Faktor – Faktor yang Berhubungan dengan Status Dehidrasi ...
Transcript of Faktor – Faktor yang Berhubungan dengan Status Dehidrasi ...
Faktor – Faktor yang Berhubungan dengan Status Dehidrasi pada Murid di SLTA X Jakarta Timur Tahun 2017
Manzilla dan Diah Mulyawati Utari
Department of Public Health Nutrition, Faculty of Public Health, University of Indonesia, Depok Campus, Depok, 16424, Indonesia
E-mail : [email protected]
Abstrak
Dehidrasi merupakan kondisi yang terjadi apabila air yang keluar dari dalam tubuh melebihi air yang masuk ke dalam tubuh. Kejadian dehidrasi pada remaja lebih tinggi dibandingkan pada orang dewasa dan dapat berdampak pada penurunan performa fisik dan kognisi, serta meningkatkan risiko berbagai gangguan atau penyakit. Penelitian ini menggunakan desain penelitian cross sectional untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan status dehidrasi pada murid di SLTA X Jakarta Timur tahun 2017. Data yang dikumpulkan berupa status dehidrasi, konsumsi air, kebiasaan minum, pengetahuan air dan dehidrasi, aktivitas fisik, status gizi dan jenis kelamin. Pengambilan data diukur melalui kuesioner, metode food recall 2x24 jam, pengukuran antropometri, serta pengukuran status dehidrasi melalui warna urin dengan menggunakan Kartu PURI (Periksa Urin Sendiri). Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat 64.2% responden mengalami status dehidrasi dari 134 responden. Berdasarkan uji statistik Chi Square diketahui bahwa terdapat hubungan bermakna antara status dehidrasi dengan konsumsi air dan status gizi. Proporsi kejadian dehidrasi lebih banyak terjadi pada remaja yang memiliki konsumsi air rendah dan status gizi lebih. Kata kunci : status dehidrasi; remaja; konsumsi air; status gizi
Factors Associated with Dehydration Status in SLTA X Students, East Jakarta 2017
Abstract
Dehydration is a condition that happens when the output of water from the body exceeds the body’s water intake. Dehydration happens to adolescents more often than to adults and can contribute in the lowering physical performance and cognition, and may also increase the risk of several disabilities or diseases. This study takes on a cross sectional design in order to know the factors related to dehydration status in SLTA X students, East Jakarta 2017. Data collected in this study includes dehydration status, water intake, drinking habit, knowledge towards water and dehydration, physical activity, nutritional status, and gender. Data was collected using a questionnaire, 2 x 24 hours food recall, anthropometry measures, and measuring dehydration status using PURI cards. Results of this study conclude that 64.2% of the 134 respondents were dehydrated. Furthermore, Chi Square analysis shows that there is a significant relation between water intake and nutritional status. Also, the proportion of dehydration occurs more on adolescents with low water intake and an over nutrition status. Key words : dehydration status; adolescents; water intake; nutritional status
Faktor-faktor ..., Manzilla, FKM UI, 2017
Pendahuluan Kondisi dimana hilangnya air dalam tubuh yang berlebihan dan mengganggu proses
metabolisme disebut dehidrasi (Brown et al., 2011 ; WHO, 2011). Gejala awal dari dehidrasi
diantaranya sakit kepala, kelelahan, nafsu makan menurun, mata dan mulut terasa kering dan
warna urin yang gelap (Smolin dan Grosvenor, 2011). Apabila kehilangan air lebih banyak
dalam tubuh maka akan berpengaruh terhadap masalah kesehatan lainnya seperti mual, kulit
memerah dan konsentrasi menurun. Kerugian terparah dari dehidrasi mengakibatkan delirium,
koma, serangan jantung bahkan kematian (Thompson, Manore dan Vaughan, 2011).
Dehidrasi apabila tidak diatasi secara tepat dapat berdampak pada gangguan performa fisik,
kognisi serta meningkatkan risiko berbagai gangguan atau penyakit (Santoso et al., 2014).
Masalah dehidrasi menjadi masalah global. Sebuah penelitan di Amerika menyatakan bahwa
75% dari warga Amerika Serikat menderita dehidrasi kronis (McCarthy, 2016). Berdasarkan
American Journal of Public Health oleh Kenney et a.l (2015) menunjukkan bahwa anak dan
remaja dengan usia 6-19 tahun mengalami dehidrasi sebesar 76% pada laki-laki yang lebih
banyak dibandingkan perempuan serta pada orang kulit hitam non-Hispanik sebesar 34%
yang juga lebih banyak dibandingkan kulit putih non-Hispanik. Penelitian mengenai dehidrasi
di Indonesia ditinjau dari hasil penelitian The Indonesian Regional Hydration
Study (THIRST) dan menunjukkan bahwa sebesar 46,1% dari 1200 penduduk Indonesia di
DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur dan Sulawesi Selatan mengalami dehidrasi ringan.
Remaja yang mengalami dehidrasi berada diposisi lebih tinggi yaitu sekitar 49,5%
dibandingkan orang dewasa yaitu 42,5% (Santoso et al., 2011). Remaja dengan usia 15-18
tahun mengalami dehidrasi lebih tinggi dibandingkan usia dewasa yaitu sebesar 23.75% di
dataran tinggi dan 41.67% di dataran rendah (Hardinsyah et al., 2009). Penelitian di Kota DKI
Jakarta menunjukkan bahwa dari total 75 responden kelas X-XI di SMAN Jakarta sebanyak
45.3% responden mengalami dehidrasi (Pertiwi, 2015).
