FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI INTENSI...
Transcript of FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI INTENSI...
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI INTENSI
MENGGUNAKAN BUS TRANSJAKARTA
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi.)
Oleh:
Novia Ulfi Pratama Putri
NIM: 11140700000144
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1440 H/2019 M
FAKTOR.FAKTOR YAI\G MEMEITGARUHI II{TENSI
MENGGIII{AKAI\{ BUS TRANSJAKARTA
SkripsiIliajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Psikologi {S.fsi}
Oleh:
Novia Ulfi Pratam* PutriNIM: 11140700000144
Pemtrimbing
Miftahuddin. M.SiNrP. 19?30317 200604 1 001
TAKULTAS PSTKOLOGI
TINTVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAHJAKARTA
1440 H / 2019M
rI
LEMBAR PENGESAHAN
Skripsi berjudul "FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI INTENSI
MENGGUNAKAN BUS TRANSJAKARTA" telah diujikan dalam sidang
rnunaqosah Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta pada tanggal Februari 2019. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu
syarat untuk memperoleh gelar sarjana Psikologi (S.Psi) pada Fakultas Psikologi.
Iakarta, Februari 20i9
Sidang Munaqasyah
Dekan/Ketua Merangkap Anggota
Lianv Luzvinda, M.SiNIP. 19780216 200710 2 000
g., M.Si
Anggota
Miftahuddin. M.SiNrP. 19730317 200604 r 001
Wakil Dekan/Sekretaris Merafgkap Anggota
J
(\yDr. Abdul Rahman Shaleh.'M.SiNIP. 19720823 199903 1 002
4x#t',Desi Yustari Muchtar. NI. PsiNIP. 19821214 20A801 2 006
NIP.19680 614 1991
1.
LE]!{I]AR T'ERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan ciibawah ini:
Nama: Novia Uifi Pratama Putri
htTL4: 1 1 i4070tX100 1,+:i
Skripsi ini merupakan hasii karya asii sal,a -vang diajukan untuk memenuhi
salah satu pels-varatan memperoleh gelar sarjana straia satu (Si) di UIli
Syarif Hida,vatul lah J akar-ta.
Semua sumber -vang sa-ya gunakan dalam pentilisan ini telair sa.ya
c;rntumkan sesriai dengan keterntuan -vang trerlaku"
Jika di kemudian hari terbukti bahr+,a karya ini bukan hasii kaq,a asli se3ra
atau merupakan hasii jiplakan dari kar,va orang lain. maka sarva her-sedia
rnenerima sanksi yang berlaku di UN Syarif Hidayatuliah Jakarta.
Jakarta. 6 Februari 201Q
a
2.
NIM: 11140700000144
v
MOTTO
GNOTHI SEAUTON
“Kenalilah Dirimu Sendiri”
-Socrates-
“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah, bacalah, dan
Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, Yang Mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam, Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak
diketahuinya”
QS. al-Alaq: 1-5
vi
ABSTRAK
(A) Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(B) 6 Februari 2019
(C) Novia Ulfi Pratama Putri
(D) Faktor-faktor yang memengaruhi intensi menggunakan bus transjakarta
(E) xiii + 99 halaman + 20 lampiran
(F) Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh sikap, norma subjektif,
persepsi kontrol perilaku, persepsi kualitas layanan dan faktor demografi
terhadap intensi menggunakan bus transjakarta. Populasi pada penelitian ini
adalah pengguna bus transjakarta, sampel berjumlah 324 orang dengan teknik
non-probability sampling yaitu convenience sampling. Penulis mengadaptasi
instrumen menggunakan skala theory planned behavior Bamberg, Ajzen, dan
Schmidt (2003) dan skala persepsi kualitas layanan Parasuraman (1988).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengaruh sikap, norma subjektif,
persepsi kontrol perilaku, persepsi kualitas layanan dan faktor demografi
terhadap intensi menggunakan kembali bus transjakarta sebesar 63.5%,
sedangkan 37.5% sisanya dipengaruhi oleh variabel lain diluar penelitian ini.
Hasil dari koefisien regresi menunjukkan bahwa behavioral belief, evaluation
outcome, normative belief, control belief, perceived power dan
responsiveness memiliki pengaruh yang signifikan terhadap intensi
menggunakan bus transjakarta. Sementara untuk motivation to comply,
tangibles, reliability, assurance, emphaty, usia dan penghasilan tidak
memberikan pengaruh yang signifikan.
Penelitian selanjutnya diharapkan dapat mengembangkan penelitian ini
dengan melibatkan variabel lain, seperti trust, gaya hidup, pengetahuan,
keterlibatan, dll. Hasil penelitian ini pun dapat dijadikan saran positif bagi
pengelola transjakarta dalam rangka meningkatkan penggunaan bus
transjakarta, seperti berfokus pada sikap, norma subjektif, kontrol perilaku,
serta layanan yang responsif.
(G) Bahan bacaan : 46; 17 buku + 25 jurnal + 4 link
vii
ABSTRACT
(A) Faculty of Psychology at the State Islamic University Syarif Hidayatullah
Jakarta
(B) 6 February 2019
(C) Novia Ulfi Pratama Putri
(D) Factors influence the intention to use the Transjakarta Bus
(E) xiii + 99 pages + 20 attachments
(F) This research was conducted to determine the effect of attitudes, subjective
norms, perceptions of behavioral control, perceptions of service quality and
demographic factors on the intention to use Transjakarta buses. The population in
this study were Transjakarta bus users, a sample of 324 people with non-
probability sampling techniques namely convenience sampling. The author
adapted the instrument using a scale theory of planned behavior of Bamberg,
Ajzen, and Schmidt (2003) and the scale of perceptions of quality of service
Parasuraman (1988).
The results showed that the influence of attitudes, subjective norms, perceptions
of behavioral control, perceptions of service quality and demographic factors on
the intention to reuse Transjakarta buses was 63.5%, while the remaining 37.5%
was influenced by other variables outside of this study. The results of the
regression coefficients indicate that the behavioral belief, evaluation outcome,
normative belief, belief control, perceived power and responsiveness have a
significant influence on the intention to use the Transjakarta bus. While
motivation to comply, tangibles, reliability, assurance, empathy, age and income
do not have a significant effect.
Future research is expected to develop this research by involving other variables,
such as trust, lifestyle, knowledge, involvement, etc. The results of this study can
also be used as a positive suggestion for managers of Transjakarta in order to
increase the use of Transjakarta buses, such as focusing on attitudes, subjective
norms, behavioral control, and responsive services.
G) Reading materials : 46; 17 books + 25 journals + 4 links
vii
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah Ta’la yang tak henti-hentinya menurunkan nikmat dan
berkah yang senantiasa dirasakan oleh penulis. Salah satu berkah yang penulis
rasakan adalah dapat menempuh perkuliahan dengan baik dan lancar tanpa ada
suatu kendala yang berarti, dan diberikan kemudahan dalam menyelesaikan tugas
akhir berupa skripsi ini. Tercurah shalawat serta salam untuk manusia terbaik
sepanjang zaman dan berakhlak sempurna, Baginda Nabi Muhammad Salallahu
‘alaihi wa salam, juga keluarga serta sahabatnya. Semoga kelak penulis dapat
berkumpul bersama di surga kelak.
Skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik tak lepas dari bantuan berbagai pihak,
baik dalam dukungan moril, materiil dan do’a. Oleh karena itu, dengan segala
kerendahan hati, penulis berterima kasih kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Abdul Mujib, M.Ag, M.Si, Dekan Fakultas Psikologi UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta periode 2014-2019 , beserta jajarannya.
2. Bapak Miftahuddin, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi. Terima kasih atas
segala bimbingan, nasihat serta motivasi untuk segera menyelesaikan skripsi ini.
3. Seluruh penumpang bus transjakarta yang telah bersedia dan menyempatkan
waktunya dalam penelitian ini.
4. Kepada ayahku Budiono, ibuku Vinolia (Rahimahullah), umiku Eva Ratih
Rahayu, serta adik-adikku Tio, Nabila, dan Rama yang sangat penulis cintai dan
banggakan, Terima kasih atas doa, dukungan untuk penulis di saat suka maupun
duka. Tak pernah lelah memberikan motivasi dan saran yang membangun dalam
setiap langkah penulis.
viii
5. Sahabat SMA penulis Gita, Ridha, dan Diah terima kasih atas doa dan
dukungan kepada penulis.
6. Pejuang S.Psi. (Vero, Eno, Icha, Shafira, Inay, Indri, Ziah, Nia, Sahida, Gio,
Desri), dan teman-teman Psikologi UIN Jakarta Angkatan 2014 terima kasih atas
dukungan, pelajaran, bantuan, teman diskusi yang menemani penulis selama ini.
7. Dan, seluruh pihak yang tidak dapat dituliskan satu persatu, atas semua bantuan
dan doanya. Semoga kebaikan kalian semua dibalas dengan sebaik-baik balasan
oleh Allah swt.
Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat untuk banyak orang dan
pihak yang terkait. Skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan serta
keterbatasan. Penulis menerima kritik dan saran yang membangun agar skripsi ini
semakin baik.
Jakarta, 6 Februari 2019
Penulis
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
HALAMAN PERSETUJUAN ii
HALAMAN PENGESAHAN iii
LEMBAR PERNYATAAN iv
MOTTO v
ABSTRAK vi
KATA PENGANTAR viii
DAFTAR ISI ix
DAFTAR TABEL xii
DAFTAR GAMBAR xiii
DAFTAR LAMPIRAN xiv
BAB 1 PENDAHULUAN 1-10
1.1 Latar Belakang Masalah 1
1.2 Pembatasan dan Perumusan Masalah 7
1.2.1 Pembatasan Masalah 7
1.2.2 Perumusan Masalah 8
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 9
1.3.1 Tujuan Penelitian 9
1.3.2 Manfaat Penelitian 10
1.3.3 Manfaat Praktis 10
BAB 2 LANDASAN TEORI 11-43
2.1 Intensi 11
2.1.1 Definisi Intensi 11
2.1.2 Aspek-aspek yang memengaruhi Intensi 14
2.1.3 Faktor-faktor yang memengaruhi Intensi 14
2.1.4 Pengukuran Intensi 23
2.2 Sikap 24
2.2.1 Definisi Sikap 24
2.2.2 Aspek-aspek sikap 25
2.2.3 Pengukuran Sikap 26
2.3 Norma Subjektif 27
2.3.1 Definisi Norma Subjektif 27
2.3.2 Aspek-aspek Norma Subjektif 28
2.3.3 Pengukuran Norma Subjektif 28
2.4 Persepsi Kontrol Perilaku 29
2.4.1 Definisi Persepsi Kontrol Perilaku 29
x
2.4.2 Aspek-aspek Persepsi Kontrol Perilaku 30
2.4.3 Pengukuran Persepsi Kontrol Perilaku 31
2.5 Persepsi Kualitas Layanan 32
2.5.1 Definisi Kualitas Layanan 32
2.5.2 Dimensi-dimensi Kualitas Layanan 34
2.5.3 Pengukuran Kualitas Layanan 35
2.6 Faktor Demografi 35
2.6.1 Usia 35
2.6.2 Penghasilan 36
2.7 Kerangka Berpikir 37
2.8 Hipotesis Penelitian 42
BAB 3 METODE PENELITIAN 44-68
3.1 Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel 39
3.2 Variabel Penelitian 48
3.3 Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data 48
3.3.1 Teknik Pengumpulan Data 48
3.3.2 Instrumen Pengumpulan Data 49
3.3.3 Skala Intensi menggunakan bus transjakarta 49
3.3.4 Skala Sikap 50
3.3.5 Skala Norma Subjektif 51
3.3.6 Skala Persepsi Kontrol Perilaku 51
3.3.7 Skala Persepsi Kualitas Layanan 52
3.4 Uji Validitas Konstruk 52
3.4.1 Uji Validitas Konstruk Variabel Intensi menggunakanbus
transjakarta 54
3.4.2 Uji Validitas Konstruk Variabel Sikap 56
3.4.3 Uji validitas Konstruk Norma Subjektif 58
3.4.4 Uji validitas Kosntruk Persepsi Kontrol Perilaku 60
3.4.5 Uji Validitas Konstruk Variabel Persepsi Kualitas Layaan 62
3.5 Teknik Analisis Data 66
BAB 4 HASIL PENELITIAN 69-84
4.1 Gambaran Subjek 69
4.2 Statistik Deskriptif Variabel Penelitian 70
4.3 Kategorisasi Skor Variabel 72
4.4 Uji hipotesis penelitian 76
4.4.1 Analisis Regresi Variabel Penelitian 76
4.4.2 Proporsi Varians Untuk Masing-Masing Variabel Penelitian 81
xi
BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN 85-94
5.1 Kesimpulan 85
5.2 Diskusi 86
5.3 Saran 91
5.3.1 Saran Teoritis 91
5.3.2 Saran Praktis 92
DAFTAR PUSTAKA 95
LAMPIRAN 100
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Format Skoring Skala Likert 49
Tabel 3.2 Blue Print Skala Intensi Menggunakan bus transjakarta 50
Tabel 3.3 Blue Print Sikap 50
Tabel 3.4 Blue Print Norma Subjektif 51
Tabel 3.5 Blue Print Persepsi Kontrol Perilaku 51
Tabel 3.6 Blue Print Persepsi Kualitas Layanan 52
Tabel 3.7 Muatan Faktor Item Intensi 55
Tabel 3.8 Muatan Faktor Item Behavioral Belief 56
Tabel 3.9 Muatan Faktor Item Evaluation Outcome 57
Tabel 3.10 Muatan Faktor Item Normative Belief 58
Tabel 3.11 Muatan Faktor Item Motivation to Comply 59
Tabel 3.12 Muatan Faktor Item Control Belief 60
Tabel 3.13 Muatan Faktor Item Perceived Power 61
Tabel 3.14 Muatan Faktor item Tangibles 62
Tabel 3.15 Muatan Faktor Item Reliability 63
Tabel 3.16 Muatan Faktor Item Responsiveness 64
Tabel 3.17 Muatan Faktor Item Assurance 65
Tabel 3.18 Muatan Faktor Item Emphaty 66
Tabel 4.1 Gambaran Umum Responden 69
Tabel 4.2 Deskripsi Statistik Variabel Penelitian 71
Tabel 4.3 Norma Skor Variabel 72
Tabel 4.4 Kategorisasi Skor Variabel 72
Tabel 4.5 R Square 77
Tabel 4.6 ANOVA 77
Tabel 4.7 Koefisien Regresi 78
Tabel 4.8 Proporsi Varians 81
xiii
DAFTAR GAMBAR
2.1 Gambar theory of planned behavior 13
2.2 Gambar Kerangka Berpikir 41
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Kuesioner 100
Lampiran 2 Syantax dan Path Diagram Intensi 106
Lampiran 3 Output Regresi 116
Lampiran 4 Tabel Validitas Intensi 118
Lampiran 5 SERVQUAL Parasuraman 119
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Masalah kemacetan bukan hanya dapat dilihat dari sisi teknologi, transportasi,
ekonomi, lingkungan, namun juga dapat dilihat dari sisi psikologis. Sebuah
penelitian pun memprediksi bahwa Jakarta akan mengalami kemacetan total pada
tahun 2022 (jpnn.com). Dapat dibayangkan dampak psikologis yang akan terjadi
pada saat itu. Seorang psikofisiologi Stephen Fairclough (2015) mengungkapkan
bahwa kemacetan dapat memengaruhi psikologis individu, seperti diungkapkan di
psychologytoday.com bahwa saat pengendara yang terjebak dalam kemacetan
tidak hanya stres atau marah yang muncul namun detak jantung pun akan
meningkat. Maka dari itu perlu adanya solusi mengenai permasalahan ini salah
satu solusi yang ditawarkan oleh pemerintah adalah menggunakan transportasi
umum.
Masyarakat bepergian ke tempat kerja dan sekolah pada jam sibuk di mana
waktu kemacetan lalu lintas di jalan sangat tinggi. Menurut Zailani, Mohammed,
Tajul, dan Tze-haw (2016) dalam penelitian di Malaysia mereka dapat mencapai
pekerjaan atau sekolah lebih cepat dengan menggunakan transportasi umum,
seperti bus cepat dan kereta bawah tanah. Pemerintah menyediakan berbagai
transportasi umum untuk membantu kebutuhan mobilitas masyarakat, seperti bus
transjakarta, metro mini, kopaja, KRL commuter line, angkot, hingga MRT dan
LRT. Salah satu transportasi yang diharapkan membangkitkan minat masyarakat
untuk menggunakannya adalah bus transjakarta. Bus transjakarta merupakan
2
transportasi yang disediakan pemerintah untuk menarik masyarakat agar bisa
beralih dari kendaraan pribadi, oleh karena itu berbagai fasilitas diberikan untuk
menarik masyarakat. Berbagai fasilitas yang modern telah disediakan, mulai dari
sistem pembayaran yang mudah, tarif yang terjangkau, ber-ac, serta dilengkapi
cctv untuk menjaga keamanan pun telah dilakukan untuk menarik intensi
konsumen.
Bus transjakarta sejak diluncurkan pada tahun 2007 dengan harapan
masyarakat Jakarta dan sekitarnya dapat menggunakan fasilitas umum untuk
mobilitas sehari-hari, sehingga penggunaan kendaraan pribadi setidaknya dapat
berkurang dan mereduksi kemacetan yang terjadi di Jakarta dan sekitarnya.
Penting untuk meneliti apa yang mendasari perilaku pengguna bus transjakarta,
sehingga dapat diketaui pemecahan masalah ini. Pengguna bus transjakarta
berdasarkan Data Statistik Transportasi DKI Jakarta tahun 2016 dari koridor 1
hingga koridor 12 terdapat 123.706.856 juta penumpang per tahun dari 910 bus
yang dapat beroperasional dengan baik. Angka tersebut naik dari tahun 2015
sebesar 102.950.384 juta penumpang, atau 0.83% kenaikan penumpang. Namun
berdasarkan data dari Badan Pengelola Transportasi Jakarta tahun 2017 baru
sekitar 15% penggunaan transportasi umum, ketua Dewan Transportasi Kota
Jakarta (2017) pun menambahkan bahwa pengguna transportasi umum hanya 24%
sedangkan 76% menggunakan angkutan pribadi sedangkan target 40% pada tahun
2019 (kompas.com). Dengan rincian pengguna bus transjakarta sebanyak 326.500
per hari jumlah tersebut berbanding jauh dengan pengguna kendaraan bermotor
pribadi mencapai 7.979.833 unit per hari (cnn.com). Sehingga penggunaan bus
3
transjakarta masih tergolong rendah atau kecil berdasarkan hasil data dari Dinas
Perhubungan dan Transportasi DKI Jakarta.
Penelitian terbaru yang dilakukan di Indonesia menyatakan intensi
penumpang transportasi umum untuk menggunakan kembali merupakan faktor
penting bagi kemajuan manajemen penyedia layanan transportasi umum
(Sumaedi, 2015). Menurut Sumaedi hal ini dikarenakan selalu terjadi peningkatan
pada penggunaan kendaraan pribadi namun stagnansi ataupun terjadinya
penurunan penggunaan layanan transportasi umum. Hasil wawancara kepada
beberapa pengguna Bus Transjakarta, mereka menggunakan transportasi tersebut
dikarenakan harga satu kali perjalanannya terjangkau hanya 3.500 rupiah.
Namun untuk mengubah perilaku perjalanan penting untuk memahami
prediktor psikologis menggunakan transportasi umum untuk berbagai tujuan
perjalanan. Merubah perilaku manusia untuk berpindah menggunakan transportasi
umum bukanlah hal mudah. Karena perilaku individu memengaruhi sisi
psikologis begitu pun dengan psikologis memengaruhi perilaku individu
(Bamberg & Schimdt, 1998; Heath & Gifford, 2002). Menurut sisi psikologi suatu
perilaku pasti memiliki motif atau pemicu yang mendahuluinya hal ini disebut
dengan intensi.
Definsi intensi adalah seberapa kuat motif seseorang untuk melakukan
sebuah perilaku yang telah direncanakan sebelumnya sebagai penentu dalam
mewujudkan perilaku tersebut akan dilakukan atau tidak (Ajzen,1991), pada
penelitian ini akan diteliti mengenai intensi menggunakan individu dalam
melakukan suatu perilaku. Menurut Heiller (2003) intensi membeli kembali
4
(repurchase intention) adalah penilaian individu tentang membeli kembali
layanan yang ditunjuk dari perusahaan yang sama, dengan mempertimbangkan
situasi saat ini dan kemungkinan keadaannya. Dalam intensi terdapat pengambilan
keputusan konsumen yang berlandaskan pada sebuah alasan dan harapan.
Menurut Ajzen (2005) bahwa intensi dapat secara akurat memprediksi berbagai
kecenderungan berperilaku, mulai dari membeli saham perusahaan hingga
tindakan pribadi atau sosial. Perilaku intensi mengarah pada perilaku konsumen
yang didefinisikan sebagai komitmen yang kuat untuk membeli barang dan jasa
yang sesuai dengan harapan di kemudian hari. Bukti yang ada juga mendukung
gagasan bahwa intensi didahului dengan sebuah perilaku. Penelitian ini
didasarkan pada penelitian sebelumnya oleh Nordfjærn, Ozlem dan Rundmo
(2014) bahwa intensi untuk menggunakan transportasi umum memiliki hasil yang
signifikan dengan penggunaan transportasi umum.
Intensi merujuk pada theory of planned behavior (TPB) yang
dikemukakan oleh Icek Ajzen. Sebelumnya teori intensi berasal dari theory
reasoned action (TRA) yang lalu dikembangkan kembali oleh Ajzen dan Fishben
menjadi theory of planned behavior. Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh
Donald, Cooper, dan Conchie (2014) menggunakan TPB sebagai kerangka untuk
memahami pilihan mode perjalanan dalam penelitian tersebut TPB digunakan
untuk memprediksi dan menjelaskan berbagai perilaku terkait transportasi. TPB
berpendapat bahwa perilaku dapat diprediksi oleh intensi, yang dipengaruhi oleh
sikap, norma subjektif dan persepsi kontrol perilaku yang dirasakan. Pertama,
5
sikap terhadap sebuah perilaku (attitude towards behavior) adalah hasil evaluasi
positif atau negatif individu terhadap perilaku membeli barang dan jasa.
Dalam penelitian Chen dan Chao (2011) sebuah penelitian di Taiwan
menunjukkan bahwa sikap memiliki pengaruh yang signifikan dan positif
terhadap intensi menggunakan transportasi umum. Nordfjaern (2014) pada
penelitiannya menyatakan bahwa sikap dan intensi menggunakan transportasi
memiliki pengaruh yang signifikan namun kecil. Sebuah hasil penelitian di
Malaysia, Zailani (2016) mengungkapkan bahwa pembuat kebijakan harus fokus
pada sikap, persepsi kontrol perilaku dan keseluruhan citra dalam menarik
individu untuk menggunakan transportasi umum dalam penelitiannya pengguna
transportasi umum paling banyak digunakan oleh pelajar dan pekerja.
Faktor kedua yaitu norma subjektif (subjective norms) adalah kepercayaan
yang berasal dari penerimaan individu oleh lingkungan sekitar seperti keluarga,
teman sebaya, atau rekan kerja. Dalam penelitian Nordfjaern (2014) menyatakan
bahwa faktor terkuat dalam intensi menggunakan transportasi umum adalah
norma subjektif dimana peran orang-orang disekitar lingkungan dapat menjadi
acuan perilaku tersebut.
Faktor ketiga yaitu persepsi persepsi kontrol perilaku (perceived
behavioral control) adalah kemampuan dalam diri individu untuk melakukan
suatu kontrol perilaku berdasarkan hasil persepsi pengalamannya. Ajzen (1991)
mengatakan bahwa satu dari tujuh penelitian yang dia tinjau menemukan interaksi
PBC dan intensi yang signifikan. Sumaedi (2015) pada penelitiannya di Indonesia
menunjukan, kontrol perilaku tidak memiliki pengaruh yang signifikan pada
6
penggunaan kembali transportasi umum. Namun pada penelitian yang dilakukan
oleh Schoenau dan Muller (2017) mengungkapkan hasil yang signifikan pada
perilaku intensi yaitu sikap, norma subjektif, persepsi kontrol perilaku, kebiasaan,
dan biaya.
Selain faktor yang telah dijabarkan sebelumnya terdapat faktor lain yang
memengaruhi intensi yaitu persepsi. Persepsi dalam penelitian ini mengenai
persepsi kualitas layanan yang diberikan. Kualitas menurut American Society for
Quality’s (dalam Kotler, 2012) kualitas adalah keseluruhan fitur dan karakteristik
produk atau layanan yang sesuai dengan kemampuannya untuk memenuhi
kebutuhan tersirat maupun yang tersurat. Jurnal penelitian yang menjadi rujukan
adalah Wen-Tai Lai dan Ching-Fu Chen (2011) hasilnya menunjukkan bahwa
kualitas layanan memainkan peran penting dan memiliki pengaruh positif antara
kualitas layanan dan perilaku intensi. Artinya semakin baik kualitas layanan
transportasi maka semakin tinggi intensi atau kecenderungan seseorang
menggunakan layanan transportasi umum. Penelitian terbaru Ladhari, Souiden,
dan Dufour (2017) menyatakan bahwa persepsi terhadap suatu produk
menunjukkan hasil yang siginifikan dan memiliki pengaruh yang positif terhadap
perilaku intensi.
