Fenomena Kewarganegaraan Ganda Bagi Anak

11
“Fenomena Kewarganegaraan Ganda di Indonesia dan Dampaknya” Abstrak: “ Kewarganegaraan ganda merupakan sebuah fenomena yang sudah terjadi sejak lama. Realitas sekarang ini, khususnya di Indonesia anak dengan kewarganegaraan ganda populasinya semakin meningkat seiring semakin maraknya terjadi pernikahan beda kewarganegaraan. Berhubungan dengan hal tersebut, Indonesia telah memiliki aturannya sendiri yang tercantum dalam UU nomor 12 Tahun 2006 yang juga sebagai penyempurna UU yang telah ada sebelumnya, yang mengatur masalah kewarganegaraan ganda. Fenomena kewarganegaraan ini sudah pasti memberi dampak, baik itu kepada pasangan suami- istri yang berbeda kewarganegaraan dan juga kepada anak yang dihasilkan dari hubungan tersebut.” PENDAHULUAN Kita tidak bisa memilih akan lahir menjadi laki-laki maupun perempuan, sama halnya dengan orang tua, kita tentu tidak bisa memilih bahwa saya akan lahir dari ayah ini dan ibu yang itu. Semuanya merupakan takdir dari Sang Maha Pencipta. Lahir dari orang tua dengan kewarganegaraan yang berbeda juga merupakan takdir-Nya. Dengan memiliki dua kewarganegaraan sekaligus, dapat menimbulkan berbagai dampak, baik itu dampak positif maupun

Transcript of Fenomena Kewarganegaraan Ganda Bagi Anak

Fenomena Kewarganegaraan Gandadi Indonesia dan DampaknyaAbstrak: Kewarganegaraan ganda merupakan sebuah fenomena yang sudah terjadi sejak lama. Realitas sekarang ini, khususnya di Indonesia anak dengan kewarganegaraan ganda populasinya semakin meningkat seiring semakin maraknya terjadi pernikahan beda kewarganegaraan. Berhubungan dengan hal tersebut, Indonesia telah memiliki aturannya sendiri yang tercantum dalam UU nomor 12 Tahun 2006 yang juga sebagai penyempurna UU yang telah ada sebelumnya, yang mengatur masalah kewarganegaraan ganda. Fenomena kewarganegaraan ini sudah pasti memberi dampak, baik itu kepada pasangan suami-istri yang berbeda kewarganegaraan dan juga kepada anak yang dihasilkan dari hubungan tersebut.

