FLEXIBLE FLAT FOOT PADA MAHASISWA DAN MAHASISWI...
Transcript of FLEXIBLE FLAT FOOT PADA MAHASISWA DAN MAHASISWI...
HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH TERHADAP
FLEXIBLE FLAT FOOT PADA MAHASISWA DAN
MAHASISWI PROGRAM STUDI KEDOKTERAN DAN
PROFESI DOKTER FKIK UIN SYARIF
HIDAYATULLAH JAKARTA
Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk
Memperoleh gelar SARJANA KEDOKTERAN
Oleh
M. Ade Wijaya
NIM: 11141030000017
PROGRAM STUDI KEDOKTERAN DAN PROFESI DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1439 H/2017 M
LEMBAR PERIIYATAAN KEASLIAN KARYA
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Lapor.an penelitian ini merupakan hasil karya sendiri yang diajukan
untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1
di UIN Syarif Hidayatullah Jakartri.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulian ini telah saya
cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya
atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayaiullah Jakarta.
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING
HUBUNGAN INDEKS MASSA TUBUH TERHAD AP FLEXIBLE FLATFOOTPADA MAHASISWA DAN NTAHASISWI PROGRAM STUDI
KEDOKTERA.N DAN PROFESI DOKTER FKIK UIN SYARIF
HIDAYATUI,LAH JAKARTA
Laporan Penelitian
Diajukan kepada Program Studi Kedokteran dan profesi Dokter, Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta untuk
Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran (S. Ked)
Oleh:
M. Ade Wiiava
NIM: 11141030000017
Pembimbing I Pembimbing II
Raha Rad. M dr. Yanti Susianti. Sp. A(K)
NIP 19720fiA 200501. 2 007
2NIP 19640909 199603 1 001
PROGRAN{ STUDI KEDOKTER{N DAN PROFESI DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILNIU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLANI NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1439 H/LAfi M
ilt
LETIBARPENGESAHAN
Laporan Penelitian berjudut HUBUNGAI\ INIIEKS MASSA TUBUH TERHADAP
FLEXTBLE FUIT FOOT PADA MAEASISWA PROGRAM STUI}I KEDOKTERAN
IIAI{ PROFESI DOKTER FKII( Ufi{ SYARIF EIDAYATUIIIIH JAKARTT yang
diajukan oleh M. Ade Wijaya (NIM 1114103000017), telah diujikan dalam sidang di
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan pdm.25 Oltober 2017. Laporan penelitian ini telah
diterima sebagai salah satu sy.arat memperoleh gelar Sarjana Kdol*eran (S. Ked) psda
Program Studi Kedokteran dan Profesi Dokter.
Ciputat, 25 Oktober 2017
DEWAN PENGTIJI
Ketua Sidang
NIP 19640909 199603 1001
Pembimbing II
dr. Yanti Susianti. Sp. A(K)
NrP 19720530 200501 2007
Peaguji E
47"/
rir. ilrrke A- S*nars*na- il4. Pd- Sp. h,{1.,
NtP 19810926 2A I 101 2 007
Dr. dr. S_variei Hasan Lutfie- Sfr-KFR.
NIP 19620720 199003 1 002
PB{PII{AN FAKI}LTAS
il
Pembimbing I
lAvat Raha
K tlIN Jakarta
NrP 19650808 198803 1 00?
iPSKPI) UIN Jakarta
1103 200604
v
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Alhamdulilahirabbil’alamin, puji dan syukur kepada Allah SWT, karena
atas segala rahmat, hidayah, dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan
penulisan penelitian dengan judul “Hubungan Indeks Massa Tubuh Terhadap
Flexible Flat Foot Pada Mahasiswa Program Studi Kedokteran dan Profesi
Dokter FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Shalawat serta salam tak lupa
untuk selalu penulis panjatkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah
membawa cahaya kebenaran yang abadi untuk umatnya.
Selama proses penelitian ini dilaksanakan, tentunya penulis tidak
terlepas dari banyak bimbingan, motivasi, kritik membangun, dan saran dari
berbagai pihak. Karena berkat semua itu, banyak hal yang penulis dapat pelajari
dalam pengerjaan penelitian ini. Oleh karena itu, penulis menyampaikan
apresiasi dan rasa terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada:
1. Prof. Dr. H. Arif Sumantri, M. Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. dr. Nouval Shahab, Sp. U, Ph. D, FICS, FACS selaku Ketua Program Studi
Kedokteran dan Profesi Dokter FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, serta
seluruh Dosen Program Studi Kedokteran dan Profesi Dokter yang selalu
membimbing serta memberikan arahan yang membangun kepada penulis
selama menjalani masa pendidikan di Program Studi Kedokteran dan Profesi
Dokter FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. dr. Ayat Rahayu, Sp. Rad, M. Kes selaku dosen pembimbing penelitian yang
selalu mendengarkan keluh kesah penulis, membimbing, dan memberikan
banyak sekali ilmu dan memotivasi penulis untuk menjadi dokter muslim
yang baik dan menikmati proses yang dijalani.
4. dr. Yanti Susianti, Sp. A (K) selaku dosen pembimbing yang selalu
mendengarkan keluh kesah penulis, membimbing, mengajarkan penulis akan
pentingnya terus belajar, pantang menyerah, dan memiliki mental baja dalam
menempuh pendidikan kedokteran. Sifat yang sangat baik dan tegas sangat
mendukung penulis dalam menyelesaikan penelitian ini.
vi
5. dr. Bisatyo Mardjikoen, Sp. OT yang telah memberikan pelatihan
pemeriksaan flat foot dan terus memotivasi untuk terus belajar dengan giat.
6. Dr. dr. Syarif Hasan Lutfie, Sp. KFR dan dr. Erike A. Suwarsono, M. Pd, Sp.
MK selaku penguji yang telah memberikan banyak saran dan kritik yang
membangun untuk penelitian penulis yang lebih baik.
7. Mama tercinta, Nursiah, yang selalu menjadi pendukung dan penyemangat
nomor satu dalam hidup penulis. Terkhusus untuk bapak, alm. Sudirman yang
telah tiada. Semoga semua pengorbanan hingga akhir hayat untuk proses
pendidikan ini menjadi amal jariyah untukmu di sana.
8. Saudara tercinta, Ahmad Dauzi, Yennie Umyati, dan Helmie Effendi yang
selalu mendukung perjalanan hidup dan selalu mendidik karakter hidup
penulis dengan baik, saat peran bapak sudah tiada. Serta keponakan tercinta,
M. Aria Putra, M. Aditya Dwiputra, Salsabila, Kaneisha Lathifa Zahra
Pahlevi, Khanza Diandra Farzana, Abdullah Kamil, dan Abdurrahman Rafiq
yang selalu menghadirkan semangat untuk masa depan yang lebih baik.
9. Chris Adhiyanto, M. Biomed selaku Penanggung Jawab Riset dan
Pembimbing Akademik yang selalu memotivasi untuk menyelesaikan
penelitian ini.
10. Kabinet Harmoni HMPS PD UIN 2016-2017, Izzatul Hanifa, Taqiyya
Maryam, M. Risky Ramadhan, Widda Mayalla Sofie, Fitria Tahta Alfina,
Ade Aurora Imani, Laelatul Sofiah, Putri Rahmah Ajizah, Maskur Fahmi Adi
Baskoro, Neti Kurniawati, Syahriani Syukri, Alya Masinta Woelandari, dan
Widyandini Sekar Pratiwi sebagai teman seperjuangan dalam berorganisasi
dan bermanfaat bagi banyak orang.
11. Kepada Gubernur Sumatera Selatan Periode 2008–2018, Bapak Ir. H. Alex
Noerdin yang telah memberikan kesempatan untuk mengenyam pendidikan
tinggi melalui Program Sekolah Gratis dan Beasiswa Santri Jadi Dokter.
12. Teman-teman rantau dari Sumatera Selatan, Asiah Muthiah, Farrah Azizah
Ahzahra, Dekiyanto, Suhelmi, M. Firmansyah, Fauziah Azriani, Irpan
Ardiansyah, Annisa Dwi Utami, Julius Prabowo, M. Al-Ridho Prawira, Luluk
Nafisah, dan Dewi Andriani yang telah menemani tumbuh bersama sejak
vii
pertama di Ciputat dan selalu mengingatkan penulis untuk mengabdi dan
tidak melupakan tanah kelahiran Sumatera Selatan.
13. Sahabat “Ahay” yang selalu hadir untuk penulis, Muhammad Farid Akbar,
Jamaludin Lukman, Maskur Fahmi Adi Baskoro, Pandu Nur Akbar, dan
Maulana Hafiez Rambe.
14. Sabrina Salsabila yang telah banyak memberikan semangat positif dan selalu
hadir mendukung proses penelitian penulis.
15. Teman seperjuangan Carotis PSKPD 2014 yang telah bersama-sama berjuang
dari awal dan saling bahu-membahu dalam proses belajar menjadi dokter
muslim yang baik.
16. Satpam, Office Boy, dan Admin FKIK yang secara tidak langsung banyak
membantu kelancaran proses penelitian penulis.
Peneliti sangat mengharapkan kritik dan saran yang dapat
membangun dan bermanfaat demi menyempurnakan hasil penelitian ini.
Semoga karya penelitian ini dapat menjadi penelitian yang memicu orang lain
untuk meneliti lebih baik lagi dan dapat bermanfaat bagi banyak orang.
Wasalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Ciputat, 25 Oktober 2017
M. Ade Wijaya
viii
ABSTRAK
M. Ade Wijaya. Program Studi Kedokteran dan Profesi Dokter. Hubungan
Indeks Massa Tubuh Terhadap Flexible Flat Foot Pada Mahasiswa Program
Studi Kedokteran dan Profesi Dokter FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2017.
Latar Belakang: Flexible flat foot adalah suatu kondisi lengkung kaki (arcus
longitudinal medial) yang ditandai dengan lengkungan yang mendatar saat sedang
menyokong beban tubuh dan lengkungan yang normal ketika tidak menyokong
beban tubuh. Prevalensi flat foot masih belum diketahui dengan jelas, karena belum
ada konsensus klinis atau kriteria secara radiologis untuk menentukan flat foot.
Terlebih lagi, sebagian besar penelitian sebelumnya tentang prevalensi flexible flat
foot (FFF) dilakukan pada populasi anak-anak dan dewasa tua. Terdapat
keterbatasan informasi pada populasi dewasa muda. Tujuan: Untuk mengetahui
proporsi FFF dan hubungan IMT. Metode: Penelitian ini menggunakan desain
potong lintang pada 110 orang mahasiswa Program Studi Kedokteran dan Profesi
Dokter (laki-laki dan perempuan) sebagai subjek. Mereka diperiksa FFF dengan
meminta subjek berdiri dan menjinjit untuk langsung mengamati arcus
longitudinal medial. IMT subjek diukur saat periode pengambilan data. Hasil:
Proporsi FFF pada mahasiswa Program Studi Kedokteran dan Profesi Dokter
adalah 22,7% dan analisis bivariat dengan uji Chi-Square antara IMT dan FFF
didapatkan nilai p>0,05. Kesimpulan: Pada penelitian ini, tidak terdapat hubungan
antara IMT dan FFF.
Kata kunci: flexible flat foot, mahasiswa kedokteran, indeks massa tubuh
ix
ABSTRACT
M. Ade Wijaya. Medical Education Study Programme. The association of body
mass index and flexible flat foot in medical students of FKIK UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. 2017.
Background: Flexible flat foot is a relatively common condition in which the
medial longitudinal arch of the foot collapses during weight bearing and restores
after removal of body weight. The true prevalence of flat foot is uncertain due to
lack of exact clinical or radiographic criteria for defining flat foo . Even more,
majority of the previous studies on the prevalence of flexible flat foot (FFF) have
been conducted in pediatric populations and older adults. There is limited
information on these parameters for the adolescent age group. Aim: The purpose
of this study was to report the proportion of FFF and its association with body mass
index (BMI) of medical students of FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Methods: In this study, we used cross sectional design on 110 medical students
(male and female) as subjects. They were examined FFF by asked the subjects to
stand and tiptoe and observed directly on medial longitudinal arch. Their BMI were
measured at the period of data collection. Results: The overall proportion of FFF
among the students was 22,7% and bivariate analysis between BMI and FFF, the
p value was >0,05. Conclusion: In this study, there was no association between
body mass index and flexible flat foot.
