FINANCIAL DISTRESS CORPORATE GOVERNANCE DAN...
Transcript of FINANCIAL DISTRESS CORPORATE GOVERNANCE DAN...
FINANCIAL DISTRESS, CORPORATE GOVERNANCE DAN
KARAKTERISTIK PERUSAHAAN TERHADAP PENGUNGKAPAN
SUKARELA PADA LAPORAN TAHUNAN PERUSAHAAN
(Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek
Indonesia Periode 2009-2013)
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Menyelesaikan Program Strata-1 (S1)
Pada Program Sarjana Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Disusun Oleh :
Anggita Rizki Hapsari
109081000188
JURUSAN MANAJEMEN
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYAHTULLAH
JAKARTA
1435 H/2015
v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I. IDENTITAS PRIBADI
Nama : Anggita Rizki Hapsari
Tempat/Tanggal Lahir : Magetan, 03 Juli 1991
Jenis Kelamin : Perempuan
Status : Belum Menikah
Agama : Islam
Alamat Rumah : Citayam, Kp. Pabuaran GG kapuk RT/RW:
006/005. Pabuaran, Bogor.
No. Telepon / HP : (021) 90530172/ 0857-780-68-347
Email : [email protected]
II. PENDIDIKAN FORMAL
1997 – 2003 : SDN 03 Pagi, Jakarta selatan .
2003 – 2006 : SMPN 98, Jakarta Selatan.
2006 – 2009 : SMAN 109, Jakarta Selatan.
2009 – 2015 : UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
III. PENGALAMAN ORGANISASI
2003 : Anggota Paskibra SMPN 98 Jakarta
Selatan.
2006 : Anggota OSIS SMAN 109 Jakarta Selatan.
2006 : Anggota theater SMAN 109 Jakarta
Selatan.
IV. PENGALAMAN KERJA
2012 : PT. Jaya Konstruksi
Jabatan: Staff Arsip.
2013 : PT ABC
Jabatan : Marketing Staff .
Juli 2014-Sekarang : PT. Nielsen Indonesia.
Jabatan: FDR. Preferens Data.
vi
ABSTRACT
This study was to analyze the factors of voluntary disclosure in the annual
report listed on Indonesian stock exchange. Independent variables were assessed
in this study is financial distress, corporate governance was reflection by the
proportion of independent commissioners and committee audit while the
characteristic of the company was reflected by leverage, profitability and firm
size, dependent variables in this study is voluntary disclosure. The population was
publicly traded manufacturing company listed on the Indonesia Stock Exchange
the period 2009 to 2013. Sampling technique was done by purposive
sampling.The number of populations included in this study as many as 25
companies for a total study sample was 125 annual reports. Type of regression
model used in this study is multiple regression using SPSS 22.Results of this study
indicated that financial distress,committee audit, ,firm size has significant. while
the independent variables were not significantly affected independent
commissioners, leverage, profitability.
Keywords: Financial Distress, Corporate Governance, Characteristic of the
company, Voluntary disclosure
vii
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa faktor-faktor yang
mempengaruhi luas pengungkapan sukarela dalam laporan tahunan perusahaan
yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Variabel independen yang digunakan pada
penelitian ini adalah financial distress, corporate governance dicerminkan dengan
komisaris independen dan komite audit, karakteristik perusahaan dicerminkan
dengan leverage, profitabitas dan ukuran perusahaan, sedangkan variabel
dependennya adalah jumlah pengungkapan sukarela. Populasi dalam penelitian ini
adalah perusahaan manufaktur go public yang terdaftar di BEI periode 2009
sampai 2013. Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan purposive sampling.
Jumlah perusahaan manufaktur yang dijadikan sampel sebanyak 25 perusahaan
sehingga total sampel penelitian adalah 125 laporan tahunan. Metode analisis
yang digunakan adalah analisis regresi berganda. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa financial distress, komite audit dan ukuran perusahaan
berpengaruh signifikan terhadap luas pengungkapan sukarela, sedangkan
komisaris independen, leverage dan profitabilitas tidak mempengaruhi luas
pengungkapan sukarela.
Kata kunci : Financial Distress, Corporate Governance, Karakteristik
Perusahaan, Pengungkapan Sukarela,
viii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Segala puji bagi Allah Subhanahu wata’alaa atas segala nikmat, rahmat,
karunia, hidayah dan inayah-Nya yang diberikan kepada kita semua. Shalawat
serta salam semoga selalu tercurahkan kepada baginda Nabi Muhammad SAW
beserta keluarga, sahabat, dan seluruh seluruh saudara saudara kita sesama
muslim.
Alhamdulillahi rabbil’alamin tak lupa penulis ucapkan dan dengan Rahmat
dan Ridho-Nya akhirnya skripsi dengan judul “Financial Distress, Corporate
Governance dan Karakteristik Perusahaan terhadap Pengungkapan Sukarela pada
Laporan Tahunan Perusahaan (Studi Empiris pada Perusahaan Manufaktur Go
Public yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode 2009-2013)” dapat
diselesaikan.
Dalam proses penyelesaian skripsi ini, tidak lepas dari dukungan, bantuan,
bimbingan, dan doa dari berbagai pihak sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan
terima kasih kepada:
1. Allah Subhanahu wata’alaa, atas segala nikmat dan karunia yang
diberikan, nikmat sehat dan akal yang sangat luar biasa, sehingga bisa
menyelesaikan penulisan skripsi ini.
2. Untuk kedua orang tuaku tercinta terimakasih atas seluruh kasih sayang
dan dan cintanya. Dukungan yang luar biasa dari awal perkuliahan sampai
terselesaikannya skripsi ini. Selalu mendoakan dan menyemangati penulis
, semoga Allah selalu melindungi ayah dan ibu.
3. Bapak Prof. Ahmad Rodoni, MM selaku dosen pembimbing I yang selalu
meluangkan waktunya untuk memberikan arahan serta bimbingan juga
masukan-masukan yang sangat positif dan membantu menyempurnakan
skripsi ini.
4. Bapak Taridi Kasbi Ridho, SE., MBA selaku dosen pembimbing II yang
selalu meluangkan waktunya untuk memberikan arahan serta bimbingan
ix
juga masukan-masukan yang sangat positif dan membantu
menyempurnakan skripsi ini.
5. Bapak Dr. M. Arief Mufraini LC., MA selaku Dekan Fakultas Ekonomi
dan Bisnis yang telah memberikan ijin dalam penulisan skripsi ini.
6. Ibu Titi Dewi Warninda, S.E.,M.Si selaku Ketua Jurusan Manajemen
Fakultas Ekonomi dan Bisnis.
7. Bapak Deni Pandu Nugraha, SE., M.Sc selaku dosen pembimbing
akademik.
8. Seluruh jajaran dosen Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi dan Bisnis
yang telah memberikan ilmu mulai dari semester awal sampai dengan
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
9. Untuk PT. AC Nielsen selaku tempat penulis bekerja yang telah
memberikan dukungan dan perhatian yang mendalam terhadap penulis,
serta terkhusus untuk Bapak Joe Pandiangan selaku Ketua tim Referens
data yang sangat baik hati telah memberikan dukungan, masukan dan izin
penulis agar dapat menyelesaikan skripsi ini.
10. Untuk Adik-Adik yang selalu mendoakan penulis Alya Ayuni N dan Restu
Pangestu. I love you guys.
11. Untuk Ilham Prabowo tersayang yang sudah menemani diseparuh
perjalanan hidup. Terimakasih atas dukungan, semangat dan waktu yang
selalu diluangkan untuk penulis hingga terselesaikannya skripsi ini. I love
you forever.
12. Untuk teman-teman seperjuangan terkhusus terutama teruntuk Ratih
Kurniati Putri, Risti Kurnia Ainanur yang selalu menyemangati penulis
untuk segera menyelesaikan skripsi ini. Kalian Luar Biasa.
13. Untuk Erna Hadian ningsih yang selalu meluangkan waktunya untuk
mengajarkan SPSS dan membantu mengerjakan skripsi.
14. Seluruh teman-teman Manajemen E yang sangat awesome. Nobody can
beat us!
x
Dalam menyusun skripsi ini, penulis telah berusaha dengan semaksimal
mungkin memberikan yang terbaik. Namun tidak mustahil jika pepatah, ”tak ada
gading yang tak retak“ masih ada dalam penyusunan skripsi ini. Kesempurnaan
skripsi ini memang semata-mata adalah berkat karunia Allah SWT. Oleh karena
itu, penulis berharap adanya saran dan kritik yang membangun dari berbagai
pihak untuk menyempurnakan skripsi ini. Penulis berharap skripsi ini dapat
bermanfaat dan semoga Allah SWT melimpahkan rahmat-Nya kepada kita. Amin.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Tangerang, 22 September 2015
Penulis
Anggita Rizki Hapsari
xi
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI .................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN KOMPREHENSIF ....................... ii
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH ................ iii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ................................................................. iv
ABSTRACT ................................................................................................ vi
ABSTRAK ................................................................................................. vii
KATA PENGANTAR ............................................................................... viii
DAFTAR ISI .............................................................................................. x
DAFTAR GAMBAR ................................................................................. xv
DAFTAR TABEL ..................................................................................... xvi
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. xviii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................. 1
B. Perumusan Masalah ......................................................... 9
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ........................................ 10
1. Tujuan Penelitian ....................................................... 10
2. Manfaat Penelitian ..................................................... 11
BAB II LANDASAN TEORI
A. Teori yang Relevan dan Penelitian Terdahulu ................ 13
1. Teori Keagenan (Agency Theory) ...... …………….. 13
2. Teori Sinyal (Signal Theory) ............. …………….. 17
3. Luas Pengungkapan Sukarela ........... ………………. 20
xii
4. Kesulitan Keuangan (Financial Distress) ................ 23
5. Corporate Governance ............................................. 28
a. Komisaris Independen ........................................ 33
b. Komite Audit ...................................................... 34
6. Karakteristik Perusahaan ............................................ 38
a. Leverage ............................................................... 38
b. Profitabilitas ........................................................ 41
c. Ukuran Perusahaan (Size) ................................... 43
B. Keterkaitan antar variabel .............................................. 35
1. Financial Distress dan Pengungkapan Sukarela ..... 46
2. Komisaris Independen dan Pengungkapan Sukarela 47
3. Komite Audit dan Pengungkapan Sukarela .............. 48
4. Leverage dan Pengungkapan Sukarela ..................... 49
5. Profitabilitas dan Pengungkapan Sukarela ............... 49
6. Ukuran Perusahaan (Size) dan
Pengungkapan Sukarela ........................................... 50
C. Penelitian Terdahulu ....................................................... 51
D. Kerangka Pemikiran ....................................................... 62
E. Hipotesis Penelitian ........................................................ 63
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian ............................................... 64
B. Metode Penentuan Sampel ............................................... 64
C. Metode Pengumpulan Data .............................................. 66
1. Penelitian Pustaka (Library Research) ..................... 66
xiii
2. Penelitian Lapangan (Field Research) ...................... 66
D. Metode Analisis Data ....................................................... 66
1. Statistik Deskriptif .................................................... 67
2. Uji Asumsi Klasik ..................................................... 67
a. Uji Normalitas ................................................... 67
b. Uji Multikolinieritas .......................................... 68
c. Uji Autokorelasi................................................. 69
d. Uji Heteroskedastisitas ...................................... 70
3. Pengujian Hipotesis .................................................. 70
4. Uji Statistik ............................................................... 72
5. Koefesien Determinasi .............................................. 72
6. Uji Signifikansi Simultan (Statistik F) ..................... 73
7. Uji Signifikansi Parameter Individual (Statistik t) ... 74
E. Operasional Variabel Penelitian ...................................... 75
1. Variabel Dependen (terikat)...................................... 75
2. Variabel Independen (bebas) .................................... 76
a. Financial distress .............................................. 77
b. Corporate Governance...................................... 78
c. Karakteristik Perusahaan ................................... 80
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Objek Penelitian ................................. 83
1. Deskripsi Objek Penelitian ....................................... 83
2. Deskripsi Sampel Penelitian ..................................... 84
B. Hasil Uji Analisis Data Penelitian ................................... 88
xiv
1. Hasil Uji Statistik Deskriptif .................................... 88
2. Uji Asumsi Klasik ..................................................... 91
a. Uji Normalitas ................................................... 92
b. Uji Multikolinieritas .......................................... 95
c. Uji Heteroskedastisitas ...................................... 96
d. Uji Autokorelasi................................................. 98
3. Uji Hipotesis ............................................................. 99
a. Koefisien Determinasi ....................................... 100
b. Uji Signifikansi Simultan (Statistik F) .............. 101
c. Uji Signifikansi Parameter Individual(Statistik t) 102
4. Analisis Regresi Berganda ........................................ 107
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ...................................................................... 110
B. Implikasi .......................................................................... 112
C. Saran ................................................................................ 113
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 115
LAMPIRAN-LAMPIRAN ....................................................................... 123
xv
DAFTAR TABEL
2.1 Tabel Penelitian Terdahulu ............................................. 52
1.1 Tabel Operasional .......................................................... 82
4.1 Tabel Seleksi Sampel ...................................................... 85
4.2 Tabel Daftar Nama Sampel Perusahaan ......................... 86
4.3 Tabel Statistik Deskriptif ................................................ 88
4.4 Tabel Kolmogorov-Smirnov ............................................ 94
4.5 Tabel Uji Multikolonieritas ............................................ 95
4.6 Tabel Uji Heteroskedastisitas ......................................... 98
4.7 Tabel Uji Autokorelasi ................................................... 99
4.8 Tabel Koefisien Determinan ........................................... 100
4.9 Tabel Uji Signifikansi Simultan ..................................... 101
4.10 Tabel Uji Signifikansi Parameter Individual .................. 103
xvi
DAFTAR GAMBAR
2.3 Skema kerangka pemikiran ............................................. 62
4.1 Grafik Histogram ............................................................ 92
4.2 Grafik Normal Plot ......................................................... 93
4.3 Grafik scatterplot ............................................................ 97
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
1. Daftar Nama Perusahaan Sampel ................................... 123
2. Indeks Pengungkapan Sukarela ...................................... 125
3. Financial distress ............................................................ 127
4. Corporate Governance ................................................... 129
5. Karakteristik Perusahaan ................................................ 133
6. Indikator Voluntary Disclosure ...................................... 139
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Perusahaan perseroan terbatas mempunyai kewajiban untuk
menyampaikan laporan keuangan perusahaannya. Laporan perusahaan yang
disampaikan kepada Bapepam dapat berupa laporan keuangan maupun
laporan tahunan. Dalam penyusunan laporan keuangan diperlukan proses
yang tidak mudah, banyak aspek yang perlu diperhatikan antara lain; kepada
siapa laporan keuangan ditujukan apakah pihak eksternal, internal ataukah
pihak penyedia dana (debitur), bagaimana dampak penyajian laporan
keuangan tersebut pada perusahaan selanjutnya.
Laporan tahunan mengkomunikasikan informasi keuangan dan
informasinya kepada pemegang saham, kreditor dan stakeholders. Laporan
tersebut juga merupakan media pertanggung jawaban pelaksanaan tugas
bagi para manajer dalam organisasi (Mujiyono dan Magdalena, 2010).
Informasi pada laporan keuangan dan laporan tahunan sangat
membantu investor dalam pengambilan keputusan transaksi investasi di
pasar modal. Bagi pihak-pihak di luar manajemen perusahaan, laporan
keuangan perusahaan merupakan media informasi untuk mengetahui kondisi
perusahaan. Sejauh mana informasi dapat diperoleh tergantung pada sejauh
mana keterbukaan informasi dan pengungkapan (disclosure) pada pelaporan
keuangan emiten (Nuryaman, 2009).
2
Agar informasi yang terdapat dalam laporan tahunan dapat dipahami
oleh penggunanya, perusahaan memerlukan pengungkapan secara memadai.
Perusahaan diharapkan lebih transparan dan akuntabilitas dalam
pengungkapan laporan tahunan perusahaan. Pengungkapan yang luas
dibutuhkan oleh pengguna informasi khususnya investor dan kreditor guna
mengambil keputusan investasi. Perusahaan tidak hanya mengungkapkan
apa yang diwajibkan oleh regulator tetapi juga menyampaikan informasi
lain diluar yang diwajibkan untuk menarik perhatian investor. Kualitas
informasi keuangan antara lain tercermin pada luas pengungkapan laporan
yang diterbitkan perusahaan.
Pengungkapan dibedakan menjadi dua, yaitu pengungkapan wajib
(mandatory disclosure) yang merupakan pengungkapan yang diwajibkan
oleh pemerintah atau badan pembuatan standar (misalkan Ikatan Akuntansi
Indonesia (IAI) dan Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM)) dan
pengungkapan sukarela (voluntary disclosure). Pengungkapan sukarela
adalah pengungkapan yang dilakukan secara sukarela oleh perusahaan tanpa
diharuskan oleh lembaga yang berwenang (Rahmawati dan Mutmainah,
2004:87).
Pengungkapan sukarela adalah pengungkapan informasi melebihi
yang diwajibkan karena dipandang relevan dengan kebutuhan pemakai
laporan keuangan (Pancawati, 2008). Pentingnya pengungkapan sukarela
dengan pelaporan keuangan dilakukan oleh manajemen untuk menghindari
terjadinya asimetri informasi yang dapat memicu terjadinya konflik
3
keagenan antara manajemen dengan pemegang saham, disamping itu
praktik pengungkapan sukarela memiliki kontribusi dalam menurunkan
biaya agensi yang timbul akibat terjadinya asimetri informasi antara pihak
principal dan agen (Faten, 2003).
Dengan adanya pengungkapan sukarela diharapkan para pemakai
laporan keuangan akan semakin lengkap informasinya dalam memahami
kegiatan operasional perusahaan dan semakin menunjukkan transparansi
perusahaan. Informasi keuangan yang diberikan oleh setiap perusahaan pada
laporan tahunan berbeda-beda. Setiap perusahaan mempunyai kebijakan
yang beraneka ragam terkait banyaknya informasi yang mereka ungkapkan
kepada public.
Perusahaan akan mengungkapkan sedikit informasi apabila mereka
merasa pengungkapan yang berlebihan akan menyingkap rahasia
perusahaan kepada pesaing ataupun di hadapan pihak lain. Nasir dan
Abdullah (2004) menjelaskan, perusahaan yang mengalami kesulitan
keuangan akan mengungkapkan informasi lebih sedikit daripada perusahaan
yang sehat keuangannya. Hal ini menyiratkan bahwa ada keterkaitan antara
kesulitan keuangan dengan luasnya pengungkapan sukarela. Istilah kesulitan
keuangan bisa disebut dengan financial distress. Financial distress suatu
kondisi dimana perusahaan mengalami penyimpangan dan tekanan
keuangan yang secara bertahap akan mengarah kepada kebangkrutan (Plat
dan Platt, 2006). Financial distress merupakan salah satu ancaman bagi
4
keberlangsungan hidup perusahaan. Pentingnya sebuah perusahaan untuk
menghindari kesulitan keuangan yang dapat menyebabkan kebangkrutan.
Banyaknya alasan dan penyebab terjadinya financial distress pun sulit
untuk dijelaskan begitupun dengan hasil penelitian tentang financial
distresss berbeda-beda. Menurut Ahmad Rodoni dan Herni Ali (2010:176)
apabila ditinjau dari kondisi keuangan ada tiga keadaan yang menyebabkan
financial distress yaitu faktor ketidakcukupan modal atau kekurangan
modal, besarnya beban utang dan bunga serta menderita kerugian. Ketiga
aspek tersebut saling berkaitan satu sama lain. Oleh karena itu harus dijaga
keseimbangannya agar perusahaan terhindar dari kondisi financial distress
yang mengarah kepada kebangkrutan.
Platt dan Platt (2006) menentukan kriteria dari perusahaan yang
mengalami financial distress sebagai berikut : “Negative EBITDA, interest
coverage, Negative EBIT, Negative net income, Cash flow lebih kecil dari
current maturities of long term debt, serta tidak ada pembagian deviden”.
Krisis keuangan pernah terjadi di kawasan Asia Selatan tahun 1997.
Krisis mulai dari Thailand, terus menyerbu Philipina, Indonesia, Malaysia
dan Korea Selatan. Hal ini diyakini karena adanya kegagalan penerapan
good corporate governance. Di Indonesia konsep corporate governance
secara resmi diperkenalkan pada tahun 1999 manakala Pemerintah
membentuk sebuah Komite Nasional Corporate Governance (KNCG).
Sebagaimana negara-negara lainnya, melalui KNCG membuat kode
5
corporate governance nasional pada tahun 2000, yang kemudian direvisi
pada tahun 2006 (Kamal, 2011).
Penerapan prinsip corporate governance juga erat kaitannya dengan
pengungkapan informasi perusahaan kepada publik, karena berguna untuk
mengurangi asimetri informasi. Dengan adanya penerapan prinsip
corporate governance yang baik akan memberikan keterbukaan informasi
yang akurat dan tepat waktu, kejelasan fungsi dan tanggung jawab organ
perusahaan, kepatuhan peraturan yang berlaku.
Nalim (2012) dalam jurnalnya yang berjudul Good Corporate
Governance Dalam Perspektif Islam mengatakan: “Corporate governance
adalah bagaimana perusahaan melaksanakan tanggung jawabnya kepada
pemegang saham (stakeholders) dan pemegang amanah (stockholders)
lainnya. Corporate governance pada dasarnya merupakan mekanisme
bagaimana sumber daya perusahaan dialokasikan menurut suatu hak dan
kuasa tertentu”.
Good corporate governance adalah salah satu pilar dari sistem
ekonomi pasar yang berkaitan erat dengan kepercayaan baik terhadap
perusahaan yang melaksanakannya maupun dengan iklim usaha di suatu
Negara (KNKG, 2006). Sedangkan Good corporate governance menurut
OECD (2004), good corporate governance adalah salah satu elemen kunci
dalam meningkatkan efisiensi dan pertumbuhan ekonomi serta
meningkatkan kepercayaan investor. Forum Corporate Governance for
Indonesia (FCGI) (2001) menjelaskan: “Corporate governance adalah
6
seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham,
pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan
serta para pemegang kepentingan intern dan ekstern lainnya yang berkaitan
dengan hak-hak dan kewajiban mereka, atau dengan kata lain suatu sistem
yang mengatur dan mengendalikan perusahaan”.
Corporate governance merupakan salah satu kunci sukses perusahaan
untuk tumbuh dan menguntungkan dalam jangka panjang.Perusahaan yang
menerapkan corporate governance akan menjadi daya tarik bagi investor
untuk menanamkan modalnya. Sejarah corporate governnace Indonesia
berhubungan erat dengan krisis financial Asia Selatan 1997.
Luas pengungkapan sukarela antara perusahaan dalam industri satu
dengan industri lainnya berbeda-beda. Perbedaan dipicu oleh kandungan
resiko masing-masing industri yang berbeda (Rahmawati dan Mutmainah,
2004:88). Luas pengungkapan dapat dipengaruhi oleh karakteristik
perusahaan seperti budaya perusahaan, bidang usaha, proses produksi, pasar,
sumber daya dan lain-lain. Struktur meliputi ukuran (size) perusahaan dan
kemampuan perusahaan untuk melunasi kewajiban. Kinerja (performance)
meliputi likuiditas perusahaan dan laba (profitabilitas). Sedangkan dari
pendekatan pasar meliputi faktor-faktor kualitatif seperti tipe industri, tipe
auditor dan status perusahaan (Pancawati,2008:67).
