FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET …/Fungsi...3 pengesahan penguji penulisan hukum (skripsi)...
Transcript of FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET …/Fungsi...3 pengesahan penguji penulisan hukum (skripsi)...
1
FUNGSI DINAS TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI KOTA
SURAKARTA DALAM MEMINIMALISASI
KECELAKAAN KERJA
Penulisan Hukum
(Skripsi)
Disusun dan Diajukan untuk
Melengkapi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Derajat Sarjana S1
dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret
Surakarta
Oleh
ANINDYA INDIRA MADYARASTRI
NIM. E1106090
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
i
2
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Penulisan Hukum (Skripsi)
FUNGSI DINAS TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI KOTA
SURAKARTA DALAM MEMINIMALISASI
KECELAKAAN KERJA
Oleh
ANINDYA INDIRA MADYARASTRI
NIM. E1106090
Disetujui untuk dipertahankan dihadapan Dewan Penguji Penulisan Hukum
(Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Surakarta, Januari 2010
Dosen Pembimbing
Pius Triwahyudi, S.H.,Msi.
NIP. 195602121985031004
ii
3
PENGESAHAN PENGUJI
Penulisan Hukum (Skripsi)
FUNGSI DINAS TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI KOTA
SURAKARTA DALAM MEMINIMALISASI
KECELAKAAN KERJA
Oleh
ANINDYA INDIRA MADYARASTRI
NIM. E1106090
Telah diterima dan dipertahankan dihadapan
Dewan Penguji Penulisan Hukum (Skripsi)
Fakultas HukumUniversitas Sebelas Maret Surakarta
Pada :
Hari : Kamis
Tanggal : 11 Maret 2010
DEWAN PENGUJI
1. Bp. Lego Karjoko, SH., MH : ...................................................... Ketua
2. Bp. Purwono Sungkowo Raharjo, SH : ......................................................
Sekretaris
3. Bp. Pius Triwahyudi, SH., Msi : ....................................................... Anggota
Mengetahui
Dekan
( Muhammad Yamin, S.H., M.Hum) NIP. 196109301986011001
iii
4
PERNYATAAN
Nama : Anindya Indira Madyarastri
NIM : E1106090
Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum (skripsi) berjudul :
FUNGSI DINAS TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI KOTA
SURAKARTA DALAM MEMINIMALISASI KECELAKAAN KERJA adalah
betul-betul karya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam penulisan hukum
(skripsi) ini diberi tanda citasi dan ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila
kemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima
sanksi akademi berupa pencabutan penulisan hukum (skripsi) dan gelar yang saya
peroleh dari penulisan hukum (skripsi) ini.
Surakarta, Maret 2010
Yang membuat pernyataan
Anindya Indira Madyarastri
NIM. E1106090
iv
5
ABSTRAK
ANINDYA INDIRA MADYARASTRI E 1106090. 2009 FUNGSI DINAS TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI KOTA SURAKARTA DALAM MEMINIMALISASI KECELAKAAN KERJA Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Penulisan Hukum (Skripsi). 2009.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana fungsi Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Surakarta dalam meminimalisasi kecelakaan kerja dari 2 (dua ) peristiwa konkrit atau fakta hukum, yaitu pelaksanaan fungsi perencanaan, pembinaan dan pengawasan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Surakarta khususnya dalam hal kecelakaan kerja serta pelaksanaan fungsi tersebut dalam menekan angka kecelakaan kerja.
Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif bersifat preskriptif. Jenis data yang digunakan yaitu data sekunder. Sumber data sekunder yang digunakan mencakup bahan primer, sekunder dan tersier. Teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu studi kepustakaan dan cyber media. Teknik analisis data yang digunakan yaitu silogisme deduksi dan interprestasi. Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) merupakan salah satu kegiatan yang harus diselenggarakan oleh setiap perusahaan. Untuk itu pelaksanaan fungsi perencanaan, pembinaan dan pengawasan yang dilakukan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Surakarta diharapkan dapat meminimalisasi kecelakaan kerja serta keselamatan karyawan lebih meningkat. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana peranan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Surakarta dalam menekan kejadian kecelakaan kerja Kesimpulan dari penelitian ini adalah kecelakaan kerja dalam perusahaan merupakan bentuk kerugian bersama yang harus dihindari dan diminimalisasi kejadiannya oleh perusahaan maupun tenaga kerja itu sendiri. Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Surakarta berperan dalam membantu perusahaan menekan kecelakaan kerja melalui program-program preventif terhadap bahaya kecelakaan menunjukkan perubahan signifikan kearah yang lebih baik terhadap keselamatan dan kesehatan kerja karyawan meningkat. Kata Kunci : Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Surakarta,Keselamatan
dan Kesehatan Kerja,Kecelakaan kerja
v
6
ABSTRACT ANINDYA INDIRA MADYARASTRI E 1106090. 2009 FUNCTION ON DUTY LABOUR AND TRANSMIGRATION TOWN SURAKARTA IN MINIMALISATION ACCIDENT WORK Faculty Punish University Sebelas Maret of Surakarta Writing Punish (Skripsi). 2009.
This research aim to to know how function On duty Labour and Transmigration Town Surakarta in meminimalisasi accident work from 2 (two) event of konkrit or punishing fact, that is execution of planning function, construction and observation On duty Labour and Transmigration Town Surakarta specially in the case of accident work and also function execution mentioned in depressing accident number work.
This research represent the research punish the normatif have the character of prescriptive. Data type used [by] that is data sekunder. source of Data sekunder used include;cover the primary substance, sekunder and tertiary. Technique data collecting used that is study of bibliography and cyber media.technique analysis data used silogisme deduksi and interprestasi gramatikal.
Safety and Health Work the (K3) represent one of activity which must be carried out by each company. For that execution of planning function, construction and observation done On duty Labour and Transmigration Town Surakarta expected a job accident earn the diminimalisasi and also employees safety more mounting. This research done to know how role On duty Labour and Transmigration Town Surakarta in depressing accident occurence work.
Conclusion from this research accident work in company represent the loss form with which must be avoided and its diminimalisasi occurence by company and also itself labour. On duty Labour and Transmigration Town Surakarta playing a part in to assist the company depress the accident work passing programs preventif to accident danger show the change signifikan toward better to safety and health work the employees mount. Keyword : On Duty Labour and Transmigration Town Surakarta, Safety And
Health Work, Accident Work
vi
7
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah menganugrahi limpahan karunia
dan ridhoNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan hukum yang
berjudul “FUNGSI DINAS TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI KOTA
SURAKARTA DALAM MEMINIMALISASI
KECELAKAAN KERJA”
Penulisan Hukum ini diajukan guna memenuhi salah satu persyaratan
akademis untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas
Sebelas Maret Surakarta.
Sehubungan dengan terselesaikannya penulisan hukum ini maka penulis
ingin menyampaikan rasa terima kasih yang tak terhingga kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Syamsul Hadi, SP.Kj. selaku Rektor Universitas Sebelas
Maret yang telah memberi kesempatan menuntut ilmu di Universitas ini.
2. Bapak Muhammad Yamin, S.H., M.Hum. selaku Dekan Fakultas Hukum
Universitas Sebelas Maret.
3. Ibu Dr. I. Gusti Ayu Ketut RH, S.H., M.M. selaku Ketua Bagian Hukum
Administrasi Negara Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret.
4. Bapak Pius Triwahyudi, S.H., M.Si. selaku pembimbing yang telah
melahirkan inspirasi tiada henti dan memberi dukungan pada penulis.
5. Bapak Drs. Amiruddin A.H selaku Kepala Dinas Tenaga Kerja dan
Transmigrasi Kota Surakarta yang telah memberi informasi dalam
menyelesaikan penulisan hukum ini.
6. Bapak Ibu dosen dan PPH Fakultas Hukum UNS yang telah memberikan
ilmu dan pengetahuan pada penulis selama masa perkuliahan.
7. Ayah R.Mursito dan Ibu Sri Hartini tercinta, ‘Cakrawala hidup yang
menjadi nafas dan nyawaku, kemuliaan cinta tanpa batas dan tak berbalas
yang membuatku ada dan berwarna hingga detik ini. Hanya sejumput
pengabdian yang dapat ku rangkum dari bianglala pengembaraan ini’.
vii
8
8. Kakanda Widyas Pramudya Anthari. S.E dan Adik Adhitista Paratma
Astasari ‘Saudara yang penuh keajaiban yang membuat aku belajar dan
meletakkan kebersamaan, serta dukungan semangat yang tak pupus tlah
menjadi nyala benderang di ruang perjalananku’.
9. Nadik Widiasmoko ‘Iluminasi dari alur waktu dalam semesta terindah,
aufklarung yang begitu berarti, sekaligus sandaran hati ternyaman dalam
dimensi Bintang kita, atas segala cinta, ketulusan, dan keberadaannya yang
membuat aku terus hidup, bertahan, dan menyelesaikan pencarian…’.
10. Sahabat-sahabat karib di FH UNS, atas kekompakan dan persahabatan
yang tak pernah surut oleh ruang maupun waktu.
11. Seluruh teman-teman angkatan 2006 Fakultas Hukum UNS yang tidak
dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu dalam penulisan
hukum ini.
Akhir kata penulis menyadari bahwa penulisan hukum ini masih jauh dari
sempurna. Untuk itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan
dan semoga penulisan hukum ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Penulis
viii
9
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL……………………………………………………….. i
HALAMAN PERSETUJUAN……………………………………………... ii
HALAMAN PENGESAHAN……………………………………………… iii
HALAMAN PERNYATAAN……………………………........................... iv
ABSTRAK………………………………………………………................. v
KATA PENGANTAR……………………………………………………… vi
DAFTAR ISI…………………………………………………………………. viii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah........................................................... 1
B. Perumusan Masalah…….……………………………………. 5
C. Tujuan Penelitian…………………………………………….. 5
D. Manfaat Penelitian……………………………………………. 6
E. Metode Penelitian…………………………………………….. 7
F. Sistematika Penulisan Hukum……………………………….. 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori ………………………………………………. 11
1. Tinjauan tentang Hukum…………………………. ……… 11
2. Tinjauan tentang Hukum Ketenagakerjaan……. ………… 16
3. Tinjauan tentang Kecelakaan kerja ……………………… 17
4. Tinjauan tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja………………………………………….. 20
B. Kerangka Pemikiran …………………………………………. 23
BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Fungsi Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Surakarta
dalam melakukan fungsi perencanaan, pembinaan,
dan pengawasan norma ketenagakerjaan khususnya
dalam hal kecelakaan kerja………………………………….. 25
1. Sekilas Pandang Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Kota Surakarta…………………………………………. 25
ix
10
2. Pelaksanaan fungsi perencanaan, pembinaan, dan
pengawasan norma ketenagakerjaan khususnya
dalam hal kecelakaan kerja……………………………… 30
B. Pelaksanaan fungsi perencanaan, pembinaan, dan
pengawasan norma ketenagakerjaan dalam menekan
angka kecelakaan kerja di Kota Surakarta................................ 43
BAB IV PENUTUP
A. Kesimpulan……………………………………………………… 53
B. Saran…………………………………………………………….. 53
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………….. 54
x
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pembangunan nasional dilaksanakan dalam rangka pembangunan
manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat Indonesia
seluruhnya untuk mewujudkan masyarakat yang sejahtera, adil , makmur,
yang merata, baik materiil maupun spiritual berdasarkan Pancasila dan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dalam
kehidupan ini manusia mempunyai kebutuhan yang beraneka ragam, untuk
dapat memenuhi semua kebutuhan tersebut manusia dituntut untuk bekerja.
Hal ini telah tertuang dan telah diamanatkan dalam Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 27 ayat 2 yang berbunyi “
tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak
bagi kemanusiaan”. Sebagai sesama makhluk hidup di dunia yang peduli
akan orang lain, pasti akan mempertimbangkan teknik keselamatan yang
lebih baik di dalam dunia usaha. Seorang pekerja yang kehilangan lengan,
kaki atau bagian lain pada tubuhnya dalam kecelakaan tidak hanya
dihadapkan pada penderitaan dan kekurangan yang sementara saja, tetapi
harus juga mengantisipasi pengeluaran serta trauma dengan kekurangannya
kemampuan dan pendapatan selama hidupnya.
Peranan berasal dari kata peran. Peran memiliki makna yaitu
seperangkat tingkat diharapkan yang dimiliki oleh yang berkedudukan di
masyarakat. Sedangkan peranan adalah bagian dari tugas utama yang harus
dilksanakan. Teori peranan berkaitan dengan teori stuktural fungsional
dalam sosiologi. Teori ini menganggap bahwa orang menduduki posisi
dalam struktur sosial dan setiap posisi memiliki peranan. Peranan adalah
sekumpulan harapan atau perilaku yang berhubungan dengan posisi dalam
struktur sosial, dan gagasan ini menyatakan peranan selalu dipertimbangkan
dalam konteks relasi karena hanya dalam relasi peranan dapat dikenali.
Peranan merupakan aspek dinamis dari suatu status (kedudukan). Apabila
seseorang melaksanakan hak-hak dan kewajibannya serta tugas dan
1
2
fungsinya sesuai dengan status yang dimilikinya, maka ia telah menjalankan
peranannya. Peranan adalah tingkah laku yang diharapkan dari orang yang
memiliki kedudukan atau status. Antara kedudukan dan peranan tidak dapat
dipisahkan. Tidak ada peranan tanpa kedudukan. Kedudukan tidak
berfungsi tanpa peranan. Peranan merupakan hal yang sangat penting bagi
seseorang, karena dengan peranan yang dimilikinya ia akan dapat mengatur
perilaku dirinya dan orang lain. Peranan memiliki beberapa fungsi bagi
individu maupun orang lain. Fungsi tersebut antara lain peranan yang
dimainkan seseorang dapat mempertahankan kelangsungan struktur
masyarakat, peranan yang dimainkan seseorang dapat pula digunakan untuk
membantu mereka yang tidak mampu dalam masyarakat dan peranan yang
dimainkan seseorang juga merupakan sarana aktualisasi diri dan / atau suatu
instansi ( http://.wikipedia/peranan/com diakses pada tanggal 15 November
2009 pukul 10.43 WIB).