Keywords: flexible flat foot, medical students, body mass index
x
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ............................................................ ii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................................... iii
LEMBAR PENGESAHAN ................................................................................................iv
KATA PENGANTAR ........................................................................................................ v
ABSTRACT ...................................................................................................................... viii
DAFTAR ISI ....................................................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................................... xii
DAFTAR TABEL ............................................................................................................. xiii
DAFTAR SINGKATAN .................................................................................................. xiv
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................................... xv
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang Penelitian ................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................... 2
1.3 Hipotesis ............................................................................................................. 2
1.4 Tujuan Penelitian ................................................................................................ 2
1.5 Manfaat Penelitian .............................................................................................. 3
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................................ 5
2.1 Landasan Teori .................................................................................................... 5
2.1.1 Anatomi Pedis ................................................................................................. 5
2.1.2 Arcus Pedis ..................................................................................................... 8
2.1.3 Sendi Pergelangan Kaki .................................................................................. 9
2.1.4 Flat Foot ........................................................................................................ 13
2.1.4.1 Definisi dan Epidemiologi ......................................................................... 13
2.1.4.2 Klasifikasi .................................................................................................. 14
2.1.4.3 Etiologi ....................................................................................................... 15
2.1.4.5 Manifestasi Klinik ...................................................................................... 18
2.1.5.5 Diagnosis .................................................................................................... 20
2.1.5.6 Tata laksana................................................................................................ 22
2.2 Kerangka Teori .................................................................................................... 24
2.3 Kerangka Konsep ................................................................................................ 25
2.4 Definisi Operasional ............................................................................................ 26
xi
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN......................................................................... 26
3.1 Jenis dan Desain Penelitian ............................................................................... 26
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................................ 26
3.3 Populasi dan Sampel ......................................................................................... 26
3.4 Cara Kerja Penelitian ......................................................................................... 29
3.5 Manajemen Data ............................................................................................... 32
3.6 Alur Kerja Penelitian ........................................................................................ 34
3.7 Penyajian Data .................................................................................................. 35
3.8 Etik Penelitian ................................................................................................... 35
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................................... 37
4.1 Analisis Univariat .............................................................................................. 37
4.1.1 Flexible Flat Foot .......................................................................................... 37
4.2 Analisis Bivariat .................................................................................................. 41
4.3. Keterbatasan Penelitian ....................................................................................... 43
BAB V. SIMPULAN DAN SARAN ................................................................................ 43
5.1 Simpulan ............................................................................................................. 43
5.2. Saran ................................................................................................................... 43
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 44
LAMPIRAN ...................................................................................................................... 48
LAMPIRAN 1 ............................................................................................................... 48
LAMPIRAN 2 ............................................................................................................... 49
LAMPIRAN 3 ............................................................................................................... 51
LAMPIRAN 4 ............................................................................................................... 54
LAMPIRAN 5 ............................................................................................................... 55
LAMPIRAN 6 ............................................................................................................... 56
LAMPIRAN 7 ............................................................................................................... 57
LAMPIRAN 8 ............................................................................................................... 58
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Pengelompokan Anatomi Pedis…...................................................... 17
Gambar 2.2 Anatomi pedis.....................................................................................19
Gambar 2.3 Arcus longitudinal medial...................................................................20
Gambar 2.4 Gambar kaki penderita flat foot..........................................................25
Gambar 2.5 Jenis - jenis bentuk telapak kaki.......................................................... 31
Gambar 2.6 Foto X-ray kaki penderita flat foot...................................................... 31
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Distribusi Flexible Flat Foot........................................................... 48
Tabel 4.2 Karakteristik Jenis Kelamin ............................................................49
Tabel 4.3 Karakteristik Indeks Massa Tubuh .................................................50
Tabel 4.4 Hubungan indeks massa tubuh terhadap flexible flat foot ..............52
xiv
DAFTAR SINGKATAN
FFF = Flexible flat foot
PTT = Posterior tibial tendon
IMT = Indeks massa tubuh
WHO = World Health Organization
OR = Odds ratio
CI = Confidence interval
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Analisis univariat .............................................................................. 48
Lampiran 2 Analisis bivariat ................................................................................ 49
Lampiran 3 Lembar informed consent ................................................................. 51
Lampiran 4 Surat kaji etik .................................................................................... 54
Lampiran 5 Foto pemeriksaan responden ............................................................ 55
Lampiran 6 Jack test ............................................................................................ 56
Lampiran 7 Riwayat peneliti ................................................................................ 57
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Penelitian
Flat foot atau pes planus adalah suatu kondisi lengkung kaki sisi
medial (arcus longitudinal medial) berkurang atau tidak ada, sehingga
telapak kaki akan sejajar dengan tanah.1 Prevalensi flat foot masih belum
diketahui dengan jelas, karena belum ada konsensus klinis atau kriteria
secara radiologis untuk menentukan flat foot.2 Tapi, beberapa peneliti
melaporkan prevalensi flat foot pada anak–anak (usia 2-6 tahun) adalah 21-
lima puluh tujuh persen dan persentase ini akan berkurang hingga 13,4-
dua puluh tujuh koma enam persen ketika mereka duduk di bangku sekolah
dasar.3,4,5 Pada populasi dewasa, dilaporkan prevalensinya adalah 15-20%.
Prevalensi flat foot yang patologis dalam kelompok ini adalah kurang dari
satu persen. Prevalensi lebih tinggi dikaitkan dengan obesitas dan jenis
kelamin laki-laki.8,9
Harris RT dan Beath T mengklasifikasikan flat foot menjadi 3 jenis,
yaitu rigid flat foot, flexible flat foot, dan flexible flat foot with short tendo-
achilles.10 Dalam banyak kasus, flat foot akan bersifat flexible. Keadaan ini
ditandai dengan lengkungan yang normal ketika tidak menyokong beban
tubuh dan lengkungan yang mendatar saat sedang menyokong beban tubuh
seperti keadaan berdiri. Flexible flat foot sering terlihat selama dekade
pertama kehidupan dan dapat bersifat simtomatik ataupun asimtomatik,
karena lengkung kakinya belum terbentuk sempurna.11 Namun, kondisi ini
juga dapat berkembang sampai dewasa.12 Ketika flexible flat foot
menimbulkan keluhan nyeri atau rasa sakit pada kaki, maka harus segera
ditindaklanjuti. Biasanya kondisi seperti ini perlu mendapatkan penanganan
karena rasa sakit akan menimbulkan keluhan yang akan membatasi aktivitas
sehari–hari. Kondisi seperti ini dapat dialami karena perubahan lingkungan
kerja, cedera ringan, berat badan yang meningkat, dan aktivitas yang
berlebihan.4
2
Literatur yang membahas flexible flat foot terkait prevalensi atau
faktor risikonya sebagian besar membahas pada populasi anak–anak dan
dewasa tua. Sedangkan, pada dewasa muda masih sangat terbatas.13,14,15
Terlebih literatur yang membahas flexible flat foot di Indonesia juga sangat
terbatas. Apalagi yang membahas keluhan dari flexible flat foot di kalangan
mahasiswa kedokteran belum pernah dilakukan. Hal ini menyebabkan tidak
adanya data atau informasi yang jelas mengenai prevalensi maupun faktor
risiko flexible flat foot di Indonesia. Oleh karena itu perlu dilakukan
penelitian tentang hubungan antara indeks massa tubuh terhadap flexible flat
foot.
1.2 Rumusan Masalah
Apakah terdapat hubungan antara indeks massa tubuh terhadap
flexible flat foot pada mahasiswa dan mahasiswi Program Studi Kedokteran
dan Profesi Dokter FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta?
1.3 Hipotesis
Terdapat hubungan antara indeks massa tubuh terhadap flexible flat
foot.
1.4 Tujuan Penelitian
1.4.1 Tujuan Umum
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui proporsi
flexible flat foot dan hubungan antara faktor risiko dengan flexible flat foot
pada mahasiswa dan mahasiswi Program Studi Kedokteran dan Profesi
Dokter FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
1.4.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui proporsi flexible flat foot pada mahasiswa dan
mahasiswi Program Studi Kedokteran dan Profesi Dokter FKIK
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3
2. Mengetahui hubungan indeks massa tubuh terhadap flexible flat foot
pada mahasiswa dan mahasiswi Program Studi Kedokteran dan
Profesi Dokter FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1 Bagi Peneliti
1. Sebagai prasyarat kelulusan studi S1 dan mendapat gelar Sarjana
Kedokteran dari Program Studi Kedokteran dan Profesi Dokter
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Sebagai salah satu bentuk perwujudan peneliti dalam melaksanakan
kewajiban mahasiswa yaitu Tri Dharma Perguruan Tinggi.
3. Sebagai media untuk mengembangkan kemampuan dan berlatih
membuat penelitian dengan metode cross sectional atau potong
lintang.
1.5.2. Bagi Institusi
1. Memperoleh referensi tambahan tentang penelitian kedokteran di
bidang muskuloskletal.
2. Memperoleh informasi tentang proporsi flexible flat foot pada
mahasiswa dan mahasiswi Program Studi Kedokteran dan Profesi
Dokter FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Menambah literatur kesehatan khususnya mengenai hubungan
antara indeks massa tubuh terhadap flexible flat foot.
1.5.3. Bagi Masyarakat
1. Memberikan informasi kepada tenaga kesehatan dan masyarakat
akan seberapa besarnya hubungan antara indeks massa tubuh
terhadap flexible flat foot.
2. Memberikan saran untuk menjaga kondisi berat badan tubuh tetap
ideal.
4
1.5.4. Bagi Peneliti Lain
1. Sebagai bahan referensi untuk penelitian selanjutnya.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Anatomi Pedis
Kaki manusia merupakan struktur mekanis yang kuat dan kompleks.
Stukturnya terdiri dari 26 tulang, 33 sendi, ratusan otot, tendon, dan ligamen
yang memiliki fungsi utama sebagai pembentuk dasar penyangga, sebagai
peredam kejut, dan sebagai pengatur mobilitas tubuh.17
Pedis dibentuk oleh distal os tibia dan os fibula yang kompleks
terdiri dari 3 artikulasi, yaitu sendi talocrural, sendi subtalar, dan sendi
tibiofibular yang bersendi langsung dengan os talus paling atas, os
calcaneus paling belakang, os naviculare bagian medial, os cuboideum
bagian lateral, ossa cuneiforme bagian medial dan lateral, ossa metatarsal
lima buah, dan ossa phalangeal 14 buah. Pada pedis sendiri terdapat tiga
bagian, diantaranya: 20
a. Fore foot (kaki depan), terdiri dari: ossa metatarsal dan ossa phalangeal
pada bagian anterior.
b. Mid foot (kaki tengah), terdiri dari: os naviculare, os cuboideum, dan
ossa cuneiforme pada bagian medial.
c. Hind foot (kaki belakang), terdiri dari: os talus dan os calcaneus pada
bagian posterior.
Fore foot dibentuk oleh kelima jari kaki bagian proksimal yang
dibentuk oleh ossa metatarsal dan ossa phalangeal dan dihubungkan oleh
sendi metatarsophalangeal. Setiap jari kaki memiliki tiga ossa phalangeal,
kecuali jempol kaki yang hanya memiliki dua ossa phalangeal. Sendi yang
menghubungkan antar os phalangeal disebut sendi interphalangeal dan
yang menghubungkan antara os metatarsal dan os phalangeal disebut sendi
metatarsophalangeal
6
Gambar 2.1 Pengelompokan Anatomi Pedis 30
Ossa metatarsal terdiri dari lima os metatarsal yang diberi angka
mulai dari sisi medial kaki. Masing-masing tulang terdiri dari sebuah basis
metatarsal pada ujung proksimal, corpus metatarsal, dan caput metatarsal
pada ujung distal. Basis metatarsal I-V bersendi dengan os cuneiforme dan
os cuboideum. Basis metatarsal memiliki sebuah tuberositas yang melewati
tepi lateral os cuboideum. Seluruhnya terdapat empat belas ossa
phalangeal, jari kaki pertama terdiri dari 2 ossa phalangeal, keempat jari
kaki lainnya masing-masing terdiri dari 3 ossa phalangeal. 17
Mid foot dibentuk oleh os cuboideum, os naviculare, dan tiga ossa
cuneiforme yang membentuk lengkungan pada kaki dan berfungsi sebagai
penahan terhadap kejutan. Mid foot dihubungkan dengan bagian hind foot
dan fore foot oleh fascialis plantaris. Os cuboideum adalah tulang paling
lateral pada baris ossa metatarsal. Ketiga os cuneiforme adalah os
cuneiforme medial, os cuneiforme intermedium, dan os cuneiforme lateral.
