Fibromialgia

28
- Fibromialgia Deskripsi Fibromialgia merupakan sindrom nyeri yang bermanifestasi sebagai nyeri kronik muskuloskeletal non-artikuler yang tersebar luas (choronic widespread pain) tanpa ditemukan kelainan pada sistem muskuloskeletal. Prevalensi febromialgia pada populasi umum adalah sekitar 2-12% dan lebih sering dijumpai pada wanita dibandingkan dengan pria. Widespread pain adalah nyeri yang meliputi nyeri aksial, nyeri pada sisi kiri dan kanan tubuh, serta nyeri pada segmen atas dan bawah tubuh. Etiologi fibromialgia adalah idiopatik yang tidak diketahui secara pasti, namun di duga adanya predisposisi genetik yang disertai stresor lingkungan sebagai pencetusnya (Russell dan Bieber, 2006; Buskila, 2009) Berdasarkan American College of Rheumatology 2010, chronic widespread pain yang berlangsung sekurang-kurangnya selama 3 bulan merupakan klinis utama pada febromialgia. Hal ini merupakan pembaharuan dari kriteria American College of Rheumatology 1990 yang mengharuskan ditemukannya nyeri tekan (tender point) pada 11 dari 18 titik tekan (Wolfe et al., 2010). Diagnosis Kriteria diagnosis febromialgia berdasarkan American College of Rheumatology 2010 adalah ditemukannya 3 keadaan di bawah ini (Wolfe et al., 2010).

description

SARAF

Transcript of Fibromialgia

Page 1: Fibromialgia

- Fibromialgia

Deskripsi

Fibromialgia merupakan sindrom nyeri yang bermanifestasi sebagai nyeri kronik

muskuloskeletal non-artikuler yang tersebar luas (choronic widespread pain) tanpa

ditemukan kelainan pada sistem muskuloskeletal. Prevalensi febromialgia pada

populasi umum adalah sekitar 2-12% dan lebih sering dijumpai pada wanita

dibandingkan dengan pria. Widespread pain adalah nyeri yang meliputi nyeri aksial,

nyeri pada sisi kiri dan kanan tubuh, serta nyeri pada segmen atas dan bawah tubuh.

Etiologi fibromialgia adalah idiopatik yang tidak diketahui secara pasti, namun di

duga adanya predisposisi genetik yang disertai stresor lingkungan sebagai

pencetusnya (Russell dan Bieber, 2006; Buskila, 2009)

Berdasarkan American College of Rheumatology 2010, chronic widespread pain

yang berlangsung sekurang-kurangnya selama 3 bulan merupakan klinis utama pada

febromialgia. Hal ini merupakan pembaharuan dari kriteria American College of

Rheumatology 1990 yang mengharuskan ditemukannya nyeri tekan (tender point)

pada 11 dari 18 titik tekan (Wolfe et al., 2010).

Diagnosis

Kriteria diagnosis febromialgia berdasarkan American College of Rheumatology

2010 adalah ditemukannya 3 keadaan di bawah ini (Wolfe et al., 2010).

1. Widespread pain index (WPI) ≥ 7dan skor symptom severity (SS) ≥ 5 atau WPI

≥ 3-6 dan skor SS ≥ 9.

2. Gejala berlangsung setidaknya selama 3 bulan.

3. Tidak didapatkan kelainan lain yang dapat menjelaskan timbulnya nyeri.

Keterangan :

1. Area yang tercakup dalam WPI adalah :

- Sendi bahu kiri - Tungkai bawah kiri

- Sendi bahu kanan - Tungkai bawah kanan

- Lengan atas kiri - Rahang kiri

- Lengan atas kanan - Rahang Kanan

- Lengan bawah kiri - Dada

- Lengan bawah kanan - Abdomen

Page 2: Fibromialgia

- Panggul kiri - Punggung atas

- Panggul kanan - Punggung bawah

- Tungkai atas kiri - Leher

- Tungkai atas kanan

2. Skala skor SS :

Skor SS adalah penjumlahan antara skor severitas 3 gejala utama dan di tambah

skor severitas gejala somatisasi.

1) Tiga gejala utama adalah :

a. Fatigue

b. Tidak segar ketika bangun tidur

c. Gejala kognitif

Masing-masing gejala tersebut harus dilakukan skor severitasnya dengan

batasan sebagai berikut :

0 = tidak didapatkan gejala

1 = gejala ringan dan intermiten

2 = gejala moderat/sedang dan sering muncul

3 = gejala berat, terus-menerus dan mengganggu

2) Gejala Somatik

Gejala somatik yang dapat menyertai adalah nyeri otot, irritable bowel

syndrome, fatigue, gangguan berfikir/memori, kelemahan otot, nyeri kepala,

nyeri/kram perut, kesemutan, dzziness, insomnia, depresi, konstipasi, nyeri

abdomen-atas, mual, kecemasan, nyeri dada non-kardial, pandangan kabur,

demam, diare, mulut kering, gatal-gatal, wheezing, Raynaud’s phenomenon,

telinga berdenging, muntah, heartburn, sariawan, perubahan pengecapan,

kejang, napas terasa pendek, penurunan berat badan, ruam, fotosensitif,

gangguan pendengaran, mudah memar, rambut rontok, sering berkemih,

nyeri saat berkemih, dan spasme kandung kemih.