PENDAHULUANKita tidak bisa memilih akan lahir menjadi laki-laki maupun perempuan, sama halnya dengan orang tua, kita tentu tidak bisa memilih bahwa saya akan lahir dari ayah ini dan ibu yang itu. Semuanya merupakan takdir dari Sang Maha Pencipta. Lahir dari orang tua dengan kewarganegaraan yang berbeda juga merupakan takdir-Nya. Dengan memiliki dua kewarganegaraan sekaligus, dapat menimbulkan berbagai dampak, baik itu dampak positif maupun negatif. Dalam suatu perkawinan campuran biasanya akan timbul masalah, baik sebelum menikah maupun setelah menikah, apalagi setelah nantinya mempunyai anak. Permasalahan pada anak yang paling utama dan paling sering terjadi adalah masalah status kewarganegaraan si anak tersebut.Kewarganegaraan GandaKewarganegaraan gandamerupakan status yang diberikan kepada seseorang yang secara hukum merupakanwarga negarasah di beberapanegara. Secara umum, kewarganegaraan ganda berarti orang-orang yang "memiliki" kewarganegaraan ganda yang secara teknis diklaim atau diakui sebagai warga negara oleh masing-masing pemerintah dari negara bersangkutan. Oleh karena itu, mungkin saja bagi seseorang untuk menjadi seorang warga negara di satu negara atau lebih, atau bahkantanpa kewarganegaraan sama sekali. Dikenal juga istilah kewarganegaraan ganda terbatas, yaitu status dwi (dua) kewarganegaraan yang diberikan kepada seorang anak sampai tiba saatnya anak tersebut mencapai usia 18 (delapan belas) tahun yang dinilai bahwa pada usia tersebut ia sudah dewasa dan bisa menentukan keputusan dengan baik.Bila dikaji dari segi hukum perdata internasional, kewarganegaraan ganda memiliki potensi masalah, seperti dalam hal penentuan status personal yang didasarkan pada asas nasionalitas, maka seorang anak artinya akan tunduk pada ketentuan negara nasionalnya. Bila ketentuan antara hukum negara yang satu dengan yang lain tidak bertentangan maka tidak ada masalah, namun bagaimana jika terdapat pertentangan antara hukum negara yang satu dengan yang lain, lalu pengaturan status personal anak itu akan mengikuti peraturan negara yang mana? Lalu bagaimana bila ketentuan yang satu melanggar asas ketertiban umum pada ketentuan negara yang lain?Aturan Tentang Kewarganegaraan Ganda di IndonesiaDalam UU Nomor 62 Tahun 1958, anak yang lahir dari perkawinan campur hanya bisa memiliki satu kewarganegaraan dan ditentukan hanya mengikuti kewarganegaraan ayahnya. Ketentuan dalam UU Nomor 62 Tahun 1958, dianggap tidak memberikan perlindungan hukum yang cukup bagi anak yang lahir dariperkawinan campurdan itu merupakan sebuah diskriminasi hukum terhadap WNI Perempuan. Dalam ketentuan UU kewarganegaraan ini, anak yang lahir dari perkawinan campuran untuk bisa menjadi warganegara Indonesia ataupun warganegara asing, semuanya berpatokan pada status kewarganegaraan dari ayahnya (Ius Songuinis).Dengan lahirnya UU Kewarganegaraan yang baru, anak yang lahir dari perkawinan seorang Perempuan WNI dengan Pria WNA, maupun anak yang lahir dari perkawinan seorang Pria WNI dengan Perempuan WNA, diakui sebagai Warga Negara Indonesia. Undang-Undang No. 12 Tahun 2006 tentang Kewarganegaraan RI menggantikan Undang-Undang Kewarganegaraan yang lama (Undang-Undang No. 62 Tahun 1958). Hal ini dimaksud untuk tetap memberikan perlindungan hukum kepada anak-anak yang lahir dari perkawinan campuran antara WNI dengan WNA atau anak-anak yang karena tempat kelahirannya mendapatkan kewarganegaraan dari negara tempat kelahirannya.Penerapan Pasal 41 merupakan bentuk perubahan asas yang diterapkan dari Undang-Undang No. 62 Tahun 1958 yang secara murni menganut asas Ius Songuinis, dimana penentuan status kewarganegaraan ditarik dari garis keturunan ayah. Ketentuan tersebut dirasa tidak memberikan perlindungan bagi anak-anak yang lahir dari perkawinan campur antara ibu yang berkewarganegaraan Indonesia dengan ayahnya yang berkewarganegaraan asing. Dengan diterapkannya pasal 41, maka anak yang menjadi subyek pasal tersebut dapat memperoleh kewarganegaraan Indonesia dengan mengajukan permohonan.Subyek dari Pasal 41 adalah anak-anak yang termasuk dalam ketentuan Pasal 4, yaitu : Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang Ayah WNI dengan Ibu WNA (Pasal 4 huruf c). Anak yang lahir dari perkawinan yang sah dari seorang Ayah WNA dengan Ibu WNI (Pasal 4 huruf d). Lahir di luar perkawinan yang sah dari seorang Ibu WNA yang diakui oleh seorang ayah WNI sebagai anaknya dan pengakuan itu dilakukan sebelum anak tersebut berusia 18 (delapan belas) tahun atau belum kawin (Pasal 4 huruf h). Anak yang dilahirkan di luar wilayah Negara Republik Indonesia dari seorang ayah dan ibu WNI yang karena ketentuan dari negara tempat anak tersebut dilahirkan memberikan kewarganegaraan kepada anak yang bersangkutan (Pasal 4 huruf l).

