Filsafat Spinoza

16
BAB I PENDAHULUAN A. Latar belakang Baruch de Spinoza (24 November 1632 – 21 Februari 1677) (Bahasa Ibrani) adalah filsuf keturunan Yahudi-Portugis berbahasa Spanyol yang lahir dan besar di Belanda Pikiran Spinoza berakar dalam tradisi Yudaisme Pemikiran Spinoza yang terkenal adalah ajaran mengenai Substansi tunggal Allah atau alam Hal ini ia katakan karena baginya Tuhan dan alam semesta adalah satu dan Tuhan juga mempunyai bentuk yaitu seluruh alam jasmaniah. Oleh karena pemikirannya ini, Spinoza pun disebut sebagai penganut, panteisme-monistik. Baruch de Spinoza lahir di kota Amsterdam pada tanggal 24 November 1632 Ayahnya merupakan seorang pedagang yang kaya. Di masa kecilnya, Spinoza telah menunjukkan kecerdasannya sehingga banyak orang yang mengatakan bahwa ia bisa menjadi seorang rabbi, Dalam kehidupannya, ia tidak hanya belajar matematika dan ilmu-ilmu alam, ia juga mempelajari bahasa Latin, Yunani, Belanda, Spanyol, Perancis, Yahudi, Jerman, dan Italia Pada usianya yang ke 18 tahun, Spinoza membuat marah komunitas Yahudi karena ia meragukan Kitab Suci sebagai Wahyu Allah, mengkritik posisi imam Yahudi, mempertanyakan kedudukan bangsa Yahudi sebagai umat pilihan Yahweh, dan keterlibatan Allah secara personal dalam sejarah manusia. Sikap yang ditunjukkan Spinoza kepada orang Yahudi, membuat para tokoh agama Yahudi mengambil sebuah sikap. Para tokoh agama Yahudi pada saat itu menjadi gelisah dengan semua 1 | Page

description

Filsafat Spinoza

Transcript of Filsafat Spinoza

Page 1: Filsafat Spinoza

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Baruch de Spinoza (24 November 1632 – 21 Februari 1677) (Bahasa Ibrani) adalah

filsuf keturunan Yahudi-Portugis berbahasa Spanyol yang lahir dan besar di Belanda Pikiran

Spinoza berakar dalam tradisi Yudaisme Pemikiran Spinoza yang terkenal adalah ajaran

mengenai Substansi tunggal Allah atau alam Hal ini ia katakan karena baginya Tuhan dan

alam semesta adalah satu dan Tuhan juga mempunyai bentuk yaitu seluruh alam jasmaniah.

Oleh karena pemikirannya ini, Spinoza pun disebut sebagai penganut, panteisme-monistik.

Baruch de Spinoza lahir di kota Amsterdam pada tanggal 24 November 1632

Ayahnya merupakan seorang pedagang yang kaya. Di masa kecilnya, Spinoza telah

menunjukkan kecerdasannya sehingga banyak orang yang mengatakan bahwa ia bisa menjadi

seorang rabbi, Dalam kehidupannya, ia tidak hanya belajar matematika dan ilmu-ilmu alam,

ia juga mempelajari bahasa Latin, Yunani, Belanda, Spanyol, Perancis, Yahudi, Jerman, dan

Italia Pada usianya yang ke 18 tahun, Spinoza membuat marah komunitas Yahudi karena ia

meragukan Kitab Suci sebagai Wahyu Allah, mengkritik posisi imam Yahudi,

mempertanyakan kedudukan bangsa Yahudi sebagai umat pilihan Yahweh, dan keterlibatan

Allah secara personal dalam sejarah manusia.

Sikap yang ditunjukkan Spinoza kepada orang Yahudi, membuat para tokoh agama

Yahudi mengambil sebuah sikap. Para tokoh agama Yahudi pada saat itu menjadi gelisah

dengan semua ajaran-ajaran Spinoza. Para tokoh agama ini terus menerus memaksa agar

Spinoza kembali lagi pada ortodoksi agama, namun hal ini tidak pernah berhasil. Akhirnya

pada tahun 1656, Spinoza dikucilkan dari Sinagoga Tidak hanya kelompok Yahudi yang

mengucilkan Spinoza, keluarganya pun turut mengucilkan dirinya. Meskipun demikian,

Spinoza tetap tenang mengatasi masalah hidupnya, Hingga Akhirnya ia mengganti nama

dirinya dengan Benedictus de Spinoza, sebagai tanda kehidupan barunya.

