Fermentasi Nata de Coco _ Fanny Owela _ 11.70.0112 _ C2

26
1. HASIL PENGAMATAN Hasil pengamatan pengujian terhadap aroma, warna, kekentalan, dan rasa pada kecap dapat dilihat pada tabel 1. Tabel 1. Hasil Pengamatan Fermentasi Kecap. Kel. Aroma Warna Kekentalan Rasa C1 ++ ++ + + C2 + + + + C3 + ++ + + C4 + + + ++ C5 + ++ ++ ++ Keterangan : Aroma : Warna : Kekentalan : Rasa : + : kurang kuat : kurang hitam : kurang kental : kurang manis ++ : kuat : hitam : kental : manis +++ : sangat kuat : sangat hitam : sangat kental : sangat manis Tabel diatas menjelaskan hasil fermentasi kecap yang dilakukan oleh kloter C. Perlu diketahui bahwa masing- masing kelompok memiliki sekidit perbedaan dalam perlakuan yang diberikan, yaitu kelompok C1 dan C2 diberikan inokulum sebanyak 0,5% pada kedelai yang difermentasi, kemudian kelompok C3 dan C4 diberikan inokulum 0,75% pada kedelainya, sedangkan kelompok C5 diberikan inokulum sebesar 1% juga pada kedelai yang difermentasi. Hasil yang didapat ialah seperti yang dapat dilihat pada tabel bahwa kelompok C1 memiliki aroma yang kuat, dengan warna yang hitam namun kurang kental dan kurang manis. Kelompok C2 1

description

laporan praktikum fementasi 2014

Transcript of Fermentasi Nata de Coco _ Fanny Owela _ 11.70.0112 _ C2

1. HASIL PENGAMATAN

Hasil pengamatan pengujian terhadap aroma, warna, kekentalan, dan rasa pada kecap

dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Hasil Pengamatan Fermentasi Kecap.

Kel. Aroma Warna Kekentalan RasaC1 ++ ++ + +C2 + + + +C3 + ++ + +C4 + + + ++C5 + ++ ++ ++

Keterangan :Aroma : Warna : Kekentalan : Rasa :+ : kurang kuat : kurang hitam : kurang kental : kurang manis++ : kuat : hitam : kental : manis+++ : sangat kuat : sangat hitam : sangat kental : sangat manis

Tabel diatas menjelaskan hasil fermentasi kecap yang dilakukan oleh kloter C. Perlu

diketahui bahwa masing-masing kelompok memiliki sekidit perbedaan dalam perlakuan

yang diberikan, yaitu kelompok C1 dan C2 diberikan inokulum sebanyak 0,5% pada

kedelai yang difermentasi, kemudian kelompok C3 dan C4 diberikan inokulum 0,75%

pada kedelainya, sedangkan kelompok C5 diberikan inokulum sebesar 1% juga pada

kedelai yang difermentasi. Hasil yang didapat ialah seperti yang dapat dilihat pada tabel

bahwa kelompok C1 memiliki aroma yang kuat, dengan warna yang hitam namun

kurang kental dan kurang manis. Kelompok C2 memiliki aroma, warna, kekentalan, dan

rasa yang kurang secara keseluruhan. Kelompok C3 mendapatkan hasil berupa aroma

yang kurang kuat, dengan warna yang hitam, akan tetapi kurang kental dan kurang

manis. Kelompok C4 mendapatkan hasil yang mirip dengan kelompok C2 namun

dengan sedikit perbedaan, yaitu aroma yang kurang kuat dengan warna yang kurang

hitam dan kurang kental, tapi rasa yang manis. Sedangkan pada kelompok C5, aroma

yang didapatkan dari kecap yang dihasilkan ialah kurang kuat, namun warna yang

dihasilkan sudah hitam yang kental dan rasa yang manis.

1

2. PEMBAHASAN

Pada praktikum teknologi fermentasi dengan judul fermentasi substrat padat yaitu

fermentasi kecap ini, praktikan melakukan fermentasi dengan menggunakan kedelai

kuning. Menurut Rahman (1992), kecap merupakan salah satu jenis makanan tradisional

yang dihasilkan melalui fermentasi dari kedelai hitam, atau dengan menggunakan jenis

kacang-kacangan lainnya. Kecap dapat digunakan sebagai bahan penyedap tambahan

dalam tujuan untuk memperkuat flavor, serta dapat memberikan warna pada produk lain

yang ditambahkan. Asam glutamat dalam kecap juga mampu memberikan rasa sedap

pada kecap yang ditambahkan pada bahan makanan lain dalam kondisi bebas.

