FIDUSIA 1

34
BAB II LATAR BELAKANG PEMBUATAN AKTE JAMINAN FIDUSIA SECARA NOTARIL 1. Undang-Undang Jaminan Fidusia Sebagai Ketentuan Yang Mengatur Lembaga Jaminan Fidusia A. Pengertian Jaminan Fidusia Sebagai suatu lembaga jaminan, pengertian fidusia telah ditemukan dan dikenal dalam masyarakat hukum Romawi dengan nama fidusia cum creditore contracta, yaitu janji kepercayaan yang dibuat dengan kreditor di mana diperjanjikan debitor akan mengalihkan kepemilikan atas suatu benda kepada kreditornya sebagai jaminan utang dengan kesepakatan bahwa kreditor akan mengalihkan kembali kepemilikan atas suatu benda tersebut kepada debitor bilamana utangnya sudah dilunasi. Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia membedakan definisi fidusia dengan jaminan fidusia. Dalam Pasal 1 angka 1 disebutkan fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda. Kemudian Pasal 1 butir 2 menyebutkan, jaminan fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam Universitas Sumatera Utara

Transcript of FIDUSIA 1

Page 1: FIDUSIA 1

BAB II

LATAR BELAKANG PEMBUATAN AKTE JAMINAN FIDUSIA SECARA NOTARIL

1. Undang-Undang Jaminan Fidusia Sebagai Ketentuan Yang Mengatur Lembaga Jaminan Fidusia A. Pengertian Jaminan Fidusia

Sebagai suatu lembaga jaminan, pengertian fidusia telah ditemukan dan

dikenal dalam masyarakat hukum Romawi dengan nama fidusia cum creditore

contracta, yaitu janji kepercayaan yang dibuat dengan kreditor di mana diperjanjikan

debitor akan mengalihkan kepemilikan atas suatu benda kepada kreditornya sebagai

jaminan utang dengan kesepakatan bahwa kreditor akan mengalihkan kembali

kepemilikan atas suatu benda tersebut kepada debitor bilamana utangnya sudah

dilunasi.

Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 Tentang Jaminan Fidusia

membedakan definisi fidusia dengan jaminan fidusia. Dalam Pasal 1 angka 1

disebutkan �fidusia adalah pengalihan hak kepemilikan suatu benda atas dasar

kepercayaan dengan ketentuan bahwa benda yang hak kepemilikannya dialihkan

tersebut tetap dalam penguasaan pemilik benda. Kemudian Pasal 1 butir 2

menyebutkan, �jaminan fidusia adalah hak jaminan atas benda bergerak baik yang

berwujud maupun yang tidak berwujud dan benda tidak bergerak khususnya

bangunan yang tidak dapat dibebani hak tanggungan sebagaimana dimaksud dalam

Universitas Sumatera Utara

Page 2: FIDUSIA 1

Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan yang tetap berada

dalam penguasaan pemberi fidusia, sebagai agunan bagi pelunasan utang tertentu

yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada penerima fidusia terhadap

kreditor lainnya�.

Rumusan yang membedakan pengertian fidusia dengan jaminan fidusia

menimbulkan anggapan bahwa Undang-U ndang Nomor 42 Tahun 1999 telah

memberikan nama baru bagi lembaga hak jaminan yang semula dikenal sebagai

fidusia, yaitu jaminan fidusia.41 Rupanya Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999

membedakan antara fidusia sebagai suatu perbuatan hukum pengalihan hak

kepemilikan atas dasar kepercayaan dengan fidusia sebagai suatu lembaga jaminan.

Akan tetapi pembedaan ini masih dapat dipertanyakan konsistensinya jika melihat

ternyata Undang-Undang ini menyebut pemberi fidusia terhadap pihak yang memberi

jaminan fidusia dan penerima fidusia terhadap kreditor selaku pihak yang menerima

jaminan fidusia.42 Apalagi jika kemudian kita hubungkan dengan ketentuan Pasal 33

Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 yang berbunyi, �setiap janji yang

memberikan kewenangan kepada penerima fidusia untuk memiliki benda yang

menjadi objek jaminan fidusia apabila kreditor cedera janji, batal demi hukum.�

Sehingga berkaitan dengan hal di atas Bachtiar Sibarani mengatakan :

ternyata pemakaian istilah dan pengertian fidusia dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tidak berguna sama sekali. Artinya sekiranya istilah dan arti fidusia dihilangkan maka pengikatan dan eksekusi pengikatan barang bergerak yang dalam penguasaan pemiliknya tidak terpengaruh. Oleh karena itu sesuai dengan materi yang diatur didalamnya, maka judul yang cocok

41 Arie Sukanti Hutagalung, Op.Cit, hal. 728. 42 Ibid

Universitas Sumatera Utara

Page 3: FIDUSIA 1

untuk Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 adalah tentang Hak Tanggungan Atas Barang Bergerak. Kalau mau judul itu dapat ditambah dengan perkataan �di luar gadai� atau �Yang dikuasai oleh pemilik�.43

Unsur yang terkadung dalam rumusan jaminan fidusia sebagaimana bunyi

Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 42 Tahuun 1999 adalah :

a. Hak jaminan;

b. Benda bergerak;

c. Benda

d. Tidak bergerak, khususnya bangunan;

e. Tidak dapat dibebani dengan hak tanggungan;

f. Sebagai agunan;

g. Untuk pelunasan utang;

h. Kedudukan yang diutamakan.

Unsur hak jaminan dalam jaminan fidusia adalah hak yang memberikan

kepada kreditor suatu kedudukan yang lebih baik dari kreditor lain yang tidak

memperjanjikan hak jaminan, baik hak jaminan kebendaan maupun jaminan hak

pribadi. Hak jaminan yang demikian ini biasa disebut dengan hak preferen atau dalam

Undang-Undang tentang Jaminan Fidusia disebut dengan hak yang diutamakan (Pasal

1 sub 2) dan hak yang didahulukan (Pasal 27).

43 Ibid, hal. 738.

Universitas Sumatera Utara

Page 4: FIDUSIA 1

Hak preferen dalam jaminan fidusia ternyata dapat dikritisi jika kita

hubungkan dengan konstruksi hukum cinstitutum possesorium yang melekat pada

fidusia. Dalam konstruksi hukum ini terjadi peralihan kepemilikan benda agunan

kepada kreditor walaupun secara fisik benda tersebut tetap dikuasi pemberi (jaminan)

fidusia. Adalah hal yang wajar jika dalam konstruksi hukum yang demikian pihak

kreditor yang selaku penerima fidusia menerima uang hasil penjualan benda agunan

yang sebenarnya sudah dimiliki. Sehingga dalam hal ini hak preferen tidaklah

menjadi masalah.44

Tiga unsur berikutnya dalam rumusan jaminan fidusia adalah benda bergerak,

benda tidak bergerak khususnya bangunan dan unsur tidak dapat dibebani dengan hak

tanggungan. Ketiga unsur ini adalah benda yang dapat menjadi objek jaminan fidusia,

termasuk di dalamnya adalah piutang.

Selanjutnya adalah unsur sebagai agunan. Unsur ini berhubungan dengan

unsur hak jaminan. Yang ditekankan dalam unsur ini adalah walaupun terjadi

penyerahan hak kepemilikan atas benda yang menjadi agunan akan tetapi hanyalah

dimaksudkan sebagai jaminan atas pelunasan utang debitor kepada kreditor. Dalam

konteks prefensi, unsur ini memberikan kepada pihak kreditor yang secara khusus

menerima benda agunan suatu kedudukan yang lebih baik dibanding kreditor lain

yang tidak memperjanjikan hak jaminan.

