HUKUM FUNGSI KOMANDO

download HUKUM  FUNGSI KOMANDO

of 22

Transcript of HUKUM FUNGSI KOMANDO

KOMANDO CADANGAN STRATEGIS TNI AD/DP HUKUM

HUKUM FUNGSI KOMANDO

BAB I PENDAHULUAN

1.

Umum a. Indikator keberhasilan suatu satuan dalam pelaksanaan tugas tidak hanya ditentukan oleh pencapaian satuan tersebut dalam melaksanakan tugas pokok, tetapi ditentukan juga oleh tingkat kerugian yang mampu dicegah oleh satuan tersebut, baik dari segi materil maupun personilnya. Kesadaran hukum merupakan pengendali sikap dan perilaku seseorang dalam menentukan sejauh mana batasan-batasan yang harus diperhatikan agar tugas pokok dapat terlaksana dengan baik dan tidak menimbulkan tuntutan hukum dikemudian hari. b. Pembinaan kesadaran hukum bagi prajurit TNI AD yang diselenggarakan di satuan merupakan upaya untuk mewujudkan individu-individu yang memiliki sikap dan perilaku yang mencerminkan hukum sebagai landasan berfikir, bersikap dan bertindak, sehingga tugas pokok dapat terselenggara dengan baik. c. Pembinaan kesadaran hukum adalah fungsi Komando, oleh karenanya Komandan Satuan bertanggung jawab atas terselenggaranya pembinaan kesadaran hukum bagi prajurit di satuannya, baik yang meliputi hukum disiplin maupun hukum positif yang telah diundangkan oleh pemerintah. Agar pembinaan kesadaran hukum dapat dilaksanakan secara terus menerus, terarah dan berjalan lancar maka perlu dibuat buku petunjuk dalam pelaksanaannya.

2.

Maksud dan Tujuan. a. Maksud. Materi ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran/kejelasan tentang teknik pembinaan kesadaran hukum di satuan. b. Tujuan. Komandan Satuan dapat memahami materi hukum secara minimal yang terkait dengan tugas pokok satuan, sehingga dapat melaksanakan hukum sebagai fungsi Komando.

2

3. Ruang Lingkup dan Tata Urut. Ruang lingkup Materi Pembinaan Hukum Fungsi Komando ini meliputi pokok-pokok Pembinaan hukum dan pelaksanaannya disusun dgn tata urut sebagai berikut : a. b. c. d. e. Pedahuluan. Pokok-pokok Pembinaan Hukum Fungsi Komando. Pelaksanaan Pembinaan Hukum Fungsi Komando. Evaluasi. Penutup.

4.

Pengertian-Pengertian. a. Disiplin merupakan jiwa tentara, selama ia kuat ia merupakan tiang penegak negara (ini menurut Friederik Agung -1752 M- bahasa aslinya Cette discipline faite Fame des armees, tant qu' elle est en viguer, elle soutient les empires) b. Disiplin adalah jiwa tentara (Von Moltke, bahasa aslinya Disziplin ist die ganze Seele der Armee) c. Disiplin adalah moral prajurit, disiplin adalah pengerahan seluruh raga dan jiwa prajurit kepada tugasnya ( Dr. F.H. Comtesse ) d. Disiplin adalah membina suatu suasana serta perasaan di dalam suatu kesatuan, yang dapat memperkuat/mempercepat pembentukan group identity and cohesion dan dapat mendorong prajurit untuk menahan atau mengatasi kepanikan ( the shock of battle ) ( Marshall) e. Disiplin merupakan syarat mutlak dalam tata kehidupan TNI agar terwujud prajurit yang profesional, efektif, efisien dan modern. f. Disiplin Prajurit adalah ketaatan dan kepatuhan yang sungguh-sungguh setiap prajurit yang didukung oleh kesadaran yang bersendikan Sapta Marga dan Sumpah Prajurit untuk menunaikan tugas dan kewajiban serta bersikap dan berperilaku sesuai dengan aturan-aturan atau tata kehidupan prajurit TNI. g. Pelanggaran hukum disiplin murni adalah setiap perbuatan yang bukan tindak pidana, tetapi bertentangan dengan perintah kedinasan atau peraturan kedinasan atau perbuatan yang tidak sesuai dengan tata kehidupan prajurit. h. Pelanggaran hukum disiplin tidak murni adalah setiap perbuatan yang merupakan tindak pidana yang sedemikian ringan sifatnya sehingga dapat diselesaikan secara hukum disiplin prajurit.

3

BAB II POKOK - POKOK HUKUM FUNGSI KOMANDO

5. Umum. Pelaksanaan Pembinaan Hukum merupakan tanggung jawab/ fungsi komando mengacu kepada beberapa hal pokok yang harus dipahami demi tercapainya hasil pembinaan yang maksimal, yakni tentang hakekat, tujuan, peran, sasaran, azas, kegunaan dan tanggung jawab komando terhadap pembinaan hukum.

6. Hakekat. Upaya menginternalisasikan nilai-nilai hukum, secara terus-menerus dan berlanjut untuk memelihara dan meningkatkan kesadaran hukum setiap prajurit TNI AD.

7. Tujuan. Terbentuknya kualitas kesadaran hukum prajurit yang sesuai dengan nilai-nilai Sapta Marga yang pada akhirnya dapat dijadikan panutan dan pendorong bagi pembentukan watak dan kepribadian bangsa sebagai negara hukum.

8. Peran. Pembinaan Kesadaran Hukum merupakan bagian integral dari TNI AD yang berperan menyelenggarakan pembinaan, pemeliharaan dan meningkatkan kesadaran hukum Prajurit dan PNS TNI AD.

9.

Sasaran Hukum Fungsi Komando. a. Sasaran Kuantitatif : 1) 2) 3) 4) Komandan Satuan. Prajurit TNI AD sebagai perorangan. Keluarga besar TNI AD. Lingkungan sosial tempat Prajurit dan Satuan berada.

b

Sasaran Kualitatif : 1) Meningkatnya pemahaman serta kesadaran para Komandan Satuan yang memiliki tanggung jawab hukum, tanggung jawab moral serta tanggung jawab Komando dalam membina satuannya.

