FISIKA X & XI SMA/SMK/MAN

67
Rangkuman Fisika Kelas 1 dan 2 SMA by INTANMARSJAF

description

Ini hanyalah sebuah rangkuman dari beberapa buku Fisika, Bambang Haryadi: 2009 dan Sarwono Sunarroso Suyatman: 2009. Mohon maaf bila ada beberapa teori atau rumus yang kurang tepat juga ke-kurang-lengkapan materi. Semoga bermanfaat!

Transcript of FISIKA X & XI SMA/SMK/MAN

Page 1: FISIKA X & XI SMA/SMK/MAN

Rangkuman FisikaKelas 1 dan 2 SMA

by INTANMARSJAF

Page 2: FISIKA X & XI SMA/SMK/MAN

Kelas 1Semester 1Bab 1: Besaran dan Satuan

Fisika SMA X/XI

Page 3: FISIKA X & XI SMA/SMK/MAN

Fisika SMA X/XI

Bab 1Besaran dan Satuan

A. Pengukuran Besaran Fisika (Massa, Panjang, dan Waktu)

Pengukuran adalah suatu proses pembandingan sesuatu dengan sesuatu yang lain yang dianggap sebagai patokan (standar) yang disebut satuan. Tujuan pengukuran adalah untuk mengetahui nilai ukur suatu besaran fisis dengan hasil akurat. Suatu besaran (kuantitas) yang dapat diukur disebut besaran fisis. Contoh besaran fisis, antara lain: panjang, massa, waktu, gaya, simpangan, kecepatan, panjang gelombang, frekuensi, dan seterusnya. Ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi agar suatu satuan dapat digunakan sebagai satuan yang standar. Syarat tersebut antara lain:

1. Nilai satuan harus tetap, artinya nilai satuan tidak tergantung pada cuaca panas atau dingin, tidak tergantung tempat, tidak tergantung waktu, dan sebagainya.

2. Mudah diperoleh kembali, artinya siapa pun akan mudah memperoleh satuan tersebut jika memerlukannya untuk mengukur sesuatu.

3. Satuan dapat diterima secara internasional, dimanapun juga semua orang dapat menggunakan sistem satuan ini.

Sistem satuan yang digunakan saat ini di seluruh dunia adalah sistem satuan SI. SI adalah kependekan dari

bahasa Perancis Systeme International d’Unites. Sistem ini diusulkan pada General Conference on Weights and

Measures of the International Academy of Science pada tahun 1960.

Alat-alat yang digunakan dalam pengukuran:

1. Panjang: mikrometer sekrup, jangka sorong, mistar, meteran gulung, dan sebagainya.

2. Massa: neraca pegas, neraca sama lengan, neraca tiga lengan, dan sebagainya.

3. Waktu: stopwatch dan jam.

4. Suhu: termometer Celsius, Reamur, Fahrenheit, dan Kelvin.

Page 4: FISIKA X & XI SMA/SMK/MAN

Fisika SMA X/XI

Angka Penting adalah semua angka yang diperoleh dari hasil pengukuran. Fisika menetapkan aturan- aturan

tertentu dalam penulisan angka penting ini, antara lain:

a. Aturan Penulisan Angka Penting

1. Semua angka bukan nol adalah angka penting

2. Angka nol yang terletak di antara angka bukan nol adalah angka penting

3. Angka nol di sebelah kanan angka bukan nol adalah angka penting, kecuali ada penjelasan khusus

4. Angka nol di belakang koma dan mengikuti angka bukan nol adalah angka penting

5. Angka nol yang terletak di sebelah kiri dan kanan desimal dan mengikuti angka nol adalah bukan angka penting

b. Aturan Pembulatan

1. Angka yang lebih besar dari 5 dibulatkan ke atas dengan ditambah satu. Contoh: 23,47 ditulis 23,5

2. Angka lebih kecil dari 5 dibulatkan ke bawah dengan tidak mengalami perubahan. Contoh: 56,23 ditulis 56,2

3. Angka tepat sama dengan 5 dibulatkan ke atas apabila angka sebelumnya ganjil, dan tidak mengalami perubahan

apabila angka sebelumnya genap. Contoh: 46,75 ditulis 46,8

c. Aturan Perhitungan

1. Penjumlahan dan pengurangan: Hasil penjumlahan dan pengurangan pada angka penting hanya boleh mengandung

satu angka taksiran.

Contoh: 23,4 + 34,21= 57,61  ditulis 57,6

2. Perkalian dan pembagian: Hasil perkalian dan pembagian pada angka penting ditulis sebanyak angka penting yang

paling sedikit.