Masing-masing os cuneiforme ke posterior bersendi dengan os naviculare
7
dan ke anterior dengan basis metatarsal dan os cuneiforme lateral bersendi
dengan os cuboideum. 17,20
Hind foot dimulai dari os talus dan os calcaneus. Dua tulang panjang
dari tungkai bawah terhubung langsung dengan bagian atas dari os talus dan
dibentuk oleh sendi, sementara os calcaneus yang merupakan tulang
terbesar di kaki dibatasi oleh lapisan lemak di bagian inferior kaki. Os talus
terdiri dari sebuah corpus tali, collum tali, dan caput tali. Os talus terletak
di atas bagian duapertiga anterior os calcaneus dan juga bersendi dengan os
tibia, os fibula, dan os naviculare. Permukaan proksimal os talus
menanggung berat tubuh yang diteruskan melalui os tibia. 17,20
Os calcaneus adalah tulang kaki yang paling besar dan paling kuat.
Pada bagian proksimal, tulang ini bersendi dengan os talus dan ke arah
anterior dengan os cuboideum. Permukaan lateral os calcaneus memiliki
sebuah rigi serong yang dikenal sebagai trochlea fibularis. Bagian posterior
os calcaneus memiliki sebuah tonjolan tuber calcanei dengan processus
medial tuberis calcanei, processus lateral tuberis calcanei, dan prosesus
anterior tuberis calcanei. Sewaktu berdiri hanya processus medial tuberis
calcanei yang bertumpu langsung pada bumi. 17,20
8
Gambar 2.2 Anatomi pedis17
2.1.2 Arcus Pedis
Ada tiga arcus pada pedis, yaitu arcus longitudinal medial, arcus
longitudinal lateral, dan arcus tranversus. Pada anak-anak, kaki tampak
datar karena banyaknya lemak subkutan pada telapak kaki. 17
Arcus longitudinal lateral ini memiliki posisi lebih rendah, dibentuk
oleh os calcaneus, os cuboideum, dan ossa metatarsalia keempat dan
kelima. Selama tahapan berjalan arcus longitudinal lateral berfungsi
menerima dan menanggung berat tubuh sebelum arcus longitudinal medial
ikut berperan.17
Arcus longitudinal medial dibentuk oleh os calcaneus, os talus, os
naviculare, ketiga ossa cuneiforme, dan ossa metatarsal pertama. Arcus ini
berbentuk lengkungan yang tinggi. Pada puncaknya terletak caput tali yang
bersandar pada arcus pedis di antara sustentaculum tali dan os naviculare.
9
Dengan melakukan gerakan supinasi pada kaki, os tibia bagian posterior
akan mengangkat arcus. Arcus ini berfungsi untuk membagi distribusi berat
tubuh menuju tuber calcanei dan kelima caput ossa metatarsal. Pada
permukaan sudut antara os talus dan os naviculare dan juga antara os tarsal
lainnya, arcus pedis dapat menjadi rata dan mundur. 20
Arcus tranversus dibentuk oleh basis kelima ossa metatarsal, os
cuboideum, dan os cuneiforme. Bagian ini sebenarnya hanya setengah
lengkung dengan basisnya pada lateral kaki dan puncaknya pada medial
kaki. Kaki dapat dianggap sebagai setengah kubah, sehingga jika kedua
margo medial kaki diletakkan bersama, terbentuklah kubah yang lengkap.
17,20
Dari keterangan ini dapat dimengerti bahwa berat badan pada posisi
berdiri akan didistribusikan menuju os calcaneus dan fore foot pada enam
titik tumpuan di tanah, yaitu tuber calcanei, ossa sesamoidea di bawah
caput ossa metatarsal pertama, dan keempat caput metatarsal lainnya. 17,20
Gambar 2.3 Arcus longitudinal medial 31
2.1.3 Sendi Pergelangan Kaki
Pergelangan kaki terbentuk dari 3 persendian yang berfungsi
mengatur pergerakan bagian belakang kaki sehingga mampu bergerak
secara plantarfleksi-dorsofleksi, inversi-eversi dan endorotasi-eksorotasi.
10
Ketiga jenis gerakan tadi selanjutnya dapat bergabung membentuk gerakan
pronasi dan supinasi. Ketiga persendian tersebut terdiri dari: 17
a. Articulatio talocruralis
Dibentuk oleh ujung distal os tibia dan os fibula serta bagian
atas dari os talus dan terdiri dari 2 ligamentun, yaitu:
1. Ligamentun medial
Ligamentun ini merupakan ligamentum yang kuat dengan
puncaknya melekat pada ujung malleoulus medial. Sedangkan,
serabut dalamnya melekat pada permukaan medial corpus tali
serta serabut superficial yang melekat pada bagian medial os
talus, sustentaculum tali, ligamentun calcaneonaviculare
plantar, dan tuberositas ossa naviculare. 17
2. Ligamentun lateral
Ligamentum ini memiliki kekuatan yang lebih lemah dan
tersusun dari tiga pita:
a) Ligamentum talofibulare anterior, berjalan dari
malleolus lateral ke permukaan lateral os talus.
b) Ligamentun calcaneofibulare, berjalan dari ujung
malleolus lateral ke arah bawah dan belakang menuju
permukaan lateral os calcaneus.
c) Ligamentun talofibulare posterior, berjalan dari
malleolus lateral.18
b. Articulatio subtalaris
Sendi ini dibentuk oleh os talus dan os calcaneus, sendi ini
memungkinkan tungkai bawah yang memiliki aksis gerak berupa
aksis longitudinal melakukan gerakan endorotasi dan eksorotasi,
gerakan pada tungkai bawah ini selanjutnya diteruskan pada kaki
yang memiliki aksis gerak berupa aksis transversal yang sedikit
miring sehingga memungkinkan terjadinya gerakan supinasi dan
pronasi pada kaki. Articulatio subtalaris terdiri dari dua buah sendi
yang dipisahkan oleh ligamentun talocalcaneal-interosseum
11
menjadi articulatio subtalaris anterior dan subtalaris posterior.
Ligamentun talocalcaneal-interosseum berfungsi menahan
pergeseran os talus ke arah medial. Saat supinasi bagian depan
ligamentun akan tegang dan saat pronasi ligamentun menjadi
regang. 17
c. Articulatio tibifibularis distal
Sendi ini merupakan pertemuan os tibia dan os fibula yang
merupakan sindesmosis sehingga pergerakannya terbatas. Sendi ini
distabilkan posisinya oleh membran interosseus yang tebal serta
ligamentun tibiofibularis anterior posterior. Sindesmosis articulatio
tibiofibularis distal ini diperlukan untuk kestabilan bagian atap dari
articulatio talocruralis. Cedera yang terjadi biasanya mengenai
ligamentun tibiofibularis anterior inferior saat gerakan eversi. 17,18
d. Articulatio intertarsal
Sejumlah sendi sinovial di antara masing-masing os tarsal
bekerja untuk inversi, eversi, supinasi, dan pronasi pedis :
1. Inversi dan eversi adalah memutar seluruh regio plantaris pedis
masing-masing ke dalam dan ke luar
2. Pronasi adalah melakukan rotasi bagian depan pedis ke arah
lateral relatif terhadap bagian belakang kaki, dan supinasi
adalah gerakan sebaliknya.
Pronasi dan supinasi memungkinkan pedis mempertahankan
kontak normal dengan tanah apabila berdiri dengan posisi yang
berbeda atau apabila berdiri pada permukaan yang tidak beraturan.
Sendi-sendi utama terjadinya gerak ini meliputi sendi subtalaris,
sendi talocalcaneonavicularis, dan sendi calcaneocuboidea. Sendi
talocalcaneonavicularis dan sendi calcaneocuboidea bersama-sama
membentuk struktur yang sering kali disebut sebagai sendi tarsi
transversa. Sendi intertarsalis di antara ketiga ossa cuneiforme dan
12
di antara os cunieforme dan os naviculare hanya memungkinkan
gerak yang terbatas. 20
e. Articulatio talocalcaneonavicularis
Articulatio talocalcaneonavicularis merupakan sendi yang
kompleks, yakni caput tali bersendi dengan os calcaneus dan
ligamentun calcaneonavicularis di sebelah bawah dan dengan os
naviculare di sebelah depan. Articulatio talocalcaneonavicularis
memungkinkan gerak meluncur dan rotasi yang bersama dengan
gerak serupa pada sendi subtalaris yang terlibat dalam inversi dan
eversi pedis. Gerak tersebut juga berperan dalam pronasi dan
supinasi.19,20
Bagian-bagian articulatio talocalcaneonavicularis di antara
os talus dan os calcaneus adalah:
1. Facies articularis calcanea anterior dan medial pada
permukaan inferior caput tali
2. Facies articularis talaris anterior dan medial yang sesuai pada
masing-masing permukaan superior dan sustentaculum tali os
calcaneus.
Bagian sendi di antara os talus dan ligamentun
calcaneonaviculare plantar (spring ligament) adalah di antara
ligamentun dan facies pada permukaan inferior caput tali. Sendi di
antara os naviculare dan os talus merupakan bagian terbesar
Articulatio talocalcaneonavicularis dan terletak di antara ujung
anterior caput tali dan permukaan posterior berbentuk cekung yang
sesuai pada os naviculare.17,18
f. Articulatio calcaneocubidea
Sendi calcaneocuboidea memungkinkan gerak meluncur
dan rotasi yang terlibat dalam inversi dan eversi pedis dan juga
berkontribusi pada pronasi dan supinasi bagian depan pedis
terhadap bagian belakang pedis. 17
13
Articulatio calcaneocubidea merupakan sendi sinovial di
antara:
1. Facies pada permukaan anterior os calcaneus
2. Facies yang sesuai pada permukaan posterior os cuboideum
g. Articulatio tarsometatarsal
Articulatio tarsometatarsales di antara os metatarsal dan os
tarsal di dekatnya merupakan sendi plana dan memungkinkan gerak
menggeser yang terbatas. 17
Jangkauan berat atau the range of movement articulatio
tarsometatarsal di antara os metatarsal I dan os cuneiforme medial
lebih besar dibandingkan jangkauan gerak articulatio
tarsometatarsal lainnya dan memungkinkan fleksi, ekstensi, dan
rotasi. Articulatio tarsometatarsal bersama dengan sendi tarsi
trasnversa ikut serta dalam pronasi dan supinasi pedis.18
2.1.4 Flat Foot
2.1.4.1 Definisi dan Epidemiologi
Flat foot atau pes planus adalah suatu kondisi lengkung kaki
sisi medial (arcus longitudinal medial) berkurang atau tidak ada,
sehingga telapak kaki akan sejajar dengan tanah.1 Prevalensi flat foot
masih belum diketahui dengan jelas, karena belum ada konsensus
klinis atau kriteria secara radiologis untuk menentukan flat foot.2
Tapi, beberapa peneliti melaporkan prevalensi flat foot pada anak–
anak (usia 2-6 tahun) adalah 21-57% dan persentase ini akan
berkurang hingga 13,4-27,6% ketika mereka duduk di bangku
sekolah dasar.3,4,5 Pada populasi dewasa, dilaporkan prevalensinya
adalah 15-20%.10,15,16 Prevalensi flat foot yang patologis dalam
kelompok ini adalah kurang dari satu persen. Prevalensi lebih tinggi
dikaitkan dengan obesitas dan jenis kelamin laki-laki.8,9
14
Gambar 2.4 Gambar kaki penderita flat foot 32
2.1.4.2 Klasifikasi
Harris RT dan Beath T mengklasifikasikan flat foot menjadi
tiga jenis, yaitu rigid flat foot, flexible flat foot, dan flexible flat foot
with short tendo-achilles.10 Dalam banyak kasus, flat foot akan
bersifat flexible. Keadaan ini ditandai dengan lengkungan yang
normal ketika tidak menyokong beban tubuh dan lengkungan yang
mendatar saat sedang menyokong beban tubuh seperti keadaan
berdiri. 21
Flexible flat foot seringkali terlihat selama dekade pertama
kehidupan karena lengkung kakinya belum terbentuk sempurna
dan dapat bersifat simtomatik ataupun asimtomatik.11 Faktor
penyebab kelainan ini adalah kelemahan yang berlebihan dari
kapsula sendi dan ligamen yang berakibat hilangnya lengkungan
tarsal ketika menyokong beban tubuh.8
Namun, kondisi ini juga dapat berkembang sampai
dewasa.12 Ketika flexible flat foot menimbulkan keluhan nyeri atau
rasa sakit pada kaki, maka harus segera diwaspadai.21 Biasanya
kondisi seperti ini perlu mendapatkan penanganan karena rasa sakit
tentunya akan menimbulkan keluhan yang berdampak pada
terbatasnya aktivitas sehari-hari.4
15
Rigid flat foot merupakan kaki datar patologis yang biasanya
menimbulkan nyeri, keterbatasan gerak, dan membutuhkan
penanganan segera. Pada kondisi ini, seseorang tidak memiliki
lengkung kaki sama sekali, baik ketika dalam posisi weightbearing
ataupun non-weightbearing. Weight bearing adalah keadaan kaki
saat menyokong beban tubuh seperti dalam keadaan berdiri.