4

2) Meningkatnya pemahaman serta kesadaran hukum prajurit yang tercermin dalam sikap, tingkah laku dan cara berfikir yang berdasarkan norma-norma dan kaidah hukum yang berlaku. 3) Berkurangnya tingkat pelanggaran disiplin dan pelanggaran hukum yang dilakukan prajurit baik di satuan maupun di tempat penugasan. 4) Terbinanya kesadaran prajurit sebagai warga NKRI yang memiliki kedudukan yang sama dalam hukum dan pemerintahan. 5) Terbinanya kesadaran prajurit sebagai alat Pertahanan Negara Matra Darat, yang memiliki kewajiban dan fungsi khusus berdasarkan Undang-undang. 10. Tugas. Komandan satuan melaksanakan pembinaan untuk memelihara dan meningkatkan kesadaran hukum prajurit serta PNS TNI AD, guna mendukung penggunaan kekuatan TNI AD, dengan tugas sebagai berikut: a. Tugas Pokok. Membina, memelihara dan meningkatkan kesadaran hukum prajurit dan PNS TNI AD melalui Pembinaan Hukum dan Penegakkan Disiplin. b. Tugas Bantuan. 1) Mengarahkan Tim / Satgas Hukum untuk mendukung kegiatan operasi.

2) Ikut serta secara aktif memberi bimbingan dan penyuluhan tentang disiplin dan kesadaran hukum. 3) Ikut memfasilitasi dan memberi asistensi terhadap penyelesaian perkara yang melibatkan personel di satuannya.

11. Fungsi. Di dalam melaksanakan tugasnya, Dansat menyelengarakan Pembinaan disiplin, Penegakkan disiplin dan Penegakkan hukum. a. Pembina disiplin. Memelihara dan meningkatkan disiplin satuan dalam bidang personel, materil dan pangkalan. b. Penegak disiplin. Dansat selaku Ankum berkewajiban untuk menjatuhkan tindakan disiplin, schorsing dan hukuman disiplin serta menerapkan sanksi administratif bagi anggotanya yang melakukan pelanggaran disiplin. c. Penegak hukum. Berdasarkan kewenangannya Ankum menyerahkan anggotanya yang melakukan tindak pidana kepada POM untuk disidik dan diselesaikan perkaranya melalui Peradilan Militer.

12.

Sifat dan Lingkup. a. Sifat. 1) Fleksibel. Adanya kesesuaian antara materi dan obyek, sasaran dan tujuan pembinaan dihadapkan dengan perkembangan hukum positif dan lingkungan strategis yang mempengaruhi.

5

2) Komprehensip dan integral. Pembinaan hukum dan disiplin dilaksanakan secara terencana, menyeluruh, terarah dan terpadu, serta bertahap dan berlanjut: b. Lingkup. Dalam rangka mewujudkan kesadaran hukum dan meningkatkan disiplin tersebut, lingkup Hukum Fungsi Komando adalah Dansat selaku Pembina disiplin, Penegak disiplin dan Penegak hukum. 13. Azas. Menyelenggarakan Hukum Fungsi Komando, mulai dari tingkat perencanaan, pelaksanaan kegiatan maupun pengawasan perlu mempedomani azas-azas sbg berikut : a. b. c. d. e f. Kepastian Hukum Keadilan Manfaat Keseimbangan Kepemimpinan Kekeluargaan

14. Prinsip. Penyelenggaraan Pembinaan hukum dan disiplin berpedoman kepada prinsifprinsif sebagai berikut : a. b. c. d. e. Tanggung jawab Komando. Preventif dan kuratif aktif. Kepentingan Militer. Pelayanan Daerah (Areal service). Koordinasi.

BAB III KOMANDAN SEBAGAI PEMBINA DISIPLIN

17.

Umum.

Menurut Friedrich Carl von Savigny bahwa, hukum merupakan kehidupan manusia sendiri, yang dipandang dari sudut tertentu. Manusia hidup telah membawa kodrat (nature) serta dalam perkembangannya ia akan mengalami penggulawentahan (nurture). Adapun penggulawentahan mempunyai dua lingkup yaitu, pertama, ekstern-sosial melalui edukasi ataupun imitasi; serta yang kedua, intern-mental dengan pendayaan : asah cipta berlandaskan logika, asih karsa berlandaskan estiteka, dan asuh karsa berlandaskan etika.

6

Dalam kehidupan perseorangan maupun dalam kehidupan bermasyarakat, disiplin adalah penting. Di kalangan militer, tidak sedikit orang mengasosiasikan bahwa disiplin prajurit adalah pasal-pasal undang-undang hukum disiplin prajurit TNI, atau kata lain, bahwa lazimnya kata disiplin itu ditangkap dalam ingatan sebagai suatu yang menunjukkan ide hukuman. Pembinaan disiplin prajurit dapat saja dibentuk dari berbagai sudut, yang tentunya satu sama lainnya saling mendukung dan menunjang, namun dalam bab ini hanya melihat dari sudut pandang pembinaan disiplin oleh Komandan Satuan guna menciptakan disiplin seluruh anggotanya. Oleh karena itu perlu dikemukakan tentang disiplin, faktor-faktor pembentukan pembinaan disiplin, hubungan hukum dan kehidupan sosial, dan akhirnya untuk prajurit TNI adalah pelanggaran hukum disiplin.

18.

Peran Komandan dalam Pembinaan Disiplin. a. Membangun Motivasi.

Motivasi seseorang dapat membentuk manusia untuk berdisiplin, dimana dapat mendorong dan menggerakkan orang untuk melakukan sesuatu. Motivasi dapat diciptakan ataupun diarahkan dalam diri seseorang apalagi ditambah dengan kekuatan kepemimpinan. Pimpinan yang arif bijaksana dapat mengubah atau menyeimbangkan motivasi,, sehingga prajurit benar-benar menyadari cita-cita peijuangan dan benarbenar tahu maksud dan tujuan perjuangan sehingga yakin akan kebenaran perjuangannya yang sedang dilaksanakan. Sebagai ilustrasi dimana pada saat Pangsar Soedirman yang menggelorakan semboyan "satu-satunya hak milik nasional Republik yang masih tetap utuh tidak berubah-ubah meskipun harus menghadapi segala macam soal dan perubahan adalah hanya tentara" maka pada saat itu setiap pejuang bergelora membela tanah air meskipun nyawa taruhannya, dan mereka tidak pada gentar menghadapi pasukan Belanda yang bersenjata bedil hanya dihadapi bambu runcing. Motivasi yang digelorakan Pangsar Soedirman, dikemudian hari direfleksikan dan disarikan dalam nilai-nilai perjuangan TNI, yang akhirnya diperas menjadi jati diri TNI yang dirumuskan dalam Sapta Marga. Bila diresumekan nilai-nilai Sapta Marga dapat dikategorikan ke dalam diri prajurit agar menjadi pejuang prajurit dan prajurit pejuang, dengan tujuan antara lain : 1) 2) 3) 4) Mempersatukan jiwa pejuang prajurit Sapta Marga. Memupuk semangat patriot. Menanamkan jiwa dan semangat ksatria. Meresapkan jiwa kemanunggalan TNI dan rakyat.