Skor untuk gejala somatisasi diatas adalah :

0 = tidak didapatkan gejala

1 = gejala yang muncul sedikit

2 = gejala yang muncul sedang

3 = gejala yang muncul banyak

Page 3: Fibromialgia

Catatan :

Skor total WPI adalah antara 0 sampai 19

Skor total skala SS adalah penjumlahan antara skor severitas 3 gejala

utama dan skor severitas gejala somatisasi (skor total antara 0 sampai 12)

Penataleksanaan

Terapi farmakologis (Clauw, 2010)

Antidepresan trisiklik (amitriptilin)

Alpha-2-delta ligands (pregabalin, gabapentin)

Selective serotonin reuptake inhibitors (SSRI)

Serotonin norepinephrine reuptake inhibitors (SNRI)

Tramadol

Terapi nonfarmakologis (Clauw, 2010; Blotman dan Branco, 2007)

Terapi multi disiplin

Cognitive behavior therapy (CBT)

Olah raga kardiovaskular

Akunpunktur

Hipnoterapi

Biofeedback

Edukasi pasien

Relaksasi

Hidrofisioterapi

Kelainan neurokirnia.

Page 4: Fibromialgia

Etiologi dan patofisiologi SF belum sepenuhnya diketahui dan dianggap suatu

multifaktorial. Disfungsi sistem neuroendokrin yang menimbulkan penyimpangan

mekanisme nyeri sentral dengan sentisisasi sentral pada saat ini dianggap sebagai

mekanisme yang paling penting.

Serotonin berperan untuk mencapai tidur nyenyak (stadium lV) dan inhibisi nyeri

desenden. Asam amino triptofan adalah precursor serotonin. Penurunan konsentrasi

hiptofan dan penurunan hasil ikutan metabolisme triptofan di otak berarti terjadi

kelainan metabolisme serotonin. Penurunan serotonin ini selain menyebabkan

pengurangan tidur nyenyak juga menambah keluhan somatik, depresi, dan timbulnya

sensasi nyeri. Walaupun penelitian lain bertentangan dengan penemuan ini tetapi

penelitian dengan obalobatan memberikan dukungan. Para peneliti memberikan

hipotesis bahwa manfaat senyawa-senyawa trisiklik misalnya amitriptilin dan

cyclobenzaprine disebabkan karena mereka memblokade reuptake dari serotonin pada

celah sinaptik. Hipotesis ini berhubungan dengan hipotesis sebelumnya yang

menyatakan bahwa SF adalah suatu gangguan persepsi nyeri atau arousal disorder.

Telah menjadi konsensus umum bahwa nyeri kronik merupakan suatu stres yang

tingkatannya bergantung pada mekanisme daya tahan seseorang. Stres yang terus

menerus menyebabkan perubahan pada ritme neuroendokrin dan fenomena inilah yang

menurut penelitian didapatkan pada penderita SF. (Bennet, 1999).

Para peneliti telah mengamati bahwa pada penderita SF aktivasi dari reseptor N-

methyl-D-aspartate (NMDA) yang berinteraksidengan excitatory amino acids

meningkatkan nyeri kronik (tetapi tidak pada yang akut). Hal ini didukung oleh

kenyataan bahwa ketamin (suatu obat anestesi) yang cara kerjanya memblokade

reseptor NMDA dapat mengurangi nyeri akibat SF untuk sementara. (Wallace, 1999)

Penurunan kegiatan hypothalamic-pituitary-adrenal axis pada penderita SF

menyebabkan penurunan produksi total kortisol sedangkan pada penderita depresi

didapatkan kadar kortisol lebih tinggi dari pada normal (Millea, 2000)

Terdapat juga gangguan pada hypothalamic-pituitary-thyroid (HPT) axis.

Hipotiroidi didapatkan 3-12 kali lebih banyak pada penderita SF dari pada kontrol.

Terganggunya hypotha-lamic-pituitary-gonadal (HPG) axis mungkin sebagai penyebab

dismenore dan gejala-gejala yang lebih parah pada wanita yang sudah menopause dari

pada yang belum (Carruthers, 2003).

Page 5: Fibromialgia

Hipotesis neurokimia yang lain terpusat pada SP, suatu neuropeptida yang

berperan dalam transmisi rangsangan nosiseptif perifer dari radiks dorsalis menuju

pusalpusat otak yang lebih tinggi. Fada penderita SF didapatkan kadar SP di cairan

serebro-spinal tiga kali lipat dari normal (Millea, 2000) juga peningkatan nerve growth

factor. Dan sebaliknya didapatkan penurunan kadar serotonin dan neradrenalin (Staud.,

2006). Kadar yang tinggi dari Sp dihubungkan dengan adanya kesedihan, inner tension,

kesulitan konsentrasi, nyed, gangguan daya ingat dan reaksi wheel and flare yang sering

terlihat sebagai reaksi terhadap goresan ringan pada kulit. Mekanisme kerja SP masih

belum jelas. Diperkirakan bahwa endorfin meningkat konsentrasinya pada waktu latihan

(exercise), mungkin berpengaruh pada modulasi rasa nyeri dengan cara menghambat

pelepasan dari SP di tingkat aksonal.

Peran sistim saraf simpatis.

Penelitian pada kucing membuktikan adanya saraf simpatis pada intrafusal

musclespindle fibers tetapi belum jelas pada manusia. Diperlukan penelitian yang

menerangkan gejala local tension yang menyebar. Dahulu hal ini dianggap berhubungan

dengan extrafusal muscle fiber yang dipicu stres seperti trauma, kurang tidur, latihan.

Peneliti lain memperkirakan aktivitas simpatis pada mikro sirkulasi jaringan otot yang

berperan pada hipoksia otot, terutama pada pasien-pasien fibromialgia setelah latihan.

