fikosianin_the rina_13.70.0055_D2_Unika Soegijapranata
-
Upload
praktikumhasillaut -
Category
Documents
-
view
14 -
download
5
description
Transcript of fikosianin_the rina_13.70.0055_D2_Unika Soegijapranata
1. MATERI DAN METODE
1.1. Materi
1.1.1.Alat
Alat yang digunakan dalam praktikum fikosianin adalah sentrifuge, stirrer, alat
pengering (oven), plate stirrer.
1.1.2.Bahan
Bahan yang digunakan dalam praktikum fikosianin adalah Biomasa Spirulina kering,
akuades, dekstrin.
1.2. Metode
1
Dilarutkan dalam aqua destilata (1 : 10).
Dimasukkan dalam Elenmenyer.
Biomassa Spirulina ditimbang dalam cawan
2
Supernatan diencerkan sampai pengenceran 10-1 dan diukur kadar fikosianinnya pada panjang gelombang 615 nm dan 652 nm
Diaduk dengan stirrer ± 2 jam
Disentrifugasi 5000 rpm, 10 menit hingga didapat endapan dan supernatant.
3
Dioven pada suhu 50°C hingga kadar air ± 7%
Dicampur merata dan dituang ke wadah
Supernatan diambil 8 ml dan ditambah dekstrin dengan perbandingan supernatan : dekstrin = 1 : 1 (kelompok D1-D3), sedangkan kelompok D4-D5 menggunakan
perbandingan 8 : 9
4
Kadar Fikosianin (mg/g) diukur dengan rumus :
knsentrasi fikosianin/ KF(mg /ml)=OD615−0,474(OD 652)
5,34×
110−1
yield (mg / g )= KF × vol (total filtrat )g(berat biomassa)
Dihancurkan dengan penumpuk hingga berbentuk powder
Didapat adonan kering yang gempal
2. HASIL PENGAMATAN
Hasil pengamatan dari praktikum fikosianin dengan bahan biomassa Spirulina kering dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Hasil pengamatan absorbansi, KF, dan yield
KeteranganWarna :+ : Biru muda++ : Biru+++ : Biru tua
Berdasarkan tabel diatas diketahui sampel biomassa kering yang digunakan sebanyak 8 gram untuk semua kelompok dengan penambahan
aquades sebanyak 80 ml. Total filtrat yang diperoleh setelah proses penyaringan sebanyak 55 ml. Absorbansi tertinggi pada panjang
gelombang 615 nm adalah 0,1980 pada kelompok D4 dan absorbansi terendah adalah 0,1687 terdapat pada kelompok D5. Untuk
5
KelBeratBio
Massa Kering(g)
Jumlah Aquadesyang
ditambahkan(ml)
Total Filtratyang
diperoleh
OD 615
OD 652
KF(mg/ml)
Yield(mg/ml)
Warna
Sebelum dioven
Sesudah dioven
D1 8 80 55 0,1854 0,1733 0,193 1,327 ++ +D2 8 80 55 0,1914 0,1797 0,199 1,368 ++ +D3 8 80 55 0,1863 0,1843 0,185 1,272 ++ +D4 8 80 55 0,1980 0,1803 0,211 1,451 ++ +D5 8 80 55 0,1687 0,2029 0,136 0,935 ++ +
6
absorbansi pada panjang gelombang 652 nm, penyerapan tertinggi ada pada kelompok D5, yaitu sebesar 0,2029 dan yang terendah sebesar
0,1733 terdapat pada kelompok D1. Untuk nilai KF tertinggi sebesar 0,211 mg/ml terdapat pada kelompok D4 dan nilai KF terendah
sebesar 0,136 mg/ml terdapat pada kelompok D5. Yield tertinggi sebesar 1,451 mg/g yang dimiliki oleh kelompok D4 dan yield terendah
ada pada kelompok D5 sebesar 0,935 mg/g. Untuk warna fikosianin sebelum dioven semua kelompok berwarna biru dan sesudah dioven
berwarna biru muda.
