fonogi

45
Senin, 30 Maret 2009 Fonologi Pengertian Fonologi adalah bagian tata bahasa atau bidang ilmu bahasa yang menganalisis bunyi bahasa secara umum. Istilah fonologi, yang berasal dari gabungan kata Yunani phone 'bunyi' dan 'logos' tatanan, kata, atau ilmu' dlsebut juga tata bunyi. Bidang ini meliputi dua bagian. Fonetik, yaitu bagian fonologi yang mempelajari cara menghasilkan bunyi bahasa atau bagaimana suate bunyi bahasa diproduksi oleh alat ucap manusia. Fonemik, yaitu bagian fonologi yang mempelajari bunyi ujaran menurut fungsinya sebagai pembeda arti. Bunyi ujaran yang bersifat netral, atau masih belum terbukti membedakan arti disebut fona, sedang fonem ialah satuan bunyi ujaran terkecil yang membedakan arti. Variasi fonem karena pengaruh lingkungan yang dimasuki disebut alofon. Gambar atau lambang fonem dinamakan huruf. Jadi fonem berbeda dengan huruf. Unluk menghasilkan suatu bunyi atau fonem, ada tiga unsur yang penting yaitu : 1. udara, 2. artikulator atau bagian alat ucap yang bergerak, dan 3. titik artikulasi atau bagian alat ucap yang menjadi titik sentuh artikulator. Vokal dan Konsonan Vokal adalah fonem yang dihasilkan dengan menggerakkan udara keluar tanpa rintangan. Konsonan adalah fonem yang dihasilkan dengan menggerakkan udara keluar dengan rintangan. Yang dimaksud dengan rintangan dalam hal ini adalah terhambatnya udara keluar oleh adanya gerakan atau perubahan posisi artikulator . Diftong Diftong adalah dua vokal beurutan yang diucapkan dalam satu kesatuan waktu. Diftong dalam babasa Indonesia adalah ai ,au, dan oi.

Transcript of fonogi

Page 1: fonogi

Senin, 30 Maret 2009

Fonologi

Pengertian Fonologi adalah bagian tata bahasa atau bidang ilmu bahasa yang menganalisis bunyi bahasa secara umum. Istilah fonologi, yang berasal dari gabungan kata Yunani phone 'bunyi' dan 'logos' tatanan, kata, atau ilmu' dlsebut juga tata bunyi. Bidang ini meliputi dua bagian.Fonetik, yaitu bagian fonologi yang mempelajari cara menghasilkan bunyi bahasa atau bagaimana suate bunyi bahasa diproduksi oleh alat ucap manusia.

Fonemik, yaitu bagian fonologi yang mempelajari bunyi ujaran menurut fungsinya sebagai pembeda arti.

Bunyi ujaran yang bersifat netral, atau masih belum terbukti membedakan arti disebut fona, sedang fonem ialah satuan bunyi ujaran terkecil yang membedakan arti. Variasi fonem karena pengaruh lingkungan yang dimasuki disebut alofon. Gambar atau lambang fonem dinamakan huruf. Jadi fonem berbeda dengan huruf.Unluk menghasilkan suatu bunyi atau fonem, ada tiga unsur yang penting yaitu :1. udara,2. artikulator atau bagian alat ucap yang bergerak, dan3. titik artikulasi atau bagian alat ucap yang menjadi titik sentuh artikulator.Vokal dan KonsonanVokal adalah fonem yang dihasilkan dengan menggerakkan udara keluar tanpa rintangan. Konsonan adalah fonem yang dihasilkan dengan menggerakkan udara keluar dengan rintangan.Yang dimaksud dengan rintangan dalam hal ini adalah terhambatnya udara keluar oleh adanya gerakan atau perubahan posisi artikulator .DiftongDiftong adalah dua vokal beurutan yang diucapkan dalam satu kesatuan waktu. Diftong dalam babasa Indonesia adalah ai ,au, dan oi.Contoh :petai, lantai, pantai, santai, harimau, kerbau, imbau, pulau, amboi.Fonem dan PembuktiannyaFonem adalah satuan bunyi terkecil yang berfungsi membedakan arti. Fonem dapat dibuktikan melalui pasangan minimal. Pasangan minimal adalah pasangan kata dalam satu bahasa yang mengandung kontras minimal.Contoh :- pola & rnembedakan /o/ danpula /u/- barang & membedakan /b/ dan /p/parang Fonem dan HurufBahasa Indonesia memakai ejaan fonemis, artinya setiap hunuf melambangkan satu fonem. Namun demikian masih terdapat fonem-fonem yang dilambangkan dengan diagraf (dua hunuf melambangkan satu fonem) seperti ny, ng, sy, dan kh.Di samping itu ada pula diafon (satu huruf yang melambangkan dua fonem) yakni huruf e yang digunakan untuk menyatakan e pepet dan e taling.

Page 2: fonogi

Huruf e melambangkan e pepet terdapat pada kata seperti : sedap, segar, terjadi. Huruf e melambangkan e taling terdapat pada kata seperti : ember, tempe, dendeng Diposkan oleh Widi Blog di 09.13 Label: Linguistik

FONOLOGI DAN BIDANG PEMBAHASANNYA

Pengertian Fonologi

Menurut Kridalaksana (2002) dalam kamus linguistik, fonologi adalah bidang dalam linguistik yang menyelidiki bunyi-bunyi bahasa menurut fungsinya.

Bidang Pembahasannya

Fonologi mempunyai dua cabang kajian,

Pertama, fonetik yaitu cabang kajian yang mengkaji bagaimana bunyi-bunyi fonem sebuah bahasa direalisasikan atau dilafalkan. Fonetik juga mempelajari cara kerja organ tubuh manusia terutama yang berhubungan dengan penggunaan bahasa. Chaer (2007) membagi urutan proses terjadinya bunyi bahasa itu, menjadi tiga jenis fonetik, yaitu:

a)     fonetik artikulatoris atau fonetik organis atau fonetik fisiologi, mempelajari bagaimana mekanisme alat-alat bicara manusia bekerja dalam menghasilkan bunyi bahasa serta bagaimana bunyi-bunyi itu diklasifikasikan.

b)     fonetik akustik mempelajari bunyi bahasa sebagai peristiwa fisis atau fenomena alam (bunyi-bunyi itu diselidiki frekuensi getaranya, aplitudonya,dan intensitasnya.

c)      fonetik auditoris mempelajari bagaimana mekanisme penerimaan bunyi bahasa itu oleh telinga kita.

Dari ketiga jenis fonetik tersebut yang paling berurusan dengan dunia lingusitik adalah fonetik artikulatoris, sebab fonetik inilah yang berkenaan dengan masalah bagaimana bunyi-bunyi bahasa itu dihasilkan atau diucapkan manusia. Sedangkan fonetik akustik lebih berkenaan dengan bidang fisika, dan fonetik auditoris berkenaan dengan bidang kedokteran.

Kedua, fonemik yaitu  kesatuan bunyi terkecil suatu bahasa yang berfungsi membedakan makna. Chaer (2007) mengatakan bahwa fonemik mengkaji bunyi bahasa yang dapat atau berfungsi membedakan makna kata. Misalnya bunyi [l], [a], [b] dan [u]; dan [r], [a], [b] dan [u] jika dibandingkan perbedaannya hanya pada bunyi yang pertama, yaitu bunyi [l] dan bunyi [r]. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kedua bunyi tersebut adalah fonem yang berbeda dalam bahasa Indonesia, yaitu fonem /l/ dan fonem /r/.

Page 3: fonogi

Kedudukan Fonologi dalam Cabang-cabang Linguistik

Sebagai bidang yang berkosentrasi dalam deskripsi dan analisis bunyi-bunyi ujar, hasil kerja fonologi berguna bahkan sering dimanfaatkan oleh cabang-cabang linguitik yang lain, misalnya morfologi, sintaksis, dan semantik.

1.  Fonologi dalam cabang Morfologi

Bidang morfologi yang kosentrasinya pada tataran struktur internal kata sering memanfaatkan hasil studi fonologi, misalnya ketika menjelaskan morfem dasar {butuh} diucapkan secara bervariasi antara [butUh] dan [bUtUh] serta diucapkan [butuhkan] setelah mendapat proses morfologis dengan penambahan morfem sufiks {-kan}.

2.  Fonologi dalam cabang Sintaksis

Bidang sintaksis yang berkosentrasi pada tataran kalimat, ketika berhadapan dengan kalimat kamu berdiri. (kalimat berita), kamu berdiri? (kalimat tanya), dan kamu berdiri! (kalimat perintah) ketiga kalimat tersebut masing-masing terdiri dari dua kata yang sama tetapi mempunyai maksud yang berbeda. Perbedaan tersebut dapat dijelaskan dengan memanfaatkan hasil analisis fonologis, yaitu tentang intonasi, jedah dan tekanan pada kalimat yang ternyata dapat membedakan maksud kalimat, terutama dalam bahasa Indonesia.

3. Fonologi dalam cabang Semantik

Bidang semantik, yang berkosentrasi pada persoalan makna kata pun memanfaatkan hasil telaah fonologi. Misalnya dalam mengucapkan sebuah kata dapat divariasikan, dan tidak. Contoh kata [tahu], [tau], [teras] dan [t∂ras] akan bermakna lain. Sedangkan kata duduk dan didik ketika diucapkan secara bervariasi [dudU?], [dUdU?], [didī?], [dīdī?] tidak membedakan makna. Hasil analisis fonologislah yang membantunya.

Manfaat Fonologi dalam Penyusunan Bahasa

Ejaan adalah peraturan penggambaran atau pelambangan bunyi ujar suatu bahasa. Karena bunyi ujar adalah dua unsur, yaitu segmental dan suprasegmental, ejaan pun menggambarkan atau melambangkan kedua unsur bunyi tersebut.

Perlambangan unsur segmental bunyi ujar tidak hanya bagaimana melambangkan bunyi-bunyi ujar dalam bentuk tulisan atau huruf, tetapi juga bagaimana menuliskan bunyi-bunyi ujar dalam bentuk kata, frase, klausa, dan kalimat, bagaimana memenggal suku kata, bagaimana menuliskan singkatan, nama orang, lambang-lambang teknis keilmuan dan sebagainya. Perlambangan unsure suprasegmental bunyi ujar menyangkut bagaimana melambangkan tekanan, nada, durasi, jedah dan intonasi. Perlambangan unsure suprasegmental ini dikenal dengan istilah tanda baca atau pungtuasi.

Page 4: fonogi

Tata cara penulisan bunyi ujar ini bias memanfaatkan hasil kajian fonologi,terutama hasil kajian fonemik terhadap bahasa yang bersangkutan. Oleh karena itu, hasil kajian fonemik terhahadap ejaan suatu bahasa disebut ejaan fonemis.

Materi fonologi bahasa indonesia - Presentation Transcript

1. Fonologi Bahasa IndonesiaOleh Kasman, S.Pd.,M. Hum.

2. Fonologio Fonologi mencoba mengkaji dan menganalisis bunyi ujaran pada suatu

bahasa dengan cara mempelajari bagaimana bunyi ujaran tadi dihasilkan oleh alat ucap manusia, bagaimana bunyi ujaran tadi sebagai getaran udara, bagaimana bunyi ujaran tadi diterima oleh telinga manusia, dan bagaimana bunyi ujaran itu dalam fungsinya sebagai pembeda makna.