Dehidrasi dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya konsumsi air, kebiasaan minum,
pengetahuan mengenai air dan dehidrasi, aktivitas fisik, status gizi dan jenis kelamin.
Kurangnya air dalam tubuh yang dihasilkan dari kurangnya konsumsi air dan kehilangan air
yang berlebihan dapat mengakibatkan dehidrasi (Mahan, Stump dan Raymond, 2012).
Disamping itu kebiasaan minum kurang baik akan berisiko lebih tinggi terhadap kejadian
dehidrasi dibandingkan dengan responden yang memiliki kebiasaan minum baik. Menurut
Gustam (2012) pengetahuan tentang air dan dehidrasi yang rendah akan berpengaruh terhadap
kebiasaan minum dan status dehidrasi. Sementara itu, seorang atlet atau orang-orang dengan
Faktor-faktor ..., Manzilla, FKM UI, 2017
aktivitas tinggi harus memerlukan lebih banyak cairan karena untuk menggantikan cairan
yang hilang (Thompson, Manore dan Vaughan, 2011). Status gizi juga turut mempengaruhi
dehidrasi menunjukkan bahwa seseorang yang overweight akan membutuhkan air lebih.
Berdasarkan penelitian oleh Gustam (2012) dan Angesti (2013) bahwa jenis kelamin
menunjukkan adanya hubungan dengan dehidrasi.
Persentase dehidrasi yang tinggi pada kelompok usia remaja membuat peneliti tertarik ingin
melakukan penelitian tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan status dehidrasi pada
usia remaja. Studi pendahuluan di SLTA X Jakarta Timur menunjukkan bahwa 60%
mengalami dehidrasi dengan kategori dehidrasi ringan. Alasan pemilihan sekolah tersebut
karena memiliki keberagaman kebiasaan minum, berat badan dan tinggi badan serta aktivitas
fisik.
Tinjauan Teoritis
Dehidrasi merupakan keadaan ketika tubuh kehilangan air melebihi asupan air dan tubuh
tidak memiliki cukup cairan lainnya untuk melaksanakan fungsi normal (Smolin dan
Grosvenor, 2011 ; WHO, 2011 ; Mayoclinic, 2016 ; NHS Choices, 2015). Dehidrasi
memberikan dampak negatif bagi tubuh manusia karena pengaturan proses biokimiawi di
dalam tubuh membutuhkan air sebagai medium dan komponen utama, apabila terjadi
ketidakseimbangan air dalam tubuh dapat mempengaruhi kesehatan dan meningkatkan risiko
berbagai penyakit (Santoso et al., 2014).
Volume dan konsentrasi urine akan mencerminkan keadaan hidrasi individu. Jumlah urin
yang dihasilkan berada di bawah kontrol hormon dan disesuaikan untuk mencapai
keseimbangan cairan dalam tubuh. Warna urin ditentukan oleh jumlah urochrome yang ada di
dalamnya. Setelah mengkonsumsi cairan yang besar, volume urin dalam jumlah besar
diekskresikan, urin akan encer dan pucat dan seperti jerami. Urin berwarna pucat merupakan
indikator tingkat hidrasi yang baik di tubuh. Sedangkan apabila asupan cairan berkurang,
sejumlah kecil urin diekskresikan, urin terkonsentrasi dan zat terlarut diekskresikan dalam
volume kecil maka warna urin menjadi lebih gelap. Jadi, urine berwarna kuning tua atau
bahkan kecoklatan adalah tanda dehidrasi (Shirreffs, 2003 ; Cook, Caplan, dan Bush, 2000 ;
Barasi dan Morris, 2003).
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di laboratorium menunjukan bahwa warna urin
memiliki pola yang sama mengenai kehilangan cairan dengan berat jenis urin dan osmolalitas
Faktor-faktor ..., Manzilla, FKM UI, 2017
urin. Warna urin merupakan metode yang lebih efektif untuk menggambarkan kehilangan
cairan dibandingkan dengan berat jenis urin, osmolalitas urin dan osmolalitas plasma
(Armstrong, 2005). Pengukuran berat jenis urin cocok dilakukan pada tingkat laboratorium
sedangkan pengukuran warna urin cocok dilakukan pada tingkat masyarakat dan dapat
dijadikan sebagai indikator untuk menentukan status dehidrasi secara praktis (Santoso et al.,
2011).
Konsumsi air yang rendah dapat menyebabkan dehidrasi dikarenakan konsumsi air yang
kurang dari kebutuhan. Saat kekurangan asupan cairan maupun kehilangan cairan secara
berlebih, di dalam darah terjadi peningkatan osmolalitas sehingga darah menjadi hipertonik.
Osmoreseptor di dalam hipotalamus mendeteksi peningkatan osmolalitas darah sehingga
menstimulasi kelenjar pituitari untuk mensekresi antidiuretic hormon (ADH). ADH
menstimulasi ginjal untuk meningkatkan absorbsi air. Hal ini menyebabkan penurunan jumlah
keluaran urin dan peningkatan konsentrasi urin. Saat yang sama, osmoreseptor juga
menstimulasi rasa haus supaya mengonsumsi cairan dan digunakan untuk mengembalikan
keseimbangan cairan dalam tubuh (Utami, 2015).