Karateristik perusahaan seperti profitabilitas, ukuran perusahaan, dan
leverage menunjukkan posisi keuangan dan kondisi perusahaan. Kondisi ini
mencerminkan bagaimana manejemen mengelola perusahaan dengan
7
menggunakan sumber daya yang ada secara efektif dan efisien. Apabila
kinerja perusahaan baik, manajemen akan melakukan pengungkapan yang
lebih luas, begitu pun sebaliknya. Pentingnya pengungkapan sukarela
membuat banyak penelitian mengenai pengungkapan sukarela baik
penelitian yang dilakukan di Indonesia maupun di luar negeri.
Penelitian terdahulu yang telah dilakukan oleh Nancy Yunita (2012)
mengenai pengungkapan sukarela menunjukkan hasil yang tidak konsisten
dengan penelitian sebelumnya. Hasil penelitian dalam penelitiannya dia
mengungkapkan bahwa pengaruh proporsi kepemilikan manajerial
,kepemilikan institusional kualitas audit tidak memiliki pengaruh terhadap
voluntary disclosure.
Dalam penelitiannya Ming Liu,et.al (2009:137) menemukan pengaruh
positif antara komite audit dengan pengungkapan sukarela. Primastuti
(2012) Sunil Nandi dan Ghosh (2012) dalam penelitiannya membuktikan
tingkat pengungkapan perusahaan dan ukuran komite audit berpengaruh
positif. Berbeda dengan penelitian yang dilakukan Mujiono dan Magdalena
(2010) dari penelitiannya memberikan bukti empiris mengenai efek
leverage, saham publik, size, proporsi komite audit independen pada
pengungkapan sukarela baik secara partial maupun simultan hasilnya
menunjukkan bahwa leverage secara tidak signifikan mempunyai efek
negatif pada pengungkapan sukarela begitu juga dengan saham publik, size
dan proporsi komite audit independen yang tidak signifikan pada
pengungkapan sukarela.
8
Nasir dan Abdullah (2004) menjelaskan perbedaan pengungkapan
informasi perusahaan yang mengalami financial distressed: “Perusahaan
yang mengalami kesulitan keuangan akan mengungkapkan informasi lebih
sedikit daripada perusahaan yang sehat keuangannya”.
Penerapan corporate governance merupakan salah satu alat untuk
mewujudkan transparansi dan akuntabilitas yang diperkirakan berhubungan
dengan pengungkapan sukarela. Independensi komite audit juga menjadi
penentu luas pengungkapan sukarela. Di samping itu komisaris independen
juga berpengaruh, semakin besar proporsi komisaris independen maka
tingkat pengawasan manajerial akan semakin efektif dan kemudian
perusahaan lebih banyak melakukan pengungkapan sukarela.
Penelitian mengenai kondisi financial distress, corporate governance
dan karakteristik perusahaan dengan pengungkapan sukarela belum banyak
dilakukan. Adapun penelitian yang dilakukan mengungkapkan hasil yang
berbeda. Dari latar belakang ini, penulis tertarik meneliti hubungan antara
financial distress, penerapan mekanisme corporate governance dan
karakteristik perusahaan sehingga diharapkan pengungkapan sukarela dapat
diterapkan oleh perusahaan. Penelitian ini berjudul “Financial Distress,
Corporate Governance dan Karakteristik Perusahaan terhadap
Pengungkapan Sukarela pada Laporan Tahunan Perusahaan (Studi
Empiris pada Perusahaan Manufaktur Go Public yang Terdaftar di
Bursa Efek Indonesia Periode 2009-2013)”.
9
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dijabarkan maka peneliti
merumuskan masalah berikut:
1. Bagaimana pengaruh secara simultan financial distress, proporsi
dewan komisaris independen, komite audit, leverage, profitabilitas,
dan ukuran perusahaan terhadap pengungkapan sukarela dalam
laporan tahunan perusahaan manufaktur yang terdapat di Bursa Efek
Indonesia?
2. Bagaimana pengaruh secara parsial financial distress terhadap
pengungkapan sukarela dalam laporan tahunan perusahaan
manufaktur yang terdapat di Bursa Efek Indonesia?
3. Bagaimana pengaruh secara parsial proporsi dewan komisaris
independen terhadap pengungkapan sukarela dalam laporan tahunan
perusahaan manufaktur yang terdapat di Bursa Efek Indonesia?
4. Bagaimana pengaruh secara parsial komite audit terhadap
pengungkapan sukarela dalam laporan tahunan perusahaan
manufaktur yang terdapat di Bursa Efek Indonesia?
5. Bagaimana pengaruh secara parsial leverage terhadap pengungkapan
sukarela dalam laporan tahunan perusahaan manufaktur yang terdapat
di Bursa Efek Indonesia?
6. Bagaimana pengaruh secara parsial profitabilitas perusahaan terhadap
pengungkapan sukarela dalam laporan tahunan perusahaan
manufaktur yang terdapat di Bursa Efek Indonesia?
10
7. Bagaimana pengaruh secara parsial ukuran perusahaan (size)
perusahaan terhadap pengungkapan sukarela dalam laporan tahunan
perusahaan manufaktur yang terdapat di Bursa Efek Indonesia?
C. Tujuan dan Manfaat penelitian
1. Tujuan penelitian
1. Menganalisa pengaruh secara simultan financial distress,
proporsi dewan komisaris independen, komite audit, leverage,
profitabilitas, dan ukuran perusahaan perusahaan secara
simultan terhadap pengungkapan sukarela dalam laporan
tahunan perusahaan manufaktur yang terdapat di Bursa Efek
Indonesia.
2. Menganalisa pengaruh secara parsial financial distress tehadap
pengungkapan sukarela dalam laporan tahunan perusahaan
manufaktur yang terdapat di Bursa Efek Indonesia.
3. Menganalisa pengaruh secara parsial proporsi dewan komisaris
independen tehadap pengungkapan sukarela dalam laporan
tahunan perusahaan manufaktur yang terdapat di Bursa Efek
Indonesia.
4. Menganalisa pengaruh secara parsial komite audit tehadap
pengungkapan sukarela dalam laporan tahunan perusahaan
manufaktur yang terdapat di Bursa Efek Indonesia.
11
5. Menganalisa pengaruh secara parsial leverage terhadap
pengungkapan sukarela dalam laporan tahunan perusahaan
manufaktur yang terdapat di Bursa Efek Indonesia.
6. Menganalisa pengaruh secara parsial profitabilitas terhadap
pengungkapan sukarela dalam laporan tahunan perusahaan
manufaktur yang terdapat di Bursa Efek Indonesia.
7. Menganalisa pengaruh secara parsial ukuran perusahaan
terhadap pengungkapan sukarela dalam laporan tahunan
perusahaan manufaktur yang terdapat di Bursa Efek Indonesia.
2. Manfaat penelitian
Penelitian ini diharapkan memiliki kegunaan sebagai berikut:
a. Bagi penulis : penelitian ini dapat menambah wawasan dan
pengetahuan mengenai financial distress ,corporate governance,
karakteristik perusahaan serta pentingnya pengungkapan
sukarela juga sebagai salah satu syarat menyelesaikan jenjang
pendidikan S1.
b. Bagi investor : penelitian ini dapat menambah informasi bagi
investor sebagai alat bantu pengambilan keputusan investasi
yang tepat sehingga tidak terpaku pada ukuran moneter saja.
c. Bagi perusahaan : penelitian ini diharapkan dapat memberikan
masukan bahwa fianancial distress perusahaan dapat
menurunkan nilai perusahaan serta membantu mendorong
pengungkapan sukarela.
12
d. Bagi pemerintah : penelitian ini diharapkan mampu mendorong
pemerintah memperluas pengungkapan sukarela, sehingga
pengungkapan informasi keuangan dapat mengurangi kesalahan
dalam pengambilan keputusan.
13
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Teori Relevan yang dan Penelitian Terdahulu
1. Teori Keagenan (Agency Theory)
Ketika perusahaan masih berbentuk perusahaan perorangan,
masalah keagenan tidak mungkin timbul karena pemilik perusahaan
adalah juga sebagai manajer perusahaan. dengan demikian tidak
mungkin terjadi perbedaan kepentingan antara pemilik dan manajer.
Demikian juga dengan perusahaan yang berbentuk persekutuan, belum
ada pemisahan antara pemilik dan manajer perusahaan secara hukum.
Dengan berkembangnya suatu perusahaan, si pemilik tidak mungkin
melaksanakan semua fungsi yang dibutuhkan dalam pengelolaan suatu
perusahaan, karena keterbatasan kemampuan, waktu, dan sebagainya.
Dalam kondisi yang demikian pemilik perlu menunjuk pihak (agent)
lain yang professional untuk mengelola kegiatan perusahaan dengan
lebih baik (Sudana, 2011:11).
Mujiyono (2004) menjelaskan esensi dari teori keagenan
manajemen dianologkan sebagai: “Agen (manajer) dan pihak pemilik
perusahaan (pemegang saham) sebagai principal. Dalam hubungan
antara principal dan agent, principal mengajak agen untuk melayani
kepentingan principal dan mendelegasikan wewenang kepada agen
dalam pengambilan keputusan. Dengan demikian sebagai wujud
pertanggungjawaban, agen akan berusaha untuk memenuhi seluruh
14
keinginan pihak prinsipal dalam hal pengungkapan sukarela yang
lebih luas”.
Karena adanya pemisahan pemisahan antara pemilik dan pihak
pengelola (manajemen) kemungkinan adanya perbedaan kepentingan
diantara kedua belah pihak tidak bisa dihindari (Sundana, 2011:11).
Pentingnya praktek pengungkapan laporan keuangan oleh manajemen
kepada pemegang saham didasarkan pada teori keagenan (agency
theory).
Jensen dan Meckling (1976) menyatakan teori keagenan adalah :
“Hubungan keagenan di dalam teori agensi (agency theory) bahwa
perusahaan merupakan kumpulan kontrak (nexus of contract) antara
pemilik sumber daya ekonomis (principal) dan manajer (agent) yang
mengurus penggunaan dan pengendalian sumber daya tersebut”.
Teori keagenan menyangkut hubungan kontraktual di antara dua
pihak, yaitu principal dan agent. Principal menyediakan fasilitas dan
dana untuk menjalankan perusahaan, di pihak lain manajemen sebagai
agent mempunyai kewajiban untuk mengelola apa yang diamanatkan
pemegang saham kepadanya. Agent diwajibkan memberikan laporan
periodik pada principal tentang usaha yang dijalankannya (Rahmawati
dan Mutmainah, 2004:89). Hubungan agensi ini seharusnya dapat
membuat perusahaan meningkatkan nilainya karena dikelola oleh
orang yang mengetahui dan memahami bagaimana menjalankan usaha
15
serta diawasi ketat oleh pemilik, namun yang terjadi sebaliknya
(Sulistyanto, 2008:117).
Perilaku dari manajer/agen untuk bertindak hanya untuk
menguntungkan dirinya sendiri dengan mengorbankan kepentingan
pihak lain/pemilik perusahaan dalam hal ini menimbulkan asymmetric
information. Dampak asymmetric information memungkinkan
manajer mengambil keputusan dan kebijakan yang kurang bermanfaat
bagi perusahaan. Adanya kondisi ini menimnulkan tata kelola
perusahaan yang kurang sehat karena tidak adanya keterbukaan dari
manajemen untuk mengungkapkan hasil kinerjanya kepada prinsipal
sebagai pemilik perusahaan (Dista, 2012).
Tujuan perusahaan adalah memaksimumkan kemakmuran
pemegang saham (principal) yang tercermin pada meningkatnya harga
saham. Namun tujuan tersebut sering bertentangan dengan tujuan
pihak manajer (agent) sebagai pengelola perusahaan. Adanya pihak-
pihak seperti pemegang saham, debtholder dan manajemen yang
mempunyai kepentingan berbeda sering memunculkan konflik
keagenan (agency problem) (Purwandari,2012).
Berdasarkan teori keagenan, antara pemilik perusahaan dan para
manajer memiliki kepentingan yang berbeda dalam upaya pencapaian
tujuan perusahaan. Perbedaan kepentingan tersebut dapat memicu
terjadinya konflik keagenan yang disebabkan oleh adanya
kesenjangan antara pihak manajer dan pemilik perusahaan atas
16
informasi yang mereka miliki mengenai kondisi perusahaan (Ratih
dan Merkusiwati, 2011:3).
Konflik keagenan yang terjadi dapat diminimumkan dengan
mekanisme pengawasan sehingga dapat mensejajarkan kepentingan
tersebut. Namun adanya mekanisme pengawasan akan memunculkan
biaya agensi (agency cost). Jensen dan Meckling (1976) membagi
biaya keagenan ini menjadi monitoring cost, bonding cost dan
residual loss.
a. Biaya Monitoring: biaya yang dikeluarkan oleh prinsipal untuk
mengawasi aktivitas dan perilaku manajer antara lain membayar
auditor untuk mengaudit laporan keuangan perusahaan dan
premi asuransi untuk melindungi aset perusahaan.
b. Biaya Bonding: biaya yang ditanggung oleh manajer untuk
memberi jaminan kepada pemilik bahwa manajer tidak
melakukan tindakan yang merugikan perusahaan.
c. Residual Loss: biaya yang ditanggung oleh prinsipal untuk
mempengaruhi keputusan manajer meningkatkan kesejahteraan
principal.
Salah satu cara untuk mengurangi biaya agensi adalah dengan
melakukan pengungkapan informasi perusahaan. Pihak manajemen
diwajibkan memberikan laporan periodik kepada pihak prinsipal
tentang kondisi perusahaan yang dijalankannya. Sementara pihak
prinsipal akan menilai kinerja manajemennya melalui laporan
17
keuangan yang disampaikan, sehingga laporan keuangan merupakan
sarana akuntabilitas manajemen kepada pemiliknya (Rahmawati dan
Mutmainah, 2007:89).
Sedangkan mekanisme eksternal dilakukan melalui aktifitas
pengawasan oleh pasar modal, pembuat undang-undang, penanaman
professional dari para investor (Dista, 2012).
Dorongan ini ditunjukkan sebagai alat penggerak yang
digunakan untuk mengurangi asimetri informasi dan biaya agensi
yang ditimbulkan dari konflik keagenan. Pihak principal juga dapat
membatasi divergensi kepentingannya dengan memberikan tingkat
insentif yang layak kepada agent dan bersedia mengeluarkan biaya
pengawasan untuk mencegah kecurangan yang dilakukan oleh agent
(Prastiwi dan Puspitaningrum, 2013:2).
Dapat disimpulkan dari pengertian tersebut bahwa agency
theory adalah hubungan antara pemilik perusahaan (principal) dan
manajemen (agent) dimana masing masing pihak berperan penting
dalam menjalankan dan menentukan keberhasilan suatu perusahaan.
Principal menginginkan kemajuan perusahaan atas kepemilikikan
modal yang mereka keluarkan untuk usaha perusahaan tersebut
sedangkan agent menginginkan kompensasi dari usahanya tersebut.
2. Teori Sinyal (Signalling Theory)
Pengungkapan sukarela adalah pengungkapan yang dilakukan
perusahaan di luar apa yang diwajibkan oleh standar akuntansi atau
18
peraturan dari badan pengawas. Salah satu jenis informasi yang
dikeluarkan oleh perusahaan yang dapat menjadi signal bagi pihak di
luar perusahaan, terutama bagi pihak investor adalah laporan tahunan.
Informasi yang diungkapkan dalam laporan tahunan dapat berupa
informasi akuntansi yaitu informasi yang berkaitan dengan laporan
keuangan dan informasi non-akuntansi yaitu informasi yang tidak
berkaitan dengan laporan keuangan.
Laporan tahunan hendaknya memuat informasi yang relevan dan
mengungkapkan informasi yang dianggap penting untuk diketahui
oleh pengguna laporan baik pihak dalam maupun pihak luar. Di
samping itu, manajemen berminat menyampaikan informasi yang
dapat meningkatkan kredibilitas dan kesuksesan perusahaan meskipun
informasi tersebut tidak diwajibkan.
Teori sinyal membuat manajemen perusahaan sebagai agen,
memiliki dorongan untuk memberikan informasi laporan keuangan
kepada pihak eksternal. Dorongan tersebut disebabkan adanya
asimetri informasi atau ketidakseimbangan penguasaan informasi
antara agen dengan prinsipal (konflik keagenan). Hal ini disebabkan
oleh agen yang memiliki lebih banyak informasi mengenai
perusahaan. Informasi perusahaan terangkum dalam laporan tahunan
perusahaan yang pada umumnya dipublikasikan kepada publik,
sehingga laporan tahunan menjadi penting bagi pihak eksternal
perusahaan (Primastuti, 2012:18).
19
Pengungkapan informasi tersebut dapat dianggap sebagai sinyal
untuk pasar modal, sehingga dapat mengurangi asimetri informasi,
mengoptimalkan biaya keuangan (financing cost) dan meningkatkan
nilai perusahaan (Primastuti, 2012 :18).
Teori ini dapat menjelaskan hubungan tata kelola perusahaan
yang baik (good corporate governance) dengan luas pengungkapan
informasi. Ketika perusahaan mengalami financial distressed maka
perusahaan mempunyai bad news yang menunjukkan sinyal negatif
bagi para investor sehingga ini akan mempengaruhi keterbukaan
manajemen dalam melakukan pengungkapan, sedangkan jika
perusahaan sehat keuangannya berarti perusahaan mempunyai good
news bagi investor sehingga hal ini akan mempengaruhi pihak
manajemen dalam memberikan informasi perusahaan. Manajemen
berminat menyampaikan informasi yang dapat meningkatkan
kredibilitasnya dan kesuksesan perusahaan meskipun informasi
tersebut tidak diwajibkan.
Beberapa penelitian seperti yang dilakukan Abdullah dan Nasir
(2004) menunjukkan bahwa perusahaan yang sehat keuangannya
cenderung untuk mengungkapkan informasi lebih banyak daripada
perusahaan yang mengalami financial distressed. Definisi financial
distressed firms diartikan sebagai perusahaan yang menghadapi
penurunan kinerja keuangan sebagai akibat manajemen yang buruk
atau krisis keuangan. Penurunan kinerja keuangan dapat ditandai
20
dengan ekuitas yang negatif. Kinerja keuangan merupakan prestasi
dan kondisi keuangan perusahaan yang dinilai dengan ukuran tertentu.
Classen (1999) menjelaskan dalam penelitian ini, financial
distress diukur dengan menggunakan interest coverage ratio (ICR).
bahwa: “Financial distress terjadi saat perusahaan tidak bisa
memenuhi kewajiban jangka pendeknya, di mana perusahaan tidak
bisa membayar hutang-hutangnya kepada kreditur. Pemakaian hutang
akan menimbulkan kewajiban financial yang bersifat tetap (biaya
bunga) dan ICR menunjukkan apakah kewajiban tersebut dapat
dipenuhi dari hasil penggunaan hutang terhadap operating profit
(EBIT). Pengungkapan sukarela ini merupakan solusi atas kendala
pengungkapan secara penuh. Dengan adanya kesediaan manajemen
dalam pengungkapan sukarela ini, tingkat pengungkapan wajib yang
dapat ditetapkan dapat diarahkan ke tingkat wajar atau bahkan
memadai tidak perlu penuh”.
3. Luas Pengungkapan Sukarela (voluntary disclosure)
Pengungkapan dalam laporan tahunan perusahaan menjadi ajang
untuk meningkatkan kredibilitas perusahaan di mata investor terutama
pengungkapan yang bersifat sukarela. Laporan tahunan adalah laporan
yang diterbitkan setahun sekali, berisi data keuangan (laporan
keuangan) dan informasi non-keuangan.
Luas pengungkapan mengalami perkembangan dari waktu ke
waktu, dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi, sosial budaya suatu
21
negara, teknologi informasi, kepemilikan perusahaan dan peraturan-
peraturan yang dikeluarkan oleh lembaga yang berwenang. Luas
pengungkapan sukarela dalam laporan tahunan secara positif
berhubungan dengan banyaknya jumlah pengungkapan yang
diberikan. Semua perusahaan publik diwajibkan untuk memenuhi
pengungkapan minimum, tetapi secara substansial perusahaan akan
berbeda-beda dalam hal jumlah pegungkapan informasinya ke pasar
modal (Pancawati, 2008:70).
Ming liu,et.al (2009:122) mencatat bahwa investor global dan
kreditor membuat keputusan mereka berdasarkan informasi yang
dipublikasikan dalam berbagai laporan non-keuangan, keuangan, dan
ekonomi yang dikeluarkan oleh perusahaan yang terdaftar. Investor
dan kreditur juga meninjau profitabilitas, kondisi keuangan, dan
kondisi non-keuangan, seperti informasi karyawan, direktur, dan
transaksi saham internal sebelum membuat keputusan investasi.
Pengungkapan sukarela adalah pengungkapan diluar informasi
yang diwajibkan karena dipandang relevan dengan kebutuhan
pemakai laporan keuangan. Pancawati (2008:70) mengidentifikasi tiga
tingkat pengungkapan sebagi berikut:
a. Adequate disclosure
Pengungkapan minimum yang disyaratkan oleh peraturan
yang berlaku, dimana informasi dan angka-angka yang disajikan
22
dalam laporan tahuanan dapat diinterpretasikan oleh investor
dan para pihak yang berkepentingan.
b. Fair or ethical disclosure
Pengungkapan yang wajar secara tidak langsung
menyiratkan suatu etika, yaitu memberikan perlakuan yang
sama kepada semua pemakai laporan keuangan untuk menerima
informasi yang handal sehingga tidak ada ketimpangan
informasi antar para pembacanya.
c. Full disclosure
Pengungkapan penuh menyangkut penyajian informasi
yang relevan. Bagi sebagian orang pengungkapan penuh berarti
penyajian informasi secara berlimpah sehingga tidak tepat.
Menurut mereka terlalu banyak informasi akan membahayakan.
Karena penyajian rinci dan yang tidak penting justru akan
mengaburkan informasi yang signifikan dan membuat laporan
keuangan sulit ditafsir oleh para penggunanya.
Pengukuran luas pengungkapan sukarela dalam penelitian ini
menggunakan daftar pengungkapan sukarela tanpa pembobotan.
Metode tanpa pembobotan dipilih karena:
1. Laporan tahunan ditunjukkan untuk pihak umum sehingga
memungkinkan para pemakai mempunyai persepsi yang
berbeda-beda sehingga memungkinkan adanya item suatu
23
informasi yang dianggap penting bagi pihak tertentu tetapi tidak
penting bagi pihak lain.
2. Untuk menghindari pemberian bobot secara tidak objektif
terhadap item-item informasi. Hasil penelitian Nasir dan
Abdullah (2004) maupun Evi dan Rosa (2014) menggunakan
peskoran baik dengan pembobotan maupun tanpa pembobotan
telah berhasil membuktikan bahwa hasilnya tidak terdapat
perbedaan yang signifikan.
4. Kesulitan Keuangan (Financial Distress)
Evi dan Rosa (2013) mengamati dinamika kesulitan keuangan
perusahaan di Indonesia dan menyimpulkan bahwa krisis keuangan di
Indonesia telah dimulai sejak penghapusan subsidi BBM pada bulan
Oktober 2005 dan memuncak ketika krisis keuangan global terjadi di
Amerika Serikat pada kuartal IV awal tahun 2007. Fenomena ini
mengarah ke delisting perusahaan publik yang tercatat di Bursa Efek
Indonesia, seperti Bahtera Adimina Samudera Corp dan Texmaco
Jaya Corp.