Cabang-Cabang FonologiFonetikmerupakan cabang fonologi yang menyelidiki bunyi bahasa menurut cara pelafalan, sifat-sifat akuistiknya, dan cara penerimaannya oleh telinga manusia. Ketika kita medeskripsikan bahwa bunyi [p] dalam bahasa Indonesia adalah bunyi yang dilafalkan dengan menutup kedua bibir lalu melepaskannya sehingga udara keluar dengan letupan. Deskripsi seperti itu adalah deskripsi fonetis.

3. Fonetik digolongkan ke dalam 3 macam, yakni:Fonetik artikulatorisadalah cabang ilmu fonetik yang mempelajari dan menyelidiki bagaimana pengartikulasian bunyi-bunyi di dalam bahasa. Fonetik akuistis adalah cabang ilmu fonetik yang menyelidiki bunyi bahasa sebagai getaran udara. Fonetis auditoris adalah cabang ilmu fonetik yang melakukan penyelidikan tentang cara-cara penerimaan bunyi bahasa oleh telinga manusia.

4. Alat BicaraKeterangan :1. bibir atas (labium) 2. bibir bawah (labium) 3. gigi atas (dentes) 4. gigi bawah (dentes) 5. gusi (alveolum) 6. langit-langit keras (palatum) 7. langit-langit lunak (velum) 8. anak tekak(uvula) 9. ujung lidah (apika) 10. depan lidah 11. daun lidah (lamina)

Page 5: fonogi

12. tengah lidah (medium)13. belakang lidah(dorso)14. akar lidah (radika)15. faring16. rongga mulut17. rongga hidung18. epiglotis19. pita suara20. pangkal tenggorokan (laring)21. trakea

5. Jenis-Jenis BunyiKonsonanKonsonan adalah bunyi bahasa yang ketika dihasilkan mengalami hambatan-hambatan pada daerah artikulasi tertentu. Bunyi konsonan dapat digolongkan berdasarkan tiga kriteria: posisi pita suara, tempat artikulasi, dan cara artikulasi. # Berdasarkan posisi pita suara, bunyi bahasa dibedakan ke dalam dua macam, yakni bunyi bersuara dan bunyi tak bersuara. 1. Bunyi bersuara terjadi apabila pita suara hanya terbuka sedikit, sehingga terjadilah getaran pada pita suara itu. Yang termasuk bunyi bersuara antara lain, bunyi /b/, /d/, /g/, /m/, /n/, /ñ/, /j/, /z/, /r/, /w/ dan /y/. 2. Bunyi tak bersuara terjadi apabila pita suara terbuka agak lebar, sehingga tidak ada getaran pada pita suara. Yang termasuk bunyi tak bersuara, antara lain /k/, /p/, /t/, /f/, /s/, dan /h/.

6. # Berdasarkan tempat artikulasinya, kita mengenal empat macam konsonan, yakni:1. konsonan bilabial adalah konsonan yang terjadi dengan cara merapatkan kedua belah bibir, misalnya bunyi /b/, /p/, dan /m/.2. konsonan labiodental adalah bunyi yang terjadi dengan cara merapatkan gigi bawah dan bibir atas, misalnya /f/.3. konsonan laminoalveolar adalah bunyi yang terjadi dengan cara menempelkan ujung lidah ke gusi, misalnya /t/ dan /d/.4. konsonan dorsovelar adalah bunyi yang terjadi dengan cara menempelkan pangkal lidah ke langit-langit lunak, misalnya /k/ dan /g/.

7. # Menurut cara pengucapanya/cara artikulasinya, konsonan dapat dibedakan sebagai berikut: 1. bunyi letupan [plosive] yakni bunyi yang dihasilkan dengan menghambat udara sama sekali ditempat artikulasi lalu dilepaskan, seperti [b], [p], [t], [d], [k], [g], [?], dan lain-lain; 2. bunyi nasal adalah bunyi yang dihasilkan dengan menutup alur udara keluar melalui rongga mulut tetapi dikeluarkan melalui rongga hidung ];seperti fonem [n, m, ñ, 3. bunyi lateral yakni bunyi yang dihasilkan dengan menghambat udara sehingga keluar melalui kedua sisi lidah seperi [l];4. bunyi frikatif yakni bunyi yang dihasilkan dengan menghambat udara pada titik artikulasi lalu dilepaskan secara frikatif misanya [f], [s];5. bunyi afrikatif yaitu bunyi yang dihasilkan dengan melepas udara yang keluar dari paru-paru secara frikatif, misalnya [c] dan [z]; 6. bunyi getar yakni bunyi yang dihasilkan dengan mengartikulasikan lidah

Page 6: fonogi

pada lengkung kaki gigi kemudian dilepaskan secepatnya dan diartikulasikan lagi seprti [r] pada jarang.

8. SemivokalKualitas semi-vokal bukan hanya ditentukan oleh titik artikulasi, tetapi ditentukan pula oleh bangun mulut atau sikap mulut, misalnya vokal [u] yang merupakan vokal bundar. jika bangun mulut disempitkan lagi maka akan menghasilkan bunyi yang tidak mencapai titik artikulasi sehingga menghasilkan bunyi [ŵ]. Bunyi [ŵ] yang dimaksud adalah bunyi [ŵ] yang bilabial dengan mendekatkan bibir dengan gigi atas tapi tidak sedemikian dekat. Oleh karena itu, bunyi [ŵ] digolongkan sebagai bunyi semi-vokal.VokalMenurut posisi lidah yang membentuk rongga resonansi, vokal-vokal digolongkan:a. Vokal tinggidepandengan menggerakkan bagian depan lidah ke langit-langit sehingga terbentuklah rongga resonansi, seperti pengucapan bunyi [i]. b. Vokal tinggi belakang diucapkan dengan kedua bibir agak maju dan sedikit membundar, misalnya /u/.

9. c. Vokal sedangdihasilkan dengan menggerakkan bagian depan dan belakang lidah ke arah langit-langit sehingga terbentuk ruang resonansi antara tengah lidah dan langit-langit, misalnya vokal [e]. d. Vokal belakang dihasilkan dengan menggerakkan bagian belakang lidah ke arah langit-langit sehingga terbentuk ruang resonansi antara bagian belakang lidah dan langit-langit, misalnya vokal [o]. e.vokal sedang tengah adalah vokal yang diucapkan dengan agak menaikkan bagian / .tengah lidah ke arah langit-langit, misalnya Vokal / f.vokal rendah adalah vokal yang diucapkan dengan posisi lidah mendatar, misalnya vokal /a/.

10. Depan Tengah BelakangTinggi i u Sedang e ∂ o Rendah a Tabel Vokal Bahasa Indonesia

11. Unsur SuprasegmentalFonem yang berwujud bunyi seperti yang digambarkan pada bagian di atas dinamakan fonem segmental. Fonem pada sisi lain dapat pula tidak bewujud bunyi, tetapi merupakan aspek tambahan terhadap bunyi. Jika seseorang berbicara, akan terdengar bahwa suku kata tertentu pada suatu kata mendapat tekanan yang lebih nyaring dibandingkan dengan suku kata yang lain; bunyi tertentu terdengar lebih panjang dibandingkan dengan bunyi yang lain; dan vokal pada suku kata tertentu terdengar lebih tinggi dibandingkan dengan vokal pada suku kata yang lain.Tekanan atau StresTekanan yang dimaksud dalam hal ini menyangkut keras lembutnya bunyi yang diucapkan oleh manusia. NadaNada berkenaan dengan tinggi rendahnya suatu bunyi.

12. Unsursuprasegmentalinikemudianmelahirkansistemejaansuatubahasatertentu. Perhatikansistemejaanbahasa Indonesia berikutini!

13. Suku KataSuku kata adalah bagian kata yang diucapkan dalam satu hembusan napas dan

Page 7: fonogi

umumnya terdiri atas beberapa fonem. Kata seperti datang diucapkan dengan dua hembusan napas, satu untuk da- dan satu lagi untuk tang.Suku kata yang berakhir dengan vokal (K)V, disebut suku terbuka dan suku yang berakhir konsonan (K)VK disebut suku tertutup.

14. TulisanFonetisDi bawah ini akan dipaparkan tulisan fonetis menurut International Phonetic Association. /e/ seperti pada kata bebas /e/ seperti pada beban.e /e/ seperti pada tetapi.a /a/ seperti pada hak.I /i/ seperti pada gigit.i /i/ seperti pada kata gigih. sr /o/ seperti pada kata b o /o/ seperti pada toko.U /u/ seperti pada sarung.u /u/ seperti pada baru.ñ /ny/ seperti pada kata nyonya. /ng/ seperti pada hangat.

15. FonemikObjek kajian fonemik adalah fonem dalam fungsinya sebagai pembeda makna kata. Jika di dalam fonetik kita meneliti bunyi /l/ dan /r/ yang berbeda seperti terdapat pada kata laba dan raba maka dalam fonemik kita meneliti apakah perbedaan bunyi-bunyi itu berfungsi sebagai pembeda makna atau tidak.Fonem, Fon, dan AlofonFonem adalah satuan terkecil bunyi bahasa yang bersifat membedakan arti (distingtif). Dalam dunia Linguistik, satuan bahasa yang disebut fonem ditulis di antara dua garis miring /…../.Alofon merupakan variasi sebuah fonem atau anggota sebuah fonem. Misalnya: fonem /i/ dalam bahasa Indonesia memiliki variasi fonem [i] dan [I].

16. ProsedurPenemuanFonemIstilahkontraslingkungansama (KLS) tidakberbedamaknanyadenganpasangan minimal terutamadalampandanganFonologiStruktural (FS), yaknisama-samamerupakanprosedurpenemuanfonem yang mempunyaikonsepbahwaduabuahbunyibahasadapatdinyakatansebagaiduabuahfonem yang berbedaapabilakeduanyaberadapadaleksikon yang dibentukolehlingkunganbunyi yang samadankeduabunyiitulah yang menyebabkanmaknadarisepasangleksikonituberbeda (lihatPastikadalamMoeliono, 2004:86). Salahsatucontohnyaadalahpasanganpagidanbagi.

17. Di samping KLS penemuansebuahfonemjugadapatdigunakan KLM, seperticontoh yang diungkapkandari Pike (1947) berikutini:laGa ’ranjangbayi’laXa ’anjing’aXal ’tikus’

18. Bandingkan data-data di bawah ini!kanak-kanak[kana?-kana?] dan kekanak-kanakan[kekanak-kanakan]buih : [buih] dan [buIh] orang ]ra] dan [: [ora

Page 8: fonogi

Di samping lingkungan yang sama, terdapat juga lingkungan yang hampir sama, misalnya /liyar/ dan /luwar/. Bunyi [i] dan [u] pada data ini digolongkan sebagai fonem yang berbeda karena terdapat pada oposisi leksikal liar dan luar. Penentuan fonem seperti yang dijelaskan oleh Uhlenbeck (dalam Subroto, 1991:15) tidak semata-mata berdasarkan oposisi pasangan minimal, melainkan kita harus memperhatikan gejala sistematis mengenai terdapatnya kedua seri alofon tersebut dalam pembentukan kata, misalnya alofon [a] pada kata lara ’sakit’ akan bervariasi dengan [A] pada kata lArAne ’sakitnya’, lArAmu ’sakitmu’ dalam bahasa Jawa.

