[Files.indowebster.com] Fisika Batuan Prof. Sismanto

72
DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL UNIVERSITAS GADJAH MADA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM PROGRAM STUDI GEOFISIKA HANDOUT KULIAH FISIKA BATUAN OLEH : Prof. Dr. Sismanto YOGYAKARTA 2012

description

dc

Transcript of [Files.indowebster.com] Fisika Batuan Prof. Sismanto

Page 1: [Files.indowebster.com] Fisika Batuan Prof. Sismanto

DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL

UNIVERSITAS GADJAH MADA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

PROGRAM STUDI GEOFISIKA

HANDOUT KULIAH FISIKA BATUAN

OLEH :

Prof. Dr. Sismanto

YOGYAKARTA 2012

Page 2: [Files.indowebster.com] Fisika Batuan Prof. Sismanto

[HANDOUT FISIKA BATUAN ] 2012

1

Fisika Batuan

Oleh Sismanto

I. Pendahuluan

Informasi tentang struktur bawah permukaan menjadi jelas karena adanya data

seismik yang telah dimanfaatkan oleh ahli-ahli eksplorasi lebih dari empat puluh

tahun terakhir. Ribuan sumur-sumur minyak dan gas bumi telah diketemukan di dunia

ini, dan jasa metode seismik dalam penemuan itu tidak dapat diabaikan. Walaupun

terdapat keterbatasan-keterbatasan di dalam metode seismik, terutama tentang resolusi

data seismik, namun para ahli mulai ramai berusaha untuk memeras informasi-

informasi data seismik yang lebih rinci dari pada sekedar struktur dan strata seperti

yang selama ini dimanfaatkan. Informasi-informasi yang dimaksud adalah parameter-

parameter petrofisika dari batuan reservoar yang berada di bawah permukaan. Untuk

mendapatkan informasi tersebut metode konvensional yang sering dilakukan adalah

melalui pengambilan inti pengeboran (coring) dan data log.

Parameter-parameter petrofisika batuan reservoar yang dicari oleh para ahli

perminyakan diantaranya adalah porositas, permeabilitas, saturasi air (fluida),

densitas, volume, tekanan dan temperatur. Dapat dipahami bahwa nilai-nilai parameter

reservoar tersebut mempunyai pengaruh yang cukup berarti terhadap bentuk dan

perilaku gelombang seismik yang melalui reservoar tersebut yang terekam oleh

detektor di permukaan (Dutta dan Ode, 1979a; Dutta dan Ode, 1979b; Smith dan

Gidlow, 1987; Akbar, dkk., 1993; Best, dkk., 1994; Sheriff dan Geldart, 1995;

Santoso, dkk. 1995; Santoso, dkk., 1999).

Teknologi seismik yang kini telah berkembang begitu pesat mengarah pada

seismik lithologi dan petrofisika yang mampu menghasilkan informasi-informasi yang

lebih detil dan akurat, sehingga seringkali data-data seismik masa lalu diproses ulang

untuk dikaji lebih mendalam. Data seismik permukaan telah digunakan se-optimal

mungkin untuk memperkirakan karakter lithologi suatu jenis batuan reservoar bawah

permukaan, seperti kandungan fluida, porositas, permeabilitas beserta sifat-sifat

fisikanya untuk keperluan eksplorasi dan eksploitasi migas secara efektif dan efisien.

Perkembangan penelitian dan pengujian laboratorium yang banyak dilakukan

para pakar baik secara analitis teoritis (Stoll 1974; McCann dan McCann, 1985; de la

Page 3: [Files.indowebster.com] Fisika Batuan Prof. Sismanto

[HANDOUT FISIKA BATUAN ] 2012

2

Cruz dan Spanos, 1985; Gibson dan Toksoz, 1990; Turgut, 2000) maupun empiris

lapangan ( Rafavich dkk., 1984; Klimentos, 1991; Best, dkk., 1994; Huang, dkk.,

1996; Munadi, 1998; Schön, 1998; Saar dan Manga, 1999) menunjukkan adanya

hubungan yang sangat erat antara besaran-besaran petrofisika reservoar terhadap

parameter-parameter inelastis dan elastis gelombang seismik seperti koefisien

atenuasi, faktor kualitas, amplitudo (koefisien refleksi), frekuensi dan kecepatan (Best

dan Sams, 1997; Best, 1997; Knight, dkk., 1998; Carcione dan Seriani, 1998;

Assefa, dkk., 1999; Dunn, dkk., 1999).

Nilai parameter gelombang yang dapat diukur ternyata sangat bergantung pada

nilai dari tetapan elastisitas batuan. Ini menunjukkan bahwa nilai parameter

petrofisika batuan pada hakekatnya adalah wujud lain dari tetapan elatisitas batuan,

dan tetapan elastisitas batuan inilah yang memberikan pengaruh langsung terhadap

bentuk dan tingkah laku gelombang seismik yang terekam dipermukaan.

Studi pemodelan numerik untuk memvisualisasikan perilaku perambatan

gelombang dalam medium berpori tersaturasi fluida telah banyak pula dilakukan

untuk mengetahui seberapa besar pengaruh-pengaruh besaran petrofisika reservoar

terhadap kecepatan, frekuensi dan amplitudo gelombang seperti yang dilakukan oleh

Turgut dan Yamamoto, (1988), Hassanzadeh (1991), Mavko, dkk., (1998), Keller,

dkk, (1999) dan lainnya. Rumusan dasar dan model yang digunakan untuk

menurunkan persamaan - persamaan perambatan gelombang serta kombinasinya

banyak menggunakan model Biot (Domenico, 1977), Geertsma dan Smit, (1961),

White, (1975; 1986), Gassmann (Berryman dan Milton, 1991), dan Squirt Model

(Dvorkin, dkk., 1994; Dvorkin, dkk., 1995).

Pengkajian tersebut di atas sangat banyak manfaat informasinya terutama

dalam geoteknik yang mana pengaruh dari saturasi air dan tekanan pori pada

kekuatan batuan dan modulus elastisitas. Hal ini sangat perlu diketahui lebih dini

didalam merancang pembuatan bangunan-bangunan besar atau bertingkat. Di dalam

industri migas efek perubahan bulk kompresibilitas, porositas, kejenuhan fluida,

permeabilitas dari batuan sedimen sangat diperlukan dalam interpretasi data seismik

dan perhitungan cadangan migas yang dapat diambil.

Kajian penghitungan inversi permeabilitas berangkat dari pemodelan maju

perambatan gelombang seismik di dalam medium berpori yang tersaturasi fluida

dalam konfigurasi profil seismik vertikal (VSP)) dimana Turgut dan Yamamoto,

(1988) telah memasukkan dalam model mediumnya faktor kualitas Q atau atenuasi,

Page 4: [Files.indowebster.com] Fisika Batuan Prof. Sismanto

[HANDOUT FISIKA BATUAN ] 2012

3

porositas dan permeabilitas. Kemudian Turgut dan Yamamoto, (1990) menghitung

parameter reservoar tersebut dengan simulasi numerik dan uji data riil di laboratorium

pada frekuensi orde kiloherzt dengan menggunakan gelombang ultra sonik. Model

seismogram sintetik yang dibuat Turgut dan Yamamoto, (1988) menggunakan metode

Ganley, (1981) dalam 1 dimensi.

Dalam kajian ini, penulis menggunakan pemodelan maju Ganley, (1981) dan

mengkombinasikan faktor disipasi energi gelombangnya antara yang digunakan oleh

Ganley dan Turgut-Yamamoto untuk pembuatan seismogram sintetik. Konfigurasi

yang digunakan adalah VSP (vertical seismic profiling) dan HSP (horizontal seismic

profiling) dan direalisasikan dalam pendekatan 1 dimensi (1D) secara analitik dan 2

dimensi (2D) melalui pendekatan beda hingga. Dengan demikian diharapkan pengaruh

parameter-parameter reservoar seperti porositas, permeabilitas dan akan dapat dilihat

langsung secara visual pada bentuk gelombang dan kecepatannya.

Pemodelan maju dibuat dalam konfigurasi HSP dengan tujuan untuk menguji

metode estimasi permeabilitas dengan struktur sesederhana mungkin, karena sasaran

kajian ini bukan untuk mengkaji pengaruh struktur. Sasaran lain dari pemodelan

sederhana ini adalah untuk melihat pengaruh-pengaruh paramater reservoar terhadap

amplitudo dan kecepatan gelombang seismik terhadap jarak secara parsial. Selain itu

seismogram sintetik 1D juga dimaksudkan untuk menguji validitas metode inversi

permeabilitas yang dikembangkan, sedangkan seismogram sintetik 2D digunakan

untuk mengkaji pengaruh perubahan parameter reservoar tehadap kecepatan. Metode

inversi yang telah diketahui karakterisasinya diterapkan pada data riil sebagai ujicoba

kelayakan. Kejenuhan air dapat juga dilakukan dengan menggunakan data empiris

yang diperoleh oleh Munadi, (1998), setelah ditentukan parameter porositas, rasio

poisson dan kecepatan gelombang P.

Seismogram sintetik VSP digunakan untuk membandingkan sifat-sifat pengaruh

medium yang menggunakan persamaan gelombang akustik/ elastik, inelastik dan

poroelastik.

II. Parameter Petrofisis Reservoar

Pada dasarnya semua sifat-sifat fisis batuan reservoar dipengaruhi oleh struktur

mikro pori. Namun demikian tidak semua informasi parameter fisis mikro dapat

diukur secara langsung, seperti porositas, permeabilitas, tekanan kapiler dan lain

Page 5: [Files.indowebster.com] Fisika Batuan Prof. Sismanto

[HANDOUT FISIKA BATUAN ] 2012

4

sebagainya. Pengukuran dapat dilakukan dengan cara mengukur besaran fisis lain dan

kemudian dihitung melalui hubungan-hubungan yang melibatkan parameter mikro

tersebut. Beberapa parameter petrofisis yang dominan mempengaruhi kecepatan

gelombang seismik seperti, densitas, permeabiltas, saturasi air, dan porositas akan

diulas secara singkat.

Seperti yang telah dipahami bahwa, bagian ruang dari suatu massa batuan sering

disebut sebagai pori. Terdapat tiga sifat fisis yang berhubungan dengan ruang/ pori ini,

yaitu

a. Porositas, merupakan perbandingan antara volume semua ruang (termasuk

pori, rekahan (fracture), retakan (cracks), celah, lubang, dll) terhadap volume

total suatu massa batuan atau medium.

b. Permukaan internal spesifik, adalah besarnya luas permukaan pori yang

berkaitan dengan volume pori atau massa batuan. Permukaan ini

menggambarkan morphologi-dalam permukaan pori dan mengontrol efek

antarmuka pada batas antara butiran penyusun massa batuan dengan cairan

yang mengisi pori.

c. Permeabilitas, adalah kemampuan untuk meloloskan cairan melalui pori-pori

yang ada.

Terdapat hubungan yang jelas antara parameter-parameter tersebut, walaupun

setiap sifat-sifat fisis batuan independen terhadap yang lain. Hubungan tersebut dapat

diturunkan secara analitik teoritis, misal seperti yang disampaikan oleh Thompson

(Schön, 1998) maupun secara empiris eksperimental, misalnya seperti yang diungkap

oleh (Sen, dkk., 1990). Namun demikian terdapat tiga hal yang penting dari ketiga

parameter tersebut di atas (Schön, 1998), yaitu

a. Bahwa ketiga parameter tersebut merupakan sifat dasar dari setiap karakterisasi

reservoar, termasuk juga gerakan fluida dan prosesnya juga masalah kontaminasi

dan lingkungan yang ditimbulkannya.

b. Permeabilitas nampaknya menjadi sifat fisis yang terpenting dan tersulit

ditentukan untuk semua masalah reservoar. Karena parameter inilah yang

mengontrol suatu batuan reservoar dapat menghantarkan atau mengalirkan fluida

atau tidak.

c. Porositas secara khusus adalah besaran yang paling banyak mempengaruhi sifat-

sifat fisis batuan lainnya, seperti kecepatan gelombang elastik, kelistrikan,

Page 6: [Files.indowebster.com] Fisika Batuan Prof. Sismanto

[HANDOUT FISIKA BATUAN ] 2012

5

konduktivitas panas dan lain sebagainya. Hal ini juga berarti bahwa permukaan

internal spesifik dan yang berhubungan dengan efek antarmuka akan mempunyai

pengaruh yang kuat juga terhadap parameter-parameter fisis tersebut.

1. Porositas

Seperti yang telah disampaikan di atas bahwa, porositas adalah perbandingan

antara volume ruang pori vp terhadap volume total atau volume bulk v dari massa

batuan yang secara matematis dituliskan sebagai,

v

v

v

vmp

1 (2.1)

dengan vm adalah volume batuan bagian padatnya.

Porositas adalah besaran yang tidak berdimensi dan sering dinyatakan dalam

bagian (fraction) atau persen. Porositas merupakan hasil proses geologis, fisis dan

kimiawi selama dalam proses pembentukan batuan tersebut maupun pada tahap

setelah pembentukan, sehingga dapat menimbulkan porositas primer maupun

porositas sekunder. Secara petrographi asal mula pembentukan porositas dapat

dibedakan menjadi,

1. Porositas intergranular, yaitu ruang pori yang terbentuk antar butiran partikel atau

fragmen material klastik akibat batuan yang memiliki kemas lepas (looses

packing), terkompaksi atau tersementasi.

2. Porositas intragranular atau interkristalin, terbentuk akibat adanya shrinking (

lenyapnya butiran akibat reaksi kimia ) atau kontraksi butiran.

3. Porositas rekahan, diakibatkan oleh adanya proses mekanik atau proses kimiawi

secara parsial terhadap batuan yang masiv pada awalnya, seperti batu gamping.

Porositas jenis ini merupakan porositas sekunder.

4. Porositas vugular, adalah porositas yang dibentuk oleh organisme dan bersamaan

dengan terjadinya proses/ reaksi kimia pada tahapan selanjutnya. Porositas ini

merupakan jenis porositas primer dan sekunder.

Jenis dan derajad koneksi (hubungan) antar pori (interconnection) adalah suatu

hal yang tidak mudah diklasifikasikan, karena geometri bentuknya sangat komplek.

Pori-pori dapat saja berhubungan seluruhnya atau sebagian terisolasi satu sama

lainnya. Oleh karena itu untuk keperluan teknis didefinisikan beberapa pengertian

porositas sebagai berikut (Schön, 1998);

Page 7: [Files.indowebster.com] Fisika Batuan Prof. Sismanto

[HANDOUT FISIKA BATUAN ] 2012

6

1. Porositas total tot , adalah porositas yang berkaitan dengan semua ruang pori,

lubang, retakan dan lainnya. Porositas total merupakan jumlahan dari porositas

primer dan porositas sekunder.

2. Porositas interkoneksi, adalah porositas yang hanya berkaitan dengan ruang

yang saling berhubungan saja. Ruang pori-pori dipandang saling berhubungan

bila dapat mengalirkan arus listrik atau fluida di antara dinding-dinding pori

tersebut. Perbedaan porositas total dengan porositas interkoneksi dapat

diberikan contoh dengan batu pumice. Pumice mempunyai porositas total 50 %,

tetapi porositas interkoneksinya 0 %, karena pori-pori yang ada masing-masing

terisolasi sehingga tidak membentuk suatu kanal untuk mengalirkan fluida.

3. Porositas potensial, adalah bagian dari porositas interkoneksi yang mempunyai

diameter saluran koneksi cukup besar untuk meloloskan/ mengalirkan fluida.

Porositas potensial ini memiliki batas diameter minimum agar dapat berfungsi

sebagai saluran koneksi (> 50 m untuk minyak, dan > 5 m untuk gas).

4. Porositas efektif, adalah porositas yang tersedia untuk fluida dapat bergerak

bebas. Porositas ini yang sering digunakan dalam analisis log.

Secara umum porositas pada batuan diperoleh urut-urutan porositas yang

semakin mengecil pada batuan berikut ini,

sedimen laut berpori tinggi

sedimen yang takterkompasi (menurun dari clay-silt-sand-gravel)

batu pasir

batuan karbonat (batu gamping – dolomit)

anhydrit

sebagian batuan beku dan jenis-jenis batuan masive lainnya.

Nilai porositas juga bergantung dari kemas (packing) butir partikelnya. Untuk

butir berbentuk bola yang terkemas dalam kubus berbeda dengan yang terkemas

dalam bentuk hexagonal. Bentuk kemas tersebut sering digunakan untuk memodelkan

batu pasir yang takterkompaksi. Perhitungan porositas dengan asumsi butir berbentuk

bola teratur dalam suatu kubus akan menghasilkan porositas sebesar,

4764,06

1).2(

113

3

34

r

r

v

v

v

v

kubus

bola

kubus

pori

kubus (2.2)

dan untuk kemasan hexagonal memiliki nilai porositas yang lebih kecil yaitu 25,9 %.

Page 8: [Files.indowebster.com] Fisika Batuan Prof. Sismanto

[HANDOUT FISIKA BATUAN ] 2012

7

2. Porositas terhadap ukuran butir

Sifat geometri butiran akan mempengaruhi porositas, seperti,

1. ukuran butir, dengan semakin kecilnya ukuran butir, porositasnya akan

semakin besar, seperti yang diperlihatkan pada Tabel II.1.

2. distribusi dan pemilahan ukuran butir (sorti), dengan naiknya sorti pada

umumnya porositas ikut naik. Pada sedimen yang sortinya jelek, ruang antar

butiran dengan diameter yang besar akan diisi oleh butiran-butiran lain yang

lebih kecil.

3. bentuk butiran, porositas cenderung naik pada butiran yang berbentuk bola

atau butiran yang membulat hingga ke bentuk butiran yang menyudut.

Tabel II.1. Pengaruh diameter butiran terhadap porositas (Schön, 1998)

Jenis sedimen Diameter butiran rata-rata

(mm)

Densitas

(g/cm3)

Porositas

(%)

Sand (coarse),

(fine),

(very fine)

Silty sand

Sandy silt

Silt

Sand-silt-clay

Clayey silt

Silty clay

0,5285

0,1638

0,0988

0,0529

0,0340

0,0237

0,0177

0,0071

0,0022

2,034

1,962

1,878

1,783

1,769

1,740

1,575

1,489

1,480

38,6

44,5

48,5

54,2

54,7

56,2

66,3

71,6

73,0

3. Pengaruh proses diagenesa, kedalaman dan tekanan

Diindikasikan bahwa tahapan berikut mengakibatkan menurunnya porositas

intergranular yaitu

Page 9: [Files.indowebster.com] Fisika Batuan Prof. Sismanto

[HANDOUT FISIKA BATUAN ] 2012

8

1. Kemas (packing), mengakibatkan partikel-partikel sedimen yang lepas

terkumpul menempati posisi yang lebih stabil dibawah tekanan beban material

di atasnya (overburden) yang bertambah besar sesuai dengan kedalamannya.

