Fgd bank indonesia keb fiskal dalam kerangka otonomi daerah

30
KEMENTERIAN KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA 1 IMPLEMENTASI OTONOMI DAERAH: Dalam perspektif Desentralisasi Fiskal Disampaikan pada FGD Kebijakan Fiskal dalam Kerangka Otonomi Daerah Bank Indonesia; Jakarta, 26 April 2013 Oleh : Prof. Heru Subiyantoro, Ph.D. Sekretaris Ditjen. Perimbangan Keuangan; Kementrian Keuangan

description

 

Transcript of Fgd bank indonesia keb fiskal dalam kerangka otonomi daerah

Page 1: Fgd bank indonesia keb fiskal dalam kerangka otonomi daerah

KEMENTERIAN KEUANGAN

REPUBLIK INDONESIA

1

IMPLEMENTASI OTONOMI DAERAH: Dalam perspektif Desentralisasi Fiskal

Disampaikan pada FGD Kebijakan Fiskal dalam Kerangka Otonomi Daerah

Bank Indonesia; Jakarta, 26 April 2013

Oleh :

Prof. Heru Subiyantoro, Ph.D.

Sekretaris Ditjen. Perimbangan Keuangan;

Kementrian Keuangan

Page 2: Fgd bank indonesia keb fiskal dalam kerangka otonomi daerah

OUTLINE

KEBIJAKAN DESENTRALISASI FISKAL SAAT INI 1

EVALUASI KEBIJAKAN DESENTRALISASI FISKAL 2

3 LANGKAH STRATEGIS DALAM MENJAWAB KENDALA DAN

TANTANGAN MELALUI REVISI UU 33/2004

2

1

2

3

Page 3: Fgd bank indonesia keb fiskal dalam kerangka otonomi daerah

3

KEBIJAKAN DESENTRALISASI FISKAL SAAT INI

Page 4: Fgd bank indonesia keb fiskal dalam kerangka otonomi daerah

KONSEPSI

• Desentralisasi adalah “alat” untuk mencapai tujuan politik tertentu dan sekaligus “alat” untuk meningkatkan layanan publik dan kesejahteraan masyarakat

• Pembagian fungsi/tugas/kewenangan antar level pemerintahan adalah hal paling substansial dalam implementasi desentralisasi

• Pembagian sumber pendanaan harus didahului oleh kejelasan pembagian tugas belanja publik (expenditure assignment), sehingga tidak terjadi mismatch antara kebutuhan dana dengan ketersediaan dana.

Page 5: Fgd bank indonesia keb fiskal dalam kerangka otonomi daerah

KONSEPSI (2)

• “Desentralisasi fiskal” adalah salah satu instrument dalam implementasi desentralisasi, yang dilakukan terutama melalui pembagian sumber penerimaan (revenue assignment), baik yang dilakukan melalui penyerahan kewenangan pemungutan maupun dalam bentuk transfer

• Implementasi desentralisasi fiskal di Indonesia lebih mengutamakan pemberian sumber pendanaan melalui transfer kepada daerah, yang diiringi dengan kewenangan yang luas untuk membelanjakannya (sebagian besar transfer berbentuk block grants)

• Untuk mengukur dan mebandingkan tingkat desentralisasi fiskal antar negara dapat dilakukan dengan melihat besarnya kewenangan atas penerimaan yang dipegang oleh daerah, dibandingkan dengan besarnya kewenangan belanja daerah.

Page 6: Fgd bank indonesia keb fiskal dalam kerangka otonomi daerah

6

INA

PERBANDINGAN DENGAN NEGARA LAIN BESARAN PERAN PEMERINTAH DAERAH

TERHADAP TOTAL PENERIMAAN DAN PENGELUARAN PEMERINTAHAN (%)

Porsi Pendapatan Daerah

terhadap Total Pendapatan

Nasional sekitar 7% sementara

persentase Belanja Daerah

sekitar 36% (Th 2011)

Desentralisasi di Indonesia lebih menekankan kepada desentralisasi di sisi

pengeluaran

Penerimaan daerah untuk mendanai kebutuhan belanjanya lebih banyak ditopang oleh

transfer dari Pusat

Page 7: Fgd bank indonesia keb fiskal dalam kerangka otonomi daerah

7

Hubungan Kebijakan Fiskal Nasional dan Daerah

Kebijakan

Moneter

Kebijakan

Neraca

Pembayaran Kebijakan

Sektor Riil

Kebijakan

Fiskal

Interrelasi Kebijakan Makro • Untuk mendukung dan

mempercepat pencapaian tujuan

nasional, maka kebijakan makro

ekonomi harus dilakukan melalui

harmonisasi arah kebijakan fiskal,

moneter, sektor riil maupun neraca

pembayaran.

• Untuk mewujudkan kebijakan

makro yang sehat perlu didukung

oleh kebijakan keuangan daerah

yang sejalan dengan kebijakan

fiskal nasional.

• Kebijakan fiskal diwujudkan

melalui strategi kebijakan

penerimaan dan pengeluaran

yang dikelola dalam APBN dan

APBD.

• Keterkaitan secara finansial antara

APBN dengan APBD tercermin

dari besarnya transfer ke daerah

yang mencapai sekitar 1/3 belanja

negara

Page 8: Fgd bank indonesia keb fiskal dalam kerangka otonomi daerah

8

Melalui Angg K/L

Belanja Pemerintah

Pusat

Transfer Ke Daerah

Daerah Pemerintah Pusat

Mendanai kewenangan

di luar 6 Urusan

Mendanai kewenangan 6

Urusan

PENDAPATAN

BELANJA

PEMBIAYAAN

APBN

Alur Belanja APBN ke Daerah

Dana Vertikal di Daerah

Hibah

Pinjaman

• Dana Perimbangan • Dana Otsus dan Penyesuaian

Dana Dekonsentrasi Dana Tgs Pembantuan

PNPM dan Jamkesmas

Subsidi dan Bantuan

Masuk APBD

8

Mendanai kewenangan

Daerah (Desentralisasi)

Melalui Angg

Non K/L

8

Page 9: Fgd bank indonesia keb fiskal dalam kerangka otonomi daerah

PERKEMBANGAN ALIRAN DANA APBN KE DAERAH

• Alokasi transfer ke daerah selalu meningkat dari tahun ke tahun, dari Rp253,3 triliun pada realisasi tahun 2007, terus meningkat hingga direncanakan mencapai Rp528,6 triliun pada APBN 2013.

• Transfer ke daerah telah mencapai kisaran 1/3 belanja negara. Pada APBN-P tahun 2012, total transfer ke daerah mencapai 30,9% dari belanja Negara dan naik menjadi 31,9% pada APBN 2013.

• Selain dana transfer ke daerah, pemerintah pusat juga mengalokasikan sebagian besar belanja untuk mendanai urusan pusat di daerah dan pelayanan kepada masyarakat, antara lain melalui subsidi, dana dekonsentrasi dan tugas pembantuan, bantuan masyarakat melalui PNPM dan Jamkesmas, hibah, dll.

• Apabila dihitung secara keseluruhan, maka dana yang mengalir ke daerah telah mencapai kisaran 60% dari belanja negara.

9

Page 10: Fgd bank indonesia keb fiskal dalam kerangka otonomi daerah

Dana ke Daerah = 1.025,42(61,85 %)

Belanja APBN 2013 (Triliun Rupiah)

Sumber : APBN--2013

Melalui Angg.K/L dan APP (Program Nasional)

Melalui APP (Subsidi) Melalui Angg. Transfer ke Daerah

(Masuk APBD) Melalui Angg. K/L

•PNPM 9.7(0.59%) • BBM 193.8(11.52%) •DBH 102(6.15%) • Dana Dekon 13.4(0.81%) •Jamkes 6.7(0.41%) • Listrik 80.9(4.88%) •DAU 311.1(18.76%) • Dana TP 13.6(0.82%) • Pangan 17.2(1.03%) •DAK 31.7(1.91%) • Dana Vertikal 143.6(8.66%) • Pupuk 16.2(0.97%) •OTSUS 13.4(0.81%) • Benih 1.5(0.08%) • Penyesuaian 70.4(4.24%)

*) APP = Anggaran Pembiayaan • dll 4.8 (0.20%)

dan Perhitungan

Total 16.5(0.99%) Total 309.6(18.68%) Total 528.6(31.89%) Total 170.7(10,3%)

Total Belanja = 1.657,91

10

Page 11: Fgd bank indonesia keb fiskal dalam kerangka otonomi daerah

11

• Kebijakan desentralisasi fiskal pada dasarnya mengikuti prinsip money follows function,

dimana penyerahan beban kewenangan kepada daerah harus diikuti dengan penyerahan

sumber-sumber pendanaan kepada daerah.

• Penyerahan sumber pendanaan terutama dilakukan melalui penyerahan kewenangan

untuk memungut pajak daerah dan retribusi daerah, dan penyerahan pendanaan melalui

transfer ke daerah.

• Desentralisasi fiskal di Indonesia menitikberatkan pada desentralisasi di sisi pengeluaran,

sehingga pemberian kewenangan pungutan perpajakan daerah dan retribusi daerah relatif

terbatas, namun kepada daerah diberikan kewenangan yang luas untuk melakukan

pengeluaran sesuai prioritas dan kebutuhan daerah.

• Sebagian besar dana transfer ke daerah bersifat block grant (dapat digunakan secara

bebas oleh daerah dan dipertanggungjawabkan sepenuhnya di level daerah, yaitu kepada

DPRD).

• Untuk mendukung pencapaian prioritas nasional, kepada daerah juga diberikan transfer

yang bersifat specific grant (diarahkan penggunaannya oleh Pusat), antara lain melalui

Dana Alokasi Khusus (DAK) sehingga dapat menjaga keterkaitan antara program di Pusat

dan daerah.

• Untuk menjaga governance penggunaan dana publik, maka pengelolaan APBD harus

mengacu kepada pola pengelolaan keuangan Negara yang diatur dalam paket UU

Keuangan Negara.

PRINSIP MONEY FOLLOWS FUNCTIONS DALAM KEBIJAKAN DESENTRALISASI FISKAL

Page 12: Fgd bank indonesia keb fiskal dalam kerangka otonomi daerah

Kebijakan Pajak dan Retribusi Daerah

12

Selama satu dasawarsa pelaksanaan otonomi daerah, UU Pajak Daerah dan

Retribusi Daerah (PDRD) telah mengalami dua kali perubahan, terakhir dengan UU

28/2009. Adapun perubahan utama kebijakan yang diatur dalam UU 28/2009

dibandingkan dengan UU sebelumnya (UU 34/2000) adalah:

Pokok Perubahan UU 28/2009 Tujuan perubahan

Jenis Pajak Daerah Closed-list, hanya yang

ditetapkan dalam UU

Memberikan kepastian kepada

masyarakat dan investor

tentang jenis pajak apa saja

yang berlaku di daerah

Local Taxing Power - Memperluas objek PDRD - Menambah jenis PDRD

- Memberikan diskresi

penetapan tarif kepada

daerah dalam batas tarif

maksimum yang ditetapkan

dalam UU

Dari sisi public accountability,

pajak punya kelebihan yaitu

keterkaitan yang erat antara

tax payers dengan pemerintah

daerah yang memungut. Oleh

karenanya pajak daerah perlu

diperkuat, melalui perluasan

objek pajak dan penambahan

jenis pajak baru (BPHTB,

PBB-P2 dan Pajak Rokok)

Page 13: Fgd bank indonesia keb fiskal dalam kerangka otonomi daerah

Sumber: Perpres No.5/2010 ttg RPJMN 2010-2014

Kebijakan Umum Transfer ke Daerah

• Meningkatkan kapasitas fiskal daerah dan

mengurangi kesenjangan fiskal antara pusat

& daerah dan antar daerah.

• Menyelaraskan kebutuhan pendanaan di

daerah sesuai dengan pembagian urusan

pemerintahan.

• Meningkatkan kualitas pelayanan publik di

daerah & mengurangi kesenjangan pelayanan

publik antar daerah.

• Meningkatkan kemampuan daerah dalam

mendorong perekonomian daerah.

• Mendukung kesinambungan fiskal nasional.

• Meningkatkan efisiensi pemanfaatan sumber

daya nasional.

• Meningkatkan sinkronisasi antara rencana

pembangunan nasional dengan rencana

pembangunan daerah.

0.0

100.0

200.0

300.0

400.0

500.0

600.0

2006 2007 2008 2009 2010 2011 APBN-P2012

APBN2013

Triliun Rupiah

DBH DAU DAK Otsus Penyesuaian

226.2

253.3

292.4 308.6

344.7

411.3

478.8

528.6

13

Page 14: Fgd bank indonesia keb fiskal dalam kerangka otonomi daerah

TREN TRANSFER KE DAERAH TAHUN 2008 - 2013

dalam miliar rupiah

Keterangan: Tahun 2008 – 2011 data diambil berdasarkan LKPP Tahun 2012 data APBNP Tahun 2013 data pagu APBN

14

Komponen Transfer 2008 2009 2010 2011 2012 2013

DAU 179.5 186.4 203.6 225.5 273.8 311.1

DAK 20.8 24.7 21 24.8 26.1 31.7

DBH 78.4 76.1 92.2 96.9 108.4 101.9

Dana Otsus 7.5 9.5 9.1 10.4 11.9 13.4

dana Penyesuaian 6.2 11.8 18.9 53.7 58.5 70.4

Total 292.4 308.6 344.7 411.3 478.8 528.6

0

50

100

150

200

250

300

350

2008 2009 2010 2011 2012 2013

Dal

am M

iliar

Ru

pia

h

DAU

DAK

DBH

Dana Otsus

dana Penyesuaian

Page 15: Fgd bank indonesia keb fiskal dalam kerangka otonomi daerah

15

Kebijakan Pinjaman Daerah

• Untuk menutup defisit anggaran daerah, dan terutama untuk

mendukung kebutuhan daerah dalam akselerasi pembangunan

daerah, Pemerintah Daerah dapat melakukan Pinjaman.

• Pinjaman dapat bersumber dari Pemerintah Pusat, Pemda lain,

perbankan dalam negeri maupun masyarakat.

• Daerah tidak dapat melakukan pinjaman langsung kepada pihak

luar negeri, kecuali dilakukan melalui Pemerintah Pusat dengan

mekanisme penerusan pinjaman

• Pinjaman Jangka Panjang digunakan untuk membiayai kegiatan

investasi prasarana dan/atau sarana dalam rangka penyediaan

pelayanan publik yang:

i. menghasilkan penerimaan langsung,

ii. menghasilkan penerimaan tidak langsung, dan/atau

iii. memberikan manfaat ekonomi dan sosial.

• Pinjaman Jangka Panjang berupa Obligasi Daerah digunakan

untuk membiayai kegiatan investasi prasarana dan/atau sarana

dalam rangka penyediaan pelayanan publik yang menghasilkan

penerimaan bagi APBD.

• Untuk menjaga prinsip kehati-hatian, Pusat melakukan

pengendalian batas maksimal kumulatif defisit daerah dan juga

batas maksimal kumulatif pinjaman daerah

Page 16: Fgd bank indonesia keb fiskal dalam kerangka otonomi daerah

16

EVALUASI KEBIJAKAN

DESENTRALISASI FISKAL : -Beberapa Kendala dan Tantangan-

1. PENGELOLAAN PAJAK DAERAH

2. PENGELOLAAN TRANSFER

3. PENGELOLAAN KEUANGAN

Page 17: Fgd bank indonesia keb fiskal dalam kerangka otonomi daerah

Posisi: Maret 2013

Sumber: DJPK dan DJP

No. Kesiapan Daerah

Jumlah Persentase (%)

Daerah Potensi berdasarkan

Penerimaan 2011 (juta Rp)

Jumlah Daerah

Potensi berdasarkan

Penerimaan 2011

1. Perda yang telah siap 284**) 7.756.855,24 57,72 93,9

2. Raperda (dalam proses) 107 344.382,36 21,75 4,2

3. Belum menyusun Raperda 101 158.865,41 20,53 1,9

Total 492 8.260.103,00 100 100

Catatan: *) Pemungutan PBB-P2 oleh Kabupaten/Kota paling lambat 1 Januari 2014. **) Mulai memungut PBB-P2:

Tahun 2011 : 1 Daerah; (Kota Surabaya) Tahun 2012 : 17 Daerah; Tahun 2013 : 105 Daerah; dan Tahun 2014 : 161 Daerah.

1. Kendala & Tantangan Pengelolaan Pajak Daerah

17

Sebanyak 18 daerah telah memungut PBB-P2 sebagai pajak daerah pada tahun 2012, meskipun

batas waktu pengalihan sampai dengan Januari 2014.

Sampai saat ini 57,72% Pemda siap untuk memungut PBB-P2, yang dari sisi potensi telah mencakup

93,9%.

Beberapa daerah terkendala oleh kecilnya potensi PBB-P2, kesiapan SDM, sarana dan pra sarana,

dan perangkat pendukung lainnya

Kepada daerah terus dilakukan sosialisasi, fasilitasi, dan bimbingan untuk pengalihan PBB-P2

KESIAPAN DAERAH UNTUK MEMUNGUT PBB-P2*

Page 18: Fgd bank indonesia keb fiskal dalam kerangka otonomi daerah

18

2. Kendala & Tantangan Pengelolaan Transfer (1)

• Identifikasi daerah penghasil (prinsip by origin) seringkali terlambat

karena keterlambatan penyediaan data perhitungan.

• Penyaluran DBH didasarkan pada realisasi yang baru diketahui pada

tahun berikutnya, sehingga menimbulkan permasalahan kurang bayar.

• Banyaknya usulan daerah untuk mendapatkan bagi hasil yang belum

diatur dalam UU, misalnya pajak ekspor, perkebunan, daerah pengolah

migas.

• Alokasi dasar yang dihitung berdasarkan gaji PNSD, menyebabkan

inefisiensi dalam belanja pegawai daerah.

• Formulasi dan kebijakan DAU yang dialokasikan secara otomatis untuk

daerah otonom baru mendorong pemekaran daerah.

• Alokasi DAU hasilnya baru dapat diinformasikan ke daerah pada bulan

November (setelah penetapan APBN akhir Oktober) menyulitkan daerah

dalam penyusunan APBD.

Page 19: Fgd bank indonesia keb fiskal dalam kerangka otonomi daerah

19

2. Kendala & Tantangan Pengelolaan Transfer (2)

• Kerancuan fokus DAK, equalisasi, national priority, atau support untuk

daerah dengan kapasitas fiskal rendah.

• Juknis DAK yang rigid dan seringkali terlambat sehingga menyulitkan

daerah dalam melaksanakan kegiatan DAK.

• Penyediaan Dana Pendamping dianggap memberatkan bagi beberapa

daerah.

• Penetapan daerah penerima dan besarannya tidak dapat diprediksi dan

baru dapat diinformasikan ke daerah pada bulan November (setelah

penetapan APBN akhir Oktober) menyulitkan daerah dalam penyusunan

APBD.

Page 20: Fgd bank indonesia keb fiskal dalam kerangka otonomi daerah

• APBD seharusnya ditetapkan paling lambat 31 Desember sebelum tahun anggaran berjalan.

• Untuk APBD Tahun 2013, dari 524 daerah, yang menetapkan APBD-nya tepat waktu (sebelum 31 Desember) sebanyak 327 daerah (62% daerah), kondisi ini meningkat dari tahun 2012 yg hanya 274 daerah (52%) dan pada tahuan 2011 yg hanya 211 daerah (40%).

3. Kendala Pengelolaan Keuangan Daerah (1)

20

KETERLAMBATAN PENETAPAN APBD

Page 21: Fgd bank indonesia keb fiskal dalam kerangka otonomi daerah

BELANJA 2008 2009 2010 2011 2012 2013

B. Pegawai 121,879 153,823 180,439 198,562 229,081 261,358

B. Modal 98,120 112,134 114,598 96,179 113,523 137,525

B. Barang&Jasa 56,360 72,510 79,600 82,007 104,221 122,422

B. Lainnya 30,176 39,935 40,584 50,110 67,555 96,460

Total 306,534 378,401 415,222 426,857 514,380 617,765

Data berdasarkan Perda APBD

* Data Konsolidasi non reciprocal account

** 2013 data sementara

Dalam miliar Rupiah

Proporsi terbesar

belanja daerah

adalah belanja

pegawai meskipun

terus menurun di 3

tahun terakhir.

Proporsi belanja

modal relatif kecil,

meskipun mengalami

peningkatan di tahun

3 tahun terakhir.

21

STRUKTUR BELANJA APBD YANG KURANG IDEAL

3. Kendala Pengelolaan Keuangan Daerah (2)

0.0

5.0

10.0

15.0

20.0

25.0

30.0

35.0

40.0

45.0

50.0

2008 2009 2010 2011 2012 2013

40.7 43.5

46.5 44.5

42.3 41.7

29.6 27.6

22.5 22.1 22.3 24.8

19.2 19.2 19.2 20.3 19.8 20.9

10.6 9.8 11.7 13.1

15.6 12.6

%

B. Pegawai B. Modal B. Barang&Jasa B. Lainnya

Page 22: Fgd bank indonesia keb fiskal dalam kerangka otonomi daerah

22

TW 1 TW 2 TW 3 TW 4

B. Pegawai 21.35 43.39 74.97 99.59 B. Barang&Jasa 10.06 30.47 49.76 90.41 B. Modal 2.73 10.26 26.61 97.34

B. Lainnya 14.56 44.09 77.86 118.83 Total Belanja 14.04 33.15 58.86 99.02

(Tahun 2011 Dalam %)

.000

20.000

40.000

60.000

80.000

100.000

120.000

140.000

TW 1 TW 2 TW 3 TW 4

B. Pegawai B. Barang&Jasa B. Modal B. Lainnya Total Belanja

Pola penyerapan

belanja daerah th

2010 sd 2012 relatif

hampir sama per

triwulan

Penyerapan Belanja

Modal di Tw I-III

sangat rendah,

namun melonjak

tinggi di akhir

November-Desember

Belanja Modal

PENYERAPAN APBD RELATIF LAMBAT

3. Kendala Pengelolaan Keuangan Daerah (3)

Page 23: Fgd bank indonesia keb fiskal dalam kerangka otonomi daerah

23

•Ternyata dana yang telah begitu besar ditransfer ke daerah, masih terdapat dana yang belum tergunakan oleh daerah

•Terjadi peningkatan dana Pemda di Bank sampai dengan bulan juni lalu mulai menurun sampai dengan bulan agustus disebabkan mulai dilakukannya proses pembayaran oleh pemda

•Posisi pada akhir Desember 2012 menunjukkan jumlah dana pemda yang idle di bank umum mencapai Rp99,2 triliun

• Bentuk dana pemda di Perbankan terdiri

dari simpanan berjangka, Giro dan

Tabungan.

• Giro lebih banyak digunakan untuk

transaksi sehari-hari Pemda (bagian

terbesar dana Pemda di Bank)

• Ternyata besaran dana dalam bentuk

simpanan berjangka mengalami tren

yg meningkat secara signifikan

dalam miliar Rupiah

3. Kendala Pengelolaan Keuangan Daerah (4)

Dana Idle Besar

0

20,000

40,000

60,000

80,000

100,000

120,000

2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012

Mili

ar R

up

iah

Simpanan Berjangka Giro Tabungan

4,000

54,000

104,000

154,000

204,000

254,000

Jan feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec

Mili

ar R

up

iah

2009 2010 2011 2012

Page 24: Fgd bank indonesia keb fiskal dalam kerangka otonomi daerah

24

• Meskipun secara agregat nominal APBD Propinsi lebih kecil dari APBD

Kab/Kota, namun persentase rasio SiLPA mereka lebih besar

• Hal ini menunjukkan bahwa persentase dana yang belum bisa

tergunakan secara optimal di Propinsi masih lebih besar.

SiLPA = SiLPA tahun berkenaan

Th 2012 menggunakan data proxy

SiLPA (triliun)

2010 2011 2012

Prop 19,0 25,4 31,0

Kab/Kota 37,5 52,6 66,0

Total 56,5 78,1 97,0

Perbandingan Rasio SiLPA thd Belanja (%) Besarnya SiLPA Th Berkenaan

3. Kendala Pengelolaan Keuangan Daerah (4)

Dana Idle Besar

17.0%

19.2%

17.0%

11.4%

13.6% 15.0%

0.0%

5.0%

10.0%

15.0%

20.0%

25.0%

2010 2011 2012

Prop Kab/Kota

Page 25: Fgd bank indonesia keb fiskal dalam kerangka otonomi daerah

25

Masih banyak daerah yang mendapatkan opini disclaimer dan tidak wajar atas LKPD mereka. Untuk LKPD tahun 2011, BPK telah menyelesaikan pemeriksaan/audit terhdap daerah dengan opini WTP diberikan kepada 67 daerah, lalu sebanyak 316 LKPD diberikan opini WDP, 38 disclaimer dan 5 tidak wajar.

Terdapat peningkatan jumlah daerah yang mendapatkan WTP. Meskipun demikian masih terdapat banyak daerah yang mendapat disclaimer bahkan dinyatakan Tidak Wajar.

BELUM OPTIMALNYA KUALITAS PENGELOLAAN ADMINISTRATIF

3. Kendala Pengelolaan Keuangan Daerah (5)

Page 26: Fgd bank indonesia keb fiskal dalam kerangka otonomi daerah

26

LANGKAH STRATEGIS DALAM

MENJAWAB KENDALA DAN TANTANGAN

MELALUI REVISI UU 33/2004

Page 27: Fgd bank indonesia keb fiskal dalam kerangka otonomi daerah

Transformasi

1. Pengendalian Pemekaran Daerah 2. Peningkatan kualitas SDM 3. Pengendalian Belanja APBD 4. Perbaikan Pengelolaan Keuangan Daerah 5. Reformulasi Sumber Pendanaan APBD 6. Surveillance Kinerja Keuangan Daerah 7. Pemberdayaan BUMD 8. Reward dan Punishment

LANGKAH STRATEGIS DALAM MENJAWAB KENDALA DAN TANTANGAN MELALUI REVISI UU 33/2004

27

Page 28: Fgd bank indonesia keb fiskal dalam kerangka otonomi daerah

28

POINT PENTING DALAM DRAFT REVISI UU 33/2004

Pengendalian pemekaran daerah o Pengalokasian Dana Perimbangan kepada daerah otonom baru tidak secara

otomatis setelah penetapan, namun baru dilakukan pada tahun kedua.

Peningkatan kualitas SDM o sertifikasi jabatan tertentu dalam pengelolaan keuangan daerah sehingga

diharapkan dapat memperbaiki kualitas SDM maupun kualitas

pengelolaannya;

Pengendalian belanja daerah dan perbaikan pengelolaan keuangan o penetapan “batas atas” porsi belanja pegawai dalam APBD sehingga

diharapkan dapat mendorong alokasi untuk belanja modal ataupun

maintenance infrastruktur;

o kontrol terhadap dana idle daerah, terutama pembatasan terhadap simpanan

Pemda di Bank dalam bentuk simpanan berjangka. Hal ini dimaksudkan agar

daerah lebih fokus pada belanja untuk peningkatan kuantitas dan kualitas

public service delivery, dan mengurangi fokus daerah pada investasi financial;

Surveillance serta reward and pubishment: o surveillance dilakukan secara berkala, yang dimaksudkan sebagai salah satu

alat untuk memberikan reward and punishment kepada daerah yang

didasarkan pada kinerja keuangannya.

Selain itu, dalam revisi juga diatur beberapa pokok-pokok kebijakan untuk

pemberdayaan BUMD.

Page 29: Fgd bank indonesia keb fiskal dalam kerangka otonomi daerah

29

POINT PENTING DALAM DRAFT REVISI UU 33/2004

Reformulasi Sumber Pendanaan APBD o Menghapus alokasi dasar (belanja pegawai daerah) dari formula DAU,

sehingga formula DAU hanya didasarkan pada Fiscal Gap, yaitu selisih antara

Fiscal Needs dan Fiscal Capacity daerah sehingga akan mengurangi

dorongan potensi inefisiensi belanja pegawai.

o Reformulasi DAK, sehingga lebih fokus pada pencapaian SPM di sektor

kesehatan, pendidikan dan infrastruktur dasar (jalan, jembatan, air minum dan

irigasi).

o Mendesain DAK dalam konsep output based untuk mengurangi rigiditas

petunjuk penggunaan dari Pusat, namun digantikan dengan target output yang

harus dicapai oleh daerah.

o Penerapan kerangka pendanaan jangka menengah pada DAK yang

dimaksudkan untuk mengurangi komplikasi penyusunan APBD sebagai akibat

sempitnya jarak waktu antara penetapan DAK dengan tenggat waktu

penetapan APBD.

o Mengembalikan konsepsi by origin dalam DBH serta menghapus DBH tertentu

yang dinilai tidak memberikan dampak signifikan kepada daerah namun

menganggu prinsip by origin karena harus dibagi merata (Perikanan).

o Untuk mengatasi masalah penyaluran DBH di akhir tahun akan digunakan

sistem prognosa pada akhir tahun, yang selanjutnya akan diperhitungkan

pada tahun anggaran berikutnya.

Page 30: Fgd bank indonesia keb fiskal dalam kerangka otonomi daerah

30