5) Membentuk tradisi kejuangan, yang berisikan : disiplin tinggi, semangat keprajuritan dan semangat keperwiraan.

7

b.

Pendidikan dan Latihan.

Dengan ketersediannya sumber daya manusia melalui pendidikan dan Iatihan akan membawa manusia berdisiplin, karena dengan pendidikan dan Iatihan akan diperoleh kemahiran dan keterampilan. Kemahiran dan keterampilan yang dimiliki prajurit akan membuat dirinya menjadi yakin atas kemampuan dirinya dan percaya akan kekuatan dirinya. Gerakan-gerakan pada saat latihan akan menempa orang untuk mematuhi atau mentaati ketentuan-ketentuan atau peraturan-peraturan, mengikuti cara-cara atau teknik, mendidik orang untuk membiasakan hidup dalam kelompok, menumbuhkan rasa setia kawan, kerja sama yang erat, dan sebagainya. Pendidikan dan latihan bukan saja tanggung jawab lembaga pendidikan formal, namun tanggung jawab satuan pengguna termasuk didalamnya juga para Perwira/ Kepala/Komandan yang mengawakinya. Apa yang diperoleh dari lembaga pendidikan formal harus dipelihara di satuan dimana prajurit berdinas, dengan harapan satuan dengan mengadakan pengulangan yang terus menerus dapat menyegarkan dan mengembangkan teknik yang pernah didapat. c. Kepemimpinan.

Dalam masyarakat tertentu kedudukan seorang pimpinan dengan segala "seni" yang dimilikinya dapat membawa pengaruh terciptanya disiplin bagi anggota dan bawahannya. Soal kepemimpinan tidak hanya menyangkut masalah intelektual belaka tetapi yang paling utama adalah berkenaan dengan moral, moril dan wibawa, hal ini berarti berkaitan dengan kepribadian sang pemimpin yang teraktualisasi pada penampilannya di dalam kenyataan, karyanya serta tingkah lakunya sehari-hari. Pemimpin yang baik, hendaknya minimal dari sudut pembinaan mental psikologi dapat mengaplikasikan asas pemantapan kepemimpinan {seven simple principles), yaitu : 1) Penggunaan psikologi kelompok secara efektif. 2) Pemantapan performence dengan cara mengembangkan kebiasaan memberi perintah ( command ) dengan baik. 3) Menggunakan akal sehat ( common sence ) dalam disiplin. 4) Upayakan mengembangkan rasa tanggung jawab. 5) Mengenal dan menghargai pekerjaan yang baik. 6) Memperhatikan (look after) anak buah. 7) Mengembangkan dan menyatakan pengertian. Dapat saja seorang pimpinan belajar dari sebuah teori menejemen manager di akhir-akhir ini, dimana manager diharapkan memiliki : 1) 2) 3) 4) 5) 6) Memiliki energi mental positif. Obyektif. Intuitif. Gemar coba-coba yang baru. Melihat secara menyeluruh. Bervisi jauh ke depan.

8

d.

Kesejahteraan.

Manusia tak dapat dilepaskan dari kebutuhan dasar, sebagaimana teori Abraham Maslow, bahwa kebutuhan dasar manusia memegang kendali yang besar atas perilaku, bila hal ini disepakati oleh kita, maka kesejahteraan adalah salah satu faktor bagi pembentukan disiplin. Kesejahteraan tentu saja meliputi kesejahteraan lahir bathin dalam arti dapat terpenuhi yang minimal, baik bersifat materiil maupun spirituil untuk prajurit maupun keluarganya, begitupun yang berkait prospek kariernya. Sebagaimana telah disinggung di atas, mengenai teori Abraham Maslow, bahwa manusia membutuhkan akan beberapa kebutuhan yang terus meningkat menurut perkembangan kedewasaan diri seseorang, kedewasaan ini dapat saja dewasa dari sudut umur, intelektual, emosional, spiritual maupun adversity. Teori kebutuhan menurut Abraham Maslow yang dimaksud adalah : 1) Kebutuhan psysiological, contohnya : makan dan minum.

2) Kebutuhan Safety, yaitu rasa aman, contohnya : punya rumah. 3) Kebutuhan Love, yaitu berupa afeksi, contohnya mendapatkan pengakuan dan rasa saling pengertian. 4) Kebutuhan Esteem, yaitu harga diri, contohnya penghargaan ataupun status simbol, makanya tak heran bila seseorang ada kebanggaan telah berfoto dengan pejabat tertentu terus dipampangkan di ruang tamu, agar setiap yang melihat tahu bahwa dirinya telah dapat disederajatkan de ngan orang yang terhormat. 5) Kebutuhan Self Actualization, yaitu prestasi.

e.

Penerapan Reward and Punishment. 1) Reward, yaitu penghargaan yang diberikan kepada anggota untuk memotivasi agar seseorang akan bekerja dengan baik, semangat atau dorongan terhadap anggota satuan sangat diperlukan mengingat bahwa manusia termotivasi oleh kebutuhannya, baik dalam bekerja maupun kehidupan pribadi, dengan memahami dan memenuhi kebutuhan anggota maka prestasi kerja akan meningkat. Beberapa pakar tentang motivasi memasukkan Penghargaan ini dalam teorinya, menunjukan bahwa penghargaan merupakan faktor penting dalam upaya peningkatan kinerja seseorang disamping faktor yang lain, penghargaan yang diperoleh seseorang anggota berdasarkan prestasi kerjanya bukan saja berpengaruh pada individu prajurit yang menerimanya, tetapi kelompok, keluarga dan lingkungan juga akan berpengaruh, rasa kebanggaan akan timbul, percaya diri semakin kuat, anggota merasa puas karena prestasinya diakui sehingga pada gilirannya akan meningkatkan disiplin dan etos kerja.

