filkom

30
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar belakang Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat cepat dewasa ini tidak dapat dilepaskan dari peran dan pengaruh pemikiran filsafat Barat. Pada zaman Yunani Kuno, filsafat identik dengan ilmu pengetetahuan, artinya pemikiran filsafat dan ilmu pengetahuan pada waktu itu tidak dipisahkan. Semua hasil pemikiran manusia pada waktu itu disebut filsafat. Pada awalnya filsafat merupakan ilmu yang lahir dari pemikiran manusia yang mempunyai kecintaan pada kebijaksanaan, karena semua yang dinyatakan sebagai buah pikiran waktu itu disebut sebagai filsafat. Karena lama-kelamaan filsafat hanya mampu mengungkapkan konsep-konsep secara abstrak, maka ilmu- ilmu yang berorientasi lebih konkret memisahkan diri dari filsafat, termasuk Ilmu Komunikasi. Tetapi walaupun Ilmu Komunikasi pada akhirnya bisa berdiri sendiri, dan terlepas dari ilmu filsafat namun secara historis bahwa komunikasi tidak bisa putus hubungan begitu saja dengan ilmu filsafat, karena semua ilmu berawal dari filsafat, yang mempunyai tujuan untuk mensejahterakan umat manusia. Ilmu Komunikasi dapat di analisa dengan landasan filosofi dalam hal ontology, epistemology serta aksiology, sehingga sampai saat inipun filsafat ilmu masih diajarkan pada mata kuliah di perguruan tinggi. Dengan maksud agar pemikiran mahasiswa 1

Transcript of filkom

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang sangat cepat dewasa ini

tidak dapat dilepaskan dari peran dan pengaruh pemikiran filsafat Barat. Pada zaman

Yunani Kuno, filsafat identik dengan ilmu pengetetahuan, artinya pemikiran filsafat

dan ilmu pengetahuan pada waktu itu tidak dipisahkan. Semua hasil pemikiran

manusia pada waktu itu disebut filsafat. Pada awalnya filsafat merupakan ilmu yang

lahir dari pemikiran manusia yang mempunyai kecintaan pada kebijaksanaan, karena

semua yang dinyatakan sebagai buah pikiran waktu itu disebut sebagai filsafat.

Karena lama-kelamaan filsafat hanya mampu mengungkapkan konsep-konsep secara

abstrak, maka ilmu-ilmu yang berorientasi lebih konkret memisahkan diri dari filsafat,

termasuk Ilmu Komunikasi.

Tetapi walaupun Ilmu Komunikasi pada akhirnya bisa berdiri sendiri, dan

terlepas dari ilmu filsafat namun secara historis bahwa komunikasi tidak bisa putus

hubungan begitu saja dengan ilmu filsafat, karena semua ilmu berawal dari filsafat,

yang mempunyai tujuan untuk mensejahterakan umat manusia. Ilmu Komunikasi

dapat di analisa dengan landasan filosofi dalam hal ontology, epistemology serta

aksiology, sehingga sampai saat inipun filsafat ilmu masih diajarkan pada mata kuliah

di perguruan tinggi. Dengan maksud agar pemikiran mahasiswa tentang ilmu

komunikasi merupakan bagian dari telaah yang bersumber pada filsafat.

Dan teori dalam ilmu komunikasi sendiri menjadi sangat penting jika

digabungkan dengan filsafat. Maka dari itu pemakalah merasa perlu mengkaji lebih

dalam tentang fisafat komunikasi.

1.2 Rumusan masalah

1. Apa manfaat teori komunikasi dalam mempelajari filsafat komunikasi?

2. Apa tujuan mempelajari filsafat kommunikasi?

BAB II

1

PEMBAHASAN

2.1 Manfaat teori komunikasi dalam mepelajari filsafat komunikasi.

A. PENGERTIAN TEORI.

Teori adalah sarana pokok untuk menyatakan hubungan sistematik dalam

gejala social maupun natura yang dijadikan pencermatan. Teori merupakan abstarksi

dari pengertian atau hubungan dari proposisi atau dalil.1

Penjelasan gejala alam secara cermat sehingga kita dapat melakukan prediksi.

Bila penjelasan ini telah diuji berkali – kali dan terbukti benar, penjelasan ini

dinamakan teori. Kerlinger ( dalam Jalaludin, 2000;06 ) menyebutkan bahwa teori

adalah himpunan konstruk (konsep), definisi, dan proposisi yang mengemukakan

pandangan sistematis tentang gejala dengan menjabarkan relasi di antara variabel,

untuk menjelaskan dan meramalkan gejala tersebut.

. Sedangkan menurut Little John teori merupakan konstruksi pengetahaun

tentang bagaimana suatu pengalaman dapat terjadi berdasarkan observasi yang

sistematis. Little John2 juga berpendapat bahwa teori adalah konseptualisasi

seseorang mengenai serangkaian kejadian yang diamati.