Sedangkan, non-weight bearing adalah keadaan kaki ketika tidak
menyokong beban tubuh seperti dalam keadaan menjinjit.24
2.1.4.3 Etiologi
Etiologi flat foot ada beberapa macam, di antaranya sebagai
berikut:23
a. Kongenital, yaitu kelainan bawaan sejak lahir yang terjadi
karena mungkin diturunkan dari keluarga (genetik).
b. Adanya ruptur pada tendon tibialis posterior.
c. Post trauma, seperti fraktur pada ankle dengan yang gagal
menyambung (malunion)
d. Kelemahan atau kelebihan aktivitas pada otot kaki.
e. Penyakit neuromuskular.
f. Penyakit neuropatik.
g. Penyakit inflamasi, seperti artritis.
h. Obesitas.
Flat foot patologis memiliki banyak etiologi, dimana
disfungsi tendon tibialis posterior merupakan penyebab yang paling
umum. Pada flat foot patologis ada tiga kerusakan dimensional,
yaitu keadaan valgus pada kaki bagian belakang, kolapsnya arcus
longitudinal, dan kaki bagian depan mengalami abduksi. Flat foot
patologis dapat menyebabkan terjadinya kontraktur pada tendon
achilles. 21,23
Selain kondisi di atas, flat foot juga erat dikaitkan dengan
obesitas. Walaupun masih banyak perdebatan, obesitas lebih
mengarah kepada rigid atau flexible flat foot. Obesitas adalah suatu
16
kondisi kesehatan berupa kelebihan lemak tubuh yang terakumulasi
sehingga menimbulkan dampak merugikan bagi kesehatan, yang
kemudian menurunkan harapan hidup dan meningkatkan masalah
kesehatan. Menurut World Health Organization (WHO) untuk
Kriteria Asia Pasifik, seseorang dianggap menderita obesitas bila
IMT yang diperoleh dari hasil pembagian berat badan dalam
kilogram dengan kuadrat tinggi badan dalam meter lebih dari 25
kg/m2. Terlebih data dari WHO pada tahun 2014 menunjukkan 600
juta orang dewasa muda mengalami obesitas dari total 1,9 miliar
orang dewasa muda di dunia. 8
Orang yang mengalami obesitas terdapat perubahan
transmisi kekuatan mekanik dari ekstremitas ke pergelangan kaki
akibat pemuatan mekanik yang berlebihan selama berjalan. Keadaan
ini dicurigai oleh penumpukan lemak pada arcus longitudinal medial
yang berlebihan menyebabkan peningkatan tekanan pada
lengkungan yang menyebabkan kaki rata. Terlebih kondisi ini terjadi
secara berkepanjangan.8,9
Satu dekade terakhir, beberapa penelitian telah dilakukan
untuk menyelidiki hubungan antara flat foot dan indeks massa tubuh.
Berbagai cara pengukuran dilakukan untuk melihat morfologi kaki
dengan jelas, dengan cara mencetak, memindai, dan melakukan
digitalisasi untuk memastikan hubungan indeks massa tubuh dan flat
foot. 13,14,15
Penelitian yang dilakukan pada populasi anak-anak
sebelumnya menemukan bahwa overweight dan obesitas memiliki
hubungan terhadap flat foot pada 835 anak-anak berusia tiga sampai
enam tahun, flat foot ditemukan pada 42% anak dengan berat badan
normal, 51% anak dengan overweight, dan 62% anak-anak dengan
obesitas.5 Demikian pula pada dua penelitian di Taiwan terhadap
1024 anak berusia lima sampai tiga belas tahun,8 dan 2083 anak-
anak berusia antara tujuh sampai dua belas tahun ditemukan
17
hubungan yang signifikan antara prevalensi flat foot pada anak-anak
dengan overweight dan obesitas.9
Penelitian lain yang dilakukan pada 825.964 remaja
(467.412 laki-laki, 358.552 perempuan) berusia 17 tahun oleh S.
Tenenbaum et al pada tahun 2013 yang menilai hubungan antara
indeks massa tubuh dan jenis kelamin terhadap flat foot. Hasil dari
penelitian tersebut ialah bahwa terdapat hubungan yang signifikan
antara peningkatan indeks massa tubuh terhadap flat foot. Pada laki-
laki, ditemukan flat foot derajat ringan sebanyak 12,4%, dan flat foot
derajat parah sebanyak 3,8%. Sedangkan, pada perempuan
ditemukan flat foot derajat ringan sebanyak 9,3%, dan flat foot
derajat berat sebanyak dua koma empat persen.14
2.1.4.4 Patofisiologi
Biomekanika dari komponen tulang, sendi, dan otot pada
kaki saling bekerjasama menopang tubuh pada saat foot strike dan
push off untuk meredam benturan dan menyiapkan rigid phase.
Bentuk kaki penderita flat foot yang lebar tanpa adanya lengkung
mengakibatkan komponen pengungkit tubuh kaku untuk proses
berjalan dan berlari yang menyebabkan gangguan keseimbangan dan
cepat lelah. Pada keadaan normal foot dikatakan lebih stabil karena
tekanan dari berat badan dibagi secara merata keseluruh tapak kaki.
Penyebab utama dari kaki datar adalah gangguan struktur tulang
sehingga pada kondisi kaki datar menyebabkan otot, tendon, dan
ligamen bekerja lebih berat.39
Penyebabnya dibedakan menjadi dua, yaitu penyebab
biomekanik seperti forefoot varus, forefoot supinatus, pronasi yang
disebabkan oleh equinus dan pronasi yang diakibatkan dari patologis
pada daerah proksimal yang lain. Penyebab non biomekanik
meliputi menurunnya atau hilangnya fungsi otot, faktor keturunan
dan trauma.40
18
Kondisi flat foot akan sangat memengaruhi fase berjalan
pada manusia. Terutama saat stance phase, fase yang akan memiliki
porsi terbesar untuk menyokong beban tubuh (weightbearing) saat
berjalan. Pada kondisi flat foot, terjadi peningkatan kontraksi dari
otot tibialis posterior akibat peningkatan massa tubuh dan karena
keadaan yang berlangsung secara terus menerus akan menyebabkan
disfungsi posterior tibial tendon. Hal ini akan membuat os calcaneus
berkurang eversinya dan menyebabkan penurunan inversi os tibialis,
eversi hindfoot, abduksi forefoot, dan deformitas sendi subtalar.
Deformitas sendi subtalar menyebabkan ketidakstabilan dan posisi
eversi berlebih mengakibatkan kurang mampu untuk
mempertahankan keseimbangan berdiri dalam jangka waktu yang
cukup lama. Karena terjadi secara terus menerus akan membuat
arcus longitudinal medial mendatar dan pada akhirnya berada dalam
kondisi flat foot. 39,40
2.1.4.5 Manifestasi Klinik
Pada anak-anak gejala flexible flat foot hampir tidak pernah
menimbulkan permasalahan. Pada umunya flexible flat foot pada
anak-anak memberikan gejala asimtomatik. Jika keadaan flexible
flat foot tersebut bertahan hingga usia dewasa muda, kemungkinan
akan mengalami gejala seperti rasa sakit yang ringan di sepanjang
bagian bawah kaki. flexible flat foot kemungkinan menimbulkan
gejala ketika mencapai usia dewasa muda. Gejala tersebut terjadi
ketika adanya kontraksi dari tendon achilles yang membatasi
pergerakan dorsofleksi pergelangan kaki secara penuh, kemudian
memindahkan tekanan pada bagian mid foot, yang kemudian dapat
menyebabkan kerusakan pada persendian tarsal dan memberikan
rasa nyeri pada lengkungan medial dan pergelangan kaki.21
19
Gejala yang mungkin terjadi pada beberapa orang dengan
flexible flat foot termasuk: 21
1. Nyeri tumit di sepanjang pergelangan kaki atau di sepanjang
bagian luar kaki
2. Rasa sakit sepanjang tulang kering
3. Nyeri atau kelelahan pada betis
4. Nyeri punggung, pinggul, atau lutut
Flat foot menyebabkan ketidakstabilan kaki sebagai
penumpu tubuh. Hal ini dapat menyebabkan berbagai keluhan
seperti cepat ausnya sol sepatu bagian tumit, mempengaruhi gerakan
normal berjalan yang mengakibatkan kelelahan, serta nyeri. Flat foot
menyebabkan kurang berfungsinya sistem pengungkit yang kaku
saat kaki meninggalkan pijakan, sehingga menyebabkan keluhan
mudah lelah dan membatasi aktivitas jalan.26
Ratanya arcus longitudinal menyebabkan gangguan pada
proses weightbearing dan menjadi penyebab perubahan fungsional
pada kaki. Banyak orang dengan kondisi flat foot menunjukkan tidak
adanya fase toe-off saat berjalan. Gejala yang timbul berupa pronasi
kaki, pemendekan otot-otot pengungkit, nyeri pada plantar fascialis,
kelemahan struktur pendukung dari sisi medial kaki, dan tendon
tibialis posterior. Dalam waktu yang lama, deformitas ini akan
berkembang menjadi kronik dan tekanan yang tidak normal akan
ditransmisikan ke area proksimal, sehingga mempengaruhi sendi
lutut, pinggul, dan punggung bawah.21
Keadaan ini akan menyebabkan seseorang dengan kondisi
flat foot membutuhkan lebih banyak kerja otot dibandingkan
dengan orang yang tidak flat foot untuk mendukung dan
menggerakkan beban tubuhnya. Hal ini tidak hanya menyebabkan
kelelahan pada otot-otot ekstrinsik pada kaki, tetapi juga otot-
otot intrinsik yang berfungsi secara maksimal sebagai kompensasi
dari hilangnya dukungan ligamen.21,22
20
2.1.5.5 Diagnosis
Dalam mendiagnosis flat foot, dilakukan pemeriksaan pada
kaki dan mengamati bagaimana kondisi telapak kaki ketika pasien
berdiri dan duduk. Pemeriksaan yang bisa dilakukan pada kondisi
flat foot antara lain:
1. Inspeksi
Melalui pengamatan arcus atau lengkung kaki, baik pada
saat non-weightbearing maupun weightbearing.21 Pemeriksaan
dapat dilakukan dengan cara inspeksi pada bagian arcus
longitudinal medial untuk menentukan flat foot. Baik pada saat non-
weight bearing maupun weight bearing akan jelas dengan kasat mata
terbantuknya arcus.21 Namun, dengan cara inspeksi kita sulit untuk
menentukan derajat keparahan dari flat foot. Untuk membedakan
flexible flat foot dengan rigid flat foot dapat dilakukan Jack Test.
