Fidusia

10
Yerry Pratama Irsyad HUKUM JAMINAN FIDUSIA YANG TIDAK DIDAFTARKAN SENGKETA PENARIKAN OBJEK PERJANJIAN FIDUSIA OLEH PT. ADIRA DINAMIKA MULTI FINANCE Tbk A. Latar Belakang Kasus Pada tanggal 11 Februari 2011 Andhi Saputra Istiarga, warga Asrama Merpati Magelang, Jawa Tengah yang merupakan debt collector PT Adira Dinamika Multi Finance Tbk cabang Magelang berkeliling kota Magelang untuk menunaikan tugas dari perusahaan tepat dia bekerja. Tugasnya mudah, mencari unit-unit kendaraan yang anggsurannya terlambat disetor pada Adira. Setetelah beberapa saat berkeliling, Andhi dan rekannya, Wahyu Adi Saputro tiba di LPK NI Magelang sekira 11.00 WIB. Didapati oleh keduanya sepeda motor nomor polisi AA-2521-YK. Kendaraan dengan nomor polisi itu tercatat dalam daftar Adira yang terlambat mengangsur. Langsung saja, motor yang ditumpangi keduanya berbelok ke tempat dimana motor ‘buruan’ mereka parkir. Kemudian Andhi menelpon Suryadi AS, dan mengatakan 1

description

perjanjian fidusia

Transcript of Fidusia

Page 1: Fidusia

Yerry Pratama Irsyad

HUKUM JAMINAN FIDUSIA YANG TIDAK DIDAFTARKAN

SENGKETA PENARIKAN OBJEK PERJANJIAN FIDUSIA OLEH PT.

ADIRA DINAMIKA MULTI FINANCE Tbk

A. Latar Belakang Kasus

Pada tanggal 11 Februari 2011 Andhi Saputra Istiarga, warga Asrama

Merpati Magelang, Jawa Tengah yang merupakan debt collector PT Adira

Dinamika Multi Finance Tbk cabang Magelang berkeliling kota Magelang untuk

menunaikan tugas dari perusahaan tepat dia bekerja. Tugasnya mudah, mencari unit-

unit kendaraan yang anggsurannya terlambat disetor pada Adira.

Setetelah beberapa saat berkeliling, Andhi dan rekannya, Wahyu Adi Saputro

tiba di LPK NI Magelang sekira 11.00 WIB. Didapati oleh keduanya sepeda motor

nomor polisi AA-2521-YK. Kendaraan dengan nomor polisi itu tercatat dalam daftar

Adira yang terlambat mengangsur.

Langsung saja, motor yang ditumpangi keduanya berbelok ke tempat dimana

motor ‘buruan’ mereka parkir. Kemudian Andhi menelpon Suryadi AS, dan

mengatakan menemukan motor yang ada dalam daftar penunggak cicilan di tempat

dia bekerja.

Motor itu tercatat atas nama Puji Sumarah. Sudah 98 hari terlambat

membayar angsuran. Karena itu tak ada perintah lain dari Suryadi kepada Andhi

selain menyuruh keduanya menarik motor itu. Suryadi pun memerintahkan Andhi

mengambil surat kuasa penarikan (SKP) di Adira. Kemudian surat itu diambil

Wahyu dari Adira setempat.

1

Page 2: Fidusia

Wahyu kembali ke LPK NI sekitar pukul 12.30 WIB. Setelah tiba di tempat

tujuan, bersama Andhi, mereka menemui Lisyaningsih dan menanyakan kepemilikan

motor dan dijawab bahwa motor tersebut kepunyaan Puji Sumarah yang dititipkan di

LPK NI.

Setelah itu terjadilah perdebatan. Intinya karena Puji terlambat mengangsur,

berbekal SKP motor harus ditarik. Lisyaningsih menanyakan sertifikat fidusia.

Andhi pun menanyakan sertifikat tersebut kepada Surayadi. Setelah mendapat

penjelasan dari Suryadi via telepon yang menyatakan bahwa sertifikat fidusia ada di

kantor, kedua debt collector ini merasa punya alas hak, dan tanpa seizin Lisyaningsih

maupun Puji Sumarah, motor tersebut dituntun ke Adira.

Tentu saja tindakan ini membuat berang Puji Sumarah dan Lisyaningsih.

Kemudian melaporkan tindakan Andhi dan Wahyu serta Suryadi ke polisi. Mereka

menyatakan perbuatan dua debt collector itu melawan hukum.

Tindakan melawan hukum tersebut adalah, tanpa sertifikat fidusia, motor

yang ditarik ke Adira belum menjadi objek jaminan fidusia. Terlebih lagi, penarikan

motor dilakukan Andhi dan Wahyu tanpa seizin pemiliknya maupun Lisyaningsih

sebagai orang yang dititipi motor oleh Puji sehingga menderita kerugian Rp10 juta.

