FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INTENSITAS MARITAL...
Transcript of FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI INTENSITAS MARITAL...
1
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
INTENSITAS MARITAL CONFLICT
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi.)
Oleh:
YUNITA SYAHRDIYANTI SYAHRUDIN
NIM : 108070000192
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1436 H / 2015 M
2
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
INTENSITAS MARITAL CONFLICT
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Psikologi
untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi.)
Oleh:
YUNITA SYAHRDIYANTI SYAHRUDIN
NIM : 108070000192
Pembimbing I Pembimbing II
Drs. Rachmat Mulyono, M.Si., Psi S. Evangeline I. Suaidy, M.Si., Psi
NIP. 19650220 199903 1 003 NIP. 19751027 200710 2 002
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1436 H / 2015 M
3
LEMBAR PENGESAHAN
Skripsi yang berjudul “FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
INTENSITAS MARITAL CONFLICT”, telah diajukan dalam sidang
munasyaqah Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta pada tanggal 28 Januari 2015. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu
syarat memperoleh gelar Sarjana Strata 1 (S1) pada Fakultas Psikologi.
Jakarta, 28 Januari 2015
Sidang Munasyaqah
Dekan/Ketua Pembantu Dekan/Sekertaris
Prof. Dr. Abdul Mujib, M. Ag., M. Si Drs. Abd. Rahman Saleh, M.Si
NIP.19680614 199704 1 1001 NIP. 10720823 199903 1 002
Anggota
Dra. Fadhilah Suralaga, M.Si Luh Putu S. Haryanthi, Psi
NIP. 19561223 198303 2 001 NIP. 19771209 200912 002
Pembimbing
Drs. Rachmat Mulyono, M.Si., Psi S. Evangeline I. Suaidy, M.Si., Psi
NIP. 19650220 199903 1 003 NIP. 19751027 200710 2 002
4
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi
salah satu persyaratan memperoleh gelar sarjana strata satu (S1) di UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah.
Jakarta, 28 Januari 2015
Yunita S. Syahrudin
NIM : 108070000192
Email: [email protected]
5
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
MOTTO:
“Life is like a book. Everyday is a new page, every
month is a new chapter, and every year is a new
series. (Unknown)”
PERSEMBAHAN:
Karya ini ku persembahkan untuk orang tua dan kakak
tercinta dan juga orang-orang tersayang. Terima kasih.
6
ABSTRAK
A) Fakultas Psikologi
B) Januari 2015
C) Yunita S. Syahrudin
D) Faktor-faktor yang Mempengaruhi Intensitas Marital Conflict
E) xiv halaman lampiran
F) Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi
intensitas marital conflict. Penulis berteori bahwa variabel kepribadian,
dukungan sosial, dan individu serta variabel demografis yaitu jenis kelamin,
usia menikah, pendapatan, pendidikan, riwayat perceraian orang tua, riwayat
berpacaran mempengaruhi intensitas marital conflict.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan analisis regresi
berganda. Sampel berjumlah 200 orang yang berusia dewasa dan sudah
menikah selama dua tahun atau lebih, yang berdomisili di Jakarta. Teknik
pengambilan sampel yang digunakan adalah teknik non-probability sampling,
yakni purposive sampling. Dalam penelitian ini, penulis memodifikasi
instrumen pengumpulan data, yaitu The Revised Conflict Tactics Scale
(CTS2), Big Five Inventory (BFI), The Social Provision Scale, dan
Multidimensional Measurement of Religiousness.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada pengaruh yang signifikan variabel
kepribadian, dukungan sosial, religiusitas, dan faktor demografi terhadap
intensitas marital conflict. Hasil uji hipotesis minor yang menguji signifikansi
masing-masing dimensi dari independent variable terhadap intensitas marital
conflict terdapat tiga koefisien regresi yang signifikan, diantaranya
religiusitas, faktor demografi usia menikah, dan tipe kepribadian
conscentiousness,. Hasil penelitian ini menunjukkan proporsi varians dari
intensitas marital conflict yang dijelaskan semua independent variable sebesar
42,8% dan 57,2% sisanya dipengaruhi oleh variabel lain di luar penelitian ini.
Penulis berharap implikasi dari hasil penelitian ini dapat dikembangkan pada
penelitian selanjutnya. Misalnya dengan menguji dimensi lain terkait dengan
marital conflict seperti fekuensi, konten, dan resolusi.
G) Bahan bacaan: 50; buku: 25 jurnal:22 artikel: 3
7
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahiim
Alhamdulillahi Rabbil’alamiin, segala puji dan syukur penulis panjatkan
kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini untuk memperoleh gelar sarjana psikologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Dalam penyusunan skripsi
ini tentunya penulis dibantu oleh berbagai pihak sehingga skripsi ini dapat
diselesaikan dengan baik. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Abdul Mujib, M.Ag. M.Si., Dekan Fakultas Psikologi UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta beserta jajarannya.
2. Bapak Drs. Rachmat Mulyono, M.Si., Psi., yang telah meluangkan waktunya
untuk membimbing, mengarahkan, memberikan informasi dan motivasi
kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
3. Ibu S. Evangeline I. Suaidy, M.Psi., Pembimbing Skripsi dan juga
Pembimbing Akademik kelas D angkatan 2008 yang telah memberikan
informasi, arahan, ilmu, dan motivasi sehingga penulis menjadi pribadi yang
lebih baik.
4. Seluruh responden yang telah membantu mengisi kuesioner penelitian yang
diberikan. Tanpa Anda semua, skripsi ini tidak akan ada.
5. Seluruh Dosen dan juga karyawan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta yang telah membimbing, memberikan ilmu pengetahuannya, dan
membantu penulis dalam menjalani perkuliahan dan juga penyelesaian skripsi.
8
6. Bapak Syahruddin dan Ibu Ramlah Baso Pa’ganna orang tua penulis serta
kakak penulis Istiaty Syahriana Syahruddin. Terima kasih atas segala
dukungan, semangat, serta do’a dan juga kesabarannya yang tiada henti.
7. Seorang yang spesial, Bayu Septian Nugroho, yang selalu membantu dan
menemani penulis saat suka maupun duka. Juga teman-teman penulis, Mble’e
(Atika Sari, Farah Fauzia, Megatasya Kurnia Serena) dan Zulfa Fikriani yang
memberikan waktu, bantuan, motivasi dan segala perhatiannya.
8. Kawan-kawan, Kanda, Yunda, dan juga junior di HMI Komisariat Psikologi
terimakasih atas ilmu dan pengalaman yang tidak bisa penulis dapatkan hanya
dari perkuliahan semata. Yakin Usaha Sampai.
9. Terima kasih untuk Puti Febrayosi, M. Si yang sudah meluangkan waktu
untuk membantu penulis dalam hal olah data ditengah kesibukan mengajar
dan kuliahnya.
10. Seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, terima kasih
untuk segala bantuan dan dukungan yang telah diberikan dalam proses
penyelesaian skripsi ini.
Akhirnya penulis memohon kepada Allah SWT agar seluruh dukungan,
bantuan, bimbingan dari semua pihak dibalas dengan sebaik-baiknya balasan,
Aamiin yaa Rabbal’alamiin. Demikianlah skripsi ini penulis susun, akhir kata
penulis mohon maaf atas segala kesalahan dan kekurangan. Semoga skripsi ini
bermanfaat bagi yang membutuhkan.
Jakarta, 28 Januari 2015
Penulis
9
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ……..…………………………………………..…… i
HALAMAN PERSETUJUAN………………………………………….… ii
HALAMAN PENGESAHAN ……………………………………………. iii
HALAMAN PERNYATAAN ……………………………………………. iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN ……………………………………….. v
ABSTRAK…………………………………………………………………. vi
KATA PENGANTAR ……………………………………………………. vii
DAFTAR ISI ……………………………………………………………… ix
DAFTAR TABEL ………………………………………………………… xi
DAFTAR GAMBAR ..…………………………………………….............. xiii
DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………… xiv
BAB 1. PENDAHULUAN ……………………………………………….. 1-13
1.1. Latar Belakang Masalah …………………………………… 1
1.2. Pembatasan dan Perumusan Masalah ……………………… 8
1.2.1. Pembatasan masalah ……………………………… 8
1.2.2. Perumusan masalah ………………………………. 9
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian ……………………………. 11
1.4. Sistematika Penulisan ……………………………………… 12
BAB 2. LANDASAN TEORI ………………………………………….…. 14-48
2.1. Intensitas Marital Conflict………………………………..… 14
2.1.1. Definisi intensitas marital conflict………………… 14
2.1.2. Proses terjadinya konflik ………………………….. 15
2.1.3. Dimensi intensitas marital conflict ……………… 17
2.1.4. Faktor-faktor yang mempengaruhi intensitas
marital conflict ……………………………………. 19
2.1.5. Pengukuran intensitas marital conflict ……………. 22
2.2. Kepribadian ..……………………………………………….. 24
2.2.1. Definisi kepribadian ……………………………… 24
2.2.2. Kepribadian Big Five ……………………………… 24
2.2.3. Dimensi kepribadian Big Five …………………….. 25
2.2.4. Pengukuran kepribadian Big Five ………………… 28
2.3. Dukungan Sosial …..……………………………………….. 29
2.3.1. Definisi dukungan sosial …..……………………… 29
2.3.2. Aspek-aspek dukungan sosial …..………………… 30
2.3.3. Pengukuran dukungan sosial ……………………… 32
2.4. Religiusitas …………………………………………………. 33
2.4.1. Definisi religiusitas ..……………………………… 33
2.4.2. Dimensi religiusitas ..……………………………… 34
2.4.3. Pengukuran religiusitas …………………………… 38
2.5. Kerangka Berpikir ………………………………………….. 39
2.6. Hipotesis Penelitian...………………………………………. 46
10
BAB 3. METODE PENELITIAN……………………………………...… 49-78
3.1. Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel ……..... 49
3.2. Variabel Penelitian dan Definisi Oprasional……………….. 49
3.2.1. Identifikasi variabel ..……………………………… 49
3.2.2. Definisi oprasional………………………………… 50
3.3. Instrumen Pengumpulan Data ……………………………… 52
3.4. Uji Validitas Konstruk……………………………………… 56
3.4.1. Uji validitas alat ukur intensitas marital conflict….. 59
3.4.2. Uji validitas alat ukur kepribadian………………… 62
3.4.3. Uji validitas alat ukur dukungan sosial……………. 69
3.4.4. Uji validitas alat ukur religiusitas …………………. 72
3.5. Prosedur Penelitian.. ……………………………………….. 74
3.6. Teknik Analisis Data ……………………………………… 75
BAB 4. HASIL PENELITIAN …………………………………………… 79-97
4.1. Gambaran Subjek Penelitian ……………………………….. 79
4.1.1. Gambaran subjek berdasarkan jenis kelamin……… 79
4.1.2. Gambaran subjek berdasarkan usia ketika
menikah……………………………………………. 80
4.1.3. Gambaran subjek berdasarkan pendapatan………... 81
4.1.4. Gambaran subjek berdasarkan pendidikan………… 82
4.1.5. Gambaran subjek berdasarkan riwayat
perceraian orang tua……………………………….. 83
4.1.6. Gambaran subjek berdasarkan hubungan
sebelum menikah ……………..…………………… 83
4.2. Analisis Deskriptif …………………………………………. 84
4.3. Kategorisasi Skor ………………………………………… 85
4.4. Uji Hipotesis ……………………………………………… 88
4.4.1. Analisi regresi variabel penelitian ………………… 88
4.4.2. Sumbangan varian setiap independen variabel …… 93
BAB 5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN …………………..… 98-106
5.1. Kesimpulan…………………………………………………. 98
5.2. Diskusi…...…………………………………………………. 99
5.3. Saran………………………………………………………… 103
5.3.1. Saran teoritis……………………………………….. 104
5.3.2. Saran praktis……………………………………….. 104
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………… 106
LAMPIRAN………………………………………………………………… 110
11
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Big Five Personality Costa dan McCrae.…………………… 28
Tabel 3.1 Blue Print Skoring Alat Ukur………………………………. 53
Tabel 3.2 Blue Print Skala Intensitas Marital Conflict ………………. 54
Tabel 3.3 Blue Print Skala Kepribadian Big Five …………………….. 54
Tabel 3.4 Blue Print Skala Dukungan Sosial …………………………. 55
Tabel 3.5 Blue Print Skala Religiusitas ………………………………. 56
Tabel 3.6 Muatan Faktor Item Intensitas Marital Conflict..………….. 61
Tabel 3.7 Muatan Faktor Item Tipe Kepribadian Extraversion………. 64
Tabel 3.8 Muatan Faktor Item Tipe Kepribadian Conscientiousness.. .. 66
Tabel 3.9 Muatan Faktor Item Tipe Kepribadian Neuroticsm ……….. 68
Tabel 3.10 Muatan Faktor Item Dukungan Sosial …………..…………. 71
Tabel 3.11 Muatan Faktor Item Religiusitas………………………….… 74
Tabel 4.1 Jumlah Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin………………… 79
Tabel 4.2 Jumlah Subjek Berdasarkan Usia Ketika Menikah ………… 80
Tabel 4.3 Perbedaan Intensitas Marital Conflict pada Usia Ketika
Menikah …………………………………………………… 81
Tabel 4.4 Jumlah Subjek Berdasarkan Pendapatan…………………… 81
Tabel 4.5 Jumlah Subjek Berdasarkan Pendidikan …………………… 82
Tabel 4.6 Jumlah Subjek Berdasarkan Riwayat Perceraian
Orang Tua ………………………………………………….. 83
Tabel 4.7 Jumlah Subjek Berdasarkan Pacaran Sebelum Menikah…… 83
Tabel 4.8 Deskripsi Statistik Variabel Penelitian …………………….. 85
Tabel 4.9 Norma Skor Variabel………………………………….......... 86
Tabel 4.10 Norma Skor Variabel Kepribadian ………………………… 86
Tabel 4.11 Kategorisasi Skor Variabel Penelitian………………............. 87
Tabel 4.12 Intensitas Marital Conflict yang Dipengaruhi
oleh IV……………………………………………………… 88
Tabel 4.13 Perbedaan Intensitas Marital Conflict untuk
Masing-masing IV…………………………………. ……… 89
Tabel 4.14 Koefisien Regresi Masing-masing IV………………………. 90
Tabel 4.15 Proporsi Varian untuk Masing-masing IV………………….. 94
12
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Ilustrasi Kerangka Berpikir ………………...………………. 46
Gambar 3.1 Analisis Konfirmatorik dari Intensitas Marital Conflict…… 60
Gambar 3.2 Analisis Konfirmatorik dari Tipe Kepribadian Extraversion. 63
Gambar 3.3 Analisis Konfirmatorik dari Tipe Kepribadian
Conscientiousness...………………………………………… 65
Gambar 3.4 Analisis Konfirmatorik dari TipeKepribadian Neuroticsm…. 67
Gambar 3.5 Analisis Konfirmatorik dari Dukungan Sosial…………….... 70
Gambar 3.6 Analisis Konfirmatorik dari Religiusitas……………………. 72
13
DAFTAR LAMPIRAN
LAMPIRAN 1 Contoh Kuesioner
LAMPIRAN 2 Contoh Output LISREL
LAMPIRAN 3 Output SPSS
1
BAB 1
LATAR BELAKANG
Dalam BAB I ini penulis akan menjelaskan tentang latar belakang masalah,
perumusan dan pembatasan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, juga
sistematika penulisan.
1.1 Latar Belakang Masalah
Pernikahan penting bagi setiap individu karena hal ini merupakan salah
satu cara untuk membentuk keluarga. Seperti sebagaimana yang tertera dalam
Undang-Undang Pernikahan No. 1 Tahun 1974 Pasal 1, “Pernikahan sebagai
suatu ikatan lahir batin antara pria dan wanita sebagai suami dan istri dengan
tujuan membentuk keluarga dan rumah tangga yang bahagia dan kekal
berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.” Dalam pandangan Islam, yang
tercantum dalam Al-Qur’an surat Ar-Rum ayat 21, bahwa pernikahan dapat
menciptakan kebahagiaan lahir dan batin antara suami istri ketika hak dan
kewajiban terpenuhi dengan baik sehingga terbentuk kenyamanan, kedamaian,
dan kesejahteraan.
Pada kenyataannya, tidak semua pasangan suami istri mampu melewati
masalah yang menimpa pernikahannya untuk mencapai kebahagiaan. Hal ini
terlihat dari meningkatnya angka perceraian di Indonesia selama tiga tahun
terakhir. Berdasarkan data Kementrian Agama, pada tahun 2011 terjadi
peristiwa nikah sebanyak 2.319.821 sementara peristiwa cerai sebanyak
158.119 peristiwa. Berikutnya pada tahun 2012, peristiwa nikah yang terjadi
2
yakni sebanyak 2.291.265 peristiwa sementara yang bercerai berjumlah
372.577. Pada pendataan terakhir yakni 2013, jumlah peristiwa nikah menurun
dari tahun sebelumnya menjadi 2.218.130 peristiwa. Namun tingkat
perceraiannya meningkat menjadi 14,6% atau sebanyak 424.527 peristiwa
(www.republika.co.id).
Pada penelitian yang dilakukan oleh Allen dan Olson (2001)
mengemukakan bahwa 46% pasangan tidak puas dengan pernikahannya dan
42% dari pasangan yang berkonflik memutuskan untuk berpisah atau bercerai.
Penemuan ini mengisyaratkan bahwa konflik yang dialami dalam pernikahan
bisa mendeteksi terjadinya perceraian.
Konflik yang dialami dalam pernikahan merupakan sesuatu yang tidak
bisa dihindari karena setiap orang mempunyai suasana hati berbeda yang cepat
atau lambat memicu terjadinya ketegangan. Semakin dekat dan semakin
ketergantungan suatu hubungan maka semakin berpotensi untuk terjadinya
konflik. Selain itu, semakin banyak pasangan menghabiskan waktu bersama
dan semakin banyak kegiatan yang dilakukan bersama maka, maka semakin
sering konflik terjadi dalam pernikahan (Miller & Pearlman, 2008). Menurut
Sadarjoen (2005) marital conflict adalah kondisi disharmoni dalam pernikahan
dimana sering terjadi perbedaan persepsi dan harapan.
Semua pernikahan mempunyai derajat konflik yang memiliki
karakteristik tersendiri dan ekspresi dari konflik yang bisa bermacam-macam.
Marital conflict dapat bervariasi dari segi frekuensi, intensitas, isi, dan
resolusi, juga bisa nampak atau pun tersembunyi (Grych & Fincham, 1990).
3
Perilaku konflik yang nampak (overt) bisa memprediksi perceraian, tetapi
konflik itu sendiri tidak selalu terlihat ada juga yang tersembunyi (covert).
Marital conflict bisa dideteksi dari salah satu pasangan saja dan pola konflik
yang terjadi cenderung stabil selama dua tahun awal pernikahan.
Selain itu, marital conflict terjadi setidaknya satu atau dua kali dalam
sebulan (Fincham & Beach, 1999). Seperti yang ditemukan pada penelitian
yang dilakukan McGonagle, Kessler, dan Schilling (dalam Baron,
Branscombe, & Byrne, 2009) sebanyak 98,8 % pasangan yang menikah
dilaporkan bahwa mereka bertengkar dan kebanyakan menunjukkan konflik
serius yang timbul satu kali dalam sebulan atau lebih.
Masih sedikit literatur yang mengemukakan tentang penyebab atau
faktor yang mempengaruhi marital conflict di Indonesia, tetapi hal ini bisa kita
lihat dari data perceraian yang sudah ada. Menurut Deputi Keluarga Sejahtera
dan Pemberdayaan Keluarga BKKBN, ada beberapa penyebab tertinggi dari
fenomena perceraian yang terjadi di Indonesia. Penyebab perceraian tersebut
diantaranya yaitu pernikahan di bawah umur 20 tahun, mulai dari pernikahan
dini karena faktor orangtua ataupun menikah karena sudah hamil di luar nikah,
kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), dan kebutuhan ekonomi yang tak
terpenuhi (www.okezone.com).
Sedangkan data yang dimiliki oleh Badan Peradilan Agama Mahkamah
Agung mencatat penyebab tertinggi terjadinya perceraian di Indonesia pada
tahun 2011 karena ketidakharmonisan rumah tangga sebanyak 89.092 perkara,
tidak ada tanggung jawab sebanyak 74.529 perkara, dan faktor ekonomi
4
sebanyak 62.122 perkara. Untuk kota Jakarta sendiri, terdapat 2.258 perkara
ketidakharmonisan, 1.881 perkara tidak ada tanggung jawab, dan 1.503
perkara yang bercerai karena faktor ekonomi. Angka ini lebih tinggi
dibandingkan dengan kota yang berbatasan langsung dengan Jakarta, yaitu
Banten yang tercatat sebanyak 1.542 perkara ketidakharmonisan, 1.042
perkara tidak ada tanggung jawab, dan 1.121 perkara yang bercerai karena
faktor ekonomi (www.badilag.com). Dengan kata lain, ketidakharmonisan
adalah penyebab utama terjadinya perceraian di Indonesia, khususnya Jakarta
dan kota-kota besar lainnya.
Ada beberapa variabel yang berhubungan dengan perceraian seperti usia
saat menikah, riwayat orang tua yang bercerai, agama, pendidikan, dan ras
(Martin dan Osborne, 1989). Menurut Lambert dan Dollahite (2006), agama
bisa menjadi sumber marital conflict secara signifikan apabila pasangan tidak
memiliki tingkat keberagamaan yang sama. Selain itu, penelitian yang mereka
lakukan menyatakan bahwa religiusitas dapat membantu pasangan mencegah
masalah dalam hubungannya, menyelesaikan konflik, dan mengarahkan pada
perdamaian. Dalam penelitian Ahmadi, dkk. (2008) juga ditemukan bahwa
hubungan antara pasangan dengan Tuhan berpengaruh secara signifikan
terhadap marital conflict karena dapat mengembangkan hubungan timbal balik
dengan pasangan dan juga membantu pasangan untuk mendidik anak mereka.
Caughlin dan Vangelisti (2006) menyatakan bahwa faktor perbedaan
individu, seperti konstruk kepribadian, yang berhubungan dengan perilaku
berkonflik. Dari kelima faktor yang ada dalam Big Five personality factor,
5
neuroticsm yang berhubungan dengan kecemasan dan emosi negatif,
berpengaruh secara positif terhadap konflik, seperti sikap negatif dan juga
demand/withdraw. Tetapi, Bono, dkk. (2002) menemukan tidak hanya
neuroticsm saja yang berpengaruh terhadap marital conflict bahkan
extraversion dan conscientiousness juga berhubungan dengan konflik dalam
suatu hubungan.
Menurut Lian dan Geok (2009), salah satu faktor yang dapat
mempengaruhi konflik dalam pernikahan adalah dukungan sosial. Ketika
tingkat dukungan sosial meningkat disertai tingkat stres yang menurun, maka
konflik yang terjadi dalam keluarga bisa berkurang dalam satu tahun (Neff,
2012).
Selain faktor diatas, ada beberapa faktor personal yang berhubungan
dengan kemungkinan bercerai, yang juga dapat menimbulkan konflik dalam
pernikahan, diantaranya berpacaran sebelum menikah, pernikahan pada usia
dini, hamil diluar nikah, tidak memiliki anak, tinggal bersama anak tiri,
riwayat perceraian orang tua, dan juga berdarah campuran (Papalia, Sterns,
Feldman, & Camp, 2002).
Allen dan Olson (2001) mengemukakan bahwa sebanyak 46% pasangan
yang berkonflik berusia muda, menikah baru beberapa tahun, berpendidikan
rendah, dan mempunyai status pekerjaan yang rendah pula. Norton dan Miller
(Papalia dkk., 2002) berpendapat bahwa usia ketika menikah dan juga riwayat
pendidikan yang menjadi faktor utama apakah pernikahan akan berlangsung
lama. Usia untuk menikah yang memiliki peluang yang lebih besar untuk
6
sukses dalam pernikahan adalah diatas dua puluh tahun akhir dan seterusnya.
Sejalan dengan penelitian tersebut, Amato dan Marriott mengatakan tidak
hanya pasangan yang mempunyai karakteristik seperti berusia muda ketika
menikah, tetapi juga memiliki orang tua yang bercerai dapat meningkatkan
tingkat konflik pada pernikahan (dalam Lavner & Bradburry, 2012).
Penelitian yang dilakukan James dan Beattie (2012) menemukan
berpacaran sebelum menikah juga memiliki hubungan yang negatif terhadap
kebahagiaan dan komunikasi dalam pernikahan dan berhubungan positif
dengan marital conflict. Dilain hal, faktor personal penting lainnya yang juga
dapat mempengaruhi konflik pada pernikahan adalah perbedaan jenis kelamin
(Caughlin & Vangelisti, 2006, Gottman & Levenson, 1994). Perempuan lebih
fokus pada hubungannya yang membuat cenderung lebih sering berkonflik
(demand) dibandingkan laki-laki yang mana cenderung untuk menghindari
konflik (withdraw).
Fincham (2003) menambahkan keadaan ekonomi juga memiliki
hubungan dengan konflik dalam pernikahan. Pernyataan Fincham tersebut
didukung oleh penelitian yang dilakukan Robila dan Krishnakumar (2005)
yang menemukan keadaan ekonomi yang buruk berhubungan dengan
meningkatnya marital conflict yang juga memiliki hubungan dengan
rendahnya dukungan sosial dan depresi pada perempuan yang memiliki anak.