9

2) Pusishment, Penerapan hukuman bagi prajurit yang melanggar tidak saja untuk membuat jera tetapi lebih dari pada itu harus dapat memotivasi pelanggar agar dapat merubah perilaku buruk menjadi baik. Motivasi sangat diperlukan mengingat masih banyak prajurit yang mau menjalankan aturan bila diawasi dan dikontrol dengan ketat hal tersebut terjadi karena adanya sikap manusia yang ingin bebas dan tidak mau diatur. Setiap pelanggaran harus segera diambil tindakan dan tidak boleh ditunda-tunda. Penundaan berarti akan memberikan peluang terjadinya pelanggaran. Menurut teori X dari Mc Gregor bahwa manusia rata-rata mempunyai sikap sebagai berikut : a. b. c. Malas, tidak menyukai dan menghindari kerja. Tidak jujur. Tidak tertarik mencapai tujuan kerja.

d. Harus dipaksa atau diancam dengan hukum agar berkerja mencapai tujuan organisasi. e. Pasif dan maunya diperintah dan bukannya menerima tanggung jawab. f. Tidak suka mengambil tanggung jawab.

g. Hanya dapat dimotivasi dengan insentif yang berkaitan dengan kebutuhan fisiologi atau rasa aman. h. Mempunyai kapasitas terbatas untuk pemecahan masalah secara kreatif. i. Harus diamati dan dikontrol dengan baik untuk menjamin penampilan kerja.

Dari beberapa sikap manusia dalam teori X Mc Gregor menunjukan adanya kecenderungan manusia untuk tidak disiplin. Dengan adanya kondisi seperti ini maka pemimpin harus dapat memotivasi antara lain dengan basis ancaman, kontrol dan hukuman.

10

BAB IV KOMANDAN SEBAGAI PENEGAK DISIPLIN

19.

Umum.

Setiap prajurit dalam menunaikan tugas dan kewajibannya wajib bersikap dan berperilaku disiplin. Disiplin ini diwujudkan dengan mematuhi semua peraturan dan norma yang berlaku bagi prajurit dan melaksanakan semua perintah kedinasan atau yang bersangkutan dengan kedinasan dengan tertib dan sempurna, kesungguhan, keikhlasan hati, dan bergembira berdasarkan ketaatan serta rasa tanggung jawab kepada pimpinan dan kewajiban. Disiplin prajurit pada hakekatnya merupakan suatu ketaatan yang dilandasi oleh kesadaran lahir dan bathin atas pengabdiannya pada nusa dan bangsa serta merupakan perwujudan pengendalian diri untuk tidak melanggar perintah kedinasan dan tata kehidupan prajurit. Hal tersebut tercermin dalam sikap mental setiap prajurit yang bermuara pada terjaminnya kesatuan pola pikir, pola sikap dan pola tindak sebagai perwujudan nilai -nilai Sapta Marga dan Sumpah Prajurit. Oleh karena itu disiplin prajurit menjadi syarat mutlak dalam kehidupan prajurit TNI dan diwujudkan dalam penyerahan seluruh jiwa raga dalam menjalankan tugasnya berdasarkan keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa serta kesadaran pengabdian bagi nusa dan bangsa.

20.

Peranan Komandan dalam Penegakan Disiplin. a. Komandan selaku Ankum berwenang untuk menjatuhkan tindakan disiplin maupun hukuman disiplin bagi prajurit yang melakukan pelanggaran disiplin untuk menjamin bahwa setiap bawahannya bersikap dan berperilaku sesuai dengan disiplin militer yang berlaku. b. Komandan berkewajiban untuk memberikan kepastian hukum bagi prajurit yang melakukan pelanggaran disiplin, melalui penjatuhan Schorsing, DKP, PDTH, Hukuman Disiplin dan penerapan Sanksi Administratif, sesuai ketentuan dan mekanisme yang berlaku. c. Komandan berkewajiban melakukan pengusutan terhadap setiap pelanggaran dan mendukung tindakan pengusutan yang dilakukan Komando Atas terhadap prajurit yang melakukan pelanggaran disiplin sebelum lembaga lain melakukan pengusutan terhadap pelanggaran tersebut.

21.

Piranti Lunak Penegakan Disiplin.

Dalam upaya penegakkan disiplin di dalam tata kehidupan Tentara Nasional Indonesia telah diterbitkan piranti lunak yang berupa Undang-undang maupun peraturan internal lainnya, yang dapat digunakan Komandan sebagai alat untuk menegakan disiplin yang telah dilanggar oleh anggotanya.

11

Agar seorang Komandan mampu menerapkan peraturan dengan baik, maka harus dipahami ketentuan-ketentuan sebagai berikut : a. Jenis Pelanggaran Hukum Disiplin Prajurit. Pelanggaran hukum disiplin prajurit meliputi pelanggaran hukum disiplin murni dan pelanggaran hukum disiplin tidak murni. 1) Pelanggaran hukum disiplin murni adalah setiap perbuatan yang bukan tindak pidana, tetapi bertentangan dengan perintah kedinasan atau peraturan kedinasan atau perbuatan yang tidak sesuai dengan tata kehidupan prajurit. 2) Pelanggaran hukum disiplin tidak murni adalah setiap perbuatan yang merupakan tindak pidana yang sedemikian ringan sifatnya sehingga dapat diselesaikan secara hukum disiplin prajurit. Penentuan penyelesaian secara hukum disiplin tidak murni merupakan kewenangan Perwira Penyerah Perkara setelah menerima saran pendapat hukum dari Oditurat. b. Wewenang Atasan. Setiap atasan berwenang mengambil tindakan disiplin terhadap setiap bawahan yang melakukan pelanggaran hukum disiplin prajurit dan yang melakukan pelanggaran hukum disiplin prajurit dan segera melaporkan kepada Ankum yang bersangkutan. Tindakan disiplin ini dapat berupa tindakan fisik dan/atau teguran lisan untuk menumbuhkan kesadaran dan mencegah terulangnya pelanggran hukum disiplin prajurit, namun perlu diingat bahwa tindakan disiplin ini tidak menghapuskan kewenangan Ankum untuk menjatuhkan hukuman disiplin. Tindakan disiplin pada prinsipnya merupakan tindakan yang bersifat mendidik, meliputi teguran sebagai celaan dan/atau tindakan fisik yang tidak membahayakan kesehatan. Tindakan fisik, antara lain push up atau lari keliling lapangan. Sedangkan pelanggaran hukum disiplin yang dapat diselesaikan dengan tindakan disiplin, antara lain : terlambat apel, rambut gondrong atau pakaian kotor.

c.