Nasir dan Abdullah (2004) juga mengungkapkan bahwa:
“Perusahaan yang mengalami kesulitan keuangan adalah sebuah
perusahaan yang memiliki kinerja keuangan deflasi akibat dampak
dari krisis ekonomi dan miskin manajemen yang ditunjukkan oleh
laba bersih negatif berturut-turut dalam dua tahun”.
24
Financial distress sebagai tahap penurunan kondisi keuangan
sebelum terjadinya kebangkrutan atau likuidasi. Kebangkrutan adalah
kesulitan likuiditas yang sangat parah sehingga perusahaan tidak
mampu menjalankan operasi dengan baik. Sistem peringatan untuk
mengantisipasi adanya financial distress perlu dikembangkan karena
dapat digunakan sebagai sarana untuk mengidentifikasikan bahkan
untuk memperbaiki kondisi sebelum sampai pada kebangkrutan (Platt,
2006).
Menurut Ahmad Rodoni dan Herni Ali (2010) financial distress
pada dasarnya sukar untuk didefinisikan secara tepat. Hal ini
disebabkan oleh bermacam-macam kejadian kejatuhan perusahaan
pada saat financial distress. Peristiwa kejatuhan perusahaan yang
disebabkan financial distress hampir tidak ada akhirnya, seperti
berikut ini : terjadinya pengurangan deviden, penutupan perusahaan,
kerugian-kerugian, pemecatan, pengunduran direksi dan jatuhnya
harga saham. dalam penelitian terdahulu financial distress dapat
diartikan sebagai berikut :
a. Jika beberapa tahun perusahaan mengalami laba bersih operasi
(net operating income) negatif, digunakan oleh Hofer (1980)
dan Whitaker (1999).
b. Adanya pemberhentian tenaga kerja atau menghilangkan
pembayaran deviden, digunakan oleh Lau (1987) dan Hill, et al.
(1996).
25
c. Arus kas hasil operasi perusahaan tidak cukup untuk memenuhi
kewajiban perusahaan, digunakan oleh Karen Wruck (1990).
d. Rendahnya Interest Coverage Ratio, atau EBITDA negatif,
diguanakan oleh Asquith,et.al. (1991) dan Pindando,et.al.(2006).
e. Perubahan harga ekuitas atau EBIT negatif, diguanakan oleh
John, et. al. (1992) dalam Platt (2004).
f. Stock–based insolvency yaitu kekayaan bersih negatif dan nilai
asset kurang dari nilai hutang dan flow–based insolvency yaitu
arus kas yang berjalan tidak cukup untuk memenuhi kewajiban,
digunakan oleh Altman (1993).
g. Adanya arus kas yang lebih kecil dari hutang jangka panjang
saat ini digunakan Whitaker (1999).
h. Perusahaan diberhentikan operasinya atas wewenang pemerintah
dan perusahaan tersebut dipersyaratkan untuk melakukan
perencanaan restrukturisasi, digunakan pada penelitian Tirapat
dan Nittayagasetwat (1999).
i. Negatif EBITDA interest coverage, Negatif EBIT, Negative Net
Income digunakan oleh Platt (2004).
j. Beberapa tahun mengalami laba bersih operasi (net operating
income negative) dan selama lebih dari satu tahun tidak
melakukan pembayaran deviden, digunakan oleh Almilia dan
Kristijadi (2003).
26
k. Perusahaan mengalami delisted akibat laba bersih dan nilai buku
ekuitas negatif berturut-turut, serta perusahaan tersebut telah
merger, digunakan oleh Almilia (2004).
Ketidakmampuan membayar hutang (insolvency), kondisi dari
asset atau milik kewajiban seseorang yang dahulunya tersedia menjadi
tidak cukup untuk melunasi hutang. Definisi ini mempunyai dua
bagian yaitu stock dan flow. Keduanya menggambarkan mengenai
ketidakmampuan perusahaan membayar hutang (insolvency) stock-
based insolvency terjadi ketika perusahaan memiliki kekayaan bersih
yang negatif dan nilai asset kurang dari nilai hutang. Flow-based
insolvency terjadi ketika arus kas yang berjalan tidak cukup untuk
memenuhi kewajiban yang diminta (Rodoni & Ali, 2010 : 176).
Menurut Lizal (2002) mengelompokkan penyebab-penyebab
kesulitan dan menamainya dengan Model Dasar Kebangkrutan atau
Trinitas penyebab kesulitan keuangan. Ada tiga alasan yang mungkin
mengapa perusahaan menjadi bangkrut, yaitu:
a. Neoclassical model
Pada kasus ini kebangkrutan terjadi jika alokasi sumber
daya tidak tepat. Kasus restrukturisasi ini terjadi ketika
kebangkrutan mempunyai campuran aset yang salah.
Mengestimasi kesulitan dilakukan dengan data neraca dan
laporan laba-rugi. Misalnya profit/assets (untuk mengukur
profitabilitas) dan liabilities/assets.
27
b. Financial model
Pada kasus ini campuran aset benar tapi struktur keuangan
salah dengan batasan likuiditas. Hal ini berarti bahwa walaupun
perusahaan dapat bertahan hidup dalam jangka panjang tapi ia
harus bangkrut dalam jangka pendek. Hubungan dengan pasar
modal yang tidak sempurna dan struktur modal yang inherited
menjadi pemicu utama. Model ini mengestimasi kesulitan
dengan indikator keuangan atau indikator kinerja seperti
turnover/total assets, revenues/turnover, ROA, ROE, profit
margin, stock turnover, receivables turnover, cash flow/ total
equity, debt ratio, cash flow/ liabilities-reserves, current ratio,
acid test, current liability, turnover/employee, coverage of fixed
assets, working capital, total equity per share, EPS ratio, dan
sebagainya
c. Corporate governance model
Kasus ini, kebangkrutan mempunyai campuran aset dan
struktur keuangan yang benar tapi dikelola dengan buruk.
Ketidakefisien ini mendorong perusahaan menjadi out of the
market sebagai konsekuensi dari masalah dalam tata kelola
perusahaan yang tak terpecahkan.
Classens,et.al. (1999) menggunakan interest coverage ratio
untuk mendefinisikan perusahaan financial distressed sebagai berikut:
“Perusahaan yang berada dalam kesulitan keuangan sebagai
28
perusahaan yang memiliki interest coverage ratio (rasio antara laba
operasional terhadap biaya bunga) kurang dari satu. Financial
Distress terjadi saat perusahaan tidak bisa memenuhi kewajiban
jangka pendek di mana perusahaan tidak dapat membayar hutang-
hutangnya kepada kreditur. Pemakaian hutang akan menimbulkan
biaya bunga dan interest coverage ratio menunjukkan apakah
kewajiban tersebut dapat dipenuhi dari hasil penggunaan hutang
terhadap laba operasional”.
5. Corporate Governance
Dibanyak negara, kesadaran akan arti pentingnya corporate
governance bagi sebuah perusahaan maupun negara telah menjadi
kebutuhan penting. Awalnya isu corporate governance timbul karena
berkembangnya bentuk perseroan, terutama karena perseroan itu go
public, sehingga pemilik perusahaan pada umumnya tidak menjadi
pengelola atau manajemen perusahaan. dalam kondisi seperti itu
timbul masalah keagenan, yaitu menjamin bahwa manajemen akan
selalu bertindak dalam kerangka kepentingan pemilik perusahaan dan
pihak-pihak lain yang berkepentingan (stake holders) (Naja, 2004:55).
Berbagai atribut corporate governance berguna untuk
mengendalikan agency problem dengan memastikan bahwa para
manajer telah bertindak sesuai dengan kepentingan para pemegang
saham. Mekanisme corporate governance dalam suatu perusahaan
dapat menentukan kesuksesan perusahaan. Dewan memegang peranan
29
yang sangat signifikan bahkan peran yang utama dalam penentuan
strategi perusahaan tersebut. Indonesia merupakan negara yang
menggunakan konsep two tier, di mana dewan terdiri dari dewan
direksi dan dewan komisaris. Istilah dewan di Amerika lebih mengacu
pada fungsi dari dewan komisaris. Dalam hasil penelitian yang
dilakukan di Amerika, yang dimaksud dengan dewan (board) adalah
dewan komisaris (Wardhani, 2006:96).
Di Indonesia, konsep corporate governance diperkenalkan
secara resmi pada tahun 1999 ketika pemerintah membentuk Komite
Nasional tentang corporate governance. Sebagaimana halnya di
Negara-negara lain di dunia, komite ini melahirkan kode corporate
governance, yang kemudian direvisi pada tahun 2005 (Kamal,
2011:146). Corporate governance seperangkat tata hubungan di antara
manajemen, direksi, dewan komisaris, pemegang saham dan para
pemangku kepentingan (stakeholder) lainnya yang mengatur dan
mengarahkan kegiatan perusahaan (Linda dan Febrianty, 2010:190).
Organization of Economic Cooperation and Development
(OECD) mendefinisikan Corporate Governance sebagai berikut:
”Corporate governance is the system by which business corporations
are directed and controlled. The Corporate Governance structure
specifies the distribution of the right and responsibilities among
different participants in the corporation, such as the board, managers,
shareholders, and other stakeholders, and spells out the rules and
30
procedures for making decisions on corporate affairs. By doing this, it
also provides this structure through which the company objectives are
set, and the means of attaining those objectives and monitoring
performance”.
Menurut Corporate governance perception index (CGPI) tahun
2012 yang dikeluarkan oleh IICG yang dimaksud dengan corporate
governance adalah : “Struktur, sistem dan proses yang digunakan oleh
organ perusahaan sebagai upaya untuk memberikan nilai tambah
perusahaan secara berkesinambungan dalam jangka panjang dengan
tetap memperhatikan kepentingan stakeholders lainnya berdasarkan
norma, etika, budaya dan aturan yang berlaku”.
Pemerintah juga mengeluarkan Surat Keputusan Menteri
Negara/Kepala Badan Penanaman Modal dan Pembinaan Badan
Usaha Milik Negara No.Kep-23/M-PM.PBUMN/2000 tanggal 31 Mei
2000, yang diperbaharui dengan Surat Keputusan Menteri BUMN
No.KEP-117/MMBU/2002 tanggal 1 Agustus 2002 tentang Penerapan
praktik corporate governance pada BUMN.
BUMN diwajibkan menjadikan prinsip-prinsip corporate
governance sebagai landasan operasional kegiatan usaha dan
memberikan pedoman yang lebih rinci bagi BUMN untuk menerapkan
corporate governance berdasarkan prinsip-prinsip transparansi,
kemandirian, akuntabilitas, responsibilitas, serta kewajaran.
31
Pemegang saham (principal) yang menyebar itu tidak memiliki
pilihan selain menyewa orang lain atau manajer (agent) untuk
mengelola perusahaan, yang kemudian melahirkan apa yang disebut
dengan hubungan principal dan agent. Hubungan principal dan agent
memunculkan agency problem, dimana manajer yang menjalankan
perusahaan cenderung menyelewengkan uang pemilik perusahaan. Hal
itu bisa terjadi karena para manajer memegang informasi dan
pengetahuan lebih tentang kondisi perusahan ketimbang pemilik
perusahaan (Kamal, 2011:147).
Menurut pedoman umum corporate governance yang
dikeluarkan KNKG (2006:5) diakses dari www.ecgi.org terdapat lima
prinsip dasar pengelolaan perusahaan yang baik yaitu:
1. Keadilan (fairness): Dalam kegiatannya, perusahaan harus
senantiasa selalu memperhatikan kepentingan pemegang saham
dan pemangku kepentingan lainnya berdasarkan asas kewajaran
dan kesetaraan.
2. Transparansi (transparancy): Untuk menjaga objektivitas dalam
menjalankan bisnis, perusahaan harus menyediakan informasi
yang material dan relevan dengan cara yang mudah diakses dan
dipahami oleh pemangku kepentingan. Perusahaan harus
mengambil inisiatif untuk mengungkapkan tidak hanya masalah
yang disyaratkan oleh peraturan perundang-undangan, tetapi
32
juga hal yang penting untuk pengambilan keputusan oleh
pemegang saham, kreditur dan pemangku kepentingan lainnya.
3. Dapat dipertanggungjawabkan (accountability): perusahaan
harus mempertanggungjawabkan kinerjanya secara transparan
dan wajar. Untuk itu perusahaan harus dikelola secara benar,
terukur dan sesuai dengan kepentingan perusahaan dengan tetap
memperhitungkan kepentingan pemegang saham dan pemangku
kepentingan lain. Akuntabilitas merupakan prasyarat yang
diperlukan untuk mencapai kinerja yang berkesinambungan.
4. Pertanggungjawaban (responsibility): Perusahaan mematuhi
peraturan perundang-undangan serta melaksanakan tanggung
jawabnya terhadap masyarakat dan lingkungan sehingga dapat
terpelihara kesinambungan usaha dalam jangka panjang dan
mendapat pengakuan sebagai good corporate citizen.
5. Independensi: Untuk melancarkan pelaksanaan good corporate
governance, perusahaan harus dikelola secara independen
sehingga masing-masing bagian dalam perusahaan tidak saling
mendominasi dan tidak dapat diintervensi oleh pihak lain.
Dari penjelasan dari beberapa ahli dapat disimpulkan bahwa
keberadaan corporate governance menjadi salah satu alat proteksi
bagi kepentingan pemegang saham (principal) yang hanya memiliki
sedikit informasi tentang perusahaan. Corporate governance menjadi
suatu mekanisme pengawasan yang mendorong direksi melakukan
33
kegiatan operasional perusahaan demi kepentingan pemegang saham.
Dalam penelitian ini hanya ada dua proksi yang menggambarkan
corporate governance, yaitu proporsi dewan komisaris independen
dan komite audit.
a. Komisaris Independen
Wardhani (2007) menjelaskan salah satu permasalahan
dalam penerapan corporate governance adalah: “Adanya CEO
yang memiliki kekuatan yang lebih besar dibandingkan dengan
dewan komisaris. Fungsi komisaris adalah untuk mengawasi
kinerja dari direksi yang dipimpin oleh CEO tersebut.
Efektivitas komisaris dalam menyeimbangkan kekuatan CEO
tersebut sangat dipengaruhi oleh tingkat independensi dari
dewan komisaris tersebut”.
Tingkat independensi dewan biasanya dihubungkan
dengan jumlah direktur dari luar dalam dewan direksi, dan
dualitas non-CEO (contohnya, CEO bukan anggota dewan).
Lebih jauh, dualitas CEO biasanya mengarah pada menurunnya
independensi dan keefektifan dewan direksi (Gedie dan Ghozali,
2012:3).
Penurunan independensi dapat memberikan akibat pada
pengungkapan informasi perusahaan, sebagai hasil dari
bertambahnya kekuatan manajer, yang tujuannya dapat
berlawanan dengan pemegang saham. Keberadaan komisaris
34
independen pada suatu perusahaan dapat mempengaruhi
integritas suatu laporan keuangan yang dihasilkan oleh
manajemen. Jika perusahaan memiliki komisaris independen
maka laporan keuangan yang disajikan oleh manajemen
cenderung lebih berintegrasi, karena didalam perusahaan
terdapat badan yang mengawasi dan melindungi hak pihak-
pihak luar di luar manajemen perusahaan (Meiryanda, 2012 :
199).
Penelitian milik Nasir dan Abdullah (2004) menunjukan
hasil positif bahwa komposisi board independence akan
berpengaruh positif terhadap pengungkapan. Jadi seharusnya
semakin besar komposisi dewan komisaris independen maka
akan mendorong pengungkapan sukarela yang lebih baik.
b. Komite audit
Pembentukan komite audit merupakan salah satu hal yang
penting dalam menciptakan corporate governance yang baik.
Komite berperan penting dalam memantau operasi perusahaan
dan sistem pengendalian internal dengan tujuan melindungi
pemegang saham (Ardina dan Basuki, 2013).
Komite audit pada umumnya memiliki akses langsung
dengan setiap pengendalian dalam perusahaan. Keberadaan
komite audit merupakan suatu persyaratan untuk listed di NYSE
(New York Stock Exchange) sejak akhir tahun 1970 dan menjadi
35
ketentuan hukum di Kanada sejak pertengahan tahun 1970
(Ming Liu,et.al, 2009:127). Di beberapa negara, ketentuan
mengenai keberadaan komite audit berangsur-angsur diterima
sebagai suatu kewajiban bagi perusahaan yang terdaftar di Bursa
Efek Indonesia (Mujiono, 2010:130).
Komite audit merupakan mekanisme penting untuk
meningkatkan transparansi perusahaan, mendorong manajemen
mengungkapkan informasi lebih lanjut.
Komite audit membantu untuk memastikan akuntansi
keuangan dan sistem pengawasan bekerja dengan baik. Peran
komite audit berkembang dari tahun ke tahun untuk memenuhi
kebutuhan dan perubahan lingkungan bisnis. Tanggung jawab
komite audit di bidang laporan keuangan adalah untuk
memastikan bahwa laporan keuangan yang dibuat oleh
manajemen telah memberikan gambaran sebenarnya tentang
kondisi keuangan, hasil usahanya, rencana, dan komitmen
jangka panjang.
Komite audit dibentuk untuk membantu dewan komisaris
(two tier systems) dalam mengawasi kinerja kegiatan pelaporan
keuangan dan pelaksanaan audit baik internal maupun eksternal
dalam perusahaan dan untuk mempertahankan indenpedensi
komite audit beranggotakan komisaris independen, dan pihak-
pihak diluar perusahaan yang terlepas dari kegiatan manajemen
36
sehari-hari dan mempunyai tanggung jawab utama untuk
membantu dewan komisaris dalam menjalankan tanggung
jawabnya terutama dengan masalah yang berhubungan dengan
kebijakan akuntansi perusahaan, pengawasan internal, dan
sistem pelaporan keuangan (Marta:2004).
Oleh karena itu, manajer yang bertindak sebagai agen
akan mengungkapkan informasi perusahaan lebih terbuka
sebagai bentuk keefektifan kinerja komite audit. Komite audit
yang efektif dapat meningkatkan pengendalian internal yang
memiliki kekuatan untuk meningkatkan pengungkapan yang
berhubungan dengan nilai perusahaan dan meningkatkan
pengungkapan sukarela.
Marsono (2013:3) menjelaskan tugas komite audit sebagai
berikut: “Tugas komite audit adalah untuk menelaah kebijakan
akuntansi yang diterapkan perusahaan, menilai pengendalian
internal, menelaah sistem pelaporan kepada pihak eksternal dan
kepatuhan terhadap pihak eksternal. Keberadaan komite audit
akan mendorong perusahaan untuk menerbitkan laporan yang
lengkap dan berintegritas tinggi”.
Di Indonesia, terdapat peraturan BAPEPAM-LK no.IX 1.5
yang mensyaratkan bahwa setiap perusahaan publik di Indonesia
wajib membentuk komite audit dengan anggota minimal tiga
orang, yang diketuai oleh satu orang komisaris independen
37
dengan dua orang eksternal yang independen terhadap
perusahaan serta menguasai dan memiliki latar belakang
akuntansi dan keuangan.
Marta (2004) mengatakan bahwa tanggung jawab komite
audit dalam bidang corporate governance adalah untuk
memastikan, bahwa perusahaan telah dijalankan sesuai undang-
undang dan peraturan yang berlaku, melaksanakan usahanya
dengan beretika, melaksanakan pengawasannya secara efektif
terhadap benturan kepentingan dan kecurangan yang dilakukan
oleh karyawan perusahaan. Ruang lingkup pelaksanaan dalam
bidang ini adalah:
1. Menilai kebijakan perusahaan yang berhubungan dengan
kepatuhan terhadap undang-undang dan peraturan, etika,
benturan kepentingan, penyelidikan terhadap perbuatan
yang merugikan perusahaan dan kecurangan;
2. Memonitor proses pengadilan yang sedang terjadi ataupun
yang ditunda serta yang menyangkut masalah corporate
governance dalam hal mana perusahaan menjadi salah
satu pihak yang terkait di dalamnya;
3. Memeriksa kasus-kasus penting yang berhubungan dengan
benturan kepentingan, perbuatan merugikan perusahaan
dan kecurangan;
38
4. Keharusan auditor internal untuk melaporkan hasil
pemeriksaan corporate governance dan temuan penting
lainnya.
6. Karakteristik Perusahaan
Kebijakan penyajian keluasan pengungkapan sukarela antara
perusahaan yang satu dengan perusahaan yang lain berbeda-beda.
Perbedaan tersebut dipengaruhi oleh karakteristik masing-masing
perusahaan. Lang dan Lundolm (1993) menggolongkan karakteristik
perusahaan dalam 3 pendekatan yaitu: “Karakteristik perusahaan
berkaitan dengan struktur, kinerja, dan pasar. Struktur perusahaan
meliputi ukuran (size) perusahaan dan kemampuan perusahaan untuk
melunasi kewajiban (leverage). Kinerja (performance) perusahaan
meliputi likuiditas perusahaan dan laba (profitabilitas). Sedangkan
dari pendekatan pasar meliputi faktor-faktor kualitatif seperti tipe
industri, tipe auditor dan status perusahaan. Namun, dalam penelitian
ini tidak semuanya akan diungkap, hanya beberapa variabel saja yang
menjadi sorotan antara lain ukuran perusahaan, profitabilitas dan
leverage perusahaan”.
a. Leverage
Leverage merupakan kemampuan perusahan dalam
memenuhi pembayaran semua kewajibannya, baik kewajiban
jangka pendek maupun kewajiban jangka panjang. Tingkat
pengelolaan kewajiban (leverage) berkaitan dengan bagaimana
39
perusahaan didanai, apakah perusahaan didanai lebih banyak
menggunakan kewajiban atau modal yang berasal dari
pemegang saham. Semakin tinggi tingkat leverage suatu
perusahaan maka akan semakin besar pula agency cost. Dalam
hal ini perusahaan akan cenderung mengungkapkan mengapa
kondisi kewajiban mereka berada pada angka tersebut kepada
publik sehingga diharapkan investor cukup jelas mengetahui
kondisi kewajiban perusahaan. Tingkat rasio leverage yang
besar menimbulkan keraguan akan kemampuan perusahaan
dalam mempertahankan kelangsungan usahanya di masa depan.
Hal ini dikarenakan sebagian besar dana yang diperoleh
perusahaan akan digunakan untuk membiayai utang sehingga
dana untuk beroperasi akan semakin berkurang. Kreditor pada
umumnya lebih menyukai debt ratio yang rendah angka
rasionya karena jika terjadi likuidasi, kerugian yang dialami
kreditor dapat diminimalisir (Widyantari, 2011:28).
Pancawati (2008:72) menjelaskan leverage dapat dihitung
melalui 3 pendekatan yaitu:
1. Debt Ratio (rasio utang)
Utang mencakup kewajiban / utang lancar (jangka
pendek) maupun jangka panjang. Kreditor pada umumnya
menyukai rasio kewajiban yang rendah karena dalam
keadaan demikian berarti tersedia dana penyangga yang
40
besar bagi kreditor apabila terjadi likuidasi pada suatu
perusahaan. Bagi pemilik (insider) rasio kewajiban yang
tinggi dapat melipat gandakan laba atau mungkin dapat
juga mengurangi kendali atas perusahaan karena adanya
penjualan saham ke pasar modal. Rasio ini mengukur
berapa besar asset perusahaan yang dibiayai oleh kreditor
yang diperoleh dengan membandingkan total kewajiban
(total liabilities) dengan total asset. Rasio ini merupakan
rasio yang paling menyeluruh karena memasukkan
proporsi kewajiban jangka pendek maupun kewajiban
jangka panjang terhadap asset. Semakin tinggi rasio ini
maka semakin besar perusahaan tersebut didanai oleh
kreditor.
