File11 XXIX Januari 2000

8

Click here to load reader

Transcript of File11 XXIX Januari 2000

Page 1: File11 XXIX Januari 2000

USAHAWAN NO. 01 TH XXIX JANUARI 2000 3

TULISAN UTAMA

Dalam dua dekade terakhir ini telah terjadiperubahan-perubahan mendasar yang turutmempengaruhi kehidupan dunia bisnis dantata perdagangan dunia, Sejumlah pergeseranyang sudah tampak jelas bagi kita adalahpergeseran dari ekonomi industri menjadiknowledge-based economy, dari input-drivengrowth ke innovation-driven growth, dari scarityof resources ke abundance of knowledge(Thurow, 1999), dari diminishing return ke in-creasing returns, dari imperfectly seizing theunknown (Prahalad, 1998).

Memasuki milenium baru yang tinggalmenghitung hari, berdasarkan catatan-catatandi atas, ada satu fenomena yang tetap menarikperhatian dari berbagai kajian disiplin ilmu,kalangan bisnis mau pun pemerintah yaituGLOBALISASI. Banyak catatan tentangfenomena peradaban kontemporer ini. Bagisebagian kalangan, globalisasi terkadangsering diplesetkan sebagai gombalisasi, yaknisesuatu yang tidak ada apa-apanya. Berbagaipihak menganggap sebagai masa depan yangpenuh harapan; sebgaian lagi cenderungmeramalkan sebagai masa depan yang penuhketidakpastian; bahkan sering dikatakan bahwayang pasti itu adalah ketidakpastian itu sendiri.

Bagi kaum akademisi, globalisasi dianggapsebagai fenomena “baru” yang sangat menarikuntuk dicermati, karena dewasa ini terlihatdengan jelas berlangsungnya prosestransformasi global (D. Held dkk, 1999) yangmakin nyata dalam bidang politik, tatananteritorial kenegaraan, budaya dan ekonomi.Pengintegrasian pasar barang, jasa, investasi,serta jaringan dan organisasi berbasis ilmupengetahuan semakin tampak (knowledgenetwork and competency of organization), baikinter, intra-firms maupun across the nations.Barang dan jasa itu dirancang, dibuat dandipasarkan ke seluruh penjuru dunia denganmelalui tatanan mata rantai produksi yangdinamis dan mampu melampui batas negara(cross-border dynamic value-chain) serta lintas

Prof. Dr. Martani Huseini,Guru Besar FISIP UI

perusahaan. John P. Kotter (1996) mengingat-kan adanya perubahan dahsyat sistem ekonomimakro dalam bentuk globalisasi pasar dankompetisi. Hal ini ditandai oleh arus investasi,industri, information technology, dan individualconsumers yang melampui lintas batasgeografis dan negara seperti dicatat olehKenichi Ohmae (1975).

Akselerasi globalisasi terus meningkatseiring dengan pesatnya kemajuan teknologiinformasi, dan komunikasi. Paradigma ekonomipun pada gilirannya bergeser dari era ekonomiindustri menuju era ekonomi informasi dan dariera manufaktur menuju era mentofacture(Marquardt, 1994). Implikasi perubahan ini jelassampai pada sendi-sendi kehidupan manusiadalam berbangsa, seperti diingatkan oleh DonTapscot (1996). Lebih lanjut Tapscot mem-perkirakan bahwa era informasi ini akan terfokuspada selusin tema ekonomi baru; 1) kemunculanproduk berbasis pengetahuan; 2) digitalisasi;3) virtualisasi; 4) molecularization; 5) network-ing; 6) disintemediation; 7) industri berada dalamsatu-atap; 8) industri berbasis inovasi; 9) batasantara produsen dan konsumen semakin kabur;10) immediacy ; 11) globalisasi; dan 12)merebaknya isu perpecahan masyarakat.

Kini, dengan pemunculan informationsuperhigway dan digital economy di negara-negara maju telah mendorong lahirnyaManajemen Generasi Kelima (The 5th Genera-tion Management ) seperti disimpulkan olehSavage (1996) yang merupakan karakteristikterkini fenomena globalisasi. Manajemengenerasi kelima ditandai oleh beberapa hal.Yang paling menonjol adalah pentingnyamembangun dayasaing melalui knowledgecreating organization and knowledge networksebagaimana diungkapkan oleh Nonaka danTakeuchi (1996). Intinya adalah bahwa dayasaing sebuah badan usahasa sangat ditentukanoleh bagaimana organisasi itu dapat men-transformasikan data untuk dianalisis sehinggamenjadi informasi, dan informasi diberi

Globalisasi membawa

konsekuensi tertentu

dalam kehidunan

manusia, termasuk

aktivitas bisnis. Salah

satu konsekuensi

globalisasi dalam

dunia bisnis adalah

terciptanya pasar

global. Dalam pasar

global setiap negara

akan bertarung

m e n a w a r k a n

keunggu lannya .

Dalam rangka itu,

penulis menawarkan

sebuah pemikiran

untuk menata ulang

strategi pemasaran

internasional kita

melalui pendekatan

resource -based.

MENCERMATI MISTERI GLOBALISASI MENCERMATI MISTERI GLOBALISASI ::Manata-Ulang Strategi Pamasaran Internasional Indonesia Melalui

Pendekatan Resource-BasedMartani Huseini

Bagian Pertama dari Dua Tulisan

Page 2: File11 XXIX Januari 2000

USAHAWAN NO. 01 TH XXIX JANUARI 20004

penilaian (judgement) hingga menjadiide, lalu ide tersebut diberi konteks,sehingga menjadi pengetahuan (knowl-edge). Dari pengetahuan inilah dayasaing organisasi dapat diwujudkan.Pada akhirnya, barang dan jasa yangdihasilkan oleh suatu perusahaan yangunggul akan selalu bertumpu padastrategi yang berbasis sumberdaya (Re-source-Based) dan knowledge-based.