Jack Test dilakukan dengan cara meminta responden menjinjit dan
dilihat terbentuk lengkungan atau tidak pada arcus longitudinal
medial. Jika tidak terdapat lengkungan, maka Jack Test positif dan
menandakan rigid flat foot. Pada kondisi ini, seseorang tidak
memiliki lengkung kaki sama sekali, baik ketika dalam posisi weight
bearing ataupun non-weight bearing.24
2. Radiografi, CT Scan, MRI, dan Bone Scan
Memberikan gambaran mengenai anatomi kaki serta
membantu mendiagnosis kelainan pada ankle dan kaki.10 Foto X-
Ray menjadi gold standard dilakukan untuk menentukan
keparahan gangguan flat foot. Metode yang sering digunakan
adalah Meary’s angle.29 Meary’s angle telah digunakan untuk
mengidentifikasi kelainan pada pasien dengan flat foot dan pes
cavus pada radiograf lateral. Ini adalah sudut antara garis yang
ditarik dari pusat sumbu longitudinal os talus dan os metatarsal
pertama. Pada beban kaki normal, sumbu garis tengah dari talus
sejajar poros tengah os metatarsal pertama. 29
21
Interpretasi Meary’s angle: 29
Normal : sudut 0 derajat
Pes cavus : sudut > 4 derajat (cembung ke atas)
Pes planus : sudut > 4 derajat (cembung ke bawah)
Gambar 2.6 Foto X-ray kaki penderita flat foot 29
3. AHI (The Arch Height Index)
AHI (The Arch Height Index) dilakukan dengan cara
mengukur tinggi arcus dengan menggunakan handheld callipers.
arcus dihitung dengan membagi ketinggian dorsum (punggung
kaki) dengan panjang kaki (jarak dari tumit ke kepala os metatarsal
pertama).25
4. Wet Footprint Test
Pemeriksaan tinggi rendahnya arcus atau lengkung kaki
longitudinal dapat dilakukan melalui sidik tapak kaki (footprint)
dengan memperhatikan batas medial kaki. Sidik tapak kaki dapat
dilakukan dengan menggunakan media tinta ataupun air biasa (wet
test). Pada wet footprint test, bentuk arcus kaki diketahui dengan
cara membasahi kaki, lalu menapakkannya pada selembar kertas
sehingga pada kertas tadi akan tertinggal sidik tapak kaki.26
Foto X-Ray telapak kaki normal Foto X-Ray flat foot
22
Gambar 2.5 Jenis - jenis bentuk telapak kaki 33
Secara umum, keadaan flexible flat foot akan kembali pada
posisi normal disertai lengkungan longitudinal pada saat posisi
duduk atau ketika kaki tidak menumpu beban berat tubuh. Ketika
berdiri dengan menggunakan jari-jari kaki, lengkungan longitudinal
akan terbentuk dan ujung hind foot menjadi varus dengan adanya
plantar fleksi dari hind foot. Pada saat posisi duduk akan
memperlihatkan bahwa hind foot akan pada posisi netralnya disertai
dengan deformitas supinasi dari fore foot. 24
2.1.5.6 Tata laksana
Tata laksana flat foot bergantung kepada derajat keparahan
dan penyebab keluhan. Jika keadaan flat foot tidak menyebabkan
nyeri yang persisten atau adanya keluhan lain, tatalaksana mungkin
tidak diperlukan. Untuk tata laksana flat foot terbagi menjadi dua
cara, yaitu: 34
a. Terapi non-bedah
1. Menggunakan sepatu yang disisipkan alat khusus (orthotic) untuk
menstabilkan fungsi kaki saat berjalan.
2. Melakukan latihan (stretching exercises) bersama fisioterapis
untuk memperkuat otot-otot kaki.
3. Mengatur aktivitas berat yang dapat menyebabkan keluhan
bertambah parah.
23
4. Melakukan penurunan berat badan, jika dalam kondisi kelebihan
berat badan (obesitas).
5. Mengonsumsi obat-obatan penghilang rasa sakit, seperti
ibuprofen untuk membantu mengurangi rasa sakit dan
peradangan pada kaki.
Cara ini tidak akan membantu untuk mengubah lengkungan
dari arcus longitudinal medial yang datar, tapi akan membantu
mengurangi keluhan dari flat foot. Jika cara ini tidak membantu
mengurangi keluhan, maka harus dirujuk ke dokter spesialis
ortopedi dan traumatologi untuk pertimbangan dilakukan operasi.
34
b. Terapi bedah
Intervensi bedah sebagian besar hanya dilakukan pada
pasien rigid flat foot (patologis) dewasa dengan keluhan nyeri
yang persisten, jika cara-cara di atas sama sekali tidak membantu
mengurangi atau menghilangkan keluhan dari flat foot atau
memang terjadi perkembangan tulang kaki yang tidak normal. 34
24
2.2 Kerangka Teori
Gait cycle
Swing phase Stance phase
Heel strike
Non-weight
bearing
↑ Kontraksi m.
tibialis posterior
Disfungsi
posterior tibial
tendon
Os talus
Weight bearing
Sustentaculum
tali
Sendi subtalar
↓ Eversi os
calcaneus
↓ Inversi os
tibialis
↓ eversi hindfoot
Sendi tibiotalar
plantarfleksi
Faktor risiko flat foot:
1. Genetik
2. Trauma pada ankle
3. Ruptur tendon tibialis
4. kelebihan aktivitas otot kaki
5. tightness triceps surae
6. Penyakit neuromuskular
7. Deformitas dorsilateral mid foot
8. Obesitas
Os cuboideum
↓ abduksi
forefoot
Flat foot
arcus
longitudinal
medial mendatar
25
2.3 Kerangka Konsep
: Variabel bebas
: Variabel tergantung
: Yang diteliti
1. Trauma pada ankle
2. Ruptur tendon tibialis
3. kelebihan aktivitas
otot kaki
4. tightness triceps surae
5. Penyakit
neuromuskular
Mahasiswa PSKPD FKIK
UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta
Arcus longitudinal
medial mendatar
Flat foot
Indeks Massa
Tubuh
Pemeriksaan dengan
inspeksi dan Jack Test
26
Pada penelitian ini mahasiswa PSKPD FKIK UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta yang terdeteksi flat foot merupakan variabel bebas dan
indeks massa tubuh merupakan variabel tergantung. Trauma pada ankle,
ruptur tendon tibialis, kelebihan aktivitas otot kaki, tightness triceps surae,
dan penyakit neuromuskular merupakan variabel yang tidak dilakukan
penilaian dalam penelitian ini.
2.4 Definisi Operasional
No.
Variabel
Definisi
Pengukur
Alat Ukur
Cara ukur
Skala
1.
Flexible flat
foot
Flexible Flat foot adalah
suatu kondisi di mana
lengkung kaki sisi medial
berkurang atau tidak ada,
sehingga secara keseluruhan
telapak kaki akan sejajar
dengan tanah saat
menyokong beban tubuh.
Lengkungan yang normal
akan terbentuk ketika tidak
menyokong beban tubuh 21.
Peneliti
Pengamatan
/ Inspeksi
Peneliti akan melihat pada
telapak kaki apakah terbentuk
lengkungan atau tidak pada
arcus longitudinal medial. Jika
tidak ada lengkungan, maka
sampel ditetapkan flat foot.
Lalu, dilakukan Jack Test
dengan meminta sampel untuk
berjinjit dan melihat apakah
terbentuk lengkungan pada
arcus longitudinal medial. Jika
terbentuk lengkungan, maka
flat foot tipe flexible.
Nominal
2.
Indeks
Massa
Tubuh
Indeks massa tubuh diukur
dengan cara membagi berat
badan (kilogram) dengan
kuadrat tinggi badan (meter).
Klasifikasi WHO untuk
Peneliti
Timbangan
digital SECA
1.Mempersiapkan pasien
dengan melepas jaket, topi,
alas kaki, tas, dan benda lain
yang mengurangi akurasi
pengukuran.
Ordinal
27
Indeks Massa Tubuh Asia
Pasifik:8
1. Underweight : <18,5
2. Normalweight : 18.5 – 23
3. Overweight : 23 – 24.9
4. Obesitas 1 : 25 – 29.9
5. Obesitas 2 : >30
2.Memastikan responden
berdiri tegak dan tidak
bergerak dengan pandangan
lurus membelakangi alat ukur
selama pengukuran berat
badan.
3. Meminta responden tetap
berdiri tegak, tidak menunduk
maupun mengadah selama
pengukuran tinggi badan
menggunakan moveable
microtoise.
4.Mencatat hasil pengukuran
berat badan dan tinggi badan.
26
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis dan Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan desain deskriptif analitik. Metode
pengumpulan data yang digunakan adalah cross sectional. 27
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
3.2.1 Lokasi
Penelitian ini dilaksanakan di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3.2.2 Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan September sampai Oktober tahun
2017.
3.3 Populasi dan Sampel
3.3.1 Populasi
Populasi target pada penelitian adalah mahasiswa dan mahasiswi
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Program Studi Kedokteran dan Profesi Dokter, Program Studi Farmasi,
Program Studi Kesehatan Masyarakat, dan Program Studi Ilmu Keperawatan.
Populasi terjangkau pada penelitian ini adalah mahasiswa dan mahasiswi
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Program Studi Kedokteran dan Pendidikan Dokter angkatan 2014, 2015,
2016, dan 2017. Sedangkan, sampel penelitian adalah populasi terjangkau
yang telah terpilih dengan metode simple random sampling.
27
3.3.2 Sampel
Berdasarkan jenis penelitian yang merupakan penelitian kategorikal
dan menggunakan teknik simple random sampling, maka rumus yang
digunakan adalah:27,28
n =[ (𝑍𝛼 √2𝑃𝑄 + 𝑍𝛽 √𝑃1𝑄1+𝑃2𝑄2
𝑃1−𝑃2] 2
Keterangan:
n =Besar sampel
Z𝛼 =Derivat baku normal untuk 𝛼
Z𝛽 =Derivat baku normal untuk 𝛽
𝛼 =Tingkat kemaknaan
𝛽 =Power penelitian
P = Proporsi total = (P1 - P2)/2
P1 =Proporsi pada kelompok yang nilainya merupakan judgement
peneliti
P2 =Proporsi pada kelompok yang sudah diketahui nilainya
Q =1 - P
Q1 =1 – P1
Q2 =1 – P2
Diketahui :
Zα = 1,96
Zβ = 0,842
P1 = 0,620
P2 = 0,420
P = 0,1
Q = 0,9
Q1 = 0,38
Q2 = 0,58
28
Pada penelitian ini ditetapkan kesalahan tipe 1 adalah 5%, hipotesis
dua arah, kesalahan tipe II adalah 10% dan nilai P2 yang digunakan
dalam penelitian adalah 0,42.5 Maka besar sampel yang diperlukan :
n1 = n2 = [ (𝑍𝛼 √2𝑃𝑄 + 𝑍𝛽 √𝑃1𝑄1+𝑃2𝑄2 )2
(𝑃1−𝑃2)2]
[ (1,96√2 𝑥 0,1 x 0,9 + 0,842 √0,620 x 0,38+0,420 x 0,58 )2
(0,620−0,420)2]
n 1 = n2 = 49
n total = 98
Berdasarkan nilai–nilai variabel yang telah ditetapkan, didapatkan
nilai n total sebesar 98. Sehingga sampel minimal yang dibutuhkan pada
penelitian ini sebesar 98 sampel.
Untuk mengantisipasi sampel yang tidak memenuhi kriteria inklusi
sehingga minimal sampel pada penelitian ini tidak tidak tercapai, maka
sampel ditambahkan dengan menggunakan rumus drop out: 27,28
n’ = 𝑛
(1−𝑓) =
98
(1−0,1) = 110 sampel
n’ = besar sampel setelah antisipasi drop out
n = besar sampel yang dibutuhkan
f = prediksi drop out = 10%
Jadi, jumlah sampel yang diperlukan pada penelitian ini adalah 110
sampel.
