Antiaritmia materi-farmakoterapi-pada-penyakit-gangguan-kardiovaskular-1
Farmakoterapi Penyakit Paru
Transcript of Farmakoterapi Penyakit Paru
Farmakoterapi Penyakit Paru Terapi oksigen Terapi batuk Terapi antibiotik
pada pneumonia Farmakoterapi
asma bronkial Farmakoterapi
PPOM
Farmakoterapi tuberkulosis
Farmakoterapi radang paru (alveolitis, vaskulitis)
Farmakoterapi cystic fibrosis
Obat penginduksi penyakit paru
Terapi Oksigen Diindikasikan pada hipoksia; kadar normal
oksigen: 20%. Sasaran terapi: O2 24-60%. Dosis tinggi utk gagal nafas tipe I (hipoksia
tanpa hiperkapnia: udema paru akut, pneumonia, emboli paru). Target saturasi 95%.
Dosis rendah utk gagal nafas tipe II (eksaserbasi akut penyakit sumbatan saluran nafas). Target saturasi 85%.
Efek samping: pemburukan hiperkapnia, fibroplasia retrolental/buta pada neonatus; batuk karena iritasi, sakit tenggorokan, tracheobronchitis, udema paru, atelectasis.
Terapi Batuk Bila batuk kering, tekan dengan antitusif
(codeine, noscapin, morfin). Bila batuk basah gunakan ekspektoran
(minum air angat, hirup uap air), obati penyebabnya. Antihistamin menjadikan dahak kental, susah dikeluarkan. Berbagai ekspektoran tak jelas manfaat klinisnya.
Uap garam hipertonik, amiloride digunakan sebagai ekspektoran pada bronkiektasi dan cystic fibrosis, tetapi manfaat kliniknya tak jelas.
Pneumonia Bedakan community acquired vs hospital
acquired pneumonia. CA-pneumonia lebih sering disebabkan kuman gram positif, HA pneumonia lebih banyak karena kuman gram negatif dan gram positif yang sudah resisten.
Pneumonia mudah terjadi pada sickle cell anemia, immunodefisiensi, payah jantung kronik, penyakit paru obstruktif menahun (PPOM), cirrhosis hepatis, diabetes mellitus, pasca splenectomy. Terapi antibiotika disesuaikan dengan kuman penyebab yang sensitif.
Terapi lain: oksigen bila hipoksia; cairan bila dehidrasi; analgesik bila nyeri pleura.
Lama antibiotika: 7-10 hari atau sampai 3 hari setelah panas turun. Bila infeksi dengan S aureus, K pneumonia, dan M pneumonia, lama terapi 2-3 minggu guna cegah relaps. AB alternatif diberikan bila AB lini pertama resisten.
Terapi gagal bila diagnosis salah (infark atau udema), ada resistensi, ada penyakit penyerta (obstruksi, bronkiektasi, abses, empyema).
HA pneumonia lebih sering karena kuman gram negatif atau sudah resisten thd AB yg lazim digunakan. Lakukan kultur dahulu, obati dengan sefalosporin generasi II/III plus gentamicin IV.
Terapi Antibiotika Pneumonia
Pilihan AlternatifStr.pneumonia PenG/amoxicillin
Eritromisin/cefuroximeS aureus Penicillin G EritromisinS aureus Flucloxacillin Tes sensitifitas(penillinase+)K pneumonia Gentamicin+ Chloramphenicol/ Sefalosporin Co-trimoxazoleH influenza Amoxicillin Chloramphenicol/ SefalosporinL pneumophila Eritromisin RifampicinM pneumonia Eritromisin Tetrasiklin
Pneumonia Aspirasi (Pneumonia inhalasi)
Di komunitas kumannya adalah gram positif, bacteria fusiform, dan anaerob. Obati dengan aminopenicillin atau clindamycin, dan metronidazole.
Di RS, kumannya gram negatif, stafilokok yang resisten dgn penicillin, dan anaerob. Obati dengan sefalosporin III plus gentamicin dan metronidazole.