Pada hakekatnya konsep strategibersaing (C. Eden, 1998) dapat dikon-figurasikan menurut dua model, yaknimodel Preskriptif dan model Deskriptif.Dalam dua model inilah mazhab-mazhab strategi seperti Planning School,Culture School, Environmental School,Entrepreneurial School, LearningSchool, Cognitive School, danPosisitioning School (Mintzberg dkk,1998) dikelompokkan. Secara konsep-tual penjelasan konsep Strategi Bersaingbisa dilihat dari beberapa pendekatanyakni model rationalistic, evolutionairedan processual (Kees Der Heijden, 1996).

Pendekatan Resource-Based yangdimotori oleh Selznick dan dikembang-kan oleh Hamel dan Prahalad, padaakhirnya membuahkan konsep (Distinc-tive Competence). Konsep inilah yangmenjadi basis dayasaing dan menjadi-kan perusahaan bisa bertahan untukjangka panjang. Karena itu, untukmembuat hidup dan berkembangnyasebuah aspirasi bukanlah perkaramudah, sebab perlu dilihat habits forsurvival-nya (Arie de Geus, 1994).

Pada kesempatan ini, akan diulastentang fenomena globalisasi danstrategi bersaing, melalui pendekatanterkini yakni Resource Based Strategysebagai penyempurnaan dari MarketBased Strategy , sehingga diharapkankita mampu mencermati globalisasi yangpenuh dengan misteri. Dengan demikiankita pada gilirannya dapat melakukanpenataan-ulang strategi pemasaraninternasional Indonesia.

Dalam uraian-uraian berikut ini, kitaakan membahas lima misteri globalisasi,evolusi teori perdagangan internasionalhingga pemasaran global, pendekatanresource based versus market based,learning organization dan learning na-tion, dilanjutkan penerapan tentangpotret kinerja pemasaran internasional

Indonesia, diakhiri dengan gagasanmengenai menata-ulang strategipemasaran internasional Indonesia, danmodel Saka Sakti atau Satu Kabupaten-Satu Kompetensi Inti.

Lima Misteri GlobalisasiDewasa ini, persaingan sudah

beralih dari perebutan pangsa pasar(market share) menuju perebutanpangsa peluang (opportunity share) .Dalam kaitan ini, Garry Hamel dan C.K.Prahalad (1993) mengidentifikasikanadanya dua aspek yang menyebabkanmengapa suatu organisasi bisnis gagalbersaing. Pertama , banyak organisasiyang gagal untuk ke luar dari kungkunganmasa lampau (escape from the past) ,yakni kemampuan meninggalkanparadigma lama dalam menyiasatistrategi bisnis saat ini. Kedua, banyakorganisasi yang gagal pula untukmenerawang masa depan (invent thefuture), yakni menciptakan masa depandengan proses pembelajaran kolektif(collective learning ) yang mampumengintegrasikan kompetensi inti yangbersifat sangat unik atau distinktif, baikintra maupun antar perusahaan (distinc-tive core competencies). Yang terakhirini sangat berguna untuk merebut op-portunity share.

Tidak diragukan bahwa globalisasitelah membawa dampak yang luar biasabagi tata kehidupan manusia. Di antara

pakar yang mencatatnya adalah JeffreySachs dalam tulisannya bertajuk “Inter-national Economic: Unlocking the Mys-teries of Globalization”, dimuat dalamForeign Policy Journal, Spring 1998.Sachs mempertanyakan empat hal pokokyang intinya ingin mengungkap danmemecahkan misteri seputar globalisasi.Pertama, apakah globalisasi dapat men-dongkrak perekonomian dunia secaralebih cepat, mengingat empat per limapenduduk dunia (sekitar 4,5 milyar or-ang) masih tinggal di negara-negaraberkembang. Ataukah globalisasi justruakan meruntuhkan perekonomian duniamasih dapat dihindari?.

Kedua , apakah globalisasi akanmeningkatkan atau justru mengurangistabilitas perekonomian mikro? Apakahkeruntuhan tiba-tiba perekonomianpasar yang tidak pernah dibayangkansebelumnya seperti yang terjadibelakangan ini, yakni di Meksiko padatahun 1994 dan di Asia pada tahun 1997,merupakan indikasi retaknya prosesglobalisasi? Apakah perubahan selamaini masih dapat dikelola; atau dengankata lain apakah banturan keras dalammewujudkan kesejahteraan dunia masihdapat dihindari.

Ketiga , apakah globalisasi dapatmeningkatkan pendapatan masyarakatdunia, sehingga kesenjangan antar-negara atau antarmasyarakat di duniadapat dikurangi? Bila mungkin, apakah

Persaingan beralih pada perebutan pangsa pasar

Page 3: File11 XXIX Januari 2000

USAHAWAN NO. 01 TH XXIX JANUARI 2000 5

pengurangan kesenjangan ini ber-inplikasi positif bagi pekerja yang kurangterampil di negara yang sudah maju;atau justru hal ini menjadikan tarikmenarik kekuatan pasar semakinmeningkat.

Keempat , ini yang paling relevandengan perbincangan hari ini adalahbagaimanakah lembaga pemerintah ditingkat lokal, nasional, maupun inter-nasional menyesuaikan diri terhadapperubahan besar tersebut, dan yanglebih penting adalah apa tanggung jawabmasing-masing lembaga pemerintahdalam menyongsong datangnyaglobalisasi yang masih mengundangmisteri tersebut?

Selain empat pertanyaan atau misteriyang dikemukakan Sachs, misteri kelimayang perlu kita cermati dalam konteksIndonesia adalah: apakah globalisasiakan mengantarkan Indonesia mumpubersaing memasuki milenium baru ataujustru terlempar dari kancah persainganpemasaran global?.

Pertanyaan yang lebih konkrit adalah:bagaimanakah Indonesia menyikapidatangnya globalisasi yang penuhmisteri tersebut? Hari ini kita akanmembahas masalah ini dari perspektifpemasaran internasional, khususnyamelalui paradigma atau pendekatan baruyakni Resource-Based Strategy.

