FASCIOLIASIS

download FASCIOLIASIS

of 3

Transcript of FASCIOLIASIS

FASCIOLIASIS ( Parasitologi ) FASCIOLIASIS (DISTOMATOSIS)

Etiologi:Fasciola gigantika, Iasciola hepatica Pennyakit cacing ini umumnya menyerang ternak sapi, kambing, domba, dan ruminansia lain. F. hepatica lebih banyak dijumpai di wilayah beriklim dingin sampai sedang, sedangkan F. gigantika lebih dominan di wilayah beriklim tropis. Di Indonesia hospes int...ermedier (siput yang cocok) dari F. hepatica tidak ditemukan, sehingga Fascioliasis yang ada di Indonesia hanya disebabkan oleh F. gigantika. Habitat :cacing dewasa hidup dalam hati (saluran empedu) sapi, kambing, domba, dan ruminansia lainnya. SIKLUS HIDUP Cacing Fasciola sp. Bertelur didalam kantong empedu dan telur keluar mengikuti aliran empedu didalam duktus choleduktus dan mencapai lumen duodenum, kemudian telur bersama Ieses keluar saat deIikasi. Pada kondisi lingkungan yang mendukung (air tergenang, suhu 26C), pH) telur akan menetas (17 hari) dan terbebaslah larva mirasidium. Mirasidium mutlak harus berada dalam air dan berenang mencari hospes intermedier (HI) serasi ialah golongan Lymnae Tumentosa (di Australia), L. truncatula (Eropa). Didalam tubuh siput tersebut mirasidium berubah menjadi sporokista yang memperbanyak diri dengan pembelahan sel secara transversal. Didalam tubuh sporokista terbentuk banyak redia, pada masing-masing redia induk, terbentuk banyak redia anak (cercaria) yang berekor. Kemudian cercaria keluar dari tubuh siput dan berenang didalam air, dalam waktu 20-21 hari setelah memasuki tubuh siput. Pada kondisi menunjang cercaria berenang di air dan mencari tumbuhan air/rerumputan untuk segera melekat dan ekor dilepaskan dan tubuhnya membentuk zat-zat viskus dan berubah bentuk menjadi metacercaria. InIeksi pada host terjadi bila memakan rumput yang ditempeli metacercaria. Didalam duodenum kista pecah dan keluarlah cacing muda. Dalam waktu 24 jam cacing muda sampai dalam ruang peritonium sesudah menembus dinding usus. Sekitar 4-8 hari sesudah inIeksi, sebagian besar cacing telah menembus kapsul hati dan migrasi dalam parenkim hati. Migrasi dalam hati memerlukan waktu 5-6 minggu dan minggu ke-7 telah sampai dalam saluran empedu dan 8 minggu setelah inIeksi cacing telah beredar. Cara Penularan : hospes deIinitive (sapi, domba, kambing) dapat terinIeksi apabila memakan rumput yang tercemar oleh metaserkaria. Patogenesa Setelah hospes deIinitive memakan rumput yang tercemar metaserkaria, maka metaserkaria pecah didalam duodenum setelah bercampur dengan asam pepsin dalam abomasums dan dilanjutkan dengan gertakan trypsin dan empedu dalam duodenum. Kalau serkaria langsung termakan diduga akan hancur/mati karena pengaruh asam pepsin dalam abomasums. Setelah kista pecah maka keluarlah Iasciola muda dalam usus halus. Setelah 24 jam inIeksi, Iasciola muda telah ditemukan dalam rongga peritoneum. Dan 4-6 hari setelah inIeksi sebagian besar Iasciola muda telah menembus kapsul hati dan bermigrasi dalam parenkim hati. Umumnya cacing muda mencapai hati dengan cara menembuus dinding usus, masuk ke ruang peritoneum dan seterusnya menyerbu hati. Migrasi dalam hati memerllukan waktu 5-6 minggu, pada minggu ke-7 cacing telah masuk ke saluran empedu dan selanjutnya menjadi dewasa. Derajat kerusakan tergantunng pada banyak sedikitnya meteserkaria yang menginIeksi/tertelan. Kerusakan terjadi pada parenkim hati dan saluran empedu. ManiIestasi penyakit bisa dibagi menjadi bentuk akut dan kronis. Fascioliasis akut, bisa terjadi pada domba menelan dalam jumlah banyak mmetaserkaria dalam waktu singkat. Jumlah Iasciola muda menyerbu hati dan menyebabkan kapsul hati pecah, maka terjadilah perdarahan kke dalam peritoneum. Domba bisa mati dalam beberapa hari. Dalam otopsi akan ditemukan hati yang membesar, pucat, rapuh, dan terlihat jalurr-jalur perdarahan pada permukaan hati. Fascioliasis kronis adalah bentuk umum yang terjadi pada hospes. Hal ini mungkin karena ternak terinIeksi secara bertahap, sehingga kerusakan hatipun terjadi secara bertahap. Fascioliasis kronis terjadi dua bentuk, yaitu Iibrosis hati dan kholangitis. Waktu Iasciola muda migrasi dalam hati, maka terjadi kerusakan parenkim, perdarahan, dan nekrosa. Perjalanan cacing juga menimbulkan thrombus vena hepatica dan sinusoid hati, dan gangguan aliran darah oleh thrombus ini menimbulkan nekrosis dan iskhaemia dalam parenkim hati. Dalam proses penyembuhan jaringan parenkim diganti dengan serabut kolagen, makaterjadilah Iibrosis. Apabila terjadi banyak lobus hati maka hati menjadi bentuk tidak teratur danmengeras (sirosis hati/sirosis hepatis). Kehadiran cacing hati pada saluran empedu menyebabkan kholangitis. Epitel saluran empedu mengalami hyperplasia. Sisik cacing dan batil isapnya mmerusak epitel saluran empedu, maka reaksi radang menyebabkan terjadi Iibrosis pada lamina propria dan jaringan sekitarnya. Gerakan atau migrasi cacing dalam saluran empedu makin memperluas kerusakan. Telur cacing dalam saluran empedu juga mengandung reaksi radang. Cacing juga menghisap darah yaitu sekitar 0,2 ml tiap hari tiap cacing, sehingga terjadi hipoalbuminamia dan hipoproteinaemia selama inIeksi berlangsung. ejala Klinis: Pada kasus akut terjadi kematian mendadak pada domba, dengan darah keluar dari hidung dan anus. Pada kasus kronis pada sapi terjadi gangguan pencernaan berupa konstipasi dengan tinja yang kering. Dalam keadaan berat sering terjadu mencret. Gejalalain kepucatan, lemah, dan kurus. Gejala anemia dan hipoproteinemia disertai kondisi hewan menurun serta terjadi oedema subkutaneus khususnya pada intermandibula.

Diagnosis Berdasarkan gejala klinis dan diperkuat dengan penemuan telur cacing dalan tinja. Telur cacing Iasciola sp. Mirip dengan telur cacing paramphistomum sp. dimana telur paramphistomum sp. lebih besar, tranparan, dan operculumnya lebih jelas. Dengan tetesan methyl biru telur paramphistomum sp. berwarna biru sedangkan Iasciola sp. tetap kekuning-kuningan. Pengobatan Macam-macam obat yang eIektiI terhadap Iascioliasis seperti Hexachlorethane 220 mg/kg bb, Hexachlorophene15-20 mg/kg bb. Pemberian Chlorsulon 8,5 suspension dengan dosis 75 mg/kg bbeIektiIuntuk cacing muda dan dewasa. Albendazole dengan dosis 10 mg/kg eIektiI untuk cacing dewasa. Obat lain seperti nitoxynil, reIoxanide, oxyclozanide, carbon tetrachloride juga eIektiI tetapi tidak dianjurkan karena bersiIat toksik. Pencegahan :Pencegahan dapat dilakukan mmenghindarkan ternak untuk tidak digembalakan pada daerah pengembalaan yang tergenang air. Penggunaan bebek yang digembalakan pada sawah-sawah sehabis panen untuk memberantas siput.