B. SYARAT-SYARAT TEORI.

Definisi di atas melukiskan syarat-syarat teori. Menurut Kerlinger Secara

terinci teori mempunyai syarat-syarat sebagai berikut (dalam Jalaludin, 2000;06 ) :

1. Teori terdiri dari proporsisi – proporsisi. Proporsisi adalah hubungan yang terbukti

di antara berbagai vatiabel. Proporsisi ini biasanya dinyatakan dalam bentuk ”jika,

maka”.

2. Konsep – konsep dalam proporsisi telah dibatasi pengertiannya secara jelas.

Pembatasan konsep ini menghubungkan abstraksi dengan dunia empiris.

1 Burhanuddin Salam, [1993], Sejarah Filsafat Ilmu dan Teknologi, Penerbit: Reneka Cipta Jakarta hal. 36-482Effendy, O.U, 2003. Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi. Bandung, Citra Aditya Bakti. Hal 246-247

2

3. Teori harus mungkin diuji, diterima atau ditolak kebenarannya. Pembatasan

pengertian konsep yang dipergunakan menyiratkan kemungkinan pengujian teori.

4. Teori harus dapat melakukan prediksi. Teori agresi dapat meramalkan bahwa bila

guru selalu menghambat tingkah laku anak, frekuensi agresi akan bertambah.

5. Teori harus dapat melahirkan proporsisi – proporsisi tambahan yang semula tidak

diduga.

Terdapat tiga hal yang perlu diperhatikan dalam mencermati lebih jauh

mengenai teori3, yakni :

1. Teori adalah sebuah set proposisi yang terdiri dari konstrak [construct] yang

sudah didefinisikan secara luas dan dengan hubungan unsur-unsur dalam set

tersebut secara jelas

2. Teori menjelaskan hubungan antar variable atau antar konstrak sehingga

pandangan yang sistematik dari fenomena fenomena yang diterangkan oleh

variable dengan jelas kelihatan

3. Teori menerangkan fenomena dengan cara menspesifikasi variable satu

berhubungan dengan variable yang lain.

C. FUNGSI TEORI

Fungsi teori komunikasi amat relevan dan bermanfaat dalam mempelajari

filsafat komunikasi. Mengenai fungsi teori, secara rinci Littlejohn menyatakan 9

fungsi dari teori:4

1. Mengatur dan meringkas

Mengatur dan meringkas pengetahuan tentang suatu hal. Ini berarti bahwa

dalam mengamati realitas kita tidak boleh melakukan secara sepotong-sepotong. Kita

3 Effendy, O.U, 2003. Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi. Bandung, Citra Aditya Bakti. Hal 2534 Stephen W. Littlejohn, Theories of Human Communiation, Wadsworth Publication, New Jersey,

1996. Hal 30

3

perlu mengorganisasikan dan mensintesiskan hal-hal yang terjadi dalam kehidupan

nyata. Pola-pola dan hubungan-hubungan harus dapat dicari dan ditemukan.

Pengetahuan yang diperoleh dari pola atau hubungan itu kemudian

disimpulkan. Hasilnya (berupa teori) akan dapat dipakai sebagai rujukan atau dasar

bagi upaya-upaya studi berikutnya.

2. Fokus.

Teori pada dasarnya menjelaskan tentang sesuatu hal, bukan banyak hal. Jadi

penjelasanya itu tidak melebar tapi lebih signifikan.

3. Penjelasan.

Teori harus mampu membuat suatu penjelasan tentang hal yang diamatinya.

Misalnya mampu menjelaskan pola-pola hubungan dan menginterpretasikan

peristiwa-peristiwa tertentu.

4. Observasi.

Teori tidak sekedar memberi penjelasan, tapi juga memberikan petunjuk

bagaimana cara mengamatinya, berupa konsep-konsep operasional yang akan

dijadikan patokan ketika mengamati hal-hal rinci yang berkaitan dengan elaborasi

teori.

5. Predikasi.

Meskipun kejadian yang diamati berlaku pada masa lalu, namun berdasarkan

data dan hasil pengamatan ini harus dibuat suatu perkiraan tentang keadaan yang

bakal terjadi apabila hal-hal yang digambarkan oleh teori juga tercermin dalam

kehidupan di masa sekarang.

Fungsi prediksi ini terutama sekali penting bagi bidang-bidang kajian

komunikasi terapan seperti persuasi dan perubahan sikap, komunikasi dalam

organisasi, dinamika kelompok kecil, periklanan, public relations dan media massa.

6. Fungsi heuristik atau heurisme.

4

Artinya bahwa teori yang baik harus mampu merangsang penelitian

selanjutnya. Hal ini dapat terjadi apabila konsep dan penjelasan teori cukup jelas dan

operasional sehingga dapat dijadikan pegangan bagi penelitian-penelitian selanjutnya.

7. Komunikasi.

Teori tidak harus menjadi monopoli penciptanya. Teori harus dipublikasikan,

didiskusikan dan terbuka terhadap kritikan-kritikan, yang memungkinkan untuk

menyempurnakan teori. Dengan cara ini maka modifikasi dan upaya penyempurnaan

teori akan dapat dilakukan.

8. Fungsi kontrol yang bersifat normatif.

Asumsi-asumsi teori dapat berkembang menjadi nilai-nilai atau norma-norma

yang dipegang dalam kehidupan sehari-hari. Dengan kata lain, teori dapat berfungsi

sebagai sarana pengendali atau pengontrol tingkah laku kehidupan manusia.