Jenis Hukuman Disiplin. Jenis hukuman disiplin prajurit terdiri dari : 1) 2) 3) Teguran; Penahanan ringan paling lama 14 (empat belas) hari; Penahanan berat paling lama 21 (dua puluh satu) hari.

Meskipun dalam hal-hal khusus, hukuman di atas dapat diperberat dengan tambahan waktu penahanan paling lama 7 (tujuh) hari, hal-hal khusus tersebut adalah : 1) Negara dalam keadaan bahaya, yaitu keadaan negara sebagaimana dimaksud dalam Undang Undang Keadaan Bahaya yang berlaku. 2) Dalam kegiatan operasi militer, yaitu pelaksanaan tugas pokok satuan TNI baik yang strategis maupun taktis, pelayanan, latihan dan administratif. 3) Dalam suatu kesatuan yang disiagakan.

12

4) Seorang prajurit yang telah dijatuhi hukuman disiplin lebih dari 2 (dua) kali dalam tenggang waktu 6 ( enam ) bulan. d. Atasan Yang Berhak Menghukum. Ankum di lingkungan Tentara Nasional Indonesia, secara berjenjang adalah sebagai berikut: 1) Ankum berwenang penuh, yaitu Ankum yang mempunyai wewenang untuk menjatuhkan semua jenis hukuman disiplin kepada setiap prajurit yang berada di bawah wewenang komandonya. 2) Ankum berwenang terbatas, yaitu Ankum yang mempunyai wewenang untuk menjatuhkan semua jenis hukuman disiplin kepada setiap prajurit yang berada di bawah wewenang komandonya, kecuali penahanan berat terhadap perwira. 3) Ankum berwenang sangat terbatas, yaitu Ankum yang mempunyai wewenang untuk menjatuhkan hukuman disiplin teguran dan penahanan ringan kepada setiap bintara dan tamtama yang berada di bawah wewenang komandonya.

e.

Sanksi Administratif.

Berdasarkan Perkasad 1/II/2009 Tanggal 5 Pebruari 2009 Sanksi administratif adalah sanksi/hukuman yang menyertai proses penyelesaian perkara maupun penjatuhan hukuman disiplin/pidana yang berakibat pada penundaan dalam bidang pendidikan, penempatan jabatan atau kenaikan pangkat dalam rangka pengendalian karier seorang prajurit. Penerapan Sanksi administratif kepada Prajurit TNI untuk mendidik dan meningkatkan disiplin keprajuritan sehingga prajrurit yang lain tidak melakukan pelanggaran serta untuk menimbulkan efek jera bagi prajruri dan adanya kepastian terhadap karier yang bersangkutan setelah menjalani hukuman. Kewenangan penjatuhan Sanksi Administrasi berada pada Komandan Satuan, dimana dalam waktu 30 hari setelah hukuman disiplin dijatuhkan atau setelah putusan hukuman pidana yang telah berkekuatan hukum tetap diterima, Ankum harus mengeluarkan keputusan sanksi administrasi. Sanksi administratif terdiri dari beberapa jenis sanksi, yaitu sebagai berikut : 1) Sanksi terhadap pendidikan adalah sanksi/hukuman administratif yang menyertai proses penyelesaian perkara maupun penjatuhan hukuman disiplin yang berakibat pada penundaan jenis pendidikan dikbangum/ Susfung/Susjab/Diktuk dan pendidikan lain yang disetarakan. 2) Sanksi terhadap jabatan adalah sanksi/hukuman administratif yang menyertai proses penyelesaian perkara maupun penjatuhan hukuman disiplin/pidana yang berakibat pada penundaan penempatan jabatan.

13

3) Sanksi terhadap kepangkatan adalah sanksi/hukuman administratif yang menyertai proses penyelesaian perkara maupun penjatuhan hukuman disiplin/pidana yang berakibat pada penundaan kenaikan pangkat. 4) Sanksi administratif berupa pemberhentian dengan tidak hormat, proses penyelesaiannnya berdasarkan atas Buku Petunjuk Teknik Pemberhentian dengan tidak hormat yang berlaku. f. Pemberhentian Dengan Tidak Hormat (PDTH).

Berdasarkan Perkasad 84/XII/2008 TGL 12 DES 2008 Pemberhentian dengan tidak hormat atau PDTH adalah pengakhiran dinas keprajuritan oleh pejabat yang berwenang terhadap seorang prajurit karena sebab-sebab tertentu yang membawa akibat kepada yang bersangkutan tidak diberikan rawatan purna dinas. Hal-hal yang dapat menjadi alasan PDTH: 1) Menganut ideologi, pandangan atau ajaran yang bertentangan dengan pancasila. 2) Melakukan tindakan yang membahayakan keamanan dan keselamatan negara dan bangsa. 3) Diketahui kemudian bahwa untuk dapat diterima menjadi Prajurit TNI AD, yang bersangkutan telah dengan sengaja memberikan keterangan palsu, tidak benar atau tidak lengkap. 4) Mempunyai tabiat yang nyata-nyata merugikan atau dapat merugikan disiplin keprajuritan. 5) Bunuh diri dengan maksud menghindari penyidikan, tuntutan hukum atau menghindari menghindari tugas yang dibebankan kepadanya. 6) Meninggal dunia dalam melakukan tindak kejahatan atau sebagai akibat dari tindak kejahatan yang dilakukannya. 7) Hidup bersama dengan wanita/pria tanpa dasar perkawinan yang sah dan sesuah ditegur atau diperingatkan oleh atasannya atau pejabat agama tetapi tetap mempertahankan status hidup bersama tanpa dasar perkawinan yang sah. 8) Melakukan pelanggaran susila dengan jenis kelamin yang sama (homo seksual/lesbian). 9) Pelanggaran susila yang melibatkan sesama prajurit, istri/suami/anak prajurit atau melibatkan PNS, istri/suami/anak PNS di lingkungan TNI.