Pada dekade terakhir ini kita dihadap-kan pada dua fenomena paradoksal.Pertama, catatan keberhasilan kawasanAsia-Pacific seperti yang pernahdiungkapkan John Naisbit (1996),Megatrend Asia; G. Yip (1998) yangmenjelaskan daya saing perusahaan diAsia; ataupun Rosabeth Moss Kanter(1996) tentang Asian Mirade dan tentangWorld Class.

Kedua, berbeda dengan ramalantersebut, negara-negara seperti Indone-sia, Korea Selatan, Thailand, Malaysiadan tidak terkecuali Jepang tidak dapatterhindar dari dampak globalisasi.Fenomena ini benar-benar bertolak-belakang dengan fenomena pertamatadi, sehingga kita patut mempertanya-kan: apakah globalisasi mencerahkanAsia atau malah menjerumuskan Asia dipentas internasional?

Indonesia merupakan negara di Asiayang paling menderita sepanjang

sejarah krisis sejak perang dunia kedua.Tahun 1998 lalu diperkirakan terjadipertumbuhan negatif yakni minus 15,1%dengan inflasi lebih dari 75%. Nilai ru-piah jatuh menjadi 6 kali lebih rendahdari Rp. 2.400 per dollar AS pada tahun1996 lalu menjadi lebih dari Rp. 10.000per dollar AS pada pertengahan tahun1998. Bahkan pernah pada 1998, rupiahmenyentuh titik terendah yakni satu dol-lar AS mendekati Rp. 20.000. akibatdepresi rupiah ini adalah merosotnyaperingkat Indonesia dari negaraberpendapatan US$ 1.000 per kapitamenjadi $ 260 per kapta. Di samping itupaling sedikit ada 1.200 perusahaangulung tikar dan angka pengangguranmencapai 40 juta orang.

Lalu, kita sekali lagi mempertanyakandi mana posisi Indonesia di tengah misteriglobalisasi? Apakah globalisasi akanmembawa Indonesia ke arus pusaranglobalisasi dengan dominasi para pelakudari negeri lain. Namun pertanyaan yanglebihtepat adalah bagaimana agar In-donesia mampu memecahkan misteriglobalisasi dengan menjadi pelaku yangaktif dalam pemasaran global, bukansekedar obyek yang menjadi sasaranpara pemain dari manca-negara?.

Evolusi Teori PerdaganganInternasional hingga PemasaranGlobal

Marilah kita mulai dari hal-hal yangmendasar mengenai konsep pemasaraninternasional atau global. Konseppemasaran internsional yang merupa-kan pengembangan atau kelanjutan darikonsep perdagangan internasionaldalam dua dasawarsa ini telahmengalami beberapa perubahan yangsangat mendasar.

Partisipasi terhadap prosesglobalisasi industri, perdagangan, danjasa yang semakin ‘interconnected’merupakan kenyataan baru bagi upayamewujudkan daya saing suatu bangsa(Porter, 1993). The danger of disconnec-tion terhadap global network merupakansalah satu postulat utama yang diajukanoleh Rosabeth Moss Kanter (1995).Konsep ‘power’ dalam arti luas telahbergeser ke network of the World Busi-ness yang semakin terintegrasi dalamsuatu sistem yang dimotori oleh

masyarakat kelas baru yang disebutsebagai Transnational Society. Merekaadalah mengendalikan pergerakan matarantai industri dan pemasaran yangbersifat lintas batas (Cross Border ValueChain) termasuk di dalamnya ‘Knowl-edge Network’ baik antar maupun intraorganisasi.

Secara teoritis untuk dapat men-jelaskan konsep daya saing suatuperusahaan atau suatu bangsa menjadisemakin sulit. Telah banyak para teoritis(misalnya diidentifikasi oleh Porter et. El.1995). Sejak Thomas Mun (1571-1641)yang paling awal mengajari kitabagaimana cara membangun kekayaanbangsa dengan suatu pendekatan modelmerkantilisme; demikian pula FrancoisQuesnay (1694-1774), Adam Smith(1725-1790), Karl Marx (1818-1883),John Maynard Keynes (1883-1946),Fredrik von Hayek (1899-1992) hinggaMilton Frieedman (1912- ). Mereka telahbanyak mengerjakan model-modeltentang cara bagaimana membangunkekayaan suatu bangsa. Konsep-konseptersebut telah diperbarui dan dipertajamoleh para pemikir berikutnya termasuk J.Schumpeter dan sebagainya. Bahkanbadan-badan internasional seperti WorldBank, IMF dan lain sebagainya telahmemiliki model tersendiri.

Dalam konteks teori pemasaraninternsional, ada beberapa catatanpenting yang telah mewarnai evolusiteori perdagangan internsional, yaitu teoritentang Absolute Advantage (AdamSmith), teoriComparative Advantage dariDavid Ricardo, teori H-O (Heckscher &Ohlin) tentang Faktor Proporsi, teoriParadoks dari W. Leontief, S.B. Lindertentang Overlapping Product-RangeTheory, Raymond Vernen tentang PLCtheory , Paul Kruger tentang ImperfectMarkets & Trade Theory hingga M.E.Porter (1995) yang mengkonsepkanCompetitive Advantage of Nations hinggaMicroeconomis Foundations of Eco-nomic Development (1998) sebagaikonsep daya saing dengan kemasanNew Learning .

Konsep pemasaran internasionaldalam konteks teori bisnis internasionaltelah mengalami revisi beberapa kalimulai dari diperkenalkannya konsep olehpara “pakar international Marketing”

Page 4: File11 XXIX Januari 2000

USAHAWAN NO. 01 TH XXIX JANUARI 20006

tempo dulu, yakni Pemasaran Interna-tional dari Cateora & Hess (1975), M.R.Czinkota dkk. (1996), dan Dahringerdkk. (1994), Pemasaran Multinasional(w.J. Douglas & C.M. Craig (1995), G.Yip (1998) dan masih banyak lagi yanglain.