44 J. Satrio, Op.Cit, hal. 165.

Universitas Sumatera Utara

Page 5: FIDUSIA 1

Sedangkan unsur berikut yaitu unsur untuk pelunasan suatu utang memberi

penekanan bahwa perjanjian pemberian jaminan fidusia bersifat assecoir, perjanjian

pemberian jaminan dapat dibuat jika terdapat perjanjian pokoknya yaitu perjanjian

kredit.

Unsur terakhir yaitu kedudukan yang diutamakan. Unsur ini menekankan

bahwa kreditor preferen mempunyai kedudukan yang diutamakan atau didahulukan

daripada kreditor konkuren.

B. Sejarah dan Perkembangan Jaminan Fidusia

Menurut Mariam Darus Badrulzaman, di Indonesia saat ini dikenal bentuk hak

jaminan, yaitu :45

- Hak tanggungan, yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996

tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-benda yang berkaitan

dengan Tanah (UUHT);

- Hipotik, diatur dalam Pasal 314 KUH Dagang, Undang-Undang Nomor 2 Tahun

1992 tentang Pelayaran beserta PP Nomor 23 Tahun 1985 bagi Hipotik Kapal

dan dalam Pasal 12 UU Nomor 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan bagi Hipotik

Pesawat;

- Gadai (Pand), diatur dalam Pasal 1150-1160 KUH Perdata;

- Fidusia, diatur dalam UU Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia; dan

45 Mariam Darus Badruzzaman, Op.Cit, hal. 5.

Universitas Sumatera Utara

Page 6: FIDUSIA 1

- Jaminan pribadi (Borgtocht/Personal Guarantee) yang diatur dalam Pasal 1820-

1850 KUH Perdata. Khusus pada jenis jaminan ini penulis dapat tambahkan

bahwa yang dimaksud adalah jenis jaminan penangguhan secara umum sehingga

jaminan perusahaan (corporate guarantee) termasuk pada jenis jaminan ini.

Sebagai suatu hak jaminan kebendaan, jaminan fidusia yang saat ini

pengaturannya tertuang dalam Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang

Jaminan Fidusia, tumbuh dan berkembang sesuai kebutuhan praktis masyarakat. Jika

terhadap benda-benda bergerak sepenuhnya dipergunakan lembaga jaminan

kebendaan sebagaimana diatur dalam Pasal 1152 ayat (2) KUH Perdata yaitu gadai

yang mensyaratkan kekuasaan atas benda yang digadaikan tidak boleh berada pada

pemberi gadai, maka tentunya hal ini akan menimbulkan hambatan pada

debitor/pemberi jaminan yang menjalankan kegiatan usaha tertentu di mana

penguasaan benda yang menjadi agunan justru diperlukan dalam kegiatan usahanya.

Kebutuhan praktis dalam masyarakat terjawab oleh konstruksi penyerahan

jaminan kebendaan yang dinamakan constitutum possesorium, yaitu suatu bentuk

penyerahan jaminan kebendaan atas barang bergerak yang dilakukan oleh pemberi

jaminan/debitor kepada kreditor di mana penguasaan fisik atas barang itu tetap pada

debitor/pemberi jaminan, dengan ketentuan bahwa jika debitor melunasi utangnya

sesuai yang diperjanjian, maka kreditor berkewajiban untuk hak milik atas barang

agunan kepada debitor/pemberi jaminan. Konstruksi constitutum possesorium inilah

yang melandasi berkembangnya lembaga jaminan fidusia.

Universitas Sumatera Utara

Page 7: FIDUSIA 1

Perkembangan pada zaman Romawi, didahului pengenalan terhadap asal kata

fides yang mengandung arti kepercayaan. Pemberi fidusia percaya bahwa pihak yang

menerima fidusia bersedia mengembalikan hak milik barang yang telah diserahkan

setelah terjadi pelunasan utang. Sebaliknya penerima fidusia percaya bahwa pihak

pemberi fidusia tidak akan menyalahgunakan barang agunan yang tetap dikuasai oleh

pemberi fidusia.

Ketika itu pada masyarakat Romawi dikenal dua bentuk jaminan fidusia.

Yang pertama adalah apa yang disebut fidusia cum creditore dan yang kedua adalah

apa yang disebut dengan fidusia cum amico. Keduanya timbul dari suatu bentuk

perjanjian yang disebut factum fiduciae yang mengharuskan adanya penyerahan hak

atau disebut in iure cessio. Pada bentuk fidusia yang pertama kewenangan yang

dimiliki oleh kreditor akan lebih besar karena dianggap sebagai pemilik atas benda

agunan yang diserahkan. Sebaliknya debitor percaya bahwa kreditor tidak akan

menyalahgunakan atas penyerahan hak milik benda agunan tadi. Sedangkan bentuk

fidusia yang kedua atau dikenal dengan fidusia cum amico contracta adalah suatu

bentuk fidusia yang sama dengan lembaga trust pada sistem hukum cammon law.

Lembaga ini sering digunakan dalam hal seorang pemilik suatu benda harus

mengadakan perjalanan ke luar kota dan sehubungan dengan itu menitipkan

kepemilikan benda tersebut kepada temannya dengan janji bahwa temannya tersebut

Universitas Sumatera Utara

Page 8: FIDUSIA 1

akan mengembalikan kepemilikan benda tersebut jika pemiliknya kembali dari

perjalanan.46

Kelemahan bentuk fidusia cum creditore adalah tidak adanya perlindungan

yang didapat oleh pihak debitor. Pihak debitor hanya memperoleh kekuatan yang

diperoleh berdasarkan kepercayaan dan moral belaka.47 Kelemahan tersebut yang

menyebabkan fidusia terdesak dan akhirnya hilang sama sekali dari hukum Romawi.

Di negara Belanda keberadaan lembaga jaminan fidusia awalnya mendapat

tantangan yang keras dari yurisprudensi karena dianggap menyimpang

(wetsontduiking) dari ketentuan Pasal 1152 ayat (2) KUH Perdata. Tidak memenuhi

syarat tentang harus adanya causa yang diperkenankan.48 Tetapi kemudian melalui

Bierbrouwerij Arrest tertanggal 25 Januari 1929, Hoge Raad telah mengakui lembaga

jaminan ini.

Walaupun lembaga jaminan fidusia ini tumbuh dari kebutuhan praktis

masyarakat, akan tetapi pertimbangan yang diberikan oleh Hoge Raad pada waktu itu

lebih menitikberatkan segi hukumnya daripada segi kemasyarakatannya.49 Hal ini

akan sangat mempengaruhi perkembangan lembaga jaminan ini dikemudian hari.

Di Indonesia lembaga jaminan fidusia pertama kali memperoleh pengakuan

melalui Arrest Hoggerechtshof tanggal 18 Agustus 1932 dalam perkara antara

46 Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Jaminan Fidusia, Cetakan ke-3, Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2003, hal. 121.

47 Ibid, hal, 120. 48 H. Salim HS., Perkembangan Hukum Jaminan di Indonesia, Cetakan I, Jakarta : PT.

Raja Grafindo Persada, 2004, hal. 29. 49 Ibid.

Universitas Sumatera Utara

Page 9: FIDUSIA 1

Bataafsche Petroleum Maatschappij (BPM) melawan Clignet. Arrest ini memutuskan

bahwa walaupun lembaga jaminan kebendaan benda bergerak dalam KUH Perdata

adalah berupa gadai akan tetapi tidak tertutup kemungkinan para pihak mengadakan

perjanjian lain bilamana dirasakan perjanjian gadai tidak cocok untuk mengatur

hubungan hukum pengikatan jaminan kebendaan diantara mereka.