3. PEMBAHASAN
Fikosianin adalah pewarna alami yang memberikan warna biru yang dignakan untuk
pewarna bahan makanan ataupun minuman. Karakteristik fikosianin adalah dapat
diuraikan dan larut air, namun fikosianin mempunyai kelemahan berupa kurang stabil
terhadap panas, pH, dan cahaya (Arylza, 2005). Fikosianin adalah pigmen yang
memiliki polipeptida dengan sub unit alfa dan beta. Konstribusi fikosianin terhadap
bahan pangan dalam memberikan warna sebesar 20% berat kering Spirulina (Duangse
et al, 2009). Menurut jurnal “Extraction and Separation of Phycocyanin from Spirulina
using Aqueous Two-Phase Systems of Ionic Liquid and Salt” fikosianin dapat
digunakan sebagai pigmen alami dalam makanan ataupun minuman yang didapatkan
dengan cara mengekstrak mikroalga. Selain itu, dalam jurnal “Maximising phycocyanin
extraction from a newly identified Egyptian cyanobacteria strain: Anabaena oryzae
SOS13” mengatakan bahwa fikosianin adalah pigmen biru alam yang sangat penting
bagi industri makanan biasanya digunakan pada produk jelly, permen karet, serta susu.
Karakteristik dari polipeptida yang dimiliki oleh fikosianin adalah pH antara 8-11
sehingga perlu diperhatikan suhu dalam proses pembuatan untuk mendapatkan kualitas
yang baik dari pewarna fikosianain (Seo et al, 2013). Terdapat beberapa faktor yang
dapat mempengaruhi fikosianin seperti jenis dan jumlah pelarut yang digunakan serta
kondisi lingkungan pada saat proses prmbuatan pewarna fikosianin (Handayani et al,
2012). Menurut jurnal “Effect of Hg(II) and Pb(II) Ions on C-Phycocyanin (Spirulina
platensis)” Spirulina mengandung fikosianin memiliki beberapa manfaat yang
menguntungkan seperti anti inflamasi, antioksidan, anti-aging, dan dapat menekan
pertumbuhan sel kanker. Pigmen fikosianin yang dihasilkan dipengaruhi oleh
perbandingan antara biomassa dan pelarut. Jika semakin tinggi perbedaan perbandingan
antara biomassa dan pelarut, maka tingkat kemurnian dari fikosianin akan menurun
(Handayani et al., 2012). Menurut jurnal “BLUE LIGHT ENHANCE THE PIGMENT
SYNTHESIS IN CYANOBACTERIUM Anabaena ambigua Rao (NOSTACALES)”
mengatakan bahwa cahaya merah atau cahaya biru adalah cahaya yang penting untuk
fikosianin yang diproduksi oleh Synechococcus sp. NKBG 042.902.
7
8
Fikosianin diekstrak dari mikroalga yang bernama Spirulina. Spirulina merupakan
mikroalga yang sering digunakan untuk pembuatan fikosianin yang termasuk dalam
golongan alga hijau-biru (cyanobacter). Spirulina merupakan mikroorganisme yang
terasuk dalam golongan alkafilik halobakteri. Spirulina dapat hidup dalam kondisi
garam tinggi dan basa (Seo et al., 2013). Menurut jurnal “Study of Phycocyanin
Production from Spirulina platensis Under Different Light Spectra” mengatakan bahwa
phycobiliproteins berasal dari Spirulina, phycoerythrin (PE), anallophycocyanin (AP)
dapat ditemukan dalam jumlah kecil, sedangkan yang paling melimpah adalah
phycocyanin (PC), pigmen biru cerah tergantung pada kemurniannya. Karakteristik dari
Spirulina dapat dimanfaat menjadi sebuah keuntungan yaitu digunakan untuk bahan
tambahan pangan. Kadungan makro nutrien Spirulina yaitu 15% - 20% karbohidrat,
55% - 70% protein, serta 6% - 9% lemak. Selain memiliki kandungan makro nutrien,
Spirulina juga memiliki mikro nutrien seperti mineral, vitamin, dan rendah asam
nukleat. Spirulina sebagai penghasil pewarna yang alami memiliki keunggulan seperti
reproduksi yang cepat dan mudah dalam pemanenan (Urek & Tarhan, 2012).
Untuk memperoleh pewrana alami dari Spirulina digunakan metode ekstraksi. Langkah
pertama yang dilakukan adalah Spirulina ditimbang sebanyak 8 gram lalu dimasukan
kedalam erlenmeyer dan ditambahkan aqua destilata dengan perbandingan 1 : 10.