Pap, Cummings, & Morey (2009) juga menyatakan bahwa marital conflict
yang berurusan dengan uang ditemukan lebih problematik, berulang, dan tidak
terselesaikan dengan baik, daripada isu-isu yang lainnya.
7
Melihat dari berbagai macam faktor yang dapat mempengaruhi marital
conflict, akan lebih baik jika kita juga mengetahui dampak apa yang
ditimbulkan dari marital conflict tersebut. Berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh Bloom dalam Sadarjoen (2005) terdapat konsekuensi negatif
yang lain yang terjadi pada pasangan yang mengalami marital conflict,
diantaranya yaitu peningkatan resiko psikopatologi, meningkatnya kecelakaan
mobil yang berakibat fatal, meningkatnya kasus percobaan bunuh diri,
meningkatnya perlakuan kasar antar pasangan, kehilangan daya tahan tubuh
yang menyebabkan kerentanan dalam penyakit, kematian karena penyakit
yang diderita dari ketegangan psikis, dan lain-lain. Sependapat dengan hal
tersebut, Fincham (2003) juga berpendapat bahwa orang yang mengalami
konflik terus menerus dapat mengakibatkan penurunan kesehatan seperti
penyakit kanker, penyakit jantung, dan penyakit kronis lainnya yang
berhubungan dengan perubahan imunitas tubuh, fungsi kelenjar endokrin, dan
fungsi jantung walaupun orang yang sudah menikah cenderung lebih sehat
daripada orang yang tidak menikah.
Beberapa dampak yang dapat ditimbulkan konflik yang terjadi dalam
pernikahan merupakan dampak yang dapat merusak tidak hanya pada
pasangan tetapi juga pada anak. Seperti yang dinyatakan Davies dan
Cummings (1994) bahwa marital conflict mempunyai efek yang merusak pada
perkembangan anak terutama konflik yang disertai kekerasan, semakin tinggi
intensitasnya maka semakin buruk juga dampak yang ada pada anak. Bahkan,
marital conflict merupakan faktor penentu yang lebih penting dari perceraian
8
yang dialami orang tua tentang dampak negatif yang dialami anak (Caughlin
& Vangelisti, 2006).
Berdasarkan permasalahan tersebut, maka peneliti sangat tertarik untuk
meneliti topik dengan judul “Faktor-faktor yang mempengaruhi intensitas
marital conflict”.
1.2 Pembatasan dan Perumusan Masalah Penelitian
1.2.1 Pembatasan Masalah
Agar penelitian ini tidak meluas, maka peneliti membatasi
permasalahan, yaitu:
a. Intensitas marital conflict yang dimaksud dalam penelitian ini
dibatasi pada terjadinya pertentangan pada pasangan suami istri yang
dilihat dari intensitas terjadinya konflik selama pernikahan.
b. Kepribadian yang diteliti adalah tipe kepribadian Big Five yang
dibatasi dengan tiga tipe saja, yaitu tipe kepribadian extraversion
yaitu kemampuan untuk berbahagia dan menikmati hidup, tipe
kepribadian conscientiousness yaitu kemampuan individu dalam hal
pengorganisasian, dan tipe kepribadian neuroticism mengenai
ketsabilan atau ketidakstabilan emosi.
c. Dukungan sosial yang dimaksud sumbernya dibatasi oleh dukungan
yang diberikan dari keluarga dan sahabat karib.
d. Religiusitas yang dimaksud dalam penelitian ini mencakup daily
spiritual experience (pengalaman spiritual pada kehidupan sehari-
hari), value (pengaruh keimanan terhadap nilai hidup), belief
9
(keyakinan), forgiveness (maaf dan memaafkan), private religious
practices (praktik beribadah), dan religious/spiritual coping
(mengatasi stres dengan metode religius).
e. Faktor demografi yang dipakai dalam penelitian ini antara lain, jenis
kelamin, usia menikah, pendapatan, pendidikan, riwayat perceraian
orang tua, riwayat pacaran.
f. Subjek dalam penelitian ini adalah pasangan suami istri berusia 21-
55 tahun, sudah menikah minimal selama dua tahun, dan belum
pernah bercerai yang berdomisili di Jakarta.
1.2.1 Perumusan Masalah
Berdasarkan pembatasan masalah yang telah diuraikan di atas, maka
perumusan masalah yang akan diuji adalah:
1. Apakah tipe kepribadian, dukungan sosial, religiusitas, dan faktor
demografi mempengaruhi intensitas marital conflict secara
signifikan pada pasangan suami istri di Jakarta?
2. Seberapa besar proporsi varians dari intensitas marital conflict
yang dijelaskan secara bersama-sama oleh kepribadian, dukungan
sosial, religiusitas, dan faktor demografi?
3. Apakah tipe kepribadian extraversion berpengaruh secara
signifikan terhadap intensitas marital conflict pada pasangan suami
istri?
10
4. Apakah tipe kepribadian conscientiousness berpengaruh secara
signifikan terhadap intensitas marital conflict pada pasangan suami
istri?
5. Apakah tipe kepribadian neuroticism berpengaruh secara signifikan
terhadap intensitas marital conflict pada pasangan suami istri?
6. Apakah dukungan sosial berpengaruh secara signifikan terhadap
intensitas marital conflict pada pasangan suami istri?
7. Apakah religiusitas berpengaruh secara signifikan terhadap
intensitas marital conflict pada pasangan suami istri?
8. Apakah jenis kelamin berpengaruh secara signifikan terhadap
marital conflict pada pasangan suami istri?
9. Apakah usia menikah berpengaruh secara signifikan terhadap
marital conflict pada pasangan suami istri?
10. Apakah pendapatan berpengaruh secara signifikan terhadap marital
conflict pada pasangan suami istri?
11. Apakah pendidikan berpengaruh secara signifikan terhadap marital
conflict pada pasangan suami istri?
12. Apakah riwayat cerai orang tua berpengaruh secara signifikan
terhadap marital conflict pada pasangan suami istri?
13. Apakah riwayat berpacaran berpengaruh secara signifikan terhadap
marital conflict pada pasangan suami istri?
14. Prediktor mana yang paling berpengaruh terhadap intensitas
marital conflict pada pasangan suami istri?
11
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor apa saja yang
mempengaruhi intensitas marital conflict pada pasangan suami istri. Selain itu
juga melihat faktor apa yang paling besar mempengaruhi intensitas marital
conflict.
Hasil penelitian ini diharapkan membawa manfaat antara lain:
a. Memberikan sumbangan teoritis bagi pengembangan ilmu psikologi dan
landasan pengetahuan bagi penelitian di bidang psikologi keluarga
khususnya yang berkaitan dengan konflik pernikahan.
b. Secara praktis penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi
acuan bagi penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan pernikahan.
Juga sebagai tambahan acuan bagi institusi yang menangani masalah-
masalah keluarga dan pernikahan atau digunakan dalam konseling
pernikahan dan pra pernikahan bagi para calon suami istri.
1.4 Sistematika Penulisan
BAB 1 Pendahuluan
Dalam bab ini diuraikan secara umum hal-hal yang berhubungan dengan
penelitian, yaitu latar belakang masalah, perumusan dan pembatasan masalah,
tujuan dan manfaat penelitian, juga sistematika penulisan laporan penelitian.
12
BAB 2 Tinjauan Teori
Bab ini berisi landasan teori dari variabel-variabel yang digunakan dalam
penelitian ini yaitu marital conflict, kepribadian, dukungan sosial, dan
religiusitas disertai dengan kerangka berpikir juga hipotesis penelitian.
BAB 3 Metode Penelitian
Pada bab ini akan dijelaskan hal-hal yang berkaitan dengan tentang metode
penelitian yang terdiri dari subjek penelitian, variabel penelitian, definisi
operasional, instrumen pengumpulan data, prosedur pengumpulan data,
pengujian validitas alat ukur dan metode analisis data.
BAB 4 Hasil Penelitian
Bab ini menguraikan gambaran subjek penelitian, deskripsi data, analisis data,
dan juga hasilnya yang mengacu pada hipotesis yang diajukan.
BAB 5 Kesimpulan, Diskusi, dan Saran
Pada bab ini memuat kesimpulan tentang hasil penelitian, diskusi tentang
perbandingan teori dengan hasil penelitian yang sebelumnya, juga saran yang
menjelaskan keterbatasan dan masukan untuk pihak yang berkepentingan.
DAFTAR PUSTAKA
Bagian ini berisi daftar bacaan yang digunakan sebagai sumber atau bahan
acuan dalam penelitian ini.
13
LAMPIRAN
Bagian ini memuat semua lampiran yang terdiri dari instrumen penelitian,
hasil tabulasi data, dan dokumen-dokumen lain yang digunakan untuk
menunjang kelengkapan penelitian ini.
14
BAB 2
TINJAUAN TEORI
Pada bab ini akan djelaskan teori-teori yang berhubungan dengan masalah
penelitian, yaitu intensitas marital conflict, kepribadian, dukungan sosial, dan juga
religiusitas.
2.1 Intensitas Marital Conflict
2.1.1 Definisi Intensitas Marital Conflict
Marital conflict merupakan kata dari Bahasa Inggris yang berarti konflik
pernikahan atau biasa disebut juga dengan konflik marital.
Konflik itu sendiri menurut Kamus Psikologi (Chaplin, 1981)
adalah beberapa impuls atau motif yang terjadi secara bersamaan dan
saling bertentangan. Straus (1996) mengatakan bahwa konflik tidak
dapat dihindari dan terkadang diperlukan untuk membawa perubahan
positif, tetapi intensitas konflik yang tinggi dengan sikap permusuhan
didalamnya, dapat memberikan pengaruh yang buruk pada pihak-pihak
yang terlibat.
Marital conflict menurut Sadarjoen (2005) adalah kondisi
disharmoni dalam pernikahan dimana sering terjadi perbedaan persepsi
dan harapan. Adanya perbedaan pada kedua pasangan akan
mempengaruhi perspektif yang berbeda pula karena latar belakang dan
pengalaman yang berbeda sehingga kebutuhan dan nilai yang dianut
15
sebelum memutuskan menjalin ikatan pernikahan akan menciptakan
konflik yang spesifik.
Buehler, dkk. (1998) mengatakan bahwa marital conflict adalah
adanya tingkat ketidaksepahaman yang tinggi, penuh dengan tekanan,
interaksi dengan sikap bermusuhan diantara pasangan, tidak
menghormati pasangan, dan adanya kekerasan verbal. Sedangkan
Fincham (2003) mengungkapkan bahwa marital conflict bisa berupa apa
saja yang menjadi sumber konflik pada pasangan, berkisar antara
kekerasan verbal dan fisik sampai ketidakcocokan karakteristik personal
dan perilaku. Semakin pelik permasalahan, semakin tinggi kemungkinan
untuk bercerai.
Jadi intensitas marital conflict yang digunakan dalam penelitian ini
adalah definisi menurut Straus (1996) yang mengatakan bahwa konflik
tidak dapat dihindari dan terkadang diperlukan untuk membawa
perubahan positif, tetapi intensitas konflik yang tinggi dengan sikap
permusuhan didalamnya, dapat memberikan pengaruh yang buruk pada
pihak-pihak yang terlibat.
2.1.2 Proses terjadinya konflik
Proses terjadinya konflik menurut Condliffe (1991) antara lain:
1. Persepsi tentang konflik. Ini merupakan tahapan dimana salah satu
pihak merasa tidak nyaman yang biasanya diikuti perasaan seperti
frustrasi, cemas, dan marah. Di tahap ini juga mungkin terjadi
16
kebingungan dimana salah satu pihak mencoba untuk mengerti apa
yang sedang terjadi dan mulai sadar akan adanya ketidaksesuaian
antara minat, nilai, dan emosi. Konflik biasanya belum terlihat pada
tahap ini dan kemungkinan bertahan lama.
2. Realisasi. Ketika ketidaksesuaian antara apa yang dirasa dengan apa
yang terjadi telah dikonfirmasi ke dalam pikiran, lalu satu atau kedua
pihak mulai mengungkapkan frustrasi dan perasaan yang lainnya
sehingga ada kejelasan pada tahap persepsi. Ketika yang terjadi
diluar kontrol maka terjadi flashpoint atau kilas balik. Hal
terpentingnya adalah akan ada penilaian sumber apa yang bisa
digunakan dalam konflik tersebut seperti kekuasaan, status,
informasi, keahlian, atau sumber yang nyata seperti uang, pengikut,
dan kapasitas produktif.
3. Penolakan. Ini merupakan respon umum terhadap konflik. Salah satu
pihak menyerah karena merasa terganggu dan frustrasi. Respon
penolakan biasa terjadi ketika kurangnya sumber yang mendukung,
misalnya keahlian atau power.
4. Intervensi. Tahap ini meliputi keputusan untuk menggunakan satu
atau dua strategi untuk mengontrol atau menyelesaikan konflik.
5. Pemilihan strategi dan implementasi. Tahap ini merupakan tahapan
yang paling kompleks untuk memilih strategi apa yang mau
digunakan. Pilihannya banyak, mulai dari kekerasan, kolaborasi
problem solving, dan negosiasi. Sayangnya, perencanaan strategi
17
biasanya diabaikan yang mengakibatkan hasil yang tidak
memuaskan.
6. Evaluasi hasil. Tahap ini mengharuskan kedua pihak untuk
menerima hasil baik atau buruk, yang mungkin menyebabkan sebuah
konflik.
2.1.3 Dimensi marital conflict
Grych & Fincham (1990) mengemukakan ada beberapa dimensi yang
terdapat dalam marital conflict, yaitu:
a. Frekuensi. semakin sering terjadi konflik semakin parah efek marital
conflict dan mengarahkan pada perceraian.
b. Intensitas. Marital conflict dibedakan dari diskusi yang tenang
sampai kekerasan fisik. Intensitas konflik dengan kekerasan fisik
juga bisa dikonsepkan sebagai pengaruh negatif atau ekspresi dari
permusuhan.
c. Konten/isi. Konten atau topik yang diperdebatkan bisa direspon
secara berbeda. Seperti misalnya, konflik yang melibatkan anak
direspon lebih serius oleh pasangan yang berkonflik dibandingkan
persoalan sehari-hari seperti tidak membuang sampah.
d. Resolusi. Pasangan yang mampu menangani konflik mempunyai
model problem solving yang positif yang akan meningkatkan
kemampuan sosial dan keahlian coping. Sedangkan resolusi konflik
yang rendah menghasilkan ketegangan yang berkepanjangan dan
lebih sering berkonflik.
18
Salah satu dari dimensi tersebut, yaitu intensitas konflik, akan
difokuskan dalam penelitian ini. Dimensi turunan dari intensitas marital
conflict dapat terwakili dari dimensi konflik menurut Straus, dkk (1996)
antara lain:
a. Negotiation (Negosiasi) yaitu segala tindakan yang diambil untuk
mengatasi pertentangan lewat diskusi. Dimensi ini memiliki dua
turunan, yaitu emosional dan kognitif. Turunan kognitif disini seperti
diskusi, dan turunan emosionalnya adalah ukuran ketika seseorang
mengkomunikasikan afek positif dengan menanyakan seputar
perasaan seperti kepedulian dan rasa hormat kepada pasangannya.
b. Psychological aggresssion (Kekerasan psikologis) yaitu segala
perilaku yang dapat menyakiti pasangan secara verbal dan psikologis
seperti keluar dalam ruangan ketika sedang konflik atau mengatakan
sesuatu yang menyakiti perasaan pasangan. Hal ini biasanya terjadi
apabila negotiation tidak berjalan dengan baik.
c. Physical assault (Kekerasan fisik) yaitu segala perilaku yang dapat
menyakiti pasangan secara fisik. Seperti memukul, mendorong,
menampar.perilaku ini juga biasanya terjadi jika negotiation dan
psychological aggresion tidak lagi cukup.
d. Sexual coercion (Pemaksaan seksual) yaitu perilaku yang memaksa
pasangan terkait aktivitas seksual yang tidak diinginkan pasangan,
seperti memaksa berhubungan intim disaat pasangan tidak
menginginkannya.
19
e. Injury (Luka akibat konflik) yaitu hasil dari tindak kekerasan yang
dilakukan oleh pasangan yang memerlukan perhatian medis, atau
hasil dari tindakan pasangan yang disertai dengan rasa sakit yang
berkelanjutan.
2.1.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi marital conflict
Bisno dalam Condliffe (1991) mengkategorikan faktor yang
mempengaruhi marital conflict sebagai berikut:
a. Sumber biososial
Banyak peneliti menempatkan agresi-frustrasi sebagai sumber
konflik karena frustrasi biasanya menghasilkan agresi yang
mengarahkan kepada konflik. Frustrasi biasanya hasil dari
kecenderungan harapan yang terlalu tinggi dibandingkan kemajuan
pada keadaan sekitar.kecenderungan ini bisa diamati dalam dunia
konflik.
b. Sumber interaksi dan kepribadian
Termasuk kepribadian yang kasar, gangguan psikologis, kurang
mempunyai kemampuan interpersonal, kemarahan, permusuhan,
gaya berinteraksi yang berbeda, ketidaksamaan dalam suatu
hubungan.
c. Sumber struktural
Banyak konflik yang dikaitkan dengan sturktur dalam organisasi
dan masyarakat. Kekuasaan atau power, status, kelas sosial, hak
20
penduduk, dan pejuang hak-hak wanita adalah beberapa bentuk
dari konflik.
d. Sumber ideologi dan budaya
Konflik yang hebat biasanya berasal dari pembahasan politik,
sosial, agama, dan budaya yang dianut. Konflik juga meningkat
ketika dua orang memiliki sistem nilai yang berbeda.
e. Convergence (penyatuan)
Ketika beberapa konflik bergabung menjadi satu dan menjadi
perdebatan yang kompleks. Seperti dua pekerja yang berkonflik
dengan perusahannya. Kemungkinan ada penyebab struktural
seperti perbedaan power, perbedaan kepribadian dan gaya
berinteraksi, atau kepercayaan, budaya, dan ideologi yang
membedakan dua pekerja.
Marital conflict dipengaruhi oleh beberapa faktor. Secara garis besar,
faktor-faktor yang mempengaruhi marital conflict terdiri dari faktor
internal (dari diri individu), faktor eksternal (dari lingkungan).
a. Faktor Internal
Menurut Caughlin dan Vangelisti (2006), yang termasuk faktor
internal diantaranya skills atau keahlian menyelesaikan konflik,
perbedaan gender, perbedaan individu seperti kepribadian, stresor,
dan goals.
Perbedaan gender. Banyak penelitian yang terkait antara perbedaan
jenis kelamin dan marital conflict. Seperti penelitian Napier (dalam
21
Caughlin dan Vangelisti, 2006) yang menemukan bahwa perempuan
cenderung lebih mendekati konflik sedangkan laki-laki cenderung
menghindarinya. Sejalan dengan pernyataan tersebut, Papalia, Olds,
Feldman (2007) mengatakan bahwa perempuan cenderung
mementingkan pengungkapan emosi dalam pernikahannya dan juga
diskusi mengenai tidak adanya tanggung jawab suami, sedangkan
laki-laki merasa puas ketika istrinya hanya ingin berbaikan.
Kepribadian. Extraversion, neuroticsm, dan conscientiousness
ditemukan mempengaruhi kecenderungan individu mengalami
konflik dalam suatu hubungan. Tingkat conscientiousness yang
rendah menggambarkan tidak terorganisir dan malas yang bisa
menimbulkan konflik. Sedangkan orang yang extravert cenderung
suka mendominasi dan mengekspresikan perasaannya, termasuk
marah, secara bebas ketika berkonflik. Neuroticsm dilapokan faktor
kepribadian yang paling banyak mendapatkan komplain dari
pasangannya juga mempengaruhi marital conflict (Bono dkk., 2002;
DeLongis & Holtzman, 2005)
Religiusitas. Terdapat hubungan yang positif antara religiusitas
dengan penurunan marital conflict bahkan religiusitas dapat menjadi
sumber untuk menyelesaikan konflik (Lambert & Dollahite, 2006).
Selain itu religiusitas juga mempengaruhi marital outcomes seperti
kepuasan pernikahan dan juga perceraian (Sulliven dalan Lopez,
dkk., 2011)
22
b. Faktor Eksternal
Pada faktor eksternal, atau yang Caughlin dan Vangelisti (2006)
sebut sebagai environment of conflict terbagi atas beberapa bagian
antara lain, etnis, kognisi, level budaya, level sosial, level dyadic
seperti pola perilaku, level fisik seperti kelembaban atau struktur
bangunan, dan level duniawi seperti seperti perselingkuhan.
Dukungan sosial. Tidak hanya dukungan sosial dari pasangan
melainkan juga dari selain pasangan. Menurut Julien (dalam
Fincham & Beach, 1999) ketika istri merasa didukung oleh selain
pasangannya cenderung tingkat distress rendah dan lebih dekat
dengan suami.
Faktor demografi. Ada beberapa faktor demografi yang
mempengaruhi marital conflict seperti pendidikan yang rendah
(Olson & Defrain, 2006); memiliki orang tua bercerai (Lavner &
Bradbury, 2012); pernah berpacaran sebelumnya, menikah pada usia
muda (Papalia, Sterns, Feldman, & Champ, 2002).
2.1.5 Pengukuran Intensitas Marital Conflict
Dalam pembahasan teori yang peneliti lakukan, peneliti menemukan dua
alat ukur untuk mengukur intensitas marital conflict, yaitu SCID (System
for Coding Interaction in Dyads) yang dikembangkan oleh Neena M.
Malik dan Kristin M. Lindahl (2000). Alat ukur ini memakai prosedur
dengan merekam pembicaraan tiga topik dalam area konflik selama 12-
23
15 menit. Setelah itu di hasil dari rekaman akan di-coding oleh trainee
dan akan dibahas secara bersama-sama.
Alat ukur selanjutnya adalah CTS2 (The Revised Conflict Tactics
Scale) yang merupakan bentuk terbaru dari CT (Conflict Tactics) Scales
yang dibuat oleh Murray A. Straus, Sherry L. Hamby, Sue Boney-
McCoy, dan David B. Sugarman (1996). CTS2 merupakan kuesioner
self-report yang berisi 78 item. CTS2 ini sudah diuji dan memiliki
internal consistency reliability yang baik dengan menyebarkan
kuesioner pada 317 orang yang telah memenuhi kriteria yang diinginkan
peneliti. Dari penelitian tersebut didapatkan reliabilitas antara 0.79 –
0.95 dengan signifikansi secara statistik p 0.001.
Pengukuran intensitas marital conflict pada penelitian ini
berdasarkan skala The Revised Conflict Tactics Scale (CTS2). Adapun
dimensi-dimensi yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya:
negotiation (negosiasi) dengan sub-skala emotional (emosional) dan
cognitive (kognitif); psychological aggression (agresi psikologis),
phisical assault (penyerangan fisik), sexual coercion (pemaksaan
seksual), dan injury (luka-luka) dengan masing-masing sub-skala minor
(ringan) dan severe (berat).
2.2 Kepribadian
2.2.1 Definisi Kepribadian
Feist dan Feist (2009) mengungkapkan bahwa kepribadian berasal dari
bahasa Latin persona yang berarti topeng. Sedangkan pengertian dari
24
kepribadian itu sendiri adalah pola sifat dan karakteristik tertentu yang
relatif permanen dan memberikan konsistensi dan individualitas pada
perilaku seseorang.
Pervin, Chervone, dan John (2005) mengungkapkan bahwa
kepribadian merupakan karakteristik seseorang yang menjelaskan pola-
pola konsisten dari perasaan, berpikir, dan berperilaku. Sedangkan
Schultz & Schultz (2009) berpendapat bahwa kepribadian adalah
karakteristik yang bersifat unik dan relatif menetap yang dapat merubah
ketika menanggapi situasi yang berbeda.
Berdasarkan penjelasan dari beberapa tokoh di atas, penulis
menggunakan definisi kepribadian menurut Pervin, Chervone, dan John
(2005) yang mengungkapkan bahwa kepribadian merupakan
karakteristik seseorang yang menjelaskan pola-pola konsisten dari
perasaan, berpikir, dan berperilaku.
2.2.2 Kepribadian Big Five
Kepribadian Big Five atau Five-Factor Model adalah pendekatan sifat
umum pada manusia yang dapat diklasifikasikan menjadi lima dimensi,
dan masing-masing dimensi tersebut digambarkan dengan sifat-sifat
yang lebih spesifik yang disebut dengan faset (Friedman & Schustack,
2009). Menurut Pervin, Chervone, dan John (2005) faset adalah sifat-
sifat yang lebih spesifik atau komponen-komponen yang mewakili
kelima faktor yang ada dalam Big Five.
25
2.2.3 Dimensi Kepribadian Big Five
Teori Big Five merupakan pendekatan kepribadian yang terus menerus
diteliti, dan pada umumnya kepribadian digambarkan melalui lima
dimensi: dimensi extraversion, dimensi agreeableness, dimensi
conscientiousness, dimensi neuroticism, dan dimensi openness
(Friedman & Schustack, 2009 ; Feist & Feist, 2010). Dan masing-masing
dimensi memiliki 6 faset yang mewakili (Pervin, Chervone, & John,
2005).
a. Extraversion
Disebut juga dengan surgency. Dimensi ini menilai kualitas dan
intensitas interaksi interpersonal, tingkat aktivitas, kebutuhan akan
dorongan dan kesenangan. Tipe kepribadian ini meliputi energik,
antusias, dominan, ramah, dan suka berbicara. Orang yang
sebaliknya atau memiliki tingkat extraversion yang lebih rendah
disebut introvert dengan sifat pemalu, rendah diri, patuh, dan
pendiam.