Selain faktor-faktor diatas yang memengaruhi intensi seseorang terdapat
faktor demografi seperti usia dan penghasilan. Menurut penelitian Ambak et al
(2015) menyatakan bahwa usia, tingkat pendidikan, penghasilan per bulan, dan
tujuan menggunakan transportasi bus per minggu memengaruhi penggunaan bus
transportasi umum di Batu Pahat dan Kluang. Dalam penelitian Zhang (2016)
7
penghasilan memiliki hasil yang signifikan namun pengaruhnya kecil terhadap
penggunaan transportasi umum. Penelitian transportasi psikologi adalah bidang
psikologi terapan yang masih jarang dilakukan di Indonesia (Abraham, 2017).
Subjek ini masih relatif baru dan tidak banyak perhatian serta pengembangan,
maka dari itu peneliti ingin melakukan penelitian ini. Peneliti telah menjelaskan
faktor-faktor yang memengaruhi intensi menggunakan bus transjakarta
mencakup variabel sikap (behavioral belief, evaluation outcome), norma subjektif
(normative belief, motivation to comply), persepsi kontrol perilaku (control belief,
perceived power). “Faktor-Faktor yang Memengaruhi Intensi Menggunakan
Bus Transjakarta”.
1.2 Pembatasan dan Perumusan Masalah
1.2.1 Pembatasan masalah
Untuk membatasi ruang lingkup dalam penelitian ini, maka peneliti membatasi
penelitian hanya pada variabel-variabel yang diteliti yang didefinisikan sebagai
berikut:
1. Intensi dalam penelitian ini adalah intensi menggunakan bus transjakarta.
Definisi intensi adalah motivasi yang memengaruhi sebuah perilaku: yang
terindikasi dari seberapa besar seseorang mencoba dan seberapa besar
usaha yang direncanakan untuk menggunakan bus transjakarta
(Ajzen,1991).
2. Sikap dalam penelitian ini dibatasi pada suatu evaluasi positif atau negatif
individu terhadap perilaku membeli barang dan jasa (Ajzen, 1975).
8
Dengan dua dimensi pembentuk sikap yaitu behavioral belief dan
evaluation outcome.
3. Norma subjektif dibatasi pada teori Ajzen (1975) adalah keyakinan yang
berasal dari penerimaan individu oleh lingkungan sekitar seperti keluarga,
teman sebaya, atau rekan kerja. Dengan dua dimensi pembentuk norma
subjektif yaitu normative belief dan motivation to comply.
4. Persepsi kontrol perilaku dibatasi pada teori Ajzen (1975) adalah sejauh
mana seseorang merasa memiliki kemampuan dalam diri untuk melakukan
suatu perilaku berdasarkan hasil persepsi. Dengan dua dimensi pembentuk
persepsi kontrol perilaku yaitu control belief dan perceived power.
5. Persepsi kualitas layanan digambarkan sebagai bentuk sikap, karena
penilaian global atas superioritas layanan yang diberikan oleh sebuah
perusahaan. Kualitas layanan sebagai kemampuan perusahaan untuk
memenuhi atau melampaui harapan konsumen (Parasuraman, 1988).
Dengan lima dimensi pembentuk persepsi kualitas layanan yaitu,
tangibles, reliability, responsiveness, assurance, dan emphaty.
6. Adapun faktor demografi dalam penelitian ini adalah usia dan penghasilan.
1.2.2 Perumusan masalah
Adapun perumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Apakah sikap (behavioral belief, evaluation outcome), norma subjektif
(normative belief, motivation to comply), persepsi kontrol perilaku (control
belief, perceived power), persepsi kualitas layanan (tangibles, reliability,
9
responsiveness, assurance, dan emphaty) dan faktor demografi (usia dan
penghasilan) berpengaruh terhadap intensi menggunakan bus transjakarta?
2. Apakah masing-masing dimensi sikap (behavioral belief, evaluation
outcome), dimensi norma subjektif (normative belief, motivation to
comply), dimensi persepsi kontrol perilaku (control belief, perceived
power), dimensi persepsi kualitas layanan (tangibles, reliability,
responsiveness, assurance, dan emphaty) memiliki pengaruh terhadap
intensi menggunakan bus transjakarta?
3. Apakah masing-masing faktor demografi (usia dan penghasilan) memiliki
pengaruh terhadap intensi menggunakan bus transjakarta?
4. Berapa besar sumbangan dari masing-masing dimensi sikap (behavioral
belief, evaluation outcome), norma subjektif (normative belief, motivation
to comply), persepsi kontrol perilaku (control belief, perceived power),
persepsi kualitas layanan (tangibles, reliability, responsiveness, assurance,
dan emphaty), faktor demografi (usia dan penghasilan) terhadap intensi
menggunakan bus transjakarta?
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan penelitian
Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Sesuai dengan rumusan masalah pada penelitian ini, maka tujuan yang
ingin dicapai adalah untuk menguji gambaran tentang pengaruh sikap
(behavioral belief, evaluation outcome), norma subjektif (normative belief,
motivation to comply), persepsi kontrol perilaku (control belief, perceived
10
power), persepsi kualitas layanan (tangibles, reliability, responsiveness,
assurance, dan emphaty), faktor demografi (usia dan penghasilan) dalam
intensi menggunakan bus transjakarta.
2. Untuk menguji seberapa besar kontribusi yang diberikan oleh masing-
masing variabel terhadap intensi menggunakan bus transjakarta.
1.3.2 Manfaat penelitian
Manfaat dari penelitian ini diharapkan dapat menambah serta keilmuan di bidang
psikologi industri dan organisasi dan psikologi sosial yang berkaitan dengan
perilaku konsumen, terutama pada variabel-variabel yang diteliti.
1.3.3 Manfaat praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi pengelola Bus
Transjakarta dalam membuat kebijakan dan strategi pemasaran.
11
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Intensi
2.1.1 Definisi intensi
Menurut Ajzen (1991) faktor utama dalam teori perilaku terencana adalah
intensi individu untuk melakukan perilaku yang spesifik. Semakin kuat intensi
untuk terlibat dalam perilaku, semakin besar kemungkinan perilaku terjadi.
Definisi intensi dari Ajzen (1991) adala sebuah niat dalam diri yang memengaruhi
perilaku yang teriindikasi dari seberapa besar usaha yang dicoba dan seberapa
besar usaha yang direncanakan seseorang untuk memunculkan sebuah perilaku.
Menurut Zeithaml (1996) (dalam de Ona et al. 2016) “Behavioral
intentions can be viewed as signals that show whether a customer will continue to
utilize a company’s services or switch to a different provider”. Perilaku intensi
adalah sinyal yang menunjukan apakah konsumen akan terus menggunakan
layanan perusahaan atau beralih pada penyedia layanan yang berbeda. Pembelian
kembali (repurchase) memiliki dua bentuk. Pertama, intensi untuk membeli
kembali (repurchase intention); dan kedua, intensi untuk terlibat dalam kata-kata
positif (word-of-mouth) dan rekomendasi (referral) (Zeithaml, et al. 1996).
Perilaku intensi didefinisikan sebagai keinginan konsumen untuk
berperilaku menurut cara tertentu dalam rangka memiliki, membuang, dan
menggunakan produk atau jasa (Mowen dan Minor, 2002) Adapan menurut the
dictionary of psychology (Corsini, 2002) “A decision to act in a certain way, or
an impulse for purposeful action, whether conscious or not.” Intensi adalah
12
keputusan berperilaku tertentu, atau dorongan untuk tindakan disengaja dengan
sadar ataupun tidak.
Intensi membeli menurut Howard dan Sheth (1969) niat untuk membeli
adalah perkiraan pembeli dari merek mana yang akan dibeli. Tidak hanya
mencakup kecenderungan pembeli terhadap suatu merek, tetapi juga perkiraan
inhibitor. kami dapat mencirikan niat untuk membeli sebagai semacam respons
dari perilaku pembelian aktual. Terdapat 4 aspek pokok dalam model ini yaitu
input, proses intern, output, dan pengaruh eksogen.
Sedangkan menurut Hume, Mort dan Winar (2007) intensi pembelian
ulang didefinisikan sebagai keputusan konsumen untuk terlibat dalam aktivitas
masa depan dengan pengecer atau pemasok, karena pembelian kembali adalah
perilaku yang sebenarnya (actual behavior). Tujuan dari perilaku intensi
mengarah pada loyalitas konsumen yang didefinisikan sebagai “komitmen yang
sangat dipegang untuk membeli ulang atau repratonise produk dan layanan di
masa depan” (Oliver, 2010).
Menurut Schiffman dan Kanuk (2007), menjelaskan bahwa pengaruh
kesadaran eksternal untuk kebutuhan, penenalan produk, dan hasil evaluasi
alternatif merupakan hal yang dapat memicu timbulnya intensi membeli
konsumen. Berdasarkan penjabaran diatas hasil evaluasi individu terhadap produk
yang cenderung akan menimbulkan intensi membeli.
Teori intensi pada awalnya berasal dari teori tindakan beralasan (theory of
reasoned action) yang dikembangkan oleh Ajzen dan Fishbein pada tahun 1980.
Teori tindakan beralasan ini memprediksi perilaku intensi. Teori ini menunjukkan
13
bahwa perilaku seseorang ditentukan oleh intensinya untuk melakukan fungsi dari
sikap dan norma subjektifnya terhadap perilaku. TRA juga mengklaim bahwa
beberapa faktor lain yang memengaruhi perilaku, secara tidak langsung turut
memengaruhi sikap atau norma subjektif karena intensi dan perilaku adalah suatu
elemen yang terpisah. TRA merupakan perilaku sukarela (voluntary behavior),
namun perilaku tersebut tidak 100% sukarela ataupun dibawah kendali. Hasil dari
penelitian Fishbein dan Ajzen selanjutnya menambahkan perceived behavior
control (persepsi kontrol perilaku).
Teori perilaku terencana (theory of planned behavior) adalah perluasan
dari teori tindakan beralasan (Ajzen 1991; Ajzen & Fishbein 1980; Fishbein &
Ajzen, 1975) karena keterbatasan model TRA dalam menangani gejala perilaku di
mana individu tidak memiliki kontrol kehendak. Berdasarkan dari TPB intensi
individu yang ditampilkan ataupun yang tidak ditampilkan dipengaruhi oleh 3
faktor yaitu sikap pada perilaku, norma subjektif, dan persepsi kontrol perilaku
(Ajzen, 1991). Perbedaan theory of planned behavior dengan theory of reasoned
action adalah ditambahkannya faktor persepsi kontrol perilaku.
Gambar 2.1 theory of planned behavior
Berdasarkan penjabaran definisi diatas intensi menggunakan bus
transjakarta berkembang dari intensi pembelian. Peneliti menggunakan definisi
14
intensi dari Ajzen (1991) sebuah niat dalam diri yang memengaruhi perilaku yang
teriindikasi dari seberapa besar usaha yang dicoba dan seberapa besar usaha yang
direncanakan seseorang untuk memunculkan sebuah perilaku.
2.1.2 Aspek-aspek yang membentuk Intensi
Menurut Fishbein dan Ajzen (1975) bukan untuk mempelajari hubungan antara
sikap dan perilaku yang diamati sebenarnya namun mengukur intensi perilaku
sebagai kriteria. Empat aspek yang dapat membentuk perilaku intensi, yaitu:
1. Perilaku (Behavior)
yaitu perilaku spesifik yang dilakukan oleh individu
2. Sasaran (Target)
yaitu objek yang dipilih dan menjadi sasaran individu individu.
3. Situasi (Context)
yaitu bagaimana perilaku individu tersebut muncul dalam sebuah keadaan
yang mendukungnya.
4. Waktu (Time)
yaitu perilaku individu muncul pada saat waktu-waktu tertentu.
2.1.3 Faktor-faktor yang memengaruhi intensi
Menurut Engel, Blackwell, dan Miniard (2014) terdapat faktor yang memengaruhi
perilaku konsumen dalam membeli suatu produk dan jasa. Terdapat dua faktor
yaitu faktor eksternal dan internal.
15
a. Faktor Eksternal
Konsumen hidup dalam lingkungan masyarakat yang kompleks sehingga perilaku
konsumen dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor eksternal atau lingkungan
penjelasannya sebagai berikut.
1. Budaya
Budaya mengacu pada seperangkat nilai, gagasan, artefak, dan simbol bermakna
lainnya. Konsumen dapat berkomunikasi, membuat tafsiran dan melakukan
evaluasi sebagai anggota masyarakat. Budaya suatu bangsa mencakupi suatu
ideologi konsumsi yang didefinisikan sebagai makna sosial yang dilekatkan pada
dan dikomunikasikan oleh produk. Budaya menentukan konsumsi dari kegiatan
penting seperti apa, kapan, di mana, dan dengan siapa.
2. Kelas sosial
Kelas sosial adalah pembagian dalam masyarakat berdasarkan status ekonomi
yang terdiri dari individu-individu yang berbagi nilai, minat, dan cenderung
memiliki perilaku yang sama. Individu yang berada pada suatu komunitas kelas
sosial cenderung akan berperilaku sesuai dengan kelas sosialnya, tidak hanya itu
gaya hidup dan estimasi sosial yang positif atau negatif mengenai kehormatan
yang diberikan kepada masing-masing kelas juga memengaruhi perilakunya.
3. Pengaruh individu lain kepada pribadi (significant other)
Pengaruh individu lain kepada pribadi adalah subjek yang penting dalam
penelitian konsumen. Pengaruh individu lain dikenal sebagai „kepemimpinan
opini”artinya adalah orang yang dapat dipercaya, menjadi acuan “pemberi
pengaruh” (influential), dan diterima sebagai sumber informasi mengenai
16
pembelian dan pemakaian. Perilaku konsumen kerap berhubungan dengan orang-
orang disekitar kita. Merespon tekanan yang dirasakan untuk menyesuaikan diri
dengan norma dan harapan yang diberikan oleh orang lain pada kita. Begitupun
pada saat memberikan pendapat pada suatu pembelian kepada orang lain.
4. Keluarga
Keluarga adalah kelompok yang terdiri dari dua atau lebih orang yang
berhubungan melalui darah, perkawainan, atau adopsi dan tinggal bersama.
Keluarga adalah sama seperti dengan perusahaan, keluarga adalah organisasi
yang terbentuk untuk mencapai fungsi tertentu yang lebih efektif dibandingkan
individu yang hidup sendiri. Keluarga adalah “pusat pembelian” yang
merefleksikan kegiatan dan pengaruh individu yang membentuk keluarga
bersangkutan. Pertama, banyak produk yang dibeli berdasarkan keputusan dari
dalam keluarga. Kedua, ketika terjadi suaatu pembelian oleh salah satu anggota
keluarga, keputusan pembelian individu bersangkutan mungkin sangat
dipengaruhi oleh anggota lain dalam keluarga. Maka dari itu pengaruh keluarga
pada keputusan konsumen benar-benar meresap dan diperhatikan.
5. Situasi
Situasi konsumen melibatkan orang dan benda (produk atau iklan), kita perlu
membedakan antara pengaruh yang disebabkan konsumen dan objek terhadap
situasi tersebut. Dengan demikian, pengaruh situasi dapat dipandang sebagai
pengaruh yang timbul dari faktor waktu dan tempat yang spesifik terlepas dari
karakteristik konsumen dan karakteristik objek. Situasi pembelian mengacu pada
latar dimana konsumen memperoleh produk dan jasa tersebut. Contohnya
17
pertimbangan konsumen akan harga dalam situasi pembelian. Situasi pemakaian
mengacu pada latar belakang terjadinya konsumsi tersebut. Apabila situasi
pembelian dan situasi pemakaian berbeda, masih dapat memiliki pengaruh yang
kuat karena konsumen memperhitungkan situasi pemakaian yang dimaksudkan
selama pengambilan keputusan.
b. Faktor Internal
Terdapat pula faktor-faktor dari dalam diri individu atau faktor internal yang turut
memengaruhi perilaku konsumsi atau pembelian. Penjabarannya sebagai berikut.
1. Sumber daya konsumen
Konsumen memiliki tiga sumber daya utama yang digunakan dalam pertukaran
dan melalui proses ini pemasar memberikan barang dan jasa. Ketiga sumber daya
ini adalah waktu, uang, dan perhatian. Persepsi konsumen mengenai sumber daya
yang tersedia mungkin dapat memengaruhi kesediaan untuk menggunakan uang
atau waktu pada suatu produk. Umumnya terdapat keterbatasan pada masing-
masing situasi yang dihadapi oleh seorang konsumen, sehingga memerlukan
alokasi yang cermat dalam mengambil keputusan.
2. Motivasi dan keterlibatan
Perilaku yang termotivasi diprakarsai oleh kebutuhan (atau pengenalan
kebutuhan). Kebutuhan atau motif diaktifkan ketika ada ketidakcocokan antara
keadaan aktual dan keadaan yang diinginkan atau disukai. Kebutuhan akhirnya
diekspresikan dalam perilaku pembelian atau konsumsi. Pembelian tidak akan
pernah terjadi kecuali jika kebutuhan (atau motif) yang mendasari diaktifkan dan
dipenuhi. Kebutuhan sudah ada walaupun mungkin belum disadari oleh
18
konsumen. Keterlibatan merupakan refleksi dari motivasi yang kuat di dalam
bentuk konsep diri yang sangat dirasakan dari suatu produk atau jasa di dalam
konteks tertentu. Keterlibatan berfungsi ketika objek (produk, jasa atau pesan
promosi) dirasakan membantu dalam memenuhi kebutuhan, tujuan, dan nilai yang
penting. Namun pentingnya pemenuhan kebutuhan yang dirasakan objek akan
bervariasi dari situasi ke situasi berikutnya. Oleh karena itu, ketiga faktor (orang,
objek, dan situasi) harus diperhitungkan.
3. Pengetahuan
Pengetahuan, hasil belajar, dapat didefinisikan secara sederhana sebagai informasi
yang disimpan di dalam ingatan. Pengetahuan konsumen mencakupi susunan luas
informasi, seperti ketersediaan dan karakteristik produk dan jasa, di mana dan
kapan utnuk membeli dan bagaimana menggunakan produk. Pengetahuan atau
keahlian konsumen ditekankan lagi di dalam bidang penelitian konsumen.
4. Sikap
Sikap dapat membantu dalam mengevaluasi tindakan pemasar sebelum
dilaksanakan di dalam pasar. Evaluasi ini dapat berjajar dari ekstrem negatif
hingga ekstrem positif. Sifat yang penting dari sikap adalah kepercayaan dalam
memegang sikap tersebut. Pemakaian sikap untuk meramalkan perilaku
mengandaikan bahwa sikap berhubungan dengan perilaku. Kekuatan sikap-
perilaku sudah lama menjadi bidang utama penyelidikan ilmu-ilmu social, salah
satunya oleh LaPiere. Temuan tersebut mencetuskan pertempuran di dalam bidang
psikologi social mengenai daya ramal sikap. Kini diakui bahwa dalam keadaan
yang sesuai sikap dapat meramalkan perilaku.
19
5. Kepribadian
Dalam perilaku konsumen kepribadian didefinsikan sebagai respons yang
konsisten terhadap stimulus lingkungan. Sejumlah studi berhipotesis bahwa
kepribadian berhububungan langsung dengan pilihan produk. Studi tersebut
menyatakan bahwa hanya terdapat variasi yang sedikit dalam pilihan produk yang
dijelaskan oleh kepribadian. Pada tahun 1959-an, penelitian kepribadian dalam
perilaku konsumen diperkenalkan oleh Pierre Martineau berhipotesis bahwa
produk juga mempunyai kepribadian dalam bentuk citra merek. Kepribadian
merek atau produk dapat dipahami dengan berfokus pada respons emosional yang
dibangkitkan oleh konsumen.
6. Gaya hidup
Gaya hidup adalah pola yang digunakan orang untuk hidup dan menghabiskan
waktu serta uangnya, fungsi motivasi konsumen dan pembelajaran sebelumnya,
konsepsi ringkasan yang mencerminkan nilai konsumen. Peneliti William Wells
merancang suatu inventaris pengukuran yang ekstensif dari activities, interest, dan
opinions yang mengukur beberapa ciri kepribadian, nilai, kepercayaan, preferensi,
dan pola perilaku.
7. Demografi
Demografi dimana sasarannya adalah mendeskripsikan pangsa konsumen seperti
usia, jenis kelamin, dan status sosial ekonomi yang mencakup jenis pekerjaan,
pendapatan, dan pendidikan. Demografi menekankan pada trend dalam perilaku
dan pengeluaran konsumen.
20
Menurut Kotler (2000) budaya, faktor sosial, personal, dan faktor
psikologi memengaruhi perilaku konsumen.
1. Budaya
a. Budaya adalah penentu paling mendasar dari keinginan dan perilaku
seseorang.
b. Sub Budaya adalah budaya terdiri dari subkultur yang lebih kecil,
identifikasi dan sosialisasi yang lebih spesifik meliputi kebangsaan,
agama, kelompok ras, dan wilayah geografis.
c. Kelas sosial adalah kelompok yang homogen dan bertahan lama dalam
suatu masyarakat. Mereka diatur secara hierarkis dan anggota-
anggotanya berbagi nilai, minat, dan perilaku yang sama.
2. Faktor sosial
a. Kelompok acuan adalah pemaparan dari orang pada perilaku dan gaya
hidup, yang memengaruhi sikap dan konsep diri sehingga dapat
memengaruhi pilihan produk.
b. Keluarga terdiri dari orang tua dan saudara kandung. Pengaruh yang
lebih langsung pada perilaku pembelian sehari-hari orang dewasa adalah
keluarga prokreasi yaitu, pasangan dan anak-anak.
c. Seseorang memiliki peran dari setiap aktivitas yang dilakukannya, setiap
peran memiliki status sosial masing-masing. Sehingga individu pun
memilih produk yang dapat mengomunikasikan peran dan status sosial
mereka di masyarakat.
21
3. Faktor Pribadi
a. Kepribadian dapat menganalisis perilaku konsumen, namun harus
didasarkan pada tipe kepribadian dapat diklasifikasikan secara akurat dan
korelasi yang kuat antara tipe kepribadian dengan pilihan produk.
Konsep diri pun memiliki kaitan dengan kepribadian. Pemasar mencoba
mengembangkan citra merek yang sesuai dengan konsep diri pasar yang
menjadi sasaran.
b. Usia dan tahap kehidupan. Individu membeli barang dan jasa yang
berubah seumur hidup. Selera pakaian, furnitur, dan rekreasi juga
berkaitan dengan usia, itulah sebabnya pemasar yang cerdas
memperhatikan pengaruh usia dan tahapan kehidupan.
c. Pekerjaan dan penghasilan, pilihan produk sangat dipengaruhi oleh
keadaan ekonomi konsumen pendapatan yang dapat dihabiskan,
tabungan dan asset, pinjaman, dan sikap terhadap pengeluaran.
d. Gaya hidup adalah pola hidup individu di dunia sebagaimana
diungkapkan dalam aktivitas, minat, dan opini. Gaya hidup
menggambarkan "orang seutuhnya" berinteraksi dengan lingkungannya.
4. Faktor psikologi
a. Motivasi, suatu kebutuhan menjadi motif ketika ia dibangkitkan ke
tingkat intensitas yang memadai. Motif adalah kebutuhan yang cukup
mendesak untuk mendorong orang tersebut untuk bertindak.
b. Persepsi adalah proses di mana seorang individu memilih, mengatur, dan
menafsirkan input informasi untuk menciptakan gambaran dunia yang
22
bermakna. Persepsi tidak hanya tergantung pada rangsangan fisik, tetapi
juga hubungan pada stimulus dengan bidang sekitarnya serta kondisi di
dalam individu.
c. Pembelajaran melibatkan perubahan dalam perilaku individu yang
muncul dari pengalaman. Kebanyakan perilaku manusia dipelajari. Para
ahli teori percaya bahwa pembelajaran dihasilkan melalui interaksi antara
dorongan, rangsangan, isyarat, respons, dan penguatan. Drive adalah
stimulus internal yang kuat yang mendorong tindakan. Isyarat adalah
rangsangan kecil yang menentukan kapan, di mana, dan bagaimana
seseorang merespons.
d. Beliefs adalah pemikiran deskriptif yang dimiliki seseorang tentang
sesuatu yang didasarkan pada pengetahuan, opini, dan emosional.
Produsen sangat tertarik pada kepercayaan yang dimiliki individu tentang
produk dan layanan mereka, Jika beberapa kepercayaan menghambat
pembelian, produsen akan melakukan kampanye untuk memperbaiki
keyakinan ini. Atitudes adalah evaluasi, emosional, dan kecenderungan
tindakan seseorang yang bertahan lama atau tidak menyenangkan
terhadap suatu objek atau ide.
Dari beberapa faktor yang memengaruhi perilaku konsumen peneliti
mengambil beberapa faktor saja yang dianggap memiliki pengaruh dengan intensi
yang telah dijelaskan diatas dan sesuai dengan kemampuan peneliti untuk
menelitinya. Faktor yang digunakan adalah sikap, keluarga, kelompok acuan,
pengaruh orang lain menurut peneliti masuk dalam kategori norma subjektif, dan
23
persepsi dikerucutkan menjadi persepsi kontrol perilaku dan persepsi kualitas
layanan.
2.1.4 Pengukuran intensi menggunakan bus transjakarta
1. Icek Ajzen (1991) membuat sample kuesioner karena hanya sebagai
ilustratif kuesioner saja serta belum adanya pengujian pada sampel,
validitas, dan realibilitas. Kuesioner sampel ini mungkin tidak sesuai untuk
perilaku, populasi, atau periode penelitian. Sehingga diperlukan alat ukur
yang representatif pada populasi Oleh karena Ajzen menayarankan untuk
mencari penelitian yang yang sesuai dengan populasi dan penelitian.
2. Zeithaml, Berry, dan Parasuraman (1996) alat ukur ini disebut dengan
behavioral intention-battery terdiri dari 13 item dengan skala likert dari
lima dimensi yaitu loyal pada perusahaan, kecenderungan untuk beralih,
kesediaan membayar lebih, eksternal respon, dan internal respon.