Penambahan aqua destilata dengan perbandingan 1 : 10 berfungsi untuk melarutkan
pigmen fikosianin dalam Spirulina. Selain air, fikosianin juga dapat dilarutkan dengan
larutan buffer ataupun heksan. Namun heksan merupakan pelarut yang paling efektif
dalam menghasilkan fikosianin (Seo et al., 2013). Selanjutnya dilakukan pengadukan
menggunakan stirrer selama 2 jam dan dilanjutkan dengan sentrifugasi pada 5000 rpm
selama 10 menit. Tujuan dari sentrifugasi adalah agar pigmen fikosianin makin larut
dan membentuk supertnatan dan endapan. Supernatan yang dihasilkan pada saat
sentrifugasi diencerkan dengan pengenceran 10-1 kemudian dilakukan absorbansi
dnegan panjang gelombang 615 nm dan 652 nm. Supernatan diukur absorbansinya guna
mengetahui tingkat kemurnian fikosianin. Penggunaan panjang gelombang 615 nm dan
652 nm sesuai dengan teori Sidler (1994) yang menyatakan bahwa serapan optimal dari
fikosianin terdapat pada panjang gelombang 615-620 nm serta akan memberikan warna
biru kobalt. Selanjutnya penambahan dekstrin pada supernatan. Penambahan dekstrin
9
pada supernatan dengan perbandingan 1:1 (supernatan : dekstrin). Penambahan dekstrin
berfungsi untuk melindungi fikosianin dari proses pengeringan yang dilakukan nantinya
(Murtala, 1999). Dekstrin merupakan polisakarida yang dihasilkan dari hidrolisis pati
secara parsial menggunakan enzim, asam, maupun kombinasi keduanya. Dekstrin
memiliki kencenderungan untuk menyerap air dan tahan terhadap suhu tinggi karena
memiliki ikatan alfa-1,4-D-glukosa. Dekstrin yang digunakan berfungsi untuk
melindungi fikosianain pada saat pengeringan, karena dekstrin memiliki sifat yang
tahan terhadap suhu tinggi (Carvalho et al, 2007).
Setelah tahap pencampuran antara supernatan dan dekstrin hingga tercampur sempurna,
dilakukan tahap pengeringan menggunakan oven dengan suhu 50°C hingga kadar air
mencapai ±7% dan didapatkan adonan kering yang gempal, diikuti penghancuran
adonan gempal tersebut hingga berbentuk serbuk. Pengeringan dilakukan dengan tujuan
untuk mendapatkan adonan yang gempal, yang nantinya dapat dihancurkan untuk
mendapatkan fikosianin yang berbentuk bubuk (Murtala, 1999). Proses pengeringan
yang dilakukan untuk menghasilkan fikosianin adalah tahapan yang sangat penting
karena dalam proses pengeringan dapat terjadi beberapa hal. Jika terjadi beberapa hal
yang kurang mendukung, maka fikosianin yang dihasilkan tidak dapat maksimal. Hal
ini terjadi karena fikosianin merupakan pigmen yang sensitif terhadap perubahan pH
dan suhu tinggi (Seo et al., 2013). Kemurnian fikosianin dan yield dapat menurun
karena fikosianin mengandung polipeptida yang termasuk dalam golongan protein,
sehingga bila terjadi kondisi yang kurang menguntungkan maka akan mempenbgaruhi
yield dan kemurnian. Suhu 30°C merupakan suhu yang optimal pada saat melakukan
proses (Handayani et al., 2012).
Dalam praktikum ini, yang diamati adalah absorbansi pada panjang gelombang 615 nm
dan 652 nm. Kemudian, dari abosrbansi tersebut dapat diketahui kadar fikosianin
(mg/ml) dan yield (mg/g). Dari hasil absorbansi tiap kelompok, pada panjang
gelombang 615 nm, hasil dari kelompok D1 adalah 0,1854; D2 adalah 0,1914; D3
adalah 0,1863; D4 adalah 0,1980; serta D5 adalah 0,1687. Kemudian, absorbansi pada
panjang gelombang 652 nm adalah 0,1733 untuk kelompok D1; 0,1797 untuk kelompok
D2; 0,1843 untuk kelompok D3; 0,1803 untuk kelompok D4; dan 0,2029 untuk
10
kelompok D5. Jika dilihat hasil antara absorbansi panjang gelombang 615 nm dan 652
nm, hasil absorbansi panjang gelombang 615 hasilnya lebih tinggi kecuali kelompok D2
dan D5. Hasil absorbansi dengan panjang gelombang 615 nm lebih tinggi dari pada
absorbansi panjang gelombang 652 karena panjang gelombang yang diserap optimal
terdapat pada panjang gelombang 615-620 nm. Hal ini sesuai dengan teori dari Sidler
(1994) yang menyatakan bahwa panjang gelombang 615 – 620 nm adalah panjang
gelombang optimal untuk fikosianin. Sedangkan pada kelompok D2 dan D5 hasil
absorbansi panjang gelombang 652 lebih tinggi dapat dikarenakan kesalahan dalam uji
absorbansi seperti bagian cuvet yang tersentuh oleh tangan dan pembilasan cuvet yang
kurang bersih.