Muangthai et al (2007) menambahkan bahwa asam amino glutamat merupakan asam

amino yang paling banyak terdapat dalam kecap. Rahman (1992) juga menambahkan

bahwa pada prinsipnya kecap dibagi menjadi 2 jenis berdasarkan tingkat kekentalannya,

yaitu kecap manis dan kecap asin dengan kecap manin memiliki kekentalan yang lebih

tinggi daripada kecap asin.

Menurut jurnal Study on the Production of Fermented Soybean Sauce by Using

Aspergillus oryzae and Aspergillus flavus, oleh Lynn et al (2013), kecap mengandung

banyak asam amino esensial seperti Valin, Triptophan, Lisin, Histidin, dan banyak

mengandung vitamin terutama vitamin B6 dan antioksidan isoflavon. Ditinjau dari

komposisinya, kecap merupakan makanan yang mudah diserap dan dicerna tubuh

karena tersusun dari komponen yang berat molekulnya tergolong rendah. Produk kecap

biasanya mengandung protein dengan peptida yang sederhana dan asam-asam amino,

maka dari itu konsumen kecap mendapatkan protein yang mudah dicerna dari konsumsi

kecap selain dari mendapatkan vitamin yang banyak terkandung dalam kecap.

Kemudahan kelarutan kecap juga dijelaskan oleh Kasmidjo (1990) bahwa kecap

memiliki kelarutan hingga 90%.

Kecap merupakan produk yang kaya akan kandungan flavor organik yang mudah

menguap seperti ester, fenol, alkohol, asam, dan senyawa-senyawa heterosiklik Feng et

al (2013). Namun mutu kecap dan kandungan keseluruhan dari kecap dapat berbeda-

beda karena di Indonesia kecap biasanya dibuat secara tradisional oleh banyak

2

3

kelompok industri. Pembuatan kecap secara tradisional ini dilakukan dengan

membiarkan kapang yang diberikan pada media tumbuh secara langsung (Astawan &

Astawan, 1991). Faktor-faktor yang dapat menyebabkan kecap memiliki perbedaan

mutu ialah jenis kedelai yang digunakan, lama fermentasi dalam larutan garam, dan

kemurnian biakan kapang yang digunakan untuk proses fermentasi.

Secara umum, proses pembuatan kecap terdiri dari 3 cara, yaitu proses fermentasi,

proses hidrolisis, dan gabungan dari kedua prose itu yaitu fermentasi dan hidrolisis

(Purwoko, 2007). Prinsip umum dari pembuatan kecap ialah untuk menguraikan

protein, karbohidrat, dan lemak menjadi komponen yang lebih sederhana yaitu asam

amino, glukosa, dan asam lemak. Dalam praktikum, pembuatan kecap dilakukan dengan

proses fermentasi dimana dibagi lagi menjadi 4 tahap utama, yaitu fermentasi kapang,

fermentasi larutan garam, filtrasi dan pasteurisasi, serta pematangan.

2.1. Tahapan Pembuatan Kecap dan Bahan yang Digunakan

Seperti yang disampaikan diatas, pembuatan kecap dengan proses fermentasi akan

melalui tahap fermentasi kapang dan fermentasi dalam larutan garam. Hal ini sesuai

dengan yang dilakukan praktikan dalam pengujian laboratorium bahwa fermentasi

kecap akan melalui 2 tahapan tersebut sebelum proses pemasakan kecap. Proses

pembuatannya menggunakan kedelai kuning sebagai bahan utama pembuatan kecap.

Jenis kedelai kuning dipilih karena pembuatan kecap juga dapat menggunakan kedelai

kuning selain dari penggunaan kedelai hitam yang biasa digunakan dalam pembuatan

kecap. Hal ini sudah sesuai dengan teori yang disampaikan Kasmidjo (1990).

Pembuatan kecap diawali dengan perendaman kedelai hingga seluruh permukaan

kedelai terendam air. Proses perendaman dilakukan selama 1 malam sebelum kedelai

digunakan untuk praktikum di laboratorium.