2. Kompaksi, menyebabkan porositas menurun akibat deformasi butiran karena

proses mekanik dan sebagian kimiawi di bawah tekanan overburden (beban)

yang bertambah besar. Titik-titik kontak antar butir secara gradual berubah

bentuknya dari titik singgung atau datar menjadi bentuk cekung-cembung.

3. Sementasi, proses pengendapan materi-materi yang terurai pada permukaan

batuan bebas, khususnya di sekitar daerah kontak, masih mengalami

pengurangan ruang pori akibat tekanan yang meningkat terus.

Ketiga proses tahapan tersebut mengakibatkan pengurangan porositas secara

taklinier terhadap tekanan overburden (p) atau beban material di atas sebagai fungsi

kedalaman (z). Pendekatan bentuk persamaan takliniernya dapat berupa,

a. Logaritmik pAp

zAz

o

o

ln)(

ln)(

2

1

(2.3)

o adalah porositas awal pada z = 0 atau p = 0, A1 dan A2 adalah tetapan yang

ditentukan secara empiris dan bergantung pada kompresibilitas batuan.

b. Exponensial pB

o

zB

o

ep

ez

2

1

.)(

.)(

(2.4)

Faktor B1 dan B2 identik dengan A1 dan A2 pada bentuk logaritmik.

Untuk batuan sedimen di Russia sampai kedalaman 3 km sesuai dengan

persamaan,

z

o ez 45,0.)( , (2.5)

dengan z dalam km (Schön, 1998) dan dirumuskan pula hubungan porositas batupasir

dari Yugoslavia dengan porositas awal 0,496 sebagai,

zez 556,0. 496,0)( , (2.6)

demikian pula hubungan yang sama, untuk yang melibatkan kandungan clay dalam

bentuk,

p

o C)-(1CΦΦ ..)(

Dep , (2.7)

Page 10: [Files.indowebster.com] Fisika Batuan Prof. Sismanto

[HANDOUT FISIKA BATUAN ] 2012

9

dengan C dan D diperoleh secara empiris, nilai C akan mengecil dengan

bertambahnya kandungan clay. Schön, (1998) merangkum beberapa persamaan yang

serupa lainnya untuk batupasir dan batulempung dalam Tabel II.2.

Tabel II.2. Hubungan Porositas terhadap Kedalaman untuk Batupasir dan

Batulempung dari Laut Utara (Schön, 1998).

No. Sedimen Persamaan hubungan

1. Batupasir ).10.7,2exp(.49,0 4 z

2. Batupasir 284 .10.604,2.10.719,2728,0 zz

3. Batulempung ).10.1,5exp(.803,0 4 z

4. Batulempung 232 )1ln(.10.4,5)1ln(.10.3,4803,0 zz

5. Batulempung 284 .10.604,2.10.34,2803,0 zz

4. Permukaan internal spesifik (Specific internal surface)

Porositas berkaitan dengan volume ruang (pori, retakan, lubang dan lain

sebagainya) batuan, sedangkan permukaan internal spesifik S merupakan luasan

permukaan ruang-ruang tersebut yang berhubungan dengan volume total batuan (Stot),

volume pori (Spor), volume partikel/matrik padatnya (Sm) dan massa kering batuan

(Sma).

Parameter-parameter tersebut berhubungan melalui persamaan berikut,

mportot SSS ).1(. , (2.8)

m

mma

ρ

SS , (2.9)

dengan m adalah densitas material matrik padatnya.

Permukaan internal spesifik Spor identik dengan kapilaritas rata-rata, dengan

satuan untuk Stot, Spor, dan Sm adalah 3

2

m

m= m

-1, pada umumnya yang sering digunakan

adalah m-1

, dan Sm adalah m2/g atau m

2/kg.

Permukaan internal spesifik ini sangat bergantung pada bentuk dan ukuran pori,

struktur mikro dan morphologi antarmuka antara matrik-pori. Pada umumnya

permukaan internal spesifik akan bertambah besar dengan mengecilnya pori atau

Page 11: [Files.indowebster.com] Fisika Batuan Prof. Sismanto

[HANDOUT FISIKA BATUAN ] 2012

10

ukuran butir partikel padatnya. Keberadaan partikel yang lebih halus seperti clay,

karbonat dan mineral lainnya pada permukaan pori juga akan menaikan nilai

permukaan internal, karena ia akan menimbulkan jenis struktur permukaan baru.

5. Permeabilitas

Permeabilitas merupakan sifat batuan berpori yang mengalirkan fluida melalui

ruang-ruang pori. Permeabilitas bergantung pada porositas, dimensi dan geometri

ruang pori sehingga dapat merupakan sebuah tensor. Henry Darcy menemukan

hubungan dasar untuk suatu aliran laminer fluida viskos yang melalui batuan berpori

sebagai,

ku . (2.10)

dengan u adalah volume densitas aliran atau volume fluida yang mengalir persatuan

luas, sering disebut juga sebagai kecepatan filtrasi. p adalah tekanan fluida, adalah

viskositas dinamik dan k adalah permeabilitas batuan. Untuk menyatakan

permeabilitasnya persamaan (2.10) dituliskan kembali sebagai,

p

uηk

(2.11)

Persamaan (2.11) berlaku untuk kondisi isotrop dan aliran fluida laminer. Pada

batuan anisotrop permeabilitasnya harus diperhitungkan sebagai tensor (Schön, 1998).

Jika suatu batuan berpori dan permeabel mengalirkan dua jenis fluida, misal air

sebagai fluida basah dan minyak sebagai fluida takbasah, maka terdapat permeabilitas

relatif yang didefinisikan sebagai perbandingan antara permeabilitas efektif dari

masing-masing fluida terhadap permeabilitas batuan absolutnya.

Satuan permeabilitas dalam SI adalah m2 atau lazimnya m

2. Dalam industri

dan keperluan teknis sering dinyatakan dalam Darcy (d) yang didefiniskan sebagai

berikut;

1 d artinya suatu batuan dapat meloloskan fluida yang mempunyai viskositas 1 cP

(sentiPoise) dengan kecepatan filtrasi 1 cm/s pada gradien tekanan 1 atm/cm. Satuan

yang sering digunakan adalah milidarcy (mD), sedangkan konversi mD ke SI adalah 1

d = 0,9869 m2

= 0,9869 x 10-12

m2 sehingga, 1 m

2 =1,0133 d, atau untuk keperluan

praktis 1 d 1 m2. Untuk reservoar migas yang tergolong bagus bila mempunyai

nilai permeabilitas k 100 md = 0,1 d (Gueguen dan Palciauskas, 1994).

Page 12: [Files.indowebster.com] Fisika Batuan Prof. Sismanto

[HANDOUT FISIKA BATUAN ] 2012

11

Di dalam hidrologi, aliran fluidanya selalu air, sehingga gradien tekanan fluida

diperoleh dari beda tinggi h antara beda dua jarak l. Maka dalam kajian hidrologi

persamaan (2.11) dituliskan kembali dalam bentuk,

l

hku f

Δ (2.12)

dengan kf disebut sebagai koefisien permeabilitas hydrolik atau konduktivitas yang

mempunyai dimensi kecepatan (cm/s). Persamaan (2.12) tersebut berlaku hanya pada

medium yang berisi air, artinya untuk viskositas dan densitas fluida tetap. Dengan

pengertian tersebut, satuan permeabilitas k mempunyai faktor konversi dengan kf

sebagai, 1 md 10-6

cm/s = 10-8

m/s, atau 1 m/s 105 d. Untuk aquifer (reservoar

yang berisi air) yang tergolong bagus mempunyai permeabilitas 1 d. Contoh

permeabilitas beberapa batuan sedimen taktermampatkan diberikan pada Tabel II.3.

Tabel II.3. Permeabilitas batuan sedimen taktermampatkan (Schön, 1998).

Jenis Batuan kf (m/s) k (d)

Gravel (bersih) 10-2

... 10-1

103 ... 10

4

Batupasir (kasar) 10-3

102

Batupasir (medium) 10-4

... 10-3

101 ... 10

2

Batupasir (halus) 10-4

... 10-5

10-1

... 100

Batupasir (silty) 10-5

... 10-7

10-2

... 100

Silt (clayey) 10-6

... 10-9

10-4

... 10-1

Clay < 10-9

< 10-4

6. Densitas batuan

Densitas merupakan sifat fisis batuan yang mempunyai pengaruh signifikan

terhadap parameter fisis lainnya dari beberapa jenis batuan. Densitas didefinisikan

sebagai perbandingan massa m terhadap volume v suatu batuan, ditulis

v

mρ (2.13)

Dalam SI densitas mempunyai satuan kg/m3. Karena batuan bersifat heterogen, maka

diperlukan pengertian-pengertian densitas khusus yang berkaitan dengan komponen-

komponen materi penyusun yang membentuk suatu batuan. Sehingga dikenal adanya

Page 13: [Files.indowebster.com] Fisika Batuan Prof. Sismanto

[HANDOUT FISIKA BATUAN ] 2012

12

- densitas bulk, yaitu densitas rata-rata dari suatu batuan volume batuan

(termasuk juga di dalamnya adanya pori, lubang dan lainnya). Sebagai

contoh untuk batu pasir mempunyai bulk densitas batu pasir.

- densitas individu dari komponen batuan, misal densitas mineral kuarsa.

- densitas rata-rata dari materi matrik padat suatu batuan, misal densitas

matrik karbonat (tanpa pori-pori), dan

- densitas fluida yang mengisi pori rata-rata, misalnya densitas air pori.

Hasil pengukuran densitas dengan gamma-gamma log, densitas (gg) diukur

berdasarkan hamburan Compton. Densitas ini berkaitan dengan densitas pada

persamaan (2.13) yang telah dimanipulasi menjadi,

A

Zgg .2. (2.14)

dengan Z adalah nomer atom dan A massa atom.

Untuk densitas batuan berpori, maka sebagian volumenya adalah volume pori

yang dinyatakan dalam porositas , sehingga densitas bulknya merupakan jumlahan

dari densitas matrik materi padatnya m dan densitas pori p, ditulis sebagai

pm .).1( (2.15)

Apabila di dalam pori berisi fluida, maka diperlukan parameter lain untuk

menyatakan fluida tersebut yaitu dengan derajad kejenuhan (saturasi). Saturasi suatu

fluida Sf adalah perbandingan antara volume fluida vf tersebut terhadap volume pori

totalnya vp, yaitu

p

f

fv

vS (2.16)

Dengan demikian, berarti bahwa saturasi air adalah Sw=vw/vp, dan saturasi gas adalah

Sg=vg/vp. Batuan yang berisi gas dan air akan mempunyai densitas gabungan ketiga

materi tersebut, yaitu materi matrik padat, fluida dan gas. Berdasarkan persamaan

(2.15) densitasnya dapat dituliskan sebagai,

gwwwm SS ).1(.).1( (2.17)

Densitas fluida dan gas sangat dikontrol oleh komposisi kimiawinya, suhu dan

tekanan. Pada umumnya densitas ini membesar terhadap tekanan dan mengecil

terhadap suhu.

Page 14: [Files.indowebster.com] Fisika Batuan Prof. Sismanto

[HANDOUT FISIKA BATUAN ] 2012

13

Batzle dan Wang, (1992) menurunkan persamaan densitas sebagai fungsi suhu,

tekanan dan kosentrasi NaCl secara empiris untuk air dan brine (air yang mengandung

larutan NaCl) dalam bentuk polinomial, yaitu

)..002,0.333,0..10.3,1..016.0

..2.489.00175,0.3,3.80(101

2235.2

326

pTppTpT

pTpTTTw

(2.18)

dan

),,(.10.44,0668,0. 6

tan CTpfCCwNaCllaru

(2.19)

dengan

)..47.13.3300.380.(..2400.300),,( CppCTTCppCTpf (2.20)

dengan T adalah suhu (oC), p adalah tekanan (MPa), dan C adalah fraksi berat NaCl.

Minyak bumi merupakan fluida rantai carbon dari yang ringan (jumlah carbon

rendah) sampai ke yang berat. Pada kondisi kamar densitas minyak bumi sekitar 0,5

g/cm3 sampai lebih dari 1 g/cm

3, untuk minyak yang sering diproduksi densitasnya

sekitar 0,7 – 0,8 g/cm3.

Batzle dan Wang, (1992) merumuskan hubungan antara densitas minyak yang

bergantung pada tekanan dan suhu dalam bentuk polinomial berikut,

1175,14 )78,17(10.81,3972,0).()( TpT , (2.21)

dengan

pppp o

4237 10. 49,3)15,1)(.10.71,1.00277,0()( .

(2.22)

Densitas bulk batuan sangat bergantung pada komposisi mineral penyusun batuan dan

jumlah pori atau ruang rekahan dan material pengisinya. Di dalam batuan beku dan

kebanyakan batuan metamorf jumlah pori-pori relatif kecil dan dapat diabaikan.

Tetapi untuk batuan sedimen pada umumnya mempunyai ruang pori yang cukup

untuk terisi fluida dan gas.

Hubungan analitik sederhana antara densitas batuan terhadap kedalaman posisi

batuan dirumuskan sebagai,

o

oz

zAzz ln.)()( , (2.23)

dengan z adalah posisi kedalaman sesungguhnya, zo adalah nilai posisi kedalaman di

atasnya dari lapisan yang dipandang sebagai referensi, sedangkan A adalah faktor

tetapan yang berkaitan dengan kompresibilitas yang ditentukan secara empiris. Namun

Page 15: [Files.indowebster.com] Fisika Batuan Prof. Sismanto

[HANDOUT FISIKA BATUAN ] 2012

14

persamaan (2.23) tidak mempunyai nilai asymptotik, persamaan lain yang mempunyai

nilai asymptotik (Schön, 1998) adalah,

).exp(.)()()(

).exp(1.)()()()(

zBzzz

zBzzzz

omm

omo

, (2.24)

dengan zo adalah nilai kedalaman bagian atas dari lapisan yang akan dihitung

densitasnya, zm adalah kedalaman maksimum batuan sedimen tersebut dan B adalah

nilai yang ditentukan secara empiris yang berkaitan dengan kompresibilitas.

Hubungan empiris lain antara densitas batupasir dan batusilt terhadap kedalaman

adalah,

).846,0exp(.244,172,2)( zz , (2.25)

dengan dalam g/cm3 dan z dalam km.

III. Hubungan antar Paremeter Reservoar

1. Permeabilitas terhadap porositas dan permukaan internal

Secara empiris diperoleh hubungan bahwa nilai permeabilitas akan bertambah

besar dengan naiknya nilai porositas, begitu pula bahwa permeabilitas akan naik

dengan membesarnya ukuran butir, seperti halnya pada batuan sedimen yang

takterkompasi dari ukuran clay sampai gravel. Tetapi nilai permeabilitas akan

mengecil dengan adanya kompaksi dan sementasi. Hal ini terjadi karena adanya

pengurangan porositas dan jari-jari pori.

Hubungan permeabilitas batuan yang taktermampatkan terhadap ukuran

diameter butir d, secara empiris dirumuskan oleh Schopper (Schön, 1998) sebagai

dk log.221,21007,2log (2.26)

dengan k dalam (md) dan d dalam (m).

Untuk koefisien pemeabilitas hydrolik, Hanzen (Schön, 1998), merumuskan

sebagai,

2 . 100 mf dk (2.27)

dan Terzaghi (Schön, 1998),

1 . 200 2

wf dk (2.28)

Page 16: [Files.indowebster.com] Fisika Batuan Prof. Sismanto

[HANDOUT FISIKA BATUAN ] 2012

15

dengan dm dan dw adalah diameter rata-rata dan diameter efektif butiran dalam (mm)

yang diperoleh dari kurva distribusi ukuran butir. Berg (Schön, 1998) merumuskan

dalam bentuk lain hubungan antara permeabilitas terhadap diameter butir sebagai,

385,121,56 ..10.1,5 edk (2.29)

dengan adalah faktor pemilah (sorti) yang disebut sebagai persen deviasi (P = P90 -

P10), k dalam d, dan d dalam mm.

Iverson dan Satchwell, (Schön, 1998) menurunkan korelasi multidimensi

antara permeabilitas terhadap parameter petrofisis dan petrographi (porositas dan

diameter rata-rata ukuran butir) dengan menggunakan core dari batupasir Tensleep

(Wyoming, USA), sebagai

d

s

fkd

s

vsBsBBBd

k

10....10. 4

2

3212

2

(2.30)

dengan k (md), d (mm), s adalah standard deviasi dari rata-rata ukuran butir, sk adalah

koefisien kemencengan (skewness), vf adalah fraksi berat bagian yang halus, dan B

adalah koefisient yang diperoleh secara empiris dengan B1 = 0,05408, B2 = 0,05714, B3

= 0,7020, dan B4 = -0,09427. Berdasarkan data core pula di laboratorium Sen, dkk.,

(1990) memperoleh hubungan permeabilitas dengan porositas dan luas permukaan

internal pori, sebagai

08.259,6 ..10 por

m Sk (2.31)

dengan koefisien regresi R = 0,90, dan m adalah exponen Archi yang nilainya

diperoleh dari hubungan m= 2,9 – 1,8s, dengan s adalah faktor kebulatan butiran

sedimen yang nilainya sekitar (0,5 – 1), k (md) dan Spor permukaan internal (m).

Geometri ruang pori juga menentukan permeabilitas dan gaya-gaya kapiler.

Gaya kapiler ini mengontrol tekanan muka air pada sistem pipa kapilernya dan sudut

kontak antara air dan butiran padatnya. Air yang dalam kondisi seperti ini disebut

sebagai “irreducible water” , yaitu air yang tidak dapat dipindahkan/berpindah oleh

gaya-gaya yang bekerja pada fluida di dalam sejumlah pori-pori tersebut. Saturasi air

reducible water Sw,irr cenderung membesar pada batuan yang mempunyai

permeabilitas rendah, dimana sistem pipa kapilaritasnya halus (Schön, 1998).

Berdasarkan pengertian tersebut, beberapa persamaan empiris dapat diturunkan oleh,

Page 17: [Files.indowebster.com] Fisika Batuan Prof. Sismanto

[HANDOUT FISIKA BATUAN ] 2012

16

Tixier (Schön, 1998)

2

,

3

.250

irrwSk

(2.32)

Timur (Schön, 1998)

2

,

25,2

100

irrwSk

(2.33)

dan Coates-Dumanoir (Schön, 1998)

2

,

4

300

w

irrw

w

Swk

(2.34)

dengan w adalah parameter textural yang berkaitan dengan exponen sementasi dan

saturasi m dan n pada hukum Archi (w m n). Secara umum Schlumberger, (1989)

meringkas persamaan-persamaan tersebut kedalam satu bentuk,

c

irrw

b

Sak

,

Φ (2.35)

dengan a, b, dan c nilai-nilai yang ditentukan secara empiris (a = 0,136, b = 4,4, dan c

= 2, jika k dalam (md)).