Konsentrasi fikosianin dapat dicari dari absorbansi tersebut. KF (konsentrasi fikosianin
dalam mg/ml) secara berurutan dari D1 hingga D5 adalah 0,193; 0,199; 0,185; 0,211;
0,136. Hasil praktikum yang diperoleh telah sesuai dengan teori dari Song et al. (2013)
yang menyatakan bahwa fikosianin yang dapat digunakan sebagai bahan tambahan
pangan memiliki kadar <0,7 (food grade) karena hasil yang diperoleh pada saat
praktikum adalah ± 0,19. Handayani et al. (2012) menyatakan bahwa kadar fikosianin
<3 adalah fikosianin dengan kemurnian rendah dan kadar fikosianin >4 adalah
fikosianin dengan kemurnian tinggi. Berdasarkan hasil yang didapat pada saat
praktikum menandakan bahwa fikosianin yang dihasilkan memiliki kemurnian rendah
dan tergolong dibawah standart food grade, karena memiliki nilai KF sebesar ±0,19. KF
yang didapat dapat digunakan untuk menghitung nilai yield yang dihasilkan, dengan
cara mengkalikan KF dengan volume total filtrat dan dibagi dengan berat biomassa
dalam gram. Yield yang dihasilkan sebanding dengan KF yang dimiliki oleh tiap
kelompok, di mana yield terendah sebesar 0,935 mg/g (KF dari D5 juga terendah, yaitu
sebesar 0,136) dan yield tertinggi sebesar 1,451 mg/g (KF dari D4 juga tertinggi, yaitu
sebesar 0,211 mg/ml). Hasil dari yield yang didapat sesuai dengan teori dari Handayani
et al (2012), yang mengatakan bahwa konsentrasi fikosianin akan sebanding dengan
yield yang dihasilkan.
Selanjutnya dilakukan pengamatan warna dari fikosianin sebelum dioven dan sesudah
dioven. Pada semua kelompok warna sebelum dioven adalah biru dan untuk warna
11
semua kelompok setelah dioven berubah menjadi biru muda. Hasil dari semua
kelompok sudah sesuai dengan teori yang diungkapkan oleh Sidler (1994) yang
menyatakan bahwa fikosianin merupakan pigmen yang tidak tahan terhadap panas,
terutama saat pengeringan, sehingga setelah dikeringkan dapat terjadi kemungkinan
pigmen fikosianin menjadi pudar warnanya. Pudarnya warna dari fikosianin disebabkan
oleh menurunnya kemurnian dari fikosianin itu sendiri, kemudian kondisi saat
pemrosesan, kemudian biomassa yang digunakan serta perbandingan yang digunakan.
Jumlah dekstrin yang diberikan juga dapat mempengaruhi warna dari fikosianin
(Devanathan & Ramanatha, 2012).
4. KESIMPULAN
Fikosianin adalah pigmen yang berwarna biru yang berasal dari Spirulina platensis.
Fikosianin yang diperoleh dari Spirulina platensis diperoleh dengan menggunakan
metode ekstraksi.
Jumlah dan jenis pelarut yang digunakan dapat mempengaruhi kemurnian dari
fikosianin.
Fikosianin menyerap panjang gelombang yang optimal pada panjang gelombang
615-620 nm.
Penamabahan dekstrin pada fikosianin bertujuan untuk melindungi fikosianin dari
suhu tinggi pada saat proses pengeringan.
Fikosianin akan mengalami perubahan warna setelah melalui proses pengeringan
karena fikosianin tidak tahan terhadap suhu tinggi sehingga warnanya akan pudar.
Konsentrasi fikosianin berbanding lurus dengan yield fikosianin.