Proses perendaman bertujuan untuk hidrasi kedelai sehingga mempermudah dalam

proses pemasakan nantinya karena kedelai menjadi lebih lunak karena perendaman

(Tortora et al, 1995). Kasmidjo (1990) menambahkan bahwa setelah proses

perendaman, kedelai akan mengalami pertambahan berat akibat dari masuknya air

kedalam biji kedelai tersebut. Setelah biji kedelai mekar, air yang digunakan untuk

4

merendam kedelai dibuang dan kedelai ditiriskan. Selanjutnya dilakukan proses

pemisahan kacang kedelai dari kulit arinya. Proses pemisahan ini dilakukan secara

manual oleh praktikan dengan tujuan untuk memisahkan kedelai dari kulitnya sehingga

didapatkan kedelai tanpa kulit ari sekaligus membersihkan kedelai dari kotoran-kotoran

yang mungkin menempel pada bagian luar kedelai (Astawan & Astawan, 1991).

Tahap selanjutnya ialah perebusan kedelai. Proses ini menurut Tortora et al (1995)

memiliki beberapa tujuan, yaitu :

- Melunakan biji kedelai

- Merusak protein inhibitor

- Menghilangkan bau langu pada kedelai

- Menginaktifkan zat antinutrisi

- Menghilangkan mikroorganisme kontaminan yang mungkin ada pada

permukaan kedelai

- Memecah protein yang ada dalam kedelai tanpa menyebabkan kerusakan.

Proses perebusan dapat kembali meningkatkan aktivitas air bebas dalam biji kedelai,

untuk itu perlu dilakukan penirisan supaya air dalam kedelai berkurang dan aktivitas air

bebas dalam kedelai juga berkurang karena berkurangknya air. Kemudian, kedelai yang

tidak begitu basah dan lebih dingin tersebut diletakkan diatas tampah yang sudah dialasi

dengan daun pisang bersih. Tampah dpilih sebagai wadah karena memingkinkan adanya

oksigen yang masuk yang berguna untuk fermentasi kapang dalam pembuatan kecap.

Menurut Chungqi et al (2013) dalam jurnal yang berjudul Biochemical Changes in the

Fermentation of the Soy Sauce Prepared with Bitter, proses fermentasi kecap dengan

batch konvensional kedelai dimulai dengan campuran antara kedelai dan kapang pada

rasio perbandingan tertentu.

Penambahan inokulum dengan perbandingan tertentu kedalam kedelai ialah pada

kelompok C1 dan C2 ditambahkan 0,5% inokulum, kelompok C3 dan C4 sebanyak

0,75% inokulum, sedangkan kelompok C5 sebanyak 1% inokulum komersial tempe

(Gambar 1). Setelah penambahan inokulum, kedelai dan inokulum yang ditambahkan

diaduk merata. Inokulum yang digunakan ini merupakan Rhizopus sp. Setelah

5

penambahan inokulum, tampah ditutup dengan penutup lalu diinkubasi selama 3 hari.

Fermentasi harus dilakukan dalam jumlah dan lama waktu yang tepat karena jika terlalu

lama akan menghasilkan enzim yang terlalu banyak sehingga menghasilkan cita rasa

yang kurang baik (Su et al, 2005) sedangkan jika terlalu sebentar, maka enzim yang

dihasilkan masih terlalu sedikit dan belum mengeluarkan komponen-komponen yang

penting untuk proses fermentasi (Astawan & Astawan, 1991).

Gambar 1. Kedelai yang diberikan penambahan inokulum dan diaduk rata.

Konsentrasi inokulum yang ditambahkan dalam kedelai yang difermentasi akan

mempengaruhi komponen kimia yang dihasilkan dalam kecap nantinya. Komponen

tersebut dihasilkan dari penguraian karbohidrat, protein, dan lemak oleh enzim-enzim

yang dikeluarkan oleh mikroorganisme yang digunakan untuk menghasilkan kecap.

Semakin banyak penggunaan inokulum maka akan semakin cepat mikroorganisme

menguraikan komposisi kimia kompleks menjadi lebih sederhana. Namun, terlalu

cepatnya proses penguraian akan menghasilkan kuliatas produk akhir yang tidak sesuai

dengan yang diharapkan karena akan menghasilkan rasa yang berbeda. Proses

fermentasi juga akan menghasilkan asam amino bebas (Yanfang & Wenyi, 2009). Asam

amino bebas akan menghasilkan produk yang beraneka ragam rasa seperti, asin, manis,

dan umami, bahkan pahit.