Dimensi extraversion memiliki enam faset, diantaranya yaitu:
bersahabat (gregariousness), tingkat keaktifan (activity level),
ketegasan (assertiveness), pencari kesenangan (excitement seeking),
emosi positif (positive emotion), dan kehangatan (warmth).
b. Agreeableness
Kecenderungan untuk merasa kasihan dan bekerja sama dari pada
curiga dan bermusuhan terhadap orang lain. Secara keseluruhan
26
mereka penuh perhatian, ramah, murah hati, suka menolong, dan
mau menyetujui minat mereka dengan orang lain.
Dimensi ini memiliki enam faset di dalamnya, yaitu: kepercayaan
(trust), keterusterangan (straightforwardness), altruisme (altruism),
kerelaan (compliance), kesederhanaan (modesty), penyabar (tender
mindedness).
c. Conscientiousness
Dimensi ini menilai kemampuan individu dalam hal
pengorganisasian, baik mengenai ketekunan dan motivasi dalam
mencapai tujuan. Sifat ini menunjukkan preferensi yang terencana
daripada perilaku spontan. Kecenderungan untuk menunjukkan
disiplin diri, bertindak dengan patuh dan hormat, serta bertujuan
untuk pencapaian diluar dugaan. Dimensi kepribadian yang meliputi
sifat dapat diandalkan, kewaspadaan, organisasi, dan tanggung
jawab; orang-orang yang rendah dalam dimensi ini adalah orang-
orang yang impulsif, tidak hati-hati, berantakan, dan tidak dapat
diandalkan.
Dimensi ini memiliki enam faset di dalamnya, yaitu: kemampuan
(competence), keteraturan (order), kepatuhan (dutifulness), bekerja
keras untuk prestasi (achievement striving), disiplin diri (self-
discipline), pertimbangan (deliberation).
27
d. Neuroticism
Menggambarkan stabilitas emosional dengan kecenderungan
mengalami emosi negatif, seperti marah, cemas, atau depresi. Hal
tersebut kadang disebut dengan ketidakstabilan emosional. Mereka
yang memiliki skor tinggi pada neuroticism bereaksi dengan
emosional dan mudah stress. Dimensi kepribadian yang meliputi
kegelisahan, tegang, dan kecemasan; orang-orang yang rendah dalam
dimensi ini adalah orang-orang yang secara emosional stabil, tenang,
dan menantang.
Dimensi ini memiliki enam faset di dalamnya, yaitu: kecemasan
(anxiety), permusuhan (hostility), depresi (depression), kesadaran
diri (self-consciousness), mengikuti kata hati (impulsiveness), mudah
stres (vulnerability to stress).
e. Openness to experience
Openness adalah pengertian umum untuk beragam pengalaman,
keingintahuan, imajinasi, ide-ide tidak biasa, petualangan, emosi,
dan seni. Dimensi kepribadian yang meliputi imajinasi, kejenakaan,
originalitas, dan kreatifitas; orang-orang yang rendah pada dimensi
ini adalah orang-orang yang dangkal, kurang menarik, dan
sederhana. Dimensi ini memiliki enam faset, yaitu: fantasi (fantasy),
estetis (aesthetics), perasaan (feelings), tindakan (actions), pemikiran
(idea), nilai-nilai (Values).
28
Tabel 2.1
Model Big Five Personality Costa dan McCrae
(Feist & Feist, 2010) Tipe Kepribadian Skor Tinggi Skor Rendah
Extraversion:
Mengukur kualitas dan
intensitas interaksi
interpersonal, tingkat
aktivitas, kebutuhan akan
dorongan dan kesenangan.
Penuh ksih sayang,
mudah bergaul, banyak
bicara, menyukai
kesenangan, aktif, dan
bersemangat.
Tidak peduli, penyendiri,
pendiam, serius, pasif,
dan tidak berperasaan.
Aggreableness:
Kecenderungan untuk
merasa kasihan dan
bekerja sama dari pada
curiga dan bermusuhan
terhadap orang lain.
Berhati lembut, mudah
percaya, dermawan, rela,
toleran, bersahabat.
Kejam, penuh curiga,
pelit, antagonis, kritis,
cepat marah.
Conscientiousness:
Menilai kemampuan
individu dalam hal
pengorganisasian, baik
mengenai ketekunan dan
motivasi dalam mencapai
tujuan,
Teliti, pekerja keras,
terorganisir dengan baik,
tepat waktu, ambisius,
gigih.
Sembrono, pemalas,
berantakan, terlambat,
tanpa tujuan, mudah
menyerah
Neuroticism:
Menggambarkan stabilitas
emosional dengan
kecenderungan mengalami
emosi negatif, seperti
marah, cemas, atau
depresi.
Cemas, tempramental,
mengasihani diri sendiri,
sadar diri, emosional,
rapuh.
Tenang, terkadang
tempramen, bangga
dengan dirinya, nyaman,
tidak emosional, kuat.
Openness:
Pengertian umum untuk
beragam pengalaman,
petualangan dan
keingintahuan.
Imajinatif, kreatif,
orisinil, lebih menyukai
keberagaman,
penasaran, bebas.
Dangkal, tidak kreatif,
konvensional, lebih
menyukai rutinitas, tidak
penasaran, kolot.
2.2.4 Pengukuran Kepribadian Big Five
Dalam pembahasan teori yang peneliti lakukan, peneliti
menemukan dua alat ukur utnuk mengukur kepribadian big five. Yang
pertama adalah NEO-FFI (The Neuroticism Extraversion Openness –
Five Factor Inventory) versi singkat dari NEO-PI-R (The Neuroticism
Extraversion Openness – Personality Inventory – Revised) yang
29
berjumlah 240 item. NEO-FFI dikembangkan oleh Paul T. Costa dan
Robert McCrae (1992) dan terdiri dari 60 item.
Alat ukur yang kedua adalah BFI (Big Five Inventory) yang
dikembangkan oleh Oliver P. John & Sanjay Srivastava (1999) yang
merupakan kuesioner self-report berisi 44 item.
Pengukuran big five pada penelitian ini berdasarkan dimensi-
dimensi teori kepribadian big five menggunakan skala Big Five
Inventory karena reabilitas dan validitas BFI ,sebesar 0.83 dan 0.92,
lebih besar dibandingkan reabilitas dan validitas NEO-FFI, sebesar 0.79
dan 0.79 (John & Srivastava, 1999). Adapun dimensi-dimensi
kepribadian big five yaitu Extraversion, Agreeableness,
Conscientiousness, Neuroticism dan Openness to experience. Tetapi
dalam penelitian ini hanya tipe kepribadian extraversion, tipe
kepribadian conscientiousness, dan tipe kepribadian neuroticism yang
akan diuji.
2.3 Dukungan Sosial
2.3.1 Pengertian dukungan sosial
Menurut Gottlieb (1983) dukungan sosial adalah informasi verbal atau
nonverbal, seperti saran, bantuan yang nyata atau tingkah laku yang
diberikan oleh orang-orang yang akrab dengan subjek di dalam
lingkungan sosialnya atau berupa kehadiran dan hal-hal yang dapat
memberikan keuntungan emosional atau berpengaruh pada tingkah
laku penerimanya. Sedangkan Sarafino (1998) menyatakan bahwa
30
dukungan sosial adalah kenyamanan, perhatian, harga diri atau bantuan
yang diperoleh individu dari orang lain atau kelompok. Sumber
dukungan tersebut didapatkan dari banyak sumber berbeda seperti
pasangan, keluarga, teman, rekan kerja, dokter, atau organisasi yang
berbentuk komunitas.
Dukungan sosial merupakan bentuk pemberian informasi serta
merasa dirinya dicintai dan diperhatikan, terhormat dan dihargai, serta
merupakan bagian jaringan komunikasi dan kewajiban timbal balik
dari orangtua, kekasih/kerabat, teman, jaringan lingkungan sosial serta
dalam lingkungan masyarakat (Taylor, 2006). Cutrona & Russell
(1987) menyatakan bahwa dukungan sosial adalah perilaku
interpersonal yang sebenarnya untuk mengkomunikasikan dukungan
dari satu orang ke yang lainnya.
Dari berbagai definisi di atas, maka peneliti menggunakan
definisi dukungan sosial menurut Cutrona & Russell (1987)
menyatakan bahwa dukungan sosial adalah perilaku interpersonal yang
sebenarnya untuk mengkomunikasikan dukungan dari satu orang ke
yang lainnya.
2.3.2 Dimensi-dimensi dukungan sosial
Dimensi dukungan sosial menurut Cutrona dan Russell (1987) yaitu:
a. Attachment (Kelekatan)
Kelekatan atau kedekatan emosional, yaitu jenis dukungan yang
memungkinkan seseorang memperoleh kedekatan secara emosional
31
sehingga menimbulkan rasa aman bagi yang menerima. Orang yang
menerima dukungan sosial semacam ini merasa tenteram, aman dan
damai yang ditunjukan dengan sikap tenang dan bahagia. Sumber
dukungan ini biasanya didapatkan dari pasangan, teman dekat, atau
hubungan keluarga.
b. Social integration (Integrasi sosial)
Yaitu jenis dukungan semacam ini memungkinkan memiliki
perasaan suatu kelompok yang memungkinkan untuk berbagi minat,
perhatian, serta melakukan kegiatan yang sifatnya rekreatif secara
bersama-sama. Hubungan tersebut dapat memberikan kenyamanan,
keamanan, dan kesenangan.
c. Reassurance of worth (Penghargaan atau pengakuan)
Yaitu dukungan sosial jenis ini mendapat pengakuan atas
kemampuan dan keahliannya serta mendapat penghargaan dari orang
lain atau lembaga terhadap kompetensi, keterampilan, dan nilai yang
dimiliki seseorang. Sumber dukungan sosial ini dapat berasal dari
keluarga atau instansi dimana ia bekerja.
d. Reliable alliance (Hubungan yang dapat diandalkan untuk
mendapatkan bantuan yang nyata)
Yaitu mendapatkan dukungan sosial berupa jaminan bahwa ada
orang yang dapat diandalkan bantuannya ketika individu
membutuhkan bantuan tersebut. Jenis dukungan sosial ini bersumber
pada umumnya diberikan oleh anggota keluarga.
32
e. Guidance (Saran atau informasi)
Yaitu dukungan sosial jenis ini adalah memungkinkan mendapatkan
informasi, saran atau nasihat yang diperlukan dalam memenuhi
kebutuhan dan mengatasi permasalahan yang dihadapi. Jenis
dukungan sosial ini bersumber dari guru, mentor, atau sosok orang
tua.
f. Opportunity for Nurturance (Kemungkinan membantu)
Yaitu suatu dimensi penting dalam hubungan interpersonal adalah
perasaan dibutuhkan oleh orang lain.
2.3.3 Pengukuran Dukungan Sosial
Dalam pembahasan teori yang peneliti lakukan, peneliti menemukan dua
alat ukur untuk mengukur dukungan sosial, yang pertama adalah
Multidimensional Scale of Percieved Social Support dari Gregory D.
Zimet (1988) yang terdiri dari 12 item. Alat ukur dukungan sosial yang
kedua adalah The Social Provision Scale dari Cutrona & Russell (1987)
dengan item yang berjumlah 24.
Pengukuran pada penelitian ini menggunakan alat ukur dukungan
sosial berbentuk skala yang bernama The Social Provision Scale karena
lebih cocok digunakan untuk penelitian ini. Reliabilitas yang diperoleh
Social Provision Scale adalah sebesar 0.915. Instrument ini berjumlah
24 item berdasarkan enam dimensi yaitu attachment, social integration,
reassurance of worth, reliable alliance, guidance, dan opportunity for
nurturance.
33
2.4 Religiusitas
2.4.1 Definisi religiusitas
Terdapat banyak perdebatan dan kesulitan dalam mendefinisikan
agama itu sendiri, yang bahkan seringkali disamakan dengan spiritualitas
(Spilka, dkk., 2003). Sedangkan menurut Paloutzian dan Park (2005),
agama (religion) adalah sebagai gambaran kategori budaya atau proses
kerja psikologi yang terjadi pada individu.
Harun Nasution (dalam Jalaluddin, 2005) mendefinisikan agama
menjadi delapan definisi, yang intisarinya adalah ikatan. Kedelapan
definisi itu salah satunya adalah pengakuan terhadap adanya hubungan
manusia dengan kekuatan gaib yang harus dipatuhi.
Menurut Fetzer (2003) definisi religiusitas adalah seberapa kuat
individu penganut agama merasakan pengalaman beragama sehari-hari,
mengalami kebermaknaan hidup dengan beragama, mengekspresikan
keagamaan sebagai sebuah nilai, meyakini ajaran agamanya,
memaafkan, melakukan praktek beragama (ibadah) secara menyendiri,
menggunakan agama sebagai coping, mendapat dukungan penganut
sesama agama, mengalami sejarah keberagamaan, komitment beragama,
mengikuti organisasi/kegiatan keagamaan dan meyakini pilihan
agamanya.
Dengan demikian, religiusitas yang dimaksud oleh peneliti adalah
religiusitas berdasarkan pengertian Fetzer (2003) yaitu seberapa kuat
34
individu penganut agama merasakan pengalaman beragama sehari-hari,
mengalami kebermaknaan hidup dengan beragama, mengekspresikan
keagamaan sebagai sebuah nilai, meyakini ajaran agamanya,
memaafkan, melakukan praktek beragama (ibadah) secara menyendiri,
menggunakan agama sebagai coping, mendapat dukungan penganut
sesama agama, mengalami sejarah keberagamaan, komitment beragama,
mengikuti organisasi/kegiatan keagamaan dan meyakini pilihan
agamanya.
2.4.2 Dimensi-dimensi religiusitas
Harun Nasution (Jalaluddin, 2005) memaparkan empat unsur dalam
agama, yaitu kekuatan gaib, keyakinan terhadap kekuatan gaib, respon
yang bersifat emosional dari manusia, paham akan adanya yang suci
Sedangkan menurut Glock (dalam Spilka, dkk., 2003), dimensi dari
agama ada lima, yaitu experiential dimension yang menyangkut
pengalaman emosi dalam beragama; ideological dimension yaitu
ketetapan pada keyakinan tertentu; ritualistic dimension yaitu praktik
beragama; intellectual dimension yaitu pengetahuan akan dasar dari
kepercayaannya; dan consequential dimension yaitu apa yang harus
dilakukan dan sikap apa yang harus dipertahankan dalam konsekuensi
dari beragama.
Jhon E. Fetzer (2003) melakukan sebuah penelitian pada tahun
1999 yang berjudul multidimensional measurement of religiousness,
35
spirituality for use in health research memaparkan ada dua belas
dimensi religiusitas, yaitu:
a. Daily spiritual experiences
Underwood (dalam Fetzer Institute, 2003) menjelaskan bahwa daily
spiritual experience merupakan dimensi yang memandang dampak
agama dan spiritual dalam kehidupan sehari-hari, dalam hal ini
merupakan presepsi individu terhadap sesuatu yang berkaitan dengan
tersenden dalam kehidupan sehari-hari dan persepsi terhadap
interaksinya pada kehidupan tersebut, sehingga daily spiritual
experience lebih kepada pengalaman dibandingkan kognitif. Dimensi
ini berusaha untuk mengukur aspek kehidupan sehari-hari yang
berkaitan dengan pengalaman spiritual.
Dalam pengembangan aspek ini ada sembilan dimensi kunci
yang diidentifikasi, di antaranya hubungan dengan Tuhan, dukungan
dari hal yang bersifat transenden (yang dinyatakan dengan cara;
kekuatan dan kenyamanan, cinta yang dirasakan serta inspirasi dan
penegasan), keutuhan, rasa transenden diri, kagum, rasa syukur,
kasih sayang, rahmat, dan kerinduan terhadap transenden tersebut.
b. Meaning
Membangun makna dari peristiwa hidup adalah hal mendasar dari
usaha manusia, namun tidak mudah untuk mengukur pencarian
makna dalam kehidupan seseorang, baik proses keberhasilannya
maupun kegagalan dalam mendapatkan tujuan hidupnya. Fiktor
36
Frankl (dalam Fetzer, 2003) mengatakan keinginan seseorang akan
kebermaknaan merupakan karekteristik manusia yang penting, hal ini
juga yang dapat menimbulkan simtomatologi fisik dan mental
apabila tidak terpuaskan. Antonovsky (dalam Fetzer, 2003) juga
mengatakan fungsi dari kebermaknaan adalah untuk mengatasi
tekanan-tekanan utama dalam hidup. Adapun konsep meaning yang
dimaksud disini adalah yang berkaitan dengan religious-meaning
yaitu sejuah mana agama dapat menjadi tujuan hidupnya (Pragament
dalam Fetzer, 2003).
c. Value
Konsep value menurut Idler (dalam Fetzer, 2003) adalah pengaruh
keimanan terhadap nilai-nilai hidup, seperti mengajarkan tentang
nilai cinta, saling tolong menolong, saling melindungi dan
sebagainya.
d. Beliefs
Konsep belief menurut Idler (dalam Fetzer, 2003) merupakan sentral
dari religiusitas. Religiusitas merupakan keyakinan akan konsep-
konsep yang dibawa oleh suatu agama.
e. Forgiveness
Adapun dimensi forgiveness menurut Idler (dalam Fetzer, 2003)
mencakup lima dimensi turunan, yaitu: pengakuan dosa (confension),
merasa diampuni oleh Tuhan (feeling forgiven by God), merasa
dimaafkan oleh orang lain (feeling forgiven by others), memaafkan
37
orang lain (forgiving others), dan memaafkan diri sendiri (forgiving
one self).
f. Private religious practices
Menurut Leivin (dalam Fetzer Institute, 2003) merupakan perilaku
beragama dalam praktek agama meliputi ibadah, mempelajari kitab,
dan kegiatan-kegiatan lain untuk meningkatkan religiusitasnya.
g. Religious and spiritual coping
Menurut Pargament (dalam Fetzer, 2003) yang dimaksud religious
and spiritual coping merupakan coping stress dengan menggunakan
pola dan metode religius, seperti dengan berdoa, beribadah untuk
menghilangkan stres, dan sebagainya. Menurutnya ada tiga jenis
coping secara religius yaitu: deffering style, yaitu meminta
penyelesaian masalah kepada Tuhan saja, yaitu dengan cara berdoa
dan menyakini bahwa Tuhan akan menolong hamba-Nya dan
menyerahkan semuanya kepada Tuhan. Colaborative style, yaitu
hamba meminta solusi kepada Tuhan dan hambanya senantiasa
berusaha untuk melakukan coping. Self-direcet style, yaitu inidvidu
bertanggung jawab sendiri dalam menjalankan coping.
h. Religious support
Konsep religious support menurut Krause (dalam Fetzer, 2003)
adalah aspek hubungan sosial antara individu dengan pemeluk agama
sesamanya.
38
i. Religious/spiritual history
Menurut George (dalam Fetzer, 2003) adalah seberapa jauh individu
berpartipasi untuk agamanya selama hidupnya dan seberapa jauh
agama mempengaruhi perjalanan hidupnya.
j. Commitment
Menurut Williams (dalam Fetzer, 2003) commitment adalah seberapa
jauh individu mementingkan agamanya, komitmen, serta
berkontribusi kepada agamanya.
k. Organizational religiousness
Idler (dalam Fetzer, 2003) mengatakan organizational religiousness
merupakan konsep yang mengukur seberapa jauh individu ikut serta
dalam lembaga keagamaan yang ada di masyarakat dan beraktivitas
didalamnya.
l. Religious preference
Menurut Ellison (dalam Fetzer, 2003) konsep religious prefeerence
yaitu memandang sejauh mana individu membuat pilihan dan
memastikan pilihan agamanya.
2.2.3 Pengukuran religiusitas
Dari beberapa penelitian tentang religiusitas terdapat beberapa alat ukur
untuk menukur religiusitas diantaranya adalah Psychological Measure
of Islamic Religiousness (PMIR), Comprehensive Measure of Islamic
Religiosity (CMIR), religiusitas juga diukur dari dua belas dimensi yang
diungkapkan oleh Fetzer Institute, serta Muslim Attitudes Towards
39
Religion Scale (MARS). Pada penelitian ini peneliti menggukan alat
ukur yang diadaptasi dari Multidimensional Measurement of
Religiousness/Spirituality (Fetzer, 2003) yang memiliki reliabilitas
dengan rentangan 0.54 – 0.91 pada dimensi-dimensinya. Tetapi dimensi
yang digunakan pada penelitian ini hanya dialy spiritual experience,
value, belief, forgiveness, private religious practice, dan
religious/spiritual coping karena dimensi-dimensi tersebut yang dapat
diadaptasi dalam kebudayaan di Indonesia dan juga untuk
menyesuaikan dengan kuesioner yang akan dibagikan.
2.5 Kerangka Berpikir
Pada tahap-tahap perkembangan yang dilalui manusia selama hidupnya, dari
bayi sampai usia lanjut, terdapat tugas, tuntutan, dan harapan yang harus
dilalui. Diantara tahapan tersebut ada peristiwa dimana seseorang
membutuhkan orang lain untuk menemani dan selalu menyertai kehidupannya,
dan juga karena manusia merupakan makhluk sosial. Hal ini dapat
direalisasikan dengan membentuk lembaga keluarga melalui pernikahan.
Pernikahan penting bagi setiap individu karena hal ini merupakan salah
satu cara untuk membentuk keluarga. Seperti yang tertera dalam Undang-
Undang Pernikahan No. 1 Tahun 1974, pernikahan sebagai suatu ikatan lahir
batin antara pria dan wanita sebagai suami dan istri dengan tujuan membentuk
keluarga dan rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan
Yang Maha Esa.
40
Pernikahan adalah yang faktor kebahagiaan terpenting jika
dibandingkan pekerjaan, persahabatan, atau yang lainnya (Papalia, Olds, &
Feldman, 2004). Setiap orang yang menikah pasti mendambakan kehidupan
pernikahan yang bahagia dan harmonis. Tidak jarang, banyak pasangan yang
mengikuti seminar atau konseling tentang pernikahan untuk memperluas
pengetahuan tentang pernikahan atau mencari tahu cara untuk mendapatkan
pernikahan yang bahagia.
Tetapi pada kenyataannya, tidak semua pernikahan itu dirasakan
bahagia, karena dalam hubungan antar individu hampir bisa dipastikan selalu
muncul konflik, tidak terkecuali dalam hubungan pernikahan, sekalipun dapat
dikatakan bahwa pernikahan tersebut bahagia dan penuh cinta. Pasangan yang
tidak bisa mengatasi konflik biasanya memutuskan untuk menyerah dan
memilih perceraian sebagai solusi dari konflik yang mereka hadapi. Hal ini
terlihat dari meningkatnya perceraian dari tahun ke tahun.
Data dari Kementrian Agama, mencatat pada tahun 2011 terjadi
peristiwa nikah sebanyak 2.319.821 sementara peristiwa cerai sebanyak
158.119 peristiwa. Pada tahun 2012, peristiwa nikah yang terjadi yakni
sebanyak 2.291.265 peristiwa sementara yang bercerai berjumlah 372.577.
Sedangkan pada pendataan terakhir, yakni pada tahun 2013, jumlah peristiwa
nikah menurun dari tahun sebelumnya menjadi 2.218.130 peristiwa dengan
tingkat perceraian yang meningkat menjadi 14,6% atau sebanyak 424.527
peristiwa dengan penyebab terbesarnya ketidakharmonisan rumah tangga
(www.republika.co.id ; www.badilag.com).
41
Dari data tersebut bisa dilihat bahwa semakin hari nilai dari pernikahan
semakin menurun sehingga memudahkan pasangan untuk memilih jalan cerai
ketika terhimpit pada masalah yang sedang dialami. Padahal ada yang harus
dimengerti dalam setiap hubungan yang terjalin yaitu tidak ada pasangan,
bahkan dirinya, yang sempurna. Setiap orang mempunyai pikiran, suasana
hati, keinginan yang berbeda dengan orang lain. Walaupun ketika salah satu
pasangan memutuskan mengalah untuk mencegah terjadinya konflik, konflik
itu sendiri hadir di lubuk hati yang terdalam. Hal ini yang menjadikan konflik
dalam pernikahan tidak bisa dihindari.
Semakin dekat dan semakin ketergantungan suatu hubungan maka
semakin berpotensi untuk terjadinya konflik. Selain itu, semakin banyak
pasangan menghabiskan waktu bersama dan semakin banyak kegiatan yang
dilakukan bersama maka, maka semakin sering konflik terjadi dalam
pernikahan (Miller & Pearlman, 2008). Konflik dalam pernikahan (marital
conflict) menurut Sadarjoen (2005) adalah kondisi disharmoni dalam
pernikahan dimana sering terjadi perbedaan persepsi dan harapan.
Marital conflict dapat bervariasi dari segi frekuensi, intensitas, isi, dan
resolusi, juga bisa nampak atau pun tersembunyi (Grych & Fincham, 1990).
Perilaku konflik yang nampak (overt) bisa memprediksi perceraian, tetapi
konflik itu sendiri tidak selalu terlihat ada juga yang tersembunyi (covert).