Contoh: 23,1 x 2= 46,2 ditulis 50

3. Pangkat dan akar: Hasil pangkat dan akar pada angka penting ditulis sebanyak angka penting yang dipangkatkan

atau diakarkan. Contoh: 2,12= 4,41 ditulis 4,4

Page 5: FISIKA X & XI SMA/SMK/MAN

Fisika SMA X/XI

Perhatikan contoh soal berikut ini:

Page 6: FISIKA X & XI SMA/SMK/MAN

Fisika SMA X/XI

B. Besaran PokokBesaran pokok adalah besaran yang satuannya ditetapkan terlebih dahulu dan besaran pokok

tidaktergantung pada satuan-satuan besaran lain.

1. Panjang

2. Massa

3. Waktu

Page 7: FISIKA X & XI SMA/SMK/MAN

Fisika SMA X/XI

4. Kuat Arus Listrik

5. Suhu

Jenis termometer ada 4 macam, yaitu Celcius, Reamur, Fahrenheit, dan Kelvin. Skala suhu Celsius dibuat dengan mendefinisikan suhu titik es atau titik beku air normal sebagai nol derajat Celsius (0o C) dan suhu titik uap atau titik didih normal air sebagai 100o C. Skala suhu Reamur dibuat dengan mendifinisikan suhu titik es sebagai 0o R dan suhu titik uap sebagai 80o R. Skala suhu Fahrenheit dibuat dengan mendefinisikan suhu titik es sebagai 32o F dan suhu titik uap sebagai 212o F. Skala suhu absolut dinamakan skala Kelvin. Satuan suhu Kevin adalah kelvin (K). Perubahan suhu 1 K identik dengan perubahan suhu 1o C.

Hubungan antara suhu Fahrenheit tF dan suhu Celsius tC adalah:

Hubungan antara suhu Fahrenheit tF dan suhu Reamur tR adalah:

Hubungan antara suhu Kelvin TK dan suhu Celsius tC adalah:

Page 8: FISIKA X & XI SMA/SMK/MAN

Fisika SMA X/XI

6. Jumlah Zat

Satuan baku jumlah zat dalam sistem SI adalah mol.

7. Intensitas Cahaya

Satuan baku intensitas cahaya dalam sistem SI adalah kandela. Kandela berasal dari kata Candle (bahasa Inggris) yang berarti lilin.

C. BesaranTurunan

Besaran turunan adalah besaran yang dapat diturunkan dari besaran pokok. Demikian pula satuan besaran turunan adalah satuan yang dapat diturunkan dari satuan besaran pokok.

Page 9: FISIKA X & XI SMA/SMK/MAN

Fisika SMA X/XI

Dalam penghitungan besaran turunan, perlu sekali (pada beberapa bentuk soal) untuk

pengonversian dari sistem satuan ke sistem yang lain bukan dari SI ke sistem satuan SI. Contoh:

1.

2.

Pengonversian ini dilakukan dengan menggunakan tabel konversi yang telah ditentukan

Gb. 1.1 Tabel Konversi Panjang, Massa, dan Waktu.

Page 10: FISIKA X & XI SMA/SMK/MAN

Fisika SMA X/XI

Perhatikan contoh soal berikut:

Page 11: FISIKA X & XI SMA/SMK/MAN

Fisika SMA X/XI

Page 12: FISIKA X & XI SMA/SMK/MAN

Fisika SMA X/XI

D. Penjumlahan Vektor

Besaran dalam fisika dibedakan menjadi besaran skalar dan besaran vektor. Besaran skalar adalah

suatu besaran yang mempunyai nilai tetapi tidak mempunyai arah, contoh: suhu, volume, massa, dsb. Besaran

vektor adalah suatu besaran yang mempunyai nilai dan arah, contoh: gaya, tekanan, kecepatan, percepatan, momentum, dsb. Pada besaran skalar berlaku operasi-operasi aljabar, tetapi pada besaran vektor, operasi-operasi aljabar tidak berlaku. Penulisan untuk besaran skalar dicetak biasa sedangkan besaran vektor secara internasional disepakati dengan tanda panah di atas lambang atau dicetak tebal.

Gb, 1.2 Sebuah vektor gaya = 20N

Pada Gambar 1.2 ditunjukkan sebuah vektor gaya sepanjang OA= 5 cm. Setiap 1 cm menyatakan gaya sebesar 4 N, maka besar gaya F= 5 cm x 4 N/cm= 20 N. Titik O disebut pangkal vektor sedangkan titik A disebut ujung vektor. Sebuah vektor dinyatakan berubah jika besar atau arah vektor atau keduanya berubah. Besar vektor ditulis dengan harga mutlak atau cetak biasa. Contoh = 20 N maka besar vektor ditulis F atau |F|= 20 satuan.

1. Metode Penjumlahan Vektor

Dua buah vektor atau lebih dapat dijumlahkan. Hasil penjumlahan tersebut disebut vektor resultan.

a. Penjumlahan Vektor dengan Metode Grafis (Poligon)

Sebagai contoh suatu vektor ditambah dengan suatu vektor maka vektor resultannya .

