FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN CAMPAK …
Transcript of FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN CAMPAK …
FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJADIAN CAMPAK PADA ANAK USIA 1-5 TAHUN DI WILAYAH KECAMATAN
DUREN SAWIT JAKARTA TIMUR TAHUN 2014-2015
Annisa Siskha Septiana, Nuning Maria Kiptiyah
Peminatan Epidemiologi
ABSTRAK
Campak merupakan salah satu penyakit yang masih menjadi masalah kesehatan dan menjadi perhatian masyarakat global. Indikator Kaus campak di Indonesia adaah 5/100.000 kasus. Penyakit ini menyebar dengan cepat dan umumnya menyerang anak usia dibawah 5 tahun dan dapat menimbulkan kematian.
Kota Administrasi Jakarta Timur merupakan salah satu daerah dengan cakupan imunisasi >90% dan mencapai UCI 100%, namun berdasarkan laporan surveilans suku dinas kesehatan Jakarta Timur melaporkan 686 kasus campak diagnosis klinis selama tahun 2014 dan kasus tertinggi terjadi di wilayah Kecamatan Duren Sawit sebanyak 130 kasus campak diagnosis klinis. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan dengan kejadian campak pada anak usia 1-5 tahun di Wilayah Kecamatan Duren Sawit tahun 2014-2015.
Penelitian ini dilakukan dengan desain kasus kontrol dengan 154 sampel dengan besar kelompok kasus 51 orang dan kelompok kontrol 104 orang. Lokasi penelitian ini di wilayah Kecamatan Duren Sawit.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa factor yang berhubungan dengan kejadian campak pada anak usia 1-5 tahun adalah status imunisasi anak ( P<0,01; OR= 21,5,;95% CI 5,98-77,24), pemberian vitamin A (P<0,01, OR=4,4; 95% CI: 2,04-9,69), dan riwayat ASI Ekslusif (P<0,01, OR: 2,3; 95% CI :1,004-5,26,).
Penelitian ini menyimpulkan bahwa anak yang tidak diberikan imunisasi campak, vitamin A sesuai standar, dan pemberian ASI Ekslusif lebih berisiko terkena campak dibandingkan anak yang diberikan imunisasi, vitamin A sesuai standar, dan ASI Ekslusif.
Berdasarkan hasil penelitian, maka disarankan untuk dilakukan pelatihan juru imunisasi serta monitoring dan evalusi pengetahuan juru imunisasi dan manajemen cold chain di fasilitas kesehatan primer swasta dan negeri. Selain itu upaya promosi pencegahan penyakit perlu dilakukan untuk menurunkan angka kejadian campak.
Kata Kunci: Faktor risiko campak, Imunisasi, Vitamin A
Factors associated with the incidence of measles in children aged 1-5 years in the District of Duren Sawit on 2014-2015
ABSTRACT
Measles is a disease that poses a health problem and concern of the global community . Socks indicator of measles in Indonesia adaah 5 / 100,000 cases . The disease spreads rapidly and usually affects children under the age of 5 years and can cause death .
Faktor- faktor..., Annisa Siskha Septiana, FKM UI, 2016
East Jakarta Administration City is one of the areas with immunization coverage > 90 % and reached UCI 100 % , but based surveillance report tribal health department of East Jakarta reported 686 cases of measles clinical diagnosis for 2014 and the highest case in the District of Duren Sawit as many as 130 cases measles clinical diagnosis . This study aims to determine the factors associated with the incidence of measles in children aged 1-5 years in the Regional District of Duren Sawit years 2014-2015 .
This research was conducted by case control design with a large group of 154 samples with 51 cases and the control group of 104 people . The location of this research in the District of Duren Sawit .
The study concluded that children who had been not immunized against measles, vitamin A according to the standard that is 2 times a year, and exclusive breastfeeding can be risk factor to exposed measels be compared with children who had been immunized against measles, vitamin A according to the standard that is 2 times a year, and exclusive breastfeeding . Based on the research results, it is advisable to improve immunizatition training and monitoring along with knowladge evaluation immunization worker and cold chain management at primary health facilities both public and private. In addition to promotion to reduce the number of measles it happened.
.
Keywords: Risk factors for measles, immunization, Vitamin A
Pendahuluan
Penyebaran kasus campak paling banyak terjadi di negara berkembang, termasuk di
Indonesia. Angka kejadian campak tahun 2014 di Indonesia mencapai 12.943 kasus (5,13%)
dari seluruh jumlah penduduk Indonesia.
Penyakit ini tetap menjadi salah satu penyebab utama kematian di kalangan anak-anak
secara global, meski berbagai upaya telah dilakukan untuk mengatasinya. Sekitar 145.700
orang meninggal akibat penyakit campak hingga tahun 2013 dan sebagian besar menyerang
anak di bawah usia 5 tahun. Selama tahun 2000-2013 vaksin campak efektif mencegah 15,6
juta kematian akibat komplikasi campak (WHO, 2014).
