Feokromositoma-Paraganglioma
Transcript of Feokromositoma-Paraganglioma
Feokromositoma dan Paraganglioma : Pendekatan Diagnosis dan Terapi
Indra Wijaya*, Susanti**
* Department Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas Kedokteran, Universitas Pelita Harapan ** Fakultas Kedokteran, Universitas Pelita Harapan
Feokromositoma dan paraganglioma merupakan tumor yang menyebabkan pembentukan katekolamin yang berlebihan. Tumor ini berasal dari jaringan lempeng neural yang berkembang menjadi paraganglia simpatetik dan parasimpatetik. Paraganglia simpatetik mencakup: kelenjar adrenal bagian medula, organ zuckerkandl yang berada dekat bifurkasio aorta, dan paraganglia lain sepanjang distribusi saraf simpatis, sedangkan paraganglia parasimpatetik mencakup: carotid body, paraganglia lain sepanjang servikal, dan cabang torakal dari saraf vagus dan glosofaringeal.
Klasifikasi terbaru dari World Health Organization membedakan istilah feokromositoma untuk tumor yang berasal dari sel-sel kromafin dari kelenjar adrenal, sedangkan paraganglioma merupakan tumor yang sama tetapi berasal dari sel-sel neuroendokrin selain dari kelenjar adrenal [1].
Jenis tumor ini merupakan salah satu kasus yang cukup langka. Diperkirakan angka kejadiannya hanya 0,8 per 100.000 orang per tahun [2,3]. Feokromositoma dijumpai 0,1%-1% pada pasien dengan hipertensi [4,5] dan terkadang dijumpai secara tidak sengaja sekitar 5% pada pasien dengan massa kelenjar adrenal [6]. Walaupun kasus ini dapat terjadi di semua kalangan usia, tetapi paling sering dijumpai pada usia 30-50 tahun [7] dengan angka kejadian yang sama antara pria dan wanita [8].
Faktor risiko
Sampai saat ini belum diketahui secara pasti apakah peranan lingkungan, pola makan, dan gaya hidup, mampu mempengaruhi tingkat kejadian feokromositoma dan paraganglioma. Dari seluruh kasus feokromositoma dan paraganglioma, 25% terkait dengan adanya sindrom herediter [9,10].
Tabel 1. Sindrom herediter yang berpengaruh terhadap kejadian feokromositoma dan paraganglioma [8-10]
Sindrom herediter Gen yang berperan
Multiple endocrine neoplasia (MEN) tipe 2A and 2B
RET
Von Hippel-Lindau VHL 3p25-26
Neurofibromatosis NF1 17q11.2
Sindrom paraganglioma herediter SDHA subunit [SDHAF2]
Tabel 2. Sindrom genetik lain yang berhubungan dengan feokromositoma dan paraganglioma [11-12]:
1
Sindrom Gen yang berperan
Carney triad (paraganglioma, gastrointestinal stromal tumours, dan
pulmonary chondromas) [11]KIT/ PDGFRA
Carney-Stratakis dyad paraganglioma dan gastrointestinal stromal tumor [11,12] SDHD, SDHC dan SDHB
Feokromositoma sporadikTMEM127 pada kromosom 2q11(masih
dalam tahap penelitian) [13]
Sindrom Beckwith-Wiedemann ICRs kromosom 11
Eritrositosis herediter Prolyl hydroxylase domain 2 (PHD2)
Manifestasi klinis
Tabel 3. Manifestasi klinis feokromositoma dan paraganglioma [14]
Tekanan darah Hipertensi: ringan atau berat, paroksismal atau menetap; ortostasis; hipotensi/syok; normotensi
Vasospasme Sianosis, sindrom Raynaud, gangren, vasospasme arteri radialis
Krisis multisystem Hipotensi/hipertensi berat, demam, ensefalopati, gagal ginjal, acute respiratory distress syndrome (ARDS), kematian
