FARIZ ABU
-
Upload
sigit-satria-putra -
Category
Documents
-
view
10 -
download
0
Transcript of FARIZ ABU
ANALISA MUTU DAN HASIL PERTANIAN
LAPORAN ANALISA KADAR ABU
Oleh :
Nama : FARIZ MALIK IBRAHIM
NIM : 121710101125
Kleas : THP - C
Kelompok :4 / C2 Shift 1
Hri / Tgl Praktikum : 08 Oktober 2013
Hrai / Tgl Pengumpulan : 22 Oktober 2013
JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS JEMBER
2013
BAB 1. PENDAHULUAN1.1 Latar belakang
Abu merupakan zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik. Dalam bahan pangan, selain abu terdapat pula komponen lain yaitu mineral. Kadar abu dalam bahan pangan sangat mempengaruhi sifat dari bahan pangan tersebut. Kadar Abu merupakan ukuran dari jumlah total mineral yang terdapat dalam bahan pangan (Sudarmadji, 1989). Hal ini menunjukkan bahwa penentuan kadar abu sangat mempengaruhi penentuan kadar mineral. Kadar mineral adalah ukuran jumlah komponenan organic tertentu yang terdapat dalam bahan pangan seperti Ca, Na, K, dan Cl.
Kandungan abu dan komposisinya bergantung pada macam bahan dan cara pengabuan yang digunakan. Kandungan abu dari suatu bahan menunjukkan kadar mineral dalam bahan tersebut. Ada dua macam garam mineral yang terdapat dalam bahan, yaitu:1. Garam organik : garam asam malat, oksalat, asetat, pektat2. Garam anorganik : garam fosfat, karbonat, klorida, sulfat, nitratPengabuan dilakukan untuk menentukan jumlah mineral yang terkandung dalam bahan. Penentuan kadar mineral bahan secara asli sangatlah sulit sehingga perlu dilakukan dengan menentukan sisa hasil pembakaran atas garam mineral bahan tersebut. Pengabuan dapat menyebabkan hilangnya bahan-bahan organik dan anorganik sehingga terjadi perubahan radikal organik dan terbentuk elemen logam dalam bentuk oksida atau bersenyawa dengan ion-ion negatif.
Kadar abu merupakan campuran dari komponenan organik atau mineral yang terdapat pada suatu bahan pangan. Bahan pangan terdiri dari 96% bahan anorganik dan air, sedangkan sisanya merupakan unsur-unsur mineral. Unsur juga dikenal sebagai zat organik atau kadar abu. Kadar abu tersebut dapat menunjukan total mineral dalam suatu bahan pangan. Bahan-bahan organik dalam proses pembakaran akan terbakar tetapi komponen anorganiknya tidak, karena itulah disebut sebagai kadar abu. Penentuan kadar abu total dapat digunakan untuk berbagai tujuan, antara lain untuk menentukan baik atau tidaknya suatu pengolahan, mengetahui jenis bahan yang digunakan, dan sebagai penentu parameter nilaigizisuatubahanmakanan.
Penentuankadar abu total yang dilakukan terhadap bahan hasil pertanian bertujuan untuk menentukan baik tidaknya suatu proses pengolahan, mengetahui jenis bahan yang digunakan, serta dijadikan parameter nilai gizi bahan makanan.Oleh karena begitu pentingnya peranan abu untuk menganalisis kandungan komponen
mineral yang terdapat dalam bahan hasil pertanian, maka dilakukan kegiatan praktikum penetapan kadar abu.
1.2. Tujuan
- Untuk mengetahui cara analisis kadar abu bahan pangan dan hasil pertanian.
- Untuk mengukur kadar abu bahan pangan dan hasil pertanian dengan metode
pengabuan kering.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penjelasan metode pengabuan kering dan basah
Prinsip dari pengabuan cara langsung (kering) yaitu dengan mengoksidasi
semua zat organic pada suhu tinggi, yaitu sekitar 500 – 600 oC dan kemudian
melakukan penimbangan zat yang tertinggal setelah proses pembakaran tersebut.