Oleh karena itu, marital conflict bisa dideteksi dari salah satu pasangan saja.
Dari segi frekuensi, marital conflict terjadi setidaknya satu atau dua kali
dalam sebulan dengan pola yang cenderung stabil pada dua tahun awal
42
pernikahan (Fincham & Beach, 1999). Sedangkan dari segi intensitasnya,
marital conflict dibedakan dari dimensi yang dikemukakan oleh Straus, dkk.
(1996) mulai dari negosiasi yang berlangsung, jika negosiasi tidak berjalan
dengan lancar maka muncul kekesalan yang mengarah kekerasan verbal
berupa penaikkan intonasi bicara sampai memaki pasangan. Pasangan yang
tidak bisa mengontrol ledakan emosinya, biasanya akan memuncak dengan
kekerasan fisik yang juga bisa berupa kekerasan seksual. Hal ini yang
menimbulkan bekas atau luka yang perlu diberi perhatian khusus atau tindak
lanjut untuk mengurangi dampak negatif yang timbul dari konflik yang terjadi.
Terdapat konsekuensi negatif yang terjadi pada pasangan yang
mengalami marital conflict, diantaranya yaitu peningkatan resiko
psikopatologi, meningkatnya kecelakaan mobil yang berakibat fatal,
meningkatnya kasus percobaan bunuh diri, meningkatnya perlakuan kasar
antar pasangan, kehilangan daya tahan tubuh yang menyebabkan kerentanan
dalam penyakit, kematian karena penyakit yang diderita dari ketegangan
psikis, dan lain-lain (Bloom dalam Sadarjoen, 2005). Fincham (2003) juga
berpendapat bahwa orang yang mengalami konflik terus menerus dapat
mengakibatkan penurunan kesehatan seperti penyakit kanker, penyakit
jantung, dan penyakit kronis lainnya yang berhubungan dengan perubahan
imunitas tubuh, fungsi kelenjar endokrin, dan fungsi jantung.
Tidak hanya itu, dampak yang dapat ditimbulkan konflik yang terjadi
dalam pernikahan dapat merusak perkembangan anak terutama konflik yang
43
disertai kekerasan (Davies dan Cummings, 1994). Semakin tinggi
intensitasnya maka semakin buruk juga dampak yang ditimbulkan pada anak.
Melihat dari berbagai macam dampak yang ditimbulkan marital conflict,
akan lebih baik jika kita juga mengetahui faktor apa saja yang mempengaruhi
marital conflict. Seperti pasangan yang mempunyai karakteristik seperti
berusia muda ketika menikah dan memiliki orang tua yang bercerai dapat
meningkatkan tingkat konflik pada pasangan (Amato dan Marriott dalam
Lavner & Bradburry, 2012). Pasangan yang menikah dini diasumsikan belum
matang secara emosional atau labil. Sedangkan riwayat orang tua yang
bercerai dapat meningkatkan konflik pada pernikahan karena keluarga
merupakan model atau tempat belajar pertama dan utama pada anak.
Faktor personal penting lainnya yang juga dapat mempengaruhi konflik
pada pernikahan adalah perbedaan jenis kelamin (Gottman & Levenson,
1988). Perempuan lebih fokus terhadap hubungan yang dijalaninya sehingga
lebih sering mendekati konflik karena ingin menyelesaikan konflik tetapi
menggunakan pendekatan emosional, sedangkan laki-laki cenderung berusaha
mencegah konflik berkepanjangan dengan segera berekonsiliasi (jika tingkat
konflik rendah) dan meghindar (jika konflik meninggi). Selain itu, pendapatan
suami yang rendah atau tekanan ekonomi juga meningkatkan interaksi negatif
dalam pernikahan (Fincham, 2003).
Hal lain yang juga berhubungan dengan konflik dalam pernikahan
adalah berpacaran sebelum menikah. Seperti penelitian yang dilakukan oleh
James dan Beattie (2013) yang menyatakan bahwa pacaran sebelum menikah
44
secara positif berhubungan dengan marital conflict karena pada masa pacaran,
pasangan menghabiskan masa-masa romantis yang alaminya hanya bertahan
sebentar. Menurut Norton dan Miller (dalam Papalia dkk., 2007) pendidikan
juga menjadi faktor yang dapat mengarahkan konflik pada perceraian, karena
pendidikan yang baik biasanya memiliki pengetahuan tentang bagaimana
caranya mengatasi konflik.
Selain faktor personal yang sudah disebutkan, Caughlin dan Vangelisti
(2006) juga mengatakan bahwa faktor perbedaan individu, seperti konstruk
kepribadian, berhubungan dengan perilaku berkonflik. Dari kelima faktor
yang ada dalam Big Five personality factor, tipe kepribadian neuroticsm yang
berhubungan dengan kecemasan dan emosi negatif, berpengaruh secara positif
terhadap konflik, sikap negatif, dan juga demand/withdraw.
Dalam penelitian yang dilakukan Bono, dkk. (2002) menemukan tidak
hanya tipe kepribadian neuroticism, tetapi juga tipe kepribadian extraversion
dan tipe kepribadian conscientiousness yang berhubungan dengan konflik
dalam suatu hubungan. Tipe kepribadian extraversion dinilai sebagai pribadi
yang dominan cenderung mengekspresikan perasaannya ketika sedang
berkonflik sedangkan tipe kepribadian conscientiousness yang merupakan
orang yang disiplin dan terorganisir bisa menjadi sumber konflik ketika ada
perbedaan tingkat kedisiplinan pada kedua pasnagan.
Lain halnya dengan yang dinyatakan oleh Lambert dan Dollahite
(2006), menurut mereka agama bisa mempengaruhi marital conflict secara
signifikan apabila pasangan tidak memiliki tingkat keberagamaan yang sama.
45
Tidak hanya itu, penelitian yang mereka lakukan menyatakan bahwa
kepercayaan (agama) membantu pasangan mencegah masalah dalam
hubungannya, menyelesaikan konflik, dan mengarahkan pada perdamaian
sehingga dapat mengurangi konflik yang terjadi dalam pernikahan. Pasangan
yang diteliti menyatakan bahwa agama bisa menanamkan pandangan akan
tujuan yang benar dan meningkatkan kebaikan pada sesama. Untuk
menyelesaikan konflik, pasangan mencoba untuk mempelajari dari kitab suci,
mendatangi tempat peribadatan, dan juga beribadah. Agama juga dipandang
sebagai wujud untuk menciptkan kedamaian dengan meningkatkan komitmen
berpasangan dan menanamkan keinginan untuk memaafkan sesama.
Sejalan dengan penelitian tersebut, Ahmadi, dkk. (2008) menyatakan
bahwa hubungan antara pasangan dengan Tuhan berpengaruh secara
signifikan terhadap konflik dalam pernikahan karena dapat mengembangkan
hubungan timbal balik dengan pasangan dan juga dapat membantu pasangan
untuk mendidik anak mereka.
Faktor lain yang dapat mempengaruhi konflik dalam pernikahan
menurut Lian & Geok (2009) adalah dukungan sosial. Dukungan sosial dari
keluarga dan teman terdekat terbukti secara negatif berhubungan dengan
marital conflict karena mereka tidak akan membiarkan orang yang dicintai
mengalami kesedihan dan menghadapi masalah sendirian. Neff (2012) juga
menyatakan bahwa ketika tingkat dukungan sosial meningkat disertai tingkat
stres yang menurun, maka konflik yang terjadi dalam keluarga bisa berkurang
dalam satu tahun.
46
Untuk lebih jelas, uraian tentang variabel yang akan diteliti dapat dilihat
pada bagan berikut ini:
Gambar 2.1 Bagan Kerangka Berpikir
2.6 Hipotesis Penelitian
2.6.1 Hipotesis Mayor
Ha: “Ada pengaruh yang signifikan dari tipe kepribadian extraversion,
tipe kepribadian conscientiousness, tipe kepribadian neuroticism,
Intensitas Marital
Conflict
Tipe Kepribadian
Extraversion
Tipe Kepribadian
Neuroticism
Tipe Kepribadian
Conscientiousness
Dukungan Sosial
Religiusitas
Faktor Demografi:
Jenis Kelamin
Usia Menikah
Pendapatan
Riwayat Cerai Orang
Tua
Pendidikan
Riwayat Berpacaran
47
dukungan sosial, religiusitas, dan faktor demografi seperti jenis
kelamin, usia ketika menikah, pendapatan, pendidikan, riwayat
perceraian orang tua, dan riwayat berpacaran terhadap intensitas
marital conflict pada pasangan suami istri yang tinggal di Jakarta.”
2.6.2 Hipotesis Minor
Ha1: Ada pengaruh yang signifikan dari tipe kepribadian extraversion
terhadap intensitas marital conflict pada pasangan suami istri.
Ha2: Ada pengaruh yang signifikan dari tipe kepribadian
concentiousness terhadap intensitas marital conflict pada
pasangan suami istri.
Ha3: Ada pengaruh yang signifikan dari tipe kepribadian neuroticism
terhadap intensitas marital conflict pada pasangan suami istri.
Ha4: Ada pengaruh yang signifikan dari dimensi dukungan sosial
terhadap intensitas marital conflict pada pasangan suami istri.
Ha5: Ada pengaruh yang signifikan dari dimensi religiusitas terhadap
intensitas marital conflict pada pasangan suami istri.
Ha6: Ada pengaruh yang signifikan dari jenis kelamin terhadap
intensitas marital conflict pada pasangan suami istri.
Ha7: Ada pengaruh yang signifikan dari usia menikah terhadap
intensitas marital conflict pada pasangan suami istri.
Ha8: Ada pengaruh yang signifikan dari pendapatan terhadap marital
conflict pada pasangan suami istri.
48
Ha9: Ada pengaruh yang signifikan dari pendidikan terhadap intensitas
marital conflict pada pasangan suami istri.
Ha10: Ada pengaruh yang signifikan dari riwayat perceraian orang tua
terhadap intensitas marital conflict pada pasangan suami istri.
Ha11: Ada pengaruh yang signifikan dari riwayat pacaran terhadap
intensitas marital conflict pada pasangan suami istri.
Selanjutnya, dikarenakan pengujian hipotesis diatas dilakukan
dengan analisis statistik, maka hipotesis tersebut diubah menjadi
hipotesisi nihil yang menyatakan tidak ada pengaruh yang signifikan
dari tipe kepribadian extraversion, tipe kepribadian conscientiousness,
tipe kepribadian neuroticism, dukungan sosial, religiusitas, dan faktor
demografi seperti jenis kelamin, usia ketika menikah, pendapatan,
pendidikan, riwayat perceraian orang tua, dan riwayat berpacaran
terhadap intensitas marital conflict pada pasangan suami istri yang
tinggal di Jakarta. Dengan demikin hipotesis nihil inilah yang akan
diuji apakah ditolak atau diterima secara statistik (signifikan).
49
BAB 3
METODE PENELITIAN
Dalam bab ini menjelaskan tentang metode penelitian yang terdiri dari subjek
penelitian, variabel penelitian, definisi operasional, instrumen pengumpulan data,
prosedur pengumpulan data, pengujian validitas alat ukur dan metode analisis
data.
3.1 Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel
Populasi penelitian ini adalah pasangan suami istri dengan usia pernikahan
minimal 2 tahun karena konflik pada dua tahun pertama cenderung stabil
(Fincham & Beach, 1993), berusia antara 21-50 tahun dan yang berdomisili di
Jakarta. Sampel yang digunakan berjumlah 200 responden heteroseksual (laki-
laki dan perempuan).
Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik
nonprobability sampling dengan jenis teknik purposive sampling atau juga
bisa disebut sebagai accidental sampling dimana responden dipilih
berdasarkan karakteristik yang sudah diutentukan dari suatu daerah (Kerlinger,
1986).
3.2 Variabel Penelitian dan Definisi Oprasional Variabel
3.2.1 Identifikasi variabel
Variabel penelitian yang akan diteliti yaitu intensitas marital conflict,
tipe kepribadian extraversion, tipe kepribadian consientiousness, tipe
kepribadian neuroticism, dukungan sosial, religiusitas, dan faktor
50
demografi seperti jenis kelamin, usia saat menikah, pendapatan,
pendidikan, riwayat perceraian orang tua, dan riwayat berpacaran.
Diantara variabel yang telah disebutkan, yang merupakan variabel
dependen atau dependent variabel (DV) pada penelitian ini adalah
intensitas marital conflict sedangkan tipe kepribadian extraversion, tipe
kepribadian conscientiousness, tipe kepribadian neuroticism, dukungan
sosial, religiusitas, faktor demografi seperti jenis kelamin, usia saat
menikah, pendapatan, pendidikan, riwayat perceraian orang tua, dan
riwayat berpacaran merupakan variabel independen atau independent
variabel (IV).
3.2.2 Definisi oprasional
1. Intensitas Marital Conflict
Intensitas martial conflict adalah terjadinya pertentangan pada
pasangan suami istri yang dilihat dari intensitas terjadinya konflik
yang diukur dengan menggunakan skala Conflict Tactics Scale
(CTS2) yang dibuat oleh Straus, dkk (1996) yang meliputi dimensi
negotiation (negosiasi), psychological aggresion (kekerasan
psikologis), phsyical assault (kekerasan fisik), sexual coercion
(pemaksaan hubungan seksual), injury (akibat dari konflik).
2. Kepribadian
Kepribadian adalah karakteristik yang membedakan individu dengan
yang lain yang diperoleh dari hasil pengukuran menggunakan skala
The Big Five Trait Inventory yang dibuat oleh dari Oliver P. John
51
dan Sanjay Srivastava (1996) dengan dimensi yang digunakan
extraversion, consientiousness, dan neurotism.
3. Dukungan Sosial
Dukungan sosial adalah perilaku interpersonal yang
mengkomunikasikan dukungan atara satu orang dengan yang lainnya
yang diperoleh dari hasil pengukuran menggunakan skala Social
Provisions Scale dari Cutrona & Russell (1987) dengan dimensi
yang diukur adalah attachment (kelekatan), social integration
(integrasi sosial), reasurance of worth (penghargaan atau
pengakuan), reliable alliance (hubungan yang dapat diandalkan),
guidance (saran atau informasi), opportunity for nurturance
(kemungkinan membantu).
4. Religiusitas
Religiusitas dalam penelitian ini adalah seberapa kuat individu
penganut agama merasakan pengalaman beragama sehari-hari (dialy
spiritual experience), mengekspresikan keagamaan sebagai sebuah
nilai (value), meyakini ajaran agamanya (belief), maaf dan
memaafkan (forgiveness), melakukan praktek beragama atau
beribadah (private religious practice), dan menggunakan agama
sebagai coping stres (religious/spiritual coping) yang dilihat dari
hasil pengukuran menggunakan skala Multi Dimensional
Measurement of Religiousness/Spirituality for Use in Health
Research yang dibuat oleh John E. Fetzer Institute (2003).
52
3.3 Instrumen Pengumpulan Data
3.3.1 Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan adalah kuesioner dengan bentuk skala model
Likert. Item-item pada skala Likert terdiri dari pernyataan positif dan
negatif serta memiliki bobot tertentu dari setiap pilihan jawabannya.
Setiap responden yang dimintai partisipasinya dapat mempunyai
jawaban yang berbeda pada setiap item dan tidak ada jawaban yang
dianggap salah atau benar.
Adapun cara responden memberikan jawaban pada skala Likert
adalah dengan memberikan tanda silang (X) pada salah satu alternatif
jawaban dari 1 sampai 4. Skor untuk jawaban pada item positif
(favorable): Sangat Tidak Sesuai (STS) = 1, Tidak Sesuai (TS) = 2,
Sesuai (S) = 3, Sangat Sesuai (SS) = 4, dan sebaliknya untuk item
negatif (unfavorable) yaitu Sangat Tidak Sesuai (STS) = 4, Tidak Sesuai
(TS) = 3, Sesuai (S) = 2, Sangat Sesuai (SS) = 1.
Begitu pula dengan skor alat ukur religiusitas dengan pilihan
jawaban pada item positif (favorable): Tidak Pernah (TP) = 1, Jarang (J)
= 2, Sering (S) = 3, Sangat Sering (SS) = 4, dan sebaliknya untuk item
negatif (unfavorable): Tidak Pernah (TP) = 4, Jarang (J) = 3, Sering (S)
= 2, Sangat Sering (SS) = 1.
53
Tabel 3.1
Blue Print Skoring Alat Ukur
Pilihan Pernyataan
Favorable Unfavorable
STS / TP 1 4
TS / J 2 3
S / S 3 2
SS / SS 4 1
Instrumen pengumpulan data dalam penelitian ini adalah:
1. Lembar identitas diri yang berisi faktor-faktor demografi seperti jenis
kelamin, usia ketika menikah, pendapatan pokok per bulan,
pendidikan, riwayat orang tua bercerai, dan riwayat berpacaran
sebelum menikah.
2. Alat ukur intensitas marital conflict
Skala marital conflict yang disusun dalam 32 item berdasarkan The
Revised Conflict Tactics Scale atau CTS2 yang disusun oleh Straus
dkk. (1996) dengan penggelompokan dimensi-dimensi didalamnya,
yaitu negotiation (negosiasi), psychological aggression (kekerasan
psikologis), phisical assault (kekerasan fisik), sexual coercion
(pemaksaan seksual), dan injury (luka akibat dari konflik). Berikut
adalah blue print skala intensitas marital conflict:
54
Tabel 3.2
Blue Print Skala Marital Conflict
Dimensi Indikator Item
Jumlah Fav Unfav
Negotiation Menunjukkan kepedulian ketika
menghadapi masalah
1,2 9, 10 4
Mencoba berkompromi ketika
menghadapi masalah
- 3, 4, 31, 32 4
Psychologycal
aggression
Perilaku yang dapat menyakiti
pasangan secara verbal
5, 6, 15, 16,
19, 20
- 6
Perilaku yang dapat menyakiti
pasangan secara psikologis
17, 18, 27,
28, 21, 22
- 6
Physical Assault Perilaku yang dapat menyakiti
pasangan secara fisik
13, 14, 23,
24
- 4
Sexual Coercion Perilaku yang memaksa pasangan
terkait aktivitas seksual
25, 26, 29,
30 - 4
Injury Scale Hasil dari tindak kekerasan yang
dilakukan oleh pasangan
7, 8, 11, 12 - 4
Jumlah 24 6 32
3. Alat Ukur Kepribadian Big Five
Skala kepribadian big five terdiri atas 18 item berdasarkan skala Big
Five Inventory (BFI) milik Oliver P. John & Sanjay Srivastava (1999)
dengan pengelompokan melalui dimensi kepribadian big five, yaitu
tipe kepribadian extraversion, tipe kepribadian conscientiousnes, dan
tipe kepribadian neuroticism. Berikut adalah blue print skala
kepribadian big five:
Tabel 3.3
Blue Print Skala Kepribadian Big Five
Dimensi Indikator Item
Jumlah Fav Unfav
Tipe Kepribadian
Extraversion
Memiliki sifat energik, antusias, dominan,
ramah, dan suka berbicara
1, 5, 15,
11
3, 13 6
Tipe Kepribadian
Concentiousness
Memiliki sifat dapat diandalkan, tanggung
jawab, terorganisir, waspada
2, 6, 12 8, 10,17 6
Tipe Kepribadian
Neuroticism
Memiliki sifat mudah cemas, tegang, dan
depresi.
4, 14, 16,
18
9, 7 6
Jumlah 11 7 18
55
4. Alat Ukur Dukungan Sosial
Skala dukungan sosial terdiri dari 24 item yang dimodifikasi dari
skala The Social Provision Scale yang dikembangkan oleh Cutrona &
Russell (1987) dengan pengelompokan berdasarkan dimensi-dimensi:
attachment, social integration, reassurance of worth, reliable
alliance, guidance, dan opportunity for nurturance. Berikut adalah
blue print skala dukungan sosial:
Tabel 3.4
Blue Print Skala Dukungan Sosial
Dimensi Indikator Item
Jumlah Fav Unfav
Guidance Kemugkinan mendapatkan
informasi, saran, atau nasihat untuk
mengatasi masalah yang dihadapi
11, 15 3, 18 4
Reassurance of worth Mendapat pengakuan atas
kemampuan dan keahliannya
12, 20 6, 8 4
Social integration Memiliki perasaan berkelompok
untuk berbagi minat dan perhatian
5, 7 13 3
Attachment Mempunyai kedekatan emosional
sehingga menimbulkan rasa aman
10, 16 2 3
Nurturance Perasaan dibutuhkan oleh orang lain 4 14 2
Reliable Alliance Ada orang yang dapat diandalkan
ketika membutuhkan bantuan
1, 19 9, 17 4
Jumlah 11 9 20
5. Alat Ukur Religiusitas
Skala religiusitas yang disusun dalam 24 item berdasarkan Fetzer
(2003) yang berjudul Multidimensional Measurement of
Religiousness, Spiritually For Use In Health.
56
Tabel 3.5
Blue Print Skala Religiusitas
Dimensi Indikator Item
Jumlah Fav Unfav
Daily Spiritual
Experience
Merasakan adanya Tuhan
Mendapatkan sesuatu dari agama
1, 4
2, 3
-
-
2
2
Value Saling tolong menolong
Saling menghormati
5, 7
6, 8
-
-
2
2
Belief Keyakinan terhadap Tuhan
Keyakinan terhadap nilai-nilai agama
9, 10
11, 24
-
-
2
2
Forgiveness Dapat memaafkan orang lain
Dapat memaafkan diri sendiri
Merasa diampuni oleh Tuhan
14
12
16
15
13
17
2
2
2
Private Religious Melakukan praktik agama 18, 19, 20 - 3
Religious/Spiritual
Coping
Meminta solusi kepada Tuhan 21, 22, 23 - 3
Jumlah 21 3 24
3.4 Uji Validitas Konstruk
Dalam pengujian validitas, digunakan CFA (confirmatory Factor
Analysis) untuk mengetahui apakah seluruh item mengukur apa yang hendak
diukur dan apakah masing-masing item signifikan dalam mengukur hal
tersebut. Pengujian CFA dilakukan dengan cara membandingkan sejauh mana
matriks korelasi hasil estimasi menggunakan teori dengan matriks korelasi
yang diperoleh dari data. Dalam hal ini, yang dimaksud dengan teori adalah
konsep bahwa seluruh item mengukur satu hal yang sama (undimensional)
yaitu konstruk yang hendak di ukur.
Oleh karena itu, digunakan CFA (Confimatory Factor Analysis) untuk
pengujian validitas instrumen dengan menggunakan software LISREL 8.70.
Langkah-langkah yang digunakan sebagai berikut (Umar, 2011):
1. Sebuah konsep atau trait berupa kemampuan yang didefinisikan secara
operasional sehingga dapat disusun pertanyaan atau pernyataan untuk
57
mengukurnya. Kemampuan ini disebut dengan faktor. Sedangkan
pengukuran terhadap faktor dilakukan melalui analisis terhadap respon
(jawaban) atas item-itemnya.
2. Setiap item diteorikan hanya mengukur atau memberi informasi tentang
satu faktor tertentu saja. Artinya baik item maupun subtes bersifat
unidimensional.
3. Berdasarkan teori yang dipaparkan dapat disusun sehimpunan persamaan
matematis. Persamaan tersebut dapat digunakan untuk memprediksi
(dengan menggunakan data yang tersedia) matriks korelasi antar item yang
seharusnya akan diperoleh jika teori tersebut benar (unidimensional).
Matriks korelasi ini disebut sigma (∑). Kemudian matriks ini akan
dibandingkan dengan matriks korelasi yang diperoleh secara empiris dari
data (disebut matriks S). Jika teori tersebut benar (unidimensional) maka
seharusnya tidak ada perbedaan yang signifikan antara elemen matriks ∑
dengan elemen matriks S. Secara matematis dapat dituliskan: S-∑=0
4. Pernyataan matematik inilah yang dijadikan hipotesis nihil yang akan
dianalisis menggunakan CFA. Dalam hal ini dilakukan uji signifikasi
dengan Chi Square. Jika Chi Square yang dihasilkan tidak signifikasi
(nilai p>0,05) maka dapat disimpulkan bahwa hipotesis nihil yang
menyatakan: “tidak ada perbedaan antara matriks S dan ∑” tidak ditolak.
Artinya teori yang menyatakan bahwa semua item mengukur hal yang
sama dapat diterima kebenarannya (didukung oleh data). Sebaliknya jika
58
Chi Square yang diperoleh signifikan maka hipotesis nihil S-∑=0 ditolak.
Artinya teori tersebut tidak didukung oleh data (ditolak).
5. Jika teori diterima (model fit) langkah selanjutnya adalah menggunakan
hipotesis tentang signifikan tidaknya masing-masing item dalam
mengukur apa yang hendak diukur (kemampuan berpikir analogis). Uji
hipotesis ini dilakukan dengan t-test. Jika nilai t signifikan berarti item
yang bersangkutan signifikan dalam mengukur apa yang hendak diukur.
Dengan cara seperti ini, dapat dinilai item yang mana yang valid dan yang
tidak valid di dalam konteks validitas konstruk. Dengan kata lain, analisis
faktor konfirmatori dalam hal ini adalah pengujian terhadap hipotesis nihil
(H0): S-∑=0. Artinya, tidak ada perbedaaan antara matriks korelasi yang
diharapkan dengan matriks korelasi yang diperoleh dari hasil observasi.