Perjanjian fidusia dianggap bersifat memberikan jaminan dan tidak

dimaksudkan sebagai perjanjian gadai sehingga menurut Hoggerechtshof, karena

fidusia bukan perjanjian gadai maka tidak perlu memenuhi unsur-unsur gadai.50

Lahirnya arrest ini dipengaruhi oleh kebutuhan yang mendesak dari pengusaha kecil,

pengecer, pedagang menengah, pedagang grosir yang memerlukan fasilitas kredit

untuk pengembangan usahanya tanpa perlu alat-alat produksi ataupun benda

persediaan diserahkan kepada pihak kreditor dikarenakan diperlukan dalam

menjalankan kegiatan usahanya.

C. Ruang Lingkup, Objek, dan Subjek Dalam Jaminan Fidusia

Ruang lingkup jaminan fidusia dapat dilihat dalam ketentuan Pasal 2 Undang-

Undang Tentang Jaminan Fidusia yang menegaskan bahwa, �Undang-undang ini berlaku

terhadap setiap perjanjian yang bertujuan untuk membebani benda dengan jaminan

fidusia.� Sedangkan Pasal 3 menegaskan bahwa, �Undang-undang ini tidak berlaku

terhadap: a. Hak tanggungan yang berkaitan dengan tanah dan bangunan, sepanjang

peraturan perundang-undangan yang berlaku menentukan jaminan atas benda-benda

50 J. Satrio, Op.Cit, hal. 156.

Universitas Sumatera Utara

Page 10: FIDUSIA 1

tersebut wajib didaftar, b. Hipotek atas kapal yang terdaftar dengan isi kotor

berukuran 20 (dua puluh) M3 atau lebih, c. Hipotek atas pesawat terbang, dan d.

Gadai.�

Membicarakan ruang lingkup jaminan fidusia sebagaimana ketentuan Pasal 2

di atas berarti membicarakan benda yang dapat dibebani jaminan fidusia. Pengertian

benda seperti tercantum dalam ketentuan Pasal 1 butir 4 adalah, �segala sesuatu yang

dapat dimiliki dan dialihkan, baik yan berwujud maupun yang tidak bergerak yang

tidak dapat dibebani hak tanggungan atau hipotek.�

Jika kita memperhatikan ketentuan Pasal 9 Undang-undang tentang Jaminan

Fidusia, ditegaskan bahwa, �jaminan fidusia dapat diberikan terhadap satu atau lebih

satuan atau jenis benda, termasuk piutang, baik yang telah ada pada saat jaminan

diberikan maupun yang diperoleh kemudian.� Ketentuan Pasal ini menegaskan bahwa

selain benda sebagaimana ditentukan Pasal 1 butir 4, yang dapat menjadi objek

jaminan fidusia adalah termasuk piutang. Jadi seseorang yang mempunyai hak untuk

menerima pembayaran dari orang lain, dapat mengagunkan haknya tersebut sebagai

pelunasan atas perikatan utang piutang (perjanjian kredit) yang dibuatnya dengan

pihak kreditor. Hal ini yang membuat lembaga jaminan fidusia dapat menggantikan

FEO dan cessie jaminan atas piutang-piutang (zekerheidscessie van

schuldvorderingen, fiduciary assignment of receivables) yang dalam praktek

pemberian kredit banyak digunakan.

Universitas Sumatera Utara

Page 11: FIDUSIA 1

Selanjutnya ketentuan Pasal 9 Undang-Undang Tentang Jaminan Fidusia

mengatur bahwa selain benda yang sudah dimiliki pada saat dibuatnya jaminan

fidusia, juga benda termasuk piutang yang diperoleh kemudian dapat dibebani dengan

jaminan fidusia. Ini berarti benda dan piutang tersebut demi hukum akan dibebani

dengan jaminan fidusia pada saat benda dan piutang dimaksud menjadi milik pemberi

fidusia. Berkenaan dengan pembebanan jaminan fidusia atas benda yang termasuk

piutang yang diperoleh kemudian itu, Pasal 9 ayat (2) menetapkan bahwa tidak perlu

dilakukan dengan perjanjian jaminan tersendiri. Hal ini dimungkinkan karena

dilakukan konstruksi hukum pengalihan hak kepemilikan sekarang untuk nantinya

(nu voor alsdan) terhadap benda dan piutang tersebut. Menurut Fred B.G. Tumbuan,

konstruksi hukum ini akan sangat membantu dan menunjang pembiayaan pengadaan

pembelian persediaan (stock) bahan baku, bahan penolong dan barang jadi.51

Mengenai objek jaminan fidusia ini selanjutnya dapat kita lihat ketentuan

Pasal 10 Undang-Undang Tentang Jaminan Fidusia yang berbunyi, �Kecuali

diperjanjikan lain: a. jaminan fidusia meliputi hasil dari benda yang menjadi objek

jaminan fidusia, b. jaminan fidusia meliputi klaim asuransi, dalam hal benda yang

menjadi objek jaminan fidusia diasuransikan.� Ketentuan ini rupanya juga terdapat

dalam Pasal 11 ayat (2) huruf I Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak

Tanggungan atas Tanah Beserta Benda-benda Yang Berkaitan Dengan Tanah dan

Pasal 297 KUH Dagang berkaitan dengan hipotik.

51 Sukanti Hutagalung, Op.Cit, hal. 687.

Universitas Sumatera Utara

Page 12: FIDUSIA 1

Objek jaminan fidusia sebagai yang disimpulkan dari Pasal 1 sub 2 Undang-

Undang Fidusia dan sebagai yang ditentukan dalam Pasal 1 sub 4 dan Pasal 3

Undang-Undang Fidusia, mendapat penjabarannya lebih lanjut dalam Pasal 9

Undang-Undang Fidusia yang mengatakan, bahwa:

Jaminan fidusia dapat diberikan terhadap 1 (satu) atau lebih satuan atau jenis

benda, termasuk piutang, baik yang telah ada pada saat jaminan diberikan

maupun yang diperoleh kemudian.

Dari ketentuan tersebut, objek jaminan fidusia bisa 1 (satu) benda tertentu

atau lebih. Benda jaminan itu bisa merupakan benda yang tertentu atau disebutkan

berdasarkan jenis.

Selanjutnya objek jaminan fidusia meliputi, benda berwujud maupun benda

yang tidak berwujud, yaitu piutang/tagihan dan tagihan itu meliputi baik yang sudah

ada maupun yang akan ada. Berbicara tentang tagihan yang akan ada mengingatkan

kepada akan permasalahan gadai atas tagihan atas nama, yang dalam prakteknya

dilaksanakan dengan cara cessie, tagihan yang bersangkutan kepada kreditur.

Karena cessie merupakan penyerahan tagihan atas nama, agar dengan itu

tagihan menjadi hak dari kreditor/cessionaris, maka fidusia tagihan mempunyai

persamaan dengan cessie tagihan. Kedua-duanya merupakan penyerahan hak milik

yang hanya dimaksudkan sebagai jaminan saja. Oleh karenanya di sini berlaku juga

apa yang sudah dibahas di depan mengenai cessie sebagai jaminan.52

52 J. Satrio, Op.Cit, hal. 45.

Universitas Sumatera Utara

Page 13: FIDUSIA 1

Untuk menghindarkan kesulitan dan keruwetan di kemudian hari, dalam Pasal

10 Undang-Undang Fidusia sudah ditetapkan, bahwa jaminan fidusia meliputi semua

hasil dari benda jaminan fidusia dan klaim asuransi.

Karena tidak ada satu pun ketentuan dalam Undang-Undang Fidusia, yang

mengatakan, bahwa fidusia yang tida didaftarkan adalah tida sah, maka ketentuan

tersebut di atas ditafsirkan, bahwa untuk berlakunya ketentuan-ketentuan dalam

Undang-Undang Fidusia maka haruslah dipenuhi syarat, bahwa benda jaminan

fidusia itu didaftarkan.