Kritisi Terhadap UU Kewarganegaraan yang BaruWalaupun banyak menuai pujian, lahirnya UU baru ini ternyata masih menuai kritik dari berbagai pihak. Salah satu pujian sekaligus kritik yang terkait dengan status kewarganegaraan anak perkawinan campuran dalam UU tersebut datang dari ketua KPC Melati (organisasi para istri warga negara asing).Ketua KPC Melati mengatakan bahwa, Undang-Undang Kewarganegaraan menjamin kewarganegaraan anak hasil perkawinan antar bangsa. Ia memuji kerja DPR yang mengakomodasi prinsip dwi kewarganegaraan, seperti yang mereka usulkan, dan menilai masuknya prinsip ini ke UU yang baru merupakan bentuk langkah maju. Sebab selama ini, anak hasil perkawinan campur selalu mengikuti kewarganegaraan ayah mereka. Hanya saja KPC Melati menyayangkan aturan warga negara ganda bagi anak hasil perkawinan campur hanya terbatas hingga si anak berusia 18 tahun. Padahal KPC Melati berharap aturan tersebut bisa berlaku sepanjang hayat si anak.Tetapi kalau kita telaah lebih dalam lagi, dengan menyandang status kewarganegaraan ganda sepanjang hayat akan menimbulkan kerancuan dalam menentukan hukum yang mengatur status personal seseorang. Karena begitu seseorang mencapai taraf dewasa, ia akan banyak melakukan perbuatan hukum, dimana dalam setiap perbuatan hukum tersebut, untuk hal-hal yang terkait dengan status personalnya akan diatur dengan hukum nasionalnya, maka akan membingungkan bila hukum nasionalnya ada dua, apalagi bila hukum yang satu bertentangan dengan hukum yang lain.Dampak dari Kewarganegaraan Ganda Dampak Terhadap Anak

1. Anak Hasil Perkawinan Campuran Ibu WNI dan Bapak WNA.Di Indonesia, hanya Bapak yang menentukan kewarganegaraan anaknya. Menurut salah satu lembanga yang telah diratifikasi RI, pembedaan Bapak atau Ibu sebagai penentu kewarganegaraan anak-anaknya seharusnya dihapus. Sampai sekarang UU kewarganegaraan Indonesia masih belum disesuaikan.

Hak asuh bagi anak WNA. Seorang ibu WNI membutuhkan ijin dari kementrian terkait untuk mendapatkan hak asuh bagi anak-anaknya (WNA) yang di bawah umur. Izin tinggal yang diberikan bagi anak-anak WNA hanya berlaku satu tahun. Selain itu ia diharuskan melapor ke kepolisian, juga ke berbagai tingkat administrasi dari tingkat Kelurahan, Kecamatan, Kabupaten sampai ke Kantor Urusan Kependudukan tingkat provinsi. Setiap tahun pengurusan surat-surat ini menghabiskan waktu yang lama dan biaya yang besar. Misalnya re-entry visa. Setiap keluar negeri, anak-anak (WNA) tersebut memerlukan re-entry visa.

Anak-anak WNA Tidak Dapat Bersekolah di Sekolah Negeri.Anak-anak WNA tidak dapat bekerja di Indonesia. Bagi anak-anak WNA yang sudah dewasa, selesai SMA dan Universitas, dan ingin menetap Indonesia, mereka tidak dapat bekerja di Indonesia tanpa ijin kerja dari Departemen Ketenagakerjaan. Ijin kerja biasanya disponsori oleh perusahaan, tetapi perusahaan pada umumnya menuntut pengalaman kerja. Biaya untuk surat ijin kerja ini tinggi di samping itu mereka akan dikenakan pajak sebagai pekerja WNA. Mereka terpaksa keluar dari Indonesia untuk hidup mandiri dan akibatnya Indonesia kehilangan sumber daya manusia yang berkualitas.

2. Anak Hasil Perkawinan Campur Ibu WNA dan Bapak WNI.Anak-anak tersebut akan mengikuti kewarganegaraan dari ayahnya (WNI). Kalaupun ibu ingin memberikan kewarganegaraanya, sang anak terpaksa harus kehilangan kewarganegaraan Indonesianya.Nantinya akan terjadi ketidakjelasan nasib apakah ibu (WNA) dapat menjadi wali bagi anak-anaknya di Indonesia bila ayah (WNI) menginggal dan anak-anak mereka masih di bawah umur dan belum dapat menentukan status kewarganegaraanya.Tidak jelas juga apakah ibu (WNA) dapat memperoleh pensiun suaminya yang pegawai negeri untuk biaya hidup anaknya, jika saja suaminya meninggal.

Dampak Terhadap Pasangan Suami Istri (Orang Tua)

1. Perempuan WNA yang Menikah dengan Laki-Laki WNI.Istri (WNA) tidak dapat menjadi WNI tanpa melepas kewarganegaraan asalnya (walaupun negara asalnya memperbolehkan kewarganegaraan ganda). Permohonan untuk menjadi WNI pun harus dilakukan maksimal dalam waktu satu tahun setelah pernikahan.