2. Debt to Equity Ratio
Rasio ini menunjukkan suatu upaya untuk
memperlihatkan proporsi relatif dari klaim pemberi
pinjaman terhadap hak-hak kepemilikan dan digunakan
sebagai ukuran peranan kewajiban (utang). Versi ini
menganalisis proporsi kewajiban yang melibatkan rasio
total kewajiban, biasanya kewajiban lancar dan semua
jenis kewajiban jangka panjang terhadap total ekuitas
pemilik. Rasio ini juga menunjukkan hubungan antara
pinjaman jangka panjang yang diberikan oleh kreditor
41
dengan jumlah modal sendiri yang berasal dari pemegang
saham. Rasio ini diperoleh dari perbandingan rasio total
liabilities terhadap stockholders equity.
3. Debt to Total Capitalization Ratio
Rasio ini merupakan versi analisis proporsi
kewajiban yang lebih mendalam yang melibatkan rasio
kewajiban jangka panjang terhadap kapitalisasi.
Kapitalisasi didefinisikan sebagai jumlah klaim jangka
panjang terhadap perusahaan baik kewajiban maupun
ekuitas pemilik yang tidak termasuk didalamnya
kewajiban jangka pendek (kewajiban lancar). Rasio ini
mengukur berapa besar modal jangka panjang perusahaan
(total capitalization) yang dibiayai oleh kreditor. Rasio ini
diperoleh dari perbandingan long term debt dengan total
capitalization.
b. Profitabilitas
Menurut Standar Akuntansi Keuangan (2009), indikator
kinerja perusahaan terutama profitabilitas diperlukan untuk
menilai perubahan potensial sumber daya ekonomi yang
mungkin dikendalikan di masa depan. Prospek yang bagus akan
menarik minat investor untuk berinvestasi dalam suatu
perusahaan sehingga diperlukan pengungkapan yang lebih luas
pada laporan tahunan perusahaan. Rasio profitabilitas menjadi
42
bentuk penilaian terhadap kinerja manajemen dalam mengelola
kekayaan perusahaan yang ditunjukkan oleh laba yang
dihasilkan.Secara garis besar, laba yang dihasilkan perusahaan
berasal dari penjualan dan investasi yang dilakukan oleh
perusahaan. Semakin tinggi rasio profitabilitas, berarti semakin
tinggi kemampuan perusahaan memperoleh laba.
Ada beberapa metode yang dapat digunakan dalam
mengukur profitabilitas, antara lain:
1. Net Profit Margin (NPM)
Net Profit Margin (NPM) merupakan rasio antara
laba bersih setelah pajak dengan penjualan bersih. NPM
mengukur kemampuan perusahaan dalam menghasilkan
laba bersih dalam tingkat penjualan. Semakin tinggi NPM
menunjukkan bahwa perusahaan mampu menghasilkan
laba yang tinggi pula pada tingkat penjualan tertentu.
2. Return On Asset (ROA)
Return On Asset (ROA) merupakan rasio yang
menunjukkan kemampuan perusahaan menghasilkan laba
terhadap total asset setelah dikurangi beban bunga dan
pajak. ROA mengukur kemampuan perusahaan dalam
menghasilkan laba di masa lalu. Semakin besar ROA
menunjukkan kinerja perusahaan akan semakin baik
43
karena tingkat pengembalian investasi (return) yang
semakin besar.
3. Return On Equity (ROE)
Return On Equity adalah rasio yang menunjukkan
ukuran profitabilitas dari sudut pandang pemegang saham.
ROE merupakan rasio laba bersih setelah pajak terhadap
modal sendiri yang dipergunakan untuk mengukur
kemampuan laba yang tersedia bagi pemegang saham
4. Gross Profit Margin
Gross profit margin merupakan rasio profitabilitas
yang mengukur laba kotor yang dihasilkan dari setiap
penjualan.
5. Operating Ratio
Operating ratio merupakan rasio yang mengukur
biaya operasi dari setiap penjualan yang dilakukan oleh
perusahaan.
c. Ukuran Perusahaan (size)
Nuryaman (2009) menjelaskan pengaruh besar kecil
ukuran perusahaan yaitu: “Ukuran perusahaan menunjukkan
besar kecilnya perusahaan dan struktur kepemilikan yang
dimilikinya. Perusahaan yang berukuran besar memiliki basis
pemegang kepentingan yang lebih luas, sehingga berbagai
kebijakan perusahaan besar akan berdampak lebih besar
44
terhadap kepentingan publik dibandingkan dengan perusahaan
kecil”.
Ukuran perusahaan juga berkaitan dengan pengungkapan
yang akan dilakukannya dalam rangka penawaran umum (go
public). Perusahaan besar yang go public akan mengungkapkan
informasi yang lebih banyak dari pada perusahaan kecil karena
menyangkut beberapa hal, salah satunya teori keagenan. Teori
keagenan (agency theory) menjadi sorotan dalam pengungkapan
informasi perusahaan go public karena menyangkut berbagai
macam pihak yang berkepentingan. Perusahaan besar akan
memiliki biaya keagenan yang lebih besar daripada perusahaan
kecil. Oleh karena itu, agar biaya keagenan dapat diminimalisir,
perusahaan besar akan cenderung mengungkapkan informasi
yang lebih luas (Pancawati, 2008:71).
Menurut Pancawati (2008) ada beberapa cara yang dapat
digunakan untuk menentukan ukuran (size) sebuah perusahaan,
antara lain:
1. Ukuran total asset
Asset yang dimiliki perusahaan dalam melakukan
kegiatan usahanya terdiri atas aset lancar dan aset tetap.
Perusahaan yang memiliki aset tetap yang besar
menunjukkan bahwa kegiatan operasi perusahaan dapat
45
ditopang dengan baik yang tercermin melalui revenue
yang diperoleh perusahaan.
2. Hasil penjualan bersih
Analisis penjualan selama ini memberikan perhatian
kepada pertumbuhan permintaan produk perusahaan
sebagai hal yang penting terhadap kesuksesan investasi.
Namun, pertumbuhan dalam kemampuan menghasilkan
laba, bukan penjualan per unit merupakan tujuan yang
ingin dicapai.
3. Kapitalisasi pasar (market capitalized)
Semakin banyak penjualan maka semakin banyak
perputaran uang dan semakin besar kapitalisasi pasar. Hal
ini menyebabkan perusahaan semakin dikenal masyarakat
(investor). Oleh karena itu dapat dilihat ukuran perusahaan
menunjukkan besar kecilnya perusahaan yang dapat dilihat
dari besar kecilnya modal yang digunakan, total asset
yang dimiliki, atau total penjualan yang diperolehnya.
Ukuran perusahaan dapat mempengaruhi pengungkapan
sukarela. Semakin besar suatu perusahaan, maka perusahaan
akan menghadapi biaya politik yang tinggi, perusahaan besar
akan menghadapi tuntutan lebih besar dari para stakeholder
untuk menyajikan laporan keuangan yang lebih transparan
(Nuryaman, 2009).
46
B. Keterkaitan Antar Variabel
1. Financial Distressed dan Pengungkapan Sukarela
Financial distressed firms diartikan sebagai perusahaan yang
menghadapi penurunan kinerja keuangan sebagai akibat manajemen
yang buruk atau krisis keuangan (Nasir dan Abdullah, 2004). Dalam
penelitian Evi dan Rosa (2013) didapat hasil sampel independen t -
test, perusahaan yang mengalami financial distress dan perusahaan
non-financial distress telah terbukti secara signifikan berbeda dalam
memberikan luas pengungkapan sukarela. Ini berarti bahwa jika suatu
perusahaan menderita kesulitan keuangan yang lebih tinggi, maka
informasi pengungkapan sukarela perusahaan akan berkurang.
Penelitian yang dilakukan oleh Classens,etal., (1999), Nasir dan
Abdullah (2004) juga menemukan bahwa distressed firms akan
mengeluarkan pengungkapan sukarela lebih rendah daripada healthy
firms.
Evi dan Rosa (2014:393) melaporkan penurunan pengungkapan
sukarela yang diberikan oleh perusahaan atau perusahaan yang
mengalami financial distress (perusahaan tertekan) dibandingkan
dengan perusahaan dengan kabar baik. Dari pernyataan di atas, ditarik
hipotesis:
Ha1 : Perusahaan yang mengalami financial distress berpengaruh
negatif terhadap pengungkapan sukarela (voluntary disclosure).
47
2. Proporsi Dewan Komisaris Independen dan Pengungkapam
Sukarela
Penelitian yang dilakukan oleh Nasir dan Abdullah (2004),
Prastiwi (2011) Gedie dan Ghozhali (2012) ) menunjukkan proporsi
dewan komisaris independen berpengaruh positif terhadap luas
pengungkapan informasi strategis secara sukarela pada website
perusahaan.
Keberadaan komisaris independen dapat menyeimbangkan
kekuatan antara pihak manajemen, khususnya CEO dan pengelola
melalui fungsi monitoring. Semakin besar jumlah dewan komisaris
independen terhadap total anggota komisaris yang ada di perusahaan,
maka aktivitas pengawasan pelaksanaan prinsip tata kelola perusahaan
yang berupa transparansi informasi akan berjalan lebih efektif
sehingga manajemen akan terdorong untuk meningkatkan luas
pengungkapan sukarela. Penelitian yang dilakukan oleh Primastuti dan
Achmad (2012) dan Al-Janadi, et al. (2013) menemukan bukti bahwa
proporsi dewan komisaris independen berpengaruh terhadap luas
pengungkapan sukarela laporan tahunan perusahaan. Berdasarkan
argumen tersebut, maka dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
Ha2 : Proporsi Dewan Komisaris Independen berpengaruh positif
terhadap luas pengungkapan sukarela (voluntary disclosure)
.
48
3. Komite Audit dan Pengungkapan Sukarela
Peran komite audit berkembang dari tahun ke tahun untuk
memenuhi kebutuhan dan perubahan lingkungan bisnis. Tanggung
jawab komite audit di bidang laporan keuangan adalah untuk
memastikan bahwa laporan keuangan yang dibuat oleh manajemen
telah memberikan gambaran yang sebenarnya tentang kondisi
keuangan, hasil usahanya, rencana, dan komitmen jangka panjang
(Nasir dan Abdullah, 2004).
Oleh karena itu, manajer yang bertindak sebagai agen akan
mengungkapkan informasi perusahaan lebih terbuka sebagai bentuk
keefektifan kinerja komite audit. Komite audit yang efektif dapat
meningkatkan pengendalian internal yang memiliki kekuatan untuk
meningkatkan pengungkapan yang berhubungan dengan nilai
perusahaan dan meningkatkan pengungkapan sukarela (Hadi dan
Sabeni, 2002).
Ming Liu.et,al (2009:137) di dalam penelitiannya menemukan
pengaruh positif antara komite audit dengan pengungkapan sukarela.
Primastuti (2012) Sunil Nandi dan Ghosh (2012) dalam penelitiannya
membuktikan tingkat pengungkapan perusahaan dan ukuran komite
audit (RAC) berpengaruh positif. Dengan demikian, hipotesis berikut
diusulkan:
Ha3: Komite audit berpengaruh positif dengan luas pengungkapan
sukarela (voluntary disclosure).
49
4. Leverage dengan pengungkapan sukarela
Jensen dan Meckling (1976) menjelaskan, teori keagenan
memprediksi perusahaan dengan leverage yang lebih tinggi akan
mengungkapkan lebih banyak informasi. Hal ini dikarenakan, jika
leverage tinggi mengandung biaya pengawasan yang tinggi juga,
sehingga perusahaan akan menyediakan informasi yang lebih luas
untuk memenuhi kebutuhan informasi kreditur jangka panjang.
Informasi dibutuhkan oleh pihak kreditur untuk mengetahui kondisi
keuangan debitur agar meyakinkan kreditur bahwa debitur akan
memenuhi kewajibannya pada saat jatuh tempo. Seiring untuk
memenuhi kebutuhan informasi kreditur tersebut, perusahaan dengan
leverage tinggi akan melakukan pengungkapan yang lebih luas agar
kinerjanya teteap dipercaya oleh kreditur.
Leverage tinggi akan mengungkapkan informasi untuk
memenuhi tuntutan dari pemegang saham karna resiko ekuitas yang
lebih tinggi. Teori tersebut didukung oleh hasil penelitian yang
dilakukan oleh Anggraini (2006) yang menemukan bahwa leverage
mempengaruhi pengungkapan sukarela secara positif.
Ha4 : Leverage berpengaruh positif terhadap pengungkapan sukarela
(voluntary disclosure)
5. Profitabilitas dengan pengungkapan sukarela
Rasio profitabilitas menggambarkan keberhasilan perusahaan
dalam manghasilkan laba perusahaan. Perusahaan dalam kondisi
50
good news dapat ditandai dengan perolehan profitabilitas tinggi (Noor,
2014). Kondisi perusahaan yang mempunyai profitabilitas tinggi akan
mendorong manajer untuk mengungkapkan lebih banyak informasi
akuntansi dalam laporan tahunannya karena menyangkut kompensasi
bagi para manajernya (Lang dan Lundholm, 1993). Berdasarkan
argumen tersebut, maka dapat dirumuskan hipotesis sebagai berikut:
Ha5: Profitabilitas berpengaruh positif terhadap pengungkapan
sukarela (voluntary disclosure)
6. Ukuran perusahaan (size) dengan pengungkapan sukarela
Pengungkapan informasi secara sukarela dilakukan sebagai cara
untuk mengurangi biaya-biaya keagenan (Hardiningsih, 2008). Lang
dan Lundholm (1993) dalam Noor (2014) menyatakan bahwa tingkat
keluasan informasi dalam kebijakan pengungkapan perusahaan akan
meningkat seiring dengan meningkatnya ukuran perusahaan hal ini
dikarenakan perusahaan yang berukuran lebih besar cenderung
memiliki public demand akan informasi yang lebih tinggi dibanding
dengan perusahaan yang berukuran kecil. Nandi dan Ghosh (2012)
serta Al Janadi (2013) menemukan bukti ukuran perusahaan
berhubungan positif dengan tingkat pengungkapan sukarela.
Berdasarkan argument tersebut, maka dapat dirumuskan hipotesis
sebagai berikut:
Ha6 : Ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap pengungkapan
sukarela (voluntary disclosure).
51
C. Penelitian Terdahulu
Penelitian yang berkaitan dengan pelaporan pengungkapan sukarela
yang dihubungkan dengan karakteristik perusahaan seperti ukuran
perusahaan, listing, leverage, operasi perusahaan, jenis industri, dan
kepemilikan manajerial (Hadi dan Sabeni 2002; serta Nasir dan Abdullah,
2004) sudah banyak digunakan. Terdapat beberapa perbedaan mendasar
penelitian ini dengan penelitian sebelumnya. Pertama, penelitian ini tidak
memasukkan variabel outside director dan outside blockholdings pada
penelitian ini karena di Indonesia menganut two tier board system yang
mengenal dewan direksi dan dewan direktur. Kedua, cara mengukur
variabel distress status yang berbeda, yang dimungkinkan hasilnya akan
berbeda. Penelitian terdahulu variabel status keuangan perusahaan diukur
dengan membandingkan antara perusahaan yang sehat secara keuangan
dengan perusahaan yang mengalami financial distress yang telah terdaftar
dalam PN4 Malaysia, sedangkan penelitian ini menggunakan definisi
financial distressed firms yang digunakan oleh Classens et al. (1999) yaitu
financial distress firms diukur dengan interest coverage ratio. Beberapa
penelitian terdahulu dapat dilihat sebagai berikut:
52
Tabel 2.1
Penelitian Terdahulu
No Peneliti Judul
Penelitian
Variabel
Independen
Variabel
Dependen
Hasil Penelitian
1 Nasir
dan
Abdullah
,
2005
Voluntary
Disclosure
and
Corporate
Governance
in Malaysia:
The Case of
Financially
Distressed
Firms
Distressed
status,
Proporsi
outside
directors,
Independensi
komite audit,
outside
blockholder,k
epemelikan
saham non-
eksekutif
Tingkat
pengungka
pan
sukarela
a. Proporsi
outside
director dan
outside
blockholder
memiliki
hubungan
yang positif
dan signifikan
terhadap
pengungkapan
sukarela.
b. Independensi
komite audit,
kepemilikan
manajerial dan
kepemilikan
saham non-
eksekutif tidak
berhubungan
dengan
pengungkapan
sukarela.
c. Variabel
kontrol yang
mempengaruh
i
53
pengungkapan
sukarela
hanya size
2 Tarmizi
Achmad
(2012)
Dewan
komisaris
dan
transparansi:
Teori
keagenan
atau teori
stewardship
Ukuran
dewan
Intensitas
pertemuan
dewan
Komite audit
Teori
stewardship:
Proporsi
dewan
independen
(outsider)
Proporsi
dewan
insider
luas
voluntary
disclosure
a. Ukuran
dewan,
intensitas,
pertemuan
dewan, jumlah
insider dan
jumlah komite
audit
berpengaruh
signifikan
terhadap
voluntary
disclosure
b. Proporsi
dewan
independen
tidak memiliki
pengaruh
positif dan
signifikan
terhadap
pengungkapan
sukarela
3 Sinung
Primastu
ti
Pengaruh
Corporate
governance
Kepemilikan
manajerial
Kepemilikan
Luas
Pengung-
kapan
a. Kepemilikan
manajerial,
proporsi
54
dan
Tarmizi
Achmad
(2012)
dan
karakteristik
Perusahaan
terhadap
Luas
Pengungkapa
n Informasi
Strategi
institusional
Jumlah
dewan
komisaris
Proporsi
komisaris
independen
Jumlah rapat
dewan
komisaris
Ukuran
perusahaan
Leverage
Profitabilitas
Informasi
Strategis
komisaris
independen,uk
uran
perusahaan
dan
profitabiltas
berhubungan
signifikan
dengan arah
positif
terhadap luas
pengungkapan
informasi
strategis.
b. Kepemilikan
institusional
dan leverage
berhubungan
signifikan
negative.
c. Jumlah dewan
komisaris dan
jumlah rapat
dewan
komisaris
tidak
berhubungan
dengan luas
pengungkapan
informasi
strategis.
55
4 Sunil
Nandi
dan
Santanu
Kumar
Ghosh
(2012)
Corporate
governance
attributes,
firm
characteris
-tics and
the level of
corporate
disclosure:
Evidence
from the
Indian
listed firms
Ukuran
dewan
Proporsi
dewan
non eksekutif
Proporsi
anggota
komite audit
Kontrol
hubungan
Keluarga
Struktur dual
leadership
Ukuran
perusahaan
Profitabilitas
Leverage
Likuiditas
Umur
perusahaan
The Level
of
Corporate
Disclosure
a. Ukuran
dewan,
Proporsi
anggota
komite
audit,kontrol
hubungan
keluarga,
Struktur dua
leader-
ship,ukuran
perusahaan
profitabilitas,d
an likuiditas
berpengaruh
positif
terhadap
voluntary
disclosure.
b. Leverage,Umu
r peru-
sahaan,dan
Proporsi
direksi non-
eksekutif
berpengaruh
negatif
terhadap
voluntary
disclosure
5 Evi The impact of a. firm’s voluntary a. Komite audit
56
Gantyow
ati, Rosa
Lenna
Nugrahe
ni (2013)
financial
distress
status and
corporate
governance
structure on
the level of
voluntary
disclosure
whitin annual
report of firm
2009-2011
financial
distress
status
b. corporate
governanc
e
structures
c. such as
board
independe
nce
d. audit
committee
independe
nce
e. institution
al
ownership
f. board
meeting
frequency
g. audit
committee
meeting
frequency
disclosure independensi
dan pertemuan
komite audit
memiliki
dampak
positif
signifikan
pada
pengungkapan
sukarela.
b. Financial
distress
negative
berpengaruh
pada
pengungkapan
sukarela.
c. Semua
variabel
independen
secara
simultan
berkaitan
dengan
pengungkapan
sukarela.
6 Mujiyon
o
dan
Magdale
na
Pengaruh
Leverage,
Saham
Publik,
Size, dan
Leverage
Saham Publik
Size
Proporsi
Komite Audit
Luas
Pengungk
apan
Sukarela
a. Size
berpengaruh
positif
signifikan
dengan luas
57
Nany
(2010)
Komite Audit
terhadap
Luas
Pengungka-
pan
Sukarela
Independen pengungkapan
sukarela.
b.
leverage,saha
m publik dan
komite audit
independen
berpengaruh
negatif tidak
signifikan
terhadap luas
pengungkapan
sukarela
7 Ming
Liu, Xu
Zhang,
Chan Lu
(2009)
A Case Study
of Voluntary
Disclosure by
Chinese
Enterprises
corporate
governance ,
karakteristik
perusahaan
Voluntary
disclosure
kepemilikan
individu,
keberadaan
komite audit,
ukuran
perusahaan,
dan leverage,
termasuk
struktur dewan
dan
fungsi,
informasi
karyawan,
direktur "s
remunerasi,
kehadiran
audit
Komite,
58
transaksi
dengan pihak
terkait dan
pemangku
kepentingan
kepentingan,
secara
signifikan
terkait dengan
tingkat
pengungkapan
sukarela.
8 Yaseen
Al-
Janadi, et
al
(2013)
Corporate
governan- ce
mechanis- ms
and
voluntary
disclosure
in
Saudi
Arabia
Direktur non-
eksekutif
ukuran
dewan
kualitas audit
kepemilikan
pemerintah
CEO duality
Proporsi
Angota
dewan
yang
berhubungan
keluarga
anggota
komite audit
yang
independen
Voluntary
disclosure
a. Direktur non-
eksekutif,
ukuran dewan,
kualitas audit
dan ukuran
perusahaan
mempunyai
hubungan
yang
signifikan
positif
terhadap
voluntary
disclosure.
b. CEO duality,
kepemilikan
pemerintah
berpengaruh
signifikan
59
negatif
terhadap
voluntary
disclosure.
c. Proporsi
dewan yang
hubungan
keluarga,
anggota
komite audit
independen,tid
ak
berhubungan
signifikan
terhadap
voluntary
disclosure
9 Pancawa
ti
Hardinin
gsih
(2008)
Analisis
faktor-faktor
yang
Mempengaru
hi
Voluntary
Disclosure
Laporan
Tahunan
Perusahaan
Porsi
Kepemilik
an saham
Basis
perusahaan
Return On
Investment
Size
Perusahaan
Leverage
Voluntary
disclosure
a. Porsi
kepemilikan
saham, basis
perusahaan,
size
berpengaruh
terhadap
voluntary
disclosure
b. ROI dan
leverage tak
berpengaruh
dengan
voluntary
60
disclosure
10 Nancy
Yunita
(2012)
Pengaruh
corporate
governance
terhadap
voluntary
disclousure
dan biaya
utang
proporsi
kepemilikan
manajerial
proporsi
kepemilikan
institusional
proporsi
komisaris
independen
kualitas audit
voluntary
disclousur
e
The results of
this research
suggest that
institutional
ownership of
significant
positive impact
on the cost of
debt and the
negative impact
of signif icant
quality audit of
the cost of debt,
whereas
managerial
ownership,
Commissioner
of the
independent and
voluntary
disclosure does
not affect the
cost of debt. And
overall
corporate
governance does
not affect
voluntary
disclosure
61
11 Noor dan
Andri
(2014)
Faktor-faktor
yang
mempengaru
hi luas
pengungkapa
n sukarela
dalam annual
report
firm size,
leverage,
profitability,
firm age, size
of the firm,
the
proportion of
independent
board
voluntary
disclosure
variabel
profitabilitas,
ukuran KAP,
dan proporsi
dewan komisaris
independen
berpengaruh
positif terhadap
luas
pengungkapan
sukarela.