Penyebaran kasus campak paling banyak terjadi di negara berkembang, termasuk di
Indonesia. Angka kejadian campak tahun 2014 di Indonesia mencapai 12.943 kasus (5,13%)
dari seluruh jumlah penduduk Indonesia. Kasus campak tertinggi terjadi di Provinsi Daerah
Istimewa Aceh dengan Insidance Rate 36,96/100.000 penduduk, provinsi Daerah istimewa
Yogyakarta dan Kalimantan Barat dengan masing-masing 34/100.000 penduduk dan
20,34/100.000 penduduk. Campak pada umumnya menyebar di daerah dengan penduduk
padat. Salah satu kota dengan penduduk padat adalah DKI Jakarta (Kemenkes, 2014).
Provinsi DKI Jakarta termasuk 5 wilayah di Indonesia dengan kasus campak tertinggi.
Kasus campak di wilayah ini, cenderung meningkat jika dibandingkan pada tahun 2013 yaitu
sebesar 12,88/100.000 penduduk, sedangkan pada tahun 2014 kasus campak mencapai
13,61/100.000 penduduk. Salah satu wilayah DKI Jakarta dengan kenaikan angka insidens
rate tertinggi selama tahun 2014-2015 adalah Kota Administrasi Jakarta Timur dengan
Faktor- faktor..., Annisa Siskha Septiana, FKM UI, 2016
masing-masing insidens rate pertahun sebesar 21,1/100.000 penduduk, 13,9/100.000
penduduk, dan 19,7/100.000 penduduk), (Dinkes Jakarta,2015).
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan
kejadian kasus campak pada anak usia 1-5 tahun di Kecamatan Duren Sawit tahun 2014-2015.
Tinjauan Teoritis
Salah satu faktor yang berkaitan dengan infeksi campak adalah host atau penjamu.
Campak adalah penyakit yang menyerang kekebalan tubuh penjamu. Tubuh manusia
memiliki sistem pertahanan untuk mencegah masuknya agen penyebab infeksi. Mekanisme
ini terdiri dari 2 kelompok, yaitu pertahanan non spesifik dan pertahanan spesifik. Pertahanan
non spesifik terdiri dari kulit, membrane mukosa sel fagosit, komplemen, lisozim, interferon,
dan lainnya. Peran pertahanan non spesifik sebagai lapisan pertahanan pertama ketika
mengalami kontak dengan agen infeksi. Sistem pertahanan spesifik bersifat bawaan yaitu
alamiah ada dan tidak dipengaruhi jika terjadi kontak pada infeksi sebelumnya. Sedangkan
sistem pertahanan spesifik meliputi antbodi yang terdiri dari sel B dan sistem imunitas yang
dihasilkan oleh sel T. Sistem pertahanan spesifik bersifat didapat, yaitu hasil reaksi agen
infeksi karena terjadi paparan sebelumnya (Ari Natalia Probandari, 2013).
Pelayanan kesehatan yang diberikan untuk mengendalikan kasus campak saat ini sudah
cukup baik. Upaya dilakukan untuk pencegahan kasus campak adalah dengan pemberian
imunisasi dasar pada anak usia dibawah 5 tahun. Pelayanan imunisasi dasar dilakukan
pertama kali di Indonesia pada tahun 1982 dan masuk dalam pengembangan program
imunisasi. Pemberian imunisasi dilakukan untuk meningkatkan kekebalan tubuh melalui
vaksinasi (imunisasi aktif), dan pemberian antibody (imunisasi pasif) (Noer Endah Pracoyo,
2013).
Kekurangan vitamin A meningkatkan risiko angka kejadian penyakit infeksi seperti
campak, infeksi saluran nafas, diare, dll (Kardiati, 2014). Pemberian Vitamin A memiliki
manfaat lain pada anak yang menerima imunisasi campak yaitu menghasilkan proteksi
perubahan oksigen yang disebabkan oleh respons host terhadap infeksi dan inflamasi. Dengan
demikian, anak yang mendapat imunisasi campak akan lebih kebal dibandingkan anak yang
tidak mendapat imunisasi. Pengadaan program pemberian Vitamin A pada penderita campak
dilakukan dalam upaya penurunan angka morbiditas dan mortalitas terutama pada anak usia
1-5 tahun. Selain itu pemberian vitamin A dapat mencegahnya peningkatan derajat severity
penderita campak baik anak-anak maupun dewasa Manfaat pemberian vitamin A terhadap
morbiditas dari campak yaitu meningkatkan antibodi dan proliferasi limfosit (Munasir, 2000).
