flavonoid dalam krokot
-
Upload
amelia-febriani -
Category
Documents
-
view
238 -
download
1
Transcript of flavonoid dalam krokot
-
8/16/2019 flavonoid dalam krokot
1/140
SKRIPSI
IDENTIFIKASI SENYAWA FLAVONOID PADA SAYURAN
INDIGENOUS JAWA BARAT
Oleh
RATNA BATARI
F24103120
2007
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
-
8/16/2019 flavonoid dalam krokot
2/140
IDENTIFIKASI SENYAWA FLAVONOID PADA SAYURAN
INDIGENOUS JAWA BARAT
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
Fakultas Teknologi PertanianInstitut Pertanian Bogor
Oleh :
RATNA BATARI
F24103120
2007
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
-
8/16/2019 flavonoid dalam krokot
3/140
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
IDENTIFIKASI SENYAWA FLAVONOID PADA SAYURAN
INDIGENOUS JAWA BARAT
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan
Fakultas Teknologi Pertanian
Institut Pertanian Bogor
Oleh :
RATNA BATARI
F24103120
Dilahirkan pada tanggal 9 Januari 1985
Di Jakarta
Tanggal lulus : Agustus 2007
Menyetujui:
Bogor, Agustus 2007
Dr. Ir. Nuri Andarwulan, MSi. Prof. Dr. Ir. C. Hanny Wijaya, MAgr.
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
Mengetahui,
Dr. Ir. Dahrul Syah, Msc.
Ketua Departemen ITP
-
8/16/2019 flavonoid dalam krokot
4/140
RIWAYAT HIDUP PENULIS
Penulis dilahirkan di Jakarta, 9 Januari 1985 dan memiliki
nama lengkap Ratna Batari. Penulis merupakan anak kedua
dari tiga bersaudara. Penulis menempuh pendidikannya di TK
Kristen 7 BPK Penabur, SD Kristen 3 BPK Penabur, SLTP
Kristen 3 BPK Penabur, dan SMU Kristen 3 BPK Penabur,
Jakarta. Melalui jalur masuk SPMB, penulis menempuh
pendidikan terakhirnya di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas
Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Selama melakukan studi di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan,
penulis juga aktif dalam berbagai kegiatan dan organisasi. Penulis pernahmenjabat sebagai sekretaris di Persekutuan PMK dan KEMAKI Fakultas
Teknologi Pertanian pada masa jabatan 2004-2005, dan sebagai bendahara pada
masa jabatan 2005-2006. Penulis juga berperan serta sebagai panitia dalam
kegiatan Konferensi HMPPI (Himpunan Mahasiswa Peduli Pangan Indonesia),
BAUR 2005, dan LCTIP (Lomba Cepat Tepat Ilmu Pangan) 2005. Pada tahun
2005, penulis ikut ambil bagian dalam seminar dan pelatihan HACCP yang
diselenggarakan oleh Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, IPB dan BPOM-
RI. Penulis pernah menjadi asisten praktikum Analisis Pangan pada periode
Januari-Juni 2007.
Penulis menyelesaikan tugas akhirnya untuk memperoleh gelar Sarjana
Teknologi Pertanian pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, dengan
melakukan penelitian yang berjudul ”Identifikasi Senyawa Flavonoid pada
Sayuran Indigenous Jawa Barat”. Penelitian ini dilakukan mulai bulan Maret 2007
sampai dengan bulan Juli 2007. Penelitian ini bertempat di laboratorium ITP dan
laboratorium Seafast Center, IPB.
-
8/16/2019 flavonoid dalam krokot
5/140
Ratna Batari. F24103120. Identifikasi Senyawa Flavonoid pada Sayuran
Indigenous Jawa Barat. Di bawah bimbingan Dr. Ir. Nuri Andarwulan, MSi.
dan Prof. Dr. Ir. C. Hanny Wijaya, MAgr. (2007)
RINGKASAN
Indonesia memiliki tanaman lokal yang sangat berlimpah. Tanaman lokal
di Indonesia banyak yang belum terjamah untuk dikonsumsi sebagai bahan
pangan yang kaya akan zat-zat yang bermanfaat bagi tubuh dan kesehatan. Jenis
sayuran lokal tersebutlah yang dikenal dengan sayuran indigenous. Salah satu
daerah di Indonesia yang merupakan penghasil sayuran indigenous yang cukup
berperan adalah daerah Jawa Barat. Komponen fenolik dalam bahan pangan
memiliki peran yang sangat baik, yang salah satunya adalah sebagai antioksidan.
Sayur-sayuran banyak mengandung senyawa fenolik yang berupa flavonoid.
Penelitian-penelitian terdahulu telah membuktikan bahwa flavonoid dapat
berfungsi sebagai antioksidan, antimutagenik, dan antikarsinogenik. Oleh karena
itu, pemanfaatan sayuran indigenous sebagai sumber flavonoid akan dapatmeningkatkan nilai tambah tanaman-tanaman tersebut.
Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi senyawa flavonoid yang berupa
flavonol dan flavone pada beberapa sayuran indigenous daerah Jawa Barat.
Tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah kenikir (Cosmos caudatus
H.B.K.), beluntas (Pluchea indica Less.), mangkokan (Nothopanax scutellarium),
kecombrang ( Nicolaia speciosa Horan), kemangi (Ocimum sanctum Linn.), katuk
(Sauropus androgynus), kedondong cina (Polyscias pinnata), antanan (Centella
asiatica), pohpohan (Pilea trinervia), daun ginseng (Talinum paniculatum), dan
krokot (Portulaca oleracea). Pembuatan ekstrak flavonoid dari sayuran dilakukan
dengan menggunakan campuran pelarut air dan metanol. Selain itu, dilakukan
pula pembuatan kurva standar flavonoid yang digunakan sebagai acuan dalam
penentuan komponen tersebut pada sampel. Standar yang digunakan adalah
quercetin, kaempferol, myricetin, apigenin, dan luteolin. Analisis yang dilakukan
yaitu analisis kadar air, analisis total fenol, dan deteksi flavonoid dengan
menggunakan HPLC column C-18 phase; Develosil ODS-UG-3.
Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh data bahwa kadar air sayuran
indigenous berkisar antara 82%-93%. Total fenol (per 100 gram berat kering)
yang terbesar terdapat pada daun kenikir (1225.88 mg) dan terkecil pada krokot
(447.91 mg). Total flavonol dan flavone yang terdapat di dalam sayuran-sayuran
yang digunakan sangatlah bervariasi. Jumlah flavonoid (per 100 gram berat
kering) yang terbanyak ada pada daun katuk, yaitu sebesar 831.70 mg. Kandungan
quercetin yang terbanyak ada pada kenikir (413.57 mg). Krokot merupakan
senyawa yang paling sedikit mengandung quercetin (4.05 mg), dan hanyakomponen inilah yang terdeteksi dari krokot. Senyawa myricetin hanya terdapat
pada sayuran beluntas (11.11 mg) dan antanan (1.66 mg), sedangkan senyawa
luteolin hanya ada pada daun kemangi (20.49 mg) dan daun pohpohan (3.16 mg).
Apigenin hanya terdeteksi pada daun kemangi, yaitu sebanyak 7.12 mg. Semua
sampel, kecuali kecombrang dan krokot, mengandung senyawa kaempferol.
Jumlah kaempferol terbesar ditemukan pada daun katuk (805.48 mg), yang
jumlahnya sangat jauh lebih banyak dibandingkan sampel lainnya.
-
8/16/2019 flavonoid dalam krokot
6/140
i
KATA PENGANTAR
Puji Syukur kepada Tuhan Yesus Kristus karena atas berkat-Nya lah
skripsi ini dapat saya selesaikan. Selama mengerjakan tugas akhir ini, penulis
dibantu oleh banyak pihak, oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih
kepada :
1. Dr. Ir. Nuri Andarwulan, MSi. selaku Dosen Pembimbing Akademik
sekaligus Dosen Pembimbing Skripsi. Terima kasih atas bimbingan,
masukan, dorongan, dan saran Ibu selama ini.
2. Prof. Dr. Ir. C. Hanny Wijaya, MAgr. selaku Dosen Pembimbing II.
Terima kasih atas bimbingan, masukan, dorongan, dan saran Ibu selama
saya menyelesaikan tugas akhir saya.3.
Dr. Ir. Endang Prangdimurti, MSi. selaku dosen penguji. Terima kasih atas
kesediaan Ibu sebagai penguji.
4. My family : Mama, Ci Indra, Brian, dan Diana. Terima kasih telah
memberikan doa, semangat, dan dukungannya.
5. Ci Ingrid, yang telah sangat banyak mengajariku banyak hal dalam
mengerjakan dan menyelesaikan penelitianku.
6. Sahabat-sahabatku : 6 Sense (Albo, CK, Mercon, Dina, Titi), JSMP (Olla,
Bebe, Nat2, Pau2, Indi, Dei, Betsy, Fani), terima kasih atas semangat dan
dukungan kalian.
7.
Teman-teman satu bimbingan Bu Nuri : Olla, Dion, dan Ade. Semangat
yah buat jeruk-jeruknya. Terima kasih atas dukungan dan kesediaan kalian
yang selalu mau mendengarkan keluh kesahku. Terima kasih juga buat
Papang, atas pemberian sampel-sampelnya. Auu, Lia, Anca, dan teman-
teman ITP 42, terima kasih atas dukungan dan semangatnya.
8.
Teman-teman satu bimbingan Bu Hanny : Bebe, Eko, Dei, Tuti, teman-
teman ITP 39, 41 dan 42. Terima kasih atas semangat dan dukungannya
selama ini. Terima kasih untuk sebuah perkumpulan bimbingan yang
menyenangkan.
9. Eko, HanSib, Nene, Prita, terima kasih karena kalian telah sangat banyak
membantuku selama waktu-waktu menjelang dan setelah ujian skripsiku.
-
8/16/2019 flavonoid dalam krokot
7/140
ii
10. Teman-teman ITP 40 : Jeng2 (terima kasih atas pinjaman laptopnya), Aji,
Rika, Tya, Agnes, Anas, Meiko, Agus, Andal, Steph, Babe, Martin,
Wayan, Rina, Tathan, Arie, Adiput, Adie MR, Mardi, Hendy, Nooi,
Idham, Lasty, dan semua teman-teman yang tidak dapat disebutkan satu
persatu. Terima kasih untuk semua dukungan, semangat, dan persahabatan
selama 4 tahun ini.
11. Teman-teman ITP 39, ITP 41, dan ITP 42, serta Fajar, Yeye, dan Fiona.
Terima kasih untuk semua dukungan dan semangatnya.
12. Teman-teman di Perwira 52 : Chris, Echie, Ribka, Kezhia, Yola, Lele, dan
yang lainnya. Terima kasih atas semangat, dukungan, dan kebersamaan
yang indah.
13.
Pak Soenar, Mba Nani, Mba Desi, Mba Nia, dan Mba Irin. Terima kasihtelah membantu saya dalam mengajari tentang HPLC.
14.
Para teknisi di Laboratorium ITP : Pak Sobirin, Pak Wahid, Pak Rojak,
Mba Darsih, dan teknisi lainnya yang telah membantu saya dalam
menyelesaikan penelitian saya.
15. Para pekerja di Seafast Center : Pak Ijul, Ibu Tri Susilowati, Ibu Tri
Haryati, Pak Karna, Pak Denny, Ibu Ani, Pak Taufik, Mba Ari, dan
lainnya. Terima kasih telah membantu saya dalam menyelesaikan
penelitian saya.