Sedangkan
leverage
berpengaruh
negatif terhadap
luas
pengungkapan
sukarela.
Sementara itu,
ukuran
perusahaan dan
umur perusahan
tidak
berpengaruh
terhadap luas
pengungkapan
sukarela
Sumber : Diolah dari berbagai sumber
62
D. Kerangka Pemikiran
Gambar 2.1
Skema Kerangka Pemikiran
Variabel Independen
Financial Distress
(X1)
Komisaris
Independen (X2)
Komite Audit (X3)
Leverage (X4)
Profitabilitas (X5)
Ukuran Perusahaan
(X6)
Uji Analisis
Uji Asumsi Klasik
Analisis Regresi
Berganda
Variabel Dependen
Pengungkapan Sukarela (VD)
Y
Hasil Pengujian
Kesimpulan, Implikasi dan Saran
Laporan Tahunan Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Periode
2009-2013
63
E. Hipotesis
Dari uraian di atas, maka hipotesis dalam penelitian ini sebagai berikut:
Ha1 :Perusahaan yang mengalami financial distress berpengaruh negatif
terhadap pengungkapan sukarela.
Ha2 :Proporsi Dewan Komisaris Independen berpengaruh positif terhadap
luas pengungkapan sukarela.
Ha3 :Komite audit berpengaruh positif dengan luas pengungkapan
sukarela.
Ha4 :Leverage berpengaruh positif terhadap pengungkapan sukarela.
Ha5 :Profitabilitas berpengaruh positif terhadap pengungkapan sukarela.
Ha6 :Ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap pengungkapan
sukarela.
64
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
Populasi dalam penelitian ini menggunakan perusahaan-perusahaan
yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode 2009 sampai 2013
kecuali perusahaan-perusahaan yang termasuk dalam kategori banking,
credits agencies other than bank, securities,dan insurance. Data yang
berkaitan dengan permasalahan ini diperoleh dengan mengambil sampel
penelitian dari perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI. Jenis data yang
dikumpulkan mencakup data laporan tahunan selama periode penelitian
yaitu tahun 2009, 2010, 2011, 2012 dan 2013. Penelitian ini dilakukan untuk
menganalisa financial distress dan corporate governance terhadap
pengungkapan sukarela.
B. Metode Penentuan Sampel
Penelitian ini dilakukan dengan mengamati seluruh perusahaan
manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) periode observasi
2009 sampai 2013. Peneliti mengumpulkan data dari laporan keuangan dan
laporan tahunan perusahaan. Sampel pada penelitian ini adalah perusahaan
yang termasuk dalam industri manufaktur yang terdaftar di BEI selama
periode tahun 2009-2013.
Metode yang digunakan peneliti dalam pemilihan sampel penelitian
adalah purposive sampling. Teknik penarikan sample purposive dilakukan
dengan cara memilih sampel dari suatu populasi berdasarkan pada informasi
65
yang tersedia (Sarwono dan Suhayati, 2010:50). Adapun kriteria-kriteria
sampel yang digunakan dalam penelitian adalah:
1. Perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI selama periode 2009-
2013 dan tahun buku yang berakhir pada 31 desember.
2. Pengambilan sampel pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di
BEI mempunyai laporan tahunan menggunakan bahasa Indonesia
dalam pelaporan keuangannya dan mata uang rupiah dalam pelaporan
unit moneternya.
3. Perusahaan yang tidak memiliki data laporan keuangan yang
digunakan untuk mengukur rasio interest coverage dikeluarkan dari
sampel.
4. Perusahaan yang termasuk dalam bidang banking, credit, securities,
insurance, holding, and other investment companies tidak dimasukkan
dalam sampel.
Pengambilan sampel pada periode 2009-2013 didasarkan karena
peneliti ingin memperoleh informasi terkini mengenai keterkaitan antara
mekanisme penerapan financial distress, corporate governance dan
karakteristik perusahaan terhadap pengungkapan sukarela dalam laporan
tahunan suatu perusahaan. Laporan tahunan menjadi salah satu sumber
informasi bagi keputusan investor dalam menginvestasikan dananya melalui
pasar saham.
66
C. Metode Pengumpulan Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan data
sekunder, laporan keuangan perusahaan yang dipublikasikan oleh Bursa
Efek Indonesia (BEI), Indonesian Capital Market Directory (ICMD), data
yang diperoleh dari situs resmi Bursa Efek Indonesia www.idx.co.id.
Laporan yang digunakan dalam penelitian ini adalah laporan tahunan
perusahaan periode 2009-2013. Peneliti memperoleh data-data penelitian
yang bersumber dari:
1. Penelitian pustaka (library research)
Peneliti memperoleh data yang berkaitan dengan masalah yang
sedang diteliti melalui buku, jurnal, laporan penelitian, tesis,internet,
dan perangkat lain yang berkaitan dengan penelitian ini.
2. Penelitian lapangan (field research)
Seluruh data sekunder dalam penelitian ini bersumber dari IDX
Fact Book dan laporan tahunan perusahaan dalam industry manufactur
tahun 2010, 2011,2012 dan 2013 yang telah dipublikasikan secara
lengkap di Bursa Efek Indonesia (BEI).
D. Metode Analisis Data
Metode analisis data dalam penelitian ini menggunakan metode
analisis regresi berganda yang perhitungannya menggunakan SPSS versi 22.
Penelitian ini menggunakan regresi linier berganda karena variabel
independen yang digunakan lebih dari satu variabel. Metode analisis regresi
67
berganda yang digunakan dalam penelitian ini meliputi statistik deskriptif,
uji asumsi klasik, uji hipotesis dan uji statistik.
1. Statistik Deskriptif
Statistik deskriptif digunakan untuk menggambarkan dan
mendeskripsikan variabel-variabel dalam penelitian. Statistik
deskriptif yang digunakan dalam penelitian ini adalah rata-rata
(mean), nilai maksimum (max), minimum (min), dan standar deviasi.
Analisis deskriptif lebih berhubungan dengan pengumpulan dan
peringkasan data,serta penyajian hasil peringkasan tersebut. Data-data
tersebut harus diringkas dengan baik dan teratur, baik dalam bentuk
tabel atau presentasi grafis, sebagai dasar untuk pengambilan
keputusan (Singgih, 2000:68)
2. Uji Asumsi Klasik
Pengujian asumsi klasik digunakan untuk menguji apakah
persamaan regresi yang telah ditentukan merupakan persamaan yang
dapat menghasilkan estimasi yang tidak bias. Uji asumsi klasik ini
terdiri dari:
a. Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah model
regresi variabel pengganggu atau residual memiliki distribusi
normal. Seperti diketahui uji t dan F mengasumsikan bahwa
nilai residual mengikuti distribusi normal (Ghozali,2011:160).
Variabel pengganggu atau residual dapat dideteksi berdistribusi
68
normal dengan menggunakan dua pendekatan analisis, yaitu
analisis grafik dan uji statistik. Dalam penelitian ini uji
normalitas dideteksi dengan analisis uji grafik dan uji statistik.
Uji normalitas dengan analisis grafik dapat dideteksi
dengan melihat penyebaran data (titik) pada sumbu diagonal
dari grafik atau dengan melihat histogram dari residualnya.
Kriteria yang dipakai adalah sebagai berikut:
1. Apabila data menyebar di sekitar garis diagonal dan
mengikuti arah garis diagonal atau grafik
histogramnya menunjukkan pola distribusi normal,
maka model regresi memenuhi asumsi normalitas.
2. Apabila data menyebar jauh dari garis diagonal
dan/atau tidak mengikuti arah garis diagonal atau
grafik histogram tidak menunjukkan pola distribusi
normal, maka model regresi tidak memenuhi asumsi
normalitas.
Sedangkan uji statistik yang dipakai dalam penelitian ini
yaitu uji Kolmogorov-Smirnov. Jika nilai Kolmogorov-Smirnov
memiliki tingkat signifikan di atas > 0,05 berarti regresi
memenuhi asumsi normalitas (Ghozali, 2011).
b. Uji Multikolonieritas
69
Uji Multikolinieritas bertujuan untuk menguji apakah
dalam model regresi yang terbentuk ada korelasi yang tinggi
atau sempurna di antara variabel bebas.
Model regresi dikatakan baik apabila tidak terjadi korelasi
diantara variabel independen. Adanya multikolonieritas dapat
dilihat dari tolerance value atau nilai tolerance dan Variance
Inflation Factor (VIF). Batas dari nilai tolerance adalah 0,01
dan batas VIF adalah 10. Apabila nilai tolerance dibawah 0,01
atau nilai VIF diatas 10 maka terjadi multikolonieritas (Ghozali,
2011:108).
c. Uji Autokorelasi
Uji Autokorelasi bertujuan untuk apakah dalam model
regresi linear terdapat korelasi antara kesalahan pengganggu
pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode
sebelumnya (t-1). Autokorelasi muncul karena observasi yang
berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sama lainnya. Hal ini
sering ditemukan pada data runtut waktu (time series) karena
“gangguan” pada seorang individu atau kelompok cenderung
mempengaruhi “gangguan” pada individu atau kelompok yang
sama pada periode berikutnya. Model regresi yang baik adalah
regresi yang bebas dari autokorelasi (Ghozali, 2011:110).
Autokorelasi dapat dideteksi dengan beberapa cara yaitu
uji Durbin-Watson, uji Lagrange Multiplier, Run Test dan uji
70
Box Pierce dan Ljung Box. Dalam penelitian ini, peneliti
menggunakan statistic non-parametik yaitu dengan uji Run Test.
Run Test digunakan untuk untuk menguji apakah antar residual
terdapat korelasi. Pengambilan keputusan ada tidaknya
autokorelasi dengan melihat nilai Asymp. Sig.. Apabila nilai
Asymp. Sig. > 0,05 maka data terjadi secara random dan tidak
terjadi autokorelasi antar nilai residual.
d. Uji Heteroskedastisitas
Uji heterokedastisitas bertujuan untuk menguji adanya
ketidaksamaan variance dari residual suatu pengamatan ke
pengamatan lain dalam suatu model regresi. Jika variance dari
residual suatu pengamatan ke pengamatan lain tetap disebut
homokedastisitas dan jika berbeda disebut heterokedastisitas
(Ghozali, 2011:139).
Uji heteroskedastisitas dalam penelitian ini dilakukan
dengan uji grafik maupun uji statistik. Uji grafik dapat
dilakukan dengan melihat grafik plot antara nilai prediksi
variabel terikat (ZPERD) dengan residualnya (SRESID) dengan
kriteria sebagai berikut:
1. Jika ada pola tertentu, seperti titik yang membentuk
pola tertentu yang teratur (bergelombang, melebar
kemudian menyempit) maka mengindikasikan
adanya heteroskedastisitas.
71
2. Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik menyebar di
atas dan di bawah angka 0 pada sumbu Y, tidak
terjadi heteroskedastisitas.
Selain menggunakan uji grafik, uji heteroskedastisitas
dapat diuji dengan metode statistik berupa uji Glejser. Uji
Glejser dilakukan dengan meregresi nilai absolut residual
terhadap variabel independen. Variabel independen secara
signifikan mempengaruhi variabel dependen maka ada indikasi
terkena heteroskedastisitas. Model regresi yang baik adalah
yang homokedastisitas atau bebas dari heterokedastisitas.
3. Pengujian Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini diuji dengan menggunakan model
regresi berganda (multiple regression). Model regresi berganda
umumnya digunakan untuk menguji pengaruh dua atau lebih variabel
independen terhadap variabel dependen dengan skala pengukuran
interval atau rasio dalam suatu persamaan linier. Analisis regresi
berganda merupakan eksistensi dari model regresi dalam analisis
bivariate yang umumnya digunakan untuk menguji pengaruh dua atau
lebih variabel independen terhadap variabel dependen. Persamaan
regresi dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
Y = α - β1X1+ β2X2+ β3X3+ β4X4+ β5X5 + β6X6 + ε
Keterangan:
Y = Pengungkapan sukarela (voluntary disclosure)
72
α = Konstanta (tetap)
β1- β6 = Koefisien variabel independen
X1 = Financial Distress (DISTRS)
X2 = Komisaris Independen (INDP)
X3 = Komite Audit (KOMIT)
X4 = Leverage (LEV)
X5 = Profitabilitas (PROF)
X6 = Ukuran Perusahaan (SIZE)
ε = Kesalahan baku/ error
4. Uji Statistik
a. Koefisien Determinasi (R²)
Koefesien determinasi (R2) digunakan untuk mengukur
seberapa garis regresi sesuai dengan data aktualnya (goodness of
fit). Koefesien determinasi ini mengukur presentase total varian
variabel dependen Y yang dijelaskan oleh variabel independen
di dalam garis regresi.
Kelemahan dalam menggunakan koefisien determinasi
adalah bias terhadap jumlah variabel independen yang
dimasukkan dalam model. Apabila satu variabel independen
ditambah (R²) akan meningkat tanpa mempedulikan apakah
variabel tersebut berpengaruh secara siginifikan atau tidak
terhadap variabel dependen. Oleh karena itu, penelitian ini
menggunakan nilai adjusted (R²) untuk mengevaluasi model
73
regresi. Nilai adjusted (R²) mampu naik atau turun apabila satu
variabel independen ditambahkan dalam model regresi. Seperti
halnya koefisien determinasi (R²), nilai adjusted (R²) juga
berkisar antara nol dan satu. Apabila mendekati nilai 1 berarti
semakin kuat kemampuan variabel independen dalam
menjelaskan variabel dependennya (Ghozali, 2011:97).
b. Uji Signifikansi Simultan (Statistik F)
Uji F dilakukan untuk melihat pengaruh variabel-variabel
independen secara keseluruhan terhadap variabel dependen.
Pengujian ini dilakukan dengan membandingkan nilai F hitung
dengan F tabel. Uji F digunakan untuk menguji pengaruh secara
simultan variabel bebas terhadap variabel tergantungnya. Jika
variabel bebas memiliki pengaruh secara simultan terhadap
variabel tergantung, maka model persamaan regresi masuk
dalam kriteria cocok atau fit. Sebaliknya jika tidak terdapat
pengaruh secarasimultan maka hal ini akan masuk dalam
kategori tidak cocok atau non fit.
Uji F pada dasarnya menunjukkkan apakah semua variabel
independen atau bebas yang dimasukkan dalam model
mempunyai pengaruh secara bersama-sama terhadap variabel
dependen. Untuk menguji hipotesis ini digunakan statistik F
dengan kriteria pengambilan keputusan bahwa apabila nilai
74
signifikansi > 0,05 maka Ha ditolak, sedangkan apabila nilai
signifikansi < 0,05 maka Ha diterima (Ghozali, 2011:98).
c. Uji Signifikansi Parameter Individual (Statistik t)
Uji parsial digunakan untuk mengetahui pengaruh masing-
masing variabel independen terhadap variabel dependen. Uji t-
test ini pada dasarnya untuk menunjukkan seberapa jauh
pengaruh satu variabel penjelas/independen secara individual
dalam menerangkan variasi variabel dependen (Ghozali,
2011:99).
Dasar pengambilan keputusan yang digunakan dalam uji
t adalah sebagai berikut:
1. Jika nilai probabilitas signifikansi > 0,05, maka hipotesis
ditolak. Ini mempunyai arti bahwa variabel independen
(financial distress, proporsi dewan komisaris independen,
komite audit, leverage, profitabilitas dan ukuran
perusahaan) tidak berpengaruh signifikan terhadap
variabel dependen (luas pengungkapan sukarela).
2. Jika nilai probabilitas signifikansi < 0,05, maka hipotesis
diterima. Ini berarti bahwa variabel independen (financial
distress, proporsi dewan komisaris independen, komite
audit, leverage, profitabilitas dan ukuran perusahaan)
berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen (luas
pengungkapan sukarela)
75
3. Operasional Variabel Penelitian
Penelitian ini menggunakan dua variabel yaitu variabel
dependen, variabel independen. Financial distress, proporsi dewan
komisaris independen,komite audit, leverage, profitabilitas, ukuran
perusahaan (size), sebagai variabel independen, sedangkan luas
pengungkapan sukarela sebagai variabel dependen.
1. Variabel Dependen ( terikat)
Dalam penelitian ini, variabel dependen adalah luas
pengungkapan sukarela yang diproksikan dengan Indeks
Pengungkapan Sukarela (IPS). Pengungkapan sukarela
merupakan pengungkapan informasi yang dilakukan secara
sukarela oleh perusahaan tanpa diharuskan oleh peraturan yang
berlaku.
Indeks pengukuran pengungkapan sukarela dilakukan
dalam dua tahap, yaitu (1) mengembangkan daftar item
pengungkapan sukarela dan (2) mengukur skor pengungkapan
sukarela terhadap sampel laporan tahunan. Daftar item
pengungkapan sukarela dalam laporan tahunan dikembangkan
berdasarkan item pengungkapan Webb (2002) dan Nasir
Abdullah (2004) dan disesuaikan dengan item pengungkapan
wajib menurut peraturan Bapepam tentang laporan tahunan
(Kep-134/BL/2006) dalam penelitian yang dilakukan oleh Evi
dan Rosa (2014).
76
Daftar item yang dikembangkan tersebut kemudian
digunakan untuk mengukur skor pengungkapan sukarela dalam
laporan tahunan perusahaan sampel. Penentuan skor
pengungkapan sukarela dalam laporan tahunan dilakukan
mengikuti skor oleh Nasir Abdullah (2004) yaitu penskoran
pengungkapan tanpa pembobotan. Pengukurannya dengan
menggunakan indeks artinya sebuah item diberi skor 1 jika
diungkapkan dan skor 0 jika tidak diungkapkan. Perhitungan
untuk mencari angka indeks ditentukan dengan formulasi
sebagai berikut:
Semakin banyak item voluntary disclosure yang dimuat
dalam laporan tahunan berarti semakin besar indeks tingkat
voluntary disclosure perusahaan. Perusahaan dengan angka
indeks yang lebih tinggi menunjukkan bahwa perusahaan
tersebut melakukan praktek pengungkapan sukarela secara lebih
komprehensif dibandingkan dengan perusahaan lain.
2. Variabel Independen (bebas)
Variabel independen adalah variabel yang mempengaruhi
variabel terikat, baik secara positif maupun secara negatif. Jika
terdapat variabel dependen maka variabel independen juga harus
IPS =
77
hadir, dan di setiap unit kenaikan dalam variabel independen
maka akan terdapat pula kenaikan atau penurunan dalam
variabel dependen (terikat).
Tujuan penelitian ini adalah untuk menjelaskan dan
memprediksi apakah financial distress penerapan corporate
governance dan karakteristik perusahaan mempengaruhi atau
tidak mempengaruhi voluntary disclosure laporan tahunan suatu
perusahaan. Dalam penelitian ini yang berfungsi sebagai
variabel independennya adalah:
a. Financial Distress
Financial distress terjadi karena perusahaan tidak
mampu membayar kewajiban-kewajiban yang telah jatuh
tempo. Pada penelitian ini dalam mengukur perusahaan
yang mengalami kesulitan keuangan (financial distressed
firms) dengan menggunakan interest coverage ratio (ICR)
yang berdasar pada penelitian Classens (1999). Untuk
perusahaan yang mempunyai interest coverage ratio
kurang dari satu dinyatakan sebagai financial distressed
firms. Rasio interest coverage dirumuskan sebagai berikut:
ICR=
78
Keterangan:
ICR < 1, berarti perusahaan mengalami financial
distressed yang disimbolkan dalam dummy 1,
ICR > 1, berarti perusahaan tidak mengalami financial
distressed atau termasuk healthy firms, disimbolkan
dengan dummy 0.
b. Corporate Governance
1. Komisaris Independen
Unsur komisaris independen dalam struktur
organisasi perusahaan beranggotakan dewan
komisaris yang berasal dari luar perusahaan tersebut.
Berdasarkan Keputusan Direksi PT Bursa Efek
Jakarta No: Kep-305/BEJ/07-2004Tentang Peraturan
No I-A tertanggal 19 Juli 2004, perusahaan yang
listed di Bursa Efek Indonesia harus memiliki dewan
komisaris independen dengan jumlah sekurang-
kurangnya 30% dari seluruh jumlah anggota dewan
komisaris. Oleh karena itu, dalam penelitian ini
menggunakan variabel proporsi dewan komisaris
independen. Proporsi dewan komisaris menunjukkan
persentase komisaris independen yang ada di
perusahaan.. Variabel komisaris independen diukur
dari jumlah komisaris independen yang dimiliki oleh
79
perusahaan.Variabel ini diukur dari jumlah
presentase jumlah komisaris independen yang ada
diperusahaan.
2. Komite Audit
Komite audit bertugas membantu dewan
komisaris untuk memastikan bahwa laporan
keuangan yang dibuat oleh manajemen telah
memberikan gambaran yang sebenarnya tentang
kondisi keuangan, hasil usahanya, rencana dan
komitmen jangka panjang; memastikan perusahaan
telah dijalankan sesuai undang-undang dan peraturan
yang berlaku, melaksanakan usahanya dengan
beretika, melaksanakan pengawasannya secara
efektif terhadap benturan kepentingan dan
kecurangan yang dilakukan oleh karyawan
perusahaan; memonitor proses pengawasan yang
dilakukan oleh auditor internal.
INDP=
80
c. Karakteristik Perusahaan
1. Leverage
Rasio leverage penting untuk menilai
kemampuan perusahaan melunasi semua hutang-
hutangnya. Teori keagenan memprediksi bahwa
perusahaan dengan leverage yang lebih tinggi akan
mengungkapkan lebih banyak informasi (Jensen dan
Meckling,1976).
Hal ini dikarenakan, leverage yang tinggi
akan mengandung biaya pengawasan yang tinggi
juga, sehingga perusahaan akan menyediakan
informasi yang lebih luas untuk memenuhi
kebutuhan informasi kreditur jangka panjang.
Informasi dibutuhkan oleh pihak kreditur untuk
mengetahui kondisi keuangan debitur agar
meyakinkan kreditur bahwa debitur akan memenuhi
kewajibannya pada saat jatuh tempo (Noor,2014).
Rasio leverage dapat dirumuskan sebagai berikut:
Debt Ratio=
81
2. Ukuran Perusahaan (Size)
Ukuran perusahaan berkaitan dengan besarnya
perusahaan yang diukur berdasarkan total asset.
Secara umum, sebuah perusahaan besar akan
mengungkapkan informasi yang lebih banyak
daripada perusahaan kecil. Ukuran perusahaan
dalam penelitian ini dihitung dengan menggunakan
rumus:
3. Profitabilitas
Profitabilitas merupakan rasio untuk menilai
perusahaan dalam mencari keuntungan. Rasio ini
juga menunjukkan tingkat efektivitas manajemen
suatu perusahaan. Hal ini ditunjukkan oleh laba yang
dihasilkan dari penjualan dan pendapatan investasi.
