberapa lokus
sekaligus.Secara umum, metode Jeffreys dan pelacak multilokus dianjurkan untuk kasus
identifikasi personal, sedang untuk kasus perkosaan menggunakan metode dengan pelacak
lokus tunggal.
2.2.7. Pemeriksaan RFLP
Polimorfisme yang dinamakan Restriction Fragment Length Polymorphism (RFLP)
adalah suatu polimorfisme DNA yang terjadi akibat adanya variasi panjang fragmen DNA
setelah dipotong dengan enzim restriksi tertentu. Suatu enzim restriksi mempunyai
kamampuan memotong DNA pada suatu urutan basa tertentu sehingga akan menghasilkan
potongan-potongan DNA tertentu. Adanya mutasi tertentu pada lokasi pemotongan dapat
membuat DNA yang biasanya dapat dipotong menjadi tak dapat dipotong sehingga
membentuk fragmen DNA yang lebih panjang. Variasi inilah yang menjadi dasar metode
analisis RFLP.
VNTR yang telah dibicarakan di atas sesungguhnya adalah salah satu jenis RFLP,
karena variasi fragmennya didapatkan setelah pemotongan dengan enzim restriksi. Metode
19

pemeriksaan RFLP dapat dilakukan dengan metode Southern blot tetapi dapat juga dengan
metode PCR.
2.2.8. Metode PCR
Metode PCR (Polymerase Chain Reaction) adalah suatu metode untuk memperbanyak
fragmen DNA tertentu secara in vitro dengan menggunakan enzim polimerase DNA.
Kelompok Cetus pada tahun 1985 menemukan bahwa DNA yang dicampur dengan
deoksiribonukleotida trifosfat atau dNTP (yang terdiri dari ATP, CTP, TTP dan GTP), enzim
polimerase DNA dan sepasang primer jika dipanaskan, didinginkan lalu dipanaskan lagi akan
memperbanyak diri dua kali lipat. Jika siklus ini diulang sebanyak n kali, maka DNA akan
memperbanyak diri 2n kali lipat.
Yang dimaksud dengan primer adalah fragmen DNA untai tunggal yang sengaja
dibuat dan merupakan komplemen dari bagian ujung DNA yang akan diperbanyak, sehingga
dapat diibaratkan sebagai patok pembatas bagian DNA yang akan diperbanyak.
Siklus proses PCR diawali dengan pemanasan pada suhu tinggi, yang berkisar antara
90-95 derajat Celsius (fase denaturasi). Pada suhu ini DNA untai ganda (double stranded)
akan terlepas menjadi 2 potong DNA untai tunggal (single stranded). Proses ini dilanjutkan
dengan pendinginan pada suhu tertentu (fase penempelan primer atau primer annealing) yang
dihitung dengan rumus Thein dan Walace: Suhu = 4(G + C) + 2(A + T).
G, C, A dan T adalah jumlah basa Guanin Sitosin, Adenin dan Timin pada primer
yang digunakan. Pada fase ini primer akan menempel pada basa komplemennya pada DNA
untai tunggal tadi. Selanjutnya, siklus diakhiri dengan pemansan kembali antara 70-75 derajat
Celsius (fase ekstensi atau elongasi), yang akan membuat primer memperpanjang diri
membentuk komplemen dari untai tunggal dengan menggunakan bahan dNTP.
Pemeriksaan dengan metode PCR hanya dimungkinkan jika bagian DNA yang ingin
diperbanyak telah diketahui urutan basanya. Tahapan selanjutnya adalah menentukan dan
menyiapkan primer yang merupakan komplemen dari basa pada ujung-ujung bagian yang
akan diperbanyak. Pemeriksaan PCR sendiri merupakan suatu proses pencampuran antara
DNA cetakan (template) yang akan diperbanyak, dNTP, primer, enzim polimerase DNA dan
larutan buffer dalam reaksi 50 ul atau 100 ul. Campuran ini dipaparkan pada 3 suhu secara
berulang sebanyak n buah siklus (biasanya di bawah 35 siklus).
Adanya mesin otomatis untuk proses ini membuat prosedurnya menjadi amat
sederhana. DNA hasil perbanyakan dapat langsung dianalisis dengan melakukan
elektroforesis pada gel agarose atau gel poliakrilamide.Lokus DNA yang dapat dianalisis
20