9. Generatif.

Fungsi ini terutama menonjol di kalangan pendukung aliran interpretif dan

kritis. Menurut aliran ini, teori juga berfungsi sebagai sarana perubahan sosial dan

kultural serta sarana untuk menciptakan pola dan cara kehidupan yang baru.

D. MANFAAT TEORI KOMUNIKASI.

Manfaat dari teori komunikasi itu sendiri adalah untuk memperjelas proses

pencapaian kebenaran dalam ilmu komunikasi sebagaimana yang dicari dalam filsafat

komunikasi.5

2.2 Tujuan mempelajari filsafat komunikasi.

Pengertian Filsafat Ilmu

Filsafat ilmu adalah tinjauan kritis tentang pendapat ilmiah dengan menilai

metode-metode pemikirannya secara netral dalam kerangka umum cabang

5 Moefad, Hang out filsafat komunikasi.

5

pengetahuan intelektual. Filsafat Ilmu merupakan bagian dari epistimologi (filsafat

pengetahuan) yang secara spesifik mengkaji hakikat ilmu atau pengetahuan ilmiah.6

A. Cornelius Benjamin (dalam The Liang Gie, 19: 58) memandang filsafat

ilmu sebagai, ”That philosophic discipline which is the systematic study of the nature

of science, especially of its methods, its concepts and presuppositions, and its place in

the general scheme of intellectual disciplines.” Filsafat ilmu, merurut Benjamin,

merupakan cabang dari filsafat yang secara sistematis menelaah sifat dasar ilmu,

khususnya mengenai metoda, konsep-konsep, dan peranggapan-peranggapannya,

serta letaknya dalam kerangka umum dari cabang-cabang pengetahuan intelektual.7

Menurut pandangan A. Cornelius Benjamin diatas, secara detail, filsafat ilmu

adalah:

1. Filsafat ilmu merupakan studi sistematis (systematic study)

2. Filsafat ilmu merupakan studi mengenai sifat-sifat alamiah dari ilmu(the

nature of science)

3. Filsafat ilmu sebgai studi yang memiliki metode-metode tersendiri dalam

menemukan objek formalnya, penemuan sistematikanya, dan sebagainya.

4. Filsafat ilmu sebgai studi tengtang konsep-konsep dan peranggapan-

peranggapannya (its concepts and presuppotions) sebuah pengatahuan untuk

menjadi Ilmu pengetahuan.

5. Filsafat ilmu sebagai studi tentang landasan dan struktur tempat sistematika

ilmu.

Berdasarkan pendapat di atas kita memperoleh gambaran bahwa filsafat ilmu

merupakan telaah kefilsafatan yang ingin menjawab pertanyaan mengenai hakikat

ilmu, yang ditinjau dari segi ontologis, epistemelogis maupun aksiologisnya. Dengan

kata lain filsafat ilmu merupakan bagian dari epistemologi (filsafat pengetahuan) yang

secara spesifik mengakaji hakikat ilmu, seperti:

Obyek apa yang ditelaah ilmu ? Bagaimana ujud yang hakiki dari obyek

tersebut? Bagaimana hubungan antara obyek tadi dengan daya tangkap

manusia yang membuahkan pengetahuan? (Landasan ontologis)

Bagaimana proses yang memungkinkan ditimbanya pengetahuan yang berupa

ilmu? Bagaimana prosedurnya? Hal-hal apa yang harus diperhatikan agar

6 William S. Sahakian dan Mabel Lewis Sahakian, Realism of Philosophi (Cambridge, Mass.:

Schhenkman, 1965), hal. 3.7 Ismaun, (2001), Filsafat ilmu, (Diktat Kuliah), Bandung : UPI Bandung.

6

mendakan pengetahuan yang benar? Apakah kriterianya? Apa yang disebut

kebenaran itu? Adakah kriterianya? Cara/teknik/sarana apa yang membantu

kita dalam mendapatkan pengetahuan yang berupa ilmu? (Landasan

epistemologis).

Untuk apa pengetahuan yang berupa ilmu itu dipergunakan? Bagaimana kaitan

antara cara penggunaan tersebut dengan kaidah-kaidah moral? Bagaimana

penentuan obyek yang ditelaah berdasarkan pilihan-pilihan moral? Bagaimana

kaitan antara teknik prosedural yang merupakan operasionalisasi metode

ilmiah dengan norma-norma moral/profesional? (Landasan aksiologis). (Jujun

S. Suriasumantri, 1982)

A. Pemikiran Richard Lanigan8

Karyanya yang berjudul “Communication Models in Philosophy, Review and

Commentary” membahas secara khusus “analisis filsafati mengenai komunikasi.”

Mengatakan bahwa filsafat sebagai disiplin biasanya dikategorikan menjadi sub-

bidang utama menurut jenis justifikasinya yang dapat diakomodasikan oleh jawaban

terhadap pertanyaan-pertanyaan berikut ini:

- Apa yang aku ketahui? (What do I know?)