Dalam keadaan yang telah dikucilkan, Spinoza mencari nafkah dengan cara mengasah

lensa sambil terus menerus menuliskan pemikiran-pemikirannya. Tidak lama setelah

pengucilan ini, Spinoza mengidap penyakit TBC.

Pada tahun 1673, dia diundang untuk mengajar di universitas Heidelberg namun ia

menolaknya. Alasan Spinoza menolak undangan ini dikarenakan baginya tidak ada yang

lebih mengerikan daripada kenyataan bahwa orang-orang dihukum mati karena berpikir

1 | P a g e

Page 2: Filsafat Spinoza

bebas. Semasa hidupnya, Spinoza juga bekerja sebagai guru pribadi pada beberapa keluarga

kaya dan dari sinilah Spinoza bertemu dengan tokoh-tokoh partai politik Belanda saat itu,

antara lain Jan de Witt Akhirnya pada tanggal 21 Februari 1677 Spinoza meninggal pada usia

44 tahun karena penyakit TBC paru-paru yang telah lama ia derita.

Halaman Pembuka dari salah satu, karya Spinoza magnum opus, Ethics

Renati Descartes Principiorum Philosophiae, 1663 (Prinsip Filsafat Descartes)

Tractatus Theologico-Politicus, 1670 (Traktat Politis-Teologis)

Tractatus de intellectus emendatione, 1677 (Traktat tentang Perbaikan Pemahaman)

Ethica more geometrico demonstrata, 1677 (Etika yang dibuktikan secara geometris)

Melalui bukunya Tractatus theologico-politicus Spinoza mengemukakan

pemikirannya tentang interpretasi bebas Kitab Injil. Sementara dalam buku Tractatus-

politicus beliau menulis tentang demokrasi dan pentingnya kebebasan berpendapat.Buku

Ethica (judul lengkapnya Ethica Ordine Geometrico Demonstrata) yang merupakan karya

utamanya, ditulis dengan maksud untuk membantu mengurangi penderitaan orang-orang

yang menganut suatu keyakinan. Karya ini bukan semata-mata karya filosofi melainkan

memiliki tujuan praktis : untuk mengajari pembacanya bahwa Tuhan merupakan bagian dari

Penciptaan, bahwa semua hal yang eksis merupakan manifestasi dari Tuhan – termasuk umat

manusia. Agar seseorang mampu memahami hal ini sangat penting untuk bersikap mandiri

dan bebas dari seluruh fanatisme yang membelenggu. Spinoza membuktikan keyakinan

tersebut dalam kehidupannya : argumen-argumennya selalu disampaikan dengan tenang,

dipertimbangkan dengan matang dan masuk akal. Beliau bahkan tidak membiarkan dirinya

terprovokasi.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimanakah gagasan filsafat yang dikemukakan oleh Spinoza?

2. Bagaimana pengaruh pemikiran filsafat Spinoza pada Era berikutnya?

2 | P a g e

Page 3: Filsafat Spinoza

BAB II

PEMBAHASAN

Pemikiran Baruch De Spinoza

Pandangan Spinoza mengenai substansi tunggal merupakan tanggapannya atas

pemikiran Descartes tentang masalah substansi dan hubungan antara jiwa dan tubuh. Dalam

filsafat Descartes, terdapat sebuah permasalahan yaitu bagaimana Allah, jiwa, dan dunia

material dapat dipikirkan sebagai satu kesatuan utuh? Dalam bukunya Ethica, ordine

geometrico demonstrata (Etika yang dibuktikan dengan cara geometris), Spinoza mencoba

menjawab permasalahan ini. Ia memulai menjawab permasalahan dari filsafat Descartes

dengan memberikan sebuah pengertian mengenai substansi.1

Substansi dipahami sebagai sesuatu yang ada dalam dirinya sendiri dan dipikirkan

oleh dirinya sendiri, artinya sesuatu yang konsepnya tidak membutuhkan konsep lain untuk

membentuknya. Menurut Spinoza, sifat substansi adalah abadi, tidak terbatas, mutlak, dan

tunggal-utuh. Bagi Spinoza, hanya ada satu yang dapat memenuhi definisi ini yaitu Allah.

