Fix Wrap Up Skenario 2 Euthanasia Blok Etik

download Fix Wrap Up Skenario 2 Euthanasia Blok Etik

of 14

Transcript of Fix Wrap Up Skenario 2 Euthanasia Blok Etik

Skenario 2

Euthanasia Pilihan Terakhir Again

indosiar.com, Jakarta - Bagi Again Isna Nauli Siregar, Euthanasia adalah pilihan terakhir untuk melepas diri dari penderitaannya akibat penyakit yang secara medis sulit disembuhkan. Sang suami Panca Satira Hasan Kusuma dengan gigih terus berjuang untuk mencari kepastian hukum, agar keinginannya untuk mengakhiri hidup istrinya terkabul. Kendati sistem hukum di Indonesia belum mengakuinya.Telah lebih dari 3 bulan, Again Isna Nauli Siregar hanya tergolek tanpa daya di rumah sakit. Sejumlah uang telah dikeluarkan Panca Satria Hasan Kusuma demi kesembuhan istrinya. Namun hingga kini tidak ada perubahan yang berarti terlihat dalam diri Again.Kenyataan pahit ini membuat Hasan pasrah dan reka melepaskan istrinya dengan cara Euthanasia atau disuntik mati. Keputusan akhir diperjuangkan Hasan karena telah habisnya dana yang dimiliki dan tidak tahan melihat penderitaan istrinya yang sulit untuk disembuhkan.Kesedihan Hasan semakin bertambah, karena sejak istrinya sakit ia sangat jarang bertemu dengan anak-anaknya. Perjuangan menempuh jalan akhir melaluo Euthanasia, hingga kini masih terus dilakukan.Sudah 3 bulan Again mengalami stroke setelah menjalankan operasi seksio di Rumah Sakit Islam Bogor. Sebelumnya, pasien mengalami henti nafas dan henti jantung selama satu bulan. Mereka kini menunggu keputusan Majelis Hakim Pengadilan Jakarta Pusat yang menangani kasus ini.

Hypotesa

Euthanasia merupakan tindakan pemutusan kehidupan secara pasif atau aktif. Euthanasia diatur dalam hukum Negara dan hukum Agama, Euthanasiapun dapat ditinjau dari kode etik dan Kaidah dasar moral.

SASARAN BELAJAR :LI 1 : Memahami dan Menjelaskan Euthanasia

LO 1.1 Menjelaskan Definisi EuthanasiaLO 1.2 Menjelaskan Jenis-jenis Euthanasia

LI 2 : Memahami dan Menjalaskan Euthanasia dilihat dari Kode Etik dan Kaidah Dasar Moral

LO 2.1 Menjelaskan Euthanasia dilihat dari Kode EtikLO 2.2 Menjelaskan Euthanasia dilihat dari Kaidah Dasar Moral

LI 3 : Memahami dan Menjelaskan Hukum Mengenai Euthanasia

LO 3.1 Menjelaskan Hukum Negara Mengenai EuthanasiaLO 3.2 Menjelaskan Hukum Agama Mengenai Euthanasia

LI 1 : Memahami dan Menjelaskan Euthanasia

LO 1.1 Menjelaskan Definisi Euthanasia

Secara harafiah : Mati secara baik dan mudah, yang dilalui tanpa penderitaan.

Secara Medis : Membantu pasien mati cepat untuk membebaskan diri dari penderitaan akibat penyakit yang tak kunjung sembuh.

Euthanasia adalah tindakan pengakhiran kehidupan seseorang secara sengaja yang dilakukan oleh si korban bukan atas permintaan orang lain.Euthanasia berasaldari kata YunaniEuthanathos.Eu = baik, tanpa penderitaan. Sedangkan tanathos= mati. Dengan demikian euthanasia dapat diartikan mati dengan baik tanpa penderitaan.Definisi euthanasia menurut KNMG (IkatanDokterBelanda): Dengan sengaja tidak melakukan sesuatu untuk memperpanjang hidup seorang pasien atau sengaja melakukan sesuatu untuk memperpendek hidup atau mengakhiri hidup seorang pasien, dan ini dilakukan untuk kepentingan pasien sendiri.