Semarang, 29 Oktober 2015 Asisten Dosen :
Praktikan, -Deanna Suntoro-Ferdyanto Juwono
The Rina13.70.0055
12
5. DAFTAR PUSTAKA
Arylza, I.S. (2005). Isolasi Pigmen Biru Fikosianin dari Mikroalga Spirulina plantesis. Jurnal Oseanologi dan Limnologi di Indonesia Vol 38:79-92.
Carvalho, J, Goncalves, C, Gil, A.M & F.M, Gama. (2007). Production and Characterization of New Dextrin Base Hydrogel. European Polymer Journal Vol 43:3050-3059.
Devanathan, J & N, Ramanathan. (2012). Pigmen Production From Spirulina plantesis Using Seawater Supplemented with Dry Poultry Mannure. J.Algal.Biomass.Utln Vol 3(4):66-73.
Gelagutashvili, Eteri., et al. (2013). Effect of Hg(II) and Pb(II) Ions on C-Phycocyanin (Spirulina platensis). Optics and Photonics journal (3): 122-127.
Handayani, N.A, Hadiyanto, Deviana, M, Dianratri, I & A, Nugroho. (2012). A Simple Method for Efficient Extraction and Separation of C-phycocyanin from Spirulina plantesis. Department of Chemical Engineering Diponegoro University. Semarang.
Murtala, S. S. (1999). Pengaruh Kombinasi Jenis Dan Konsentrasi Bahan Pengisi Terhadap Kualitas Bubuk Sari Buah Markisa Siul (Passiflora edulis). Tesis Pasca Sarjana Universitas Bawijaya. Malang.
A. Salama., et al. (2015). Maximising phycocyanin extraction from a newly identified Egyptian cyanobacteria strain: Anabaena oryzae SOS13. International Food Research Journal 22(2): 517-525.
Seo, Y.C, Choi, W.S, Park, J.H, Park, J.O, Jung, K.H & H.Y, Lee.(2013). Stable Isolation of Phycocyanin from Sprilunia plantesis Associated With High Pressure
Sidler, W.A. (1991). Phycobilisome and Phycobiliprotein Structure. In Bryant, D.A.
Urek, R.O & L, Tarham. (2012). The Relationship Between Antioxidant System and Phycocyanon Production in Spirulina Maxima with Respect to Nitrate Concentration. Turk.J.Bot Vol Vol 36:369-377.
Vijaya, Velu., et al. (2009). BLUE LIGHT ENHANCE THE PIGMENT SYNTHESIS IN CYANOBACTERIUM Anabaena ambigua Rao (NOSTACALES). ARPN journal of Agriculture and Biological Science. Vol. 4 (3).
13
14
Walter, Alfredo., et al. (2011). Study of Phycocyanin Production from Spirulina platensis Under Different Light Spectra. BRAZILIAN ARCHIVES OF BIOLOGY AND TECHNOLOGY. Vol. 54 (4):675-682.
Zhang, Xifeng., et al. (2015). Extraction and Separation of Phycocyanin from Spirulina using Aqueous Two-Phase Systems of Ionic Liquid and Salt. Journal of Food and Nutrion Research. Vol.3(1):15-19.
6. LAMPIRAN
6.1. Perhitungan
Rumus perhitungan :
Konsentrasi Fikosianin / KF (mg/ml) = OD615 – 0,474 ( OD652 )
5,34 x
1
10−2
Yield (mg/g) = KF × Vol (total filtrat)g (berat biomassa)
Kelompok D1
KF = 0,1854 – 0,474 (0,1733)
5,34×
1
10−1 = 0,193 mg/ml
Yield = 0,193×55
8 = 1,327 mg/g
Kelompok D2
KF = 0,1914 – 0,474 (0,1797)
5,34×
1
10−1 = 0,199 mg/ml
Yield = 0,199×55
8 = 1,368 mg/g
Kelompok D3
KF = 0,1863 – 0,474 (0,1843)
5,34×
1
10−1 = 0,185 mg/ml
Yield = 0,185×55
8 = 1,272 mg/g
Kelompok D4
KF = 0,1980 – 0,474 (0,1803)
5,34×
1
10−1 = 0,211 mg/ml
Yield = 0, 211×55
8 = 1,451mg/g
Kelompok D5
15
16
KF = 0,1687– 0,474 (0,2029)
5,34×
1
10−1 = 0,136 mg/ml
Yield = 0, 136×55
8 = 0,935 mg/g
6.2.
17
6.3. Laporan Sementara
6.4.
18
6.5. Diagram Alir
6.6. Abstrak Jurnal
19