Tenaga kerja mempunyai peranan dan kedudukan yang sangat
penting dalam pelaksanaan pembangunan nasional, yaitu sebagai pelaku
dan tujuan pembangunan. Sesuai dengan peranan dan kedudukan tenaga
kerja, diperlukan pembangunan ketenagakerjaan untuk meningkatkan
kualitas tenaga kerja dan peran sertanya dalam pembangunan serta
peningkatan perlindungan tenaga kerja dan keluarganya sesuai dengan
harkat dan martabat kemanusiaan. Bahwa perlindungan terhadap tenaga
kerja dimaksudkan untuk menjamin hak-hak dasar pekerja dan menjamin
kesamaan, kesempatan serta perlakuan tanpa diskriminasi atas dasar apapun
untuk mewujudkan kesejahteraan pekerja dan keluarganya dengan tetap
memperhatikan perkembangan kemajuan dunia usaha. Sedangkan peranan
pemerintah dalam hukum ketenagakerjaan dimaksudkan untuk terciptanya
hubungan ketenagakarjaan yang adil, karena jika hubungan antara pekerja
dan pengusaha yang sangat berbeda secara sosial-ekonomi diserahkan
sepenuhnya kepada para pihak, maka tujuan untuk menciptakan keadilan
dalam hubungan ketenagakerjaan akan sulit tercapai, karena pihak yang
kuat akan selalu ingin menguasai yang lemah. Atas dasar itulah pemerintah
3
turut campur tangan melalui peraturan perundang-undangan untuk
memberikan jaminan kepastian hak dan kewajiban para pihak (Lalu Husni,
2000:21-34).
Menyadari akan pentingnya pekerja bagi perusahaan, pemerintah
dan masyarakat, maka perlu dilakukan pemikiran agar pekerja dapat
menjaga keselamatannya dalam menjalankan pekerjaan. Demikian pula
perlu diusahakan ketenangan dan kesehatan pekerja agar apa yang dihadapi
dalam pekerjaan dapat diperhatikan semaksimal mungkin, sehingga
kewaspadaan dalam menjalankan pekerjaan itu tetap terjamin. Pemikiran-
pemikiran itu merupakan program perlindungan pekerja, yang dalam
praktik sehari-hari dapat berguna untuk mempertahankan produktivitas dan
kestabilan perusahaan. Hal ini telah tertuang dan diamanatkan dalam
Undang-Undang No 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.
Bagian manajemen akan menyadari keselamatan pekerja pada saat
bekerja sangat penting untuk dikemukakan. Ditandai dengan banyaknya
biaya tidak langsung yang baru dibahas dari hasil kecelakaan. Hasil
efisiensi dari pergantian sementara dan turunnya efektivitas dari pekerja
yang menjadi korban kecelakaan tidak tergantung pada dimana atau kapan
penderitaan yang dialaminya. Walaupun pekerja tidak di gaji karena absen
disebabkan sakit, ketidakhadiran pekerja dapat menyebabkan berkurangnya
pendapatan perusahaan.
Kondisi keselamatan dan kesehatan kerja (K3) perusahaan di
Indonesia secara umum diperkirakan termasuk rendah. Pada tahun 2005
Indonesia menempati posisi yang buruk jauh di bawah Singapura, Malaysia,
Filipina dan Thailand. Kondisi tersebut mencerminkan kesiapan daya saing
perusahaan Indonesia di dunia internasional masih sangat rendah. Indonesia
akan sulit menghadapi pasar global karena mengalami ketidakefisienan
pemanfaatan tenaga kerja (produktivitas kerja yang rendah). Padahal
kemajuan perusahaan sangat ditentukan peranan mutu tenaga kerjanya.
Karena itu disamping perhatian perusahaan, pemerintah juga perlu
memfasilitasi dengan peraturan atau aturan perlindungan Keselamatan dan
4
Kesehatan Kerja. Nuansanya harus bersifat manusiawi atau
bermartabat. (Http://Keselamatandankesehatankerja/com diakses pada
tanggal 15 November 2009 pukul 10.56 WIB).
Keselamatan kerja telah menjadi perhatian di kalangan pemerintah
dan bisnis sejak lama. Faktor keselamatan kerja menjadi penting karena
sangat terkait dengan kinerja karyawan dan pada gilirannya pada kinerja
perusahaan. Semakin tersedianya fasilitas keselamatan kerja semakin
sedikit kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja. Untuk meminimalisasi
kecelakaan kerja, sudah seharusnya Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
menjadi budaya semua orang, umumnya bangsa Indonesia. Agar budaya ini
bisa terlaksana, harus dibangun komitmen yang serius dari setiap institusi,
kebijakan, dan program K3 yang berkelanjutan. Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3) yang ditetapkan Pemerintah
(PermenNaker No. Per.05/Men/1996), merupakan salah satu perlindungan
terhadap tenaga kerja dari resiko kesehatan dan penyakit akibat kerja.
Kota Surakarta beberapa tahun terakhir mengalami kemajuan pesat
di bidang infrastruktur khususnya dalam pembangunan, sehingga berkaitan
dengan hal itu pasti dibutuhkan banyak tenaga kerja. Dalam menjalankan
kegiatannya, tenaga kerja diharuskan untuk berhati-hati, namun adakalanya
tenaga kerja mengalami kecelakaan kerja. Dengan demikian bahwa Dinas
Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Surakarta memiliki peranan penting
dalam menangani masalah ketenagakerjaan yang di dalamnya terdapat
masalah kecelakaan kerja.
Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas, maka penulis
tertarik untuk menyusun penulisan hukum dengan judul “FUNGSI DINAS
TENAGA KERJA DAN TRANSMIGRASI KOTA SURAKARTA
DALAM MEMINIMALISASI KECELAKAAN KERJA”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas, rumusan masalah yang akan digunakan
dalam penelitian ini adalah :
5
1. Apakah fungsi Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Surakarta
dalam melakukan fungsi perencanaan, pembinaan, dan pengawasan
norma ketenagakerjaan khususnya dalam hal kecelakaan kerja telah
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku?
2. Apakah Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Surakarta dalam
menjalankan fungsinya mampu menekan angka kecelakaan kerja di Kota
Surakarta ?
C. Tujuan Penelitian
Suatu penelitian harus mempunyai tujuan yang jelas, sehingga
dengan adanya tujuan tersebut dapat dicapai solusi atasmasalah yang
dihadapai saat ini. Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka penelitian
ini mempunyai tujuan sebagai berikut :
1. Tujuan Obyektif
a. Untuk mengetahui fungsi Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota
Surakarta dalam melakukan fungsi perencanaan, pembinaan dan
pengawasan norma ketenagakerjaan khususnya dalam hal kecelakaan
kerja telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
b. Untuk mengetahui apakah Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Kota Surakarta dalam menjalankan fungsinya mampu menekan angka
kecelakaan kerja di Kota Surakarta.
2. Tujuan Subyektif
a. Untuk memperoleh data sebagai bahan utama dalam pnyusunan
penulisan hukum guna memenuhi salah satu syarat untuk
memperoleh gelar kesarjanaan di bidang ilmu hukum pada Fakultas
Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.
b. Untuk meningkatkan serta mendalami materi kuliah yang diperoleh di
Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta serta untuk
menambah pengetahuan akan pentingnya ilmu hukum dalam teori
dan praktek dalam kehidupan bermasyarakat.
6
D. Manfaat Penelitian
Dalam penelitian tentunya sangat diharapkan adanya manfaat dan
kegunaan yang dapat diambil dalam penelitian tersebut. Adapun manfaat
yang didapat dari penelitian ini adalah :
1. Manfaat Teoritis
a. Bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan pada umumnya
dan Hukum Administrasi Negara pada khususnya.
b. Bermanfaat dalam mengadakan penelitian sejenis berikutnya dan juga
sebagai pedoman bagi peneliti lain di masa yang akan datang.
2. Manfaat Praktis
a. Memberikan jawaban atas permasalahan yang diteliti serta
memahami tentang fungsi Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota
Surakarta dalam meminimalisasi kecelakaan kerja.
b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan
kepada masyarakat berkaitan dengan fungsi Dinas Tenaga Kerja dan
Transmigrasi Kota Surakarta dalam meminimalisasi kecelakaan kerja.
E. Metode Penelitian
Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah berdasarkan
pada metode, sistematis dan pemikiran tertentu yang bertujuan mempelajari
suatu atau beberapa gejala hukum tertentu dengan jalan menganalisa.
Adapun metode yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut :
1. Jenis penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum normatif atau
penulisan hukum kepustakaan. Yaitu penelitian hukum yang dilakukan
dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder, yaitu data yang
diperoleh dari hasil penelitian dan kajian bahan-bahan pustaka. Bahan-
bahan tersebut disusun secara sistematis, dikaji kemudian ditarik suatu
kesimpulan dalam hubungannya dengan masalah yang diteliti. (Soerjono
Soekanto dan Sri Mamudji, 2006: 13-14).
7
2. Pendekatan
Pendekatan penelitian dalam penulisan hukum ini adalah dengan
menggunakan pendekatan perundang-undangan, karena yang akan diteliti
adalah berbagai aturan hukum yang menjadi fokus sekaligus tema sentral
suatu penelitian. (Johnny Ibrahim, 2006: 302)
3. Sifat Penelitian
Penelitian ini bersifat preskriptif, dimana penelitian ini disamping
bermaksud untuk memberikan gambaran mengenai obyek baik dalam
teori juga bermaksud melakukan analisa secara yuridis (Soerjono
soekanto, 2006: 10).
4. Jenis Data
Berkaitan dengan jenis penelitian yang dilakukan penulis yang
merupakan penelitian normatif, maka jenis data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah jenis data sekunder. Data sekunder adalah data yang
diperoleh melalui study kepustakaan. Data sekunder didapat dari
sejumlah keterangan atau fakta-fakta yang diperoleh secara tidak
langsung, yaitu melalui study kepustakaan yang terdiri dari dokumen-
dokumen, buku-buku literatur, laporan hasil penelitian, peraturan
perundang-undangan dan lain-lain yang berhubungan dengan masalah
yang diteliti.
5. Sumber Data
Sumber data adalah tempat dimana penelitian ini diperoleh.
Sumber data dalam penelitian ini adalh sumber data sekunder, yaitu
tempat dimana dimana diperoleh data sekunder yang digunakan dalam
penelitian ini, meliputi :
a. Bahan hukum primer
Bahan hukum primer adalah bahan-bahan hukum yang
bersifat mengikat (Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 2006: 13).
Yang menjadi bahan hukum primer dalam penelitian hukum ini
adalah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945,
Undang-Undang No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan,
8
Undang-Undang No 33 Tahun 1947 tentang Kecelakaan Kerja,
Undang-Undang No 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja,
Peraturan Menteri Tenaga Kerja No 33 Tahun 1977, Peraturan
Menteri Tenaga Kerja No 5 Tahun 1996 tentang Sistem
Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3), dan lain-
lain yang berkaitan dengan permasalahan yang diteliti.
b. Bahan hukum sekunder
Bahan hukum sekunder adalah bahan hukum yang
menberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer (Soerjono
Soekanto dan Sri Mamudji, 2006: 13). Yang digunakan dalam
penelitian hukum ini antara lain buku-buku terkait, karya ilmiah,
makalah, artikel dan lain sebagainya yang berkaitan dengan
permasalahan yang diteliti.
c. Bahan hukum tersier
Bahan hukum tersier adalah bahan yang memberikan
petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan
sekunder primer (Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji, 2006: 13).
Bahan hukum tersier seperti Kamus Besar Bahasa Indonesia,
Kamus Hukum, Kamus Politik, dan Ensiklopedi.
6. Teknik Analisis Data
Analisis data merupakan langkah selanjutnya untuk mengolah hasil
penelitian menjadi suatu laporan. Di dalam sebuah penelitian hukum
normatif, pengelolaan data hakekatnya merupakan kegiatan untuk
mengadakan sistematika terhadap bahan hukum tertulis. Sistematika
berarti membuat klasifikasi terhadap bahan hukum tertulis tersebut
untuk memudahkan pekerjaan analisis dan konstruksi (Soerjono
Soekanto dan Sri Mamudji, 2006: 251-252). Dalam penelitian hukum
ini permasalahan hukum dianalis dengan metode silogisme deduktif
dan interpretasi gramatikal.
9
F. Sistematika Skripsi
Sistematika dalam penulisan hukum ini merupakan suatau uraian
mengenai susunan dari penulisan itu sendiri yang secara teratur dan
terperinci disusun dalam pembabagan, sehingga dapat memberikan suatu
gambaran yang jelas tentang apa yang ditulis. Tiap-tiap bab mempunyai
hubungan satu sama lain yang tidak dapat terpisahkan.
Dalam kerangka ini, penulis akan memberikan uraian tentang hal-
hal pokok yang ada dalam penulisan hukum ini. Adapun sistematika
penulisan hukum ini terdiri dari 4 (empat) bab, yaitu:
BAB I : PENDAHULUAN
Dalam bab ini penulis mengemukakan mengenai latar belakang
masalah yang merupakan hal-hal yang mendorong penulis untuk
mengadakan penelitian, perumusan masalah merupakan inti permasalahan
yang akan diteliti, tujuan penelitian berisi tujuan dari penulis dalam
mengadakan penelitian, manfaat penelitian merupakan hal-hal yang diambil
dari hasil penelitian, metode penelitian berupa jenis penelitian, sifat
penelitian, jenis data, sumber data, teknik pengumpulan data, dan teknik
analisis data selanjutnya adalah sistematika penulisan hukum yang
merupakan kerangka atau susunan isi penelitian.
BAB II : TINJAUAN PUSTAKA
Bab ini berisi tentang teori-teori kepustakaan yang melandasi
penelitian serta mendukung di dalam memecahkan masalah yang diangkat
dalam penulisan hukum ini yaitu: Tinjauan Umum Tentang Hukum,
Tinjauan Umum Tentang Hukum Ketenagakerjaan, Tinjauan Umum
Tentang Kecelakaan Kerja, dan Tinjauan Umum Tentang Sistem Manajemen
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3).
10
BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Bab ini menguraikan mengenai fungsi Dinas Tenaga Kerja dan
Transmigrasi Kota Surakarta dalam melakukan fungsi perencanaan,
pembinaan, dan pengawasan norma ketenagakerjaan khususnya dalam hal
kecelakaan kerja telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku dan Apakah Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Surakarta
dalam menjalankan fungsinya mampu menekan angka kecelakaan kerja di
Kota Surakarta.