Keberhasilan dari proses fermentasi dipengaruhi oleh kondisi lingkungan medianya.

Maka dari itu, kondisi lingkungan tempat inokulasi media perlu diatur dan dijaga

supaya sesuai dengan lingkungan untuk melakukan fermentasi. Pada praktikum

fermentasi kecap ini, kondisi lingkungan sudah mampu dijaga dengan baik dan

6

dibuktikan dari berhasilnya fermentasi yang dilakukan (Gambar 2). Setelah diinkubasi

dalam tampah, selanjutnya dilakukan proses fermentasi dalam larutan garam atau tahap

moromi. Tahap ini diawali dengan pemotongan hasil fermentasi kapang (koji) dengan

ukuran kecil-kecil. Setelah itu, koji diletakkan diatas nampan besar untuk dikeringkan

dalam dehumidifier selama 2-4 jam. Proses ini bertujuan untuk menghilangkan kapang

yang mungkin masih melekat pada koji karena kapang sudah tidak lagi diperlukan pada

media fermentasi kecap. Pengeringan juga bertujuan untuk menghilangkan/mengurangi

kadar air (Peppler & Perlman, 1979).

Gambar 2. Hasil fermentasi koji sebelum dipotong-potong

Sesudah dikeringkan dalam dehumidifier, koji tersebut kemudian dimasukkan ke dalam

toples plastik bening. Larutan garam 20% kemudian ditambahkan kedalam toples yang

sudah berisi koji. Pembuatan larutan garan 20% dilakukan dengan cara menambahkan

200 gram garam halus kedalam 1 liter aquadestilata. Larutan garam yang digunakan

sudah sesuai dengan teori yang ada yaitu diperlukan 15-20% larutan garam untuk tahap

perendaman dalam larutan garam. Perendaman dalam larutan garam bertujuan untuk

pengawetan dan pembatas pertumbuhan mikroorganisme. Namun dalam jurnalnya,

Sumague et al (2008) mengatakan bahwa ada bakteri jenis Bacillaceae yang tahan

terhadap konsentrasi garam yang tinggi sehingga dalam proses yang tidak higienis,

kontaminasi masih dapat terjadi. Perendaman dalam larutan garam juga mampu

memberikan rasa asin pada kecap nantinya karena terjadi proses ekstraksi senyawa-

senyawa yang dihasilkan dari fermentasi pada tahap sebelumnya.

Proses perendaman dalam larutan garam dilakukan selama 1 minggu. Setiap hari dalam

1 minggu, tahap moromi ini dijemur dibawah sinar matahari selama 30 menit sambil

7

dilakukan pengadukkan sesekali. Berdasarkan teori Wu et al (2010), fermentasi dengan

suhu 450C dapat menghasilkan kecap yang lebih hitam. Proses fermentasi yang

dilakukan praktikan kurang sesuai dengan teori dari Wu et al (2010) karena proses

fermentasi dilakukan praktikan pada suhu 25-300C (suhu ruang) jika sedang tidak

diletakkan dibawah sinar matahari. Disamping itu, penyimpanan dan perendaman dalam

larutan garam selama 1 minggu juga tidak sesuai dengan teori dari Astawan & Astawan

(1991) yang mengatakan bahwa tahap moromi sebaiknya berjalan selama 2-4 minggu.

Setelah perendaman dalam larutan garam, fermentasi tahap moromi berakhir dan

dilanjutkan dengan penyaringan air hasil fermentasi (Santoso, 1994). Hal ini sesuai

dengan teori yang disebutkan bahwa praktikan melakukan penyaringan setelah

fermentasi dianggap sudah berakhir. Air yang diambil ialah sejumlah 200 ml kemudian

ditambahkan dengan air minum sebanyak 750 ml. Selanjutnya, bumbu-bumbu yang

ditentukan oleh asisten dosen di laboratorium disiapkan bersamaan. Bumbu yang

digunakan yaitu gula jawa, ketumbar, bunga pekak, laos, dan kayu manis (Gambar 3).

Gambar 3. Bahan yang digunakan dalam proses pemasakan kecap.