19. Berbeda halnya dengan top dan stop dalam bahasa Inggris merupakan dua data yang berdistribusi komplementer karena bunyi [t] pada posisi tertentu tidak pernah ditempati bunyi [th] dan sebaliknya.Fon merupakanbunyi-bunyi yang kongkret, bunyi-bunyi yang diartikulasikan (diucapkan) atau bentuk kongkret dari sebuah fonem. Dalam hal ini, fonem merupakan maujud abstrak yang direalisasikan menjadi fon. Huruf-huruf yang digunakan untuk transkripsi di atas, tidak sama dengan huruf yang digunakan dalam tata aksara suatu bahasa. Huruf-huruf yang melambangi bunyi bahasa disebut grafem. Bunyi bahasa yang ditulis dalam ortografis atau ejaan diapit oleh tanda lebih kecil dan lebih besar (< >). Dengan demikian bisa jadi terdapat sebuah grafem yang melambangkan dua fonem / dam bahasa Indonesia yangyang berbeda, seperti halnya fonem /e/ dan / dilambangkan dengan grafem <e>.

20. FonemAlofonGrafem Contoh/e/ [e] esate][ robek/ ]/[ betulAlofon VokalFonem /i/.Fonem /i/ memiliki dua alofon, yakni [i] dan [I]. Fonem [i] dilafalkan [i] apabila terdapat pada (1) suku kata terbuka, seperti gigi, ini, tali dan (2) suku kata /, seperti simpang, minta,tutup yang berakhir dengan fonem /m, n, dan pinggul. Fonem /i/ dilafalkan [I] apabila terdapat pada suku kata tutup, seperti pada kata banting, kirim, parit, dan lain-lain. Fonem ]. Fonem /e/ dilafalkan/e/.Fonemmemiliki dua alofon, yakni [e] dan [ /e/ jika terdapat pada suku kata terbuka, serong, sore, besok . Fonem ] jika terdapat pada suku kata tertutup akhir, misalnya/e/ dilafalkan [ nenek, bebek, tokek.

21. / hanya memiliki/. Fonem /Fonem / ]. Alofon ini terdapat pada suku kata tutup dansatu alofon, yakni [ suku kata terbuka, misalnya enam, entah, pergi, bekerja, dan lain-lain.Fonem /u/. Fonem /u/ memiliki dua alofon, yakni [u] dan [U]. Fonem /u/ dilafalkan [u] jika terdapat pada (1) suku kata terbuka, seperti upah, tukang, bantu dan (2) suku kata tertutup yang berakhir dengan /m, n, dan /, misalnya puncak, bungsu, rumput, dan lain-lain. Fonem /u/ dilafalkan [U] jika terdapat pada suku kata tertutup dan suku kata itu tidak mendapat tekanan yang keras, misalnya warung, bungsu, rumput dan lain-lain. Jika mendapatkan tekanan yang keras, /fonem /u/ yang semula dilafalkan [U] akan menjadi [u], misalnya pada kata pengampunan, kumpulan, simpulan, dan lain-lain.Fonem /a/. Fonem /a/ hanya memiliki satu alofon, yakni [a] seperti pada kata akan, dua, makan, jelas, dan lain-lain.

Page 9: fonogi

Fonem /o/. Fonem /o/ memiliki dua alofon, ]. Fonem /o/ dilafalkan [o] jika terdapat padayakni: [o] dan [ suku kata terbuka, misalnya pada kata toko, roda, biro, dan lain-lain. Fonem ] jika terdapat pada (1) suku kata tertutup, misalnya/o/ dilafalkan [ rokok, pojok, momok dan (2) suku kata terbuka yang diikuti suku kata ], misalnya pepohonan, pertokoan, danyang mengandung alofon [ lain-lain.

22. Alofon KonsonanFonem /p/. Fonem /p/ memiliki dua alofon, yakni [p] dan [p>]. Fonem /p/ dilafalkan [p] jika berada pada awal dan tengah suatu suku kata, seperti pada kata: pintu, sampai, dan lain-lain. Fonem /p/ dilafalkan [p>] jika terdapat pada akhir suku kata, seperti pada kata: tatap, sedap, tangkap, dan lain-lain.Fonem /b/. Fonem /b/ hanya memiliki satu alofon, yakni [b] yang biasanya terdapat di awal, tengah, dan akhir kata, misalnya baru, tambal, adab, dan lain-lain. Fonem /t/. Fonem memiliki dua alofon, yakni [t] dan [t>]. Fonem /t/ dilafalkan /t/ apabila terdapat pada awal kata dan tengah kata, seperti: timpa dan santai.Fonem /t/ dilapalkan /t>/ apabila terdapat pada akhir kata, seperti pada kata: lompat dan tempat.Fonem /d/. Fonem /d/ memiliki dua alofon, yakni [d] yang posisinya selalu di awal suku kata, seperti pada kata: duta dan madu. Fonem /d/ dilafalkan [d>] jika terdapat pada akhir kata, seperti pada kata: abad dan akad.

23. Fonem /k/. Fonem /k/ mempunyai tiga alofon, yakni alofon lepas [k], alofon taklepas [k>], dan alofon hambat glotal tidak bersuara [?]. Alofon yang pertama terdapat pada awal suku kata, seperti pada kata: kaki dan kurang. Sedangkan alofon kedua terdapat di akhir suku kata, seperti pada kata: paksa dan iklim. Alofon ketiga terdapat di akhir suku kata, seperti pada kata: maklum dan rakyat.Fonem /g/.Fonem /g/ hanya memiliki dua alofon, yaitu: [g] yang terdapat pada awal suku kata, seperti: gula dan ragu. Pada akhir suku kata, fonem /g/ dilafalkan [k>], seperti pada kata: ajeg dan gudeg.Fonem /f/. Fonem /f/ memiliki satu alofon, yakni [f] yang posisinya terdapat pada awal atau akhir suku kata, seperti pada kata: fakultas dan munafik.Fonem /s/. Fonem /s/ memiliki satu alofon, yakni [s] yang posisinya terdapat pada awal atau akhir suku kata, seperti pada kata: sama dan pasti.Fonem /z/. Fonem /z/ memiliki satu alofon, yakni [z] yang terdapat pada awal suku kata, seperti: zat dan izin.Fonem /š/. Fonem / š/ memiliki i satu alofon, yakni [š] yang terdapat pada awal suku kata, seperti pada kata: syukur dan masyarakat.

24. Fonem /x/. Fonem /x/ memiliki satu alofon, yakni [x] yang terdapat pada awal dan akhir suku kata, seperti pada kata: khas dan akhir. Fonem /h/. Fonem /h/ memiliki dua alofon, yakni [h] dan [h>]. Alofon [h] tidak bersuara, seperti pada kata: hari dan rumah. Sedangkan [h>] bersuara seperti pada kata: tahu dan tuhan.Fonem /c/. Fonem /c/ memiliki satu alofon, yakni [c], seperti pada kata: cari dan cacing.Fonem /j/. Fonem /j/ memiliki satu alofon, yakni [j], seperti pada kata juga dan maju.Fonem /m/. Fonem /m/ memiliki satu alofon, yakni [m], seperti pada kata: makan dan sampai.Fonem /n/. Fonem /n/ memiliki satu alofon, yakni [n], seperti pada kata: ikan

Page 10: fonogi

dan pantai.Fonem /ñ/. Fonem /ñ/ memiliki satu alofon, yakni [ñ], seperti pada kata: ñiur dan ñañian./.Fonem / ], seperti pada kata: ñarai/ memiliki satu alofon, yakni [Fonem / dan kal.pa

25. Fonem /r/.Fonem /r/ memiliki satu alofon, yakni [r], seperti pada kata: raja dan karya.Fonem /l/.Fonem /l/ memiliki satu alofon, yakni [l], seperti pada kata: lama dan palsu.Fonem /w/.Fonem /w/ memiliki satu alofon, yakni [w], seperti pada kata: waktu dan wafat.Fonem /y/.Fonem /y/ memiliki satu alofon, yakni [y], seperti pada kata: yakin dan yakin.

26. Perubahan FonemPelafalan sebuah fonem dapat berbeda-beda karena tergantung pada lingkungannya. ] danMisalnya bunyi /o/ jika pada silabe tertutup akan dilafalkan [ jika berada pada silabe terbuka kan dilafalkan [o].Akan tetapi perubahan pelafalan fonem dalam BI tidak bersifat fonetis. Berikut ini akan dipaparkan beberapa macam perubahan fonem dalam BI.Asimilasi dan DisimilasiAsimilasi adalah peristiwa berubahnya sebuah bunyi menjadi bunyi yang lain sebagai akibat adanya pengaruh bunyi dilingkungannya, sehinggga bunyi itu menjadi sama atau mempunyai ciri-ciri yang sama dengan bunyi yang mempengaruhinya seperti, /b/ pada kata sabtu lazim dilafalkan /p/. Perubahan bunyi /b/ menjadi /p/ dalam hal ini disebabkan oleh adanya pengaruh fonem /t/ yang merupakan fonem hambat tak bersuara. Selain itu, perubahan fonem /b/ menjadi /p/ diklasifikasikan ke dalam asimilasi fonemis, karena perubahan itu tidak mngakibatkan perubahan identitas fonem.

27. Asimilasi dikelompokkan menjadi tiga macam yaitu, asimilasi progresif, asimilasi regresif dan asimilasi resiprokal. Pada asimilasi progresif, bunyi yang diubah terletak di belakang bunyi yang mempengaruhinya. Pada asimilasi regresif, bunyi yang diubah terletak di depan yang mempengaruhinya. Sedangkan asimilasi resiprokal, perubahan itu terjadi pada kedua bunyi yang saling mempengaruhi. Disimilasi adalah perubahan yang terjadi bila bunyi yang sama berubah menjadi tidak sama, misalnya kata cipta yang berasal dari bahasa Sangsekerta citta. Bunyi /tt/ pada data terakhir berubah menjadi bunyi /pt/ dalam BI.

28. Arkifonem dan KontraksiArkifonemadalah hilangnya kekontrasan dua fonem yang berbeda pada posisi yang sama, misalnya [b] dan [p] pada kata jawab dan jawap. Kedua data terakhir apabila dilekati akhiran {-an} bentuknya menjadi jawaban. Jadi, disini ada arkifonem /B/ yang bisa direalisasikan menjadi [b] dan [p].Kontraksi adalah penyingkatan atau pemendekan pelafalan suatu kata dalam suatu bahasa, misalnya kata tidak tahu dilafalkan menjadi ndak tahu.Metatesis dan EpentesisMetatesis merupakan proses perubahan urutan fonem dalam suatu bahasa, misalnya dalam bahasa Indonesia selain kita jumpai bentuk sapu terdapat pula bentuk apus, selain kita jumpai bentuk jalur terdapat pula bentuk lajur, dan lain-lain.Epentesis merupakan penyisipan suatu fonem ke dalam suatu kata tertentu.