Faktor- faktor..., Annisa Siskha Septiana, FKM UI, 2016
Pemberian ASI eksklusif mengurangi risiko kematian bayi yang disebabkan berbagai
penyakit infeksi umum menimpa anak-anak seperti campak, diare dan radang paru, serta
mempercepat pemulihan kondisi bayi sakit dan membantu menjarangkan kelahiran pada ibu
pasca melahirkan. Pemberian cairan dan makanan selain ASI pada anak usia 0-6 bulan dapat
meningkatkan risiko masuknya bakteri patogen. Bayi usia dini sangat rentan terhadap bakteri
penyebab diare, terutama di lingkungan yang kurang higienis dan sanitasi buruk. Di Negara-
negara kurang berkembang, dua di antara lima orang tidak memiliki sarana air bersih
(LINKAGES, 2002).
Metodologi Penelitian
Penelitian ini merupakan studi observasional dengan desain penelitian kasus kontrol,
yang mempelajari hubungan outcome dengan cara membandingkan faktor risiko dari masing-
masing kelompok. Penelitian ini dilakukan pada bulan Desember 2015 di Kecamatan Duren
Sawit, Jakarta Timur berdasarkan kejadian campak di Jakarta Timur pada tahun 2014-2015.
Populasi penelitian adalah anak usia 1-5 tahun yang tinggal di Kecamatan Duren Sawit
Jakarta Timur. kelompok kasus adalah anak usia 1-5 tahun yang menderita campak tercatat
dalam data rekapitulasi Form C1 pada tahun 2014-2015 di Kecamatan Duren Sawit, Jakarta
Timur dan telah didiagnosa oleh petugas kesehatan setempat. Kelompok kontrol adalah Anak
yang belum pernah menderita campak pada rentang waktu yang sama dengan kelompk kasus.
Berdasarkan perhitungan dengan rumus Schelesselmen dapat disimpulkan bahwa besar
sampel kasus yang diambil dalam penelitian ini sebesar 46 orang, namun besar sampel
ditambahkan 10 % dari sampel minimal menjadi 51 orang untuk mengurangi bias penelitian.
Sedangkan pada kelompok kontrol dengan menggunakan perhitungan perbandingan minimal
1:2, besar sampel kelompok kontrol menjadi 102 orang.
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah purposive sampling. Peneliti
menggunakan data sekunder form C1 yang terdapat di Puskesmas Kecamatan Duren Sawit
Jakarta Timur, Kartu Menuju Sehat (KMS) yang dimiliki responden, dan kuisioner yang telah
disediakan peneliti.
Variabel yang diteliti antara lain variabel dependen (kejadian campak), dan variabel
independen (usia anak, status imunisasi, riwayat ASI Ekslusif, vitamin A dan status Gizi)
Analisis yang digunakan adalah analisis univariat yaitu analisa deskriptif yang bertujuan
untuk melihat gambaran distribusi frekuensi pada setiap variabel dan bivariate yaitu menguji
hipotesis dengan tujuan melihat hubungan variabel dependen dengan variabel independen
terhadap nilai frekuensi yang diamati melalui Uji Chi Square untuk melihat hasil
kemaknaannya.
Faktor- faktor..., Annisa Siskha Septiana, FKM UI, 2016
Hasil Penelitian
a. Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Demografi Tabel 5.3.1
Distribusi Karakteristik Kasus dan Kontrol kejadian Campak pada anak usia 1-5 Tahun
di Kecamatan Duren Sawit Tahun 2014-2015
Variabel Kategori Kasus Kontrol
n % n %
Umur
0. 12-23 Bulan 13 25,5 24 23,3
1. 24-59 bulan 38 74,5 79 76,7
Total 51 100 103 100
Jenis Kelamin
1. Laki-laki 35 68,6 50 48,5
2. Perempuan 16 31,4 53 51,5
Total 51 100 103 100
Status
Imunisasi
0. Tidak di
Imunisasi
20 39,2 3 2,9
1. Diimunisasi 31 60,8 100 97,1
Total 51 100 103 100
Vitamin A
0. Tidak Sesuai
Standar
22 43,1 15 14,6
1. Sesuai Standar 29 56,9 88 85,4
Total 51 100 103 100
ASI Ekslusif
0. Tidak diberikan 42 82,4 69 67
1. Diberikan 9 17,6 34 33
Total 51 100 103 100
Status Gizi
1. Gizi Kurang 6 11,8 14 13,6
2. Gizi Baik 45 88,2 89 86,4
Total 51 100 103 100
Berdasarkan hasil penelitain didapatkan bahwa pada variabel umur, kelompok kasus
dan kontrol pada kedua kelompok umur yaitu 12-23 bulan dan 24-59 bulan memiliki proporsi
yang hampir sama. Pada variabel jenis kelamin, proporsi anak laki lebih banyak pada
kelompok kasus (68,6%) dibandingkan kelompok kontrol (48,5%). Sedangkan proporsi anak
perempuan cenderung lebih banyak pada kelompok kontrol dibandingkan kasus.