dengan metode PCR, meliputi banyak sekali lokus VNTR maupun RFLP lainnya, diantaranya
lokus D1S58 (dulu disebut D1S80) dan D2S44. Metode analisis dengan PCR ini begitu
banyak disukai sehingga penemuan-penemuan lokus DNA polimorfik yang potensial untuk
analisis kasus forensik terus terjadi tanpa henti setiap saat.
Pada masa sebelum berkembangnya teknologi bio-molekuler, identifikasi personal
dilakukan hanya dengan memanfaatkan pemeriksaan polimorfisme protein, seperti golongan
darah, dengan segala keterbatasannya. Keterbatasan pertama, ia hanya dimungkinkan
dilakukan pada bahan yang segar karena protein cepat rusak oleh pembusukan. Keterbatasan
kedua, ia hanya dapat memberikan kesimpulan eksklusi yaitu "pasti bukan" atau "mungkin".
Pada metode konvensional, untuk mempertinggi ketepatan kesimpulan pada kelompok
yang tak tereksklusi, pemeriksaan harus dilakukan terhadap banyak sistem sekaligus.
Penemuan DNA fingerprint yang menawarkan metode eksklusi dengan kemampuan
eksklusi yang amat tinggi membuatnya menjadi metode pelengkap atau bahkan pengganti
yang jauh lebih baik karena ia mempunyai ketepatan yang nyaris seperti sidik jari.
Dengan mulai diterapkannya metode PCR, kemampuan metode ini untuk
memperbanyak DNA jutaan sampzi milyaran kalzu memungkinkan dianalisisnya sampel
forensik yang jumlahnya amat minim, seperti analisis kerokan kuku (cakaran korban pada
pelaku), bercak mani atau darah yang minim, puntung rokok dan sebagainya. Kelebihan lain
dari pemeriksaan dengan PCR adalah kemampuannya untuk menganalisis bahan yang sudah
terdegradasi sebagian. Hal ini penting karena banyak dari sampel forensik merupakan sampel
postmortem yang tak segar lagi.
21

BAB 3
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pemeriksaan serologi dilakukan untuk mendeteksi DNA dan golongan darah pada
cairan tubuh seperti darah, saliva, semen dan lainnya.Hal tersebut bisa dideteksi pada
individu sekretor saja sedangkan pada individu non-sekretor, deteksi hanya bisa dilakukan
melalui darah.
Pemeriksaan DNA memiliki keunggulan dan kerugian.Keuntungannya hasil sangat
akurat dan butuh sampel yang jumlahnya sedikit.Kerugiannya biaya uji DNA relatif mahal
dan lama.Sampel untuk uji DNA bisa diperoleh dari berbagai sumber, misalnya darah,
tulang, rambut, gigi, saliva, dll.Peran dokter gigi forensik lebih mengarah ke pengambilan
sampel.Dari berbagai sampel yang ada, yang menjadi spesialisasi dokter gigi forensik
adalah gigi, saliva, dan buccal swab.
22

Daftar Pustaka
Senn, David R; Stimson, Paul G. Forensic Dentistry, 2nd edition. 2011. Boca Raton: Taylor
& Francis Group
Mozayani A, Noziglia C. The Forensic Laboratory Handbook Procedures and Practice.
2011. Springer Science & Business Media
Djohansyah Lukman. Ilmu Kedokteran Gigi Forensik Jilid 2. 2006. Sagung Seto.
www.forensic-medecine.info/forensic-serology.html. Diunduh pada tanggal 14 Maret 2013.
www.ncids.com/forensic/serology/serology.shtml. Diunduh pada tanggal 14 Maret 2013.
23