Pemisahan konsep pemasaraninternasional dan global dicobadijelaskan oleh J.P. Jeannet dan H.D.Henessey (1995). Pemasaran globalmerupakan kegiatan pemasaraninternasional yang sudah saling terpaut(interconnected ) walaupun keduanyamerupakan sub-set dari kegiatan bisnisinternasional yang pada hakekatnyamerupakan kinerja dari seluruh fungsikegiatan bisnis lintas negara, termasukarea kegiatan produksi internsional,keuangan internasional dan pemasar-an internasional (lihat gambar). Jadibisa dikatakan, suatu perusahaan sudahmelakukan pemasaran global, apabilaperusahaan tersebut telah melakukanproses pengintegrasian seluruhkegiatan pemasaran yang lebih darisuatu negara.

Pada dasarnya operasi perusahaanglobal selalu berupaya mengintegrasi-kan semua mata-rantai kegiatan bisnissecara lintas perusahaan melalui aliansistratejik. Suatu perusahaan yang inginmencapai tahap pemasaran global,biasanya melakukan proses pem-belajaran yang dinamis dalam enamtahap, yakni; pemasaran domestik,pemasaran ekspor, pemasaran inter-nasional, pemasaran multinasional,pemasaran multiregional, dan akhirnyapemasaran global (Jeannet &Henessey, 1995).

Sementara itu, konsep tentangperdagangan internasional banyakmenyinggung tentang mengapa suatunegara melakukan transaksi per-dagangan dengan negara lain (whynations trade with each other ) yangmempunyai penekanan pada tingkattataran makro (country’s level ) danmerupakan aliran produk dari suatunegara ke negara lain.

Konsep perdagangan internasionalmemang tidak menyentuh aspek-aspekpemilihan entry mode yang tepat:mengapa suatu merek produk menjadimerek global; aktivitas periklanan dan

promosi seperti apa yang diperlukan dimancanegara; atau bagaimana perilakukonsumen global terhadap kehadiransuatu merek asing. Itu semua merupa-kan kajian pemasaran internasionalyang intinya menerangkan pola strategipada tingkat perusahaan (firm,s level) .Sedangkan dalam konteks pemasaranmultinasional, multi regional dan glo-bal merupakan kelanjutan dari

pengembangan konsep pemasaraninternasional.

Pemasaran internasional sangatberbeda dengan pemasaran global,walau pun terkadang ada perusahaanyang baru mencaai tahap pemasaraninternasional dengan aktivitas pada duaatau lebih negara (multi-country), sudahmenyebut dirinya melaksanakanpemasaran global. Padahal, pemasar-an global menetapkan strategi tunggaluntuk produk, jasa, atau perusahaan dipasar global, serta memperlakukanberbagai pasar atau negara secaraserentak dengan satu strategi dasaryang bisa dijadikan panduan untukpasar dunia. Pemasaran internasionalumumnya menerapkan strategiadaptasi, sementara pemasaran glo-bal menerapkan kombinasi strategiadaptasi, standarisasi, aliansi,outsourcing dan sebagainya.

Pendekatan Baru Model Resource-B a s e d

Untuk menjawab pertanyaan kuncikeempat dari Jeffrey Sach, serta

mengungkap misteri kelima tentang apayang akan dilakukan oleh lembagapemerintahan yang di semua tingkatanmenghadapi perubahan konstelasiinternasional, ada baiknya dikupaskembali paradigma yang dominan dibidang pemasaran internasional.Selama ini dikenal seolah-olah hanyaterdapat dua pendekatan utama yangdapat digunakan dalam pengembang-an usaha pada umumnya dan rancang-an strategi pemasaran internasional,masing-masing adalah model (1) mar-ket-based strategy , dan (2) Resource-Based Strategy . Kajian tentang duapendekatan ini sebetulnya merupakansuatu kajian tentang sekeping uanglogam yang nampak dari dua sisi yangberbeda dan keduanya sebenarnyamengarah pada penciptaan ‘winningstrategies for value-creation’ yang mem-permasalahkan how to untuk modelmarket-based, dan tambahan tentangwhat is untuk resource based approach.

Market-based strategy seringdikonotasikan dengan pemikiranMichael Porter (1980; 1985, 1995, 1998)walaupun banyak lagi pemikiran lainseperti dari kelompok Boston consul-ting Group (BSG’s model) dengan proyekPIMS-nya, dan mungkin hampirsebagian besar para pemikir sepertiTerpstra (1996), G. Yip (1995), S.P.Douglas (1996) dan C.S. Craig (1995),F.R. Root (1996), dan masih banyaklagi pemikir lama seperti Hess (1985),Cateora (1987), atau Dahrinnger dkk.(1994) yang masih menggunakanpendekatan Market Based.

Fenomena ini mulai berubahterutama setelah beberapa tokohpemikir besar pemasaran global sepertiW. Keegan, (1997), Barlett (1997),Goshal (1997) dan beberapa tokoh lainyang menerbitkan buku teks pemasaranglobal pasca 1996, mulai menyebutkanperlunya memperbarui wawasanberpikir pemasaran global denganmenggunakan model Resource Basedsebagai suatu pendekatan baru.

Pola berpikir strategi bisnis denganpendekatan Market Based (MB) danResource Based (RB) pada hakekatnyadibedakan dalam beberapa hal. Carapandang tentang konteks dari dinamikapersaingan (the dynamic aspects of

GlobalMarketing

InternationalManagement

InternationalFinance

InternationalMarketing

InternationalTrade

I n t e r n a t i o n a l B u s i n e s s

Sumber : Jeannet & Hennessey (1995)

Page 5: File11 XXIX Januari 2000

USAHAWAN NO. 01 TH XXIX JANUARI 2000 7

competition ) akhirnya akan mem-pengaruhi titik awal dari penyusunanrancangan strategi suatu bisnis.Pandangan aliran Market Based selalumengawali pemikirannya denganmelihat pasarnya terlebih dahulu,dengan melakukan analisis lingkunganeksternal (industri) dan dengan melihatorganisasi yang sangat dinamis (thedynamic of industry environment )khususnya terhadap competitors, cus-tomers, suppliers, dan produk substitusisehingga model analisis industri modelFive Forces dari M.E. Porter (1980)sangat kondang dan selalu menjadirujukan utama dari setiap rancanganbisnis. Fokus menyusunan strategibersaing diletakkan pada bagaimanamemproteksi pasar (how to protect themarket) dengan cara membuatrintangan bagi pesaing agarmengalami kesulitan untukdapat memasuki pasar (ba-rriers to entry ). Sementarapendekatan RB selaluberupaya meletakkan jargonbersaing utamanya padabagaimana menciptakaninovasi masa depan (how toinvent the market ) melaluisumberdaya yang dimiliki olehorganisasi untuk dapatditingkatkan kapabilitasnyadalam bersaing melaluipemilihan kompetensi inti (dis-tinctive competence) sehinggadapat diciptakan strategihambatan buat para pesaingberupa kesulitan untuk ditiru(barriers to imitation) .