29
3.3.3 Teknik Pengambilan Sampel
Sampel diambil dengan menggunakan simple random sampling.
Yakni memilih secara acak mahasiswa dan mahasiswi PSKPD dari
setiap angkatan 2014, 2015, 2016, dan 2017 dipilih secara random
sebanyak 28 orang. Pemilihan secara acak dilakukan dengan
menggunakan software Microsoft Excel 2013 menggunakan rumus
random.
3.3.4 Kriteria Inklusi
1. Mahasiswa dan mahasiswi PSKPD FKIK UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta angkatan 2014, 2015, 2016, dan 2017.
2. Mahasiswa dan mahasiswi PSKPD FKIK UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta yang bersedia dilakukakan pengukuran IMT dan
pemeriksaan flexible flat foot melalui informed consent.
3.3.5 Kriteria Eksklusi
1. Mahasiswa dan mahasiswi PSKPD FKIK UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta yang menderita flat foot tipe rigid.
2. Mahasiswa dan mahasiswi PSKPD FKIK UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta yang menderita flat foot akibat trauma.
3.4 Cara Kerja Penelitian
3.4.1 Persiapan Penelitian
a. Pengajuan kaji etik
Pengajuan kaji etik ditujukan kepada Komite Etik Penelitian
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
30
b. Peminjaman alat
Alat yang digunakan adalah timbangan digital SECA. Timbangan ini
merupakan fasilitas kampus yang dipinjam selama periode
penelitian.
c. Kalibrasi alat
Kalibrasi alat timbangan digital SECA yang digunakan pada
penelitian ini dilakukan agar keakuratan dan pengukuran yang
dilakukan dapat dipertanggungjawabkan. Kalibrasi dilakukan
dengan cara melakukan 2 kali pengukuran berat badan dan tinggi
badan, kemudian membandingkan kedua hasil tersebut dan diambil
rata-rata untuk hasil pengukuran.
3.4.2 Identifikasi Subjek Penelitian
Subjek penelitian merupakan Mahasiswa Program Studi
Kedokteran dan Profesi Dokter angkatan 2014, 2015, 2016, dan
2017. Subjek penelitian ini merupakan populasi terjangkau dari
penelitian ini.
3.4.3 Randomisasi Sampel
Setelah menentukan populasi terjangkau, peneliti mengacak
responden yang akan diikut sertakan dalam penelitian menggunakan
metode simple random sampling.
3.4.4 Informed Consent
Nama–nama yang sudah terpilih sebagai subjek penelitian, akan
diberikan lembaran informed consent. Apabila bersedia untuk
mengikuti penelitian ini maka akan diarahkan ke langkah penelitian
berikutnya. Sedangkan bagi yang tidak bersedia, maka tidak
diikutsertakan pada penelitian ini.
31
3.4.5 Pengambilan Data
3.4.5.1 Pengisian Kuesioner
Dalam penelitian ini akan digunakan data primer kuesioner dari
sampel yang mencakup informasi mengenai:
a. Informasi identitas pasien
b. Hasil jawaban dari riwayat trauma pada kaki (feet)
3.4.5.2 Pemeriksaan Flexible flat foot dan Jack Test
Sebelum pengambilan data, peneliti telah melakukan persamaan
persepsi bersama dokter spesialis ortopedi dan traumatologi untuk
menentukan flexible flat foot. Pemeriksaan flexible flat foot dilakukan
dengan cara meminta responden untuk melepas sepatu atau alas kaki
lainnya serta melipat bagian bawah celana. Kemudian, responden
diminta berdiri dan melihat lurus ke depan. Peneliti akan melihat pada
telapak kaki apakah terbentuk lengkungan atau tidak pada arcus
longitudinal medial. Jika tidak terdapat lengkungan pada arcus
longitudinal medial, maka positif flat foot. Lalu, untuk menentukan tipe
flat foot dilakukan Jack Test dengan meminta sampel untuk berjinjit dan
melihat apakah terbentuk lengkungan pada arcus longitudinal medial.
Jika terbentuk lengkungan, maka flat foot tipe flexible. Bila tidak
terbentuk, maka flat foot tipe rigid.
3.4.5.3 Pengukuran Tinggi Badan dan Berat Badan
Pengukuran diawali dengan mengukur berat badan
dilanjutkan dengan tinggi badan responden. Dengan tahap-tahap
sebagai berikut:
a. Menghidupkan dan memastikan angka pada timbangan digital
menunjukkan angka 0.
b. Mempersiapkan pasien dengan meminta responden untuk melepas
jaket, topi, alas kaki, tas, dan benda lain yang mengurangi akurasi
pengukuran.
32
c. Memastikan responden berdiri tegak di tengah timbangan, tidak
bergerak dengan pandangan lurus ke depan serta membelakangi
timbangan selama pengukuran berat badan.
d. Mencatat hasil pengukuran berat badan.
e. Meminta responden tetap berdiri tegak, tidak menunduk maupun
mengadah selama pengukuran tinggi badan menggunakan moveable
microtoise.
f. Mencatat hasil pengukuran tinggi badan.
Data responden yang termasuk ke dalam kriteria inklusi
diikutkan dalam tahap selanjutnya, sedangkan yang termasuk ke
dalam kriteria eksklusi tidak diikutkan dalam pengolahan data.
3.5 Manajemen Data
3.5.1 Pengumpulan Data
Data primer diperoleh dari hasil pengukuran indeks massa
tubuh dan inspeksi untuk menentukan flexible flat foot yang telah
dipilih dengan simple random sampling serta memenuhi kriteria
inklusi.
3.5.2 Instrumen Penelitian
Dalam penelitian ini instrumen yang digunakan adalah
timbangan digital SECA sebagai alat untuk pengumpulan data.
3.5.3 Pengolahan Data
Data yang telah dikumpulkan dari hasil pemeriksaan akan
diolah dengan menggunakan program computer software SPSS
versi 24. Berikut tahapan pengolahan data, yaitu:
a. Editing
Pemeriksaan kembali kebenaran dan kelengkapan data dari hasil
pemeriksaan.
33
b. Coding
Pemberian kode numerik kepada data yang terdiri atas beberapa
kategori.
c. Data Entry
Melakukan pemasukan data yang telah dikumpulkan ke dalam
program SPSS.
d. Analisis data
Melakukan analisis univariat untuk melihat frekuensi atau
distribusi data dan analisis bivariat dengan menggunakan uji Chi
Square dan Fisher Exact Test.
3.5.4 Analisis Data
Analisis data dilakukan dengan dua tahapan yaitu analisis
univariate dan bivariat.
3.5.4.1 Analisis Univariat
Analisis kategorik univariat digunakan untuk
menggambarkan responden pada masing-masing kategori.
Selanjutnya dilakukan uji normalitas data untuk menentukan uji
statistik yang akan dilakukan selanjutnya.27,28
3.5.4.2 Analisis Bivariat
Analisis bivariat digunakan untuk melihat hubungan antara
variabel independen dan variabel dependen. Setelah dilakukakn uji
normalitas, jika didapatkan hasil setiap kategorik adalah tidak
normal (<0.01) maka uji yang dilakukan adalah uji non parametrik
chi-square. Rumus perhitungan chi-square: 27,28
34
Melalui uji statistik chi-square akan diperoleh derajat
kemaknaan hubungan antara variabel independen dan variabel
dependen yaitu nilai p. Data penelitian ini digunakan derajat
kemaknaan sebesar 0.05. Penelitian antara dua variabel dikatakan
bermakna jika mempunyai nilai p<0.05. 27,28
Jika uji chi-square tidak memenuhi syarat untuk dilakukan,
maka dilakukan penggabungan sel menjadi tabel 2x2. Jika setelah
penggabungan sel masih tidak memenuhi syarat lagi, maka
dilakukan uji fisher exact test. 27,28
3.6 Alur Kerja Penelitian
Identifikasi Subjek
Randomisasi Subjek
Penelitian
Persiapan Penelitian
Perizinan Penelitian
Permohonan
ethical clearance
Persiapan kuesioner Persiapan alat
ukur
Informed Consent
Bersedia
Pemeriksaan
Flexible Flat foot
Pengukuran Indeks
Massa Tubuh
Pengisian Kuesioner
Responden
melepas alas kaki
dan melipat bagian
bawah celana
Dilihat lengkungan
pada arkus
longitudinal medial
Pengisian Identitas Pengukuran berat
badan dan tinggi
Didapatkan data
indeks massa tubuh
Tidak bersedia
35
3.7 Penyajian Data
Hasil penelitian disajikan dalam bentuk tekstular dan tabular.
3.8 Etik Penelitian
Penelitian ini telah mengajukan permohonan tertulis untuk kajian
etik serta dalam pelaksanaannya telah melewati informed consent.
Terbentuk lengkungan Tidak terbentuk
lengkungan
Flat foot tipe flexible Flat foot tipe rigid
Didapatkan data flexible
flat foot
Kriteria Inklusi
Memenuhi kriteria Tidak memenuhi kriteria
Disertakan dalam penelitian
Pengumpulan data
Analisis dan pengolahan data
Tidak disertakan dalam
penelitian
Dilakukan Jack Test
37
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil dari penelitian ini didapatkan sampel yang berasal dari data
primer mahasiswa dan mahasiswi Program Studi Kedokteran dan Profesi
Dokter angkatan 2014, 2015, 2016, dan 2017. Didapatkan subjek
penelitian sebanyak 110 orang yang sebelumnya sudah diacak secara
random dan menyetujui untuk dilakukan pemeriksaan indeks massa tubuh
dan inspeksi flexible flat foot melalui informed consent.
4.1 Analisis Univariat
Pada analisis univariat ini akan digambarkan distribusi frekuensi
dari masing–masing variabel yang telah diteliti, baik variabel independen
maupun variabel dependen.
4.1.1 Flexible Flat Foot
Distribusi flexible flat foot pada mahasiswa dan mahasiswi Program
Studi Kedokteran dan Profesi Dokter angkatan 2014, 2015, 2016, dan 2017
dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 4.1 Distribusi Flexible Flat Foot
Flat Foot Jumlah (n) Persentase (%)
Flexible Flat Foot 25 22,7
Non-Flexible Flat Foot 85 77,3
Total 110 100
38
Jika dibandingkan dengan penelitian sebelumnya, prevalensi
flexible flat foot pada populasi dewasa usia 18-25 tahun di India sebesar
16,4 %.38 Pada penelitian yang dilakukan pada mahasiswa fisioterapi di
India didapatkan prevalensi flexible flat foot yang lebih rendah, yaitu
11,25%.36 Sedangkan, penelitian yang dilakukan pada populasi dewasa
usia 18-27 tahun didapatkan prevalensi flexible flat foot sebesar 13,9%.37
Hasil ini tidak jauh berbeda dengan yang terdapat pada mahasiswa dan
mahasiswi Program Studi Kedokteran dan Profesi Dokter angkatan 2014,
2015, 2016, dan 2017, bahwa proporsi flexible flat foot pada populasi
dewasa muda (adolescents) sekitar 15-20%.10,15,16 Prevalensi ini cukup
bervariasi hasilnya dimungkinkan karena perbedaan metode
pemeriksaan flexible flat foot, objektivitas pemeriksa, karakteristik
sampel, dan faktor risiko lainnya.