Euthanasia dalam persepektif Medis Dalam kemajuan ilmu pengetahuan dan tenologi di bidang medik, kehidupan seorang pasien bisa diperpanjang dan hal ini seringkali membuat para dokter dihadapkan pada sebuah dilema untuk memberikan bantuan tersebut apa tidak dan jika sudah terlanjur diberikan bolehkah untuk dihentikan.Tugas seorang dokter adalah untuk menolong jiwa seorang pasien, padahal jika dilihat lagi hal itu sudah tidak bisa dilanjutkan lagi dan jika hal itu diteruskan maka kadang akan menambah penderitaan seorang pasien. Nah, penghentian pertolongan tersebut merupakan salah satu bentuk euthanasia. Berdasarkan pada cara terjadinya, ilmu pengetahuan membedakan kematian kedalam tiga jenis: 1. Orthothansia, merupakan kematian yang terjadi karena proses alamiah, 2. Dysthanasia, adalah kematian yang terjadi secara tidak wajar, 3. Euthanasia, adalah kematian yang terjadi dengan pertolongan atau tidak dengan pertolongan dokter,

Pengertian euthanasia ialah tindakan memudahkan kematian seseorang dengan sengaja tanpa merasakan sakit, karena kasih sayang, dengan tujuan meringankan penderitaan si sakit, baik dengan cara positif maupun negative, dan biasanya tindakan ini dilakukan oleh kalangan medis. Sehingga denagn hal demikian akan muncul yang namanya euthanasia positif dan euthanasia negativeEuthanasia dalam Oxford English Dictionary dirumuskan sebagai kematian yang lembut dan nyaman, dilakukan terutama dalam kasus penyakit yang penuh penderitaan dan tak tersembuhkan. Istilah yang sangat populer untuk menyebut jenis pembunuhan ini adalah mercy killing (Tongat, 2003 :44). Sementara itu menurut Kamus Kedokteran Dorland euthanasia mengandung dua pengertian. Pertama, suatu kematian yang mudah atau tanpa rasa sakit. Kedua, pembunuhan dengan kemurahan hati, pengakhiran kehidupan seseorang yang menderita penyakit yang tak dapat disembuhkan dan sangat menyakitkan secara hati-hati dan disengaja. Secara konseptual dikenal tiga bentuk euthanasia, yaitu voluntary euthanasia (euthanasia yang dilakukan atas permintaan pasien itu sendiri karena penyakitnya tidak dapat disembuhkan dan dia tidak sanggup menahan rasa sakit yang diakibatkannya); non voluntary euthanasia (di sini orang lain, bukan pasien, mengandaikan, bahwa euthanasia adalah pilihan yang akan diambil oleh pasien yang berada dalam keadaan tidak sadar tersebut jika si pasien dapat menyatakan permintaannya); involuntary euthanasia (merupakan pengakhiran kehidupan pada pasien tanpa persetujuannya).

LO 1.2 Menjelaskan Jenis-jenis Euthanasia

Jenis euthanasia menurut Yessi ada 5 macam, yaitu :1. Euthanasia Pasif : mempercepat kematian dengan cara : Tolak berikan/ ambil tindakan pertolongan medis2. Euthanasia aktif : secara aktif ambil tindakan yang baik secara langsung/ tidak yang mengakibatkan kematian3. Euthanasia voluntary : percepat kematian atas permintaan pasien4. Euthanasia involuntary : percepat kematian tanpa persetujuan/permintaan pasien5. Nonvoluntary : percepat kematian sesuai keinginan yang disampaikan lewat pihak kedua (keluarga) atas keputusan pemerintahJenis euthanasia menurut Fred Amelin, yaitu :1. Berdasarkan Inisiatif :a. Atas permintaan pasienb. Atas permintaan bukan pasien2. Berdasarkan cara :a. Euthanasia aktif : Baik atas permintaan pasien/ tidak, ketika dokter secara sengaja lakukan untuk perpendek hidup pasien.b. Euthanasia pasif : Baik permintaan pasien ( auto euthanasia) atau dokter secara sengaja tidak lagi memberikan bantuan medis yang dapat perpanjang hidup.3. Berdasarkan akibat :a. Langsung : Cara mengakhiri hidup lewat tindakan medis yang diperhitungkan akan langsung mengakhiri hidup pasien.b. Tidak langsung Tindakan medis yang dilakukan tidak langsung akan mengakhiri hidup pasien tapi diketahui bahwa resiko tindakan tersebut dapat mengakhiri hidup pasien.Jenis Euthanasia menurut Thiroux yaitu :1. Membiarkan seseorang mati 2. Mercy Death : Tindakan bantu pasien penyakit terminal untuk mengakhiri hidupnya Orang lain lebih aktif ambil tindakan percepat kematian atas keinginan pasien3. Mercy Killing Tindakan langsung untuk hentikan hidup seorang pasien penyakit terminal tanpa persetujuan pasien sendiri