Menurut Spinoza, sifat substansi adalah abadi, tidak terbatas, mutlak, dan tunggal-utuh. Bagi

Spinoza, hanya ada satu yang dapat memenuhi definisi ini yaitu Allah Hanya Allah yang

memiliki sifat yang tak terbatas, abadi, mutlak, tunggal, dan utuh.

Selain itu, Spinoza juga mengajarkan apabila Allah adalah satu-satunya substansi,

maka segala yang ada harus dikatakan berasal dari pada Allah. Hal ini berarti semua gejala

pluralitas dalam alam baik yang bersifat jasmaniah (manusia, flora dan fauna, bahkan

bintang) maupun yang bersifat rohaniah (perasaan, pemikiran, atau kehendak) bukanlah hal

yang berdiri sendiri melainkan tergantung sepenuhnya dan mutlak pada Allah. Untuk

menyebut gejala ini, Spinoza menggunakan sebuah istilah yaitu modi, Modi merupakan

bentuk atau cara tertentu dari keluasan dan pemikiran.

Dengan demikian, semua gejala dan realitas yang kita lihat dalam alam hanyalah modi

saja dari Allah sebagai substansi tunggal. Dengan kata lain, alam dan segala isinya adalah

identik dengan Allah secara prinsipil.

Kata kunci ajaran Spinoza adalah Deus sive natur (Allah atau alam). Yang berbeda

dari ajaran ini hanyalah istilah dan sudut pandangnya saja. Sebagai Allah, alam adalah natura

naturans (alam yang melahirkan). natura naturans dipandang sebagai asal-usul, sebagai

sumber pemancaran, sebagai daya pencipta yang asali. Sebagai dirinya sendiri, alam adalah

1 Dr. Hary Hamersma, Tokoh-Tokoh Filsafat Barat Moderen. 1984, hlm 9

3 | P a g e

Page 4: Filsafat Spinoza

natura naturata (alam yang dilahirkan) yaitu sebuah nama untuk alam dan Allah yang sama

tetapi dipandang menurut perkembangannya yaitu alam yang kelihatan. Dengan ini Spinoza

membantah ajaran [Descartes] bahwa realitas seluruhnya terdiri dari tiga substansi (Allah,

jiwa, materi). Bagi Spinoza hanya ada satu substansi saja, yakni Allah/alam.

A. Tentang Tuhan

Kesatuan antara Allah dan alam semesta untuk pertama kali diberi rumusan secara

moderen. Substansi ini memiliki sebabnya dalam dirinya sendiri. Hakekat (esentia)-nya

mencakup juga keberadaan (exsistentia)-nya. Hakekatnya di tentukan oleh atribut-attribut

atau sifat-sifat asasinya yang tiada batasnya. Tiap sifat asasi dengan cara yang sempurna

mengungkapkan hakekat esensinya yang kekal dan tak terbatas itu. Akan tetapi segala hal

yang kongkrit, yaitu dunia yang beraneka raga ini, adalah modi atau cara berada substansi

yang satu itu.

Demikian lah pengertian tentang Allah yang di ajarkan Spinoza tidak sama dengan

yang di ajarkan Descartes. Bagi Descartes Allah adalah suatu pribadi yang menciptakan

dunia, akan tetapi bagi Spinoza Allah adalah suatu kesatuan umum, yang mengungkapkan

diri di dalam dunia. Segala yang ada adalah Allah, tiada sesuatu pun yang tidak tercakup di

dalam Allah dan tiada sesuatupun yang dapat berada tanpa Allah.2

Sekalipun hakekat Allah di tentukan oleh siffat-sifat asasinya yang tiada batasnya,

namun manusia yang terbatas Ini hanya dapat mengenal dua sifat asasi Allah, yaitu:

pemikiran dan keluasan. Segala realitas yang konkrit adalah modi atau cara berada Allah,

menampakkan diri dalam bentuk rangkap, yaitu: dalam corak pikiran yang individual dan

dalam corak keluasan yang individual, yang masing-masing hanya mewujudkan realitas yang

tidak lengkap saja.