Kebiasaan minum seseorang dapat dilihat dari jenis minum, frekuensi minum, waktu minum,
jumlah konsumsi air putih maupun jenis minuman lainnya serta bekal minuman. Kebiasaan
minum akan menentukan kecukupan cairan tubuh seseorang. Semakin sering frekuensi
minum air maka kebutuhan cairan tubuh akar tercukupi (Briawan, Sedayu dan Ekayanti,
2011). Keadaan lingkungan seperti suhu lingkungan dan kelembaban udara serta kebiasaan
minum remaja dapat mempengaruhi status dehidrasi yang sering tidak disadari karena bersifat
kronis (Hardisnyah et al., 2009).
Pengetahuan adalah tanggapan dari mental seseorang berhubungan dengan objek tertentu
yang disadari sebagai ada atau terjadi dan harus ada sebagaimana adanya (Notoatmodjo,
2010). Pengetahuan akan membuat seseorang untuk berpikir dan memberikan respon terhadap
suatu hal yang diterima (bersikap). Apabila respon tersebut diterima maka selanjutnya akan
membuat seseorang untuk bertindak atau berperilaku (menerapkan) (Notoatmodjo, 2011).
Menurut Khomsan (2000) dalam Gustam (2012) bahwa tingkat pengetahuan gizi pada
seseorang cukup berpengaruh pada sikap dan perilaku dalam memilih pangan sehingga
mempengaruhi keadaan gizi seseorang.
Saat aktivitas fisik maka kehilangan cairan adalah hal yang sering terjadi. Ketika kehilangan
air melebihi konsumsi air tanpa ada penggantian cairan akan menyebabkan dehidrasi (Carlton
Faktor-faktor ..., Manzilla, FKM UI, 2017
dan Orr, 2015 ; Smolin dan Grosvenor, 2011). Sebuah keadaan dehidrasi dapat disebabkan
melalui aktivitas fisik. Namun, tingkat dehidrasi yang disebabkan dapat tergantung pada
sejumlah variabel termasuk jenis, intensitas, dan durasi dari aktivitas fisik serta suhu dan
kelembaban lingkungan (Carlton dan Orr, 2015).
Kegemukan dan obesitas membuat terjadinya ketidakseimbangan elektrolit dalam tubuh.
Selain itu, menekan seseorang untuk meningkatkan nafsu makan serta asupan makannya
yang kaya akan lemak sehingga menyebabkan penurunan asupan cairan dalam tubuh
(Ningsih, 2014). Penumpukan lemak tubuh pada individu status gizi lebih dapat
meningkatkan berat badan tanpa menambah kandungan air dalam tubuh (Prayitno dan Dieny,
2012). Kandungan air dalam sel lemak pada individu tersebut lebih rendah daripada
kandungan air dalam sel otot dengan perbandingan antara air dan lemak yaitu 50% : 50%
lebih rendah dibandingkan dengan gizi normal (Buanasita, Andriyanto dan Sulistyowati,
2015).
Aktivitas pada laki-laki lebih tinggi 70.7% dibandingkan perempuan hanya 29.3%.
Disamping itu kebutuhan air berdasarkan Permenkes RI tahun 2013 mengenai Angka
Kecukupan Gizi bahwa laki-laki memiliki kebutuhan air ang lebih tinggi dibandingkan
perempuan, sehingga apabila kebutuhan air tidak tercukupi dan aktivitas fisik semakin tinggi
maka dapat menyebabkan dehidrasi (Angesti, 2013).
Metode Penelitian
Desain penelitian ini menggunakan Cross Sectional dengan metode kuantitatif observational.
Penelitian ini memiliki variabel dependen yaitu status dehidrasi sedangkan variabel
independen yaitu konsumsi air, kebiasaan minum, pengetahuan mengenai air dan dehidrasi,
aktivitas fisik, status gizi, dan jenis kelamin. Penelitian ini dilaksanakan di SLTA X Jakarta
Timur pada bulan Mei 2017.
Responden dalam penelitian ini ditentukan dengan kriteria inklusi dan eksklusi. Kritera
inklusi diantaranya murid kelas X-XI SLTA X Jakarta Timur, kondisi sehat dan bersedia
menjadi responden. Sementara kriteria eksklusi yaitu sedang konsumsi obat/suplemen, diet,
puasa, haid, dan ada penyakit. Teknik sampling yang digunakan yaitu purposive sampling
dengan jumlah sampel penelitian yaitu 134 responden.
Faktor-faktor ..., Manzilla, FKM UI, 2017
Instrumen penelitian yang digunakan antara lain pot urin, label nama, kartu Periksa Urin
Sendiri (PURI), formulir food recall 2x24 jam, food model, kuesioner dan alat antropometri.