Kardiovaskular Palpitasi, disritmia, sakit dada, acute coronary syndrome, kardiomiopati, gagal jantung, kardiak paraganglioma
Gastrointestinal Mual, muntah, penurunan berat badan, sakit perut, iskemia intestinal, pankreatitis, kolesistitis, jaundis, ruptur aneurisma abdominal, konstipasi, megakolon toksik
Metabolik Hiperglikemia/diabetes, asidosis laktat, demamNeurologik Sakit kepala, parestesia, kesemutan, cerebrovascular
accident (CVA), transient ischemic attack (TIA), hemiplegia, hemianopsia, kejang, stroke hemoragik
Paru Dipsneu, hipoksia dari ARDSPsikiatri Depresi, chronic fatigue, psikosis, kecemasanRenal Insufisiensi renal, sindrom nefrotik, nefrosklerosis
malignaKulit hiperhidrosis, eksema, sianotik berbintik-bintikProduksi hormone ektopik ACTH (cushing syndrome), VIP (Verner-Morrison
syndrome), PTHrP (hiperkalsemia)Anak-anak Biasanya terdapat hipertensi menetap, diaforesis,
perubahan pada penglihatan, poliuri/polidipsi, kejang, edema/sianosis pada bagian tangan
Wanita Lebih simptomatis daripada pria: frekuensi sakit kepala yang lebih banyak, berat badan turun, kesemutan,
2
tremor, cemas, dan lemasWanita hamil Hipertensi yang menyerupai eklampsia, krisis
hipertensi selama proses persalinan, syok post-pastum/demam, mortalitas tinggi
Laboratorium umum Leukositosis, eritrositosis, eosinofilia
Meskipun pada umumnya feokromositoma menghasilkan sekresi katekolamin yang berlebihan, feokromositoma juga mensekresi banyak hormon-hormon lain yang mampu memberikan kontribusi terhadap gejala klinis pasien. Sekresi dari parathyroid hormone–related peptide (PTHrP) mampu menyebabkan hiperglikemia. Produksi ektopik dari ACTH mampu menyebabkan Cushing Syndrome. Sekresi eritropoietin dapat menyebabkan eritrositosis. Pasien dengan feokromositoma sering didapatkan leukositosis yang mungkin diakibatkan oleh pelepasan sitokin dari tumor. Sekresi interleukin-6 mampu menyebabkan demam dan ARDS.
Tabel 4. Protein dan peptida lain yang disekresi oleh feokromositoma dan paraganglioma disamping katekolamin dan metanefrin [14]
Hormon adrenokortikotropik
Adrenomedulin
Beta-endorfin
Faktor natriuretik atrial
Kalbindin
Kalsitonin
Kolesistokinin
Kromogranin A
Sitokin
Enkefalin
Eritropoietin
Galanin
Gonadotropin-releasing hormone
Growth hormone
Paraganglioma parasimpatetik umumnya tidak mensekresi katekolamin dan umumnya datang dengan keluhan massa pada bagian leher dan gejala kompresi. Oleh karena itu, sekitar 50% pasien dengan paraganglioma terkadang asimptomatik dan terkadang ditemukan secara tidak sengaja dengan pencitraan abdomen atas indikasi lain atau oleh tes genetik pada keluarga [15].
Yang sangat menarik adalah sekitar 14% pasien dengan feokromositoma dan paraganglioma memiliki tensi yang normal meskipun disertai kadar norepinefrin plasma yang tinggi. Fenomena ini merupakan bagian dari desensitisasi, toleransi, atau takifilaksis.
3
Beberapa pasien dengan genetik tertentu memang rentan terhadap desensitisasi dari adrenergik. Desensitisasi ini bisa disebabkan oleh reseptor adrenergik yang mengalami down regulasi atau terfosforilasi. Desensitisasi adrenergik ini dimungkinkan menjadi salah satu penyebab kolapsnya kardiovaskular secara tiba-tiba setelah pengangkatan feokromositoma pada beberapa pasien.