Kriteria item yang baik pada CFA adalah:
1. Melihat signifikan tidaknya item tersebut mengukur faktornya dengan
melihat nilai t bagi koefisien muatan faktor item. Perbandingannya adalah
jika t > 1,96 maka item tersebut tidak akan didrop dan sebaliknya.
2. Melihat koefisien muatan faktor dari item. Jika item tersebut sudah
diskoring dengan favorable (pada skala Likert 1-4), maka nilai koefisien
muatan faktor harus bermuatan positif dan sebaliknya. Apabila item
favorable namun koefisien muatan faktor bernilai negatif maka item
tersebut akan didrop dan sebaliknya.
59
3. Terakhir, apabila kesalahan pengukuran item terlalu banyak berkorelasi
maka item tersebut akan didrop. Sebab, item yang demikian selain
mengukur apa yang hendak diukur, ia juga mengukur hal yang lain.
3.4.1 Uji Validitas Konstruk Intensitas Marital Conflict
Peneliti menguji apakah ketiga puluh dua item yang ada bersifat
unidimensional, artinya benar hanya mengukur intensitas marital conflict.
Dari hasil analisis CFA model satu faktor, ternyata tidak fit, dengan Chi-
Square = 828.07, df = 464, P-value = 0.00000, RMSEA = 0.379. Oleh sebab
itu, peneliti perlu melakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan
pengukuran pada beberapa item dibebeaskan satu sama lainnya, sehingga
diperoleh model fit seperti yang terlihat pada Gambar 3.1 berikut:
60
Gambar 3.1 Analisis Konfirmatorik dari Intensitas Marital Conflict
Dari Gambar 3.1, nilai Chi-square menghasilkan P-value > 0.05, yang
artinya model dengan satu faktor (unidimensional) dapat diterima, bahwa
seluruh item mengukur satu faktor saja yaitu intensitas marital conflict.
Namun dari modifikasi tersebut terdapat kesalahan pengukuran pada
beberapa item yang saling berkorelasi, sehingga dapat disimpulkan bahwa
61
beberapa item tersebut sebenarnya bersifat multidimensional pada dirinya
masing-masing. Oleh karena itu, setelah didaptkan model fit, peneliti
melihat kembali apakah ada item yang memiliki korelasi kesalahan lebih
dari tiga. Dari korelasi kesalahan pengukuran item tersebut tidak terlihat
item yang memiliki kesalahan pengukuran yang berkorelasi dengan item
lainnya.
Selanjutnya, peneliti melihat apakah signifikan item tersebut mengukur
faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item tersebut perlu
di drop atau tidak. Pengujiannya dilakukan dengan melihat nilai t bagi setiap
koefisien muatan faktor, seperti yang terlihat pada tabel 3.6.
Tabel 3.6
Muatan Faktor Item Intensitas Marital Conflict
Keterangan: tanda V = signifikan (t > 1.96) ; X = tidak signifikan
No. Item Koefisien Standart Error Nilai t Signifikan
1 -0.02 0.11 -0.22 X
2 0.15 0.11 1.38 V
3 0.47 0.10 4.51 V
4 0.41 0.11 3.97 V
5 0.31 0.11 2.93 V
6 0.27 0.11 2.54 V 7 0.76 0.10 7.75 V
8 0.78 0.10 7.99 V
9 0.75 0.10 7.68 V 10 0.71 0.10 7.14 V
11 -0.28 0.11 -2.66 X
12 -0.26 0.11 -2.51 X 13 0.90 0.09 9.62 V
14 0.85 0.10 8.91 V
15 0.60 0.10 5.98 V 16 0.63 0.10 6.21 V
17 0.78 0.10 8.06 V
18 0.79 0.10 8.17 V 19 0.78 0.10 7.96 V
20 0.84 0.10 8.77 V
21 0.78 0.10 7.99 V 22 0.78 0.10 7.98 V
23 0.77 0.10 7.93 V
24 0.80 0.10 8.27 V 25 0.79 0.10 8.09 V
26 0.69 0.10 6.95 V 27 0.35 0.10 3.32 V
28 0.39 0.10 3.70 V
29 0.36 0.10 3.48 V 30 0.44 0.10 4.24 V
31 0.46 0.10 4.29 V
32 0.44 0.10 4.26 V
62
Berdasarkan Tabel 3.6, nilai t bagi koefisien faktor semua item
signifikan karena t > 1.96. Selanjutnya melihat muatan faktor dari item,
apakah ada yang bermuatan negatif, maka diketahui terdapat item yang
muatan faktornya negatif yaitu item nomor 1, 11 dan 12.
Dengan demikian secara keseluruhan item yang akan di-drop, adalah
item nomor 1, 11, dan 12, yang artinya item tidak akan ikut dianalisis dalam
perhitungan skor faktor.
Langkah terakhir yaitu item-item yang tidak di-drop dihitung skor
faktornya. Skor faktornya dihitung untuk menghindari estimasi bias dari
kesalahan pengukuran. Jadi penghitungan skor faktor ini tidak
menjumlahkan item-item variabel seperti pada umumnya, tetapi dihitung
true score pada tiap skala. Skor faktor yang dianalisis adalah skor faktor
yang bermuatan positif dan signifikan. Adapun rumus T Score yaitu:
Tscore (10 x skor faktor) + 50
Setelah didapatkan skor faktor yang telah dirubah menjadi T score,
nilai baku inilah yang akan dianalisis dalam uji hipotesis korelasi dan
regresi. Perlu dicatat, bahwa hal yang sama juga berlaku untuk semua
variabel pada penelitian ini.
3.4.2 Uji Validitas Konstruk Kepribadian
1. Tipe Kepribadian Extraversion
Peneliti menguji apakah keenam item yang ada bersifat unidimensional,
artinya benar hanya mengukur tipe kepribadian extraversion. Dari hasil
63
analisis CFA model satu faktor, ternyata tidak fit, dengan Chi-Square =
124.29, df = 9, P-value = 0.00000, RMSEA = 0.254. Oleh sebab itu,
peneliti perlu melakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan
pengukuran pada beberapa item dibebeaskan satu sama lainnya,
sehingga diperoleh model fit seperti yang terlihat pada Gambar 3.2
berikut:
Gambar 3.2 Analisis Konfirmatorik dari Tipe Kepribadian
Extraversion
Dari Gambar 3.2, nilai Chi-square menghasilkan P-value > 0.05,
yang artinya model dengan satu faktor (unidimensional) dapat diterima,
bahwa seluruh item mengukur satu faktor saja yaitu tipe kepribadian
extraversion. Namun dari modifikasi tersebut terdapat kesalahan
pengukuran pada beberapa item yang saling berkorelasi, sehingga dapat
disimpulkan bahwa beberapa item tersebut sebenarnya bersifat
multidimensional pada dirinya masing-masing. Oleh karena itu, setelah
didaptkan model fit, peneliti melihat kembali apakah ada item yang
memiliki korelasi kesalahan lebih dari tiga. Dari korelasi kesalahan
64
pengukuran item tersebut tidak terlihat item yang memiliki kesalahan
pengukuran yang berkorelasi dengan item lainnya.
Selanjutnya, peneliti melihat apakah signifikan item tersebut
mengukur faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah
item tersebut perlu di drop atau tidak. Pengujiannya dilakukan dengan
melihat nilai t bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti yang terlihat
pada tabel 3.7.
Tabel 3.7
Muatan Faktor Item Tipe Kepribadian Extraversion
Keterangan: tanda V = signifikan (t > 1.96) ; X = tidak signifikan
Berdasarkan Tabel 3.7, nilai t bagi koefisien faktor semua item
signifikan karena t > 1.96. Selanjutnya melihat muatan faktor dari item,
apakah ada yang bermuatan negatif atau tidak. Dari Tabel 3.7, pada
kolom koefisien terdapat item yang muatan faktornya negatif yaitu item
nomor 11.
Dengan demikian secara keseluruhan item yang akan di drop
adalah item nomor 11, yang artinya item tersebut tidak akan dianalisis
dalam perhitungan skor faktor.
No. Item Koefisien Standart Error Nilai t Signifikan
1 0.74 0.08 9.62 V
3 0.80 0.08 10.22 V
5 0.21 0.08 2.63 V
11 -0.01 0.08 -0.15 X
13 0.19 0.08 2.35 V
15 0.51 0.08 6.76 V
65
2. Tipe Kepribadian Conscientiousness
Peneliti menguji apakah keenam item yang ada bersifat unidimensional,
artinya benar hanya mengukur tipe kepribadian conscientiousness. Dari
hasil analisis CFA model satu faktor, ternyata tidak fit, dengan Chi-
Square = 53.66, df = 9, P-value = 0.00000, RMSEA = 0.158. Oleh sebab
itu, peneliti perlu melakukan modifikasi terhadap model, dimana
kesalahan pengukuran pada beberapa item dibebeaskan satu sama
lainnya, sehingga diperoleh model fit seperti yang terlihat pada Gambar
3.3 berikut:
Gambar 3.3 Analisis Konfirmatorik dari Tipe Kepribadian
Conscientiousness
Setelah dilakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan
pengukuran pada beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama
lainnya, maka diketahui nilai Chi-square menghasilkan P-value > 0.05,
yang artinya model dengan satu faktor (unidimensional) dapat
diterima, bahwa seluruh item mengukur satu hal saja yaitu tipe
kepribadian conscientiousness. Namun dari modifikasi tersebut
terdapat kesalahan pengukuran pada beberapa item yang saling
66
berkorelasi, sehingga dapat disimpulkan bahwa beberapa item tersebut
sebenarnya bersifat multidimensional pada dirinya masing-masing.
Oleh karena itu, setelah didaptkan model fit, peneliti melihat kembali
apakah ada item yang memiliki korelasi kesalahan lebih dari tiga. Dari
korelasi kesalahan pengukuran item tersebut tidak terlihat item yang
memiliki kesalahan pengukuran yang berkorelasi dengan item lainnya.
Selanjutnya, peneliti melihat apakah signifikan item tersebut
mengukur faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah
item tersebut perlu di drop atau tidak. Pengujiannya dilakukan dengan
melihat nilai t bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti yang terlihat
pada tabel 3.8.
Tabel 3.8
Muatan Faktor Item Tipe Kepribadian Conscientiousness
Keterangan: tanda V = signifikan (t > 1.96) ; X = tidak signifikan
Berdasarkan Tabel 3.8, nilai t bagi koefisien faktor semua item
signifikan karena t > 1.96. Selanjutnya melihat muatan faktor dari
item, apakah ada yang bermuatan negatif, maka dari Tabel 3.8
diketahui tidak terdapat item yang muatan faktornya negatif.
No. Item Koefisien Standart Error Nilai t Signifikan
2 0.70 0.07 9.93 V
6 0.48 0.08 6.42 V
8 0.56 0.08 7.29 V
10 0.66 0.07 9.69 V
12 0.72 0.07 10.92 V
17 0.33 0.08 4.32 V
67
Dengan demikian secara keseluruhan tidak ada item yang akan
di-drop, yang artinya semua item akan dianalisis dalam perhitungan
skor faktor.
3. Tipe Kepribadian Neuroticism
Peneliti menguji apakah keenam item yang ada bersifat unidimensional,
artinya benar hanya mengukur tipe kepribadian neuroticism. Dari hasil
analisis CFA model satu faktor, ternyata tidak fit, dengan Chi-Square =
65.99, df = 9, P-value = 0.00000, RMSEA = 0.178. Oleh sebab itu,
peneliti perlu melakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan
pengukuran pada beberapa item dibebeaskan satu sama lainnya,
sehingga diperoleh model fit seperti yang terlihat pada Gambar 3.4
berikut:
Gambar 3.4 Analisis Konfirmatorik dari Tipe Kepribadian
Neurotism
Setelah dilakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan
pengukuran pada beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama
lainnya, maka diperoleh nilai Chi-square menghasilkan P-value > 0.05,
yang artinya model dengan satu faktor (unidimensional) dapat
diterima, bahwa seluruh item mengukur satu hal saja yaitu tipe
68
kepribadian neuroticism. Namun, terdapat kesalahan pengukuran pada
beberapa item yang saling berkorelasi, sehingga dapat disimpulkan
bahwa beberapa item tersebut sebenarnya bersifat multidimensional
pada dirinya masing-masing. Oleh karena itu, setelah didaptkan model
fit, peneliti melihat kembali apakah ada item yang memiliki korelasi
kesalahan lebih dari tiga. Dari korelasi kesalahan pengukuran item
tersebut tidak terlihat item yang memiliki kesalahan pengukuran yang
berkorelasi dengan item lainnya.
Selanjutnya, peneliti melihat apakah signifikan item yang tersisa
mengukur faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah
item tersebut perlu di drop atau tidak. Pengujiannya dilakukan dengan
melihat nilai t bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti yang terlihat
pada tabel 3.9.
Tabel 3.9
Muatan Faktor Item Tipe Kepribadian Neuroticism
Keterangan: tanda V = signifikan (t > 1.96) ; X = tidak signifikan
Berdasarkan Tabel 3.9, nilai t bagi koefisien faktor pada item
nomor 4 dan 7 tidak signifikan karena t > 1.96 dan setelah itu data
tidak bisa diproses. Oleh karena itu, item nomor 4 dan 7 tidak
diikutsertakan dalam penghitungan faktor kepribadian neuroticism.
Dari item yang lainnya, kita melihat muatan faktor dari item, apakah
No. Item Koefisien Standart Error Nilai t Signifikan
9 0.43 0.08 5.12 V
14 0.92 0.12 7.64 V
16 0.51 0.09 5.66 V
18 0.46 0.09 5.25 V
69
ada yang bermuatan negatif, maka diketahui tidak terdapat item yang
bermuatan negatif.
Dengan demikian secara keseluruhan item yang akan di-drop
adalah item nomor 4 dan 7 atau tidak dikutsertakan dalam
penghitungan skor faktor.
3.4.3 Uji Validitas Konstruk Dukungan Sosial
Peneliti menguji apakah keempat item yang ada bersifat unidimensional,
artinya benar hanya mengukur dukungan sosial. Dari hasil analisis CFA
model satu faktor, ternyata tidak fit, dengan Chi-Square = 31.27, df = 2, P-
value = 0.00000, RMSEA = 0.271. Oleh sebab itu, peneliti perlu
melakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran
pada beberapa item dibebeaskan satu sama lainnya, sehingga diperoleh
model fit seperti yang terlihat pada Gambar 3.5 berikut:
70
Gambar 3.5 Analisis Konfirmatorik dari Dukungan Sosial
Setelah dilakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan
pengukuran pada beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya,
maka diperoleh nilai Chi-square menghasilkan P-value > 0.05, yang
artinya model dengan satu faktor (unidimensional) dapat diterima, bahwa
seluruh item mengukur satu hal saja yaitu dukungan sosial. Namun,
terdapat kesalahan pengukuran pada beberapa item yang saling
berkorelasi, sehingga dapat disimpulkan bahwa beberapa item tersebut
sebenarnya bersifat multidimensional pada dirinya masing-masing. Oleh
karena itu, setelah didaptkan model fit, peneliti melihat kembali apakah
ada item yang memiliki korelasi kesalahan lebih dari tiga. Dari korelasi
71
kesalahan pengukuran item tersebut item-item yang akan di-drop yaitu
item nomor 3 dan 18.
Selanjutnya, peneliti melihat apakah item yang signifikan tersebut
mengukur faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item
tersebut perlu di drop atau tidak. Pengujiannya dilakukan dengan melihat
nilai t bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti yang terlihat pada tabel
3.10.
Tabel 3.10
Muatan Faktor Item Dukungan Sosial
Keterangan: tanda V = signifikan (t > 1.96) ; X = tidak signifikan
Berdasarkan Tabel 3.10, nilai t bagi koefisien faktor item nomor 6
dan 7 tidak signifikan karena t 1.96. Selanjutnya melihat muatan faktor
dari item, apakah ada yang bermuatan negatif, maka diketahui tidak
terdapat item yang muatan faktornya negatif.
No. Item Koefisien Standart Error Nilai t Signifikan
1 0.59 0.11 5.52 V
2 0.72 0.11 6.87 V
3 0.67 0.11 6.34 V
4 0.35 0.11 3.16 V
5 0.28 0.11 2.57 V
6 0.03 0.11 0.30 X
7 0.19 0.11 1.70 X
8 0.38 0.11 3.44 V
9 0.54 0.11 5.02 V
10 0.57 0.11 5.29 V
11 0.55 0.11 5.13 V
12 0.63 0.11 5.97 V
13 0.66 0.10 6.25 V
14 0.47 0.11 4.30 V
15 0.73 0.10 7.01 V
16 0.72 0.11 6.88 V
17 0.71 0.10 6.85 V
18 0.52 0.11 4.73 V
19 0.63 0.11 5.89 V
20 0.84 0.10 8.23 V
72
Dengan demikian secara keseluruhan item yang akan di-drop, adalah
item nomor 5, 6, 7, dan 8, yang artinya item tidak akan ikut dianalisis
dalam perhitungan skor faktor.
3.4.4 Uji Validitas Konstruk Religiusitas
Peneliti menguji apakah keempat item yang ada bersifat unidimensional,
artinya benar hanya mengukur religiusitas. Dari hasil analisis CFA model
satu faktor, ternyata tidak fit, dengan Chi-Square = 373.35, df = 252, P-
value = 0.00000, RMSEA = 0.049. Oleh sebab itu, peneliti perlu
melakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan pengukuran
pada beberapa item dibebeaskan satu sama lainnya, sehingga diperoleh
model fit seperti yang terlihat pada Gambar 3.6 berikut:
Gambar 3.6 Analisis Konfirmatorik dari Religiusitas
73
Setelah dilakukan modifikasi terhadap model, dimana kesalahan
pengukuran pada beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lainnya,
maka diperoleh nilai Chi-square menghasilkan P-value > 0.05, yang
artinya model dengan satu faktor (unidimensional) dapat diterima, bahwa
seluruh item mengukur satu hal saja yaitu religiusitas. Namun, terdapat
kesalahan pengukuran pada beberapa item yang saling berkorelasi,
sehingga dapat disimpulkan bahwa beberapa item tersebut sebenarnya
bersifat multidimensional pada dirinya masing-masing. Oleh karena itu,
setelah didaptkan model fit, peneliti melihat kembali apakah ada item yang
memiliki korelasi kesalahan lebih dari tiga. Dari modifikasi tersebut tidak
terdapat item yang berkorelasi lebih dari tiga.
Selanjutnya, peneliti melihat apakah signifikan item tersebut
mengukur faktor yang hendak diukur, sekaligus menentukan apakah item
tersebut perlu di drop atau tidak. Pengujiannya dilakukan dengan melihat
nilai t bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti yang terlihat pada tabel
3.11.
74
Tabel 3.11
Muatan Faktor Item Religiusitas
Keterangan: tanda V = signifikan (t > 1.96) ; X = tidak signifikan
Berdasarkan Tabel 3.11, nilai t bagi koefisien faktor item nomor 6, 13,
dan 17 tidak signifikan karena t 1.96. Selanjutnya melihat muatan faktor
dari item, apakah ada yang bermuatan negatif atau tidak. Dari Tabel 3.11
maka diketahui item nomor 13 muatan faktornya negatif.
Dengan demikian secara keseluruhan item yang akan di-drop, adalah
item nomor 6, 13, dan 17 yang artinya item tidak akan ikut dianalisis dalam
perhitungan skor faktor.
3.5 Prosedur Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti melakukan beberapa prosedur untuk
pengumpulan data, diantaranya yaitu:
No. Item Koefisien Standart Error Nilai t Signifikan
1 0.66 0.10 6.60 V
2 0.94 0.09 10.04 V
3 0.78 0.10 7.91 V
4 0.90 0.09 9.49 V
5 0.33 0.11 3.09 V
6 0.44 0.10 0.44 X
7 0.57 0.10 5.60 V
8 0.82 0.10 8.49 V
9 0.93 0.10 9.96 V
10 0.91 0.09 9.59 V
11 0.66 0.09 6.63 V
12 0.33 0.10 3.09 V
13 -0.05 0.11 -0.46 X
14 0.48 0.11 4.70 V
15 0.33 0.10 3.11 V
16 0.66 0.11 6.58 V
17 0.06 0.10 0.52 X
18 0.40 0.11 3.82 V
19 0.72 0.10 7.24 V
20 0.49 0.10 4.78 V
21 0.63 0.10 6.27 V
22 0.87 0.10 9.06 V
23 0.88 0.10 9.26 V
24 0.63 0.10 6.20 V
75
1. Melakukan adaptasi dengan menterjemahkan item-item alat ukur yang
digunakan dari Bahasa Inggris ke Bahasa Indonesia.
2. Menyusun kuesioner yang akan disebar dengan menyertakan inform
consent serta instrumen lainnya beserta petunjuk pengisian.
3. Meminta dosen pembimbing dan orang yang non-psikologi untuk
mengoreksi agar menjadi kuesioner yang baik dan dapat dimengerti
responden.
4. Sesudah disetujui oleh dosen pembimbing, menyiapkan surat izin
penelitian.
5. Memperbanyak jumlah skala untuk pengambilan data dan mempersiapkan
peralatan yang akan digunakan seperti pulpen dan reward yang akan
diberikan kepada responden.
6. Menyebarkan kuesioner kepada responden sesuai dengan target.
7. Melakukan pengujian terhadap data yang didapatkan.
3.6 Teknik Analisis Data
Untuk mendapatkan jawaban utama dari penelitian ini, apakah terdapat
pengaruh dari variabel-varaibel independent terhadap variabel dependent dan
untuk mengetahui seberapa besar sumbangan dari setiap variabel terhadap
intensitas marital conflict. Peneliti menggunakan teknik analisis regresi
berganda untuk mengetahui akibat-akibat dan besarnya akibat dari lebih dari
satu variabel independent terhadap variabel dependent serta dengan
menggunakan prinsip-prinsip korelasi dan regresi dari Kerlinger (1986).
Adapun persamaan umum dari analisis regresi berganda, yaitu:
76
Y = a + b1X1 +
b2X2+b3X3+b4X4+b5X5+b6X6+b7X7+b8X8+b9X9+b10X10+b11X11 +e
Keterangan:
Y = Intensitas marital conflict
a = konstanta
b = koefisien regresi
X1 = dimensi tipe kepribadian extraversion
X2 = dimensi tipe kepribadian conscientiousness
X3 = dimensi tipe kepribadian neuroticism
X4 = dimensi dukungan sosial
X5 = dimensi religiusitas
X6 = variabel jenis kelamin
X7 = variabel usia saat menikah
X8 = variabel pendapatan
X9 = variabel pendidikan
X10 = variabel riwayat perceraian orang tua
X11 = variabel riwayat berpacaran
e = residu
Adapun data yang dianalisis dengan persamaan di atas merupakan
pengukuran yang sudah ditransformasi ke dalam true score. Dalam hal ini,
true score adalah skor faktor yang dianalisis dengan menggunakan software
SPSS 17.0 dengan menggunakan item-item yang valid. Dengan demikian
tidak perlu dilaporkan reliabilitasnya. True score inilah yang akan diteliti
77
dengan analisis regresi berganda untuk menguji hipotesis penelitian yang
dibahas pada bab 2.
Dalam regresi berganda, besarnya proporsi varians intensitas marital
conflict yang dipengaruhi oleh bervariasinya seluruh variabel bebas yang
diteliti bisa diukur menggunakan R2, dimana:
Jumlah kuadrat regresi SSreg
R2 = =
Jumlah kuadrat y total SSy
Berikutnya, untuk membuktikan apakah regresi Y dan X signifikan atau
tidak, dapat mengujinya dengan menggunakan uji F. untuk membuktikan hal
tersebut digunakan rumus sebagai berikut:
R2 / k
F =
(1 – R2) / (N – k – 1)
Adapun pembilang di sini R2 itu sendiri dengan df-nya (dilambangkan
dengan k), yaitu sejumlah variabel bebas yang dianalisis, sedangkan
penyebutnya (1 – R2) dibagi dengan df-nya N – k – 1 dimana N adalah jumlah
sampel. Dari hasil uji F yang dilakukan nantinya dapat dilihat apakah variabel
bebas yang diujikan memiliki pengaruh terhadap variabel terikat.
Untuk menguji apakah pengaruh yang diberikan variabel bebas
signifikan terhadap variabel terikat, maka peneliti melakukan uji t. Uji t
dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
78
b
t =
Sb
Dimana b adalah koefisien regresi dan Sb aalah standar deviasi sampling
dari koefisien b. Hasil uji t ini akan diperoleh dari hasil regresi yang akan
dilakukan oleh peneliti nantinya. Adapun seluruh perhitungan penelitian ini
dilakukan dengan menggunakan software SPSS 17.0.
79
BAB 4
HASIL PENELITIAN
Pada bab empat ini peneliti menguraikan gambaran subyek penelitian, deskripsi
data, analisis data, dan hasilnya.
4.1 Gambaran Subjek Penelitian
4.1.1 Gambaran Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
Subjek dalam penelitian ini sebanyak 200 orang yang berusia dewasa
pada rentang usia 22 - 55 tahun yang sudah menikah dan telah menikah
minimal dua tahun. Gambaran subjek menurut jenis kelamin, dapat
dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4.1
Jumlah Subjek Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin N Persentase
Laki-laki 102 51%
Perempuan 98 49%
Total 200 100%
Dari Tabel 4.1, diketahui responden yang dijadikan sampel dalam
penelitian ini didominasi oleh responden berjenis kelamin laki-laki
dengan jumlah responden sebanyak 102 orang atau dengan persentase
sebesar 51%, sedangkan responden perempuan dengan jumlah 98 orang
atau dengan persentase 49%.