Page 11: fonogi

Bunyi yang disisipkan biasanya merupakan bunyi yang hormogan dengan lingkungannya, misalnya fonem /m/ yang disisipkan pada kata sapi, fonem /m/ yang disisipkan pada kata kapak, dan lain-lain.

Fonologi adalah ilmu tentang perbendaharaan fonem sebuah bahasa dan distribusinya. Hal-hal yang dibahas dalam fonologi antara lain sebagai berikut.

Bunyi Ujaran

Bila kita ditempatkan di tengah-tengah suatu lingkungan masyarakat yang menggunakan suatu bahasa yang tak kita pahami sama sekali, serta mendengar percakapan antar penutur-penutur bahasa itu, maka kita mendapat kesan bahwa apa yang merangsang alat pendengar kita itu merupakan suatu arus-bunyi yang di sana-sini diselingi perhentian sebentar atau lama menurut kebutuhan penuturnya. Bila percakapan itu tarjadi antara dua orang atau lebih, akan tampak pada kita bahwa sesudah seseorang menyelesaikan arus-bunyinya itu, maka yang lain akan mengadakan reaksi . Reaksinya dapat berupa : mengeluarkan lagi arus-bunyi yang tak dapat kita pahami itu, atau melakukan suatu tindakan tertentu.

Dari uraian di atas kita dapat menarik kesimpulan bahwa apa yang dalam pengertian kita sehari-hari disebut bahasa itu meliputi dua bidang yaitu : bunyi yang dihasilkan oleh alat-alat ucap dan arti atau makna yang tersirat dalam arus bunyi tadi; bunyi itu merupakan getaran yang merangsang alat pendengar kita, serta arti atau makna adalah isi yang terkandung di dalam arus bunyi yang menyebabkan adanya reaksi itu. Untuk selanjutnya arus-bunyi itu kita namakan arus-ujaran.

Bila kita mengadakan pemotongan suatu arus-ujaran atas bagian-bagian atau segmen-segmen, dan bagian-bagian itu dipotong-potong lagi dan seterusnya, akhirnya kita sampai kepada unsur-unsur yang paling kecil yang disebut bunyi-ujaran . Tiap bunyi ujaran dalam suatu bahasa mempunyai fungsi untuk membedakan arti. Bila bunyi-ujaran itu sudah dapat membedakan arti maka ia disebut fonem ( phone = bunyi, -ema = suatu akhiran dalam bahasa Yunani yang berarti mengandung arti ).

Bila kita melihat deretan kata-kata seperti: lari, dari, tari, mari, atau deretan lain seperti: dari, daki, dasi, dahi, dan sebagainya, dengan jelas kita melihat bahwa bila suatu unsur diganti dengan unsur lainnya akan terjadi pula akibat yang besar yaitu: perubahan arti yang terkandung dalam kata itu. Ini dengan jelas menunjukkan bahwa kesatuan-kesatuan yang kecil yang terjadi dari bunyi-ujaran itu mempunyai peranan dalam membedakan arti.

1. Fonetik dan Fonemik

Bagian dari Tatabahasa yang mempelajari bunyi-bunyi bahasa pada umumnya dalam Ilmu Bahasa disebut fonologi .

a. Fonologi pada umumnya dibagi atas dua bagian yaitu Fonetik dan Fonemik

* Fonetik adalah ilmu yang menyelidiki dan menganalisa bunyi-bunyi ujaran yang dipakai dalam tutur, serta mempelajari bagaimana menghasilkan bunyi-bunyi tersebut dengan alat ucap manusia.

Page 12: fonogi

* Fonemik adalah ilmu yang mempelajari bunyi-ujaran dalam fungsinya sebagai pembeda arti.

Jika dalam fonetik kita mempelajari segala macam bunyi yang dapat dihasilkan oleh alat-alat ucap serta bagaimana tiap-tiap bunyi itu dilaksanakan, maka dalam fonemik kita mempelajari dan menyelidiki kemungkinan-kemungkinan, bunyi-ujaran yang manakah yang dapat mempunyai fungsi untuk membedakan arti.

b. Alat Ucap

Kita tidak akan memahami sebaik-baiknya segala macam bunyi-ujaran bila kita tidak mengetahui sebaik-baiknya tetntang alat ucap yang menghasilkan bunyi-bunyi tersebut. Sebab itu dalam Fonologi dipelajari juga bagian-bagian tubuh yang ada sangkut-pautnya dengan menghasilkan bunyi-ujaran tersebut.

Bunyi-ujaran dihasilkan oleh berbagai macam kombinasi dari alat-ucap yang terdapat dalam tubuh manusia. Ada tiga macam alat-ucap yang perlu untuk menghasilkan suatu bunyi-ujaran, yaitu:

* Udara : yang dialirkan keluar dari paru-paru.* Artikulator : bagian dari alat-ucap yang dapat digerakkan atau digeserkan untuk menimbulkan suatu bunyi.* Titik artikulasi : ialah bagian dari alat-ucap yang menjadi tujuan sentuh dari artikulator.

Dalam menimbulkan bunyi-ujaran /k/ misalnya, dapat kita lihat kerja sama antara ketiga faktor tersebut dia atas. Mula-mula udara mengalir keluar dari paru-paru, sementara itu bagian belakang lidah bergerak ke atas serta merapat ke langit-langit lembut. Akibatnya udara terhalang. Dalam hal ini belakang lidah menjadi artikulatornya, karena belakang lidah merupakan alat-ucap yang bergerak atau digerakkan, sedangkan langit-langit lembut menjadi titik artikulasinya, karena dia tidak bergerak, dia menjadi tempat tujuan atau tempat sentuh belakang lidah.

Yang termasuk alat-ucap adalah: paru-paru (tempat asal aliran udara), tenggorokan, di ujung atas tenggorokan ( laring ) terdapat pita suara. Ruang di atas pita suara hingga ke perbatasan rongga hidung disebut faring . Alat-alat ucap yang terdapat dalam rongga mulut adalah: bibir ( labium ), gigi ( dens ), lengkung kaki gigi ( alveolum ), langit-langit keras ( palatum ), langit-langit lembut ( velum ), anak tekak ( uvula) , lidah, yang terbagi lagi atas beberapa bagian yaitu: ujung lidah ( apex ), lidah bagian depan, lidah bagian belakang dan akar lidah.

Di samping rongga-rongga laring, faring dan rongga mulut sebagaimana telah disebutkan di atas, rongga hidung juga memainkan peranan yang penting dalam menghasilkan bunyi.

c. Pita Suara

Di ujung atas laring terdapatlah dua buah pita yang elastis yang disebut pita suara . Letak pita suara itu horizontal. Antara kedua pita suara itu terdapat suatu celah yang

Page 13: fonogi

disebut glotis . Dalam menghasilkan suatu bunyi, pita suara itu dapat mengambil empat macam sikap yang penting:

* Antara kedua pita suara terdapat celah ( glotis ). Celah ini pada suatu saat terbuka lebar , serta udara yang mengalir keluar dari paru-paru tidak mendapat halangan sehingga tidak terdengar geseran sedikitpun. Bunyi yang dihasilkan dengan posisi ini adalah: /h/.* Kebalikan dari posisi di atas adalah sikap di mana pita suara tertutup rapat . Udara yang keluar dari paru-paru ditahan oleh pita suara yang tertutup rapat terbentang tegang menutup laring. Bunyi yang dihasilkan dengan sikap ini adalah bunyi hamzah ( glotal stop ). Bunyi ini biasanya dilambangkan dengan /?/, atau dalam ejaan lama dipergunakan tanda (').* Posisi yang ketiga adalah bagian atas dari pita suara terbuka sedikit ; udara yang keluar dapat juga menggetarkan pita suara. Segala macam bunyi-ujaran lainnya terjadi dengan sikap pita suara ini. Bila udara yang keluar itu turut menggetarkan pita suara maka terjadilah bunyi-ujaran yang bersuara ; bila pita suara tidak turut digetarkan maka terjadilah bunyi-ujaran yang tak bersuara.* Sikap yang keempat adalah bagian bawah dari pita suara terbuka sedikit . Dalam sikap ini kekuatan udara itu hilang atau berkurang sehingga segala macam bunyi-ujaran yang dihasilkan dengan sikap III berkurang juga. Peristiwa ini terjadi ketika berbisik.

d. Vokal

Bila dalam menghasilkan suatu bunyi-ujaran, udara yang keluar dari paru-paru tidak mendapat halangan sedikit juga, kita mendapat bunyi-ujaran yang disebut vokal . Jenis dan macamnya vokal tidak tergantung dari kuat-lembutnya udara, tetapi tergantung dari beberapa hal berikut:

1. Posisi bibir.

Yaitu bentuk bibir pada waktu mengucapkan suatu bunyi. Bibir dapat mengambil posisi bundar atau rata.

* Bila bentuknya bundar terjadilah vokal bundar : o, u, a.* Bila bentuknya rata terjadilah vokal tak bundar : i, e.

2. Tinggi-rendahnya lidah.

Lidah adalah bagian dari rongga mulut yang amat elastis. Jika ujung dan belakang lidah dinaikkan, terjadilah bunyi yang disebut vokal belakang, misalnya: u, o, dan a. Jika lidah rata, akan terjadi bunyi-ujaran yang disebut vokal pusat, yaitu e (pepet).

3. Maju-mundurnya lidah.

Yang menjadi ukuran maju mundurnya lidah adalah jarak yang terjadi antara lidah dan alveolum. Apabila lidah itu dekat ke alveolum, bunyi-ujaran yang terjadi disebut vokal atas, misalnya i dan u. Bila lidah diundurkan lagi, terjadilah bunyi yang disebut vokal tengah, misalnya e. Bila lidah diundurkan sejauh-jauhnya, terjadilah bunyi yang disebut vokal bawah, misalnya a.

Page 14: fonogi

Batasan : Vokal adalah bunyi-ujaran yang terjadi karena udara yang keluar dari paru-paru tidak mendapat halangan.

4. Diftong.

Sebelum membicarakan jenis ujaran lain yang disebut konsonan, perlu dibicarakan satu hal yang dalam Tatabahasa Tradisional disebut diftong. Menurut Tatabahasa Tradisional, diftong adalah dua vokal berturutan yang diucapkan dalam suatu kesatuan waktu¸ misalnya seperti yang terdapat dalam kata-kata ramai, pantai, pulau, dan sebagainya. Urutan vokal seperti dalam kata dinamai, ditandai, dll. tidak termasuk diftong, karena tiap-tiapnya diucapkan dalam kesatuan waktu yang berlainan.

Dalam tutur sehari-hari sering terjadi bahwa diftong itu dirubah menjadi satu bunyi tunggal (monoftong), misalnya: kata-kata pantai, ramai, pulau berubah menjadi pante, rame, pulo, dsb. Proses perubahan bunyi diftong menjadi monoftong dalam Tatabahasa Tradisional disebut monoftongisasi. Sebaliknya dapat terjadi bahwa kata-kata yang pada mulanya mengandung bunyi monoftong mengalami perubahan menjadi diftong, misalnya kata-kata sentosa dan anggota dirubah menjadi sentausa dan anggauta. Proses ini disebut diftongisasi.