Hipoksia otot ini dapat dihubungkan dengan adanya nyeri otot yang berlebihan,

kelelahan dan peningkatan nyeri yang dilaporkan pasien SF antara 25 - 48 jam sesudah

latihan yang diulang-ulang. Pengaruh sistem simpatis ini dibuktikan secara bermakna

dengan tes tilt table yang menimbulkan hipotensi (Millea, 2000)

Faktor jaringan setempat.

Pada biopsi otot penderita SF tidak didapatkan bukti yang pasti tentang adanya

penyakit otot (peradangan atau miopati). Walaupun demikian didapatkan gambaran

manifestasi dari kerusakan sel yang mungkin disebabkan oleh gangguan metabolisme

sehubungan dengan hipoksia otot. Didapatkan juga penurunan yang jelas dari kekuatan

otot-otot volunter pada penderita SF sekitar 30-40%. Pada penderita SF yang pada

umumnya tingkat aktivitasnya rendah akan terlihat berkurangnya kekuatan.

Sebagaimana telah diketahui imobilisasi fisik akan menimbulkan penurunan kekuatan

otot. Selain itu didapatkan juga bahwa jumlah titik nyeri ada hubungannya dengan

Page 6: Fibromialgia

kekuatan otot karena adanya nyeri akan menghambat kontraksi otot. Dalam suatu

penelitian penderita SF wanita didapatkan bahwa kadar GH Somatomedin C dalam

serum menurun. Somatornedin C ini sangat diperlukan untuk menjaga homeostasis

normal. Sekitar 80% dari produksi GH tiap hari disekresikan pada stadium IV dari tidur.

Pada penderita SF terdapat pengurangan dari stadium IV tidurnya yang mengakibatkan

penurunan kadar somatomedin di serum. Karena pentingnya peranan hormon ini pada

homeostasis otot, maka akibatnya, pada pasien ini didapatkan perbaikan jaringan otot

yang kurang sempurna dan banyak mikro trauma yang terjadi pada otot sesudah

menjalani latihan.

Gejala sindroma fibromialgia

Lima gejala pada jaringan muskuloskeletal atau jaringan ikat fibrous yang paling

sering dilaporkan adalah (1) nyeri, (2) kaku, (3) edem jaringan lunak, (4) titik nyeri dan

(5) spasme otot dan nodul.

Gejala yang khas adalah nyeri difus, menyebar atau nyeri umum yang berfluktuasi

yang seringkali disertai kekakuan yang menonjol. Kekakuan terutama dirasakan pada

waktu bangun pagi hari dan biasanya berlangsung selama beberapa jam, yang akan

dapat kembali menyerang pada saat-saat penderita tidak aktif dalam kegiatan hariannya

(Carruthers, 2003). Pembengkakan ditemukan pada jaringan artikular, periartikular, atau

jaringan lunak (Puttick,2001). Didapatkan nyeri sendi menyeluruh yang tidak disertai

kemerahan yang bisa untuk membedakannya dari rematoid artritis (Carruthers, 2003).

Titik nyeri yang diutarakan oleh pasien yang sering disertai spasme otot atau nodul

merupakan tanda penting dalam diagnosis SF. Titik nyeri berkelompok di daerah sekitar

leher dan bahu, dada atas, dan punggung bawah.

Gejala lain adalah kelelahan yang sangat, tidur yang tidak nyenyak

(nonrestorative) dengan kelelahan pagi hari (60% - 90%), NKTT (Nyeri Kepala Tipe

Tegang) dan migren (28% - 58%), iritabilitas pada saluran cerna dan kandung kencing

(34%- 53%), dismenore, parestesi, Raynaud's phenomenon (30%), nyeri dada, ansietas,

depresi (20%), dan pembengkakan dan baal pada ekstremitas.

Titik nyeri lebih banyak ditemukan pada pasien dengan keluhan nyeri dibanding

dengan yang tidak ada keluhan, juga pada nyeri yang tersebar dari pada nyeri yang

tertokalisir. Gejala depresi, ketelahan dan gangguan tidur lebih sering didapatkan pada

Page 7: Fibromialgia

mereka yang jumlah titik nyerinya lebih banyak walaupun tidak selalu berhubungan

dengan keluhan nyeri (Croft P, 1994).

Gejala-gejala penyerta yang didapatkan bisa meliputi gejala gejala dan keadaan-

keadaan yang tersebui diatas, bersamaan dengan juga kelemahan prolaps katup mitral,

takikardia, hypermobility syndrome, Problem-problem kognitif (berpikir, konsentrasi,

dan daya ingat), vertigo tinitus, tendinitis, bursitis, sicca syndrome (kulit, mata, dan

mulut menjadi kering), reticular skin discotoration, temporomandibular joint

dysfunction, sciatica, dan lupus.

Ada kemungkinan bahwa penderita SF juga menderita sindroma nyeri miofasial

(SNM) secara bersamaan yang disebut kompleks SF dan SNM. Nyeri kronik secara

tersendiri dapat menyebabkan stres dari kekurangan tidur, hal ini merupakan salah satu

sebab mengapa banyak kasus SF disertai dengan SNM. Dalam hal ini yang dideritanya

bukan hanya jumlah dari gejala-gejala kedua kelompok penyakit tersebut, tetapi lebih

banyak lagi (Starlanyl,1999).

Gejala-gejaia diatas dikelompokkan dalam tiga kelompok (lnanici, 2001):

A. Gejala Muskuloskeletal

- Nyeri pada lokasi yang multipel

- Kekakuan Rasa membengkak pada

jaringan jaringan lunak

C. Gejala-gejala yang berhubungan

- Nyeri kepala tipe tegang

- Migren

- Dismenore

- Irritable bowel syndrome

- Restless legs syndrome

B. Gejala bukan Muskuloskeleta

- Kelelahan

- Kelelahan dipagi hari

- Kesulitan tidur

- Kesemutan

- Ansietas

- Depresi

- Gejala-gejala sicca

- Sindroma uretra pada wanita

Diagnosis.