Pada variabel status imunisasi, proporsi anak yang tidak dberikan imunisasi pada
kelompok kasus cenderung lebih tinggi (29,3%) dibandingkan kelompok kontrol (2,9%),
Faktor- faktor..., Annisa Siskha Septiana, FKM UI, 2016
sedangkan proporsi anak yang diberikan imunisasi pada kelompok kontrol lebih tinggi
dibandingkan kelompok kasus.
Pada variabel vitamin A, proporsi anak yang mendapat vitamin A yang tidak sesuai
standar pada kelompok kasus lebih tinggi hampir 3 kali dibandingkan kelompok kontrol,
sedangkan proporsi anak yang diberikan vitamin A sesuai standar lebih banyak 50% pada
kelompok kontrol dibandingkan kasus.
Pada variabel pemberian ASI Ekslusif, proporsi anak yang tidak mendapatkan ASI
Ekslusif pada kelompok kasus lebih tinggi 20% dibandingkan kelompok kontrol, sedangkan
proporsi anak yang mendapakan ASI Ekslusif pada kelompok kontrol lebih tinggi 1 kali
dibandingkan kelompok kasus.
Pada variabel gizi anak, anak yang mengalami gizi kurang dan gizi baik pada
kelompok kasus dan kontrol memiliki proporsi yang hampir sama.
b. Hubungan Kasus Campak dan Beberapa Faktor Tabel 5.3.2
Hubungan Faktor Risiko Campak Pada Anak Usia 1-5 Tahun
di Kecamatan Duren Sawit Tahun 2014-2015
Variabel Kategori Kasus Kontrol
OR 95% CI P Value n % n %
Umur 0. 12-23 Bulan 13 25,5 24 23,3 1,126 0,51-2,57 0,765
1. 24-59 bulan 38 74,5 79 76,7
Status
Imunisasi
0. Tidak di
Imunisasi
20 39,2 3 2,9 21,5 5,98-
77,24
0,00
1. Diimunisasi 31 60,8 100 97,1
Vitamin A 0. Tidak Sesuai
Standar
22 43,1 15 14,6 4,45 2,04-9,69 0,00
1. Sesuai Standar 29 56,9 88 85,4
ASI Ekslusif 0. Tidak diberikan 42 82,4 69 67 2,3 1,004-
5,26
0,045
1. Diberikan 9 17,6 34 33
Status Gizi 1. Gizi Kurang 6 11,8 14 13,6 0,84 0,3-2,35 0,751
Berdasarkan tabel diatas dapat disimpulkan bahwa anak usia 12-23 berisiko 1,13 kali
terkena campak dibandingkan dengan anak yang berusia 24-59 bulan. Namun secara stastistik
tidak bermakna, 95% CI melewati angka satu. Dengan demikian anak usia 12-23 bulan tidak
dianggap potensial sebagai faktor risiko (p>0,05).
Pada variabel status imunisasi campak, didapatkan OR 21,5 (95% CI: 5,98-77,24),
yang berarti bahwa anak yang tidak mendapat imunisasi campak pada usia 9 bulan berisiko
Faktor- faktor..., Annisa Siskha Septiana, FKM UI, 2016
21 kali untuk terkena campak. Secara stastistik, status imunisasi dengan kejadian campak
berhubungan secara signifikan (nilai P<0,01). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
anak yang tidak mendapatkan imunisasi campak berpotensi sebagai faktor risiko.
Status pemberian vitamin A pada penelitian ini menunjukkan OR: 4,45 (95% CI: 2,04-
9,69), artinya anak yang tidak mendapat vitamin A sesuai standar yakni 2 kali dalam setahun
berisiko 4 kali untuk terkena campak. Secara statistik, pemberian vitamin A berhubungan
signifikan (nilai P<0,01). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa anak yang tidak
mendapat vitamin A yang tidak sesuai standar berpotensi sebagai faktor risiko.
Riwayat ASI Ekslusif pada penelitian ini menunjukkan OR 2,3 (95% CI: 1,004-5,26),
artinya anak yang tidak mendapat ASI Ekslusif berisiko 2 kali untuk terkena campak. Secara
statistik, riwayat ASI Ekslusif berhubungan signifikan dengan kejadian campak (nilai
P<0,01). Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa anak yang tidak mendapat ASI Ekslusif
berpotensi menjadi faktor risiko.