16. Semua pihak yang telah membantu yang tidak dapat disebutkan satu-
persatu.
Semoga skripsi ini bermanfaat bagi setiap pembacanya. Penulis memohon
maaf bila ada kata-kata dan hal-hal yang kurang berkenan.
Bogor, Agustus 2007
Penulis
-
8/16/2019 flavonoid dalam krokot
8/140
iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................. i
DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii
DAFTAR TABEL ................................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. vi
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ viii
I. PENDAHULUAN ............................................................................................ 1
A. LATAR BELAKANG ................................................................................ 1
B. TUJUAN ..................................................................................................... 3
C. MANFAAT ................................................................................................. 3
II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................... 4A. SAYURAN INDIGENOUS ........................................................................ 4
B. FLAVONOID ........................................................................................... 26
C. IDENTIFIKASI SENYAWA FLAVONOID ........................................... 30
III. BAHAN DAN METODE ............................................................................... 33
A. BAHAN DAN ALAT ............................................................................... 33
1. Bahan .................................................................................................... 33
2. Alat ........................................................................................................ 33
B. METODE .................................................................................................. 34
1. Persiapan Sampel .................................................................................. 34
2. Analisis Kadar Air ................................................................................ 35
3. Analisis Total Fenol .............................................................................. 36
4. Ekstraksi Senyawa Flavonoid dari Sayuran Indigenous ....................... 37
5. Analisis Flavonoid dengan HPLC ........................................................ 37
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................................... 44
A. STANDAR FLAVONOID DAN LIMIT DETEKSI ................................ 44
1. Myricetin ............................................................................................... 44
2. Luteolin ................................................................................................. 45
3. Quercetin ............................................................................................... 46
4. Apigenin ................................................................................................ 58
5. Kaempferol ........................................................................................... 50
-
8/16/2019 flavonoid dalam krokot
9/140
iv
6. Standar Campuran Senyawa Flavonoid ................................................ 52
B. STANDAR ASAM GALAT ..................................................................... 55
C. SENYAWA FLAVONOID PADA SAYURAN INDIGENOUS ............. 56
1. Kenikir .................................................................................................. 62
2. Beluntas ................................................................................................. 65
3. Mangkokan ........................................................................................... 66
4. Kecombrang .......................................................................................... 69
5. Kemangi ................................................................................................ 70
6. Katuk ..................................................................................................... 72
7. Kedondong Cina ................................................................................... 78
8. Antanan ................................................................................................. 79
9. Pohpohan ............................................................................................... 8110. Daun Ginseng ...................................................................................... 85
11. Krokot ................................................................................................. 89
D. SENYAWA YANG BELUM TERIDENTIFIKASI PADA SAYURAN
INDIGENOUS ........................................................................................... 92
V. KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................ 97
A. KESIMPULAN ................................................................................................ 97
B. SARAN ............................................................................................................ 97
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 98
-
8/16/2019 flavonoid dalam krokot
10/140
v
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Komposisi kimia daun kemangi per 100 gram bagian yang dapat
dimakan ................................................................................................ 15
Tabel 2. Komposisi kimia daun katuk per 100 gram bagian yang dapat
dimakan ................................................................................................ 18
Tabel 3. Spesifikasi HPLC ................................................................................... 34
Tabel 4. Limit deteksi myricetin .......................................................................... 45
Tabel 5. Limit deteksi luteolin ............................................................................. 48
Tabel 6. Limit deteksi quercetin .......................................................................... 48
Tabel 7. Limit deteksi apigenin ........................................................................... 50
Tabel 8. Limit deteksi kaempferol ....................................................................... 52
Tabel 9. Hasil perhitungan konsentrasi flavonoid pada sampel dengan
menggunakan kurva standar ................................................................. 58
Tabel 10.Hasil perhitungan konsentrasi flavonoid pada sampel dengan
menggunakan eksternal standar ............................................................ 59
Tabel 11.Rekapitulasi hasil kadar air, total flavonoid, dan total fenol pada
sampel ................................................................................................... 60
Tabel 12. Perbandingan hasil analisis flavonol dan flavone dengan perhitungan
kurva standar campuran dan eksternal standar campuran .................... 61
Tabel 13. Perbandingan luasan area kromatografi ekstrak kenikir ...................... 65
Tabel 14. Perbandingan luasan area kromatografi ekstrak beluntas .................... 66
Tabel 15. Perbandingan luasan area kromatografi ekstrak mangkokan............... 69
Tabel 16. Perbandingan luasan area kromatografi ekstrak kecombrang ............. 70
Tabel 17. Perbandingan luasan area kromatografi ekstrak kemangi ................... 71
Tabel 18. Perbandingan luasan area kromatografi ekstrak katuk ........................ 78
Tabel 19. Perbandingan luasan area kromatografi ekstrak kedondong cina ........ 79
Tabel 20. Perbandingan luasan area kromatografi ekstrak antanan ..................... 81
Tabel 21. Perbandingan luasan area kromatografi ekstrak pohpohan ................. 85
Tabel 22. Perbandingan luasan area kromatografi ekstrak daun ginseng ............ 87
Tabel 23. Perbandingan luasan area kromatografi ekstrak krokot ....................... 90
Tabel 24. Rekapitulasi komponen yang terdeteksi pada sampel dengan
menggunakan HPLC ........................................................................... 95
Tabel 25. Kuantifikasi area komponen unknown pada waktu retensi tertentu..... 96
-
8/16/2019 flavonoid dalam krokot
11/140
vi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Kenikir (Cosmos caudatus H.B.K) ...................................................... 6
Gambar 2. Beluntas (Pluchea indica Less.) ........................................................... 8
Gambar 3. Mangkokan ( Notophanax scutellarium) ............................................ 10
Gambar 4. Tanaman kecombrang ( Nicolaia speciosa Horan) ............................. 13
Gambar 5. Bunga kecombrang ............................................................................ 13
Gambar 6. Kemangi (Ocimum sanctum Linn.) .................................................... 16
Gambar 7. Katuk (Sauropus androgynus) ........................................................... 18
Gambar 8. Kedondong Cina (Polyscias pinnata) ................................................ 19
Gambar 9. Antanan (Centella asiatica) ............................................................... 21
Gambar 10. Pohpohan (Pilea trinervia) ............................................................... 22Gambar 11. Daun ginseng (Talinum paniculatum) .............................................. 24
Gambar 12. Krokot (Portulaca oleracea) ............................................................ 26
Gambar 13. Struktur kimia flavonol dan flavone yang diidentifikasi.................. 27
Gambar 14. Persiapan sampel .............................................................................. 40
Gambar 15. Prosedur analisis total fenol ............................................................. 41
Gambar 16. Proses pembuatan ekstrak flavonoid dari sayuran indigenous ......... 42
Gambar 17. Pembuatan larutan standar flavonoid ............................................... 43
Gambar 18. Kromatogram standar myricetin ...................................................... 44
Gambar 19. Kurva standar myricetin ................................................................... 45
Gambar 20. Kromatogram standar luteolin.......................................................... 46
Gambar 21. Kurva standar luteolin ...................................................................... 46
Gambar 22. Kromatogram standar quercetin ....................................................... 47
Gambar 23. Kurva standar quercetin ................................................................... 47
Gambar 24. Kromatogram standar apigenin ........................................................ 49
Gambar 25. Kurva standar apigenin .................................................................... 50
Gambar 26. Kromatogram standar kaempferol.................................................... 51
Gambar 27. Kurva standar kaempferol ................................................................ 51
Gambar 28. Kromatogram standar campuran ...................................................... 53
Gambar 29. Kurva standar campuran myricetin .................................................. 54
Gambar 30. Kurva standar campuran luteolin ..................................................... 54
-
8/16/2019 flavonoid dalam krokot
12/140
vii
Gambar 31. Kurva standar campuran quercetin................................................... 54
Gambar 32. Kurva standar campuran apigenin .................................................... 54
Gambar 33. Kurva standar campuran kaempferol ............................................... 55
Gambar 34. Kurva standar asam galat (ulangan 1) .............................................. 55
Gambar 35. Kurva standar asam galat (ulangan 2) .............................................. 56
Gambar 36. Kurva standar asam galat (ulangan 3) .............................................. 56
Gambar 37. Kromatogram ekstrak kenikir .......................................................... 64
Gambar 38. Ko-kromatogram ekstrak kenikir dengan standar campuran ........... 64
Gambar 39. Kromatogram ekstrak beluntas ........................................................ 68
Gambar 40. Ko-kromatogram ekstrak beluntas dengan standar campuran ......... 68
Gambar 41. Kromatogram ekstrak mangkokan ................................................... 73
Gambar 42. Ko-kromatogram ekstrak mangkokan dengan standar campuran .... 73Gambar 43. Kromatogram ekstrak kecombrang .................................................. 74
Gambar 44. Ko-kromatogram ekstrak kecombrang dengan standar campuran ... 74
Gambar 45. Kromatogram ekstrak kemangi ........................................................ 75
Gambar 46. Ko-kromatogram ekstrak kemangi dengan standar campuran ......... 75
Gambar 47. Kromatogram ekstrak katuk ............................................................. 77
Gambar 48. Ko-kromatogram ekstrak katuk dengan standar campuran .............. 77
Gambar 49. Kromatogram ekstrak kedondong cina ............................................ 82
Gambar 50. Ko-kromatogram ekstrak kedondong cina dengan standarcampuran ......................................................................................... 82
Gambar 51. Kromatogram ekstrak antanan ......................................................... 83
Gambar 52. Ko-kromatogram ekstrak antanan dengan standar campuran .......... 83
Gambar 53. Kromatogram ekstrak pohpohan ...................................................... 86
Gambar 54. Ko-kromatogram ekstrak pohpohan dengan standar campuran ....... 86
Gambar 55. Kromatogram ekstrak daun ginseng................................................. 88
Gambar 56. Ko-kromatogram ekstrak daun ginseng dengan standar
campuran ......................................................................................... 88
Gambar 57. Kromatogram ekstrak krokot ........................................................... 91
Gambar 58. Ko-kromatogram ekstrak krokot dengan standar campuran ............ 91
-
8/16/2019 flavonoid dalam krokot
13/140
viii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Total fenol sayuran indigenous ...................................................... 104
Lampiran 2. Kadar air sayuran indigenous ......................................................... 105
Lampiran 3. Hasil perhitungan jumlah flavonol dan flavone pada sayuran
indigenous dengan menggunakan kurva standar campuran .......... 106
Lampiran 4. Hasil perhitungan jumlah flavonol dan flavone pada sayuran
indigenous dengan menggunakan eksternal standar campuran .... 107
-
8/16/2019 flavonoid dalam krokot
14/140
1
I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Indonesia merupakan negara yang kaya akan tanaman-tanaman lokal
yang memiliki potensi yang baik. Tanaman lokal di Indonesia banyak yang
belum terjamah untuk dikonsumsi sebagai bahan pangan yang kaya akan zat-
zat yang bermanfaat bagi tubuh dan kesehatan. Jenis sayuran lokal tersebut
sering disebut dan dikenal dengan sayuran indigenous. Sayuran indigenous
adalah sejenis sayuran, yang walaupun tanaman sayuran itu bukan berasal dari
Indonesia, namun tanaman tersebut sudah beradaptasi dan sudah dikultivasi
atau dimanfaatkan oleh penduduk setempat dari dahulu, sehingga sudah
dianggap sebagai tanaman turun-temurun (Anonim, 2006j).Sayuran sudah lama dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia, terutama
masyarakat Jawa Barat. Oleh karena itulah, Jawa Barat menjadi salah satu
daerah di Indonesia penghasil sayuran yang cukup berperan. Berbagai
tanaman indigenous telah dikonsumsi dan secara tradisional ditanam oleh
nenek moyang secara turun temurun, dengan khasiat yang baik bagi tubuh
manusia (Anonim, 2006j). Jenis sayuran yang digunakan pada penelitian ini
adalah sayuran yang telah banyak dikonsumsi oleh masyarakat dan yang
banyak terdapat di daerah Jawa Barat yaitu kenikir (Cosmos caudatus
H.B.K.), beluntas (Pluchea indica Less.), mangkokan ( Nothopanax
scutellarium), kecombrang ( Nicolaia speciosa Horan), kemangi (Ocimum
sanctum Linn.), katuk (Sauropus androgynus), kedondong cina (Polyscias
pinnata), antanan (Centella asiatica), pohpohan (Pilea trinervia), daun
ginseng (Talinum paniculatum), dan krokot (Portulaca oleracea). Bagian
yang dikonsumsi dari tanaman kenikir, beluntas, mangkokan, kemangi, katuk,
kedondong cina, pohpohan, dan daun ginseng adalah bagian daunnya. Lain
halnya dengan krokot, karena selain daunnya, batang tanamannya juga biasa
dikonsumsi. Berbeda lagi dengan kecombrang, karena bagian yang
dikonsumsi dari tanaman ini adalah bunganya. Seluruh bagian tanaman dari
antanan merupakan bagian yang dikonsumsi dari tanaman ini.