Diagnosis SF harus dipertimbangkan bila pasien menderita nyeri muskuloskeletal

yang tidak jelas hubungannya dengan pola lesi anatomis (Millea, 2000). Sebelum tahun

1990, diagnosis SF dilakukan secara ekslusi dan berdasarkan data-data subyektif. Dalam

usaha untuk secara sistimatis mendefinisikan sindroma ini, World Congress on

Page 8: Fibromialgia

Myofascial Pain and Fibromyalgia yang ke-2 menerbitkan "Deklarasi Copenhagen",

yang menetapkan fibromialgia sebagai suatu diaenosis yang mandiri. Pada tahun 1990

American College of Rheumatology memutuskan bahwa fibromialgia dapat didiagnosis

berdasarkan anamnesis nyeri yang meluas yang berlangsung lebih dari tiga bulan

disertai dengan nyeri pada 11 atau lebih dari 18 titik-titik nyeri bilateral yang dapat

dirinci satu persatu pada jaringan otot (lnanici, 2001; Puttick, 2001).

Pada tabel dibawah tercanlum kriteria untuk klasifikasi fibromialgia menurut the

American College of Rheumatology tahun 1990 dan pada gambar terlihat lokasi

anatomis dari titik-titik nyeri menurut kriteria tersebut (Gilliland, 2006; National

Fibromyalgia Partnership Publication, 2001).

Tabel 1. Kriteria diagnosis fibromialgia berdasarkan klasifikasi dari American

College of Rheumatology (1990)(*)

A. Anamnesis nyeriyang meluas

Nyeri dianggap meluas bila terdapat semua hal-hal yang tersebut dibawah ini :

1. Nyeri pada sisi kiri badan

2. Nyeri pada sisi kanan badan

3. Nyeri diatas pinggang

4. Nyeri dibawah pinggang

5. Nyeri rangka yang aksial (vertebra servikal atau dada depan atau vertebra

torakal atau punggung bawah)

Pada definisi ini nyeri bahu dan bokong dianggap sebagai nyeri dari masing-masing

sisi. Nyeri punggung bawah dianggap nyeri segmen bawah.

B. Nyeri pada 11 dari 18 tempat titik nyeri pada palpasi dengan jari(**)

Nyeri peda palpasi dengan jari harus ada pada paling tidak 11 dari 18 tempat titik-

titik nyeri berikut ini:

1. Oksiput bilateral, pada insersi otot suboksipital

2. Servikal bawah: bilateral, pada sisi anterior dari rongga antar prosesus

transversus pada C5-C7

( *)Untuk tujuan klasifikasi pasien dikatakan menderita fibromialgia bila kedua kriteria itu dipenuhi. Nyeri yang meluas harus telah diderita paling tidak selama 3 bulan. Adanya gangguan klinis lain tidak menyingkirkan diagnosa fibromialgia.

( **)Palpasi dengan jari harus dilaksanakan dengan kekuatan sekitar 4 kg. Untuk dinyatakan didapatkan titik nyeri, pasien harus menyatakan bahwa palpasi itu dirasakan nyeri (painful); jawaban terasa sakit (tender) tidak dianggp sebagai nyeri

Page 9: Fibromialgia

3. Trapesius: bilateral, pada titik tengah dari tepi atas

4. Supraspinatus: bilateral pada origonya diatas spina skapula dekat batas medial

5. Rusuk kedua: bilateral, pada bagian depan dari sambungan coslochondral kedua

ditepi sedikit lateral dari sambungan di permukaan atas.

6. Epikondilus lateralis: bilateral 2 cm sebelah distal dari epikondilus

7. Gluteal: bilateral padakwadranatasluardari pantatdi lipatanototsebelahdepan

8. Trochante r mayor bilateral, posterior dari prominensia trocha nter

9. Lutut bilateral, pada bantalan lemak sisi medial sebelah proksimal dari garis

sendi

Walaupun istilah titik nyeri (tender points) dan titik picu (trigger points) sering

dipakai dalam arti yang sama pada kepustakaan, SF bisa diidentifikasi dari titik-titik

nyeri yang tetap, tidak sebagai halnya dengan titik picu. Travell dan Simons

mendefinisikan titik picu sebagai suatu tempat didalam lingkungan otot yang kaku (the

taut band) yang mencetuskan gambaran nyeri khas yang menjalar, tingling, atau mati

rasa sebagai respons dari penekanan yang berkepanjangan. Sebaliknya titik nyeri yang

dapat timbul pada otot, ligamen, tendon, atau jaringan periosteal, lebih terlokalisir dan

tidak menyebarkan nyeri ke daerah sekitarnya pada waktu mendapat stimulasi yang

berkepanjangan.

Titik nyeri di palpasi secara bilateral pada masing-masing sisi dengan

menggunakan ibu jari atau dua jari pertama, memberikan tekanan yang tetap dan

seragam (4 kg/cm2) suatu kekuatan yang cukup untuk memutihkan kuku ibu jari

pemeriksa. Dolorimetry tidak bisa menampilkan suatu diag-nosis sebaik pemeriksaan

dengan jari. Kebanyakan pasien SF mempunyai ambang titik nyeri pada 2 kg/cm2

(lnanici, 2001). Pemeriksa mempalpasi diatas tempat-tempat tersebut dengan perlahan-

lahan dan merasakan adanya spasme sambil memeriksa adanya nyeri atau kemerahan

pada kulit. Pemeriksa memberikan tekanan yang semakin meningkat dengan ibu jari

atau satu jari sehingga penderita (1) mengatakan kepada pemeriksa agar berhenti karena

sakit, (2) menarik diri, atau (3) menyeringai. Kemudian tempat tersebut harus diperiksa

untuk melihat adanya warna kemerahan (erythema flare).