Dalam Linguistik Modern pengertian diftong tidak digunakan lagi karena tidak sesuai dengan hakekat dari bunyi-bunyi tersebut. Bila kita secara tegas mencatat bunyi-bunyi tersebut dengan mempergunakan prinsip-prinsip Linguistik Modern, maka ada yang ada hanya urutan-urutan konsonan-vokal. Secara fonetis kata-kata tersebut di atas akan ditulis: /ramay/, /pantay/, /pulaw/, dan sebagainya.

5. Konsonan

Bila dalam menghasilkan suatu bunyi-ujaran, udara yang keluar dari paru-paru mendapat halangan, maka terjadilah bunyi yang disebut konsonan . Halangan yang dijumpai udara itu dapat bersifat sebagian yaitu dengan menggeserkan atau mengadukkan arus udara itu.

Dengan memperhatikan bermacam-macam factor untuk menghasilkan konsonan, maka kita dapat membagi konsonan-konsonan:

* Berdasarkan artikulator dan titik artikulasinya.* Berdasarkan macam halangan udara yang dijumpai udara yang mengalir keluar.* Berdasarkan turut-tidaknya pita suara bergetar.* Berdasarkan jalan yang dilalui udara ketika keluar dari rongga-rongga ujaran.

Batasan : Konsonan adalah bunyi-ujaran yang terjadi karena udara yang keluar dari paru-paru mendapat halangan.

1. Berdasarkan artikulator dan titik artikulasinya, konsonan-konsonan dapat dibagi atas:

* Konsonan bi-labial, bunyi yang dihasilkan dengan mempertemukan kedua belah

Page 15: fonogi

bibir: /p/, /b/, /m/, dan /w/. Karena kedua belah bibir sama-sama bergerak, serta keduanya juga menjadi titik sentuh dari bibir yang lainnya, maka sekaligus mereka bertindak sebagai artikulator dan titik artikulasi.* Konsonan labio-dental, adalah bunyi yang dihasilkan dengan mempertemukan gigi atas sebagai titik artikulasi dan bibir bawah sebagai artikulatornya: /f/ dan /v/.* Konsonan apiko-interdental, adalah bunyi yang terjadi dengan ujung lidah yang bertindak sebagai artikulator dan daerah antar gigi sebagai titik artikulasinya: /t/ dan /n/.* Konsonan apiko-alveolar, adalah bunyi yang dihasilkan oleh ujung lidah sebagai artikulator dan lengkung kaki gigi sebagai titik artikulasinya: /d/ dan /n/.* Konsonan palatal, adalah bunyi yang dihasilkan oleh bagian tengah lidah sebagai artikulator dan langit-langit keras sebagai titik artikulasinya: /c/, /j/, dan /ny/.* Konsonan velar, adalah bunyi yang dihasilkan oleh belakang lidah sebagai artikulator dan langit-langit lembut sebagai titik artikulasinya: /k/, /g/, /ng/, dan /kh/.* Hamzah (glottal stop), adalah bunyi yang dihasilkan dengan posisi pita suara tertutup sama sekali, sehingga menghalangi udara yang keluar dari paru-paru. Celah antara kedua pita suara tertutup rapat.* Laringal, adalah bunyi yang terjadi karena pita suara terbuka lebar. Bunyi ini dimasukkan dalam konsonan karena udara yang keluar mengalami gesekan.

2. Berdasarkan halangan yang dijumpai udara ketika keluar dari paru-paru, konsonan dapat pula dibagi-bagi atas:

* Konsonan hambat (stop), merupakan konsonan yang terjadi karena udara yang keluar dari paru-paru sama sekali dihalangi: /p/, /b/, /k/, /t/, /d/, dll. Dalam pelaksanaannya, konsonan hambat dapat disudahi dengan suatu letusan; dalam hal ini konsonan hambat itu disebut konsonan peletus atau konsonan eksplosif, misalnya konsonan p dalam kata pukul, lapar. Atau konsonan hambat itu dapat dilaksanakan dengan tidak ada letusan; maka hambat itu bersifat implosif, misalnya /t/ dalam kata berat, parit, dll. Dengan cara sederhana dapat dikatakan bahwa hambat eksplosif terdapat bila suatu konsonan hambat diikuti vokal, sedangkan konsonan hambat implosif terjadi bila konsonan hambat itu tidak diikuti vokal.* Frikatif (bunyi geser) , merupakan konsonan yang terjadi bila udara yang keluar dari paru-paru digesekkan: /f/, /h/, dan /kh/.* Spiran, merupakan konsonan yang terjadi bila udara yang keluar dari paru-paru mendapat halangan berupa pengadukan diiringi bunyi desis: /s/, /z/, /sy/.* Likuida, atau disebut juga lateral , merupakan bunyi yang dihasilkan dengan mengangkat lidah ke langit-langit sehingga udara terpaksa diaduk dan keluat melalui kedua sisi: /l/.* Getar atau trill, adalah bunyi yang dihasilkan dengan mendekatkan lidah ke alveolum atau pangkal gigi, kemudian lidah itu menjauhi alveolum lagi, dan seterusnya terjadi berulang-ulang dengan cepat, sehingga udara yang keluar digetarkan. Bunyi ini, yang dihasilkan dengan ujung lidah sebagai artikulator disebut getar apikal . Di samping itu dalam Ilmu Bahasa dikenal pula semacam bunyi getar lain yang mempergunakan anak tekak sebagai artikulatornya, dan yang bertindak sebagai titik artikulasinya adalah belakang lidah. Konsonan getar macam ini disebut getar uvular . Getar apikal dilambangkan dengan /r/, sedangkan getar uvular secara fonetis dilambangkan dengan /R/.

3. Berdasarkan bergetar tidaknya pita suara, konsonan terbagi atas:

Page 16: fonogi

* Konsonan bersuara, jika pita suara turut bergetar: /b/, /d/, /n/, /g/, /w/, dan sebagainya.* Konsonan tak bersuara, jika pita suara tidak bergetar: /p/, /t/, /c/, /k/, dan sebagainya.

4. Berdasarkan jalan yang diikuti arus udara ketika keluar dari rongga ujaran, konsonan terbagi atas:

* Konsonan oral, jika udaranya keluar melalui rongga mulut: /p/, /b/, /k/, /d/, /w/ dan sebagainya.* Konsonan nasal, jika udaranya keluar melalui rongga hidung: /m/, /n/, /ny, /ng/.

d. Perubahan Fonem

Dalam pelaksanaan bunyi-bunyi ujaran, terjadilah pengaruh timbal-balik antara bunyi-bunyi ujaran yang berdekatan. Karena adanya pengaruh timbal-balik itu terjadilah perubahan-perubahan bunyi-ujaran; ada perubahan yang jelas kedengaran, ada yang kurang jelas kedengaran perubahan yang tidak jelas misalnya fonem /a/ yang berada dalam suku kata /a/ yang berada dalam suku kata terbuka kedengarannya lebih nyaring bila dibandingkan dengan fonem /a/ yang terdapat dalam suku kata tertutup. Bandingkan antara /a/ pada kata: pada, kata, rata , dengan pada kata: bedak, tidak, sempat , dan lain-lain.

Perubahan-perubahan yang jelas kedengaran dan yang terpenting, yang biasa terdapat dalam bahasa adalah:

1. Asimilasi dalam pengertian biasa berarti penyamaan . Dalam Ilmu Bahasa asimilasi berarti proses di mana dua bunyi yang tidak sama disamakan atau dijadikan hamper bersamaan. Asimilasi dapat dibagi berdasarkan beberapa segi, yaitu berdasarkan tempat dari fonem yang diasimilasikan dan berdasarkan sifat asimilasi itu sendiri.

a. Berdasarkan tempat dari fonem yang diasimilasikan kita dapat membagi asimilasi atas:

* Asimilasi progresif, bila bunyi yang diasimilasikan terletak sesudah bunyi yang mengasimilasikan. Contoh dalam bahasa Indonesia sejauh ini belum dapat kami temukan. Tetapi untuk memperjelas proses ini dapat diambil suatu contoh asing: Latin Kuno: Colnis > Collis, dalam contoh di atas fonem /n/ diasimilasikan dengan fonem /l/ yang mendahuluinya.

* Asimilasi regresif, bila bunyi yang diasimilasikan mendahului bunyi yang mengasimilasikan, misalnya:

1. al salam (Arab) > assalam > asalam. 2. in + perfect > imperfect > imperfek3. ad + similatio > assimilasi > asimilasi4. in + moral > immoral > immoral, dan lain-lain.

b. Berdasarkan sifat asimilasi itu sendiri, kita dapat membedakan asimilasi atas:

Page 17: fonogi

* Asimilasi total, bila dua fonem yang disamakan itu dijadikan serupa benar:

1. ad + similatio > assimilasi > asimilasi2. in + moral > immoral > imoral3. al + salam > assalam > asalam

* Asimilasi parsial, bila kedua fonem yang disamakan hanya disamakan sebagian saja, misalnya:

1. in + perfect > imperfect > imperfek2. in + port > import > impor, dan lain-lain.

Dalam hal ini nasal apiko-alveolar dijadikan nasal bilabial, seduai dengan fonem /p/ yang bilabial, tetapi masih berbeda karena yang satu adalah nasal sedangkan yang lain adalah konsonan hambat.

2. Disimilasi, Kebalikan dari asimilasi adalah disimilasi , yaitu proses di mana dua bunyi yang sama dijadikan tidak sama. Contoh:

* kolonel > kornel * lauk-lauk > lauk-pauk* sayur-sayur > sayur-mayur

3. Suara bakti. Dalam mengucapkan kata-kata seperti gurauan, kepulauan, pakaian, putra, putri, bahtra, dan lain sebagainya, terdengar bahwa dalam hubungan fonem-fonem itu timbul lagi bunyi w atau atau y , antara u-a , dan antara i-a . Sedangkan pada kata-kata putra, putrid, dan bahtra diselipkan bunyi e (pepet) antara t-r . Bunyi ini sama sekali tidak mempunyai fungsi untuk membedakan arti; gunanya hanya sebagai pelancar ucapan saja. Bunyi semacam itu disebut suara bakti .

Batasan: Suara bakti adalah bunyi yang timbul antara dua fonem, dan mempunyaifungsi untuk melancarkan ucapan suatu kata.

e. Intonasi

Bila kita memperhatikan dengan cermat tutur bicara seseorang, maka arus ujaran (bentuk bahasa) yang sampai ke telinga kita terdengar seperti berombak-ombak. Hal ini terjadi karena bagian-bagian dari arus ujaran itu tidak sama nyaring diucapkan. Ada bagian yang diucapkan lebih keras dan ada bagian yang diucapkan lebih lembut; ada bagian yang diucapkan lebih tinggi dan ada bagian yang lebih rendah; ada bagian yang diucapkan lambat-lambat dan ada bagian yang diucapkan dengan cepat. Di samping itu disana-sini, arus ujaran itu masih dapat diputuskan untuk suatu waktu yang singkat atau secara relatif lebih lama, dengan suara yang meninggi (naik), merata, atau merendah (turun). Keseluruhan dari gejala-gejala ini yang terdapat dalam suatu tutur disebut intonasi .