2. Perempuan WNI yang Menikah dengan Laki-Laki WNAPerempuan WNI tidak dapat mensponsori suami maupun anak-anaknya yang sudah dewasa untuk mengajukan permohonan ijin tinggal di Indonesia. Pada situasi di mana suami kehilangan pekerjaan di Indonesia, maka suami dan anak-anak harus keluar dari Indonesia. Bila keluarga ingin menetap di Indonesia mereka hanya dapat memperoleh visa turis atau visa kunjungan sosial budaya yang masa berlakunya hanya dua bulan.Perempuan WNI tidak dapat memiliki tanah dengan sertifikat hak milik kecuali telah membuat perjanjian pisah harta sebelum perkawinan. Hak-hak perempuan tentang kepemilikan warisan menjadi hilang sejak perempuan menikah dengan WNA.Perempuan WNI seringkali menjadi korban, karena harus mengikuti suami (yang tidak mendapat pekerjaan / kehilangan pekerjaan di Indonesia) dan terpaksa juga kehilangan pekerjaannya di Indonesia. Padahal ternyata mereka ini mayoritas merupakan sumber daya manusia yang unggul di bidangnya.

Tidak Ada Perlindungan Hukum di Luar NegeriKarena azas kewarganegaraan tunggal yang dianut Indonesia, maka perempuan/istri WNI yang tinggal di luar negeri dan mempertahankan kewarganegaraan Indonesia susah mendapat perlindungan hukum bila menghadapi masalah dalam perceraian atau kematian suami.Suami WNA tidak dapat menjadi WNI tanpa melepas kewarganegaraan asal (walaupun negara asalnya memperbolehkan kewarganegaraan ganda). Bila ingin memperoleh kewarganegaraan Indonesia ia harus memenuhi persyaratan pewarganegaraan yang ditentukan bagi WNA biasa (yang tanpa hubungan perkawinan atau darah dengan orang Indonesia).

Keluarga Tercerai - BeraiKarena sulitnya mendapat ijin tinggal di Indonesia (bagi laki-laki WNA yang tidak disponsori perusahaan) sementara istri (WNI) tidak bisa meninggalkan Indonesia karena berbagai faktor (bahasa, budaya, keluarga besar, pekerjaan, pendidikan, dll) maka banyak pasangan dan anak-anaknya dengan terpaksa berpisah. Dalam hal ini, terutama anak-anak yang menjadi korban.Bila istri (WNI) meninggal, suami / anak WNA tidak dapat mewarisi tanah / bangunan dengan sertifikat hak milik yang ditinggalkan istri / ibunya atau dalam kurun waktu satu tahun sejak kematian istri / ibu tanah / bangunan tersebut harus dialihnamakan atau dialih sertifikatkan.

3. Masa Pensiun di IndonesiaBila suami (WNA) dan istri (WNI) ataupun sebaliknya, memasuki masa pensiun dan bermaksud untuk menghabiskan masa pensiun di Indonesia ternyata juga tidak mudah karena persyaratan yang ditentukan berbeda-beda dan pengurusannya yang rumit.Kritik :Kewarganegaraan ganda merupakan suatu fenomena yang tidak dapat dihindari. Jika dilihat dari peraturan yang dibuat pemerintah Indonesia, sepertinya pelaku perkawinan campuran dan anak yang dihasilkan akan mengalami banyak kendala untuk berkumpul dengan keluarganya dan mewujudkan keluarga yang bahagia. Dengan realitas ini, jika ada pasangan beda kewarganegaraan yang memiliki keinginan untuk menikah, mereka bisa saja mengurungkan niatnya untuk itu. Ini membuka peluang besar untuk terjadinya hubungan yang layaknya pasangan suami istri yang tidak melalui jalur pernikahan yang dapat membuka peluang besar datangnya masalah yang jauh lebih parah lagi.Saran :Peraturan yang dibuat berkenaan dengan kewarganegaraan ganda hendaknya dapat dipertegas lagi dan dibuat agar pihak yang bersangkutan bisa nyaman dengan peraturan tersebut sehingga dapat menikmati manfaat dari status kewarganegaraan ganda yang dimilikinya tanpa harus pusing dengan masalah yang akan timbul dari status yang dimilikinya tersebut.