Pneumonia pd Penderita dengan Kelumpuhan Immunitas
Penyebab: CMV, cryptococcus, Pneumocystis carinii (protozoa).
Pengobatan pneumonia P carinii: co-trimoxazole IV: 20 mg/kg TMP plus 100mmg/kg SMX selama 2 minggu.
Pengobatan pneumonia CMV: ganciclovir/valganciclovir.
PPOM (COPD) Tujuan pengobatan: cegah infeksi, sembuhkan
obstruksi, obati eksaserbasi infeksi akut, obati payah jantung.
Berikan antibiotika sedini mungkin bila ada tanda infeksi.
Terjadi obstruksi karena ada bronkospasme dan produksi dahak. Bronkospasme diobati seperti asma bronkiale. Ekspektoran tak bermanfaat. Obati hipoksia dengan O2, mulai kadar rendah, ditingkatkan sesuai respons. Atasi dehidrasi.
Henti merokok.
Asma Bronkial-Patofisiologi Adalah penyakit inflamasi pd di dinding
saluran nafas. Berbagai sel radang (eosinofil, basofil, makrofag) ditemukan pd biopsi dinding saluran nafas dan di cairan bronkoalveolar.
Sel inflamasi melepas sejumlah mediator inflamasi dan sitokin.
Terjadi gangguan pernafasan karena bronkokonstriksi, udema mukosa, sekresi mukus berlebihan.
Ada korelasi erat peningkatan IgE dgn prevalensi asma; tandakan adanya peran respon imun yg memicu respon inflamasi.
Pemicu respon inflamasi adalah berganda, tetapi selalu ditandai oleh lymphocyte-directed eosinophilic bronchitis.
Yg terlibat patologi asma adalah T-helper type 2 (Th2), yg meningkatkan produksi IL4, IL5 & IL13. IL4 berperan dlm sintesis IgE oleh sel B. IL5 perpanjang umur eosinofil; respon imun picu produksi kemokin dan sitokin, sebabkan penetrasi lekosit ke dinding saluran nafas, selanjutnya lekosit ini keluarkan autacoid dan sitokin. Akhirnya sel residen di dinding bronkus ikut meradang dan timbulkan hipersekresi.
Sediaan Aerosol B2 agonis dan glukokortikoid diberikan per inhalasi
pada asma, guna kurangi ES sistemik. Ukuran partikel yang diinhalasi tentukan jumlah obat
yg sampai ke mukosa bronkus dan brokiolus. Partikel > 10 um tak sampai ke paru; <0.5 um mudah sampai ke alveoli tetapi mudah keluar. Partikel 1-5um mencapai bronkiolus dan tinggal disana.
Setelah inhalasi aerosol tahan nafas 5-10 detik agar partikel obat terserab.
Tak ada sistem aerosol yang hasilkan partikel yang uniform.
2-10% aerosol yang terserab di paru, sisanya tertelan
Utk kurangi ES sistemik, usahakan penyerapannya di saluran cerna buruk, atau obat yg terserab dimetabolisir oleh metabolisme lintas pertama.
Spacer, yg diletakkan antara inhaler dan mulut guna kurangi absorpsi partikel besar disaluran cerna dan kurangi kerugian akibat ketaktepatan aktifasi inhaler dengan inspirasi.
>50% penderita tak mampu gunakan inhaler secara tepat.
Ada 2 jenis inhaler: metered dose dan nebulizer. Sbhg dokter dan penderita suka nebulizer utk asma berat dan penderita PPOM, walau harganya lebih mahal. Nebulizer digunakan bersama sangkup muka pada anak dan penderita tua yang gelisah.
Agonis Reseptor Beta- Adrenergik Yg dipilih adalah yg antagonis selektif thd reseptor B2. Yg lama kerjanya singkat berguna utk terapi
simtomatik: albuterol, levalbuterol, metaproterenol, terbutaline, pirbuterol. Yg lama kerjanya panjang berguna untuk cegah sesak: salmeterol, formoterol.