3. Bamberg, Ajzen, dan Schmidt (2003) mengadaptasi kuesioner berdasarkan
theory of planned behavior. Kuesioner ini mengukur pilihan perjalanan
menggunakan bus/sepeda/mobil yang digunakan pada mahasiswa di
Jerman, masing-masing variabel intensi, sikap, norma subjektif, dan
persepsi kontrol perilaku terdiri dari dua pernyataan. Dengan model fit
ditunjukan dengan nilai p 0.26, RMSEA 0.02, dan GFI 0.99 yang artinya
telah mencapai kriteria good fit.
4. Armitage (2005) mengembangkan alat ukur berdasarkan teori theory of
planned behavior Ajzen (1991) yang digunakannya untuk mengukur
aktivitas fisik. Armitage membuat pernyataan dari masing-masing variabel
24
yang terdiri dari 15 item yang dinilai menggunakan skala semantif
diferensial bipolar dengan sikap terdiri dari 6 item, norma subjektif terdiri
dari 3 item, kontrol perilaku terdiri dari 4 item, dan intensi diukur dengan
2 item. Realibiltas alat ukur ini ditunjukan dengan cronbach alpha sebesar
0.72 hingga 0.95.
Dalam penelitian intensi menggunakan bus transjakarta peneliti memutuskan
untuk menggunakan item skala intensi yang dimodifikasi dari penelitian
Bamberg, Ajzen, dan Schmidt (2003) berdasarkan dari teori Ajzen (1991)
dikarenakan penelitian tersebut sesuai dengan penelitian yang akan dilakukan oleh
peneliti.
2.2 Sikap
2.2.1 Definisi sikap
Merujuk pada Thomas dan Znaniecke (dalam Allport, 1935) bahwa “Attitudes are
individual mental proceses which determine both the actual and potential
responses of each person in the social world”. Sikap adalah proses mental
individu yang menentukan baik tanggapan aktual dan potensial dari setiap orang
di dunia sosial.
Pendapat Allport mengenai sikap memperkaya pandangan sebelumnya
Menurut Allport (1935) sikap adalah: “A mental and neural state of readiness,
organised through experience, exerting a directive and dynamic influence upon
the individual’s response to all objects and situations with which it is related.”
Keadaan kesiapan mental dan saraf, melalui pengalaman, memberikan pengaruh
25
langsung dan dinamis terhadap respon-respon individu terhadap semua objek dan
situasi yang terkait."
Ajzen dan Fishben (1975) mendefinisikan sikap adalah predisposisi
(kecenderungan) menilai secara konsisten suka atau tidak suka pada objek
tersebut. Ajzen (2005) menyatakan bahwa sikap merupakan evaluasi positif dan
negatif oleh konsumen saat hendak melakukan perilaku tertentu. Singkatnya sikap
merupakan keyakinan individu tentang kemungkinan konsekuensi dari melakukan
perilaku tersebut.
Definisi sikap yang digunakan pada penelitian ini adalah predisposisi
(kecenderungan) cara merespon secara konsisten dengan memberikan penilaian
suka atau tidak suka terhadap objek tersebut (Ajzen, 1975).
2.2.2 Aspek-aspek sikap
Fishben dan Ajzen (1975) berpendapat bahwa ada dua komponen dalam
pembentukan sikap yaitu:
1. Behavioral belief : keyakinan yang dimiliki oleh seorang individu terhadap
suatu perilaku dan merupakan keyakinan yang akan mendorong terbentuknya
sikap. Behavioral beliefs terhubungkan dengan suatu perilaku tertentu, sifat,
atau atribut lainnya yang didapat saat terjadinya suatu perilaku.
2. Outcome evaluation : evaluasi yang berbentuk positif ataupun negative
terhadap perilaku yang diminati atau yang akan dipilih untuk ditampilkan
berdasarkan keyakinan yang dimiliki. Evaluasi masing-masing hasil yang
menonjol memberikan sumbangan terhadap sikap.
26
2.2.3 Pengukuran sikap
1. Icek Ajzen (1991) membuat sample kuesioner karena hanya sebagai
ilustratif kuesioner saja serta belum adanya pengujian pada sampel,
validitas, dan realibilitas. Kuesioner sampel ini mungkin tidak sesuai untuk
perilaku, populasi, atau periode penelitian. Sehingga diperlukan alat ukur
yang representatif pada populasi. Oleh karena Ajzen menyarankan untuk
mencari penelitian yang yang sesuai dengan populasi dan penelitian.
2. Zeithaml, Berry, dan Parasuraman (1996) alat ukur ini disebut dengan
behavioral intention-battery terdiri dari 13 item dengan skala likert dari
lima dimensi yaitu loyal pada perusahaan, kecenderungan untuk beralih,
kesediaan membayar lebih, eksternal respon, dan internal respon.
3. Bamberg, Ajzen, dan Schmidt (2003) mengadaptasi kuesioner berdasarkan
theory of planned behavior. Kuesioner ini mengukur pilihan perjalanan
menggunakan bus/sepeda/mobil yang digunakan pada mahasiswa di
Jerman, masing-masing variabel intensi, sikap, norma subjektif, dan
persepsi kontrol perilaku terdiri dari dua pernyataan. Dengan model fit
ditunjukan dengan nilai p 0.26, RMSEA 0.02, dan GFI 0.99 yang artinya
telah mencapai kriteria good fit.
4. Armitage (2005) mengembangkan alat ukur berdasarkan theory of planned
behavior Ajzen (1991) yang digunakannya untuk mengukur aktivitas fisik.
Armitage membuat pernyataan dari masing-masing variabel yang terdiri
dari 15 item yang dinilai menggunakan skala semantif diferensial bipolar
dengan sikap terdiri dari 6 item, norma subjektif terdiri dari 3 item, kontrol
27
perilaku terdiri dari 4 item, dan intensi diukur dengan 2 item. Realibiltas
alat ukur ini ditunjukan dengan cronbach alpha sebesar 0.72 hingga 0.95.
Dalam penelitian intensi menggunakan bus transjakarta peneliti
memutuskan untuk menggunakan item skala intensi yang dimodifikasi dari
penelitian Bamberg, Ajzen, dan Schmidt (2003) berdasarkan dari teori Ajzen
(1991) dikarenakan penelitian tersebut sesuai dengan penelitian yang akan
dilakukan oleh peneliti.
2.3 Norma Subjektif
2.3.1 Definisi norma subjektif
Menurut Francis (2004) norma subjektif adalah perkiraan tekanan sosial individu
untuk melakukan atau tidak melakukan target perilaku tersebut.
Menurut Fishben dan Ajzen (1975) bahwa norma subjektif sebagai
berikut: “The subjective norm is the person’s perception that most people who are
important to him think he should or should not perform the behavior in question”.
Pengertian di atas menjelaskan bahwa norma subjektif merupakan persepsi
individu mengenai harapan orang-orang sekitar yang berpengaruh, baik
perorangan ataupun perkelompok untuk menampilkan perilaku atau tidak. Dapat
diartikan juga bahwa bagaimana individu melakukan suatu perilaku berdasarkan
tekanan dari orang-orang sekitar. Menurut Nordfjærn (2014) mendefiniskan
norma subjektif ketika seseorang merasa bahwa harapan atau dorongan dari orang
lain berpengaruh signifikan untuk dirinya melakukan perilaku tersebut.
Definisi norma subjektif yang digunakan pada penelitian ini adalah
keyakinan individu mengenai harapan orang-orang sekitar yang berpengaruh, baik
28
perorangan ataupun perkelompok untuk menampilkan perilaku tertentu atau tidak
(Ajzen, 1975).
2.3.2 Aspek-aspek norma subjektif
Menurut Fishben dan Ajzen (1975) norma subjektif secara umum mempunyai dua
komponen berikut:
1. Normative beliefs: keyakinan mengenai harapan orang lain terhadap diri
individu, yang dapat menjadi acuan untuk menampilkan perilaku atau tidak.
Keyakinan yang berhubungan dengan pendapat orang lain (significant
others) dapat memengaruhi individu dalam mewujudkan perilaku tersebut.
2. Motivation to comply: motivasi individu untuk dapat memenuhi harapan
tersebut berdasarkan pada pandangan orang sekitar.
2.3.3 Pengukuran norma subjektif
1. Icek Ajzen (1991) membuat sample kuesioner karena hanya sebagai
ilustratif kuesioner saja serta belum adanya pengujian pada sampel,
validitas, dan realibilitas. Kuesioner sampel ini mungkin tidak sesuai untuk
perilaku, populasi, atau periode penelitian. Sehingga diperlukan alat ukur
yang representatif pada populasi. Oleh karena Ajzen menyarankan untuk
mencari penelitian yang yang sesuai dengan populasi dan penelitian.
2. Zeithaml, Berry, dan Parasuraman (1996) alat ukur ini disebut dengan
behavioral intention-battery terdiri dari 13 item dengan skala likert dari
lima dimensi yaitu loyal pada perusahaan, kecenderungan untuk beralih,
kesediaan membayar lebih, eksternal respon, dan internal respon.
29
3. Bamberg, Ajzen, dan Schmidt (2003) mengadaptasi kuesioner berdasarkan
theory of planned behavior. Kuesioner ini mengukur pilihan perjalanan
menggunakan bus/sepeda/mobil yang digunakan pada mahasiswa di
Jerman, masing-masing variabel intensi, sikap, norma subjektif, dan
persepsi kontrol perilaku terdiri dari dua pernyataan. Dengan model fit
ditunjukan dengan nilai p 0.26, RMSEA 0.02, dan GFI 0.99 yang artinya
telah mencapai kriteria good fit.
4. Armitage (2005) mengembangkan alat ukur berdasarkan theory of planned
behavior Ajzen (1991) yang digunakannya untuk mengukur aktivitas fisik.
Armitage membuat pernyataan dari masing-masing variabel yang terdiri
dari 15 item yang dinilai menggunakan skala semantif diferensial bipolar
dengan sikap terdiri dari 6 item, norma subjektif terdiri dari 3 item, kontrol
perilaku terdiri dari 4 item, dan intensi diukur dengan 2 item. Realibiltas
alat ukur ini ditunjukan dengan cronbach alpha sebesar 0.72 hingga 0.95.
Dalam penelitian intensi menggunakan bus transjakarta peneliti
memutuskan untuk menggunakan item skala intensi yang dimodifikasi dari
penelitian Bamberg, Ajzen, dan Schmidt (2003) berdasarkan dari teori Ajzen
(1991) dikarenakan penelitian tersebut sesuai dengan penelitian yang akan
dilakukan oleh peneliti.
2.4 Persepsi kontrol perilaku (Perceived Behavioral Control)
2.4.1 Definisi persepsi kontrol perilaku (perceived behavioral control)
Menurut Ajzen (1975) persepsi kontrol perilaku adalah sejauh mana seseorang
merasa memiliki kemampuan dalam diri untuk melakukan suatu perilaku
30
berdasarkan hasil persepsinya. Ajzen (1991) menyatakan sebuah kemampuan
dalam diri individu untuk melakukan tingkah laku tersebut atau dalam kata lain
mampu atau tidaknya seorang individu dalam melakukan perilaku tersebut.
Persepsi kontrol perilaku yaitu keyakinan tentang kehadiran faktor yang dapat
merealisasikan atau menghambat perilaku (Bamberg, 2003). Sedangkan menurut
Francis et. Al., (2004) perceived behavioral control adalah sejauh mana seseorang
merasa mampu untuk melakukan suatu perilaku. Menurut Nordfjærn (2014)
perilaku yang dirasakan mengacu pada kontrol persepsi serta hambatan untuk
melakukan suatu perilaku tersebut.
Lalu menurut Ajzen (2005) menjelaskan bahwa faktor perceived
behavioral control mengacu pada kemudahan atau kesulitan yang dipersepsikan
individu untuk melakukan perilaku dan diasumsikan mencerminkan pengalaman
sehingga mengantisipasi halangan dan rintangan.
Definisi persepsi kontrol perilaku yang digunakan pada penelitian ini adalah
perceived behavioral control mengacu pada kemudahan atau kesulitan yang
dipersepsikan individu untuk melakukan perilaku dan diasumsikan mencerminkan
pengalaman sehingga mengantisipasi halangan dan rintangan (Ajzen, 2005).
2.4.2 Aspek-aspek persepsi kontrol perilaku (perceived behavioral control)
Ajzen (2005) menyatakan bahwa persepsi kontrol perilaku terdiri dari dua
komponen yaitu:
1. Control beliefs, adalah keyakinan mengenai sumber-sumber dan
kesempatan yang dibutuhkan untuk memunculkan suatu perilaku
berdasarkan dari pengalaman sebelumnya.
31
2. Perceived power, adalah persepsi individu mengenai seberapa kuat kontrol
dalam diri memengaruhinya dalam memunculkan suatu perilaku, sehingga
memudahkan atau menyulitkan dalam memunculkan perilaku tersebut.
2.4.3 Pengukuran persepsi kontrol perilaku
1. Icek Ajzen (1991) membuat sample kuesioner karena hanya sebagai
ilustratif kuesioner saja serta belum adanya pengujian pada sampel,
validitas, dan realibilitas. Kuesioner sampel ini mungkin tidak sesuai untuk
perilaku, populasi, atau periode penelitian. Sehingga diperlukan alat ukur
yang representatif pada populasi. Oleh karena Ajzen menayarankan untuk
mencari penelitian yang yang sesuai dengan populasi dan penelitian.
2. Zeithaml, Berry, dan Parasuraman (1996) alat ukur ini disebut dengan
behavioral intention-battery terdiri dari 13 item dengan skala likert dari
lima dimensi yaitu loyal pada perusahaan, kecenderungan untuk beralih,
kesediaan membayar lebih, eksternal respon, dan internal respon.
3. Bamberg, Ajzen, dan Schmidt (2003) mengadaptasi kuesioner berdasarkan
theory of planned behavior. Kuesioner ini mengukur pilihan perjalanan
menggunakan bus/sepeda/mobil yang digunakan pada mahasiswa di Jerman,
masing-masing variabel intensi, sikap, norma subjektif, dan persepsi kontrol
perilaku terdiri dari dua pernyataan. Dengan model fit ditunjukan dengan
nilai p 0.26, RMSEA 0.02, dan GFI 0.99 yang artinya telah mencapai
kriteria good fit.
4. Armitage (2005) mengembangkan alat ukur berdasarkan theory of planned
behavior Ajzen (1991) yang digunakannya untuk mengukur aktivitas fisik.
32
Armitage membuat pernyataan dari masing-masing variabel yang terdiri dari
15 item yang dinilai menggunakan skala semantif diferensial bipolar dengan
sikap terdiri dari 6 item, norma subjektif terdiri dari 3 item, kontrol perilaku
terdiri dari 4 item, dan intensi diukur dengan 2 item. Realibiltas alat ukur ini
ditunjukan dengan cronbach alpha sebesar 0.72 hingga 0.95.
Dalam penelitian intensi menggunakan bus transjakarta peneliti
memutuskan untuk menggunakan item skala intensi yang dimodifikasi dari
penelitian Bamberg, Ajzen, dan Schmidt (2003) berdasarkan dari teori Ajzen
(1991) dikarenakan penelitian tersebut sesuai dengan penelitian yang akan
dilakukan oleh peneliti.
2.5 Persepsi Kualitas Layanan Bus Transjakarta
2.5.1 Definisi kualitas layanan bus transjakarta
Definisi kualitas layanan berpusat pada upaya pemenuhan kebutuhan dan
keinginan konsumen serta ketepatan penyampaiannya untuk mengimbangi
harapan konsumen. Menurut Wyckof (dalam Fandy Tjiptono, 2004) kualitas
layanan adalah tingkatan keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas
tingkat keunggulan tersebut untuk mememnuhi keinginan pelanggan.
Menurut American Society for Quality’s (dalam Kotler, 2012) mendefinisikan
kualitas sebagai berikut: “Quality is the totality of features and characteristics of
a product or service that bear on its ability to satisfy stated or implied needs”.
Kualitas adalah keseluruhan fitur dan karakteristik produk atau layanan yang
sesuai dengan kemampuannya untuk memenuhi kebutuhan tersirat maupun yang
tersurat.
33
Gronroos (dalam Hapsari, 2015) berpendapat bahwa kualitas layanan adalah
hasil perbandingan dari proses evaluasi layanan yang dirasakan dan layanan yang
diharapkan. Menurut Parasuraman (1988) kualitas layanan digambarkan sebagai
bentuk sikap, suatu penilaian global atas superioritas layanan yang diberikan oleh
sebuah perusahaan. Parasuraman menetapkan kualitas layanan sebagai
kemampuan perusahaan untuk memenuhi atau melampaui harapan konsumen.
Sebuah perbedaan antara ekspektasi konsumen terhadap layanan dan layanan yang
dirasakan oleh konsumen. Apabila jasa yang diterima ataupun dirasakan sesuai
dengan yang diharapkan, maka kualitas jasa dipersepsikan baik dan memuaskan.
Jika jasa yang diterima melampaui harapan konsumen, maka kualitas jasa
dipersepsikan sebagai kualitas yang ideal begitupun sebaliknya. Dengan demikian
baik tidaknya kualitas jasa tergantung pada kemampuan penyedia jasa dalam
memenuhi harapan pelanggannya secara konsisten. Kualitas layanan telah menjadi
fokus berbagai penelitian sejak konseptualisasi awal, karena memberikan tingkat
kualitas layanan yang positif menciptakan keunggulan kompetitif bagi sebuah
organisasi.
Zeithaml dan Bitner (dalam Zeithaml 1990: 1996) menyatakan bahwa
kualitas layanan dapat didefinisikan sebagai penilaian keseluruhan yang serupa
dengan sikap terhadap layanan dan umumnya diterima sebagai anteseden
kepuasan pelanggan secara keseluruhan. Hasil kualitas layanan yang dirasakan
dari perbandingan oleh harapan konsumen dengan persepsi layanan yang
disampaikan oleh pemasok. Kualitas yang dirasakan adalah penilaian konsumen
tentang keunggulan atau keunggulan keseluruhan entitas (Zeithaml 1987) adalah
34
bentuk sikap, namun tidak setara dengan kepuasan, merupakan hasil dari
perbandingan harapan dengan persepsi kinerja.
Dalam penelitian ini, peneliti mengambil definisi dari Parasuraman (1988),
yang menyatakan bahwa kualitas layanan digambarkan sebagai bentuk sikap
penilaian secara menyeluruh atas layanan yang diberikan oleh sebuah perusahaan,
kemampuan perusahaan untuk memenuhi atau melampaui harapan konsumen, dan
sebuah perbedaan antara ekspektasi konsumen terhadap layanan dan layanan yang
dirasakan.
2.5.2 Dimensi-dimensi kualitas layanan bus transjakarta
Berdasarkan Parasuraman, Zeithaml, dan Berry (1988) setelah dilakukan
pemeriksaan isi item akhirnya terbentuk lima dimensi SERVQUAL (tiga dimensi
asli dan dua dimensi gabungan) berikut label dan definisi untuk dimensi:
1. Tangibles (tampilan fisik): pelayanan meliputi fasilitas fisik, perlengkapan,
petugas, dan sarana komunikasi.
2. Reliability (dapat diandalkan): Kemampuan memberikan pelayanan sesuai
yang dijanjikan dengan segera, akurat, dan memuaskan.
3. Responsiveness (tanggap): Kesukarelaan para petugas membantu para
konsumen, memberikan pelayanan dengan tanggap dan tepat.
4. Assurance (jaminan): pengetahuan petugas pada layanan, kesopanan, dan
para petugas dapat dipercaya, keamanan pelayanan terjamin.
5. Emphaty (perhatian): petugas mudah dalam menjalin hubungan,
komunikasi baik, memberikan perhatian, dan memahami kebutuhan para
konsumen.
35
2.5.3 Pengukuran kualitas layanan bus transjakarta
1. Parasuraman dan Zeithaml (1988) membuat pengukuran mengenai kualitas
layanan yang dikenal dengan SERVQUAL SCALE. Awalnya dimensi
SERVQUAL memiliki 97 item dengan 10 dimensi yaitu tangibles,
reliability, responsiveness, communication, credibility, security,
competence, courtesy, understanding/knowing the consumer, dan access.
Lalu dilakukan pengolahan data sehingga beberapa item di drop hingga
terbentuk 22 item pernyataan dengan 5 dimensi. Masing-masing dimensi
memiliki koefisien alpha sebagai berikut tangibles 0.52, reliability 0.80,
responsiveness 0.72, assurance 0.84, dan emphaty 0.71.
2. A self administatred questionnaire. Alat ukur yang dikembangkan oleh
Wen Tai-Lai (2011) dari berbagai instrumen oleh ahli sebelumnya untuk
mengukur perilaku intensi pengguna subway di Taiwan. Terdiri dari 19
item dengan pengukuran menggunakan skala likert.
Dalam mengukur kualitas layanan pada penelitian ini, peneliti menggunakan
skala kualitas layanan yang diadaptasi dan dimodifikasi berdasarkan teori
Parasuraman (1988) yaitu skala SERVQUAL.
2.6 Faktor Demografi
Berikut penjelasan mengenai faktor demografi pada penelitian ini adalah usia dan
penghasilan.
2.6.1 Usia
Menurut Hurlock (2005) periode perkembangan manusia dimulai dari masa
prakelahiran, masa bayi, masa kanak-kanak pertengahan dan akhir, masa
36
remaja, masa dewasa dini, masa dewasa madya, masa dewasa lanjut. Masa
remaja hingga masa dewasa menengah merupakan usia produktif. Batasan
usia produktif pada setiap negara berbeda-beda. Pada penelitian ini ditujukan
pada remaja akhir hingga dewasa akhir dengan rentang usia sekitar 15-64
tahun. Menurut Hurlock dewasa dini dimulai pada usia 18 tahun hinggga 40
tahun merupakan periode penyesuaian diri terhadap pola kehidupan baru
seperti peran suami/istri, pencari nafkah, nilai-nilai baru dan lain sebagainya.
Lalu pada masa dewasa madya dimulai pada usia 40 tahun hingga 60 tahun,
masa mencapai kemandirian sosial dan ekonomi, perkembangan karir dan
prestasi, tanggung jawab pada karir dan keluarga.
Sedangkan pada masa dewasa akhir adalah periode perkembangan yang
dimulai pada usia 60 hingga kematian. Masa ini merupakan masa untuk meninjau
hidup yang sudah dijalani, pensiun, dan menyesuaikan diri terhadap peran-peran
sosial yang baru sesuai menurunnya kekuatan dan kesehatan. Sebuah peneltiain
yang dilakukan Zhang di Shanghai (2015) menemukan bahwa usia memiliki
pengaruh yang negatif terhadap penggunaan transportasi umum.
2.6.2 Penghasilan
Penghasilan dalam penelitian ini adalah pendapatan yang dimiliki individu yang
berstandarkan dari UMR di DKI Jakarta. Menurut beberapa penelitian penghasilan
memiliki pengaruh yang signifikan pada penggunaan transportasi umum. Menurut
Zhang (2015) menyatakan bahwa penghasilan tidak memengaruhi intensi
penggunaan transportasi umum namun hanya sebagai mediator bagi faktor
demografi pendidikan.
37
Sedangkan menurut penelitian Ambak (2015) di Batu Pahat responden
dengan peghasilan per bulannya di bawah rata-rata cenderung untuk
menggunakan transportasi bus dikarenakan tarif bus yang terjangkau sehingga
dapat menghemat pengeluaran.
2.7 Kerangka Berpikir
Berdasarkan kajian teori yang dikemukakan sebelumnya, kerangka berpikir yang
dibangun dalam penelitian adalah sebagai berikut:
Penelitian ini berfokus pada pengguna bus transjakarta dalam pemakaian
sehari-hari. Berdasarkan penjelasan diatas bawa sikap, norma subjektif, persepsi
kontrol perilaku, persepsi kualitas layanan, dan faktor demografi dapat mengetaui
intensi seseorang menggunakan bus transjakarta pada penelitian ini.
Menurut Fu dan Juan (2017) intensi menggunakan transportasi umum
dapat mencegah situasi hari ini menjadi lebih buruk di masa yang akan datang.
Berkenaan dengan pulang pergi kerja, seseorang akan menggunakan moda
transportasi tertentu jika mereka mengevaluasinya secara positif, merasakan
tekanan sosial untuk menggunakannya, dan percaya mereka memiliki peluang dan
keterampilan yang diperlukan untuk menggunakannya. Heath dan Gifford (dalam
Zhang, 2016) menyatakan bahwa menggunakan transportasi umum adalah hal
yang tepat untuk dilakukan bagi kepentingan diri sendiri dan masyarakat sekitar.
Menurut Zailani (2016) dalam penelitiannya di Malaysia kelebihan dan
kekurangan menggunakan transportasi umum untuk tujuan perjalanan yang
berbeda dapat mempengaruhi sikap pengguna, kontrol perilaku, dan persepsi
secara keseluruhan sehingga akan memengaruhi niat dalam menggunakan
38
transportasi umum. Warga Malaysia memiliki sikap yang lebih baik terhadap
penggunaan transportasi umum dalam tujuan bekerja dan sekolah dibandingkan
dengan perjalanan lainnya.
Sedangkan menurut Sumaedi (2015) intensi penumpang untuk
menggunakan transportasi umum merupakan faktor yang sangat penting bagi
manajemen penyedia layanan transportasi umum, untuk selalu meningkatkan
kualitas pelayanannya sehingga konsumen menggunakan kembali jasa tersebut.