14

10) Melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 12 (dua belas) tahun atau lebih atau pidana mati. 11) Melakukan ketidak hadiran tanpa ijin di kesatuannya (desersi) lebih dari 3 bulan dan tidak diketemukan lagi. 12) Prajurit yang sudah dijatuhi hukuman disiplin minimal 4 kali dalam pangkat yang sama dan/atau nyata-nyata tidak memperdulikan segala hukuman disiplin yang dijatuhkan, sehingga dipandang lagi dipertahankan sebagai prajurit. 13) Sebagai pelaksana putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap terhadap prajurit yang dijatuhi pidana tambahan diberhentikan dengan tidak hormat dari dinas keprajuritan. 14) Putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap terhadap prajurit yang dijatuhi pidana penjara lenih dari 3 bulan tanpa pidana tambahan pemberhentian dengan tidak hormat dari dinas keprajuritan dan menurut pertimbangan pejabat yang berwenang yang bersangkutan tidak patut lagi dipertahankan dalam dinas keprajuritan. 1) 2) 3) Pejabat yang berwenang menerbitkan keputusan PDTH definitif: Kolonel dan Pati oleh Presiden. Letda s.d Letkol oleh Panglima TNI. Bintara dan Tamtama oleh Kasad.

Penerbitan keputusan PDTH definitif dapat didahului dengan penerbitan keputusan PDTH sementara. Bagi prajurit yang telah dikeluarkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap dengan pidana diberhentikan dengan tidak hormat dari dinas keprajuritan, dapat dikeluarkan Keputusan PDTH sementara, dengan kewenangan sebagai berikut: 1) 2) 3) Kolonel dan Pati oleh Panglima TNI. Letda s.d Letkol oleh Kasad. Bintara dan Tamtama oleh PDW atas nama Kasad.

g.

Schorsing

Berdasarkan Perkasad 96/XII/2008 Tanggal 19 Desember 2008 Pemberhentian Sementara dari Jabatan (Schorsing) merupakan salah satu sanksi administratif yang dijatuhkan kepada prajurit TNI AD karena alasan-alasan tertentu dengan tujuan agar

15

penegakan hukum, disiplin dan tata tertib dilingkungan TNI AD sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku. Prajurit TNI AD diberhentikan sementara dari jabatan dengan beberapa alasan sebagai berikut: 1) Dipandang perlu untuk kepentingan kedinasan dan atau disiplin karena diduga melakukan perbuatan yang merugikan atau dapat merugikan TNI. 2) Berada dalam penahanan yustisial.

3) Sedang menjalani hukuman penjara atau hukuman kurungan serendahrendahnya 1 (satu) bulan berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap. 4) Tidak hadir berturut-turut dikesatuan tanpa izin yang sah lebih dari 30 (tiga puluh) hari. Kewenangan menjatuhkan Schorsing dapat dijatuhkan oleh: 1) Presiden berwenang menjatuhkan Schorsing terhadap Kepala Staf Angkatan. 2) 3) Panglima TNI berwenang menjatuhkan Schorsing terhadap Perwira Tinggi. Kasad berwenang menjatuhkan Schorsing terhadap Mayor s.d Kolonel.

4) Pang Kotama/Balakpus berwenang menjatuhkan Schorsing terhadap Kapten kebawah. 5) Dandenma Mabesad berwenang menjatuhkan Schorsing terhadap Kapten kebawah dilingkungan Mabesad. Prosedur penjatuhan Schorsing dilakukan secara berjenjang sesuai dengan hirarki kepangkatan prajurit yang akan dijatuhi schorsing dan pejabat yang berwenang sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Dan/Ka Satminkal mengajukan usul Schorsing kepada Komando atas dengan disertai lampiran perssyaratan administrasi.

h.

Dewan Kehormatan Perwira (DKP)

Berdasarkan Perkasad 455/XI/2006 Tanggal 20 Nopember 2006, Dewan kehormatan perwira (DKP) merupakan suatu wadah yang dibentuk oleh pejabat yang berwenang untuk memeriksa dan memberikan pertimbangan kepada Panglima Tentara Nasional Indonesia atau Kas Angkatan dalam rangka untuk memutuskan pemberhentian dengan tidak hormat (PDTH) seorang Perwira dari dinas keprajuritan Tentara Nasional Indonesia karena melakukan pelanggaran tertentu.

16

-

Wewenang DKP

Memberikan saran pendapat sebagai pertimbangan bagi Panglima TNI dan Kasad mengenai pantas atau tidaknya seseorang menjadi seorang perwira dengan kemungkinan untuk di PDTH Alasan DKP : 1) Menganut ideologi, pandangan atau ajaran yang bertentangan dengan Pancasila. 2) Melakukan tindakan yang membahayakan keamanan, keselamatan bangsa dan negara. 3) Dikenakan hukuman pidana lebih dari 3 bulan, dan menurut pertimbangan pejabat yg berwenang ia tidak dapat lagi dipertahanankan dalam dinas keprajuritan. 4) 5) 6) 7) 8) 9) lagi. Diterima menjadi prajurit dengan memberikan keterangan palsu. Kumpul kebo dan sudah ditegur/diperingatkan namun tidak ditaati. Melakukan pelanggaran susila homoseksual. Pelanggaran susila Keluarga Besar TNI. Lakukan tindak pidana yg diancam pidana min 12 tahun / mati. Melakukan Desersi lebih lama dari 3 bulan dan atau tidak ditemukan

10) Mempunyai tabiat yg nyata-nyata rugikan / dapat rugikan disiplin keprajuritan / TNI AD. Mekanisme/Prosedur

Prosedur pembentukan DKP dapat dilakukan dengan pengajuan Oleh Satminkal kepada Dan/Pang Kotama/Ka/Gub/Dir Balakpus Mabesad, Dan Denma Mabesad dengan disertai bukti-bukti 1) 2) 3) 4) Tentang segala sesuatu mengenai tabiat dari perwira yang dilaporkan. Surat-surat keputusan penjatuhan hukuman disiplin. Putusan Pengadilan. Keterangan-keterangan lainnya

17

Permohonan tersebut disertai dengan tembusan ke Direktorat Hukum/Kakum Kotama bagi Pang/Dan/Ka Balak Kotama. Direktorat Hukum/Balak Hukum Kotama berperan dalam memberikan Satran dan Pendapat Hukum kepada Dan/Pang Kotama/ Ka/Gub/Dir Balakpus Mabesad, Dan Denma Mabesad tentang Dewan Kehormatan Perwira.