- Bagaimana aku mengetahuinya? (How do I know it?)

- Apakah aku yakin? (Am I sure?)

- Apakah aku benar? (Am I right?)

Pertanyaan-pertanyaan di atas berkaitan dengan penyelidikan sistematis studi

terhadap:

- Metafisika;

- Epistemologi;

- Aksiologi; dan

- Logika

Metafisika

8 http://etika-filsafat-komunikasi.blogspot.com/

7

Metafisika adalah suatu studi tentang sifat dan fungsi teori tentang realita.

Hubungannya dengan teori komunikasi, metafisika berkaitan dengan hal-hal sebagai

berikut:

1. Sifat manusia dan hubungannya secara kontekstual dan individual dengan

realita dalam alam semesta

2. Sifat dan fakta bagi tujuan, perilaku, penyebab, dan aturan

3. Problem pilihan, khususnya kebebasan versus determinisme pada perilaku

manusia.

Pentingnya metafisika bagi pembahasan filsafat komunikasi, dikutip dari

pendapat Jujun S. Suriasumantri dalam bukunya “Filsafat Ilmu” mengatakan bahwa

metafisika merupakan suatu kajian tentang hakikat keberadaan zat, hakikat pikiran,

dan hakikat kaitan zat dengan pikiran.

Objek metafisika menurut Aristoteles, ada dua yakni :

a. Ada sebagai yang ada; ilmu pengetahuan mengkaji yang ada itu dalam

bentuk semurni-murninya, bahwa suatu benda itu sungguh-sungguh ada

dalam arti kata tidak terkena perubahan, atau dapat diserapnya oleh panca

indera. Metafisika disebut juga Ontologi.

b. Ada sebagai yang illahi; keberadaan yang mutlak, yang tidak bergantung

pada yang lain, yakni TUHAN (illahi berarti yang tidak dapat ditangkap

oleh panca indera).

Sejak lama, istilah “metafisika” dipergunakan di Yunani untuk menunjukkan

karya-karya tertentu Aristoteles. Istilah ini berasal dari bahasa Yunani meta ta physika

yang berarti “hal-hal yang terdapat sesudah fisika”. Aristoteles mendefinisikan

sebagai ilmu pengetahuan mengenai yang ada sebagai yang-ada sebagai yang-ada,

yang dilawankan, misalnya, dengan yang-ada sebagai yang digerakkan atau yang-

ada sebagai yang dijumlahkan.

Dewasa ini metafisika dipergunakan baik untuk menunjukkan filsafat pada

umumnya maupun acapkali untuk menunjukkan cabang filsafat yang mempelajari

pertanyaan-pertanyaan terdalam. Namun secara singkat banyak yang menyebutkan

sebagai metafisika sebagai studi tentang realitas dan tentang apa yang nyata.

Terkadang metafisika ini sering disamakan dengan “ontologi” (hakikat ilmu).

Namun demikian, Anton Baker9 membedakan antara Metafisika dan ontologi.

Menurutnya istilah ‘metafisika’ tidak menunjukkan bidang ekstensif atau objek

9 Anton Baker, Ontologi atau Metafisika Umum, (Yogyakarta: Kanisius, 1992), hal. 15.

8

material tertentu dalam penelitian, tetapi mengenai suatu inti yang termuat dalam

setiap kenyataan, ataupun suatu unsur formal. Inti itu hanya tersentuh pada pada taraf

penelitian paling fundamental, dan dengan metode tersendiri. Maka nama ‘metafisika’

menunjukkan nivo pemikiran, dan merupakan refleksi filosofis mengenai kenyataan

yang secara mutlak paling mendalam dan paling ultimate.

Sedangkan ontologi yang menjadi objek material bagi filsafat pertama itu

terdiri dari segala-gala yang ada. Metafisika sering juga disebut sebagai ‘filsafat

pertama’. Maksudnya ialah ilmu yang menyelidiki apa hakikat dibalik alam nyata

ini. Sering juga disebut sebagai ‘”filsafat tentang hal yang ada.” Persoalannya ialah

menyelidiki hakikat dari segala sesuatu dari alam nyata dengan tidak terbatas pada

apa yang dapat ditangkap oleh panca indra saja. Aristoteles memandang metafisika

sebagai filsafat pertama. Istilah “pertama’ tidak berarti, bahwa bagian filsafat ini

harus ditempatkan didepan, tetapi menunjukkan kedudukan atau pentingnya.

Filsafat pertama menyelidiki pengandaian-pengandaian paling mendalam dan

paling akhir dalam pengetahuan manusiawi yang mendasari segala macam

pengetahuan lainnya. Aristoteles mengatakan bahwa menurut kodratnya setiap orang

mempunyai keinginan mengetahui sesuatu. Pengetahuan khusus yang ingin ia

defenisikan dalam tulisannya tentang metafisika adalah pengetahuan tentang sebab-

sebab pertama, yaitu pengetahuan yang mendasari dan mengatasi ilmu-ilmu

pengetahuan yang lain dan menuntun manusia untuk mencapai sumber tertinggi dari

gerakan dan kehidupan.