(Sudarmadji, 1996)
Pengabuan dilakukan melalui 2 tahap yaitu :
a. Pemanasan pada suhu 300oC yang dilakukan dengan maksud untuk
dapat melindungi kandungan bahan yang bersifat volatile dan bahan berlemak hingga
kandungan asam hilang. Pemanasan dilakukan sampai asap habis.
b. Pemanasan pada suhu 800oC yang dilakukan agar perubahan suhu pada
bahan maupun porselin tidak secara tiba - tiba agar tidak memecahkan krus yang
mudah pecah pada perubahan suhu yang tiba-tiba.
Prinsip dari pengabuan cara tidak langsung (basah) yaitu memberikan reagen
kimia tertentu ke dalam bahan sebelum dilakukan pengabuan. Senyawa yang biasa
ditambahkan adalah gliserol alcohol atau pun pasir bebas anorganik selanjutnya
dilakukan pemanasan pada suhu tinggi. Pemanasan mengakibatkan gliserol alcohol
membentuk kerak sehingga menyebabkan terjadinya porositas bahan menjadi besar
dan dapat mempercepat oksidasi. Sedangkan pada pemanasan untuk pasir bebas dapat
membuat permukaan yang bersinggungan dengan oksigen semakin luas dan
memperbesar porositas, sehingga mempercepat proses pengabuan. (Sudarmadji,
1996)
2.2 Penjelasan bahan baku
Tomat
Buah tomat yang merupakan buah yang mengandung vitamin C, ternyata
juga banyak mengandung mineral. Satu buah tomat mengandung 30 kalori, vitamin C
40 mg, vitamin A 1500 SI, zat besi dan kalsium. Karena tingginya kandungan
vitamin, kalsium serta rendahnya lemak dan kalori, buah tomat ini tidak
menggemukkan (Tugiyono, 1990). Vitamin C merupakan senyawa yang sangat
mudah larut dalam air, mempunyai sifat asam dan sifat pereduksi yang kuat. Sifat
tersebut terutama disebabkan adanya struktur eradial yang berkonjugasi dengan gugus
karbonil dalam cincin lekton. Bentuk vitamin C yang ada di alam terutama adalah L-
asam askorbat, D-asam askorbat jarang terdapat di alam dan hanya dimiliki 10%
aktivitas vitamin C (Andarwulan N dan Kuswano S, 1992).
Kopi
Kopi merupakan suatu minuman stimulan yang didapatkan dari biji yang
tanamn kopi yang dipanggang, pada umumnya disebut biji kopi. Saat ini, kopi
merupakan minuman yang sangat populer di seluruh dunia. Pernyataan ini
disampaikan oleh Villanueva, Cristina M.; Cantor, Kenneth P.; King, Will D.;
Jaakkola, Jouni J. K.; Cordier, Sylvaine; Lynch, Charles F.; Porru, Stefano;
Kogevinas, Manolis (2006).dalam judul "Total and specific fluid consumption as
determinants of bladder cancer risk". International Journal of Cancer 118 (8): 2040–
2047. Pada awalnya kopi dikonsumsi pada abad ke-9 di dataran tinggi Ethiopia 12
kemudian menyebar ke Mesir dan Yaman, seterusnya pada abad ke-15 telah
mencapai Azerbaijan, Persia, Turki, dan Afrika Utara, Italia, benua Eropa, Indonesia,
dan Amerika. (Meyers, 2007)
Selain dikonsumsi sebagai stimulant, kopi juga digunakan dalam ritual-ritual
agama, kepentingan politik, dan sebagai jamuan untuk tamu-tamu agung. (FAO,
2004)
Senyawa kimia yang terkandung didalam biji kopi dapat dibedakan atas
senyawa volatil dan non volatil. Senyawa volatil adalah senyawa yang mudah
menguap, terutama apabila terjadi kenaikan suhu. Senyawa volatil yang berpengaruh
terhadap aroma kopi antara lain dari golongan aldehid, keton dan alkohol, sedangkan
senyawa non volatil yang berpengaruh terhadap mutu kopi antara lain kafein,
chlorogenic acid dan senyawa-senyawa nutrisi. Senyawa nutrisi pada biji kopi terdiri
dari karbohidrat, protein, lemak, dan mineral. Sukrosa yang termasuk golongan
karbohidrat merupakan senyawa disakarida yang terkandung dalam biji kopi,
kadarnya bisa mencapai 75% pada biji kopi kering. Selain itu, dalam biji kopi juga
terdapat gula pereduksi sekitar 1 %. Berkurangnya gula pereduksi yang disebabkan
oleh penyimpanan pada suhu tinggi akan menyebabkan turunnya mutu kopi seduhan
yang dihasilkan, karena gula merupakan salah satu komponen pembentuk aroma.
Golongan asam juga dapat mempengaruhi mutu kopi, karena merupakan salah satu
senyawa pembentuk aroma kopi. Asam yang dominan pada biji kopi adalah asam
klorogenat yaitu sekitar 8 % pada biji kopi atau 4,5% pada kopi sangrai. Selama
penyangraian sebagian besar chlorogenic acids akan terhidrolisa menjadi asam kafeat
dan Quinic acid. Selain itu terdapat juga kafein yang merupakan unsur terpenting
pada kopi yang berfungsi sebagai stimulant, sedangkan kafeol merupakan faktor yang
menentukan rasa. Kafein merupakan suatu alkaloid dari metil xantin yaitu 1,3,7
trimetil xantin.
2.3 Prinsip analisa
Prinsip analisa yang digunakan adalah cara pengabuan kering. Prinsip dari
pengabuan cara langsung(kering) yaitu dengan mengoksidasi semua zat organik
pada suhu tinggi, yaitu sekitar 500 – 600 oC dan kemudian melakukan
penimbangan zat yang tertinggal setelah proses pembakaran tersebut.
(Sudarmadji, 1996)
Pengabuan dilakukan melalui 2 tahap yaitu :
a. Pemanasan pada suhu 300oC yang dilakukan dengan maksud untuk dapat
melindungi kandungan bahan yang bersifat volatil dan bahan berlemak hingga
kandungan asam hilang. Pemanasan dilakukan sampai asap habis.
b. Pemanasan pada suhu 800oC yang dilakukan agar perubahan suhu pada
bahan maupun porselin tidak secara tiba-tiba agar tidak memecahkan krus yang
mudah pecah pada perubahan suhu yang tiba-tiba.
2.4 Penjelasan mengapa pengabuan penting bagi sebagian produk makanan
Penentuan kadar abu total yang dilakukan terhadap bahan hasil pertanian
bertujuan untuk menentukan baik tidaknya suatu proses pengolahan, mengetahui jenis
bahan yang digunakan, serta dijadikan parameter nilai gizi bahan makanan.
Sebagian besar bahan makanan, yaitu sekitar 96% terdiri dari bahan organik
dan air. Sisanya terdiri dari unsur- unsur mineral. Unsur mineral juga di kenal sebagai
zat organik atau kadar abu. Dalam proses pembakaran, bahan-bahan organik terbakar
tetapi zat anorganiknya tidak, karena itulah disebut abu. Meskipun banyak dari
elemen-elemen mineral telah jelas diketahui fungsinya pada makanan ternak, belum
banyak penelitian sejenis dilakuakan pada manusia. Karena itu peranan berbagai
unsur mineral bagi manusia masih belum sepenuhnya diketahui (Winarno,1997)
BAB 3. METODOLOGI PRAKTIKUM
3.1 Alat dan Bahan3.1.1 Alat
- Neraca analatis- Krus porselin- Penjepit- Tanur - Spatula- Eksikator
3.1.2 Bahan- Ubi ungu - Tomat- Tepung tapioka
3.2 Prosedur Analisa
Prosedur kerja dimulai dari langkah pertama yaitu menyiapkan wadah berupa krus porselen . Digunakan krus porselen karena cepat mencapai berat konstan dan murah. Langkah selanjutnya adalah mengoven krus porselen selama15 menit Tujuannya adalah menghilangkan (menguapkan) air yang terdapat atau menempel pada krus porselen. Lalu didinginkan dalam eksikator selama 5 menit. Penggunaan eksikator bertujuan untuk menyeimbangkan kelembapan relatif (RH) krus. Setelah itu krus porselen ditimbang sebagai a gram (sebagai berat krus porselen kosong). Setelah itu, ditambahkan 3 gram bahan sampel yang akan dianalisis ke dalam krus porselen. Untuk bahan kering, maka bahan langsung dapat dimasukkan ke dalam krus porselen,. Lalu krus yang berisi sampel ditimbang sebagai b gram (sebagai berat bahan awal). Kemudian krus berisi sampel dimasukkan ke dalam tanur pengabuan selama 3 jam.