Hal-hal bendawi adalah cara berada Allah dibawah sifat asasi keluasan, atau cara

berada Allah di dalam ruang. Dan hal-hal bendawi itu sesuai dengan idea-ideanya yang

berada dibawah sifat asasi pemikiran, atau dapat juga disebut: cara berada Allah dalam

keluasan dan cara beradanya dalam pemikiran, adalah sama. Keduanya hanya dibedakan

dalam pengenalan. Pengertian subyektif dan obyektif adalah sama, atau pikiran dan

keberadaan adalah sama.

B. Tentang Humanisme

2 Poejowijatno,i.r, pembimbing kea rah ilmu filsafat. 1963

4 | P a g e

Page 5: Filsafat Spinoza

Spinoza membedakan antara manusia dan mahluk-mahluk lainnya bahwa: tubuh

manusia lebih ruwet daripada tubuh mahluk-mahluk lainnya. Tubuh manusia adalah alat jiwa

manusia untuk mengungkapkan diri dalam banyak idea. Tiada pengaruh timbale balik dalam

arti sebenernya di antara tubuh dan jiwa.3

Gejala-gejala yang nampak sama pada keduanya sebenarnya hanya pengungkapan-

pengungkapan yang bermacam-macam dari satu kenyataan. Jajaran proses-proses tubuhi dan

proses jiwani adalah dua aspek dari kejadian yang sama. Kesadaran “adanya sesuatu” dan

“sesuatu yang ada” itu sendiri adalah dua sisi dari hal yang sama. Proses tubuhi dan ji.wani

berjalan sejajar.

Di dalam manusia juga tiada “aku” yang tetap. Jiwa tidak lain adalah suatu arus

kejadian-kejadin jiwani (psikis) suatu rentetan pengkhususan-pengkhususan pemikiran Allah

atau pemikiran tentang isi tertentu yang di lakukan Allah.

Idea-idea yang jelas dan terpilah-pilah yang terdapat dalam jiwa manusia adalah idea-

idea Allah. Idea-idea itu pasti secara sempurna dan pada dirinya menjadi jaminan kepastian.

Idea-idea itu adalah sama dengan realitas diluar, karna sifatnya yang jelas dan terpilah-pilah.

Jikalau terdapat hal-hal tidak benardan menyesatkan, hal itu di sebab kan karna idea-idea

yang telah didukungkan yang tidak lagi mengandung pengetahuan yang benar.

Kehendak manusia pada hakekatnya adalah sama dengan pikirannya. Menghendaki

adalah perbuatan akal semata-mata. Dengan kehendaknya itu manusia berusaha

merealisasikan hakekatnya atau esensinya sendiri, yaitu hakekatnya seperti yang ada pada

Allah sebagai idea. Menghendaki adalah merealisasikan diri, yang dilaksanakan dengan

melalui pikiran. Itulah sebabnya maka kehendak dan pikiran pada hakekatnya adalah satu.4

Oleh karna itu juga tiada kebebasan kehendak, Artinya : manusia tidak memiliki

kebebasan untuk memilih salah satu dari dua kemungkinan. Juga tiada “ aku “ yang tetap.

Yang ada adalah suatu rentetan perbuatan kehendak, yang sama-sama dengan segala kejadian

dunia sama sekali telah di tentukan oleh keharusan batiniah yang mutlak dan oleh hakekat

Allah.

Jiwa tidak lain adalah suatu arus kejadian psikis, suatu rentetan pengkhususan-

pengkhususan pemikiran Allah, atau pemikiran tentang isi tertentu yang di lakukan Allah.

Kehendak terikat kepada imaginasi. Kita hanya mengira, bahwa kita bebas dalam kehendak

kita. Di dalam imaginasi itu kita di pimpin oleh kesan-kesan, gambaran-gambaran ingatan

3 Harun Hadiwijono, Sari Sejarah Filsafat Barat 2. 1980 hlm,28

4 Ibid, hal. 29

5 | P a g e

Page 6: Filsafat Spinoza

dan pengertian-pengertian abstrak. Kebebasan manusia terletak disini, bahwa ia, berbeda

dengan mahluk- mahluk lainnya, sadar bahwa ia mendapat bagian dari keharusan mutlak

Allah.