2. Permeabilitas terhadap kedalaman dan tekanan

Permeabilitas sebagai fungsi tekanan dapat didekati dengan persamaan (Schön,

1998),

eff

k

p

A

oekk (2.36)

dengan peff adalah tekanan efektif, ko adalah permeabilitas pada tekanan nol, dan Ak

adalah koefisien kompaksi permeabilitas yang merupakan perwujudan dari

ketergantungan tekanan dari permeabilitas dan modulus deformasi. Untuk batuan yang

mempunyai retakan atau rekahan, permeabilitasnya mengecil secara taklinier dengan

bertambahnya tekanan sebagai hasil dari penutupan celah, misal sebagai

3

201)(

z

zzk , (2.37)

dengan kedalaman z dalam (m) dan permeabilitas k dalam (d).

Page 18: [Files.indowebster.com] Fisika Batuan Prof. Sismanto

[HANDOUT FISIKA BATUAN ] 2012

17

3. Hubungan k, , dan S berdasarkan model teoritis

Carman, (1956) menyusun model sederhana untuk mengungkapkan proses

aliran fluida di dalam batuan berpori dengan sebuah model tabung kapiler sebagai

kanal. Kanal tersebut panjangnya l, jari-jari r berada di dalam kubus dengan panjang

sisi L. Dengan menggunakan hukum aliran rata-rata Hagen-Poiseulle dan persamaan

Darcy diperoleh nilai permeabilitas sebagai,

222

3

22

3

222

2

..)1.(2..2..28 TSTSTST

rk

mtotpor

(2.38)

dengan T adalah tortusitas (= l/L). Persamaan di atas diturunkan untuk irisan kanal

yang berupa lingkaran, untuk jenis irisan kanal yang lain, misal persegi, segi-empat,

segi-tiga, ataupun silinder, persamaan (2.38) dimodifikasi oleh Kozeny-Carman

dengan menambahkan faktor , sehingga persamaan tersebut dapat dituliskan sebagai,

222

3

22

3

222

2

..)1( . . 4 TSTSTST

rk

mtotpor

hyd

(2.39)

jari-jari kapiler diganti dengan jari-jari hydrolik rhyd untuk bentuk irisan kanal yang

tidak lingkaran yang besarnya adalah

basah yang pori keliling

mengaliruntuk normal kanalirisan luas.2 hydr (2.40)

Sehingga untuk bentuk lingkaran diperoleh rhyd = 2. (r2/2r) = r. Sedangkan nilai

faktor untuk berbagai bentuk irisan diberikan pada Tabel II.4.

Tabel II.4. Faktor bentuk irisan kanal (Schön, 1998).

No Bentuk irisan kanal

1. Lingkaran 2,0

2. Ellip, sumbu a dan b, bila a/b = 2

a/b = 10

a/b = 50

2,13

2,45

2,96

3. Persegi 1,78

4. Persegi panjang dengan sisi a dan b, bila a/b = 2

a/b = 10

a/b =

1,94

2,65

3,0

5. Segitiga samasisi 1,67

Page 19: [Files.indowebster.com] Fisika Batuan Prof. Sismanto

[HANDOUT FISIKA BATUAN ] 2012

18

Untuk keperluan karakterisasi reservoar Georgi dan Menger, (Schön, 1998)

menyederha-nakan persamaan Kozeny-Carman menjadi,

2

3

2222

3

)1(.

1

..)1(

CTSk

m, (2.41)

dengan TSχC m .. yang adalah parameter spesifik batuan FZI (flow zone

indicator) dan mengkarakterisasikan hubungan permeabilitas dengan porositas batuan.

Nilai ini konstan dalam satuan hydrolik yang sama, tetapi akan bervariasi dari satuan

ke satuan yang lain.

Persamaan Kozeny-Carman tersebut didasarkan pada model yang sederhana,

dan hanya melibatkan pengaruh yang dominan seperti jari-jari pori, geometri pori

yang diwujudkan dalam permukaan internal, dan porositas.

Suatu konsep pendekatan lain adalah dengan memandang bahwa lintasan

aliran fluida mempunyai lintasan yang sama dengan lintasan aliran listrik, maka dapat

dihubungkan antara permeabilitas dengan faktor fomasi F sebagai,

porSFk

.

11 (2.42)

dimana faktor formasi F merupakan perbandingan antara resistivitas batuan tersaturasi

air o terhadap resistivitas air asin (brine) w, yaitu

m

w

oF

1

(2.43)

dengan m adalah exponen Archi yang besarnya ditentukan secara empiris (biasanya m

= 1,8 – 2,0 ). Beberapa nilai m untuk batupasir diberikan di bawah ini (Schön, 1998)

Batupasir yang taktermampatkan m = 1,3

Batupasir yang kurang tersementasi m = 1,4 – 1,5

Batupasir yang tersementasi m = 1,5 – 1,7

Batupasir yang cukup tersementasi m = 1,8 – 1,9

Batupasir yang sangat tersementasi m = 2,0 – 2,2

Jika diplot hubungan antara permeabilitas k terhadap faktor formasi, Katsube dan

Hume, (1987) memperoleh rumusan sebagai,

uaFk (2.44)

dengan a dan u adalah koefisien yang diperoleh secara empiris. Misal untuk batupasir

Bunter (Northwest Lancashire, Inggris) diperoleh persamaan

88,51119 Fk f , (2.45)

Page 20: [Files.indowebster.com] Fisika Batuan Prof. Sismanto

[HANDOUT FISIKA BATUAN ] 2012

19

dan untuk batu granit (Minesota, USA)

22,2710.51,2 Fk . (2.46)

Pape, (Schön, 1998) megjeneralisasi persamaan Kozeny-Carman menjadi,

1085,3

3,475

o

por

q

S

Fk (2.47)

dengan k dalam (md), Spor dalam (m-1

) dan qo adalah faktor lithologi. Spor dapat

ditentukan dengan metode fisik, stereografis, pengukuran NMR (nuclear magnetic

resonance), pengukuran konduktivitas listrik, atau spektroskopi sinar gamma alamiah

(Schön, 1998). Pendekatan estimasi permeabilitas dari model mineralogi dilakukan

dengan memodifikasi sifat geometri pori pada persamaan Kozeny-Carman dengan

jumlah unsur-unsur mineral dalam bentuk,

i

iiMB

f eAk .)1( 2

3

, (2.48)

dengan Mi adalah fraksi berat setiap komponen mineral, Bi adalah parameter yang

nilainya tertentu pada setiap mineral, misal kuarsa (0,1), feldspar (1), calcite (-2,5),

kaolinit (-4,5), illite (-5,5) dan smectite (-7,5). Af menggambarkan kematangan tekstur

sedimen yang besarnya bergantung pada kandungan maksimum feldspar Fmax yang

dirumuskan oleh persamaan,

max.29,4 FAf (2.49)

Dari persamaan-persamaan di atas, bahwasanya pengaruh distribusi ukuran

butir, bentuk butir, morphologi pori, koneksitas pori, dan efek antarmuka telah

diabaikan. Hal ini membuat para ahli lainnya berfikir untuk membuat model dan

konsep-konsep yang lebih baik dan realistis, seperti adanya model sphagetti yang

merupakan sekelompok tabung-tabung kapiler yang tersebar paralel, model network

dengan distribusi statistik dari irisan kanal, geometri pori, panjang kanal pori dan

konfigurasi jaringan kanal pori, model yang berdasarkan teori percolasi (resapan), dan

model hole pigeon yang menggunakan pendekatan dimensi fraktal (Schön, 1998).

IV. Hubungan Parameter Reservoar, Elastisitas dan Gelombang

Page 21: [Files.indowebster.com] Fisika Batuan Prof. Sismanto

[HANDOUT FISIKA BATUAN ] 2012

20

1. Sifat elastisitas batuan

Teori elastisitas merupakan dasar dari perambatan gelombang. Tensor stress

(tegangan) ik dan tensor strain (regangan) ik dihubungkan oleh persamaan yang

menyatakan suatu medium, yang secara ideal dilukiskan dalam bentuk hukum Hooke,

lmlmikik εCζ , (2.50)

dengan lmikC , adalah matrik tensor elastisitas (stiffness). Persamaan (2.50) dalam

bentuk lain sering dinyatakan sebagai

lmlmikik ζSε , (2.51)

dengan lmikS , adalah matrik tensor komplaen (compliance tensor). Tensor C atau S

merupakan tensor yang memiliki ranking 4, sehingga mempunyai 81 komponen yang

saling lepas (independent). Tetapi karena elastisitas, stress dan strain memiliki sifat

simetri,

mlkimliklmkilmik CCCC ,,,, (2.52)

dan iklmlmik CC ,,

(2.53)

maka komponen yang saling lepas menyusut menjadi 21, ini merupakan jumlah

maksimum parameter elastisitas yang dapat dimiliki oleh sebarang medium (Mavko,

dkk., 1998). Sifat-sifat kesimetrian elastisitas menentukan jumlah komponen tensor

yang saling lepas, seperti untuk kelas simetri triklinik (21), orthorhombik (9), trigonal

(6), hexagonal (5), kubik (3), dan isotropik (2). Beberapa contoh matrik tensor

elastisitas sebagai berikut,

Isotropik,

44

44

44

111212

121112

121211

.....

.....

.....

...

...

...

c

c

c

ccc

ccc

ccc

Cisotrop , 441112 .2 ccc

dengan 441211 , ,2 ccc .

Untuk suatu medium komponen tensor elastisitasnya dapat dinyatakan dalam

tetapan Lame dan , dan parameter elastisitas lainnya dapat dinyatakan dalam kedua

parameter saling lepas tersebut.

Page 22: [Files.indowebster.com] Fisika Batuan Prof. Sismanto

[HANDOUT FISIKA BATUAN ] 2012

21

Hexagonal,

66

44

44

331313

131112

131211

.....

.....

.....

...

...

...

c

c

c

ccc

ccc

ccc

Chex ,

Orthorhombik,

66

55

44

331313

131212

131211

.....

.....

.....

...

...

...

c

c

c

ccc

ccc

ccc

Cortho .

Untuk material isotrop hanya terdapat dua komponen saling lepas, sehingga hubungan

stress-strain menjadi sederhana, yaitu

ikmmmmikik 2, (2.54)

dengan mmikδ , adalah simbol kronecker yang bernilai 0, bila indek ik mm, dan

bernilai 1, bila ik = mm. Persamaan (2.54) sering dinyatakan dalam bentuk lain yaitu,

mmikikikE

,1(1

(2.55)

dengan zzyyxxαα ζζζζ ,

adalah poisson rasio yang didefinisikan sebagai zz

xx

ε

ε pada stress uniaxial

( 0 yzxyxzyyxx ), dan E adalah modulus Young yang didefinisikan

sebagai zz

zz

ε

ζ pada stress uniaxial. Sedangkan modulus geser didefinisikan sebagai

ik

ik

2 dengan indek i k. Sementara itu, parameter elastisitas lainnya, seperti

modulus bulk K atau sering disebut sebagai modulus kompresi C ( = 1/K ) atau

kompresibilitas didefinisikan sebagai perbandingan stress hidrostatik terhadap volume

strain, yaitu

3K (2.56)

dengan zzyyxxαα εεεε .

Page 23: [Files.indowebster.com] Fisika Batuan Prof. Sismanto

[HANDOUT FISIKA BATUAN ] 2012

22

Modulus gelombang kompresi, M dinyatakan sebagai perbandingan stress

axial terhadap strain axial, pada kondisi strain uniaxial, ditulis

zz

zz

ε

ζM , pada kondisi 0 yzxzxyyyxx (2.57)

Semua modulus tersebut di atas mempunyai satuan gaya/satuan luas (N/m2), kecuali

poisson rasio yang tidak berdimensi. Hubungan antar modulus untuk medium isotrop

dan elastik, diberikan pada Tabel II.5.

Tabel II.5. Hubungan antar parameter elastisitas dalam material isotrop

(Mavko, dkk., 1998).

K E M

3/2

23

_

)(2

2 _

_

K

KK

39

_

K3

23 K 2/)(3 K

_

K

K

3

9

3/2K

)3(2

23

K

K

3/4K _

)3(3 E

E

_

)3(

2

E

E

1

2

E

E

E

3

4

_

3

1

)21)(1(

_ _

2

21

)21(3

)1(2

)1(2

21

2

_

21

22

_

_ )21(3 K

13K

_

1

13K

22

213

K

)21(3

E

_

)21)(1(

E

_

)21)(1(

)1(

E

)22

E

Parameter-parameter tersebut berkaitan dengan kecepatan gelombang P dan S dalam

persamaan,

,2

MVp

(2.58)

μVs (2.59)

Sehingga masing-masing parameter elastisitas dapat dinyatakan dalam fungsi

kecepatan gelombang P dan S melalui substitusi kedua persamaan tersebut.

Page 24: [Files.indowebster.com] Fisika Batuan Prof. Sismanto

[HANDOUT FISIKA BATUAN ] 2012

23

Terdapat dua hal yang penting yang dapat ditarik dari perilaku hubungan

stress-strain batuan, yaitu

1. Modulus elastik atau komponen tensor elastisitas bergantung pada stress, sehingga

hubungan stress-strain adalah taklinier.

2. Batuan adalah material yang secara ideal tidak elastik sempurna, tidak isotrop, dan

tidak homogen, sehingga asumsi komponen tensor menjadi dua (isotrop) atau tiga

(kubik) yang saling lepas merupakan pendekatan untuk menyerderhanakan

persamaan metematisnya yang komplek.

Sifat-sifat elastisitas mineral penyusun batuan sangat dikontrol oleh unsur

kimiawinya melalui sistem ikatan dan struktur mineralnya, selain dipengaruhi oleh

tekanan dan suhu. Untuk mengkarakterisasikan sifat-sifat elastik batuan tersebut,

parameter-parameter modulus sering digunakan, walaupun secara prinsip hanya

berlaku untuk medium isotrop. Jika dianggap unsur-unsur atau mineral-mineral

penyusun batuan mempunyai arah sumbu kristal yang terdistribusi secara statistik

adalah dominan, maka dapat dianggap batuan tersebut sebagai medium quasi-isotrop

atau isotrop dalam skala makro, sehingga parameter modulusnya disebut sebagai

modulus efektif atau modulus makroskopik. Dengan kata lain, suatu batuan yang tidak

homogen dapat digantikan dengan batuan yang bersifat homogen efektif atau

ekivalen, jika dimensi unsur-unsur lokalnya yang menyebabkan adanya

ketidakhomogenan, seperti pori, ukuran butir, retakan, adalah lebih kecil dibanding

dengan pajang gelombang yang terpendek dari suatu gelombang yang digunakan

untuk menyelidiki modulus efektif tersebut. Batuan yang demikian disebut sebagai

homogen makroskopik (Schön, 1998).

Berbagai usaha untuk menentukan modulus elastisitas efektif secara teoritis

analitik telah banyak dilakukan para ahli, diantaranya dengan metode perhitungan

langsung model monokristal yang dikembangkan oleh Voigt dan Reuss, (Schön,

1998). Metode upper and lower bound dari Hashin dan Strikman, (Mavko, dkk.,1998),

metode Average Hill, atau metode Self Consistent (Schön, 1998; Mavko, dkk., 1998).

Sifat elastisitas mineral penyusun batuan secara empiris diberikan oleh

Dortman dan Magid, (Schön, 1998) dalam hubungan kecepatan gelombang P sebagai,

)20(2,0)26(5,0exp. 75,5 Ap mV (2.60)

dengan adalah densitas (g/cm3) dan kecepatan gelombang Vp dalam km/s, serta mA

adalah massa atom rata-rata mineral batuan ( 21). Persamaan tersebut

Page 25: [Files.indowebster.com] Fisika Batuan Prof. Sismanto

[HANDOUT FISIKA BATUAN ] 2012

24

direkomendasikan untuk mineral-mineral penyusun batuan yang memiliki densitas

kurang dari 4.103 kg/m

3.

Ruang pori, rekahan atau celah pada batuan biasanya berisi gas/udara, fluida

atau campuran keduanya. Pada umumnya modulus elastisitas gas dan fluida lebih

rendah daripada modulus mineral atau materi padatnya. Kompresibilitas atau modulus

bulk sering digunakan untuk mencirikan keberadaan fluida dan gas melalui sifat-sifat

elastisitas materi tersebut. Karena modulus geser = 0 di dalam fluida, maka

kecepatan gelombang kompresi di dalam fluida dapat dinyatakan dalam modulus bulk

Kf sebagai,

,,

f

f

fpρ

KV (2.61)

dengan indek f menyatakan fluida yang mengisi ruang pori, dan tidak terdapat

gelombang S. Sedangkan kecepatan rambat gelombang elastik kompresi di dalam gas

yang dapat dipandang sebagai proses adiabatik dituliskan sebagai,

ρ

ρ

KV ad

gasp , (2.62)

dengan Kad adalah modulus bulk adiabatik dan adalah perbandingan panas spesifik

pada tekanan tetap terhadap volume tetap ( = cp/cv ), dan p adalah tekanan gas.

Sedangkan hubungan empiris antara kecepatan gelombang kompresi dalam air yang

melibatkan suhu T (oC), tekanan p (kp/cm

2 0,1 MPa) dan kosentrasi kandungan

garam NaCl, C (%) (Schön, 1998) adalah sebagai berikut,

pCTTVair 18,0114,0037,021,41410 2 . (2.63)

Untuk kecepatan gelombang P di dalam minyak dirumuskan oleh Batzle dan

Wang, (1992) sebagai,

pTpTVo

ooil

2

1

2

1

108,1

12,40115,064,47,316,2

2096

(2.64)

o adalah densitas minyak yang diukur pada suhu 15,6 oC dan tekanan 1 atm.

Jika ruang pori-pori berisi keduanya (fluida dan gas) yang dikenal dengan

partial saturation, maka efeknya terhadap elastisitas batuan akan bergantung pada,

a. sifat elastisitas dan densitas,

b. fraksi volume masing-masing, dan

Page 26: [Files.indowebster.com] Fisika Batuan Prof. Sismanto

[HANDOUT FISIKA BATUAN ] 2012

25

c. distribusinya di dalam ruang pori, serta efek gaya-gaya pada bidang

batas.

Efek gaya-gaya tersebut pada bidang batas secara alami sangat komplek, karena

menyangkut geometri ruang pori dan sifat kebasahannya (wettability). Domenico,

(1976, 1977) merumuskan yang hanya mempertimbangkan dua faktor a dan b di atas

dalam bentuk kompresibilitas efektif C ( = 1/K ) dari campuran gas-air sebagai,

gasairairaireff CSCSC ).1(. (2.65)

dan

gas

air

air

air

eff C

S

C

S

C 1

1 (2.66)

dengan Sair adalah saturasi air, Cair adalah kompresibilitas air dan Cgas adalah

kompresibilitas gas.