Urin yang diambil sebagai sampel untuk menentukan status dehidrasi yaitu urin sewaktu saat
melakukan penelitian. Pemeriksaan warna urin untuk menilai status dehidrasi dengan cara
sebagai berikut:
a. Menilai warna urin di bawah sinar cahaya matahari atau di bawah lampu neon putih
dengan memiliki pencahayaan yang terang. Sebelumnya, pot urin di letakkan di
depan kertas berwarna putih kemudian dibandingkan warna urin dengan skala
warna urin yang terdapat dalam kartu PURI.
b. Penilaian status dehidrasi diklasifikasikan menjadi 2 kategori yaitu warna urin
dengan skala 1-3 dikatakan terhidrasi dengan baik dan skala 4-8 dikatakan
terdehidrasi.
c. Pengambilan sampel urin dilakukan pada waktu dan petugas yang sama yaitu pada
rentang waktu antara pukul 08.00-12.00 WIB oleh peneliti sendiri dan responden
Analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu analisis univariat dan bivariat.
Analisis univariat dilakukan untuk melihat gambaran dan karakteristik variabel dependen dan
variabel independen. Sementara analisis bivariat dilakukan untuk melihat dan mengetahui ada
atau tidaknya hubungan antara variabel dependen dan variabel independen. Variabel yang
digunakan dalam penelitian ini adalah data kategorik dan kategorik sehingga uji statistik
yang digunakan yaitu uji Chi Square.
Hasil Penelitian
Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa sebanyak 64.2 % responden mengalami
dehidrasi yang terbagi atas dehidrasi berat sejumlah 1.5% dan dehidrasi ringan sebanyak
62.7%. Sedangkan responden dengan status hidrasi baik yaitu sebanyak 35.8%. Skala warna
urin tertinggi yaitu dengan skala 7 dan terendah yaitu dengan skala 1.
Faktor-faktor ..., Manzilla, FKM UI, 2017
Tabel 1. Distribusi Status Dehidrasi Responden
Status Dehidrasi n % Dehidrasi 86 64.2 Dehidrasi Berat 2 1.5 Dehidrasi Ringan 84 62.7 Terhidrasi dengan Baik 48 35.8 Total 134 100
Konsumsi air responden didapatkan dari hasil wawancara food recall 1x24 jam selama 2 hari
yaitu pada weekday dan weekend. Hasil konsumsi air berasal dari total minuman dan makanan
selama 24 jam. Hasil konsumsi air responden menunjukkan bahwa responden yang memiliki
konsumsi air rendah lebih tinggi (70.9%) dibandingkan dengan konsumsi air yang tinggi
(29.1%). Konsumsi air yang berasal dari air minuman dan makanan terendah adalah 467 mL
dan tertinggi yaitu 4387 mL dengan rata-rata 1850± 655.259. Air yang berasal dari minuman
menyumbang lebih besar dengan rata-rata 1549 mL dibandingkan air yang berasal dari
makanan dengan rata-rata 301 mL
Kebiasaan minum responden berasal dari kuesioner mengenai frekuensi, jenis dan jumlah
minuman, waktu minum serta bawa bekal minuman. Data hasil penelitian ini menunjukkan
distribusi normal sehingga digunakan mean (60.6866) sebagai cut off point dalam variabel
kebiasaan minum. Secara keseluruhan hasil penelitian menunjukkan bahwa kebiasaan minum
yang kurang baik yaitu 45.5% responden dan kebiasaan minum yang baik adalah 54.5%
responden. Kebiasaan minum terendah adalah 47 dan tertinggi yaitu 70. Rata-rata kebiasaan
minum pada responden yaitu 60.68 ± 4.80.
Pengetahuan mengenai air dan dehidrasi responden dapat diketahui dari jawaban responden
melalui kuesioner pengetahuan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden yang
memiliki pengetahuan mengenai air dan dehidrasi rendah yaitu 58.2% responden sedangkan
yang tinggi yaitu 41.8% responden. Pengetahuan mengenai air dan dehidrasi terendah adalah
30 dan tertinggi yaitu 100. Rata-rata pengetahuan mengenai air dan dehidrasi pada responden
yaitu 80 ± 14.87
Aktivitas fisik responden dapat diketahui bedasarkan kuesioner diacu dari The Physical
Activity Questionnaire for Adolescents (PAQ-A). Digunakan nilai median (2.2213) sebagai
cut off point karena distribusi tidak normal. Hasil penelitian mengenai aktivitas fisik
menunjukkan bahwa responden yang memiliki aktivitas fisik rendah dan aktivitas fisik tinggi
Faktor-faktor ..., Manzilla, FKM UI, 2017
sama yaitu 50% responden. Jumlah aktivitas fisik terendah adalah 1.05 dan tertinggi yaitu
4.40. Rata-rata aktivitas fisik pada responden yaitu 2.32 ± 0.60 serta median yaitu 2.22.
Status gizi responden didapatkan dari hasil pengukuran berat badan dan tinggi badan.
Berdasarkan hasil penelitian status gizi maka dapat diketahui bahwa status gizi terdapat pada
31.3% responden dan sebanyak 68.7% responden memiliki gizi normal dan kurus.
Jenis kelamin responden diperoleh melalui pengisian kuesioner karakteristik individu.
Responden laki-laki hanya terdapat 44% responden sedangkan responden perempuan yaitu
56% responden. Hal ini disebabkan karena jumlah perempuan dalam satu kelas selalu lebih
banyak dibandingkan jumlah laki-laki.