Secara umum metafisika adalah suatu pembahasan filsafati yang komprehensif

mengenai seluruh realitas atau tentang segala sesuatu yang “ada” (being). Yang

dimaksud dengan “ADA” ialah ‘semua yang ada baik yang ada secara mutlak, ada

tidak mutlak, maupun ada dalam kemungkinan.” Ilmu ini bertanya apakah hakikat

kenyataan itu sebenar-benarnya? Jadi , metafisika ini mempersoalkan asal dan

struktur alam semesta.

Jujun S Sumantri mengatakan, ”bidang telaah filsafati yang disebut metafisika

ini merupakan tempat berpijak dari setiap pemikiran ilmiah. Diibaratkan bila pikiran

9

adalah roket yang meluncur ke bintang-bintang, menembus galaksi dam awan

gemawan, maka metafisika adalah dasar peluncurannya.”10

Secara umum, metafisika dibagi lagi menjadi dua bagian yaitu:

1. Metafisika umum (yang disebut ontologi)

2. Metafisika khusus (yang disebut kosmologi)

Metafisika umum (ontologi) berbicara tentang segala sesuatu sekaligus.

Perkataan ontologi berasal dari bahasa Yunani yang berarti “yang ada” dan, sekali

lagi, logos. Maka objek material dari bagi filsafat umum itu terdiri dari segala-gala

yang ada. Pertanyaan-pertanyaan dari ontologi misalnya:

- Apakah kenyataan merupakan kesatuan atau tidak?

- Apakah alam raya merupakan peredaran abadi dimana semua gejala selalu

kembali, seperti dalam siklus musim-musim, atau justru suatu proses

perkembangan?

Sedangkan metafisika khusus (kosmologi) adalah ilmu pengetahuan tentang

struktur alam semesta yang membicarakan tentang ruang, waktu, dan gerakan.

Kosmologi berasal dari kata “kosmos” = dunia atau ketertiban, lawan dari “chaos”

atau kacau balau atau tidak tertib; dan “logos” =ilmu atau percakapan. Kosmologi

berarti ilmu tentang dunia dan ketertiban yang paling fundamental dari seluruh

realitas.

Ontologi membicarakan azas-azas rasional dari yang-ada, sedangkan

kosmologi membicarakan azas-azas dari yang-ada yang teratur. Ontologi berusaha

untuk mengetahui esensi yang terdalam dari yang-ada, sedangkan kosmologi

berusaha untuk mengetahui ketertibannya serta susunannya. Materialisme adalah

ajaran ontologi yang mengatakan bahwa yang ada terdalam bersifat materi.

Menurut Prof. Sutan takdir Alisjahbana metafisika itu dibagi atas dua bagian

besar, yaitu metafisika kuantitas dan metafisika kualitas.11 Skemanya adalah

sebagai berikut:

10 Jujun S. Sumantri, Filsafat Ilmu (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2001), hal. 63.

11 Seperti yang dikutip oleh Endang Saifuddin Anshari dalam bukunya: Ilmu, Filsafat dan Agama (Bina Ilmu, Surabaya, 1987, hlm.95-96).

10

Epistemologi:

Merupakan cabang filsafat yang menyelidiki asal, sifat, metode dan batasan

pengetahuan manusia (a branch of philosophy that investigates the origin, nature,

methods and limits of human knowledge). Epistemologi berkaitan dengan penguasaan

pengetahuan dan lebih fundamental lagi bersangkutan dengan kriteria bagi penilaian

terhadap kebenaran dan kepalsuan, tepat apabila dihubungkan dengan metodologi.

Metode adalah tata cara dari suatu kegiatan berdasarkan perencanaan yang

matang dan mapan, sistematik dan logis.

Pada dasarnya metode ilmiah dilandasi:

Kerangka pemikiran yang logis

Penjabaran hipotesis yang merupakan deduksi dan kerangka pemikiran

Verifikasi terhadap hipotesis untuk menguji kebenarannya secara faktual.

Jujun S. Suriasumantri, mengemukakan akronim metode ilmiah yang dikenal

sebagai logicohypotetico verifikasi, kerangka pemikiran yang logis mengandung

argumentasi yang dalam menjabarkan penjelasannya mengenai suatu gejala bersifat

rasional.

Lanigan mengatakan bahwa dalam prosesnya yang progresif dari kognisi

menuju afeksi yang selanjutnya menuju konasi, epistimologi berpijak pada salah satu

atau lebih teori kebenaran. Dalam hubungan ini dikenal empat teori kebenaran

(naskah akta V) sebagai berikut12:

1. Teori koherensi

Suatu pernyataan dianggap benar bila pernyataan itu koheren atau konsisten

dengan pernyataan sebelumnya yang dianggap benar. Jika kita menganggap bahwa

“semua manusia pasti akan mati” adalah suatu pernyataan yang benar, maka 12 Prof. Onong Uchjana Affendy. M.A ,2003. Ilmu,Teori Dan Filsafat Komunikasi (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti) h, 325

11

pernyataan bahwa si Polan adalah seorang manusia dan si Polan pasti akan mati,

adalah benar pula, sebab koheren atau konsisten dengan pernyataan pertama.