Maka, berdasarkan penjabaran tersebut peneliti ingin mencari tahu intensi
yang mendasari konsumen menggunakan bus transjakarta dalam beraktivitas
sehari-hari dengan variabel-variabel yang telah ditentukan. Menurut Ajzen (2005)
intensi dalam menentukan alat transportasi apa yang akan digunakan oleh
konsumen di pengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Karena perilaku
individu memengaruhi sisi psikologis begitu pun dengan psikologis memengaruhi
perilaku individu (Bamberg & Schimdt, 1998; Heath & Gifford, 2002). Oleh
karena itu penting untuk mengidentifikasi peran intensi pada populasi, untuk
menguji keajegan penelitian ini.
Hipotesis peneliti terhadap penelitian ini adalah bahwa intensi
menggunakan bus transjakarta dipengaruhi oleh sikap, norma subjektif, persepsi
kontrol perilaku, persepsi kualitas layanan dan faktor demografi (usia dan
penghasilan) dianggap mampu untuk memprediksi alasan yang mendasari
seseorang menggunakan transportasi transjakarta. Menurut theory of planned
behavior terdapat 3 faktor utama yang memengaruhi intensi individu, pertama
sikap meliputi behavioral belief yaitu mengenai keyakinan seorang individu yang
39
mendorong pada suatu perilaku disertai dengan hasil evaluasi yang disebut dengan
evaluation outcome. Sebagai contoh, apabilakonsumen bus transjakarta memiliki
keyakinan dan evaluasi yang positif dalam menggunakan kembali bus transjakarta
maka intensinya akan meningkat.
Kedua, norma subjektif meliputi normative belief dan motivation to
comply. Apabila konsumen menggunakan kembali bus transjakarta karena
didukung oleh orang sekitar yang berpengaruh, dan konsumen pun dapat
mewujudkannya, dapat diasumsikan norma subjektif memengaruhi individu untuk
menampilkan perilaku untuk menggunakan bus transjakarta. Menurut Donald
(2014) pun menyatakan bahwa lingkungan yang mendukung dalam pemakaian
transportasi umum akan meningkatkan penggunaan transportasi umum.
Ketiga, persepsi kontrol perilaku adalah keyakinan dalam diri individu
untuk dapat melakukan perilaku tertentu. Persepsi kontrol perilaku meliputi
control belief dan perceived power. Persepsi kontrol perilaku adalah sebegai
penentu perilaku tersebut mudah atau tidak dilakukan dalam penggunaan kembali
bus transjakarta dalam penelitian ini. Di dalamnya terdapat belief dan pengalaman
sebelumnya yang memengarui sebuah perilaku muncul. Perilaku menggunakan
bus transjakarta dapat terjadi jika individu yakin dapat merealisasikan dan mudah
dalam melakukan perilaku tersebut.
Faktor eksternal yang dianggap peneliti berpengaruh terhadap intensi
adalah persepsi kualitas layanan bus transjakarta, karena peneliti berasumsi bahwa
persepsi terhadap kualitas layanan dapat menjelaskan dan memprediksi perilaku
konsumen terkait intensi menggunakan bus transjakarta. Persepsi kualitas layanan
40
memiliki lima dimensi yaitu tangibles, reliability, responsiveness, assurance, dan
emphaty. Tangibles (tampilan fisik) meliputi fasilitas fisik, perlengkapan,
pegawai, dan sarana komunikasi yang terdapat pada layanan transjakarta.
Reliability (dapat diandalkan) kemampuan transjakarta memberikan pelayanan
yang dijanjikan dengan segera, akurat, dan memuaskan. Responsiveness (tanggap)
keinginan para petugas transjakarta untuk membantu para konsumen dan
memberikan pelayanan dengan tanggap. Assurance (jaminan) mencakup
pengetahuan, kemampuan kesopanan, dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki para
petugas transjakarta; bebas dari bahaya, risiko atau keragu-raguan. Emphaty
(perhatian) kemudahan petugas transjakarta dalam melakukan hubungan,
komunikasi yang baik, perhatian pribadi, dan memahami kebutuhan para
konsumen.
Faktor selanjutnya yang akan diteliti yaitu faktor demografi meliputi usia
dan penghasilan. Sebuah penelitian di Vietnam menyatakan bahwa kepemilikan
transportasi pribadi menjadi salah satu mediator pengaruh usia terhadap intensi
dan frekuensi penggunaan transportasi umum (Zhang, 2016). Batasan usia
produktif pada suatu negara berbeda-beda, di Indonesia usia produktif mulai dari
15 tahun hingga 64 tahun. Berdasarkan dari sebuah penelitian di Malaysia bahwa
pengguna transportasi bus di wilayahnya paling banyak usia 20-40 tahun (Ambak
et al, 2015). Sehingga peneliti merasa perlu membatasi usia pengguna bus
transjakarta dari 18 hingga 64 tahun sesuai dengan usia produktif di Indonesia.
Faktor demografi lainnya yaitu penghasilan, menurut Ambak et al (2015) hasil
penelitian di Batu Pahat Malaysia individu menggunakan transportasi bus karena
41
menghemat pengeluaran. Responden pada penelitian tersebut adalah mahasiswa
yang belum memiliki pekerjaan sehingga menggunakan transportasi bus dirasa
paling efisien. Maka dari itu peneliti mengambil responden secara umum yang
menggunakan bus transjakarta sehingga terdapat perbedaan dari penghasilan.
Penulis menyimpulkan kerangka berpikir sebagai berikut:
Gambar 2.2 Bagan Kerangka Berpikir
Intensi
menggunakan
bus
transjakarta
Faktor Demografi
Usia
Penghasilan
Sikap
Behavioral belief
Evaluation outcome
Norma Subjektif
Normative belief
Motivation to comply
Persepsi Kontrol Perilaku
Control belief
Perceived power
Persepsi Kualitas Layanan
Tangibles
Reliability
Responsiveness
Assurance
Emphaty
42
2.8 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka berpikir yang dijelaskan diatas, dapat dirumuskan hipotesis
penelitian sebagai berikut:
Hipotesis Mayor
Ha: Ada pengaruh yang signifikan sikap (behavioral belief, evaluation outcome),
norma subjektif (normative belief, motivation to comply), persepsi kontrol
perilaku (control belief, perceived power), persepsi kualitas layanan (tangibles,
reliability, responsiveness, assurance, empathy) dan faktor demografi (usia,
penghasilan) terhadap intensi menggunakan bus transjakarta.
Hipotesis Minor
H1: Ada pengaruh yang signifikan behavioral belief pada sikap terhadap intensi
menggunakan bus transjakarta.
H2: Ada pengaruh yang signifikan evaluation outcome pada sikap terhadap
intensi menggunakan bus transjakarta.
H3: Ada pengaruh yang signifikan normative belief pada norma subjektif
terhadap intensi menggunakan bus transjakarta.
H4: Ada pengaruh yang signifikan motivation to comply pada norma subkjektif
terhadap intensi menggunakan bus transjakarta.
H5: Ada pengaruh yang signifikan control belief pada persepsi kontrol perilaku
terhadap intensi menggunakan bus transjakarta.
H6: Ada pengaruh yang signifikan perceived power pada persepsi kontrol perilaku
terhadap intensi menggunakan bus transjakarta.
43
H7: Ada pengaruh yang signifikan tangibles pada persepsi kualitas layanan
terhadap intensi menggunakan bus transjakarta.
H8: Ada pengaruh yang signifikan reliability pada persepsi kualitas layanan
terhadap intensi menggunakan bus transjakarta.
H9: Ada pengaruh yang signifikan responsiveness pada persepsi kualitas layanan
terhadap intensi menggunakan bus transjakarta.
H10: Ada pengaruh yang signifikan assurance pada persepsi kualitas layanan
terhadap intensi menggunakan bus transjakarta.
H11: Ada pengaruh yang signifikan emphaty pada persepsi kualitas layanan
terhadap intensi menggunakan bus transjakarta.
H12: Ada pengaruh yang signifikan usia pada demografi terhadap intensi
menggunakan bus transjakarta.
H13: Ada pengaruh yang signifikan penghasilan pada demografi terhadap intensi
menggunakan bus transjakarta.
44
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah konsumen bus transjakarta. Menurut data
Badan Pusat Statitistik (2016) terdapat 123.706.856 juta penumpang bus
transjakarta dari koridor 1 hingga koridor 12 per tahun namun tidak ketahui
jumlah spesifiknya pada satu hari per koridornya. Pada penelitian ini peneliti
mengambil 324 sampel. Adapun karakteristik populasi yang digunakan pada
penelitian sebagai berikut:
1. Konsumen yang menggunakan transportasi bus transjakarta sehari-hari.
2. Berusia 18-64 tahun yang merupakan usia produktif.
Pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah non
probability sampling. Non probability sampling menurut Siregar (2014) yaitu
setiap unsur yang terdapat dalam populasi tidak memiliki kesempatan atau
peluang yang sama untuk dipilih sebagai sampel, hanya akan dipilih sesuai
dengan karakteristik yang sudah ditetapkan. Teknik pengambilan sampel
menggunakan convenience sampling. Convenience sampling adalah teknik
penentuan sampel berdasarkan kebetulan saja anggota populasi yang ditemui
peneliti dan bersedia menjadi responden untuk dijadikan sampel atau peneliti
memilih orang-orang yang terdekat saja (Siregar, 2014). Penyebaran kuesioner
menggunakan kuesioner dan google form dilakukan selama 2 bulan dari 23 Juli
2018 sampai 25 September 2018. Untuk kuesioner secara offline disebarkan di
halte transjakarta monas, halte velbak, halte ciputat, dan halte gelora bung karno.
45
Karena keterbatasan waktu dan izin untuk dapat menyebarkan kuesioner secara
offline maka kuesioner pun disebarkan secara online. Peneliti hanya mendapatkan
31 kuesioner namun sebanyak 7 kuesioner tidak digunakan dikarenakan informed
consent yang tidak diisi dengan dan kuesioner yang tidak diisi lengkap oleh
responden, maka kuesioner langsung yang digunakan pada penelitian ini sebanyak
24 kuesioner.
Penyebaran kuesioner secara online melalui google form disebarkan pada
platform instagram, komunitas kaskus, whatsapp, line dengan menyantumkan
link bit.ly/BusTransjakarta. Jumlah responden yang didapat sebanyak 332
responden, namun terdapat 32 responden yang tidak memenuhi syarat sehingga
sebanyak 300 responden online yang digunakan pada penelitian ini. Maka, total
responden yang didapat peneliti pada penyebaran secara langsung dan online
adalah 324 responden untuk diolah data selanjutnya.
3.2 Variabel Penelitian
Dependent variabel dalam penelitian ini yaitu intensi menggunakan bus
transjakarta. Sedangkan independent variable dalam penelitian ini yaitu sikap
(behavioral belief, evaluation outcome), norma subjektif (normative belief,
motivation to comply), persepsi kontrol perilaku (control belief, perceived power),
persepsi kualitas layanan (tangibles, reliability, responsiveness, assurance,
emphaty), dan faktor demografi (usia dan penghasilan)
Variabel-variabel yang ditentukan dalam penelitian ini ialah intensi
menggunakan bus transjakarta, sikap, norma subjektif, persepsi kontrol perilaku,
46
persepsi kualitas layanan, faktor demografi. Definisi operasional dalam penelitian
ini adalah sebagai berikut:
1. Intensi menggunakan bus transjakarta merupakan niat yang mendasari
konsumen untuk menggunakan jasa bus transjakarta sehari-hari berdasarkan
pada usaha yang dilakukannya diuji dari empat aspek yaitu
a. Perilaku (Behavior) adalah individu menggunakan bus transjakarta.
b. Sasaran (Target) adalah memilih menggunakan bus transjakarta daripada
transportasi lain.
c. Situasi (Context) adalah bagaimana perilaku individu berasal dari sebuah
keadaan yang mendukung menggunakan bus transjakarta.
d. Waktu (Time) adalah perilaku menggunakan bus transjakarta ditampilkan
pada waktu sehari-hari.
2. Sikap sebuah hasil evaluasi individu secara konsisten positif ataupun negatif
mengenai suatu perilaku, terdiri dari dua dimensi sebagai berikut:
a. Behavioral belief adalah keyakinan dalam diri individu sehingga
terbentuknya suatu sikap.
b. Evaluation outcome adalah hasil evaluasi positif atau negatif individu
terhadap perilaku yang diminati.
3. Norma Subjektif adalah keyakinan individu yang dipengaruhi oleh
lingkungan sekitar seperti keluarga, teman sebaya, ataupun rekan kerja, terdiri
dari dua dimensi sebagai berikut:
47
a. Normative Belief adalah keyakinan individu mengenai harapan dan
pendapat dari keluarga, teman sebaya, ataupun rekan kerja untuk dapat
menampilkan perilaku.
b. Motivation to comply adalah dorongan individu untuk dapat memenuhi
pendapat dan harapan keluarga, teman sebaya, ataupun rekan kerja
menampilkan perilaku.
4. Persepsi Kontrol Perilaku (Perceived Behavioral Control) adalah hasil
persepsi individu yang menentukan perilaku tersebut mudah atau tidak untuk
dilakukan sehingga dapat mengantisipasi hambatan yang terjadi, terdiri dari
dua dimensi sebagai berikut:
a. Control Belief adalah sumber dan kesempatan yang meyakinkan individu
untuk melakukan perilaku.
b. Perceived Power adalah persepsi individu yang memengaruhi perilaku
mudah atau sulit untuk ditampilkan.
5. Persepsi Kualitas Layanan Bus Transjakarta merupakan hasil penilaian
layanan oleh konsumen terkait perbedaan antara ekspektasi dan layanan yang
dirasakan, terdiri dari lima dimensi sebagai berikut:
a. Tangibles adalah keadaan fisik dan perlengkapan yang tersedia di dalam
bus dan halte transjakarta, kerapihan pakaian petugas, dan sarana
komunikasi yang disediakan.
b. Reliability adalah keakuratan waktu keberangkatan bus transjakarta,
pelayanan bus transjakarta sesuai dengan yang dijanjikan.
48
c. Responsiveness adalah ketanggapan dan ketepatan petugas bus transjakarta
pada layanan yang diberikan
d. Assurance adalah pengetahuan petugas mengenai layanan bus transjakarta,
kesopanan, petugas dapat dipercaya oleh konsumen, keamanan layanan
bus transjakarta.
e. Emphaty adalah petugas bus transjakarta mampu melakukan komunikasi
dengan konsumen, memperhatikan kebutuan konsumen, dan memahami
kebutuhan konsumen.
6. Faktor Demografi
Adapun variabel demografi dalam penelitian ini adalah usia, dan penghasilan.
Dalam melihat persebaran individu dari faktor demografi usia dinilai secara
kategorik dari data identitas sampel berdasarkan usia 18-25 tahun, 25-40 tahun,
40-60 tahun, dan > 60 tahun. Begitupun melihat persebaran individu dari faktor
demografi penghasilan dinilai secara kategorik dari data identitas sampel
berdasarkan < 3.500.000/bulan, 3.500.000-5.000.000/bulan, 5.000.000-
10.000.000/bulan, dan > 10.000.000/bulan
3.3 Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data
3.3.1 Teknik Pengumpulan Data
Dalam proses pengumpulan data, peneliti menggunakan teknik pengumpulan data
berupa skala, yaitu skala likert. Skala likert adalah skala yang dapat digunakan
untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang tentang suatu objek atau
fenomena tertentu. Terdiri dari 4 rentang jawaban yaitu (SS) Sangat Setuju, (S)
Setuju, Ragu-ragu, (TS) Tidak Setuju, dan (STS) Sangat Tidak Setuju. Responden
49
diminta untuk memberi tanda checklist (√) pada satu pilihan jawaban. Untuk
perhitungan skor pada tiap-tiap pilihan jawaban adalah sebagai berikut:
Tabel 3.1
Format skoring skala Likert
No Kategori Respon SS S TS STS
1 Favorable 4 3 2 1
2 Unfavorable 1 2 3 4
3.3.2 Instrument Pengumpulan Data
Dalam pengumpulan data peneliti menggunakan dua macam kuesioner untuk
mengumpulkan data di lapangan. Kuesioner pertama yaitu kuesioner mengenai
data pribadi responden yang mencakup nama, jenis kelamin, usia, dan
penghasilan. Kedua, yaitu kuesioner yang berisi tentang intensi, sikap (behavioral
beliefs dan evaluation outcome), norma subjektif (normative belief dan motivation
to comply), persepsi kontrol perilaku (control beliefs dan perceived power), dan
persepsi kualitas layanan (tangibles, reliability, responsiveness, assurance,
emphaty).
Alat ukur yang digunakan dibuat dalam bentuk skala model likert. Terdiri
dari 4 rentang jawaban yaitu (SS) Sangat Setuju, (S) Setuju, Ragu-ragu, (TS)
Tidak Setuju, dan (STS) Sangat Tidak Setuju. Untuk menghindari keragu-raguan
dalam menjawab, maka dihilangkan jawaban netral tersebut dan mendorong
responden memutuskan jawaban positif (favourable) atau negatif (unfavourable).
3.3.3 Skala intensi menggunakan bus transjakarta
Untuk mengukur intensi menggunakan bus transjakarta, peneliti mengadaptasi
dari penelitian Bamberg, Ajzen, dan Schmidt (2003) berdasarkan dari
50
pengembangan teori Ajzen (1991) terdiri dari 18 item yang mengukur intensi.
Adapun blue print instrumen sebagai berikut:
Tabel 3.2 blue print intensi menggunakan bus transjakarta No. Aspek Indikator No.Item Jml Contoh Item
1
2
3
4
Perilaku
Sasaran
Situasi
Waktu
Menggunakan bus transjakarta dalam
beraktivitas sehari-hari.
1,2,3,4,
17*,18*
6 Saya berniat
menggunakan jasa bus
transjakarta dalam
beraktivitas sehari-hari.
Menggunakan bus Transjakarta
dibandingkan transportasi pribadi.
5*6,7 3 Dalam beraktivitas saya
memilih menggunakan
jasa bus transjakarta
dibandingkan moda
transportasi lain.
Keadaan atau situasi yang
mendukung menggunakan bus
transjakarta.
8,9,10,
11*, 12
5 Saya tetap
menggunakan jasa bus
transjakarta walau
selalu penuh.
Waktu menggunakan bus transjakarta
sehari-hari.
13*, 14*,
15,16
4
Saya tetap
menggunakan jasa bus
transjakarta walaupun
tidak ada event Asian
Games.
TOTAL 18
3.3.4 Skala sikap
Untuk mengukur sikap, peneliti menggunakan item skala sikap terdiri 10 item
yang dimodifikasi dari penelitian Bamberg, Ajzen, dan Schmidt (2003)
berdasarkan dari pengembangan teori Ajzen (1991). Adapun blue print skala
intensi sebagai berikut:
Tabel 3.3 blue print sikap No. Dimensi Indikator No.Item Jml Contoh Item
1 Behavioral belief Keyakinan konsumen
terhadap penggunaan bus
transjakarta sehari-hari.
1,2, 3*, 4* 4 Saya yakin sampai
tujuan dengan
menggunakan jasa
bus transjakarta.
2 Evaluation outcome Hasil evaluasi positif atau
negatif konsumen
terhadap penggunaan bus
transjakarta.
5,6*, 7*, 8*,
9, 10
6 Menurut saya,
menggunakan jasa
bus transjakarta dalam
berkativitas sehari
hari kurang efektif
dan kurang efisien.
TOTAL 10
51
3.3.5 Skala norma subjektif
Untuk mengukur norma subjektif, peneliti menggunakan item skala norma
subjektif terdiri dari 7 item yang dimodifikasi dari penelitian Bamberg, Ajzen,
dan Schmidt (2003) berdasarkan dari pengembangan teori Ajzen (1991).
Tabel 3.4 blue print norma subjektif
3.3.6 Skala persepsi kontrol perilaku
Untuk mengukur persepsi kontrol perilaku, peneliti menggunakan item skala
persepsi kontrol perilaku terdiri dari 7 item yang dimodifikasi dari penelitian
Bamberg, Ajzen, dan Schmidt (2003) berdasarkan dari pengembangan teori Ajzen
(1991).
Tabel 3.5 blue print persepsi kontrol perilaku
No Dimensi Indikator No.Item Jml Contoh Item
1 Control belief Keyakinan mengenai
kesempatan sumber dalam
menggunakan bus transjakarta
untuk beraktivitas sehari-hari.
2*,5,6,7
*
4 Saya merasa yakin
datang tepat waktu
dengan menggunakan
jasa bus transjakarta.
2 Perceived
power
Memiliki persepsi perilaku
mudah atau sulit untuk
menggunakan bus transjakarta
dalam beraktivitas sehari-hari.
1, 3, 4 3 Mudah bagi saya untuk
menggunakan jasa bus
transjakarta dalam
beraktivitas sehari-hari.
TOTAL 7
No. Dimensi Indikator No. Item Jml Contoh Item
1 Normative
belief
Keyakinan mengenai harapan
seseorang (pasangan, rekan
kerja/kuliah, orang tua) untuk
menggunakan bus transjakarta.
1,6, 7* 3 Kebanyakan kerabat
(pasangan, teman,
keluarga) mendukung
saya untuk
menggunakan jasa bus
transjakarta dalam
beraktivitas sehari
hari. 2 Motivation to
comply
Motivasi mengabulkan
harapan keluarga, teman
sebaya atau rekan kerja untuk
menggunakan bus transjakarta.
2,3,4*,5 4 Kerabat (pasangan,
teman, keluarga) saya
berpikir bahwa saya
harus menggunakan
jasa bus transjakarta. TOTAL 7
52
3.3.7 Skala persepsi kualitas layanan bus transjakarta
Skala ini terdiri dari 30 item hasil adaptasi dan modifikasi yang dikembangkan
oleh Parasuraman, Zeithaml, dan Berry (1988). Skala kualitas layanan bernama
SERVQUAL yang mengukur 5 aspek yaitu tangibles, reliability, responsiveness,
assurance, dan emphaty.
Tabel 3.6 blue print persepsi kualitas layanan bus transjakarta
No. Dimensi Indikator No.Item Jml Contoh Item
1 Tangibles a) Keadaan fisik halte dan bus
transjakarta.
b) Kebersihan halte dan bus
transjakarta.
c) Penampilan fisik bus dan
petugas bus transjakarta.
1, 2, 3*,
4, 5, 6*
6 Menurut saya bus
transjakarta memiliki
penampilan yang up-to-
date.
2 Reliability a) Konsistensi pemberian
pelayanan jasa bus transjakarta
terhadap konsumen.
7, 8, 9*,
10, 11*,
12*, 13*
7 Menurut saya, pelayanan
bus transjakarta sesuai
dengan yang dijanjikan.
3 Responsiveness a) Petugas bus transjakarta siap
dan tanggap dalam membantu
pelayanan konsumen.
14, 15,
16*, 17,
18*
5 Petugas bus transjakarta
membantu penumpang
yang membutuhkan
kursi prioritas.
4 Assurance a) Pengetahuan petugas bus
transjakarta mengenai jasa
yang diberikan.
b) Kesopanan petugas terhadap
konsumen.
c) Petugas menjamin konsumen
dari keamanan di dalam bus.
19, 20*,
21, 22,
23, 24
6 Saya dapat
mempercayakan
keamanan pada petugas
bus transjakarta.
5 Emphaty a) Memahami kebutuhan
konsumen.
b) Memperhatikan kebutuhan
konsumen.
c) Mudah dalam melakukan
interaksi dan komunikasi
dengan konsumen.
25*,
26*,
27*, 28,
29, 30
6 Petugas mudah
menjelaskan ketika saya
bertanya mengenai jalur
bus transjakarta yang
saya gunakan.
TOTAL 30
3.4 Uji Validitas Konstruk
Seluruh instrument dalam penelitian yang telah dibuat diuji validitasnya. Validitas
konstruk diuji menggunakan Confirmatory Factor Analysis dengan menggunakan
program LISREL 8.70 (Linear Structural Relationship). Berikut adalah prosedur
CFA menurut Umar (dalam Suryadi, 2014) :
53
1. Diteorikan setiap item hanya mengukur satu faktor saja, begitupun juga
subskala hanya mengukur satu faktor juga. Artinya baik item maupun
subskala bersifat unidimensional. Hipotesis ini diuji dengan chi-square untuk
memutuskan apakah memang tidak ada perbedaan antara matriks korelasi
yang diperoleh dari data dengan matriks korelasi yang dihitung menurut
teori/model. Jika hasil chi-square tidak signifikan (p > 0.05), maka hipotesis
nihil yang menyatakan bahwa item hanya mengukur satu faktor
(unidimensional). Sedangkan, jika nilai chi-square signifikan (p < 0.05)
artinya, item-item yang diuji mengukur lebih dari satu faktor
(multidimensional). Dalam hal ini peneliti melakukan modifikasi terhadap
model dengan cara memperbolehkan item-item saling berkorelasi, dengan
tetap menjaga item hanya mengukur satu faktor (unidimensional).
2. Menganalisis item mana yang menjadi sumber tidak fit.
Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk mengetahui item mana
yang menjadi sumber tidak fit, yaitu:
a. Melakukan uji signifikan terhadap koefisien muatan faktor dari masing-
masing item dengan menggunakan t-test, jika nilai t pada sebuah item tidak
signifikan (t > 1.96) maka item tersebut harus di drop karena dianggap tidak
signifikan sumbangannya terhadap pengukuran yang sedang dilakukan.
b. Melihat arah koefisien maupun muatan faktor (factor loading). Jika suatu item
memiliki muatan negatif, maka item tersebut di drop karena tidak sesuai
dengan pengukuran (berarti semakin tinggi nilai pada item tersebut semakin
rendah nilai pada faktor yang diukur).