BAB IV : PENUTUP
Bab ini mengemukakan tentang kesimpulan dari hasil penelitian
dan juga saran yang relevan dari peneliti.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerangka Teori
1. Tinjauan Umum Tentang Hukum
a. Pengertian Hukum
Berbicara tentang batasan pengertian hukum, hingga saat ini
para ahli menemukan batasan yang baku serta memuaskan para pihak
tentang hukum, disebabkan karena hukum itu sendiri mempunyai
bentuk serta segi yang sangat beragam. Ahli hukum berkebangsaan
Belanda, J. van Kan (1983: 13) mendefinisikan hukum sebagai
keseluruhan ketentuan-ketentuan kehidupan yang bersifat memaksa,
yang melindungi kepentingan orang dalam masyarakat. Pendapat
lainnya dikemukakan oleh Wirjono Prajadikora (1992: 9) yang
menyatakan bahwa hukum adalah serangkaian peraturan mengenai
tingkah laku orang-orang sebagai anggota masyarakat, sedangkan satu-
satunya tujuan hukum adalah menjamin kebahagiaan dan ketertiban
dalam masyarakat. Selain itu, Purnadi Purwacaraka dan Soerjono
Soekanto (1986: 2-4) menyebutkan 9 (sembilan) arti hukum yakni :
1) Ilmu Pengetahuan; yakni pengetahuan yang secara sistematis atas
dasar kekuatan pemikiran ;
2) Disiplin; yakni sebagai sistem ajaran tentang kenyataan atau
gejala-gejala yang dihadapi ;
3) Norma; yakni pedoman atau patokan sikap tindak atau
perilakuan yang pantas atau diharapkan ;
4) Tata hukum; yakni struktur dan perangkat norma-norma yang
berlaku pasa suatu waktu dan tempat tertentu serta berbentuk
tertulis ;
5) Petugas; yakni pribadi-pribadi yang merupakan kalangan yang
berhubungan erat dengan penegakan hukum ;
6) Keputusan penguasa; yakni hasil-hasil proses diskripsi ;
11
12
7) Proses Pemerintahan; yakni proses hubungan trimbal balik antara
unsur-unsur pokok dari sistem kenegaraan ;
8) sikap tindak yang ajeg atau perilakuan yang teratur; yakni
perilakuan yang diulang-ulang dengan cara yang sama yang
bertujuan untuk mencapai kedamaian ; dan
9) Jalinan nilai; yakni jalinan dari kosepsi tentang apa yang
dianggap baik dan buruk.
Pendapat di atas menunjukan bahwa hukum itu mempunyai
makna yang sangat luas, namun demikian secara umum, hukum dapat
dilihat sebagai norma yang mengandung nilai tertentu. Jika hukum
dalam kajian ini dibatasi sebagai norma, tidak berarti hukum identik
dengan norma, sebab merupakan pedoman manusia dalam bertingkah
laku. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa noema hukum
merupakan salah satu dari banyak pedoman tingkah laku selain norma
agama, kesopanan, dan kesusilaan (Lalu Husni, 2000: 12-14).
b. Kaidah Hukum dan Asas Hukum
Agar suatu peraturan perundang-undangan berlaku efektif,
maka harus memperhatikan beberapa asas yaitu :
1) Undang-Undang tidak boleh berlaku surut; artinya undang-
undang hanya boleh diterapkan terhadap peristiwa yang disebut
dalam undang-undang tersebit serta terjadi setelah undang-undang
itu dinyatakan berlaku ;
2) Undang-Undang yang dibuat oleh penguasa yang lebih tinggi
mempunyai kedudukan yang leih tinggi pula, konsekuensi
hukumnya peraturan yang lebih rendah isinya tidak boleh
bertentangan dengan isi peraturan yang lebih tinggi. Jika hal ini
terjadi, maka berlaku asas lex superior derogat lex inferiori ;
3) Undang-Undang yang bersifat khusus mengenyampingkan
undang-undang yang bersifat umum (lex specialis derogat lex
genarali),
13
4) Undang-Undang yang baru mengalahkan undang-undang yang
lama (lex posteriori derogat lex priori); artinya undang-undang
lain yang lebih dahulu berlaku dan mengatur mengenai sesuatu
hal tertentu, tidak berlaku lagi apabila telah ada undang-undang
baru yang berlaku belakangan dan mengatur hal tertentu, akan
tetapi makna dan tujuannya berlainan atau berlawanan dengan
undang-undang yang lama tersebut ;
5) Undang-Undang tidak dapat diganggu gugat; artinya adalah
undang-undang hanya dapat dicabut dan atau diubah oleh
lembaga yang membuatnya. Di Indonesia, Mahkamah Agung
diberikan wewenang untuk menguji secara materiil hanya
terhadap peraturan peruadang-undangan dibawah undang-undang
saja. Kewenangan tersebut mengandung makna bahwa
Mahkamah agung dapat menyatakan bahwa suatu peraturan
tertentu di bawah undang-undang tidak mempunyai kekuatan
hukum (harus ditinjau kembali) karena bertentangan dengan
peraturan di atasnya ; dan
6) Undang-Undang merupakan sarana untuk mencapai
kesehakteraan spiritual dan material bagi masyarakat maupun
pribadi melalui pelestarian atau pembaharuan (inovasi).
Agar suatu peraturan perundang-undangan tidak hanya
sebagai huruf mati, maka perlu dipenuhi persyaratan-persyaratan
tertentu yaitu :
1) Keterbukaan dalam pembuatannya ;
2) Memberikan hak kepada anggota masyarakat untuk mengajukan
usulan-usulan dengan cara mengundang masyarakat yang berminat
untuk menghadiri pembicaraan terhadap peraturan tertentu dan
mengundang organisasi tertentu yang terkait untuk memberikan
masukan terhadap rancangan undang-undang yang disusun.
Selain asas perundang-undangan sebagaimana tersebut di
atas, agar suatu kaidah hukum efektif dalam pelaksanaannya, menurut
14
pendapat Abdul gani (1981: 4), maka setiap peraturan hukum yang
diberlakukan dan atau dikenakan kepada anggota masyarakat, maka
sebaiknya apabila peraturan tersebut dinyatakan telah memenuhi
beberapa persyaratan. Persyaratan tersebut diperlukan karena orang
igin mendapatkan jaminan bahwa peraturan hukum tersebut akan
ditaati oleh masyarakat sehingga tidak banyak menimbulkan kesulitan
dalam penegakannya.
Selanjutnya dikatakan bahwa persyaratan formil dan materiil
yang harus dipenuhi guna terciptanya peraturan yang baik guna usaha-
usaha penegakan hukum. Persyaratan formil menyangkut cara,
kekuasaan dan wewenang pembuat peraturan ditambah dengan
pemenuhan persyaratan menganai tata urutan. Jika persyaratan ini
tidak memperoleh perhatian, maka peraturab hukum yang
diberlakukan justru menjadi tidak fungsional dan karenanya tujuan
daripada paraturan hukum tersebut tidak akan tercapai. Sedangkan
persyaratan materiil didasarkan atas pertimbangan-pertimbangan di
antaranya :
1) Kelangsungan peraturan hukum ;
2) Jangkauan pikiran jauh ke depan, sekaligus berarti mencegah
lakas usangnya suatu peraturan hukum ;
3) Memperpendek jarak waktu antara pengaturan dan fakta ;
4) Penjaminan hak atas kepentingan warga masyarakat secara
proporsional ;
5) Permasalahan yang diatur secara menyeluruh ;
6) Mempertimbangkan tata urutan perundan-undangan ; dan
7) Penggunaan bahasa.
Selanjutnya CG. Howard dan RS. Mumner (1965: 46-47)
menyebutkan beberapa persyaratan terhadap suatu kaidah hukum yaitu
:
1) Undang-Undang harus dirancang dengan baik ;
2) Undang-Undang sebaiknya bersifat melarang bukan mengatur ;
15
3) Sanksi yang dicantumkan harus sepadan dengan sifat undang-
undang yang dilanggar ;
4) Beratnya sanksi yang dicantumkan kepada pelanggar tidak boleh
keterlaluan ;
5) Kemungkinan untuk mengamati dan menyelidiki atau menyidik
perbuatan yang melanggar ketentuan undang-undang tersebut
harus ada ;
6) Hukum yang mengandung larangan moral akan lebih efektif
daripada hukum yang tidak selaras dengan kaidah moral atau
yang netral ; dan
7) Mereka yang bekerja sebagai pelaksana hukum harus
menunaikan tugas dengan baik.
Kajian mengenai kaidah hukum tidak dapat dilepaskan dari
asas hukum sebagai dasar yang menberikan sifat normatif dari suatu
kaidah hukum. Asas hukum tidak boleh dianggap sebagai norma
hukum yang kongkrit, akan tetapi perlu dipandang sebagai suatun
dasar-dasar hukum atau petunjuk bagi hukum yang berlaku.
Pembentukan asas hukum praktis perlu berorientasi pada asas-asas
hukum tersebut. Dengankata lain asas hukum ialah dasar-dasar atau
petunjuk arah dalam pembentukan hukum positif. Sudikno
Mertokusumo (1996: 5) menyebutkan bahwa asas hukum adalah
kecenderungan-kecenderungan yang disyaratkan oleh pandangan
kesusilaan kita kepada hukum yang merupakan sifat-sifat umum
dengan segala keterbatasannya sebagai pembawaan yang umum
tersebut akan tetapi yang tidak boleh tidak harus ada.
Dari pendapat diatas jelas bahwa asas hukum bukan
merupakan hukum kongkret akan tetapi merupakan pikiran dasar yang
umum dan abstrak atau merupakan latar belakang peraturan kongkret
yang terdapat dalam dan setiap sistem hukum ysng menjelma dalam
peraturan perundang-undangan. Karena sifatnya yang abstrak, maka
asas hukum pada umumnya tidak dituangkan dalam pasal-pasal
16
konkret. Kalau kaidah hukum dapat diterapkan secara langsung pada
suatu peristiwa, maka asas hukum tidak dapat diterapkan secara
langsung dalam suatu peristiwa kongkret. Asas hukum mempunyai
sifat yang umum dan tidak berlaku untuk peristiwa tertentu saja.
Karena sifatnya yang umum, asas hukum membuka peluang
penyimpangan atau pengecualian. Adanya pengecualian ini
menjadikan asas hukum tersebut selalu luwes.
Asas hukum berfungsi untuk mengesahkan dan mempunyai
pengaruh yang normatif dan mengikat para pihak. Bersifat
mengesahkan karena berdasarkan eksistensinya pada rumusan oleh
pembentuk undang dan hakim. Selain itu, asas hukum berfungsi
melengkapi sistem hukum (pembuat sistem hukum menjadi luwes).
Dalam mempelajari ilmu hukum, asas hukum memberikan kemudahan
dengan memberikan ikhtiar. Asas hukum dalam ilmu hukum hanya
bersifat mengatur.
Kaidah hukum memberikan jiwa kepada norma/kaidah
hukum sehingga mempunyai kekuatan mengikat. Asas hukum dapat
dibedakan menjadi asas hukum konstitutif dan asas hukum regulatif.
Asas hukum konstitutif merupakan asas yang harus ada dalam
kehidupan suatu sistem hukum, sedangkan asas hukum regulatif
diperlukan untuk beroperasinya sistem hukum tersebut. Pembentukan
norma/kaidah hukum yang tidak sesuai dengan asas hukum konstitutif
akan menghasilkan norma-norma yang secara materiil bukan
merupakan kaidah hukum. Sedangkan jika asas hukum regulatif tidak
diperhatikan, maka akan menghasilkan kaidah hukum yang tidak adil
(Lalu Husni, 2000: 16-20).
2. Tinjauan Umum Tentang Hukum Ketenagakerjaan
Hukum Ketenagakerjaan adalah sekumpulan peraturan hukum
yang berkaitan dengan tenaga kerja baik sebelum bekerja, selama bekerja
atau dalam hubungan kerja, dan sesudah hubungan kerja. Jadi pengertian
hukum ketenagakerjaan lebih luas dari hukum perburuhan yang selama
17
ini kita kenal yang ruang lingkupnya hanya berkenaan dengan hubungan
hukum antara buruh dengan majikan dalam hubungan kerja saja.
Kehadiran Undang-Undang No. 13 tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan telah banyak memberikan perubahan dalam khasanah
hukum ketenagakerjaan Indonesia yakni secara yuridis formal :
a. Menggantikan istilah buruh menjadi pekerja, majikan menjadi
pengusaha yang secara politis telah lama diupayakan untuk diganti
dengan alasan istilah buruh maupun majikan kurang mencerminkan
kepribadian bangsa Indonesia, buruh berkonotasi pihak yang selalu
berada di bawah tekanan pihak majikan ;
b. Menggantikan istilah perjanjian peruruhan menjadi kesepakatan kerja
bersama (KKB) yang berupaya diganti dengan alasan bahwa
perjanjian perburuhan berasal dari negara liberal yang seringkali
dalam pembuatannya menimbulkan benturan kepentingan antara
pihak buruh dengan majikan ; dan
c. Memberikan ruang telaah untuk menggantikan istilah hukum
perburuhan menjadi hukum ketenagakerjaan.
3. Tinjauan Umum Tentang Kecelakaan Kerja
Kecelakaan kerja yaitu kecelakaan yang terjadi di tempat kerja
atau dikenal dengan istilah kecelakaan industri. Kecelakaan industri ini
secara umum dapat diartikan suatu kejadian yang tidak diduga semula
dan tidak dikehendaki yang mengacaukan proses yang telah diatur dari
suatu aktivitas (Darwan Prinst, 2000: 100).
Sedangkan yang dimaksud kecelakaan menurut Peraturan
Pemerintah Nomor 33 Tahun 1977, tidak hanya kecelakaan yang terjadi
di ruangan kerja saja, tetapi juga kecelakaan yang terjadi sejak pekerja
meninggalkan rumahnya menuju tempat bekerjanya sampai dia pulang
kembali ke rumahnya dengan melalui jalan yang biasa ia lalui.
Kecelakaan yang terjadi di jalan raya atau yang terjadi selama soorang
perkerja melakukan pekerjaan atas perintah atasan juga dianggap
kecelakaan kerja.
18
Kecelakaan akibat kerja adalah kecelakaan yang berhubungan
dengan kerja pada perusahaan, artinya bahwa kecelakaan kerja terjadi
disebabkan oleh pekerjaan atau pada waktu melaksanakan pekerjaan.
Kecelakaan tidak terjadi secara kebetulan, melainkan ada penyebabnya.
Kecelakaan akibat kerja sesungguhnya dapat dicegah asal ada kemauan
yang kuat untuk mencegah.
Disamping itu penyakit yang timbul sebagai akibat langsung
dari pekerjaan juga dapat dianggap sebagai kecelakaan kerja. Namun
kalau penyakit itu menyebabkan cacat atau meninggal dunia, maka untuk
dapat dianggap sebagai penyakit kecelakaan kerja haruslah dia memenuhi
syarat-syarat tertentu. Syarat-syarat itu adalah:
a. Pekerjaan tenaga kerja harus menanggung resiko penyebab
penyakit itu ;
b. Tenaga kerja yang bersangkutan berhubungan langsung dengan
resiko itu ;
c. Penyakit tersebut telah berlangsung selama suatu masa tertentu ;
d. Tidak ada kelalaian yang disengaja oleh tenaga kerja sehingga ia
terkena penyakit itu (Zainal Asikin, 1993: 140).