-
8/16/2019 flavonoid dalam krokot
15/140
2
Seperti telah diketahui, komponen fenolik dalam bahan pangan
memiliki peran yang sangat baik, yang salah satunya adalah sebagai
antioksidan. Menurut Markham (1989) yang dikutip oleh Hertog et al. (a)
(1992), sayur-sayuran memiliki potensi yang baik dalam kontribusi terhadap
kandungan flavonoidnya. Tumbuh-tumbuhan banyak mengandung senyawa
fenolik yang berupa flavonoid, yang terdistribusi secara luas pada bagian-
bagiannya. Penelitian-penelitian terdahulu telah membuktikan bahwa
flavonoid dapat berfungsi sebagai antioksidan, antimutagenik, dan
antikarsinogenik (Hertog et al. (b), 1992). Oleh karena itu, dengan
diketahuinya kandungan flavonoid pada tanaman-tanaman indigenous
tersebut, diharapkan dapat tercipta peluang untuk meningkatkan nilai tambah
dalam pemanfaatannya.Flavonoid terutama terdiri atas antosianidin, flavonol, flavone,
flavanol, flavanone, dan isoflavon (Spencer et al., 2003). Komponen flavonoid
yang dianalisis pada penelitian kali ini adalah golongan flavonol dan flavone.
Senyawa yang dianalisis dari golongan flavonol terdiri atas quercetin,
kaempferol, dan myricetin, sedangkan dari golongan flavone terdiri atas
apigenin dan luteolin. Pengidentifikasian dibatasi hanya pada kedua golongan
ini, dikarenakan kedua golongan senyawa ini merupakan komponen flavonoid
yang mayoritas (secara kualitatif) terdapat dalam sayuran (Lee, 2000). Selain
itu, kedua golongan senyawa ini merupakan flavonoid yang paling banyak
diteliti dalam studi antikarsinogenesis (Hertog et al. (b), 1992).
Analisis komponen fenolik pada bahan pangan dapat menggunakan
berbagai macam cara, mulai dari cara yang sederhana; seperti uji kolorimetri,
hingga penggunaan instrumen yang canggih dan mutakhir; untuk pemisahan,
penghitungan kuantitas, dan pengkarakterisasian masing-masing komponen.
Berbagai metode kromatografi cair (kromatografi kertas, kromatografi lapis
tipis, kromatografi kolom, dan High Performance Liquid Chromatography)
dapat digunakan untuk menganalisis komponen fenolik (Lee, 2000).
Deteksi komponen-komponen flavonol dan flavone yang terdapat pada
beberapa sayuran indigenous daerah Jawa Barat yang dilakukan pada
penelitian ini adalah dengan menggunakan metode High Performance Liquid
-
8/16/2019 flavonoid dalam krokot
16/140
3
Chromatography (HPLC). Dibandingkan dengan metode kromatografi cair
lainnya, HPLC merupakan metode yang paling mendekati untuk dapat
menyediakan dan memberikan respon yang tepat, baik dalam hal sensitivitas
yang tinggi maupun dalam hal efisiensi pemisahan karena menggunakan
kolom berpartikel kecil yang terbungkus dengan ketat. Selain itu, deteksi
komponen dengan penggunaan metode kromatografi lapis tipis dan
kromatografi kertas, bila dibandingkan dengan menggunakan HPLC,
membutuhkan konsentrasi yang lebih besar. Pada analisis dengan metode
HPLC, tidak ada pembatasan dalam hal volatilitas sampel maupun
derivatisasi, seperti yang diperlukan dalam kromatografi gas (Lee, 2000).
Komponen flavonoid bukan merupakan komponen volatil, oleh karena itu,
analisis yang tepat adalah dengan menggunakan metode HPLC.
B. TUJUAN
Penelitian ini bertujuan mendeteksi kandungan komponen-komponen
flavonoid (flavonol dan flavone) pada beberapa sayuran indigenous daerah
Jawa Barat.
C. MANFAAT
Manfaat penelitian ini adalah mendapatkan data mengenai komposisi
komponen flavonoid (flavonol dan flavone) pada beberapa sayuran indigenous
daerah Jawa Barat sehingga tercipta peluang untuk pemanfaatan lebih lanjut.
-
8/16/2019 flavonoid dalam krokot
17/140
4
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. SAYURAN INDIGENOUS
Indonesia terkenal dengan keragaman hayatinya. Keragaman hayati
yang dimiliki Indonesia, seperti banyaknya jenis sayuran-sayuran lokal yang
memiliki khasiat tertentu, sangat potensial untuk pengembangan
penganekaragaman pangan yang bernilai tinggi. Sayuran lokal di Indonesia ini
memiliki potensi yang cukup baik dalam kontribusi terhadap kandungan
flavonoidnya. Jenis sayuran lokal tersebut sering disebut dan dikenal dengan
sayuran indigenous. Sayuran indigenous adalah sejenis sayuran, yang
walaupun tanaman sayuran itu bukan berasal dari Indonesia, namun tanaman
tersebut sudah beradaptasi dan sudah dikultivasi atau dimanfaatkan oleh penduduk setempat dari dahulu, sehingga sudah dianggap sebagai tanaman
turun-temurun (Anonim, 2006j). Bagian dari sayuran-sayuran indigenous yang
digunakan dalam penelitian ini adalah bagian yang biasa dikonsumsi (dapat
berupa batang, daun, bunga, atau seluruh bagian tanaman).
Jenis-jenis sayuran indigenous yang digunakan dalam penelitian ini
adalah sayur-sayuran yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat daerah dan
banyak ditemukan tumbuh di daerah Jawa Barat. Sayuran tersebut diantaranya
adalah kenikir, beluntas, mangkokan, kecombrang, kemangi, katuk,
kedondong cina, antanan, pohpohan, daun ginseng, dan krokot.
1. Kenikir (Cosmos caudatus H.B.K)
Klasifikasi dari kenikir adalah :
Kingdom : Plantae
Division : Spermatophyta
Sub Division : Angiospermae
Class : Dicotyledone
Order : Asterales
Family : Asteraceae
Genus : Cosmos
Species : Cosmos caudatus H.B.K
-
8/16/2019 flavonoid dalam krokot
18/140
5
Kenikir merupakan tumbuhan tropika asal Amerika Latin, namun
telah tumbuh menyebar dan mudah didapati di Florida, Amerika Serikat,
Malaysia, serta negara-negara di Asia Tenggara, termasuk Indonesia
(Anonim, 2007i). Kenikir merupakan tanaman perdu dengan tinggi sekitar
75-100 cm. Tanaman kenikir dapat dilihat seperti pada Gambar 1.
Ciri-ciri daunnya adalah majemuk, bersilang berhadapan, berbagi
menyirip, ujung runcing, tepi rata, panjang 15-25 cm, dan berwarna hijau.
Bagian tanaman yang biasa dikonsumsi adalah daun mudanya. Daun
sayuran kenikir memiliki kandungan saponin, flavonoid, dan polifenol.
Khasiat daunnya adalah sebagai penambah nafsu makan, obat lemah
lambung, dan untuk mengusir serangga (Anonim, 2006b). Kenikir telah
digunakan secara tradisional untuk meningkatkan sirkulasi darah(Shui et al., 2005).
Hasil penelitian Ragasa et al. (1997), menunjukkan bahwa daun
kenikir yang diekstrak dengan kloroform memiliki aktivitas antimikroba
yang baik terhadap penghambatan Staphylococcus aureus, Saccharomyces
cereviseae, dan Candida albicans. Pada penelitian yang dilakukan oleh
Shui et al. (2005), dengan menggunakan uji “ free radical spiking” (dengan
menggunakan instrumen HPLC/MS), diketahui bahwa kenikir memiliki
aktivitas antioksidan yang sangat tinggi, yaitu setara dengan sekitar 2400
mg asam askorbat per 100 gram sampel segar. Komponen antioksidan
utama yang diidentifikasikan merupakan senyawa polar, yaitu golongan
dari proantosianidin yang berbentuk sebagai dimer hingga heksamer,
quercetin glikosida, klorogenik, neo-klorogenik, dan asam kripto-
klorogenik.
Penelitian mengenai kandungan komponen-komponen quercetin
dan quercetin glikosida pada ekstrak kenikir dengan metanol, juga
dilakukan di Malaysia pada bulan Juli 2000. Hasil uji komponen-
komponen tersebut menunjukkan adanya aktivitas antioksidan setelah
dilakukan pengujian dengan uji feri tiosianat, uji asam tiobarbiturat, dan
uji DPPH (Israf et al., 2003).
-
8/16/2019 flavonoid dalam krokot
19/140
6
Gambar 1. Kenikir (Cosmos caudatus H.B.K.)
2. Beluntas ( Pluchea indica Less.)
Klasifikasi dari beluntas adalah :
Kingdom : Plantae
Division : Spermatophyta
Sub Division : Angiospermae
Class : Dicotyledone
Order : Asterales
Family : Asteraceae
Genus : Pluchea
Species : Pluchea indica Less.
Beluntas merupakan tanaman perdu yang tumbuh tegak, sering
bercabang banyak, dan memiliki tinggi sekitar 1-2 meter. Tanaman ini
banyak tumbuh di daerah Jawa bagian pantai Utara. Hingga ketinggian
kurang lebih 800 meter di atas permukaan laut, tumbuhan ini dapatdigunakan sebagai pagar hidup (Heyne, 1987). Ciri-ciri daunnya adalah
berbentuk bulat telur, tepi runcing, pangkal tumpul, berbulu halus, panjang
3.8-6.4 cm, lebar 2-4 cm, pertulangan menyirip, dan memiliki warna hijau
muda atau hijau (Anonim, 2006i). Tanaman beluntas dapat dilihat seperti
pada Gambar 2.