Tabel 2. Distribusi Konsumsi Air, Kebiasaan Minum, Pengetahuan mengenai Air dan Dehidrasi, Aktivitas Fisik, Status Gizi dan Jenis Kelamin
Variabel n % Konsumsi Air Rendah 95 70.9 Tinggi 39 29.1 Kebiasaan Minum Kurang baik 61 45.5 Baik 73 54.5 Pengetahuan Air dan Dehidrasi
Rendah 78 58.2 Tinggi 56 41.8 Aktivitas Fisik Tinggi 67 50.0 Rendah 67 50.0 Status Gizi Lebih 42 31.3 Normal&Kurus 92 68.7 Jenis Kelamin Laki-laki 59 44.0 Perempuan 75 56.0
Hasil analisis bivariat mengenai konsumsi air dan dehidrasi menunjukkan bahwa responden
yang mengalami dehidrasi dengan konsumsi air rendah lebih banyak (75.8 %) dibandingkan
dengan responden konsumsi air tinggi (35.9 %). Berdasarkan hasil analisis bivariat
didapatkan nilai p-value 0.000 Sehingga dapat disimpulkan bahwa konsumsi air dengan status
dehidrasi memiliki hubungan yang bermakna.
Responden yang mengalami dehidrasi dengan kebiasaan minum kurang baik (67.2%) hampir
sama dengan responden dehidrasi yang memiliki kebiasaan minum baik (61.2%). Hasil uji
Faktor-faktor ..., Manzilla, FKM UI, 2017
statistik memperlihatkan bahwa nilai p-value 0.625 sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak
terdapat hubungan yang signifikan antara kebiasaan minum dengan status dehidrasi.
Proporsi responden yang mengalami status dehidrasi yang memiliki pengetahuan mengenai
air dan dehidrasi rendah (64.1 %) hampir sama dengan responden dehidrasi yang memiliki
pengetahuan mengenai air dan dehidrasi tinggi (64.3%). Didapatkan p-value 1.000 yang
artinya tidak ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan mengenai air dan dehidrasi
dengan status dehidrasi.
Berdasarkan hasil uji bivariat menunjukkan bahwa hubungan yang tidak bermakna antara
aktivitas fisik dan status dehidrasi dilihat dari nilai p-value yaitu 1.000. Proporsi responden
yang mengalami dehidrasi memiliki aktivitas fisik tinggi dan rendah yang sama (64.2%).
Terdapat 78.6% responden dehidrasi yang memiliki status gizi lebih. Sedangkan proporsi
responden dehidrasi dengan status gizi normal dan kurus adalah 57.6% responden. Hasil uji
statistik bivariat menunjukkan bahwa nilai p-value 0.031 yang berarti adanya hubungan yang
signifikan antara status gizi dengan status dehidrasi.
Hasil uji statistik menunjukkan bahwa nilai p-value 0.187 berarti hubungan yang tidak
bermakna antara jenis kelamin dan status dehidrasi. Akan tetapi ada kecenderungan dehidrasi
lebih banyak pada laki-laki (71.2%) dibandingkan dengan perempuan yang mengalami
dehidrasi (58.7%).
Tabel 3. Distribusi Variabel Independen berdasarkan Status Dehidrasi
Variabel
Status Dehidrasi Total OR
(95% CI) P-Value Dehidrasi Terhidrasi Baik
n % n % n % Konsumsi Air 5.59
2.49-12.50 0.000* Rendah 72 75.8 23 24.2 95 100 Tinggi 14 35.9 25 64.1 39 100 Kebiasaan Minum
1.27
0.62-2.60 0.625 Kurang baik 41 67.2 20 32.8 61 100 Baik 45 61.6 28 38.4 73 100
Faktor-faktor ..., Manzilla, FKM UI, 2017
Tabel 3. Distribusi Variabel Independen berdasarkan Status Dehidrasi (Sambungan)
Variabel
Status Dehidrasi Total OR
(95% CI) P-Value Dehidrasi Terhidrasi Baik
n % n % n % Pengetahuan Air dan Dehidrasi
0.99 0.48-2.03 1.000
Rendah 50 64.1 28 35.9 78 100 Tinggi 36 64.3 20 35.7 56 100 Aktivitas Fisik 1.000
0.49-2.02 1.000 Tinggi 43 64.2 24 35.8 67 100 Rendah 43 64.2 24 35.8 67 100 Status Gizi
2.698 1.15-6.28 0.031* Lebih 33 78.6 9 21.4 42 100
Normal& Kurus
53 57.6 39 42.4 92 100
Jenis Kelamin 1.741 0.84-3.60 0.187 Laki-laki 42 71.2 17 28.8 59 100
Perempuan 44 58.7 31 41.3 75 100 Keterangan: *) terdapat hubungan yang signifikan (p value < 0,05)
Pembahasan
Dehidrasi adalah sebuah masalah kesehatan serius yang terjadi apabila kehilangan cairan
tubuh melebihi asupan cairan (Tortora dan Derrickson, 2012). Hasil penelitian ini
menunjukkan sebanyak 64.2% responden mengalami dehidrasi. Angka tersebut hampir sama
dengan penelitan Angesti (2013) yaitu 62.7%. Hal ini disebabkan karena teknik dalam
penentuan status dehidrasi menggunakan alat ukur dan responden yang sama yaitu dengan
menilai warna urin pada murid SLTA.
