Fermentasi Substrat Padat: Kecap_Edwin Prasetyo_12.70.0181_F4

19
Acara I FERMENTASI SUBSTRAT PADAT KECAP LAPORAN RESMI PRAKTIKUM TEKNOLOGI FERMENTASI Disusun oleh: Nama : Edin Prase!"o NIM : #$%&'%'#(# Kelom)o* F+ PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNI,ERSITAS KATOLIK SOEGI-APRANATA SEMARANG $'#.

description

Megenal cara pembuatan kecap dari awal hingga akhir.

Transcript of Fermentasi Substrat Padat: Kecap_Edwin Prasetyo_12.70.0181_F4

Acara I

2

FERMENTASI SUBSTRAT PADAT KECAPLAPORAN RESMI PRAKTIKUM

TEKNOLOGI FERMENTASIDisusun oleh:

Nama : Edwin Prasetyo

NIM : 12.70.0181

Kelompok F4

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA

SEMARANG

2015

1. HASIL PENGAMATAN

Berdasarkan percobaan yang telah praktikan lakukan, diperoleh hasil yang dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Hasil Pengamatan Kecap

KelompokPerlakuanAromaRasaWarnaKekentalan

F10,5% inokulum + kedelai hitam++++++++

F20,75% inokulum + kedelai putih+++++++++

F30,75% inokulum + kedelai hitam++++++++++++

F41% inokulum + kedelai putih+++++++++++

F51% inokulum + kedelai hitam+++++++++++

Keterangan:

Aroma

Rasa

Kekentalan

+: Kurang Kuat

+: Kurang Kuat

+ : Kurang Kental

++: Kuat

++: Kuat

++ : Kental

+++: Sangat Kuat

+++: Sangat Kuat

+++ : Sangat Kental

Warna

+: Kurang Hitam

++: Hitam

+++: Sangat HitamDari tabel 1 di atas, dapat dilihat bahwa tiap kelompok memiliki aroma, rasa, warna, dan viskositas atau kekentalan yang berbeda-beda. Untuk warna, warna paling gelap dihasilkan oleh kecap milik kelompok F1, F3, F4, dan F5 yaitu sangat hitam. Untuk aroma, aroma yang sangat kuat dihasilkan oleh kecap milik kelompok F3, F4 dan F5. Untuk segi rasa, rasa kuat dihasilkan dari kecap milik kelompok F1, F2, dan F5, sedangkan rasa sangat kuat dihasilkan dari kecap milik kelompok F3 dan F4. Dan untuk segi kekentalan, kekentalan yang dihasilkan oleh kecap milik kelompok F2, F3, dan F5 adalah sangat kental, sedangkan kecap milik kelompok F1 dan F4 adalah kental. 2. PEMBAHASAN