Berarti intonasi itu bukan merupakan suatu gejala tunggal, tetapi merupakan perpaduan dari bermacam-macam gejala yaitu tekanan (stress), nada(pitch), durasi

Page 18: fonogi

(panjang-pendek), perhentian, dan suara yang meninggi, mendatar, atau merendah pada akhir arus ujaran tadi. Intonasi dengan semua unsur pembentuknya itu disebut unsur suprasegmental bahasa. Landasan intonasi adalah rangkaian nada yang diwarnai oleh tekanan, durasi, perhentian dan suara yang menaik, merata, merendah pada akhir arus ujaran itu.

Batasan: Intonasi adalah kerja sama antara nada, tekanan, durasi, dan perhentian-perhentian yang menyertai suatu tutur, dari awal hingga ke perhentian terakhir.

Karena unsur yang terpenting dari intonasi adalah tekanan, nada, durasi, dan perhentian, maka di bawah ini akan diberikan uraian singkat mengenai keempat komponen itu.

1. Tekanan (Stress)

Yang dimaksud dengan tekanan (stress) adalah suatu jenis unsur suprasegmental yang ditandai oleh keras-lembutnya arus ujaran . Arus ujaran yang lebih keras atau lebih lembut ditentukan oleh amplitudo getaran, yang dihasilkan oleh tenaga yang lebih kuat atau lebih lemah. Bila kita mengucapkan sepatah kata secara nyaring, misalnya kata / perumahan/, akan terdengar bahwa dalam arus ujaran itu ada bagian yang lebih keras diucapkan dari bagian yang lain. Baca selanjutnya...

2. Nada

Yang dimaksud dengan nada adalah suatu jenis unsur suprasegmental yang ditandai oleh tinggi-rendahnya arus-ujaran.

Tinggi rendahnya arus-ujaran terjadi karena frekuensi getaran yang berbeda antar segmen. Bila seseorang berada dalam kesedihan ia akan berbicara dengan nada yang rendah. Sebaliknya bila berada dalam keadaan gembira atau marah, nada tinggilah yang biasanya dipergunakan orang. Suatu perintah atau pertanyaan selalu disertai nada yang khas. Nada dalam ilmu bahasa biasanya dilambangkan dengan angka misalnya /2 3 2/ yang berarti segmen pertama lebih rendah bila dibandingkan dengan segmen kedua, sedangkan segmen ketiga lebih rendah dari segmen kedua. Dengan nada yang berbeda, bidang arti yang dimasukinya pun akan berbeda. Baca selanjutnya...

3. Durasi

Yang dimaksud dengan durasi adalah suatu jenis unsur suprasegmental yang ditandai oleh panjang pendeknya waktu yang diperlukan untuk mengucapkan sebuah segmen.

Dalam tutur, segmen-segmen dalam kata / tinggi / yaitu / ting / dan / gi / masing-masingnya dapat diucapkan dalam waktu yang sama, tetapi dapat terjadi bahwa seorang pembicara dapat mengucapkan segmen / ting / lebih lama dari segmen / gi / atau sebaliknya. Baca selanjutnya...

4. Kesenyapan

Kesenyapan merupakan suatu proses yang terjadi selama berlangsungnya suatu tutur

Page 19: fonogi

atau suatu arus-ujaran, yang memutuskan arus-ujaran yang tengah berlangsung. Oleh karena itu kesenyapan selalu berada dalam bidang tutur, minimal dalam bidang kalimat.

Ada kesenyapan yang bersifat sementara atau berlangsung sesaat saja, yang menunjukkan bahwa tutur itu masih akan dilanjutkan. Ada pula perhentian yang sifatnya lebih lama, yang biasanya diikuti oleh suara yang menurun yang menyatakan bahwa tutur atau bagian dari tutur itu telah mencapai kebulatan. Baca selanjutnya...

f. Huruf

Bagian terbesar dari sejarah umat manusia berada dalam kegelapan karena perkembangan, perluasan, timbul-tenggelamnya bahasa-bahasa di muka bumi ini tidak diketahui. Bangsa-bangsa dahulu kala tidak mengenal suatu cara untuk dapat meninggalkan kepada kita riwayat hidup mereka. Sumber-sumber yang tertulis baru saja diketahui, dan hanya meliputi beberapa ribu tahun saja.

Bukti-bukti tertulis itu dalam bentuk yang paling tua terdapat misalnya pada orang-orang Indian Mexico berupa lukisan-lukisan. Suatu urutan lukisan menggambarkan kepada kita suatu peristiwa tertentu. Cara ini biassa disebut piktograf. Piktograf itu lambat laun dikembangkan sedemikian rupa hingga suatu lukisan dapat menggambarkan pengertian-pengertian tertentu. Kata-kata yang berlainan tetapi mempunyai bunyi yang sama juga dapat dilukiskan dengan tanda atau simbol yang sama; sistem ini disebut ideograf atau logograf, yaitu suatu sistem dimana suatu kata dilambangkan oleh suatu tanda, misalnya dalam huruf-huruf Tiongkok. Dalam sistem kita yang modern ini masih dapat ditemukan sistem logograf ini, yaitu bila kita melambangkan bilangan-bilangan memakai tanda-tanda: 1, 2, 3, 4, 5, dan sebagainya.

Dari sistem ideograf atau logograf itu kemudian diturunkan bermacam-macam lambang yang mewakili suku kata saja. Contoh yang dapat dikemukakan adalah huruf-huruf Jepang, Dewa Negari, Arab dan lain-lain. Untuk menunjukkan vokal dalam huruf-huruf Arab dan Dewa Negari diberi tanda-tanda baru.perkembangan yang paling akhir sebagai penyempurnaan dari sistem perlambangan atas suku kata (silabis), adalah setiap bunyi dilambangkan dengan satu tanda. Sistem ini disebut fonemis , misalnya aksara Latin, Yunani, Jerman, dan sebagainya.

Dengan bermacam-macam cara itulah orang dapat melukiskan bahasa dalam bentuk lambang-lambang. Segala macam cara itu pada umumnya disebut huruf.

Di antara sekian macam sistem itu, huruf yang didasarkan atas satu lambang untuk satu bunyi adalah sistem yang paling baik. Dan untuk selanjutnya pengertian huruf yang akan dipakai adalah pengertian terakhir.

Jadi sejauh ini sekurang-kurangnya umat manusia telah mengenal 4 macam sistem tulisan.

* Tulisan piktograf: urutan beberapa gambar untuk melukiskan suatu peristiwa, misalnya pada orang Indian Mexico.* Ideograf atau logograf: suatu tanda atau lambang mewakili sepatah kata atau pengertian, misalnya huruf Cina.

Page 20: fonogi

* Tulisan silabis: suatu tanda untuk menggambarkan suatu suku kata, misalnya tulisan Jepang, Dewa Negari, dan lain-lain.* Tulisan fonemis: satu tanda untuk melambangkan satu bunyi, misalnya huruf Latin, Yunani, Jerman dan lain-lain.

Batasan: Huruf adalah lambang atau gambaran dari bunyi .

Setiap sistem perlambangan bunyi-ujaran mempunyai urutan-urutan tertentu. Rentetan urutan sistem Latin lain dari Yunani dan lain pula dari urutan sistem Rusia. Rentetan huruf-huruf menurut sistem tertentu itu kita kenal dengan abjad atau alfabet . Jadi ada alfabet Latin, ada alfabet Yunani dan lain-lain.

g. Ejaan

Dasar yang paling baik dalam melambangkan bunyi-ujaran atau bahasa adalah satu bunyi-ujaran yang mempunyai fungsi untuk membedakan arti harus dilambangkan dengan satu lambang tertentu. Dengan demikian pelukisan atas bahasa lisan itu akan mendekati kesempurnaan, walaupun kesempurnaan yang dimaksud itu tentulah dalam batas-batas ukuran kemanusiaan, masih bersifat relatif. Walaupun begitu literasi (penulisan) bahasa itu belum memuaskan karena kesatuan intonasi yang bulat yang menghidupkan suatu arus-ujaran itu hingga kini belum dapat diatasi. Sudah diusahakan bermacam-macam tanda untuk tujuan itu tetapi belum juga memberi kepuasan. Segala macam tanda baca untuk menggambarkan perhentian antara, perhentian akhir, tekanan, tanda tanya, dan lain-lain adalah hasil dari usaha itu. Tetapi hasil usaha itu belum dapat menunjukkan dengan tegas bagaimana suatu ujaran harus diulang oleh yang membacanya. Segala macam tanda baca seperti yang disebut di atas disebut tanda baca atau pungtuasi.

Walaupun sistem ejaan sekarang didasarkan atas sistem fonemis, yaitu satu tanda untuk satu bunyi, namun masih terdapat kepincangan-kepincangan. Ada fonem yang masih dilambangkan dengan dua tanda (diagraf), misalnya ng, ny, kh, dan sy. Jika kita menghendaki kekonsekuenan terhadap prinsip yang dianut, maka diagraf-diagraf tersebut harus dirubah menjadi monograf (satu fonem satu tanda). Di samping itu masih terdapat kekurangan lain yang sangat mengganggu terutama dalam mengucapkan kata-kata yang bersangkutan, yaitu ada dua fonem yang dilambangkan dengan satu tanda saja yakni e (pepet) dan e (taling). Ini menimbulkan dualisme dalam pengucapan.

Ejaan suatu bahasa tidak saja berkisar pada persoalan bagaimana melambangkan bunyi-bunyi ujaran serta bagaimana menempatkan tanda-tanda baca dan sebagainya, tetapi juga meliputi hal-hal seperti: bagaimana menggabungkan kata-kata, baik dengan imbuhan-imbuhan maupun antara kata dengan kata. Pemotongan itu berguna terutama bagaimana kita harus memisahkan huruf-huruf itu pada akhir suatu baris, bila baris itu tidak memungkinkan kita menulils seluruh kata di sana. Apakah kita harus memisahkan kata bunga menjadi bu – nga atau b – unga . Semuanya ini memerlukan suatu peraturan umum, agar jangan timbul kesewenangan.

Batasan: Keseluruhan peraturan bagaimana menggambarkan lambang-lambang bunyi-ujaran dan bagaimana inter-relasi antara lambang-lambang itu (pemisahannya,

Page 21: fonogi

penggabungannya) dalam suatu bahasa disebut ejaan.

h. Macam-Macam Ejaan

Sebelum tahun 1900 setiap peneliti bahasa Indonesia (pada waktu itu bahasa Melayu) membuat sistem ejaannya sendiri-sendiri, sehingga tidak terdapat kesatuan dalam ejaan. Pada tahun 1900, Ch. van Ophuysen mendapat perintah untuk menyusun ejaan Melayu dengan mempergunakan aksara Latin. Dalam usahanya itu ia sekedar mempersatukan bermacam-macam sistem ejaan yang sudah ada, dengan bertolak dari sistem ejaaan bahasa Belanda sebagai landasan pokok. Dengan bantuan Engku Nawawi gelar Soetan Ma'moer dan Moehammad Taib Soetan Ibrahim, akhirnya ditetapkanlah ejaan itu dalam bukunya Kitab Logat Melajoe, yang terkenal dengan nama Ejaan van Ophuysen atau ada juga yang menyebutnya Ejaan Balai Pustaka, pada tahun 1901. Ejaan tersebut tidak sekali jadi tapi tatap mengalami perbaikan dari tahun ke tahun dan baru pada tahun 1926 mendapat bentuk yang tetap.