Reeves dkk dikutip oleh Krsnich mengusulkan indeks tftik nyeri sebagai berikul 0

= tidak ada nyeri, 1 = nyeri tanpa menarik diri, 2= nyeri sambil menarik diri, 3 = nyeri

sambil menarik diri dengan keras, dan 4 = tidak tahan sentuhan (untouchable). Tidak

Page 10: Fibromialgia

jarang, daerah yang memberikan gejala nyeri paling menonjol berpindah dari waktu ke

waktu (Millea, 2000). Kriteria diagnosis SF dan ACR ini masih merupakan cara yang

paling banyak dipakai untuk sarana diagnosis SF, uralaupun ada kekurangan-

kekurangan dalam praktek, yaitu :

1. Rasa nyeri pada titik-titik nyeri yang dinyatakan hanya pada lokasi-lokasi anatomis

tedentu itu ternyata seringkali dapat dirasakan di seluruh tubuh penderila.

2. lntensitas rasa nyeri pada seseorang penderita selalu berubah dari waktu ke waktu,

hingga lokasi titik nyeri bisa kurang ataupun melebihi jumlah 11 titik yang menjadi

persyaratan diagnosis. Tidak selalu ada rasa nyeri di semua empat kuadran tubuh.

3. Pemijatan yang dilakukan oleh pemeriksa merupakan sumber dari "human error"

(sehubungan dengan lokasi analomis dan kuatnya pemijatan), selain itu seringkali

terdapat kerancuan dengan nyeri pada penderita Sindroma Nyeri Miofasial

(National Fibromyalgia Partnership Publication, 2001).

Anamnesis, pemeriksaan fisik dengan evaluasi neurologis, sangat penting pada

diagnosis SF. Adanya spasme otot, nodul, reticular skin discoloration dan pola tidur

yang tidak nyenyak (yang dapat dilihat pada rekaman EEG), merupakan hal yang khas

(Krsnich-Shriwise, 1997; Millea, 2000) Diagnosis SF yang sederhana bisa ditegakkan

dari adanya hasil-hasil normal pada pemeriksaan laboratorium rutin, foto Rontgen,

pemeriksaan neurologis dan pemeriksaan luas gerak sendi.

Karena SF sering timbul bersamaan dengan keadaan-keadaan lain diperlukan

pemeriksaan tambahan untuk mengetahui hal tersebut. Adanya gangguan klinis lain

tidak menyingkirkan diagnosis fibromialgia.

SF harus dibedakan dari SNM dimana SF lebih banyak diderita wanita daripada

pria sedangkan SNM hampir sama angka kejadiannya antara pria dan wanita. Selain itu

gangguan sensitivitas otot-otot pada SF lebih luas, sedangkan pada SNM lebih

terlokalisir. Pada SF penyebabnya bersifat sistemik sedangkan SNM akibat dari

gangguan neuromuskuler yang lebih bersifat gangguan mekanisme fisik dari pada

biokimia (Starlanyl, 1999)

Russel dalam mengelompokkan jenis-jenis gangguan nyeri pada jaringan lunak

memasukkan SF pada kategori umum (generalized) yang berarti bahwa penyakit ini

disebabkan oleh proses sistemik yang mempengaruhi sistim muskuloskeletal, sedangkan

SNM dimasukkan dalam kelompok regional yang berarti suatu gangguan akibat

Page 11: Fibromialgia

pemakaian jaringan muskuloskeletal yang berlebihan (overuse) yang meliputi lebih dari

satu jenis struklur tubuh dalam satu daerah (region) (Russel,2001)

Penatalaksanaan.

Walaupun belum didapatkan pengobatan untuk SF, penanganan dari gejalanya

masih mungkin dilakukan. Tetapi sampai saat ini belum ada cara untuk dapat

memberikan pengurangan dari nyeri atau gejala yang lain untuk jangka panjang.

Dalam garis besarnya, penatalaksanaan SF adalah sebagai berikut: (Farhey,2001)

A. Non Farmakologis

Diagnosa yang tegas, pendidikan, penenteraman pikiran (reassurance)

dukungan emosional

Latihan-latihan kebugaran Kardiovaskuler

Cognitive Behavior Therapy

EMG Biofeedback

Latihan relaksasi

Akupunktur

Terapi fisik / manipulasi

Pengobatan dalam kelompok interdisiplin

B. Terapi Farmakologis

A. Non Farmakologis

Penatalaksanaan dimulai dengan diagnosis pengenalan titik nyeri / titik picu.

Banyak penderita merasa lega bahwa ternyata gejala-gejala yang dialaminya

memang betul-betul ada dan disebabkan oleh suatu sindroma yang dikenal dan

mungkin dapat diobati. Selanjutnya penderita akan ditangani oleh suatu tim dengan

pendekatan secara proaktif yang menyangkut pasien itu sendiri, dokter, fisioterapis

dan occupational therapist (OT) termasuk juga perawat, tehnisi blofeedback,

psikolog dan psikiater.

Pada umumnya tujuan penatalaksanaan SF adalah (1) memutuskan lingkaran

nyeri, (2) mengembalikan pola tidur, (3) meningkatkan tingkat aktivitas fungsional.

Seperti juga penyakit-penyakit kronis yang lain, gejala-gejala SF terjadinya hilang

timbul, sehingga pengobatannya merupakan hal yang berkesinambungan, dan

bukannya untuk satu episode saja. Karena SF adalah suatu sindroma multi faktorial

maka untuk mendapatkan hasil yang baik, diperlukan bermacam-macam strategi.

Page 12: Fibromialgia

Dalam kejadian dimana SF diderita bersama-sama dengan SNM, para peneliti

telah mengetahui bahwa SF dan SNM ini akan saling memperkuat. Karena itu

pengobatannya juga lebih kompleks dari pada bila diderita secara sendiri-sendiri.

Ada pengobatan yang biasanya dipakai untuk mengobati SF ternyata berakibat tidak

baik pada penyakit SNM, demikian pula sebaliknya, letapi ada juga pengobatan

yang bermanfaat untuk kedua-duanya.(Starlanyl, 1999).

Pendidikan.

Penderita-penderita SF yang diberi intervensi program pendidikan

(educationat intervention program) ternyata rasa percaya dirinya dapat meningkat.

Pada penderita ini diberikan keterangan tentang proses dari penyakit SF dan cara-

cara mengatasi, termasuk mengenali dan penatalaksanaan stres, pola tidur, nutrisi,

penyimpanan energi, penatalaksanaan nyeri dan program intervensi perilaku

kognitif, obalobatan dan penyesuaian fisik (physical conditioning).

Pendidikan nutrisi meliputi penggunaan yang hati-hati dari kafein, alkohol dan

nikotin untuk dapat meningkatkan pola tidur yang nyenyak dan memperbaiki tingkat

energi. Karbohidrat meningkatkan pembentukan serotonin bila dimakan tidak

bersama-sama dengan protein. Gula juga meningkatkan serotonin walaupun jangka

waktu efektivitasnya tidak sepanjang karbohidrat. Dianjurkan juga untuk

mengkonsumsi nutrisi tambahan termasuk kalsium dan magnesium (1-1,5 mg per-

hari pada waktu malam hari, dan vitamin B kompleks, atau multi-vitamin).

Pendidikan mengenai cara-cara penghematan energi, termasuk didalamnya

perbaikan kemampuan manajemen waktu untuk mendapatkan cara hidup yang

produktif dan seimbang. Juga latihan-latihan mengenai postur yang baik ditempat

bekerja dan mekanisme kerja tubuh untuk efisiensi kebutuhan energi. Diajarkan juga

mengenai pemakaian alat-alat pembantu yang bisa mengurangi tenaga yang harus

dikeluarkan maupun untuk mengurangi mobilitas yang terlalu tinggi, dimana alat

tersebut harus yang sesuai dengan kaidah-kaidah ergonomis (Farhey, 2001).

Hal-hal yang memperberat gejala-gejala SF diantaranya pola tidur yang tidak

baik, kelelahan, trauma mental (kuatir, ansietas, depresi, kurangnya sistem

pendukung dan kurangnya kemampuan penanggulangan), trauma fisik (aktivitas

fisik yang diulang-ulang atau terlalu banyak, atau dilakukan tidak ergonomis), tidak

Page 13: Fibromialgia

aktif dalam waktu yang berkepanjangan, kelebihan berat badan, postur yang tidak

baik, nutrisi yang tidak baik dan perubahan cuaca. Selain itu juga kondisi-kondisi

yang berhubungan / ada bersamaan dengan SF yaitu artritis, neuritis, sindroma

resf/ess legs, hipotiroidi, nyeri kepala, littable bowel syndrome, trittable bladder

syndrome.

Penderita SF mungkin mendapat kesulitan untuk melaksanakan tugas-tugas

pekerjaan dan sosial akibat kurangnya kontrol terhadap gejala-gejalanya. Kesulitan

ini dapat menyebabkan isolasi sosial dan mengurangi harga dirinya (Millea, 2000).

Untuk membantu dalam mengatasi stres, pasien dapat dirujuk pada suatu

kelompok pendukung (support group) dan kalau perlu ke psikolog atau psikiater.

Dipakai juga tehnik-tehnik pengobatan perilaku kognitif dengan meditasi, bantuan

spiritual, latihan relaksasi dan pemafasan, hipnosis, yoga, tai-chi, biofeedback

(Reilly, 1999).

Perlu ditekankan hal-hal yang positif kepada para penderita untuk mengatasi

gangguan akibat SF antara lain: penyakit ini tidak akan mengakibatkan kecacatan,

bahwa penderita-penderita tidak akan mengalami hendaya yang menetap, dan

mereka sebenarnya dapat mengendalikan dan mempengaruhi perjalanan penyakit

dengan cara-cara yang sederhana, misalnya dengan beraktivitas tiap hari dan

memilih untuk melihat segi-segi, yang positif dari pekerjaan dan kehidupan pada

umumnya.(Farhey,2001).

Akupunktur

Penelitian meta analisis menyatakan bahwa akupunktur bernanfaat. Walaupun

tidak menyembuhkan tetapi dapat meningkatkan kualitas hidup penderita (Millea;

2000). Pada terapi akupunktur, bila jarum ditusukkan pada titik akupunktur yang

tradisionil, (bukannya pada titik nyeri) dapat memberikan peningkatan nilai ambang

nyeri sampai 70%. The National lnstitites of Healfh (NIH) pada tahun,1997,

menyatakan bahwa akupunktur dapat memberikan hasil yang baik pada dua

keadaan, yaitu 1) nyeri muskuloskeletal dan 2) rasa mual pada penderita SF

(National Fibromyalgia Partnership Publication, 2001)

Latihan

Cara lain yang sangat efektif untuk penataleksanaan SF dalam jangka panjang

adalah latihan fisik. Otot-otot yang tidak dalam kondisi terlatih (deconditioned)

Page 14: Fibromialgia

dianggap sangat rentan terhadap microtrauma yang mungkin berakibat nyeri. Rasa

nyeri padatrtik nyerir sangat berkorelasi dengan kekuatan otot tapi tidak berkorelasi

dengan kemampuan tempuh berjalan kaki dan fleksibiiitas.

Tiap pasien sebaiknya mendapatkan program latihan: sesuai dengan

kemampuan masing-masing. Program latihan itu terdiri dari latihan postural,

peregangan pasif, penguatan, latihan-latihan aerobik misalnya berenang, bersepeda,

berjalan. Latihan dapat dilakukan tiga kali dalam seminggu; masing-masing selama

40 menit.

Pada penderita SF yang kesakitan dan dalam kondisi yang kurang baik, latihan

dimulai dalam tingkat yang sangat rendah misalnya 5 menit dalam sehari dan di

tingkatkan sedikit demi sedikit. Ada pendapat bahwa latihan fisik secara teratur

lebih bermanfaat dari obat-obatan untuk mengatasi gejala SF.

Pengobatan didalam air (aquatic therapy) sering kali rnerupakan kegiatan

aerobik yang sangat disertai dan bermanfaat pada pasien-pasien SF yang yang

mengalami rudapaksa (Injury), kelebihan berat badan, atau peka terhadap beban

aksial. Sebaiknya latihan teratur ini bisa merupakan kebiasaan untuk seumur hidup.

Pemberian terapi panas dapat meningkat aliran darah lokal mengurangi

kekakuan dan ketegangan. Pemakaian terapi dingin bisa mengurangi nyeri pada

daerah nyeri yang terlokalisir (tender spots) dan memutuskan lingkaran nyeri.

Masase pada otot dan titik nyeri bisa memberikan relaksasi pada otot. Harus

dijaga agar dalam jangka lama tidak terjadi ketergantungan penderita pada

peralatan yang dipakai untuk terapi SF ini.

B. Terapi Farmakologis

Pilihan untuk pengobatan secara farmakologis pada SF antara lain

(Farhey,2001, lnanici, 2001).

1. Analgetika sederhana

Asetarninofen

NSAID dosis rendah bila tidak ada kontra indikasi

2. Analgetika sentral

Tramadol

Kodein

Page 15: Fibromialgia

3. Pelemas otol

Karisoprodol

Siklobenzaprin

Metokarbamol

4. Suntikan titik nyeri

Anestesi lokal

Kortikosteroid

5. Anti depresan

Trisiklik

Amitriptllin

Doksepin

Nortriptilin

Selective serotonin reuptake inhibitor

Atalopram

Fluoksetin

Fluvoksamin

Paroksetin

Sertralin

Serotonin norepinephrine reuptake inhibitor

Amitriptilin

Nortriptillin

Venlafaksin

Dalam suatu penelitian nasional di Amerika didapatkan bahwa umumnya

penderita-penderita SF mendapatkan obat-obatan : analgetika non-steroid (33%),

anti depresan (69%), muscle relaxant (13%), benzodiazepine (15%) dan kadang-

kadang analgetika narkotik (37%). Obat-obatan diberikan untuk mengatasi nyeri

dan pola tidur yang tidak baik.

Antidepresan trisiklik amitriptilin atau relaksan otot (cyclobenzaprine) dapat

mengurangi gangguan tidur stadium IV dan dianggap meningkatkan kadar serotonin

otak dan neurotransmiter yang lain dan dianggap sebagai first tine therapy pada SF

(Staud, 2006). Tetapi keduanya dapat menimbulkan rasa lelah dan ngantuk dipagi

hari. Anti depresan trisiklik biasanya diberikan sebelum tidur, dan dosisnya antara

Page 16: Fibromialgia

10-30 mg per hari. Dosis ini individual karena absorbsi, metabolisme

danekskresinya bervariasi. Kelihatannya ohat ini bermanfaat juga untuk mengurangi

kekakuan dipagi hari dan menimbulkan tidur yang lebih nyenyak, sehingga bisa

meningkatkan tingkat energi secara keseluruhan. Doxepin dimulai daridosis rendah

(0,67 mg) dan pelan-pelan dinaikkan. Penggunaan anti depresan pada SF harus hati-

hati karena sebagian penderita ada yang merasakan gejala-geialanya memburuk

ketika memakai obat tersebut. Karena itu gejala-gejala harus selalu dimonitor

(Millae,2000). Untuk menghindari persepsi negatif dari obat-obat antidepresan

terutama pada penderita yang tidak depresi, dapat diutarakan bahwa obat-obat ini

dimaksudkan untuk “booster”/ pendukung serotonin dalam mengatasi masalah nyeri

cian tidur (lnanici, 2001).

Kelima macam obat golongan SSRI yaitu sertraline, paroksetine, citalopram,

fluoksetine dan fluvoxamine efek sampingnya lebih kecil dari pada TCA dan dapat

membantu memperbaiki nyeri otot maupun tingkatan energi (kekuatan) penderita.