Tabel 4.2 Distribusi Flexible Flat Foot Pada Jenis Kelamin
Jenis Kelamin
Flexible Flat Foot
Total
%
Positif % Negatif %
Laki-laki 13 11,8 24 21,8 37 33,6
66,4
100
Perempuan 12 10,9 61 55,5 73
Total 25 22,7 85 77,3 110
Berdasarkan data Tabel 4.2, diketahui bahwa rasio flexible flat foot
pada laki-laki dan perempuan tidak jauh berbeda. Hasil ini sejalan
dengan hasil yang diperoleh dari penelitian yang dilakukan pada populasi
dewasa usia 18-27 tahun di Nigeria yang mendapatkan prevalensi FFF
pada laki-laki sebesar 6,8% dan 7,1% pada perempuan.7 Pada penelitian
39
yang dilakukan pada populasi dewasa usia 18-21 tahun di India juga
mendapatkan prevalensi FFF pada laki-laki sebesar 12,8% dan 14,4%
pada perempuan.13 Sedangkan, penelitian yang dilakukan pada populasi
dewasa 17 tahun di Israel mendapatkan prevalensi FFF pada laki-laki
sebesar 16,2% dan 11,6% pada perempuan. 14
Tabel 4.3 Distribusi Flexible Flat Foot Pada IMT
Indeks
Massa
Tubuh
Flexible Flat Foot
Total
% Laki-
laki
% Perempuan %
Obesitas 5 4,5 1 0,9 6 5,4
17,3
22,7
Tidak
obesitas
8 7,3 11 10 19
Total 13 11,8 12 10,9 25
Berdasarkan data Tabel 4.3, diketahui bahwa rasio flexible flat foot
pada sampel yang tidak obesitas jauh lebih banyak dibandingkan dengan
sampel yang obesitas. Hasil ini dapat dipengaruhi oleh karakteristik
indeks massa tubuh pada sampel penelitian dengan obesitas hanya 19,1%
dari jumlah sampel. Tetapi, jika dilihat dari rasio laki-laki obesitas yang
terdeteksi FFF jauh lebih tinggi dibandingkan perempuan yang obesitas.
Hasil ini sejalan dengan yang diperoleh dari penelitian pada populasi
dewasa 17 tahun di Israel yang mendapatkan hasil laki-laki obesitas
dengan FFF 5,4% lebih tinggi dibandingkan perempuan obesitas.14
Sedangkan, penelitian yang dilakukan pada pada populasi dewasa usia
18-25 tahun di India juga mendapatkan hasil laki-laki obesitas yang
terdeteksi FFF memiliki rasio lebih tinggi dibandingkan dengan
perempuan obesitas.38
40
4.1.2 Jenis Kelamin
Distribusi jenis kelamin pada mahasiswa dan mahasiswi Program
Studi Kedokteran dan Profesi Dokter angkatan 2014, 2015, 2016, dan
2017 dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 4.4 Karakteristik Jenis Kelamin
Jenis Kelamin Jumlah (n) Persentase (%)
Laki – laki 37 33,6
Perempuan 73 66,4
Total 110 100
Jika dibandingkan dengan penelitian sebelumnya, flexible flat foot
pada populasi dewasa usia 18-25 tahun di India, didapatkan jumlah
sampel 46 orang laki-laki dan 182 orang perempuan.38 Pada penelitian
yang dilakukan pada mahasiswa fisioterapi di India didapatkan jumlah
sampel adalah 14 orang laki-laki dan 66 orang perempuan.36 Sedangkan,
penelitian yang dilakukan pada populasi dewasa usia 18-27 tahun di
Thailand mendapatkan jumlah sampel 37 orang laki-laki dan 90 orang
perempuan.37 Karakteristik jenis kelamin sampel pada penelitian tersebut
tidak jauh berbeda dengan yang terdapat pada mahasiswa dan mahasiswi
Program Studi Kedokteran dan Profesi Dokter angkatan 2014, 2015,
2016, dan 2017, bahwa rasio antara sampel laki-laki dan perempuan tidak
seimbang dan lebih banyak sampel perempuan. Hal ini cukup bervariasi
hasilnya dimungkinkan karena populasi laki-laki dibandingkan
perempuan memang lebih sedikit pada target populasi yang diteliti.
41
4.1.3. Indeks Massa Tubuh (IMT)
Distribusi indeks massa tubuh pada mahasiswa dan mahasiswi
Program Studi Kedokteran dan Profesi Dokter angkatan 2014, 2015,
2016, dan 2017 dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Tabel 4.5 Karakteristik Indeks Massa Tubuh
Indeks Massa
Tubuh
Jumlah (n) Persentase (%)
Obesitas 21 19,1
Tidak Obesitas 89 80,9
Total 110 100
Jika dibandingkan dengan penelitian sebelumnya, flexible flat foot
pada populasi dewasa usia 18-25 tahun di India, didapatkan karakteristik
indeks massa tubuh 51 orang dengan overweight, 21 orang dengan
obesitas, dan 123 orang dengan normal weight.38 Pada penelitian yang
dilakukan pada mahasiswa fisioterapi di India didapatkan karakteristik
indeks massa tubuh, adalah 8 orang dengan overweight, 1 orang dengan
obesitas, dan 44 orang dengan norwal weight.36 Karakteristik indeks
massa tubuh pada penelitian tersebut tidak jauh berbeda dengan yang
terdapat pada mahasiswa dan mahasiswi Program Studi Kedokteran dan
Profesi Dokter angkatan 2014, 2015, 2016, dan 2017, bahwa jumlah
sampel yang obesitas selalu lebih sedikit dibandingkan dengan yang
overweight dan normal weight.
4.2 Analisis Bivariat
Pada analisis bivariat ini akan diketahui hubungan antara variabel
independen maupun variabel dependen yang dianalisis melalui uji Chi
Square. Hasil analisis dikatakan bermakna jika p<0.05 dan tidak
bermakna jika p mempunyai nilai > 0.05.
42
4.2.1 Tabel hubungan indeks massa tubuh terhadap flexible flat foot
Indeks
Massa
Tubuh
Flexible Flat Foot
Total
P
value
OR
Positif % Negatif %
Obesitas 6 28,6 15 71,4 21
0,563
0,679
(0,232-
1,986)
Tidak
Obesitas
19 21,3 70 78,7 89
Total 25 22,7 85 77,3 110
Berdasarkan dari hasil analisis tersebut, didapatkan p value 0.563
yang berarti tidak terdapat hubungan signifikan antara indeks massa
tubuh terhadap flexible flat foot dengan interval kepercayaan 95%. Hal
ini sejalan dengan penelitian pada mahasiswa fisioterapi di India, bahwa
tidak ada hubungan signifikan antara indeks massa tubuh terhadap
flexible flat foot.36 Penelitian yang dilakukan pada mahasiswa perguruan
tinggi usia 18 tahun di Thailand juga mendapatkan tidak ada hubungan
signifikan antara indeks massa tubuh terhadap flexible flat foot.37
Namun, penelitian yang dilakukan pada populasi dewasa usia 18-25
tahun di India mendapatkan hasil yang signifikan antara indeks massa
tubuh terhadap flexible flat foot.38
Tetapi, jika dilihat dari nilai OR didapatkan hasil 0,679 yang
berarti mahasiswa dan mahasiswi Program Studi Kedokteran dan
Profesi Dokter FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dengan IMT
obesitas berisiko 0,679 kali lebih besar untuk mengalami flexible flat
foot dibandingkan dengan mahasiswa yang memiliki IMT normal.
Namun, untuk nilai CI didapatkan hasil 0,232-1,986, dapat dilihat jarak
yang terlalu lebar dari nilai CI mengartikan distribusi data terlalu lebar
dan bervariasi.
43
4.3. Keterbatasan Penelitian
1. Metode pemeriksaan yang terbatas pada pengamatan atau inspeksi
tidak dapat mengukur derajat keparahan flat foot dan kelengkungan
arkus longitudinal medial secara kuantitatif.
2. Kemungkinan terjadinya intergroup bias saat pengambilan data antar
peneliti.
3. Tidak adanya konsensus atau standarisasi pemeriksaan flat foot yang
baku, sehingga peneliti dalam mengambil nilai prevalensi, nilai presisi,
dan metode pemeriksaan hanya mengacu pada penelitian-penelitian
sebelumnya.
4. Penelitian hubungan indeks massa tubuh dan jenis kelamin terhadap
flexible flat foot dilakukan dengan metode cross sectional, sehingga
kemungkinan kurang menggambarkan dengan jelas pengaruh kedua
faktor risiko tersebut.
43
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
1. Proporsi flexible flat foot pada mahasiswa dan mahasiswi Program
Studi Kedokteran dan Profesi Dokter adalah sejumlah 25 orang
(22,7%).
2. Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara indeks massa tubuh
terhadap flexible flat foot pada mahasiswa dan mahasiswi Program
Studi Kedokteran dan Profesi Dokter FKIK UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta dengan p value 0,563.
5.2. Saran
1. Mahasiswa dan mahasiswi yang sudah terdeteksi mengalami flexible
flat foot disarankan untuk melakukan pengaturan aktivitas yang
dapat membuat keluhan muncul atau bertambah berat, melakukan
pola hidup sehat dengan memilih olahraga atau aktivitas yang
memberikan tekanan lebih kecil pada kaki seperti berjalan perlahan,
bersepeda, atau berenang untuk menguatkan otot-otot kaki, bila
diperlukan menggunakan sepatu khusus yang disisipkan alat
orthotic untuk mendukung fungsi kaki ketika beraktivitas, dan bagi
yang memiliki kelebihan berat badan untuk mengontrol dan
menurunkan berat badan agar mengurangi beban tubuh.
2. Melanjutkan penelitian menggunakan sampel yang lebih besar dan
bervariasi untuk mendapatkan nilai prevalensi flexible flat foot.
3. Melanjutkan penelitian dengan menggunakan metode pemeriksaan
flat foot yang dapat mengukur derajat keparahan secara kuantitatif
sebagai uji diagnostik.
4. Melanjutkan penelitian analisis multivariat dengan menambahkan
faktor-faktor risiko lain sebagai variabel dependen.
44
DAFTAR PUSTAKA
1. Bordelon, RL. Hypermobile flatfoot in children: comprehension,
evaluation, and treatment. Clin Orthop Relat Res. 1983;181:7-14.
2. Shih YF, Chen CY, Chen WY, Lin HC. Lower extremity Kinematics in
children with and without flexible flatfoot: a comparative study. BMC
Musculoskeletal Disorders. 2012;13:31
3. El O, Akcali O, Kosay C, Kaner B, Arslan Y, Sagol E, et al. Flexible flatfoot
and related factors in primary school children: a report of a screening
study. Rheumatol International. 2006;26:1050-3.
4. Lin CJ, Lai KA, Kuan TS, Chou YL. Correlating factors and clinical
significance of flexible flatfoot in preschool children. J Pediatric
Orthophaedi. 2001;21:378-82.
5. Martin Pfeiffer, MDa, Rainer Kotz, Prof MD, Thomas Ledl, MSc, Gertrude
Hauser, Prof MD. Maria Sluga, Prof MD. Prevalence of Flat Foot in
Preschool-Aged Children. Pediatrics. 2006;103.
6. Bhoir MT. Prevalence of flat foot among 18-25 years old physiotherapy
students: cross sectional study. Indian Journal of Basic and Applied Medical
Research. 2014; 3:272-8.
7. Ukoha U, Egwer OA, Okafov IJ, Ogugua PC, Igwenagu NV. Pes Planus:
Incedence in adult population in Anambra state, Southeast Nigeria. Indian
Journal of Basic and Applied Medical Research. 2012; 3:166-8.
8. Chang JH, Wang SH, Kuo CL, Shen HC, Hong YW, Lin LC. Prevalence of
flexible flatfoot in Taiwanese school-aged children in relation to obesity,
gender, and age. Eur J Pediatr. 2010;169:447-52.
9. Chen JP, Chung MJ, Wang MJ. Flatfoot prevalence and foot dimensions of
5- to 13-year-old children in Taiwan. Foot Ankle International.
2009;30:326-32.
10. Harris RI, Beath T. Army foot survey. An investigation of foot ailments in
Canadian soldiers. National Research Council of Canada. 1947;44:1–268.
11. Volpon JB. Footprint analysis during the growth period. J Pediatr Orthop.
1994;14:83-5.
45
12. Garcia-Rodriguez A, Martin-Jimenez F, Carnero-Varo M, Gomez-Gracia E,
Gomez-Aracena J, Fernandez-Crehuet J. Flexible flat feet in children: a real
problem?. Pediatrics. 1999;103:84.
13. Ashok Aenumulapalli et al. Prevalence of flexible flat foot in adults: a
Cross-sectional Study. Journal of Clinical and Diagnostic Research.