54
c. Dapat dilihat juga banyaknya korelasi parsial antar kesalahan pengukuran,
yaitu kesalahan pengukuran pada suatu item yang berkorelasi dengan
kesalahan pengukuran pada item lain. Jika pada suatu item terdapat terlalu
banyak korelasi, maka item tersebut di drop.
3. Menghitung faktor-faktor
Diperoleh item-item yang valid untuk mengukur apa yang diukur. Item-item
inilah yang kemudian diolah untuk mendapatkan faktor skor pada tiap skala.
Dengan demikian perbedaan kemampuan masing-masing item dalam
mengukur apa yang hendak diukur ikut menentukan dalam menghitung faktor
skor (true skor). True score inilah yang dianalisis dalam penelitian ini.
Dalam penelitian ini, peneliti tidak menggunakan raw score (hasil
menjumlahkan skor item). Untuk kemudahan didalam penafsiran hasil
analisis maka peneliti mentransformasikan faktor skor yang diukur dalam
skala baku (Z score) menjadi T score yang memiliki mean 50 dan standar
deviasi (SD) = 10 sehingga tidak ada responden yang mendapat skor negatif.
Adapun rumus T score adalah:
3.4.1 Uji validitas konstruk variabel intensi menggunakan bus transjakarta
Pada uji validitas variabel intensi, peneliti menggunakan 18 item dengan model
CFA first order. Dalam perhitungan data CFA model satu faktor dari variabel
intensi yaitu skor perhitungan awal Chi-Square = 1272.22, df = 135, P-value =
0.00000, RMSEA = 0.161. Dari hasil tersebut nilai p-value < 0.05 yang artinya
model ini belum fit. Maka peneliti memodifikasi model ini sebanyak 61 kali,
T score = (10 x score factor) + 50
55
sehingga diperoleh nilai Chi-Square = 52.71, df = 74, P-value = 0.97108, RMSEA
= 0.000 yang dapat diartikan bahwa nilai p-value > 0.05 model sudah fit. Dengan
demikian item-item ada pada variabel intensi hanya mengukur satu faktor saja,
yaitu intensi.
Selanjutnya peneliti melihat muatan faktor variabel intensi dengan melihat
t-value dan melihat muatan positif atau negatif dari data tabel muatan faktor, jika
nilai t > 1,96 artinya item tersebut signifikan dan sebaliknya. Adapun koefisien
muatan faktor untuk item pengukuran intensi.
Table 3.7
Muatan Faktor Item Intensi Menggunakan Bus Transjakarta
No Item Koefisien Standar Eror Nilai t Valid
1 0.65 0.05 12.73 √
2 0.76 0.05 15.67 √
3 0.72 0.05 14.11 √
4 0.38 0.06 6.65 √
5 0.45 0.05 8.15 √
6 0.76 0.05 15.52 √
7 0.82 0.05 17.18 √
8 0.84 0.05 17.99 √
9 0.73 0.05 14.89 √
10 0.64 0.05 12.57 √
11 -0.69 0.05 -13.57 ×
12 0.75 0.05 15.35 √
13 0.24 0.06 4.27 √
14 0.42 0.06 7.52 √
15 0.60 0.05 11.53 √
16 0.71 0.05 14.24 √
17 0.20 0.06 3.64 √
18 0.25 0.06 4.38 √
Keterangan: tanda √ = signifikan (t >1.96), tanda × = tidak signifikan.
Pada kolom koefisien terlihat bahwa item yang memiliki t-value dibawah
1.96 ( t < 1.96) adalah item nomor 11. Item tersebut harus dieleminasi dan tidak
diikutsertakan dalam analisis data selanjutnya.
56
3.4.2 Uji validitas konstruk sikap
a. Behavioral belief
Pada uji validitas konstruk variabel sikap (behavioral belief), peneliti
menggunakan 4 item dengan model CFA first order. Didapatkan hasil analisis
CFA behavioral belief yaitu skor perhitungan awal Chi-Square = 100.81, df = 2,
P-value = 0.00000, RMSEA = 0.391. Dari hasil tersebut nilai p-value < 0.05 yang
artinya model ini belum fit. Maka peneliti memodifikasi model ini sebanyak 2 kali
sehingga diperoleh nilai Chi-Square 0.00, df = 0, P-value = 1.00000, RMSEA =
0.000 yang dapat diartikan bahwa nilai p-value > 0.05 model sudah fit. Dengan
demikian item-item ada pada variabel behavioral belief hanya mengukur satu
faktor saja, yaitu behavioral belief.
Selanjutnya, peneliti melihat muatan faktor variabel behavioral belief
dengan melihat t-value dan melihat muatan positif atau negatif dari data tabel
muatan faktor, jika nilai t > 1,96 artinya item tersebut signifikan dan sebaliknya.
Adapun koefisien muatan faktor untuk item pengukuran behavioral belief.
Tabel 3.8
Muatan Faktor Item behavioral belief
No Item Koefisien Standar Eror Nilai t Valid
1 1.09 0.10 11.31 √
2 0.62 0.07 8.66 √
3 0.61 0.08 7.79 √
4 0.37 0.06 6.02 √
Keterangan: tanda √ = signifikan (t >1.96), tanda × = tidak signifikan.
Pada kolom koefisien terlihat bahwa item yang memiliki t-value dibawah
1.96 ( t < 1.96) tidak ada, sehingga seluruh item dapat digunakan dalam analisis
data selanjutnya.
57
b. Evaluation outcome
Pada uji validitas konstruk variabel sikap (evaluation outcome), peneliti
menggunakan 6 item dengan model CFA first order. Didapatkan hasil analisis
CFA evaluation outcome yaitu skor perhitungan awal Chi-Square = 237.58, df =
9, P-value = 0.00000, RMSEA = 0.280. Dari hasil tersebut nilai p-value < 0.05
yang artinya model ini belum fit. Maka peneliti memodifikasi model sebanyak 5
kali, sehingga diperoleh nilai Chi-Square 7.07, df = 4, P-value = 0.13215,
RMSEA = 0.049 yang dapat diartikan bahwa nilai p-value > 0.05 model sudah fit.
Dengan demikian item-item ada pada variabel evaluation outcome hanya
mengukur satu faktor saja, yaitu evaluation outcome.
Selanjutnya peneliti melihat muatan faktor variabel evaluation outcome
dengan melihat t-value dan melihat muatan positif atau negatif dari data tabel
muatan faktor, jika nilai t > 1.96 artinya item tersebut signifikan dan sebaliknya.
Adapun koefisien muatan faktor untuk item pengukuran evaluation outcome.
Tabel 3.9
Muatan Faktor Item evaluation outcome
No Item Koefisien Standar Eror Nilai t Valid
1 0.48 0.07 7.35 √
2 -0.37 0.06 -5.84 ×
3 0.21 0.06 3.50 √
4 0.23 0.06 3.79 √
5 0.50 0.07 7.55 √
6 0.95 0.09 10.85 √
Keterangan: tanda √ = signifikan (t >1.96), tanda × = tidak signifikan.
Dari hasil tabel tersebut, pada kolom koefisien terlihat bahwa item yang
memiliki t-value dibawah 1.96 ( t < 1.96) adalah item nomor 2 berarti item harus
di drop dan tidak diikutsertakan dalam analisis data selanjutnya.
58
3.4.3 Uji validitas konstruk norma subjektif
a. Normative belief
Pada uji validitas konstruk variabel norma subjektid (normative belief), peneliti
menggunakan 3 item dengan model CFA first order. Didapatkan hasil analisis
CFA normative belief yaitu skor perhitungan awal Chi-Square = 146.29, df = 13,
P-value = 0.00000, RMSEA = 0.178. Dari hasil tersebut nilai p-value < 0.05 yang
artinya model belum fit. Maka peneliti memodifikasi model ini sebanyak 5 kali,
sehingga diperoleh nilai Chi-Square 11.51 df = 8, P-value = 0.17421, RMSEA =
0.037 yang dapat diartikan bahwa nilai p-value > 0.05 model sudah fit. Dengan
demikian item-item ada pada normative belief hanya mengukur satu faktor saja
yaitu normative belief.
Selanjutnya peneliti melihat muatan faktor variabel normative belief
dengan melihat t-value dan melihat muatan positif atau negatif dari data tabel
muatan faktor, jika nilai t > 1,96 artinya item tersebut signifikan dan sebaliknya.
Adapun koefisien muatan faktor untuk item pengukuran normative belief.
Tabel 3.10
Muatan Faktor Item normative belief
No Item Koefisien Standar Eror Nilai t Valid
1 0.78 0.06 12.10 √
2 0.99 0.08 11.92 √
3 0.07 0.03 2.13 √
Keterangan: tanda √ = signifikan (t >1.96), tanda × = tidak signifikan.
Pada kolom koefisien terlihat bahwa item yang memiliki t-value dibawah
1.96 (t < 1.96) tidak ada, sehingga seluruh item dapat digunakan dalam analisis
data selanjutnya.
59
b. Motivation to comply
Pada uji validitas konstruk variabel norma subjektif (motivation to comply),
peneliti menggunakan 4 item dengan model CFA first order. Didapatkan hasil
analisis CFA motivation to comply diperoleh skor perhitungan awal Chi-Square =
146.29, df = 13, P-value = 0.00000, RMSEA = 0.178. Dari hasil tersebut nilai p-
value < 0.05 yang artinya model belum fit. Maka peneliti memodifikasi model ini
sebanyak 5 kali, sehingga diperoleh nilai Chi-Square 11.51 df = 8, P-value =
0.17421, RMSEA = 0.037 yang dapat diartikan bahwa hasil tersebut nilai p-value
> 0.05 yang artinya model ini sudah fit. Dengan demikian item-item ada pada
motivation to comply hanya mengukur satu faktor saja, yaitu motivation to
comply.
Selanjutnya, peneliti melihat muatan faktor variabel motivation to comply
dengan melihat t-value dan melihat muatan positif atau negatif dari data tabel
muatan faktor, jika nilai t > 1.96 artinya item tersebut signifikan dan sebaliknya.
Adapun koefisien muatan faktor untuk item pengukuran motivation to comply.
Tabel 3.11
Muatan Faktor Item motivation to comply
No Item Koefisien Standar Eror Nilai t Valid
1 1.04 0.11 9.86 √
2 0.43 0.04 10.01 √
3 -0.04 0.03 -1.21 ×
4 0.44 0.06 6.85 √
Keterangan: tanda √ = signifikan (t >1.96), tanda × = tidak signifikan.
Dari hasil tabel tersebut, pada kolom koefisien terlihat bahwa item yang
memiliki t-value dibawah 1.96 (t < 1.96) adalah item nomor 3 harus di drop dan
tidak diikutsertakan dalam analisis data selanjutnya.
60
3.4.4 Uji validitas konstruk persepsi kontrol perilaku
a. Control belief
Pada uji validitas konstruk variabel persepsi kontrol perilaku (control belief),
peneliti menggunakan 4 item dengan model CFA first order. Didapatkan hasil
analisis CFA control belief yaitu skor perhitungan awal Chi-Square = 200.47, df =
13, P-value = 0.00000, RMSEA = 0.211. Dari hasil tersebut nilai p-value < 0.05
yang artinya model ini belum fit. Maka peneliti memodifikasi sebanyak 6 kali,
sehingga diperoleh nilai Chi-Square 2.67, df = 7, P-value = 0.91353, RMSEA =
0.000 yang dapat diartikan bahwa nilai p-value > 0.05 model sudah fit. Dengan
demikian item-item ada pada variabel control belief hanya mengukur satu faktor
saja, yaitu control belief.
Selanjutnya peneliti melihat muatan faktor variabel control belief dengan
melihat t-value dan melihat muatan positif atau negatif dari data tabel muatan
faktor, jika nilai t > 1,96 artinya item tersebut signifikan dan sebaliknya. Adapun
koefisien muatan faktor untuk item pengukuran control belief.
Tabel 3.12
Muatan faktor item control belief
No Item Koefisien Standar Eror Nilai t Valid
1 0.49 0.06 8.82 √
2 0.68 0.06 11.46 √
3 0.42 0.06 7.63 √
4 0.12 0.06 1.97 √
Keterangan tanda √ = signifikan (t >1.96), tanda × = tidak signifikan.
Dari hasil tabel tersebut, pada kolom koefisien terlihat bahwa item yang
memiliki t-value dibawah 1.96 ( t < 1.96) tidak ada, sehingga seluruh item dari
variabel control belief digunakan dalam analisis data selanjutnya.
61
b. Perceived power
Pada uji validitas konstruk variabel perceived power, peneliti menggunakan 3
item dengan model CFA first order. Didapatkan hasil analisis CFA perceived
power diperoleh skor perhitungan awal Chi-Square = 200.47, df = 13, P-value =
0.00000, RMSEA = 0.211. Dari hasil tersebut nilai p-value < 0.05 yang artinya
model ini belum fit. Maka peneliti memodifikasi model ini sebanyak 6 sehingga
diperoleh nilai Chi-Square 2.67, df = 7, P-value = 0.91353, RMSEA = 0.000 yang
dapat diartikan bahwa nilai p-value > 0.05 model sudah fit. Dengan demikian
item-item ada pada variabel perceived power hanya mengukur satu faktor saja,
yaitu perceived power.
Selanjutnya, peneliti melihat muatan faktor variabel perceived power
dengan melihat t-value dan melihat muatan positif atau negatif dari data tabel
muatan faktor, jika nilai t > 1,96 artinya item tersebut signifikan dan sebaliknya.
Adapun koefisien muatan faktor untuk item pengukuran perceived power.
Tabel 3.13
Muatan faktor item perceived power
No Item Koefisien Standar Eror Nilai t Valid
1 0.91 0.05 18.40 √
2 0.51 0.05 9.55 √
3 0.77 0.05 15.14 √ Keterangan tanda √ = signifikan (t >1.96), tanda × = tidak signifikan.
Pada kolom koefisien terlihat bahwa item yang memiliki t-value dibawah
1.96 ( t < 1.96) tidak ada, sehingga seluruh item dari variabel perceived power
digunakan dalam analisis data selanjutnya.
62
3.4.5 Uji validitas konstruk variabel persepsi kualitas layanan
a. Tangibles
Pada uji validitas konstruk variabel persepsi kualitas layanan (tangibles), peneliti
menggunakan 6 item dengan model CFA first order. Didapatkan hasil analisis
CFA tangibles diperoleh skor perhitungan awal Chi-Square = 145.18, df = 9, P-
value = 0.00000, RMSEA = 0.216. Dari hasil tersebut nilai p-value < 0.05 yang
artinya model ini belum fit. Maka peneliti memodifikasi model sebanyak 9 kali,
sehingga diperoleh nilai Chi-Square 0.00, df = 0, P-value = 1.00000, RMSEA =
0.000 yang dapat diartikan bahwa nilai p-value > 0.05 model sudah fit. Dengan
demikian item-item ada pada variabel tangibles hanya mengukur satu faktor saja,
yaitu tangibles.
Selanjutnya, peneliti melihat muatan faktor variabel tangibles dengan
melihat t-value dan melihat muatan positif atau negatif dari data tabel muatan
faktor, jika nilai t > 1,96 artinya item tersebut signifikan dan sebaliknya. Adapun
koefisien muatan faktor untuk item pengukuran tangibles.
Tabel 3.14
Muatan faktor item tangibles
No Item Koefisien Standar Eror Nilai t Valid
1 1.00 0.09 11.04 √ 2 1.04 0.08 12.27 √
3 0.12 0.05 2.27 √
4 0.53 0.07 7.73 √ 5 0.51 0.06 7.97 √
6 0.53 0.06 8.21 √
Keterangan tanda √ = signifikan (t >1.96), tanda × = tidak signifikan.
Dari hasil tabel tersebut, pada kolom koefisien terlihat bahwa item yang
memiliki t-value dibawah 1.96 ( t < 1.96) tidak ada, sehingga seluruh item dari
variabel tangibles dapat digunakan dalam analisis data selanjutnya.
63
b. Reliability
Pada uji validitas konstruk variabel reliability, peneliti menggunakan 7 item
dengan model CFA first order. Didapatkan hasil analisis CFA reliability yaitu
skor perhitungan awal Chi-Square = 128.72, df = 14, P-value = 0.00000, RMSEA
= 0.159. Dari hasil tersebut nilai p-value < 0.05 artinya model belum fit. Maka
peneliti memodifikasi model sebanyak 10 kali, sehingga diperoleh nilai Chi-
Square 0.92, df = 4, P-value = 0.92181, RMSEA = 0.000 yang dapat diartikan
bahwa nilai p-value > 0.05 model sudah fit. Dengan demikian item-item ada pada
variabel reliability hanya mengukur satu faktor saja, yaitu reliability.
Selanjutnya, peneliti melihat muatan faktor variabel reliability dengan
melihat t-value dan melihat muatan positif atau negatif dari data tabel muatan
faktor, jika nilai t > 1,96 artinya item tersebut signifikan dan sebaliknya. Adapun
koefisien muatan faktor untuk item pengukuran reliability.
Tabel 3.15
Muatan faktor item reliability
No Item Koefisien Standar Eror Nilai t Valid
1 0.31 0.06 5.13 √
2 0.16 0.06 2.48 √
3 0.60 0.06 9.66 √
4 0.47 0.07 6.95 √
5 0.61 0.06 10.75 √
6 0.83 0.06 14.53 √
7 0.71 0.06 12.36 √
Keterangan tanda √ = signifikan (t >1.96), tanda × = tidak signifikan.
Pada kolom koefisien terlihat bahwa item yang memiliki t-value dibawah
1.96 ( t < 1.96) tidak ada. sehingga seluruh item dari variabel reliability dapat
digunakan dalam analisis data selanjutnya.
64
c. Responsiveness
Pada uji validitas konstruk variabel responsiveness, peneliti menggunakan 5 item
dengan model CFA first order. Didapatkan hasil analisis CFA responsiveness
diperoleh skor perhitungan awal Chi-Square = 58.77, df = 5, P-value = 0.00000,
RMSEA = 0.182. Dari hasil tersebut nilai p-value < 0.05 artinya model belum fit.
Maka peneliti memodifikasi model ini sebanyak 4 kali, sehingga diperoleh nilai
Chi-Square 0.29, df = 1, P-value = 0.59278, RMSEA = 0.000 yang dapat diartikan
bahwa nilai p-value > 0.05 model sudah fit. Dengan demikian item-item ada pada
variabel responsiveness hanya mengukur satu faktor saja, yaitu responsiveness.
Selanjutnya, peneliti melihat muatan faktor variabel responsiveness
dengan melakukan uji hipotesis nihil dari setiap item. Dalam menentukan nilai
koefisien muatan item dengan melihat t-value dan melihat muatan positif atau
negatif dari data tabel muatan faktor, jika nilai t > 1,96 artinya item tersebut
signifikan dan sebaliknya. Adapun koefisien muatan faktor untuk item
pengukuran responsiveness.
Tabel 3.16
Muatan faktor item responsiveness
No Item Koefisien Standar Eror Nilai t Valid
1 0.68 0.05 13.22 √
2 0.92 0.05 19.12 √
3 0.26 0.06 4.40 √
4 0.83 0.05 16.62 √
5 0.33 0.07 5.07 √ Keterangan tanda √ = signifikan (t >1.96), tanda × = tidak signifikan.
Pada kolom koefisien terlihat bahwa item yang memiliki t-value dibawah
1.96 ( t < 1.96) tidak ada, sehingga seluruh item dari variabel tangibles dapat
digunakan dalam analisis data selanjutnya.
65
d. Assurance
Pada uji validitas konstruk variabel assurance, peneliti menggunakan 6 item
dengan model CFA first order. Didapatkan hasil CFA assurances yaitu skor
perhitungan awal Chi-Square = 21.18, df = 9, P-value = 0.01188, RMSEA =
0.065. Dari hasil tersebut nilai p-value < 0.05 artinya model belum fit. Maka
peneliti memodifikasi model ini sebanyak 7 kali, sehingga diperoleh nilai Chi-
Square 0.04, df = 2, P-value = 0.98207, RMSEA = 0.000 yang dapat diartikan
bahwa nilai p-value > 0.05 model sudah fit. Dengan demikian item-item ada pada
variabel assurance hanya mengukur satu faktor saja, yaitu assurance.
Selanjutnya, peneliti melihat muatan faktor variabel assurance dengan
melihat t-value dan melihat muatan positif atau negatif dari data tabel muatan
faktor, jika nilai t > 1,96 artinya item tersebut signifikan dan sebaliknya. Adapun
koefisien muatan faktor untuk item pengukuran assurance.
Tabel 3.17
Muatan faktor item assurance
No Item Koefisien Standar Eror Nilai t Valid
1 0.59 0.06 10.63 √
2 0.20 0.07 2.89 √
3 0.87 0.05 18.32 √
4 0.85 0.05 18.23 √
5 0.80 0.05 16.54 √
6 0.72 0.05 13.91 √
Keterangan tanda √ = signifikan (t >1.96), tanda × = tidak signifikan.
Dari hasil tabel tersebut, pada kolom koefisien terlihat bahwa item yang
memiliki t-value dibawah 1.96 ( t < 1.96) tidak ada, sehingga seluruh item dari
variabel assurance dapat digunakan dalam analisis data selanjutnya.
66
e. Emphaty
Pada uji validitas konstruk variabel emphaty, peneliti menggunakan 6 item dengan
model CFA first order. Didapatkan hasil analisis CFA assurances yaitu skor
perhitungan awal Chi-Square = 168.70, df = 9, P-value = 0.00000, RMSEA =
0.234. Dari hasil tersebut nilai p-value < 0.05 artinya model belum fit. Maka
peneliti memodifikasi model ini sebanyak 7 kali, sehingga diperoleh nilai Chi-
Square 0.38, df = 2, P-value = 0.82636, RMSEA = 0.000 yang dapat diartikan
bahwa nilai p-value > 0.05 model sudah fit. Dengan demikian item-item ada pada
variabel emphaty hanya mengukur satu faktor saja, yaitu emphaty.
Selanjutnya, peneliti melihat muatan faktor variabel emphaty dengan
melihat t-value dan melihat muatan positif atau negatif dari data tabel muatan
faktor, jika nilai t > 1,96 artinya item tersebut signifikan dan sebaliknya. Adapun
koefisien muatan faktor untuk item pengukuran emphaty.
Tabel 3.18
Muatan faktor item emphaty
No Item Koefisien Standar Eror Nilai t Valid
1 0.36 0.04 8.16 √
2 0.23 0.07 3.53 √
3 0.30 0.04 6.62 √
4 0.86 0.05 18.50 √
5 0.93 0.05 19.25 √
6 0.89 0.05 18.72 √
Keterangan tanda √ = signifikan (t >1.96), tanda × = tidak signifikan.
Pada kolom koefisien terlihat bahwa item yang memiliki t-value dibawah 1.96
( t < 1.96) tidak ada, sehingga seluruh item dari variabel emphaty dapat digunakan
dalam analisis data selanjutnya.
67
3.5 Teknik Analisis Data
Pada penelitian ini, teknik analisa data yang digunakan untuk menguji pengaruh
sikap (behavioral belief, evaluation outcome), norma subjektif (normative belief,
motivation to comply), persepsi kontrol perilaku (control belief, perceived power),
persepsi kualitas layanan (tangibles, reliability, responsiveness, assurance,
emphaty), faktor demografi (usia dan penghasilan) terhadap intensi menggunakan
Bus Transjakarta yaitu dengan menggunakan analisis regresi berganda (multiple
regression analysis). Analisis regresi berganda adalah suatu analisis yang
mengukur pengaruh variabel bebas terhadap variabel terikat. Analisis data akan
dilakukan dengan menggunakan sistem perhitungan SPSS versi 16. Susunan
persamaan garis regresi berganda sebagai berikut:
Y = a + b1x1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + b5X5 + b6X6 + b7X7 + b8X8 + b9X9 + b10X10
+ b11X11+ b12X12 + b13X13 + e
Keterangan:
Y = Nilai prediksi Y (Intensi)
a = konstanta/intercept
b = koefisien regresi
X1 = behavioral belief
X2 = evaluation outcome
X3 = normative belief
X4 = motivation to comply
X5 = control belief
X6 = perceived power
X7 = tangibles
X8 = realibility
X9 = responsiveness
X10 = assurance
X11 = emphaty
X12 = usia
X13 = penghasilan
e = residu
68
Melalui regresi berganda ini akan diperoleh nilai R, yaitu koefisien
korelasi berganda antara intensi, sikap (behavioral belief, evaluation outcome),
norma subjektif (normative belief, motivation to comply), persepsi kontrol
perilaku (control belief, perceived power), persepsi kualitas layanan (tangibles,
reliability, responsiveness, assurance, emphaty), faktor demografi (usia dan
penghasilan). Besarnya intensi yang disebabkan faktor-faktor yang sudah
disebutkan, ditunjukan oleh koefisien determinasi berganda yang menunjukkan
variasi atau perubahan dependent variable (Y) yang disebabkan oleh independent
variabel (X) atau digunakan untuk mengetahui besarnya pengaruh independent
variable (X) atau merupakan perkiraan proporsi varian yang dijelaskan oleh sikap
(behavioral belief, evaluation outcome), norma subjektif (normative belief,
motivation to comply), persepsi kontrol perilaku (control belief, perceived power),
persepsi kualitas layanan (tangibles, reliability, responsiveness, assurance,
emphaty), faktor demografi (usia dan penghasilan).
69
BAB 4
HASIL PENELITIAN
4.1 Gambaran Subjek
Subjek penelitian ini berjumlah 324 orang yang merupakan pengguna bus
transjakarta di Jabodetabek. Selanjutnya akan dijelaskan gambaran subjek
berdasarkan usia dan penghasilan. Pada pengelompokkan sampel usia peneliti ini
membaginya berdasarkan usia produktif di Indonesia yaitu 18-64 tahun, dengan
disandarkan pada teori tahapan perkembangan yang dikemukakan oleh Hurlock
(1999). Berikut tabel gambaran subjek.