C. Tentang Kebenaran

Pendidikan pada umumnya dan ilmu pengetahuan pada khususnya mengemban tugas

utama untuk menemukan, pengembangan, menjelaskan, menyampaikan nilai-nilai kebenaran.

Semua orang yang berhasrat untuk mencintai kebenaran, bertindak sesuai dengan kebenaran.

Kebenaran adalah satu nilai utama di dalam kehidupan human. Sebagai nilai-nilai yang

menjadi fungsi rohani manusia. Artinya sifat manusiawi atau martabat kemanusiaan (human

dignity) selalu berusaha “memeluk” suatu kebenaran.5

Kebenaran sebagai ruang lingkup dan obyek pikir manusia sudah lama menjadi

penyelidikan manusia. Manusia sepanjang sejarah kebudayaannya menyelidiki secara terus

menerus apakah hakekat kebenaran itu.

Jika manusia mengerti dan memahami kebenaran, sifat asasinya terdorong pula untuk

melaksanakan kebenaran itu. Sebaliknya pengetahuan dan pemahaman tentang kebenaran,

tanpa melaksanakan kebenaran tersebut manusia akan mengalami pertentangan batin, konflik

spikologis. Menurut Spinoza bertingkat-tingkat bahkan tingkat-tingkat tersebut bersifat

hirarkhis. Kebenaran yang satu di bawah kebenaran yang lain tingkatan kualitasnya, ada

kebenaran relatif, ada kebenaran mutlak (absolut). Ada kebenaran alami dan ada pula

kebenaran illahi, ada kebenaran khusus individual, ada pula kebenaran umum universal.

Pengaruh Pikiran Pada Era Berikutnya

Tidak dapat disangkal, bahwa dalam perjalanan di sepanjang abad filsafat barat telah

melahirkan pemikiran-pemikiran yang bermacam-macam sekali, yang menadakan penelitian

filsafati yang mengarah ke banyak jurusan.6

Seperti Baruch Spinoza yang pemikirannya renaissance mencapai penyempurnaan

pada dirinya, yang kemudian tercapailah kedewasaan pemikiran yang dipandang sebagai

sumber pengetahuan hanya apa yang secara alamiah dapat dipakai manusia yaitu akal dan

pengalaman. Dalam arti ajaran Spinoza dapat di pandang sebagai suatu mistik filsafati, yang

mengajarkan tentang nisbah antara manusia dan Allah sebagai tokoh yang tiada batasnya.

5 K.Bertens, Filsuf-Filsuf Besar Tentang Manusia,1988,hlm 74

6 Dr. Harun Hadiwijono,Op cit,hlm 30

6 | P a g e

Page 7: Filsafat Spinoza

Namun harus di akui, bahwa bagaimanapun filsafat barat telah membantu

terbentuknya kebudayaan barat. Filsafat memperlihatkan kepada kita apa yang hidup dalam

diri manusia yang telah menjadi dasar. Filsafat menjelaskan kepada kita apa yang di cari

orang pada zaman tertentu, apa yang hidup dan bergerak di dalam bagian yang terdalam

hidup manusia pada suatu zaman. Ternyata bahwa setiap zaman memiliki filsafat nya sendiri,

yang berusaha menurut keyakinan masing-masing untuk memperbaiki hidup manusia.

Analisa

Untuk memahami Substansi yang disodorkan oleh Descartes kepada Spinoza,

penulis berpendapat bahwa Substansi itu adalah merupakan sesuatu yang ada dalam diri kita

sendiri atau sesuatu yang tidak membutuhkan aspek lain untuk membentuk diri kita menjadi

ada. Jadi, kita itu berdiri sendiri dan membentuk diri kita sendiri. Itulah yang disebut sebagai

causa prima non causata.

Oleh karena itu, dalam tatanan ada (Primum Ontologicum), Substansi itu disebut

sebagai yang pertama dan yang asali. Sedangkan dalam sistem kelogisan (Primum Logicum),

Substansi merupakan realitas yang pertama dan yang Absolut. Dari sini dapat kita tarik suatu

kesimpulan bahwa dalam pandangan Spinoza hanya ada satu Substansi dan Substansi itu

adalah itu” Dia yang Tak Terhingga atau Allah.