2017;11:17-20.
14. Shay Tenenbaum et al. Flexible pes planus in adolescents: body mass index,
body height, and gender - an epidemiological study. American Orthopaedic
Foot and Ankle Society. 2013;34:811–17.
15. Carroll NC. The pediatric foot: principles of orthopedic practice. Quebec,
Canada: McGraw-Hill. 1997;820-3
16. Denis A. Pied plat valgus statique. In: encyclopedie medico chirurgicale
appa reil locomoteur. Paris, France: 1974.
17. Snell, Richard S. Anatomi klinis berdasarkan system. In: Liliana Sugiharto,
penyunting. Jakarta: EGC; 2011;281.
18. Tortora, Gerard J. Principles of anatomy and physiology. Ed 12. USA:
Wiley; 2009;175-91.
19. Rizzo, D.C. Delmar’s fundamental of anatomy and physiology. USA:
Thomson Learning; 2001.
20. Moore, Keith. L, Anne M. R. Agur. Anatomi klinik dasar. Jakarta:
Hipokrates; 2002.
21. Giovanni, Christopher Di, Greishberg, Justin. Foot and ankle: core
knowledge in orthopaedics. Elsevier Mosby; 2007.
22. Harris, Edwin J, et al. Diagnosis and treatment of pediatric flat foot.
American College of Foot and Ankle Surgeons. 2004;43:6.
23. Wilson, Matthew J. Synopsis of causation pes planus. Ninewells Hospital
and Medical School. Dundee; 2008.
24. Staheli, LT. Fundamentals of pediatric orthopedics. New York: Raven
Press; 1992.
25. Pohl, Michael B dan Farr, Lindsay. A comparison of foot arch
measurement reliability using both digital photography and calliper
methods. Journal of Foot and Ankle Research. BioMed Central. 2010.
46
26. Lutfie, Syarief Hasan. Hubungan antara derajat lengkung kaki dengan
tingkat kemampuan endurans pada calon jemaah haji. Jakarta: Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah; 2007.
27. Dahlan Sopiyudin, M. Statistik untuk kedokteran dan kesehatan: deskriptif,
bivariat, dan multivariat. Edisi ke-5. Jakarta: Salemba Medika; 2011.
28. Sastroasmoro, Prof. Dr. Sudigdo dan Ismail, Prof. Dr. Sofyan. Dasar- dasar
metodologi penelitian klinis. Edisi ke-4. Jakarta: Sagung Seto; 2001.
29. Schon, LC, Easley ME, Weinfeld SB, Horton GA, Resch S. Radiographic
and clinical classification of acquired midtarsus deformities. Foot Ankle Int.
1998;19:394-404.
30. Emergency Medicine Procedures. 2013. Available from:
http://accessemergencymedicine.mhmedical.com/content.aspx?bookid=68
3§ionid=45343835.
31. Tank PW, Gest TR. Lippincott williams & wilkins atlas of anatomy. 1st Ed.
2009.
32. Flat Feet. 2016. [diakses tanggal 15 Oktober 2017]. Tersedia di:
https://www.mass4d.org/blogs/foot/flat-feet.
33. Flatfoot and High Arches. 2013. [diakses 15 Oktober 2017]. Tersedia di:
http://www.drchiodo.com/Pages/disorders/flatfoot.php.
34. Flexible Flatfoot in Children. 2013. [diakses 15 Oktober 2017. Tersedia di:
http://orthoinfo.aaos.org/topic.cfm?topic=a00046.
35. Ashok Aenumulapalli et al. Prevalence of flexible flat foot in adults: a cross
sectional study. Journal of Clinical and Diagnostic Research. 2017;11:17-
20.
36. Tejashree Bhor et al. Prevalence of flat foot among 18-25 years old
physiotherapy students: a cross sectional study. Indian Journal of Basic and
Applied Medical Research. 2014;3:272-78.
37. Chirapa Nakhanakhup and Onwaree Ingkatecha. Prevalence of flatfoot in
collegiate students in Thailand. Australian Journal of Basic and Applied
Sciences. 2014;260-3.
47
38. Ashwini Chougala et al. Screeing of body mass index and functional
flatfoot in adult: an observational study. Int J Physiother Res. 2015;3:1037-
41.
39. Lendra, Made Dody. Pengaruh antara Kondisi Kaki Datar dan Kaki dengan
Arkus Normal terhadap Keseimbangan Statis pada Anak Berusia 8–12
Tahun di Kelurahan Karangasem Surakarta [Skripsi]. Surakarta : Jurusan
Fisioterapi, Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiya. 2007.
40. Riemann, B.L. & Lephart, S.M. The sensorimotor system, part I: the
physiologic basis of functional joint stability. Journal of Athletic Training.
2002;37:71-9.
48
LAMPIRAN
LAMPIRAN 1
Analisis Univariat
Flatfoot
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Positif 25 22,7 22,7 22,7
Negatif 85 77,3 77,3 100,0
Total 110 100,0 100,0
Jenis_Kelamin
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Laki - laki 37 33,6 33,6 33,6
Perempuan 73 66,4 66,4 100,0
Total 110 100,0 100,0
IMT_New
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid 1,00 89 80,9 80,9 80,9
2,00 21 19,1 19,1 100,0
Total 110 100,0 100,0
49
LAMPIRAN 2
Analisis Bivariat
IMT_New * Flatfoot Crosstabulation
Flatfoot
Total Positif Negatif
IMT_New 1,00 Count 19 70 89
% within IMT_New 21,3% 78,7% 100,0%
2,00 Count 6 15 21
% within IMT_New 28,6% 71,4% 100,0%
Total Count 25 85 110
% within IMT_New 22,7% 77,3% 100,0%
Chi-Square Tests
Value df
Asymp. Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (2-
sided)
Exact Sig. (1-
sided)
Pearson Chi-Square ,505a 1 ,477
Continuity Correctionb ,177 1 ,674
Likelihood Ratio ,485 1 ,486
Fisher's Exact Test ,563 ,327
Linear-by-Linear
Association ,500 1 ,479
N of Valid Cases 110
a. 1 cells (25,0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4,77.
b. Computed only for a 2x2 table
50
Risk Estimate
Value
95% Confidence Interval
Lower Upper
Odds Ratio for IMT_New (1,00 / 2,00)
,679 ,232 1,986
For cohort Flatfoot = Positif ,747 ,341 1,638
For cohort Flatfoot = Negatif 1,101 ,823 1,474
N of Valid Cases 110
51
LAMPIRAN 3
Lembar informed consent
Persetujuan Setelah Penjelasan (Informed Consent)
Hubungan Indeks Massa Tubuh terhadap Flexible Flatfoot
Mahasiswa/i UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang terhormat,
Saat ini saya, M. Ade Wijaya sebagai peneliti di Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta sedang melakukan penelitian mengenai “Hubungan Indeks
Massa Tubuh terhadap Flexible Flatfoot”.
Sesuai dengan tata cara yang telah ditetapkan di universitas kami, maka Anda akan
menjalani penelitian ini melalui pemeriksaan dengan menggunakan alat yaitu alat
timbangan digital SECA. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah
terdapat hubungan antara Indeks Massa Tubuh terhadap flexible flatfoot.
Anda berkesempatan untuk menanyakan segala hal yang berhubungan dengan
penelitian ini dan berhak menolak ikut serta dalam penelitian ini atau sewaktu-
waktu ingin berhenti dalam penelitian ini. Oleh karena penelitian ini penting sekali,
diharapkan agar Anda dapat menjalani ini dengan sebaik-baiknya. Data yang terisi
hanya akan digunakan untuk penelitian ini dan akan saya jaga kerahasiaannya.
Peneliti,
M. Ade Wijaya
Mahasiswa Program Studi Kedokteran dan Profesi Dokter
Jalan Asrama Putra UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Ciputat Timur, Tangerang
Selatan
Tlp. 089687562765
52
Surat Persetujuan untuk Mengikuti Penelitian
Yang bertanda tangan di bawah ini
Nama :
Usia :
Angkatan :
Alamat :
Nomor telp/ hp :
Menyatakan bahwa saya telah mengerti sepenuhnya atas penjelasan yang diberikan
oleh M. Ade Wijaya dari PSKPD FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan
bersedia menjalani penelitian mengenai “Hubungan Indeks Massa Tubuh terhadap
Flexible Flatfoot”.
Pernyataan ini dibuat dengan kesadaran penuh tanpa paksaan.
Ciputat, September 2017
Mengetahui,
Peneliti
Peserta Penelitian
(M. Ade Wijaya) ( )
53
Nama :
NIM :
Angkatan :
NO. PERTANYAAN YA/TIDAK
1. APAKAH PERNAH MENGALAMI PATAH
TULANG PADA KAKI (FEET) ?
54
LAMPIRAN 4
Surat pernyataan telah dilatih dokter spesialis ortopedi dan traumatologi
SURAT KETERANGAN
Dengan ini saya menerangkan bahwa saya telah melatih M. Ade
Wijaya (11141030000017) untuk pengukuran variabel flexible flat foot
dalam penelitian Hubungan Indeks Massa Tubuh terhadap Flexible Flat
Foot Pada Mahasiswa dan Mahasiswi PSKPD FKIK UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Pelatihan pengukuran variabel flexible flat foot dilakukan
dengan persamaan persepsi dan cara pemeriksaan dengan inspeksi untuk
penentuan flexible flat foot pada sampel penelitian. Semua kegiatan ini
dilakukan di FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Ciputat, 15 September 2017
dr. Bisatyo Mardjikoen, Sp. OT
KEMENTERIAN AGAMAUNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)SYARIF HIDAYAT ULLAH JAKARTA
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
Jl. Kertamukti No. 5 Pisangan, Ciputat 15412, JakartaTelp . : (62-21) 7 4'1 167 18 F ax : (62-21) 7 404985Website : www.uinjkt.ac.id; E-mai1 : [email protected]
PERSETUJUAN EI'IK (ETHICA' / PPft O'7I )
tJn.0 llF I O/KP.0 1. 1/ KE.SP/09.29.02412017
Yang berlarlda tangan di bawah ini, Ketua Kornisi Etik Penelitian Kesehatan. Fakr-rltas
Kedokteran darr llmLr Kesehatan, Universitas Islarn Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
setelah dilaksanakan pembahasan dan penilaian, dengan ini memutuskan perrelitian :
.lr-rdul Hubungan Indeks Massa 'I'ubuh terhadap Flexible llatJbot pada
Mahasiswa Program Studi Kedokteran dan Profesi Dokter F-KIK IIIN
Syarif Flidayatullah Jakarta
Peneliti
NPM
lJ n ivers itas
F akLrltas
Progranr Studi
Jenjang Studi
Dapat
sampai batas
penelitian.
Jika terdapat perubahan protokol penelitian, harus mengajr,rkan kernbali pertnohonan
kaj ian etik (arnandemen protokol).
Jakafta. Oktober 2017
i.etua Komisi Etik Penclitian Kese hatan
iyarif t1 idayatLr I lah.
hsan. Sp.PrK l. MARS
M. Ade Wijaya
I I 14r030000017
UIN Syarif Hidayatullah Jaltarta
Kedokteran dan llmu Kesehatan
Kedokteran dan Profesi Dokter
SI
disetujui pelaksanaannya. Persetujuan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan
waktu penelitiarr seperti yang terlera pada protokol penelitian dan jadwal
6q##';
06 l98l I r I 001
56
LAMPIRAN 6
Foto pemeriksaan responden
57
LAMPIRAN 7
Jack test
LAMPIRAN 8
RIWAYAT PENELITI
Nama : M. Ade Wijaya
Tempat, Tanggal Lahir : Palembang, 16 Juni 1996
Alamat : Jl. Tanjung Siapi – Api, Griya Angkasa Permai Blok A
No. 11, Talang Jambe, Palembang, Sumatera Selatan
No. Telpon : 089687562765
Email : [email protected]
Riwayat Pendidikan : 1. SD Negeri 153 Palembang
2. SD Negeri 154 Palembang
3. MTs Negeri 1 Palembang
4. MA Negeri 2 Palembang
5. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta