Far Mako

7
A. Klasifikasi Stadium Anestesi Umum Anestesi umum adalah tindakan meniadakan nyeri sentral disertai hilangnya kesadaran yang bersifat reversibel. Tindakan ini menimbulkan keadaan tidak sadar selama prosedur medis dilakukan, sehingga pasien tidak merasakan atau mengingat sesuatu yang terjadi. Dengan anestesi umum akan diperoleh trias anestesia, yaitu hipnotik (tidur), analgesia (bebas dari nyeri), dan relaksasi otot (mengurangi ketegangan tonus otot) ( Muhiman, 2002). Obat anestesi umum adalah obat atau agen yang dapat menyebabkan terjadinya efek anestesi umum yang ditandai dengan penurunan kesadaran secara bertahap karena adanya depresi susunan saraf pusat. Menurut rute pemberiannya, anestesi umum dibedakan menjadi anestesi inhalasi dan anestesi intravena. Keduanya berbeda dalam hal farmakokinetik dan farmakodinamik (Ganiswarna, 2010). B. Klasifikasi Stadium Anestesi Umum 1. Stadium Analgesia Stadium ini dimulai dari pemberian agen anestesi sampai menimbulkan hilangnya kesadaran. Rasa takut dapat meningkatkan frekuensi nafas dan pulsus, dilatasi pupil, dapat terjadi urinasi dan defekasi (Mycek, 2011).

description

Farmako

Transcript of Far Mako

Page 1: Far Mako

A. Klasifikasi Stadium Anestesi Umum

Anestesi umum adalah tindakan meniadakan nyeri sentral disertai hilangnya

kesadaran yang bersifat reversibel. Tindakan ini menimbulkan keadaan tidak sadar

selama prosedur medis dilakukan, sehingga pasien tidak merasakan atau mengingat

sesuatu yang terjadi. Dengan anestesi umum akan diperoleh trias anestesia, yaitu

hipnotik (tidur), analgesia (bebas dari nyeri), dan relaksasi otot (mengurangi

ketegangan tonus otot) (Muhiman, 2002).

Obat anestesi umum adalah obat atau agen yang dapat menyebabkan

terjadinya efek anestesi umum yang ditandai dengan penurunan kesadaran secara

bertahap karena adanya depresi susunan saraf pusat. Menurut rute pemberiannya,

anestesi umum dibedakan menjadi anestesi inhalasi dan anestesi intravena. Keduanya

berbeda dalam hal farmakokinetik dan farmakodinamik (Ganiswarna, 2010).

B. Klasifikasi Stadium Anestesi Umum

1. Stadium Analgesia

Stadium ini dimulai dari pemberian agen anestesi sampai menimbulkan

hilangnya kesadaran. Rasa takut dapat meningkatkan frekuensi nafas dan

pulsus, dilatasi pupil, dapat terjadi urinasi dan defekasi (Mycek, 2011).

2. Stadium Eksitasi

Stadium ini dimulai dari hilangnya kesadaran sampai pernafasan kembali

teratur/sebelum permulaan stadium pembedahan. Pada stadium II terjadi

eksitasi dan gerakan yang tidak menurut kehendak, pernafasan tidak teratur,

inkontinensia urin, muntah, midriasis, hipertensi, dan takikardi (Mycek, 2011).

3. Stadium Operasi

Stadium ini dimulai dari timbulnya kembali pernafasan yang teratur dan

berlangsung sampai pernafasan hilang secara spontan. Pada stadium ini terjadi

pemutusan hubungan ke otak besar dan otak tengah serta medula spinalis.

Page 2: Far Mako

Tanda-tanda yang dapat diamati pada stadium ini yaitu tonus otot rangka

menurun dan refleks diperlemah atau hilang. Sebaliknya, fungsi vegetatif

medula oblongata tetap bertahan seperti pernafasan teratur dan sirkulasi stabil.

Stadium ini dibagi menjadi empat plana yang dibedakan berdasarkan perubahan

pada gerakan bola mata dan lebar pupil yang menggambarkan semakin

dalamnya pembiusan. Tingkatan tersebut sebagai berikut (Mycek, 2011):

a. Plana 1: pernafasan teratur, spontan, dan seimbang antara pernafasan dada

dan perut, gerakan bola mata terjadi di luar kehendak, miosis, dan tonus otot

rangka masih ada.

b. Plana 2: pernafasan teratur tetapi frekuensinya lebih kecil, bola mata tidak

bergerak, pupil mata melebar, otot rangka mulai melemas, dan refleks laring

hilang sehingga pada tingkat ini dapat dilakukan intubasi.

c. Plana 3: pernafasan perut lebih dominan dari pada pernafasan dada karena

otot interkostal mulai lumpuh, relaksasi otot rangka sempurna, pupil lebih

lebar tetapi belum maksimal.

d. Plana 4: pernafasan perut sempurna karena otot interkostal lumpuh total,

tekanan darah mulai menurun, pupil sangat lebar, dan reflek cahaya hilang.