Disamping ada sebabnya maka suatu kejadian juga akan membawa
akibat. Akibat dari kecelakaan kerja ini dapat dikelompokkan menjadi
dua, yaitu :
a Kerugian yang bersifat ekonomis, antara lain:
1) Kerusakan atau kehancuran mesin, peralatan, bahan dan bangunan
2) Biaya pengobatan dan perawatan korban
3) Tunjangan kecelakaan
4) Hilangnya waktu kerja
5) Menurunnya jumlah maupun mutu produksi
b Kerugian yang bersifat non ekonomis
Pada umumnya berupa penderitaan manusia yaitu tenaga
kerja yang bersangkutan, baik itu merupakan kematian, luka atau
cedera berat maupun luka ringan (Lalu Husni, 2000: 103).
19
Menteri Tenaga Kerja berwenang membentuk panitia pembina
keselamatan dan kesehatan kerja guna mengembangkan kerja sama,
saling pengertian dan partisipasi efektif dari pengusaha dan atau pengurus
dan tenaga kerja dalam tempat-tempat kerja untuk melaksanakan tugas
dan kewajiban bersama di bidang keselamatan dan kesehatan kerja dalam
rangka usaha berproduksi (Lalu Husni, 2000: 105).
Perlindungan pekerja dapat dilakukan, baik dengan jalan
memberikan tuntunan, maupun dengan jalan meningkatkan pengakuan
hak-hak asasi manusia, perlindungan fisik dan teknis serta sosia dan
ekonomi melalui norma yang berlaku dalam lingkungan kerja itu.
Dengan demikian maka perlindungan pekerja ini akan mencakup :
a. Norma Keselamatan Kerja, yang meliputi keselamatan kerja yang
bertalian dengan mesin, pesawat, alat-alat kerja bahan dan proses
pengerjaannya, keadaan tempat kerja dan lingkungan serta cara-cara
melakukan pekerjaan ;
b. Norma Kesehatan Kerja dan Kesehatan Perusahaan, yang meliputi
pemeliharaan dan mempertinggi derajat kesehatan pekerja, dilakukan
dengan mengatur pemberian obat-obatan, perawatan tenaga kerja
yang sakit. Mengatur persediaan tempat, cara dan syarat kerja yang
memenuhi kesehatan perusahaan dan kesehatan pekerja unutk
mencegah penyakit, baik sebagai akibat bekerja atau penyakit umum
serta menetapkan syarat kesehatan bagi perumahan pekerja;
c. Norma Kerja yang meliputi perlindungan terhadap tenaga kerja yang
bertalian dengan waktu bekerja, sistem pengupahan, istirahat, cuti,
kerja wanita, anak, kesusilaan ibadah menurut agama keyakinan
masing-masing yang diakui oleh pemerintah, kewajiban sosial
kemasyarakatan dan sebagai guna memelihara kegairahan dan moril
kerja yang menjamin daya guna kerja yang tinggi serta menjaga
perlakuan yang sesuai dengan martabat menusia dan moral ;
d. Kepada Tenaga Kerja yang mendapat kecelakaan dan/atau menderita
penyakit kuman akibat pekerjaan, berhak atas ganti rugi perawatan
20
dan rehabilitasi akibat kecelakaan kerja dan atau penyakit akibat
pekerjaan, ahli warisnya berhak mendapat ganti kerugian (Zainal
Azikin, 1993: 95-96).
Berkaitan dengan hal tersebut, Imam Soepomo membagi
perlindungan pekerja ini menjadi 3 (tiga) macam yaitu :
a. Perlindungan ekonomis, yaitu suatu jenis perlindungan yang
berkaitan dengan usaha-usaha untuk memberikan kepada pekerja
suatu penghasilan yang cukup memenuhi keperluan sehari-hari
baginya beserta keluarganya, termasuk dalam hal pekerja tersebut
tidak mampu bekerja karena sesuatu di luar kehendaknya.
Perlindunga ini disebut dengan jaminan sosial ;
b. Perlindungan sosial, yaitu suatu perlindunga yang berkaitan dengan
usaha kemasyarakatan, yang tujuannya memungkinkan pekerja itu
mengenyam dan memperkembangkan prikehidupannya sebagai
manusia pada umumnya, dan sebagai anggota masyarakat dan
anggota keluarga atau yang biasa disebut Kesehatan kerja ;
c. Perlindungan teknis, yaitu suatu jenis perlindungan yang berkaitan
dengan usaha-usaha untuk menjaga pekerja dari bahaya kecelakaan
yang dapat ditimbulkan oleh pesawat-pesawat atau alat-alat kerja
lainnya atau oleh bahan yang diolah atau dikerjakan perusahaan atau
yang disebut Keselamatan kerja (Zainal Azikin, 1993: 96-97).
4. Tinjauan Umum Tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (SMK3).
Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3)
yang merupakan salah satu perlindungan terhadap tenaga kerja dari
resiko kesehatan dan penyakit akibat kerja yang secara nasional
diberlakukan oleh Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi yang
bertujuan untuk meningkatkan wawasan dan pengetahuan tentang
manajemen keselamatan, meningkatkan kesadaran akan perlunya
pelaksanaan budaya keselamatan, dan meningkatkan pemahaman dan
implementasi budaya keselamatan di seluruh unit kerja, dan dilaksanakan
21
beberapa kegiatan seperti pemasangan spanduk tentang K3 di Area
Proyek, dilanjutkan dengan latihan Penanggulangan Keadaan Darurat dan
Sosialisasi Peraturan dan Prosedur Keselamatan.
Untuk meminimalisasi kecelakaan kerja, sudah seharusnya
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) menjadi budaya semua orang,
umumnya bangsa Indonesia. Agar budaya ini bisa terlaksana, harus
dibangun komitmen yang serius dari setiap institusi, kebijakan, dan
program K3 yang berkelanjutan.
Demikian disampaikan bahwa dari tema tersebut mengandung
tiga dimensi pokok pikiran, yaitu Dimensi Proses (Pembudayaan K3),
Dimensi Keunggulan SDM dan Dimensi Cita-cita. Pokok pikiran
pertama adalah Pembudayaan K3, yang menjadikan K3 sebagai
kebiasaan dalam sikap kerja dan K3 sebagai kebutuhan bagi
pelaku/karyawan untuk menjamin penerapan K3 pada setiap tahapan
kegiatan. Pokok pikiran kedua adalah Keunggulan SDM sebagai pelaku
yang memegang kendali dalam pelaksanaan penerapan K3, yang akan
ditentukan oleh pemikiran, komitmen, dan disiplin para pelaku.
Sedangkan pokok pikiran ketiga adalah Dimensi Cita-cita, yang
merupakan tujuan dari kegiatan bulan K3, yaitu peningkatan keselamatan
dan kesehatan di lingkungan kerja. Dari tiga pokok pikiran tersebut,
diharapkan akan menumbuhkembangkan hubungan yang saling
menguntungkan dan ketergantungan antar pelaku/karyawan yang
berkomitmen untuk mewujudkan K3 sebagai pembiasaan sikap dan
perilaku di lingkungan kerja.
K-3 merupakan suatu konsep dan upaya nyata untuk menjamin
lancarnya kegiatan produksi mulai dari awal hingga akhir. Di mana
melalui identifikasi, analisis, penilaian, dan pengendalian potensi bahaya
di lingkungan tempat bekerja, K-3 diterapkan sehingga diharapkan dapat
meminimalisasi kecelakaan dan gangguan kesehatan pekerja.
22
Untuk mencegah gangguan daya kerja, ada beberapa usaha
yang dapat dilakukan agar para buruh tetap produktif dan mendapatkan
jaminan perlindungan keselamatan kerja, yaitu:
1) Pemeriksaan kesehatan sebelum bekerja (calon pekerja) untuk
mengetahui apakah calon pekerja tersebut serasi dengan pekerjaan
barunya, baik secara fisik maupun mental.
2) Pemeriksaan kesehatan berkala/ulangan, yaitu untuk mengevaluasi
apakah faktor-faktor penyebab itu telah menimbulkan gangguan
pada pekerja.
3) Pendidikan tentang kesehatan dan keselamatan kerja diberikan
kepada para buruh secara kontinu agar mereka tetap waspada
dalam menjalankan pekerjaannya.
4) Pemberian informasi tentang peraturan-peraturan yang berlaku di
tempat kerja sebelum mereka memulai tugasnya, tujuannya agar
mereka mentaatinya.
5) Penggunaan pakaian pelindung.
6) Isolasi terhadap operasi atau proses yang membahayakan, misalnya
proses pencampuran bahan kimia berbahaya, dan pengoperasian
mesin yang sangat bising.
7) Pengaturan ventilasi setempat/lokal, agar bahan-bahan/gas sisa
dapat dihisap dan dialirkan keluar.
8) Substitusi bahan yang lebih berbahaya dengan bahan yang kurang
berbahaya atau tidak sama sekali.
9) Pengadaan ventilasi umum untuk mengalirkan udara ke dalam
ruang kerja sesuai dengan kebutuhan.
Dapat disimpulkan bahwa pekerja sebagai sumberdaya dalam
lingkungan kerja konstruksi harus dikelola dengan baik, sehingga dapat
memacu produktivitas yang tinggi. Keinginan untuk mencapai
produktivitas yang tinggi harus memperhatikan segi keselamatan kerja,
seperti memastikan bahwa para pekerja dalam kondisi kerja aman
23
(http://Keselamatandankesehatankerja/com diakses pada tanggal 15
November 2009 pukul 10.56 WIB).
2. Kerangka Pemikiran
interprestasi
penerapan
penerapan
Peraturan Perundang-undangan K3
1. UUD 1945 2. UU No. 33 Tahun1947 3. UU No. 1 Tahun 1970 4. UU No. 13 Tahun 2003
5. Tugas dan fungsi Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Surakarta
1. Apakah peranan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Surakarta dalam melakukan fungsi perencanaan, pembinaan dan pengawasan norma ketenagakerjaan khususnya dalam hal kecelakaan kerja telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku?
2. Apakah Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Surakarta dalam menjalankan fungsinya mampu menekan angka kecelakaan kerja di Kota Surakarta ?
1. Peranan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Surakarta dalam K3
2. Upaya menekan kecelakaan kerja di Kota Surakarta.
Simpulan
24
Keterangan :
Undang-Undang Dasar 1945, Undang-Undang No. 33 Tahun 1947 tentang
Kecelakaan Kerja, Undang-Undang No. 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan
Kerja, dan Undang-Undang No. 3 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan
merupakan landasan hukum yang melatarbelakangi terciptanya fungsi
perencanaan, pembinaan dan pengawasan norma ketenagakerjaan khususnya
dalam hal kecelakaan kerja yang dilakukan oleh Dinas Tenaga Kerja dan
Transmigrasi Kota Surakarta dan dalam menjalankan fungsinya apakah Dinas
Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Surakarta mampu menekan angka
kecelakaan kerja di Kota Surakarta. Untuk itu penerapannya adalah peranan Dinas
Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Surakarta dalam upaya meningkatkan K3
serta upaya Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Surakarta dalam menekan
angka kecelakaan kerja lalu setelah iti ditarik simpulan.
25
BAB III
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Fungsi Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Surakarta dalam
melakukan fungsi perencanaan, pembinaan, dan pengawasan norma
ketenagakerjaan khususnya dalam hal kecelakaan kerja
1. Sekilas Pandang Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota
Surakarta
Dalam penyelenggaraan pemerintahan dituntut adanya upaya terus
menerus untuk melakukan perubahan ke arah perbaikan. Perubahan
tersebut merupakan gambaran pada tujuan ideal yang ingin dicapai dimasa
yang akan datang. Bahwa dalam mengantisipasi meningkatnya persaingan,
tantangan dan tuntutan masyarakat dan berkembangnya masalah
ketenagakerjaan yang kompleks dan multidimensi maka Dinas Tenaga
Kerja dan Transmigrasi mempersiapkan diri agar tetap eksis
berkesinambungan dan senantiasa mengadakan upaya perubahan menuju
arah perbaikan, untuk itu Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota
Surakarta menetapkan visinya adalah :
“Terwujudnya tenaga kerja yang profesional berdaya saing tinggi dan
hubungan industrial yang harmonis serta perlindungan tenaga kerja”.
Dari visi tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :
a. Terwujudnya Tenaga Kerja yang profesional berdaya saing tinggi.
Artinya :
1) Menguasai kemampuan dibidangnya serta mempunyai mobilitas,
sikap dan etos kerja yang tinggi.
2) Berdaya saing tinggi artinya selalu berusaha untuk
mengembangkan dirinya sesuai dengan kemajuan ilmu
pengetahuan.
b. Terwujudnya Hubungan Industrian yang harmonis
Artinya : Menumbuh kembangkan budaya kerja yang didasari pola
kemitraan dengan memperhatikan hak dan kewajiban masing-masing.
25
26
c. Terwujudnya Perlindungan Tenaga Kerja
Artinya : Adanya jaminan kesejahteraan dan perlindungan dalam
hubungan kerja, baik yang bersifat normatife maupun Keselamatan dan
Kesehatan Kerja.
Misi merupakan suatu pernyataan atau pedoman dalam mencapai
tujuan yang diinginkan sesuai Visi yang telah ditetapkan. Adanya
pernyataan Misi diharapkan seluruh aparatur dijajaran Dinas Tenaga kerja
dan Transmigrasi Kota Surakarta dan pihak lain yang berkepentingan
mengetahui program-program dan proyeksi yang akan dihasilkan di masa
mendatang. Sebagai perwujudan Visi tersebut di atas ditetapkanlah Misi
Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Surakarta adalah sebagai
berikut :
a. Perluasan kesempatan kerja dan penempatan tenaga kerja.
b. Menciptakan tenaga kerja yang terampil, mendiri serta professional.
c. Menciptakan hubungan industrial yang harmonis guna mewujudkan
ketenagakerjaan dan usaha agar tercipta kesejahteraan pekerja dan
keluarga.
d. Meningkatkan pengawasan norma kerja serta Keselamatan dan
Kesehatan Kerja
Tujuan merupakan penjabaran dari misi yang akan dicapai atau
dihasilkan dalam kurun waktu tertentu 1(satu) sampai 5 (lima) tahun.
Sedangkan sasaran adalah implementasi dari tujuan secara terukur.