Proses pengabuan di dalam tanur berlangsung dalam dua tahapan, yaitu tahap I berlangsung pada suhu 300oC selama 1 jam dan tahap II berlangsung pada suhu 800oC selama 4 jam. Pada tahap I terjadi penguapan bahan-bahan organik sekaligus kandungan airnya. Tahap ini berlangsung sampai asap habis. Pada tahap II yang berlangsung pada suhu 800oC terjadi proses pengabuan semua bahan-bahan organik sehingga dihasilkanlah bahan anorganik sisa pembakaran yaitu abu yang berwarna putih keabu-abuan.. Setelah itu bahan dibiarkan dalam tanur selama 24 jam
agar suhu abu stabil. Kemudian krus berisi abu dimasukkan ke dalam eksikator selam 5 menit. Hal ini bertujuan untuk menyeimbangkan kelembapan relatif (RH) krus. Setelah itu krus porselen berisi abu ditimbang sebagai c gram (sebagai berat bahan setelah dieksikator).
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Pengamatan
4.1 Kopi Sangrai Tanpa Fermentasi
Pengulangan Berat Kurs
Porselin (gr)
Berat Bahan
(gr)
Berat Kurs
Porselin + Bahan
(gr)
Berat Kurs Porselin +
Bahan Setelah
Pengabuan (gr)
Berat Bahan Setelah
Pengabuan (gr)
Kadar abu
(g/100 g, %bb)
1 18,240 3,007 21,247 18,369 0,129 4,289
2 11,842 3,035 14,877 11,967 0,125 4,118
3 8,532 3,001 11,533 8,666 0,134 4,465
Rata - rata 4,291
SD 0,1735
RSD 3,885
4.2 Kopi Sangrai Fermentasi
Pengulangan
Berat Kurs
Porselin (gr)
Berat Bahan
(gr)
Berat Kurs
porselin + Bahan
(gr)
Berat Kurs Porselin +
Bahan Setelah
Pengabuan (gr)
BeratBahan Setelah
Pengabuan (gr)
Kadar abu (g/100 g,
%;bb)
1 10,702 3,021 13,723 10,851 0,149 4,932
2 10,972 3,043 14,015 11,116 0,144 4,732
3 7,994 3,039 11,033 8,142 0,148 4,870
Rata – rata 4,844
SD 0,1024
RSD 2,113
4. 3 Tepung Tapioka
Pengulangan (1, 2, 3)
Berat Kurs
Porselin (gr)
Berat Bahan
(gr)
Berat Kurs
porselin + Bahan
(gr)
Berat Kurs Porselin +
Bahan Setelah
Pengabuan (gr)
Kadar abu (%, bb)
Kadar abu (%;bk)
1 13,871 3,016 16,887 13,872 0,0331 % 0,0387 %
2 12,952 3 15,952 12,953 0,0333 % 0,0389 %
3 14,825 3,012 17,837 14,827 0,0641 % 0,0749 %
Rata – rata 13,882 3,009 16,892 13,884 0,0435 % 0,0508 %
SD 0,936 % 0,008 % 0,942 % 0,937 0,0178 % 0,0208 %
RSD 6,742 % 0,265 % 5,576 % 6,748 40,9195 % 40,9448 %
4.2 Pembahasan
4.2.1 Kopi Sangrai Tanpa Fermentasi
Dari data pengamatan yang diperoleh dapat diketahui bahwa pada hasil
praktikum analisa kadar abu dengan bahan kopi sangrai tanpa fermentasi mempunyai
nilai rata-rata kadar abu sebesar 4,291 %. Nilai rata – rata tersebut menunjukan
kandungan mineral non organik pada kopi sangrai tanpa fermentasi.
Sedangkan Untuk RSD (relative standart deviasi) pada data pengamatan yang
dipaparkan didapat nilai sebesar 3,885%. Dari data ini dapat diambil kesimpulan
bahwa data pengamatan yang diperoleh selama praktikum analisa kadar abu memiliki
keakuratan yang sangat akurat karena nilai menurut literature memiliki nilai dibawah
5%, keakurasiannya sangat tinggi.