Pencetus
Adapula beberapa keadaan yang mampu meningkatkan produksi berlebihan dari katekolamin, contoh:
Aktivitas fisik yang berlebihan Trauma Stres emosional Proses persalinan Induksi dari anestesi Operasi dan tindakan invasif (contoh: pemassangan kateter urin) Makanan dengan kadar tiramin (prekursor katekolamin) yang tinggi (red wine, coklat,
keju, daging, ikan, dan pisang) Obat-obatan (monoamine oxidase inhibitors, antidepresan trisiklik, kafein, nikotin,
glukagon, kemoterapi, prednison, ACTH, opiat, metildopa, metoklopramid, dekongestan, amfetamin, kokain, ionic intravenous contrast, dan epinefrin)
Skrining untuk feokromositoma dan paraganglioma
Skrining untuk feokromositoma dan paraganglioma dapat dipertimbangkan untuk pasien dengan hipertensi berat dan juga untuk pasien hipertensi disertai dengan gejala pendukung lain seperti palpitasi, berkeringat, atau sakit perut dan sakit dada yang tidak jelas penyebabnya.
Tabel 5. Pasien yang harus mendapat skrining feokromositoma dan paraganglioma [14]
Hipertensi saat muda
Hipertensi dengan:
Gejala seperti pada Tabel 3. Penurunan berat badan Kejang Hipotensi ortostatik Syok yang tidak dapat dijelaskan Riwayat keluarga dengan feokromositoma atau medullary
carcinoma of thyroid Neurofibromatosis dan sindrom neurokutaneus lainnya Neuroma mukosal Hiperglikemia Kardiomiopati
Riwayat keluarga dengan feokromositoma/paraganglioma
Syok atau respon tekanan berat dengan:
Induksi anestesi
4
Proses persalinan Operasi Tindakan invasif lain
Hasil radiologi yang menunjukkan adanya massa pada kelenjar adrenal
Hasil radiologi yang menunjukkan adanya massa pada area paraganglia
DiagnosisDiagnosis feokromositoma biasanya dicurigai saat dijumpai massa pada kelenjar
adrenal. Tes biokimia dapat dilakukan untuk melihat kadar sekresi katekolamin. Ketika hipersekresi dari katekolamin telah ditegakkan, dapat dilakukan studi lokal lebih lanjut. Sampai saat ini tes tunggal yang optimal untuk mendiagnosis penyakit ini masih menjadi kontroversial.
Telah diusulkan bahwa semua pasien yang didiagnosis dengan feokromositoma atau paraganglioma harus dipertimbangkan untuk tes genetik karena kejadian sindrom herediter pada kasus-kasus sporadik cukup tinggi yaitu mencapai 25% [8,9]. Selain itu, pasien dengan sindrom herediter lebih mungkin untuk berkembang menjadi multifokal, rekuren, maupun keganasan.
Tes genetik umumnya disarankan pada situasi-situasi seperti:
Pasien memiliki riwayat pribadi maupun keluarga dengan gejala klinis suspek sindrom herediter feokromositoma-paraganglioma
Pasien dengan tumor bilateral atau multifokal Pasien dengan simpatetik atau paraganglioma maligna Pasien yang didiagnosis sebelum usia 40 tahun
Tes biokimia
Urin 24 jam
Pemeriksaan urin 24 jam untuk katekolamin (epinefrin, norepinefrin, dan dopamin) dan fraksi metanefrin (metanefrin dan normetanefrin) memiliki sensitivitas yang relatif rendah (77%–90%) tetapi memiliki spesifisitas yang cukup tinggi (98%). Spesifisitas fraksi bebas metanefrin dalam plasma adalah 82% pada pasien yang di tes untuk feokromositoma sporadik vs. 96% pada feokromositoma herediter [16,17].
Fraksi bebas metanefrin dalam plasmaPenghitungan fraksi bebas metanefrin dalam plasma adalah salah satu tes ideal untuk
pasien dengan faktor risiko feokromositoma dan paraganglioma yang tinggi. Tetapi tes ini memiliki nilai false-positive yang cukup tinggi jika dilakukan pada pasien dengan risiko feokromositoma dan paraganglioma yang rendah. Penghitungan fraksi bebas metanefrin dalam plasma (metanefrin dan normetanefrin) memiliki sensitivitas yang tinggi yaitu 97%–99%, tetapi dengan spesifisitas yang relatif rendah (85%).