Selama Kongres Bahasa Indonesia tahun 1938 telah disarankan agar ejaan itu lebih banyak diinternasionalisasikan. Dan memang dalam perkembangan selanjutnya terutama sesudah Indonesia merdeka dirasakan bahwa ada beberapa hal yang kurang praktis yang harus disempurnakan. Sebenarnya perubahan ejaan itu telah dirancangkan waktu pendudukan Jepang. Pada tanggal 19 Maret 1947 dikeluarkan penetapan baru oleh Menteri Pengajaran, Pendidikan dan Kebudayaan Suwandi (SK No. 264/Bag.A/47) tentang perubahan ejaan bahasa Indonesia; sebab itu ejaan ini kemudian terkenal dengan nama Ejaan Suwandi.

Sebagai dampak dalam keputusan di atas, bunyi oe tidak semuanya diganti dengan u. Baru pada tahun 1949, menurut surat edaran Departemen Pendidikan dan Kebudayaan tanda oe mulai 1 Januari 1949 diganti dengan u.

Kongres Bahasa Indonesia II tahun 1954 kembali mempersoalkan masalah ejaan. Sesuai dengan usul Kongres, kemudian dibentuk sebuah panitian dengan SK No. 44876 tanggal 19 Juli 1956. Panitia ini berhasil merumuskan patokan-patokan baru pada tahun 1957. namun keputusan ini tidak dapat dilaksanakan karena ada usaha untuk mempersamakan ejaan Indonesia dan Melayu. Sebab itu pada akhir tahun 1959 sidang perutusan Indonesia dan Melayu berhasil merumuskan suatu konsep ejaan bersama yang kemudian dikenal dengan nama Ejaan Melindo (Melayu – Indonesia). Tetapi konsep ejaan ini juga tidak jadi diumumkan karena perkembangan politik kemudian.

Karena laju perkembangan pembangunan, maka dirasakan bahwa ejaan perlu disempurnakan. Sebab itu, di tahun 1966 oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Sarino Mangunpranoto dibentuk lagi sebuah Panitia Ejaan Bahasa Indonesia, yang bertugas menyusun konsep baru, yang merangkum segala usaha penyempurnaan yang terdahulu. Sesudah berkali-kali diadakan penyempurnaan, maka berdasarkan Kepurusan Presiden No. 57 tahun 1972 diresmikan ejaan baru yang mulai berlaku pada tanggal 17 Agustus 1972, yang dinamakan Ejaan Yang Disempurnakan (EYD).

i. Perubahan yang paling penting dalam EYD adalah:

Lama Yang Disempurnakan

Page 22: fonogi

* dj djalan j jalan* j pajung y payung * nj njonja ny nyonya* sj* sjarat sy syarat* tj tjakap c cakap* ch* tarich kh tarikh

Kedua gabungan huruf ini sebenarnya tidak terdapat dalam ejaan lama. Di samping itu diresmikan pula huruf-huruf berikut di dalam pemakaian:

* f maaf, fakir* v valuta, universitas* z zeni, lezat* q, x huruf-huruf q dan x yang lazim digunakan dalam ilmu eksakta tetap dipakai. Diposkan oleh Rahmat Hasmudi di 00.16

1. Bunyi Diftong

Dihasilkan dengan kualitas posisi lidah berubah,naik turun. Menurut Daniel Jones dalam Yulianto(1988:39) ada 3 macam diftong :

1. Diftong naik (rishing diphthong), terjadi jika lidah naik saat menghasilkannya. Saat mengucapkan vokal pertama lebih rendah dibandingkan dengan vokal terakhir.

Diftong /ai/ pada pantai, /au/ pada pantau, /oi/ pada sepoi

2. Diftong turun (falling diphthong), saat menghasilkannya lidah bergerak menurun. Tidak ditemukan dalam bahasa Indonesia, tetapi dalam bahasa jawa.

Diftong /ua/ pada uadoh (sangat jauh), /uє/ pada uenteng (sangat ringan), /uo/ pada duawa (sangat panjang), /uә/ pada guedhe (sangat besar).

3. Diftong memusat (centring diphthong), arah lidah menuju lidah menuju posisi saat menhasilkan vocal sedang-tengah (pusat). Terdapat dalam bahasa Inggris. /iә/ pada ear (telinga), /ua/ pada poor (miskin),/єә/ pada there (disana), /Oә/ pada floor (lantai)

4.

2. Klasifikasi Konsonan dan Alofonnya

Konsonan dihasilkan dengan cara merintangi udara saat pembentukanya. Pembedaan konsonan ditentukan oleh tiga faktor : keadaan pita suara, pendekatan alat-alat ucap, dan cara artikulasi.

a. Berdasarkan keadaan pita suara :

Page 23: fonogi

1. Konsonan bersuara (voice consonant), pita suara bergetar. Pita suara dalam keadaan merapat dan merenggang, sehingga bunyi yang dihasilkan berat.. fonem konsonan bersuara /b/,/m/,/w/,/d/,/z/,/n/,/r/,/l/,/j/,/ň/,/y/,/g/,dan /ŋ/

2. Konsonan tak bersuara (voiceless consonant), pita suara lemah dalam getarannya. Pita suara meranggang, sehingga udara mudah masuk.

Konsonan /p/,/f/,/t/,/s/./c/,/ś/,/k/,/x/,/?/,dan /h/. Bisa dibuktikan dengan cara menutup lubang telinga rapat-rapat saat mengucapkan.

b. Berdasarkan daerah artikulasinya :

1. Konsonan bilabial, dihasilkan mempertemukan bibir bawah dengan bibir atas. Konsonan /p/,/b/,/m/,/w/.

2. Konsonan labiodental, articulator adalah bibir bawah (labium) dengan titik artikulasi gigi atas (dentum). Konsonan /f/,/v/

3. Konsonan apikodental, dihasilkan ujung lidah (apeks) dengan dentum (gigi atas). Konsonan /n/,/t/,/d/

4. Konsonan apikoalveolar, antara ujung lidah dengan lengkung kaki gigi (alveolum). Konsonan /t/,/d/,/l/,/r/

5. Konsonan laminoalveolar, daun lidah (lamina) menyentuh alveolum. /z/ dan /s/

6. Konsonan palatal, tengah lidah (medium) menyentuh palatum (langit-langit keras). Konsonan /c/,/j/,/ś/,/y/,/ň/

7. Konsonan velar, pangkal lidah (dorsum) dengan velum (langit-langit lunak). Konsonan /k/,/g,/x/,/, dan / ŋ/

8. konsonan glottal, glotis dalam keadaa sempit (tertutup). Konsonan stop /?/, dan /h/

c. Berdasarkan cara artikulasinya

1. Konsonan hambat (stop), yang dihasilkan dengan cara menutup arus udara rapat sehingga udara terhenti seketika, lalu dilepaskan kembali secara tiba-tiba. Tahap pertama (penutupan) disebut implosive, misal : /p/ pada atap (stop implosif), dan /p/ pada paku (eksplosif)

Bunyi stop lain : /b/,/t/,/d/,/k/,/g/,/?/

2. Konsonan afrikatif (paduan), bunyi yang dihasilkan dengan cara arus udara ditutup rapat, kemudian dilepas seara berangsur-angsur. Misal : /c/,/j/

Page 24: fonogi

3. Konsonan Frikatif (geser), yaitu bunyi yang dihasilkan dengan menghambat arus udara sehingga arus udara tetap dapat keluar. Misal : /f/,/v/,/s/,/z/,/ś/,/x/

4. Konsonan tril (getar), dengan cara arus udara ditutup dn dibuka berulang-ulang secara cepat. Misal : /r/

5. Konsonan lateral (samping), dengan cara arus udara ditutup sedemikian rupa sehingga udara masih bisa keluar melalui salah satu atau kedua sisi-sisi rongga mulut. Misal : /l/

6. konsonan nasal (hidung), arus udara yang lewat rongga mulut ditutup rapat, sehingga dialirkan lewat rongga mulut. Misal /m/,/n/,/ň/, dan /ŋ/

3. Gugus Konsonan (kluster)

Gugus konsonan atau kluster merupakan deretan dua konsonan atau lebih yang tergolong dalam satu suku kata yang sama (Moelyono dalam Yulianto, 1988:55). Tidak setiap konsonan yang berderet dapat dimasukkan gugus konsonan/kluster. Pada kata makhluk/maXIU?/ bukan termasuk kluster, sebab suku kata bentuk tersebut adalah makh/maX/ dan luk/lU?/. Sedangkan pada kata mantra termasuk kluster sebab suku katanyta adalah man dan tra. /tr/ alam satu kata.

Contoh lain : /pl/ pada plas-tik, /gr/ pada gra-fik, /ns/ trans-mi-gra-si /str/ pada stra-te-gi, /skr/ pada skrip-si, /sw/ pada swa-la-yan, /dw/ pada dwi-fung-si

4. Suku Kata dan Polanya

Suku kata merupakan bagian kata yang diucapkan dalam satu hembusan nafas. Suku kata umumnya terdiri atas beberapa fonem. Ada pula yang hanya terdiri atas satu fonem. Ada pula suku kata yang bukan bagian dari kata, maksudnya sebuah kata yang hanya terdiri atas satu suku kata. Kata yang demikian itu disebut monosilabik.

Suku kata selalu ditandai adanya sebuah vokal. Vokal yang menandai suku kata, dalam pengucapan selalu menampakkan kenyaringan/sonoritas. Vokal inilah sebagai puncak suku kata. Konsonan yang mengawali vokal dalam suku kata disebut tumpu suku (onset silaba) sedangkan konsonan yang mengakhiri vokal disebut koda suku (koda silaba)

1. puncak suku : i-bu

2. puncak suku + koda suku : in-tan

3. tumpu suku + puncak suku : ti-kus

4. tumpu suku + puncak suku + koda suku : per-gi

Page 25: fonogi

Suku kata yang diakhiri dengan puncak suku/vokal disebut suku buka, sedangkan suku kata yang diakhiri koda suku/konsonan disebut suku tutup.

Pola penyukuan tidak sama dengan pemenggalan kata. Penyukuan kata berkaitan dengan kata sebagai satuan bunyi bahasa sedangkan pemenggalan kata berhubungan dengan kata sebagai satuan tulisan. Pola suku kata lazimnya ditandai dengan symbol “V’ dan “K” yang masing-masing menyatakan vokal dan konsonan. Konsonan bahasa Indonesia dapat mengambil bentuk :

1. satu vokal (V) : i-bu,i-a

2. satu vokal dan satu konsonan (VK) : il-mu, ar-ti

3. satu konsonan dan satu vokal (KV) : ar-ti, pak-sa

4. satu konsonan, satu vokal, dan satu konsonan (KVK) : per-lu, sa-lam

5. dua konsonan dan dan satu vokal (KKV) : dra-ma

6. dua konsonan, satu vokal, dan satu konsonan (KKVK) : trak-tor

7. satu konsonan, satu vokal, dan dua vokal (KVKK) : teks-til

8. tiga konsonan dan satu vokal (KKKV) : stra-te-gi

9. tiga konsonan, satu vokal, dan satu konsonan (KKKVK) : struk-tur

10. dua konsonan,satu vokal, dan dua konsonan (KKVKK) : kom-pleks

11. satu konsonan, satu vokal, dan tiga konsonan (KVKKK) : korps

5. Bunyi segmental dan Suprasegmental

Bunyi segmental mengacu pada pengertian bunyi-bunyi yang dapat disegmentasi/dipisah-pisahkan. Kata matang misalnya, dapat disegmentasi menjadi /m/,/a/,/t/,/a/,/n/,/g/. Jelas bunyi-bunyi tersebut menunjukkan adanya fonem. Dengan demikian, sebenarnya bunyi-bunyi bahasa yang telah diuraikan sebelumnya adalah bunyi segmental.