-
8/16/2019 flavonoid dalam krokot
20/140
7
Sayuran beluntas memiliki kandungan saponin, flavonoid,
polifenol, tanin, asam klorogenik, natrium, kalium, aluminium, kalsium,
magnesium, dan fosfor (Anonim, 2005a). Anonim (2003b) menambahkan
bahwa daun dan bunga beluntas mengandung alkali yang bertindak
sebagai antiseptik. Asam amino (leusin, isoleusin, triptofan, treonin),
lemak, besi, vitamin A, dan vitamin C, juga terdapat dalam tanaman ini.
Bagian tanaman beluntas yang biasa dikonsumsi adalah daun
mudanya. Daun dari tanaman ini memiliki khasiat sebagai obat penurun
panas, obat batuk, dan penghilang bau keringat (Anonim, 2006 i). Daun
beluntas juga berguna untuk menambah nafsu makan (stomakik) dan
membantu pencernaan (Anonim, 2005 b).
Selain fungsi-fungsi yang telah disebutkan di atas, daun beluntas juga memiliki kemampuan menghilangkan bau mulut, sebagai obat radang
(inflamasi), sebagai obat oles yang baik untuk mengobati rasa lemas akibat
diare, dan sebagai bahan ramuan yang berbentuk oles dan bubur. Cairan
dari daun yang ditumbuk dan dicampur dengan ramuan lain-lain (adas-
pulasari, bawang merah, kunyit, temulawak, dan kemenyan) merupakan
obat yang baik untuk penderita diare berdarah (Heyne, 1987). Khasiat
daun beluntas sebagai obat radang (inflamasi) dan obat diare disebabkan
karena kemampuannya dalam menghambat pertumbuhan bakteri
Staphylococcus aureus dan Escherichia coli (Ardiansyah, 2005).
Ardiansyah (2005), melakukan penelitian terhadap pengujian
ekstrak etanol daun beluntas sebagai zat antibakteri dan antioksidan.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut, diperoleh hasil bahwa daun beluntas
mempunyai potensi untuk dikembangkan sebagai ekstrak yang berfungsi
sebagai pengawet makanan, karena kemampuannya untuk menghambat
pertumbuhan bakteri-bakteri penyebab keracunan makanan dan bakteri
penyebab kerusakan makanan. Disamping itu juga kemampuannya sebagai
radical scavenging dapat digunakan sebagai senyawa antioksidan.
-
8/16/2019 flavonoid dalam krokot
21/140
8
Beluntas memiliki kemampuan lain, yaitu termasuk dalam salah
satu tanaman yang tergolong dalam kelompok obat kontrasepsi.
Komponen flavonoid yang terdapat di dalamnya akan menghambat enzim
aromatase, yaitu enzim yang berfungsi mengkatalisis konversi androgen
menjadi estrogen yang akan meningkatkan hormon testosteron. Tingginya
konsentrasi testosteron akan berefek umpan balik negatif ke hipofisis,
yaitu tidak melepaskan hormon FSH (Folikel Stimulating Hormone) dan
LH ( Luteinizing Hormone), sehingga akan menghambat spermatogenesis.
Selain itu, senyawa tanin yang terkandung di dalamnya akan bekerja
dalam menggumpalkan sperma (Susetyarini dan Wahyuni, 2003).
Gambar 2. Beluntas (Pluchea indica Less.)
3. Mangkokan ( Nothopanax scutellarium)
Klasifikasi dari mangkokan adalah (Anonim, 2007j) :
Kingdom : Plantae
Division : Magnoliophyta
Class : Magnoliopsida
Order : Apiales
Family : Araliaceae
Genus : Nothopanax
Species : Nothopanax scutellarium
-
8/16/2019 flavonoid dalam krokot
22/140
9
Tumbuhan ini sering ditanam sebagai tanaman hias atau tanaman
pagar, walaupun dapat ditemukan tumbuh liar di ladang dan tepi sungai.
Mangkokan menyukai tempat terbuka yang terkena sinar matahari atau
sedikit terlindung, dan dapat tumbuh pada ketinggian 1 - 200 meter di atas
permukaan laut. Tanaman ini merupakan perdu tahunan yang tumbuh
tegak dengan tinggi 1- 3 m. Batang berkayu, bercabang, bentuknya bulat,
panjang, dan lurus. Bagian yang dikonsumsi dari tanaman ini adalah
bagian daunnya, yang memiliki ciri-ciri yaitu berdaun tunggal, bertangkai,
agak tebal, bentuknya bulat berlekuk seperti mangkok, pangkal berbentuk
jantung, tepi bergerigi, diameter 6-12 cm, pertulangan menyirip, dan
berwarna hijau tua (Anonim, 2005d). Gambar 3 menunjukkan gambar
daun mangkokan.Batang dan daun mangkokan mengandung kalsium-oksalat,
peroksidase, amygdalin, fosfor, besi, lemak, protein, serta vitamin A, B1,
dan C (Anonim, 2005d). Anonim (2005e) menambahkan bahwa daun
mangkokan mengandung alkaloid, saponin, flavonoid, dan polifenol. Pada
zaman dahulu, daun mangkokan digunakan sebagai tempat darurat
pengganti mangkok atau piring untuk makan bubur sagu, sehingga
dinamakan daun mangkok (Heyne, 1987). Daun muda dari tanaman ini
dapat dimakan sebagai lalap, urapan mentah, atau direbus dan dibuat sayur
(Anonim, 2005d).
Di daerah Jawa, bubur daun mangkokan digunakan untuk melumas
kulit kepala terhadap kerontokan rambut. Di daerah Ternate, daun
mudanya dimakan dengan cara direbus. Sedangkan daun tuanya oleh para
wanita Ternate digunakan untuk menyembuhkan payudara yang bernanah
(daun diremas dengan minyak kelapa dan sedikit curcuma, dipanaskan
diatas api, lalu dioleskan pada payudara yang bernanah untuk
menyusutkan pembengkakan dan mengalirkan habis air susu yang
membusuk) (Heyne, 1987).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Triguspita et al.
(2000), daun mangkokan mengandung tanin, polifenol, dan saponin.
Penelitian ini juga menguji efek analgetika ekstrak metanol dari daun
-
8/16/2019 flavonoid dalam krokot
23/140
10
mangkokan. Hasil analisis yang diperoleh yaitu pemberian ekstrak dengan
dosis 400 dan 800 mg/kg BB mencit, menunjukkan efek yang bermakna
terhadap kontrol. Diduga bahwa senyawa tanin, polifenol, dan flavonoid
merupakan senyawa aktif analgetika.
Gambar 3. Mangkokan ( Nothopanax scutellarium)
4. Kecombrang ( Nicolaia speciosa Horan)
Klasifikasi dari kecombrang adalah :
Kingdom : Plantae
Division : Spermatophyta
Sub Division : Angiospermae
Class : Monocotyledonae
Order : Zingiberales
Family : Zingiberaceae
Genus : Nicolaia
Species : Nicolaia speciosa Horan
Kecombrang merupakan tanaman tahunan, berupa semak, dan
tinggi 1-3 meter. Batangnya semu, tegak, berpelepah, membentuk
rimpang, dan berwarna hijau. Daun tanaman ini merupakan daun tunggal,
lanset, memiliki ujung dan pangkal runcing, bertepi rata, pertulangan
-
8/16/2019 flavonoid dalam krokot
24/140
11
menyirip, panjang 20-30 cm, lebar 5-15 cm, dan berwarna hijau. Bunga
kecombrang berbentuk bongkol, majemuk, mahkota bertaju, berbulu
jarang, berwarna merah jambu, dan panjang tangkai bunganya 80-220 cm.
Bunga ini sering dipakai sebagai penganti buah asam (tamarin) dan
kadang-kadang dibuat sebagai manisan (Anonim, 2006h). Gambar 4
menunjukkan tanaman kecombrang, sedangkan Gambar 5 adalah bunga
kecombrang.
Kecombrang dapat dimanfaatkan dengan memasak daun muda dan
bunganya dimakan sebagai teman makan nasi. Di daerah tertentu,
kecombrang biasa dimasak sebagai sayur lodeh (Anonim, 2003b). Di
Jawa, bunga kecombrang digunakan sebagai campuran untuk makan urap
dan pecal. Bunga kecombrang juga sering dimanfaatkan sebagai lalapandan teman sambal (Djuki, 2005). Orang-orang Sunda di daerah Bogor,
memanfaatkan rimpangnya untuk mendapatkan warna kuning (Heyne,
1987).
Bagian tanaman kecombrang yang digunakan dalam penelitian ini
adalah bagian bunganya. Bunga kecombrang memiliki kadar air sebesar
90.23%, dan nilai pH bunga kecombrang adalah 3.89 (Anggraeni, 2007).
Khasiat dari bunga kecombrang adalah sebagai obat penghilang bau badan
(sebanyak 100 gram bunga segar, dicuci dan dikukus sampai matang, lalu
dimakan sebagai sayuran), untuk memperbanyak air susu ibu, dan sebagai
pembersih darah (Anonim, 2006h). Zat aktif yang terkandung di dalamnya
yang dapat menghilangkan bau badan adalah saponin, flavonoid, dan
polifenol (Anonim, 2003b). Kecombrang juga kaya akan vitamin dan
mineral (Djuki, 2005).
Kecombrang telah terbukti memiliki aktivitas antibakteri dan
antikapang. Hal ini dapat diketahui dari hasil penelitian yang telah
dilakukan oleh Naufalin (2005). Hasil penelitian tersebut menunjukkan
bahwa ekstrak bunga kecombrang dengan etil asetat dan etanol mampu
menghambat pertumbuhan bakteri dan kapang pada makanan terutama
bakteri patogen penyebab penyakit. Sedangkan ekstraksi bunga
kecombang dari pelarut heksana tidak mampu menghambat mikroba
-
8/16/2019 flavonoid dalam krokot
25/140
12
makanan. Antibakteri kedua ekstrak ini lebih kuat dibanding anti
kapangnya. Bila dibandingkan, aktivitas antibakteri ekstrak etil asetat lebih
tinggi dari ektraksi etanol. Bunga kecombang hasil ektraksi etil asetat dan
etanol mampu menekan pertumbuhan Stapyllococcus aures, Listeria
monocytogenes, Bacillus cereus, Salmonella typhimurium, Escherichia
coli, Aeromonas hydrophila, dan Pseudomonas aeruginosa. Diantara
semua bakteri itu, yang paling sensitif terhadap ekstrak etil asetat dan
etanol ialah Pseudomonas aeruginosa. Stapyllococcus aureus merupakan
bakteri yang paling resisten terhadap kedua ekstrak tersebut.
Aktivitas antibakteri ekstrak bunga kecombrang dipengaruhi oleh
faktor-faktor seperti pH, NaCl (garam), dan pemanasan. Pada pH asam
aktivitas anti bakteri ekstrak etil asetat dan etanol bunga kecombrang lebihtinggi dibanding pH basa (8-9). Penambahan NaCl hingga 4% ekstrak etil
asetat menyebabkan peningkatan aktivitas antibakteri. Namun pada
konsentrasi NaCl 5% aktivitas antibakteri cenderung menurun. Aktivitas
antibakteri ini pun masih bertahan pada pemanasan suhu 80°C dan 100°C
selama 10, 20, 30 menit, serta 121°C selama 10 menit (Naufalin, 2005).
Ekstrak etil asetat dan etanol bunga kecombrang dapat
menghambat pertumbuhan miselia kapang Penicillium funiculosum,
Aspergillus flavus, dan Rhizopus oligosporus. Kapang Aspergillus flavus
dan Penicillium funiculosum lebih sensitif terhadap ekstrak etil asetat.