Langkah-langkah penjumlahan vektor secara grafis (metode poligon) adalah sebagai berikut:

1. Gambar vektor sesuai dengan skala dan arahnya.

2. Gambar vektor sesuai dengan skala dan arahnya dengan menempelkan pangkal vektor pada ujung vektor .

Page 13: FISIKA X & XI SMA/SMK/MAN

Gb. 1.3 Penjumlahan dua buah vektor Gb. 1.4 Penjumlahan empat buah vektor ,

dan dengan metode grafis (poligon) secara grafis (metode poligon)

Penjumlahan dengan metode poligon maka vektor resultan adalah segmen garis berarah dari pangkal vektor ke ujung vektor yang menyatakan hasil penjumlahan vektor dan .

b. Penjumlahan Vektor dengan Metode Jajaran Genjang

Penjumlahan dua buah vektor dengan metode jajar genjang yaitu dengan cara menyatukan pangkal kedua vektor , kemudian dari titik ujung vektor ditarik sejajar dengan vektor dan juga dari titik ujung vektor ditarik garis sejajar dengan vektor . Vektor resultan diperoleh dengan menghubungkan titik pangakal ke titik perpotongan kedua garis sejajar tersebut di atas.

Gb. 1.5 Penjumlahan dua buah vektor

dengan metode jajar genjang

Fisika SMA X/XI

Page 14: FISIKA X & XI SMA/SMK/MAN

Fisika SMA X/XI

Besar vektor resultan yang ditunjukkan pad agambar 1.5 dapat dicari dengan persamaan cosinus:

dengan:

Arah vektor resultan terhadap salah satu vektor secara matematis dapat ditentukan dengan menggunakan aturan sinus.

Gb. 1.6 Penjumlah dua vektor

menjadi vektor

Page 15: FISIKA X & XI SMA/SMK/MAN

Jika vektor dan vektor saling tegak lurus maka besar vektor penjumlahannya dapat ditentukan dengan dalil pythagoras yaitu:

dengan:

Gb. 1.7 Penjumlahan dua vektor yang saling tegak lurus

2. Metode Pengurangan Vektor

Pengurangan suatu vektor dengan vektor sama dengan

penjumlahan vektor dengan negatif vektor

a. Pengurangan Vektor dengan Metode Grafis (Metode Poligon)

Fisika SMA X/XI

Page 16: FISIKA X & XI SMA/SMK/MAN

Fisika SMA X/XI

b. Pengurangan Vektor dengan Metode Jajar Genjang

Gb. 1.10 Pengurangan dua buah vektor

dengan metode jajar genjang.

3. Penguraian Vektor

Penguraian suatu vektor adalah kebalikan dari penjumlahan dua vektor.

Page 17: FISIKA X & XI SMA/SMK/MAN

Fisika SMA X/XI

Perhatikan contoh soal berikut ini:

Page 18: FISIKA X & XI SMA/SMK/MAN

Fisika SMA X/XI

4. Penjumlahan Vektor dengan Cara Analisis

Penjumlahan atau pengurangan dua buah vektor dengan metode grafis membutuhkan mistar dan busur

derajat yang akan menyulitkan jika tidak memilikinya. Penjumlahan atau pengurangan dua buah vektor atau lebih yang

setitik tangkap dapat diselesaikan dengan metode analisis.

Metode analisis ini dilakukan dengan cara sebagai berikut:

a. Membuat koordinat yang saling tegak lurus (sumbu x dan sumbu y) pada titik tangkap vektor-vektor tersebut.

b. Menguraikan masing-masing vektor menjadi komponenkomponen pada sumbu x dan sumbu y.

c. Menjumlahkan semua komponen pada sumbu x menjadi Rx dan semua komponen pada sumbu y menjadi Ry.

d. Vektor resultan hasil penjumlahan tersebut diperoleh dengan menjumlahkan komponen vektor Rx dan Ry.

Gb. 1.12 Penjumlahan tiga vektor setitik tangkap dengan Gb. 1.13 Penguraian tiga vektor setitik tangkap

metode analisis pada sumbu x dan y

Dari gambar 1.13 diperoleh bahwa jumlah komponen pada sumbu x (=Rx) dan pada sumbu y (=Ry):

Page 19: FISIKA X & XI SMA/SMK/MAN

Nilai vektor resultannya diperoleh dengan menggunakan analog persamaan:

Arah vektor resultan terhadap sumbu x positif dapat dihitung dengan persamaan:

Perhatikan contoh soal berikut:

Fisika SMA X/XI

Page 20: FISIKA X & XI SMA/SMK/MAN

Fisika SMA X/XI

Penyelesaian

Page 21: FISIKA X & XI SMA/SMK/MAN

Fisika SMA X/XI

Page 22: FISIKA X & XI SMA/SMK/MAN

Fisika SMA X/XI

Kelas 1Semester 2Bab V: Kelistrikan

Page 23: FISIKA X & XI SMA/SMK/MAN

A. Formulasi Besaran-Besaran Listrik Rangkaian Sederhana (Satu Loop)

1. Arus Listrik

Arus listrik adalah laju aliran muatan listrik yang melalui suatu luasan penampang lintang. Jika dalam suatu penghantar (konduktor) terdapat gerakan muatan listrik baik muatan positif maupun negatif maka dikatakan dalam penghantar tersebut terjadi aliran listrik. Konduktor dapat berupa padatan (misal: logam), cairan, dan gas. Pada logam pembawa muatannya adalah elektron, sedang pembawa muatan pada konduktor yang berupa gas dan cairan adalah ion positif dan ion negatif.

Syarat-syarat arus listrik dapat mengalir dalam konduktor yaitu: Rangkaian harus tertutup. Harus ada beda potensial antara dua titik dalam rangkaian listrik.

Arus listrik seperti aliran air dalam pipa. Air dapat mengalir karena ada tekanan atau energi terhadap air. Tekanan atau energi terhadap air diberikan pompa air. Arus listrik dapat dianalogkan dengan aliran air dalam pipa, muatan listrik dapat mengalir jika ada sumber energi sebagai pompa muatan. Yang dapat disebut gaya gerak listrik (g.g.l). Gaya gerak listrik ini dapat diperoleh dari baterai, aki, sel volta. Analogi antara aliran air dan listrik ditunjukkan pada gambar 1.14

Sepotong segmen kawat pembawa arus ditunjukkan

pada gambar 1.15

Gb. 1.15 Segmen kawat pembawa

arus (Tipler, 1991)

Gb. 1.14 Analogi antara aliran air dan listrik

Fisika SMA X/XI

Page 24: FISIKA X & XI SMA/SMK/MAN

Rumus kuat arus listrik dinyatakan:

dengan:

Besaran kuat arus listrik adalah besaran pokok , sedangkan jumlah muatan listrik adalah besaran turunan. Bila suatu penghantar yang memiliki luas penampang A dan dialiri arus listrik I maka dapat dikatakan bahwa penghantar tersebut dialiri arus listrik dengan rapat arus:

Jumlah muatan yang mengalir q= kuat arus yang mengalir x selang waktu:

Fisika SMA X/XI

Page 25: FISIKA X & XI SMA/SMK/MAN

Fisika SMA X/XI

Suatu penghantar dikatakan berarus listrik jika pada ujung-ujung penghantar tersebut terdapat beda potensial (V) yang ditimbulkan oleh suatu tegangan. Perhatikan gambar 1.16

Gb. 1.16 Suatu penghantar mempunyai beda Gb. 1.17 Suatu penghantar yang

potensial antar kedua ujungnya (V) mempunyai hambataqn (R) dan beda

potensial antar kedua ujungnya

Page 26: FISIKA X & XI SMA/SMK/MAN

Fisika SMA X/XI

Perhatikan contoh soal di bawah ini:

1.

Page 27: FISIKA X & XI SMA/SMK/MAN

2.

Fisika SMA X/XI

Page 28: FISIKA X & XI SMA/SMK/MAN

2. Hukum Ohm dan Hambatan Listrik

Perhatikan gambar 1.17

Jika suatu bahan penghantar menghasilkan grafik kuat arus sebagai fungsi, beda potensial-nya tidak membentuk garis lurus, penghantarnya disebut komponen non-ohmik. Untuk bahan

penghantar menghasilkan grafik kuat arus sebagai fungsi, beda potensial-nya membentuk garis lurus disebut komponen ohmik.

Hubungan antara kuat arus sebagai fungsi beda potensial yang disebut hukum ohm:

Gb. 1.17 Grafik kuat arus listrik dengan:

(I) sebagai fungsi beda potensial (V)

Hukum Ohm adalah jika kuat arus yang melalui suatu konduktor ohm adalah sebanding (berbanding lurus) dengan beda potensial antara ujung-ujung konduktor asalkan suhu konduktor tetap.

Suatu kawat penghantar memiliki hambatan listrik (R) yang sering disebut resistensi:

dengan:

Fisika SMA X/XI

Page 29: FISIKA X & XI SMA/SMK/MAN

Fisika SMA X/XI

Perhatikan contoh soal berikut:

1.

2.

Page 30: FISIKA X & XI SMA/SMK/MAN

Fisika SMA X/XI

B. Identifikasi Penerapan Listrik AC dan DC dalam Kehidupan Sehari-hari

1. Hukum I Kirchhoff

“Jumlah kuat arus yang masuk ke suatu titik cabang sama dengan jumlah arus yang keluar dari titik cabang tersebut.” Perhatikan gambar 1.18

2. Hukum II Kirchhoff

“Di dalam sebuah rangkaian tertutup,

jumlah aljabar gaya gerak listrik dengan penurunan

tegangan (IR) sama dengan nol.”