80
4.1.2 Gambaran Responden Berdasarkan Usia Ketika Menikah
Dalam mengelompokkan responden berdasarkan usia ketika menikah,
peneliti membaginya berdasarkan jarak usia ketika menikah yang
termuda hingga yang paling tua. Adapun usia ketika menikah termuda
adalah 16 tahun, sedangkan yang paling tua adalah 41 tahun. Karena usia
ketika menikah yang paling tua terlalu jauh jaraknya dan frekuensi
menikah pada usia diantara 40 tahun sangat sedikit, maka peneliti
membaginya seperti yang terlihat pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2
Jumlah Subjek Berdasarkan Usia Ketika Menikah
Usia Ketika Menikah N Persentase
16 – 23 tahun 80 40%
24 – 31 tahun 104 52%
32 tahun ke atas 16 8%
Total 200 100%
Dalam penelitian ini, responden yang menikah pada usia 24 – 31
tahun mendominasi dengan perolehan sebesar 104 responden atau 52%
dari keseluruhan responden. Hal ini juga bisa dikatakan responden yang
memutuskan menikah sudah mempunyai kesadaran tentang pentingnya
tingkat kematangan sebelum menikah.
Selanjutnya, untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan rata-
rata lebih dari dua kelompok (usia ketika menikah) yang berbeda atau
tidak berhubungan dengan variabel dependen intensitas marital conflict,
dapat dilihat pada Tabel 4.3 berikut:
81
Tabel 4.3
Perbedaan Intensitas Marital Conflict pada Usia Menikah
Intensitas
Marital Conflict N Mean
Std.
Deviation
Std. Error
Mean F Sig.
16 -23 80 51.8159 9.53722 1.06629 6.498 .002
24-31 104 49.7524 9.61639 .94296
32 keatas 16 42.5298 7.82887 1.95722
Total 200 50.0000 9.71788 .68716
Dari Tabel 4.3 dapat disimpulkan bahwa ada perbedaan tingkat
intensitas marital conflict antara usia ketika menikah 16-23 tahun, 24-31
tahun, dan 32 tahun keatas yang ditunjukkan pada nilai Sig. yaitu 0.002
0.05.
4.1.3 Gambaran Responden Berdasarkan Pendapatan
Dalam mengelompokkan responden berdasarkan pendapatan, peneliti
membaginya berdasarkan standar pendapatan di Jakarta. Di mana
responden yang terdapat dalam penelitian ini berada pada lower, middle,
dan upper. Pada lower rentang pendapatan antara 0 – Rp 3.500.000,- per
bulan, middle rentang pendapatannya antara Rp 3.500.000 – Rp
7.000.000,- per bulan dan pada upper adalah Rp 7.000.000,- keatas per
bulan
Tabel 4.4
Jumlah Subjek Berdasarkan Pendapatan per Bulan
Pendapatan per Bulan N Persentase
Lower 114 57%
Middle 65 32.5%
Upper 21 10.5%
Total 200 100%
82
Hasil pada Tabel 4.4 memperlihatkan responden yang ikut serta
dalam penelitian ini paling banyak berasal dari ekonomi kelas rendah
dengan pendapatan pokok dibawah Rp 3.500.000,- per bulannya. Hasil
ini menunjukkan bahwa masih banyak penduduk Jakarta yang hidup
dibawah rata-rata, dengan catatan dalam penelitian ini tidak
mengikutsertakan sumber pendapatan lain.
4.1.4 Gambaran Responden Berdasarkan Pendidikan
Dalam mengelompokkan responden berdasarkan pendidikan, peneliti
membaginya berdasarkan jenjang pendidikan yang ada. Di mana
responden yang terdapat dalam penelitian ini berada pada jenjang
pendidikan SD, SMP, SMA, Diploma, S1, S2, dan S3.
Tabel 4.5
Jumlah Subjek Berdasarkan Pendidikan Terakhir
Pendidikan Terakhir N Persentase
SD 23 11.5%
SMP 23 11.5%
SMA 101 50.5%
Diploma 8 4%
S1 36 18%
S2 9 4.5%
Total 200 100%
Responden dalam penelitian ini didominasi oleh responden yang
memiliki pendidikan terakhir SMA sebanyak 50.5% dari keseluruhan
sampel. Hal ini menggambarkan bahwa mayoritas responden sudah
menyelesaikan pendidikan yang wajib dan terlihat ada sebagian
responden yang peduli akan kelanjutan pendidikannya.
83
4.1.5 Gambaran Responden Berdasarkan Perceraian Orang Tua
Dalam mengelompokkan responden berdasarkan perceraian orang tua,
peneliti membaginya berdasarkan kondisi pernikahan orang tua. Di mana
responden yang terdapat dalam penelitian ini berada pada kondisi
dengan orang tua yang pernah bercerai atau orang tua yang tidak pernah
bercerai.
Tabel 4.6
Jumlah Subjek Berdasarkan Riwayat Perceraian Orang Tua
Orang Tua Responden N Persentase
Bercerai 14 7%
Tidak bercerai 186 93%
Total 200 100%
Tabel 4.6 memperlihatkan bahwa mayoritas responden, sebanyak
93%, orang tuanya tidak bercerai. Hal ini menunjukkan bahwa pasangan
yang lebih tua memilih bertahan dalam pernikahannya.
4.1.6 Gambaran Responden Berdasarkan Riwayat Berpacaran
Dalam mengelompokkan responden berdasarkan riwayat berpacaran. Di
mana responden yang terdapat dalam penelitian ini digolongkan ke
dalam pacaran dan tidak pacaran sebelum menikah.
Tabel 4.7
Jumlah Subjek Berdasarkan Berpacaran Sebelum Menikah
Sebelum Menikah N Persentase
Tidak berpacaran 23 11.5%
Pacaran 177 88.5%
Total 200 100%
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa kebanyakan dari
responden, sebesar 88.5%, menjalani hubungan berpacaran sebelum
84
menikah. Disini terlihat adanya kepedulian akan perkenalan lebih jauh
dari calon pasangan sebelum akhirnya menjadi pasangan seumur hidup.
4.2 Analisis Deskriptif
Sebelum diuraikan secara detail tentang hasil penelitian, perlu dijelaskan
bahwa skor yang digunakan dalam analisis statistik adalah skor faktor yang
dihitung untuk menghindari estimasi bias dari kesalahan pengukuran. Jadi,
penghitungan skor faktor pada tiap variabel tidak menjumlahkan item-item
seperti pada umumnya, tetapi dihitung dengan menggunakan maximum
likelihood, skor ini disebut true score. Item-item yang dianalisis oleh
maximum likelihood adalah item yang bermuatan positif dan signifikan.
Adapun true score yang dihasilkan oleh maximum likelihood satuannya
berbentuk Z-score. Untuk menghilangkan bilangan negatif dari z-score, semua
skor ditransformasi ke skala T yang semuanya positif dengan menetapkan
mean = 50 dan standar deviasi = 10. Langkah selanjutnya adalah melakukan
proses komputasi melalui formula T-score = z.10 + 50.
Selanjutnya, untuk menjelaskan gambaran tentang statistik dari variabel-
variabel dalam penelitian ini, indeks yang menjadi patokan adalah mean,
standar deviasi (SD), nilai maksimal dan minimal dari masing-masing
variabel. Adapun nilai-nilai tersebut dijelaskan dalam Tabel 4.8.
85
Tabel 4.8
Deskripsi Statistik Variabel Penelitian
Variabel N Minimum Maximum Mean Std.deviasi
Intensitas Marital Conflict 200 33.56 72.59 50.00 9.71
Tipe Kepribadian Extraversion 200 31.66 70.53 50.00 8.40
Tipe Kepribadian
Concentiousness
200 26.01 69.23 50.00 8.46
Tipe Kepribadian Neuroticsm 200 26.19 75.49 50.00 8.18
Dukungan Sosial 200 6.19 79.56 50.00 9.47
Religiusitas 200 31.85 63.79 50.00 9.74
Mengingat semua skor telah diletakkan pada skala yang sama, maka
semua mean pada setiap skala adalah 50. Dari tabel 4.8 dapat diketahui skor
terendah DV (intensitas marital conflict) sebesar 33.56 dan skor tertinggi
sebesar 72.59. Pada tipe kepribadian extraversion skor terendah sebesar 31.66
dan skor tertinggi sebesar 70.53. Kemudian pada tipe kepribadian
conscientiousness skor terendah sebesar 26.01 dan skor tertinggi sebesar
69.23. Pada tipe kepribadian neuroticism skor terendah sebesar 26.19 dan skor
tertinggi sebesar 75.49. Skor terendah dari variabel dukungan sosial adalah
sebesar 6.19 dan skor tertinggi sebesar 79.56. Pada variabel religiusitas skor
terendah sebesar 31.85 dan skor tertinggi sebesar 63.79.
4.3 Kategorisasi skor variabel penelitian
Setelah melakukan deskripsi statistik dari masing-masing variable penelitian,
maka hal yang perlu dilakukan adalah pengkategorisasian terhadap data
penelitian. Kategorisasi variabel bertujuan untuk menempatkan individu ke
dalam kelompok-kelompok yang terpisah secara berjenjang menurut suatu
kontinum berdasarkan atribut yang diukur. Kontinum jenjang ini contohnya
86
adalah dari rendah ke tinggi yang akan peneliti gunakan dalam kategorisasi
variabel penelitian.
Dalam hal ini, ditetapkan norma dari skor dengan menggunakan standar
deviasi dan mean dari Tabel 4.8 sebelumnya. Adapun norma skor tersebut
dapat digambarkan dalam Tabel 4.9.
Tabel 4.9
Norma Skor Variabel
Norma Interpretasi
X < M-1SD Rendah
M-1SD≤X≤M1SD Sedang
X > M1SD Tinggi
Dari norma skor variabel di atas, maka akan diperoleh kategorisasi dari
masing-masing variabel. Variabel yang hanya menggunakan norma ini hanya
untuk kategorisasi variabel intensitas marital conflict, dukungan sosial, dan
religiusitas. Sedangkan untuk kategorisasi tipe kepribadian extraversion, tipe
kepribadian conscientiousness, dan tipe kepribadian neuroticism
menggunakan norma sebagai berikut:
Tabel 4.10
Norma Skor Variabel Kepribadian
Norma Interpretasi
X < Mean Rendah
X > Mean Tinggi
Setelah kategorisasi tersebut didapatkan, maka akan diperoleh nilai
presentase kategori untuk variabel intensitas marital conflict, dukungan sosial,
religiusitas, tipe kepribadian extraversion, tipe kepribadian conscientiousness,
87
dan tipe kepribadian neuroticism, sebagaimana yang terangkum pada Tabel
4.11.
Tabel 4.11
Kategorisasi Skor Variabel Penelitian
Variabel Kategori dan Presentasi Skor
Total Rendah % Sedang % Tinggi %
Intensitas marital
conflict
45 22.5 95 47.5 60 30.00 200
Dukungan sosial 7 3.5 179 89.5 14 7.0 200
Religiusitas 66 33 77 38.5 57 28.5 200
Tipe kepribadian
extraversion
90 45 - - 110 55 200
Tipe kepribadian
conscientiousness
129 64.5 - - 71 35.5 200
Tipe kepribadian
neuroticism
116 58 - - 84 42 200
Berdasarkan Tabel 4.11, dapat dikatakan bahwa data hasil kategorisasi
inetnsitas marital conflict, dapat dilihat bahwa sebagian besar responden
memiliki intensitas marital conflict berkategori sedang sebanyak 95 subjek
(47.5%). Sehingga dapat disimpulkan bahwa responden dalam penelitian ini
cenderung memiliki intensitas marital conflict yang sedang atau dapat
dikatakan konflik terjadi namun tidak sampai merusak hubungan pernikahan
itu sendiri. Pada kategorisasi dukungan sosial, sebagian besar responden ada
pada kategori sedang dengan perolehan sebesar 179 atau 89.5%. dengan kata
lain responden pada penelitian ini mendapatkan dukungan yang cukup dari
lingkungan sosialnya seperti teman dekat dan keluarga. Sedangkan pada
religiusitas, persentase kategorisasi hampir berimbang dengan kategori
88
terbesar ada pada kategori sedang dengan perolehan sebesar 77 atau 38.5%. ini
menunjukkan bahwa sepertiga dari responden memiliki religiusitas yang
sedang, tidak kekurangan maupun mencapai kesempurnaan beragama.
4.4 Uji hipotesis
Pada tahapan ini dilakukan pengujian hipotesis penelitian dengan teknik
analisis regresi dengan menggunakan software SPSS 17.0. Dalam regresi ada
empat hal yang dilihat, yaitu pertama melihat besaran R square untuk
mengetahui berapa persen (%) varians DV yang dijelaskan oleh IV. Kedua
melihat apakah secara keseluruhan IV berpengaruh secara signifikan terhadap
DV. Ketiga melihat signifikan atau tidaknya koefisien regresi dari masing-
masing IV. Kemudian yang terakhir adalah melihat besarnya sumbangan dari
setiap IV pada DV dan melihat signifikansinya.
4.4.1 Analisis Regresi Variabel Penelitian
Langkah pertama adalah menganalisis dampak dari seluruh IV
terhadap intensitas marital conflict. Adapun hasil uji F dapat dilihat pada
Tabel 4.12 berikut ini:
Tabel 4.12
Intensitas Marital Conflict yang Dipengaruhi oleh IV
Model R R Square Adjusted R Square Std. Error
of the Estimate
1 .654 .428 .394 7.56344
Dari Tabel 4.12 dapat kita lihat bahwa perolehan R square sebesar
0.449 atau 42.8% yang artinya 42.8% variasi dari intensitas marital
89
conflict pada pasangan menikah di Jakarta yang dijelaskan oleh variasi
seluruh independen variabel, sedangkan 58.2 % sisanya dipengaruhi oleh
variabel lain di luar penelitian ini.
Langkah kedua peneliti menganalisis dampak atau pengaruh dari
seluruh independen variabel terhadap intensitas marital conflict. Adapun
hasil uji F dapat dilihat pada Tabel 4.13 berikut.
Tabel 4.13
Perbedaan Intensitas Marital Conflict untuk Masing-masing IV
Model Sum of
Squares
df
Mean
Square
F
Sig.
1 Regression 8038.356 11 730.760 12.774 .000
Residual 10754.662 188 57.206
Total 18793.017 199
Dari hasil tersebut dapat diketahui bahwa nilai signifikannya
adalah 0.000 (sig < 0.05), artinya hipotesis nihil, yang menyatakan tidak
ada pengaruh yang signifikan seluruh IV terhadap intensitas marital
conflict, ditolak. Maka dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh yang
signifikan dari tipe kepribadian (extraversion, concentiousness,
neuroticsm), dukungan sosial, religiusitas, dan faktor demografi (jenis
kelamin, usia ketika menikah, pendapatan, pendidikan, riwayat cerai
orang tua, dan riwayat berpacaran) terhadap intensitas marital conflict.
Langkah selanjutnya adalah melihat koefisien regresi masing-
masing IV. Jika nilai sig 0,05 maka koefisien regresi tersebut
signifikan yang berarti bahwa IV tersebut memiliki dampak atau
90
pengaruh yang signifikan terhadap intensitas marital conflict. Adapun
penyajiannya ditampilkan pada tabel 4.14.
Tabel 4.14
Koefisien Regresi Masing-masing IV
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients t Sig.
B Std. Error Beta
1 (Constant) 81.583 7.402 11.022 .000
Extraversion -.048 .073 -.041 -.657 .512
Conscientiousness -.144 .068 -.126 -2.122 .035
Neuroticism .094 .072 .079 1.303 .194
Dukungan Sosial .057 .066 .056 .872 .385
Religiusitas -.560 .061 -.561 -9.133 .000
Jenis Kelamin -.859 1.258 -.044 -.683 .495
Usia Menikah -3.060 .975 -.194 -3.139 .002
Pendapatan 1.949 1.008 .136 1.934 .055
Pendidikan -.580 .545 -.078 -1.064 .289
Riwayat Perceraian
Orang Tua
.237 1.958 .007 .121 .940
Riwayat Pacaran 3.008 1.768 .099 1.701 .091
a. Dependent Variable: Intensitas Marital Conflict
Berdasarkan koefisien regresi pada Tabel 4.14 di atas dapat
disampaikan regresi sebagai berikut:
Marital Conflict = 81.583 – 0.041 extraversion – 0.126
conscientiousness + 0.079 neuroticsm 0.056 dukungan sosial -
0.561 religiusitas - 0.044 jenis kelamin – 0.194 usia menikah +
0.136 pendapatan – 0.078 pendidikan + 0.007 riwayat perceraian
orang tua + 0.099 riwayat pacaran + e
Keterangan: Signifikan ()
91
Untuk melihat signifikan atau tidaknya koefisien regresi yang
dihasilkan, kita cukup melihat nilai sig. pada Tabel 4.14, jika p < 0.05,
maka koefisien regresi yang dihasilkan signifikan pengaruhnya terhadap
intensitas marital conflict dan sebaliknya. Berdasarkan hasil di atas ada
tiga koefisien regresi yang signifikan pengaruhnya terhadap intensitas
marital conflict, sedangkan yang lainnya tidak. Penjelasan dari nilai
koefisien regresi yang diperoleh masing-masing IV adalah sebagai
berikut:
1. Variabel tipe kepribadian extraversion: Diperoleh nilai koefisien
regresi sebesar -0.041 (p 0.05), yang berarti bahwa variabel tipe
kepribadian extraversion tidak mempengaruhi intensitas marital
conflict secara signifikan.
2. Variabel tipe kepribadian conscientiousness: Diperoleh nilai
koefisien regresi sebesar -0.126 (p 0.05), yang berarti bahwa
variabel tipe kepribadian conscientiousness secara negatif
mempengaruhi intensitas marital conflict secara signifikan.
Artinya, bahwa semakin tinggi tipe kepribadian conscientiousness,
maka semakin rendah tingkat intensitas marital conflict dan begitu
pula sebaliknya.
3. Variabel tipe kepribadian neuroticism: Diperoleh nilai koefisien
regresi sebesar 0.079 (p > 0.05), yang berarti bahwa variabel tipe
kepribadian neuroticism tidak mempengaruhi intensitas marital
conflict secara signifikan.
92
4. Variabel dukungan sosial: Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar
0.056 (p > 0.05), yang berarti bahwa variabel dukungan sosial
tidak mempengaruhi intensitas marital conflict secara signifikan.
5. Variabel religiusitas: Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar -
0.561 (p 0.05), yang berarti bahwa variabel religiusitas secara
negatif mempengaruhi intensitas marital conflict secara signifikan.
Artinya bahwa semakin tinggi religiusitas, maka semakin rendah
tingkat intensitas marital conflict dan begitu pula sebaliknya.
6. Faktor demografi jenis kelamin: Diperoleh nilai koefisien regresi
sebesar -0.044 (p 0.05), yang berarti bahwa faktor demografi
jenis kelamin tidak mempengaruhi intensitas marital conflict
secara signifikan.
7. Faktor demografi usia menikah: Diperoleh nilai koefisien regresi
sebesar -0.194 (p 0.05), yang berarti bahwa faktor demografi usia
menikah secara negatif mempengaruhi intensitas marital conflict
secara signifikan. Artinya bahwa semakin bertambahnya usia
menikah, maka semakin rendah tingkat intensitas marital conflict
dan begitu pula sebaliknya.
8. Faktor demografi pendapatan: Diperoleh nilai koefisien regresi
sebesar 0.136 (p > 0.05), yang berarti bahwa faktor demografi
pendapatan tidak mempengaruhi intensitas marital conflict secara
signifikan.
93
9. Faktor demografi pendidikan: Diperoleh nilai koefisien regresi
sebesar -0.078 (p > 0.05), yang berarti bahwa faktor demografi
pendidikan tidak mempengaruhi intensitas marital conflict secara
signifikan.
10. Faktor demografi riwayat perceraian orang tua: Diperoleh nilai
koefisien regresi sebesar 0.007 (p 0.05), yang berarti bahwa
faktor demografi riwayat perceraian orang tua tidak mempengaruhi
intensitas marital conflict secara signifikan.
11. Faktor demografi pacaran: Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar
0.099 (p > 0.05), yang berarti bahwa faktor demografi riwayat
pacaran tidak mempengaruhi intensitas marital conflict secara
signifikan.
4.4.2 Sumbangan Varian Setiap Independent Variable
Kemudian, peneliti juga ingin melihat besarnya proporsi varian DV
yang merupakan besarnya sumbangan dari masing-masing IV, hal yang
dilakukan yaitu dengan menghitung pertambahan proporsi varian setiap
kali IV baru dimasukkan dalam persamaan. Pada Tabel 4.15 kolom
pertama adalah IV yang dianalisis secara satu per satu, kolom kedua
merupakan penambahan varians DV dari tiap IV yang dimasukkan
secara satu per satu tersebut, kolom ketiga merupakan nilai murni
varians DV dari tiap IV yang dimasukkan secara satu per satu, kolom
keempat adalah nilai F hitung bagi IV yang bersangkutan. Kolom df
adalah derajat bebas bagi IV yang bersangkutan pula, yang terdiri dari
94
numerator dan dunemerator. Kolom F tabel adalah kolom mengenai nilai
atau harga IV pada tabel F dengan df dan taraf signifikansi 5 % yang
telah ditentukan sebelumnya, nilai pada kolom inilah yang akan
dibandingkan dengan nilai F hitung. Apabila nilai F hitung lebih besar
daripada F tabel, maka kolom selanjutnya, yaitu kolom signifikansi yang
akan dituliskan siginfikan dan sebaliknya. Jika signifikan, artinya bahwa
penambahan proporsi varians dari IV yang bersangkutan, dampaknya
signifikan. Bertambahnya R2 (R2change) ini dapat dilihat pada Tabel
4.15 berikut:
Tabel 4.15
Proporsi Varian untuk Masing-Masing IV
Model R
R
Square
Adjusted R
Square
Std. Error of
the Estimate
Change Statistics
R Square
Change
F
Change df1 df2
Sig. F
Change
1 .149a .022 .017 9.63291 .022 4.526 1 198 .035
2 .206b .042 .033 9.55827 .020 4.104 1 197 .044
3 .209c .044 .029 9.57528 .001 .301 1 196 .584
4 .223d .050 .030 9.56986 .006 1.222 1 195 .270
5 .609e .371 .355 7.80306 .322 99.303 1 194 .000
6 .609f .371 .352 7.82315 .000 .005 1 193 .947
7 .638g .407 .386 7.61615 .036 11.634 1 192 .001
8 .644h .415 .391 7.58444 .008 2.609 1 191 .108
9 .647i .419 .391 7.58123 .004 1.162 1 190 .282
10 .647j .419 .388 7.60125 .000 .000 1 189 .985
11 .654k .428 .394 7.56344 .009 2.894 1 188 .091
a. Extraversion
b. Extraversion, Conscientiousness
c. Extraversion, Conscientiousness, Neuroticism
d. Extraversion, Conscientiousness, Neuroticism, Dukungan Sosial
e. Extraversion, Conscientiousness, Neuroticism, Dukungan Sosial, Religiusitas
95
f. Extraversion, Conscientiousness, Neuroticism, Dukungan Sosial, Religiusitas, Jenis
Kelamin
g. Extraversion, Conscientiousness, Neuroticism, Dukungan Sosial, Religiusitas, Jenis
Kelamin, Usia Menikah
h. Extraversion, Conscientiousness, Neuroticism, Dukungan Sosial, Religiusitas, JK,
Usia Menikah, Pendapatan
i. Extraversion, Conscientiousness, Neuroticism, Dukungan Sosial, Religiusitas, Jenis
Kelamin, Usia Menikah, Pendapatan, Pendididkan
j. Extraversion, Conscientiousness, Neuroticism, Dukungan Sosial, Religiusitas, Jenis
Kelamin, Usia Menikah, Pendapatan, Pendididkan, Perceraian Orang Tua
k. Extraversion, Conscientiousness, Neuroticism, Dukungan Sosial, Religiusitas, Jenis
Kelamin, Usia Menikah, Pendapatan, Pendididkan, Perceraian Orang Tua, Pacaran
Dari Tabel 4.15, dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Variabel tipe kepribadian extraversion memberikan sumbangan
sebesar 2,2 % dalam varians intensitas marital conflict. Sumbangan
tersebut signifikan dengan F = 4.526 dan df = 1,198.
2. Variabel tipe kepribadian conscientiousness memberikan sumbangan
sebesar 2,0 % dalam varians intensitas marital conflict. Sumbangan
tersebut signifikan dengan F = 4.104 dan df = 1,197.
3. Variabel tipe kepribadian neuroticsm memberikan sumbangan
sebesar 0,1 % dalam varians intensitas marital conflict. Sumbangan
tersebut tidak signifikan dengan F = 0.301 dan df = 1,196.
4. Variabel dukungan sosial memberikan sumbangan sebesar 0,6 %
dalam varians intensitas marital conflict. Sumbangan tersebut tidak
signifikan dengan F = 1.222 dan df = 1,195.
96
5. Variabel religiusitas memberikan sumbangan sebesar 32,2 % dalam
varians intensitas marital conflict. Sumbangan tersebut signifikan
dengan F = 99.303 dan df = 1,194.