Dalam perjanjian antara kreditor dengan debitor dapat ditentukan bahwa atas

barang-barang tersebut, kreditor dapat mengambil pelunasan lebih dahulu daripada

kreditor lain (demikian itu intinya perjanjian gadai, hipotik, hak tanggungan dan fidusia).

Menurut J. Satrio, asas persamaan antara sesama kreditor (Pasal 1132 KUH

Perdata) disimpangi, baik oleh Undang-Undang sendiri (prevelege) maupun oleh

perjanjian antara kreditor dan debitor (gadai, hipotik, di luar KUH Perdata : hak

tanggungan dan fidusia).53

Hak jaminan kebendaan adalah hak-hak kreditor untuk didahulukan dalam

pengambilan pelunasan daripada kreditor-kreditor lain, atas hasil penjualan suatu

benda tertentu atau sekelompok benda tertentu, yang secara khusus diperikatkan.

Tampak sekali dalam perumusan tersebut di atas, demikian pula jelas sekali

disebut, bahwa hak preferen tersebut tertuju pada hasil eksekusi/hasil penjualan paksa

53 Ibid, hal. 13.

Universitas Sumatera Utara

Page 14: FIDUSIA 1

di muka umum dengan konsekuensinya, masalah prefensi baru tampak di dalam suatu

eksekusi.

Hak jaminan kebendaan adalah hak yang memberikan kepada seorang

kreditor kedudukan yang lebih baik, karena:

- Kreditor didahulukan dan dimudahkan dalam mengambil pelunasan atas

tagihannya atas hasil penjualan benda tertentu atau sekelompok benda tertentu

milik debitor dan/atau

- Ada benda tertentu milik debitor yang dipegang oleh kreditor atau terikat kepada

hak kreditor, yang berharga bagi debitor dan dapat memberikan suatu tekanan

psikologis terhadap kreditor. Di sini adanya semacam tekanan psikologis kepada

debitor untuk melunasi hutang-hutangnya adalah karena benda yang dipakai

sebagai jaminan umumnya merupakan barang yang berharga baginya. Sifat

manusia untuk berusaha mempertahankan apa yang berharga dan telah dianggap

atau diakui telah menjadi miliknya, menjadi dasar hukum jaminan.

Menurut J. Satrio, hak jaminan kebendaan, sesuai dengan sifat-sifat hak

kebendaan, memberikan warna tertentu yang khas, yaitu :

1. Mempunyai hubungan langsung dengan/atas benda tertentu milik debitor

2. Dapat dipertahankan maupun ditujukan kepada siapa saja (semua orang)

3. Mempunyai sifat droit de suite, artinya hak tersebut mengikuti bendanya di

tangan siapapun berada

Universitas Sumatera Utara

Page 15: FIDUSIA 1

4. Yang lebih tua mempunyai kedudukan yang lebih tinggi

5. Dapat dipindahtangankan/dialihkan kepada orang lain.54

Atas dasar ciri-ciri tersebut, maka benda jaminan, pada hak jaminan

kebendaan, harus benda yang dapat dialihkan dan mempunyai nilai jual (ekonomis).

Sedangkan hak jaminan perorangan adalah hak yang memberikan kepada

kreditor suatu kedudukan yang lebih baik, karena adanya lebih dari seorang debitor

yang dapat ditagih. Adapun maksud perkataan lebih baik di atas adalah lebih baik

daripada kreditor yang tidak mempunyai hak jaminan (khusus), atau lebih baik

dari jaminan umum.

Adanya lebih dari seorang debitor, bisa karena ada debitor serta tanggung-

menanggung atau karena adanya orang pihak ketiga yang mengikatkan dirinya

sebagai borg.

Hak jaminan tampak sekali mempunyai arti penting, kalau kekayaan yang

dimiliki debitur tidak mencukupi guna melunasi semua hutangnya, atau dengan

perkataan lain kalau pasivanya melebihi aktivanya. Kalau kekayaan debitor cukup

untuk menutupi semua hutangnya, maka berdasarkan Pasal 1131 semua kreditor akan

menerima pelunasan, karena pada prinsipnya semua kekayaan debitor dapat diambil

untuk pelunasan hutang. Paling-paling dalam hal seperti itu ada kreditor yang lebih

mudah dalam mengambil pelunasannya, tetapi semuanya mempunyai kesempatan

untuk terpenuhi.

54 Ibid.

Universitas Sumatera Utara

Page 16: FIDUSIA 1

Lagi pula masalah hak-hak jaminan baru muncul kalau ada lebih dari seorang

kreditor yang melaksanakan eksekusi. Kalau hanya ada seorang kreditor saja, maka ia

dapat dengan tenang mulai dengan melaksanakan eksekusi atas barang yang kesatu,

kemudian barang yang kedua, ketiga dan selanjutnya sampai piutangnya terlunasi

semua atau barang debitor habis terjual.

Kalau ada lebih dari 1 (satu) orang kreditor, sebab kreditor yang lain dapat

melawan (verzetten) terhadap pengambilan uang hasil penjualan (Pasal 461 R.v) atau

kreditor yang lain tersebut juga dapat meminta putusan hakim, agar ia pun diberikan

wewenang untuk melaksanakan eksekusi atas harta kekayaan debitor dan dengan

keputusan hakim dapat turut menikmati hasil penjualan yang dilakukan atas inisiatif

kreditor pertama (Pasal 201, Pasal 202, Pasal 203, dan Pasal 204 HIR). Adanya

kreditor lain yang turut menuntut eksekusi dapat mengakibatkan hakim membuat

suatu daftar piutang dan menentukan urutan-urutan tingkat kreditor (rangregeling)

untuk pembagian hasil penjualan (Pasal 204 HIR, Pasal 484, Pasal 485 dan Pasal 486

R.v).

Mengacu pada pengertian yang tercantum dalam Pasal 1 Undang-Undang

Nomor 42 Tahun 1992 maka jika membicarakan mengenai subjek jaminan fidusia

kita harus melihat pengertian dari pemberi fidusia dan penerima fidusia. Pemberi

fidusia adalah orang perseorangan atau korporasi pemilik benda yang menjadi objek

jaminan fidusia, sedangkan penerima fidusia adalah orang perseorangan atau

Universitas Sumatera Utara

Page 17: FIDUSIA 1

korporasi yang mempunyai piutang yang pembayarannya dijamin dengan jaminan

fidusia.

Pihak pemberi fidusia dalam praktik pemberian kredit tidak selalu bertindak

selaku debitor artinya antara pemberi fidusia dengan pihak debitor berlainan. Disini

terjadi satu pihak menyerahkan benda yang dimilikinya untuk menjamin pihak

lainnya dalam perikatan utang-piutang yang dibuat oleh pihak lain tersebut.

Sebaliknya penerima fidusia akan selalu bertindak selaku kreditor dalam hubungan

perikatan utang piutang yang dibuat.

Pasal 8 Undang-Undang Fidusia dengan tegas mengatakan, bahwa fidusia bisa

diberikan kepada lebih dari 1 (satu) orang penerima fidusia. Maksudnya adalah,

bahwa benda jaminan fidusia yang sama diberikan sebagai jaminan kepada lebih dari

1 (satu) orang kreditor. Karena penerima fidusia adalah kreditor yang mempunyai

piutang (Pasal 1 sub 6 Undang-Undang Fidusia), maka dapat dikatakan, bahwa

fidusia dapat dipakai untuk menjamin lebih dari 1 (satu) orang kreditor.