Sedangkan kapang Rhizopus oligosporus lebih resisten terhadap ekstrak
etil asetat (Naufalin, 2005).
Ekstrak bunga kecombrang dapat berpotensi sebagai pengawet
pada mie basah. Penambahan ekstrak kecombrang rebus pada mie mentah
mampu meningkatkan umur simpan secara nyata sampei 46 jam dan pada
mie matang sampai 41 jam (lebih lama dari kontrol). Penambahan ekstrak
kecombrang pada mie matang juga terbukti mampu mengurangi
pertumbuhan mikroba. Mie matang kontrol dapat memenuhi SNI sampai
jam ke-40, sedangkan mie matang ekstrak segar sampai jam ke-48, dan
mie matang ekstrak rebus sampai jam ke-52 (Anggraeni, 2007).
-
8/16/2019 flavonoid dalam krokot
26/140
-
8/16/2019 flavonoid dalam krokot
27/140
14
5. Kemangi (Ocimum sanctum Linn.)
Klasifikasi dari kemangi adalah :
Kingdom : Plantae
Division : Magnoliophyta
Class : Magnoliopsida
Order : Lamiales
Family : Lamiaceae
Genus : Ocimum
Species : Ocimum sanctum Linn.
Kemangi merupakan tumbuhan perdu yang bercabang banyak dan
memiliki tinggi 0.3-1.5 meter. Tanaman kemangi adalah sejenis tumbuhantropis yang terdapat di Malaysia dan Asia lainnya. Kemangi merupakan
sejenis tanaman herba dan sering ditanam di kawasan sekitar rumah
(Anonim, 2007f). Tanaman ini tersebar di seluruh Jawa dari dataran
rendah hingga kurang lebih 600 meter di atas permukaan laut, terutama di
daerah-daerah dengan musim kemarau yang kuat (Heyne, 1987).
Bagian yang dikonsumsi dari tanaman ini adalah daunnya. Daun
kemangi memiliki ciri-ciri yaitu merupakan daun tunggal, berbentuk bulat
telur, ujung runcing, pangkal tumpul, pertulangan menyirip, panjang 14-16
mm, lebar 3-6 mm, memiliki tangkai daun yang panjang (sekitar 1 cm),
dan berwarna hijau (Anonim, 2005 f). Bentuk daun kemangi dapat dilihat
seperti pada Gambar 6. Daun kemangi memiliki bau yang sangat khas.
Menurut Novary (1999) yang dikutip oleh Kharisma (2002), daun kemangi
banyak mengandung vitamin A dan C, serta mineral P, Ca, dan Fe.
Komposisi kimia daun kemangi dapat dilihat pada Tabel 1.
Biasanya tanaman ini digunakan untuk lalapan atau sayuran urap,
dan merupakan salah satu bahan dan bumbu untuk membuat pepes
(Anonim, 2007e). Daun kemangi memiliki khasiat sebagai obat penurun
panas dan memperbaiki pencernaan (Anonim, 2005f). Selain itu, daunnya
juga bermanfaat untuk melancarkan keluarnya air susu pada wanita
-
8/16/2019 flavonoid dalam krokot
28/140
15
menyusui. Jika daun kemangi diremas dengan cuka dapat pula berkhasiat
sebagai obat gosok untuk mengobati encok (Heyne, 1987).
Daun Ocimum sanctum mengandung saponin, flavonoid, dan tanin.
Sedangkan bijinya mengandung saponin, flavonoid, dan polifenol
(Anonim, 2005f). Zat aktif yang terkandung dalam daun kemangi juga
berfungsi sebagai antiseptik. Selain itu, daun kemangi juga dapat
berkhasiat untuk menghilangkan bau badan dan dapat meningkatkan selera
makan (Anonim, 2003b).
Tabel 1. Komposisi kimia daun kemangi per 100 gram bagian
yang dapat dimakan
Nilai gizi Jumlah
Kalori (kal) 43
Protein (g) 3.3
Lemak (g) 1.2
Karbohidrat (g) 7.0
Kalsium (g) 320
Fosfor (g) 38
Besi (mg) 4.8
β-karoten (μg) 4500
Thiamin (mg) 0.08
Riboflavin (mg) 0.35
Niasin (mg) 0.08
Asam askorbat (mg) 27
Air (%) 86.5
Sumber : Leung et al. (1972) yang dikutip oleh Kharisma (2002)
-
8/16/2019 flavonoid dalam krokot
29/140
16
Gambar 6. Kemangi (Ocimum sanctum Linn.)
6. Katuk (Sauropus androgynus)
Klasifikasi dari katuk adalah :
Kingdom : Plantae
Division : Magnoliophyta
Class : Magnoliopsida
Order : Malpighiales
Family : Phyllanthaceae
Tribe : Phyllantheae
Sub Tribe : Flueggeinae
Genus : Sauropus
Species : Sauropus androgynous
Katuk merupakan sayuran berdaun yang paling populer di daerah
Asia Selatan dan Asia Tenggara (Anonim, 2007p). Penyebaran tanaman
ini berasal dari pulau Jawa (Anonim, 2005i). Tanaman katuk merupakantanaman perdu yang tingginya dapat mencapai hingga 3.5 meter, dengan
cabang-cabang yang agak lemah dan agak terbagi. Tanaman ini tumbuh
liar di hutan-hutan dan ladang-ladang. Kondisi tumbuh terbaik untuk
tanaman katuk adalah di daerah dengan ketinggian 1300 di atas permukaan
-
8/16/2019 flavonoid dalam krokot
30/140
17
laut (Anonim, 2006f). Di daerah Jawa, tanaman katuk sering ditanam dan
terdapat di sepanjang jalan pada pagar-pagar (Heyne, 1987).
Bagian tanaman yang biasa dikonsumsi adalah daunnya. Ciri-ciri
dari daun katuk adalah daunnya majemuk, bulat telut, ujung runcing,
pangkal tumpul, tepi rata, panjang 5-6 cm, pertulangan menyirip, dan
berwarna hijau tua (Anonim, 2007p). Gambar 7 menunjukkan tanaman
katuk.
Daun katuk memiliki kandungan kimia yaitu zat protein, lemak,
kalsium, fosfor, besi, serta vitamin A, B1, dan C (Anonim, 2006f). Selain
itu, Soedibyo (1998) menambahkan bahwa dalam daun katuk juga
mengandung senyawa steroid dan polifenol. Komposisi kimia daun katuk
dapat dilihat pada Tabel 2. Penelitian-penelitian terdahulu telahmembuktikan bahwa khasiat dari daun katuk salah satunya adalah dapat
meningkatkan produksi ASI (Soedibyo, 1998). Peningkatan produksi ASI
ini diduga karena adanya efek hormonal dari kandungan kimia sterol pada
daun katuk yang bersifat estrogenik (Anonim, 2004).
Anonim (2006 f) dan Soedibyo (1998) menyebutkan bahwa khasiat
daun katuk selain untuk meningkatkan produksi ASI adalah dapat
berkhasiat juga sebagai antipiretik atau obat penurun demam. Fungsi lain
dari daun katuk adalah sebagai pewarna. Bila daunnya diremas-remas
dengan tangan dapat memberikan warna hijau pada beberapa makanan
(Heyne, 1987).
Hasil analisis GC-MS pada ekstrak heksana daun katuk
menunjukkan adanya beberapa senyawa alifatik. Pada ekstrak eter terdapat
komponen utama yang meliputi : monometil suksinat, asam benzoat dan
asam 2-fenilmalonat; serta komponen minor meliputi : terbutol, 2-
propagiloksan, 4H-piran-4-on, 2-metoksi-6-metil, 3-peten-2-on,
3-(2-furanil), dan asam palmitat. Pada ekstrak etil asetat terdapat
komponen utama yang meliputi: sis-2-metil-siklopentanol asetat.
Kandungan daun katuk meliputi protein, lemak, kalsium, fosfor, besi,
vitamin A, B, dan C. Pirolidinon, dan metil piroglutamat serta
-
8/16/2019 flavonoid dalam krokot
31/140
18
p-dodesilfenol sebagai komponen minor. Pada penelitian terdahulu telah
disebutkan bahwa daun katuk juga mengandung efedrin (Anonim, 2004).
Tabel 2. Komposisi kimia daun katuk per 100 gram bagian yang
dapat dimakan
Nilai gizi Jumlah
Kalori (kal) 59
Protein (g) 4.8
Lemak (g) 1.0
Karbohidrat (g) 11.0
Kalsium (g) 204
Fosfor (g) 83
Besi (mg) 2.7
β-karoten (μg) 10370
Thiamin (mg) 0.10
Asam askorbat (mg) 239
Air (%) 81.0
Sumber : Departemen Kesehatan RI (1981) yang dikutip oleh
Muchtadi (2000)
Gambar 7. Katuk (Sauropus androgynus)
-
8/16/2019 flavonoid dalam krokot
32/140
19
7. Kedondong Cina ( Polyscias pinnata)
Klasifikasi dari kedondong cina adalah (Anonim, 2007l):
Kingdom : Plantae
Division : Magnoliophyta
Class : Magnoliopsida
Order : Apiales
Family : Araliaceae
Sub Family : Aralioideae
Genus : Polyscias
Species : Polyscias pinnata
Genus tanaman Polyscias merupakan tanaman semak dan pohonyang merupakan tanaman asli dari kawasan tropis Asia, Selandia Baru,
dan Kepulauan Pasifik. Tumbuhan ini banyak digunakan sebagai tanaman
hias di rumah pada daerah yang beriklim dingin, dan sebagai tanaman
pagar di daerah yang beriklim tropis, seperti Indonesia (Anonim, 2007m).
Tanaman kedondong cina merupakan tanaman yang tumbuh secara
berkelompok. Tinggi tanamannya sekitar 90 cm. Ciri-ciri daunnya (seperti
dapat dilihat pada Gambar 8) antara lain, ujung runcing, pangkal tumpul,
tepinya bergerigi, dan berwarna hijau muda. Penyebaran tanaman
kedondong cina berasal dari pulau Jawa (Anonim, 2005i).
Gambar 8. Kedondong cina (Polyscias pinnata)
-
8/16/2019 flavonoid dalam krokot
33/140
20
8. Antanan (Centella asiatica)
Klasifikasi dari antanan adalah :
Kingdom : Plantae
Division : Magnoliophyta
Class : Magnoliopsida
Order : Apiales
Family : Apiaceae
Genus : Centella
Species : Centella asiatica
Antanan adalah tanaman herba tahunan yang kecil dari famili
Apiaceae. Tanaman ini merupakan tanaman asli dari Australia, kepulauanPasifik, New Guinea, Malanesia, Malesia, dan Asia. Jenis-jenis antanan
yang terdapat di Malaysia adalah antanan Cina atau antanan nyonya yang
berdaun kecil, antanan daun lebar, antanan kelantan, antanan renek,
antanan salad, antanan gajah, dan antanan Brunei. Di Indonesia, jenis-jenis
antanan yang ada adalah antanan, antanan daun kaki kuda, antanan
tikusan, dan antanan pani gowang (Anonim, 2007k).
Antanan adalah tanaman kosmopolit di negara tropis. Di Jawa,
terutama di bagian barat dari pulau ini, antanan dapat tumbuh dari dataran
rendah hingga kurang lebih 2500 meter di atas permukaan laut. Tanaman
ini seringkali tumbuh secara berkelompok dalam jumlah yang besar dan
pada tempat-tempat yang agak rindang dan lembab (Heyne, 1987).