Analisis rasio profitabilitas yang digunakan adalah
ROA yang dirumuskan sebagai berikut:
Rasio ROA menunjukkan besarnya laba bersih
yang diperoleh perusahaan apabila diukur dari total
Ukuran perusahaan = log (total asset)
ROA=
82
nilai asset. Data profitabilitas disajikan dalam skala
rasio dengan lambing PROFIT.
Berdasarkan penjelasan di atas, maka operasional variabel
penelitian dapat disajikan dalam Tabel 3.1 sebagai berikut:
Tabel 3.1
Operasional Variabel
dep
end
en
Variabel Indikator Skala
Pengungkapan
Sukarela Laporan
Tahunan (IPS)
IPS =
Rasio
ind
epen
den
Financial Distress
(DISTRS)
ICR=
Rasio
Proporsi Dewan
Komisaris
Independen (INDP)
INDP=
Rasio
Komite Audit (KA)
dummy
Nominal
Ukuran Perusahaan
(SIZE)
Ukuran perusahaan = log (total asset)
Nominal
Profitabilitas
(PROFIT)
ROA=
Rasio
Leverage (LEV)
Debt Ratio=
Rasio
83
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Objek Penelitian
1. Deskripsi Objek Penelitian
Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan
go public yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) dari tahun
2009 sampai 2013. Perusahaan yang menjadi sampel dalam penelitian
ini termasuk dalam sektor industri manufaktur. Hal ini dipilih karena
pertimbangan jumlah perusahaan yang masuk dalam kategori industri
manufaktur paling banyak dibandingkan dengan industri lain di BEI.
Dengan demikian, industri manufaktur mampu mewakili perusahaan-
perusahaan dari industri lain yang terdaftar di BEI. Perusahaan
manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia diklasifikasikan
berdasarkan jenis produk yang dihasilkan, antara lain:
a. Industri Dasar dan Kimia, meliputi:
1. Industri semen
2. Industri keramik, porselen dan kaca
3. Industri logam dan sejenisnya
4. Industri kimia
5. Industri plastik dan kemasan
6. Industri pakan ternak
7. Industri kayu dan pengolahan
8. Industri pulp dan kertas
84
b. Aneka Industri, meliputi:
1. Industri otomotif dan komponen
2. Industri tekstil dan garmen
3. Industri alas kaki
4. Industri kabel
5. Industri elektronika
c. Industri Barang Konsumsi, meliputi:
1. Industri makanan dan minuman
2. Industri rokok
3. Industri farmasi
4. Indusrti peralatan rumah tangga
5. Industri kosmetik dan barang keperluan rumah tangga
2. Deskripsi Sampel Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti memilih sampel dengan metode
purposive sampling dengan menggunakan kriteria-kriteria yang telah
ditentukan (judgement sampling). Sampel yang dipilih oleh peneliti
adalah perusahaan-perusahaan yang menyajikan data yang dibutuhkan
dalam penelitian ini. Pertimbangan dalam pemilihan sampel pada
umumnya disesuaikan dengan tujuan atau masalah penelitian, yaitu :
1. Perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI selama periode
2009-2013 dan tahun buku yang berakhir pada 31 desember.
2. Pengambilan sampel pada perusahaan manufaktur yang terdaftar
di BEI mempunyai laporan tahunan menggunakan bahasa
85
Indonesia dalam pelaporan keuangannya dan mata uang rupiah
dalam pelaporan unit moneternya.
3. Perusahaan yang tidak memiliki data laporan keuangan yang
digunakan untuk mengukur ratio interest coverage dikeluarkan
dari sampel.
4. Perusahaan yang termasuk dalam bidang banking, credit,
securities, insurance, holding, and other investment companies
tidak dimasukkan dalam sampel.
Tabel 4.1
Seleksi sampel
No Kriteria Pelanggaran
Kriteria
Jumlah
1 Total perusahaan manufaktur yang listing di BEI
tahun 2009-2013
(2) 134
2 Perusahaan yang melaporkan laporan keuangan
2009-2013
(38) 132
3 Perusahaan yang melaporkan ICR (43) 94
4 Laporan keuangan menggunakan bahasa
Indonesia dan mata uang rupiah dalam
pelaporan keuangannya
(26) 51
5 Jumlah sampel yang memenuhi krieria 25
6 Tahun pengamatan 6
7 Jumlah total sampel 125
Sumber : data diolah
86
Berdasarkan tabel 4.1 dapat diketahui bahwa total perusahaan
manufaktur yang terdaftar di BEI berjumlah 134. Namun, berdasarkan
hasil seleksi sampel hanya ada 25 perusahaan manufaktur. Periode
pengamatan yang diambil oleh peneliti adalah 6 (enam) tahun, yaitu
tahun 2009, 2010, 2011, 2012 dan 2013. Jadi, total sampel yang
diteliti sebanyak 125 data laporan tahunan perusahaan manufaktur.
Dari proses seleksi sampel tersebut diperoleh perusahaan yang
menjadi sampel dalam penelitian ini. Tabel 4.2 menyajikan daftar
nama perusahaan sampel.
Tabel 4.2
Daftar Nama Perusahaan sampel
No Nama Perusahaan Kode
1 PT. akasha wira international Tbk ADES
2 PT. alamkarya unggul Tbk AKKU
3 PT. argo pantes Tbk ARGO
4 PT. astra international Tbk ASII
5 PT. duta pertiwi nusantara Tbk DPNS
6 PT. gunawan dianjaya stell Tbk GDST
7 PT. gudang garam Tbk GGRM
8 PT. intan wijaya international Tbk INCI
9 PT. indofood sukses makmur Tbk INDF
10 PT. kimia farma Tbk KAEF
11 PT. kertas basuki rachmat Indonesia Tbk KBRI
87
12 PT. Kedaung Tbk KICI
13 PT. langgeng makmur industri Tbk LMPI
14 PT. apac citra centertex Tbk MYTX
15 PT. Nippers Tbk NIPS
16 PT. prima alloy steel universal Tbk PRAS
17 PT. prashida aneka niaga Tbk PSDN
18 PT. sekawan intipratama Tbk SIAP
19 PT. siwani makmur Tbk SIMA
20 PT. sunson textille manufacture Tbk SSTM
21 PT. sumalindo lestari jaya Tbk SULI
22 PT. sekar laut Tbk SKLT
23 PT. tirta mahakam resource Tbk TIRT
24 PT. trias sentosa Tbk TRST
25 PT. ultrajaya milk industry&trading company Tbk ULTJ
Sumber: data diolah
88
B. Hasil Uji Analisis Data Penelitian
Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini diuji dengan model
regresi berganda. Tujuannya adalah untuk memperoleh gambaran yang
menyeluruh mengenai pengaruh variabel independen terhadap variabel
dependen.
1. Hasil Uji Statistik Deskriptif
Uji data statistik deskriptif menggambarkan kualitas data
penelitian yang tercermin pada nilai mean dan standar deviasi.
Apabila nilai mean lebih besar daripada standar deviasi maka kualitas
data dapat dikatakan baik. Deskripsi variabel penelitian mengenai
pengungkapan sukarela laporan tahunan, financial distress, proporsi
dewan komisaris independen, komite audit, leverage, profitabilitas
dan ukuran perusahaan dapat dilihat pada tabel 4.3 sebagai berikut:
Tabel 4.3
Statistik Deskriptif
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
IPS 125 .325000 .825000 .62200000 .123360212
DISTRS 125 .000000 1.000000 .43200000 .497347805
INDP 125 .300000 .800000 .38471913 .085670770
KOMIT 125 .000000 1.000000 .54400000 .500064512
LEV 125 .039549 1.439870 .51576737 .274541758
PROF 125 -.755766 .260610 .00344967 .141317312
SIZE 125 9.154799 14.330402 11.72859926 1.058444736
Valid N
(listwise) 125
Sumber : Data Diolah (output SPSS 22.0)
89
Nilai minimum digunakan untuk mengetahui jumlah terkecil
dari data yang bersangkutan dari rata- rata sedangkan nilai maksimum
digunakan untuk mengetahui jumlah terbesar dari data. Mean
digunakan untuk mengetahui rata-rata sebuah data. Standar deviasai
digunakan untuk mengetahui seberapa besar data yang bervariasi dari
rata-rata.
Dari tabel 4.3 dapat dilihat bahwa variabel financial distress
(DISTRS) memiliki rata-rata sebesar 0,4320 hal ini menunjukan
bahwa 43% perusahaan mengalami kesulitan keuangan. Variabel
proporsi dewan komisaris independen (INDP) menunjukkan rata-rata
0,3847 lebih besar dibandingkan dengan standar deviasinya sebesar
0,0856.
Kondisi ini menunjukkan bahwa secara rata-rata perusahaan
sampel telah memenuhi syarat minimal 30% anggota dewan komisaris
independen sesuai peraturan Bapepam. Variabel leverage (LEV)
menunjukan rata-rata sebesar 0,5157 sedangkan variabel profitabilitas
(PROF) memiliki rata-rata sebesar 0,0034 lebih kecil dibandingkan
dengan standar deviasinya sebesar 0,1413 hal ini menunjukan kualitas
data profitabilitas kurang baik. Variabel ukuran perusahaan (SIZE)
menunjukkan rata-rata 11,7285. Variabel financial distress (DISTRS)
menggunakan variabel dummy, memiliki nilai minimum sebesar 0 dan
nilai maksimum sebesar 1. Nilai rata-rata financial distress sebesar
0,4320 atau sebesar 43%.
90
Variabel proporsi dewan komisaris independen (INDP) yang
diproyeksikan dengan rasio komisaris independen dengan jumlah
dewan komisaris mempunyai nilai minimum sebesar 30%. Hal ini
mencerminkan bahwa semua perusahaan telah memenuhi kriteria
yang ditetapkan oleh Bapepam yaitu proporsi komisaris independen di
perusahaan minimal 30% dari keseluruhan jumlah dewan komisaris.
Nilai maksimum di miliki oleh PT Gudang Garam Tbk (GGRM)
sebesar 0,80 atau 80% pada tahun 2009. Pada variabel komite audit
(KOMIT) yang menggunakan variabel dummy, memiliki nilai
minimum sebesar 0 dan nilai maksimum sebesar 1. Nilai rata-rata dari
komite audit sebesar 0,540 atau sebesar 54% ini menunjukan bahwa
54% sampel perusahaan dalam penelitian ini telah memiliki komite
audit dalam perusahaannya.
Pada variabel leverage (LEV) nilai terkecil (minimum) sebesar
0,0395 yang diperoleh oleh PT Kertas Basuki Rachmat Indonesia Tbk
(KBRI) pada tahun 2011 sedangkan nilai maksimum sebesar 1,4398
diperoleh oleh PT Siwani Makmur Tbk (SIMA) pada tahun 2011
Pada variabel profitabilitas (PROF) yang diukur menggunakan
Return On Assets (ROA) yang menunjukkan nilai ROA minimum
diperoleh oleh PT Alam Karya Unggul (AKKU) tahun 2011 sebesar -
0,7557 dan perusahaan yang memperoleh profitabilitas paling besar
adalah PT Duta Pertiwi Nusantara (DPNS) yaitu sebesar 0,2606 pada
tahun 2013.
91
Variabel ukuran perusahaan (SIZE) diukur dengan transformasi
logaritma dari total asset menunjukkan nilai minimum sebesar 9,1547
yang dimiliki oleh PT Argo Pantes Tbk (ARGO) tahun 2010 dan nilai
maksimum dimiliki oleh PT Astra International Tbk (ASII) 2013
sebesar 14,3304.
Pada variabel pengungkapan sukarela dalam laporan tahunan
(IPS) perusahaan dengan pengungkapan sukarela terkecil (minimum)
adalah adalah 0,325 atau 33% dimiliki oleh dua perusahaan yaitu PT
Sunson Textile Manufacturer Tbk (SSTM) pada tahun 2013 dan pada
perusahaan PT Kedaung Indah Can Tbk (KICI) tahun 2009 dan 2011
sedangkan tingkat pengungkapan sukarela tertinggi (maksimum)
adalah sebesar 0,825 atau 83% yaitu perusahaan (INDF) pada tahun
2012 dan 2013 dari hasil penelitian menunjukan semua perusahaan
telah melakukan pengungkapan sukarela atas laporan tahunan
perusahaan. Pengungkapan Informasi akan memberikan stimulus bagi
pertumbuhan ekonomi.
2. Uji Asumsi Klasik
Uji asumsi klasik dalam penelitian diperlukan agar model
regresi menjadi suatu model yang representative. Analisa data uji
asumsi klasik ini menggunakan uji normalitas, uji multikolonieritas,uji
heteroskedastisitas dan uji autokorelasi.
92
a. Uji Normalitas
1. Analisis Grafik
Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan
metode grafik histogram dan probability plot (P-Plot).
Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui variabel
pengganggu atau residual dalam model regresi mempunyai
distribusi normal atau tidak.Model regresi yang baik
adalah model regresi yang mempunyai distribusi data
normal atau mendekati normal. Apabila asumsi ini
dilanggar maka uji statistik tidak valid untuk jumlah
sampel yang kecil. Data mengenai uji normalitas dapat
dilihat pada gambar 4.1 dan 4.2 sebagai berikut:
Gambar 4.1
Hasil Uji Normalitas : Grafik Histrogram
93
Gambar 4.2
Hasil Uji Normalitas : Grafik Normal Plot
Dengan melihat tampilan gambar 4.1 memberikan
pola distribusi yang mendekati normal, sedangkan pada
gambar 4.2, grafik normal plot menunjukan titik-titik
menyebar disekitar garis diagonal dan penyebarannya
mengikuti arah garis diagonal. Maka dapat disimpulkan
bahwa model regresi dalam penelitian ini telah
terdistribusi normal.
2. Analisis Statistik
Uji normalitas dengan grafik dapat menyesatkan
kalau tidak hati-hati secara visual kelihatan normal, pada
hal secara statistik bisa sebaliknya (Ghozali, 2011). Hasil
94
uji normalitas dengan menggunakan uji statistik non
parametric Kolmogorov-Smirnov (K-S) menunjukkan nilai
0,836 dengan signifikansi 0,488. Hal ini menunjukkan
bahwa model regresi memenuhi asumsi normalitas karena
tingkat signifikansinya melebihi α > 0,05.
Tabel 4.4
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardize
d Residual
N 125
Normal Parametersa,b
Mean .0000000
Std. Deviation .09173599
Most Extreme Differences Absolute .062
Positive .031
Negative -.062
Kolmogorov-Smirnov Z .062
Asymp. Sig. (2-tailed) .200
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
Sumber : Data Diolah (output SPSS 22.0)
Dengan melihat tampilan grafik histogram dalam gambar
4.1 menjelaskan bahwa pola distribusi yang mendekati normal
sedangkan pada grafik 4.2 grafik normal plot menunjukan titik-
titik menyebar disekitar garis diagonal dan mengukuti arah garis
diagonal. Pada tabel 4.4 juga menunjukan nilai Klomogorov-
Smirnov pada uji ini adalah sebesar 0,62 > 0,05. Nilai Asymp.
Sig. (2-tailed) pada tabel diatas adalah sebesar 0,20 > 0,05. Nilai
95
Klomogorov-Smirnov dan Asymp. Sig. (2-tailed) menunjukan
nilainya lebih besar dari 0,05, ini artinya data terdistribusi secara
normal. Maka disimpulkan bahwa dalam penelitian ini semua
sampel pada penelitian ini terdistribusi secara normal.
b. Uji Multikolonieritas
Uji multikoloniearitas bertujuan untuk menguji apakah
model regresi ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas
(independen). Model regresi yang baik yaitu model regresi yang
tidak terjadi korelasi di antara variabel independen. Untuk
mengetahui ada atau tidaknya multikoloniearitas dapat dilihat
dari nilai tolerance dan lawannya Variance Inflation Factor
(VIF) yang terdapat pada masing-masing variabel seperti pada
tabel 4.5 berikut:
Tabel 4.5
Coefficientsa
Model
Collinearity Statistics
Tolerance VIF
1 DISTRS .563 1.776
INDP .888 1.126
KOMIT .906 1.103
LEV .733 1.365
PROF .620 1.613
SIZE .791 1.264
a. Dependent Variable: IPS
Sumber : Data Diolah (output SPSS 22.0)
96
Dari tabel 4.5 menunjukkan bahwa hasil perhitungan
menunjukkan tidak ada variabel independen yang nilai tolerance
kurang dari 0,10. Hal ini berarti tidak ada korelasi antar variabel
independen. Suatu model regresi juga dinyatakan bebas dari
multikolonieritas jika mempunyai nilai VIF dibawah 10. Dari
tabel 4.5 dapat diketahui bahwa pada model regresi, semua
variable independen memiliki nilai VIF yang rendah di bawah
angka 10 yang berarti bahwa tidak terjadi multikolonieritas
dalam model regresi.
c. Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk melihat apakah
dalam sebuah model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari
residual satu pengamatan ke pengamatan lain. Model regresi
yang baik adalah yang bebas dari heteroskedastisitas.
Kebanyakan data crossection mengandung situasi yang
heteroskedastisitas karena data ini menghimpun berbagai data
yang mewakili semua ukuran baik kecil, sedang, maupun besar
(Ghozali, 2011:139). Penelitian ini menggunakan uji statistik
dengan melihat grafik scatterplot. Hasil uji heteroskedastisitas
dengan menggunakan grafik scatterplot di tunjukan pada
gambar 4.3 pada halaman berikutnya:
97
Gambar 4.3
Uji Heteroskedastisitas
Dari grafik scatterplot terlihat bahwa titik-titik menyebar
secara acak serta tersebar baik diatas maupun dibawah angka 0
pada sumbu Y, dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
model regresi ini tidak terjadi heteroskedastisitas. Akan tetapi
analisis dengan grafik plot memiliki kelemahan dalam
keakuratan menginterpretasikannya, oleh sebab itu perlu
dilakukan uji statistik untuk lebih menjamin keakuratan hasil
penelitian. Uji Glejser adalah salah satu uji statistik digunakan
untuk mendeteksi ada tidaknya heteroskedastisitas.
98
Tabel 4.6
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized
Coefficients
T Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) .206 .061 3.384 .001
DISTRS .016 .013 .142 1.248 .214
INDP -.050 .060 -.075 -.827 .410
KOMIT -.032 .010 -.285 -3.174 .102
LEV -.019 .021 -.091 -.907 .366
PROF .035 .044 .087 .798 .426
SIZE -.008 .005 -.152 -1.578 .117
a. Dependent Variable: ABS_RES1
Sumber : Data Diolah (output SPSS 22.0)
Berdasarkan hasil yang ditunjukkan dalam tabel 4.6
tersebut nampak bahwa semua variabel bebas menunjukkan
hasil yang tidak signifikan karena berada diatas > 0,05,
sehingga dapat disimpulkan bahwa semua variabel bebas
tersebut tidak terjadi heteroskedastisitas dalam varian kesalahan.
d. Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi bertujuan apakah dalam model regresi
linear terdapat korelasi. Problem autokorelasi muncul karena
observasi yang berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sama
lainnya. Kondisi ini sering ditemukan pada data time series
karena adanya “gangguan” pada individu atau kelompok
cenderung mempengaruhi pada individu atau kelompok yang
99
sama pada periode berikutnya. Penelitian ini menggunakan
pengujian run test untuk menguji apakah antar residual terdapat
korelasi yang tinggi. Apabila nilai Asymp. Sig. (2-tailed) < 0,05
maka persamaan regresi dikatakan terkena problem autokorelasi.
Tabel 4.7
Runs Test
Unstandardiz ed Residual
Test Valuea .010700
Cases < Test Value 62
Cases >= Test Value 63
Total Cases 125
Number of Runs 65
Z .270
Asymp. Sig. (2-
tailed) .787
a. Median
Sumber : Data Diolah (output SPSS 22.0)
Tabel 4.7 menunjukkan bahwa residual dalam persamaan
regresi tidak random dengan nilai Asymp. Sig. (2-tailed) > 0,05.
Kondisi ini menunjukan bahwa dalam penelitian ini tidak terjadi
autokorelasi .
3. Uji Hipotesis
Penelitian ini menggunakan analisis regresi berganda dalam
pengolahan datanya. Analisis ini menggunakan uji statistik t dan uji
statistik F dengan menggunakan tingkat signifikansi sebesar 5% atau
0,05. Apabila tingkat signifikansi lebih kecil dari 0,05 maka Ha
100
diterima, sebaliknya apabila tingkat signifikansi lebih besar dari 0,05
maka Ha ditolak.
a. Koefisien Determinasi
Uji koefisien determinasi (R²) digunakan untuk mengukur
seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi
variabel dependen. Nilai koefisien determinasi antara 0 dan 1.
Apabila nilai koefisien determinasi mendekati satu, maka
variabel independen memberikan hampir semua informasi yang
dibutuhkan dalam memprediksi variabel dependen. Penelitian
ini menggunakan koefisien determinasi dengan menggunakan
nilai adjusted R-square untuk mengevaluasi model regresi. Nilai
adjusted R-square dalam penelitian dapat dilihat di tabel 4.6.
Tabel 4.8
Koefisien Determinasi (Adjusted R²)
Model Summaryb
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of
the Estimate
1 .669a .447 .419 .094039344
a. Predictors: (Constant), SIZE, KOMIT, LEV, INDP, PROF,
DISTRS
b. Dependent Variable: IPS
Sumber : Data Diolah (output SPSS 22.0)
Dari tampilan output SPSS dalam tabel 4.8 dapat dilihat
bahwa besarnya adjusted R-square sebesar 0,419 atau 42%. Hal
ini berarti 42% variabel dependen tingkat pengungkapan
sukarela (IPS) dapat dijelaskan secara signifikan oleh variasi
101
variabel independen. Variabel independen tersebut adalah
financial distress (DISTRS), proporsi dewan komisaris
independen (INDP), komite audit (KOMIT), ukuran perusahaan
(SIZE), profitabilitas (PROF), dan leverage (LEV). Sedangkan
sisanya sebesar 58 % (100% - 42 %) dijelaskan oleh variabel
lain di luar model regresi dalam penelitian ini.
b. Uji Signifikansi Simultan (Statistik F)
Uji F menunjukkan semua variabel independen yang ada
dalam model regresi mempunyai pengaruh secara simultan
terhadap variabel dependen. Apabila nilai signifikansi < 0,05
maka Ha diterima. Pengaruh secara simultan variabel financial
distress, proporsi dewan komisaris independen, komite audit,
leverage, profitabilitas dan ukuran perusahaan dapat dilihat pada
tabel 4.7.
Tabel 4.9
Uji Signifikansi Simultan (Uji Statistik F)
ANOVAa
Model
Sum of
Squares df
Mean
Square F Sig.
1 Regression .843 6 .141 15.897 .000b
Residual 1.044 118 .009
Total 1.887 124
a. Dependent Variable: IPS
b. Predictors: (Constant), SIZE, KOMIT, LEV, INDP, PROF,
DISTRS
Sumber : Data Diolah (output SPSS 22.0)
102
Hasil pengolahan data dalam tabel 4.9 melalui uji Anova
atau F-test terlihat bahwa nilai signifikansi sebesar 0,000 <0,05.