ES: inhalasi berlebihan timbulkan aritmia, dan eksitasi SSP.
Tablet oral berguna utk anak <5th yg belum mampu inhalasi, dan utk penderita yang batuk dengan aerosol. Peroral ES lebih sering.
B2 stimulant tak kurangi bronchial hyperresponsiveness.
Ephedrine – Simpatomimetik Klasik Simpatomimetik sentral dan perifer Lepaskan NE dari ujung simpatis. Kerja langsung pd reseptor α dan β Efek bronkodilatasi adalah perangsangan β2. Peroral, untuk serangan asma ringan. Mirip epinefrinTD↑ karena vasokonstriksi,
inotropik+, aliran darah naik ke koroner, otak dan otot,ttp turun ke ginjal dan saluran cerna’
Dapat tachyphylaxis.
Glukokortikoid Yg perlukan inhalasi agonis β2 lebih 4X/hari,
adalah calon pengguna glukokortikoid aerosol. Cara kerja: hambat/tekan reaksi inflamasi di
saluran nafas. Indikasi: cegah serangan asma Aerosol tingkatkan indeks terapi dan kurangi ES. Sediaan: beclomethasone diproprionate,
triamcinolone acetonide, flunisolide, budesonide, dan fluticasone propionate.
Bila kepatuhan jadi masalah, pilih yg efektif diberikan 1-2x/hari (fluticasone, flunisolide, atau budesonide). Variabel yg tentukan keberhasilan terapi: keparahan penyakit, device dan sediaan yg dipilih,
Efek maksimal baru terlihat setelah bbrp minggu. Bila serangan asma telah terkontrol, dosis pemeliharan dapat diturunkan.
Glukokortikoid sistemik (tablet/suntikan) digunakan untuk kekambuhan akut dan asma berat kronik.
ES inhalasi aerosol: candidiasis oral (dapat dikurangi dengan gunakan spacer atau cuci mulut sebelum dan sesudah inhalasi).
ES sistemik: supresi HHA axis bila digunakan >10 hari, candidiasis, osteoporosis.
Teofilin
Turunan methyl xanthine (caffeine, theophylline, theobromine).
CNS stimulant, caffeine>theophylline. Cardiac stimulant: CO↑, dulu
digunakan untuk payah jantung akut. Perkuat kontraksi oto skelet. Tingkatkan produksi urine
Teofilin Hambat fosfodiesterase tinggikan cyclic AMP dan
cyclic GMP tingkatkan transduksi signal dari reseptor B2 bronkodilatasi; hambat kompetitif kerja adenosin hambat bronkokonstriksi dan hambat penglepasan mediator inflamasi.
Eliminasi bervariasi individual krn pengaruh genetik, lingkungan dan gaya hidup. Dosis tinggi terjadi saturasi kinetik intoksikasi. Metabolisme diperlambat oleh: sirosis hepatis, payah jantung, udema paru, simetidine, eritromisin; dipercepat oleh fenitoin, barbiturat, merokok, rifampicin, pil kontrasepsi.
ES: aritmia, kejang. Indikasi: obat murah utk asma; sediaan lepas lambat
utk cegah serangan asma malam hari
Antikolinergik ( Ipratropium, Tiotropium )
Respons baik pd asma psikogenik. Bronkodilatasi melalui hambatan
reseptor muskarinik M3. Efek lambat, tak sekuat β2 stimulant,
efek bervariasi tergantung tonus parasimpatis.
Sinergisme bila diberikan bersama β2 stimulant, tersedia aerosol kombinasi
Na Kromolin dan Na Nedokromil
Hambat penglepasan bronkokonstriktor (histamin, dll) dari sel mast dan basofil.
Berguna utk cegah serangan asma ringan dan sedang yang disebabkan antigen.