Status gizi pada penelitian ini menunjukkan OR sebesar 0,84 artinya anak dengan gizi
kurang berpotensi menjadi faktor risiko terkena campak 0,84 kali dibandingkan dengan anak
gizi baik. Namun secara statistik tidak ada hubungan secara bermakna antara status gizi
dengan risiko campak (P: 0,751; 95% CI 0,305-2,354). Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa gizi anak bukan menjadi faktor risiko campak
Pembahasan
a. Hubungan Umur dengan Kejadian Campak
Pada penelitian ini, tidak ditemukan hubungan siginifikan bermakna antara umur
anak dengan kejadian campak (nilai P<0,01; 95% CI: 0,51-2,57). Hal ini dikarenakan yang
mempengaruhi terhadap kejadian campak adalah usia ketika anak mendapatkan imunisasi.
Menurut penelitian Mariati (2012) Balita yang tidak mendapat imunisasi campak tepat waktu
mempunyai risiko terkena penyakit campak 3 kali lebih besar dibandingkan anak yang
mendapat imunisasi campak tepat waktu di Kabupaten Banyumas.
Namun penelitian ini tidak relavan dengan penelitian Casaeri (2002) yang
menyebutkan bahwa adanya hubungan signifikan antara umur dengan kejadian campak (nilai
P<0,01; 95%CI:1,1-4,9) dan berisiko 2,3 kali anak berumur rentan untuk terkena campak
dibandingkan anak yang tidak berumur rentan. Hal ini dimungkinkan adanya penurunan
antibody anak setelah umur dua tahun. Hal lain yang memengaruhi insedensi menurut umur
adalah kepadatan penduduk, pola interaksi dan pola asuh anak (Casaeri, 2002).
Menurut kelompok umur, kasus campak pada kelompok umur 1-4 tahun dan
kelompok umur 5-9 tahun merupakan yang terbesar yaitu masing-masing sebesar 27,5% dan
Faktor- faktor..., Annisa Siskha Septiana, FKM UI, 2016
26,9%, dihitung rata-rata umur tunggal, kasus campak pada bayi <1 tahun, merupakan yang
tertinggi, yaitu sebanyak 1.120 kasus (9,7%) (Kemenkes RI, 2013).
b. Hubungan Status Imunisasi dengan Kejadian Campak
Pada pendahuluan, telah diketahui bahwa penyebab kejadian campak di Negara
berkembang adalah pemberian imunisasi campak yang telah dimasukkan pada program
imunisasi dasar. hasil penelitian ini secara stastistik menunjukkan adanya hubungan bermakna
antara status imunisasi terhadap kejadian campak (nilai P<0,01, 95% CI: 5,98-77,24).
Pemberian imunisasi dilakukan untuk meningkatkan kekebalan tubuh pasif (Pracahyo, 2013).
Berdasarkan hasil analisis bivariat, anak yang tidak mendapat imunisasi campak akan
meningkatkan risiko terkena campak hingga 21,5 kali (OR: 21,5). Hasil penelitian Budi
(2012) yang telah dilakukan di Banjarmasin menujukkan hal yang sama bahwa anak yang
tidak mendapat imunisasi campak berisiko 5 kali terkena campak. Penelitian Giarsawan
(2014) menunjukkan bahwa status imunisasi pada anak berisiko 16 kali mempengaruhi
terjadinya kasus campak dengan hasil uji statistik yang dilakukan bahwa adanya hubungan
bermakna antara status imunisasi dengan kejadian campak (nilai P<0,01, 95% CI: 1,938-
147,767).
Selain itu, penelitian Budi (2012) memperkuat dengan adanya efikasi vaksin yang
diperoleh sebesar 78% sehingga kekebalan populasi yang belum mendapat vaksinasi tidak
melindungi populasi yang rentan.
Sistem imunisasi dapat mencegah antigen menginfeksi tubuh. Sistem imunitas bersifat
alami dan artificial. Imunitas alami bersifat spesifik dan nonspesifi, saat antigen menginfeksi
tubuh , imunitas nonspesifik yang terdiri dari sel komplemen dan makrofag akan bertarung
dengan cara memakan zat antigen tersebut (Atikah, 2010 dalam Rahmayanti, 2015 ).
Status imunisasi berkaitan dengan cakupan imunisasi suatu wilayah, sedangkan
cakupan imunisasi di wilayah Duren Sawit mencapai target cakupan imunisasi nasional.
Untuk meningkatkan angka cakupan imunisasi, tahun 2011 pemerintah membuat strategi
program crash campak pada balita atau kelompok usia rentan dan Catch Up Campaign pada
anak usia sekolah (kelas 1-6 SD) di daerah risiko tinggi yang dilanjutkan BIAS untuk anak
kelas 1 SD pada tahun berikutnya. Selain itu, pemerintah bekerjasama dengan pihak tertentu
untuk melakukan kampanye Imunisasi Campak dan Polio (P2PL. 2011).