6. Faktor demografi jenis kelamin memberikan sumbangan sebesar
0,0% atau tidak memberikan sumbangan sama sekali dalam varians
intensitas marital conflict. Sumbangan tersebut tidak signifikan
dengan F = 0.005 dan df = 1,193.
7. Faktor demografi usia ketika menikah memberikan sumbangan
sebesar 3,6% dalam varians intensitas marital conflict. Sumbangan
tersebut signifikan dengan F = 11.634 dan df = 1,192.
8. Faktor demografi pendapatan memberikan sumbangan sebesar 0,8%
dalam varians intensitas marital conflict. Sumbangan tersebut tidak
signifikan dengan F = 2.609 dan df = 1,191.
9. Faktor demografi pendidikan memberikan sumbangan sebesar 0,4 %
dalam varians intensitas marital conflict. Sumbangan tersebut tidak
signifikan dengan F = 1.162 dan df = 1,190.
10. Faktor demografi riwayat cerai orang tua memberikan sumbangan
sebesar 0,0 % dalam varians intensitas marital conflict atau tidak
memberikan sumbangan sama sekali. Sumbangan tersebut tidak
signifikan dengan F = 0.000 dan df = 1,189.
11. Faktor demografi riwayat berpacaran memberikan sumbangan
sebesar 0,9 % dalam varians intensitas marital conflict. Sumbangan
tersebut tidak signifikan dengan F = 2.894 dan df = 1,188.
97
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa ada empat independen
variabel yaitu tipe kepribadian extraversion, tipe kepribadian
conscientiousness, religiusitas, dan usia ketika menikah yang signifikan
sumbangannya terhadap intensitas marital conflict, jika dilihat dari
besarnya pertambahan R2
yang dihasilkan setiap kali dilakukan
penambahan IV. Dari keempat variabel tersebut dapat dilihat mana yang
paling besar memberikan sumbangan terhadap DV dengan melihat R2
change-nya, semakin besar besarannya maka semakin banyak
sumbangan yang diberikan. Dari Tabel 4.15 diketahui IV yang
memberikan sumbangan dari yang terbesar adalah variabel religiusitas
dengan R2 change 0.322 atau 32.2% dari intensitas marital conflict
dalam penelitian ini dijelaskan oleh variabel religiusitas. Ini juga terlihat
pada koefisien regresi pada Tabel 4.14 dimana variabel religiusitas
mempunyai koefisien regresi (dilihat dari Beta) yang paling besar, yaitu
0.561.
98
BAB 5
KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN
Pada bab ini, akan dipaparkan lebih lanjut hasil dari penelitian yang telah
dilakukan. Bab ini terdiri dari kesimpulan, diskusi dan saran.
5.1 Kesimpulan
Setelah peneliti melakukan penelitian dan mendapatkan hasil serta
menganalisis hasil-hasil yang didapat, maka pada bab ini peneliti akan
menyimpulkan hasil dari penelitian. Kesimpulan ini merupakan jawaban dari
permasalahan penelitian. Peneliti akan memaparkan pada penjelasan berikut
ini.
Berdasarkan hasil uji hipotesis penelitian, maka kesimpulan yang
diperoleh dari penelitian ini adalah “Ada pengaruh yang signifikan dari tipe
kepribadian, dukungan sosial, religiusitas, dan faktor demografi terhadap
intensitas marital conflict”. Kemudian hasil uji hipotesis minor yang menguji
signifikansi masing-masing koefisien regresi terhadap dependen variabel,
diperoleh tiga variabel yang signifikan berpengaruh terhadap intensitas
marital conflict, yaitu variabel religiusitas, faktor demografi usia menikah, dan
tipe kepribadian conscientiousness.
Untuk variabel religiusitas terdapat pengaruh yang paling besar jika
dilihat dari besaran koefisien regresi (atau beta) sebesar 0.561 terhadap
intensitas marital conflict. Sedangkan faktor demografi usia menikah terdapat
pengaruh yang dapat dilihat dari besaran koefisien regresi (atau beta) sebesar
99
0.194 terhadap intensitas marital conflict. Untuk tipe kepribadian
conscientiousness terdapat pengaruh yang dilihat dari besaran koefisien
regresi (atau beta) sebesar 0.126 terhadap intensitas marital conflict. Dari
ketiga variabel tersebut yang memberikan sumbangan varians relatif lebih
besar adalah variabel religiusitas sebesar 32.2%, sedangkan variabel signifikan
lainnya memberikan sumbangan varians yang relatif lebih kecil terhadap
intensitas marital conflict.
Berdasarkan hal tersebut, peneliti dapat menyimpulkan religiusitas lebih
berpengaruh daripada faktor demografi usia menikah dan tipe kepribadian
conscientiousness terhadap intensitas marital conflict pada pasangan yang
sudah menikah di Jakarta.
5.2 Diskusi
Sebelum membahas penemuan lebih jauh, ada beberapa keterbatasan yang
terdapat pada penelitian ini. Salah satunya adalah pada penelitian tentang
pernikahan, banyak penelitian menjadikan marital conflict sebagai variabel
independen. Terlebih lagi, mayoritas penelitian tersebut mengaitkan marital
conflict dengan dampak yang ditimbulkan pada anak dan remaja seperti
dampak terhadap penyesuaian diri anak, yang bisa dilihat dari penelitian
Grych dan Fincham (1990) juga Davies dan Cummings (1994).
Keterbatasan selanjutnya adalah tidak semua variabel yang diteliti
memberikan pengaruh yang signifikan pada intensitas marital conflict. Hasil
pengujian hipotesis pengaruh seluruh independen variabel yakni kepribadian,
dukungan sosial, religiusitas, dan faktor demografi pada penelitian ini
100
menunjukkan bahwa ada pengaruh yang signifikan terhadap intensitas marital
conflict pada orang yang sudah menikah di Jakarta.
Tingkat intensitas marital conflict pada penelitian ini ada pada kategori
sedang sebesar 47.5% dan mengarah pada kategori tinggi sebesar 30.0% dari
keseluruhan responden. Diperkirakan konflik yang terjadi tidak lagi ditataran
negosiasi, tetapi sudah memasuki kekerasan verbal yang mengarah pada
kekerasan fisik. Hal ini menggambarkan bahwa intensitas marital conflict di
Jakarta berada dalam kondisi waspada dan perlu ada tindak lanjut agar tidak
mengarah pada perceraian. Jika hal ini dibiarkan tanpa ada tindakan, maka
sudah pasti angka perceraian di Indonesia akan terus naik dari tahun ke tahun.
Selain itu, hasil penelitian ini menemukan bahwa religiusitas
memberikan pengaruh terbesar dalam kaitannya dengan intensitas marital
conflict, jika dibandingkan dengan variable lainnya. Pengaruh yang dihasilkan
juga memiliki arah yang negatif yang artinya semakin tinggi religiusitas maka
semakin rendah intensitas marital conflict.
Interaksi pasangan dengan Tuhan-nya bisa berdampak secara signifikan
kepada pasnagan ketika konflik karena interaksi tersebut mengarahkan
pasangan pada kedamaian. Tidak hanya itu, religiusitas yang ditemukan dari
penelitian ini sepertinya dipandang sebagai pencegah konflik, resolusi konflik,
atau sebagai rekonsiliasi seperti yang terdapat pada penelitian Lambert dan
Dollahite (2006). Disini terlihat bahwa kebanyakan responden menjadikan
agama sebagai coping ketika dilanda konflik, bukan menggunakan pendekatan
fokus pada masalah yang sebenarnya sehingga masalah terus menerus ditekan
101
dan tidak terselesaikan yang akan berdampak pada interaksi pasangan
selanjutnya.
Untuk variabel dukungan sosial, pada penelelitian ini mayoritas
responden ada pada tingkat 89.5% yang artinya responden didukung oleh
orang-orang terdekatnya seperti keluarga dan sahabat. Tetapi hasil ini ternyata
tidak mempengaruhi intensitas marital conflict secara signifikan. Berbeda
dengan penelitian yang dilakukan oleh Lian dan Geok (2009) yang
menyatakan bahwa keluarga dan sahabat terdekat mempengaruhi marital
conflict.
Ada kemungkinan bahwa pasangan dengan intensitas marital conflict
yang dihadapi dalam tingkatan sedang ini, mendapat dukungan dari orang
terdekat namun tidak dalam pembahasan mengenai konflik yang dialami
dalam rumah tangga. pembicaraan mengenai konflik dengan pasangan bisa
jadi masih dianggap sebagai hal yang memalukan. Oleh karena konflik bisa
mengarah pada perceraian, keluarga terutama orang tua, menganggap
perceraian sebagai aib, maka banyak pasangan yang menghindari topik ini.
Dalam penelitian ini juga meneliti tentang faktor demografi yang
memepengaruhi intensitas marital conflict diantaranya yaitu jenis kelamin,
usia saat menikah, pendapatan, pendidikan, riwayat perceraian orang tua, dan
riwayat berpacaran sebelum menikah. Dari keenam faktor demografi tersebut
yang mempengaruhi intensitas marital conflict secara signifikan adalah usia
ketika menikah. Mayoritas responden pada penelitian ini menikah pada
rentangan usia 24-31 tahun. Rentangan usia ini ada pada tahapan dewasa awal,
102
yang artinya mayoritas responden sudah matang secara fisik dan mental untuk
memulai pernikahan. Seperti yang dikatan Norton dan Miller (dalam Papalia
dkk., 2002) bahwa usia ketika menikah yang menjadi faktor utama apakah
pernikahan akan berlangsung lama dengan peluang yang lebih besar untuk
sukses dalam pernikahan terdapat pada usia diatas dua puluh tahun akhir dan
seterusnya.
Usia menikah memberikan pengaruh secara negatif atau dapat dikatan
bahwa semakin bertambah usia ketika menikah maka semakin rendah marital
conflict yang dialami pasangan. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang
dilakukan Amato dan Marriott (dalam Lavner & Bradburry, 2012) yang
menemukan pasangan yang sudah menikah pada usia muda rentan akan
konflik dalam pernikahannya.
Jenis kelamin pada penelitian ini tidak berpengaruh pada intensitas
marital conflict yang dialami pasangan. mungkin hal ini disebabkan oleh jenis
kelamin yang didominasi laki-laki, walau pun hanya berbeda dua suara dari
perempuan, dimana laki-laki dianggap sebagai penghindar konflik. Sedangkan
tingkat pendidikan meyoritas responden pada penelitian ini adalah tingkat
SMA. Intensitas marital conflict yang sedang mungkin dikarenakan
kurangnya kemampuan utnuk coping stress walaupun pendidikan dalam
penelitian ini tidak berpengaruh secara signifikan.
Pendapatan dari kebanyakan responden yang ada dalam kategori redah,
mejadi pertanyaan mengapa variabel tersebut tidak mempengaruhi intensitas
marital conflict. Hal ini mungkin karena sudah banyak responden yang
103
memiliki pengaturan pengeluaran yang baik sehingga keadaan ekonomi tidak
lagi menjadi masalah. Selain itu, pad apenelitian ini kebanyakan dari
responden berpacaran sebelum menikah tetpai ternyata tidak terbukti
mempengaruhi intensitas marital conflict. Pengalaman berpacaran di
Indonesia dianggap sebagai tahap pengenalan calon pasangannya.
Kemungkinan tidak berpengaruh karena budaya yang ada tidak mengizinkan
tinggal bersama sebelum menikah, berbeda dengan budaya di luar negeri.
Faktor riwayat perceraian yang terjadi pada orang tua juga dianggap
sebagai faktor yang mempengaruhi intensitas marital conflict karena biasanya
anak menjadikan orang tua sebagai model. Frekuensi responden yang
memiliki orang tua yang bercerai adalah rendah. Mungkin hal inilah yang
menjadikan faktor perceraian tidak berpengaruh terhadap intensitas marital
conflict.
Dalam penelitian ini tipe kepribadian yang diuji antara lain tipe
kepribadian extraversion, tipe kepribadian conscientiousness, dan tipe
kepribadian neuroticsm. Ternyata dalam penelitian ini diperoleh hanya tipe
kepribadian conscientiousness yang memiliki pengaruh signifikan terhadap
intensitas marital conflict dengan arah negatif yang berarti bahwa semakin
tinggi tipe kepribadian conscientiousness, maka semakin rendah intensitas
marital conflict. Tipe kepribadian conscientiousness dalam penelitian ini
didominasi kategori rendah yang berarti kebanyakan dari responden
sembrono, malas tidak terorganisir, terlambat, tidak punya tujuan, dan mudah
menyerah (Pervin, Chervone, & John, 2005; Feist & Feist, 2010).
104
Penemuan ini cukup menarik, sebab kebanyakan penelitian
mengaitkannya pada tipe kepribadian neuroticsm dengan sifat yang
ditampilkan cenderung melibatkan emosi negatif seperti marah, cemas, atau
depresi. Sifat yang ditampilkan oleh tipe kepribadian concentiousness pada
kategori rendah adalah sifat sembrono, malas, dan tidak terorganisir. Sehingga
tidak heran tipe kepribadian conscientiousness yang rendah ini mempengaruhi
secara signifikan intensitas marital conflict yang ada pada kategori sedang.
Hal ini dikarenakan adanya perbedaan tingkat tipe kepribadian
conscientiousness pada pasangan seperti yang terdapat pada penelitian Bono,
dkk. (2002).
Selain itu, tipe kepribadian extraversion yang tinggi pada penelitian ini
ternyata tidak mempengaruhi intensitas marital conflict. Hal ini mungkin
dikarenakan oleh mayoritas responden bersikap terbuka namun tidak pada
pembahasan yang mengarah pada permasalahan dalam pernikahan.
Masyarakat kita juga kebanyakan masih percaya bahwa tidak baik
membicarakan urusan rumah tangga kepada orang lain.
5.3 Saran
Peneliti menyadari terdapat banyak kekurangan dalam penelitian ini. Oleh
karena itu peneliti ingin memberikan saran teoritis dan saran praktis. Saran
tersebut dapat dijadikan pertimbangan bagi penelitian lain yang akan meneliti
dengan dependent variable yang sama.
105
5.3.1 Saran Teoritis
1. Dalam penelitian ini peneliti hanya menggunakan satu dari empat
dimensi yang ada pada marital conflict, yaitu intensitas dan dimensi
yang tidak diikutsertakan seperti frekuensi, konten, dan resolusi. Oleh
karena itu peneliti menyarankan agar penelitian tentang marital conflict
selanjutnya dapat menggunakan keseluruhan dimensi untuk
mendapatkan gambaran yang lebih rinci mengenai marital conflict.
2. Banyak jurnal yang terkait dengan marital conflict menitikberatkan pada
efek yang dihasilkan dari konflik tersebut, terutama pada perkembangan
anak. Akan lebih baik jika penelitian tentang faktor-faktor yang
mempengaruhi atau sumber-sumber marital conflict lebih bervariasi
sehingga konflik bisa dikurangi dan tingkat marital conflict bisa ditekan.
3. Selain itu juga diharapkan ada perpaduan antara penelitian kualitatif dan
kuantitatif, seperti yang terdapat dalam kebanyakan jurnal marital
conflict, sehingga dapat memperkaya pengetahuan untuk melihat
masalah lebih dalam lagi.
5.3.2 Saran Praktis
1. Walaupun konflik dalam pernikahan itu tidak dapat dihindari, maka
untuk meminimalisir marital conflict sebaiknya pasangan yang ingin
menikah memikirkan kesiapan seperti kematangan usia, tidak hanya usia
tetapi juga kematangan psikologis. Bagi yang sudah masuk ke dalam
pernikahan diharapakn memperbanyak pengetahuan tentang cara
mengatasi konflik dan juga mencoba saling mengerti bahwa tidak ada
106
manusia yang sempurna. Selain itu, jadikanlah agama sebagai sarana
untuk memperkokoh keluarga bukan pelarian dari masalah.
2. Dengan mempertimbangkan hasil penelitian ini, terutama variabel
religiusitas yang terkait dengan tingkat keberagamaan individu, maka
sebaiknya pemerintah meningkatkan kualitas dari program konseling
pra-nikah maupun konseling pemasalahan keluarga yang sudah ada
dengan menyertakan pendidikan agama dan psikologi tetapi dengan cara
yang informatif dan menyenangkan, sehingga peserta merasa tertarik dan
informasi pun tersampaikan dengan baik.
151
DAFTAR PUSTAKA
Ahmadi, K., Marzabadi, E. A., & Ashrafi, S. M. N. (2008). The influence of
religiosity on marital statisfaction. Journal of Social Sciences, 4 (2), 103-
110. ISSN: 1549-3652.
Allen, W. D. & Olson, D. H. (2001). Five types of african-american marriages.
Journal of Marital & Family Therapy 27, (3), 301-314.
Argyle, M. & Furnham, A. (1983). Source of statisfication and conflicts in
longterm relationship. Journal of Marriage and The Family, 10, 481-491.
Badan Peradilan Agama. (2012). Data perkara cerai talak, cerai gugat, dan
perkara lain yang diterima Yurisdiksi Mahkamah Propinsi / Pengadilan
Tinggi Agama seluruh Indonesia Tahun 2011. Diunduh tanggal 31 Januari
2013 dari http://www.badilag.net/data/ditbinadpa
Baron, R. A., Branscombe, N. R., & Byrne, D. (2009). Social psychology twelfth
edition. Boston: Pearson Education, Inc.
Bono, J. E., Boles, T. L., Judge, T. A., & Lauver, K. J., (2002). The role of
personality in task and relationship conflict. Journal of Personality 70:3,
311-344.
Buehler, C., Krishnakumar, A., Stone, G., Anthony, C., Pemberton, S., Gerard J.,
& Barber, K. (1998). Interparental conflict styles and youth problem
behavior: A two-sample replication study. Journal of Marriage and the
Family, 60, 199-132.
Caughlin, J. P. & Vangelisti, A. L. (2006). Conflict in dating and marital
relationship. The SAGE Handbook of Conflict Communication. SAGE
Publications, Inc. Doi: 10.4135/978-1-41297-617-6.n5
Chaplin, J. P. (1981). Kamus lengkap psikologi (Penerjemah: Dr. Kartini
Kartono). Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.
Condliffe, P., (1991). Conflict management: A practical guide. Victoria: TAFE
Publications.
Cutrona, C. E. & Russell, D. W., (1987). The provisions of social relationships
and adaptation to stress. Advances in Personal Relationships, 1, 37-67. JAI
Press Inc. ISBN: 0-89232-774-X.
Davies, P. T. & Cummings, E. M. (1994). Marital conflict and child adjustment:
An emotional security hypothesis. Psychological Bulletin, 116, 387-411.
152
DeLongis, A. & Holtzman, S., (2005). Coping in context: The role of stress, social
support, and personality in coping. Journal of Personality 73:6. Blackwell
Publishing. DOI: 10.1111/j.1467-6494.2005.00361.x
Duvall, E. M. & Miller, B. C. (1985). Marriage and family development. New
York: Harper & Row Publishers.
Feist, J., Feist, G. J. (2009). Theories of personality 7th
ed. New York: McGraw
Hill.
Fetzer, J. E., (2003). Multidimensional measurement of religiousness/spirituality
for use in health research: A report of Fetzer Institute/National Institute on
aging working group. Kalamazoo, MI: Fetzer Institute.
Fincham, F. D. (2003). Marital conflict: Correlates, structure, and context.
Current directions in psychological science. New York: American
Psychological Society.
Fincham, F. D., Beach, S. R. (1999). Conflict in marriage: Implications for
working with couples. Annual Review Psychology, 50: 47-77
Friedman, H. S., Schustack, M. W. (2009). Personality classic theories and
modern research. Boston: Pearson Higher Education.
Gottlieb, B.H. (1983). Social support strategies: Guidelines for mental health
practice. Baverly Hills: Sage Publications, Inc.
Gottman, J. M. & Levenson, R. W., in Noller I. P. & Fitzpatrick, M. A., (1988).
The social psychophysiology of marriage. Perspectives on Marital
Interactions. England: Multilingual Matters Ltd.
Grych, J. M. & Finch, F. D. (1990). Marital conflict and children’s adjustment: A
cognitive – contextual framework. Psychological Bulletin, 108, 267 – 290.
Jalaluddin. (2005). Psikologi agama. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
James, S. L. & Beattie, B. A., (2012). Reassessing the link between women’s
premartial cohabitation and marital quality. Soc Forces. doi:
10.1093/sf/sos126.
John, O. P. & Srivastava, S. (1999). The Big-Five trait taxonomy: History,
measurement, and theoretical perspectives. Handbook of Personality:
Theory and Research (2nd
ed.). New York: Guilford.
Kerlinger, F. N. (1986). Foundations of behavioral research, 3rd
ed. USA:
Harcourt Brace College Publisher
Lambert, N. M. & Dollahite, D. C., (2006). How religiousity helps couples
prevent, resolve, and overcome marital conflict. Family Relations 55, (4),
439-449
153
Lavner, J. A. & Bradbury, T. N. (2012). Why do even satisfied newlyweds
eventually go on to divorce? Journal of Family Psychology, 26, 1-10. doi:
10.1037/a0025966
Levenson, R. W., Cartensen, L. L., Gottman, J. M., (1994). The influence of age
and gender on affect, physiology, and their interrelations: A study of a long-
term marriages. Journal of Personality and Social Psychology 62, (1), 56-
68.
Lian, T. C. & Geok, L. S. (2009). A study of marital conflict on measures of
social support and mental health. Sunway Academic Journal 5, 97-110.
Lopez, J. L, Riggs, S. A., Pollard, S. E., Hook, J. N., (2011). Religious
commitment, adult attachment, and marital adjustment in newly married
couples. Journal of Family Psychology, 25, (2), 301-309. American
Psychological Association. DOI: 10.1037/a0022943
Martin, G. C. & Osborne, J. G. (1989). Psychology, adjustment, & everyday
living. New York: Prantice Hall.
Miller, R. S., Perlman, D. (2008). Intimate relationships, 5th
ed. Boston: McGraw
Hill Higher Education.
Neff, L. A., (2012). Putting mariage in its context: The influence of external stress
on early marital development, 179-203, United States: American
Psychology Association.
Olson, D. H. & Defrain, J. (2006). Marriages & families: Intimacy, diversity, &
strengths, 5th
ed. United States: McGraw Hill.
Paloutzian, R. F. & Park, C. L. (2005). Handbook of the psychology of religion
and spirituality. New York: Guildford Press.
Pap, L. M., Cummings, E. M., & Goeke-Morey, M. C. (2009). For richer, for
poorer: Money as a topic or marital conflict in the home. Family Relations,
58, 91-103.
Papalia, D. E., Sterns, H. L., Feldman, R. D. & Camp, C. J. (2002). Adult
development and aging (3rd ed). New York: McGraw-Hill.
Papalia, D. E., Olds, S. W., & Feldman, R. D. (2007). Human development (10th
Ed). New York: McGraw-Hill
Pervin, L. A., John, O. P. (2001). Personality: theory and research. New York:
John Wiley & Sons, Inc.
Robila, M. & Krishnakumar, A. (2005). Effect of economic pressure on merital
conflict in Romania. Journal of Family Psychology, 19, (2), 246-251. doi:
10.1037/0893-3200.19.2.246.
154
Sadarjoen, S. S., (2005). Konflik marital: Pemahaman konseptual, aktual, dan
alternatif solusinya. Bandung: PT. Refika Aditama.
Santrock, J. W. (2006). Life span development (10th ed.). New York: McGraw-
Hill.
Sarafino, E. P. (1998). Health psychology: Biopsychosocial interactions, 3rd
ed.
New York: John Wiley & Sons, Inc.
Schultz, D. P. & Schultz, S. E., (2005). Theories of personality, 8th
ed. USA:
Thomson Wadsworth.
Spilka, B., Hood jr., R. W., Hunsberger, B., & Gorsuch, R. (2003). The
psychology of religion: An empirical approch, 3rd
ed. New York: Guildford
Press.
Straus, M. A., Hamby, S. L., McCoy, S. B., & Sugarman, D. B., (1996). The
revised conflict tactics scales (CTS2): Development and preliminary
psychometric data. Journal of Family Issues, 17, 283-316: Sage
Publications, Inc.
Straus, M. A. (1979). Measuring intrafamily conflict and violence: The conflict
tactics (CT) scales. Journal of Marriage and Family, 41, (1), 75088:
National Council on Family Relations.
Taylor, S. (2006). Health psychology, 6th
ed. New York: McGraw Hill.
Yayasan Peduli Anak Negeri ( - ). Undang-undang Republik Indonesia No. 1
tahun 1974 tentang perkawinan. Diunduh tanggal 31 Januari 2013 dari
http://sdm.ugm.ac.id/main/sites/sdm.ugm.ac.id/arsip/peraturan/UU_1_1974.
LAMPIRAN
LAMPIRAN 1
Salam Sejahtera,
Semoga Anda selalu mendapat perlindungan Tuhan YME sehingga dapat
melaksanakan aktivitas sehari-hari. Peneliti adalah Mahasiswa Program Sarjana
Strata-1 (S1) Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang sedang
melakukan penelitian untuk skripsi dengan judul “Faktor-faktor yang
mempengaruhi marital conflict”. Untuk itu peneliti mengharapkan kesediaan
Anda untuk bisa berpartisipasi dalam penelitian ini.