LI 2 : Memahami dan Menjalaskan Euthanasia dilihat dari Kode Etik dan Kaidah Dasar Moral

LO 2.1 Menjelaskan Euthanasia dilihat dari Kode Etik

Dalam KODEKI pasal 2 dijelaskan bahwa; seorang dokter harus senantiasa berupaya melaksanakan profesinya sesuai dengan standar profesi tertinggi. Jelasnya bahwa seorang dokter dalam melakukan kegiatan kedokterannya sebagai seorang profesi dokter harus sesuai dengan ilmu kedokteran mutakhir, hukum dan agama. KODEKI pasal 7d juga menjelaskan bahwa setiap dokter harus senantiasa mengingat akan kewajiban melindungi hidup insani. Artinya dalam setiap tindakan dokter harus bertujuan untuk memelihara kesehatan dan kebahagiaaan manusia. Jadi dalam menjalankan profesinya seorang dokter tidak boleh melakukan: Menggugurkan kandungan (abortus provocatus), mengakhiri kehidupan seorang pasien yang menurut ilmu dan pengetahuan tidak mungkin akan sembuh lagi (euthanasia), Mengenai euthanasia, dapat digunakan dalam tiga arti ; 1. Berpindahnya ke alam baka dengan tenang dan aman tanpa penderitaan, buat yang beriman dengan nama Allah di bibir, 2. Waktu hidup akan berakhir (sakaratul maut) penderitaan pasien diperingan dengan memberikan obat penenang, 3. Mengakhiri penderitaan dari seorang sakit dengan sengaja atas permintaan pasien sendiri dan keluarganya.

Adapun unsur-unsur dalam pengertian euthanasia dalam pengertian di atas adalah: 1. Berbuat seauatu atau tidak berbuat sesuatu, 2. Mengakhiri hidup, mempercepat kematian, atau tidak memperpanjang hidup pasien, 3. Pasien menderita suatu penyakit yang sulit untuk disembuhkan, 4. Atas permintaan pasien dan keluarganya, 5. Demi kepentingan pasien dan keluarganya.

LO 2.2 Menjelaskan Euthanasia dilihat dari Kaidah Dasar Moral

Kaidah dasar Moral

1. Tindakan berbuat baik (beneficence) General beneficence: melindungi & mempertahankan hak yang lain mencegah terjadi kerugian pada yang lain, menghilangkan kondisi penyebab kerugian pada yang lain, Specific beneficence : menolong orang cacat, menyelamatkan orang dari bahaya. Mengutamakan kepentingan pasien Memandang pasien/keluarga/sesuatu tak hanya sejauh menguntungkan dokter/rumah sakit/pihak lain Maksimalisasi akibat baik (termasuk jumlahnya > akibat-buruk) Menjamin nilai pokok : apa saja yang ada, pantas (elok) kita bersikap baik terhadapnya (apalagi ada yg hidup).

2. Tidak merugikan atau nonmaleficence /primum non nocere Sisi komplementer beneficence dari sudut pandang pasien, seperti : Tidak boleh berbuat jahat (evil) atau membuat derita (harm) pasien Minimalisasi akibat buruk Kewajiban dokter untuk menganut ini berdasarkan hal-hal :- Pasien dalam keadaan amat berbahaya atau berisiko hilangnya sesuatu yang penting- Dokter sanggup mencegah bahaya atau kehilangan tersebut- Tindakan kedokteran tadi terbukti efektif- Manfaat bagi pasien > kerugian dokter (hanya mengalami risiko minimal). Norma tunggal, isinya larangan.