Hasil analisis hubungan antara konsumsi air dan status dehidrasi didapatkan nilai p-value
0.000 sehingga dapat disimpulkan bahwa konsumsi air dengan status dehidrasi memiliki
hubungan yang bermakna. Penelitian ini sejalan dengan Mawadaturrohmah (2016), Andayani
(2013), Vivanti (2007), Grandjean (2004), Gouda et al. (2015) dan Stookey et al. (2012).
Rendahnya konsumsi air dapat menyebabkan dehidrasi dikarenakan konsumsi air yang kurang
dari kebutuhan. Saat kekurangan asupan cairan maupun kehilangan cairan secara berlebih, di
dalam darah terjadi peningkatan osmolalitas sehingga darah menjadi hipertonik.
Osmoreseptor di dalam hipotalamus pituitari untuk mensekresi antidiuretic hormon (ADH).
ADH menstimulasi ginjal untuk meningkatkan absorbsi air. Hal ini menyebabkan penurunan
jumlah keluaran urin dan peningkatan konsentrasi urin. Saat yang sama, osmoreseptor juga
Faktor-faktor ..., Manzilla, FKM UI, 2017
menstimulasi rasa haus supaya mengonsumsi cairan dan digunakan untuk mengembalikan
keseimbangan cairan dalam tubuh (Utami, 2015).
Uji statistik memperlihatkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara kebiasaan
minum dengan status dehidrasi (p-value 0.625). Akan tetapi, responden yang mengalami
dehidrasi dengan kebiasaan minum kurang baik (67.2%) hampir sama dengan responden
dehidrasi yang memiliki kebiasaan minum baik (61.2%). Ketidakbermaknaan penelitian ini
dapat disebabkam karena penggunaan kuesioner dalam kebiasaan minum memberikan hasil
bias karena self reported yakni responden kemungkinan hanya condong memilih kebiasaan
minum yang baik. Selain itu, pada kuesioner ini tidak melibatkan jumlah konsumsi air yang
biasa dikonsumsi. Sehingga tidak dapat diketahui jumlah konsumsi air berdasarkan kebiasaan
minum.
Proporsi responden dehidrasi dengan pengetahuan mengenai air dan dehidrasi rendah (64.1
%) hampir sama dengan pengetahuan mengenai air dan dehidrasi tinggi (64.3%). Namun
menunjukkan bahwa p-value 1.000 yang artinya tidak ada hubungan yang bermakna antara
pengetahuan mengenai air dan dehidrasi dengan status dehidrasi. Ketidakbermaknaan hasil ini
dapat disebabkan karena responden berasal dari program Ilmu Alam sehingga dianggap sudah
paham mengenai air dan dehidrasi. Selain itu, tidak semua responden yang sudah paham dan
memiliki pengetahuan yang tinggi menerapkan atau mempraktekan apa yang telah
diketahuinya kedalam kehidupan sehari-hari menerapkan sehingga berdampak pada dehidrasi.
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa responden dehidrasi memiliki aktivitas fisik
tinggi dan rendah yang sama (64.2%). Hasil uji bivariat pada penelitian ini diketahui bahwa
hubungan yang tidak bermakna antara aktivitas fisik dan status dehidrasi dengan nilai p-value
yaitu 1.000. Ketidakbermaknaan hasil ini dapat disebabkan karena responden yang sedang
melakukan aktivitas fisik akan merasakan haus sehingga mereka memiliki kesadaran yang
tinggi untuk konsumsi air dalam jumlah yang cukup. Selain itu, juga dipengaruhi oleh
konsumsi air. Kurangnya konsumsi air akan menyebabkan dehidrasi yang disebabkan oleh
banyakya aktivitas fisik yang menguras tenaga dan cairan tubuh sehingga apabila kehilangan
cairan tubuh berlebih akan menyebabkan dehidrasi (Prayitno dan Dieny, 2012).
Uji statistik bivariat menunjukkan bahwa nilai p-value 0.031 yang berarti adanya hubungan
yang signifikan antara status gizi dengan status dehidrasi. Hasil penelitian ini sesuai dengan
penelitian oleh Prayitno dan Dieny (2012), Buanasita, Andriyanto dan Sulistyowati (2014),
Ningsih (2014), dan Polkinghorne et al. (2013). Status gizi lebih memiliki air tubuh total lebih
Faktor-faktor ..., Manzilla, FKM UI, 2017
rendah dibandingkan dengan yang normal, hal ini disebabkan karena pada gizi lebih memiliki
kandungan air di dalam sel lemak lebih rendah daripada kandungan air dalam sel otot.
Terjadinya penumpukan lemak tubuh pada orang obesitas dapat meningkatkan berat badan
tanpa menambah kandungan air dalam tubuh. Selain itu, obesitas yang mengalami dehidrasi,
volume air dalam tubuh yang keluar banyak sehingga dapat menyebabkan dehidrasi lebih
akibat kehilangan cairan yang dikeluarkan dari tubuh (Buanasita, Andriyanto dan
Sulistyowati, 2014 ; Prayitno dan Dieny, 2012).