Perkembangan selanjutnya ter-hadap pemikiran ini dapat dilihat padagambar dibawah ini tentang ujung dariparadigma MB yang mengarah keconflic-based, sedangkan RBcenderung menuju ke model sistemdinamik (dynamic strategy-view) dimana konsep kompetensi inti (CoreCompetence) dan Knowledge Crea-ting Organization dikembangkan.

Beberapa pakar teori strategimenurut catatan ahli teori pemasaran(Hunt, 1999) mengidentifikasikanbahwa sasaran terpenting dari strategiadalah menciptakan kinerja keuanganyang unggul dan langgeng melalui

keunggulan kompetitif yang langgeng(Sustainable Competitive Advantage =SCA). Namun para pakar ekonomi aliranneo-klasik pendukung persaingansempurna dan para pakar teoriorganisasi industri tradisional, meng-anggap bahwa pandangan pakarstrategi tersebut sebagai anti persaingandan pencapaiannya dapat merugikankesejahteraan masyarakat secarakeseluruhan.

Dalam kaitannya dengan halt e r s e b u t s e t i d a k n y am u n c u l s e m b i l a n

teori strategi yang menyatakan bahwasasaran strategi keuangan yang ungguldan langgeng dapat dicapai melaluipenciptaan SCA. Kesembilan teoritersebut meliputi : teori tentang penting-nya faktor-faktor industri; teori kompe-tensi spesifik-perusahaan (kompetensiinti); teori sumberdaya yang tidak dapatditiru ( inimitable resources ); teorikapabilitas dinamik; teori prosespembelajaran tingkat tinggi; teoripotensi penciptaan nilai dari jejaringtata hubungan (network of relationship) ;teori orientasi pasar; teori inovasi“penggerak mula” (“fist mover” innova-tions); dan teori ekuitas merek.

Teori neo-klasik memandangorganisasi perusahaan sebagai fungsiproduksi yang terstandarisasi yangmemadukan sumberdaya homogenyang sangat statis serta melihat bahwakinerja yang unggul dapat diperolehdari faktor-faktor industri, misalnyalokasi, kekuatan pasar dan penciptaanhambatan masuk. Artinya teori neo-klasik hanya mengenalkan model klasikSCP (Structure, Conduct & Perfor-mance) tentang ekonomi organisasiindustri yang selanjutnya menjadi dasarbagi pembentukan Undang-UndangAnti Trust dan analisis kebijakan publik(Public Policy analysis) .

Pencapaian kinerja SCA menurutmodel SCP mengidentifikasikanadanya alokasi sumberdaya yang

kurang efisien. Harga lebihtinggi di tingkat konsumen danoutput industri lebih rendahdibandingkan dengan kondisipersaingan sempurna. Teorineo-klasik berpendapatbahwa SCA yang dikembang-kan oleh ahli teori strategibersifat anti-persaingan danpencapaiannya dapat merugi-kan kesejahteraan sosial. Jaditeori neo-klasik menegaskanbahwa strategi adalah bersifatanti persaingan dan anti sosial.Sebaliknya Hunt berpendapatbahwa penciptaan SCA yangmenggunakan pendekatanteori R.A. (Resource Advan-tage Theory ) justru sangatmendukung persaingan,produktivitas, dan pertumbuh-

an ekonomi.Permintaan (demand) menurut teori

Perfect Competition (P.C.) bersifatheterogen, tetapi homogen dalam satuindustri, dan bersifat statis. Permintaanmenurut teori R.A. bersifat heterogen diantara organisasi yang berbeda dalamsatu industri dan sifatnya sangatkompleks dan dinamis.

Informasi konsumen menurut P.C.bersifat sempurna dan tanpa biaya.Informasi menurut teori RA bersifat taksempurna dan mahal.

RCA banyak menggunakanpemikiran dari ekonomi Austria dantradisi Schumpeterian tentang ekonomi

COMPETITIVESTRATEGY

COMPETITIVEADVANTAGE

DISTINCTIVECOMPETENCES

CAPABILITIES

RESOURCESAVAILABLES

RESOURCES-BASED APPROACH

COMPETITIVESTRATEGY

COMPETITIVEADVANTAGE

GENERICSTRATEGY

COMPETITIVEPOSITION

MARKETATTRACTIVENESS

MARKET-BASED APPROACH

WINNING STRATEGIIESVALUE CREATION

WINNING STRATEGIESVALUE CREATION

Page 6: File11 XXIX Januari 2000

USAHAWAN NO. 01 TH XXIX JANUARI 20008

evolusioner. Teori ini berpendapatbahwa (1) inovasi dan pembelajaranorganisasi (Learning Organization)bersifat endogen; (2) perusahaan dankonsumen memiliki informasi taksempurna dan (3) kompetensi inti (CC)serta keunggulan entrepreneurialsangat mempengaruhi kinerja ekonomi.