Tabel 4.1
Gambaran Umum Responden (N=324) Demografi N Persentase (%)
Jenis Kelamin
Perempuan 217 67%
Laki-laki 107 33%
Usia
18 - 25 tahun 254 78.4%
> 25-40 tahun 61 18.8%
> 41-60 tahun 7 2.2%
≥ 60 tahun 2 0.6%
Penghasilan
< 3.500.000/bulan 216 66.7%
3.500.000-5.000.0000/bulan 82 25.3%
>5.000.000-10.000.000/bulan 22 6.8%
>10.000.000/bulan 4 1.2%
Dapat diketahui bahwa sebagian besar sampel dalam penelitian ini
memiliki jenis kelamin perempuan yaitu sebesar 67% dan laki-laki sebesar 33%.
Berdasarkan usia, dapat diketahui bahwa responden yang berusia 18-25 tahun
yaitu 254 orang (78,4%), berusia >25-40 tahun yaitu 61 orang (18.8%), usia > 41-
60 tahun yaitu 7 orang (2.2%), dan lebih dari 60 tahun yaitu 2 orang (0.6%). Jadi
70
dapat disimpulkan bahwa, dalam penelitian ini sebagian besar subjek penelitian
berusia 18 hingga 25 tahun.
Peneliti juga mendeskripsikan subjek berdasarkan penghasilan per bulan.
Berdasarkan penghasilan dapat diketahui bahwa responden yang berpenghasilan <
3.500.000/bulan yaitu 216 orang (66.7%), berpenghasilan 3.500.000-
5.000.000/bulan yaitu 82 orang (25.3%), berpenghasilan > 5.000.000-
10.000.000/bulan yaitu 22 orang (6.8%), dan berpenghasilan lebih dari
10.000.000 yaitu 4 orang (1.2%). Jadi dapat disimpulkan bahwa, dalam penelitian
ini sebagian besar subjek penelitian berpenghasilan < 3.500.000/bulan.
4.1.1 Statistik Deskriptif Variabel Penelitian
Pada analisis statistik deskriptif penelitian ini menggunakan skor faktor untuk
menghindari estimasi bias dari kesalahan pengukuran. Skor faktor didapat dengan
merubah semua faktor dimensi yang sama menjadi satu skor yang disebut dengan
factor score pada software SPSS, skor faktor dihitung menggunakan metode
maximum likelihood.
Berikutnya, skor faktor diubah menjadi true score dengan tujuan
menghilangkan item bermuatan negatif melalui proses komputasi dengan formula
T-score= 50 + 10.z. Sehingga item-item yang dianalisis oleh maximum likelihood
adalah item yang bermuatan positif. Selanjutnya setelah mendapatkan analisis
deskriptif pada masing-masing variabel. Dapat diperhatikan frekuensi nilai mean,
range, standar deviasi (SD), titik minimum dan maksimum dari masing-masing
variabel yang dapat dilihat pada tabel 4.2
71
Tabel 4.2
Deskripsi statistik variabel penelitian N Minimum Maximum Mean Std.Deviation
Intensi 324 8.31 68.57 50.0000 9.56677
Behavioral belief 324 25.13 63.90 50.0000 8.45696
Evaluation outcome 324 19.27 66.88 50.0000 8.70903
Normative belief 324 21.61 65.23 50.0000 9.63849
Motivation to comply 324 29.14 72.22 50.0000 8.55366
Control belief 324 28.51 70.83 50.0000 8.53536
Perceived power 324 10.45 64.14 50.0000 8.90106
Tangibles 324 22.30 64.47 50.0000 9.44843
Reliability 324 26.48 75.92 50.0000 8.91836
Responsiveness 324 5.91 64.16 50.0000 8.93779
Assurance 324 4.71 67.58 50.0000 9.15912
Emphaty 324 7.07 66.74 50.0000 9.39644
Berdasarkan tabel 4.2 dapat diketahui bahwa variabel intensi memiliki nilai
minimum adalah 8.31 dan nilai maksimumnya adalah 68.57. Kedua, dimensi
behavioral belief memiliki nilai minimum adalah 25.13 dan nilai maksimumnya
adalah 63.90. Ketiga, dimensi evaluation outcome memiliki nilai minimum adalah
19.27 dan nilai maksimumnya 66.88. Keempat, dimensi normative belief memiliki
nilai minimum adalah 21.61 dan nilai maksimumnya adalah 65.23. Kelima,
dimensi motivation to comply memiliki nilai minimum adalah 29.14 dan nilai
maksimumnya adalah 72.22. Keenam, dimensi control belief memiliki nilai
minimum adalah 28.51 dan nilai maksimumnya adalah 70.83. Ketujuh, dimensi
perceived power memiliki nilai minimum adalah 10.45 dan nilai maksimumnya
adalah 64.14. Kedelapan, dimensi tangibles memiliki nilai minimum adalah 22.30
dan nilai maksimumnya adalah 64.47. Kesembilan, dimensi reliability memiliki
nilai minimum adalah 26.48 dan nilai maksimumnya adalah 75.92. Kesepuluh,
dimensi responsiveness memiliki nilai minimum adalah 5.91 dan nilai
maksimumnya adalah 64.16. Kesebelas, dimensi assurance memiliki nilai
72
minimum adalah 4.71 dan nilai maksimummnya 67.58. Terakhir, dimensi
emphaty memiliki nilai minimum 7.07 dan nilai maksimumnya adalah 66.74.
4.1.2 Kategorisasi skor variabel
Kategorisasi skor variabel menempatkan subjek penelitian pada kelompok-
kelompok yang terpisah. Kategorisasi terbagi menjadi tiga interpretasi yaitu
rendah, sedang, dan tinggi. Dari nilai mean dan standar deviasi yang
digunakan,maka dapat ditetapkannya norma kategorisasi variabel penelitian.
Norma skor kategorisasi variabel dijelaskan pada tabel 4.3 berikut.
Tabel 4.3
Norma Skor Variabel Kategori Rumus
Rendah X < (M-1 SD)
Sedang (M-1SD) ≤ X ≤ (M+1SD)
Tinggi X > (M+1SD)
Selanjutnya, nilai persentase kategori masing-masing variabel penelitian
ini akan didapatkan setelah kategori sudah diketahui. Masing-masing variabel
akan dikategorikan rendah, sedang, dan tinggi. Berikut penjelasan kategori pada
tabel 4.4 di bawah ini.
Tabel 4.4
Kategorisasi skor variabel Variabel Frekuensi (Persen(%))
Rendah Sedang Tinggi
Intensi 45 (13.9%) 224 (69.1%) 55 (17.0%)
Behavioral belief 27 (8.3%) 244 (75.3%) 53 (16.4%)
Evaluation outcome 35 (10.8%) 246 (75.9%) 43 (13.3%)
Normative belief 69 (21.3%) 192 (59.3%) 63 (19.4%)
Motivation to comply 23 (7.1%) 266 (82.1%) 35 (10.8%)
Control belief 29 (9%) 266 (82.1%) 29 (9%)
Perceived power 25 (7.7%) 238 (73.5%) 61 (18.8%)
Tangibles 23 (7.1%) 206 (63.6%) 95 (29.3%)
Reliability 39 (12.%) 256 (79%) 29 (9%)
Responsiveness 24 (7.4%) 237 (73.1%) 63 (19.4%)
Assurance 20 (6.2%) 241 (74.4%) 63 (19.4%)
Emphaty 20 (6.2%) 231 (71.3%) 73 (22.5%)
73
1. Responden dengan tingkat intensi yang rendah sebanyak 45 orang (13%),
sedangkan intensi yang sedang sebanyak 224 orang (69.1%), dan intensi yang
tinggi 55 orang (17%). Sehingga dapat disimpulkan, bahwa tingkat intensi
responden dominan pada kategorisasi sedang (69.1%). Namun intensi yang
tinggi lebih dominan sebesar (17%) dibandingkan intensi yang rendah sebesar
(13,9%).
2. Responden dengan tingkat behavioral belief yang rendah sebanyak 27 orang
(8.3%), sedangkan behavioral belief yang sedang sebanyak 244 orang
(75.3%), dan behavioral belief yang tinggi 53 orang (16.4%). Sehingga dapat
disimpulkan, bahwa tingkat behavioral belief responden dominan pada
kategorisasi sedang (75.3%). Namun behavioral belief yang tinggi lebih
dominan sebesar (16.4%) dibandingkan behavioral belief yang rendah sebesar
(8.3%).
3. Responden dengan tingkat evaluation outcome yang rendah sebanyak 35
orang (10.8%), sedangkan evaluation outcome yang sedang sebanyak 246
orang (75.9%), dan evaluation outcome yang tinggi 43 orang (13.3%).
Sehingga dapat disimpulkan, bahwa tingkat evaluation outcome responden
dominan pada kategorisasi sedang (75.9%). Namun evaluation outcome yang
tinggi lebih dominan sebesar (13.3%) dibandingkan evaluation outcome yang
rendah sebesar (10.8%).
4. Responden dengan tingkat normative belief yang rendah sebanyak 69 orang
(21.3%), sedangkan normative belief yang sedang sebanyak 192 orang
(59.3%), dan normative belief yang tinggi 63 orang (19.4%). Sehingga dapat
74
disimpulkan, bahwa tingkat normative belief responden dominan pada
kategorisasi sedang (59.3%). Namun normative belief yang rendah lebih
dominan sebesar (21.3%) dibandingkan normative belief yang tinggi sebesar
(19.4%).
5. Responden dengan tingkat motivation to comply yang rendah sebanyak 23
orang (7.1%), sedangkan motivation to comply yang sedang sebanyak 266
orang (82.1%), dan motivation to comply yang tinggi 29 orang (9%).
Sehingga dapat disimpulkan, bahwa tingkat motivation to comply responden
dominan pada kategorisasi sedang (82.1%). Namun motivation to comply
yang tinggi lebih dominan sebesar (10.8%) dibandingkan motivation to
comply yang rendah sebesar (7.1%).
6. Responden dengan tingkat control belief yang rendah sebanyak 29 orang
(9%), sedangkan control belief yang sedang sebanyak 266 orang (82.1%), dan
control belief yang tinggi 29 orang (9%). Sehingga dapat disimpulkan, bahwa
tingkat control belief responden dominan pada kategorisasi sedang (82.1%).
Namun control belief yang tinggi dan rendah seimbang sebesar (9%).
7. Responden dengan tingkat perceived power yang rendah sebanyak 25 orang
(7.7%), sedangkan perceived power yang sedang sebanyak 238 orang
(73.5%), dan perceived power yang tinggi 61 orang (18.8%). Sehingga dapat
disimpulkan, bahwa tingkat perceived power responden dominan pada
kategorisasi sedang (73.5%). Namun perceived power yang tinggi lebih
dominan sebesar (18.8%) dibandingkan perceived power yang rendah sebesar
(7.7%).
75
8. Responden dengan tingkat tangibles yang rendah sebanyak 23 orang (7.1%),
sedangkan tangibles yang sedang sebanyak 206 orang (63.6%), dan tangibles
yang tinggi 95 orang (29.3%). Sehingga dapat disimpulkan, bahwa tingkat
tangibles responden dominan pada kategorisasi sedang (63.6%). Namun
tangibles yang tinggi lebih dominan sebesar (29.3%) dibandingkan tangibles
yang rendah sebesar (7.1%).
9. Responden dengan tingkat reliability yang rendah sebanyak 39 orang (12%),
sedangkan reliability yang sedang sebanyak 256 orang (79%), dan reliability
yang tinggi 29 orang (9%). Sehingga dapat disimpulkan, bahwa tingkat
reliability responden dominan pada kategorisasi sedang (79%). Namun
reliability yang rendah lebih dominan sebesar (12%) dibandingkan reliability
yang tinggi sebesar (9%).
10. Responden dengan tingkat responsiveness yang rendah sebanyak 24 orang
(7.4%), sedangkan responsiveness yang sedang sebanyak 237 orang (73.1%),
dan yang tinggi 63 orang (19.4%). Sehingga dapat disimpulkan, bahwa
tingkat responsiveness responden dominan pada kategorisasi sedang (73.1%).
Namun responsiveness yang tinggi lebih dominan sebesar (19.4%)
dibandingkan responsiveness yang rendah sebesar (7.4 %).
11. Responden dengan tingkat assurance yang rendah sebanyak 20 orang (6.2%),
sedangkan assurance yang sedang sebanyak 241 orang (74.4%), dan
assurance yang tinggi 63 orang (19.4%). Sehingga dapat disimpulkan, bahwa
tingkat assurance responden dominan pada kategorisasi sedang (74.4%).
76
Namun assurance yang tinggi lebih dominan sebesar (19.4%) dibandingkan
assurance yang rendah sebesar (6.2%).
12. Responden dengan tingkat emphaty yang rendah sebanyak 20 orang (6.2%),
sedangkan emphaty yang sedang sebanyak 231 orang (71.3%), dan emphaty
yang tinggi 73 orang (22.5%). Sehingga dapat disimpulkan, bahwa tingkat
emphaty responden dominan pada kategorisasi sedang (71.3%). Namun
emphaty yang tinggi lebih dominan sebesar (22.5%) dibandingkan emphaty
yang rendah sebesar (8.3%).
4.4 Uji hipotesis penelitian
4.4.1 Analisis regresi variabel penelitian
Pada tahap analisis regresi berganda peneliti yang perhitungannya menggunakan
software SPSS 16.0. Ada tiga hal yang harus diperhatikan pada analisis regresi,
pertama melihat R Square (R2) agar dapat mengetahui berapa persen (%) varians
dependent variable yang dijelaskan oleh independent variable, lalu yang kedua
apakah keseluruhan independent variable berpengaruh secara signifikan terhadap
dependent variable, kemudian terakhir melihat signifikan atau tidaknya koefisien
regresi dari masing-masing independent variable. Tahap pertama yaitu
menganalisis besaran R Square untuk mengetahui berapa persen (%) varians pada
dependent variable yang dijelaskan oleh independent variable. Berikut tabel R
Square dapat dilihat pada tabel 4.5 dibawah ini.
77
Tabel 4.5
R Square
Model R R Square Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate
Sig. F
Change
1 .797s
.635 .619 5.90262 .000 a. Predictors: (Constant), Behavioral Belief, Evaluation Outcome, Normative Belief, Motivation
To Comply, Control Belief, Perceived Power, Tangibles, Reliability, Responsiveness,
Assurance, Emphaty, Usia, Penghasilan.
b. Dependent variable: Intensi
Berdasarkan tabel 4.5 dapat dilihat bahwa R2
sebesar 0.635 atau 63.5%.
Dapat dikatakan bahwa proporsi varians dari intensi yang dijelaskan oleh seluruh
independent variable (behavioral belief, evaluation outcome, normative belief,
motivation to comply, control belief, perceived power, tangibles, reliability,
responsiveness, assurance, emphaty, usia, dan penghasilan) adalah sebesar 63.5%
sedangkan 36.5% dipengaruhi oleh variabel lain di luar penelitian ini. Pada tahap
kedua yaitu menganalisi dampak independent variable terhadap intensi. Adapun
hasil uji F dapat dilihat pada tabel 4.6 berikut:
Tabel 4.6
ANOVA
Anova pengaruh keseluruhan independent variable terhadap dependent variable
ANOVAb
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig
1 Regression 18761.274 13 1443.175 41.422 .000a
Residual 10800.692 310 34.841
Total 29561.965 323 a. Predictors: (Constant), Behavioral Belief, Evaluation Outcome, Normative Belief, Motivation
To Comply, Control Belief, Perceived Power, Tangibles, Reliability, Responsiveness,
Assurance, Emphaty, Usia, Penghasilan.
b. Dependent variable: Intensi
Dapat dilihat pada tabel 4.6 diketahui nilai Sig. adalah 0.000 dengan
demikian diketahui bahwa nilai Sig. <0.05, maka hipotesis nol (H0) menyatakan
bahwa “tidak ada pengaruh yang signifikan sikap, norma subjektif, persepsi
kontrol perilaku, persepsi kualitas layanan dan faktor demografi terhadap intensi
78
bus transjakarta” ditolak. Dengan demikian dapat diartikan ada pengaruh yang
signifikan sikap, norma subjektif, persepsi kontrol perilaku, persepsi kualitas
layanan dan faktor demografi terhadap intensi menggunakan kembali bus
transjakarta.
Tahap terakhir yaitu melihat koefisien regresi dari setiap independent variable.
Jika nilai Sig<0.05 maka koefisien regresi tersebut signifikan yang artinya bahwa
independent variable tersebut memiliki pengaruh yang signifikan terhadap intensi
bus transjakarta. Adapun penjelasannya pada tabel 4.7 dibawah ini:
Tabel 4.7
Koefisien Regresi Independent Variable yang Memengaruhi Intensi Model Unstandardized Coefficients Standardized
Coefficients
T Sig.
B Std.Error Beta
1 (Contant) -3.561 3.435 -1.155 .249
Behavioral belief .318 .055 .281 5.792 .000*
Evaluation outcome .100 .046 .091 2.150 .032*
Normative belief .196 .044 .197 4.470 .000*
Motivation to comply -.016 .044 -.014 -.365 .715
Control belief .138 .047 .124 2.938 .000*
Perceived power .403 .050 .375 7.981 .000*
Tangibles -.038 .043 -.038 -.879 .380
Reliability -.028 .042 -.026 -.660 .510
Responsiveness .127 .057 .119 2.212 .028*
Assurance -.028 .061 -.027 -.464 .643
Emphaty -.091 .052 -.089 -1.736 .084
Usia -.651 .764 -.035 -.852 .395
Penghasilan .489 .579 .035 .845 .399
a. Dependent variabel : Intention
Berdasarkan koefisien regresi pada tabel 4.7, maka persamaan regresinya sebagai
berikut: (*signifikan)
Intensi = -3.561 + 0.318* Behavioral Belief + 0.100* Evaluation Outcome +
0.196* Normative Belief – 0.016 Motivation to Comply + 0.138* Control Belief
+ 0.403* Perceived Power – 0.038 Tangibles – 0.028 Reliability + 0.127*
79
Responsiveness – 0.028 Assurance – 0.091 Emphaty – 0.651 Usia + 0.489
Penghasilan.
Dari persamaan diatas terlihat bahwa dari tiga belas variabel independent
variable, yang berdampak signifikan terhadap dependent variable adalah
behavioral belief, evaluation outcome, normative belief, control belief, perceived
power, dan responsiveness, sedangkan variabel lainnya tidak signifikan. Hal ini
menyatakan bahwa dari 13 variabel terdapat 6 variabel yang signifikan seluruhnya
terhadap intensi menggunakan bus transjakarta. Penejelasan dari nilai koefisien
regresi yang diperoleh pada masing-masing independent variable adalah sebagai
berikut:
1. Nilai koefisien regresi pada variabel behavioral belief sebesar 0.318 dengan
nilai signifikansi sebesar 0.000 (sig < 0.05). Dapat disimpulkan bahwa nilai
behavioral belief signifikan memengaruhi koefisien regresi intensi
menggunakan bus transjakarta secara positif. Jadi semakin tinggi nilai
behavioral belief, semakin rendah nilai intensi menggunakan bus transjakarta.
2. Nilai koefisien regresi pada variabel evaluation outcome sebesar 0.100
dengan nilai signifikansi sebesar 0.032 (sig < 0.05). Dapat disimpulkan
bahwa nilai evaluation outcome signifikan memengaruhi koefisien regresi
intensi menggunakan bus transjakarta secara positif. Jadi semakin tinggi nilai
evaluation outcome, semakin rendah nilai intensi menggunakan bus
transjakarta.
3. Nilai koefisien regresi pada variabel normative belief sebesar 0.196 dengan
nilai signifikansi sebesar 0.000 (sig < 0.05). Dapat disimpulkan bahwa nilai
80
normative belief signifikan memengaruhi koefisien regresi intensi
menggunakan bus transjakarta secara positif. Jadi semakin tinggi nilai
normative belief, semakin rendah nilai intensi menggunakan bus transjakarta.
4. Nilai koefisien regresi pada variabel motivation to comply sebesar -0.016
dengan nilai signifikansi sebesar 0.715 (sig > 0.05). Artinya motivation to
comply tidak memengaruhi koefisien regresi intensi menggunakan bus
transjakarta.
5. Nilai koefisien regresi pada variabel control belief sebesar 0.138 dengan nilai
signifikansi sebesar 0.000 (sig < 0.05). Dapat disimpulkan bahwa nilai
control belief signifikan memengaruhi koefisien regresi intensi menggunakan
bus transjakarta secara positif. Jadi semakin tinggi nilai control belief,
semakin rendah nilai intensi menggunakan bus transjakarta.
6. Nilai koefisien regresi pada variabel perceived power sebesar 0.403 dengan
nilai signifikansi sebesar 0.000 (sig < 0.05). Dapat disimpulkan bahwa nilai
perceived power signifikan memengaruhi koefisien regresi intensi
menggunakan bus transjakarta secara positif. Jadi semakin tinggi nilai
perceived power, semakin rendah nilai intensi menggunakan bus transjakarta.
7. Nilai koefisien regresi pada variabel tangibles sebesar -0.038 dengan nilai
signifikansi sebesar 0.380 (sig > 0.05). Artinya tangibles tidak memengaruhi
koefisien regresi intensi menggunakan bus transjakarta.
8. Nilai koefisien regresi pada variabel reliability sebesar -0.028 dengan nilai
signifikansi sebesar 0.510 (sig > 0.05). Artinya reliability tidak memengaruhi
koefisien regresi intensi menggunakan bus transjakarta.
81
9. Nilai koefisien regresi pada variabel responsiveness sebesar 0.127 dengan
nilai signifikansi sebesar 0.028 (sig < 0.05). Dapat disimpulkan bahwa nilai
responsiveness signifikan memengaruhi koefisien regresi intensi
menggunakan bus transjakarta secara positif. Jadi semakin tinggi nilai
responsiveness, semakin rendah nilai intensi menggunakan bus transjakarta.
10. Nilai koefisien regresi pada variabel assurance sebesar -0.028 dengan nilai
signifikansi sebesar 0.643 (sig > 0.05). Artinya assurance tidak memengaruhi
koefisien regresi intensi menggunakan bus transjakarta.
11. Nilai koefisien regresi pada variabel emphaty sebesar -0.091 dengan nilai
signifikansi sebesar 0.084 (sig > 0.05). Artinya emphaty tidak memengaruhi
koefisien regresi intensi menggunakan bus transjakarta.
12. Nilai koefisien regresi pada variabel usia sebesar -0.651 dengan nilai
signifikansi sebesar 0.395 (sig > 0.05). Artinya usia tidak memengaruhi
koefisien regresi intensi menggunakan bus transjakarta.
13. Nilai koefisien regresi pada variabel penghasilan sebesar 0.489 dengan nilai
signifikansi sebesar 0.399 (sig > 0.05). Artinya penghasilan tidak
memengaruhi koefisien regresi intensi menggunakan bus transjakarta.
4.4.2 Proporsi varians untuk masing-masing variabel penelitian
Selanjutnya peneliti ingin melihat sumbangan proporsi varian dari masing-masing
independent variable terhadap intensi. Cara untuk mengetahui proporsi varians
yaitu melakukan perhitungan nilai R Square Change dengan cara melakukan
analisis regresi satu per satu. Dapat diperhatikan pada tabel 4.8 penjelasan
82
proporsi varians untuk masing-masing independent variabel terhadap intensi di
bawah ini.
Tabel 4.8
Proporsi Varians Model Summaryj
Change Statistics
Model R R Square R square
Change
F Change df1 df2 Sig. F
Change
1 .652a .425 .425 238.196 1 322 .000
2 689b .461 .036 21.368 1 321 .000
3 .725c .526 .065 43.845 1 320 .000
4 726d .526 .000 .276 1 319 .599
5 .735e .540 .013 9.164 1 318 .003
6 .789f .623 .083 69.961 1 317 .000
7 .790g .624 .002 1.465 1 316 .227
8 791h .625 .001 1.720 1 315 .296
9 .792i .628 .002 1.720 1 314 .191
10 .736f .630 .002 1.597 1 317 .207
11 .737g .632 .002 1.295 1 316 .256
12 .739h .634 .002 1.315 1 315 .252
13 739i .635 .001 0.152 1 314 .475
Berdasarkan tabel 4.8 dapat disampaikan informasi sebagai berikut:
1. Sumbangan variabel behavioral belief terhadap intensi 42.5%. Artinya,
variabel behavioral belief memeberikan sumbangan yang signifikan (Sig
F<0.05) bagi bervariasinya intensi sebesar 42.5%.
2. Sumbangan variabel evaluation outcome terhadap intensi 3.6%. Artinya,
variabel evaluation outcome memberikan sumbangan yang signifikan (Sig F
<0.05) bagi bervariasinya intensi sebesar 3.6%
3. Sumbangan variabel normative belief terhadap intensi 6.5%. Artinya, variabel
normative belief memberikan sumbangan yang signifikan (Sig F <0.05) bagi
bervariasinya intensi sebesar 6.5%.
4. Sumbangan variabel motivation to comply terhadap intensi 0%. Artinya
memberikan sumbangan dari bervariasinya intensi namun tidak signifikan
(Sig F > 0.05).