Pada praktikum ini, praktikan akan melakukan pembuatan kecap. Kecap sendiri menurut Rahman (1992) merupakan makanan tradisional yang dibuat dari fermentasi kedelai hitam atau kacang-kacangan lainnya yang menghasilkan cairan warna coklat sampai hitam. Menurut Shin et al. (2007), produk fermentasi seperti kecap kebanyakan difermentasi oleh jamur, ragi, bakteri atau kombinasi dari mikroorganisme. Namun ada beberapa produk fermentasi secara eksklusif oleh bakteri asam laktat sebagai makanan probiotik. Astawan & Astawan (1991) menambahkan bahwa kecap di Indonesia kebanyakan dibuat secara tradisional yaitu dengan membiarkan kapang tumbuh secara spontan, sehingga mutu kecap yang dihasilkan pun berbeda-beda. Jenis kecap yang praktikan buat dalam praktikum ini adalah kecap manis. Santoso (1994) mengungkapkan bahwa kecap manis punya konsentrasi gula yang lebih tinggi. Menurut Purwoko & Noor (2007), proses fermentasi kecap terdiri dari 2 tahap, yaitu fermentasi padat (fermentasi koji/tempe) dan fermentasi cair (fermentasi moromi).Pada praktikum ini praktikan menggunakan kedelai hitam dan kedelai putih sebagai bahan utamanya. Bahan yang praktikan gunakan dalam praktikum ini sesuai dengan teori yang diungkapkan Kasmidjo (1990). Menurut Kasmidjo (1990) bahan dasar pembuatan kecap adalah kedelai putih atau hitam dalam bentuk utuh/hancur atau sudah hilang lemaknya. Kasmidjo (1990) menambahkan bahwa penggunaan kedelai bebas lemak sebagai bahan dasar pembuatan kecap menyebabkan jumlah gliserol yang dihasilkan lebih rendah yaitu sekitar 0,4-0,5%, sedangkan dari bahan dasar kedelai utuh kandungan gliserolnya sebesar 1,0-1,2%; kadar gliserol >0,5% memberikan flavor yang manis. Kedelai bebas lemak lebih banyak dipergunakan sehingga bahan dasar pembuatan kecap karena komponen proteinnya relatif lebih tinggi. Penggunaan biji kedelai tanpa dihilangkan lemaknya hasilnya lebih stabil, tetapi fermentasi dalam larutan garam memerlukan waktu lebih lama karena asam lemaknya dapat menghambat pertumbuhan yeast. Hal ini juga didukung oleh Purwoko & Noor (2007) yang mengatakan bahwa kedelai hitam biasanya terbatas hanya digunakan sebagai bahan baku pembuatan kecap.Pada pembuatan kecap pada praktikum ini ada 2 tahap yang dilakukan yakni tahap penjamuran dan tahap perendaman. Untuk tahap penjamuran diawali dengan kedelai dicuci kemudian direndam selama 1 malam. Tujuan pencucian biji kedelai menurut Santoso (1994) adalah agar kotoran yang masih melekat maupun tercampur dengan biji kedelai dapat hilang, sedangkan tujuan perendaman biji kedelai selama 1 malam menurut Tortora et al. (1995) adalah untuk hidrasi air ke dalam biji sehingga jika kedelai dimasak maka hanya akan memerlukan waktu yang pendek karena kedelai akan mudah lunak akibat perlakuan perendaman. Kasmidjo (1990) menambahkan bahwa perendaman mempermudah menghilangkan kulit. Perendaman harus dilakukan dalam air berlebih. Selama perendaman kedelai akan menyerap air sehingga beratnya menjadi 2x lipat (berarti kedelai menyerap air kira-kira sebanyak beratnya sendiri).Setelah itu kulit kedelai dikupas. Dalam pengupasan itu, dilakukan penyortiran, dipilih biji kedelai hitam yang berkualitas baik. Langkah ini sesuai dengan teori Santoso (1994). Santoso (1994) mengungkapkan bahwa tujuan penyortiran adalah untuk memperoleh produk kecap kedelai yang berkualitas prima. Kedelai yang berkualitas baik tersebut kemudian direbus selama 1 jam, ditiriskan lalu didinginkan dengan cara diangin-anginkan. Langkah perebusan yang praktikan lakukan sesuai dengan teori. Menurut Santoso (1994), perebusan ini merupakan perebusan I, dimana tujuan dari perebusan I ini adalah agar didapatkan biji kedelai yang lunak dan kulitnya mudah dikupas. Tortora et al. (1994) menambahkan bahwa tujuan perebusan adalah untuk melunakkan biji kedelai, merusak protein inhibitor, menginaktifkan zat-zat antinutrisi dan menghilangkan bau langu, membunuh bakteri yang ada di permukaan kedelai. Pada tahap perendaman dan perebusan (pemasakan) ini, praktikan menggunakan air sebagai medianya. Hal ini sesuai dengan teori Santoso (1994), dimana air berfungsi untuk mencuci atau membersihkan biji kedelai dan merebus untuk proses pembuatan kecap.

Untuk langkah penirisan juga sesuai dengan teori Santoso (1994), dikatakan bahwa penirisan ini berfungsi untuk memisahkan kedelai dari air rebusan. Kedelai yang telah dingin ditimbang sebanyak 200 gram untuk masing-masing kelompok. Kedelai kemudian dimasukkan ke besek. Setelah itu diberi perlakuan dengan ketentuan sebagai berikut:

Kelompok F1: 0,5% inokulum + kedelai hitamKelompok F2: 0,75% inokulum + kedelai putihKelompok F3: 0,75% inokulum + kedelai hitamKelompok F4: 1% inokulum + kedelai putihKelompok F5: 1% inokulum + kedelai hitamSetelah kedelai tercampur rata, kedelai disimpan dalam besek pada suhu ruang selama 3 hari sampai terbentuk koji. Penggunaan besek ini sesuai dengan teori yang diungkapkan Sulistyo & Sayuti (2005). Hal ini juga didukung oleh Kasmidjo (1990) yang mengatakan bahwa pembuatan koji biasanya dilakukan dengan menghamparkan bahan yang telah diinokulasi ke dalam nampan dari bambu yang berlubang-lubang atau stainless steel dalam suhu 25-35(C selama 45 jam. Nampan dari bambu yang berlubang di sini maksudnya adalah besek.