Menurut J. Satrio, kalau penjaminan kepada lebih dari satu kreditor

dituangkan dalam 1 (satu) akta penjaminan, tidak ada masalah, tetapi kalau hal itu

dituangkan dalam lebih dari 1 (satu) akta penjaminan, maka kita akan terbentur

kepada Pasal 17 Undang-Undang Fidusia.55

55 Ibid.

Universitas Sumatera Utara

Page 18: FIDUSIA 1

Dari penjelasan atas Pasal 8 Undang-Undang Fidusia, dapat disimpulkan

bahwa yang dimaksud oleh Pasal 8 Undang-Undang Fidusia adalah penjaminan yang

dituangkan dalam 1 (satu) akta penjaminan. Hal itu disimpulkan dari kata-kata �kredit

konsortium�. Bahwa jaminan itu bisa diberikan juga kepada kuasa atau wakil dari

penerima fidusia kiranya tidak perlu disebut. Yang mana kuasa dan wakil bertindak

untuk dan atas nama prinsipal/yang diwakili. Yang penting adalah kuasa/wakil itu

memenuhi semua syarat hukum untuk bertindak sebagai kuasa/wakil.

Dengan adanya daftar urut-urutan tingkatan kreditor untuk pembagian hasil

penjualan, maka kedudukan para kreditor diatur menurut kedudukan hukum hak

tagihan mereka. Piutang yang didahulukan (tagihan yang prefrent) mendapat

pelunasan lebih dahulu dari hasil eksekusi, sedang sisanya untuk para kreditor

konkuren, yang berarti bahwa kalau sisanya tidak mencukupi, para kreditor

konkuren tidak akan mendapatkan pelunasan sepenuhnya atau tidak sama sekali.

Diantara kreditor preferent juga diatur tingkatannya; antara sesama kreditor

preferent berlaku pembagian pond�s-pond�s (Pasal 1136 KUH Perdata).56

Adanya tingkat-tingkatan kreditor yang merupakan perkecualian atas asas

persamaan di antara para kreditor, yang terkenal dengan sebutan paritas creditorium

(Pasal 1132 KUH Perdata) di mana kreditor yang 1 (satu) dianggap berkedudukan

lebih tinggi dari yang lain, merupakan gejala umum yang terdapat dalam banyak

sistem hukum.

56 Ibid.

Universitas Sumatera Utara

Page 19: FIDUSIA 1

Pasal 2 Undang-Undang Jaminan Fidusia memberikan batas ruang lingkup

berlakunya UU No. 42 Tahun 1999 yaitu berlaku terhadap setiap perjanjian yang

bertujuan untuk membebani benda dengan jaminan fidusia, yang dipertegas kembali

oleh rumusan yang dimuat dalam Pasal 3 UU No. 42 Tahun 1999 dengan tegas

menyatakan bahwa UU No. 42 Tahun 1999 ini tidak berlaku terhadap :

a. Hak tanggungan yang berkaitan dengan tanah dan bangunan, sepanjang

peraturang perundang-undangan yang berlaku menentukan jaminan atas benda-

benda tersebut wajib didaftar. Namun demikian bangunan di atas milik orang lain

yang tidak dapat dibebani hak tanggungan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996

tentang Hak Tanggungan dapat dijadikan objek Jaminan Fidusia.

b. Hipotek atas kapal yang terdaftar dengan isi kotor berukuran 20 (dua puluh) M3

atau lebih.

c. Hipotek atas pesawat terbang; dan

d. Gadai.

Dari definisi fidusia yang diberikan UU No. 42 Tahun 1999 dapat kita katakan

bahwa dalam Jaminan Fidusia itu terjadi pengalihan hak kepemilikan. Pengalihan itu

terjadi atas dasar kepercayaan dengan janji benda yang hak kepemilikannya dialihkan

tetap dalam penguasaan pemilik benda. Namun demikian pengalihan hak kepemilikan

atas suatu benda tidak dapat dipersamakan dengan pengalihan hak kepemilikan

Universitas Sumatera Utara

Page 20: FIDUSIA 1

seperti yang diatur dalam Pasal 584 jo. Pasal 612 ayat (1) KUH Perdata. Dalam Pasal

584 KUH Perdata dinyatakan bahwa :

�hak milik atas sesuatu kebendaan tak dapat diperoleh dengan cara lain, melainkan dengan pengakuan (kepemilikan), karena perlekatan, karena daluwarsa, karena perwarisan-perwarisan, baik menurut undang-undang, maupun menurut surat wasiat, dan karena penunjukkan atau penyerahan berdasar atas suatu peristiwa perdata untuk memindahkan hak milik, dilakukan oleh seorang yang berhak berbuat bebas terhadap kebendaan itu.�57

Sedangkan bunyi Pasal 612 ayat (2) adalah sebagai berikut :

�Penyerahan kebendaan bergerak, terkecuali yang tak bertubuh, dilakukan dengan penyerahan yang nyata akan kebendaan itu oleh atau atas nama pemilik, atau dengan penyerahan kunci-kunci dari bangunan, dalam mana kebendaan itu berada.�58

Dalam jaminan fidusia pengalihan hak kepemilikan dimaksudkan semata-

mata sebagai jaminan bagi pelunasan utang, bukan untuk seterusnya dimiliki oleh

penerima fidusia. Ini merupakan inti dari pengertian jaminan fidusia yang dimaksud

Pasal 33 UU No. 42 Tahun 1999 yang menyatakan bahwa :

�Setiap janji yang memberikan kewenangan kepada penerima fidusia untuk

memiliki benda yang menjadi objek jaminan fidusia apabila debitur cidera

janji, akan batal demi hukum.�

Sebelum lahirnya UU No. 42 Tahun 1999 telah ada Yurisprudensi yang

sejalan dengan Pasal 33 tersebut di atas antara lain Keputusan Mahkamah Agung

Nomor 1500/K/Sip/1978 yang mengadili perkara Bank Negara Indonesia melawan

Fa. Megaria yang menetapkan bahwa kedudukan kreditur pemegang fidusia bukan

57 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (Burgerlijk Wetbook), diterjemahkan oleh Subekti

dan Tjitrosudibio, Cetakan 20, Jakarta : Pradnya Paramita, 1995, Pasal 584. 58 Ibid., Pasal 612 ayat (1).

Universitas Sumatera Utara

Page 21: FIDUSIA 1

sebagai pemilik seperti halnya dalam jual beli.59 Ini berarti penyerahan hak milik

kepada kreditor dalam fidusia bukanlah suatu penyerahan hak milik dalam arti

sesungguhnya seperti halnya dalam jual beli, sehingga kewenangan kreditor hanyalah

setaraf dengan kewenangan yang dimiliki seseorang yang berhak atas barang-barang

jaminan.

2. Jaminan Fidusia Sebagai Jaminan Kebendaan

A. Hak Kebendaan Dalam Jaminan Fidusia

Hak jaminan kebendaan adalah hak yang dimiliki pihak kreditor penerima

jaminan kebendaan untuk didahulukan dalam pengambilan pelunasan, dibandingkan

kreditor lainnya yang bukan penerima jaminan kebendaan, atas hasil penjualan suatu

benda tertentu atau sekelompok benda tertentu yang secara khusus diperikatkan.60

Ditinjau dari lahirnya hak jaminan khusus yaitu dikarenakan undang-undang

(privilege) dan karena perjanjian maka hak jaminan fidusia adalah hak jaminan

kebendaan yang lahir karena perjanjian. Rumusan hak jaminan kebendaan di atas

menimbulkan ciri preferensi. Hak preferen dalam hal ini tertuju pada hasil eksekusi

benda agunan baik dengan pelelangan umum melalui Kantor Lelang Negara ataupun

di bawah tangan oleh pemilik/pemberi fidusia. Membicarakan hak preferen dalam hal

ini berarti membicarakan hasil eksekusi penjualan benda agunan.