Pada analisis bivariat ada kecenderungan dehidrasi lebih banyak pada laki-laki (71.2%)
dibandingkan dengan perempuan yang mengalami dehidrasi (58.7%). Hasil uji statistik
menunjukkan bahwa nilai p-value 0.187 yang artinya hubungan yang tidak bermakna antara
jenis kelamin dan status dehidrasi. Tingginya prevalensi dehidrasi pada laki-laki disebabkan
karena aktivitas pada laki-laki lebih tinggi dibandingkan perempuan. Disamping itu
kebutuhan air berdasarkan Permenkes RI tahun 2013 mengenai Angka Kecukupan Gizi
bahwa laki-laki memiliki kebutuhan air yang lebih tinggi dibandingkan perempuan, sehingga
apabila kebutuhan air tidak tercukupi dan aktivitas fisik semakin tinggi maka dapat
menyebabkan dehidrasi (Angesti, 2013).
Kesimpulan
Terdapat 64.2% responden mengalami status dehidrasi berdasarkan penilaian warna urin
menggunakan kartu PURI. Konsumsi air responden sebanyak 70.9% responden termasuk
dalam kategori konsumsi air rendah. Responden yang memiliki kebiasaan minum kurang baik
yaitu 45.5% responden. Terdapat 58.2% responden dengan pengetahuan mengenai air dan
dehidrasi yang rendah. Responden yang memiliki aktivitas fisik tinggi yaitu 50 % responden.
Status gizi lebih terdapat pada 31.3% responden. Responden laki-laki terdapat 44%
responden. Berdasarkan hasil uji statistik menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang
signifikan antara konsumsi air dan status gizi dengan status dehidrasi.
Saran
Untuk responden disarankan untuk meningkatkan konsumsi air minum minimal 2 L per hari
dengan konsumsi setiap jam secara teratur dan membatasi minuman manis khusus responden
gizi lebih. Selain itu meningkatkan dan menerapkan pengetahuan mengenai air dan dehidrasi.
Sementara untuk pihak SLTA X Jakarta Timur diharapkan dapat memberikan edukasi untuk
mencegah dehidrasi, menempelkan grafik warna urin di setiap kamar kecil serta menyediakan
Faktor-faktor ..., Manzilla, FKM UI, 2017
dispenser untuk isi ulang air minum. Sedangkan untuk peneliti lain diharpkan dapat
menggunakan metode lain untuk menentukan status dehidrasi serta apabila melakukan
penilaian status dehidrasi dengan warna urin sebaiknya dilakukan lebih dari 1 waktu.
Daftar Referensi
Andayani, K. 2013. Hubungan Konsumsi Cairan dengan Status Hidrasi pada Pekerja Industri Laki-laki. Semarang : Program Studi Ilmu Gizi, Fakultas Kedokteran, Universitas Diponegoro
Angesti, A.N. 2013. Hubungan Status Gizi dan Faktor Lainnya dengan Status Hidrasi pada Remaja di 3 SMA Kota Bekasi. Skripsi. Depok : Program Studi Gizi, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia
Armstrong, L.E. 2005. Hydration Assessment Techniques. Nutrition Reviews, 63(6), pp S40-S54Barasi, M dan Morris, M. 2003. Human Nutrition A Health Perspective. Edisi ke-2. London : Hodder Arnold
Briawan, D., Sedayu, T.R dan Ekayanti, I. 2011. Kebiasaan Minum dan Asupan Cairan Remaja di Perkotaan. Jurnal Gizi Klinik Indonesia, 8(1), pp 36-41
Brown, J., Isaacs, J., Krinke, U., Lechtenberg, E., Murtaugh, M., Sharbaugh, C., Splett, P., Stang, J. dan Wooldridge, N. 2011. Nutrition Through The Life Cycle. Edisi ke-4. USA: Wadsworth Cengage Learning.
Buanasita, A., Andriyanto dan Sulistyowati. 2015. Perbedaan Tingkat Konsumsi Energi, Lemak, Cairan, dan Status Hidrasi Mahasiswa Obesitas dan Non Obesitas - Difference of Consumption Level of Energy, Fat, Liquid and Hydration Status of Obese and Non Obese Students. Indonesian Journal of Human Nutrition, 2(1), pp 11-22. Tersedia di: www.ijhn.ub.ac.id [Diakses pada 02 Februari 2017 09:00 WIB]
Carlton, A dan Orr, R.M. 2015. The Effects of Fluid Loss on Physical Performance : A Critical Review. Journal of Sport and Health Science, 4(4), pp 357-363
Cook, JD., Caplan, YH., Bush, DM., dan LoDico, CP. 2000. The Characterization of Human Urine for Specimen Validity Determination in Workplace Drug Testing: A Review. J Anal Toxicol, 24(7), pp 579-588
Gouda, Z., Zarea, M., El-Hennawy, U., Viltrad M., Lepicad, E., Hawili, N., dan Constant, F. 2015. Hydration Deficit in 9-to-11 Years Old Egyptian Children. Global Pediatric Health, 2, pp 1-9
Grandjean, A. 2004. Water Requirements, Impinging Factors and Recommended Intakes. [Online]. Tersedia di: http://www.who.int/water_sanitation_health/dwq/nutwaterrequir.pdf [Diakses pada 09 Maret 2017 02:11 WIB]
Gustam. 2012. Faktor Risiko Dehidrasi Pada Remaja dan Dewasa. Skripsi. Bogor : Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor
Faktor-faktor ..., Manzilla, FKM UI, 2017
Hardinsyah., Soenaryo, E.S., Briawan, D., Damayanthi, E., Dwiriani. C.M., Effendi. Y.H., Dewi, M dan Aries, M. 2009. Kebiasaan Minum dan Status Hidrasi pada Remaja dan Dewasa di Dua Wilayah Ekologi yang Berbeda. Laporan Akhir. Perhimpunan Peminat Gizi dan Pangan Indonesia, Departemen Gizi Masyarakat FEM IPB, Danone Aqua Indonesia
Kenney, E., Long, M., Cradock, A. and Gortmaker, S. 2015. Prevalence of Inadequate Hydration Among US Children and Disparities by Gender and Race/Ethnicity: National Health and Nutrition Examination Survey, 2009–2012. American Journal of Public Health, 105(8), pp.113-118.
Mahan, L., Escott-Stump, S., Raymond, J. And Krause, M. 2012. Krause’s Food & The Nutrition Care Process. Edisi ke-13. St. Louis, Mo : Elsevier/Saunders.
Mawadaturrohmah, N. 2016. Asupan Air dan Status Hidrasi pada Wanita Dewasa Muda saat Puasa Ramadan. Skrispi. Bogor : Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor
Mayoclinic. 2016. Dehydration. [Online]. Tersedia di: http://www.mayoclinic.org/diseases- conditions/dehydration/symptoms-causes/dxc-20261072 [Diakses pada 02 Maret 2017 09:44 WIB]
McCarthy, J. 2016. What You Need to Know About Dehydration [Online]. Tersedia di: https://www.globalcitizen.org/en/content/what-dehydration- does-to-the-body/ [Diakses pada 29 Januari 2017 11:36 WIB]
NHS Choices. 2015. Dehydration. [Online]. Tersedia di: http://www.nhs.uk/Conditions/Dehydration/Pages/Causes.aspx [Diakses pada 02 Maret 2017 09:46 WIB]
Ningsih, S.W.K. 2014. Perbedaan Kebiasaan Minum Dan Status Hidrasi Pada Remaja Overweight Dan Non Overweight Di Smk Batik 1 Surakarta. Skripsi. Surakarta : Program Studi Ilmu Gizi S1, Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas Muhammadiyah Surakarta
Notoatmodjo, S. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : PT. Rineka Cipta
_____. 2011. Kesehatan Masyarakat. Jakarta : PT. Rineka Cipta
Pertiwi, D. 2015. Status Dehidrasi Jangka Pendek Berdasarkan Hasil Pengukuran PURI (Periksa Urin Sendiri)Menggunakan Grafik Warna Urin pada Remaja Kelas 1 dan 2 di SMAN 63 Jakarta Tahun 2015. Skrispi. Jakarta : Program Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Polkinghorne, B.G., Gopaldasani, V., Furber, S., Davies, B., dan Flood, V. M. 2013. Hydration Status Of Underground Miners In A Temperate Australian Region. BioMed Central Public Health, 13:426 Prayitno, S.O dan Dieny, F.F. 2012. Perbedaan Konsumsi Cairan dan Status Hidrasi pada
Remaja Obesitas dan Non Obesitas. Journal of Nutrition College, 1(1), pp 144-152. Tersedia di: http://ejournal-s1.undip.ac.id/index.php/jnc
Faktor-faktor ..., Manzilla, FKM UI, 2017
Santoso, B.I., Hardinsyah., Siregar, P dan Pardede, S.O. 2011. Air Bagi Kesehatan. Jakarta : Centra Communications
______. 2014 Pentingnya Hidrasi bagi Anak Usia Sekolah dan Remaja. Edisi ke-1. Jakarta : Centra Communications
Shirreffs, SM. 2003. Markers of Hydration Status. European Journal of Clinical Nutrition, 57, pp S6-S9
Smolin, L. dan Grosvenor, M. 2011. Basic Nutrition. Edisi ke-2. New York: Chelsea House.
Stookey, J. D., Brass, B., Holliday, A., dan Arieff, A. 2012. What Is The Cell Hydration Status Of Healthy Children In The USA? Preliminary Data On Urine Osmolality And Water Intake. Public Health Nutrition, 15(11), pp 2148-2156
Thompson, J., Manore, M. Dan Vaughan, L. 2011. The science of nutrition. Edisi ke-2. USA : Pearson Benjamin Cummings
Tortora, G.J dan Derrickson, B. 2012. Principles of Anatomy and Physiology. Edisi ke-13. USA : John Wiley & Sons, Inc
Utami, A. R. 2015. Status Hidrasi Setelah Tes Ketahanan Fisik Mahasiswi Jurusan Tari Usia 19-22tahun (Studi Kasus Di Universitas Negeri Semarang). Semarang : FK UNDIP
Vivanti, A. 2007. Screening and Identification of Dehydration in Older People Admitted to A Geriatric and Rehabilitation Unit. Thesis. Australia : Faculty of Health, Institute of Health and Biomedical Innovation, Queensland University of Technology
WHO. 2011. Initial Treatment Of Dehydration For Severe Acute Malnutrition. [Online]. Tersedia di: http://www.who.int/elena/titles/bbc/dehydration_sam/en/ [Diakses pada 02 Februari 2017]
Faktor-faktor ..., Manzilla, FKM UI, 2017