Langkah penambahan inokulum sesuai dengan teori. Santoso (1994) mengungkapkan bahwa tahap ini merupakan tahap penjamuran. Santoso (1994) menambahkan penjamuran dilakukan saat kedelai sudah dingin, sebab bibit jamur yang diberikan dapat mati apabila keadaan kedelainya masih panas. Tahap penjamuran menentukan berhasil tidaknya membuat kecap kedelai. Cara penjamuran yang dilakukan adalah bibit/jamur diusap-usapkan atau diaduk bersama kedelai hingga merata, setelah itu diangin-anginkan sebentar, lalu disimpan sekitar 4-5 hari. Pada akhir proses penjamuran, tampak biji kedelai sudah penuh ditumbuhi jamur berwarna putih merata/berwarna kehijau-hijauan.Setelah 3 hari dilakukan inkubasi, diperoleh hasil bahwa tumbuh bintik-bintik putih pada permukaan kedelai. Hal ini sesuai dengan teori Santoso (1994). Namun praktikan tidak dapat memastikan kapan kapang mulai tumbuh, hal ini karena praktikan tidak melakukan pengamatan setiap harinya. Jenis kapang yang dominan dalam pembentukan koji menurut Kasmidjo (1990) yakni A.oryzae atau A.soyae yang menghasilkan enzim protease untuk menghidrolisis komponen-komponen protein dalam biji kedelai sebanyak 65-90% protein dari bahan dasar diubah dalam bentuk terlarut selama fermentasi. Hasil ini sesuai dengan teori. Ragi tempe itu sendiri menurut Asryani (2007) merupakan bahan yang mengandung mikroorganisme berupa biakan jamur tempe (kapang). Faktor yang dapat berpengaruh pada pembentukan kapang ini adalah lamanya inokulum beradaptasi. Menurut Fardiaz (1992), lamanya adaptasi ini dipengaruhi medium dan lingkungan pertumbuhan serta jumlah inokulum. Dari teori ini dapat dikatakan bahwa ragi tempe lebih cepat beradaptasi dan penggunaan inokulum Aspergillus oryzae kurang, padahal menurut Fardiaz (1992) mengatakan bahwa jumlah inokulum awal yang tinggi mempercepat fase adaptasi). Rahayu et al. (1993) dan Shin et al. (2007) menambahkan bahwa saat fermentasi kapang (koji), protein dan karbohidrat bahan baku didegradasi oleh protease, peptidase (termasuk gluminase), amilase turunan dari koji.