2. Kecepatan gelombang elastik dalam batuan beku

Dalam batuan beku, kecepatan gelombang elastik dikontrol oleh komposisi

densitas mineralnya. Kenyataan ini dapat diilustrasikan dengan kolerasi antara

kecepatan gelombang P terhadap kandungan SiO2 di dalam batuan beku. Kuarsa

dicirikan oleh kecepatan yang relatif rendah, sehingga batuan-batuan yang bersifat

asam (banyak mengandung mineral SiO2) akan mempunyai kecepatan yang lebih

rendah daripada batuan yang bersifat basa. Birch, (1961) memberikan hubungan dasar

dengan dua parameter empiris a dan b dalam bentuk,

ρbaVp . (2.67)

Untuk batuan magmatik diperoleh,

98,0.76,2 pV (2.68)

dalam g/cm3 dan Vp dalam km/s.

Untuk batuan plutonik, seperti granit, diorit dan gabro memberikan hubungan empiris

(Schön, 1998) sebagai,

06,0)48,166,1(

03,0)73,636,4(

s

p

V

V (2.69)

untuk batuan vulkanik,

22,0)02,146,1(

18,0)37,281,2(

s

p

V

V (2,70)

Page 27: [Files.indowebster.com] Fisika Batuan Prof. Sismanto

[HANDOUT FISIKA BATUAN ] 2012

26

dan untuk batuan metamorfik,

22,0)62,170,1(

37,0)93,641,4(

s

p

V

V (2.71)

3. Ketergantungan kecepatan terhadap porositas dan retakan

Sifat-sifat fisis batuan akan dipengaruhi secara signifikan oleh porositas dan

retakan mikro pada tekanan rendah. Secara umum, jika batuan magmatik atau batuan

metamorfik yang mengandung pori, retakan atau rekahan, ia akan mempunyai

kecepatan yang lebih rendah daripada batuan yang sama dalam keadaan utuh. Untuk

batu gabro hubungan kecepatan Vp (km/s) terhadap porositas c (%) secara empiris

dapat diberikan sebagai,

cpV 227,0121,7 pada tekanan 10 MPa, (2.72)

cpV 253,0227,8 pada tekanan 1000 Mpa. (2.73)

Ketergantungan kecepatan terhadap tekanan pada umumnya mempunyai

hubungan yang taklinier, yaitu pada daerah tekanan tinggi perubahan kecepatan lebih

kecil daripada di daerah tekanan rendah. Perubahan kecepatan selama mengalami

pembebanan tekanan akan mempunyai lintasan garis perubahan yang irreversible

sebagian atau dikenal dengan hysterisis kecepatan pada daerah tekanan rendah. Hal

ini disebabkan oleh adanya proses penutupan retakan mikro yang tidak dapat

dikembalikan seperti semula (Schön, 1998).

4. Kecepatan gelombang elastik di dalam batuan sedimen

Secara komposisi mineral, batuan sedimen akan mempunyai efek yang kuat

terhadap kecepatan, akibat adanya pengaruh modulus elastisitas efektif batuan yang

peka akan ukuran butir, pori, ikatan butiran, sementasi dan kondisi kontak antar

butiran. Banyak berbagai jenis batuan klastik sangat dipengaruhi oleh porositas,

kecuali batuan hasil penguapan seperti halite, sylvite, gypsum dan lainnya yang secara

umum bebas ruang pori, sehingga variasi kecepatannya hanya bergantung pada

tekanan atau kedalaman. Sifat-sifat elastisitas batuan klastik berpori (seperti batupasir,

batulempung) dan karbonat (misal batugamping, dolomit) pada dasarnya dikontrol

oleh komposisi matrik dan porositasnya. Komposisi matrik juga mempengaruhi

kondisi kontak, sementasi dan ikatan butiran tersebut.

Page 28: [Files.indowebster.com] Fisika Batuan Prof. Sismanto

[HANDOUT FISIKA BATUAN ] 2012

27

Persamaan empiris yang sering digunakan antara hubungan kecepatan terhadap

porositas untuk batuan taktermampatkan (unconsolidated) berupa,

fmp VVV 2)1( (2.74)

dengan Vp kecepatan gelombang P dalam batuan sedimen berpori yang tersaturasi

fluida, Vm adalah kecepatan gelombang di dalam butiran matriknya dan Vf kecepatan

gelombang di dalam fluida pori. Bentuk taklinier yang lain, dicontohkan oleh Gardner,

dkk., (1974) yang berupa

4108pV (2.75)

dengan kecepatan dalam km/s dan densitas dalam g/cm3

dan seperti yang telah

diuraikan di depan bahwasanya densitas sangat bergantung pada porositas.

Clay di dalam batuan kerap menimbulkan masalah tersendiri, karena dengan

adanya clay sebagian ruang pori akan diisi olehnya, sehingga akan mengurangi

kecepatan dan modulus elastisitas. Terdapat banyak hubungan empiris yang

mengungkap kecepatan sebagai fungsi porositas dan kandungan clay, seperti yang

diturunkan oleh Tosaya dan Nur, (1982) sebagai berikut,

CskmV

CskmV

s

p

1,23,67,3)/(

4,26,88,5)/(

(2.76)

dengan porositas dan kandungan clay C dinyatakan dalam fraksi volume.

Castagna, dkk., (1985), berdasarkan data log, secara empiris menghubungkan

kecepatan dengan porositas dan kandungan clay pada kondisi tersaturasi air. Untuk

shaley-sand diperoleh

CskmV

CskmV

s

p

04,207,789,3)/(

21,242,981,5)/(

(2.77)

dengan porositas dan kandungan clay C dinyatakan dalam fraksi volume. Begitu

pula Han, dkk., (1986) merumuskan hal yang sejenis untuk berbagai tekanan dari 5

MPa – 40 MPa berdasarkan sampel sandstone dari Gulf coast, dengan porositas 3 – 30

% dan kandungan clay 0 - 55 %, yang hasilnya disajikan pada Tabel II. 6. berikut,

Tabel II. 6. Hubungan empiris persamaan Han, dkk., (1986) antara kecepatan

ultrasonik Vp dan Vs (km/s) terhadap porositas dan kandungan clay (%).

Clean

sandstone, (10

sampel),

06,808,6pV

28,606,4sV

Page 29: [Files.indowebster.com] Fisika Batuan Prof. Sismanto

[HANDOUT FISIKA BATUAN ] 2012

28

Tersaturasi air,

40 Mpa

Shaly

sandstone, (70

sampel),

40 MPa

30 MPa

20 MPa

10 MPa

5 MPa

Dry

40 Mpa

CVp 18,293,659,5

CVp 18,296,655,5

CVp 17,294,649,5

CVp 13,208,739,5

CVp 02,208,726,5

CVp 87,235,641,5

CVs 89,191,452,3

CVs 87,184,447,3

CVs 81,173,439,3

CVs 74,173,429,3

CVs 64,177,416,3

CVs 83,157,457,3

5. Pengaruh fluida pori dan saturasi terhadap kecepatan

Terisinya ruang pori oleh fluida, gas maupun campurannya mempengaruhi

kecepatan gelombang elastik yang efeknya berbeda. Pertama akan memberikan efek

perubahan sifat-sifat ealstisitas seperti, modulus bulk, poisson rasio, densitas pori pada

seluruh sistem batuan/ sistem efektif. Kedua akan memberikan perubahan mikro

pada kondisi kontak partikel butiran dan efek interaksi phase gas-fluid-padatan (misal,

tegangan kapilaritas) dan efek antarmuka padatan-fluida. Pada umumnya kecepatan

gelombang kompresi akan bertambah dengan terisinya ruang pori oleh fluida (Vudara <

V kerosen < Vair).

Bulk modulus efektif merupakan parameter elastisitas yang peka terhadap

keberadaan fluida dalam pori, maka banyak para ahli mengkaji hubungan-hubungan

bulk modulus ini terhadap parameter-parameter reservoar, seperti Geertsma, (1961)

merumuskan secara empiris untuk bulk modulus batu yang kering (dry rock) Kdry

terhadap porositas antara 0 < < 0,3 dalam bentuk

)501(11

odry KK

(2.78)

dengan Ko adalah modulus bulk mineral.

Page 30: [Files.indowebster.com] Fisika Batuan Prof. Sismanto

[HANDOUT FISIKA BATUAN ] 2012

29

Gambar II.1. Kecepatan gelombang P dan S dalam batupasir Boise sebagai fungsi

tekanan untuk ruang pori yang tersaturasi udara, kerosen dan air brine (jenuh garam

NaCl) (Schön, (1998).

Pada umumnya, ketika batuan dikenai tekanan, seperti usikan dari gelombang

seismik, maka akan menimbulkan peningkatan tekanan pori yang dilawan oleh sifat

elastik batuan. Pada frekuensi rendah Gassmann, (1951) dan Biot, (1962)

merumuskan secara teoritis meramalkan akan adanya kenaikan modulus bulk sesaat

akibat usikan gelombang tersebut yang diwujudkan dalam persamaaan

dry

fo

f

dryo

dry

sato

sat μμKK

K

KK

K

KK

K

sat

Φ,

)( (2.79)

dengan, dryK = modulus bulk efektif batuan kering (dry rock)

satK = modulus bulk efektif batuan dengan fluida pori

oK = modulus bulk mineral penyusun batuan

fK = modulus bulk fluida pori

= porositas

dry = modulus geser efektif batuan kering

sat = modulus geser efektif batuan dengan fluida porinya.

Persamaan tersebut, menganggap bahwa modulus mineral dan ruang pori

secara statistik homogen dan isotrop tanpa mempertimbangkan geometry pori, dan

Page 31: [Files.indowebster.com] Fisika Batuan Prof. Sismanto

[HANDOUT FISIKA BATUAN ] 2012

30

berlaku hanya pada frekuensi rendah (< 100 Hz). Untuk frekuensi yang lebih tinggi,

misal pada log sonik ( 104

Hz) dan pada pengukuran di laboratorium (( 106

Hz)

kurang bagus (Mavko, dkk., 1998).

Untuk keperluan praktis persamaan Gassmann dapat dilinierisasi oleh Mavko

dan Mukerji, (1995) menjadi bentuk yang lebih sederhana melalui persamaan Reuss

average, yaitu

)()( RR

R

Gassmann KK ΦΔΦ

ΦΦΔ (2.80)

dengan 12 satsatGassmann KKK yang merupakan perubahan modulus bulk batuan

yang tersaturasi antara dua fluida pori (termasuk gas) yang diramalkan Gassmann.

)( RRK ΦΔ

adalah selisih modulus bulk antara dua fluida tersebut yang ditentukan dari titik

potong porositas dalam kurva metode Reuss average. Karena modulus fluida pori

biasanya lebih kecil daripada modulus mineral, nilai modulus dari metode Reuss dapat

didekati sebagai

R

f

fRoR

of

RR

K

KK

KKK

)1()( (2.81)

Sehingga bentuk linier persamaan Gassmann dapat didekati oleh persamaan,

f

R

f

Gassmann KK

K

2

)( (2.82)

Murphy, Schwartz, dan Hornby, (Mavko, dkk., 1998) merumuskan persamaan

Gassmann dalam bentuk hubungan kecepatan gelombang P dan gelombang S dalam

batuan yang tersaturasi fluida Vp,sat dan Vs,sat yang berbentuk,

3

42

,

,

dryp

sats

satp KK

V

V (2.83)

dengan

2

2

1

1

o

dry

of

o

dry

p

K

K

KK

K

K

K

(2.84)

Page 32: [Files.indowebster.com] Fisika Batuan Prof. Sismanto

[HANDOUT FISIKA BATUAN ] 2012

31

Wyllie (Schön, 1998), memberikan hubungan empiris sederhana untuk

kecepatan gelombang P dengan porositas dalam batuan sedimen yang secara

mineralogi relatif seragam, tersaturasi fluida dan memiliki tekanan efektif tinggi, dan

dinyatakan dalam bentuk,

ofp VVV

11 (2.85)

dengan Vo adalah kecepatan gelombang di dalam mineral, Vf adalah kecepatan

gelombang di dalam fluida dan Vp kecepatan gelombang di dalam batuan yang

tersaturasi fluida tersebut. Persamaan tersebut dikenal dengan time average equation.

Raymer, dkk., (1980) memperbaiki perumusan empiris Wyllie dengan bentuk,

fo VVV 2)1( , untuk < 37 % (2.86)

dan oof VVV

1122

, untuk > 47 %

(2.87)

Untuk porositas yang ada di antara 37 % – 47 %, diberikan persamaan

interpolasinya sebagai,

4737

1

10,0

37,01

10,0

47,01

VVV

(2.88)

dengan V37 dan V47 adalah kecepatan yang dihitung dari rumus pada porositas 37 %

dan 47 % di atas.

Biot, (1956a; 1956b) menurunkan rumusan-rumusan secara teoritis untuk

memperkirakan ketergantungan kecepatan gelombang elastik terhadap frekuensi

gelombangnya di dalam batuan yang tersaturasi fluida dengan menggunakan sifat-sifat

elastisitas batuan. Perumusannya menyangkut mekanisme viskositas dan interaksi

inersial antara fluida pori dengan mineral matriknya dalam batuan. Biot memberikan

dua penyelesaian untuk gelompang P yang disebut sebagai gelombang cepat dan

gelombang lambat dan satu untuk gelombang S. Gelombang cepat adalah gelombang

badan kompresi yang identik dengan gelombang P seperti yang dapat diukur di

laboratorium maupun di lapangan. Sedangkan gelombang lambatnya merupakan

gelombang yang disipasi energi tinggi di dalam medium padat dan fluida, sehingga

tidak dapat ditangkap dengan alat biasa seperti yang sering digunakan di lapangan

maupun di laboratorium (Mavko, dkk., 1998). Secara lengkap penjabaran dan

pembahasan persamaan Biot diberikan pada bab III.

Page 33: [Files.indowebster.com] Fisika Batuan Prof. Sismanto

[HANDOUT FISIKA BATUAN ] 2012

32

Pendekatan penyelesaian kecepatan gelombang P dari persamaan Biot pada

frekuensi tinggi diberikan oleh Geertsma dan Smit, (1961) yaitu

2

1

1

11

1,

))1(

)21)(1(

3

4

)1()1(

1

foo

fr

o

fr

o

fr

f

KKK

K

K

K

K

K

frfr

fo

p KV

(2.89)

Geerstma dan Smit (1961), juga mengkaji persamaan Biot dari frekuensi

rendah hingga menengah untuk memprediksi hubungan ketergantungan kecepatan

terhadap frekuensi dalam batuan yang tersaturasi fluida, hasilnya dinyatakan sebagai,

222

244

2

)(

)(

f

f

o

f

f

o

pc

c

VV

VVV

(2.90)

Vp adalah kecepatan gelombang P dalam batuan tersaturasi, Vo adalah kecepatan

gelombang P pada frekuensi rendah Biot-Gassmann, V adalah kecepatan gelombang

P pada batas frekuensi tinggi Biot, f adalah frekuensi gelombang, fc adalah frekuensi

refrensi Biot yang menentukan batas frekuensi rendah, bila f << fc dan batas frekuensi

tinggi jika f >> fc yang diberikan oleh persamaan

pf

ck

f

2

(2.91)

dari persamaan (2.90) dan (2.91) dapat diperoleh nilai permeabilitas yang bergantung

pada frekuensi dan kecepatan gelombang P, sebagai

422

224

1

2

oop

p

p

VVV

VVVfk

(2.92)

Nilai permeabilitas inilah yang digunakan untuk membuat pemodelan

seismogram sintetik yang melibatkan parameter reservoar.

6. Hubungan Vp-Vs

Hubungan Vp-Vs merupakan sarana untuk mencirikan suatu reservoar,

penentuan lithologi melalui data sonik, keberadaan retakan dan fluida pori data

melalui data seismik (AVO). Kandungan informasi di dalam hubungan Vp-Vs dapat di

Page 34: [Files.indowebster.com] Fisika Batuan Prof. Sismanto

[HANDOUT FISIKA BATUAN ] 2012

33

lihat juga melalui rasio Vp/Vs yang peka terhadap perubahan lithologi, fasies,

kandungan pori khususnya gas dan perubahan sifat-sifat mekanis (Schön, 1998).

Dari data ultrasonik Vp-Vs untuk batugamping yang tersaturasi fluida,

Castagna, dkk., (1993) memberikan hubungan empiris sebagai berikut,

031,1017,1055,0 2 pps VVV (km/s) (2.93)

Sedangkan Pickett, (1963) telah merumuskannya sebagai,

9,1

p

s

VV (km/s) (2.94)

Pada daerah Vp tinggi ( > 3 km/s) kedua relasi tersebut memberikan nilai yang hampir

sama, namun pada daerah Vp rendah ( < 3 km/s) persamaan Castagna lebih sesuai

daripada persamaan Pickett.

Untuk dolomit Pickett, (1963) memberikan hubungan,

8,1

p

s

VV (km/s), (2.95)

dan Castagna, dkk., (1993),

078,0583,0 ps VV (km/s) (2.96)

untuk hal ini, pada dasarnya kedua persamaan tersebut (2.95) dan (2.96) memberikan

hasil yang tidak berbeda jauh terhadap distribusi data yang ada.

Untuk batupasir dan lempung, Castagna, dkk., (1993) merumuskan sebagai,

856,0804,0 ps VV (km/s) (2.97)

dan untuk mudrock, Castagna, dkk., (1985) menhubungkan dengan persamaan,

172,0862,0 ps VV (km/s) (2.98)

Sedangkan Han (1986) dengan menggunakan data ultrasonik memberikan sebagai,

787,0794,0 ps VV (km/s) (2.99)

Secara esensial persamaan Han dan Castagna tidak berbeda.

Hubungan Vp-Vs untuk batupasir yang mengandung lempung dan tersaturasi

fluida Han (1986) merumuskannya sebagai,

099,1842,0 ps VV untuk clay > 25 % (2.100)

657,0754,0 ps VV untuk clay < 25 % (2.101)

Han juga merumuskan hubungan Vp-Vs untuk batupasir lempungan yang tersaturasi air

dan dikelompokkan menurut porositasnya sebagai berikut,

Page 35: [Files.indowebster.com] Fisika Batuan Prof. Sismanto

[HANDOUT FISIKA BATUAN ] 2012

34

662,0756,0 ps VV , > 15 % (2.102)

137,1853,0 ps VV , < 15 % (2.103)

Akhirnya dapat disampaikan bahwa bila diketahui kecepatan Vp, maka Vs dapat

ditentukan secara empiris melalui persamaan-persamaan tersebut di atas dengan

lithologi yang sesuai. Castagna, dkk., (1993) merangkum hasil perumusannya

hubungan Vp-Vs dalam bentuk polinomial dengan koefisien yang diberikan pada Tabel

II.7 sesuai dengan lithologi masing-masing sebagai,

opps aVaVaV 1

2

2 (km/s) (2.104)

Tabel II.7. Koefisien polinomial hubungan Vp-Vs Castagna, dkk., (1993) dengan

koefisien regresi dan lithologi batuannya.