Golongan SSRI mernpunyai efek stimulasi karena itu diberikan pada waktu pagi

hari ataupun awal malam hari untuk mengurangi efek "hang-over" keesokan

harinya. Obat-obatan ini dimasukkan dalam terapi lini kedua (Farhey,2001; National

Fibromyalgia Partnership Publication, 2001). Kombinasi SSRI dan TCA bekeria

dengan baik terutama untuk penderita yang mengeluh sulit tidur pada pemberian

pengobatan dengan SSRI saja.

Penggunaan obat SSRI harus diberikan sampai dengan dosis yang cukup

tinggi (yaitu sampai dosis maksimal) untuk dapat menentukan bahwa pengobatan

dengan obat ini gagal. SSRI dapat memicu timbulnya kegelisahan dan cepat marah

pada penderita di permulaan pengobatan. Untuk mengatasinya dapat diberikan

benzodiazepine pada beberapa hari pertama misalnya alprazolam0,25-0,5mg,

lorazepam atau buspirone. Tidak boleh diberikan dalam jangka waktu lama karena

potensinya menimbulkan ketergantungan dan withdrawal seizure. Pada penderita

yang tetap mengalami kesulitan tidur walaupun telah mengatur jarak tidur dan

pemberian obat-obat TCA, dapat diberikan hipnotik, misalnya zolpidem (lnanici,

2001; Farhey, 2001). Cyclabenzaprine diberikan dalam dosis 5 mg - 30 mg sekali

sehari, 1 – 2 jam sebelum tidur. Ternyata obat ini dapat mengurangi nyeri,

menambah lama tidur dan sedikit mengurangi kelelahan diwaktu sore.

Page 17: Fibromialgia

Walaupun obat-obat analgetika non-steroid cukup banyak diresepkan, ternyata

obat ini tidak terbukti efektivitasnya untuk terapi SF (Millea, 2000). Kortikosteroid,

obat-obat imunosupresan, dan analgetik opioid merupakan kontra indikasi karena

penghentiannya sering kali memicu suatu sindrom yang gejala-gejalanya

kebanyakan merupakan gejala-gejala fibromialgia. Pendapat lain menyalakan bahwa

analgesik opioid dapat dipakai tetapi dibatasi hanya untuk penderita nyeri hebat

dengan gangguan fungsi yang sangat atau yang dengan obat lain tidak efektif atau

ada kontra indikasi (Millea, 2000)

Tramadol rnerupakan analgesik yang bekerja sentral dengan cara pengikatan

pada reseptor opioid maupun secara inhibisi reuptake norepinephrine dan serotonin.

Obat ini masuk dalam lini kedua (Staud, 2006). Dosis biasanya 100 sarnpai 400

mg / hari, dimulai dengan 50 mg bila dikombinasikan dengan anti depresan.

Kombinasi asetaminofen 500 mg dan kodein 30 mg diberikan 3 - 4 kali pethari

dapat diberikan pada waktu ada lonjakan gejala atau pada penderita-penderita

dengan gejala-gejala yang berat dan tidak dapat diatasi dengan cara-cara lain

(lnanici, 2001).

GH telah diteliti dan dinyatakan bermanfaat untuk pengobatan penderita SF

tetapi mahal (Starlanyl, 1999) dan dimasukkan dalam third line therapy (Staud,

2006). Dilaporkan juga tentang pemakaian guaifenesin dengan dosis 300 - 600 mg

dua kali sehari yang dikatakan dapatmemberikan hasil yang baik.

Bila penanganan hanya dengan obat-obatan saja dan diberikan dalam jangka

waktu lama, lama kelamaan tidak akan bermanfaat lagi.

Suntikan lidokain yang dapat dikombinasikan dengan kortikosteroid pada

titik-titik nyeri (tender points TP) merupakan terapi tambahan yang bermanfaat

terutama pada penderita-penderita yang sangat terganggu oleh rasa nyeri pada

beberapa titik nyerinya.

Sesudah penyuntikan, tempat suntikan tersebut sebaiknya diberi es selama 20

menit tiap jamnya dalam jangka waktu 4 sampai 6 jam dan harus diistirahatkan

selama 48 jam untuk mencegah terjadinya lonjakan rasa nyeri pasca suntikan. Bila

perlu suntikan dapat diulang dalam 3-4 bulan (lnanici, 2001; Farhey, 2001.

Sampai saat ini untuk jangka panjang, penatalaksanaan SF yang pailng

penting adalah pendidikan pasien dan latihan-latihan, diusahakan untuk

Page 18: Fibromialgia

memperbaiki pola tidur, secara bertahap meningkatkan kebugaran fisik dan

menyingkirkan semua penderitaan psikologis.

Prognosis

Gejala SF dapat darim ringan sampai yang menyebabkan penderita tidak

berdaya, dan seringkali memberikan konsekwensi sosial dan emosional yang berat.

Sekitar 50% penderita mendapat kesulitan ataupun tak mampu melaksanakan

kegiatan sehari-hari. Penderita yang terpaksa berhenti bekerja ataupun pindah

pekerjaan karena sakitnya sekitar 30-40%. Walaupun gejala-gejala kelihatannya

stabil dalam beberapa waktu, beberapa penelitian jangka paniang menunjukkan

bahwa fungsi fisik dan keluhan nyerinya memberat (Staud, 2006). Penderita-

penderita yang menderita SF sebagai akibat daritrauma, seringkali keadaannya lebih

parah daripada mereka yang tidak mempunyai riwayat trauma.

Walaupun demikian, banyak pemerita dapet mengalami remisi setelah secara

aktif mengikuti pfogram-program menejemen penyakit secara efektif. Belum ada

obat untuk menyembuhkan SF tetapi penderitanya dapat diusahakan untuk menjadi

lebih baik (National Fibrornyalgia Partnership Publication, 2001).