Sedangkan bunyi suprasegmental tidak dapat disegmen-segmenkan karena kehadiran bunyi ini selalu mengiringi, menindih, atau menemani bunyi segmental. Bunyi suprasegmental dikelompokkan beberapa aspek :

(a) nada/pitch ( tinggi-rendah)

Dalam penuturan nada suara tidak fungsional/tidak membedakan makna. Penuturan yang diucapkan secara berlagu, maknanya sama dengan ketika diucapkan secara biasa.

Page 26: fonogi

[aku], [membaca], [buku] pengucapan dengan nada apapun tidak mengubah makna.

(b) Tekanan/aksen

Tekanan dalam tuturan berfungsi membedakan maksud dalam tataran sintaksis (kalimat), tetapi tidak membedakan makna dalam tataran kata (leksis).

Kata [menulis] ketika diucapkan pada silaba pertama [me] tetap sama maknannya ketika diucapkan dengan tekanan pada silaba kedua atau ketiga. Berbeda dengan kalimat Besok teman saya berangkat ke Surabaya, dapat bermakna lima kemungkinan.

1. Besok teman saya berangkat ke Surabaya = maksudnya bukan hari ini atau kemarin

2. Besok teman saya berangkat ke Surabaya = maksudnya bukan saudara saya atau orang lain

3. Besok teman saya berangkat ke Surabaya = memang teman saya bukan teman kamu

4. Besok teman saya berangkat ke Surabaya = memang benar-benar mau berangkat

5. Besok teman saya berangkat ke Surabaya = berangkat ke Surabaya bukan ke kota lain

(b) durasi

Tidak fungsional dalam dalam tataran kata. Kata [jatuh] diucapkan panjang-pendek pada silaba pertama atau kedua sama saja [ja:tuh] atau [ja:tu:h]

Pada kalimat bermakna penyagatan. Awas, jatuh [ awa:s/jatu:h], dia sangat perhatian padaku

(c) Jeda (kesenyapan)

Jeda ini terasa lebih fungsional bila dibanding dengan suprasegmental yang lain.

1.a. Anak/pejabat yang nakal itu telah dimejahijaukan = yang nakal adalah pejabat

b.Anak pejabat/yang nakal itu telah dimejahijaukan = yang nakal adalah anak pejabat

2. a. Ia membeli buku/sejarah baru = yang baru sejarahnya

b. Ia membeli buku sejarah/baru = yang baru bukunya

Page 27: fonogi

Dalam penulisan untuk membedakan kekaburan makna frase-frase tersebut diberi tanda penghubung (-)

1.a. Anak pejabat-yang nakal itu telah dimejahijaukan

b. Anak-pejabat yang nakal itu telah dimejahijaukan

2.a. Ia membeli buku sejarah-baru

b. Ia membeli buku-sejarah baru

(d) Intonasi

Dengan kajian intonasi, kalimat dalam bahasa Indonesia dibedakan menjadi kalimat berita/deklaratif, kalimat tanya/interogatif, dan kalimat perintah/imperatif

Kalimat deklaratif ditandai dengan intonasi datar-turun. Rumah sekarang mahal

2 33/2 33/2 31,#

Kalimat interogatif dengan intonasi datar-naik, Rumah sekarang mahal ?

2 33/2 33/2 2-33,#

Kalimat imperative dengan intonasi datar-tinggi. Kamu sekarang ke sini!

2 33/2 33/3 33,#

6. Fonemik

Fonem adalah kesatuan bunyi terkecel suatu bahasa yang berfungsi membedakan makna. Untuk mengetahuinya, maka harus membandingkan dengan bentuk-bentuk lain.

Bentuk linguistic [palang] dapat dipisah menjadi [p],[a], [l],[a],[n],[g]. kelima bentuk linguistic ini tidak mempunyai makna. Jika [p] diganti dengan bentuk lain, misal [m] pada malang, [d] pada dalang, dan [g] pada galang, terbukti fonem [p] berfungsi membedakan makna.

6.1 Fonemisasi dan Pasangan Minimal

Fonemisasi adalah prosedur menemukan fonem-fonem yang ada dalam suatu bahasa. Fonemisasi bertujuan praktis menciptakan ejaan (ortografi) sebuah bahasa.

Tahapan-tahapan fonemisasi : penyusunan (arranging), pembandingan (comparing), dan penggabungan (combining).

Page 28: fonogi

Misal ditemukan kata-kata : baku, saku, buku, baru, dan baki disusun dan dibandingkan, misal :

Baku baku baku baku

Saku buku baru baki

/b/ /s/ /a/ /u/ /k/ /r/ /u/ /i/

Pada penggabungan ditemukan fonem /b/,/s/,/a/,/u/,/i/,/k/,/r/.

Pasangan Minimal/minimal pairs adalah seperangkat kata yang memiliki jumlag fonem sama, juga jenis fonem yang sama, kecuali fonem yang berbeda pada urutan yang sama, sedangkan artinya berbeda.

Contoh : data babak cocok

dada bapak coco?

dana b, p k, ?

t,d,n

6.2 Distribusi Komplementer dan Variasi Bebas

Bunyi-bunyi yang secara fonetis mirip apabila berdistribusi komplementer merupakan sebuah fonem. Contoh : bunyi /k/ pada paku dan/k/ pada maki seara fonetis sama persis. Bunyi /k/ yang pertama tergolong velar belakang karena dipengaruhi bunyi vokal /u/, dan bunyi /k/ yang kedua tergolong velar depan karena dipengaruhi vokal /i/. juga pada /y/ pada yaitu dan yang.

Variasi bebas adalah bunyi-bunyi yang secara fonetis mirip, jika dapat saling menggantikan dalam suatu kata dan tidak menyebabkan perubahan arti. Hal ini merupakan sebuah fonem. Hal ini terdapat dalam bahasa-bahasa yang mempunyai beberapa dialek.

Misal : telur patur lubang juang

telor pastor lobang joang

6.3 Fonem dan Distribusi Fonem

Terdapat enam fonem vokal (monoftong) dalam bahasa Indonesia : /i/,/e/,/ә/,/u/,/a/dan,/o/

Terdapat diftong (vokal rangkap), yakni /ay/,/aw, dan /oy/ sedangkan konsonan meliputi : /y/,/w/,/l/,/p/,/b/,/f/,/m/,/t/,/d/,/c/,/j/,/s/,/z/,/r/,/n/,/ň/,/ś/,/?/,/k/,/g/,/X/,/ŋ/,dan /h/

Page 29: fonogi

Kasus /f/ dan /v/ dalam ejaan bahasa Indonesia kedua lambing/grafem ini digunakan. Namun, kedua huruf/grafem itu melambangkan satu fonem, yaitu /f/. Seperti kata ditulis fariasi atau variasi tidak akan menimbulkan perbedaan arti. Sama halnya dengan /q/ dan /k/ yang dilambangkan dalam satu fonem /k/

fonem alofon grafem contoh/i/ I i ibu, baIk u U u usap, agUŋe є

ebebas, kәlєreŋ

ә єo O o toko,tOkOha a apa,paksaay ai pantaiaw au pulauoy oi amboiy yh y saya, yhaituw w sewal l pulap p atapf F dan v Taraf, vokalm m matit t tetapd d padac c cecakj j jugas S dan sh Iris,sholatz z Azis,zamanr r rusan n mantapň ny nyanyiś sy syarat? Tidak ada(zero) ma?af=maafk K dan q Kuda, qurang g gadungX kh maXlU?=makhlukŋ ng denganh ĥ h Pihak, tahu(paham)

Fonem-fonem dapat didistribusikan dengan lengkap (inisial/awal kata, medial/tengah kata, dan final/akhir kata.

7. Proses Fonologis

Segala proses yang menyangkut terjadinya perubahan bunyi bahasa. Perubahan terjadi pada kata dasar, maupun kata turunan akibat afiksasi ataupun proses morfologis lainnya.

Page 30: fonogi

1. Asimilasi, adalah proses perubahan bunyi yang mengakibatkan mirip atau sama dengan bunyi lain di dekatnya. Contoh : kata tentang dan tendang. /t./ pertama diucapkan apikodental, sedangkan /t/ kedua diucapkan apikoalveolar karena mengikuti bunyi /d/

2. Disimilasi, adalah perubahan bunyi dari dua bunyi yang sama atau mirip menjadi bunyi yang tidak sama atau berbeda. Contoh : kata belajar berasal dari ber+ajar, seharusnya berajar, karena ada dua bunyi /r/ maka disimilasi menjadi belajar

3. Modifikasi Vokal, perubahan bunyi vokal sebagai akibat dari pengaruh bunyi lain yang mengikutinya. Contoh : kata balik. Vokal /i/yang diucapkan rendah. Tetapi ketika mendapat akhiran-an menjadi balikan, tergolong /i/ tinggi. Perubahan ini disebut metafoni

Kata toko dan tokoh. Bunyi vokal pertama /o/ dan vokal kedua /O/ karena silaba kedua berbunyi /O/ pada tokoh, maka silaba /o/ pertama pada tokoh juga harus berbunyi/O/. Perubahan ini disebut apofoni.

4. Zeroisasi, penghilangan bunyi fonemis sebagai upaya penghematan. Ada tiga model

a. aferesis : penghilangan fonem pada awal kata Contoh : tapi untuk tetapi, peperment menjadi permen.

b. apokop : penghilangan satu atau lebih fonem pada akhir kata. Misal : president menjadi presiden

c. sinkop : penghilangan pada tengah kata. Contoh : baharu pada baru, dahulu pada dulu

5. Metatesis, perubahan urutan bunyi fonbemis pada suatu kata, sehingga menjadi dua bentuk kata yang bersaing. Contoh : kerikil menjadi kelikir, jalur menjadi lajur

6. Diftongisasi, perubahan bunyi monoftong menjadi diftong. Contoh: sentosa menjadi sentausa, teladan menjadi tauladan

7. Monoftongisasi, perubahan dua bunyi vokal menjadi vokal tunggal. Contoh : ramai menjadi rame, kalau menjadi kalo, petai menjadi pete

8. Anaptiksis, perubahan bunyi dengan jalan menambahkan bunyi vokal tertentu untuk memperlancar uacapan. Ada tiga jenis :

a. protesis, penambahan pada awal kata. Contoh : mpu menjadi empu, ,mas menjadi emas

b. epentesis, penambahan bunyi pada tengah kata. Misal : kapak menjadi kampak, upama menjadi umpama, sajak menjadi sanjak

c. paragog adalah penambahan bunyi pada akhir kata. Contoh : ina menjadi inang, hulubala menjadi hulubalang.