Konsep metafisika Spinoza terhadap Substansi sebagai realitas Yang Absolut, mau

memperlihatkan dengan jelas obyek penjelajahan refleksi metafisika terhadap realitas. Ada

yang paling tinggi dan sempurna, yaitu refleksi tentang Allah sebagai realitas yang Absolut,

murni, tunggal dan sempurna.

Menurut Spinoza, yang disebut substansi adalah apa yang dapat dipahami, tanpa perlu

memahami sesuatu yang lain.Hanya satu yang memenuhi definisi ini,jadi yang dapat

dipikirkan tanpa perlu memikirkan apapapun lagi,yaitu ALLAH. Karena itu, kita harus

bertolak dari Allah. Kita juga sudah mendapatkan dalil fundamental metafisika Spinoza:

HANYA ADA SATU SUBSTANSI SAJA, YAITU ALLAH. Menurut Spinoza,Allah adalah

segala-galanya,tak terpisah,sedemikian rupa hingga antara Allah dan alam,tidak mungkin

diadakan pemisahan sedikit pun. Maka, Spinoza pun memutlakkan imanensi dan menyangkal

transendensi.Atas pandangannya itu,maka Spinoza menolak dirinya dicap sebagai Ateis.Ia

merasa lebih tepat disebut penganut PANTEISME, yang, MONISTIK.

BAB III

PENUTUP

7 | P a g e

Page 8: Filsafat Spinoza

Kesimpulan:

1. Salah satu gagasan yang diajukan oleh Spinoza dalam memahami realitas Yang

absolut adalah Substansi Tak Terhingga atau Allah. Gagasan-gagasan Spinoza dalam

mengungkap realitas yang Absolut ini, ia banyak dipengaruhi oleh rasionalisme

Descartes. Namun, pengaruh Descartes yang telah membentuk pola pemikirannya,

tidak semuanya diamini dengan baik oleh Spinoza terutama dalam memahami

Substansi sebagai realitas murni yang Absolut. Dalam memahami Substansi,

Descartes melihat bahwa Substansi itu merupakan suatu realitas yang tidak

membutuhkan sesuatu yang lain. Dengan kata lain, Descartes melihat Allah sebagai

Substansi yang tidak membutuhkan yang lain untuk berada. Tetapi, disamping

Substansi sebagai realitas Absolut, Descartes menerima substansi yang lain

kendatipun substansi yang dimaksud tidak berlaku secara Absolut melainkan relatif.

Berkaitan dengan Substansi yang diajukan oleh Descartes, Spinoza melihat

bahwa Descartes tidak memiliki sebuah komitment yang akurat untuk mendefinisikan

Substansi itu sendiri, karena dalam kenyataannya Descartes masih menerima adanya

Substansi yang lain. Di sinilah Spinoza tidak setuju dengan gagasan yang disodorkan

oleh Descartes. Tetapi, di sisi lain, Spinoza menerima gagasan yang disodorkan oleh

Descartes yang mengatakan bahwa Substansi itu adalah sesuatu yang tidak

membutuhkan yang lain, artinya bahwa Substansi itu adalah suatu realitas yang

mandiri, otonom, utuh, satu dan tunggal.

Tetapi, selain Allah sebagai Substansi. Spinoza juga melihat Alam sebagai

substansi. Dengan kata lain, dalam pandangan Spinoza Allah atau Alam adalah

merupakan suatu kenyataan tunggal yang memiliki satu kesatuan. Pemahaman ini

berangkat dari suatu pemahaman terhadap pembedaan antara Substansi yang oleh

Spinoza disebut sebagai atribut-atribut dan modi. Modi adalah cara berada dari

atribut-atribut dan secara tidak langsung adalah dari Substansi. Memang benar bahwa

Spinoza mengakui hanya ada satu Substansi, tetapi di dalam substansi itu terkandung

atribut-atribut (sifat hakiki) yang tak terhingga jumlahnya.