Lithologi a2 a1 ao R2

batupasir 0 0,80416 -0,85588 0,98352

batugamping -0,05508 1,01677 -1,03049 0,99096

dolomit 0 0,58321 -0,07775 0,87444

batulempung 0 0,76969 -0,86735 0,97939

7. Hubungan kecepatan - densitas

Hubungan kecepatan gelombang Vp (km/s) dengan densitas bulk batuan b

(g/cm3) secara empiris diberikan oleh Castagna, dkk., (1993) dalam bentuk polinomial

dan kepangkatan, yaitu

cbVaV ppb 2 (2.105)

f

pb dVρ (2.106)

dengan koefisien masing-masing seperti yang diberikan pada Tabel II.8.

Tabel II.8. Koefisien hubungan kecepatan terhadap densitas dalam bentuk

polinomial dan kepangkatan, Castagna, dkk., (1993).

Lithologi a b c d f Vp (km/s)

batulempung -0,0261 0,373 1,458 1,75 0,265 1,5 – 5

batupasir -0,0115 0,261 1,515 1,66 0,261 1,5 – 6

batugamping -0,0296 0,461 0,963 1,50 0,225 3,5 – 6,4

dolomit -0,0235 0,390 1,242 1,74 0,252 4,5 – 7,1

Page 36: [Files.indowebster.com] Fisika Batuan Prof. Sismanto

[HANDOUT FISIKA BATUAN ] 2012

35

anhydrit -0,0203 0,321 1,732 2,19 0,160 4,6 – 7,4

Gardner, dkk., (1974) juga memberikan hubungan empiris untuk berbagai

batuan secara umum seperti yang telah dinyatakan di depan dalam bentuk,

25,0741,1 pb V (2.107)

dengan Vp dalam km/s, dan densitas dalam g/cm3

V. Atenuasi

Gelombang seismik yang merambat di dalam medium akan mengalami efek

peredaman (attenuation) akibat terserapnya sebagian energi menjadi panas, spherical

divergence, hamburan, pantulan dan pembiasan dari sistem perlapisan batuan bumi.

Sehingga gelombang tersebut akan mengalami perubahan kecepatan, amplitudo,

pergeseran frekuensi dan phase (pelebaran pulsa). Perubahan-perubahan parameter

gelombang tersebut sangat bergantung pada sifat-sifat elastisitas batuan dan besaran-

besaran fisis reservoar. Efek perubahan amplitudo, kecepatan, dan pelebaran pulsa

dapat diwujudkan dalam bentuk perubahan spektrum gelombang yang

menggambarkan perubahan energi tersebut.

Peredaman gelombang seismik (atenuasi) dapat didefinisikan sebagai proses

penyerapan energi oleh medium yang mengakibatkan pelemahan amplitudo

gelombang. Pengaruh peredaman terhadap sinyal seismik terlihat pada menurunnya

amplitudo dan melebarnya sinyal. Sehingga peredaman merupakan proses kombinasi

antara proses pengurangan energi akibat geometri dan pernyerapan (absorpsi) energi

yang berlangsung secara simultan. Pengaruh ini sebenarnya berasal dari semua

parameter fisis medium yang membentuk suatu sistem peredaman terhadap

gelombang seismik yang besarnya dapat didekati dengan koefisien atenuasi .

Sedangkan besaran yang mempunyai harga berbanding terbalik dengan redaman

gelombang seismik disebut faktor kualitas Q atau faktor disipasi Q-1

(atenuasi). Jadi Q

merupakan ukuran seberapa besar batuan untuk meneruskan atau menghambat energi

gelombang yang melaluinya.

Amplitudo gelombang pada dua posisi yang berbeda x dan xo terhadap sumber

dapat dinyatakan sebagai,

Page 37: [Files.indowebster.com] Fisika Batuan Prof. Sismanto

[HANDOUT FISIKA BATUAN ] 2012

36

)()()( oxxα

n

oo e

x

xxAxA

(2.108)

dengan A(x) dan A(xo) adalah amplitudo pada posisi x dan xo, suku (xo/x) adalah

kemerosotan amplitudo akibat divergensi geometri, suku eksponensial merupakan

kemerosotan amplitudo akibat redaman dan n adalah fungsi divergensi yang

bergantung pada geometri rambatan gelombang. Untuk gelombang bidang/datar nilai

n = 0, sehingga persamaan (2.108) dapat dituliskan sebagai

)().()( oxxα

o exAxA

atau xα

o eAxA .)( (2.109)

dengan Ao adalah amplitudo gelombang pada posisi x = 0 atau pada posisi referensi,

dan x adalah jarak antara sumber ke posisi pengukuran. Persamaan tersebut secara

matematik diturunkan untuk gelombang datar dalam medium homogen yang jika

dinyatakan dalam bilangan komplek, maka amplitudonya secara umum dapat

dituliskan dalam bentuk

)(.),(

tωkxi

o eAtxA (2.110)

dengan t adalah waktu rambat, adalah frekuensi sudut, k adalah bilangan gelombang

komplek yang berupa

αikkkk rielimajinerriel (2.111)

sehingga persamaan (2.109) dapat dituliskan kembali sebagai,

)(..),(

tωxkixα

orieleeAtxA

(2.112)

dengan suku pertama adalah amplitudo awal, suku kedua adalah peluruhan

eksponensial, dan suku ketiga adalah osilasi harmonisnya. Dengan demikian, kembali

ke persamaan (2.109) koefisen atenuasi dapat dituliskan sebagai,

)(ln)(

)(

1xA

dx

d

dx

xdA

xA 2.113)

pada dua posisi x1 dan x2, diselesaikan menjadi,

)(

)(ln

1

2

1

12 xA

xA

xx (2.114)

dengan satuan (Neper/m), dan dapat dinyatakan dalam dB/m dengan konversi

)./( 115,0)/(

),/( 686,8)/(

mdBmNeper

mNepermdB

(2.115)

Jika selisih posisi (x2-x1) = , maka diperoleh logaritmic decrement ,

Page 38: [Files.indowebster.com] Fisika Batuan Prof. Sismanto

[HANDOUT FISIKA BATUAN ] 2012

37

f

V

xA

xA

)(

)(ln (2.116)

sedangkan faktor Q atau faktor disipasi /atenuasi Q-1

didefinisikan (Johnston dan

Toksöz, 1981) sebagai,

f

V

Q

1 (2.117)

Definisi lain yang berangkat dari perubahan energi per setiap putaran

dinyatakan oleh,

W

W

dtdE

EQ

2

/ (2.118)

dengan E adalah energi sesaat sistem, -dE/dt adalah energi rata-rata yang hilang, W

adalah energi elastik yang tersimpan pada stress dan strain maximum, dan W adalah

energi yang hilang per putaran (cycle). Definisi Q yang menggunakan hubungan

stress-strain diberikan dalam bentuk perbandingan komponen imajiner terhadap real

dari modulus elastik komplek (M = Mriel + i Mimajiner) dan beda phase antara strain

terhadap stress, yang ditulis sebagai

φM

MQ

riel

imajinertan (2.119)

Untuk material lepas persamaan (2.117) harus melibatkan suku orde kedua,

sehingga energi yang tersimpan bergantung juga pada turunan modulus kompleknya

terhadap frekuensi, yang dinyatakan oleh O‟Connell dan Budiansky, (1978) sebagai

f

Vf

VQ

4

22

1

(2.120)

Hubungan koefisien atenuasi terhadap terhadap frekuensi secara umum untuk

berbagai batuan beku adalah linier, seperti yang disampaikan oleh Berzon, (Schön,

1998) sebagai

= (10-6

... 10-7

) f untuk mantel dan core,

10-5

f untuk batuan beku taklapuk,

(2.121)

10-3

f untuk batuan yang taktermampatkan di permukaaan

bumi.

Untuk air pada suhu 20 oC, Bergmann, (Schön, 1998) memberikan hubungan

Page 39: [Files.indowebster.com] Fisika Batuan Prof. Sismanto

[HANDOUT FISIKA BATUAN ] 2012

38

21510 5,8 f (Neper/m). (2.122)

Pada batuan sedimen yang mengandung unsur lain, pada umumnya tidak linier

dan didekati secara empiris dengan bentuk polinomial seperti,

2.49,6.15,2338,8 ff pada densitas 1,20 103 km/m

3,

(2.123)

2.01,23.844,1393,9 ff pada densitas 1,44 103 km/m

3,

(2.124)

2.71,107.37,23364,20 ff pada densitas 1,68 103 km/m

3,

(2.125)

f-5.10 34,1 pada frekuensi rendah (100-500) kHz,

(2.126)

4-23-4 .10 36,1.10 34,1 ff pada frekuensi tinggi (500-800) kHz,

(2.127)

dengan frekuensi f (Hz) dan (m-1

) (Schön, 1998).

Untuk batuan sedimen yang mengandung lempung, Klimentos dan McCann,

(1990) memberikan hubungan,

132,0241,00315,0 C , (2.128)

843,079,1 CQ , (2.129)

dengan koefisien korelasi masing-masing 0,88 dan 0,91. Porositas (%), kandungan

lempung C (% volume) dan dalam (dB/cm), pada frekuensi 1 MHz. Korelasi antara

atenuasi dan permeabilitas dilaporkan juga oleh Klimentos dan McCann, (1990) pada

pengukuran dengan menggunakan frekuensi 1 MHz dan tekanan 40 MPa, bahwa,

- batuan dengan permeabilitas rendah akibat pori/porositas kecil menyebabkan

atenuasi rendah,

- batuan dengan permeabilitas rendah akibat terisinya pori oleh clay, mempunyai

atenuasi besar,

- batuan dengan permeabilitas medium akibat porositas dan pori-pori bersih (tanpa

clay) mempunyai koefisien atenuasi sangat kecil (> 1 dB/cm).

Untuk batuan sedimen taktermampatkan pada umumnya mempunyai sifat

atenuasi yang tertinggi di antara batuan lainnya. Hal ini secara fisis disebabkan oleh

tidak kompaknya butir-butir kerangka secara alamiah dan tingginya energi yang

hilang pada kontak antar butiran dari energi transmisi yang lemah (Schön, 1998).

Page 40: [Files.indowebster.com] Fisika Batuan Prof. Sismanto

[HANDOUT FISIKA BATUAN ] 2012

39

1. Mekanisme atenuasi

Fenomena atenuasi adalah komplek, ketika rambatan gelombang elastik secara

umum dapat dipahami, tetapi tidak untuk gelombang takelastik Sesuai dengan hasil

pengamatan data-data atenuasi, variasi takelastik dengan perubahan fisisnya adalah

rumit dan mungkin tidak dapat dijelaskan oleh model atau mekanisme tunggal

(Johnston dan Toksöz, 1981). Terdapat banyak teori dan model untuk menjelaskan

efek atenuasi dan berbagai ketergantungannya. Johnston dan Toksöz, (1981)

membedakan dalam dua garis besar konsep atenuasi secara matematis dan fisis pada

pengurangan energi gelombang seismik.

1. Metode yang menjelaskan atenuasi alami dari persamaan umum elastisitas linier

(hukum Hooke) dan atau modifikasinya dari persamaan taklinier tertentu. Metode

ini telah dikaji banyak ahli dengan baik, tetapi sedikit memberikan informasi

tentang sifat-sifat mikroskopik batuan.

2. Metode yang menggunakan ungkapan fisis dan matematis, yang menggambarkan

mekanisme atenuasi. Mekanisme ini berhubungan dengan sifat-sifat mikroskopik

batuan dan perilakunya selama ada rambatan gelombang elastik, sehingga lebih

banyak memberikan informasi sifat-sifat batuan.

Tipe-tipe utama dari konsep fisis dan matematis berkaitan dengan cara

pandang “lokasi sumber” di dalam batuan, misalnya Schön, (1998) mengkelompokkan

menjadi;

1. Matrik takelastik termasuk juga disipasi gesekan gerak relatif pada batas kontak

butiran (White, 1966) dan yang melalui permukaan retakan (Walsh, 1966; Walsh

dan Grosenbough, 1979).

2. Mekanisme fluida di dalam pori-pori dan retakan, termasuk juga mekanisme

relaksasi dari gerakan geser pada batas-batas kontak pori-fluida (Walsh, 1968),

disipasi pada batuan yang tersaturasi fluida akibat gerak relatif antara kerangka

matrik padat terhadap fluidanya (Biot, 1956a), fenomena squirting (semburan

lokal) (Mavko dan Nur, 1975) dan efek gelembung gas atau kantong-kantong gas

bulat (White, 1975).

3. Efek antarmuka pada batas antarmuka padatan-fluida pori yang diajukan

Schopper, (Schön, 1998).

Page 41: [Files.indowebster.com] Fisika Batuan Prof. Sismanto

[HANDOUT FISIKA BATUAN ] 2012

40

4. Efek geometris sebagai sumber penyusutan energi seperti pada gejala hamburan

oleh pori-pori kecil (Kuster dan Toksoz, 1974) atau pantulan terseleksi pada

lapisan-lapisan tipis (O‟Doherty dan Anstey, 1971; Shapiro, dkk., 1994).

2. Persamaan umum elastisitas linier dan model rheologi

Perilaku deformasi makroskopik dapat dinyatakan oleh kombinasi elemen

elastik dan viskous yang dianalogikan dengan kerja pegas dan piston yang disebut

sebagai model rheologi. Misal pada model Kelvin-Voigt untuk sistem homogen

isotrop yang terdiri dari sebuah pegas dan sebuah piston tersusun secara paralel seperti

yang dilukiskan pada gambar II.2.

Gambar II.2. Model Kelvin-Voigt, sifat viskos diwakili oleh piston dan sifat elastis

E diwujudkan oleh pegas.

Stress yang ditimbulkan oleh kedua elemen tersebut adalah stress elastik dan stress

viskos yaitu, εEζ pegas .

(2.130)

dt

εdηζ piston (2.131)

Sehingga stress totalnya adalah,

dt

εdηεEζζζ pistonpegas . (2.132)

Untuk material padat yang memiliki sifat elastis dan viskos, maka hubungan stress-

strain persamaan Hooke (2.54) dapat dimodifikasi menjadi,

dt

d

dt

d iklm

lmikikmmmmikik

22 ,, (2.133)

dengan = Vp/Vs, dan dengan mengingat persamaan gelombang terredam yang

disubstitusikan ke persamaan tersebut akan memberikan modulus komplek, kecepatan

fungsi frekuensi dan atenuasi. Untuk gelombang P, White, (1983) memberikan solusi

sebagai,

E

Page 42: [Files.indowebster.com] Fisika Batuan Prof. Sismanto

[HANDOUT FISIKA BATUAN ] 2012

41

2

1

2

2

11

1

2 .

o

o

p

MV

(2.134)

dan

2

1

22

2

1112

oo

o

o

p

(2.135)

dengan M = +2, = 2f dan o adalah frekuensi karakteristik model yang

didefinisikan sebagai,

2

2o (2.136)

Untuk daerah frekuensi rendah berlaku 2<o

2, sehingga

ρ

MVp , dan (2.145)

2

2

2

. 2

1

2

opo

o

pVM

(2.137)

yang artinya koefisien atenuasi berbanding lurus dengan frekuensi kuadrat ( ~ f2), hal

ini tidak sesuai dengan hasil-hasil eksperimen dan empiris yang memberikan ( ~ f).

3. Disipasi gesekan matrik takelastik

Atenuasi matrik disebabkan oleh intrinsik takelastik mineral-mineral dan

disipasi gesekan akibat gerak relatif pada batas-batas butiran dan permukaan retakan.

Intrinsik takelastik mineral pada umumnya sangat kecil sehingga dapat diabaikan

terhadap atenuasi akibat gesekan relatif antar butiran dan retakan. Walsh, (1966)

mendekati retakan-retakan di dalam batuan dengan model elipsoid dalam bidang

strain. Hasil perhitungannya untuk arah orientasi retakan yang acak diberikan dalam

Qp-1

dan Qs-1

sebagai,

Page 43: [Files.indowebster.com] Fisika Batuan Prof. Sismanto

[HANDOUT FISIKA BATUAN ] 2012

42

),(.)21(

)1( 3

2

1

ef

ef

ef

s

ef

p FV

Nl

E

EQ

(2.138)

)(.)1(

1 31

F

V

Nl

E

EQ

efs

ef

s

(2.139)

dengan Es dan Eef adalah modulus Young dari matrik padat dan efektif batuan. ef

adalah rasio poisson, adalah koefisien gesek pada permukaan retakan. N adalah

jumlah retakan dengan panjang setengah l dalam volume V. Fungsi F(,ef)

merupakan fungsi ketergantungan sudut antara sudut normal bidang retakan terhadap

arah rambat gelombang. Koefisien gesek untuk permukaan yang halus sekitar (0,1 –

0,2) dan maksimum (0,5 – 0,6) untuk permukaan yang kasar. Sedangkan rasio poisson

diantara (0,15 – 0,25), hal ini banyak memberikan kesesuaian dengan sejumlah data

lapangan dan eksperimen khususnya pada batuan kering (dry rocks). Model Walsh

telah banyak dikembangkan oleh para ahli, misal dengan memodifikasi bentuk retakan

yang bulat untuk batu taktermampatkan, ketergantungannya pada tekanan, jari-jari

butiran bola, jenis koefisien gesek dengan tergelincir (slip) dan tanpa tergelincir

(Schön, 1998).

4. Mekanisme fluida dalam pori dan retakan-retakan

Aliran fluida di dalam ruang pori yang terpicu/terinduksi oleh stress

gelombang elastik merupakan salah satu penyebab atenuasi. Gerakan fluida

menghasilkan stress-stress geser di dalam fluida dan mengakibatkan adanya disipasi

viskositas pada energi gelombang. Mekanisme viskositas (termasuk juga adanya

pengaruh viskositas fluida ) di dalam atenuasi berbanding lurus dengan frekeunsi

kuadrat ( ~ f 2). Mekanisme ini digolongkan dalam dua jenis (Schön, 1998), yaitu

aliran inersial (Biot, 1956a, 1956b) dan aliran squirting (semburan) (Mavko dan Nur,

1975).

Teori Biot, (1956b) mengungkapkan perilaku gelombang elastik dan takelastik

pada batuan berpori dan tersaturasi fluida, dan hasil rumusannya telah dinyatakan

dalam persamaan (2.90) dan (2.91). Sedangkan ketergantungan koefisien atenuasi

terhadap frekuensi (daerah frekuensi rendah) pada aliran Poiseulle

(laminer)gelombang P tipe-1 (cepat) dan S diberikan sebagai,

Page 44: [Files.indowebster.com] Fisika Batuan Prof. Sismanto

[HANDOUT FISIKA BATUAN ] 2012

43

2

2

22

.