Anda dipersilakan untuk mengisi dengan mengikuti petunjuk yang
diberikan. Perlu diingat bahwa TIDAK ADA JAWABAN BENAR ATAU
SALAH untuk setiap pernyataan. Seluruh jawaban adalah benar selama itu sesuai
dengan diri Anda. Data diri dan semua jawaban Anda akan diolah secara
kelompok, bukan perorangan, serta diperlakukan secara RAHASIA dan hanya
digunakan untuk KEPENTINGAN PENELITIAN. Atas perhatian dan
bantuannya peneliti ucapkan terima kasih.
Jakarta, Juni 2014
Hormat Peneliti,
Yunita S. Syahruddin
PERNYATAAN PERSETUJUAN PARTISIPASI
Dengan ini saya secara sukarela menyatakan bersedia untuk berpartisipasi dalam
penelitian ini: (WAJIB DIISI)
Inisial : _________
Usia : ____ tahun
Jenis kelamin : a. Laki-laki b. Perempuan
Usia ketika menikah : ____ tahun
Gaji pokok per bulan :
a. Kurang dari Rp 3.500.000,-
b. Rp 3.500.000,- sampai Rp 7.000.000,-
c. Diatas Rp 7.000.000,-
Pendidikan Terakhir :
a. SD/MI b. SMP/MTS
c. SMA/SMK/MAN d. D1 – D3
e. D4/S1 f. S2
g. S3
Apakah orang tua Anda pernah mengalami perceraian?
a. Ya b. Tidak
Apakah sebelum menikah Anda berpacaran?
a. Ya
b. Tidak
PETUNJUK PENGISIAN
Kuesioner ini terdiri dari empat bagian dengan butir-butir pernyataan yang
berbeda. Baca dan pahami baik-baik setiap pernyataan. Anda diminta untuk
mengemukakan apakah pernyataan-pernyataan tersebut sesuai dengan diri Anda
dengan cara memberi tanda silang (X) pada salah satu dari empat kolom yang
tersedia yang memiliki arti sebagai berikut:
SS : Sangat Setuju
S : Setuju
TS : Tidak Setuju
STS : Sangat Tidak Setuju
Contoh :
Jika Anda Sangat Setuju dengan pernyataan.
No Pernyataan SS S TS STS
1 Saya suka membaca buku X
Hal ini berarti bahwa Anda sangat menyukai kegiatan membaca buku.
Skala I
No. Pernyataan SS S TS STS
1. Saya bersikap tidak peduli terhadap pasangan
ketika kami sedang berselisih.
2. Pasangan bersikap tidak peduli ketika kami
sedang berselisih.
3. Saya menjelaskan pendapat saya ketika tidak
setuju dengan pasangan.
4. Pasangan menjelaskan pendapatnya ketika tidak
setuju dengan saya.
5. Saya sengaja mengeluarkan pendapat yang dapat
membuat pasangan kesal.
6. Pasangan sengaja mengeluarkan pendapat yang
membuat saya kesal.
7. Saya mengalami keseleo, memar, atau luka akibat
bertengkar dengan pasangan.
8. Pasangan mengalami keseleo, memar, atau luka
akibat bertengkar dengan saya.
9. Saya menghargai perasaan pasangan.
10. Pasangan menghargai perasaan saya.
11. Saya merasa tertekan ketika bermasalah dengan
pasangan.
12. Pasangan merasa tertekan ketika bermasalah
dengan saya.
13. Saya menampar pasangan.
14. Pasangan menampar saya.
15. Saya memanggil pasangan gendut atau jelek.
16. Pasangan memanggil saya gendut atau jelek.
17. Saya merusak barang milik pasangan.
18. Pasangan merusak barang milik saya.
19. Saya berteriak kepada pasangan saya.
20. Pasangan berteriak kepada saya.
21. Saya menilai pasangan saya sebagai pasangan
yang buruk.
22. Pasangan menilai saya sebagai pasangan yang
buruk.
23. Saya menarik pasangan dengan paksa.
24. Pasangan menarik saya dengan paksa.
25. Saya memaksa pasangan secara fisik untuk
berhubungan seks.
26. Pasangan memaksa secara fisik untuk
berhubungan seks dengan saya.
27. Saya keluar dari ruangan atau rumah ketika
berselisih dengan pasangan.
No. Pernyataan SS S TS STS
28. Pasangan keluar dari ruangan atau rumah ketika
berselisih dengan saya.
29. Saya menuntut pasangan untuk berhubungan seks
ketika pasangan tidak menginginkannya (tanpa
paksaan fisik).
30. Pasangan menuntut saya untuk berhubungan seks
ketika saya tidak menginginkannya (tanpa
paksaan fisik).
31. Saya mengusulkan untuk bersepakat ketika
berselisih paham.
32. Pasangan mengusulkan untuk bersepakat ketika
berselisih paham.
Skala II
No. Pernyataan SS S TS STS
1. Saya merupakan orang yang suka berbicara.
2. Saya mengerjakan pekerjaan dengan teliti.
3. Saya merupakan orang yang pendiam.
4. Saya tertekan dan sedih.
5. Saya orang yang penuh energi.
6. Saya pekerja yang dapat diandalkan.
7. Saya memiliki emosi yang stabil dan tidak
mudah marah.
8. Saya cenderung berantakan.
9. Saya merupakan orang yang dapat menangani
stres dengan baik.
10. Saya cenderung malas.
11. Saya memiliki kepribadian yang tegas.
12. Saya gigih mengerjakan tugas sampai selesai.
13. Saya terkadang pemalu.
14. Saya mudah gugup.
15. Saya orang yang ramah dan suka bergaul.
16. Saya mudah murung.
17. Saya mudah terganggu.
18. Saya sering merasa cemas.
Skala III
No. Pernyataan SS S TS STS
1. Saya memiliki beberapa orang yang bisa
diandalkan ketika membutuhkan bantuan.
2. Saya merasa tidak mempunyai hubungan akrab
dengan orang lain.
3. Tidak ada orang yang bisa dimintai nasihat
ketika saya sedang mengalami tekanan.
4. Saya diandalakan oleh beberapa orang untuk
dimintai bantuan.
5. Beberapa orang senang melakukan aktivitas
sosial bersama saya.
6. Orang lain tidak melihat saya sebagai orang
yang berkompeten.
7. Saya merasa menjadi bagian dari suatu
kelompok dimana saya bisa berbagi sikap dan
keyakinan dengan mereka.
8. Saya tidak merasa orang lain menghormati
keahlian dan kemampuan saya.
9. Apabila terjadi sesuatu, tidak ada yang
membutuhkan bantuan saya.
10. Saya memiliki hubungan akrab yang dapat
memberikan rasa aman dan bahagia.
11. Ada seseorang yang dapat diajak bicara tentang
keputusan penting dalam hidup saya.
12. Saya memiliki hubungan dimana keahlian dan
kompetensi saya diakui.
13. Tidak ada yang bisa saya ajak berbagi minat atau
membicarakan suatu masalah.
14. Tidak ada orang yang mempercayai saya untuk
kebahagiaan mereka.
15. Ada orang yang bisa saya percaya untuk
dimintai nasihat ketika sedang ada masalah.
16. Saya memiliki ikatan emosional yang kuat
setidaknya dengan satu orang.
17. Tidak ada yang bisa diandalkan untuk dimintai
pertolongan ketika saya sangat
membutuhkannya.
18. Tidak ada orang yang nyaman untuk diajak
bicara mengenai permasalahan saya.
19. Kemampuan dan bakat saya dipuji oleh beberapa
orang.
20. Ada beberapa orang yang bisa saya andalkan dalam keadaan darurat.
PETUNJUK PENGISIAN SKALA IV
Kuesioner ini terdiri dari empat bagian dengan butir-butir pernyataan yang
berbeda. Baca dan pahami baik-baik setiap pernyataan. Anda diminta untuk
mengemukakan apakah pernyataan-pernyataan tersebut sesuai dengan diri Anda
dengan cara memberi tanda silang (X) pada salah satu dari empat kolom yang
tersedia yang memiliki arti sebagai berikut:
SS : Sangat Sering
S : Sering
J : Jarang
TP : Tidak Pernah
Contoh :
Jika Anda merasa jarang melakukan seperti yang ada dalam pernyataan.
No Pernyataan SS S J TP
1 Saya suka membaca buku X
Hal ini berarti bahwa Anda jarang atau hanya sesekali membaca buku.
Skala IV
No. Pernyataan SS S J TP
1. Saya merasakan adanya Tuhan
2. Saya menemukan kekuatan dan kenyamanan
dalam agama saya.
3. Saya merasa sangat damai dan selaras.
4. Saya merasa Tuhan mencintai saya, baik itu
langsung maupun lewat orang lain.
5. Saya merasa bertanggung jawab untuk
mengurangi penderitaan yang dialami orang lain.
6. Saya menghormati tradisi yang dimiliki orang
lain.
7. Saya memberikan sejumlah uang untuk
membantu orang lain.
8. Saya menghormati orang yang lebih tua.
9. Ketika menghadapi masalah, saya yakin bahwa
Tuhan mencintai saya dan menyiapkan masa
depan yang lebih baik untuk saya.
10. Saya percaya Tuhan selalu mengawasi saya.
11. Saya percaya sesuatu terjadi tidak hanya
kebetulan.
12. Saya memaafkan diri saya atas kesalahan yang
saya perbuat.
13. Saya sulit mengakui kesalahan yang saya
perbuat.
14. Saya sudah memaafkan orang yang menyakiti
saya.
15. Saya percaya ketika orang meminta maaf,
mereka melakukan hal tersebut dengan
bersungguh-sungguh.
16. Saya tahu Tuhan mengampuni saya.
17. Saya yakin Tuhan akan menghukum saya.
18. Saya menonton atau mendengarkan program
religi di televisi atau radio.
19. Saya membaca kitab suci atau buku tentang
agama.
20. Saya berdoa sehabis dan sesudah makan.
21. Saya mencari pelajaran yang dipetik dari
masalah yang dihadapi.
22. Saya mengakui kesalahan saya dan memohon
ampun kepada Tuhan.
23. Saya membutuhkan Tuhan untuk kekuatan,
dukungan, dan petunjuk.
24. Saya percaya adanya hari akhir atau kiamat.
LAMPIRAN 2
Contoh Output LISREL
DATE: 10/ 8/2014 TIME: 15:21 L I S R E L 8.70 BY Karl G. Jöreskog & Dag Sörbom This program is published exclusively by Scientific Software International, Inc. 7383 N. Lincoln Avenue, Suite 100 Lincolnwood, IL 60712, U.S.A. Phone: (800)247-6113, (847)675-0720, Fax: (847)675-2140 Copyright by Scientific Software International, Inc., 1981-2004 Use of this program is subject to the terms specified in the Universal Copyright Convention. Website: www.ssicentral.com The following lines were read from file D:\olah data\KEPRIBADIAN\KEPRIBADIAN-EXTRA.spl: uji konstruk kepribadian dimensi EXTRAVERSION DA NI=18 NO=200 MA=PM LA X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 X10 X11 X12 X13 X14 X15 X16 X17 X18 PM SY FI=KEPRIBADIAN.COR SE 1 3 5 11 13 15/ MO NX=6 NK=1 LX=FR PH=ST TD=SY LK EXTRA FR LX 1 1 - LX 6 1 FR TD 4 3 TD 6 4 TD 6 3
PD OU SS TV MI uji konstruk kepribadian dimensi EXTRAVERSION Number of Input Variables 18 Number of Y - Variables 0 Number of X - Variables 6 Number of ETA - Variables 0 Number of KSI - Variables 1 Number of Observations 200 uji konstruk kepribadian dimensi EXTRAVERSION Correlation Matrix X1 X3 X5 X11 X13 X15 -------- -------- -------- -------- -------- -------- X1 1.00 X3 0.59 1.00 X5 0.18 0.16 1.00 X11 0.04 -0.04 0.50 1.00 X13 0.24 0.08 0.00 -0.05 1.00 X15 0.38 0.41 0.45 0.35 0.05 1.00 uji konstruk kepribadian dimensi EXTRAVERSION Parameter Specifications LAMBDA-X EXTRA -------- X1 1 X3 2 X5 3 X11 4 X13 5 X15 6 THETA-DELTA
X1 X3 X5 X11 X13 X15 -------- -------- -------- -------- -------- -------- X1 7 X3 0 8 X5 0 0 9 X11 0 0 10 11 X13 0 0 0 0 12 X15 0 0 13 14 0 15 uji konstruk kepribadian dimensi EXTRAVERSION Number of Iterations = 9 LISREL Estimates (Maximum Likelihood) LAMBDA-X EXTRA -------- X1 0.74 (0.08) 9.62 X3 0.80 (0.08) 10.22 X5 0.21 (0.08) 2.63 X11 -0.01 (0.08) -0.15 X13 0.19 (0.08) 2.35 X15 0.51 (0.08)
6.76 PHI EXTRA -------- 1.00 THETA-DELTA X1 X3 X5 X11 X13 X15 -------- -------- -------- -------- -------- -------- X1 0.45 (0.08) 5.34 X3 - - 0.36 (0.09) 4.06 X5 - - - - 0.95 (0.10) 9.82 X11 - - - - 0.50 1.00 (0.08) (0.10) 6.43 9.97 X13 - - - - - - - - 0.96 (0.10) 9.87 X15 - - - - 0.34 0.35 - - 0.74 (0.07) (0.07) (0.08) 4.93 5.13 8.84 Squared Multiple Correlations for X - Variables X1 X3 X5 X11 X13 X15 -------- -------- -------- -------- -------- --------
0.55 0.64 0.05 0.00 0.04 0.26 Goodness of Fit Statistics Degrees of Freedom = 6 Minimum Fit Function Chi-Square = 11.48 (P = 0.075) Normal Theory Weighted Least Squares Chi-Square = 10.98 (P = 0.089) Estimated Non-centrality Parameter (NCP) = 4.98 90 Percent Confidence Interval for NCP = (0.0 ; 18.40) Minimum Fit Function Value = 0.058 Population Discrepancy Function Value (F0) = 0.025 90 Percent Confidence Interval for F0 = (0.0 ; 0.092) Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA) = 0.065 90 Percent Confidence Interval for RMSEA = (0.0 ; 0.12) P-Value for Test of Close Fit (RMSEA < 0.05) = 0.29 Expected Cross-Validation Index (ECVI) = 0.21 90 Percent Confidence Interval for ECVI = (0.18 ; 0.27) ECVI for Saturated Model = 0.21 ECVI for Independence Model = 1.43 Chi-Square for Independence Model with 15 Degrees of Freedom = 272.55 Independence AIC = 284.55 Model AIC = 40.98 Saturated AIC = 42.00 Independence CAIC = 310.34 Model CAIC = 105.46 Saturated CAIC = 132.26 Normed Fit Index (NFI) = 0.96 Non-Normed Fit Index (NNFI) = 0.95 Parsimony Normed Fit Index (PNFI) = 0.38 Comparative Fit Index (CFI) = 0.98 Incremental Fit Index (IFI) = 0.98 Relative Fit Index (RFI) = 0.89 Critical N (CN) = 292.49 Root Mean Square Residual (RMR) = 0.036 Standardized RMR = 0.036
Goodness of Fit Index (GFI) = 0.98 Adjusted Goodness of Fit Index (AGFI) = 0.94 Parsimony Goodness of Fit Index (PGFI) = 0.28 uji konstruk kepribadian dimensi EXTRAVERSION Modification Indices and Expected Change No Non-Zero Modification Indices for LAMBDA-X No Non-Zero Modification Indices for PHI Modification Indices for THETA-DELTA X1 X3 X5 X11 X13 X15 -------- -------- -------- -------- -------- -------- X1 - - X3 0.38 - - X5 0.01 0.02 - - X11 2.59 2.33 - - - - X13 8.58 5.72 0.04 0.10 - - X15 1.75 2.46 - - - - 0.28 - - Expected Change for THETA-DELTA X1 X3 X5 X11 X13 X15 -------- -------- -------- -------- -------- -------- X1 - - X3 -0.22 - - X5 -0.01 0.01 - - X11 0.09 -0.09 - - - - X13 0.18 -0.15 -0.01 -0.02 - - X15 -0.13 0.17 - - - - -0.03 - - Maximum Modification Index is 8.58 for Element ( 5, 1) of THETA-DELTA uji konstruk kepribadian dimensi EXTRAVERSION Standardized Solution LAMBDA-X EXTRA
-------- X1 0.74 X3 0.80 X5 0.21 X11 -0.01 X13 0.19 X15 0.51 PHI EXTRA -------- 1.00 Time used: 0.062 Seconds
LAMPIRAN 3
Hasil Output SPSS
Independent Sample T-test Faktor Demografi Jenis Kelamin Group Statistics
JK N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
MaritalConflict Laki-laki 102 50.0862 9.73125 .96354
Perempuan 98 49.9102 9.75317 .98522
Independent Samples Test
Levene's Test for
Equality of Variances t-test for Equality of Means
95% Confidence Interval of the Difference
F Sig. t Df
Sig. (2-tailed)
Mean Difference
Std. Error Difference Lower Upper
MaritalConflict
Equal variances assumed
.000 .987 .128 198 .899 .17599 1.37800 -2.54146 2.89343
Equal variances not assumed
.128 197.644
.899 .17599 1.37806 -2.54161 2.89358
Independent Sample One Way Anova Faktor Demografi Usia Ketika Menikah Descriptives
MaritalConflict
N Mean Std.
Deviation Std. Error
95% Confidence Interval for Mean
Minimum Maximum Lower Bound Upper Bound
16-23 80 51.8159 9.53722 1.06629 49.6935 53.9383 33.56 69.16
24-31 104 49.7524 9.61639 .94296 47.8823 51.6226 33.56 72.59
32 keatas 16 42.5298 7.82887 1.95722 38.3581 46.7015 34.79 59.83
Total 200 50.0000 9.71788 .68716 48.6450 51.3550 33.56 72.59
ANOVA
MaritalConflict
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 1163.016 2 581.508 6.498 .002
Within Groups 17630.001 197 89.492
Total 18793.017 199
Independent Sample One Way Anova Faktor Demografi Pendapatan Descriptives
MaritalConflict
N Mean Std.
Deviation Std. Error
95% Confidence Interval for Mean
Minimum Maximum Lower Bound Upper Bound
lower 114 48.7965 9.54242 .89373 47.0259 50.5671 33.93 72.59
middle 65 52.6081 9.59721 1.19039 50.2300 54.9862 33.56 62.88
upper 21 48.4607 9.87839 2.15564 43.9641 52.9572 34.86 60.48
Total 200 50.0000 9.71788 .68716 48.6450 51.3550 33.56 72.59
ANOVA
MaritalConflict
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 657.023 2 328.511 3.568 .030
Within Groups 18135.995 197 92.061
Total 18793.017 199
Independent Sample One Way Anova Faktor Demografi Pendidikan Descriptives
MaritalConflict
N Mean Std.
Deviation Std. Error
95% Confidence Interval for Mean
Minimum Maximum Lower Bound Upper Bound
SD 23 50.3459 8.07211 1.68315 46.8553 53.8366 35.78 64.21
SMP 23 51.2313 9.96665 2.07819 46.9214 55.5412 36.29 69.16
SMA 101 51.0632 9.76664 .97182 49.1351 52.9913 33.93 72.59
Diploma 8 53.5285 9.65561 3.41377 45.4562 61.6008 38.56 62.60
S1 36 47.4715 9.85066 1.64178 44.1385 50.8045 33.56 60.51
S2 9 41.0154 6.87861 2.29287 35.7280 46.3027 34.86 57.19
Total 200 50.0000 9.71788 .68716 48.6450 51.3550 33.56 72.59
ANOVA
MaritalConflict
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 1208.063 5 241.613 2.666 .023
Within Groups 17584.955 194 90.644
Total 18793.017 199
Independent Sample T-test Faktor Demografi Riwayat Orang Tua Bercerai Group Statistics
CeraiOrtu N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
MaritalConflict Bercerai 13 54.5118 9.21090 2.55464
Tidak Bercerai 186 49.6667 9.72001 .71271
Independent Samples Test
Levene's Test for Equality of
Variances t-test for Equality of Means
95% Confidence Interval of the
Difference
F Sig. t Df
Sig. (2-tailed)
Mean Difference
Std. Error Difference Lower Upper
MaritalConflict
Equal variances assumed
.145 .703 1.743 197 .083 4.84504 2.77979 -.63691
10.32700
Equal variances not assumed
1.827 13.935 .089 4.84504 2.65220 -.84584
10.53593
Independent Sample T-test Faktor Demografi Riwayat Berpacaran Sebelum
Menikah Group Statistics
Pacaran N Mean Std. Deviation Std. Error Mean
MaritalConflict Tidak Berpacaran 23 49.1923 12.28932 2.56250
Berpacaran 177 50.1049 9.37037 .70432
Independent Samples Test
Levene's Test for
Equality of Variances t-test for Equality of Means
95% Confidence Interval of the
Difference
F Sig. t Df
Sig. (2-tailed)
Mean Difference
Std. Error Difference Lower Upper
MaritalConflict
Equal variances assumed
10.347 .002 -.423 198 .673 -.91260 2.15841 -5.16903 3.34382
Equal variances not assumed
-.343 25.431 .734 -.91260 2.65753 -6.38119 4.55598
Hasil Output SPSS Regression Model Summary
Model R R
Square Adjusted R
Square Std. Error of the Estimate
Change Statistics
R Square Change F Change df1 df2
Sig. F Change
1 .654a .428 .394 7.56344 .428 12.774 11 188 .000
a. Predictors: (Constant), Pacaran, Pendididkan, NEUROT, JK, CeraiOrtu, CONCENT, Religi, EXTRAV, UsiaNikah, DukSos, Pendptn
ANOVA
b
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 8038.356 11 730.760 12.774 .000a
Residual 10754.662 188 57.206
Total 18793.017 199
a. Predictors: (Constant), Pacaran, Pendididkan, NEUROT, JK, CeraiOrtu, CONCENT, Religi, EXTRAV, UsiaNikah, DukSos, Pendptn
b. Dependent Variable: MaritalConflict
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) 81.583 7.402 11.022 .000
EXTRAV -.048 .073 -.041 -.657 .512
CONCENT -.144 .068 -.126 -2.122 .035
NEUROT .094 .072 .079 1.303 .194
DukSos .057 .066 .056 .872 .385
Religi -.560 .061 -.561 -9.133 .000
JK -.859 1.258 -.044 -.683 .495
UsiaNikah -3.060 .975 -.194 -3.139 .002
Pendptn 1.949 1.008 .136 1.934 .055
Pendididkan -.580 .545 -.078 -1.064 .289
CeraiOrtu .237 1.958 .007 .121 .904
Pacaran 3.008 1.768 .099 1.701 .091
a. Dependent Variable: MaritalConflict
Hasil Output SPSS Proporsi Varians Masing-masing Independent Variable Model Summary
Model R R
Square Adjusted R
Square Std. Error of the
Estimate
Change Statistics
R Square Change
F Change df1 df2
Sig. F Change
1 .149a .022 .017 9.63291 .022 4.526 1 198 .035
2 .206b .042 .033 9.55827 .020 4.104 1 197 .044
3 .209c .044 .029 9.57528 .001 .301 1 196 .584
4 .223d .050 .030 9.56986 .006 1.222 1 195 .270
5 .609e .371 .355 7.80306 .322 99.303 1 194 .000
6 .609f .371 .352 7.82315 .000 .005 1 193 .947
7 .638g .407 .386 7.61615 .036 11.634 1 192 .001
8 .644h .415 .391 7.58444 .008 2.609 1 191 .108
9 .647i .419 .391 7.58123 .004 1.162 1 190 .282
a. Predictors: (Constant), EXTRAV
b. Predictors: (Constant), EXTRAV, CONCENT
c. Predictors: (Constant), EXTRAV, CONCENT, NEUROT
d. Predictors: (Constant), EXTRAV, CONCENT, NEUROT, DukSos
e. Predictors: (Constant), EXTRAV, CONCENT, NEUROT, DukSos, Religi
f. Predictors: (Constant), EXTRAV, CONCENT, NEUROT, DukSos, Religi, JK
g. Predictors: (Constant), EXTRAV, CONCENT, NEUROT, DukSos, Religi, JK, UsiaNikah
h. Predictors: (Constant), EXTRAV, CONCENT, NEUROT, DukSos, Religi, JK, UsiaNikah, Pendptn
i. Predictors: (Constant), EXTRAV, CONCENT, NEUROT, DukSos, Religi, JK, UsiaNikah, Pendptn, Pendididkan
Model Summary
Model R R
Square Adjusted R
Square Std. Error of the
Estimate
Change Statistics
R Square Change
F Change df1 df2
Sig. F Change
1 .647a .419 .391 7.58123 .419 15.220 9 190 .000
2 .647b .419 .388 7.60125 .000 .000 1 189 .985
3 .654c .428 .394 7.56344 .009 2.894 1 188 .091
a. Predictors: (Constant), Pendididkan, CONCENT, JK, NEUROT, Religi, EXTRAV, UsiaNikah, DukSos, Pendptn
b. Predictors: (Constant), Pendididkan, CONCENT, JK, NEUROT, Religi, EXTRAV, UsiaNikah, DukSos, Pendptn, CeraiOrtu
c. Predictors: (Constant), Pendididkan, CONCENT, JK, NEUROT, Religi, EXTRAV, UsiaNikah, DukSos, Pendptn, CeraiOrtu, Pacaran