Chatterjee dan Wernerfelt (1991)mengklarifikasikan sumberdaya kedalam tiga kategori : fisik, tak-wujud(intangibe), dan keuangan.Grant mengelompokkansumberdaya tak-wujud kedalam empat sub-kelas :sumberdaya manusia,sumberdaya teknologi, reputasidan aset organisasi. Aset tak-wujud organisasi juga seringdinamai pengetahuantersembunyi (tacit knowledge) ;pengalaman; reputasi dan good-will; kebiasaan (routine) danketerampilan organisasi. Hallmengklarifikasi sumberdayatak-wujud sebagai “aset” atau“kompetensi”. Aset tak-wujudmencakup kapabilitas “pemilikan” (“hav-ing capabilities”) yang biasanyadiperoleh karena regulasi (misalnya,hak paten) atau posisi tertentu(misalnya, reputasi), sedangkanketerampilan atau kompetensi tak-wujud berkaitan dengan kapabilitas“pelaksanaan” (“doing” capabilities),yang meliputi kapabilitas fungsional(misalnya, know-how) dan kapabilitaskultural atau organisasional (misalnya,kebiasaan). Keterampilan tak-wujudbiasanya bergantung pada orang,sedangkan aset tak-wujud tidakbergantung pada orang.

Batas antara konsep sumberdaya,keterampilan, dan kapabilitas tidakjelas. Ghoshall dan Bartlett (1990)memasukkan keterampilan pemasarandan kapabilitas manajemen sebagaisumberdaya. Amit dan Schoemakermendefinisikan sumberdaya sebagaistok faktor-faktor tersedia yang dimilikiatau berada dalam kendali perusahaan.Sumberdaya ini terdiri atas, antara lain,pengetahuan yang dapat diperdagang-kan (misalnya, paten dan lisensi), asetkeuangan dan fisik (misalnya, properti,pabrik dan peralatan), modal manusia

(human capital), dan sebagainya.Kapabilitas didefinsikan sebagaikemampuan perusahaan untukmengerahkan sumberdaya, yangdidasarkan atas kemampuan perusaha-an untuk mengembangkan, memiliki,dan mempertukarkan informasi melaluisumberdaya manusianya. Kapabilitasberdasarkan informasi ( information-based capabilities ) ini dinamai “asettak-kentara”.

Menyangkut penggunaan Re-source-Based Theory (RBT) untukmemprediksi strategi pertumbuhan, adadua tradisi yang dapat diidentifikasi.Yang pertama berkaitan dengankelompok riset tentang strategidiversifikasi di tingkat strategi korporat.Titik perhatian riset ini adalah padaperan sumberdaya korporat dalammenentukan batas-batas (boundaries )aktivitas perusahaan. Diversifikasidilihat sebagai hasil dari kelebihankapasitas sumberdaya yang mem-punyai banyak kegunaan. Sumberdayadipandang sebagai kekuatan peng-gerak (driving force) bagi diversifikasi,sedangkan peluang pasar, meskipundisinggung, tidaklah menjadi fokusutama. Perusahaan yang memilikisumberdaya yang bersifat umum (gen-eralized) atau fleksibel dianggapmampu melakukan diversifikasi yangsangat luas, sedangkan perusahaanyang memiliki sumberdaya khusus (spe-cialized) atau tak-fleksisbel akanmenerapkan strategi diversifikasi yangsempit. Chatterjee dan Wernerfelt(1991) menyatakan bahwa sumberdayafisik dan sumberdaya tak-wujud, yang

diyakini sangat tidak fleksibel, dapatdigunakan untuk memasuki pasar-pasar yang mempunyai kaitan erat,sedangkan diversifikasi yang relatiflebih tidak terkait (unrelated diversifica-tion) banyak berhubungan dengansumberdaya keuangan.

Tradisi kedua difokuskan padatingkat strategi bisnis. Di sini RBTdigunakan dalam proses analisisstrategi dan formulasi strategi. Upaya

dalam tradisi ini lebihdifokuskan pada pengem-bangan implikasi praktis bagimanajemen, dengan hanyasedikit studi empiris. Menurutancangan RB, bisnis didefinisi-kan menurut sumberdaya dankapabilitasnya, dan bukanmenurut pasar yang dilayani.Sumberdaya dan kapabilitasinternal dikembangkan dandimanfaatkan, dan potensimereka untuk menghasilkanSCA (sustainable competitiveadvantage ) dianalisis.Perusahaan harus memilih

strategi yang dimanfaatkan sumberdayadan kapabilitas perusahaan relatifterhadap peluang-peluang eksternal(Grant, 1991).

Penghambat utama dalam tradisiriset ini adalah kesulitan dalammengidentifikasi dan mengukur SCA(Lippman dan Rumelt, 1982). Perisetharus menggandalkan persepsimanajemen tentang keunggulanbersaing perusahaan.

Ada dua perbedaan penting diantara kedua tradisi ini. Pertama, risetyang berkaitan dengan batas aktivitasperusahaan dalam menggunakansumberdaya untuk memprediksiperusahaan pada tingkat diversifikasi(utamanya berdasarkan kode SIC);fokusnya adalah pada jenis sumber-daya apa yang dapat menghasilkandiversifikasi terkait atau tak-terkait.Kedua, tradisi pertama lebih bersifatterfokus ke dalam inward), sedangkantradisi kedua bersifat terfokus ke luar(outward ) .

Sejumlah kritik terhadap MB padaumumnya didasarkan pada pendapatbahwa aliran market-based strategy sulitsekali melanggengkan daya saing

Resource–base View Dynamic Strategy View

Market –base View Conflic-based View

Competence-based ViewKnowledge-based View

Sumber : Erich Zahn, 1999

Page 7: File11 XXIX Januari 2000

USAHAWAN NO. 01 TH XXIX JANUARI 2000 9

akibat mudahnya peniruan oleh pesaing(Hamel & Prahalad, 1993 serta R. Grant,1995). Oleh sebab itu, untuk melengkapistrategi ini muncul model baru yangdijuluki sebagai model Resource-Based Strategy.

Resources-Based strategy (RBS)seringkali diasosiasikan denganpemikiran C.K. Prahalad serta parapenggagas paradigma learning danlearning organization lainnya. MenurutAzua dan Azua (1998), tiga aspek utamayang menjadi perhatian RBS adalah (1)Aspek sumberdaya, (2) Aspek FaktorKeberhasilan, dan (3) Aspek ProsesBelajar. Sementara menurut Grant, tigaaspek utama tersebut terdiri dari (1)Aspek Manusia, (2) Aspek Teknologi,dan (3) aspek Infrastruktur.