Nilai probabilitas pengujian lebih kecil dari 0,05 menunjukkan
bahwa model regresi dapat digunakan secara bersama-sama
untuk memprediksi tingkat pengungkapan sukarela. Hal ini
membuktikan bahwa variabel independennya yaitu financial
distress, proporsi dewan komisaris independen, ukuran
perusahaan, profitabilitas dan leverage bersama-sama secara
simultan berpengaruh positif terhadap indeks pengungkapan
sukarela. Hal ini menyimpulkan bahwa Ha diterima dalam
model regresi penelitian ini.
c. Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji Statistik t)
Uji statistik t digunakan untuk mengetahui seberapa jauh
pengaruh variabel independen secara individual (parsial), yaitu
variabel independen financial distress (DISTRS), mekanisme
corporate governance yaitu proporsi dewan komisaris
independen (INDP), komite audit (KOMIT) dan karakteristik
perusahaan yang di wakili oleh ukuran perusahaan (SIZE),
profitabilitas (PROF), dan leverage (LEV) dalam menerangkan
variabel dependen yaitu pengungkapan sukarela (IPS). Variabel-
variabel dependen dengan tingkat signifikansi 5% atau 0,05.
Apabila nilai probabilitas <0,05 maka koefisien regresi
signifikan dan Ha diterima. Sedangkan apabila nilai probabilitas
103
lebih dari 0,05 maka koefisien regresi tidak signifikan dan Ha
ditolak.
Tabel 4.10
Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji Statistik t)
Coefficientsa
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
T Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) .248 .106 2.337 .021
DISTRS -.098 .023 -.395 -4.325 .000
INDP .161 .105 .112 1.542 .126
KOMIT .085 .018 .345 4.795 .000
LEV .013 .036 .029 .362 .718
PROF -.011 .076 -.013 -.145 .885
SIZE .026 .009 .220 2.864 .005
a. Dependent Variable: IPS
Sumber : Data Diolah (output SPSS 22.0)
Uji beda t-test digunakan untuk menguji seberapa jauh
pengaruh variabel independen yang digunakan dalam penelitian
ini secara individual (parsial) dalam menerangkan variabel
dependen. Dari hasil pengujian hipotesis, maka dapat
diinterpetasikan bahwa dari 6 variabel yang digunakan, hanya
ada 3 variabel yang memiliki pengaruh signifikan terhadap
variabel dependen (luas pengungkapan sukarela), yaitu financial
distress, komite audit dan ukuran perusahaan.
104
Adapun interpretasi penulis terhadap penelitian ini akan
dijelaskan lebih lanjut hasil dari tabel 4.10.
1. PengaruhFinancial Distress Terhadap Luas Pengungkapan
Sukarela.
Koefisien regresi financial distress (DISTRS)
adalah sebesar -0,098 dengan nilai t hitung sebesar 2,337
dengan nilai signifikan sebesar 0,000. Hasil tersebut
menunjukan bahwa tingkat signifikansi < 0,05 yang berarti
bahwa financial distress (DISTRS) berpengaruh signifikan
negatif terhadap luas pengungkapan sukarela (IPS). Maka
dapat disimpulkan variabel financial distress (DISTRS)
berpengaruh secara parsial dan signifikan terhadap luas
pengungkapan sukarela (IPS) dalam laporan tahunan
perusahaan manufaktur.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian yang
dilakukan oleh Abdullah dan Nasir (2004) menunjukkan
bahwa perusahaan yang sehat keuangannya cenderung
untuk mengungkapkan informasi lebih banyak daripada
perusahaan yang mengalami financial distressed.
Penelitian Evi dan Rosa (2014:393) juga melaporkan
penurunan pengungkapan sukarela yang diberikan oleh
perusahaan atau perusahaan yang mengalami financial
105
distress (perusahaan tertekan) dibandingkan dengan
perusahaan dengan kabar baik.
Sesuai dengan theory signal Jensen dan Meckling
(1976) ketika perusahaan mengalami financial distress
maka perusahaan akan mempunyai bad news yang
menunjukkan sinyal negatif bagi para investor sehingga
ini akan mempengaruhi keterbukaan manajemen dalam
melakukan pengungkapan, sedangkan jika perusahaan
sehat keuangannya berarti perusahaan mempunyai good
news yang akan lebih terbuka memberikan informasi
kepadaa investor sehingga hal ini akan mempengaruhi
pihak manajemen dalam memberikan informasi
perusahaan. Pihak manajemen menyampaikan informasi
yang dapat meningkatkan kredibilitasnya dan kesuksesan
perusahaan meskipun informasi tersebut tidak diwajibkan.
2. Pengaruh Komite Audit Terhadap Luas Pengungkapan
Sukarela.
Koefisien komite audit (KOMIT) sebesar dengan
nilai hitung t sebesar 4,795 dan nilai sig 0,000. Hasil
tersebut menjelaskan bahwa tingkat signifikansi <0,05
berarti bahwa secara parsial komite audit berpengaruh
secara signifikan terhadap luas pengungkapan sukarela
dalam laporan tahunan perusahaan manufaktur. Hasil ini
106
sesuai dengan penelitian Ming Liu,et.al (2009), Primastuti
(2012), Nandi dan Ghosh (2012) dalam penelitiannya
membuktikan bahwa komite audit berpengaruh secara
signifikan terhadap luas pengungkapan sukarela.
3. Pengaruh Ukuran Perusahaan terhadap luas pengungkapan
sukarela.
Pada variabel ukuran perusahaan yang diproksikan
dengan logaritma dari total asset yang mempunyai nilai t
sebesar 2,864 dan tingkat signifikansi sebesar 0,005 atau
lebih kecil dari 0,05. Hal ini menyimpulkan bahwa secara
parsial variabel ukuran perusahaan berpengaruh signifikan
positif terhadap pengungkapan sukarela dalam laporan
tahunan perusahaan manufaktur. Hasil penelitian ini
konsisten dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Pancawati (2008) Nuryaman (2009), Meiryananda (2012),
Nandy dan Ghosh (2013) serta Al janadi (2013) bahwa
variabel ukuran perusahaan berpengaruh signifikan
terhadap pengungkapan sukarela.
Penelitian ini memberikan dukungan empiris bahwa
perusahaan yang besar lebih banyak memiliki informasi
yang lebih besar daripada perusahaan kecil. Dalam hal ini
perusahaan yang besar memandang arti pentingnya
voluntary disclosure dalam menjelaskan kemungkinan-
107
kemungkinan biaya competitive disadvantage yang lebih
rendah daripada perusahaan kecil. Ada dugaan bahwa
perusahaan kecil akan mengungkapkan lebih rendah
kualitasnya dibandingkan perusahaan yang lebih besar hal
ini karena ketiadaan sumber daya dalam pembuatan
laporan tahunan. Alasan mendasar atas lebih besarnya
item pengungkapan pada perusahaan besar disebabkan
karena adanya masalah keagenan dimana perusahaan besar
cenderung memiliki biaya keagenan yang lebih besar
daipada perusahaan kecil (Pancawati, 2008).
4. Analisis Regresi Berganda
Hasil analisis regresi berganda dapat dilihat dari tabel 4.8
dengan persamaan regresi sebagai berikut :
Persamaan regresi di atas menunjukkan bahwa nilai konstanta
sebesar 0,248 yang berarti jika variabel independen yaitu financial
distress, komite audit dan ukuran perusahaan bernilai 0 atau diabaikan
maka nilai pengungkapan sukarela dalam laporan tahunan perusahaan
(IPS) bernilai 0,248 atau 24,8 %.
Berdasarkan analisis regresi dapat dilihat bahwa variabel
financial distress mempunyai pengaruh signifikan negatif terhadap
IPS= 0.248 – 0.098 DISTRS + 0.085 KOMIT + 0.026 SIZE + ϵ
108
pengungkapan sukarela dalam laporan tahunan perusahaan
manufaktur. Hal ini ditunjukkan dengan koefisien regresi negatif
sebesar -0,098 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,000 <0,05 untuk
variabel DISTRS. Karena tingkat signifikansi lebih kecil dari α = 5%
,maka Ha1 diterima. Jika variabel financial distress meningkat satu
persen dengan asumsi variabel komite audit dan ukuran perusahaan
tetap, maka luas pengungkapan sukarela yang diinformasikan oleh
perusahaan kepada publik akan menurun jumlahnya sebesar 9,8%.
Hasil penelitian ini sependapat dengan penelitian yang dilakukan oleh
Abdullah dan Nasir (2004), Evi dan Rosa (2014:393) dan sesuai
dengan theory signal Jensen dan Meckling (1976)
Variabel komite audit mempunyai pengaruh secara signifikan
terhadap pengungkapan sukarela dalam laporan tahunan perusahaan
manufaktur. Hal ini ditunjukkan dengan koefisien regresi positif
sebesar 0,085 dengan tingkat signifikansi sebesar 0,000 < 0,05 untuk
variabel IND. Karena tingkat signifikansi lebih kecil dari α = 5%
,maka Ha3 diterima. Jika variabel komite audit meningkat sebesar
100% (satu orang) dengan asumsi variabel financial distress dan
ukuran perusahaan tetap, maka luas pengungkapan sukarela yang
diinformasikan oleh perusahaan kepada publik akan meningkat
jumlahnya sebesar 8,5%. Hasil penelitian ini sesuai dengan Ming
Liu,et.al (2009), Hong Wong (2001), Primastuti (2012) , Nandi dan
Ghosh (2012).
109
Variabel ukuran perusahaan (size) yang mempunyai koefisien
regresi positif sebesar 0.026 dan tingkat signifikansi 0,005 < 0,05
menunjukkan bahwa variabel ukuran perusahaan mempunyai
pengaruh signifikan positif terhadap pengungkapan sukarela dalam
laporan tahunan perusahaan. Hal ini menunjukkan bahwa Ha6 diterima
karena tingkat signifikansi variabel ukuran perusahaan lebih kecil dari
α=5%. Jika variabel ukuran perusahaan meningkat satu persen dengan
asumsi variabel komite audit dan financial distress tetap, maka luas
pengungkapan sukarela yang diinformasikan oleh perusahaan kepada
publik akan meningkat jumlahnya sebesar 2,6%. Hasil penelitian ini
konsisten dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Pancawati
(2008) Nuryaman (2009), Meiryananda (2012), Nandy dan Ghosh
(2013) serta Al janadi (2013)
110
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Penelitian ini menguji tentang pengaruh corporate governance dan
karakteristik perusahaan terhadap pengungkapan sukarela (voluntary
disclosure) dalam laporan tahunan perusahaan. Analisis pengaruh yang
dilakukan dalam penelitian ini menggunakan analisis regresi berganda
dengan program Statistical Package for Social Science (SPSS) Ver. 22.
Data sampel yang digunakan sebanyak 124 perusahaan manufaktur go
public yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia selama periode 2009 sampai
2013. Hasil pengujian dalam penelitian ini dapat diambil kesimpulan
sebagai berikut:
1. Berdasarkan hasil uji analisis regresi berganda menunjukkan bahwa
variabel financial distress, proporsi dewan komisaris independen,
komite audit, leverage, profitabilitas, dan ukuran perusahaan, secara
simultan berpengaruh positif terhadap pengungkapan sukarela dalam
laporan tahunan perusahaan manufaktur. Hasil penelitian ini sejalan
dengan penelitian yang dilakukan oleh Primastuti dan Achmad (2012).
2. Berdasarkan hasil uji analisis regresi berganda menunjukkan variabel
Financial distress berpengaruh signifikan negatif terhadap
pengungkapan sukarela dalam laporan tahunan perusahaan
manufaktur. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Ross (1979)
111
dalam Abdullah dan Nasir (2004) Saputri (2010) dalam Evi dan Rosa
(2014:393).
3. Berdasarkan hasil uji analisis regresi berganda menunjukkan variabel
proporsi dewan komisaris independen tidak berpengaruh terhadap
pengungkapan sukarela dalam laporan tahunan perusahaan
manufaktur. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Nancy
(2012), Juniarti dan Sentosa (2009).
4. Berdasarkan hasil uji analisis regresi berganda menunjukkan variabel
komite audit berpengaruh signifikan positif terhadap pengungkapan
sukarela dalam laporan tahunan perusahaan manufaktur. Hasil
penelitian ini sejalan dengan penelitian Ming Liu,et.al (2009), Hong
Wong (2001), Primastuti (2012) , Nandi dan Ghosh (2012).
5. Berdasarkan hasil uji analisis regresi berganda menunjukkan variabel
leverage tidak berpengaruh terhadap pengungkapan sukarela dalam
laporan tahunan perusahaan manufaktur. Hasil penelitian ini sejalan
dengan penelitian Rahmawati (2007), Pancawati (2008), Mujiono dan
Magdalena (2010) Made dan Ni Ketut (2011), Purwandari (2012).
6. Berdasarkan hasil uji analisis regresi berganda menunjukkan variabel
profitabilitas tidak berpengaruh terhadap pengungkapan sukarela
dalam laporan tahunan perusahaan manufaktur. Hasil penelitian ini
sejalan dengan penelitian Pancawati (2008), Made dan Ni Ketut
(2011) serta Purwandari (2012).
112
7. Berdasarkan hasil uji analisis regresi berganda menunjukkan bahwa
variabel ukuran perusahaan berpengaruh signifikan positif terhadap
pengungkapan sukarela dalam laporan tahunan perusahaan
manufaktur. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan oleh Pancawati (2008) Nuryaman (2009), Meiryananda
(2012), Nandy dan Ghosh (2013) serta Al janadi (2013).
B. Implikasi
1. Bagi peneliti: untuk kalangan akademisi penelitian ini dapat dijadikan
referensi untuk melakukan penelitian selanjutnya yang bekaitan dengan
financial distress, corporate governance, karakteristik perusahaan
maupun luas pengungkapan sukarela. Hasil penelitian ini akan
menambah keberagaman informasi dan hasil penelitian yang terkait
dengan pengungkapan sukarela yang dilakukan oleh perusahaan.
2. Bagi investor: dengan melihat besarnya luas pengungkapan sukarela
investor dapat menjadi bahan pertimbangan bagi para investor dalam
berinvestasi dan memilih perusahaan yang tepat. Pengungkapan yang
lebih luas dan relevan akan dapat dijadikan sebagai bahan evaluasi bagi
investor untuk menilai kinerja, kondisi, dan prospek perusahaan apakah
perusahaan tersebut mengalami financial distress atau merupakan
perusahaan yang sehat sebelum investor melakukan keputusan
berinvestasi.
3. Bagi perusahaan: dengan adanya penelitian ini perusahaan seharusnya
sudah dapat mengatasi benturan kepentingan dengan melakukan
113
pengungkapan sukarela yang lebih luas. Hal ini diharapkan mampu
untuk meningkatkan aspek transparansi dan akuntabilitas publik
berkurangnya konflik keagenan serta dapat menginplementasikan
corporate governance secara optimal terutama fungsi dewan komisaris
independen yang aktif dan bekerja dengan baik bukan hanya formalitas
belaka.
4. Bagi pemerintah: hasil dari penelitian ini dapat menjadi tolak ukur
pemerintah dalam memperhatikan kondisi keuangan perusahaan-
perusahaan yang ada di BEI, diharapkan implementasi praktik corporate
governance seperti komisaris independen dan komite audit melalui
kebijakan-kebijakan yang sesuai dengan perkembangan sektor tersebut.
C. Saran
Penelitian mengenai pengungkapan sukarela pada penelitian selanjutnya
diharapkan dapat mempertimbangkan saran berikut ini:
1. Bagi penelitian selanjutnya disarankan untuk menggunakan jenis
perusahaan yang berbeda sebagai pembanding dan menggunakan
periode penelitian lebih dari 5 tahun untuk penelitian lebih akurat.
2. Penelitian selanjutnya diharapkan menambahkan variabel corporate
governance lainnya seperti kepemilikan institusional, kepemilikan
manajerial, dewan direksi, dan jumlah rapat dewan direksi,
kepemilikan asing.
114
3. Penelitian selanjutnya diharapkan, peneliti menggunakan item-item
pengungkapan sukarela lebih terkini yang berlaku untuk perusahaan
go public di Indonesia.
4. Penelitian selanjutnya disarankan juga menggunakan item-item
pengungkapan sukarela lebih terkini yang berlaku untuk perusahaan
go public di Indonesia.
115
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, S.N. and Mohd-Nasir, N. (2004). Voluntary Disclosure and Corporate
Governance among Financially Distressed Firms in Malaysia. Universiti
Utara Malaysia 06010 Sintok Kedah Darul Aman.
Adler, Haymans Manurung.“Cara Menilai Perusahaan.” penerbit PT. Elek Media
Komputindo.Jakarta
Arieany, Widya Deviacita dan Tarmizi Achmad. “Analisis Pengaruh Mekanisme
Corporate Governance terhadap Financial Distress” diakses http://ejournal-
s1.undip.ac.id/index.php/accounting. Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012.
Achmad, Tarmizi, “Dewan Komisaris dan Transparansi : Teori Keagenan atau
Teori Stewardship”, Jurnal Keuangan dan Perbankan Vol 16 No. 1, 2012.
Ardina, Nuresa dan Basuki Hadiprajitno. “Pengaruh Efektivitas Komite Audit
Terhadap Financial Distress.” Volume 2, Nomor 2, Tahun 2013, Halaman
1-10 ISSN: 2337-3806,2013.
Amalia, Dista 2012. “Praktek Teori Agensi pada Entitas Publik dan Non Publik”.
Journal ISSN 1411-1497 Vol.9.No.1- Juni 2012.
Anggraini, Fr.Reni Retno. “Pengungkapan Informasi Sosial dan FaktorFaktor
yang Mempengaruhi Pengungkapan Informasi Sosial dalam Laporan
Keuangan Tahunan (Studi Empiris pada Perusahaan-Perusahaan yang
terdaftar Bursa Efek Jakarta)”, Simposium Nasional Akuntansi IX, Padang,
2006.
116
Al-Janadi, Yaseen et al, “Corporate Governance Mechanisms and Voluntary
Disclosure I in Saudi Arabia”, Research Journal of Finance and Accounting,
Vol 4 No 4, 2013.
Arum Prastiwi, Puspitaningrum. “Pengaruh Karakteristik Perusahaan Terhadap
Pengungkapan Internet Financial And Sustainability Reporting.” Jurnal
Akuntansi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Brawijaya.Malang.
Bursa Efek Indonesia (BEI), “Laporan Tahunan Bursa Efek Indonesia”, Dari
http://www.idx.co.id/idid/beranda/perusahaantercatat/laporankeuangandanta
hunan.aspx
Classens., et al, “Resolution of Corporate Distress in East Asia.” World Bank
Policy Research Working PaperJune (1999): 1-33.
Eng, L.L., & Mak, Y.T. , “Corporate governance and voluntary disclosure”,
Journal of Accounting and Public Policy. Vol.22, No.4, pp.325−345,2003.
Ellen dan Juniarti. “ Penerapan Corporate governance , Dampaknya Terhadap
Prediksi Financial Distress pada sektor Aneka Industri Dan Barang
Konsumsi.” Business Acounting Review VOL.1, NO. 2, 2013
Faten, Lakhal. “Earning Voluntary Disclosure and Corporate Governance:
Evidence from France”. International Journal of Management - Theory and
Applications (IREMAN), Vol.1 No. 1, 2010
Fitriana, Noor. “Faktor-faktor yang Mempengaruhi Luas Pengungkapan Sukarela
dalam
117
Annual Report”. Volume 3 Nomor 3, Tahun 2014, ISSN (Online): 2337-
3806,2014.
Ghozali, Imam, “Aplikasi Analisis Multivariate dengan program IBM SPSS 19”,
Edisi 5 Cetakan V, Badan Penerbit Universitas Diponegoro,Semarang,
2011.
Gedie, Siagian dan Imam Ghozhali 2012. “Pengaruh Struktur dan Aktivitas
Corporate Governance terhadap luas pengungkapan informasi strategis
secara sukarela pada website perusahaan yang terdaftar dalam bursa efek
Indonesia.” Volume 1, Nomor 1, Tahun 2012,
Hardiningsih, Pancawati, “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Voluntary
Disclosure Laporan Tahunan Perusahaan”, Jurnal Bisnis dan Ekonomi
Vol15 No. 1, 2008.
Haryanto dan Lady Aprilia. “Asosiasi Karakteristik Perusahaan dan Kualitas
Pengungkapan Sukarela Laporan Tahunan.” Kajian Akuntansi, Volume 4,
Nomor 2, Desember 2009: 128-136 ISSN 1907 – 1442
H.R Daeng Naja.” Manajemen Fit & Proper Test.” Penerbit Pustaka
Widyatama.Jakarta,2004.
Jensen, M.C., & Meckling, W.H. (1976). Theory of the Firm: Managerial
Behaviour, Agency Costs and Ownership Structure. Journal of Financial
Economics. Vol.3, No.4, pp.305-60
118
Juniarti dan Agnes Andriyani Sentosa, “Pengaruh Good Corporate
Governance,Voluntary Disclosure terhadap Biaya Hutang (Cost of Debts)”,
Jurnal Akuntansi dan Keuangan, Vol 11 No 2, 2009.
Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal BAPEPAM No. SE-02/PM/2012
Mengenai Pedoman Penyajian dan Pengungkapan Laporan Keuangan
Emiten
Komite Nasional Kebijakan Governance, “Pedoman Umum Good Corporate
Governance Indonesia 2006”
Lang, M., & Lundholm, R. (1993). Cross-sectional determinants of analyst
ratings of corporate disclosures. Journal of Accounting Research. Vol.31,
pp.246-271
Linda dan Maya Febrianty. “Kinerja Perusahaan dalam Perspektif Agency Theori
dan Signaling Theori”, Jurnal Ekonomi dan Bisnis Vol 9 No 2, 2010.
Lízal, Lubomír. “Determinants of Financial Distress: What Drives Bankruptcy in
a Transition Economy? The Czech Republic Case”. William Davidson
Working Paper Number 45. January,2002.
Marta, Utama 2004. “Komite Audit, Good Corporate Governance dan
Pengungkapan Informasi.” Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia Vol. 1
pp. 61 – 79.
119
Marisa, Putri 2014. “Pengaruh Struktur Kepemilikan Dan Mekanisme Corporate
Governance Terhadap Tingkat Pengungkapan Laporan Keberlanjutan.” File
ini diunduh dari:www.multiparadigma.lecture.ub.ac.id.
Marsono,. et al,. 2013. “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Audit Delay”.
Diponegoro Journal Of Accounting. Vol. 2, No. 1.
Mega, Putri,dan Marsono 2013.” Pengaruh Kinerja Keuangan, Ukuran
Perusahaan dan Corporate Governance Terhadap Pengungkapan
Sustainability Report”. jurnal ISSN (Online): 2337-3806 Volume 2, Nomor 3,
Tahun 2013,
Mujiyono dan Magdalena Nany, “Pengaruh Leverage, Saham Publik, Size dan
Komite Audit terhadap Luas Pengungkapan Sukarela”. Jurnal Dinamika
Akuntansi. Vol 2 No 2, 2010.
Miko Kamal 2011. “Konsep Corporate Governance di Indonesia: Kajian atas
Kode Corporate Governance.” Macquarie University Australia.Volume 10
Number 2 2011.
Ming Liu,.et al, 2009. “A Case Study of Voluntary Disclosure by Chinese
Enterprises.” Asian Journal of Finance & Accounting ISSN 1946-052X
2009, Vol. 1, No. 2: E6
Mahmud dan Abdul Halim. “ Analisis Laporan Keuangan” Penerbit UPP
STIMYKPN.Yogyakarta,2009.
120
Nandi, Sunil dan Santanu Kumar Ghosh, “Corporate governance attributes, firm
characteristics and the level of corporate disclosure: Evidence from the
Indian listed firms”, Decision Science Letters 2, 2012.