Secara umum, penghitungan fraksi bebas metanefrin dalam plasma digunakan untuk deteksi awal, yang kemudian dapat dilanjutkan dengan penghitungan metanefrin dan katekolamin dalam urin 24 jam untuk mengkonfirmasi. Tes ini sulit diinterpretasi karena
5
banyaknya kemungkinan false-positive. Beberapa faktor yang mampu menyebabkan nilai false-positive antara lain [17]:
Penggunaan obat-obatan (contoh: antidepresan trisiklik) Stres, baik fisik maupun emosional Makanan (contoh: kafein dan pisang)Tingkat katekolamin dan metanefrin yang agak tinggi biasanya berhubungan dengan
penggunaan obat atau faktor false-positive lain. Pasien dengan feokromositoma dan paraganglioma yang simptomatik biasanya menunjukkan nilai katekolamin dan metanefrin yang lebih tinggi 2-3x lipat dari batas atas nilai normal [18].
PencitraanMagnetic resonance imaging (MRI) atau computed tomography (CT) abdomen dan
pelvis (yang melewati level bifurkasio aorta) adalah metode pencitraan yang paling sering digunakan. Keduanya memiliki sensitivitas (90%–100%) dan spesifisitas (70%–80%) yang sama [19].
Jika CT dan MRI dinilai kurang jelas memperlihatkan lokasi tumor, maka tambahan pencitraan lain dapat dilakukan yaitu dengan 123I-metaiodobenzylguanidine (MIBG) yang memiliki sensitivitas (80%–90%) dan spesifisitas (95%–100%) yang cukup baik [19]. Untuk medeteksi metastasis dapat dilakukan FDG-PET karena lebih sensitif jika dibandingkan dengan 123I-MIBG dan CT/MRI.
Gambar 1. MRI feokromositoma adrenal [20]
Pada gambar di sisi kiri dengan potongan sagital, terlihat massa (yang ditunjukkan oleh tanda panah putih) yang menekan vena kava inferior kearah anterior (yang ditunjukkan oleh tanda panah hitam). Pada gambar di sisi kanan dengan abdomen potongan koronal terlihat massa pada bagian kanan kelenjar adrenal (yang ditunjukkan dengan panah putih), yang berada tepat diatas renal. Intensitas yang rendah pada bagian tengah dari massa ini disebabkan oleh perdarahan dari tumor.
6
Gambar 2. CT abdomen paraganglioma kiri infrarenal [20]
Gambar 3. 123I-MIBG feokromositoma dengan metastasis difus [20]
7
Hasil 123I-MIBG dari wanita usia 41 tahun dengan metastasis feokromositoma
Gambar 4. FDG-PET paraganglioma dengan metastasis difus [20]
8
FDG-PET dari wanita usia 20 tahun dengan metastasis paraganglioma (potongan koronal pada sisi kanan,
sagital pada sisi kiri)
Gambar 6. Algoritma penanganan pada feokromositoma dan paraganglioma dengan keganasan [22]
Risiko keganasan
Sebagian besar feokromositoma maupun paraganglioma adalah jinak, kira-kira keganasan (adanya metastasis) pada feokromositoma hanya 10%, sedangkan untuk paraganglioma didapatkan angka yang lebih besar yaitu 25%. Kasus paraganglioma dengan keganasan didapatkan cukup tinggi pada pasien dengan mutasi gen SDHB.
Definisi keganasan pada feokromositoma dan paraganglioma tidak selalu mudah. Diagnosa keganasan hanya dapat ditegakkan dengan mengidentifikasi deposit dari tumor pada jaringan yang normalnya tidak memiliki sel kromafin (contoh: kelenjar getah bening, hati, tulang, paru-paru, serta metastasis jauh). Keganasan ini pada umumnya tergantung dari letak anatomis dan peran dari genetik.