59 Wijaya, Op.Cit, hal. 136. 60 J. Satrio, Op.Cit, hal. 17.

Universitas Sumatera Utara

Page 22: FIDUSIA 1

Berkaitan rumusan fidusia sebagai perbuatan hukum pengalihan hak

kepemilikan disatu sisi dan fidusia sebagai lembaga jaminan di sisi lain

maka tentang hak preferen dalam jaminan kebendaan ini, Bachtiar Sibarani

mengemukakan :

Undang-Undang fidusia menentukan bahwa apabila debitor cidera janji maka yang dieksekusia (dilaksanakan) adalah sertifikat jaminan fidusiayang yang berkepala �Demi Keadilan Yang Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa� yang mempunyai kekuatan eksekutorial sama dengan putusan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. Pelaksanaannya dapat melalui pelelangan umum (oleh Kantor Lelang Negara) atau di bawah tangan (oleh pemilik/pemberi fidusia). Artinya dijual. Jadi sekali lagi bukan kepemilikannya yang dieksekusi menjadi riil milik kreditor. Hal ini berarti bukan fidusianya yang dieksekusi tetapi pengikatan/pembebanannya yang merupakan kesatuan dengan perjanjian pokoknya yakni pinjam uang dengan jaminan barang bergerak yang ada dalam penguasaan pemilik.61

Karena hak jaminan kebendaan menimbulkan hak preferen atas hasil

penjualan barang agunan bagi kreditornya, maka perlu diperhatikan ketentuan

eksekusi yang mengaturnya. Pasal 29 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang

Jaminan Fidusia menyatakan bahwa apabila debitor atau pemberi fidusia cidera janji,

eksekusi terhadap benda yang menjadi objek jaminan fidusia dapat dilakukan dengan

cara :

a. Pelaksanaan titel eksekutorial oleh penerima fidusia, yaitu pelaksanaan suatu

alas hak eksekusi yang memberikan dasar untuk penyitaan dan lelang sita

tanpa perantaraan hakim;

61 Sukanti Hutagalung, Op.Cit, hal. 737-738.

Universitas Sumatera Utara

Page 23: FIDUSIA 1

b. Penjualan benda yang menjadi objek jaminan fidusia atas kekuasaan penerima

fidusia sendiri melalui pelelangan umum serta mengambil pelunasan

piutangnya dari hasil penjualan; dan

c. Penjualan di bawah tangan yang dilakukan berdasarkan kesepakatan pemberi

dan penerima fidusia jika dengan cara demikian dapat diperoleh harga yang

tertinggi yang menguntungkan para pihak. Penjualan ini dilakukan setelah

lewat waktu 1 bulan sejak diberitahukan secara tertulis oleh pemberi dan

penerima fidusia kepada pihak yang berkepentingan dan diumumkan

sedikitnya dalam dua surat kabar yang berbeda di daerah yang bersangkutan.

Selain itu hak jaminan kebendaan yang sangat berhubungan erat dengan

eksekusi jaminan ternyata juga akan membawa kita mengkaitkannya dengan

ketentuan-ketentuan yang mengatur mengenai pelaksanaan eksekusi benda jaminan.

Malahan dalam hukum eksekusilah hak-hak jaminan membuktikan perannya.

Sehingga tidak berlebihan kita mengatakan jika membicarakan hak-hak jaminan

maka tidak bisa terlepas dengan pembicaraan mengenai Hukum Acara Perdata

khususnya ketentuan mengenai hak jaminan.62

B. Jaminan Fidusia Merupakan Hak Atas Benda Bukan Tanah

Dalam menganalisis jaminan fidusia sebagai jaminan atas benda bukan tanah

dilakukan dengan pendekatan sistem hukum pertanahan yang mengacu pada UUPA.

UUPA sebagai peletak dasar hukum jaminan kebendaan nasional telah

memerintahkan kepada pembuat undang-undang untuk menciptakan hak tanggungan,

62 J. Satrio, Op.Cit, hal. 16.

Universitas Sumatera Utara

Page 24: FIDUSIA 1

harapan tersebut telah terwujud dengan diundangkannya UU No. 4 tahun 1996

tentang Hak Tanggungan.

Dengan berlakunya UUPA telah terjadi perubahan yang mendasar mengenai

hukum benda nasional dan memiliki arti penting bagi hukum jaminan kebendaan

antara lain bagi hak tanggungan dan jaminan fidusia. Jika belum terbentuk hukum

benda nasional, permasalahan hukum jaminan kebendaan adalah merupakan sub

sistem dari hukum benda nasional.

Menciptakan hukum benda nasional yang baru,63 berarti harus menggali

sumber dari kepribadian hukum bangsa sendiri yakni sebelum hukum adat yang

dimodifikasi dan responsif untuk memenuhi kebutuhan masyarakat masa kini dan

masa yang akan datang.

Pada prinsipnya, dalam hukum adat tidak terdapat pengaturan secara khusus

mengenai benda. Para ahli hukum hanya menjelaskan hukum adat tentang benda

antara lain hukum tanah, hukum transaksi yang berkaitan dengan tanah dan hukum

perhutangan.64 Oleh karena itu, dalam penyusunan hukum benda yang dipergunakan

adalah prinsip hukum adat mengenai tanah, yang dikombinasikan dengan hukum

benda dalam KUH Perdata dan NNBW serta hukum benda dari sistem hukum Anglo

Saxon. UUPA secara eksplisit menyatakan menganut hukum adat, artinya hukum

tanah nasional berlandaskan pada prinsip hukum adat yakni asas pemisahan

horisontal. Asas mempertahankan kepribadian bangsa lewat hukum adat ini juga

63 Kata �baru� untuk membedakan dengan hokum benda yang lama buatan kolonial dan hukum tanah adapt yang masih terikat pada sifat kedaerahan, dalam Tan Kamelo, Op.Cit, hal. 171.

64 Lihat R. Van Dijk; B. Ter Haar; R.Soepomo; Imam Sudiyat; Soekanto, dalam Tan Kamelo, Ibid.

Universitas Sumatera Utara

Page 25: FIDUSIA 1

diikuti oleh prinsip nasionalitas sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 9, 21, 30,

dan 36 UUPA. Sebaliknya, terhadap benda bukan tanah belum ada larangan untuk

menerapkan prinsip nasionalitas.

Bertitik tolak dari konsep pemikiran dalam hukum jaminan fidusia, maka

pembagian benda atas dasar konsep pemikiran tersebut kiranya dapat diadopsi dalam

merumuskan hukum benda nasional yang akan diciptakan, sehingga diharapkan tetap

berpijak pada asas pemisahan horizontal. Dengan demikian, harapannya di kemudian hari

hanya terdapat dua jenis pembagian benda yakni benda tanah dan benda bukan tanah.

Benda tanah dapat dikelompokkan atas benda tanah yang terdaftar dan benda tanah

yang tidak terdaftar. Hukum jaminan atas benda tanah sudah diatur dalam UUHT.

Mengenai hukum benda bukan tanah yang sifatnya netral dapat mengacu pada pola

pemikiran hukum negara lain yang sifatnya universal.65

Benda bukan tanah juga dibagi atas benda bukan tanah terdaftar dan benda

bukan tanah tidak terdaftar. Benda bukan tanah terdaftar dapat berupa benda tidak

bergerak dan benda bergerak. Benda bukan tanah yang terdaftar berupa benda tidak

bergerak misalnya bangunan/rumah yang memiliki bukti kepemilikan berupa

sertifikat. Bukti kepemilikan ini diperlukan sebagai konsekuensi yuridis dari prinsip

pemisahan horizontal. Benda bukan tanah yang terdaftar berupa benda bergerak

misalnya kenderaan bermotor, pesawat udara dengan jenis tertentu, kapal laut yang

65 Djuhaendah Hasan, dalam Tan Kamelo, Ibid., hal. 172.

Universitas Sumatera Utara

Page 26: FIDUSIA 1

bobotnya di bawah 20 m3. Cara pembagian yang demikian akan memudahkan

penggunaan benda dalam hukum jaminan.