Jika cakupan imunisasi sudah cukup baik dan kejadian campak masih ada, ada hal lain
yang memperngaruhi kejadian campak, salah satunya efektivitas vaksin. Efektivitas vaksin
dipengaruhi oleh pemberian vaksin dengan teknik pemberian dan dosis yang kurang dan
manajemen penyimpanan vaksin (management cold chain). Oleh karena itu perlu dilakukan
Faktor- faktor..., Annisa Siskha Septiana, FKM UI, 2016
pelatihan juru imunisasi dan evaluasi teknik pemberian vaksinasi dan penyimpanan vaksin
pada pelayanan kesehatan primer pemerintah dan swasta.
c. Hubungan Pemberian Vitamin A dengan Kejadian Campak
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa adanya hubungan signifikan pemberian
vitamin A dengan kejadian campak (nilai P<0,01, 95% CI: 2,04-9,69). Penyakit campak dapat
mengurangi konsenstrasi serum vitamin A. Anak yang tidak mendapat vitamin A sesuai
standar akan berisiko 4,45 kali terkena campak dibandingkan anak yang diberikan vitamin A
sesuai standar (OR: 4,45). Hal ini dikarenakan karena adanya deferensiasi Limfosit B yang
berperan sebagai kekebalan tubuh humoral (Azrimaidaliza, 2007). Pemberian vitamin A di
Negara berkembang dianjurkan sebanyak dua kali dalam satu tahun yakni pada bulan Februari
dan Agustus.
Penelitian Ma’roef (2009) menyebutkan bahwa adanya risiko terkena campak pada
balita yang tidak diberikan vitamin A sesuai standar sebesar 8,3 kali. Penelitian lainnya yang
relavan dengan penelitian ini adakag penelitian eksperimental Villamor et al (2005) di Afrika
Selatan menyatakan bahwa adanya hubungan pemberian Vitamin A dengan kejadian campak
( P: 0,01), dikarenakan adanya titer IgG terhadap virus campak lebih tinggi pada anak yang
mendapat vitamin A dibandingkan anak yang mendapat placebo selama 42 hari dilakukan
observasi.
Sedangkan penelitian Budi (2012) menyebutkan bahwa dari tidak terdapat hubungan
bermakna dan bersifat protektif, sebesar 1,33 kali untuk anak menderita campak (95% CI
0,78-2,26). Selain itu, penelitian Mujiati (2014) menjelaskan bahwa secara stastistik tidak ada
hubungan antara statsus pemberian vitamin A dengan kejadian campak (nilai P<0,01, OR 1,4,
95% CI: 0,625-3,301)
Kekurangan vitamin A meningkatkan risiko penyakit infeksi (Kardati, 2014). Selain
itu vitamin A akan merespon menghasilkan proteksi perubahan oksigen karena adanya
inflamasi dan infeksi. Pemberian vitamin A pada anak yang menderita campak akan
mencegah peningkatan keparahan penderita karena adanya peningkatan antibody dan
poliferasi limfosit. Anak dengan infeksi campak akut dan menerima suplementasi vitamin A
dosis tinggi (60 mg RE) secara signifikan tinggi IgG dan merespon virus campak dan
tingginya sirkulasi limposit selama follow-up, dibandingkan dengan anak yang menerima
placebo (Munasir, 2000).
d. Hubungan ASI Ekslusif dengan Kejadian Campak
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa adanya hubungan signifikan antara riwayat
pemberian ASI Ekslusif dengan kejadian campak (nilai P<0,01; 95% CI: 1,004-5,26). ASI
Faktor- faktor..., Annisa Siskha Septiana, FKM UI, 2016
Ekslusif mempengaruhi kejadian campak karena ASI Ekslusif merupakan sumber zat
imunitas yang diperlukan bayi. Anak yang tidak mendapat ASI Eklsusif berisiko 2,3 terkena
campak dibandingkan anak yang mendapatkan ASI Ekslusif (OR: 2,3). Penelitian ini relavan
dengan penelitian yanti (2015) bahwa ASI Ekslusif yang merupakan variabel penggangu
terhadap kejadian campak mempunyai hubungan siginifikan dengan kejadian campak (
P:0,007). Penelitian lain yang relavan adlaah penelitian Rachmayanti (2014) bahwa
ditemukan hubungan bermakna antara ASI Ekslusif dengan kejadian campak (nilai P<0,01).
Penelitian lain menyebutkan bahwa pemberian ASI Ekslusif dapat menurunkan risiko terkena
penyakit infeksi (Duitjs L, 2010).