Sediaan: aerosol dan powdered inhaler.
Zafirlukast, Montelukast, dan Zileuton.
Zafirlukast dan montelukast adalah leukotriene-receptor antagonist; zileuton adalah penghambat 5-lipooxygenase, hambat katalisis pembentukan leukotriene dari asam arakidonik. Leukotriene adalah bronkokonstriktor.
Omalizumab: Anti-IgE Adalah recombinant monoclonal
antibody yang ditargetkan ikat IgE, cegah IgE ikat reseptor di sel mast dan basofil cegah reaksi alergi pada tahap awal.
Cara pemberian: subkutan. Berguna utk atasi ketergantungan thd
steroid. Bukan brokodilator tak bisa atasi
serangan asma.
Pengobatan PPOM Hentikan rokok, obati kecanduan rokok
dengan nicotine gum, bupropion, atau clonidine.
Gunakan obat antiasma agar emfisema tak lebih parah karena ada bronkiektasi dan inflamasi.
Semua sediaan antiasma dapat digunakan dalam jangka waktu terbatas. Pilihan ditentukan oleh respon individu
Kemoterapi Tuberkulosis Paru Tuberkulosis adalah penyakit orang miskin Kemoterapi gunakan kombinasi obat paling
sedikit dua, lebih baik tiga atau empat. Epidemi tuberkulosis kembali muncul karena
resistensi kuman dan merebaknya HIV. Vaksin BCG hrs diberikan kepada semua kontak. Pencegahan sekunder bagi anak <5th dengan
tuberkulin positif, akil balig <20th yang kontak erat dengan penderita, dewasa dengan tuberkulin positif, HIV dengan tuberkulin positif. Berikan INH 5 mg/kg/hari selama 6-12 bulan, atau INH+rifampicin selama 3 bulan.
Kemoterapi Tuberkulosis di Negara Maju Kombinasi 4 obat: rif + INH + pyrazinamide
(PZA) + ethambutol. Diberikan setiap hari selama 2 bulan, dilanjutkan 4 bulan berikutnya dengan rif + INH.
Pd penderita immunodefisiensi tambahkan rifabutin utk cegah infeksi M avium.
Bila kepatuhan jadi masalah, berikan regimen 3x seminggu: INH 15 mg/kg + rif 15 mg/kg, PZA 50 mg/kg. Tambahkan streptomycin 1 gr atau ethambutol 25 mg/kg bila ada resistensi. Berikan tiap hari 2 bulan, lanjutkan dengan rif + INH 3x/minggu selama 4 bulan berikutnya.
Tiga Pilihan Kemoterapi Tuberkulosis di Negara Berkembang
1.Streptomycin + INH setiap hari selama 3 bulan, lanjutkan 2x seminggu selama 9 bulan.
2. Streptomycin + INH + PZA 3x seminggu untuk 9 bulan. Kurang efektif dari regimen 1, digunakan bila ada masalah kepatuhan.
3. Strep + rif + INH + PZA tiap hari utk 2 bulan, lanjutkan dengan INH + thioacetzone/PAS untuk 6 bulan, tiap hari.
Karena masalah resistensi, WHO anjurkan DOTS (directly observed therapy, short course)
Kekambuhan Bila regimen tiap hari obat lini I (INH, rif,
PZA) dipatuhi, eradikasi basil 100%. Regimen 3x/minggu, kekambuhan 5-10%. Makin singkat lama pengobatan, makin
tinggi kekambuhan. Kekambuhan diobat dengan INH plus 2
obat baru yang belum digunaan (rifabutin, fluorokinolon).
Kunci keberhasikan pengobatan adalah kepatuhan. Pantau penggunaan obat dengan ketat.
Efek Samping
Peningkatan sementara enzim hati, teruskan pengobatan.
Ikterus, oleh semua obat lini 1. Neuropati n opticus oleh
ethambutol. Neuropati perifer oleh INH Efek nefrotoksik dan ototoksik
streptomycin