Oleh penuntut umum, saat perkara ini mulai disidangkan, perbuatan Wahyu

dan Andhi didakwa melanggar aturan Pasal 363 ayat (1) keempat KUHP Tentang

Pencurian Dalam Keadaan Memberatkan. Dalam pasal tersebut disebutkan :

“pencurian yang dilakukan oleh dua orang atau lebih”.

Namun, majelis Pengadilan Negeri Mungkid melepaskan kedua terdakwa.

Putusan diucapkan majelis hakim pada 11 November 2011 menyatakan Andhi dan

Wahyu sebagai terdakwa terbukti melakukan perbuatan yang didakwakan. “Namun,

itu bukan merupakan tindak pidana,” demikian majelis hakim dalam putusan itu.

2

Page 3: Fidusia

Penuntut umum langsung mengajukan kasasi. Tapi majelis kasasi menolak

permohonan kasasi penunut umum, pada 20 Maret 2012.

Majelis menilai, memang benar antara Puji Sumarah dengan Adira

melakukan perjanjian pembiayaan sepeda motor dengan pola penyerahan hak milik

secara fidusia. Perjanjian pembiayaan terjadi 15 April 2010. Perjanjian pembiayaan

sebesar Rp11,196 juta dengan bunga 28,15 persen. Total angsuran Puji pada Adira

menjadi Rp464 ribu selama 36 bulan.

Sebagai jaminan kewajiban angsuran, Puji menyerahkan hak milik secara

fidusia pada Adira. Serta memberikan kuasa pada Adira untuk pengurusan jaminan

secara fidusia. Namun, Adira tak segera mengurus, sehingga akta fidusia baru dibuat

10 Maret 2011 dan fidusia baru didaftarkan 1 April 2011.

Menurut majelis kasasi yang dipimpin Zaharuddin Utama, majelis hakim

tingkat pertama menerapkan hukum tidak sebagaimana semestinya. Yaitu, Andhi

dan Wahyu telah nyata mencuri motor Puji. Karena, saat diambil, objek pencurian

belum terikat jaminan fidusia.

Motor dibawa Andhi dan Wahyu atas persetujuan Suryadi pada 11 Februari

2011. Sedangkan jaminan fidusia baru didaftarkan setelah Puji melaporkan ke Polisi

lalu dilanjutkan penyidikan, yaitu 1 April 2011.

Berdasarkan Pasal 11, 12, dan 13 UU No.42 Tahun 1999 tentang Jaminan

Fidusia, majelis menyatakan saat terdakwa melakukan perbuatannya, belum ada

perikatan fidusia. Sehingga motor milik Puji bukan merupakan objek jaminan

fidusia, alias tidak ada jaminan fidusia.

Bila majelis hakim tingkat pertama menerapkan ketentuan UU Jaminan

Fidusia, majelis kasasi yakin terdakwa melakukan perbuatan pidana seperti

didakwakan. Tapi, yang didakwakan adalah pencurian.

3

Page 4: Fidusia

UU Jaminan Fidusia mengatur eksekusi objek jaminan, yaitu pada Pasal 29.

Tanpa mempertimbangkan pasal ini, majelis kasasi menilai majelis pengadilan

tingkat pertama salah menerapkan hukum. Yaitu membenarkan kedua terdakwa

mengambil sepeda motor karena hanya berpatokan pada Pasal 15 ayat (3) UU

Jaminan Fidusia yang menyatakan : “Apabila debitor cidera janji, Penerima Fidusia

mempunyai hak menjual Benda yang menjadi objek Jaminan Fidusia atas

kekuasaannya sendiri.”

Menurut majelis kasasi, bila debitor cedera janji, penerima fidusia (Adira)

berhak menjual objek jaminan fidusia. Karena itu majelis PN Mungkid dinilai

mengabaikan ketentuan Pasal 30 dalam UU Jaminan Fidusia. Yaitu pemberi fidusia

saat eksekusi wajib menyerahkan objek jaminan fidusia. Tapi, kedua terdakwa saat

eksekusi tak menemui Puji selaku pemberi fidusia. Bahkan, jaminan fidusia belum

ada pada saat eksekusi dilakukan.

Namun, karena ada keterlambatan angsuran, majelis kasasi menilai itu adalah

hubungan keperdataan berdasarkan perjanjian antara Puji dengan Adira. Sehingga

tidak ada sifat melawan hukum yang dilakukan debt collector yang melaksanakan

perintah Suryadi. Karena itu, persoalan kedua pihak adalah kewenangan hakim

perdata untuk memeriksa dan mengadili.

B. Analisis Kasus

Perbuatan para Debt Collector yang mengatasnamakan perusahaan pembiayaan

terkait dalam mengeksekusi benda jaminan fidusia yang tidak didaftarkan tersebut

adalah merupakan tindak pidana. Baik perusahaan Pembiayaan maupun Debt

Collector yang digunakan jasanya tidak berhak mengeksekusi barang tersebut secara

langsung tanpa adanya putusan Pengadila yang sudah mempunyai kekuatan hukum

tetap. Perbuatan tersebut melanggar Pasal 368 KUHPidana tersebut berbunyi : 

“Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain

secara melawan hukum, memaksa seorang dengan kekerasan atau ancaman

4

Page 5: Fidusia

kekerasan untuk memberikan barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian adalah

kepunyaan orang itu atau orang lain, atau supaya membuat hutang maupun

menghapuskan piutang, diancam karena pemerasan, dengan pidana penjara paling

lama sembilan tahun.”