Tanaman antanan dapat dilihat seperti pada Gambar 9.
Tanaman antanan kaya akan berbagai zat makanan, seperti protein,
zat besi, vitanim A, dan vitamin C. Antanan digunakan sebagai tanaman
obat-obatan dalam pengobatan tradisional Cina (Anonim, 2007a). Bagian
yang dikonsumsi dari tanaman antanan adalah seluruh bagiannya. Daun
Centella asiatica mengandung alkaloid, saponin, flavonoid, dan polifenol
(Anonim, 2005c). Antanan merupakan herba menjalar, dengan ciri-ciri
daun tunggal, tersusun dalam roset akar, dua sampai sepuluh, berbentuk
ginjal, tepi bergerigi, dan berwarna hijau. Batang antanan memiliki ciri-
-
8/16/2019 flavonoid dalam krokot
34/140
21
ciri kecil, tipis, berupa stolon, berwarna hijau sampai hijau kemerah-
merahan, dan saling terkait antar tanaman (Soedibyo, 1998).
Antanan jika dikonsumsi sebagai salad, dapat membantu menjaga
supaya terlihat lebih awet muda. Jika antanan dibuat jus, dapat mengurangi
tekanan darah tinggi dan dapat juga digunakan sebagai minuman tonikum
untuk menjaga kesehatan agar tetap prima. Antanan juga memiliki khasiat
untuk menyembuhkan luka yang terbuka (Anonim, 2007a). Tanaman ini
juga mengandung tanin yang kemungkinan dapat membantu mengatasi
radang usus dan sakit perut. Selain itu antanan bersifat manis,
mendinginkan, membersihkan darah, dan melancarkan peredaran darah
(Anonim, 2005g).
Menurut Heyne (1987), seduhan antanan memiliki khasiat sebagaiobat pembersih darah, hermoroida, penyakit hati, batuk kering, radang
cabang tenggorok, asma, radang usus, batu ginjal, dan sebagai obat kumur
pada penyakit seperti sariawan. Antanan yang diremas-remas jika
dioleskan pada radang kulit yang basah akan memberikan pengobatan
yang cukup baik.
Gambar 9. Antanan (Centella asiatica)
-
8/16/2019 flavonoid dalam krokot
35/140
22
9. Pohpohan ( Pilea trinervia)
Klasifikasi dari pohpohan adalah (Anonim, 2007h):
Kingdom : Plantae
Division : Magnoliophyta
Class : Magnoliopsida
Order : Rosales
Family : Urticaceae
Genus : Pilea
Species : Pilea trinervia
Pohpohan merupakan salah satu tumbuhan yang penyebarannya
berasal dari Jawa (Anonim, 2005i). Tanaman ini tumbuh secara umum di pegunungan dengan tinggi pohonnya sekitar dua meter. Bagian yang
dikonsumsi dari pohpohan adalah daunnya. Daun tanaman pohpohan
memiliki tekstur yang sangat lunak, berbau harum, dan dimakan sebagai
lalap (Heyne, 1987). Gambar 10 menunjukkan tanaman pohpohan.
Gambar 10. Pohpohan (Pilea trinervia)
-
8/16/2019 flavonoid dalam krokot
36/140
23
10. Daun ginseng (Talinum paniculatum)
Klasifikasi dari daun ginseng adalah :
Kingdom : Plantae
Division : Magnoliophyta
Class : Magnoliopsida
Order : Caryophyllales
Family : Portulacaceae
Genus : Talinum
Species : Talinum paniculatum
Daun ginseng (Talinum paniculatum) dikenal juga dengan nama
kolesom Jawa. Daun ginseng merupakan tanaman herba menahun yangtumbuhnya semi menjalar dengan tinggi sekitar 30 - 60 cm, dengan batang
bercabang di bagian bawah dan pangkalnya mengeras. Tumbuhan ini
berasal dari Amerika tropis. Di Jawa tumbuh pada ketinggian 5 - 1250
meter di atas permukaan laut (Anonim, 2003a). Di Jawa Barat, tanaman ini
banyak dibudidayakan sebagai tanaman hias (Heyne, 1987).
Tanaman ini sangat mudah dikembangbiakan, baik dengan biji
maupun setek batang. Kolesom Jawa ditanam sebagai tanaman hias atau
tanaman obat, kadang ditemukan tumbuh liar. Akarnya berdaging tebal,
biasa digunakan sebagai pengganti kolesom. Daun dari tanaman ini
merupakan daun tunggal, letaknya berhadapan, bertangkai pendek,
berbentuk bulat telur sungsang, tepi rata, ujung dan pangkalnya runcing,
panjang 3 - 10 cm, lebar 1,5 - 5 cm, dan berwarna hijau mengkilat.
Bunganya majemuk dengan kelopak berwarna pink (Sutomo, 2006 dan
Anonim, 2003a). Daun dan bunga kolesom jawa dapat dilihat seperti pada
Gambar 11.
Semua bagian tanaman ini bisa dimakan, mulai dari akar hingga
daunnya. Biasanya akarnya yang menggembung menyerupai akar ginseng
di keringkan sebagai ramuan obat. Daunnya biasa dijual sebagai sayuran.
Daun kolesom/ginseng sangat cocok ditumis, dibuat cah (dimasak dengan
sedikit air) atau sebagai campuran sayur bening atau sup. Rasanya lezat
-
8/16/2019 flavonoid dalam krokot
37/140
24
dengan tekstur lembut dan sedikit berlendir. Mengolah sayuran ini harus
menggunakan api besar dan cepat karena warnanya akan berubah menjadi
kehitaman jika terlalu lama dimasak (Sutomo, 2006).
Belum ada penelitian tentang manfaat kolesom, namun secara
turun temurun akar dan daunnya dipercaya dapat meningkatkan stamina
tubuh. Sejauh ini baru diketahui bahwa di dalam akar kolesom
mengandung zat aktif seperti saponin, flavonoid dan tanin. Bagian
daunnya mengandung vitamin A yang cukup tinggi, serat dan beragam
mineral penting lainnya (Sutomo, 2006).
Gambar 11. Daun ginseng (Talinum paniculatum)
-
8/16/2019 flavonoid dalam krokot
38/140
-
8/16/2019 flavonoid dalam krokot
39/140
26
mengandung vitamin (terutama vitamin C dan beberapa vitamin B, serta
karotenoid) dan mineral yang dibutuhkan tubuh, seperti magnesium,
kalsium, kalium, dan besi. Selain itu, di dalam tanaman ini juga terdapat
dua tipe pigmen betalain alkaloid, yaitu pigmen betasianin yang kemerah-
merahan (dapat terlihat pada warna batangnya) dan pigmen kuning
betasantin (terlihat jelas pada bunganya dan tersamar pada daunnya).
Kedua pigmen ini memiliki potensi sebagai antioksidan dan antimutagenik
(Anonim, 2007n). Tanaman krokot juga mengandung saponin dan
flavonoid (Anonim, 2005h).
Gambar 12. Krokot (Portulaca oleracea)
B. FLAVONOID
Flavonoid terdistribusi secara luas pada tanaman, yang memiliki
berbagai fungsi, termasuk berperan dalam memproduksi pigmen berwarna
kuning, merah, atau biru pada bunga, dan sebagai penangkal terhadap
mikroba dan insekta (Anonim, 2007b). Flavonoid memiliki kontribusi yang penting dalam kesehatan manusia. Menurut Markham (1989) yang dikutip
oleh Hertog et al. (a) (1992), disarankan agar setiap harinya manusia
mengkonsumsi beberapa gram flavonoid. Flavonoid memiliki ikatan
difenilpropana (C6-C3-C6) yang diketahui sebagai antimutagenik dan
antikarsinogenik. Selain itu, senyawa ini juga memiliki sifat sebagai
-
8/16/2019 flavonoid dalam krokot
40/140
27
antioksidan, anti-peradangan, anti-alergi, dan dapat menghambat oksidasi dari
LDL ( Low Density Lipoprotein) (Anonim, 2006d).
Berdasarkan tatanama menurut IUPAC, flavonoid dapat
diklasifikasikan kedalam (Anonim, 2007b):
1.
Flavonoids, merupakan turunan dari struktur 2-phenylchromen-4-one
(2-phenyl-1,4-benzopyrone);
2.
Isoflavonoids, merupakan turunan dari struktur 3-phenylchromen-4-one
(3-phenyl-1,4-benzopyrone);
3. Neoflavonoids, merupakan turunan dari struktur 4-phenylcoumarine
(4-phenyl-1,2-benzopyrone).
Jenis utama flavonoid adalah antosianidin, flavonol, flavone,
flavanol, flavonone, dan isoflavon (Spencer et al., 2003). Flavonol dan flavonemerupakan senyawa yang paling tersebar luas dari semua pigmen tumbuhan
kuning (Robinson, 1995). Flavonol dan flavone yang terdapat dalam tanaman,
biasanya dalam bentuk O-glikosida. Perbedaan yang paling utama antara
flavonol dan flavone yaitu pada flavonol terdapat gugus hidroksi pada C3.
Kedua senyawa ini banyak terdapat pada bagian daun dan bagian luar dari
tanaman, dan hanya sedikit sekali yang ditemukan pada bagian tanaman yang
berada di bawah permukaan tanah (Hertog et al. (a), 1992). Perbedaan antara
kedua senyawa ini dapat dilihat secara lebih jelas pada Gambar 13.
Gambar 13. Struktur kimia flavonol dan flavone yang diidentifikasi
Senyawa R1 R2 R3
Flavonol yang diidentifikasi
Myricetin OH OH OH
Quercetin OH OH H
Kaempferol OH H H
Flavone yang diidentifikasi
Luteolin H OH H
Apigenin H H H
-
8/16/2019 flavonoid dalam krokot
41/140
28
Dibandingkan dengan jenis flavonoid lain, jenis flavonol dan flavone
merupakan dua dari jenis flavonoid yang paling banyak terdapat dalam
tanaman sayur-sayuran (Robinson, 1995). Oleh karena itulah, pada penelitian
ini, dilakukan identifikasi pada kedua jenis flavonoid tersebut. Selain karena
alasan jumlah yang mayoritas, berdasarkan penelitian-penelitian yang telah
dilakukan, kedua jenis flavonoid ini memiliki kemampuan yang baik,antara
lain sebagai antioksidan.
Flavonol terdiri atas quercetin; yang umumnya merupakan
komponen terbanyak dalam tanaman, kaempferol, dan myricetin. Flavone;
yang terdiri atas apigenin dan luteolin, hanya ditemukan pada bahan pangan
tertentu, contohnya seledri, lada (hanya luteolin), dan peterseli (hanya
apigenin) (Lee, 2000). Dalam sayuran, quercertin glikosida merupakankomponen yang paling menonjol. Namun, terdapat pula glikosida dari
kaempferol, luteolin, dan apigenin (Hertog et al. (a), 1992).