Gb. 1.18 Analogi pertemuan dua jalan menjadi satu

dengan dua cabang arus bergabung menjadi satu cabang.

Penggunaan hukum II Kirchhoff:

a) Pilih rangkaian untuk masing-masing lintasan tertutup dengan arah tertentu. Pemilihan arah loop bebas, tapi jika memungkinkan diusahakan searah dengan arah arus listrik.

b) Jika pada suatu cabang, arah loop sama dengan arah arus, maka penurunan tegangan (IR) bertanda positif, sedangkan bila arah loop berlawanan arah dengan arah arus, maka penurunan tegangan (IR) bertanda negatif.

Page 31: FISIKA X & XI SMA/SMK/MAN

Fisika SMA X/XI

3. Hubungan Seri dan Paralel Untuk Resistor

a. Rangkaian Seri

dengan:

Gb. 1.19 Rangkaian Seri

b. Rangkaian Paralel

dengan:

Gb. 1.20 Rangkaian Paralel

Page 32: FISIKA X & XI SMA/SMK/MAN

Aplikasi rangkaian seri untuk membagi tegangan ditunjukkan pada gambar 1.21

Rangkaian ini menerapkan hukum Ohm:

Gb. 1.21 Rangkaian seri untuk membagi tegangan

Aplikasi rangkaian paralel untuk membagi aliran arus listrik ditunjukkan pada gambar 1.22

Rangkaian ini menerapkan hukum I Kirchhoff:

Gb. 1.22 Rangkaian paralel untuk membagi

aliran arus listrik

Fisika SMA X/XI

Page 33: FISIKA X & XI SMA/SMK/MAN

Fisika SMA X/XI

Perhatikan contoh soal berikut:

1.

Page 34: FISIKA X & XI SMA/SMK/MAN

2.

Fisika SMA X/XI

Page 35: FISIKA X & XI SMA/SMK/MAN

Fisika SMA X/XI

4. Penerapan Arus Searah dalam Kehidupan Sehari-hari

Arus searah (Direct Current) adalah suatu arus listrik yang aliran muatan netto hanya dalam satu arah. Dalam kehidupan sehari-hari, arus searah banyak digunakan pada kendaraan bermotor (baik roda empat maupun roda dua), lampu penerangan di rumah, misalnya lampu senter. Contoh penggunaan sumber arus searah (sumber tegangan searah) pada sebuah mobil ditunjukkan pada gambar 1.23

Energi listrik adalah besar muatan (dalam coulomb) dikalikan beda potensial yang dialaminya. Satuan energi listrik dalam SI adalah joule (J).

dengan:

Daya listrik adalah energi listrik yang dihasilkan atau diperlukan

per satuan waktu. Satu watt (1 W) adalah besar daya ketika energi satu joule

dibebaskan dalam selang waktu 1 sekon.

Gb. 1.23 Sistem aliran listrik pada sebuah mobil

Jika tegangan listrik turun, maka daya akanmengalami penurunan: dengan:

Page 36: FISIKA X & XI SMA/SMK/MAN

Fisika SMA X/XI

Perhatikan contoh soal di bawah ini:

Page 37: FISIKA X & XI SMA/SMK/MAN

5. Penggunaan Alat Ukur Listrik

a. Amperemeter

Amperemeter adalah alat ukur arus listrik. Amperemeter harus dipasang seri dalam suatu rangkaian, arus listrik yang melewati hambatan R adalah sama dengan arus listrik yang melewati amperemeter tersebut.

Komponen dasar suatu amperemeter dan voltmeter adalah galvanometer, yaitu suatu alat yang dapat mendeteksi arus kecil yang melaluinya. Galvanometer mempunyai hambatan yang sering disebut sebagai hambatan dalam galvanometer, Rg. Besar hambatan paralel berdasarkan hukum I Kirchhoff yang beda potensialnya sama:

dengan:

Gb. 1.24 Penggunaan amperemeter Rp: hambatan paralel ( )

untuk mengukur arus listrik Rg: hambatan dalam galvanometer ( )

Gb. 1.26 Susunan suatu voltmeter dengan

menggunakan galvanometer G dengan

hambatan dalam Rg dan suatu hambatan RS

Gb. 1.25 Susunan suatu amperemeter

dengan menggunakan galvanometer G

dengan hambatan dalam Rg dan suatu

hambatan Rp

Fisika SMA X/XI

Page 38: FISIKA X & XI SMA/SMK/MAN

Fisika SMA X/XI

Perhatikan contoh soal berikut ini:

b. Voltmeter

Voltmeter adalah alat

ukur tegangan listrik. Voltmeter harus dipasang

paralel dengan ujung-ujung hambatan yang akan

diukur beda potensialnya. Penggunaan voltmeter

ntuk mengukur beda potensial listrik ditunjukkan

pada gambar 1.27

Gb. 1.27 Penggunaan voltmeter untuk

mengukur beda potensial listrik

Besar hambatan seri:

dengan:

RS : hambatan seri ( )

Rg: hambatan dalam galvanometer ( )

Page 39: FISIKA X & XI SMA/SMK/MAN

Fisika SMA X/XI

Perhatikan contoh soal berikut:

Page 40: FISIKA X & XI SMA/SMK/MAN

c. Ohmmeter

Ohmmeter adalah alat ukur hambatan listrik. Satuan hambatan listrik dalam satuan SI adalah ohm atau diberi simbol . Pada pengukuran suatu hambatan listrik dilakukan dengan menghubungkan sebuah sumber tegangan yang sudah diketahui tegangannya secara seri dengan sebuah amperemeter dan hambatan yang akan diukur, seperti ditunjukkan pada gambar 1.28

Gb. 1.28 Pengukuran hambatan listrik dengan

menggunakan sebuah amperemeter

Rumus ini digunakan untuk menghitung besar hambatan Rx

d. Wattmeter

Wattmeter adalah alat ukur daya listrik. Satuan daya listrik dalam satuan SI adalah watt atau diberi simbol W. Susunan wattmeter untuk mengukur daya yang dikeluarkan oleh suatu hambatan R ditunjukkan pada gambar 1.29

Daya yang dihasilkan oleh suatu hambatan

R dapat diperoleh dengan: Gb. 1.29 Susunan wattmeter

untuk mengukur daya yang

dikeluarkan oleh suatu

hambatan R

Fisika SMA X/XI

Page 41: FISIKA X & XI SMA/SMK/MAN

Fisika SMA X/XI

e. Multimeter

Multimeter adalah suatu alat yang berfungsi sebagai amperemeter, voltmeter, dan ohmmeter. Multimeter ada dua jenis yaitu analog dan digital, seperti ditunjukkan pada gambar 1.30

Gb. 1.30 (a) Multimeter analog (b) Multimeter digital

Page 42: FISIKA X & XI SMA/SMK/MAN

Fisika SMA X/XI

Jawablah pertanyaan dibawah ini dengan tepat!

Page 43: FISIKA X & XI SMA/SMK/MAN

Fisika SMA X/XI

Kelas 2Semester 1Bab 5: Momentum dan Impuls

Page 44: FISIKA X & XI SMA/SMK/MAN

Fisika SMA X/XI

A. Pengertian Momentum dan Impuls

Momentum adalah kecenderungan benda yang bergerak untuk melanjutkan gerakannya pada kelajuan yang

konstan. Momentum merupakan besaran vektor yang searah dengan kecepatan benda. Momentum dapat dirumuskan sebagai hasil perkalian massa dengan kecepatan.

dengan:

Semakin besar massa suatu benda, maka semakin besar momentumnya, dan semakin cepat gerak suatu benda, maka semakin besar pula momentumnya. Semakin besar momentum sebuah benda yang sedang melaju, semakin sulit untuk menghentikannya dan semakin besar tumbukannya jika mengenai benda lain.

Untuk membuat suatu benda yang diam menjadi bergerak diperlukan sebuah gaya yang bekerja pada benda

tersebut selama interval waktu tertentu. Gaya yang diperlukan untuk membuat sebuah benda tersebut bergerak dalam

interval waktu tertentu disebut impuls. Impuls digunakan untuk menambah, mengurangi, dan mengubah arah momentum dalam satuan waktu. Impuls dapat dirumuskan sebagai hasil perkalian gaya dengan interval waktu.

dengan:

Teorema impuls-momentum: impuls yang dikerjakan

pada suatu benda sama dengan perubahan

momentumnya.

Page 45: FISIKA X & XI SMA/SMK/MAN

Fisika SMA X/XI

Perhatikan contoh soal berikut ini:

Page 46: FISIKA X & XI SMA/SMK/MAN

3.

Fisika SMA X/XI

Page 47: FISIKA X & XI SMA/SMK/MAN

Fisika SMA X/XI

Jawablah pertanyaan ini.

Page 48: FISIKA X & XI SMA/SMK/MAN

Fisika SMA X/XI

B. Hukum Kekekalan Momentum

Gb. 1.31 Hukum kekekalan momentum

pada tumbukan antara dua bola

Perhatikan gambar 1.31

Tumbukan yang terjadi antara dua bola tersebut, dapat dihubungkan dengan hukum II Newton:

dengan:

Persamaan diatas disebut sebagai hukum Kekekalan Momentum yang berbunyi:

“Jika tidak ada gaya luar yang bekerja pada benda, maka jumlah momentum sebelum tumbukan sama dengan jumlah momentum setelah tumbukan.”