Sasaran merupakan bagian tak terpisahkan (integral) dalam proses
penyusunan perencanaan strategis. Berdasarkan Visi dan Misi tersebut
diatas Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Surakarta menetapkan
tujuan dan sasarannya sebagai berikut :
a. Misi 1 (Kesatu) :Perluasan Kesempatan Kerja dan Penempatan
Tenaga Kerja.
1) Tujuan :Meningkatkan perluasan dan pengembangan
kesempatan kerja / mengurangi pengangguran.
2) Sasaran :
27
a) Tercapainya kuantitas dan kualitas pelayanan informasi
ketenagakerjaan.
b) Terwujudnya perluasan dan pengembangan kesempatan
kerja.
b. Misi 2 (Kedua) :Menciptakan Tenaga Kerja yang terampil, mandiri
serta professional.
1) Tujuan :Melaksanakan peningkatan kualitas dan kuantitas
pelatihan tenaga kerja untuk mewujudkan tenaga
kerja yang terampil dan professional.
2) Sasaran :
a) Tercapainya pelatihan dan keterampilan SDM (Sumber
Daya Manusia) bagi pencari kerja.
b) Terwujudnya legalitas dan sertifikasi LPKS (Lembaga
Pelatihan Kerja Swasta) yang berorientasi pasar kerja.
c. Misi 3 (Ketiga) :Menciptakan Hubungan Industrial yang harmonis
guna mewujudkan ketenangan kerja dan usaha agar
tercipta kesejahteraan pekerja dan keluarga.
1) Tujuan :Menciptakan hubungan industrial yang harmonis
untuk meningkatkan kesejahteraan pekerja.
2) Sasaran :
a) Terwujudnya kesepakatan Tripartit (Apindo, Serikat Pekerja/
SP dan pemerintah dalam merumuskan UMK serta
mengantisipasi masalah-masalah ketenagakerjaan).
b) Terselesaikannya penanganan kasus PHI (Perselisihan
Hubungan Industrial).
d. Misi 4 (Keempat) :Meningkatkan Pengawasan Norma Kerja serta
Keselamatan dan Kesehatan Kerja untuk
Perlindungan Pekerja
1) Tujuan :Terpenihunya hak-hak normative pekerja.
2) Sasaran :
a) Tercapainya pemeriksaan dan pengujian objek K3
28
b) Tercapainya penerapan K3 di perusahaan
c) Terselenggarakan pemeriksaan dan pengujian objek K3
Cara yang dilaksanakan dalam mencapai tujuan dan sasaran oleh
Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Surakarta adalah dengan
menerapkan kebijakan dan melaksanakan program kegiatan :
Kebijakan :
a. Meningkatkan kuantitas dan kualitas pelayanan informasi
ketenagakerjaan dalam rangka menciptakan lapangan kerja selaras
dengan kebijakan ekonomi yang mengarah pada upaya pengurangan
pengangguran.
b. Mengembangkan sistem pelatihan ketenagakerjaan secara menyeluruh
dan terpadu diarahkan pada peningkatan kompetensi tenaga kerja.
c. Meningkatkan Hubungan Industrial yang harmonis serasi serta
dinamis.
d. Mengingkatkan perlindungan dan pengawasan lembaga
ketenagakerjaan.
Program-Program :
a. Peningkatan Kualitas dan Produktivitas Tenaga Kerja.
1) Penyusunan Data Base Tenaga Kerja Kerja Daerah.
2) Pendidikan dan pelatihan keterampilan bagi pencari kerja.
3) Penyelenggaraan Program Pelatihan Kerja Berbasisi Masyarakat.
4) Monitoring, Evaluasi dan Pelaporan
b. Peningkatan Kesempatan Kerja.
1) Penyebarluasan Informasi Bursa Tenaga Kerja
c. Perluasan & Pengembangan Kesempatan Kerja
d. Perlindungan dan Pegembangan Lembaga Ketenagakerjaan.
1) Fasilitas penyelesaian Hubungan Industrial
2) Fasilitas penyelesaian pemberian perlindungan hukum dan
Jamsostek
3) Sosialisasi berbagai peraturan pelaksanaan tentang ketenagakerjaan
29
4) Peningkatan Pengawasan, perlindangan dan penegakan hukum
terhadap keselamatan dan kesehatan kerja
5) Pemeriksaan dan pelaksanaan norma kerja
6) Pengawasan dan pembinaan pelaksanaan peraturan K3
7) Bulan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)
8) Sosialisasi hak dan kewajiban nakerwan
9) Pemeriksaan norma K3 dan pengujian obyek K3
e. Peningkatan pengawasan perlindungan dan penegakan hukum serta
keselamatan kerja
f. Pelayanan administrasi perkantoran
1) Penyediaan peralatan dan perlengkapan kantor
g. Peningkatan disiplin aparatur
1) Pengadaan mesin / kartu absensi
Sebagai wujud untuk mempertahankan pelaksanaan dalam
menjalankan misi Organisasi Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota
Surakarta menuangkan keberhasilan dan kekurangannya dalam mencapai
sasaran dan tujuan melalui media palaporan Laporan Akuntabilitas Kinerja
Instansi Pemerintah (LAKIP).
Lakip Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Surakarta
menyajikan capaian kinerja kegiatan, indikator yang digunakan untuk
mengukur kinerja setiap kegiatan meliputi indikator masukan (input),
keluar (output), hasil (outcome). Indikator tersebut diukur secara
kuantitatif sedangkan pada indikator manfaat (benefit) dan dampak
(impact) ditunjukkan melalui indikasi kualitas belum dilakukan
penghitungan atau indikator kuantitas, hal ini dikarenakan belum dapat
atau belum tersedianya alat untuk mengukurnya. Untuk mengukur tingkat
keberhasilan atau kegagalan palaksanaan kegiatan dilakukan dengan cara
membandingkan target indikator kinerja dengan realisasinya (Laporan
Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah,2009:12).
30
2. Pelaksanaan fungsi perencanaan, pembinaan, dan pengawasan norma
ketenagakerjaan khususnya dalam hal kecelakaan kerja.
Untuk menekan kecelakaan kerja, pengawasan, penegakan hukum
serta upaya mendorong kesadaran pimpinan perusahaan dan tenaga kerja
supaya memenuhi syarat-syarat K3 perlu ditingkatkan. Dinas Tenaga
Kerja dan Transmigrasi Kota Surakarta mengajak agar pimpinan
perusahaan dapat menekan angka kecelakaan kerja. Tahun 2008 lalu,
direncanakan penurunan kecelakaan kerja minimal 50 persen. Tahun 2009
ini, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Surakarta berharap
program tersebut dapat ditingkatkan.
Sejalan dengan kebijakan revitalisasi pengawasan untuk menekan
angka kecelakaan 50 persen dan menyadari bahwa pada sektor konstruksi
merupakan penyumbang kecelakaan terbesar, tahun ini dijadikan
momentum sebagai tahun K3 sektor konstruksi. Dinas Tenaga Kerja dan
Transmigrasi Kota Surakarta dalam rangka menekan angka kecelakaan
kerja, perlu upaya konkrit yang dilakukan oleh pengusaha atau pemberi
kerja. Ini misalnya dengan membudayakan keselamatan dan kesehatan
tenaga kerja (K3) dalam manajemen perusahaan, membentuk panitia
pembina keselamatan dan kesehatan kerja (P2K3), membekali
pengetahuan teknis tentang upaya preventif terhadap kecelakaan kerja,
serta menyiapkan sarana keselamatan bagi pekerja. Di sisi lain, tambah
dia, faktor human error seringkali juga menjadi penyebab terjadinya
kecelakaan kerja. Pihaknya mencatat sepanjang Tahun 2008, terdapat 393
pekerja mengalami kecelakan saat bekerja (Laporan Akuntabilitas Kinerja
Instansi Pemerintah,2009:14).
Untuk itu Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Surakarta
memiliki peranan dalam melakukan fungsi pengawasan. Terdapat 2 (dua)
undang-undang yang mengatur tentang pengawasan ketenagakerjaan, yaitu
a. Undang-undang Nomor 3 Tahun 1951 tentang Pengawasan
Perburuhan; dan
31
b. Undang-undang Nomor 21 Tahun 2003 tentang Pengawasan
Ketenagakerjaan di Industri dan Perdagangan.
Peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan dibagi dalam 2
(dua) bentuk, yaitu dalam bentuk hukum materiildan hukum formil. Dalam
bentuk materiil yang mengatur tentang hak dan kewajiban pekerja/buruh
dan pengusaha, adalah :
a. Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;
b. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja;
c. Undang-undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan SosialTenaga
Kerja;
d. Undang-undang Nomor 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat
Buruh;
e. Undang-undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang PerlindunganTenaga
Kerja Indonesia di Luar Negeri.
Dalam bentuk formil yang mengatur tentang tata cara atau sistem
pengawasan perburuhan dan penyelesaian perselisihan hubungan industrial
atau perselisihan perburuhan, adalah :
Pengawasan Ketenagakerjaan :
a. Undang-undang Nomor 3 Tahun 1951 tentang Pengawasan
Perburuhan; dan
b. Undang-undang Nomor 21 Tahun 2003 tentang Pengawasan
Ketenagakerjaan di Industri dan Perdagangan (Laporan Akuntabilitas
Kinerja Instansi Pemerintah,2009:16).
Norma Ketenagakerjaan yang mengatur tentang kewajiban
pengusaha,yang merupakan hak dari pada pekerja/buruh. Pengawasan
Perburuhan Ketenagakerjaan sesuai dengan Undang-undang Nomor 21
Tahun 2003 tentang Pengesahan Konvensi ILO Nomor 81 Tahun 1947
Mengenai Pengawasan Ketenagakerjaan dalam Industri Dan Perdagangan
(di undangkan pada tanggal 25 Juli 2003). Alasan Indonesia Mengesahkan
Konvensi:
32
a. Negara Kesatuan Republik Indonesia perlu meratifikasi Konvensi ILO
Nomor 81 Tahun 1947 mengenai Pengawasan Ketenagakerjaan dalam
Industri dan Perdagangan, sehingga pengawasan ketenagakerjaan dapat
dilaksanakan secara lebih efektif sesuai standar ILO.
b. Pengawasan ketenagakerjaan merupakan suatu sistem yang sangat
penting dalam penegakan atau penerapan peraturan perundang-
undanganketenagakerjaan.
c. Penegakan atau penerapan peraturan perundang-undangan merupakan
upaya untuk menjaga keseimbangan antara hak dan kewajiban bagi
pengusaha dan pekerja/buruh.
d. Keseimbangan tersebut diperlukan untuk menjaga kelangsungan usaha
dan ketenangan kerja yang pada akhirnya akan meningkatkan
produktivitas kerja dan kesejahteraan tenaga kerja.
e. Agar peraturan perundang-undangan di bidang ketenagakerjaan dapat
dilaksanakan dengan baik, maka diperlukan pengawasan
ketenagakerjaanyang independen dan kebijakan yang sentralistik.
f. Negara Kesatuan Republik Indonesia perlu meratifikasi Konvensi ILO
Nomor 81 Tahun 1947 mengenai Pengawasan Ketenagakerjaan dalam
Industri dan Perdagangan, sehingga pengawasan ketenagakerjaan dapat
dilaksanakan secara lebih efektif sesuai standar ILO.
Fungsi Sistem Pengawasan Ketenagakerjaan :
a. Menjamin penegakan ketentuan hukum mengenai kondisi kerja dan
perlindungan pekerja saat melaksanakan pekerjaannya, seperti
ketentuan yang berkaitan dengan jam kerja, pengupahan, keselamatan,
kesehatan dan kesejahteraan, penggunaan pekerja/buruh anak dan
orang muda serta masalah-masalah lain yang terkait, sepanjang
ketentuan tersebut dapat ditegakkan oleh pengawas ketenagakerjaan.
b. Memberikan keterangan teknis dan nasehat kepada pengusaha
danpekerja/buruh mengenai cara yang palinf efektif untuk mentaati
ketentuan hukum.
33
c. Memberitahukan kepada pihak yang berwenang mengenai terjadinya
penyimpangan atau penyalahgunaan yang secara khusustidak diatur
dalam ketentuan hukum yang berlaku.
d. Tugas lain yang dapat menjadi tanggung jawab pengawas
ketenagakerjaan tidak boleh menghalangi pelaksanaan tugas pokok
pengawas atau mengurangi kewenangannya dan ketidak
berpihakannya yang diperlukan bagi pengawas dalam berhubungan
dengan pengusaha dan pekerja/buruh. (Pasal 3 Konv. No. 81 Thn
1947).
Pengendalian Pengawasan dilakukan sejauh praktek-praktek
administrasi anggota memungkinkan, pengawasan ketenagakerjaan harus
berada di bawah pengawasan dan kendali pemerintah pusat. (Pasal 4
Konv. No. 81 Thn 1947). Pihak yang berwenang menerapkan pengaturan
yang diperlukan agar pengawas ketenagakerjaan dapat memiliki :
a. kantor lokal yang dilengkapi dengan perlengkapan yang memadai
sesuai dengan persyaratan pekerjaan dan dapat dipakai oleh semua
orang terkait;
b. fasilitas transportasi yang diperlukan untuk pelaksanaan tugas-tugas
mereka, apabila transporttasi umum tidak tersedia. (Pasal 11 (1) Konv.
No. 81 Thn 1947).
Kantor pengawasan pusat harus menerbitkan laporan umum
tahunan mengenai pengawasan yang berada di bawah wewenangnya.
Undang-undang Nomor 3 Tahun 1951 tentang Pernyataan Berlakunya
Undang-undang Pengawasan Perburuhan Tahun 1948 Nomor 23 dari
Republik Indonesia Untuk Seluruh Indonesia.
Tujuan diadakan Pengawasan Ketenagakerjaan :
a. Mengawasi berlakunya undang-undang dan peraturan peraturan
perburuhan pada khususnya;
b. Mengumpulkan bahan-bahan keterangan tentang soalsoal hubungan
kerja dan keadaan perburuhan dalam arti yang seluas-luasnya guna
membuat undang-undang dan peraturan-peraturan perburuhan;
34
c. Menjalankan pekerjaan lain-lainnya yang diserahkan kepadanya dengan
undang-undang atau peraturan peraturan lainnya. (Pasal 1 (1) UU No. 3
Thn 1951).