Flavonoid memiliki efek biologis dalam sistem sel mamalia yang
berperan dalam kesehatan manusia. Beberapa flavonoid, terutama quercetin,
merupakan antioksidan yang kuat. Sifat antioksidan dari quercetin
meningkatkan kemungkinan untuk mengkonsumsi senyawa ini dan substansi
yang terkait di dalamnya dapat mengurangi risiko kanker, penyakit jantung,
dan stroke pada manusia (Anonim, 2006c). Senyawa quercetin merupakan
golongan flavonol yang paling banyak terdapat dalam tanaman dan
merupakan senyawa yang paling aktif dibandingkan senyawa lain dari
golongan flavonol (Fuhrman dan Aviram, 2002). Banyak tanaman obat
menunjukkan khasiatnya yang baik seiring dengan tingginya kandungan
quercetin. Quercetin juga telah terbukti memiliki aktivitas sebagai anti
peradangan, karena langsung menghambat penyebab utama dari proses
peradangan tersebut (Anonim, 2007o).
Kemampuan quercetin sebagai zat anti tumor juga luar biasa. Selain
itu, quercetin juga memiliki pengaruh yang positif dalam membantu untuk
mencegah kanker, prostatitis, gangguan jantung, katarak, dan gangguan
pernafasan, seperti bronkitis dan asma (Anonim, 2007o). Quercetin mampu
-
8/16/2019 flavonoid dalam krokot
42/140
29
menghambat oksidasi LDL dengan cara mengkelat ion tembaga, yang dapat
menginduksi oksidasi dari LDL (Aviram dan Fuhrman, 2003).
Senyawa lain dari golongan flavonol yang memiliki peran penting
pula adalah kaempferol. Senyawa kaempferol berbentuk padatan berwarna
kuning, dengan titik leleh 276-278°C. Senyawa ini hanya sedikit larut dalam
air, namun larut dalam etanol panas, metanol, dan dietil eter. Konsumsi
kaempferol dalam teh dan brokoli menunjukkan adanya hubungan dengan
penurunan risiko terhadap kanker dan gangguan jantung (Anonim, 2007d).
Selain itu, kaempferol juga mampu menghambat oksidasi LDL dengan cara
mengkelat ion tembaga, yang dapat menginduksi oksidasi dari LDL. Namun
aktivitas dari kaempferol ini tidak seefektif seperti pada luteolin dan quercetin
(Aviram dan Fuhrman, 2003).Myricetin merupakan senyawa yang paling sedikit dijumpai di
tanaman dibandingkan senyawa lain dari golongan flavonol. Namun demikian,
myricetin juga memiliki khasiat sebagai antioksidan. Menurut Knekt et al.
(2002) yang dikutip oleh Anonim (2006g), hasil studi in vitro menunjukkan
bahwa dengan konsentrasi myricetin yang tinggi dapat memodifikasi
penyerapan kolesterol LDL oleh sel darah putih menjadi lebih cepat. Selain
itu, studi dari Finlandia juga menyatakan bahwa dengan tingginya konsumsi
myricetin dapat menurunkan kemungkinan terkena kanker prostat.
Salah satu senyawa golongan flavone yang diteliti pada penelitian ini
adalah luteolin. Senyawa luteolin memiliki peran yang penting dalam tubuh
manusia sebagai antioksidan, penangkap radikal bebas, zat pencegah terhadap
peradangan, promotor dalam metabolisme karbohidrat, dan sebagai pengatur
sistem imun. Berdasarkan karakteristik-karakteristik tersebut, luteolin juga
dipercaya dapat memainkan peran yang penting dalam pencegahan terhadap
kanker. Beberapa penelitian telah menyatakan bahwa luteolin sebagai zat
biokimia dapat secara drastis menurunkan gejala infeksi dan peradangan
(Anonim, 2007g). Selain itu, luteolin juga mampu menghambat oksidasi LDL
dengan cara mengkelat ion tembaga, yang dapat menginduksi oksidasi dari
LDL (Aviram dan Fuhrman, 2003).
-
8/16/2019 flavonoid dalam krokot
43/140
30
Apigenin adalah senyawa lainnya dari golongan flavone yang akan
diidentifikasi pada penelitian ini. Apigenin merupakan aglikon dari apiin,
yang diisolasi dari daun tanaman peterseli dan seledri. Senyawa ini berbentuk
padatan dan berwarna kuning, dan sering digunakan untuk pencelupan bulu
domba (Anonim, 2006a). Senyawa apigenin memiliki kemampuan antara lain
sebagai zat anti peradangan, antibakteri, dan untuk mengatasi permasalahan
lambung (Cadenas dan Packer, 2002).
C. IDENTIFIKASI SENYAWA FLAVONOID
High Performance Liquid Chromatography (HPLC) merupakan alat
yang penting dalam kimia analitik. HPLC memiliki kemampuan untuk
memisahkan, mengidentifikasi, dan menghitung jumlah komponen yangterdapat dalam sampel apapun yang dapat dilarutkan dalam air. Dengan
kemampuannya yang seperti ini, maka jumlah suatu komponen yang sangat
sedikit pun (dalam part per trillion) dapat ditentukan secara mudah. HPLC
dapat diaplikasikan untuk sampel apapun, seperti dalam bidang farmasi,
pangan, nutraceuticals, kosmetik, lingkungan, forensik, dan industri kimia
(Anonim, 2006e).
Komponen utama dari sistem HPLC adalah pompa (tekanan tetap
dan volume tetap), penginjeksi, kolom (eksternal dan internal), detektor, dan
rekorder atau sistem data yang terintegrasi (Rounds dan Gregor, 2003).
Parameter-parameter yang akan mempengaruhi sistem kerja pada HPLC
antara lain adalah diameter dalam dari kolom HPLC, ukuran partikel, ukuran
lubang pada fase diam, dan tekanan pompa (Anonim, 2007c).
Menurut (Rounds dan Gregor, 2003), terdapat lima tipe HPLC yaitu
Normal phase chromatography, reversed phase chromatography, Ion-
exchange chromatography, size-exclusion chromatography, dan affinity
chromatography. Pada penelitian ini, tipe HPLC yang digunakan adalah
reversed phase chromatography (RP-HPLC). Fase diam dari HPLC jenis ini
adalah senyawa nonpolar, sedangkan fase geraknya polar. Karena hal
tersebutlah maka komponen yang akan keluar terlebih dahulu adalah
komponen yang polar dibandingkan yang nonpolar.
-
8/16/2019 flavonoid dalam krokot
44/140
31
Lebih dari 70% teknik pemisahan dengan metode HPLC
menggunakan tipe reversed phase. Beberapa contoh teknik pemisahan yang
menggunakan metode RP-HPLC adalah analisis protein dari tanaman, protein
dari biji-bijian, analisis vitamin larut air dan larut lemak, pemisahan
karbohidrat, dan penentuan unsur-unsur pokok dari minuman ringan. Reversed
phase HPLC dengan metode deteksi yang sangat bervariasi, digunakan untuk
menganalisis lemak (Rounds dan Gregor, 2003).
Antioksidan, seperti butylated hydroxyanisole (BHA) dan butylated
hydroxytoluene (BHT), dapat diekstrak dari bahan pangan kering dan
dianalisis dengan menggunakan detektor UV dan fluoresens secara
bersamaan. Bahan pangan basah, pigmen (seperti klorofil, karotenoid, dan
antosianin), dan komponen fenolik (seperti vanili), dapat pula dianalisisdengan mengunakan metode RP-HPLC (Rounds dan Gregor, 2003).
Kolom reversed phase chromatography lebih sulit untuk rusak
dibandingkan dengan kolom silika normal. Hal ini dikarenakan kolom RP-
HPLC terdiri atas alkil turunan silika dan tidak pernah digunakan dengan
larutan basa (karena larutan basa akan menghancurkan ikatan silika). Kolom
RP-HPLC dapat digunakan dengan larutan asam tetapi tidak boleh kontak
terlalu lama karena asam dapat menimbulkan korosi pada logam yang ada
dalam peralatan HPLC. Kandungan logam pada kolom HPLC harus dijaga
agar tetap rendah supaya dapat memberikan hasil terbaik pada pemisahan
komponen. Salah satu cara untuk mengetahui kandungan logam di dalam
kolom HPLC adalah dengan menginjeksikan campuran dari 2,2’- dan
4,4’-bipiridin. Bila terdapat ion logam di permukaan silika, maka senyawa
2,2’-bipiridin akan mengkelat logam tersebut dan peak dari senyawa yang
akan diidentifikasi menjadi tidak teratur sehingga dapat memberikan hasil
yang tidak sesuai (Anonim, 2007c).
Berbagai penelitian telah dilakukan untuk mendeteksi komponen
fenolik dalam bahan pangan dengan menggunakan metode HPLC. Komponen
fenolik merupakan senyawa aromatik, oleh karena itu, senyawa tersebut akan
memberikan penyerapan yang baik pada panjang gelombang sinar UV.
Flavonoid, yang merupakan bagian sari senyawa fenolik, memiliki serapan
-
8/16/2019 flavonoid dalam krokot
45/140
32
pada panjang gelombang antara 240 dan 270 nm, dan antara 320 dan 380 nm.
Untuk itulah, pada deteksi komponen fenolik, detektor yang digunakan pada
komponen HPLC adalah detektor UV atau UV-Vis (Lee, 2000).
Fase gerak yang biasa digunakan dalam identifikasi senyawa fenolik
dengan HPLC adalah metanol, acetonitril, dan tetrahidrofuran. Penggunaan
tetrahidrofuran sebagai fase gerak dalam sistem HPLC, memberikan hasil
pemisahan yang terbaik; diikuti oleh acetonitril, dan yang terakhir metanol.
Namun, pada identifikasi senyawa flavonoid, fase gerak yang biasa digunakan
adalah metanol dan acetonitril. Tetrahidrofuran akan memberikan hasil yang
sangat signifikan berbeda bila digunakan untuk mengidentifikasi asam sinamat
dalam jus jeruk (Lee, 2000).
Analisis flavonoid pada buah berry (raspberry merah, blueberry,cranberry, dan blackberry) telah banyak dilakukan (Rommel dan Wrolstad,
1993 dan Tandjung et al., 1994 yang dikutip oleh Lee, 2000). Senyawa
flavonol aglikon (quercetin, myricetin, dan kaempferol) dapat dipisahkan
dengan menggunakan fase gerak campuran antara acetonitril dan 1% asam
asetat dalam air. Kolom yang digunakan adalah Partisil 5 ODS-3 column (250
x 4.6-mm ID), dengan laju aliran 1ml/menit. Deteksi flavonol dilakukan pada
panjang gelombang UV 360 nm.
Analisis flavonoid pada sayuran seperti yang dikemukakan oleh
Hertog et al. (a) (1992) banyak diadopsi oleh para peneliti-peneliti lain (Lee,
2000). Identifikasi flavonoid pada sayuran dilakukan dengan menggunakan
fase gerak 25% acetonitril dalam buffer fosfat 0.025 M. Laju alirannya adalah
0.9 ml/menit. Sampel yang akan diidentifikasi akan melewati kolom Nova-
Pak C18, yang memiliki dimensi (150 x 3.9-mm ID). Detektor yang
digunakan yaitu Linear Model 204 UV-Vis detector (Hertog et al. (a) (1992).
-
8/16/2019 flavonoid dalam krokot
46/140
33
III. BAHAN DAN METODE
A. BAHAN DAN ALAT
1. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bahan
untuk membuat larutan standar, bahan untuk membuat ekstrak sayuran dan
bahan untuk analisis. Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan
larutan standar adalah standar myricetin, luteolin, quercetin, apigenin, dan
kaempferol; yang diperoleh dari Sigma Aldrich, melalui perantara PT.