Page 49: FISIKA X & XI SMA/SMK/MAN

Fisika SMA X/XI

Perhatikan contoh di bawah ini:

Jawab pertanyaan ini berdasarkan

Contoh di atas!

Page 50: FISIKA X & XI SMA/SMK/MAN

C. Tumbukan Tumbukan dapat terjadi pada saat benda yang bergerak mengenai benda lain yang sedang

bergerak atau

diam. Berdasarkan sifat kelentingan benda, tumbukan dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu tumbukan lenting sempurna, tumbukan lenting sebagian, dan tumbukan tidak lenting sama sekali.

1. Tumbukan Lenting Sempurna

Tumbukan lenting sempurna adalah apabila tidak ada energi yang hilang selama tumbukan dan jumlah energi kinetik kedua benda sebelum dan sesudah tumbukan sama. Pada tumbukan lenting sempurna berlaku hukum Kekekalan Momentum dan hukum Kekekalan Energi Kinetik.

Dengan demikian, pada tumbukan lenting sempurna koefisien restitusi (e= 1).

Gb. 1.32 Tumbukan lenting sempurna antara dua benda:

(a) sebelum tumbukan, (b) saat tumbukan, (c) setelah tumbukan.

Fisika SMA X/XI

Page 51: FISIKA X & XI SMA/SMK/MAN

Fisika SMA X/XI

2. Tumbukan Lenting Sebagian

Pada tumbukan lenting sebagian, beberapa energi kinetik akan diubah menjadi energi bentuk lain seperti panas, bunyi, dan sebagainya. Akibatnya, energi kinetik sebelum tumbukan lebih besar daripada energi kinetik sesudah tumbukan. Sebagian besar tumbukan yang terjadi antara dua benda merupakan tumbukan lenting sebagian. Pada tumbukan lenting sebagian berlaku hukum Kekekalan Momentum, tetapi tidak berlaku hukum Kekekalan Energi Kinetik.

Dengan demikian, dapat disimpulkan

pada tumbukan lenting sebagian, koefisien restitusi (e) adalah: 0 <e < 1.

Untuk menentukan koefisien restitusi benda:

3. Tumbukan Tidak Lenting Sama Sekali

Pada tumbukan tidak lenting sama sekali, sesudah tumbukan kedua benda bersatu, sehingga kecepatan kedua benda sesudah tumbukan besarnya sama, yaitu v1' = v2' = v'.

Jadi, pada tumbukan tidak lenting sama sekali besarnya koefisien restitusi adalah nol (e= 0).

Page 52: FISIKA X & XI SMA/SMK/MAN

Fisika SMA X/XI

Perhatikan contoh berikut:

Page 53: FISIKA X & XI SMA/SMK/MAN

Fisika SMA X/XI

Page 54: FISIKA X & XI SMA/SMK/MAN

Fisika SMA X/XI

Kerjakan soal berikut berdasarkan persamaan dan contoh yang telah di jelaskan.

Silanglah jawaban yang paling tepat antara a, b, c, d, dan e.

Page 55: FISIKA X & XI SMA/SMK/MAN

Fisika SMA X/XI

Page 56: FISIKA X & XI SMA/SMK/MAN

Fisika SMA X/XI

Kelas 2Semester 2Bab 9: Termodinamika

Page 57: FISIKA X & XI SMA/SMK/MAN

Fisika SMA X/XI

A. Usaha dan proses dalam Termodinamika

1. Usaha Sistem pada Lingkungan

Usaha yang dilakukan sistem pada lingkungannya merupakan ukuran energi yang dipindahkan dari sistem ke lingkungan.

dengan:

2. Usaha pada Beberapa proses Termodinamika

a. Proses Isotermal

Proses isotermal adalah proses perubahan keadaan sistem pada suhu konstan.

b. Proses Isobarik

Proses isobarik adalah proses perubahan keadaan sistem pada tekanan konstan.

c. Proses Isokhorik

Proses isokhorik adalah proses perubahan keadaan sistem pada volume konstan. Pada proses isokhorik gas tidak mengalami perubahan volume, sehingga usaha yang dilakukan sistem sama dengan nol.

Page 58: FISIKA X & XI SMA/SMK/MAN

d. Proses Adiabatik

Proses adiabatik adalah proses perubahan keadaan sistem tanpa adanya pertukaran kalor antara sistem dengan lingkungan. Proses adiabatik terjadi jika sistem terisolasi dengan baik atau proses terjadi dengan sangat cepat sehingga kalor yang mengalir dengan lambat tidak memiliki waktu untuk mengalir masuk atau keluar sistem. Hubungan antara tekanan dan volume pada proses adiabatik dinyatakan dalam rumus Poisson berikut:

Perhatikan contoh berikut:

Fisika SMA X/XI

Page 59: FISIKA X & XI SMA/SMK/MAN

Fisika SMA X/XI

Kerjakan soal berikut dengan tepat.