3. Keadilan (Justice) Treat similar cases in a similar way = justice within morality. Memberi perlakuan sama untuk setiap orang (keadilan sebagai fairness) yakni :1. Memberi sumbangan relatif sama terhadap kebahagiaan diukur dari kebutuhan mereka (kesamaan sumbangan sesuai kebutuhan pasien yang memerlukan/membahagiakannya)2. Menuntut pengorbanan relatif sama, diukur dengan kemampuan mereka (kesamaan beban sesuai dengan kemampuan pasien). Tujuan : Menjamin nilai tak berhingga setiap pasien sebagai mahluk berakal budi (bermartabat), khususnya : yang-hak dan yang-baik Jenis keadilan :1. Komparatif (perbandingan antar kebutuhan penerima) 2. Distributif (membagi sumber) : kebajikan membagikan sumber-sumber kenikmatan dan beban bersama, dengan cara rata/merata, sesuai keselarasan sifat dan tingkat perbedaan jasmani-rohani; secara material kepada : Setiap orang andil yang sama Setiap orang sesuai dengan kebutuhannya Setiap orang sesuai upayanya. Setiap orang sesuai kontribusinya Setiap orang sesuai jasanya Setiap orang sesuai bursa pasar bebas1. Sosial : kebajikan melaksanakan dan memberikan kemakmuran dan kesejahteraan bersama : Utilitarian : memaksimalkan kemanfaatan publik dengan strategi menekankan efisiensi social dan memaksimalkan nikmat/keuntungan bagi pasien. Libertarian : menekankan hak kemerdekaan social ekonomi (mementingkan prosedur adil > hasil substantif/materiil). Komunitarian : mementingkan tradisi komunitas tertentu Egalitarian : kesamaan akses terhadap nikmat dalam hidup yang dianggap bernilai oleh setiap individu rasional (sering menerapkan criteria material kebutuhan dan kesamaan).1. Hukum (umum) : Tukar menukar : kebajikan memberikan / mengembalikan hak-hak kepada yang berhak. pembagian sesuai dengan hukum (pengaturan untuk kedamaian hidup bersama) mencapai kesejahteraan umum.

4. Otonomi (self-determination) Pandangan Kant : otonomi kehendak = otonomi moral yakni : kebebasan bertindak, memutuskan (memilih) dan menentukan diri sendiri sesuai dengan kesadaran terbaik bagi dirinya yang ditentukan sendiri tanpa hambatan, paksaan atau campur-tangan pihak luar (heteronomi), suatu motivasi dari dalam berdasar prinsip rasional atau self-legislation dari manusia. Pandangan J. Stuart Mill : otonomi tindakan/pemikiran = otonomi individu, yakni kemampuan melakukan pemikiran dan tindakan (merealisasikan keputusan dan kemampuan melaksanakannya), hak penentuan diri dari sisi pandang pribadi. Menghendaki, menyetujui, membenarkan, mendukung, membela, membiarkan pasien demi dirinya sendiri = otonom (sebagai mahluk bermartabat). Didewa-dewakan di Anglo-American yang individualismenya tinggi Kaidah ikutannya ialah : Tell the truth, hormatilah hak privasi liyan, lindungi informasi konfidensial, mintalah consent untuk intervensi diri pasien; bila ditanya, bantulah membuat keputusan penting. Erat terkait dengan doktrin informed-consent, kompetensi (termasuk untuk kepentingan peradilan), penggunaan teknologi baru, dampak yang dimaksudkan (intended) atau dampak tak laik-bayang (foreseen effects), letting die.Pada etika teonom, yang mewajibkan adanya perintah Tuhan, ada nilai dasar moral utama yakni : ketuhanan (tidak diakui/dieksplisitkan bagi penganut pandangan sekuler) Dasar dan sekaligus tujuan seluruh etika (bagi pandangan teologis/non-sekuler) Menempatkan EK sebagai tuntutan (postulat) kodrat. Melanggar EK = memperkosa kodrat manusia. Menuju nilai kebenaran kedokteran yakni pengakuan :1. Adanya Tuhan : perintah menjalankan EK adalah perintah Tuhan /habbluminnallah.2. Adanya kebebasan kehendak3. Adanya keabadian jiwaSelain 4 prinsip atau kaidah dasar moral tersebut, dikenal prinsip turunannya dengan nilai-nilai seperti :1. Berani berkata benar/kejujuran (veracity) : truth telling2. Kesetiaan (fidelity) : keep promise3. Privacy (dari otonomi dan beneficence)4. Konfidensialitas.5. Menghormati kontrak (perjanjian)6. Ketulusan (honesty) : tidak menyesatkan informasi kepada pasien atau pihak ketiga seperti perusahaan asuransi, pemerintah, dll.7. Menghindari membunuh