83
5. Sumbangan variabel control belief terhadap intensi 1.3%. Artinya, variabel
control belief memberikan sumbangan yang signifikan (Sig F<0.05) bagi
bervariasinya intensi sebesar 1.3%,
6. Sumbangan variabel perceived power terhadap intensi 8.3%. Artinya, variabel
perceived power memberikan sumbangan yang signifikan (Sig F<0.05) bagi
bervariasinya intensi sebesar 8.3%,
7. Sumbangan variabel tangibles terhadap intensi 0.2%. Artinya, variabel
tangibles memberikan sumbangan bagi bervariasinya intensi namun tidak
signifikan (Sig F>0.05).
8. Sumbangan variabel reliability terhadap intensi 0.1%. Artinya, variabel
reliability memberikan sumbangan bagi bervariasinya intensi namun tidak
signifikan (Sig F>0.05).
9. Sumbangan variabel responsiveness terhadap intensi 0.2%. Artinya, variabel
responsiveness memberikan sumbangan bagi bervariasinya intensi namun
tidak signifikan (Sig F> 0.05).
10. Sumbangan variabel assurance terhadap intensi 0.2%. Artinya, variabel
assurance memberikan sumbangan bagi bervariasinya intensi namun tidak
signifikan (Sig F>0.05).
11. Sumbangan variabel emphaty terhadap intensi 0.2%. Artinya, variabel
emphaty memberikan sumbangan bagi bervariasinya intensi namun tidak
signifikan (Sig F>0.05).
84
12. Sumbangan variabel usia terhadap intensi 0,2%. Artinya, variabel usia
memberikan sumbangan bagi bervariasinya intensi namun tidak signifikan
(Sig F>0.05).
13. Sumbangan variabel penghasilan terhadap intensi 0.1%. Artinya, variabel
penghasilan memberikan sumbangan bagi bervariasinya intensi namun tidak
signifikan (Sig F>0.05).
85
BAB 5
KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan uji hipotesis sebelumnya, dapat ditarik kesimpulan bahwa terdapat
pengaruh yang signifikan sikap, norma subjektif, persepsi kontrol perilaku,
persepsi kualitas layanan, dan faktor demografi terhadap intensi menggunakan bus
transjakarta. Adapun hasil uji F dapat diketahui bahwa hipotesis nihil yang
menyatakan tidak ada pengaruh dari seluruh independent variabel (IV) terhadap
dependent variabel ditolak.
Artinya, terdapat pengaruh yang sinifikan dari sikap, norma subjektif,
persepsi kontrol perilaku, persepsi kualitas layanan, dan faktor demografi.
Kemudian dari tiga belas variabel yang diuji terdapat enam yang dinyatakan
signifikan yang memengaruhi intensi menggunakan bus transjakarta, yaitu
behavioral belief, evaluation outcome, normative belief, control belief, perceived
power, dan responsiveness.
5.2 Diskusi
Terdapat variabel yang signifikan dan tidak signifikan terhadap intensi
menggunakan bus transjakarta. Adapun variabel yang signifikan pada penelitian
ini adalah sikap, norma subjektif, persepsi kontrol perilaku, dan persepsi kualitas
layanan. Variabel yang tidak signfikan terhadap intensi menggunakan bus
transjakarta yaitu faktor demografi (penghasilan dan usia). Berikut penjabaran
dari hasil pengujian hipotesis.
86
Variabel yang pertama adalah sikap, dimensi pertama yang memberikan
hasil yang positif dan signifikan terhadap intensi menggunakan bus transjakarta
yaitu behavioral belief dengan besar sumbangannya terhadap dependent variable
sebesar 42.5% yang artinya semakin tinggi behavioral belief seseorang, maka
intensi menggunakan bus transjakarta semakin tinggi. Seseorang yang memiliki
behavioral belief yang tinggi cenderung memiliki niat atau keinginan yang tinggi
untuk menggunakan suatu jasa atau produk dalam hal ini bus transjakarta. Karena
seseorang tersebut merasa yakin dan percaya bahwa bus transjakarta dapat
membantunya dalam beraktivitas sehari-hari. Dimensi kedua yaitu evaluation
outcome, berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa dimensi evaluation
outcome secara positif dan signifikan memengaruhi intensi menggunakan bus
transjakarta. Artinya semakin tinggi tingkat evaluasi positif dan negatif seseorang
terhadap jasa yang diberikan bus transjakarta, maka semakin tinggi pula
kecenderungan atau intensi seseorang untuk menggunakan kembali bus
transjakarta. Jika dilihat dari proporsi varians, dimensi evaluation outcome
memberikan sumbangan sebesar 3.6% dalam varians sikap. Sehingga dapat dilihat
secara umum, sikap secara positif memengaruhi intensi menggunakan kembali.
Artinya semakin tinggi sikap, maka semakin tinggi intensi menggunakan
seseorang.
Hal ini didukung juga oleh penelitian Sumaedi (2016) yang
mengindikasikan bahwa sikap memiliki pengaruh yang positif dan siginifikan
pada penggunan kembali transportasi umum. Namun, dalam penelitian yang
dilakukan Nordfjaern (2014) menyatakan bahwa sikap memiliki pengaruh yang
87
kecil, ini berbanding terbalik pada hasil penelitian ini bahwa sikap memiliki
pengaruh yang besar pada intensi menggunakan kembali. Dapat diartikan,
semakin kuat sikap yang dimiliki seseorang maka semakin tinggi intensi
menggunakan bus transjakarta.
Variabel kedua yaitu norma subjektif. Menurut hasil penelitian yang telah
dilakukan, diperoleh bahwa dari kedua dimensi hanya satu dimensi yang
signifikan yaitu normative belief dengan besar sumbangannya terhadap dependent
variabel sebesar 6.5% yang artinya semakin tinggi normative belief seseorang,
maka intensi menggunakan bus transjakarta semakin tinggi. Seseorang yang
memiliki normative belief yang tinggi cenderung memiliki niat atau keinginan
kembali yang tinggi untuk menggunakan kembali bus transjakarta. Seseorang
tersebut merasa yakin mampu untuk menggunakan kembali bus transjakarta
karena didukung oleh orang-orang terdekatnya. Konsumen tinggal di lingkungan
yang supportive menggunakan transportasi umum, akan memiliki kemungkinan
kedepannya menggunakan transportasi umum tersebut (Fu dan Juan 2017).
Variabel yang tidak berpengaruh secara signifikan adalah motivation to
comply. Menurut Ajzen (1991) karakterisik motivation to comply pada norma
subjektif yaitu motivasi individu untuk dapat memenuhi harapan berdasarkan pada
pandangan orang sekitar, sehingga tinggi rendahnya skor motivation to comply
tidak memengaruhi skor intensi menggunakan bus transjakarta. Banyak penelitian
yang menganalisis variabel norma subjektif terhadap intensi, namun pada
analisisnya menggunakan variabel besar bukan per dimensi seperti peneliti
lakukan sehingga memengaruhi item yang dianalisis.
88
Variabel ketiga adalah persepsi kontrol perilaku, dimensi pertama yang
memberikan hasil yang positif dan signifikan terhadap intensi menggunakan bus
transjakarta yaitu control belief dengan besar sumbangannya terhadap dependent
variable sebesar 1.3% yang artinya semakin tinggi control belief seseorang, maka
intensi menggunakan bus transjakarta semakin tinggi. Seseorang yang memiliki
control belief yang tinggi cenderung memiliki niat atau keinginan yang tinggi
untuk menggunakan kembali bus transjakarta. Karena seseorang tersebut merasa
yakin serta memiliki kesempatan untuk menggunakan kembali bus transjakarta.
Dimensi kedua dari persepsi kontrol perilaku yaitu perceived power,
berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa dimensi perceived power
memberikan hasil yang positif dan signifikan terhadap intensi menggunakan bus
transjakarta yaitu perceived power dengan besar sumbangannya terhadap
dependent variable sebesar 8.3% yang artinya semakin tinggi perceived power
seseorang, maka intensi menggunakan bus transjakarta semakin tinggi. Seseorang
yang memiliki perceived power yang tinggi cenderung memiliki niat atau
keinginan yang tinggi untuk menggunakan kembali bus transjakarta. Karena
seseorang tersebut mempersepsikan dirinya mudah untuk menggunakan kembali
bus transjakarta Hal ini berbanding terbalik dengan penelitian Sumaedi (2016)
persepsi kontrol perilaku tidak memiliki hasil yang signifikan untuk intensi
menggunakan transportasi umum. Namun menurut penelitian Heath dan Gifford
(2002) PBC memiliki pengaruh yang positif dan signifikan dengan perilaku
intensi menggunakan bus, serta persepsi pelajar lebih positif setelah mulai
mencoba program U-pass untuk menggunakan bus.
89
Variabel selanjutnya yaitu persepsi kualitas layanan terdapat lima dimensi
namun hanya satu dimensi yang memiliki hasil yang positif dan signifikan
terhadap intensi menggunakan bus transjakarta yaitu responsiveness. Hal ini
sejalan dengan penelitian Huang (2010) pada penumpang pesawat menunjukan
bahwa responsiveness adalah atribut kualitas layanan yang paling penting. Karena
penumpang berfokus pada kedatangan dan keberangkatan yang tepat waktu.
Selain itu respon petugas yang tanggap untuk penumpang yang membutuhkan
pertolongan pada penumpang yang mengalami keterlambatan.
Variabel yang tidak berpengaruh secara signifikan adalah persepsi kualitas
layanan dengan dimensi tangibles. reliability, assurance, dan emphaty. Hal ini
sejalan dengan penelitian yang dilakukan Huang (2010) berdasarkan penelitiannya
persepsi kualitas layanan berpengaruh secara signifikan namun secara tidak
langsung karena dimediasi oleh satisfaction. Secara umum kualitas layanan
berpengaruh signifikan pada satisfaction, namun variabel tersebut tidak diteliti
dalam penelitian ini.
Variabel yang tidak signifikan selanjutnya adalah faktor demografi yang
terdiri dari usia dan penghasilan. Dominasi usia responden pada penelitian ini
berada pada rentang usia 18-25 tahun dimana responden adalah pelajar dan
pekerja. Dalam penelitian Fujii dan Van (2009) di Vietnam memiliki hasil yang
bertentangan bahwa usia berpengaruh signifikan pada penggunaan bus, menurut
hasil penelitiannya responden yang berusia tua lebih memiliki intensi daripada
responden usia muda, hal ini terjadi karena distribusi usia responden hampir setara
90
tidak ada dominasi dari beberapa usia yang membuat usia menjadi signifikan dan
mempunyai pengaruh.
Faktor demografi lainnya yaitu penghasilan, dalam penelitian ini
penghasilan didominasi oleh penghasilan pada kelompok pertama < 3.500.000.
Zhang (2016) menggambarkan bahwa penghasilan yang tinggi berhubungan
dengan kepemilikan mobil yang lebih tinggi, diduga karena faktor simbolis serta
kenyamanan pada mobil. Sedangkan menurut Ambak (2010) individu yang
memiliki sikap positif untuk menghemat ongkos perjalanan yang akan mendorong
penggunaan bus sebagai alat transportasi Dapat dikatakan faktor demografi tidak
signifikan dikarenakan responden didominasi oleh satu kelompok usia dan
penghasilan, dimana responden adalah pelajar dan pekerja yang memiliki
penghasilan < 3.500.000 dan membutuhkan bus transjakarta dalam beraktivitas
sehari-hari. Sehingga usia dan penghasilan tidak memengaruhi intensi
menggunakan kembali bus transjakarta.
Penelitian ini sudah dilakukan sesuai dengan prosedur penelitian, namun
ada beberapa keterbatasan yang terjadi dalam proses pengambilan sampel.
Keterbatasan dalam penelitian ini yaitu sampel yang kurang bervariasi dari segi
usia dan penghasilan. Selain itu variabel yang tidak berpengaruh secara signifikan
dapat dikarenakan adanya responden yang tidak bersedia mengisi jawaban pada
skala tertentu, waktu yang dimiliki responden untuk mengisi kuesioner terbatas.
Dapat dimungkinkan hal tersebut yang memengaruhi dimensi satu sama lain,
sehingga diperoleh hasil yang tidak signifikan.
91
5.3 Saran
Pada bagian ini, saran dikategorikan menjadi dua bagian, yaitu saran teoritis dan
saran praktis. Penulis memberikan saran secara teoritis dengan harapan dapat
memberikan kontribusi untuk penelitian selanjutnya. Selain itu penulis juga
menguraikan saran secara praktis dengan harapan dapat memberikan informasi
tambahan terutama bagi pembaca yang berniat melakukan penelitian.
5.3.1 Saran Teoritis
Berdasarkan hasil penelitian ini terdapat beberapa saran teoritis yang dapat
diajukan sebagai pertimbangan bagi penelitian selanjutnya, yaitu:
1. Pada penelitian ini sikap adalah variabel yang paling memberikan pengaruh
pada intensi menggunakan bus transjakarta dengan dimensi yang paling
memberikan sumbangan yaitu behavioral belief. Behavioral belief suatu
bentuk keyakinan dalam diri invidu untuk melakukan sebuah perilaku dengan
kata lain individu percaya (trust) pada perilaku tersebut. Pada penelitian
selanjutnya disarankan untuk dapat menggali secara lebih lanjut variabel lain
seperti trust, pengetahuan, keterlibatan, gaya hidup dll.
2. Faktor demografi tidak banyak yang diteliti pada penelitian ini sehingga
dalam penelitian selanjutnya dapat memberikan variasi lain pada faktor
demografi (frekuensi penggunaan, pendidikan, tujuan perjalanan, dll).
3. Sebagai pelengkap pada penelitian selanjutnya dapat menggunakan
wawancara singkat dari setiap responden yang mengisi kuesioner secara
langsung, hal ini bertujuan memperkuat informasi kuesioner yang didapat
dari hasil wawancara.
92
5.3.2 Saran Praktis
Berdasarkan hasil penelitian ini, terdapat beberapa saran praktis yang dapat
diajukan kepada pihak-pihak yang berkepentingan berkaitan dengan hasil
penelitian, yaitu:
1. Pada penelitian ini behavioral belief yang memiliki pengaruh paling besar
terhadap intensi menggunakan bus transjakarta. Maka untuk meningkatkan
konsumen bus transjakarta, perlu adanya promosi dari pengelola PT.
Transportasi Jakarta menumbuhkan kesadaran masyarakat bahwa dengan
menggunakan bus transjakarta dapat membantu aktivitas sehari-hari
sehingga masyarakat menjadi yakin untuk menggunakan bus transjakarta.
Sebuah hasil penelitian Zailani (2016) di Malaysia mengungkapkan bahwa
pembuat kebijakan harus fokus pada sikap, persepsi kontrol perilaku dan
keseluruhan citra dalam menarik individu untuk menggunakan transportasi
umum dengan sikap menjadi pengaruh yang paling besar dalam intensi
menggunakan transportasi umum.
2. Variabel kedua yang berpengaruh signifikan dan arahnya positif yaitu
evaluation outcome. Dapat diinformasikan kepada masyarakat mengenai
layanan yang diberikan bus transjakarta, sehingga dievaluasi secara positif
oleh pengguna bus transjakarta. Pengenalan layanan yang diberikan di
dalam bus maupun di halte, mengenai informasi rute perjalanan bus, tarif
perjalanan dan lain sebagainya yang menyangkut pelayanan dan manfaat
menggunakan bus transjakarta.
93
3. Variabel ketiga yang berpengaruh signifikan dan arahnya positif adalah
normative belief. Dimana faktor dari significant other turut menjadi salah
satu faktor seseorang menggunakan kembali bus transjakarta. Ketika
lingkungan mendukung penggunaan transportasi umum maka individu
tersebut terdorong untuk menggunakan bus tansjakarta. Lingkungan yang
suportif (keluarga, teman, pasangan) dengan penggunaan bus transjakarta,
akan membuat individu tergerak untuk menggunakan bus transjakarta serta
meningkatkan keyakinan untuk menggunakan bus transjakarta karena
dorongan dari significant other. Apresiasi di masyarakat pun sangat
diperlukan dalam upaya memperkuat keyakinan linkungan untuk
menggunakan transportasi umum.
4. Variabel keempat yang berpengaruh signifikan dan arahnya positif adalah
control belief. Ketika seseorang memiliki keyakinan mengenai kesempatan-
kesempatan dan sumber-sumber untuk melakukan perilaku, maka perilaku
tersebut akan muncul. Namun apabila individu tersebut tidak yakin dan
tidak memiliki kesempatan. Perilaku tersebut tidak akan muncul. Maka dari
itu PT Transportasi Jakarta dan lingkungan memberikan kesempatan dan
sumber-sumber agar masyarakat yakin untuk menggunakan bus transjakarta.
Pemberian kartu seperti U-pass untuk pelajar untuk dapat menggunakan
transportasi umum yang dibayar pada setiap semester di universitas dapat
diaplikasikan. Sehingga hal ini membuka kesempatan serta mendorong
pelajar untuk menggunakan transportasi umum. Adapun cara lain dengan
menghubungkan pusat perbelanjaan dengan halte bus transjakarta seperti di
94
Mall Pondok Indah dan Blok M Mall, sekolah, rumah sakit, stadion
olahraga dan tempat-tempat strategis lainnya.
5. Variabel kelima yang berpengaruh signifikan dan arahnya positif adalah
perceived power. Dalam penelitian Heath dan Gifford (2002) program U-
pass memengaruhi persepsi pelajar dalam menggunakan bus, persepsi
mereka lebih positif setelah mulai mencoba U-pass untuk menggunakan
bus. Memberikan penguatan dalam bentuk slogan seperti “Menggunakan
Transjakarta Mudah dan Sehat” sehingga memengaruhi persepsi individu.
Begitupun dengan pemerintah dapat membuat slogan untuk mengajak
masyarakat menggunakan transportasi umum.
6. Variabel keenam yang berpengaruh signifikan yaitu responsiveness. Penting
untuk suatu penyedia layanan jasa seperti bus transjakarta memiliki
responsiveness yang tinggi dalam layanannya. Layanan yang tanggap dan
tepat akan meningkatkan penggunaan bus transjakarta. Untuk PT
Transportasi Jakarta dapat mempertahankan serta meningkatkan layanan
untuk membantu pengguna bus transjakarta dengan tanggap dan tepat.
Selain itu dapat memberikan informasi melalui platform sosial media
mengenai layanannya secara terus menerus, karena masih banyak
masyarakat yang belum mengetauhi ditambah jika ada rute baru, dapat
dikampanyekan kembali.
95
DAFTAR PUSTAKA
Abraham, J. (2017). Masalah transportasi kota dan pendekatan psikologi sosial.
Psikobuana, 1 (3), 173-189. Retrieved from
https://osf.io/preprints/inarxiv/3pd6t/download.
Ajzen, I dan Fishben M. (1975). Belief, attitude, intention and behaviour: An
Intrudoction to the theory and research. MA: Addison-Wesley.
Retrieved from people.umass.edu/aizen/f&a1975. html.
Ajzen, I. (1991). The theory of planned behavior. Organizational behavior and
human decision processes, 50 (2), 179-211. https://doi.org/10.1016/0749-
5978(91)90020-T.
Ajzen, I. (2005). Attitudes, personality, and behavior. London: Open University
Press.
Allport. (1935). A handbook of social psychology. Massasuchets: Clark University
Press.
Ambak K., Kasvar K.K., Daniel B.D., Prasetijo J., Ghani A.R.A. (2016).
Behavioral intention to use public transport based on theory of planned
behavior, MATEC Web of Conferences. doi:
10.1051/matecconf/20164703008.
Armitage, C. J. (2005). Can the theory of planned behavior predict the
maintenance of physical activity?. Health psychology, 24(3), 235.
http://dx.doi.org/10.1037/0278-6133.24.3.235.
Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta. (2015). Transportation statistic of
DKI Jakarta. Jakarta: BPS Provinsi DKI Jakarta.
Badan Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta. (2016). Transportation statistic of
DKI Jakarta. Jakarta: BPS Provinsi DKI Jakarta.
Bamberg, S., Ajzen, I., & Schmidt, P. (2003). Choice of travel mode in the theory
of planned behavior: The roles of past behavior, habit, and reasoned
action. Basic and applied social psychology, 25(3), 175-187.
http://dx.doi.org/10.1207/S15324834BASP2503_01.
Chen, C. F., & Chao, W. H. (2011). Habitual or reasoned? Using the theory of
planned behavior, technology acceptance model, and habit to examine
switching intentions toward public transit. Transportation research part
F: traffic psychology and behaviour, 14(2), 128-137.
https://doi.org/10.1016/j.trf.2010.11.006.
96
Corsini. R.J. (2002). The dictionary of psychology. New York: Brunner-
Routledge, 496.
De Ona, J., de Ona, R., Eboli, L., Forciniti, C., & Mazulla, G. (2016). Transit
Passengers’ behavioral intentions: the influence of service quality and
customer satisfaction. Transportmetrica A: Transport Science, 12(5),
358-412. https://doi.org/10.1080/23249935.2016.1146365.
Donald, I. J., Cooper, S. R., & Conchie, S. M. (2014). An extended theory of
planned behaviour model of the psychological factors affecting
commuters' transport mode use. Journal of environmental
psychology, 40, 39-48. http://dx.doi.org/10.1016/j.jenvp.2014.03.003.
Engel, R.D Blackwell, dan P.W Miniard. (2014). Perilaku konsumen Jilid 1.
Jakarta: Binarupa Aksara.
Francis, J., Eccles, M. P., Johnston, M., Walker, A. E., Grimshaw, J. M., Foy, R.,
& Bonetti, D. (2004). Constructing questionnaires based on the theory of
planned behaviour: A manual for health services researchers. Centre for
Health Services Research. Retrieved from openaccess.city.ac.uk/1735.
Fu, Xuemei, dan Juan Z. (2017). Exploring the psychosocial factors associated
with public transportation usage and examining the “gendered”
difference. Journal Transportation Research Part A: Policy and
Practice, 103, 70-82. doi: 10.1016/j.tra.2017.05.017.
Fujii, S., & Van, H. T. (2009). Psychological determinants of the intention to use
the bus in Ho Chi Minh City. Journal of Public Transportation, 12(1), 6.
http://doi.org/10.5038/2375-0901.12.1.6.
Hapsari, R., Clemes, M. D., & Dean, D. (2017). The impact of service quality,
customer engagement and selected marketing constructs on airline
passenger loyalty. International Journal of Quality and Service
Sciences, 9(1), 21-40. https://doi.org/10.1108/IJQSS-07-2016-0048.
Heath, Y., & Gifford, R. (2002). Extending the theory of planned behavior:
Predicting the use of public transportation 1. Journal of Applied Social
Psychology, 32(10),2154-2189.https://doi.org/10.1111/j.1559-
1816.2002.tb02068.x.
Hellier, P. K., Geursen, G. M., Carr, R. A., & Rickard, J. A. (2003). Customer
repurchase intention: A general structural equation model. European
journal of marketing, 37(11/12), 1762-1800.
97
Howard. J.A and Shet J.N. (1969). The theory of buyer behavior. New York: John
Wiley and Sons.
Huang, Y. K. (2010). The effect of airline service quality on passengers'
behavioural intentions using SERVQUAL scores. Journal of the Eastern
Asia Society for Transportation Studies, 8, 2330-2343.
https://doi.org/10.11175/easts.8.2330.
Hume, M., Mort, G. S., & Winzar, H. (2007). Exploring repurchase intention in a
performing arts context: who comes? and why do they come
back?. International Journal of Nonprofit and Voluntary Sector
Marketing, 12(2), 135-148. https://doi.org/10.1002/nvsm.284.
Hurlock, Elizabeth B. (1999). Psikologi perkembangan suatu pendekatan
sepanjang rentang kehidupan. Edisi Kelima. Jakarta :Erlangga.
Isaac, S., & Michael, W.B. (1981). Handbook in research and evaluation. San
Diego: EdiTs Publishers.
Kotler, P. (2000). Marketing management: the millennium edition. Prentice Hall
Intl, Inc 23(6), 188-193.
Kotler, dan K.L.Keller (2012). Marketing management. New Jersey: Pearson
Education,Inc.
Mowen, John C dan Michael Minor. (2001). Perilaku konsumen jilid 2. Jakarta:
Penerbit Erlangga.
Nordfjærn, T., Şimşekoğlu, Ö., & Rundmo, T. (2014). The role of deliberate
planning, car habit and resistance to change in public transportation mode
use. Transportation Research Part F: Traffic Psychology and
Behaviour, 27, 90-98. https://doi.org/10.1016/j.trf.2014.09.010
Oliver, Richard L. (2010). Satisfaction: a behavioral perspective on the consumer
second edition. New York: Routledge.
Parasuraman, A., Zeithaml, V. A., & Berry, L. L. (1988). Servqual: A multiple-
item scale for measuring consumer perc. Journal of Retailing, 64(1), 12.
Retrieved from https://search.proquest.com.
Schiffman dan Kanuk. (2007). Perilaku Konsumen. Edisi Kedua. Jakarta; Pt.
Indeks Gramedia
Schoenau, M., & Müller, M. (2017). What affects our urban travel behavior? a
GPS-based evaluation of internal and external determinants of
sustainable mobility in Stuttgart (Germany). Transportation research
98
part F: traffic psychology and behaviour, 48, 61-73. doi:
10.1016/j.trf.2017.05.004.
Suryadi, B., Diana, M., Miftahuddin., Mulia., S.D., Desi, Y. M., & Nia., T.
(2014). Metodologi penelitian. Jakarta: Fakultas Psikologi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta 2014.
Siregar, Syofian. 2014. Metode penelitian kuantitatif dilengkapi perbandingan
perhitungan manual & spss. Jakarta: Kencana Prenadamedia Group.
Sumaedi, S., Yarmen, M., Bakti, I. G. M. Y., Rakhmawati, T., Astrini, N. J., &
Widianti, T. (2016). The integrated model of theory planned behavior,
value, and image for explaining public transport passengers’ intention to
reuse. Management of Environmental Quality: An International
Journal, 27(2), 124-135. https://doi.org/10.1108/MEQ-03-2015-0027.