Pada pasien dengan keganasan paraganglioma pada basis cranium dan leher, area metastasis umunya dapat ditemukan pada kelenjar getah bening servikal. Berbeda halnya pada pasien dengan paraganglioma dibawah basis cranium dan leher, area metastasisnya umumnya ditemukan pada tulang, hati, dan paru-paru.
10
Tabel 6. Persentase metastasis berdasarkan letak anatomi [23]
Area Persentase kemungkinan metastasis
Tumor jugulotimpani 2-4%Tumor karotid 4-6%Tumor vagal 10-19%
Hasil penelitian terbaru dari American Society of Clinical Oncology menunjukkan hubungan antara peran mutasi genetik dengan keganasan pada feokromositoma maupun paraganglioma [24].
Tabel 7. Persentase keganasan berdasarkan mutasi genetik [23]
Mutasi genetik Persentase keganasanSDHB 71.9%SDHD 9.4%VHL 6.3%
Prognosis dan tingkat harapan hidup
Belum ada data yang jelas mengenai tingkat harapan hidup dari pasien dengan feokromositoma dan paraganglioma jinak. Sekitar 6.5%-16.5% dari pasien ini mengalami rekurensi, yang biasanya terjadi dalam 5 sampai 15 tahun setelah operasi pertama [25,26,27].
Sekitar 50% dari pasien dengan rekurensi mengalami metastasis jauh [27]. 5-year survival dari feokromositoma dan paraganglioma dengan metastasis (baik yang diidentifikasi saat awal diagnosis maupun yang terjadi setelah operasi sebagai bagian dari rekurensi) adalah 40%-45% [28].
11
Referensi
1. DeLellis RA, Lloyd RV, Heitz PU, et al., eds.: Pathology and Genetics of Tumours of Endocrine Organs. Lyon, France: IARC Press, 2004. World Health Organization classification of tumours, vol. 8
2. Beard CM, Sheps SG, Kurland LT, et al. Occurrence of pheochromocytoma in Rochester, Minnesota, 1950 through 1979. Mayo Clin Proc 1983; 58:802.
3. Stenström G, Svärdsudd K: Pheochromocytoma in Sweden 1958-1981. An analysis of the National Cancer Registry Data. Acta Med Scand 220 (3): 225-32, 1986. [PUBMED Abstract]
4. Sinclair AM, Isles CG, Brown I, et al.: Secondary hypertension in a blood pressure clinic. Arch Intern Med 147 (7): 1289-93, 1987. [PUBMED Abstract]
5. Omura M, Saito J, Yamaguchi K, et al.: Prospective study on the prevalence of secondary hypertension among hypertensive patients visiting a general outpatient clinic in Japan. Hypertens Res 27 (3): 193-202, 2004. [PUBMED Abstract]
6. Young WF Jr: Management approaches to adrenal incidentalomas. A view from Rochester, Minnesota. Endocrinol Metab Clin North Am 29 (1): 159-85, x, 2000. [PUBMED Abstract]
7. Young WF Jr: Management approaches to adrenal incidentalomas. A view from Rochester, Minnesota. Endocrinol Metab Clin North Am 29 (1): 159-85, x, 2000. [PUBMED Abstract]
8. Amar L, Bertherat J, Baudin E, et al.: Genetic testing in pheochromocytoma or functional paraganglioma. J Clin Oncol 23 (34): 8812-8, 2005. [PUBMED Abstract]
9. Neumann HP, Bausch B, McWhinney SR, et al.: Germ-line mutations in nonsyndromic pheochromocytoma. N Engl J Med 346 (19): 1459-66, 2002. [PUBMED Abstract]
10. Jiménez C, Cote G, Arnold A, et al.: Review: Should patients with apparently sporadic pheochromocytomas or paragangliomas be screened for hereditary syndromes? J Clin Endocrinol Metab 91 (8): 2851-8, 2006. [PUBMED Abstract]
11. Carney JA, Stratakis CA: The triad of paragangliomas, gastric stromal tumours and pulmonary chondromas (Carney triad), and the dyad of paragangliomas and gastric stromal sarcomas (Carney-Stratakis syndrome): molecular genetics and clinical implications. 1365-2796, 2009. [PUBMED Abstract]