Penunjukan/pengangkatan Pegawai Pengawas melalui Menteri
yang diserahi urusan perburuhan atau pegawai yang ditunjuk olehnya ,
menunjuk pegawai-pegawai yang diberi kewajiban menjalankan
pengawasan perburuhan. (Pasal 2 (1) UU No. 3 Thn 1951). Hak dan
Wewenang Pengawai Pengawas :
a. Berhak memasuki semua tempat-tempat, dimana dijalankan atau biasa
dijalankan pekerjaan, atau dapat disangka bahwa disitu dijalankan
pekerjaandan juga segala rumah yang disewakan atau dipergunakan
oleh majikanatau wakilnya untuk perumahan atau perawatan buruh.
b. Jikalau pegawai-pegawai tersebut dalam ayat (1) ditolak untuk
memasukitempat-tempat termaksud dalam ayat (2), maka mereka
memasukinya, jikaperlu dengan bantuan Polisi Negara.
c. Berhak meminta keterangan baik lisan maupun tertulis kepada dalam
waktu yang sepantasnya Pengusaha atau wakilnya; Semua pekerja
tanpa dihadiri pihak ketiga. guna memperoleh pendapat yang pasti
tentang hubungan kerja dan keadaan perburuhan pada umumnya di
dalam perusahaan itu pada waktu ituatau/dan pada waktu yang telah
lampau.
d. Dalam menjalankan tugasnya pegawai-pegawai tersebut diwajibkan
berhubungan dengan organisasi buruh yang bersangkutan. (Pasal 2 (2)
dan 3 UU No. 3 Thn 1951).
Kewajiban Untuk Menyimpan Rahasia yaitu Pegawai pengawas
ketenagakerjaan di luar jabatannya wajib merahasiakan segala keterangan
tentang rahasia-rahasia di dalam suatu perusahaan, yang didapatnya
berhubungan dengan jabatannya. (Pasal 5 UU No. 3 Thn 1951). Aturan
Hukuman adalah Pasal 6 UU No. 3 Thn 1951 yang berbunyi :
35
a. Barang siapa dengan sengaja membuka rahasia yang dipercayakan
kepadanya termaksud dalam pasal 5, dihukum dengan hukuman
penjara selama-lamanyaenam bulan atau denda sebanyak-banyaknya
enam ratus rupiah dengan tidakatau dipecat dari hak memangku
jabatan.
b. Barang siapa karena kekhilapannya menyebabkan rahasia itu menjadi
terbuka,dihukum dengan hukuman kurungan selama-lamanya tiga
bulan atau denda sebanyak-banyaknya tiga ratus rupiah.
c. Tidak ada tuntutan terhadap hal-hal tersebut dalam ayat (1) dan (2),
jikalau tidakada pengaduan dari majikan yang berkepentingan atau
wakilnya.
d. Barang siapa menghalang-halangi atau menggagalkan sesuatu yang
dilakukanoleh pegawai-pegawai dalam melakukan kewajibannya
seperti tersebut dalampasal 2, begitu pula barang siapa tidak memenuhi
kewajibannya termaksud dalampasal 3 ayat (1), dihukum dengan
hukuman kurungan selama-lamanya tiga bulanatau denda sebanyak-
banyaknya lima ratus rupiah.
e. Barang siapa tidak memenuhi kewajibannya tersebut dalam pasal 4
dihukum dengan hukuman kurungan selama-lamanya tiga bulan atau
denda sebanyakbanyaknya lima ratus rupiah.
f. Hal-hal yang dikenakan hukuman tersebut dalam ayat (1) dan ayat (2)
dianggapsebagai kejahatan, sedangkan yang tersebut dalam ayat (4)
dan (5) dianggap sebagai pelanggaran.
Penegakan Hukum/Penyidikan dilakukan selain dari pada pegawai-
pegawai yang berkewajiban mengusut pelanggaran dan kejahatan pada
umumnya, pegawai-pegawai tersebut dalam pasal 2 dan orang-orang lain
yang menurut undang-undang ditunjuk dan diberi kekuasaan untuk itu,
kecuali diwajibkan untuk menjaga dan membantu supaya aturan-aturan
dalam undang-undang ini dijalankan, diwajibkan juga untuk mngusut hal-
hal yang dikenakan hukuman tersebut dalam pasal 6. (Pasal 5 UU No. 3
Thn 1951).
36
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan
pada Bab XIV Tentang Pengawasan
a. Pasal 176 berbunyi Pengawasan Ketenagakerjaan dilakukan oleh
pegawai pengawas ketenagakerjaan yang mempunyai kompetensi dan
independen guna menjamin pelaksanaan peraturan perundang-
undangan ketenagakerjaan.
b. Pasal 177 berbunyi Pegawai pengawas ketenagakerjaan sebagaimana
dimaksud dalam pasal 176 ditetap kan oleh Menteri atau pejabat yang
ditunjuk.
c. Pasal 178 berbunyiPengawasan ketenagakerjaan dilaksanakan oleh
unit kerja tersendiri pada instansi yang lingkup tugas dan tanggung
jawabnya di bidang ketenagakerjaan pada pemerintah pusat,
pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota.
d. Pasal 179 berbunyiUnit kerja pengawasan ketenagakerjaan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 178 pada pemerintah provinsi dan
pemerintah kabupaten/kota wajib menyampaikan laporan pelaksanaan
pengawasan ketenagakerjaan kepada Menteri.
e. Pasal 181 berbunyi Pegawai pengawas ketenagakerjaan dalam
melaksanakan tugasnya sebagaimana dimaksud dalam pasal 176 wajib
:
1). merahasiakan segala sesuatu yang menurut sifatnya patut
dirahasiakan;
2). tidak menyalahgunakan kewenangannya.
Pengawasan Ketenagakerjaan menurut Peraturan Menteri Tenaga
KerjaNomor Per.03/Men/1984.
a. Pengertiannya adalah Pegawai pengawas ketenagakejaan adalah
Pegawai Departemen Tenaga Kerja yang diserahi tugas mengawasi
pelaksanaan peratran perundang-undangan ketenagakerjaan yang
terdiri dari Pegawai Pengawas Umum dan Pegawai Pengawas
Spesialis. (Pasal 1 Sub a). Pengawasan ketenagakerjaan terpadu adalah
37
suatu sistem pengawasan pelaksanaan peraturan perundang-undangan
yang merupakan kegiatan :
1) penyusunan rencana;
2) pemeriksaan di perusahaan atau di tempat kerja;
3) penindakan korektif baik secara preventif maupun represip;
pelaporan hasil pemeriksaan. (Pasal 1 Sub d).
b. Tujuan Pengawasan Ketenagakerjaan Terpadu adalah :
1) Mengawasi pelaksanaan peraturan perundangundangan
ketenagakerjaan;
2) Memberi penerangan tehnis serta nasehat kepadapengusaha atau
pengurus dan atau tenaga kerjatentang hal-hal yang dapat
menjamin pelaksanaan fektif dari pada peraturan perundang-
undanganketenagakerjaan;
3) Mengumpulkan bahan-bahan keterangan tentanghubungan kerja
dan keadaan ketenagakerjaan dalamarti yang luas guna
pembentukan dan penyempurnaanperaturan perundang-undangan
ketenagakerjaan. (Pasal 2).
c. Tahap Pelaksanaan Pengawasan Ketenagakerjaan Terpadu adalah :
1) Pemeriksaan pertama, adalah pemeriksaan lengkap yang dilakukan
kepada perusahaan atau tempat kerja baru yang belum pernah
diperiksa;
2) Kontrol (pemeriksaan berkala), adalah pemeriksaan ulang yang
dilakukan setelah pemeriksaan pertama baik secara lengkap
maupun tidak;
3) Pemeriksaan khusus, adalah pemeriksaan yang dilakukan terhadap
masalah ketenagakerjaan yang bersifat khusus seperti pengujian,
kecelakaan, adanya laporan pihak ketiga, perintah atasan. (Pasal 4).
d. Persyaratan Pengangkatan Pegawai Pengawas adalah :
1) Pegawai Departemen Tenaga Kerja;
2) Berpendidikan sekurang-kurangnya Sarjana Muda atau pangkat
Pengatur Muda Tingkat I (II/ b);
38
3) Telah mengikuti pendidikan sebagai Pegawai Pengawas Umum.
(Pasal 6 ayat (1).
e. Wewenang Pegawai Pengawas Ketenagakerjaan adalah :
1) Memasuki tempat kerja;
2) Meminta keterangan baik lisan maupun tertulis kepada pengusaha
ataupengurus, dan atau tenaga kerja atau serikat pekerja tanpa
dihadiri pihakketiga;
3) Menjaga, membantu dan memerintahkan pengusaha atau pengurus
dan tenaga kerja agar mentaati peraturan perundang-undangan
ketenagakerjaan;
4) Menyelidiki keadaan ketenagakerjaan yang belum jelas dan atau
tidakdiatur dalam peraturan perundang-undangan;
5) Memberikan peringatan atau tegoran terhadap penyimpangan
peraturanperaturan yang telah ditetapkan;
6) Meminta bantuan Polisi apabila ditolak memasuki perusahaan atau
tempat kerja atau pihak-pihak yang dipanggil tidak memenuhi
panggilan;
7) Meminta pengusaha atau pengurus seorang pengantar untuk
mendampingi dalam melakukan pemeriksaan.
f. Tugas dan Kewajiban Pengawas Umum :
1) Melaksanakan pemeriksaan pertama dan kontrol (berkala)
diperusahaa atau di tempat kerja;
2) Memberikan bimbingan, pembinaan dan penyuluhan kepada tenaga
kerja dan pengusaha atau pengurus tentang peraturan perundang-
undangan ketenagakerjaan;
3) Merahasiakan segala sesuatu yang diperoleh yang perlu dirahasiakan
dalam menjalankan tugas dan kewajibannya;
4) Melaporkan semua kegiatan yang berhubungan dengan tugas dan
kewajibannya;
39
5) Mencatat hasil pemeriksaan dalam buku Akte
PengawasanKetenagakerjaan dan disimpan oleh pengusaha atau
pengurus.
g. Wewenang Pengawas Spesialis adalah :
1) Memasuki tempat kerja;
2) Meminta keterangan baik lisan maupun tertulis kepada pengusaha
atau pengurusdan atau tenaga kerja atau serikat pekerja tanpa
dihadiri oleh pihak ketiga;
3) Menjaga, membantu dan memerintahkan pengusaha atau pengurus
dan tenagakerja agar mentaati ketentuan peraturan perundang-
undangan ketenagakerjaan;
4) Memberikan peringatan atau teguran terhadap penyimpangan
peraturan perundang-undangan yang telah ditentukan;
5) Melakukan pengujian teknik persyaratan keselamatan dan kesehatan
kerja;
6) Menetapkan dan menyelesaikan masalah kecelakaan yang
berhubungan dengan hubungan kerja;
7) Memanggil pengusaha atau pengurus dan atau tenagakerja atau
serikat pekerja;
8) Melarang pemakaian atau penggunaan bahan/alat pesawat yang
berbahaya;
9) Meminta bantuan Polisi apabila ditolak memasuki perusahaan atau
tempat kerjaatau pihak-pihak yang dipanggil tidak memenuhi
panggilan;
10) Meminta pengusaha atau pengurus seorang pengantar untuk
mendampingi dalam melakukan pemeriksaan;
11) Melaksanakan penyelidikan setiap pelanggaran peraturan
perundang-undangan.
h. Tugas dan Kewajiban Pegawai Spesialis adalah :
1) Melaksanakan kontrol (pemeriksaan berkala) di perusahaan atau
tempat kerja;
40
2) Memberikan bimbingan, pembinaan dan penyuluhan kepadatenaga
kerja dan pengusaha atau pengurus tentang peraturanperundang-
undangan ketenagakerjaan;
3) Merahasiakan segala sesuatu yang diperoleh yang
perludirahasiakan dalam menjalankan tugas dan kewajibannya;
4) Melaporkan semua kegiatan yang berhubungan dengan tugasdan
kewajiban sesuai dengan ketentuan;
5) Mencatat hasil pemeriksaan dalam buku Akte
PengawasanKetenagakerjaan dan disimpan oleh pengusaha atau
pengurus.
i. Pelaksanaan Pemeriksaan Dalam Pengawasan Ketenagakerjaan.
1) Objek Pemeriksaan oleh Pegawai PengawasKetenagakerjaan :
Jenis usaha perusahaan; Data Tenaga Kerja menurut umur, jenis
kelamin dan kewarganegaraan.
2) Data umum yang meliputi : Nama Perusahaan; Alamat dan nomor
telpon; Kantor pusat atau cabang: Jumlah tenaga kuda mesin dan
peralatan serta kenderaanyang dipergunakan perusahaan; Nama
dan alamat pengurus perusahaan; Nama dan alamat serikat pekerja
serta susunan pengurusnya;
3) Jamsostek dan Kesejahteraan : Jumlah tenaga kerja yang diikutkan
sebagai peserta jamsostek,Program Jamsostek yang diikuti;
Pelaporan upah tenaga kerja pada PT. Jamsostek; Bukti
pembayaran iuran jamsostek bulan terakhir; Apakah ada koperasi
pekerja , Apakah ada fasilitas rekreasi dan olah raga bagi pekerja;
4) Kecelakaan Kerja : Buku data kecelakaan; Berapa jumlah
kecelakaan kerja dan kecelakaan dalam hubungankerja yang terjadi
dalam 1 (satu) tahun terakhir; Akibat kecelakaan yang
mengakibatkan sembuh, cacat tetap,cacat fungsi dan meninggal
dunia; Jumlah penyakit akibat kerja; Jumlah tunjangan kecelakaan
yang telah dibayarkan kepadapekerja atau ahliwarisnya; Jumlah
41
jam kerja yang hilang sebagai akibat dari peristiwakecelakaan;
Kerugian materiil sebagai akibat kecelakaan.
5) Keselamatan kerja umum : Pemasaangan lembaran undang-undang
keselamatan kerja,gambar/ poster K&KK dan tanda-tanda bahaya
atau laranganditempat kerja; Alat pelindung diri yang diwajibkan;
Panitia Pembina K&KK berfungsi atau tidak; Pembinaan
keselamatan dan kesehatan kerja yang telah atauakan dilakukan
terhadap pekerja.
6) Keselamatan kerja mekanik : Surat pengesahan pemakaian;
Perlengkapan pengaman peralatan yang berbahaya; Tata letak
mesin dan oeralatan; Perawatan mesin dan peralatan; Apakah
operator yang mengoperasikan peralatan sudah terlatih atau
memiliki sertifikat.
7) Keselamatan kerja listrik : Gambar instalasi listrik; Pengukuran
instalasi listrik; Pengaman instalasi listrik; Pentanahan instalasi
listrik; Persyaratan pemasangan dan pengoperasian lif, baik untuk
barang maupun orang; Alat penangkal petir; Operator pesawat lif
apakah sudah terlatih atau mempunyau sertifikat.