2. Teori Korespondensi

Suatu pernyataan adalah benar jikalau materi yang terkena oleh persyaratan itu

berkorespondensi (berhubungan) dengan objek yang dituju oleh pernyataan itu.

Bahwa Jakarta adalah Ibukota Republik Indonesia, itu adalah benar karena

berkorespondensi dengan fakta

3. Teori Pragmatik

Suatu pernyataan dianggap benar apabila pernyataan atau konsekuensi dari

pernyataan itu mempunyai kegunaan praktis bagi kehidupan manusia. Kalau teori X

dikembangkan menjadi teori Y, yang kemudian ternyata teori Y berhasil dibuktikan,

maka teori X itu benar.

Aksiologi

Aksiologi adalah asas mengenai cara bagaimana menggunakan ilmu

pengetahuan yang secara epistemologi diperoleh dan disusun itu. Menurut kamus

“The Random House Dictionary Of The English Language”. Aksiologi adalah cabang

filsafat yang berkaitan dengan nilai-nilai seperti etika, estetika, atau agama (The

branch of philosophy dealing with values, as those of ethics aesthetics, or religion).

Dalam hubungannya dengan filsafat komunikasi, Richard Lanigan

mengatakan bahwa aksiologi, kategori keempat filsafat merupakan studi etika dan

estetika. Ini berarti, aksiologi adalah suatu kajian terhadap apa itu nilai-nilai

manusiawi dan bagaimana cara melembagakannya atau mengekspresikannya.

Jelaslah bagaimana pentingnya bagi seorang komunikator ketika ia mengemas

pemikirannya sebagai isi pesan dengan bahasa sebagai lambang, untuk terlebih dahulu

melakukan pertimbangan nilai (value judgement) apakah pesan yang akan ia

komunikasikan etis atau tidak, estetis atau tidak.

Logika

Logika berkaitan dengan telaah terhadap asas-asas dan metode penalaran

secara benar (deals whit the study of the principles and methods of correct reasoning).

Bahwa logika teramat penting dalam komunikasi, jelas karena suatu pemikiran harus

dikomunikasikan kepada orang lain, dan yang ddikomunikasikan itu harus merupakan

putusan sebagai hasil dari proses berpikir, dalam hal ini berpikir logis.13 Oleh karena

13 Sasa Djuarsa S., Teori Komunikasi, Universitas Terbuka, Jakarta. 2003, hal 55.

12

pentingnya logika ini, akan dibahas lebih luas nanti ketika kita membicarakan

pertimbangan nilai. Demikian kajian kita terhadap bahasan Richard Lanigan tentang

analisis filsafati terhadap komunikasi.

B. PEMIKIRAN STEPHEN LITTLEJOHN.

Stephen Littlejohn dalam bukunya “Theories of Human Communication”

menyajikan suatu sub bab yang berjudul “Philosophical Issue in the Study of

Communication” yang menurut penjelasannya berdasarkan pedapat Stanley Deetz

yang dituangkan ke dalam naskah yang tidak diterbitkan.

Littlejohn menelaah teori dan proses komunikasi dengan membagi menjadi

tiga tahap dan empat tema. Tahap pertama adalah metatheorical, kedua hypotherical

dan ketiga descriptive, sedangkan tema yang empat itu adalah epistemology

(pertanyaan mengenai pengetahuan) ontology (pertanyaan mengenai eksistensi),

perspective (pertanyaan mengenai fokus) dan axiology (pertanyaan mengenai nilai)

Yang dimaksud tiga tahap14 itu adalah, sebagai berikut:

a. Tahap metateoritikal

Apa arti meta dan apa arti teori? Hal ini perlu dijelaskan terlebih dahulu. Meta

mempunyai beberapa pengertian : berubah dalam posisi (changed in position),

diseberang, diluar atau melebihi (beyond), diluar pengertian dan pengalaman manusia

(trancending), lebih tinggi (higher).

Pengertian teori menurut Wilbur Scharmm (Nafzinger dan White 1972: 10)

adalah suatu perangkat pernyataan yang saling berkaitan, pada abstraksi dengan kadar

yang tinggi, dan daripadanya proposisi dapat dihasilkan yang dapat diuji secara

ilmiah, dan pada landasannya dapat dilakukan prediksi mengenai tingkah laku.

Mengenai metateoritikal oleh Little john diartikan sebagai spekulasi terhadap

sifat penyelidikan yang melebihi atau luar isi khusus daro teori tertentu. Penyelidikan

tersebut bisa berupa pertanyaan apa yang akan diamati, bagaimana pengamatannya

dilakukan, dan bentuk teori yang bagaimana yang akan diambil.15

b. Tahap hipotetikal14 Prof. Onong Uchjana Affendy. M.A ,2003. Ilmu,Teori Dan Filsafat Komunikasi (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti) h, 327

15 Stephen W. Littlejohn, Theories of Human Communiation, Wadsworth Publication, New Jersey,

1996. Hal 78

13

Ini adalah tahap teori dimana tampak gambaran realitas dan pembinaan

kerangka kerja pengetahuan.

c. Tahap deskriptif

Tahap ini meliputi pernyataan-pernyataan aktual mengenai kegiatan dan

penemuan-penemuan yang berkaitan dengannya.