Gula jawa digunakan dalam proses pemasakan kecap karena menurut Santoso (1994),

gula jawa atau gula kelapa dapat digunakan untuk menentukan jenis kecap yang

dihasilkan menjadi produk kecak manis atau kecap manis, yang dengan tiap 1 liter filtrat

yang diambil membutuhkan 2 kg gula jawa. Proses pemasakan dilakukan dengan

mencampurkan filtrat kecap dengan air minum kemudian dicampur juga dengan bumbu-

bumbu menjadi 1 wadah lalu dimasak diatas kompor (Gambar 4). Penggunaan rempah-

rempah dalam pembuatan kecap diperlukan untuk meningkatkan mutu sensoris

8

khususnya yang berkaitan dengan citarasa, warna, dan aroma produk. Disamping itu,

rempah-rempah/herbal mampu memberikan keuntungan positif bagi tubuh, seperti

rangsangan terhadap pencernaan, pengaruh hipolipidemia, antidiabetes, antilitogenik,

serta berpotensi sebagai antioksidan (Skandamis, 2002). Ketumbar dapat digunakan

sebagai bumbu masakan, obat-obatan, dan memiliki efek positif bagi kesehatan. Kayu

manis merupakan rempah yang diambil kulit batang dan dahannya dan memiliki hasil

samping daun dan ranting (Abdullah, 1990).

Gambar 4. Proses pemasakan kecap setelah semua bahan diaduk beberapa waktu.

2.2. Sensori Produk

Pada tabel 1, ditampilkan hasil uji sensori fermentasi kecap yang dilakukan oleh

kelompok C1, C2, C3, C4, dan C5. Ada 4 parameter yang diuji yaitu aroma, warna,

kekentalan, dan rasa dari produk hasil fermentasi kecap. Untuk parameter warna yang

dihasilkan, pada kelompok C1 mendapatkan hasil aroma yang kuat dengan kelompok

C2-C4 mendapatkan hasil aroma yang kurang kuat. Aroma dari kecap didapatkan dari

bumbu-bumbu yang digunakan untuk proses pemasakan kecap diatas kompor dan dari

komponen volatil yang dihasilkan dari pembuatan kecap (Santoso, 1994). Apriyantono

& Gono (2004) menambahkan bahwa aroma yang dihasilkan pada kecap dipengaruhi

pula oleh jumlah inokulum yang digunakan. Semakin banyak inokulum yang digunakan

maka hasil yang didapat akan semakin kuat. Namun pada praktiknya, kelompok yang

memiliki aroma tertinggi dibandingkan dengan yang lain ialah kelompok C1 dengan

penggunaan inokulum 0,5%. Dengan kata lain, hasil praktikum yang didapat tidak

sesuai dengan teori yang ada. Hal ini mungkin disebabkan karena kurang lamanya

9

waktu fermentasi yang digunakan karena berdasarkan sumber yang dipaparkan

sebelumnya, waktu fermentasi yang dibutuhkan ialah 2-4 minggu. Disamping itu

perbedaan yang terjadi dapat pula karena perbedaan jumlah bumbu-bumbu yang

digunakan antarkelompok yang mampu mempengaruhi aroma dari kecap yang

diproduksi.

Parameter yang diamati selanjutnya ialah warna pada kecap. Warna merupakan

parameter mutu penting dari kecap. Tingkat kehitaman warna pada kecap dipengaruhi

dari jumlah gula jawa dan jenis gula jawa yang digunakan dalam pemasakan kecap.

Pada praktiknya, warna yang didapatkan ialah hitam oleh kelompok C1, C3, dan C5

sedangkan untuk kelompok C2 dan C4 ialah kurang hitam. Warna pada kecap juga

dihasilkan dari reaksi antara asam amino dengan gula reduksi (Kasmidjo, 1990).

Semakin banyak jumlah gula jawa yang ditambahkan dalam pemasakan, maka warna

yang dihasilkan akan semakin hitam. Selama proses fermentasi dalam larutan garam,

warna produk akan berubah karena terjadinya reaksi browning antara gula pereduksi

dengan gugus amino protein (Astawan & Astawan, 1991).

Hasil sensori yang selanjutnya ialah kekentalan. Hasil yang didapat sesuai dengan tabel

1 ialah pada kelompok C1-C4 mendapatkan kekentalan dengan tingkat kekentalan

kurang kental dan pada kelompok C5 hasilnya ialah kental. Sama dengan parameter

sensori lainnya, kekentalan berpengaruh pada banyakanya gula yang ditambahkan.