Intralab Ekatama, Bogor; metanol 62.5%, HCl 6M, dan TBHQ (Tertiary
Butyl Hydroquinone). Bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan
ekstrak sayuran adalah daun kenikir (Cosmos caudatus H.B.K.), daun beluntas (Pluchea indica Less.), daun mangkokan ( Nothopanax
scutellarium), bunga kecombrang ( Nicolaia speciosa Horan), daun
kemangi (Ocimum sanctum), daun katuk (Sauropus androgynus), daun
kedondong Cina (Polyscias pinnata), seluruh bagian antanan (Centella
asiatica), daun pohpohan (Pilea trinervia), daun dari tanaman daun
ginseng (Talinum paniculatum) , dan daun dan batang krokot (Portulaca
oleracea); yang diperoleh dari pasar lokal yang berada di daerah Bogor;
metanol 62.5%, HCl 6M, dan TBHQ. Bahan-bahan yang digunakan untuk
analisis adalah acetonitril, KH2PO4, water chromatography, Folin
Ciocalteu, Na2CO3, dan etanol 95%.
2. Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat untuk
membuat larutan standar, alat untuk membuat ekstrak sayuran, dan alat
untuk analisis. Alat-alat yang digunakan dalam pembuatan larutan standar
adalah labu takar, gelas ukur, pipet mohr, pipet tetes, dan spatula. Alat-alat
yang digunakan dalam pembuatan ekstrak sayuran adalah freezer, freeze
dryer , alat refluks, neraca analitik, blender kering, labu takar, gelas piala,
gelas ukur, pipet mohr, pipet tetes, spatula, baskom, dan pisau. Alat-alat
yang digunakan untuk analisis adalah High Performance Liquid
-
8/16/2019 flavonoid dalam krokot
47/140
-
8/16/2019 flavonoid dalam krokot
48/140
35
diindikasikan dari warna daun yang lebih hijau muda bila dibandingkan
dengan daun pada bagian yang lainnya. Bagian tanaman krokot yang
digunakan adalah daun dan batangnya, sedangkan bagian tanaman antanan
yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh bagiannya. Bunga
kecombrang yang digunakan adalah bunga kecombrang yang telah mekar.
Pemilihan bagian-bagian tanaman tersebut didasarkan pada bagian-bagian
yang biasa dikonsumsi oleh masyarakat.
Sayuran-sayuran indigenous tersebut yang diperoleh dari pasar
lokal yang berada di daerah Bogor, pertama-tama dicuci sampai bersih,
kemudian ditiriskan. Setelah itu sayuran dibekukan di dalam freezer
selama satu malam untuk memudahkan proses pengeringan vakum. Waktu
pengeringan dengan freeze dryer dapat berlangsung selama satu sampaidua hari tergantung dari banyaknya sampel. Setelah sampel kering,
dilakukan penghancuran menggunakan blender kering untuk mendapatkan
bubuk sampel berukuran kurang lebih 30 mesh. Sampel yang telah
diblender kemudian disimpan dalam freezer dan siap untuk digunakan
dalam ekstraksi. Tahap persiapan sampel secara ringkas dapat dilihat pada
Gambar 14.
2. Analisis Kadar Air (AOAC, 1984)
Penetapan kadar air merupakan cara untuk mengukur banyaknya
air yang terdapat di dalam suatu bahan pangan. Analisis kadar air
dilakukan pada sampel sayuran segar (awal) dan pada sampel sayuran
setelah freeze drying. Penentuan kadar air ini dilakukan dengan
menggunakan metode pengeringan dengan oven biasa. Prinsip dari metode
ini adalah air dikeluarkan dari sampel dengan cara menguapkan air yang
terdapat dalam bahan pangan.
Persiapan yang perlu dilakukan adalah cawan aluminium yang
akan digunakan terlebih dahulu dikeringkan dalam oven pada suhu 100°C
selama 15 menit kemudian didinginkan dalam desikator selama 10 menit.
Lalu cawan ditimbang dengan menggunakan neraca analitik. Sampel
ditimbang sebanyak kurang lebih 5 gram kemudian dikeringkan dalam
-
8/16/2019 flavonoid dalam krokot
49/140
36
oven selama kurang lebih 6 jam. Setelah itu, didinginkan dalam desikator
kemudian ditimbang. Contoh kembali dikeringkan dalam oven selama 30
menit lalu ditimbang kembali. Perlakuan terakhir ini diulangi terus hingga
diperoleh berat sampel kering yang relatif konstan (berat dianggap konstan
jika selisih berat sampel kering yang ditimbang ≤0,0003 gram).
W – ( W1 – W2 )
Kadar air (%) = x 100 %
W
W = bobot contoh sebelum dikeringkan (g)
W1 = bobot (contoh + cawan) sesudah dikeringkan (g)
W2 = bobot cawan kosong (g)
3. Analisis Total Fenol (Shetty et al., 1995 yang dikutip oleh Ishartani,
2004)
Penentuan total fenol bertujuan mengetahui kandungan senyawa
fenol pada sampel. Sampel kering beku bubuk mula-mula diambil
sebanyak 50.0 mg dan dilarutkan dalam 2.5 ml etanol 95%, kemudian
divorteks. Setelah itu dilakukan sentrifuse terhadap campuran tersebut
selama 5 menit dengan kecepatan putaran 4000 rpm. Supernatan diambil
sebanyak 0.5 ml dan dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Kemudian
ditambahkan 0.50 ml etanol 95%, 2.5 ml aquadest, dan 2.5 ml reagen
Folin Ciocalteu 50%. Campuran tersebut didiamkan dahulu selama
5 menit, lalu ditambahkan 0.5 ml Na2CO3 5% dan divorteks. Setelah itu,
sampel disimpan dalam ruang gelap selama satu jam, lalu dilakukan
pengukuran dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 725 nm.
Prosedur penetuan total fenol dapat dilihat secara ringkas pada Gambar 15.
Standar yang digunakan dalam penentuan total fenol adalah asam
galat. Standar asam galat dibuat dengan variasi konsentrasi antara
50-250 mg/L.
-
8/16/2019 flavonoid dalam krokot
50/140
37
4. Ekstraksi Senyawa Flavonoid dari Sayuran Indigenous (Hertog et al.
(a), 1992)
Tahap ekstraksi sampel diawali dengan pelarutan sebanyak 0.500
atau 1.000 gram sampel kering beku ke dalam 40 ml metanol 62,5% dan
2 g/L TBHQ sebagai antioksidan. Kemudian ditambahkan 10 ml HCl 6M
lalu direfluks selama satu jam pada suhu 50°C. Tujuan penambahan asam
ini adalah untuk menjaga komponen agar tidak terdegradasi dan
perefluksan untuk hidrolisis asam guna memotong gula. Gula yang
menempel pada flavonoid dapat mengganggu pemisahan komponen,
sehingga ikatan tersebut perlu dipotong. Setelah didinginkan ditambahkan
kembali metanol sampai volume larutan menjadi 100 ml. Sebanyak dua
mililiter larutan disaring dengan filter syringe berdiameter 0.45 µm, dansampel tersebut telah siap untuk diinjeksikan ke kolom HPLC. Gambar 16
menunjukkan secara ringkas proses pembuatan ekstrak sampel.
5. Analisis Flavonoid dengan HPLC
a.
Pembuatan larutan standar (Hertog et al. (a), 1992)
Sebanyak 1.5 mg standar yang tersedia dilarutkan dalam 3 ml
metanol 62.5%, sehingga diperoleh standar stock dengan konsentrasi
500 µg/ml. Setelah itu, 2.5 ml dari standar stock dilarutkan dalam 20
ml metanol 62.5% dan 2 g/L TBHQ. Kemudian dicampurkan dengan 5
ml HCl 6M untuk menjaga kondisi asamnya supaya komponen
flavonoid tersebut tidak terdegradasi. Penambahan metanol dilakukan
hingga volume mencapai 50 ml, sehingga konsentrasi yang diperoleh
adalah 25 µg/ml. Larutan standar yang digunakan dalam penelitian ini
terdiri atas lima konsentrasi, yaitu 0.5, 2.5, 10, 20, dan 25 µg/ml.
Pembuatan larutan standar dengan konsentrasi 0.5, 2.5, 10, dan 20
µg/ml dilakukan dengan melakukan pengenceran dari larutan standar
yang memiliki konsentrasi 25µg/ml. Proses pembuatan larutan standar
yang dibutuhkan pada penelitian ini dapat dilihat secara ringkas pada
Gambar 17. Larutan standar campuran dibuat dengan mencampur
-
8/16/2019 flavonoid dalam krokot
51/140
38
kelima standar yang ada, dimana konsentrasi apigenin dibuat menjadi
dua kali konsentrasi standar lainnya.
b. Injeksi larutan standar ke kolom HPLC (Hertog et al. (a), 1992)
Larutan standar dengan berbagai konsentrasi tersebut
diinjeksikan ke kolom HPLC C-18 phase; Develosil ODS-UG-3 yang
memiliki dimensi panjang 75 mm dan diameter dalam 4.6 mm. Fase
gerak yang digunakan adalah 25 % acetonitril di dalam KH2PO4
0.025 M, dengan laju aliran 0,9 ml/menit. Diinjeksikan pula larutan
standar campuran pada berbagai konsentrasi.
c. Pembuatan kurva standar
Hasil dari kromatogram standar pada berbagai konsentrasi
tersebut kemudian dimasukkan ke dalam satu grafik. Dari data-datamasing-masing, dibuat persamaan garis yang akan digunakan pada
perhitungan Limit of Detection masing-masing standar. Dari data-data
kromatogram standar campuran, dibuat persamaan garis yang
digunakan pada perhitungan kandungan komponen flavonoid pada
sampel.
d.
Perhitungan limit deteksi (Rounds dan Nielsen, 2000)
Limit of Detection (LOD) atau limit deteksi diperoleh
dengan cara menginjeksikan masing-masing standar sebanyak sepuluh
kali. Konsentrasi yang digunakan untuk menentukan LOD adalah
konsentrasi yang terndah. Setelah diperoleh kesepuluh area tersebut,
dimasukkan ke dalam persamaan kurva standar masing-masing,
sehingga diperoleh konsentrasi dan standar deviasinya. Besarnya LOD
adalah tiga kali dari nilai standar deviasi.
e.
Injeksi ekstrak sampel ke kolom HPLC (Hertog et al. (a), 1992)
Ekstrak sampel yang telah disaring dengan syringe filter
0.45µm, diinjeksikan ke kolom HPLC C-18 phase; Develosil
ODS-UG-3 yang memiliki dimensi panjang 75 mm dan diameter
dalam 4.6 mm. Fase gerak yang digunakan adalah 25 % acetonitril di
dalam KH2PO4 0.025 M, dengan laju aliran 0,9 ml/menit.
-
8/16/2019 flavonoid dalam krokot
52/140
39
f. Identifikasi flavonoid pada sampel
Hasil dari kromatogram sampel kemudian dibandingkan
dengan kromatogram standar. Penentuan komponen yang terdapat
pada sampel dilihat berdasarkan waktu retensi masing-masing standar.
Dari area yang diperoleh, dihitung konsentrasinya dengan
menggunakan persamaan garis dari kurva standar campuran yang
sudah diperoleh. Selain itu dilakukan pula perhitungan dengan
menggunakan eksternal standar, yaitu dengan membandingkan luas
area komponen pada sampel dengan luas area pada standar campuran.
Standar campuran yang digunakan sebagai eksternal standar adalah
standar campuran dengan konsentrasi yang tertinggi.
-
8/16/2019 flavonoid dalam krokot
53/140
40
Gambar 14. Persiapan sampel
Sampel
Pe