1

1

12

f

K

K

K

K

K

K

M

K

V

k

sf

s

s

f

s

p

pf

p

(2.140)

2

22

.2

fV

k

s

pf

s

(2.141)

dengan dan f adalah densitas batuan dan fluida, adalah porositas adalah

viskositas fluida kp adalah permeabilitas dan M , K, Ks, dan Kf adalah masing-masing

modulus gelombang datar, modulus kompresi dari kerangka batuan, material matrik,

dan fluida. Nampak persamaan tersebut bahwa adanya ketergantungan pada frekuensi

kuadrat, hal ini tidak sesuai dengan data-data lapangan dan laboratorium.

Pada frekuensi tinggi aliran fluida akan berupa turbulen (non-Poiseulle) dan efek

viskositas akan dirasakan hanya dalam bidang-bidang batas pada lapisan tipis

(Jonhston, dkk., 1979) dimana ketergantungan pada frekuensi akan berupa,

p dan s ~ f1/2

(2.142)

Mekanisme Biot menganggap bahwa aliran fluida dalam pori sebagai aliran

global sehingga berupa laminer, tetapi mengabaikan efek aliran lokal pori dan antar

retakan. Aliran lokal dan antar retakan tersebut dikenal sebagai “squirt flow” (aliran

menyembur). Mavko dan Nur, (1975, 1979) menurunkan model persamaan squirt

flow dengan asumsi bahwa aliran fluida terpisah menjadi (atau terdiri dari) tetesan-

tetesan fluida dalam pori dan mengalir ketika pori terdeformasi. Pori yang terpisah

tidak saling berinteraksi/ terisolasi. Persamaannya diberikan dalam bentuk,

fFE

E

V

ND

a

dQ ef

ef

ef

s

ef

p

2).(.

1

)1(

15

3222

22

31

(2.143)

fE

E

V

ND

a

dQ

ef

ef

s

ef

s

2.

1

)1(

15

3222

22

31

(2.144)

dengan

2

18

143

)21(2

1)(

ef

ef

ef

ef

ef

ef

efF

(2.145)

dan )( ef

s

pυF

Q

Q

(2.146)

Page 45: [Files.indowebster.com] Fisika Batuan Prof. Sismanto

[HANDOUT FISIKA BATUAN ] 2012

44

dengan a adalah lebar setengah pori, D adalah panjang tetes fluida, N adalah jumlah

pori dalam volume V, d adalah dimensi pori dalam 3 dimensi, adalah aspek rasio

pori dan adalah rasio poisson. Mavko dan Nur menyimpulkan bahwa rasio Qp/Qs

sebagai fungsi rasio poisson efektif mempunyai sensitivitas atenuasi tinggi terhadap

geometri pori dan distribusi fluida.

5. Hubungan Qp-Qs

Winkler dan Nur, (1982) menyatakan bahwa rasio Qp/Qs lebih sensitif

terhadap batuan yang tersaturasi fluida daripada Vp/Vs. Burkhardt, dkk.,(1991)

mengkaji batupasir Obernkircher pada frekuensi 0,03...200 Hz, diperoleh bahwa

Qp/Qs menunjukkan adanya perubahan yang kuat terhadap variasi saturasi daripada

Vp/Vs. Tetapi Burkhardt, dkk., (1991) memberikan catatan bahwa hasil tersebut hanya

berlaku pada batuan-batuan yang diamati saja, belum tentu berlaku pada batuan lain

yang secara signifikan berbeda struktur mikro dan batas frekuensinya.

Dari persamaan-persamaan di atas nampak bahwa efek peredaman sangat

dipengaruhi oleh seberapa besar pengurangan energi (amplitudo), kecepatan, koefisien

atenuasi, frekuensi gelombang, modulus elastisitas batuan, parameter reservoar seperti

porositas, kandungan lempung, ukuran butir, tekanan, suhu dan lain sebagainya yang

menyatu menjadi sifat fisis efektif medium. Sehingga nampak bahwa ketiga parameter

yaitu parameter gelombang, parameter elastisitas, dan parameter reservoar saling

berkaitan dan berhubungan baik secara langsung maupun tidak langsung. Masalahnya,

apakah dapat ditentukan parameter-parameter reservoar dari informasi gelombang

seismik tersebut ?.

Page 46: [Files.indowebster.com] Fisika Batuan Prof. Sismanto

[HANDOUT FISIKA BATUAN ] 2012

45

HUBUNGAN ANTARA SIFAT-SIFAT FISIKA BATUAN

Metode geofisika diakui oleh ahli-ahli teknik dapat memberikan informasi yang

penting mengenai tempat yang lebih efektif dan lebih murah untuk mengetahui model

bawah permukaan.

Salah satu pengembangan aplikasi metode geofisika adalah pemusatan ke arah

problem geoteknik. Seperti pada aplikasi lain, terdapat 2 pertanyaan utama yakni:

Struktur atau “arsitektur” bawah permukaan (batas lapisan sesar, dll).

Sifat bawah permukaan.

Berkenaan dengan sifat, dapat dibedakan antara:

Deskripsi umum atau klasifikasi material batuan yang berhubungan dengan

”tingkah laku” geoteknik (contoh: tipe batuan, tingkat patahan, densitas, dll).

Perkiraan langsung sifat geomekanik. (modulus deformasi, sifat-sifat kekuatan).

Pada prakteknya, kombinasi antara metode geofisika dan geoteknik sangat

bermanfaat. Model bawah permukaan pada sifat fisik dapat diperoleh dengan metode

geofisika. Kelanjutan pengukuran geofisika atau perulangannya memberikan

informasi berharga mengenai variasi sifat (perubahan sifat). Pengamatan pada tema

yang sama pada waktu yang berbeda merubah sinyal berbahaya dari sifat-sifat

kekuatan atau perubahan pada kadar pori-pori (pada kasus penyelidikan lingkungan).

Korelasi langsung antara sifat yang ditetapkan secara geofisika (kecepatan,

resistivitas) dan sifat geomekanik (modulus deformasi) dapat dihubungkan pada

problem yang samadan didasarkan pada prinsip yang sama sebagai korelasi antara

berbagai sifat-sifat geofisika:

Sifat-sifat yang merupakan ciri fisik yang berbeda, sebagai contoh: hubungan

tidak langsung antara kecepatan gelombang elastik dan kekuatan material batuan.

Kedua kelompok sifat-sifat yanng bergantung pada ”joint influence parameters”

seperti porositas atau patahan. Didasarkan pada hal tersebut, korelasi untuk tipe

batuan secara khusus dapat diberikan dan ditarik kesimpulan secara fisik.

Pada bab selanjutnya, 3 masalah yang akan didiskusikan antara lain:

(1) Karakteristik retakan batuan.

(2) Hubungan antara penentuan statik dan dinamik dari sifat-sifat elastik.

(3) Korelasi sifat-sifat kekuatan dengan sifat-sifat geofisika.

Page 47: [Files.indowebster.com] Fisika Batuan Prof. Sismanto

[HANDOUT FISIKA BATUAN ] 2012

46

Diskusi ini mencakup penggambaran sangat singkat dari masalah geomekanik.

Pemahaman pada masalah ini diberikan pada buku pelajaran dan literatur khusus

tentang geomekanik (contohnya: Jaeger and Cook, 1976; Kezdi, 1969; Fjær et al,

1992).

1. Sifat Patahan yang Diperoleh dari Pengukuran Seismik

Patahan dan retakan menghasilkan pengurangan nilai kecepatan seismik. Untuk

aplikasi praktisnya, kekuatan patahan pada kecepatan gelombang elastik digunakan

untuk menghasilkan ”ukuran retakan”:

- Koefisien retakan ζ dapat ditentukan dari hubungan rata-rata waktu:

fracturesolid vvv

11 (2.1)

fracturesolid

solid

vv

vv

(2.2)

Dimana v adalah kecepatan batuan yang diukur, vsolid adalah kecepatan material

matriks solid yang tidak retak dan vfracture adalah kecepatan retakan yang terisi

fluida.

- Ukuran kerusakan dengan parameter kerusakan D. Suatu deskripsi yang mendekati

menggunakan sebuah model sederhana untuk seperti sebuah retakan batuan di

gambarkan dibawah ini. Dimulai dari sebuah kubus yang solid kita

mengasumsikan bahwa efek dari semua kerusakan (retakan, kerusakan pada batas

butiran, kerusakan intragranular, dan sebagainya) yang ditunjukkan oleh parameter

D (Gambar 2.1)

Gambar 2.1. Sebuah model sederhana untuk batuan dengan kerusakan internal (retakan, patahan dsb)

ditunjukkan oleh parameter D.

Parameter-parameter ini adalah merupakan ukuran utama dari efek retakan

pada parameter geofisika saja (kecepatan, waktu tempuh perjalanan).

Page 48: [Files.indowebster.com] Fisika Batuan Prof. Sismanto

[HANDOUT FISIKA BATUAN ] 2012

47

Korelasi dengan parameter-parameter yang digunakan pada geoteknik praktis sangat

sukar, seperti parameter-paramater kejadian kekar atau jumlah retakan per panjang

(per meter) dan indeks Rock Quality Designation (RQD). Indeks RQD menjelaskan

tentang persentase inti batuan pada tiap-tiap pemboran yang panjangnya melampaui 4

inchi (10,16 cm) tanpa adanya diskontinyuitas, memotong retakan mekanik atau

patahan seperti diberikan pada tabel 2.1a.

Tabel 2.1a. Indeks Rock Quality Designation (RQD), setelah Carmichael (1989)

Rock Quality RQD index in %

Very poor

Poor

Fair

Good

excelent

0…25

25…50

50…75

75…90

90…100

Studi detil korelasi antara parameter indeks RQD, jumlah retakan per meter

dan kecepatan gelombang longitudinal untuk magma Scandinavia dan batuan

metamorf yang dipublikasikan oleh Sjөgren et al (1979). Tabel 2.1b menunjukkan arti

nilai untuk 3 parameter.

Tabel 2.1b. Kecepatan gelombang longitudinal dan parameter-parameter mekanik batuan (jumlah

retakan per meter dan indeks RQD), magma Scandinavia dan metamorf, setelah Sjөgren et al (1979).

Velocity

vp in m/s

Number of cracks

per meter C

Rock Quality Designation

(RQD) index in %

5500

5000

4500

4000

3500

3000

3.5

4.0

6.5

9.5

13.5

19.0

94

88

78

63

45

25

Gambar 2.2a dan 2.2b menunjukkan ketergantungan penting dari kecepatan vp pada

kedua sifat geoteknik. Pada gambar 2.2c, menunjukkan perbandingan antara

parameter “retakan per meter” pada sumbu-x dan parameter kerusakan D pada sumbu-

y. Pengukuran kecepatan diubah ke harga D, dimana kecepatan material solid yang

tidak retak diasumsikan bernilai vm = 6000 m/s. Ini menghasilkan korelasi antara

parameter kerusakan D dan logaritma parameter C (jumlah retakan per meter):

123,0log70,0 CD (2.3)

Page 49: [Files.indowebster.com] Fisika Batuan Prof. Sismanto

[HANDOUT FISIKA BATUAN ] 2012

48

Gambar 2.2. Korelasi antara sifat-sifat geoteknik dan kecepatan gelombang longitudinal (data setelah

tabel 2.1.)

(a) Korelasi antara jumlah retakan per meter C dan kecepatan gelombang longitudinal

vp.

(b) Korelasi antara indeks RQD dan kecepatan gelombang longitudinal vp.

(c) Diambil korelasi antara parameter kerusakan D dan jumlah retakan per meter C.

Jamscikov et al (1985) dan Savic et al (1969) menggunakan pengukuran

kecepatan untuk karakteristik retakan batuan. Hubungan antara kecepatan gelombang

elastik dan jumlah retakan per meter C juga ditemukan oleh Idziak (1981) untuk

batuan sedimen (limestone, dolomite) Uppersilesian Coal Basin di Polandia. Harga C

pada jangkauan antara 3-11 retakan per meter. Percobaan data dicobakan pada

persamaan regresi berikut:

1.1

m

mrock Cavv (2.4)

Hasil untuk kecepatan gelombang longitudinal dan kompresi adalah:

12/3252,017670

Cv p (2.5)

dan untuk kecepatan gelombang transversal dan geser:

Page 50: [Files.indowebster.com] Fisika Batuan Prof. Sismanto

[HANDOUT FISIKA BATUAN ] 2012

49

12/3240,014260

Cvs (2.6)

King et al (1986) juga melaporkan mengenai pengukuran seismik untuk karakteristik

retakan (kekar baris) batuan dan didiskusikan efek anisotropinya pada kecepatan.

2. Moduli Statik dan Dinamik

Moduli statik dan dinamik adalah hubungan kecepatan gelombang elastik yang

diperoleh dari teori klasik elastisitas. Untuk medium homogen isotropik:

2/1

121

1

d

Ev p (3.1)

12

12/1

d

E

dv p (3.2)

Dari persamaan tersebut, parameter elastik E (modulus Young), μ (modulus

geser), dan σ (Poisson Ratio) secara langsung mengetahui atau memisahkan penetapan

densitas batuan d (contoh: pengukuran gamma-gamma-densitas)

12

2

(3.3)

dengan 2/ sp vv

dvs 2

(3.4)

1

1212dvE p (3.5)

Parameter elastik lainnya dapat juga diperoleh menggunakan Tabel 3.1.

Tabel 3.1. Nilai konstan elastik untuk material solid isotropik.

Page 51: [Files.indowebster.com] Fisika Batuan Prof. Sismanto

[HANDOUT FISIKA BATUAN ] 2012

50

Parameter-parameter elastik tersebut ditetapkan dari pengukuran seismik atau

pengukuran ultrasonik pada range frekuensi 10 Hz-10MHz. Penentuan ini dibuat

berdasarkan pengukuran dinamik.

Tipe pengukuran dinamik berbeda dari kebanyakan metode geoteknik yang

didasarkan pada statik atau muatan kuasistatik dan pengukuran deformasi sebagai

fungsi tekanan mengikuti definisi Hooke. Ketidaklinearan antara stress dan strain

menghasilkan formula hukum Hooke pada syarat-syarat yang menunjukkan perbedaan

seperti pada modulus Young.

d

dppE (3.6)

dimana modulus itu sendiri adalah fungsi tekanan.

Penggunaan ilmu teknik pada sifat deformasi digambarkan oleh jumlah moduli seperti

pada (McCann dan Entwisle, 1992):

(a) Modulus Tangent, diukur pada level stress dengan persentase kekuatan akhir yang

tetap (50% kekuatan tetap).

(b) Average Modulus (Modulus rata-rata), ditetapkan dari slope rata-rata kurva lurus

stress-strain.

(c) Modulus Secant, diambil dari gradien gabungan garis pada origin untuk persentase

tetap kekuatan kompresif beraxial satu pada kurva stress-strain (50%).

Batuan alam menunjukkan gejala deformasi hysteresis: kurva loading dan

unloading yang berbeda dari hasil deformasi non elastik. Modulus ditetapkan oleh

teknik statik yang sering disebut ”modulus statik” (pernyataan ”elastisitas modulus

statik” adalah tidak benar, karena modulus ini juga mencakup sifat batuan non

elastik).

Moduli yang ditetapkan secara statik penting untuk banyak perhitungan pada

geoteknik, mekanika batuan dan problem dasar. Pengukuran statik mencakup

deformasi non elastik (viskositas), sebaik deformasi elastik Pada umumnya modulus

yang diukur secara statik lebih rendah dari dinamik pada batuan yang sebenarnya.

Hanya untuk material elastik ideal kedua moduli sederajat (Gambar 3.1).

Hubungan antara moduli statik dan dinamik telah dipelajari oleh Onodera

(1963), Simons dan Brace (1965), Langer (1965), Linovski (1969), Belikov et

al.(1970), King (1970), Stötzner (1976), Cheng dan Johnston (1981), McCann dan

Entwisle (1992), King (1983), Schön (1983), Militzer et al. (1968, 1986), Jizba dan

Nur (1990) et al.

Page 52: [Files.indowebster.com] Fisika Batuan Prof. Sismanto

[HANDOUT FISIKA BATUAN ] 2012

51

Gambar 3.1. Skematik modulus statik dan dinamik.

Mereka menegaskan hasil utama yaitu:

- Modulus statik lebih kecil daripada modulus dinamik

- Perbedaannya menambah seiring dengan patahan dan porositasnya, perbedaan

besar yang ekstrem terjadi pada batuan unconsolidated.

- Perbedaannya berkurang seiring dengan pertambahan batas tekanan.

Kecenderungan ini ditunjukkan oleh Gambar 3.1: Untuk modulus dengan nilai

rendah (seperti indikasi untuk unconsolidated atau batuan patah), ditemukan banyak

perbedaan. Untuk modulus dengan nilai yang tinggi (seperti indikasi untuk batuan

kompak yang terganggu), perbedaannya kecil.

Selanjutnya diberikan beberapa contoh perbandingan 2 moduli untuk batuan

beku, sedimen consolidated, dan batuan unconsolidated. Gambar 3.2 menunjukkan

perkiraan kemiringan dari Gambar 3.1 dengan data percobaan.

Gambar 3.2. Rasio secara statik dan dinamik ditentukan oleh modulus Young sebagai fungsi modulus

Young statik(data setelah Thiel et. al., 1970): 1-batugamping, 2-sekis.

Page 53: [Files.indowebster.com] Fisika Batuan Prof. Sismanto

[HANDOUT FISIKA BATUAN ] 2012

52

Korelasi kuat antara rasio dinamik dan statik ditetapkan oleh moduli (pada

kasus modulus bulk) dan tekanan pada satu sisi dan tekanan lain pada sisi lain, ini

dipelajari oleh Cheng dan Johnston (1981) untuk tipe batuan yang bervariasi

(batupasir Navajo dan Berea, granit Westerly, tuff Amonia Tanks). Rasio bertambah

dengan bertambahanya porositas retakan. Yang mempengaruhi kerusakan deformasi

pada semua spesimen batuan selama pengukuran statik lebih banyak daripada

karakteristik perbaikan gelombang ultrasonik selama pengukuran dinamik. Klosur

retakan menambah tekanan, oleh karena itu, hasilnya akan mengurangi rasio.

Sebanding dengan hasil untuk batupasir Boise yang dipublikasikan oleh King (1970).

Gambar 3.3 memberikan kesimpulan gambar pengukuran pada granit microline:

- Kedua moduli berkurang dengan pertambahan porositas tekanan, tapi modulus

statik menunjukkan penurunan yang lebih kuat dibanding modulus dinamik (a).

- Oleh karena itu, rasio Edyn/Estat bertambah dengan bertambahnhya porositas

retakan (b).

- Batuan kompak secara relatif (patahan kecil) mempunyai moduli tinggi dan rasio

rendah Edyn/Estat (mendekati 1), tapi batuan retak mempunyai moduli rendah dan

rasio tinggi Edyn/Estat (d).

Gambar 3.3. Statik dan dinamik ditetapkan dengan modulus Young untuk microline-granite (data

setelah Belikov et al., 1970).