8) Keselamatan kerja uap : Izin pemakaian pesawat uap; Tanggal
pemeriksaan atau pengujian terakhir; Kondisi alat perlengkapan
pengaman pesawat uap; Operator pesawat uap apakah sudah
terlatih atau mempunyai sertifikat.
9) Kesehatan kerja : Kondisi tempat dan lingkungan lingkungan kerja;
Fasilitas sanitasi; Ruang ganti pakaian; Pembuangan sampah bekas
dan pengolahannya; Sumber air produksi; Pelayanan dan sarana
kesehatan kerja; Peemeriksaan kesehatan badan tenaga kerja secara
awal, berkala dan khusus; Fasilitas P3K yang tersedia;
Penyelenggaraan makan dan minum terhadap pekerja; Kecurigaan
terhadap penyakit akibat kerja.
10) Penanggulangan kebakaran dan konstruksi bangunan : Apakah
bangunan tempat kerja terbuat dari bahan yang mudahterbakar;
42
Jumlah alat pemadam api ringan sudah cukup dan memadaisesuai
dengan jenis yang dibutuhkan di tempat kerja; Kapan pengisian
terakhir alat pemadam api ringan; Peralatan instalasi pemadam
kebakaran; Apakah ada penyimpanan dan pengolahan bahan yang
mudahmelesak atau terbakar dan bagaimana pengamanannya;
Apakah ada regu penggulangan kebakaran; Pada konstruksi
bangunan apakah sudah ada peralatanpengaman untuk tenaga kerja
dan umum; Apakah perancah yang digunakan sudah
mendapatkanpengesahan pemakaian; Apakah tempat kerja
dilengkapi dengan pintu darurat.
11) Keadaan yang kurang baik : Adakah pelanggaran-pelanggaran dari
pemeriksaan yang lalu; Apakah ada pengaduan dari tenaga kerja
atau serikat pekerja; Lain-lain yang perlu dilaporkan.
12) Pendapat pengawai pengawas dari hasil pemeriksaan.
Dasar Penyidikan sesuai dengan
a. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentangHukum Acara Pidana
(Pasal 6ayat (1) huruf b).
b. Undang-undang Nomor 3 Tahun 1951 tentangPengawasan
Perburuhan (pasal 8).
c. Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentangKetenagakerjaan
(pasal 176).
d. Peraturan Menteri Kehakiman RI Nomor05/PW.07.03 Tahun 1984
tentang PetunjukPelaksanaan Pengusulan Pengangkatan
danPemberhentin Penyidik PNS.
e. Keputusan Menteri Kehakiman RI Nomor04.PW.07.03 Tahun 1984
tentang Wewenang Penyidik PNS
(http://hukumonline/pengawasanketenagakerjaan// diakses pada
tanggal 20 Desenber pukul 10.54 WIB).
43
B. Pelaksanaan fungsi perencanaan, pembinaan, dan pengawasan norma
ketenagakerjaan dalam menekan angka kecelakaan kerja di Kota
Surakarta
Kecelakaan tidak terjadi begitu saja, kecelakaan terjadi karena
tindakan yang salah atau kondisi yang tidak aman. Kelalaian sebagai sebab
kecelakaan merupakan nilai tersendiri dari teknik keselamatan. Ada
pepatah yang mengungkapkan tindakan yang lalai seperti kegagalan dalam
melihat atau berjalan mencapai suatu yang jauh diatas sebuah tangga. Hal
tersebut menunjukkan cara yang lebih baik selamat untuk menghilangkan
kondisi kelalaian dan memperbaiki kesadaran mengenai keselamatan
setiap karyawan pabrik.
Diantara kondisi yang kurang aman salah satunya adalah
pencahayaan, ventilasi yang memasukkan debu dan gas, layout yang
berbahaya ditempatkan dekat dengan pekerja, pelindung mesin yang tak
sebanding, peralatan yang rusak, peralatan pelindung yang tak mencukupi,
seperti helm dan gudang yang kurang baik. Diantara tindakan yang kurang
aman salah satunya diklasifikasikan seperti latihan sebagai kegagalan
menggunakan peralatan keselamatan, mengoperasikan pelindung mesin
mengoperasikan tanpa izin atasan, memakai kecepatan penuh, menambah
daya dan lain-lain (Suma'mur,1990:46-48).
Dari hasil analisa kebanyakan kecelakaan biasanya terjadi karena
mereka lalai ataupun kondisi kerja yang kurang aman, tidak hanya satu
saja. Keselamatan dapat dilaksanakan sedini mungkin, tetapi untuk tingkat
efektivitas maksimum, pekerja harus dilatih, menggunakan peralatan
keselamatan. Untuk mengukur kecenderungan kecelakaan harus
menggunakan data dari situasi yang menunjukkan tingkat resiko yang
ekivalen.
1. Analisa Keselamatan Kerja
Seorang teknisi terlatih akan keselamatan kerjanya dapat
mencegah jumlah kecelakaan melalui analisa setiap pekerjaan pada
pabrik dari setiap peraturan keselamatan. Tentu saja, metoda analisa
44
juga harus memperhatikan tanda-tanda keselamatan pekerja yang
mereka pelajari untuk tujuan perencanaan proses dan ekonomis. Di
dalam menganalisa pekerjaan seorang pekerja, teknisi keselamatan
dapat mengantisipasi kemungkinan kesukaran dan ketergantungan di
dalam bekerja. Sebagai contoh, jika analisanya dapat berjalan dengan
lancar untuk menjalankan roda gigi dan memakai tangannya tanpa
kesukaran, menunjukkan bahwa ia mampu mengoperasikan mesin
dengan baik meskipun mesin tadi dapat ditinggal-tinggal. Dengan cara
yang sama bahwa analisa metode suatu pekerjaan terhadap elemen-
elemennya untuk menganalisa gerak individu dan waktu masing-
masing, atau dengan cara yang sama menyelidiki analisa seperti aspek-
aspek suatu tingkatan pekerjaan, tanggung jawab dan juga pelatihan,
analisa keselamatan juga melihat tugas dari seorang operator untuk
menghindari terjadinya kecelakaan. Sebelum menyelesaikan suatu
studi kasus, analisa keselamatan harus bisa menentukan, tujuan setiap
pekerjaan. Jika fakta-fakta tersebut ditentukan sebelumnya, seleksi dan
penempatan, kedua perusahaan dan pekerja mendapatkan keuntungan.
2. Pemeriksaan Pabrik
Apabila kondisi beroperasi yang aman dan kebijakan-kebijakan
telah ditentukan, maka pekerjaan diarea yang aman dapat dilakukan.
Pemeriksaan yang tetap harus sering dilakukan oleh pihak manajemen
juga para pekerja. Untuk efektivitas maximum, pemeriksaan yang
lebih formal harus dibuat dengan jadwal tak tetap oleh teknisi
keselamatan atau badan keselamatan. Ada kecenderungan untuk
operator dan kepala bagian untuk memantau pemeriksaan dengan teliti
bahwa mereka tidak terdidik sebagai program pemeriksaan internal
yang baik dalam suatu pabrik. Pimpinan pabrik kadang sering
melakukan pemeriksaan dengan agen-agen diluar perusahaan seperti
perusahaan ansuransi dlan pemerintah untuk mengurangi kecelakaan-
kecelakaan yang sering terjadi. Sebagai tambahan catatan keselamatan
karyawan suatu pabrik, pemeriksaan berpriode dapat mengkontribusi
45
pencegahan pemeliharaan yang efektif dan meningkatkan kualitas
produk dan efesiensi produk produksi.
3. Penyelidikan Terhadap Kecelakaan
Walaupun analisa keselamatan kerja dan penyelidikan terhadap
pabrik dapat mencegah kecelakaan, beberapa kecelakaan masih akan
terjadi sebagai bukti kekurangan manusia. Ketika kecelakaan terjadi,
melalui penyelidikan mungkin akan mendeteksi bahaya yang sering
terjadi dan sebagai koreksi pekerjaan dalam suatu pabrik, kegagalan
penyelidikan dapat mengakibatkan kecelakan yang fatal hingga
menimbulkan kematian. Tanpa alasan penyelidikan kecelakaan
seharusnya direncanakan dengan menunjukkan bagian pekerjaani yang
salah dalam bekerja. Tujuan penyelidikan adalah memberikan fakta-
fakta agar kecelakaan tidak terulang kembali. Lebih baik memberi
peringatan daripada setelah terjadinya suatu kecelakaan. Catatan
bahwa kecelakaan, tidak hanya terluka, yang harus diperiksa. Sebuah
kecelakaan seharusnya tanpa terluka, kecelakaan yang terjadi
mengindikasi pengukuran pencegahan yang sebanding dan disebut
untuk penambahan usaha pencegahan. Kenyataan bahwa kecelakaan
tidak terjadi selama beberapa kecelakaan yang ada tidak menjamin
bahwa kecelakan itu tidak mungkin terjadi. Walaupun teknisi
keselamatan mungkin menilai dari sudut pandang suatu kecelakaan, ia
harus membatasi usahanya untuk melakukan pertolongan pertama.
Penyelidikan dapat dilanjutkan ketika korban sudah tidak dalam
bahaya lagi.
4. Rapat Dewan Keselamatan
Sebagai penekanan tehadap pembahasan ini, partisipasi
karyawan serta ketertarikan didalam program keselamatan akan
menunjang keberhasilan program tersebut. Partisipasi dengan daya
tarik melalui sistem, sugesti dan konsultasi karyawan, tetapi pelayanan
dewan keselamatan mungkin akan lebih membuat karyawan
berantusias. Sebagai bekas anggota dewan keselamatan mengingat
46
resiko yang diajarkan oleh mereka untuk berjaga-jaga dan menjadikan
tempat kerja menjadi kondisi yang aman. Dewan juga sangat efektif
dalam memaksa perubahan-perubahan dalam politik untuk menunjang
keselamatan kerja. Rangkaian keselamatan dapat digunakan untuk
group pelatihan dalam bekerja dan menerangkan beragam cara untuk
kondisi darurat. Petunjuk dapat diberikan pada prosedur evakuasi
pabrik dan teknik pencegahan kebakaran. Didalam semua pembahasan,
kesuksesan dapat dicapai jika pelatihan diselenggarakan. Film-film
pendidikan dapat juga pada dewan keselamatan nasional sebagai
rangkaian keseluruhan.
5. Kontes Dan Periklanan Mengenai Keselamatan
Program keselamatan yang teradministratif dengan baik, yang
selalu dijaga oleh pekerja, mempertahankan daya tarik tidak pernah
melupakan bahwa keamanan keselamatan pekerja dibayar mahal.
Sebagai tambahan peringatan dan instruksi pada pabrik, poster dengan
slogan yang bagus ataupun gambar-gambar yang impresif, mungkin
lebih strategis diletakkan ditempatkan didaerah yang berasap, dilemari
penyimpanan, diatas jam ataupun tempat-tempat yang serupa. Pamlet
juga dapat digunakan untuk mengilustrasikan apa yang patut
digunakan ataupun tidak untuk keselamatan. Kontes yang berjalan
lancar sangat efektif agar pekerja tetap selamat. Pemacu kontes harus
sangat berhati-hati, bagaimanapun kontes tersebut harus dapat bersifat
membangun bukan malah merusak. Contohnya jika kontes dibuat
untuk pertolongan pertama pada kecelakaan yang dilaporkan adalah
angka terkecil oleh setiap departemen. Kontes harus dibuat dengan
ketentuan yang mudah dan dipahami untuk setiap kontestan. Suatu
areal dengan tingkat kecelakaan yang rendah mungkin akan diberi
penghargaan. Sejarah kontes menunjukkan bahwa kombinasi dengan
hadiah yang kecil atau besar tidak menstimulasi partisiapasi kontestan.
47
6. Pengawasan Terhadap Mesin
Memindahkan bagian-bagian dari mesin sangat berbahaya dan
untuk perlu perlindungan untuk mencegah terjadinya kecelakaan.
Sangat penting bahwa suatu alat harus dirancang dengan baik, untuk
perlindungan yang sebanding bagi para pekerja sebaiknya ditambah
atau dikurangi. Contohnya; menutup roda harus diberi sendi pintu agar
roda gigi tidak beroperasi saat penutup dipindahkan. Mesin
bertransmisi sangat beresiko tinggi dan perlu perhatian khusus oleh
teknisi keselamatan. Roda gigi yang tak beraturan dan sabuk dapat
melindungi operator yang kurang berhati-hati. Roda berputar dan
tiang-tiang dapat tersangkut ke baju operator tersebut. Peralatan
pemotong dapat dilindungi dengan pagar yang berbatas pada daerah
berbahaya pada saat mesin beroperasi. Palang akan mengenai lengan
pekerja apabila ia lamban memindahkannya pada saat memotong dan
kedua tangan menarik batik, jadi tangan operator dapat digunakan
dengan efektif. Pada gergaji yang bermata bundar, tetapi pelindung
tetap digunakan dan untuk itu areal yang tertutup dari mata gergaji.
Tidak digunakan saat pemotongan yang bisa membuat tukang
kehilangan jarinya. Mendisain harus dilakukan agar suatu mesin dapat
beroperasi dengan baik. Level ketinggian harus dapat dibuat untuk
mencegah dari jatuhnya peralatan atau material dari mesin yang
beroperasi. Disain khusus dari pengendalian diri juga dapat membuat
operator selamat. Pada keadaan ini digunakan tombol kontrol ganda.
Jika hanya satu tombol yang ditekan, mesin tidak dapat diaktitkan dan
disarankan menekan kedua tombol, operator harus menggunakan
kedua tombol dari daerah berbahaya. Juga tingkatan radio aktif akan
digunakan bila tangan operator berada pada titik berbahaya dan mesin
akan mati. Mesin yang bekerja sendiri dapat dimodifikasi untuk
menghindari kecelakaan yang besar dan menambah efisiensi
operasional. Mesin otomatis seperti mesin press dan mesin potong
mengurangi bahaya. Dengan menggunakan meja rotasi untuk
48
menempatkan tekanan, seorang operator dapat menempatkan bagian-
bagian dari sisi meja pada saat yang sama sisi lain bekerja, dan lain
berada pada meja.
7. Peralatan Perlindungan Pekerja
Suatu varietas yang besar bagi peralatan perlindungan bagi
pekerja yang dibutuhkan pekerja pada pekerjaannya. Untuk tingkat
kecelakaan yang tinggi dapat digunakan penutup muka dan lengkap.
Perlindungan dengan helm sangat diperlukan dimana sering terjadi
masalah terhadap benda-benda yang jatuh, dan penutup rambut dapat
digunakan wanita untuk mencegah masuknya rambut keroda gigi, bar,
atau tiang yang berputar. Penutup telinga dapat digunakan untuk
mengurangi kebisingan. Sarung tangan dapat digunakan untuk
melindungi tangan dari melepuh. Terpotong, terkilir dan zat kimia.