Tahap yang kedua adalah tahap perendaman. Langkah pertama yang dilakukan adalah koji yang terbentuk dikeringkan dalam dehumidifier selama 4 jam. Tahap ini merupakan tahap pengeringan. Tujuan pengeringan menurut Winarno et al. (1980) adalah untuk mengeluarkan/menghilangkan sebagian air dari suatu bahan dengan cara menguapkan air dengan energi panas. Selain itu menurut Tortora et al. (1995), tujuan pengeringan adalah memudahkan penghilangan kapang yang melekat pada permukaan substrat. Peppler & Perlman (1979) menambahkan bahwa pengeringan juga berfungsi untuk menurunkan kadar air dari kedelai sehingga kemungkinan jamur yang belum mati akan lambat laun terhambat pertumbuhannya karena jamur tidak dapat tumbuh tanpa air. Lama waktu pengeringan yang praktikan lakukan berbeda dengan lama waktu pengeringan yang diungkapkan Purwoko & Noor (2007), dikatakan bahwa tempe tersebut dikeringkan pada suhu 60oC selama 5 hari.Penggunaan dehumidifier sebagai alat pengering dalam praktikum ini juga sesuai dengan teori. Menurut Sharma & Caralli (1998), dehumidifier adalah alat pengeringan yang menggunakan prinsip mengurangi kelembaban melalui perpindahan panas dan meningkatkan laju gaya pendorong. Fellows (1998) menambahkan bahwa pengeringan pada alat ini merupakan pengeringan konveksi, dimana menurut Fellows (1990) pengeringan konveksi merupakan pengeringan dimana panas yang diperlukan dipindahkan langsung ke bahan yang akan dikeringkan (biasanya udara).Kedelai yang sudah kering dimasukkan ke dalam wadah plastik. Langkah ini sedikit berbeda dengan teori yang diungkapkan Purwoko & Noor (2007), dikatakan bahwa kedelai yang sudah dikeringkan kemudian dihaluskan. Setelah itu ditambahkan dengan larutan garam 20% dan direndam selama 1 minggu (setiap siang hari dijemur dan diaduk). Langkah ini sesuai dengan teori yang diungkapkan oleh Santoso (1994) yang mengatakan bahwa biji kedelai yang telah berjamur itu dimasukkan dalam larutan garam 20% dan selama proses penggaraman, perlu dijemur di panas matahari sambil diaduk-aduk. Astawan & Astawan (1991) mengungkapkan bahwa garam berfungsi sebagai bahan pengawet, mengekstraksi senyawa-senyawa sederhana hasil hidrolisis pada tahap fermentasi oleh jamur, dan menyeleksi kegiatan mikroba yang tumbuh serta untuk menimbulkan rasa asin dan sebagai medium selektif untuk mencegah pertumbuhan mikrobia berbahaya tetapi masih memungkinkan pertumbuhan khamir dan bakteri yang diperlukan dalam pembentukan citarasa. Bila fermentasi dilakukan tanpa garam, maka akan terjadi proses fermentasi anaerob yang tidak diinginkan. Waktu fermentasi yang praktikan gunakan dalam praktikum kurang sesuai dengan teori yang diungkapkan Astawan & Astawan (1991) dan Purwoko & Noor (2007), dikatakan bahwa fermentasi dalam larutan garam butuh waktu 2-4 minggu. Hasil dari inkubasi (perendaman) ini dinamakan moromi. Oleh karena itu tahap perendaman dalam larutan garam disebut tahap moromi. Langkah pengadukan yang praktikan lakukan sesuai dengan teori Tortora et al. (1995), dimana tujuan pengadukan adalah agar larutan garam dapat homogen menyentuh permukaan substrat dan memberikan udara untuk merangsang pertumbuhan khamir dan bakteri.Pada tahap moromi (brine fermentation) ini dihasilkan flavor yang khas dan warna kecoklatan. Hal ini sesuai dengan teori. Menurut Astawan & Astawan (1991), dikatakan bahwa flavor/aroma ini muncul saat perendaman karena tumbuhnya bakteri halofilik secara spontan yang membentuk flavor yang khas. Kasmidjo (1990) menambahkan bahwa fermentasi oleh bakteri menghasilkan asam organik (asam asetat, asam laktat, asam suksinat dan asam fosfat) yang berperan dalam pembentukan citarasa, warna dan daya simpan. Sedangkan fermentasi oleh khamir menghasilkan 4-etilguakol, 4-etilfenol dan 2-fenil etanol berperan dalam pembentukan citarasa khas kecap. Namun flavor yang dihasilkan tiap kelompok tidak semuanya flavor yang baik, flavor kelompok C1 misalnya menghasilkan flavor busuk. Hal ini dapat disebabkan karena adanya kontaminasi mikroba lain yang menimbulkan flavor busuk. Atlas (1984) menambahkan bahwa mikrobia yang berperan di dalam fermentasi garam berasal dari lingkungan sekitar fermentasi berlangsung atau alami, yaitu bakteri (BAL) menghasilkan asam laktat dan mencegah terjadinya pembusukan oleh mikroorganisme lain dan yeast yang akan menggunakan gula sederhana hasil pemecahan fermentasi kapang untuk menghasilkan alkohol.Moromi yang telah siap kemudian dipres dengan kain saring sampai diperoleh cairan sebanyak 250 ml. Menurut Santoso (1994), penyaringan ini merupakan penyaringan I, dimana dari penyarigan I ini akan diperoleh filtrat yang nantinya akan menjadi kecap. Filtrat yang praktikan peroleh berwarna kecoklatan. Ini sesuai dengan teori Astawan & Astawan (1991), dikatakan bahwa selama fermentasi dalam larutan garam, warna larutan kecap akan berubah akibat warna yang terbentuk sebagai hasil reaksi browning antara gula pereduksi dengan gugus amino dari protein. Pada praktikum ini filtrat yang dibutuhkan sebanyak 250 ml dan jika hasil penyaringannya