Derajat ketegaran kaidah dasar moral KDM dapat merupakan suatu hal tersendiri (disebut tegar), namun dapat saling bertukar sehingga dapat pula merupakan suatu kesinambungan (tidak tegar). Ketegaran tersebut bergantung pada :1. Legalisme (prinsip moral tergantung pada hukum/nilai utama lainnya)2. Absolut3. Prima facie (prinsip harus dipatuhi, namun dapat bertukar sejauh ada kepentingannya seperti prinsip lain yang lebih kuat atau ada alasan kuat untuk pengecualiannya)4. Relatif5. Antinomianisme (prinsip moral tidak tergantung pada hukum/nilai utama lainnya)

LI 3 : Memahami dan Menjelaskan Hukum Mengenai Euthanasia

LO 3.1 Menjelaskan Hukum Negara Mengenai Euthanasia

Hukum negaraMenurut PP no.18/1981 pasal 1 menyebutkan bahwa: Meninggal dunia adalah keadaan insani yang diyakini oleh ahli kedokteran yang berwenang, bahwa fungsi otak, pernapasan, & atau denyut jantung seseorang telah berhenti. Definisi mati ini merupakan definisi yang berlaku di Indonesia.Mati itu sendiri sebetulnya dapat didefinisikan secara sederhana sebagai berhentinya kehidupan secara permanen (permanent cessation of life). Hanya saja, untuk memahaminya terlebih dahulu perlu memahami apa yang disebut hidup.

Pasal-pasal dalam KUHP menegaskan bahwa euthanasia baik aktif maupun pasif tanpa permintaan adalah dilarang. Demikian pula dengan euthanasia aktif dengan permintaan. Berikut adalah bunyi pasal-pasal dalam KUHP tersebut:Pasal 338 : Barang siapa dengan sengaja menghilangkan jiwa orang lain karena pembunuhan biasa, dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya lima belas tahun.Pasal 340 : Barangsiapa dengan sengaja & direncanakan lebih dahulu menghilangkan jiwa orang lain, karena bersalah melakukan pembunuhan berencana, dipidana dengan pidana mati atau penjara seumur hidup atau penjara sementara selama-lamanya duapuluh tahun.Pasal 344 : Barang siapa menghilangkan jiwa orang lain atas permintaan orang itu sendiri, yang disebutkannya dengan nyata & sungguh-sungguh dihukum penjara selama-lamanya duabelas tahun.Pasal 345 : Barangsiapa dengan sengaja membujuk orang lain untuk bunuh diri, menolongnya dalam perbuatan itu atau memberi sarana kepadanya untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun, kalau orang itu jadi bunuh diri.Pasal 359 : Menyebabkan matinya seseorang karena kesalahan atau kelalaian, dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun atau pidana kurungan selama-lamanya satu tahunDengan kata lain, apabila suatu tindakan medis dianggap tidak ada manfaatnya, maka dokter tidak lagi berkompeten melakukan perawatan medis, & dapat dijerat hukum sesuai KUHP pasal 351 tentang penganiayaan,yang berbunyi:(1) Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.(4) Dengan penganiayaan disamakan sengaja merusak kesehatan.

Hubungan hukum dokter-pasien juga dapat ditinjau dari sudut perdata, yaitu pasal 1313, 1314, 1315, & 1319 KUHPer tentang perikatan-perikatan yang dilahirkan dari kontrak atau perjanjian. Pasal 1320 KUHPer menyebutkan bahwa untuk mengadakan perjanjian dituntut izin berdasarkan kemauan bebas dari kedua belah pihak. Sehingga bila seorang dokter melakukan tindakan medis tanpa persetujuan pasien, secara hukum dapat dijerat Pasal 351 KUHP tentang penganiayaan.Tindakan menghentikan perawatan medis yang dianggap tidak ada gunanya lagi, sebaiknya dimaksudkan untuk mencegah tindakan medis yang tidak lagi merupakan kompetensinya, & bukan maksud untuk memperpendek atau mengakhiri hidup pasien.