Dalam kasus ini, jika kita melihat dari beberapa ciri-ciri fidusia sebagai berikut : 

1. Sebagai Jaminan Pelunasan Hutang

Fidusia tidak menciptakan hak milik sebenarnya meskipun hak milik atas

benda berpindah kepada kreditur.Hak milik hanya terbatas sampa debitur melunasi

hutangnya kepada kreditur. Menurut pendapat modern, hak milik fidusia merupakan

hak milik terbatas sehingga hanya melahirkan hak jaminan dan bukan hak milik

sementara menurut pendapat zaman Romawi, fidusia melahirkan hak milik

didasarkan bahwa perjanjian fidusia merupakan perjanjian obligatoir, yakni hak

milik telah berpindah ketika telah terjadi levering atau penyerahan.

 

2. Constitutum Posessorium

Dalam perjanjian fidusia, benda tetap dikuasai debitur walapun hak milik atas

benda telah berpindah ke tangan kreditur.Hal ini berbeda dengan gadai dimana benda

harus dilepaskan dari kekuasaan debitur dan hak milik atas benda tersebut tetap

berada pada debitur.

Oleh karena itu, dalam fidusia dinamakan constitutum posessorium yaitu

penyerahan hak milik dengan melanjutkan penguasaan atas benda jaminan.

3. Droit de Preference

Terdapat dalam Pasal 27 UU Fidusia, yakni memberikan kedudukan yang

mendahului kepada kreditur penerima fidusia terhadap kreditur lainnya.Dalam hal ini

penerima fidusia (kreditur) memiliki hak preferen, yaitu hak yang didahulukan

terhadap kreditur lainnya.Hak yang didahulukan adalah hak penerima fidusia

(kreditur) untuk mengambil pelunasan piutangnya atau hasil eksekusi benda yang

menjadi objek jaminan fidusia. Akibatnya ia memiliki hak untuk menjual benda

fidusia sebagai jaminan pelunasan hutang debitur lebih dulu dari kreditur lainnya.

5

Page 6: Fidusia

Hak yang didahulukan dihitung sejak tanggal pendaftaran benda yang menjadi obyek

Jaminan Fidusia pada Kantor Pendaftaran Fidusia.

Pada ciri-ciri diatas disebutkan bahwa hak yang didahulukan dihitung sejak

tanggal pendaftaran benda yang menjadi obyek Jaminan Fidusia pada Kantor

Pendaftaran Fidusia, namun pada kasus diatas disebutkan bahwa jaminan fidusia

baru didaftarkan setelah Puji melaporkan pada tanggal 1 April 2011.

Hal tersebut mengungkapkan bahwa masih terdapat banyak kekurangan atau

kelemahan dalam jaminan fidusia yang dituangkan dalam Undang-undang No.42

Tahun 99. Hal ini antara lain :

1. Tidak diatur jangka waktu pendaftaran akta jaminan fidusia.

2. Rawan terjadi fidusia ulang, dan berpotensi konflik karena tidak ada jangka

waktu pendaftaran.

3. Tidak ada sangsi yang tegas terhadap pengikatan jaminan fidusia yang

dilakukan dibawah tangan

4. Tidak ada sangsi yang tegas terhadap penggunaan “kuasa jual” yang jelas-

jelas bertentangan dengan cara-cara eksekusi sesuai UU No.42 Tahun 1999

sehingga berpotensi tidak memberikan rasa keadilan bagi debitur

5. Maraknya penggunaan kuasa menjaminkan secara di bawah tangan

berpotensi konflik juga mengingat terkait dengan keabsahan tanda tangan

dalm kuasa tersebu, kecuali dilegalisasi oleh notaris atau dibuat kuasa

notarial.

6. Kantor Pendaftaran Jaminan fidusia belum dibuka sampai ke pelosok-pelosok

wilayah Indonesia, karena kebanyakan konsumen perusahaan pembiayaan

banyak bertempat tinggal di pelosok-pelosok.

Dengan adanya kelemahan tersebut, maka pada tanggal 5 Maret 2013 telah

diberlakukan fidusia online, yaitu pendaftaran jaminan fidusia online oleh

KEMENKUMHAM RI. Di satu disi keberadaan fidusia online menciptakan

kemudahan dalam pendaftaran jaminan fidusia. Namun di sisi lain, karena hal

tersebut adalah inovasi baru, maka ada hal-hal yang masih perlu dikaji secara yuridis

6

Page 7: Fidusia

agar akta jaminan fidusia yang dibuat oleh notaris dapat dipertanggungjawabkan

sebagai alat bukti yang kuat dan sertifikat jaminan fidusia mempunyai kekuatan

eksekutorial.

7