Penjaminan atas benda bukan tanah dapat dilakukan dengan dua cara, yakni :

1. Menggunakan Lembaga Fidusia

2. Menggunakan Lembaga Gadai

Lembaga jaminan fidusia dibebankan terhadap benda bukan tanah sebagai

jaminan hutang, yang penguasaannya tetap berada di tangan debitor, sedangkan

lembaga gadai dibebankan terhadap benda bukan tanah yang penguasaannya

diserahkan kepada kreditor.

Dengan adanya pola pembagian benda secara demikian itu, berarti tidak

terdapat tumpang tindih antara hukum jaminan yang mengatur tentang tanah dan

hukum jaminan yang mengatur tentang bukan tanah. Hal tersebut juga akan menjadi

koreksi terhadap UU Fidusia, sehingga dapat mengatasi ketidakjelasan objek jaminan

fidusia, yang masih terus dipermasalahkan oleh para praktisi dan akademisi hukum.

3. Pembuatan Akte Jaminan Fidusia Harus Notaril

Sebelum diundangkannya Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999, para

ahli hukum masih berbeda pendapat mengenai sifat perjanjian fidusia. Pendapat

pertama mengatakan bahwa perjanjian jaminan fidusia bersifat assessoir dan pendapat

kedua mengatakan perjanjian jaminan fidusia bersifat berdiri sendiri (zelfstanding).

Berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan menunjukkan bahwa perjanjian

Universitas Sumatera Utara

Page 27: FIDUSIA 1

jaminan fidusia merupakan perjanjian yang lahir dan tidak terpisahkan dari perjanjian

kredit bank. Hal ini memberikan bukti bahwa perjanjian jaminan fidusia tidak

mungkin ada tanpa didahului oleh suatu perjanjian kredit sebagai perjanjian pokok

atau perjanjian induknya.

Dalam praktek di bank sebelum keluarnya Undang-Undang Fidusia,

perjanjian jaminan fidusia dibuat dalam bentuk akta di bawah tangan atau akta

notaris.

Gambaran tersebut menunjukkan bahwa pada era sebelum di undangkannya

Undang-Undang Fidusia belum ada kepastian tentang bentuk perjanjian jaminan

fidusia. Hal ini karena tidak ada ketentuan yang mengaturnya. Namun, sudah menjadi

kebiasaan dikalangan perbankan bahwa perjanjian jaminan fidusia harus dibuat secara

tertulis.

Berbeda keadaannya setelah diundangkannya Undang-Undang Fidusia,

bentuk jaminan fidusia ditentukan secara tegas yakni dibuat dengan akta notaris.66

Salah satu alasan pembuat undang-undang menetapkan akta notaris adalah karena

akta notaris merupakan akta otentik sehingga memiliki kekuatan pembuktian hukum

yang sempurna.67

66 Undang-Undang Fidusia, Op.Cit., Pasal 5 ayat (1). 67 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, Op.Cit., Pasal 1870 dan Sutarno, Aspek-aspek

Hukum Perkreditan Pada Bank, Bandung : Alfabeta, 2003, hal.103.

Universitas Sumatera Utara

Page 28: FIDUSIA 1

Akta otentik mempunyai 3 macam kekuatan, yaitu :68

a. Kekuatan pembuktian formal, yaitu membuktikan bahwa para pihak betul-

betul sudah menerangkan dan menyatakan apa yang ditulis dalam akta.

b. Kekuatan pembuktian material yaitu membuktikan bahwa para pihak betul-betul

bahwa peristiwa/kejadian yang disebutkan dalam akta itu telah terjadi.

c. Kekuatan pembuktian terhadap pihak ketiga, yaitu para pihak pada tanggal

tersebut dalam akta telah menghadap notaris dan melakukan tindakan sebagai

disebut dalam akta.

Penegasan bentuk perjanjian jaminan fidusia dengan akta notaris oleh

pembuat Undang-Undang Fidusia harus ditafsirkan sebagai norma hukum yang

memaksa (imperatif bukan bersifat fakultatif), artinya apabila perjanjian jaminan

fidusia dilakukan selain dalam bentuk akta notaris, maka secara yuridis perjanjian

jaminan fidusia tersebut bukan merupakan hak agunan atas kebendaan sebagaimana

dimaksud dalam Undang-Undang Fidusia.69 Hal ini akan semakin jelas jika dikaitkan

dengan proses terjadinya jaminan fidusia ketika dilakukan pendaftaran di Kantor

Pendaftaran Fidusia, yaitu permohonan pendaftaran jaminan fidusia harus dilengkapi

dengan salinan akta notaris tentang pembebanan jaminan fidusia.70 Konsekuensi

68 Kohar A. Notaris dalam Praktek Hukum, Alumni Bandung, 1983, hal. 34-35. 69 Undang-Undang Fidusia, Op.Cit, Pasal 37 ayat (3). 70 Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 2000 Tentang Pendaftaran Fidusia, Pasal 2 ayat

(4).

Universitas Sumatera Utara

Page 29: FIDUSIA 1

yuridis selanjutnya adalah merupakan rangkaian yang sangat penting dan menentukan

yaitu saat kelahiran jaminan fidusia.71

Perlu juga mendapat perhatian, bahwa perjanjian fidusia sebagaimana yang

dimaksud dalam Undang-Undang Fidusia berlaku bukan hanya untuk keperluan yang

berkaitan dengan perjanjian kredit di lingkungan perbankan, tetapi juga mencakup

perjanjian kredit/pinjaman di lingkungan lembaga permbiayaan bisnis lainnya yang

membuat perjanjian jaminan fidusia.

Hal tersebut dapat ditafsirkan melalui pendekatan sistem, yaitu terhadap Pasal

2 Undang-Undang Fidusia harus diartikan sebagai elemen yang mempunyai makna

penting dalam kaitannya dengan Pasal-Pasal lain dari Undang-Undang Fidusia secara

menyeluruh. Bahkan, kaitan Pasal 2 tersebut akan menjadi lebih penting lagi jika

dihubungkan dengan perbuatan hukum yang berkenaan dengan perjanjian jaminan

fidusia di luar UU Fidusia.

Dari hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa keraguan tentang sifat

perjanjian jaminan fidusia tidak pada tempatnya lagi dipermasalahkan karena fakta

yuridis empiris telah mendukung pendapat bahwa perjanjian jaminan fidusia

merupakan perjanjian yang bukan merupakan perjanjian yang bersifat berdiri sendiri

(zelfstanding) dan akta jaminan fidusia harus dibuat secara notariil.

71 Undang-Undang Fidusia, Op.Cit, Pasal 14 ayat (3).

Universitas Sumatera Utara

Page 30: FIDUSIA 1

Sedangkan kedudukan hukum akta jaminan fidusia di bawah tangan bila

ditinjau dari aspek undang-undang fidusia, tidak mempunyai akibat yuridis apapun

bagi pihak ketiga, melainkan hanya mengikat pihak pemberi fidusia dan

penerima fidusia saja berdasarkan asas hukum kebebasan berkontrak, dengan

konsekuensi tidak mempunyai kekuatan hukum eksekutorial sekiranya

debitor/pemberi fidusia wanprestasi.