(a) Estat dan Edyn sebagai fungsi porositas retakan Фc

(b) Ratio Edyn/Estat sebagai fungsi porositas retakan Фc

(c) Estat vs Edyn, kurva ini menunjukkan korelasi linear (persamaan 10.62)

(d) Ratio Edyn/Estat sebagai fungsi modulus statik Estat

Kurva solid dihitung setelah persamaan (10.62), kurva patah dihitung setelah persamaan (10.63)

Page 54: [Files.indowebster.com] Fisika Batuan Prof. Sismanto

[HANDOUT FISIKA BATUAN ] 2012

53

Estat versus Edyn diplot pada Gambar 3.3c. Kurva menunjukkan korelasi linear seperti

perkiraan pertama untuk mencocokkan data

685,9137,1 dynstat EE (3.7)

dimana E dalam Gpa dengan koefisien regresi 0,98. Tambahan dan untuk

pembanding, pada Gambar 3.3d yang menunjukkan hubungan linear empiris oleh

King (1983) dari penrhitungan pengukuran pada 152 spesimen batuan beku dan

metamorf dari Canadian Shield:

55,29263,1 dynstat EE (3.8)

dimana E dalam Gpa, dengan koefisien regresi 0,904.

Dari persamaan (3.7) menghasilkan rasio

152,888,0 stat

stat

dynE

E

E (3.9)

McCann dan Entwisle (1992) juga menggunakan regresi linear. Modulus

dinamik ditetapkan menggunakan log akustik gelombang penuh., modulus statik

ditetapkan pada sampel di laboratorium. Data dan sampel diperoleh dari lubang bor

pada Great Britain, batuan granit dan sedimen Jurassic. Hubungan untuk semua

spesimen:

40,669,0 dynstat EE (3.10)

dengan koefisien korelasi 0,75. Plot logaritma data yang sama menghasilkan

hubungan:

075,1lg749,1lg dynstat EE (3.11)

dengan koefisien korelasi yang sama 0,75.

Eissa dan Kazi (1988) menganalisa range lebar dari tipe batuan dan diperoleh

dengan mengikuti hubungan linear:

32,064,0 dynstat EE (3.12)

dengan koefisien korelasi 0.84. Kesamaan antara persamaan (3.7.), (3.8.), (3.10.) dan

(3.12.) seharusnya dicatat.

Perbedaan antara moduli statik dan dinamik sangat ekstrim untuk batuan

unconsolidated. Perubahan kerangka batuan menghasilkan moduli statik yang rendah.

Moduli ini merupakan sifat-sifat dasar untuk perhitungan mekanik tanah..

Page 55: [Files.indowebster.com] Fisika Batuan Prof. Sismanto

[HANDOUT FISIKA BATUAN ] 2012

54

Tabel 3.2. memberikan tinjauan range 2 modulus Young. Pada Gambar 3.4, nilai ini

diperlihatkan pada plot Edyn/Estat versus Estat seperti pada Gambar 3.1 dan pada plot

untuk batuan unconsolidated (Gambar 3.2).

Tabel 3.2. Modulus young statik dan dinamik untuk batuan unconsolidated (setelah Schön, 1983;

Militzer et al., 1986; Fröhlich, 1975; Fröhlich dan Schwinge, 1978).

Gambar 3.4. Rasio secara dinamik dan statik dihitung dengan modulus Young vs modulus Young statik

untuk batuan sedimen unconsolidated, nilai ini mengacu kepada Tabel 3.2.

Dua fitur yang tercatat pada Gambar 3.4:

Sebaran luas dari range nilai untuk tipe-tipe batuan, ini mungkin dihasilkan oleh

variasi komposisi, disribusi ukuran butir, bentuk butir, kandungan uap

(kelembaban) dan tekanan.

Maksud nilai untuk rasio Edyn/Estat untuk batuan unconsolidated adalah sebaik 5

untuk sedikit kohesi dan 20 untuk batuan kohesif. McCann dan Entwisle (1992)

mempublikasikan nilai 100...200 untuk soft mudrocks dan material alluvial.

Sesuai dengan kondisi itu, korelasi kuat antara dua moduli tidak dapat

diperkirakan. Bagaimanapun, satu dasar fisik untuk korelasi adalah kenyataan bahwa

dua moduli bergantung pada porositas dan menunjukkan ketergantungan tekanan

serupa yang sesungguhnya.

Persamaan untuk ketergantungan tekanan dari kecepatan:

Page 56: [Files.indowebster.com] Fisika Batuan Prof. Sismanto

[HANDOUT FISIKA BATUAN ] 2012

55

m

p

pvv

0

0 (3.13)

Gambar 3.5. Parameter-parameter dari persamaan (10.70) untuk modulus statik sebagai fungsi

porositas batuan dan tipe batuan; setelah Janbu (1963)

Dari persamaan itu, diperoleh persamaan untuk modulus dinamik:

m

dyndynp

pEE

2

0

0,

(3.14)

Janbu (1963) juga menetapkan persamaan untuk modulus dinamik:

n

statstatp

pEE

0

0, (3.15)

Exponen n bergantung pada tipe batuan (Gambar 3.5) dan menunjukkan keserupaan

eksponen untuk modulus dinamik. Gambar 3.5 juga menegaskan pengaruh porositas,

terutama pada nilai Estat,0.

Page 57: [Files.indowebster.com] Fisika Batuan Prof. Sismanto

[HANDOUT FISIKA BATUAN ] 2012

56

Gorjainov dan Ljachowickij (1979) menetapkan modulus Young statik dan

dinamik dari pengukuran seismik dangkal dan percobaan mekanik tanah untuk

kedalaman hingga 10 m dan ditambahkan regresi linear ke data (serupa dengan

persamaan (3.7)) dengan bentuk persamaan:

bEaE dynstat (3.16)

Beberapa arti nilai untuk koefisien a dan b diberikan pada Tabel 3.3.

Tabel 3.3. Arti nilai untuk koefisien persamaan regresi (3.16); setelah Gorjainov dan Ljachowickij

(1979); Estat dan Edyn dalam Mpa.

Rock type a b in Mpa

sand, wet

clay

soil, wet, sandy

0.085

0.033

0.061

3

6.5

2.85

Pada magnitude sebaran data ini dan hubungan sebanding yang hanya

menghasilkan pendekatan yang sangat kasar; untuk pendekatan praktis dan umum ini

tidak berlaku, tetapi harus ditetapkan pada kasus lain untuk tipe batuan individu. Ini

diharapkan bahwa korelasi antara sifat-sifat dinamik ditetapkan dari kecepatan

gelombang geser yang memberikan korelasi yang baik., karena kecepatan gelombang

geser yang sebagian untuk batuan unconsolidated dikontrol oleh kerangka sifat-sifat

batuan. Pada kerangka sifat-sifat secara dominant mengontrol sifat-sifat mekanik

statik. Ini juga akan ditegaskan pada section selanjutnya mengenai korelasi antara

sifat-sifat batuan dan kekuatan batuan.

3. Hubungan Antara Sifat-Sifat Geofisika dan Sifat-Sifat Kekuatan Batuan

Sifat-sifat kekuatan (Strength Properties)

Sifat-sifat kekuatan batuan diperlukan untuk mengetahui kestabilan konstruksi

tanah dan batuan, kemiringan alami, penggalian dan untuk proses pengeboran.

Penyelidikan kriteria kerusakan, proses perusakan dan penentuan karakteristik

parameter adalah subjek penelitian dan merupakan aplikasi mekanika tanah dan

batuan.

Kriteria paling simpel dan paling sering digunakan diperkenalkan oleh

Coulomb pada tahun 1773. Dia memperkirakan bahwa shear stress yang cenderung

menyebabkan kerusakan melintasi bidang (Gambar 10.6) ditahan oleh kohesi material

Page 58: [Files.indowebster.com] Fisika Batuan Prof. Sismanto

[HANDOUT FISIKA BATUAN ] 2012

57

c dan parameter dikali stress normal melintasi bidang. Hal ini dapat dituliskan

dengan persamaan:

cn (4.1)

dimana adalah shear stress dan n stress normal melintasi bidang, c adalah kohesi

dan adalah koefisien gesek internal. Koefisien gesek internal berhubungan dengan

sudut gesek internal :

tan (4.2)

Dengan menggunakan komponen pokok stress (3 komponen axis, 1 = 2 komponen

radial), dapat dirumuskan:

245tan2245tan31 c (4.3)

Pada grafik vs n tampilan persamaannya (Kriteria Mohr) pada gambar 10.6 dan

dikenal sebagai lingkaran Mohr (Mohr‟s circles) dengan sampul sebagai grafik

ekspresi kerusakan (area yang rusak adalah diatas garis).

Gambar 4.1 Kriteria Kerusakan Coulomb – Mohr

a) Sampel berbentuk silinder dibawah pengaruh stress pokok 1 = 2 3 dengan shear () dan

stress normal (n) melewati bidang rusak

b) Diagram Coulomb dan Lingkaran Mohr

Tabel 4.1 berisi nilai-nilai dan c untuk beberapa material.

Tabel 4.1 nilai dan c untuk beberapa material; Jaeger dan Cook (1976)

Tipe Batuan c dalam MPa

Granit

Gabbro

Trasit

Batupasir

Marmer

0,64

0,66

0,68

0,51

0,75

0,31

0,38

0,41

0,28

- 1,10

Kekuatan batuan sebagian besar bergantung pada:

Page 59: [Files.indowebster.com] Fisika Batuan Prof. Sismanto

[HANDOUT FISIKA BATUAN ] 2012

58

Tipe pertalian dan kualitas partikel-partikel solid (pertalian yang solid contohnya

pada kasus batuan beku, sementasi pada sedimen terkonsolidasi, kohesi untuk

lempung, gesekan untuk sedimen tak terkonsolidasi dan terkohesi seperti pasir dan

kerikil),

Struktur internal masing-masing kerangka batuan.

Pada sebagian besar masalah praktek, digunakan „uniaxial compressive strength’.

Parameter kekuatan ini didefinisikan sebagai kekuatan axis (3) dari sampel silinder

yang tak terbatas (1 = 2 = 0). Persamaan 10-74 menjadi:

245tan

23

cc (4.4)

Tabel 4.2. berisi nilai rata-rata uniaxial compressive strength’ pada beberapa material.

Tabel 4.2 Nilai rata-rata untuk kekuatan kompresi unaksial beberapa jenis material; Referensi: K –

Kezdi, 1969, J – Jaeger dan Cook, 1976, H - Howarth et al., 1986, M – Muller, 1978, R – Rshewski

dan Novik, 1978; Rshewski dan Jamscikov, 1973 (sampel batu dari Uni Sovyet)

Klasifikasi teknik untuk batuan utuh berdasarkan pada uniaxial compressive strength

(Tabel 4.3).

Page 60: [Files.indowebster.com] Fisika Batuan Prof. Sismanto

[HANDOUT FISIKA BATUAN ] 2012

59

Tabel 4.3 Teknik klasifikasi batu utuh berdasarkan pada kekuatan kompresi;

Deere dan Miller, 1966 (di: Carmichael, 1989)

Kelas Tipe c dalam Mpa

A

B

C

D

E

berkekuatan sangat tinggi

berkekuatan tinggi

berkekuatan sedang

berkekuatan rendah

berkekuatan sangat rendah

> 220

110 … 220

55 … 110

28 … 55

< 28

Kekuatan batuan beku, metamorf dan sedimen terkonsolidasi adalah sangat

dipengaruhi oleh retakan dan porositas. Rshewski dan Novik (1978)

merekomendasikan persamaan regresi:

21 bac (4.5)

Untuk batugamping mereka memperoleh nilai a 277 MPa dan b antara 2 – 5.

Sedimen tak terkonsolidasi kekuatannya paling lemah. Untuk sedimen tak

terkohesi (pasir dan kerikil) kekuatannya dikontrol oleh gesekan kontak antar butir.

Koefisien gesek internalnya antara 0,5 – 1 (Kezdi, 1964) dan kohesi hanya pada kasus

saturasi sebagian sebagai hasil dari gaya kapiler. Koefisien tersebut sangat bergantung

pada bentuk butir dan porositas (lihat Feda, 1982). Gambar 4.2 menunjukkan

pengaruh porositas pada koefisien gesek internal pasir.

Gambar 4.2 Koefisien gesek internal sebagai fungsi porositas

untuk sedimen tak terkonsolidasi nonkohesi.

Hasil dari rangkaian eksperimen ini, Lundgren (1960) memperoleh formula empiris

sudut gesek internal untuk kerikil dan pasir termasuk pengaruh-pengaruhnya tadi.

432136 (4.6)

Page 61: [Files.indowebster.com] Fisika Batuan Prof. Sismanto

[HANDOUT FISIKA BATUAN ] 2012

60

dengan 1 +1 untuk butiran angular dan diatas -6 untuk butiran bundar (rounded)

2 0 untuk pasir, +1untuk kerikil halus dan +2 untuk kerikil medium dan kasar.

3 -3 untuk distribusi ukuran butir yang seragam dan +3 untuk ditribusi ukuran butir

yang tak seragam.

4 -6 untuk packing longgar, 0 untuk medium dan + 6 untuk packing yang padat

(dense).

Untuk batu tak terkonsolidasi (lempung), kekuatannya sebagian besar

dikontrol oleh kohesi. Nilainya kekuatannya berkisar 10-3

Mpa untuk lempung

perairan halus dan 1 Mpa untuk lempung terkonsolidasi seperti Lempung London

(Hamilton, 1970). Magnitutnya bergantung pada kadar penggabungan (konsolidasi),

kandungan air dan konsistensi.

4. Korelasi

Sifat-sifat seperti porositas, tipe pertalian, kandungan air dan lainnya

mempengaruhi kecepatan gelombang elastis dan sifat-sifat batuannya. Korelasi antara

kecepatan gelombang dan sifat-sifat kekuatan berdasarkan pada fakta ini. Gambar 4.3

menunjukkan salah satu contoh korelasi antara kekuatan kompresi uniaksial dan

kecepatan gelombang longitudinal. Untuk contoh batupasir dapat diturunkan dengan

regresi linear (Freyburg, 1972):

5.31035.0 pc v (4.7)

dimana vp dalam m/s dan c dalam Mpa.

Gambar 4.3. Kekuatan kompresi uniaksial vs kecepatan gelombang longitudinal untuk batupasir

(Thuringia, Jerman) menurut data Freyburg, 1972

Page 62: [Files.indowebster.com] Fisika Batuan Prof. Sismanto

[HANDOUT FISIKA BATUAN ] 2012

61

Untuk selanjutnya, beberapa contoh hubungan empiris (setelah konversi

perbedaan unit) antara kecepatan gelombang seismik (km/s) dan kekuatan kompresi

uniaksial (MPa) diberikan pada persamaan:

Gorjainov dan Ljachovickij (1979) menurunkan persamaan polinomial untuk batu

berpasir dan batuserpih.

98.068.098.0 2 ppc vv (4.8)

Untuk batugamping, Militzer dan Stoll (1973) menemukan hubungan dibawah ini:

82.145.2 pc v (4.9)

Golubev dan Rabinovich (1976) menggunakan hubungan logaritmik

283.0358.0lg pc v untuk batugamping (4.10)

003.0444.0lg pc v untuk sekis (4.11)

McNally (1987) mempelajari korelasi antara kekuatan kompresi uniaksial dan

waktu jalar gelombang dengan menggunakan sonic log. Untuk batupasir berukuran

halus sampai sedang dari formasi German Creek (Queensland, Australia), diperoleh

hubungan pada 142 sampel dengan koefisien korelasi 0,91; pada hubungan ini c

dalam Mpa dan t dalam s/ft. konversi kecepatan (m/s) dihasilkan pada

p

cv

11200exp1277 (4.12)

Gambar 4.4 menunjukkan data eksperimental.

Gambar 4.4. Kekuatan kompresi uniaksial vs kecepatan gelombang P, formasi batupasir German

Creek, Queensland, menurut McNally (1987)Titik-titik: data eksperimen kurva: persamaan regresi.

Page 63: [Files.indowebster.com] Fisika Batuan Prof. Sismanto

[HANDOUT FISIKA BATUAN ] 2012

62

Fjær (1995) menyelidiki korelasi antara kecepatan gelombang S atau modulus

shear dinamik dan kekuatan shear pada batupasir alami dan sintetik. (Gambar 4.5).

Gambar 4.5 Korelasi antara modulus shear dinamik dan kekuatan shear,

batupasir, menurut Fjær (1995).

Pada praktek yang sebenarnya, beberapa parameter lain jika

dihubungkan/digabungkan ke kekuatan kompresi uniaksial dapat digunakan untuk

mengetahui karakterisasi sifat-sifat mekanik. Tes Schmidt-Hammer adalah metode

yang mudah digunakan. Frantz (1990) menemukan korelasi antar parameter

diturunkan dari tes ini dan kecepatan gelombang P untuk batupasir.

Korelasi antara kecepatan gelombang seismik dan sifat-sifat kekuatan

(termasuk efek retakan) adalah dasar untuk „Seismic rippability chart’ seperti

dikemukakan oleh Bison Instruments Inc. Grafik ini memberikan klasifikasi tiga grup

material batuan (rippable, marginal, non-rippable by tractors) berdasarkan rentang

kecepatan. Untuk grup batuan pokok diperlihatkan pada tabel 4.4.

Tabel 4.4 Klasifikasi rippability seismik (data dari Bison Instruments Inc.)

Grup (batuan) vp dalam km/s

Rippable Marginal Non-rippable

Batuan beku

Batuan sedimen

Batuan metamorf

Mineral dan bahan tambang

< 2,1

< 2,4

< 2,3

< 2,4

2,1 … 2,6

2,4 … 3,2

2,3 … 2,9

2,4 … 3,2

> 2,6

> 3,2

> 2,9

> 3,2

Page 64: [Files.indowebster.com] Fisika Batuan Prof. Sismanto

[HANDOUT FISIKA BATUAN ] 2012

63

Korelasi antara kecepatan gelombang elastik dan parameter rock drillability

juga telah diselidiki. Sebagai contoh, Somerton et al (1969) melaporkan bahwa di

dalam studi kecepatan suara (sonic velocity) adalah indikator rock drillability yang

baik untuk suatu tipe batuan (pada kasus ini batugamping dan batupasir) dan tipe alat

bor. Howarth et al. (1989) telah menghitung bermacam-macam sifat fisis (densitas,

porositas, kecepatan, kekuatan dan sifat klasifikasi batuan) pada batupasir dan marmer

untuk memperkirakan penetrasi dari 3 tipe mesin bor (TBM – Model Tunnel Boring

Machine, PD – Percussion Drilling, DD – Diamond Drilling Machine).

Tabel 4.5 berisi beberapa sifat fisis batuan dan kecepatan penetrasi dan

Gambar 4.6 menunjukkan korelasi antara kecepatan gelombang P (jenuh) dan

kecepatan penetrasi untuk diamond dan percussion drilling.

Tabel 4.5. Sifat-sifat fisis batuan dan kecepatan penetrasi; Howarth et al. (1989).