Ketiga tahap tersebut tidak berlangsung secara terpisah: apabila beroperasi

pada salah satu tahap, seorang cendekiawan selalu menelaah dua tahap lainnya pada

saat yang sama. Selanjutnya marilah kita kaji keempat tema yang telah disebutkan

tadi dalam arus peristiwa-peristiwa (flow of events) yang berlangsung.

Yang dimaksud empat tema16 adalah sebagai berikut:

a. Tema Epistemology (pertanyaan mengenai pengetahuan); adalah cabang

filsafat yang menyelidiki asal, sifat, metode dan batasan pengetahuan

manusia.

Littlejohn mengajukan pertanyaan : Dengan proses bagaimana timbulnya

pengetahuan ? terdapat empat posisi :

1. Mentalisme atau rasionalisme yang menyatakan bahwa pengetahuan timbul

dari kekuatan pikiran manusia. Posisi ini menempatkan pada penalaran

manusia.

2. Empirisme yang menyatakan bahwa pengetahuan muncul dalam persepsi.

Melihat dunia apa yang sedang terjadi.

3. Konstruksivisme yang menyatakan bahwa orang menciptakan pengetahuan

agar berfungsi secara pragmatis dalam kehidupannya. Percaya bahwa

fenomena di dunia dapat dikonsepsikan dengan berbagai cara, dimana

pengetahuan berperan penting untuk merekayasa dunia.

4. Konstruksivisme sosial mengajarkan bahwa pengetahuan merupakan produk

interaksi simbolik dalam kelompok sosial. Realitas dikonstruksikan secara

sosial sebagai produk kehidupan kelompok dan kehidupan budaya.

b. Tema Ontology (pertanyaan mengenai eksistensi);

16 Prof. Onong Uchjana Affendy. M.A ,2003. Ilmu,Teori Dan Filsafat Komunikasi (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti), hal, 329

14

Ontology adalah cabang filsafat mengenai sifat wujud (nature of being) atau

sifat fenomena yang ingin kita ketahui, dalam sosiologi berkaitan dengan sifat

interaksi sosial.17 Dalam teori komunikasi tampak berbagai posisi ontologis, tetapi

dapat dikelompokan menjadi dua posisi yang saling  berlawanan :

1. Teori Aksional (actional theory);

Bahwa orang menciptakan makna, mereka mempunyai tujuan, mereka

menentukan pilihan nyata. Berpijak pada landasan teleologis yang menyatakan bahwa

orang mengambil keputusan yang dirancang untuk mencapai tujuan.

2. Teori Non-aksional (nonactional theory);

Bahwa perilaku pada dasarnya ditentukan oleh dan responsive terhadap

tekanan-tekanan yang lalu. Tradisi ini dalil-dalil tertutup biasanya dipandang tepat,

interpretasi aktif seseorang dilihat dengan sebelah mata.

c. Tema Perspective (pertanyaan mengenai focus).

Suatu teori terdapat pada fokusnya. Perspektif berkorelasi dengan

epistemology dan ontology disebabkan bagaimana teoritisi memandang pengetahuan

dan bagaimana pengaruhnya terhadap perspektif teori. Teori komunikasi menyajikan

perspektif khusus darimana prosesnya dapat dipandang.

Suatu perspektif adalah sebuah titik pandang, suatu cara

mengkonseptualisasikan sebuah bidang studi. Perspektif ini memandu seorang

teoritikus dalam memilih apa yang akan dijadikan fokus dan apa yang akan

ditinggalkan, bagaimana menerangkan prosesnya, dan bagaimana

mengkonseptualisasikan apa yang diamati.

Empat jenis yang dinilainya memadai dalam pembahasan perspektif,18 yaitu :

1. Perspektif Behavioristik (behavioristic perspective);

17 Jujun s. Suriasumantri, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, Penerbit: Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 2001, hal 63. 18 Susanto., Astrid S, 1976, Filsafat Komunikasi,  Penerbit Binacipta, Bandung, hal 48

? Effendy., Onong Uchjana, 2000, Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi,  Penerbit PT. Citra Aditya

Bakti, Bandung, hal 56

15

Timbul dari psikologi mazhab perilaku atau behavioral, menekankan pada

rangsangan dan tanggapan (stimulus dan response) yang cenderung menekankan pada

cara bahwa orang dipengaruhi oleh pesan.

2. Perspektif Transmisional (transmissional perspective);

Memandang komunikasi sebagai pengiriman informasi dari sumber kepada

penerima, menggunakan gerakan model linier dari suatu lokasi ke lokasi lain.

Menekankan pada media komunikasi, waktu dan unsur-unsur konsekuensial.

3. Perspektif Interaksional (interactional perspective);

Mengakui bahwa para pelaku komunikasi secara timbal balik menanggapi satu

sama lain. Umpan balik dan efek bersama merupakan kunci konsep.