Imunoglobin sIgA dari ASI merupakan elemen imun ASI yang paling berperan di
dalam garis pertahanan terdepan di saluran cerna pada bayi yang menyusu, karena memiliki
efek protektif yang paling kuat. Telah dibuktikan pula bahwa sIgA ASI bersifat efektif dalam
sistem pertahanan mukosa baik terhadap bakteri, virus antara lain rotavirus dan respiratory
syncitial virus (RSV). S-IgA dapat menetralisir agen infeksi dan pada waktu yang sama
membatasi kerusakan jaringan akibat proses inflamasi (Schandler, 2000 ; Labbok dkk, 2004).
Elemen antiinfeksi lainnya pada ASI adalah berbagai jenis protein, di antaranya adalah
laktoferin, lisosim, laktaderin, anti protease, dan komplemen. Laktoferin disebut juga iron
glycoprotein, dapat megikat zat besi sehingga ketersediaan zat besi untuk pertumbuhan
bakteri menjadi berkurang. Dalam bentuk lactoferricin yang merupakan hasil enzymatic
cleavage dari laktoferin, dapat meningkatkan permeabilitas membran sel sehingga dapat
mengikat bagian lipid dari lipopolisakharida yang dimilki bakteri. Efek serupa juga
ditunjukkan terhadap virus, jamur dan protozoa. Efek antiviral dari laktoferin adalah pada
infeksi fase awal yaitu sebagai reseptor virus sehingga perlekatan virus pada sel inang
terhalang (Orsi, 2004).
Mengingat pentingnya pemberian ASI Ekslusif pada bayi tidak selaras dengan
kenyataan di lapangan. Hal ini dapat dilihat dari cakupan pemberian ASI Ekslusif masih
tergolog rendah, terutama pada Jakarta Timur hanya mencapai 13 % pada tahun 2013
(Sudinkes,2013). Dengan demikian, bayi tidak mendapat imunitas alamiah yang terkandung
dalam ASI.
e. Hubungan Status Gizi dengan Kejadian Campak
Penelitian ini menunjukkan bahwa status gizi tidak memiliki hubungan signifikan
dengan kejadian campak pada anak usia 1-5 tahun (nilai P<0,01; 95% CI: 0,305-2,354; OR
0,84). Hal ini dikarenakan jumlah sample pada kelompok kontrol yang kurang besar sehingga
Faktor- faktor..., Annisa Siskha Septiana, FKM UI, 2016
kurang menggambarkan jumlah gizi kurang pada kelompok kontrol dan mengakibatkan tidak
adanya hubungan status gizi dengan kejadian campak.
Penelitian Casaeri (2003) menyebutkan bahwa kejadian campak pada anak dengan
gizi kurang berisiko 2,3 kali dibandingkan dengan anak gizi baik. Penelitian lain
menyebutkan bahwa anak dengan gizi kurang berisiko 1,37 kali terkena campak dibandingkan
dengan anak gizi baik (Budi, 2012). Hal ini dikarenakan Gizi merupakan faktor penentu yang
penting dari respon imun tubuh dan kekurangan gizi merupakan penyebab kurangnya
kekebalan tubuh (immunodeficiency). Selain itu zat gizi mempengaruhi sistem imun melalui
mekanisme pengaturan ekspresi dan produksi sitokin. Karena pola produksi sitokin
merupakan hal penting dalam merespon infeksi, ketidakseimbangan gizi yang serius pada
akhirnya akan mempengaruhi perkembangan respon imun dimasa yang akan datang.
Kesimpulan
Proporsi kasus campak paling banyak terjadi pada anak usia 12-23 bulan pada
kelompok kasus dibandingkan kelompok kontrol. Sedangkan status imunisasi, pemberian
vitamin A, dan riwayat ASI Ekslusif terbukti berhubungan dengan kejadian campak.
Sedangkan umur dan Status gizi terbukti tidak berhubungan dengan kejadian campak.
Saran
Mengadakan pelatihan untuk petugas imunisasi baik berupa keterampilan imunisasi
dan managemen cold chain di fasilitas kesehatan primer, hal ini diperlukan karena adanya
rotasi, mutasi, promosi petugas imunisasi oleh Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur.