Untuk batuan tak terkonsolidasi, nilai N biasanya diturunkan dari Tes Penetrasi

Standar untuk memperoleh nilai indeks kekerasan formasi atau kapasitas beban. Nilai

N didefinisikan sebagai jumlah pukulan palu (berat palu 63,5 kg, dipukul dari jarak 75

cm) diperlukan untuk menembus 30 cm kedalam formasi. Imai et al., 1975

menghitung kecepatan gelombang P dan S pada tanah (aluvial, diluvial, tersier) dan

membandingkan hasilnya dengan tes nilai N. Dari 756 penghitungan, didapatkan

korelasi yang signifikan hanyalah pada kecepatan gelombang S

341.08.89 Nvs (4.13)

dimana kecepatannya dalam m/s.

Page 65: [Files.indowebster.com] Fisika Batuan Prof. Sismanto

[HANDOUT FISIKA BATUAN ] 2012

64

Gambar 4.6. Korelasi antara kecepatan gelombang P (jenuh) dan kecepatan penetrasi

untuk diamond dan percussion drilling; menurut data dari Howarth et al. (1989)

Suayama et al. (1984) juga telah menghitung kecepatan gelombang seismik

(menggunakan refleksi gelombang SH dan metode VSP) pada tanah aluvial (Jepang)

dan membandingkan hasilnya dengan nilai tes N (Gambar 4.7). Dari 1654 nilai

perhitungan, korelasi yang signifikan (koefisien korelasi r = 0,868) diperoleh hanya

untuk kecepatan gelombang S

314.00.97 Nvs (4.14)

Gambar 4.7. Kecepatan gelombang P dan S vs nilai N untuk batuan tak terkonsolidasi;

menurut Suayama et al. (1984)

Hasil yang dibandingkan adalah hasil yang diperoleh Davis (1989) untuk lempung

Oxford (Gambar 4.8).

321.052.78 Nvs (4.15)

Jadi dapat disimpulkan bahwa korelasi signifikan untuk batuan tak terkonsolidasi

antara sifat-sifat mekanis N dan sifat fisis gelombang seismik hanya untuk gelombang

Page 66: [Files.indowebster.com] Fisika Batuan Prof. Sismanto

[HANDOUT FISIKA BATUAN ] 2012

65

S. Hal ini disebabkan karena terpengaruh oleh kerangka batuan. Kecepatan gelombang

P lebih dominan dikontrol oleh sifat fluida pengisi pori.

Gambar 4.8. Kecepatan gelombang S vs nilai N untuk lempung Oxford; menurut Davis (1989).

5. Pertimbangan Pembuatan Model

Dengan mengasumsikan bahwa kekuatan sebuah materi/batuan dikontrol oleh

belahan batuan tanpa cacat/retak, hubungan simpel untuk pemodelannya adalah:

Dmcc 1, (4.16)

dimana c,m adalah kekuatan utuh batuan. Dibandingkan dengan persamaan 6-136

hubungan antara kekuatan dan kecepatan gelombang P adalah

2

2

,2

pv

m

mc

pc vAv

v

(4.17)

Parameter 2

, mmcv vA dipengaruhi oleh sifat material matriks. Gambar 4.9

menunjukkan perbandingan antara persamaan ini dengan 2~ vc proporsional dan

data eksperimen.

Gambar 4.9. Perbandingan antara korelasi model-kalkulasi c vs vp dan data eksperimen untuk

batugamping; menurut data Stoll (1971); kurva: perhitungan dari persamaan (4.17)

dengan parameter kurva Av; c dalamMPa, vp dalam m/s.

Page 67: [Files.indowebster.com] Fisika Batuan Prof. Sismanto

[HANDOUT FISIKA BATUAN ] 2012

66

Hubungan antara ketergantungan kalkulasi dan data perhitungan juga hubungan

empiris 4.10 dan 4.11 (Gambar 4.10).

Gambar 4.10. Perbandingan antara model-kalkulasi dan korelasi empiris c vs vp

Persamaan empiris: a- persamaan (4.12), b – persamaan (4.11), c- persamaan (4.10)

Kurva: perhitungan dari persamaan (4.17) dengan parameter kurva Av; c dalamMPa, vp dalam m/s.

5. Perubahan parameter fisis terkait dengan proses perusakan

Perusakan berhubungan dengan perubahan keadaan internal batuan. Perubahan

pre dan post perusakan adalah subjek studi tentang proses perusakan dan masalah

prediksi gempabumi. Volarovich dan Budnikov (1979) telah menyelidiki perubahan

kecepatan gelombang P dan S selama dilakukan eksperimen tekanan uniaksial pada

plagiogranit dan genis. Kecepatan yang didapat dari observasi ditunjukkan pada

gambar 4.11 dalam grafik vp/vs vs vs.

Gambar 4.11 Analisa perubahan rasio vp/vs selama proses perusakan

Grid: perhitungan model dengan struktur internal untuk sudut struktur yang berbeda-beda () dan

parameter pertalian (f); faktor empiris A adalah 7800 m/s

Titik: data eksperimen (dari Volarovich dan Budnikov, 1979); anak panah menunjukkan arah kenaikan

tekanan (dari 0 sampai sekitar 0.8 Gpa pada saat terjadi perusakan)

o adalah plagiogranit dan

adalah genis

Page 68: [Files.indowebster.com] Fisika Batuan Prof. Sismanto

[HANDOUT FISIKA BATUAN ] 2012

67

Pada fase pre-perusakan data mengikuti loop perubahan struktur dan pertalian

yang dominan. Perubahan struktur mungkin adalah perubahan pada sistem perusakan

aktif arah utama dibawah kondisi 3 tekanan. Perubahan pertalian dengan naiknya nilai

parameter f dapat diinterpretasikan sebagai hilangnya hubungan mekanik antara butir

dan mineral disepanjang retakan dan kerusakan lainnya. Fenomena ini mungkin

berhubungan dengan dilatasi. Contoh ini menunjukkan bahwa konsep sebuah model

termasuk struktur dan pertalian mungkin cocok untuk menganalisa fenomena

kerusakan.

Gambar 4.12. Perubahan kecepatan gelombang longitudinal dan transversal pada lempeng tektonik

aktif daerah California. Data dari Aggarwal et al. (1973)

a) data vp dan vs observasi dan rasio; anak panah menunjukkan kejadian dengan magnitudo M>4

b) hasil perhitungan vp/vs vs vs dan data observasi dari gambar 10.27a (hanya 2 loop yang diplot), A

= 8000 m/s

Page 69: [Files.indowebster.com] Fisika Batuan Prof. Sismanto

[HANDOUT FISIKA BATUAN ] 2012

68

Penelitian seismologi untuk gelombang longitudinal dan transversal (Gambar

4.12a) lebih dari periode 11 tahun ditunjukkan pada grafik vp/vs vs vs (gambar 4.12b

dan 4.12c). Juga ditunjukkan tipikal-tipikal loop gempabumi. Loop yang lebih kecil

berhubungan dengan magnitudo yang kecil pada tahun 1964 dan loop yang besar

berhubungan dengan gempabumi San Fernando pada tahun 1971.

Dapat diperhatikan pula perubahan resistivitas elektrik dapat diinterpretasikan

karena perubahan orientasi retakan aktif dengan tipe model seperti ini (Schon, 1983).

REFERENSI

Akbar, N., Dvorkin, D., and Nur, A., 1993, Relating P-wave attenuation to permeability.

Geophysics, vol. 58, 20-29. Allen, J.L., and Peddy, C.P., 1993. Amplitude variation with offset: Gulf coast case

studies. Edited by Franklyn K. Levin, SEG, v. 4: Tulsa, Oklahoma, USA. Alterman, Z. S., dan Karal, F. C., Jr., 1968, Propagation of elastic waves in layered media

by finite-difference methods. Bull. Seism. Soc. Am, 58, 367-398. Assefa, S., McCann, C., and Sothcott, J., 1999, Attenuation of P- and S- waves in

limestones. Geophysical Prospecting, vol. 47, p. 359-392.

Badiey, M., and Yamamoto, T., 1985, Propagation of acoustic normal modes in a homogeneous ocean overlaying layered anisotropic porous beds. J.Acoust Soc. Am., vol.77, 954 – 961.

Berryman, G.J. and Milton, G., 1991, Exact results for generalized Gassmann’s Equation in composite porous media with two constituents. Geophysics, vol 56, no. 12, 1950-1960.

Best, A.I., McCann, C., and Sothcott, J., 1994, The relationships between the velocities, attenuations, and petrophysical properties of reservoir sedimentary rocks. Geophysical Prospecting, vol. 42, 151-178.

Best, A.I., 1997, The effect of pressure on ultrasonic velocity and attenuation in near-surface sedimentary rocks.Geophysical Prospecting, 45, p.345-364.

Best, A.I., and Sams, M.S., 1997, Compressional wave velocity and attenuation at ultrasonic and sonic frequencies in near-surface sedimentary rocks.Geophysical Prospecting, vol. 45, 327-344.

Biot, M. A., 1956a, Theory of elastic waves in a fluid-saturated porous solid, part I: Low-frequency range. J. Acoust. Soc. Am. vol.28, 168-178.

Biot, M. A., 1956b, Theory of propagation of elastic waves in fluid-saturated porous solid, part II: Higher frequency range. J. Acoust. Soc. Am. vol.28, 179-191.

Biot, M. A., 1962,Theory of acoustic propagation in porous dissipative media. J. Acoust. Soc. Am. vol.34, 1254-1264.

Castagna, J.P., Batzle, M.L., and Kan, T.K., 1993, Rock physics – The link between rock properties and AVO response, in Offset-Dependent Reflectivity-Theory and Practice of AVO Analysis, J.P. Castagna and Backus, eds. Investigations in Geophysics, No.8, SEG, Tulsa, Oklahoma, 3-36.

Page 70: [Files.indowebster.com] Fisika Batuan Prof. Sismanto

[HANDOUT FISIKA BATUAN ] 2012

69

Castagna, J.P., Batzle, M.L., and Eastwood, R.L., 1985, Relationships between compressional-wave and shear-wave velocities in clastic silicate rocks. Geophysics, vol.50, 571-581.

Carcione, J.M. and Seriani, G., 1998, Seismic and ultrasonic velocities in permafrost. Geophysical Prospecting, vol. 46, 441-454.

de la Cruz, V., and Spanos, T.J.T., 1985, Seismic wave propagation in a porous medium. Geophysics, vol. 50, 1556-1565.

Domenico, S.N., 1977, Elastic properties of unconsolidated porous sand reservoirs. Geophysics, vol. 42, 1339-1368.

Domenico, S. N., 1976, Effect of brine-gas mixture on velocity in an unconsolidated sand reservoir. Geophysics, vol.42, 882-894.

Dunn Keh-Jim, Gerald A. LaTorraca and David J. Bergman, 1999, Permeability relation with other petrophysical parameters for periodic porous media. Geophysics, vol.64, 470-478.

Dutta, N.C., and Ode, H., 1979a, Attenuation and dispersion of compressional waves in fluid-filled porous rocks with partial gas saturation (White model) – Part I : Biot theory. Geophysics, vol.44, 1777-1788.

Dutta, N.C., and Ode, H., 1979b, Attenuation and dispersion of compressional waves in fluid-filled porous rocks with partial gas saturation (White model) – Part II : Results. Geophysics, vol.44, 1789-1805.

Dvorkin, J., and Nur, A., 1993, Dynamic poroelasticity: A unified model with the squirt and the Biot mechanisms. Geophysics, vol. 58, 524-533.

Dvorkin, J., Nolen-Hoeksema, R., and Nur, A., 1994, The squirt-flow mechanism Macroscopic description. Geophysics, vol. 59, 428-438.

Dvorkin, J., Mavko, G, and, Nur, A., 1995, Squirt flow in fully saturated rocks. Geophysics, vol. 60, 97-107.

Futterman, W. I., 1962, Dispersive Body Waves. Journ. Geoph. Res., vol.67, 5279-5291.

Ganley, D.C., 1981, A method for calculating synthetic seismograms which include the effect of absorption and dispersion. Geophysics, vol.46, 1100 – 1107.

Gardner, G.H.F, Gardner, L.W., and Gregory, A.R., 1974, Formation velocity and density – The diagnostic basic for stratigraphic traps. Geophysics, vol.39, 770-780.

Gassmann, F., 1951, Elastic waves through a packing of spheres. Geophysics, vol.16, 673-685.

Geertsma, J., 1961. Velocity-log interpretation: The effect of rock bulk compressibility. AIME, v.1: 235-248.

Geertsma, I. , and Smit, D.C., 1961, Some aspects of elastic wave propagation in fluid-saturated porous solids. Geophysics, vol. 26, 169-181.

Gibson, R.L. Jr and Toksoz M.N., 1990, Permeability estimation from velocity anisotropy in fracture rock. Journ. Geoph. Res., vol. 95, No. B10, 15643-15655.

Grant, F. S., and West, G. F., 1965, Interpretation Theory in Applied Geophysics. Mc Graw Hill Book Co. Inc, New York.

Gueguen, Y., and Palciauskas, V., 1994, Introduction to the Physics of Rocks. Princeton University Press. Princeton.

Han, D., Nur, A., and Morgan, D., 1986, Effects of porosity and clay content on wave velocities in sandstones. Geophysics, vol.51, 2093-2107.

Hassanzadeh, S., 1991, Acoustic modeling in fluid-saturated porous media. Geophysics, vol. 56, 424-435.

Page 71: [Files.indowebster.com] Fisika Batuan Prof. Sismanto

[HANDOUT FISIKA BATUAN ] 2012

70

Hovem, J.M., and Ingram, G.D., 1979, Viscous attenuation of sound in saturated sand. J. Acoust. Soc. Am., vol.66, 1807-1812.

Huang, Z., Shimeld, J., Williamson, M., and Katsube, J., 1996, Permeability prediction with artificial neural network modeling in the Venture gas field, offshore eastern Canada.. Geophysics, vol. 61, 422-436.

Johnston, D. H., Toksz, M. N., Timur, A., 1979, Attenuation os seismic wave in dry and saturated rocks (II. Mechanisms). Geophysics, vol.44, 691-711.

Johnston, D. H., and Toksz, M. N., 1981, Seismic wave attenuation. SEG Geophysics reprint series No.2, Tulsa, Oklahoma.

Keller, T., Motschmann, U., and Engelhard, L., 1999, Modeling the poroelasticity of rocks and ice. Geophysical Prospecting, vol. 47, 509-526.

Klimentos, T., 1991, The effects of porosity-permeability-clay content on the velocity of compressional waves. Geophysics, vol.56, 1930-1939.

Klimentos, T. And McCann, C., 1990, Relationships among compressional wave attenuation, porosity, clay content, and permeability in sandstone. Geophysics, vol.55, 998-1014.

Knight, R, Jack Dvorkin and Amos Nur, 1998, Acoustic signatures of partial saturation. Geophysics, vol. 63, 132-138.

Mavko, G., Mukerji, T., and Dvorkin, J., 1998, The rocks physics Handbook: Tool for Seismic Analysis in Porous media, Cambridge Univ. Press, USA.

Mavko, G., and Mukerji, T., 1998, Bounds on low-frequency seismic velocities in partially saturated rocks. Geophysics, vol. 63, 918-924.

Mavko, D., and Nur, A., 1975, Melt squirt in the astenosphere. Journ. Geoph. Res., vol.80, 1444-1448.

Mavko, G., and Nur, A., 1979, Wave attenuation in partially saturated rocks. Geophysics, 44, 161-178.

Mavko, G., and Jizba, D., 1991, Estimating grain-scale fluid effects on velocity dispersion in rocks. Geophysics, vol.56, 1940-1949.

McCann, C., and McCann, D.M., 1985, A Theory of compressional wave attenuation in noncohesive sediments. Geophysics, vol.50, 1311-1317.

Mulyadi, dan Munadi, S., 2000, Saturasi dan Permeabilitas dari log sonik. Prosiding HAGI, PIT ke 25, Bandung, 219-223.

Munadi, S., 1998, Laporan penelitian tentang reservoir geophysics. Lemigas, Jakarta. Pickett, G.R., 1963, Acoustic character log and their applications in formation evaluation.

Journ. Petr. Technol., 659-667. Rafavich, F., Kendall, C.H.St.C., and Todd, T.P., 1984, The relationship between acoustic

properties and the petrographic character of carbonate rocks. Geophysics, vol. 49,1632-1636.

Saar, M.O., and Manga, M., 1999, Permeability-porosity relationship in vesicular basalts. Geophysical Research Letters, vol. 26, 111-114.

Santoso, D., Alfian, B., Alam, S., Sulistiyono, Hendarajaya, L., and Munadi, S., 1995, Estimation of limestone reservoir porosity by seismic attribute and AVO analysis. Exploration Geophysics, vol.26, 437-443.

Santoso, D., Kadir, W.G.A., and Alawiyah, S., 1999, Delineation of reservoir boundary using AVO analysis. Submitted on Exploration Geophysics.

Schon, J.H., 1998, Physical properties of rocks, fundamentals and principles of petrophysics. Handbook of geophysical exploration. Section 1, Seismic exploration, Pergamon, Netherland.

Page 72: [Files.indowebster.com] Fisika Batuan Prof. Sismanto

[HANDOUT FISIKA BATUAN ] 2012

71

Sen, P.N., Straley, C., Kenyon, W.E., and Whittingham, M.S., 1990, Surface-to-volume ratio, charge density, nuclear magnetic relaxation, and permeability in clay-bearing sandstone. Geophysics, vol.55, 61-69.

Sheriff, R.E., and Geldart, L.P., 1995, Exploration Seismology. 2nd edition, Cambridge University Press.

Smith, G.C., and Gidlow, P.M., 1987, Whited stacking for rock property estimation and detection of gas. Geophysical Prospecting, vol.35, 993-1014.

Stoll, R.D., 1974, Acoustic waves in saturated sediments. Physics of sound in marine sediments, Plenum Press, 19-39.

Subiyanto, B., 1996, Amplitude versus offset processing and analysis. Thesis, The university of Tulsa, USA.

Tosaya, C., and Nur, A., 1982, Effects of diagenesis and clays on compressional velocities in rocks. Geophysical Research Letters , vol.9, 5-8.

Turgut, A., and Yamamoto, T., 1988, Synthetic seismograms for marine sediments and determination of porosity and permeability. Geophysics, vol. 53, 1056-1067.

Turgut, A., and Yamamoto, T., 1990, Measurements of acoustic wave velocities and attenuation in marine sediments. J. Acoust. Soc. Am., vol.87, 2376 – 2383.

Turgut, A., 2000, Approximate expressions for viscous attenuation in marine sediments: Relating Biot’s “critical’ and “peak” frequencies. J. Acoust. Soc. Am., 108(2), 513 – 518.

White, J.E., 1975, Computed seismic speeds and attenuation in rocks with partial gas saturation. Geophysics, vol.40, 224-232.

White, J.E., 1986, Biot-Gardner theory of extensional waves in porous rods. Geophysics, vol.51, 742-745.