Aspek sumberdaya digolongkansebagai (1) sumberdaya tangible, dan(2) sumberdaya intangible , dan (3)sumberdaya very intangible. Sumber-daya tangible meliputi staf, pelanggan,kapasitas, finansial, finansial, danproduk. Sementara sumberdaya inta-ngible meliputi keterampilan staf,kualitas pelanggan, efisiensi biayaproduksi, dan kualitas produk.Sedangkan sumberdaya very inta-ngible mencakup moral para staf,reputasi di mata pelanggan, danreputasi di mata investor.

Grant (1995) mengidentifikasikanpaling tidak dua pertanyaan pentingberkaitan dengan sumberdaya intangi-ble non-SDM. Pertama , kesempatan-kesempatan apa saja yang ada untukmenuju pada ekonomisasi pengguna-an keuangan, persediaan, dan asettetap? Kedua , kemungkinan-kemung-kinan apa saja yang tersedia untukmemanfaatkan aset yang tersedia gunamendapatkan keuntungan yang lebih?

Sementara aspek penting yangberkairan dengan sumberdaya tangibleSDM adalah peningkatan keterampil-an dan kemampuan SDM dalamkonteks individu maupun kelompok.Berbagai kompetensi yang terkaitdengan kedua konteks pengembanganSDM ini meliputi; (1) kompetensipencapaian tujuan, (2) kompetensipemecahan masalah, (3) kompetensiinteraksi sesama, dan (4) kompetensiteamwork .

Intangible asset menjadi sumber-daya yang terasa sangat mahal karenamenyangkut aspek penguasa ilmupengetahuan, proses pembelajarankolektif, dan reputasi. Sumberdaya in-tangible ini sama pentingnya dengansumberdaya tangible,walau pun dalambeberapa situasi bisaterjadi sumberdaya in-tangible lebih me-nonjol. Misal, persepsitentang mutu danreputasi yang positif bisamelambungkan namaperusahaan di kancahnasional mau puninternasional. Dalam halini, persepsi, citra danreputasi menjadi assetyang sangat mahal.

Aspek kedua, yakniFaktor Keberhasilanyang dielaborasimenurut pemikiran Azuadan Azua (1998), terdiridari; (1) Faktor Ilmupengetahuan, (2) FaktorKohesi Sosial, (3) FaktorInfrastruktur, (4) FaktorKonektivitas, dan (5)Faktor Produtivitas.

P e n g e t a h u a n(knowledge) adalahkepemilikan dari organisasi atauwilayah atas informasi, kemampuan,kesadaran, pengakuan, pengalaman,acquaintance, dan pengertian.Pengetahuan ini dikategorikan menjaditiga kelompok; yakni (1) human capital,(2) structural capital, dan (3) ralationalcapital . Human capital adalahpengetahuan yang dimiliki oleh tenagakerja dari suatu organisasi atau kawas-an yang diperoleh dari pendidikan danpelatihan. Structural capital adalah cara-cara dimana komponen-komponen didalam organisasi atau di dalam kawasandisistematisasi, diinternalisasi, dandiproses. Sementara relational capitaladalah hubungan-hubungan yang adadi antara komponen di dalam organisasiatau di dalam kawasan serta hubungan-nya dengan dunia internasional.

Pengembangan pengetahuan inimenjadi sangat penting mengingat

melalui cara ini metode-metode, sistem,produk, dan proses yang baru dapatdikembangkan, yang pada gilirannyadapat meningkatkan permintaan,pendapatan dan proses yang lebihcepat. Hal ini merupa-kan sumber ke-

unggulan dan nilaitambah organisasi dankawasan.

F a k t o rkeberhasilan keduaadalah faktor kohesisosial (social cohe-sion ) . Faktor kohesisosial suatu organisasiatau kawasan ini meng-gambarkan kebiasaan,sikap hidup, etika danhubungan-hubunganyang tumbuh di dalamorganisasi maupunkawasan, serta cara-cara di mana hal-hal inidikelola. Menurut Azuadan Azua (1998),kohesi sosial di dalamkawasan tertentu di-bedakan menjadi duaaspek, yakni (1)budaya, dan (2)solidaristas. Budayaadalah keadaan daricara, cita rasa danp e n g e m b a n g a n

intelektual suatu kawasan tertentu.Dengan kata lain, budaya suatu kawasanadalah suatu yang tumbuh di kawasantersebut sepanjang waktu, danmembentuk identitas kawasan tersebut.Budaya ini menggambarkan cara-caramasyarakat bertindak, apa yang merekasuka dan tidak suka, bahasa mereka,cara-cara mengorganisasi sesuatu,pendidikan dan hikayat-hikayat yangdimiliki. Karena itu budaya sangatpenting karena hal ini mencerminkansuatu masalah dianalisis dandipecahkan.

Sementara solidaritas dikaitkandengan budaya suatu kawasan karenahal ini merupakan cara di mana kawasantersebut memiliki kesatuan kepentingan.Kepentingan membentuk budaya,sementara, cara-cara di manakepentingan tersebut dipersatukanmembentuk solidaritas. Solidaritas ini

Intangible asset

menjadi sumberdaya

yang terasa sangat

mahal karena

menyangkut aspek

penguasa ilmu

pengetahuan, proses

pembelajaran kolektif,

dan reputasi.

Sumberdaya intangible

ini sama pentingnya

dengan sumberdaya

tangible , walau pun

dalam beberapa situasi

bisa terjadi sumberdaya

intangible lebih

m e n o n j o l

Page 8: File11 XXIX Januari 2000

USAHAWAN NO. 01 TH XXIX JANUARI 200010

menumbuhkan kepercayaan, ke-bahagiaan, dan kebersamaanmasyarakat yang akan menjadi cita-cita bersama dalam mewujudkanlingkungan keberhasilan.