Page 60: FISIKA X & XI SMA/SMK/MAN

Fisika SMA X/XI

B. Hukum I TermodinamikaHukum I Termodinamika menyatakan bahwa: ”Untuk setiap proses, apabila kalor ditambahkan

ke dalam sistem dan sistem melakukan usaha, maka akan terjadi perubahan energi.”

Jadi, dapat dikatakan bahwa hukum I Termodinamika menyatakan adanya konsep kekekalan energi.

1. Penerapan Hukum I Termodinamika

a. Proses Isotermal:

b. Proses Isobarik:

c. proses Isokhorik:

d. Proses Adiabatik:

Page 61: FISIKA X & XI SMA/SMK/MAN

Fisika SMA X/XI

2. Kapasitas Kalor

Kapasitas kalor adalah banyaknya kalor yang diperlukan untuk menaikkan suhu zat sebesar satu kelvin atau satu derajat celsius:

Ada dua macam kapasitas kalor pada gas, yaitu kapasitas kalor pada tekanan tetap (Cp) dan kapasitas kalor pada volume tetap (Cv ).

Kapasitas kalor gas pada tekanan tetap: Hubungan antar keduanya dapat dirumuskan:

Kapasitas kalor gas pada volume tetap:

Untuk gas diatomik, besarnya kapasitas kalor gas pada tekanan tetap dan kapasitas kalor pada volume tetap tergantung pada derajat kebebasan gas.

a. Pada suhu rendah ( 250 K) b. Pada suhu sedang ( 500 K)

c. Pada suhu tinggi ( 1.000 K)

Page 62: FISIKA X & XI SMA/SMK/MAN

Fisika SMA X/XI

Perhatikan contoh soal berikut:

Page 63: FISIKA X & XI SMA/SMK/MAN

Fisika SMA X/XI

Jawab pertanyaan di bawah ini.

C. Siklus pada Termodinamika

1. Siklus Carnot

Pada siklus Carnot, sistem menyerap kalor dari reservoir bersuhu tinggi T1 sebesar Q1 dan melepas kalor ke reservoir bersuhu rendah T2 sebesar Q2, karena pada proses tersebut keadaan awal sama dengan keadaan akhir, maka perubahan energi dalam U = 0. Berdasarkan Hukum I Termodinamika, maka:

Dengan demikian, pada mesin Carnot telah terjadi perubahan energi kalor menjadi usaha. Mesin yang mengubah energi kalor menjadi usaha disebut mesin kalor. Efisiensi mesin kalor dinyatakan sebagai perbandingan antara usaha yang dilakukan mesin dengan kalor yang diserap.

Page 64: FISIKA X & XI SMA/SMK/MAN

Fisika SMA X/XI

Perhatikan contoh soal berikut dengan seksama:

Jawablah pertanyaan berikut berdasarkan persamaan yang telah dijelaskan.

Page 65: FISIKA X & XI SMA/SMK/MAN

Fisika SMA X/XI

D. Hukum II Termodinamika

“Kalor mengalir secara alami dari benda yang panas ke benda yang dingin, kalor tidak akan mengalir secara spontan dari benda dingin ke benda panas.”

Hukum II Termodinamika memberikan batasan-batasan terhadap perubahan energi yang mungkin terjadi dengan beberapa perumusan:

1. Tidak mungkin membuat mesin yang bekerja dalam satu siklus, menerima kalor dari sebuah reservoir dan mengubah seluruhnya menjadi energi atau usaha luas (Kelvin Planck).

2. Tidak mungkin membuat mesin yang bekerja dalam suatu siklus mengambil kalor dari sebuah reservoir rendah dan memberikan pada reservoir bersuhu tinggi tanpa memerlukan usaha dari luar (Clausius).

3. Pada proses reversibel, total entropi semesta tidak berubah dan akan bertambah ketika terjadi proses irreversibel (Clausius).

1. Entropi

Entropi merupakan besaran termodinamika yang menyerupai perubahan setiap keadaan, dari keadaan awal hingga keadaan akhir sistem. Semakin tinggi entropi suatu sistem menunjukkan sistem semakin tidak teratur.

2. Mesin Pendingin

Pada mesin pendingin terjadi aliran kalor dari reservoir bersuhu rendah ke reservoir bersuhu tinggi dengan melakukan usaha pada sistem.

Page 66: FISIKA X & XI SMA/SMK/MAN

Fisika SMA X/XI

Perhatikan contoh soal berikut ini:

Uji kemampuanmu dengan mengerjakan soal berikut.

Page 67: FISIKA X & XI SMA/SMK/MAN

Fisika SMA X/XI

Kerjakan soal di bawajh ini dengan tepat!