12. Carney JA, Stratakis CA: Familial paraganglioma and gastric stromal sarcoma: a new syndrome distinct from the Carney triad. Am J Med Genet 108 (2): 132-9, 2002. [PUBMED Abstract]
13. Qin Y, Yao L, King EE, et al.: Germline mutations in TMEM127 confer susceptibility to pheochromocytoma. Nat Genet 42 (3): 229-33, 2010. [PUBMED Abstract]
14. Dan L. Longo, Anthony S. Fauci, Dennis L. Kasper, et al.: Harrison’s Principles of Internal Medicine, 18e
15. Klein R, Lloyd R, Young W: Hereditary Paraganglioma-Pheochromocytoma Syndromes. In: Pagon RA, Adam MP, Bird TD, et al., eds.: GeneReviews. Seattle, WA: University of Washington, 2013, pp. Available online. Last accessed October 23, 2013
16. Lenders JW, Pacak K, Walther MM, et al.: Biochemical diagnosis of pheochromocytoma: which test is best? JAMA 287 (11): 1427-34, 2002. [PUBMED Abstract]
17. Sawka AM, Jaeschke R, Singh RJ, et al.: A comparison of biochemical tests for pheochromocytoma: measurement of fractionated plasma metanephrines compared
12
with the combination of 24-hour urinary metanephrines and catecholamines. J Clin Endocrinol Metab 88 (2): 553-8, 2003. [PUBMED Abstract]
18. Lenders JW, Eisenhofer G, Mannelli M, et al.: Phaeochromocytoma. Lancet 366 (9486): 665-75, 2005 Aug 20-26. [PUBMED Abstract]
19. Ilias I, Pacak K: Current approaches and recommended algorithm for the diagnostic localization of pheochromocytoma. J Clin Endocrinol Metab 89 (2): 479-91, 2004. [PUBMED Abstract]
20. Young WF Jr. Pheochromocytoma: 1926-1993. In: Trends in Endocrinology and Metabolism, vol 4, Elsevier Science, Inc 1993. p 122.
21. Modified and reprinted with permission from: Young WF Jr. Pheochromocytoma:
1926-1993. In: Trends in Endocrinology and Metabolism, vol 4, Elsevier Science, Inc
1993. p 122.22. Modified with permission from: Adjalle R, Plouin PF, Pacak K, Lehnert H. Treatment
of malignant pheochromocytoma. Horm Metab Res 2009; 41:687. Copyright © 2009 Thieme Publishers.
23. William F Young, Norman M Kaplan, et al.: Clinical presentation and diagnosis of pheochromocytoma. UpToDate 2011
24. Pradanov Tamara, S. King Kathryn, et al.: Metastatic Pheochromocytoma/Paraganglioma Related to Primary Tumor Development in Childhood or Adolescence: Significant Link to SDHB Mutations. 4137-42, 2011. [PUBMED Abstract]
25. Plouin PF, Chatellier G, Fofol I, et al.: Tumor recurrence and hypertension persistence after successful pheochromocytoma operation. Hypertension 29 (5): 1133-9, 1997. [PUBMED Abstract]
26. van Heerden JA, Roland CF, Carney JA, et al.: Long-term evaluation following resection of apparently benign pheochromocytoma(s)/paraganglioma(s). World J Surg 14 (3): 325-9, 1990 May-Jun. [PUBMED Abstract]
27. Amar L, Servais A, Gimenez-Roqueplo AP, et al.: Year of diagnosis, features at presentation, and risk of recurrence in patients with pheochromocytoma or secreting paraganglioma. J Clin Endocrinol Metab 90 (4): 2110-6, 2005. [PUBMED Abstract]
28. Averbuch SD, Steakley CS, Young RC, et al.: Malignant pheochromocytoma: effective treatment with a combination of cyclophosphamide, vincristine, and dacarbazine. Ann Intern Med 109 (4): 267-73, 1988. [PUBMED Abstract]
13