Ikatan Dokter Indonesia (IDI) sebenarnya telah cukup antisipasif dalam menghadapi perkembangan iptekdok, antara lain dengan menyiapkan perangkat lunak berupa SK PB IDI no.319/PB/4/88 mengenai Pernyataan Dokter Indonesia tentang Informed Consent. Disebutkan di sana, manusia dewasa & sehat rohani berhak sepenuhnya menentukan apa yang hendak dilakukan terhadap tubuhnya. Dokter tidak berhak melakukan tindakan medis yang bertentangan dengan kemauan pasien, walau untuk kepentingan pasien itu sendiri.Kemudian SK PB IDI no.336/PB/4/88 mengenai Pernyataan Dokter Indonesia tentang Mati. Sayangnya SKPB IDI ini tidak atau belum tersosialisasikan dengan baik di kalangan IDI sendiri maupun di kalangan pengelola rumah sakit. Sehingga, tiap dokter & rumah sakit masih memiliki pandangan & kebijakan yang berlainan.

LO 3.2 Menjelaskan Hukum Agama Mengenai EuthanasiaTerkadang hak asasi manusia bisa dikatakan sebagai momok yang seakan sangat menakutkan bagi setiap orang, karena segala sesuatu selalu akan dihubungkan dengan otonomi kemanusiaan itu sendiri. Akhirnya sulit menentukan apa sebenarnya makna yang dikehendaki oleh hak asasi manusia. Jika melihat kasus di negara Belanda yang telah melegalkan suntik mati atau dikenal dengan euthanasia pada prinsipnya bukan merupakan kesepakatan bulat dikalangan pemerintah Belanda, karena disatu sisi masih ada yang menolaknya dengan alasan terkai dengan hak asas imanusia. Namun apapun alasannya Islam telah mengatur bagi mereka yang ingin mengakhiri hidupnya baik atas pemintaan sendiri maupun atas pertolongan orang lain (tim medis). Karena Islam sudah melarang untuk membunuh dan bahkan diminta untuk saling bahu membahu sebagaimana telah diungkapkan dalam surat An-Nisa ayat 29

29. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kami saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu ; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.

Hal ini sesuai diperkuat dengan surat al-Maidah ayat 32.

32. Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa: barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. Dan sesungguhnya telah datang kepada mereka rasul-rasul Kami dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas, kemudian banyak diantara mereka sesudah itu sungguh-sungguh melampaui batas dalam berbuat kerusakan dimuka bumi.

Dalam ayat tersebut hendaknya kita menghormati jiwa orang lain, sebagaimana kita menghormati dan menjaga jiwa kita sendiri. Dengan adanya sifat kasih sayang Allah maka hal itu sesungguhnya mengajarkan kepada kita sebagai manusia untuk saling menyayangi, mencintai, tolong menolong dan memelihara harta serta melindungi diri jika keadaan membutuhkan perlindungan. Islam pada hakekatnya melarang adanya pembunuhan. Islam sangat menghargai jiwa seseorang, lebih-lebih terhadap jiwa manusia. Hidup dan mati menurut Islam merupakan kekuasaan Allah. Walaupun itu adalah hak asasi tetapi ia adalah anugerah. Oleh karena itu, seseorang tidak mempunyai wewenang sama sekali untuk melenyapkan jiwa manusia tanpa kehendak dan aturan Allah swt.

Allah juga berfirman dalam surat al-Isra ayat 33 :

33. Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya), melainkan dengan suatu (alasan) yang benar. Dan barangsiapa dibunuh secara zalim, maka sesungguhnya Kami telah memberi kekuasaan kepada ahli warisnya, tetapi janganlah ahli waris itu melampaui batas dalam membunuh. Sesungguhnya ia adalah orang yang mendapat pertolongan

surat al-Anam ayat 151.

151. Katakanlah: "Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu yaitu: janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapa, dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan, Kami akan memberi rezki kepadamu dan kepada mereka, dan janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak di antaranya maupun yang tersembunyi, dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar. Demikian itu yang diperintahkan kepadamu supaya kamu memahami(nya).

Kedua ayat tersebut menjelaskan bagaimana sesungguhnya orang tersebut hanya boleh dibunuh. Dan dalam hal apa saja orang tersebut dapat melakukan pembunuhan. Dalam surat lainnya Allah berfirman pada Surat al-Hijr ayat 23yang menunjukkan agar manusia tidak memandang rendah terhadap jiwa manusia, sehingga Alah memberikan ancaman dan peringatan bagi orang yang meremehkannya. Tindakan merusak ataupun menghilangkan jiwa dan raga milik orang lain maupun jiwa dan raga milik sendiri merupakan perbuatan yang tidak terpuji dan dianggap melawan hukum Allah.