Faktor keberhasilan ketiga adalahinfrastruktur yang didefinsikan sebagaistruktur dasar atau perangkat modaldari sistem ekonomi kawasan.Infrastruktur dasar ini meliputi (1)infrastruktur fisik, (2) infrastrukturstruktural, dan (3) infrastruktur sumber-daya manusia. Azua dan Azua (1998)membedakan antara mature infrastruc-ture dan high-tech infrastructure. Yangpertama dikaitkan dengan kebutuhandasar dari suatu kawasan dan yangsudah tersedia, seperti sistem jalanraya. Mature infrastructure selaludikembangkan dan diperbaiki gunamewujudkan keunggulan kawasan.Sementara high tech infrastructuredikaitkan dengan modernisasi infra-struktur yang ada seperti pusat Litbang.Faktor infrastruktur menjadi sangatpenting karena menyediakan sejumlahelemen dan layanan yang dianggappenting bagi berfungsi ataupuntumbuhnya sistem ekonomi kawasan.

Faktor keberhasilan keempatadalah konektivitas, yakni keterbukaandan terutama kemampuan suatukawasan untuk terbuka. Konektivitassuatu kawasan membentuk sebagianpengetahuan kawasan tersebut, yaknirelational capital. Karena itu konektivitasini dikaitkan dengan (1) relations insidethe region, dan (2) relations outside theregion. Yang pertama mengindikasikanhubungan kawasan tersebut denganperusahaan, lembaga-lembaga, uni-versitas, pemerintah, bahkan denganmasyarakat setempat. Sementara yangkedua, mengindikasikan hubungandengan kawasan lain maupun dengandunia internsional. Faktor ini pentingkarena menjadi landasan suatu kawas-an dalam mendapatkan keunggulansecara internasional.

Faktor keberhasilan kelima adalahproduktivitas, yaitu jumlah total barangdan jasa yang dikreasikan ataudiinovasikan di suatu kawasan, sertaefisiensi yang dapat dicapai. Faktorproduktivitas ini sangat penting karenahal ini dapat menunjukkan kinerja

ekonomi kawasan berdasarkan duamacam sumber produktivitas, yakni tan-gible dan intangible dari suatu kawasan(Gambar lihat lampiran 2).

Faktor proses belajar merupakanaspek yang penting dalam Resource-Based strategy . Dua faktor lainnyaseperti telah diulas adalah aspeksumberdaya dan faktor keberhasilan.Faktor proses belajar ini seringkalidiasosiasikan dengan paradigma learn-ing dan learning organization sepertidikembangkan oleh Senge (1992),Marquardt (1996), Espejo (1996) danlain-lain. Konsep pembelajaran (learn-ing) ini akan diulas lebih rinci sepertiberikut ini.

Dari Learning Organization hinggaLearning Nation

Dewasa-dewasa ini organisasi-organisasi beroperasi dalam suatulingkungan yang sarat dengan perubah-an, turbulensi, dan ketidak pastian. Caraperubahan yang terjadi juga berbedabila dibandingkan dengan era sebelum-nya, baik dalam arah dan pola, maupunmagintude-nya. Akibatnya, organisasitidak dapat mengandalkan pada jenistindakan terencana yang disusunberdasarkan asumsi yang lama. Terkaitdengan kostelasi ini, pengembanganorganisasi yang selama ini ditempuhtidak lagi dapat menjamin keberhasilandan kelangsungan hidup organisasi.

Organizational knowledge is a prod-uct of learning. It is a people-relatedprocess becouse it involves wiring to-gether the brains of competent peopleso that sharing, reasoning, and collabo-ration become common practice(Pawitra, 1998). The acquisition, dis-semination, and development of knowl-edge are playing an ever increasingrole in organizational success (Nonaka,1994).

Setiap organisasi dituntut agarmampu mengubah dirinya menjadiorganisasi yang terus-menerusmeningkatkan pembelajarannya padaberbagai tingkatan, seperti yangdiungkap Peter Senge (1995) sebagaiberikut :

As the world becomes more inter-connected and business becomes morecomplex and dynamic, work must be-

come ‘learningful’. It is no longer suffi-cient to have one person learning for theorganization, a Ford or a sloan or aWatson, It’s just not possible followingthe orderrs the ‘grand strategist’. Theorganization that will truly excel in thefuture will be the organizations that dis-cover how to tap people’s commitmentand capacity to learn at all levels in anorganization.

Mills dan Friesen mengartikan lear-ning organization sebagai organisasiyang mampu menciptakan inovasi in-ternal atau pembelajaran yangkonsisten. Konsep ini sebenarnya tidakterlalu baru karena Joseph Schumpeter(1934) pernah menggariskan bahwainovasi merupakan komponen sentralbagi organisasi yang ingin berkompetisi.Namun konsep kompetisi tersebut tidakdijelaskan secara rinci pada tingkatorganisasi mikro sebagaimana yangbanyak diurai oleh konsep learning or-ganization.

Sejalan denga itu R. Grant (1995)dan beberapa tokoh aliran ResourceBased lainnya seperti G. Hamel danC.K. Prahalad (1994) menjelaskantentang pentingnya organisasi melaku-kan collective learning berdasarkankompetensi atapun sumberdaya yangdimiliki organisasi sehingga padaakhirnya dapat diciptakan daya saingorganisasi.

Konsep pembelajaran bukan hanyadapat diterapkan pada skala mikroseperti organisasi atau perusahaan,tetapi juga pada konteks organisasimikro yakni negara. Karena itu kitamengenal konsep learning nation.Seperti halnya organisasi bisnismaupun nirlaba, negara atau lebihspesifik lagi birokrasi sebagai makrojuga bisa menerapkan learning organi-zation, yang intinya menurut Marquardt(1996), setiap organisasi yang inginhidup langgeng harus senantiasa maumentransformasikan dirinya terhadaplingkungan agar selalu mampumengelola knowledge organisasi,meningkatkan keterampilan, meman-faatkan teknologi, memberdayakansumberdaya manusia, dan expandlearning. U

(Bersambung)