BAB V KOMANDAN SEBAGAI PENEGAK HUKUM

22.

Umum.

Menurut Thomas Hobbes bahwa suatu masyarakat tidak mungkin hidup tanpa adanya suatu unsur yang berdaulat, agar tidak terjadi antar manusia saling menghancurkan, oleh karena itu Hobbes mensyaratkan dua hal, pertama adalah berfungsinya hukum berintikan pada penegakkan ketertiban, dan kedua berkaitan dengan prasyarat struktural atau institusional eksistensi hukum. Dalam kehidupan prajurit bahwa hukum disiplin prajurit adalah serangkaian peraturan yang berisikan norma-norma untuk mengatur, menegakkan dan memelihara disiplin atau tata kehidupan prajurit, agar segala tugas dan kewajiban dapat terlaksana. Penegakkan disiplin melalui law enforcement yang berkelanjutan disertai pengawasan akan menciptakan ketertiban, lambat laun akan berpengaruh dan dirasakan sebagai hal biasa sehingga menjadi kebiasaan hidupnya. Sebagai warga negara Indonesia, prajurit bukan merupakan kelas tersendiri, karena setiap prajurit adalah juga masyarakat biasa. Dalam rumusan Sumpah Prajurit bahwasanya prajurit akan taat kepada peraturan perundang-undangan yang berlaku, berarti setiap prajurit tidak saja tunduk pada aturan hukum disiplin keprajuritan saja, melainkan juga undang undang yang lain yang berlaku di negara Indonesia. Adanya hukum khusus bagi prajurit dikarenakan ada beberapa perbuatan yang hanya dapat dilakukan oleh tentara saja bersifat asli militer dan tidak berlaku bagi umum, selain itu jika dilihat dari ancaman hukumannya beberapa perbuatan yang bersifat berat apabila dilakukan seorang prajurit tentara di dalam keadaan tertentu, ancaman hukuman dari hukum pidana umum dianggap terlalu ringan. 23. Peranan Komandan dalam Penegakan Hukum. a. Mengambil tindakan hukum sesuai dengan kewenangannya atas dugaan tindak pidana yang dilakukan oleh bawahannya berdasarkan bukti bukti yang ada, sebelum menyerahkannya kepada penyidik POM. b. Menyerahkan prajurit yang melakukan tindak pidana kepada penyidik POM untuk diproses penyelesaiannya melalui Pengadilan Militer.

18

c. Komandan harus memastikan bahwa bawahannya bila melakukan tindakan kekerasan berlangsung secara proporsional, ada keseimbangan antara kepentingan militer dengan kepentingan kemanusiaan. d. Mencegah atau menghentikan kejahatan yang dilakukan bawahannya, karena apabila Komandan gagal atau tidak mampu mencegah perbuatan tersebut, maka komandan dapat diminta pertanggung jawaban atas kejahatan yang dilakukan oleh prajurit bawahannya tersebut. e. Komandan memiliki kewajiban untuk melaksanakan fungsi-fungsi tertentu dalam pertempuran. Komandan mengeluarkan perintah dalam situasi yang sulit dan waktu yang sempit berdasarkan informasi yang diperoleh ketika itu. Situasi pertempuran yang demikian itu, mengharuskan komandan untuk menentukan cara bertindak dengan memperhatikan pembatasan-pembatasan serta larangan-larangan sesuai ketentuan hukum yang berlaku. Oleh karena itu komandan harus mampu menerapkan aturan hukum yang mengatur tindakan prajurit dilapangan. f. Komandan harus mengetahui, memahami dan melaksanakan ketentuan pelibatan yang ada. Ketentuan pelibatan berguna bagi komandan untuk mengatur penggunaan kekerasan senjata dalam konteks kebijakan militer dan politik, hokum nasional dan hukum internasional yang berlaku. Melalui ketentuan pelibatan, seorang komandan dapat memonitor dan mengawasi prajurit bawahananya di lapangan apakah sesuai dengan keinginan komandan yang telah ditetapkan terutama meyangkut penentuan sasaran, penentuan cara bertindak dan penggunaan senajata. g. Komandan memiliki tugas dan tanggung jawab untuk membuat lampiran hukum dalam setiap operasi yang dilakukan. Lampiran hukum ini harus ada dalam setiap Perencanaan Operasi maupun Perintah Operasi. Sejak awal komandan harus mempertimbangkan hukum sebagai elemen esensial dalam pelaksanaan operasi. Perwira hukum harus mengambil peran aktif dalam membantu komandan menyusun lampiran hukum.

24.

Piranti Lunak dalam Penegakan Hukum. a. Mekanisme Penyelesaian Perkara Pidana

19

b.

Tindak Pidana Menonjol. Berdasarkan rekapitulasi perkara yang dilakukan oleh prajurit, terdapat 10 tindak pidana menonjol dilihat dari segi kuantitas maupun kualitasnya, yaitu : 1) Desersi dan Tidak Hadir Tanpa Ijin a) Desersi, diatur dan diancam pidana menurut Pasal 87 KUHPM Militer yang karena salahnya dan dengan sengaja melakukan ketidakhadiran tanpa ijin dari kesatuan, ancaman hukuman: (1) Keadaan damai lebih dari 30 hari, max pidana penjara 2 tahun 8 bulan. (2) Keadaan perang lebih dari 4 hari, max pidana penjara 8 tahun 6 bulan. b) THTI, adalah kejahatan sehingga penyelesaiannya harus melalui Peradilan Militer. Perbuatan tersebut diatur dan diancam pidana menurut Pasal 86 KUHPM, Militer yang dengan sengaja melakukan ketidakhadiran tanpa ijin dari kesatuan, ancaman hukuman: (1) Keadaan damai min 1 hari dan tidak lebih dari 30 hari, max penjara 1 tahun 4 bulan. (2) Keadaan perang tidak lebih dari 4 hari, max penjara 2 tahun 8 bulan. 2) Asusila.