23. Dan sesungguhnya benar-benar Kami-lah yang menghidupkan dan mematikan dan Kami (pulalah) yang mewarisi.(QS.al-hijr:23)

Adanya peringatan dan ancaman dari Allah swt dalam rangka memelihara dan melindungi jiwa manusia secara keseluruhan, sebagaimana diungkapkan dalam Surat al-Baqarah ayat 179: Artinya : Dan dalam qishaash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwaNamun bagi mereka yang mau berpikir mendalam kiranya hadis dari Jundub bin Abdullah yang diriyawatkan oleh Bukhori ini dapat menjadi pelajaran karena Rasulullah SAW bersabda : Ada dimasa dahulu sebelum kamu seorang yang menderita luka, tiba-tiba ia jengkel lalu mengambil pisau dan mengiris lukanya, maka tidak berhenti darahnya hingga ia mati, berfirman Allah swt: hambaku akan mendahului aku terhadap dirinya (jiwanya), maka aku haramkan surga atasnya. Adapun yang dimaksud dengan haram disini adalah haram karena ia telah membunuh dirinya dan tidak sabar menerima ujian Allah.Oleh karena itu, orang yang menghilangkan nyawa orang lain tanpa alasan yang dibolehkan dan dibenarkan agama, menurut Islam sama halnya dengan merusak tatanan kehidupan masyarakat seluruhnya. Karena Islam memberikan penghargaan yang begitu besar terhadap jiwa manusia. Dilihat dari segi nas-nya, menunjukkan bahwa Islam secara tegas melarang bunuh diri dan membunuh jiwa orang lain. Kalau melihat segi unsur jarimah dalam hukum Islam maka seseorang yang melakukan euthanasia telah mengandung unsur jarimah yaitu suatu tindakan yang membentuksuatu perbuatan jarimah, baik perbuatan nyata maupun sikap tidak berbuat. Sebagaicontoh dari jarimah ini adalah biasanya upaya untuk mengurangi beban pasien dalam penderitaannya melalui suntikan dengan bahan pelemah saraf dalam dosis tertentu (neurasthenia). Sementara aspek pelaku sudah jelas terdiri dari dokter, pasien dan keluarga pasien. Terhadap hal seperti ini tidak terlepas dari pertimbangan-pertimbangan selain yang telah disebutkan sebelumnya juga karena kemungkinan lain bisa terjadi bahwa pihak keluarga (tertentu) bekerja sama dengan dokter untuk mempercepat kematian pasien, karena menginginkan harta/milik pasien dan faktor amorallainnya. Jika dilihat dengan adanya permintaan suntik mati untuk mengakhiri hidup seorang pasien yang gencar diberitakan saat ini kiranya perlu dipertimbangkan kembali bahwa Islam jelas sudah melarang dan bahkan Allah SWT mengancam orang yang terlibat dalam masalah suntik mati atau euthanasia ini.Oleh karena itu, maka jika permintaan tersebut dilakukan karena :Pertama, Alasan Pasien; bahwa pasien sudah tidak tahan menanggung derita yang berkepanjangan, tidak ingin meninggalkan beban ekonomi, atau tidak punya harapan sembuh, adalah suatu refleksi dari kelemahan iman. Sakit adalah satu bentuk ujian kesabaran, sehingga tidaklah tepat kalau diselesaikan dengan mengakhiri diri sendiri melalui euthanasia/suntik mati. Kalaupun pandangan medis bahwa pasien tidak dapat disembuhkan lagi, atau biaya untuk meneruskan pengobatan terlalu mahal, maka tidaklah salah kalau ia meminta pulang saja dari rumah sakit. Seandainya diyakinkan bahwa apabila pengobatan dihentikan, ia akan meninggal dunia, maka tindakan keluar dari rumah sakit atau penghentian pengobatan tidak berarti bunuh diri. Hal ini disebabkan kemampuan ekonomi pasien (keluarga) sudah tidak memungkin lagi. Pemulangan pasien seperti ini sudah seringterjadi dan para dokter diperkenankan melepaskannya, karena prosedurnya sudah ada, maka yang bersangkutan tidak akan terkena larangan Allah yaitu sebagai tindakan bunuh diri. Bunuh diri berarti mengingkari rahmat Allah sebagaimana firman-Nya dalam surat an-Nisa ayat 29:

Artinya : Hai orang-orang yang beriman, janganlah kami saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.