Diharapkan pembiusan jangan sampai mencapai tingkat 4, untuk itu harus

dicegah dengan memperhatikan sifat dan dalamnya pernafasan, lebar pupil

dibandingkan dengan keadaan normal dan turunnya tekanan darah.

4. Stadium Paralisis

Pada stadium ini terjadi depresi medulla oblongata yang ditandai dengan

terjadinya depresi berat pusat vasomotor dan pernafasan yang menyebabkan

kegagalan sirkulasi. Stadium ini ditandai dengan paralisis otot dada, pulsus

cepat dan pupil dilatasi. Bola mata menunjukkan gambaran seperti mata ikan

karena terhentinya sekresi lakrimal (Mycek, 2011).

Page 3: Far Mako

C.Medikasi Pra Anestesia. Analgetik narkotik

Analgetik narkotik adalah obat-obat yang daya kerjanya meniru opioid

endogen yaitu dengan memperpanjang aktivasi dari reseptor-reseptor opioid

(biasanya μ-reseptor) (Tjay, 2007). Morfin adalah analgesik narkotik pertama

yang digunakan untuk mengurangi cemas dan ketegangan pasien menghadapi

pembedahan, mengurangi nyeri, menghindari takipnea pada anestesia dengan

trikloretilen, dan membantu agar anestesia berlangsung baik (Elizabeth, 2012).

Opioid lain yang digunakan sebagai medikasi pre-anestetik, sesuai dengan

urutan kekuatannya ialah sulfentanil (1000 kali) > remifentanil (300 kali) >

fentanil (100 kali) > alfentanil (15 kali) > morfin (1 kali) > meperidin (0,1 kali).

Meperidin 12,5-50 mg IV juga efektif untuk mengatasi menggigil akibat berbagai

sebab pada anestesia (Elizabeth, 2012).

Analgesik narkotik dapat digolongkan menjadi tiga macam berdasarkan

mekanisme kerjanya yaitu (Tjay, 2007):

a. Antagonis opiate

Golongan ini bekerja dengan menduduki salah satu reseptor opioid pada

sistem saraf. Contoh: nalokson, nalorfin, pentazosin, buprenorfin dan

nalbufin.

b. Agonis opiate

Golongan ini dapat menghilangkan rasa nyeri dengan cara mengikat reseptor

opioid pada sistem saraf. Contoh: morfin, kodein, heroin, metadon, petidin,

dan tramadol.

c. Kombinasi

Golongan ini bekerja dengan mengikat reseptor opioid, tetapi tidak

mengaktivasi kerjanya dengan sempurna.

b. Benzodiazepin

Benzodiazepin lebih dianjurkan daripada opioid dan barbiturat. Pada dosis

biasa, obat ini tidak menambah depresi napas akibat opioid. Benzodiazepin

Page 4: Far Mako

menimbulkan amnesia retrograd dan dapat mengurangi kecemasan. Namun

benzodiazepin juga mengurangi tonus esofagus sehingga kemungkinan asam

lambung bisa masuk ke esofagus (Elizabeth, 2012 & Tjay, 2007).

Umumnya benzodiazepin diberikan per oral karena absorpsinya baik.

Benzodiazepin yang tidak larut dalam air misalnya diazepam dan lorazepam tidak

diberikan secara IV karena dapat menimbulkan iritasi vena. Tetapi, dapat

diberikan secara IM dalam pelarut propilen-glikol. Sedangkan, midazolam yang

larut dalam air dapat diberikan secara IV. Lorazepam lebih lambat mula kerjanya,

dosis 0,05 mg/kgBB IM (maksimum 4 mg) diberikan paling sedikit 2 jam

prabedah. Midazolam IV yang disuntikkan 15-60 menit prabedah memberikan

amnesia dengan masa kerja yang lebih singkat dan lebih sedikit efek sampingnya

(Elizabeth, 2012).

Muhiman M, Thaib MR, Sunatrio S. Anestesiologi. Edisi pertama. Jakarta.

Penerbit Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI; 2002.p.34-98.

Elizabeth, Gunawan, A.G., Nafrialdi, R.S. 2012. Farmakologi & Terapi Edisi 5.

Jakarta : Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Mycek J, Mary, dkk. 2011. Farmakologi Ulasan Bergambar. Edisi 2. Jakarta: Widya Medika.

Tjay, T. H., dan Rahardja, K. 2007. Obat-Obat Penting Khasiat, Penggunaan, dan Efek-Efek Sampingnya. Edisi 6. Jakarta: PT Elex Media Komputindo.