Secara umum peralatan perlindungan pekerja harus digunakan tujuan
akhir. Lebih baik mengurangi resiko kecelakaan agar para pekerja
terhindar dari bahaya. Jika tidak memakai topi atau pelindung tubuh.
Bagaimanapun sebagai peralatan suplemental, poin- poin ini dapat tak
berarti.
8. Tindakan Pencegahan Untuk Karyawan Maintenance
(pemeliharaan)
Secara alamiah pekerjaan seorang maintenance dapat sangat
berbahaya, untuk seporsi ukuran aktifitas maintenance pada setiap
pabrik tampak bila sesuatu terasa kurang. Akhirnya mekanik dan
petugas listrik dipaksa untuk memanjat bahkan kemesin yang bisa
mencelakai mereka, apalagi saat mesin hidup ketika pekerjaan seperti
itu dilaksanakan, pengendalian harus dalam posisi mati untuk
memastikan pekerja maintenance bahwa tidak bekerja sampai mereka
membah kontrol. Karyawan maintenance, seperti yang lainnya pada
bidang produksi harus segera belajar dalam karier mereka bahwa
keselamatan sangat diutamakan dalampekerjaan mereka seperti
membetulkan pipa bocor atau mengganti lampu yang putus. Melalui
49
pelatihan penting bagi mereka untuk menghindari resiko kecelakaan
yang akan dihadapi. Keselamatan operator dan karyawan pabrik yang
sangat bergantung dengan cara mereka bekerja.
9. Rehabilitasi Dan Terapi Di Tempat Kerja
Pekerja yang terluka sering menderita kehilangan keahlian
akibat kecelakaan. Biro pusat telah menetapkan pentingnya pelayanan
walaupun sebagian biaya digunakan untuk pelatihan yang khusus
untuk pekerja yang ahli. Pelayanan lain yang lebih penting ialah
pemilihan yang khusus untuk pekerja yang ahli. Pelayanan yang lain
yang lebih penting ialah pemilihan asisten pada industri dan pemilihan
pekerja yang cakap dan cocok untuk pekerjaannya. Vauxhall Motor,
pengsubsidi motor terkenal di Ingris, memiliki program untuk
mengembalikan tenaga ahli kepada pekerjaannya dengan segera dari
terapi ditempat kerja secara normal. Tempat rehabilitasi terhadap
pekerja yang terluka agar dapat bekerja secara biasa. Pabrik tidak
berkewajiban tetapi serikat dan manajemen memberanikan pekerja
yang terluka selama periode rehabilitasi. Walaupun biaya produksi
untuk rehabilitasi sangat tinggi, pembayaran kompensasi dan waktu
terbuang sangat minim. Seorang pekerja yang menderita patah mata
kaki mungkin akan kembali bekerja dalam 10 hari daripada
menghabiskan 75 hari, pada daftar orang sembuh, kembalinya pekerja
sementara dibayar penuh selama rehabilitasi.
10. Kemajuan Pergerakan Keselamatan
Pada tahun 1870 keselamatan menjadi masalah besar antar
pekerja dan majikan. Pada tahun 1877 Massachuset lulus undang-
undang dari perlindungan terhadap bahaya mesin. Seabad kemudian
ada beberapa pengatur undang-undang dari negara. Setelah seabad
kemudian pergerakan keselamatan lahir dan pimpinan mulai
membangun kampanye melawan kondisi yang tidak aman. Sejak itu
ada substansi yang mengurangi kedua frekuensi dan rata-rata
kecelakaan pada industri. Penghargaan yang tinggi diterima atas usaha
50
organisasi seperti Dewan Keselamatan Nasional dan departemen
tenaga kerja Amerika Serikat.
11. KeseIamatan Merupakan Tanggung Jawab Semua Orang
Pencegahan kecelakaan adalah integrasi bagian-bagian tugas-
tugas dan tanggung jawab setiap karyawan pada sebuah perusahaan,
harus berada pada wilayah yang tidak hanya menjadi profokasi untuk
kampanye keselamatan setiap tahunnya selama 1 atau 2 minggu.
Bawahan menunjukkan kebijakan, kebiasaan, tingkah laku, pengarahan
dari atasannya. Sayangnya jika para manejer lebih tertarik pada poster
operasi keselamatan dan hanya mereka yang mematuhi regulasi
keamanan dengan antusias yang ditetapkan pada kebijaksanaan
perusahaan, pekerja diharapkan melaksanakan dengan bijaksana.
Pemaksaan kehendak bukan merupakan solusi dari masalah yang ada,
termasuk perlindungan lapisan atmosfer harus dilakukan secara terus-
menerus dalam program keselamatan yang termasuk dalam pelatihan
yang diajarkan kepada pekerja, regulasi keselamatan dll, dengan alasan
perlindungan pekerja. Serikat pekerja dapat memaksa bagian dalam
departemen untuk lebih memicu semangat diantara pekerja. Poster
dsan koran pabrik atau surat berita dapat digunakan untuk tujuan
pengumuman grup atau individu dapat mengikut sertakan gambar
mereka sebagai pengumuman pemenang penghargaan. Setiap orang
yang bekerja dengan baik di pabrik dapat merasakan sebagian dari
program keselamatan kerja.
12. Keselamatan Pada Pabrik Kecil
Statistik nasional menunjukkan bahwa rata-rata fekuensi pada
pabrik kecil cenderung melampaui pabrik besar, dengan beberapa
catatan keselamatan terbaik yang diterima. Beberapa alasan
dikemukakan untuk menjelaskan hal tersebut, Sebagai fakta yang
banyak ditemukan bahwa pabrik yang kecil memiliki rata-rata yang
tinggi, ditambah dengan kecilnya angka kecelakaan. Pimpinan pada
perusahaan kecil tidak menyadari bahwa hal tersebut harus diperbaiki.
51
Contohnya sebuah pabrik memiliki ia pekerja memiliki rata-rata
frekuensi 100, ditambah rata-rata hanya satu waktu yang hilang akibat
kecelakaan pertahunnya. Penjelasan yang lain bahwa pihak manajemen
dari pabrik yang kecil tidak dapat mengembangkan tingkat spesialisasi
yang mengimbangi perusahaan besar. Bagaimanapun konsultan dan
petugas dari perusahaan asuransi atau agen pemerintah lokal dapat
digunakan sebagai pembantu pelaksanaan. Sama halnya alasan pada
kenyataan bahwa fungsi keselamatan bukan hanya tanggung jawab
perorangan. Setiap pekerja yang sibuk dengan pentingnya suatu bahan,
menyadari untuk mempromosikan pelatihan keamanan, pemeriksaan
operasi dan menjalankan analisa keselamatan kerja.
13. Data Kecelakaan Kerja
Berdasarkan hasil analisis terhadap kasus-kasus kecelakaan
kerja, bidang yang paling rawan yakni pada sektor proyek konstruksi.
Sektor konstruksi menempati urutan jumlah kecelakaan tertinggi yaitu
sebesar 32 persen. Tingginya risiko kecelakaan pada sektor ini tidak
sebanding dengan jumlah tenaga kerja yang terserap. Jumlah tenaga
kerja yang terserap pada sektor ini relatif kecil yaitu sebanyak 4,5 juta
pekerja atau hanya 5 persen dari jumlah pekerja seluruh sektor.
Kegiatan sektor konstruksi, diakui memiliki karakteristik yang berbeda
dibandingkan dengan sektor lain karena sangat kompleks, melibatkan
lintas disiplin keilmuan, meliputi arsitek, sipil, mekanikal, elektrikal
dan tata lingkungan sehingga K3 harus terintegrasi mulai dari
perencanaan. Sebagian besar kegiatan konstruksi adalah proyek
pembangunan yang dibiayai melalui APBN dan APBD. Karena itu,
proyek-proyek konstruksi yang didanai APBN dan APBD harus dapat
menjadi teladan dalam penerapan manajemen K3. Ini antara lain
mensyaratkan penilaian konsepsi sistem K3 dalam proses evaluasi
pemilihan penyedia jasa dan menyediakan alokasi anggaran K3 secara
proporsional (Suma'mur,1990:67-79).
52
Untuk menekan kecelakaan kerja, pengawasan, penegakan
hukum serta upaya mendorong kesadaran pimpinan perusahaan dan
tenaga kerja supaya memenuhi syarat-syarat K3 perlu
ditingkatkan. Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Surakarta
mampu menekan angka kecelakaan kerja yaitu pada tahun 2008 lalu,
terjadi penurunan kecelakaan kerja sebesar 10 persen. Tahun 2009 ini,
Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Surakarta mencanangkan
program tersebut dapat ditingkatkan.
Sejalan dengan kebijakan revitalisasi pengawasan untuk
menekan angka kecelakaan 50 persen dan menyadari bahwa pada
sektor konstruksi merupakan penyumbang kecelakaan terbesar, tahun
ini dijadikan momentum sebagai tahun K3 sektor konstruksi. Dinas
Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Surakarta dalam rangka menekan
angka kecelakaan kerja, perlu upaya konkrit yang dilakukan oleh
pengusaha atau pemberi kerja.
Ini misalnya dengan membudayakan keselamatan dan
kesehatan tenaga kerja (K3) dalam manajemen perusahaan,
membentuk panitia pembina keselamatan dan kesehatan kerja (P2K3),
membekali pengetahuan teknis tentang upaya preventif terhadap
kecelakaan kerja, serta menyiapkan sarana keselamatan bagi pekerja.
Di sisi lain faktor human error seringkali juga menjadi penyebab
terjadinya kecelakaan kerja. Pihaknya mencatat sepanjang Tahun 2008,
terdapat 393 pekerja mengalami kecelakan saat bekerja. Sedangkan
Oktober Tahun 2009 tercatat 320 pekerja mengalami kecelakaan saat
bekerja (Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah,2009:14).
53
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan apa yang telah diuraikan dalam penulisan di atas, maka
dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut :
3. Pelaksanaan fungsi perencanaan, pembinaan, dan pengawasan norma
ketenagakerjaan khususnya dalam hal kecelakaan kerja yang dilakukan
oleh Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Surakarta pada dasarnya
telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang mengatur
mengenai kecelakaan kerja, seperti Undang-undang Nomor 3 Tahun 1951
tentang Pengawasan Perburuhan; dan Undang-undang Nomor 21 Tahun
2003 tentang Pengawasan Ketenagakerjaan di Industri dan Perdagangan.
4. Pelaksanaan fungsi perencanaan, pembinaan, dan pengawasan norma
ketenagakerjaan yang dilakukan oleh Dinas Tenaga Kerja dan
Transmigrasi Kota Surakarta dalam menekan angka kecelakaan kerja di
Kota Surakarta telah menunjukkan hasil yang kurang baik, karena tidak
sesuai dengan apa yang direncanakan yaitu penurunan minimal 50 persen.
Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Surakarta berusaha untuk terus
menekan angka kecelakaan kerja di Kota Surakarta dengan meningkatkan
fungsi perencanaan, pembinaan dan pengawasan terhadap seluruh
perusahaan di Kota Surakarta.
B. Saran
1. Diharapkan fungsi perencanaan, pembinaan dan pengawasan dapat lebih
terencana, terukur, terarah, sistematis dan berkesinambungan.
2. Diharapkan pula koordinasi dan kerja sama yang baik antara pengusaha,
tenaga kerja dan Dinas Tenaga Kerja danTransmigrasi Kota Surakarta
dalam hal menekan angka kecelakaan kerja yang terjadi.
53
54
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Ghani. 1981. Penegakan Hukum Beberapa Masalahnya. Surabaya: Unair. Apeldoor, L J.van. 1985. Pengantar Ilmu Hukum (Terjemahan Oetarid Sadino).
Jakarta: Pradya Paramita. Darwan Prinst. 2000. Hukum Ketenagakerjaan Indonesia. Bandung: PT Citra
Aditya Bakti. Howard C G dan Mumner. 1965. Law : Its Nature and Limits (Terjemahan
Soetandyo Wignjosoebroto). Surabaya: Unair. Johnny Ibrahim. 2006. Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif.
Malang: Bayumedia Publishing Lalu Husni. 2005. Hukum Ketenagakerjaan Indonesia. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada. Purbacaraka dan Soerjono Soekanto. 1986. Sendi-sendi Ilmu Hukum dan Tata
Hukum. Bandung: Citra Aditya Bakti. Silalahi, Bennett N.B. [dan] Silalahi,Rumondang.1991. Manajemen keselamatan dan
kesehatan kerja.[s.l]:Pustaka Binaman Pressindo.
Soerjono Soekanto, Sri Mamudji. 2006. Penelitian Hukum Normatif (Suatu Tinjauan Singkat). Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Sudikno Mertokusumo. 1996. Penemuan Hukum Sebuah Pengantar. Yogyakarta:
Liberty. Suma'mur .1990. Keselamatan kerja dan pencegahan kecelakaan. Jakarta :Gunung
Agung -------------------- .1990. Higene perusahaan dan kesehatan kerja. Jakarta :Haji
Masagung -------------------,1991. Upaya kesehatan kerja sektor informal di Indonesia.
:Direktorat Bina Peran Masyarakat Depkes RT. Wiryono Prodjodikora. 1992. Hukum Perdata tentang Persetujuan-persetujuan
Tertentu. Bandung: Sumur Bandung.
55
Zainal Azikin. 1993. Dasar-Dasar Hukum Perburuhan. Jakarta: PT Raja Gafindo Persada.
Perundang-Undangan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Undang-Undang No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Undang-Undang No 33 Tahun 1947 tentang Kecelakaan Kerja.
Undang-Undang No 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.
Peraturan Menteri Tenaga Kerja No 5 Tahun 1996 tentang Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3).
Undang-undang Nomor 3 Tahun 1951 tentang Pengawasan Perburuhan
Undang-undang Nomor 21 Tahun 2003 tentang Pengawasan Ketenagakerjaan di Industri dan Perdagangan.
Internet
http://hukumonline.com/tag/kecelakaan kerja/ diakses pada tanggal 22 September
2009 pukul 10.23 WIB.
www.surakarta.go.id diakses pada tanggal 14 November 2009 pukul 12.32 WIB.
www.depnakertrans.go.id diakses pada tanggal 14 November 2009 pukul 13.45
WIB.
http://.wikipedia/peranan/com diakses pada tanggal 15 November 2009 pukul
10.43 WIB)
http://Keselamatandankesehatankerja/com diakses pada tanggal 15 November
2009 pukul 10.56 WIB).