Larangan membunuh diri sendiri mencakup juga larangan membunuh orang lain, sebab membunuh orang lain berarti membunuh diri sendiri, karena umat merupakan suatu kesatuan. Rasulullah telah bersabda sebagaimana diriwayatkan Bukhori bahwa orang yang mencekik dirinya sendiri,maka Allah mencekiknya dan menikamnya didalam nerakaAlasan kedua yaitu dari pihak keluarga yang merasa kasihan kepada pasien, atau karena tidak sanggup lagi menanggung biaya perawatan, maka apabila diselesaikan dengan euthanasia/suntik mati, sementara penderita masih terlihat menyimpan tanda-tanda kehidupan berarti perbuatan itu tergolong pembunuhan sengaja, berarti orang yang melakukannya akan terkena al-Quran surat an-Nisa ayat 93.Dalam ayat tersebut juga tidak dibedakan apakah dilakukan atas kasihan atau karena keluarga kekurangan biaya ataupun alasan lain di luar dari yang haq, semuanya dilarang Allah, walaupun tindakan itu disertai dengan kerelaan si korban. Begitu juga kiranya apabila dilakukan tanpa sepengetahuan si pasien, maka hal ini dikategorikan sebagaipembunuhansengaja.Syaikh Muhammad Yusuf al-Qardawi mengatakan bahwa kehidupan manusia bukan menjadi hak milik pribadi, sebab dia tidak dapat menciptakan dirinya (jiwanya), organ tubuhnya, ataupun sel-selnya. Diri manusia pada hakikatnya hanyalah sebagai barang titipan yang diberikan Allah. Oleh karena itu tidak boleh titipan ini diabaikannya, apalagi memusuhi dan melepaskannya dari hidup. Islam menghendaki kepada setiap muslim hendaknya selalu optimis dalam menghadapi setiap musibah. Oleh karena itu, Islam tidak membenarkan dalam situasi apapun untuk melepaskan nyawanya hanya karena ada suatu bala atau musibah yang menimpanya atau karena gagal dalam cita-cita yang dimpi-impikan. Sebab seorang mukmin diciptakan justru untuk berjuang, bukan untuk lari dari kenyataan. Sebab setiap mukmin mempunyai senjata yang tidak bisa sumbing dan mempunyai kekayaan yang tidak bisa habis yaitu senjata iman dan kekayaan budi. Oleh karena itu, Islam melarang seseorang yang menderita sakit berkeinginan mempercepat kematiannya. Bahkan berdoa untuk minta dipercepat kematiannya-pun tidak diperbolehkan.

DAFTAR PUSTAKA

Akbar Ali , Euthanasia Dilihat Dari Hukum Islam, Panji Masyarakat No.453.Th.XXVI,21 Desember 1984.Al-Bukhari, Shahih Bukhary, juz v, Beirut, Dar Al-Fikri,t.th.Al-Syaukany, Nail Al-Authar, Jilid IX, Saudi Arabia,Idarah Al-Buhuts Al-Islamiyah, T.th.Amir, Amridan Hanafiah, M. jusuf. 2009.Etika kedokteran dan hukum kesehatan edisi 4.Arifin Syamsul, Menurut Pandangan Islam: Euthanasia Dilarang, Kiblat No.18.Th.XXVII (Februari ke 1 1981)

Aspek hukum dalam pelaksanaan euthanasia di indonesia. 2008. http://hukumkes.wordpress.com/2008/03/15/aspek-hukum-dalam-pelaksanaan-euthanasia-di-indonesia/ 13 Oktober 2012 21:36

Kristiantoro, Amb Sigit, Eutanasia, Perspektif Moral

Tongat, Hukum Pidana Materiil. Djambatan. 2003.

Tongat, Euthanasia dalam persepektif hukum pidana di Indonesia.(makalah). Malang. 14 Februari 2005.

Wulan, L Ratna Kartika.2008. Aspek Hukum Euthanasia.eprints.undip.ac.id

2