4. Perspektif Transaksional (Transactional perspective);

Menekankan kegiatan saling beri. Memandang komunikasi sesuatu di mana

pesertanya terlibat secara aktif, menekankan konteks, proses dan fungsi. Komunikasi

dipandang situasional dan sebagai proses dinamis yang memenuhi fungsi-fungsi

individual dan sosial.

d. Tema Axiology (pertanyaan mengenai nilai).

Cabang Filsafat yang mengkaji nilai-nilai. Bagi pakar komunikasi, ada tiga

persoalan aksiologis19 :

1. Apakah Teori Bebas Nilai ?

Ilmu klasik menganggap teori dan penelitian bebas nilai. Ilmu pengetahuan

bersifat netral, berupaya memperoleh fakta sebagaimana tampak dalam dunia nyata.

Jika ada pendirian ilmu pengetahuan tidak bebas nilai, karena karya peneliti dipandu

oleh suatu kepentingan dalam cara-cara tertentu dalam melaksanakan penyelidikan.

19

16

Beberapa cendikiawan berpendapat bahwa teori tidak pernah bebas nilai

dalam metode dan substansinya. Para ilmuwan memilih apa yang akan dipelajari, dan

pemilihan itu dipengaruhi oleh nilai-nilai baik personal maupun institusional.

2. Sejauh mana pengaruh praktek penyelidikan terhadap obyek yang dipelajari ?

Titik pandang ilmiah menunjukan bahwa para ilmuwan melakukan

pengamatan secara hati-hati, tetapi tanpa interferensi dengan tetap memelihara

kemurnian pengamatan. Beberapa kritisi tetap berpendapat bahwa teori dan

pengetahuan mempengaruhi kelangsungan hidup manusia.

3. Sejauh mana ilmu berupaya mencapai perubahan sosial ?

Apakah para ilmuwan akan tetap objektif atau akan berupaya membantu

perubahan sosial dengan cara-cara yang positif ? Peranan ilmuwan adalah

menghasilkan ilmu, sarjana bertanggungjawab berkewajiban mengembangkan

perubahan yang positif.

Jadi secara keseluruhan, persoalan aksiologis ini terdapat dua posisi umum,20

yaitu :

1. Ilmu yang sadar nilai (value-conscious) mengakui pentingnya nilai bagi

penelitian dan teori secara bersama berupaya untuk mengarahkan nilai-nilai

kepada tujuan positif.

2. Ilmu yang bernilai netral (value-neutral) percaya bahwa ilmu menjauhkan diri

dari nilai-nilai, dan bahwa para cendikiawan mengontrol efek nilai-nilai.

20 Jujun s. Suriasumantri, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, Penerbit: Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 2001, hal 229

17

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan.

Epistemologi merupakan teori pengetahuan yang membahas berbagai segi

pengetahuan , yang mana dari kemungkinan, asal mula, sifat alami, batas-batas,

asumsi dan landasan, validitas dan reabilitas sampai persoalan kebenaran. Ontologi

sendiri dipandang sebagai teori mengenai apa yang ada.

Sedangkan Metodologi Ilmu merupakan penelaahan terhadap metode khusus

dipergunakan dalam sesuatu ilmu. Kokohnya metode menentukan validitas dan

rellabilitas dari hasil ilmu. Dan struktur logis dari suatu ilmu mensyaratkan agar

sesuatu ilmu dalam penyimpulanya tunduk pada kaidah-kaidah logika dengan standar

ketelitian logis yang tinggi.

18

DAFTAR PUSTAKA

Burhanuddin Salam, [1993], Sejarah Filsafat Ilmu dan Teknologi, Penerbit: Reneka

Cipta Jakarta.

Effendy, O.U, 2003. Ilmu, Teori dan Filsafat Komunikasi. Bandung, Citra Aditya

Bakti.

Stephen W. Littlejohn, Theories of Human Communiation, Wadsworth Publication,

New Jersey, 1996.

Prof. Onong Uchjana Affendy. M.A ,2003. Ilmu,Teori Dan Filsafat Komunikasi

(Bandung : PT. Citra Aditya Bakti)

Sasa Djuarsa S., Teori Komunikasi, Universitas Terbuka, Jakarta. 2003.

Jujun s. Suriasumantri, Filsafat Ilmu Sebuah Pengantar Populer, Penerbit: Pustaka

Sinar Harapan, Jakarta, 2001.

Susanto., Astrid S, 1976, Filsafat Komunikasi,  Penerbit Binacipta, Bandung.

Drs. A. M. Moefad, SH, M.Si., Hang out filsafat komunikasi.

William S. Sahakian dan Mabel Lewis Sahakian, Realism of Philosophi (Cambridge,

Mass.: Schhenkman, 1965).

Ismaun, (2001), Filsafat ilmu, (Diktat Kuliah), Bandung : UPI Bandung.

http://etika-filsafat-komunikasi.blogspot.com/

19

Anton Baker, Ontologi atau Metafisika Umum, (Yogyakarta: Kanisius, 1992).

Seperti yang dikutip oleh Endang Saifuddin Anshari dalam bukunya: Ilmu, Filsafat

dan Agama (Bina Ilmu, Surabaya, 1987).

Sasa Djuarsa S., Teori Komunikasi, Universitas Terbuka, Jakarta. 2003.

20