Lai, W. T., & Chen, C. F. (2011). Behavioral intentions of public transit
passengers: The roles of service quality, perceived value, satisfaction and
involvement. Transport policy, 18 (2), 318-325
doi: 10.1016/j.tranpol.2010.09.003.
Tjiptono, Fandy. 2004. Manajemen jasa. Yogyakarta: Penerbit Andi.
Zailani, S., Iranmanesh, M., Masron, T. A., & Chan, T. H. (2016). Is the intention
to use public transport for different travel purposes determined by
different factors?. Transportation research part D: transport and
environment, 49, 18-24. http://dx.doi.org/10.1016/j.trd.2016.08.038.
Zhang, D., Schmöcker, J. D., Fujii, S., & Yang, X. (2016). Social norms and
public transport usage: empirical study from
Shanghai. Transportation, 43(5), 869-888. doi: 10.1007/s11116-015-
9625-y.
Zeithaml, V. A., Berry, L. L., & Parasuraman, A. (1996). The behavioral
consequences of service quality. the Journal of Marketing, 31-46.
http://dx.doi.org/10.2307/1251929.
Andrews, L .W. (2015). How to stress less in a traffic jam. Diunduh tanggal 11
April 2019 dari https://www.psychologytoday.com/intl/blog/minding-
the-body/201509/how-stress-less-in-traffic-jam.
Olyvia, Filani. (2017). Pengguna transportasi umum di jakarta masih rendah.
Diunduh tanggal 21 Maret 2018 dari
https://www.cnnindonesia.com/nasional/pengguna-transportasi-umum-
di-jakarta-masih-rendah.
99
Pohan, Ismail (2017). ITS prediksi jakarta macet total pada 2022. Diunduh
tanggal 11 April 2019 dari https://www.jpnn.com/news/its-prediksi-
jakarta-macet-total-pada-2022?page=2
Puspita, Sherly. (2017). Penggunaan transportasi umum di jakarta masih rendah.
Diunduh tanggal 20 Oktober 2017 dari
https://megapolitan.kompas.com/read/2017/05/22/11361201/pengguna.tra
nsportasi.umum.di.jakarta.masih.rendah.
LAMPIRAN
100
Lampiran 1
INFORMED CONSENT
Lembar Persetujuan Keikutsertaan Penelitian
Assalamu'alaikum Wr.Wb
Saya adalah mahasiswa Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang
sedang melakukan penelitian sebagai tugas akhir untuk memperoleh gelar Sarjana
Psikologi.
Saya mengharapkan kesedian Anda untuk berpartisipasi dalam penelitian ini.
Silahkan Anda mengisi kuesioner ini dengan mengikuti petunjuk yang diberikan.
TIDAK ADA JAWABAN SALAH dalam kuesioner ini. Pilihlah jawaban sesuai
dengan keadaan Anda saat ini. Data diri dan semua jawaban Anda akan sangat
bermanfaat bagi penelitian dan dijamin secara RAHASIA. Atas perhatian dan
partisipasinya saya ucapkan terima kasih.
Hormat Peneliti
Novia Ulfi Pratama Putri
PERNYATAAN PERSETUJUAN PARTISIPASI
Dengan ini saya secara sukarela menyatakan bersedia untuk berpartisipasi dalam
penelitian ini.
Nama (inisial) : Jenis kelamin :P/L
Domisili : Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Lainnya…
Usia :
□ ≤ 25 tahun
□ > 25-40 tahun
□ > 41-60 tahun
□ > 60 tahun
Penghasilan
□ < 3.500.000/bulan
□ 3.500.000 – 5.000.000/bulan
□ > 5.000.000 – 10.000.000/bulan
□ > 10.000.000/bulan.
Tanda Tangan Responden
101
PETUNJUK PENGISIAN
Baca dan pahami baik-baik setiap pernyataan. Anda diminta untuk
mengemukakan kesesuaian pernyataan dengan diri Anda, dengan cara memberi
checklist (√) pada salah satu dari empat pilihan yang tersedia pada kolom bagian
kanan.
SS: Sangat Sesuai TS :Tidak Sesuai
S : Sesuai STS: Sangat Tidak Sesuai
Contoh:
No Penyataan SS S TS STS
1 Saya menyadari penuh perilaku yang saya
lakukan.
√
SKALA 1
No Pernyataan SS S TS STS
1 Niat saya tinggi untuk menggunakan
kembali jasa bus transjakarta.
2 Saya berniat menggunakan kembali jasa
bus transjakarta dalam beraktivitas sehari-
hari.
3 Saya tetap menggunakan jasa bus
transjakarta meskipun ada yang
menyarankan moda transportasi lain.
4 Saya mempertimbangkan menggunakan
jasa bus transjakarta untuk menuju tempat
tujuan.
5 Niat saya rendah untuk menggunakan
kembali jasa bus transjakarta dalam
beraktivitas sehari-hari.
6 Menggunakan kembali jasa bus
transjakarta merupakan tujuan saya.
7 Dalam beraktivitas saya memilih
menggunakan jasa bus transjakarta
dibandingkan moda transportasi lain.
8 Saya tetap memilih menggunakan jasa bus
transjakarta untuk beraktivitas sehari-hari.
9 Saya tetap menggunakan jasa bus
transjakarta walau selalu penuh.
10 Keadaan ibukota yang macet membuat
saya memilih menggunakan jasa bus
transjakarta sebagai moda transportasi
sehari-hari.
11 Saya menggunakan kembali jasa bus
transjakarta karena tempat tinggal saya
jauh dengan tempat tujuan.
12 Saya memilih menggunakan jasa bus
102
transjakarta karena mudah diakses.
13 Cukup sekali saya menggunakan jasa bus
transjakarta.
14 Saya hanya menggunakan jasa bus
transjakarta jika memiliki waktu senggang.
15 Saya tetap menggunakan jasa bus
transjakarta walaupun tidak ada event
Asian Games.
16 Saya menggunakan jasa bus transjakarta
karena efektif dan efisien.
17 Saya menggunakan jasa bus transjakarta
hanya karena akan ada event Asian Games
sehingga membuat saya harus
menggunakannya.
18 Walaupun harganya murah, kecil
kemungkinan saya menggunakan kembali
jasa bus transjakarta.
SKALA 2
No Pernyataan SS S TS STS
1 Saya yakin sampai tujuan dengan
menggunakan jasa bus transjakarta.
2 Bagi saya menggunakan jasa bus
transjakarta dalam beraktivitas adalah
pilihan yang baik.
3 Bagi saya menggunakan jasa bus
transjakarta untuk beraktivitas merupakan
pilihan yang buruk.
4 Saya tidak yakin dapat sampai tujuan
menggunakan jasa bus transjakarta.
5 Menurut saya menyenangkan saat
menggunakan jasa bus transjakarta dalam
beraktivitas sehari-hari.
6 Saya merasa menggunakan jasa bus
transjakarta sama saja dengan
menggunakan kendaraan pribadi.
7 Menurut saya, menggunakan jasa bus
transjakarta dalam berkativitas sehari hari
kurang efektif dan kurang efisien.
8 Saya merasa menggunakan jasa bus
transjakarta dalam beraktivitas sehari
kurang menyenangkan.
9 Selama saya menggunakan jasa bus
transjakarta tidak ada hal-hal yang
mengganggu.
103
10 Setelah beberapa kali menggunakan jasa
bus transjakarta, saya merasa nyaman.
SKALA 3
No Pernyataan SS S TS STS
1 Kebanyakan kerabat (pasangan, teman,
keluarga) mendukung saya untuk
menggunakan jasa bus transjakarta dalam
beraktivitas sehari hari.
2 Kerabat (pasangan, teman, keluarga) saya
berpikir bahwa saya harus menggunakan
jasa bus transjakarta.
3 Saya menggunakan jasa bus transjakarta
karena saran dari kerabat.
4 Saya tidak ingin menggunakan jasa bus
transjakrta hanya karena permintaan dari
kerabat saya.
5 Saya memilih menggunakan jasa bus
transjakarta karena banyak kerabat yang
menggunakannya.
6 Selama ini kerabat saya mendukung untuk
menggunakan jasa bus transjakarta.
7 Kerabat saya menyarankan moda
transportasi lain selain bus transjakarta.
SKALA 4
No Pernyataan SS S TS STS
1 Mudah bagi saya untuk menggunakan jasa
bus transjakarta dalam beraktivitas sehari-
hari.
2 Menurut saya sulit menggunakan jasa bus
transjakarta untuk sampai ke tempat
tujuan.
3 Mungkin bagi saya menggunakan kembali
jasa bus transjakarta.
4 Mudahnya menemukan bus transjakarta
membuat saya menggunakannya kembali.
5 Saya merasa yakin datang tepat waktu
dengan menggunakan jasa bus transjakarta.
6 Tampilan bus transjakarta yang modern
membuat saya menggunakannya kembali.
7 Saya ragu dapat datang tepat waktu jika
menggunakan jasa bus transjakarta.
104
PETUNJUK PENGISIAN
Baca dan pahami baik-baik setiap pernyataan. Anda diminta untuk
mengemukakan kesesuaian pernyataan dengan diri Anda, dengan cara memberi
checklist (√) pada salah satu dari empat pilihan yang tersedia pada kolom bagian
kanan.
SS: Sangat Setuju TS: Tidak Setuju
S : Setuju STS: Sangat Tidak Setuju
SKALA 5
No Pernyataan SS S TS STS
1 Menurut saya bus transjakarta memiliki
penampilan yang up-to-date.
2 Menurut saya bus transjakarta secara
visual fasilitasnya menarik.
3 Menurut saya halte bus transjakarta
kurang memadai.
4 Penampilan fasilitas fisik (kursi, halte,
bus, ac, hand holder, dll) bus transjakarta
sesuai dengan layanan yang diberikan.
5 Menurut saya petugas bus transjakarta
berpenampilan rapi dan bersih.
6 Menurut saya tampilan bus transjakarta
kurang up-to-date.
7 Menurut saya, pelayanan bus transjakarta
sesuai dengan yang dijanjikan.
8 Petugas dapat diandalkan saat saya kurang
mengetahui jalur-jalur bus transjakarta.
9 Bagi saya, bus transjakarta tidak memiliki
jadwal operasional yang nyaman bagi
konsumennya.
10 Menurut saya bus transjakarta memiliki
jadwal keberangkatan yang akurat.
11 Jalur bus transjakarta yang sering berubah
membuat saya tidak nyaman.
12 Jadwal keberangkatan bus transjakarta
kurang akurat.
13 Layanan bus transjakarta kurang meng-
informasikan jadwal keberangkatan.
14 Ketika ada yang bertanya mengenai jalur
bus transjakarta petugas siap membantu.
15 Petugas bus transjakarta membantu
penumpang yang membutuhkan kursi
prioritas.
16 Saya tidak mendapatkan pelayanan yang
tanggap dari petugas bus transjakarta.
105
17 Petugas bus transjakarta cepat merespon
pada penumpang yang membutuhkan
bantuan.
18 Petugas membiarkan saat ada penumpang
yang tidak sesuai ketentuan menggunakan
kursi prioritas.
19 Pengetahuan petugas bus transjakarta
mengenai jalur tujuan dapat dipercaya.
20 Saya merasa petugas bus transjakarta
melakukan diskriminasi pada penumpang.
21 Saya dapat mempercayakan keamanan
pada petugas bus transjakarta.
22 Saya percaya bahwa jasa bus transjakarta
memberikan layanan yang terbaik bagi
penumpangnya.
23 Bagi saya, petugas bus transjakarta
berperilaku cukup sopan.
24 Menurut saya, petugas bus transjakarta
mendapatkan dukungan dari PT
Transportasi Jakarta untuk melakukan
pekerjaan dengan baik.
25 Petugas bus transjakarta jarang membantu
penumpangnya.
26 Saya tidak memiliki ketertarikan yang
mendalam pada jasa bus transjakarta
sebagai moda transportasi sehari-hari.
27 Menurut saya, pegawai PT Transportasi
Jakarta (TransJakarta) kurang mengetahui
kebutuhan konsumennya.
28 Petugas mudah menjelaskan ketika saya
bertanya mengenai jalur bus transjakarta
yang saya gunakan.
29 Petugas bus transjakarta dapat
memberikan informasi yang tepat pada
jalur bus yang akan saya gunakan.
30 Petugas bus transjakarta ramah saat saya
meminta bantuan.
*Mohon dicek kembali semua pernyataan telah terisi.
TERIMA KASIH TELAH BERSEDIA BERPARTISIPASI MENGISI
KUESIONER PENELITIAN INI
106
Lampiran 2
1. Syntax intensi menggunakan kembali
UJI VALIDITAS KONSTRUK INTENSI MENGGUNAKAN KEMBALI
DA NI=18 NO=324 MA=PM
LA
X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8 X9 X10 X11 X12 X13 X14 X15 X16 X17 X18
PM SY FI=DV.COR
MO NX=18 NK=1 LX=FR TD=SY
LK
INTENSI
FR TD 2 1 TD 17 13 TD 8 7 TD 18 5 TD 6 1 TD 18 17 TD 18 13 TD 5 1 TD 11 8
TD 12 2 TD 15 12 TD 9 3 TD 18 1 TD 14 5 TD 13 3 TD 6 3 TD 6 2 TD 7 4 TD 8
4 TD 12 6 TD 15 2 TD 16 15 TD 16 10 TD 16 12 TD 10 7 TD 4 1 TD 5 2 TD 15
9 TD 7 3 TD 7 6 TD 9 4 TD 17 3 TD 18 7 TD 8 2 TD 11 1 TD 17 14 TD 14 13
TD 18 14 TD 13 5 TD 17 5 TD 17 4 TD 14 6 TD 17 12 TD 11 7 TD 16 7 TD 12 5
TD 17 15 TD 3 2 TD 8 3 TD 14 8 TD 14 1 TD 6 4 TD 15 5 TD 17 16 TD 16 1
TD 14 9 TD 17 6 TD 14 4 TD 15 14 TD 10 2 TD 18 15
PD
OU TV SS MI
Gambar 3.1 Analisis Faktor Konfirmatorik Variabel Intensi Menggunakan Bus
Transjakarta.
107
2. Syntax Behavioral Belief
UJI VALIDITAS KONSTRUK BEHAVIORAL BELIEF
DA NI=4 NO=324 MA=PM
LA
X1 X2 X3 X4
PM SY FI=BB.COR
MO NX=4 NK=1 LX=FR TD=SY
LK
BEHAV
FR TD 4 3 TD 3 1
PD
OU TV SS MI
Gambar 3.2 Analisis Faktor Konfirmatorik Dimensi Behavioral Belief
108
3. Syntax Evaluation Outcome
UJI VALIDITAS KONSTRUK EVALUATION OUTCOME
DA NI=6 NO=324 MA=PM
LA
X1 X2 X3 X4 X5 X6
PM SY FI=EO.COR
MO NX=6 NK=1 LX=FR TD=SY
LK
EO
FR TD 4 3 TD 5 2 TD 4 2 TD 4 1 TD 3 1
PD
OU TV SS MI
Gambar 3.3 Analisis Faktor Konfirmatorik Evaluation Outcome
109
4. Syntax Norma Subjektif
UJI VALIDITAS KONSTRUK NORMA SUBJEKTIF
DA NI=7 NO=324 MA=PM
LA
X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7
PM SY FI=NS.COR
MO NX=7 NK=2 PH=ST TD=SY
LK
NB MTC
FR LX1 1 LX 2 1 LX 3 1 LX 4 2 LX 5 2 LX 6 2 LX 7 2
FR TD 7 5 TD 4 2 TD 7 4 TD 6 5 TD 6 3
PD
OU SS TV MI AD=OFF ME=UL
Gambar 3.4 Analisis Faktor Konfirmatorik Variabel Norma Subjektif
110
5. Syntax Persepsi Kontrol Perilaku
UJI VALIDITAS KONSTRUK PERSEPSI KONTROL PERILAKU
DA NI=4 NO=324 MA=PM
LA
X1 X2 X3 X4
PM SY FI=CB.COR
MO NX=4 NK=1 LX=FR TD=SY
LK
CB
FR TD 2 1 TD 4 2
PD
OU TV SS MI
Gambar 3.5 Analisis Faktor Konfirmatorik Variabel Persepsi Kontrol Perilaku
111
6. Syntax Tangibles
UJI VALIDITAS KONSTRUK TANGIBLE
DA NI=6 NO=324 MA=PM
LA
X1 X2 X3 X4 X5 X6
PM SY FI=T.COR
MO NX=6 NK=1 LX=FR TD=SY
LK
TANGIBLE
FR TD 6 3 TD 4 3 TD 3 1 TD 6 4 TD 5 3 TD 4 2 TD 5 1 TD 4 1 TD 6 1
PD
OU TV SS MI
Gambar 3.6 Analisis Faktor Konfirmatorik Dimensi Tangible
112
7. Syntax Reliability
UJI VALIDITAS KONSTRUK REALIBILITY
DA NI=7 NO=324 MA=PM
LA
X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7
PM SY FI=RA.COR
MO NX=7 NK=1 LX=FR TD=SY
LK
REALIBILITY
FR TD 2 1 TD 5 3 TD 5 4 TD 4 1 TD 4 2 TD 6 4 TD 3 1 TD 3 2 TD 5 2 TD 7 3
PD
OU TV SS MI
Gambar 3.7 Analisis Faktor Konfirmatorik Dimensi Realibility
113
8. Syntax Responsiveness
UJI VALIDITAS KONSTRUK RESPONSIVENESS
DA NI=5 NO=324 MA=PM
LA
X1 X2 X3 X4 X5
PM SY FI=RS.COR
MO NX=5 NK=1 LX=FR TD=SY
LK
RESNPONS
FR TD 5 3 TD 3 1 TD 5 1 TD 5 2
PD
OU TV SS MI
Gambar 3.8 Analisis Faktor Konfirmatorik Dimensi Responsiveness
114
9. Syntax Assurance
UJI VALIDITAS KONSTRUK ASSURANCE
DA NI=6 NO=324 MA=PM
LA
X1 X2 X3 X4 X5 X6
PM SY FI=A.COR
MO NX=6 NK=1 LX=FR TD=SY
LK
ASSURENCE
FR TD 3 2 TD 6 3 TD 6 2 TD 2 1 TD 5 1 TD 3 1 TD 4 2
PD
OU TV SS MI
Gambar 3.9 Analisis Faktor Konfirmatorik Dimensi Assurance
115
10. Syntax Emphaty
UJI VALIDITAS KONSTRUK EMPHATY
DA NI=6 NO=324 MA=PM
LA
X1 X2 X3 X4 X5 X6
PM SY FI=E.COR
MO NX=6 NK=1 LX=FR TD=SY ME=UL
LK
EMPHATY
FR TD 3 2 TD 2 1 TD 3 1 TD 5 2 TD 5 3 TD 6 2 TD 6 1
PD
OU TV SS MI
Gambr 3.10 Analisis Faktori Konfirmatorik Dimensi Emphaty
116
Lampiran 3 Output Regresi
N Minimum Maximum Mean Std. Deviation
INTENSI 324 8.31 68.57 50.0000 9.56677
BEHAVIORALBELIEF 324 25.13 63.90 50.0000 8.45696
EVALUATION_OUTCOME 324 19.27 66.88 50.0000 8.70903
NORMBELIEF 324 21.61 65.23 50.0000 9.63849
MOTIVTOCOMPLY 324 29.14 72.22 50.0000 8.55366
CONTROLBELIEF 324 28.51 70.83 50.0000 8.53536
PERCEIVEDPOWER 324 10.45 64.14 50.0000 8.90106
TANGIBLE 324 22.30 64.47 50.0000 9.44843
REALIBILITY 324 26.48 75.92 50.0000 8.91836
RESPONSIVENESS 324 5.91 64.16 50.0000 8.93779
ASSURANCE 324 4.71 67.58 50.0000 9.15912
EMPHATY 324 7.07 66.74 50.0000 9.39644
Valid N (listwise) 324
Model R R Square Adjusted R
Square
Std. Error of the
Estimate
Sig. F
Change
1 .797s
.635 .619 5.90262 .000
a. Predictors: (Constant), Penghasilan, Motivation to Comply, Tangible, Evaluation
outcome, Realibility, Responsiveness, Usia, Control Belief, Normative Belief, Perceived
Perceived Power,, Behavioral Belief, Emphaty, Assurance.
b. Dependent variable: Intensi
ANOVAb
Model Sum of Squares df Mean Square F Sig.
1 Regression 18761.274 13 1443.175 41.422 .000a
Residual 10800.692 310 34.841
Total 29561.965 323
a. Predictors: (Constant), PENGHASILAN, MOTIVTOCOMPLY, TANGIBLE,
EVALUATION_OUTCOME, REALIBILITY, RESPONSIVENESS, USIA, CONTROLBELIEF,
NORMBELIEF, PERCEIVEDPOWER, BEHAVIORALBELIEF, EMPHATY, ASSURANCE
b. Dependent Variable: INTENSI
117
Model
Unstandardized Coefficients Standardized Coefficients
Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) -3.967 3.435 .249
BEHAVIORALBELIEF .318 .055 .281 .000
EVALUATION_OUTCOME .100 .046 .091 .032
NORMBELIEF .196 .044 .197 .000
MOTIVTOCOMPLY -.016 .044 -.014 .715
CONTROLBELIEF .138 .047 .124 .004
PERCEIVEDPOWER .403 .050 .375 .000
TANGIBLE -.038 .043 -.038 .380
REALIBILITY -.028 .042 -.026 .510
RESPONSIVENESS .127 .057 .119 .028
ASSURANCE -.028 .061 -.027 .643
EMPHATY -.091 .052 -.089 .084
USIA -.651 .764 -.035 .395
PENGHASILAN .489 .579 .035 .399
a. Dependent Variable: INTENSI
Model Summary
Model R R Square Adjusted R
Square Std. Error of the Estimate
Change Statistics
R Square Change F Change df1 df2
Sig. F Change
1 .652a .425 .423 7.26435 .425 238.196 1 322 .000
2 .679b .461 .458 7.04495 .036 21.368 1 321 .000
3 .725c .526 .522 6.61717 .065 43.845 1 320 .000
4 .726d .526 .520 6.62467 .000 .276 1 319 .599
5 .735e .540 .532 6.54149 .013 9.164 1 318 .003
6 .789f .623 .616 5.93002 .083 69.961 1 317 .000
7 .790g .625 .616 5.92568 .002 1.465 1 316 .227
8 .791h .626 .616 5.92476 .001 1.098 1 315 .296
9 .792i .628 .617 5.91800 .002 1.720 1 314 .191
10 .736j .630 .533 6.53535 .002 1.597 1 317 .207
11 .737k .632 .534 6.53232 .002 1.295 1 316 .256
12 .739l .634 .534 6.52906 .002 1.315 1 315 .252
13 .739m .635 .534 6.53413 .001 .512 1 314 .475
A. Predictors: (Constant), Behavioralbelief
B. Predictors: (Constant), Behavioralbelief,
Evaluation_Outcome
C. Predictors: (Constant), Behavioralbelief, Evaluation_Outcome,
Normbelief
D. Predictors: (Constant), Behavioralbelief, Evaluation_Outcome, Normbelief,
Motivtocomply
118
Lampiran 4 Tabel Validitas Intensi
Table 3.6
Muatan Faktor Item Intensi Menggunakan Kembali
No Item Koefisien Standar Eror Nilai t Valid
1 0.65 0.05 12.73 √
2 0.76 0.05 15.67 √
3 0.72 0.05 14.11 √
4 0.38 0.06 6.65 √
5 0.45 0.05 8.15 √
6 0.76 0.05 15.52 √
7 0.82 0.05 17.18 √
8 0.84 0.05 17.99 √
9 0.73 0.05 14.89 √
10 0.64 0.05 12.57 √
11 -0.69 0.05 -13.57 ×
12 0.75 0.05 15.35 √
13 0.24 0.06 4.27 √
14 0.42 0.06 7.52 √
15 0.60 0.05 11.53 √
16 0.71 0.05 14.24 √
17 0.20 0.06 3.64 √
18 0.25 0.06 4.38 √
E. Predictors: (Constant), Behavioralbelief, Evaluation_Outcome, Normbelief,
Motivtocomply, Controlbelief
F. Predictors: (Constant), Behavioralbelief, Evaluation_Outcome, Normbelief,
Motivtocomply, Controlbelief, Perceivedpower
G. Predictors: (Constant), Behavioralbelief, Evaluation_Outcome, Normbelief,
Motivtocomply, Controlbelief, Perceivedpower, Tangible
H. Predictors: (Constant), Behavioralbelief, Evaluation_Outcome, Normbelief,
Motivtocomply, Controlbelief, Perceivedpower, Tangible, Realibility
I. Predictors: (Constant), Behavioralbelief, Evaluation_Outcome, Normbelief,
Motivtocomply, Controlbelief, Perceivedpower, Tangible, Realibility, Responsiveness
J. Predictors: (Constant), Behavioralbelief, Evaluation_Outcome, Normbelief,
Motivtocomply, Controlbelief, Assurance
K. Predictors: (Constant), Behavioralbelief, Evaluation_Outcome, Normbelief,
Motivtocomply, Controlbelief, Assurance, Emphaty
L. Predictors: (Constant), Behavioralbelief, Evaluation_Outcome, Normbelief,
Motivtocomply, Controlbelief, Assurance, Emphaty, Usia
M. Predictors: (Constant), Behavioralbelief, Evaluation_Outcome, Normbelief,
Motivtocomply, Controlbelief, Assurance, Emphaty, Usia, Penghasilan
119
Lampiran 5 Item SERVQUAL Parasuraman (1988)