Semakin banyak gula jawa yang ditambahkan maka akan semakin kental. Disamping itu

Rahayu et al (2005), proses pemasakan juga mempengaruhi kekentalan kecap. Pada

praktikum ini, kelompok C5 menggunakan gula jawa sebanyak 3 kg dan merupakan

penggunaan gula dengan kosentrasi terbesar yang ada dalam praktikum tersebut. Maka

dari itu hasil praktikum sesuai dengan teori yang ada.

Parameter uji sensori yang keempat ialah rasa produk kecap hasil fermentasi. Rasa yang

didapatkan ialah kurang manis pada kelompok C1,C2, dan C4 sedangkan rasa manis

didapat pada kelompok C4 dan C5. Selain gula yang digunakan dan jumlahnya, bakteri

asam laktat yang dihasilkan waktu proses feremntasi juga mempengaruhi tingkat

kemanisan produk kecap yang dihasilkan. Bakteri asam laktat akan keluar sewaktu

10

tahap moromi atau taham dimana direndam dalam larutan garam. Lamanya waktu

perendaman dalam larutan garam akan menentukan berapa banyak bakteri asam laktat

yang muncul. Semakin lama waktu yang digunakan makan akan semakin banyak asam

laktat yang keluar sehingga menyebabkan penurunan nilai pH. Penurunan nilai pH

larutan fermentasi ini akan menyebabkan penurunan rasa manis pada kecap. Selain itu,

rasa manis juga akan tertutup oleh rasa asin karena ditutupi oleh garam yang

membungkus kedelai sewaktu tahap moromi. Pada praktiknya, hasil yang didapat cukup

sesuai yaitu, dengan menggunakan inokulum yang lebih banyak maka rasa manis akan

meningkat. Akan tetapi, pengujian secara sensori tidak dapat menghasilkan jawaban

yang akurat karena pengujian hanya dilakukan sebanyak 1 kali oleh 1 orang dimana

panilis dapat saja melakukan kesalahan sewaktu membandingkan.

3. KESIMPULAN

kecap merupakan salah satu produk yang dibuat dengan cara fermentasi dengan

menggunakan bahan dasar kacang-kacangan.

Fermentasi pada kecap akan dilakukan dengan tahap fermentasi kapang,

fermentasi dalam larutan garam, filtrasi dan pasteurisasi, dan pematangan.

Perendaman kedelai sebelum diolah dalam fermentasi mempunyai tujuan untuk

melunakkan kedelai supaya lebih mudah dalam perebusan.

Pencucian kedelai bertujuan untuk menghilangkan kotoran yang menempel

dipermukaan kedelai.

Perebusan kedelai memiliki tujuan untuk melunakkan kedelai kembali, merusak

inhibitor protein, menginaktifkan zat antinutrisi, menghilangkan bau langu, serta

membunuh mikroorganisme yang tidak diinginkan.

Penirisan kedelai dilakukan untuk mengurangi kandungan air bebas dalam kedelai.

Penambahan jumlah inokulum akan berpengaruh terhadap jumlah koji yang

dihasilkan.

Pengeringan kedelai dengan dehumidifier dilakukan dengan tujuan untuk

membunuh kapang yang digunakan dalam proses fermentasi supaya tidak

mengganggu tahapan fermentasi berikutnya.

Perendaman dalam larutan garam menggunakan garam dengan konsentrasi 20%

pada suhu ruang (25-300C).

Larutan garam dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme yang tidak

diinginkan.

Penambahan larutan garam sewaktu fermentasi dengan perendalam larutan garam

akan mengurangi rasa manis pada produk kecap nantinya.

Penilaian sensori berupa aroma, warna, kekentalan, dan rasa pada produk kecap

akan dipengaruhi oleh jumlah inokulum yang ditambahkan, banyaknya bumbu-

bumbu yang digunakan selama pemasakan, serta lama waktu fermentasi dan

pemasakan produk diatas kompor.

Aroma didapatkan dari adanya komponen volatil pada kecap yang timbul dari

proses pemasakan menggunakan bumbu-bumbu.

11

12

Warna dipengaruhi oleh jenis gula jawa yang digunakan serta jumlah

penggunaannya.

Kekentalan dan rasa manis berbanding lurus dan tergantung dari jumlah

penggunaan gula jawa dalam proses fermentasi.