Namun, dari sekian banyak sifat hakiki itu hanya ada dua yang dapat diketahui

oleh manusia, yaitu keluasan dan pemikiran (extensio dan cogitatio). Dalam hal ini,

Spinoza melihat Allah sebagai keluasan (Deus est res extensa) dan pemikiran (Deus

8 | P a g e

Page 9: Filsafat Spinoza

est res cogitans). Keluasan dan pemikiran merupakan dua hal yang memiliki substansi

yang sama. Spinoza menggagas ini dalam ajarannya tentang Substansi tunggal yaitu

Allah atau Alam (Deus Sive Natua).

Menurut Spinoza, realitas Yang Absolut itu memiliki sifat yang abadi, tak

terbatas, dan tunggal. Maka, dari pemahaman seperti ini Spinoza melihat bahwa

karena Allah adalah satu-satunya Substansi, maka segala sesuatu yang ada di bumi

atau alam ini adalah berasal dari Allah. Di sinilah Spinoza terus menerus tenggelam

dalam suatu refleksi tentang hubungan antara Allah dan manusia sebagai satu

kesatuan. Maka, untuk sampai kepada Allah, Spinoza mengatakan bahwa perlu ada

cinta. Cinta merupakan suatu bentuk pengenalan tertinggi terhadap Tuhan. Melalui

cinta, ia melihat bahwa kita dapat menerima segala sesuatu yang ada di alam, dan

dengan demikian manusia menyerahkan diri seutuhnya kepada Tuhan sebagai realitas

Yang absolut. Berawal dari sinilah Spinoza disebut sebagai filsuf yang tenggelam

dalam Tuhan.

2. Tidak dapat disangkal, bahwa dalam perjalanan di sepanjang abad filsafat barat telah

melahirkan pemikiran-pemikiran yang bermacam-macam sekali, yang menadakan

penelitian filsafati yang mengarah ke banyak jurusan. Seperti Baruch Spinoza yang

pemikirannya renaissance mencapai penyempurnaan pada dirinya, yang kemudian

tercapailah kedewasaan pemikiran yang dipandang sebagai sumber pengetahuan

hanya apa yang secara alamiah dapat dipakai manusia yaitu akal dan pengalaman.

Namun harus di akui, bahwa bagaimanapun filsafat barat telah membantu

terbentuknya kebudayaan barat. Filsafat memperlihatkan kepada kita apa yang hidup

dalam diri manusia yang telah menjadi dasar. Filsafat menjelaskan kepada kita apa

yang di cari orang pada zaman tertentu, apa yang hidup dan bergerak di dalam bagian

yang terdalam hidup manusia pada suatu zaman. Ternyata bahwa setiap zaman

memiliki filsafat nya sendiri, yang berusaha menurut keyakinan masing-masing untuk

memperbaiki hidup manusia.

DAFTAR PUSTAKA

9 | P a g e

Page 10: Filsafat Spinoza

Ariew, R. Watkins, E. Modern filsafat. Spinoza, B, Etika (1677) (Hackett Publishing

Company inc. 1998)

Bakker, Anton, Ontologi Metafisika Umum, Yogyakarta: Kanisius, 1992.

Bertens, K. 1976. Ringkasan Sejarah Filsafat. Jakarta: Yayasan Krisius

——Filsafat Barat Abad XX, Jilid II, Jakarta: Gramedia, 1985

Bertens, K. Filsuf-filsuf Besar tentang Manusia, Jakarta: Gramedia, 1988.

Budi Hardiman, F. Filsafat Modern dari Machiavelli sampai Nietzsche, Jakarta: Gramedia,

2004.

Dr. Harun Hadiwijono, Sari Sejarah filsafat Barat 2, Yogyakarta: Kanisius, 1980.

Hamersma, Harry, Tokoh-tokoh Filsafat Barat Modern, Jakarta: Gramedia, 1984.

Petrus L. Tjahjadi, Simon, Petualangan Intelektual, Yogyakarta: Kanisius, 2004.

Riyanto, Armada, Metafisika (Diktat Kuliah), Malang: STFT Widya Sasana Malang, 2004.

——-Pengantar Filsafat (Diktat Kuliah), Malang: STFT Widya Sasana Malang, 2002.

Sumantri Surya. 1994. Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer. Jakarta: Pustaka Sinar

Harapan

Syam, Muhammad Noor. 1988. Filsafat Kependidikan dan Dasar Filsafat Pendidikan

Pancasila.Surabaya: Usaha Nasional

10 | P a g e