4.2.2 Kopi Sangrai Fermentasi
Dari hasil pengamatan di atas dapat diketahui bahwa hasil rata-rata nilai kadar
abu yang diperoleh dari proses analisa sebesar 4,844%. Dimana dari nilai tersebut
dapat diketahui bahwa kandungan mineral yang ada pada kopi sangrai dengan
fermentasi sebesar 4,844%, hal ini menunjukan kandungan komponen mineral non
organic pada kopi sangria yang telah difermentasi. Untuk nilai RSD pada data
pengamatan didapatkan nilai 2,113% hal ini menunjukan hasil yang memiliki
keakuratan yang tinggi.
. 4.2.3 Tepung Tapioka
Dari raktikum yang telah dilakukan pada analisa kadar abu dengan
menggunakan sampel bahan tepung tapioka diperoleh rata-rata kadar abu sebesar
0,0508%. Nilai rata –rata ini menunjukan nilai kadar abu yang terdapat pada tepung
tapioca. Sedangkan RSD yang diperoleh sangat besar yaitu dengan nilai 40,94 dapat
ditarik kesimpulan bahwa data pengamatan yang telah diperoleh memiliki tingkat
keakurasian yang sangat buruk. Hal ini dikarenakan nilai RSD yang sangat jauh
melebihi 5%. Oleh karena itu kemungkinan data nilai kadar abu yang digunakan
untuk menetapkan kadar mineral yang terkandung didalam bahan juga tidak akurat
hal ini mungkin dikarenakan adanya penyimpangan dalam praktikum.
BAB 5. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. metode pengabuan adalah metode pengabuan kering.2. Abu merupakan zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik3. Kandungan mineral pada kadar abu bisa ditentukan dengan perhitungan kadar
abu total.4. Semakin kecil kadar abu yang diperoleh, maka kandungan mineral dalam
bahan juga akan semakin kecil.5. semakin kecil RSD semakin akurat data yang diperoleh.
5.2 Saran
1. Hati – hati saat mengambil kurs porselin pada saat pengabuan karena kurs porselin sudah agak retak
2. Terima kasih pada asisten pembimbing
DAFTAR PUSTAKA
FAO Statistical Yearbook. 2004. Table C.10:Most important imports and exports of
agricultural products. FAO Statistics Division. Vol. 1/1 Table C.10 avaible
from URL www.FAO.org
Meyers, Hannah. ""Suave Molecules of Mocha" — Coffee, Chemistry, and
Civilization".2007.
Sudarmadji, 1989.AnalisaBahanMakanandanPertanian.PAU PangandanGizi UGM, Yogyakarta.
Sudarmadji, S., Haryono, B. danSuhandi.1989. AnalisaBahanmakanandanPertanian. Liberty: Yogyakarta.
LAMPIRAN
Perhitungan kopi
Kopi sangria tanpa fermentasi
Kopi sangria fermentasi
Perhitungan tepung tapioca
1. Kadar Abu (%, bb)
(Berat kurs porselen + bahan setelah pengabuan – berat kurs porselen) / berat bahan x
100%
- Pengulangan I : rata-rata X = 0,0331+0,0333+0,0641/3
13,872 – 13,871/3,016 x 100% = 0,0331% = 0,0435 %
- Pengulangan II :
12,953 – 12,952/3 x 100% = 0,0333 %
- Pengulangan III :
14,827 – 14,825/3,012 x 100% = 0,0641 %
2. Kadar Abu (%, bk)
(Kadar abu %bb) / (100-kadar air bb) x 100%
- Pengulangan I :
0,0331 / (100 – 14,5) x 100% = 0,0387 % rata-rata X = 0,0387+0,0389+0,0749/3
- Pengulangan II : = 0,0508%
0,0333 / (100 – 14,5) x 100% = 0,0389 %
- Pengulangan III :
0,0641 / (100 – 14,5) x 100% = 0,0749 %
Kadar abu (%bb)
SD = √(0,0331-0,0435)2 + (0,0333-0,0435) 2 + (0,0641-0,0435) 2
2
= √0,00031828 = 0,0178 %
RSD = SD/ X x 100
= 0,0178/ 0,0435 x 100 = 40,9195 %
Kadar abu (%bk)
SD = √ (0,0387-0,0508)2+(0,0389-0,0508)2+(0,0749-0,0508)2
2
= √0,000434415 = 0,0208 %
RSD = SD/ X x 100 = 40,9448