Pembebanan jaminan fidusia dalam aspek operasionalnya dilaksanakan

melalui dua tahap, yaitu tahap pemberian jaminan fidusia dan tahap pendaftaran

jaminan fidusia. Pembebanan jaminan fidusia yang didahului dengan janji untuk

memberikan jaminan fidusia sebagai pelunasan atas hutang tertentu yang dituangkan

dalam akte jaminan fidusia.

Akta jaminan fidusia dibuat dengan akta notaris, Hal ini sesuai dengan yang

disebutkan dalam Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Jaminan Fidusia bahwa,

�pembebanan benda dengan jaminan fidusia dibuat dengan akta notaris dalam bahasa

indonesia dan merupakan akta jaminan fidusia.� Dalam akta jaminan fidusia tersebut

selain dicantumkan hari dan tanggal, juga dicantumkan mengenai waktu (jam)

pembuatan akta tersebut.

UU Fidusia menetapkan bentuk khusus (akta notaris) bagi perjanjian fidusia

adalah bahwa sebagaimana diatur dalam pasal 1870 KUHPerdata, karena akta notaris

merupakan akta otentik memiliki kekuatan pembuktian sempurna tentang apa yang

dimuat di dalamnya di antara para pihak beserta ahli warisnya atau para pengganti

haknya. Mengingat bahwa objek jaminan fidusia pada umumnya adalah barang

Universitas Sumatera Utara

Page 31: FIDUSIA 1

bergerak yang tidak terdaftar maka sudah sewajarnyalah bahwa bentuk akta

otentiklah yang dianggap paling dapat menjamin kepastian hukum berkenaan dengan

objek jaminan fidusia.72

J.Satrio menyatakan bahwa ketentuan Pasal 5 ayat (1) sulit diterima sebagai

ketentuan hukum yang memaksa karena di dalam Pasal 37 Undang-Undang Jaminan

Fidusia disebutkan bahwa semua fidusia yang telah ada perlu disesuaikan dengan

Undang-Undang Jaminan Fidusia. Sehingga dapat dijadikan sebagai alat bukti yang

memberikan kekuatan pembuktian yang sempurna terhadap para pihak dan ahli waris

maupun orang yang mendapatkan hak darinya (Pasal 1870 Kitab Undang-Undang

Hukum Perdata ).73

Setelah penanda tanganan akta pembebanan jaminan fidusia oleh para pihak

yang berkepentingan. Maka selanjutnya dilakukan pendaftaran akta pembebanan

jaminan fidusia pada kantor Pendaftaran fidusia. Hal ini sesuai dengan Pasal 11 ayat

(1) Undang-Undang Jaminan Fidusia mengatakan bahwa, � benda yang dibebani

dengan jaminan fidusia wajib didaftarkan.�

Sebenarnya tidak ada ketentuan didalam Undang-Undang Jaminan Fidusia

yang mengatakan, bahwa fidusia yang tidak didaftarkan adalah tidak sah. Hanya

saja untuk memberlakukan ketentuan yang ada didalam Undang-Undang Jaminan

Fidusia tersebut, maka haruslah dipenuhi syarat benda jaminan fidusia itu

didaftarkan. Sedangkan fidusia yang tidak didaftarkan, tidak bisa menikmati

72 Fred G. Tumbuan , Mencermati pokok-pokok UU fidusia Jakarta, 26-27 November 1999, hal.

11. 73 J. Satrio, Op.Cit. hal. 201-202.

Universitas Sumatera Utara

Page 32: FIDUSIA 1

keuntungan dari ketentuan yang terdapat dalam Pasal 37 ayat (3) undang-undang

Jaminan Fidusia.74

Pasal 37 menyatakan apabila dalam jangka waktu enampuluh hari terhitung sejak

berdirinya Kantor Pendaftaran Fidusia, Jaminan fidusia yang tidak didaftarkan tidak

mempunyai hak yang didahulukan (preferen) baik didalam maupun di luar kepailitan

adan atau likuidasi.

Berdasarkan Pasal 6 Undang-undang Jaminan Fidusia maka akta jaminan

fidusia sekurang-kurangnya memuat yaitu :

1. Identitas pihak pemberi dan penerima fidusia. Identitas tersebut meliputi nama lengkap, agama, tempat tinggal dan tempat kedudukan dan tanggal lahir, jenis kelamin, status perkawinan dan pekerjaan.

2. Data perjanjian pokok yang dijamin fidusia yaitu mengenai macam perjanjian dan hutang yag dijamin dengan fidusia.

3. Uraian mengenai benda yang menjadi obyek jaminan fidusia. Uraian tersebut cukup dilakukan dengan mengidentifikasikan benda tersebut dan dijelaskan mengenai surat bukti kepemilikannya. Dalam hal benda yang menjadi obyek jaminan fidusia merupakan benda dalam persediaan (inventory) yang selalu berubah-ubah dan atau tidak tetap seperti stok bahan baku, barang jadi atau portofolio perusahaan efek, maka dalam akta jaminan fidusia dicantumkan uraian mengenai jenis, merk, kualitas dari benda tersebut.

4. Nilai Penjaminan 5. Nilai benda yang menjadi obyek jaminan fidusia75

Untuk menjamin kepastian hukum bagi kreditur maka dibuatlah akta yang

dibuat oleh Notaris dan didaftarkan kekantor pendaftaran Fidusia. Setelah

dilakukan pendaftaran mak kreditur akan memperoleh sertifikat jaminan fidusia

berirah-irah �Demi Keadilan Berdasarkan keTuhanan Yan Maha Esa.� Dengan

74 Ibid, hal. 242-243. 75 Gunawan Wijaya dan Ahmad Yani, Op.Cit, hal. 135.

Universitas Sumatera Utara

Page 33: FIDUSIA 1

demikian memiliki kekuatan eksekutorial langsung apabila debitur melakukan

pelanggaran perjanjian fidusia kepada kreditur (parate eksekusi), hal ini sesuai

dengan Undang-undang Nomor 42 tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.

Bagaimana dengan perjanjian Fidusia yang tidak dibuat dengan akta notaris

serta tidak didaftarkan dikantor pendaftaran fidusia atau dengan kata lain dibuat di

bawah tangan. Akta di bawah tangan bukanlah akta otentik yang memiliki nilai

pembuktian sempurna. Sebaliknya akta otentik adalah akta yang dibuat oleh dan atau

dihadapan pejabat yang ditunjuk oleh undang-undang dan memiliki kekuatan

pembuktian yang sempurna. Akan tetapi suatu akta dibawah tangan tetap memiliki

kekuatan bukti hukum sepanjang para pihak mengakui keberadaan dan isi akta

tersebut, namun agar memiliki kekuatan yang lebih kuat, akta tersebut tetap harus

dilegalisir oleh pejabat yang berwenang.

Jaminan fidusia yang tidak didaftarkan menimbulkan akibat hukum. Apabila

kreditur melakukan eksekusi secara sepihak karena menganggap memiliki hak, akan

tetapi dengan tindakan tersebut debitur dapat dikatakan bahwa kreditur bertindak

sewenang-wenang apalagi jika debitur telah melaksanakan sebagian dari

kewajibannya sesuai dengan yang diperjanjikan. Sehingga dapat dikatakan bahwa

diatas barang tersebut terdiri dari sebagian hak kreditur dan sebagian lagi merupakan

hak debitur, apalagi mengingat bahwa pembiayaan atas obyek jaminan fidusia

didasarkan atas penilaian yang tidak penuh sesuai dengan nilai barang, atau eksekusi

tersebut tidak melalui badan penilai harga yang resmi atau badan pelelangan umum.

Tindakan tersebut dapat dikategorikan sebagai perbuatan melawan hukum sesuai

Universitas Sumatera Utara

Page 34: FIDUSIA 1

dalam Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan dapat digugat ganti

kerugian.

Universitas Sumatera Utara