Praktikan, Asisten Dosen :

Stella Mariss H

Meilisa Lelyana D

Chrysentia A.L.M

Katharina Nerissa

Fanny Owela Widjaja Andriani Cintya S

11.70.0112

4. DAFTAR PUSTAKA

Astawan, M. dan M. W. Astawan. (1991). Teknologi Pengolahan Pangan Nabati Tepat Guna. Edisi Pertama. Akademika Pressindo. Bogor.

Abdullah, A., (1990), Kemungkinan Perkembangan Tiga Jenis Kayu Manis di Indonesia, dalam Tanaman Industri Lainnya, Prosiding Simposium I Hasil Penelitian dan Pengembangan Tanaman Industri, hal..1231-1244.

Chunqi,M., Guoqing,H., Xinyong,D., Meilin,C & Shiyang,G.(2013). Biochemical Changes in the Fermentation of the Soy Sauce Prepared with Bittern. Advance Journal of Food Science and Technology 5(2)

Feng, J; X. Zhan, Z. Zheng; D. Wang; L. Zhang & C. Lin. (2013). New Model for Flavour Quality Evaluation of Soy Sauce. Czech J. Food Sci. Vol. 31, 2013, No. 3: 292–305.

Kasmidjo, R. B. (1990).Tempe : mikrobiologi dan Biokimia Pengolahan serta Pemanfaatannya. PAU UGM. Yogyakarta.

Lynn et al.(2013). Study on the Production of Fermented Soybean Sauce by Using Aspergillus oryzae and Aspergillus flavus. Journal of Scientific & Innovative Research Vol 2.

Muangthai, P.; P. Upajak; and W. Patumpai. (2007). Study of Protease Enzyme and Amino Acid Contents in Soy sauce Production from Peagion Pea and Soy bean.KMITL Sci. Tech. J. Vol. 7 No. S2

Peppler, H.J. and Perlman, D. (1979). Microbial Technology. Fermentation Technology. Academic Press. San Fransisco.

Purwoko, T dan Noor S. H. (2007).Kandungan Protein Kecap Manis Tanpa Fermentasi Moromi Hasil Fermentasi Rhizopus oryzae dan R. oligosporus.Biodiversitas Volume 8 No 2.

Rahayu, A., Suranto, dan T. Purwoko.(2005). Analisis Karbohidrat, Protein, dan Lemak pada Pembuatan Kecap Lamtoro gung (Leucaenaleucocephala) terfermentasi Aspergillusoryzae.Bioteknologi 2 (1): 14-20.

Rahman, A. (1992). Teknologi Fermentasi. Penerbit Arcan. Jakarta.

Santoso, H.B. (1994). Kecap dan Taoco Kedelai. Kanisius. Yogyakarta.

13

14

Skandamis, P., Tsigarida, E. dan Nychas, G.-J.E. 2002. The effect of oregano essential oil on survival/death of Salmonella typhimurium in meat stored at 5ºC under aerobic, vp/map conditions. Food Microbiology. 19: 97– 103.

Sumague, Ma. Josie V., et al. 2008. Predisposing Factors Contributing to Spoilage of Soy Sauce by Bacillus circulans. Philippine Journal of Science 137 (2): 105-114

Su, N; M. Wang; K. Kwok & M. Lee. (2005). Effects of Temperature and Sodium Chloride Concentration on the Activities of Proteases and Amylases in Soy Sauce Koji. J. Agric. Food Chem. 2005, 53, 1521-1525.

Tortora, G. J.; R. Funke & C. L. Case. (1995). Microbiology. The Benjamin /Cummings Publishing Company, Inc. USA.

Wu, Ta Yeong; M. S. Kan; L.F Siow; dan Lithnes Kalaivani P. (2010). Effect of Temperature on Moromi Fermentation of Soy Sauce with Intermittent Aeration.African Journal of Biotechnology Vol. 9(5), pp. 702-706.

Yanfang, Zhang & Tao Wenyi. (2009). Flavor and Taste Compounds Analysis in Chinese Solid Fermented Soy Sauce. African Journal of Biotechnology.

5. LAMPIRAN

5.1. Laporan Sementara

5.2. Jurnal

15

FERMENTASI SUBSTRAT PADAT FERMENTASI KECAP

LAPORAN RESMI PRAKTIKUMTEKNOLOGI FERMENTASI

Disusun oleh:

Fanny Owela Widjaja

11.70.0112

C2

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGANFAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATASEMARANG

2014

Acara III