Masalah kesusilaan tidak dapat dipisahkan dari nilai budaya dan moralitas yang dianut oleh masyarakat suatu bangsa. Apabila diukur dari sudut keagamaan secara murni, perbuatan asusila merupakan suatu dosa besar dan karenanya layak

20

dikualifikasikan sebagai tindak pidana, bahkan seharusnya diancam dengan pidana yang berat seperti yang terjadi pada jaman hukum kanonik. Tindak pidana yang dilakukan prajurit dan PNS di jajaran TNI AD, antara lain disebabkan oleh kehidupan pribadi pelaku kurang kuat iman/moral, mental dan agama; kehidupan rumah tangga tdk harmonis; pengaruh pergaulan bebas dan pisah dengan keluarga terlalu lama. Adapun kualifikasi tindak pidana asusila yang sering dilakukan adalah : a) Kesusilaan di muka umum (Pasal 281 KUHP) pidana penjara 2 tahun 8 bulan . b) Pornografi (Pasal 282 dan 283 KUHP) pidana penjara 9 bulan sampai 1 tahun 6 bulan . c) Perzinahan (Pasal 284 KUHP) pidana penjara paling lama 9 bulan.

d) Pemerkosaan (Pasal 285 dan 286 KUHP), pidana penjara paling lama 12 tahun. e) Persetubuhan dengan anak dibawah umur (Pasal 287 KUHP), dengan pidana penjara paling lama 9 tahun* . f) Perbuatan cabul (Pasal 289 dan 290 KUHP), pidana penjara paling lama 9 tahun . g) Homoseksual (Pasal 292 KUHP), ancaman hukuman pidana paling lama 5 tahun . h) Mucikari/germo (Pasal 296 KUHP)pidana penjara paling lama 1 tahun 4 bulan. *)Khusus diatur dalam Undang-undang No. 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak, bila perbuatan asusila dilakukan terhadap anak dibawah umur (18 thn) ancaman penjara minimal 3 tahun dan maksimal 15 tahun. Surat Telegram Kasad No. STK/4/2005 tanggal 27 April 2005 tentang penekanan untuk menindak tegas pelakunya sampai dengan tindakan Pemberhentian Dengan Tidak Hormat pada pelaku perbuatan : a) Melakukan perkawinan tanpa ijin Dansat.

b) Hidup bersama dengan wanita/ pria tanpa dasar perkawinan yang sah dan sesudah ditegur/diperingatkan oleh Atasannya/Pejabat Agama tetapi tetap mempertahankan status hidup bersama tanpa dasar perkawinan yang sah. c) Melakukan pelanggaran susila yang melibatkan sesama Prajurit/ PNS/ Isteri/Suami/Anak Prajurit/ PNS di lingkungan TNI. d) Melakukan pelanggaran susila dengan jenis kelamin yang sama (Homoseksual/ Lesbian).

21

3)

Penganiayaan.

Diatur dan diancam pidana menurut Pasal 351 s.d 355 KUHP, yaitu pidana penjara 2 tahun 8 bulan hingga maksimal 15 tahun, berat ringan ditentukan dari niatan pelaku dan keadaan korban yang diklasifikasikan terluka ringan, luka berat, atau meninggal dunia.

4)

Narkotika dan Psikotropika a) Narkotika (Undang-Undang RI No. 35 Tahun 2009).

Narkotika adalah zat/obat yang berasal dari tanaman/bukan tanaman, baik sintetis maupun semisintetis, yang dapat menyebabkan penurunan/perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan, contoh : opium, kokain, ganja dsb Ancaman hukuman pidana penjara minimal 4 tahun dan masimal 20 tahun atau hukuman penjara seumur hidup/hukuman mati disertai Pidana denda minimal Rp. 800.000.000,- dan maksimal Rp. 10 Miliar.

b)

Psikotropika (UU RI No 5 Tahun 1997)

Psikotropika adalah zat/obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yg berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pd aktivitas mental dan perilaku. Contoh : ampetamina, diazepam dsb Ancaman hukuman pidana penjara minimal 1 tahun dan masimal 20 tahun atau hukuman penjara seumur hidup/hukuman mati disertai Pidana denda minimal Rp. 100.000.000 dan maksimal Rp. 7 Miliar.

5)

Perkelahian

Diatur dan diancam pidana menurut Pasal 358 KUHP, Ancaman tindak pidana ini yaitu : Pidana penjara 2 tahun 8 bulan jika akibat perkelahian ada yang luka berat atau Pidana penjara 4 tahun jika akibat perkelahian ada yang mati.

6)

Penipuan dan Penggelapan

Diatur dan diancam pidana menurut Pasal 358 KUHP, yaitu pidana penjara 2 tahun 8 bulan hingga maksimal 15 tahun,

7)

Penadahan

22

8)

Penyalahgunaan Senjata Api dan Munisi

Senjata Api dan Amunisi adalah sebagaimana dimaksud dalam Ordonansi Senjata Api 1937 (Staatsblad 1937 Nomor 170) sebagaimana telah diubah dengan Ordonansi tanggal 30 Mei 1939 (Staatsblad 1939 Nomor 278) serta Undangundang Nomor 8 Tahun 1948 tentang Pendaftaran dan Pemberian izin Pemakaian Senjata Api. Ancaman pidana bagi pelanggaran terhadap ketentuan Undangundang ini adalah di hukum dengan hukuman mati / hukuman penjara seumur hidup / hukuman penjara 20 thn bagi yg membuat, menerima, memperoleh / menyerahkan, menguasai, membawa, memiliki, menyimpan, mengangkut, menggunakan senjata api, amunisi / bahan peledak tanpa hak (pasal 1 ayat 1). Dalam KUHP Pasal 187 bis 1, Barangsiapa membuat, menerima, berusaha untuk mendapat, mempunyai, menyembunyikan, membawa / memasukkan ke Negara Indonesia, bahan-bahan / perkakas yang diketahuinya / yang patut disangkakan bahwa gunanya / pada suatu kesempatan akan dipergunakan untuk mengadakan letusan yang dapat mendatangkan bahaya maut / bahaya umum bagi barang, dihukum penjara selama-lamanya 8 tahun / kurungan sebanyak-banyaknya 1 tahun.

9)

Kelalaian mengakibatkan orang lain luka-luka/mati

10)

Pencurian

BAB VI PENUTUP