Nalim. “Good Corporate Governance Dalam Perspektif Islam”, jurnal dosen
STAIN Pekalongan 2012.
Nor, Hadi dan Arifin Sabeni. “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Luas
Pengungkapan
Sukarela dalam Laporan Tahunan Perusahaan di BEJ”. Jurnal Maksi
Vol.1/Agustus/2002. PP. 90-104.
Nuryaman. 2009, ”Pengaruh Konsentrasi Kepemilikan, Ukuran Perusahaan dan
Mekanisme Corporate Governance Terhadap pengungkapan Sukarela”,
Jurnal Akuntansi dan Keuangan Indonesia, Vol 6 No 1, 2009.
Pancawati Hardiningsih. “Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Voluntary
Disclosure Laporan Tahunan Perusahaan”. Dalam Jurnal Bisnis dan
Ekonomi (JBE), 15(1): h:67-69,2008.
Plat dan Platt, “Financial Distress Comparison Across Three Global”.
Regions.Journal of Risk and Financial Management, 2006.
Pedoman Umum Good Corporate Governance Indonesia. 2006. Komite Nasional
Kebijakan Governance. Jakarta.
121
Permanasari, Meiryananda 2012.“Pengaruh Karakteristik Perusahaan dan
Mekanisme Corporate Governance terhadap Pengungkapan Informasi”.
Jurnal bisnis dan akuntasi,Vol.14, No.3,2012.
Primastuti, Sinung dan Tarmizi Achmad, “Pengaruh Corporate Governance dan
Karakteristik Perusahaan terhadap Luas Pengungkapan Informasi
Strategis”, Diponegoro Journal of Accounting, Vol 1 No 2, 2012.
OECD Principles of Corporate Governance 2004. “Principes de gouvernement
d’entreprise de l’OCDE”. ISBN92-64-01597-3, No. 53533, 2004.
Rodoni, Ahmad dan Ali, Herni. “Manajemen Keuangan”, Mitra wacana media.
Jakarta.2010.
Ratih,Made dan Ni ketut.2011.” pengungkapan sukarela laporan keuangan
tahunan dan faktor – faktor yang mempengaruhi (studi pada saham-saham
LQ45 di bursa efek Indonesia periode 2010-2011)”
Ratna,wardhani.2007. ”mekanisme corporate governance dalam perusahaan yang
mengalami permasalahan keuangan” Jurnal Akuntansi dan Keuangan
Indonesia Juni 2007, Vol.4, N o. 1, hal. 95-114
Rahmawati, Siti Mutmainah Haryono 2004. “Analisi Pengaruh Ukuran
Perusahaan, Likuiditas, Leverage dan Profitabilitas Terhadap Mandatory
Disclousure.” Universitas Diponegoro Semarang. Jurnal MAKSI vol.7 No.1
Santoso, Singgih. 2010. “Statistik Multivariat: Konsep dan Aplikasi dengan
SPSS”, Elex Media Komputindo. Jakarta.
122
Sulistyanto,Sulis. “Manajemen Laba (Teori dan Model Empiris).” Penerbit
Grasindo. Jakarta,2008.
Teguh, Prasetyo 2013. “Dividen, Hutang dan Kepemilikan Institusional di Pasar
Modal Indonesia: Pengujian Teori Keagenan.” Jurnal Dinamika Manajemen
Vol. 4, No. 1, 2013, pp: 10-22.
Tri, Brodoastuti. “Pengaruh Struktur Corporate Governance terhadap Financial
Distress.”Jurnal Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Widya Manggala.Semarang,
2009.
Wardhani, R. 2006. Mekanisme Corporate Governance Dalam Perusahaan yang
Mengalami Permasalahan Keuangan. Unpublished Thesis, Universitas
Indonesia. Jakarta.
Widyantari, A. A. Ayu Putri. 2011. Opini Audit Going Concern dan Faktor-faktor
yang Memengaruhi: Studi Pada Perusahaan Manufaktur Di Bursa Efek
Indonesia. Universitas Udayana. Denpasar
Yunita, Nancy. “Pengaruh Corporate Governance terhadap Voluntary Disclosure
dan Biaya Hutang”, Jurnal Ilmiah Mahasiswa Akuntansi, Vol 1 No 1, 2012.
123
Lampiran 1
Daftar Nama Perusahaan Sampel
No Nama Perusahaan Kode
1 PT. akasha wira international Tbk ADES
2 PT. alamkarya unggul Tbk AKKU
3 PT. argo pantes Tbk ARGO
4 PT. astra international Tbk ASII
5 PT. duta pertiwi nusantara Tbk DPNS
6 PT. gunawan dianjaya stell Tbk GDST
7 PT. gudang garam Tbk GGRM
8 PT. intan wijaya international Tbk INCI
9 PT. indofood sukses makmur Tbk INDF
10 PT. kimia farma Tbk KAEF
11 PT. kertas basuki rachmat Indonesia Tbk KBRI
12 PT. Kedaung Tbk KICI
13 PT. langgeng makmur industri Tbk LMPI
14 PT. apac citra centertex Tbk MYTX
15 PT. Nippers Tbk NIPS
16 PT. prima alloy steel universal Tbk PRAS
17 PT. prashida aneka niaga Tbk PSDN
18 PT. sekawan intipratama Tbk SIAP
19 PT. siwani makmur Tbk SIMA
124
Lanjut Daftar Tabel Nama Perusahaan
20 PT. sunson textille manufacture Tbk SSTM
21 PT. sumalindo lestari jaya Tbk SULI
22 PT. sekar laut Tbk SKLT
23 PT. tirta mahakam resource Tbk TIRT
24 PT. trias sentosa Tbk TRST
25 PT. ultrajaya milk industry&trading company Tbk ULTJ
125
Lampiran 2
Indeks Pengungkapan Sukarela
No kode Tahun
2009 2010 2011 2012 2013
1 ADES 0,625 0,625 0,675 0,700 0,700
2 AKKU 0,425 0,475 0,425 0,425 0,400
3 ARGO 0,650 0,675 0,700 0,700 0,625
4 ASII 0,625 0,625 0,750 0,750 0,750
5 DPNS 0,750 0,700 0,575 0,750 0,750
6 GDST 0,500 0,550 0,625 0,625 0,550
7 GGRM 0,700 0,750 0,750 0,750 0,750
8 INCI 0,550 0,575 0,625 0,700 0,700
9 INDF 0,750 0,825 0,750 0,825 0,825
10 KAEF 0,700 0,700 0,725 0,775 0,775
11 KBRI 0,700 0,700 0,625 0,625 0,625
12 KICI 0,375 0,325 0,325 0,325 0,450
13 LMPI 0,700 0,625 0,525 0,625 0,500
14 MYTX 0,700 0,750 0,625 0,625 0,500
126
Lanjut Informasi Pengungkapan Sukarela
15 NIPS 0,625 0,700 0,700 0,675 0,675
16 PRAS 0,575 0,625 0,500 0,625 0,625
17 PSDN 0,625 0,625 0,675 0,725 0,725
18 SIAP 0,500 0,500 0,625 0,550 0,525
19 SIMA 0,500 0,550 0,550 0,550 0,550
20 SSTM 0,500 0,375 0,375 0,325 0,375
21 SULI 0,500 0,550 0,625 0,625 0,550
22 SKLT 0,375 0,425 0,425 0,625 0,625
23 TIRT 0,500 0,575 0,625 0,575 0,575
24 TRST 0,675 0,700 0,700 0,725 0,725
25 ULTJ 0,700 0,725 0,725 0,800 0,800
127
Lampiran 3
Financial distress
No Kode Proporsi Dewan Komisaris Independen
2009 2010 2011 2012 2013
1 ADES 3,037 4,809 1,498 5,821 6,744
2 AKKU -4,364 -3,969 -5,476 -9,603 4,598
3 ARGO -2,970 -0,483 -13,396 -4,855 0,769
4 ASII 26,301 30,423 25,115 19,461 16,774
5 DPNS 577,164 89,149 -31,132 469,785 870,615
6 GDST -8,385 18,799 7,171 9,031 10,842
7 GGRM 11,694 24,583 27,145 12,172 8,857
8 INCI 18,301 -90,905 -335,327 52,128 157,166
9 INDF 2,942 5,339 7,811 7,495 6,171
10 KAEF 4,391 10,197 20,239 41,493 30,474
11 KBRI -4,995 -10,547 -151,526 785,756 -12,440
12 KICI -64,034 -6,299 0,094 6,221 19,115
13 LMPI 1,1561 1,538 0,727 1,339 0,543
14 MYTX -0,584 -0,914 -1,024 -1,164 -0,146
128
Lanjut Financial distress
15 NIPS 0,573 2,437 2,606 2,370 2,446
16 PRAS -0,221 0,105 0,413 0,682 0,952
17 PSDN 4,095 5,621 4,723 4,033 3,810
18 SIAP 2,125 2,804 2,056 1,977 0,116
19 SIMA -14,316 -4,874 -0,269 -0,586 -0,951
20 SSTM 0,185 -0,144 -0,842 -0,838 -0,096
21 SULI -2,245 -1,751 -2,665 -4,619 -1,758
22 SKLT 0,541 2,007 2,582 4,203 3,802
23 TIRT 0,036 0,014 1,175 -1,566 -6,851
24 TRST 3,981 11,506 16,555 5,830 3,646
25 ULTJ 3,803 5,777 6,585 33,732 55,673
129
Lampiran 4
Corporate Governance
No kode Proporsi Dewan Komisaris Independen
2009 2010 2011 2012 2013
1 ADES 0,333 0,333 0,333 0,333 0,333
2 AKKU 0,500 0,500 0,333 0,333 0,333
3 ARGO 0,500 0,500 0,500 0,400 0,400
4 ASII 0,461 0,461 0,500 0,461 0,363
5 DPNS 0,333 0,333 0,333 0,333 0,333
6 GDST 0,333 0,333 0,333 0,333 0,333
7 GGRM 0,800 0,750 0,600 0,500 0,333
8 INCI 0,333 0,333 0,333 0,333 0,333
9 INDF 0,300 0,300 0,375 0,375 0,375
10 KAEF 0,333 0,333 0,400 0,400 0,400
11 KBRI 0,500 0,333 0,333 0,333 0,333
12 KICI 0,333 0,333 0,333 0,333 0,333
13 LMPI 0,500 0,500 0,500 0,500 0,500
14 MYTX 0,500 0,500 0,500 0,500 0,500
130
Lanjut Proporsi Dewan Komisaris Independen
15 NIPS 0,333 0,333 0,333 0,333 0,333
16 PRAS 0,333 0,333 0,333 0,333 0,333
17 PSDN 0,400 0,400 0,400 0,333 0,333
18 SIAP 0,333 0,333 0,333 0,333 0,333
19 SIMA 0,500 0,500 0,333 0,333 0,333
20 SSTM 0,333 0,333 0,333 0,333 0,333
21 SULI 0,400 0,400 0,400 0,333 0,333
22 SKLT 0,333 0,333 0,333 0,333 0,333
23 TIRT 0,500 0,500 0,500 0,500 0,333
24 TRST 0,333 0,333 0,333 0,333 0,333
25 ULTJ 0,333 0,333 0,333 0,333 0,333
131
No kode Komite Audit
2009 2010 2011 2012 2013
1 ADES 0 0 1 1 1
2 AKKU 0 0 0 0 0
3 ARGO 1 1 1 1 1
4 ASII 0 0 1 1 1
5 DPNS 1 1 1 1 1
6 GDST 0 0 1 1 1
7 GGRM 0 0 1 1 1
8 INCI 0 0 0 0 0
9 INDF 0 0 1 1 1
10 KAEF 1 1 1 1 1
11 KBRI 0 0 1 1 1
12 KICI 0 0 0 0 0
13 LMPI 1 1 1 1 1
14 MYTX 0 0 0 0 0
15 NIPS 1 1 1 1 1
132
Lanjut Komite Audit
16 PRAS 0 0 0 1 1
17 PSDN 1 1 1 1 1
18 SIAP 0 0 1 1 1
19 SIMA 0 0 0 0 0
20 SSTM 0 0 0 1 1
21 SULI 0 0 1 1 1
22 SKLT 0 0 0 0 0
23 TIRT 0 0 1 1 1
24 TRST 1 1 1 1 1
25 ULTJ 0 0 0 1 1
133
Lampiran 6
Karakteristik Perusahaan
No kode Leverage
2009 2010 2011 2012 2013
1 ADES 0,617 0,692 0,602 0,462 0,399
2 AKKU 0,399 0,477 0,495 0,630 0,945
3 ARGO 0,974 0,851 0,789 0,877 0,860
4 ASII 0,449 0,479 0,508 0,507 0,503
5 DPNS 0,192 0,275 0,238 0,156 0,128
6 GDST 0,511 0,399 0,287 0,318 0,257
7 GGRM 0,324 0,306 0,371 0,359 0,420
8 INCI 0,054 0,041 0,110 0,124 0,073
9 INDF 0,616 0,474 0,409 0,424 0,508
10 KAEF 0,364 0,327 0,301 0,305 0,342
11 KBRI 0,514 0,182 0,093 0,039 0,121
12 KICI 0,279 0,256 0,264 0,299 0,247
13 LMPI 0,261 0,340 0,406 0,497 0,516
134
Lanjut Leverage
14 MYTX 0,954 0,900 0,965 1,033 1,049
15 NIPS 0,596 0,561 0,628 0,614 0,704
16 PRAS 0,813 0,707 0,588 0,514 0,489
17 PSDN 0,508 0,533 0,510 0,399 0,387
18 SIAP 0363 0,343 0,372 0,426 0,633
19 SIMA 0,621 0,782 1,439 1,320 0,540
20 SSTM 0,642 0,629 0,645 0,648 0,661
21 SULI 0,863 0,818 0,975 1,032 1,395
22 SKLT 0,421 0,406 0,426 0,481 0,537
23 TIRT 0,771 0,768 0,800 0,845 0,918
24 TRST 0,404 0,376 0,376 0,381 0,475
25 ULTJ 0,310 0,351 0,379 0,307 0,283
135
No kode Profitabilitas
2009 2010 2011 2012 2013
1 ADES 0,091 0,097 0,081 0,214 0,126
2 AKKU -0,174 -0,165 -0,755 -0,191 -0,032
3 ARGO -0,051 -0,087 -0,082 -0,085 0,034
4 ASII 0,139 0,150 0,136 0,124 0,104
5 DPNS 0,042 0,079 -0,038 0,111 0,260
6 GDST 0,154 0,159 0,101 0,040 0,077
7 GGRM 0,128 0,137 0,126 0,098 0,086
8 INCI -0,055 -0,153 -0,137 -0,033 -0,075
9 INDF 0,070 0,083 0,091 0,080 0,043
10 KAEF 0,039 0,083 0,095 0,099 0,087
11 KBRI 0,018 -0,619 -0,026 0,049 -0,023
12 KICI -0,061 0,037 0,004 0,023 0,075
13 LMPI 0,011 0,004 0,007 0,002 -0,014
14 MYTX 0,012 0,055 -0,066 -0,069 -0,029
136
Lanjut Profitabilitas
15 NIPS 0,011 0,037 0,039 0,041 0,042
16 PRAS -0,086 0,001 0,002 0,026 0,016
17 PSDN 0,127 0,061 0,056 0,037 0,031
18 SIAP 0,030 0,035 0,019 0,018 0,021
19 SIMA -0,187 -0,183 -0,670 -0,107 -0,104
20 SSTM 0,035 0,011 -0,028 -0,017 -0,016
21 SULI -0,049 0,001 -0,185 -0,104 -0,345
22 SKLT 0,065 0,024 0, ,027 0,031 0,037
23 TIRT 0,019 -0,017 0,006 -0,047 -0,190
24 TRST 0,074 0,067 0,069 0,028 0,010
25 ULTJ 0,034 0,053 0,058 0,145 0,115
137
No kode Ukuran Perusahaan (Size)
2009 2010 2011 2012 2013
1 ADES 11,251 11,511 11,499 11,590 11,644
2 AKKU 10,511 10,453 10,070 10,024 10,655
3 ARGO 9,164 9,154 9,162 9,257 9,370
4 ASII 13,949 14,052 14,188 14,260 14,330
5 DPNS 11,153 11,244 11,236 11,266 11,408
6 GDST 11,987 12,031 11,990 12,065 12,076
7 GGRM 13,432 13,487 13,592 13,618 13,705
8 INCI 11,197 11,127 11,097 11,121 11,133
9 INDF 13,606 13,674 13,730 13,773 13,892
10 KAEF 12,194 12,219 12,253 12,317 12,393
11 KBRI 12,040 11,895 11,871 11,869 11,896
12 KICI 10,925 10,934 10,941 10,977 10,992
13 LMPI 11,732 11,784 11,836 11,911 11,914
14 MYTX 12,256 12,274 12,266 12,256 12,321
138
Lanjut Ukuran Perusahaan (Size)
15 NIPS 11,497 11,528 11,650 11,719 11,902
16 PRAS 11,623 11,664 11,764 11,761 11,900
17 PSDN 11,548 11,617 11,624 11,834 11,833
18 SIAP 11,168 11,178 11,212 11,265 11,435
19 SIMA 10,727 10,702 10,678 10,688 10,815
20 SSTM 11,943 11,940 11,926 11,908 11,904
21 SULI 12,303 12,291 12,229 12,154 11,973
22 SKLT 11,292 11,299 11,330 11,397 11,479
23 TIRT 11,797 11,761 11,839 11,832 11,859
24 TRST 10,611 10,188 10,065 10,224 10,425
25 ULTJ 12,238 12,302 12,338 12,383 12,448
Sumber : Data Diolah
139
Lampiran 7
Indikator Pengungkapan Sukarela
a. Indikator informasi umum dan strategis :
1) Visi dan Misi perusahaan.
2) Riwayat atau sejarah singkat perusahaan.
3) Ikhtisar data keuangan 3 (tiga) tahun terakhir atau lebih.
4) Struktur organisasi perusahaan.
b. Indikator informasi tentang direksi :
1) Gambar ketua direksi.
2) Gambar semua anggota direksi.
3) Kualifikasi akademis semua anggota direksi.
4) Posisi atau kantor yang dimiliki oleh direktur eksekutif.
5) Identifikasi manajemen senior.
6) Fungsi manajemen senior.
c. Indikator informasi data pasar modal dan informasi keuangan :
1) Bursa saham (kode dan nama perusahaan).
2) Volume saham yang diperdagangkan.
3) Informasi harga saham.
4) Kepemilikan saham domestik dan saham asing.
5) Distribusi saham berdasarkan jenis pemegang saham.
d. Indikator informasi prospek masa depan perusahaan
1. Ramalan tren industri yang akan atau kemungkinan berkembang dimasa
depan
140
2. Pengungkapan faktor eksternal yang mempengaruhi kinerja perusahaan (
ekonomi, sosial, politik) di masa depan.
3. Perencanaan strategi kinerja perusahaan.
4. Persaingan industri.
e. Indikator informasi pelaporan kegiatan sosial dan informasi nilai tambah
1. Pernyataan tentang Corporate Social Responsibility (CSR) (kesehatan dan
pendidikan)
2. Pernyataan masalah perekrutan karyawan
3. Pernyataan tentang kesejahteraan para karyawan
4. Kebijakan perusahaan dengan pelatihan karyawan
5. pelatihan di alam terbuka (outing)
f. Indikator sumber daya modal
1. Belanja modal saat ini
2. Sumber dana keuangan belanja modal saat ini
3. Sumber dana keuangan belanja modal saat ini (tren)
4. penawaran belanja modal
5. Rencana sumber dana modal yang diusulkan
6. Ramalan atau prediksi untuk pengeluaran
7. Perjanjian utang
g. Indikator ekonomi
1. Modal kerja (saat ini)
2. Perencanaan modal kerja
3. Pendanaan dan kewajiban saat ini
141
4. Sumber dana untuk kebutuhan dan kewajiban
5. ROA
6. Rasio likuiditas
7. Rencana belanja modal
8. Informasi dan rasio keuangan lainnya yang relevan dengan perusahaan
dan jenis industrinya
142
Hasil Output SPSS
1. Statistik deskriptif
N Minimum Maximum Mean
Std.
Deviation
IPS 125 .325000 .825000 .62200000 .123360212
DISTRS 125 .000000 1.000000 .43200000 .497347805
INDP 125 .300000 .800000 .38471913 .085670770
KOMIT 125 .000000 1.000000 .54400000 .500064512
LEV 125 .039549 1.439870 .51576737 .274541758
PROF 125 -.755766 .260610 .00344967 .141317312
SIZE 125 9.154799 14.330402 11.72859926 1.058444736
Valid N
(listwise) 125
2. Normalitas
143
Tabel 4.4
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Unstandardize
d Residual
N 125
Normal Parametersa,b
Mean .0000000
Std. Deviation .09173599
Most Extreme Differences Absolute .062
Positive .031
Negative -.062
Kolmogorov-Smirnov Z .062
Asymp. Sig. (2-tailed) .200
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
144
3. Uji Multikolonieritas
Tabel 4.4
Coefficientsa
Model
Collinearity Statistics
Tolerance VIF
1 DISTRS .563 1.776
INDP .888 1.126
KOMIT .906 1.103
LEV .733 1.365
PROF .620 1.613
SIZE .791 1.264
a. Dependent Variable: IPS
4. Uji Heterokedastisitas
145
Tabel 4.6
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) .206 .061 3.384 .001
DISTRS .016 .013 .142 1.248 .214
INDP -.050 .060 -.075 -.827 .410
KOMIT -.032 .010 -.285 -3.174 .102
LEV -.019 .021 -.091 -.907 .366
PROF .035 .044 .087 .798 .426
SIZE -.008 .005 -.152 -1.578 .117
a. Dependent Variable: ABS_RES1
Sumber : Data Diolah (output SPSS 22.0)
5. Uji Autokorelasi
Tabel 4.5
Runs Test
Unstandardiz ed Residual
Test Valuea .010700
Cases < Test Value 62
Cases >= Test Value 63
Total Cases 125
Number of Runs 65
Z .270
Asymp. Sig. (2-tailed) .787
a. Median
146
6. Koefisien Determinasi
Tabel 4.6
Koefisien Determinasi (Adjusted R²)
Model Summaryb
Model R R Square
Adjusted R
Square
Std. Error of
the Estimate
1 .669a .447 .419 .094039344
a. Predictors: (Constant), SIZE, KOMIT, LEV, INDP, PROF,
DISTRS
b. Dependent Variable: IPS
7. Uji Signifikansi Simultan (Statistik F)
Tabel 4.7
Uji Signifikansi Simultan (Uji Statistik F)
ANOVAa
Model
Sum of
Squares df
Mean
Square F Sig.
1 Regression .843 6 .141 15.897 .000b
Residual 1.044 118 .009
Total 1.887 124
a. Dependent Variable: IPS
b. Predictors: (Constant), SIZE, KOMIT, LEV, INDP, PROF,
DISTRS
147
8. Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji Statistik t)
Tabel 4.8
Uji Signifikansi Parameter Individual (Uji Statistik t)
Coefficientsa
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) .248 .106 2.337 .021
DISTRS -.098 .023 -.395 -4.325 .000
INDP .161 .105 .112 1.542 .126
KOMIT .085 .018 .345 4.795 .000
LEV .013 .036 .029 .362 .718
PROF -.011 .076 -.013 -.145 .885
SIZE .026 .009 .220 2.864 .005
a. Dependent Variable: IPS