Penguatan kerjasama lintas sektoral yakni pada bidang kesejahteraan masyarakat dan
lingkungan social masyarakat untuk mengubah paradigma masyarakat mengenai imunisasi
dan ASI Ekslusif. Meningkatkan sosialisasi upaya pencegahan penyakit yang dapat dicegah
dengan imunisasi (PD3I) kepada masyarakat.Meningkatkan jejaring surveilans dimasyarakat
melalui kader kesehatan untuk penjaringan kasus dan sosialisasi pencegahan PD3I. Partisipasi
aktif masyarakat dalam kegiatan posyandu dan upaya kesehatan masyarakat lainnya, serta
memperbaiki paradigma yang berkembang mengenai imunisasi dan ASI Ekslusif bagi anak
melalui ceramah tokoh masyarakat. Serta perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk melihat
faktor risiko lain yang terkait dengan kejadian campak seperti efektifitas pemberian imunisasi
terutama mengenai management cold chain di fasilitas kesehatan pemerintah dan swasta,
pengetahuan petugas imunisasi, dan keterampilan petugas dalam memberikan vaksinasi.
Faktor- faktor..., Annisa Siskha Septiana, FKM UI, 2016
DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2009.___. Majalalah Kedokteran Andalas No.1 Vol.33 Edisi: Januari-Juni 2009 Azrimaidaliza, 2007. Vitamin A, imunitas dan Kaitannya dengan Penyakit Infeksi. Journal
Kesehatan Masyarakat, 2(I). Budi, Dwi Agus Setia. 2012. Faktor yang Berpengaruh pada Kejadian Luar Biasa Campak
Anak (1-5 tahun) Kota Banjarmasin Provinsi Kalimantan Selatan Tahun 2011. Tesis ed. Depok: Universitas Indonesia
Casaeri. 2003. Faktor-faktor Risiko Kejadian Penyakit Campak di Kabupaten Kendal Tahun
2002. Tesis ed. Semarang: Universitas Diponegoro Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta.2015.Surveilans DKI Jakarta. Diakses pada tanggal 10
Oktober 2015 pada: surveilans-dinkesdki.net Duitjs, L Jaddoe VW, Hoffman A, Moll HA. 2010. Prolonged and Exclusive Breastfeeding
Reduces The Risk of Infectious Disease in Infancy. Pediatrics 2010. 126:e18-e25. Departemen Kesehatan. 2004, Pedoman Penyelenggaran Imunisasi, Jakarta. Giarsawan, Nyoman, dll. 2012. Faktor-faktor yang mempengaruhi Kejadian Campak di
Wilayah Puskesmas Tejakula I Kecamatan Tejakula Kabupaten Buleleng Tahun 2012. Kementerian Kesehatan, 2014. Profil Kesehatan 2014. Jakarta: Kementerian Kesehatan. LINKAGES.2002. Pemberian ASI Eksklusif atau ASI: Satu-satunya Sumber Cairan Yang
Dibutuhkan Bayi Usia Dini. WashingtonDC:LINKAGES Ma’roef, Salma. 2009. Situasi Campak pada Balita (12-59 Bulan) di Propinsi Sumatera
Barat, DKI Jaya, Jawa Barat dan Banten Pada Tahun 2007(Analisa Lanjut RISKESDAS 2007). Majalah Kedokteran Andalas No.1 Vol. 33. Januari-Juni 2009.
Mariati. 2012. Hubungan Status Imunisasi dan Ketepatan waktu Imunisasi dengan Kejadian
Campak di Kabupaten Banyumas. Yogyakarta : UGM (Tesis) Mujiati, E., 2015. Faktor Risiko Kejadian Campak Pada Anak Usia 1-14 Tahun Di
Kecamatan Metro, Lampung. Palembang, Universitas Sriwijaya. Munasir , Zakiudi. 2000, ‘Pengaruh Suplementasi Vitamin A Terhadap Campak’ Jurnal Sari
Pediatri, [on line], vol. 2, no. 2. . diakses pada: 20 Desember 2015 Dari: http://scholar.google.com/
Musinah, D., 2012. Penatalaksanaan Spesimen Kejadian Luar Biasa (KLB):
Campak/Rubella. Jakarta: Badan Peneleitian dan Pengembangan Kesehatan . Noer Endah Pracoyo, R. P. Y. R., 2013. Sero Survei Status Kekebalan Campak Berdasarkan
Data Riskesdas 2007. Buletin Balitbangkes:Jakarta.
Faktor- faktor..., Annisa Siskha Septiana, FKM UI, 2016
Notoadmojo, S., Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. 2003. Jakarta: Rhineka Cipta. Orsi N. The antimicrobial activity of lactoferrin: current status and perspectives. Biometals
2004; 17: 189-196. P, P., 2010. Hubungan tingkat pengetahuan ibu dengan pemberian imunisasi bayi di
posyandu wilayah Kerja Puskesmas Kepulauan Talaud. s.l.:s.n. P2PL, D., 2011. Pedoman Pelaksanaan Kampanye Imunisasi Campak dan Polio 2009-2011.
Jakarta: Kementrian Kesehatan. Probandari, Ari Natalia S. H. J. D. N. L., 2013. Keterampilan Imunisasi. 2 ed. Solo:
Universitas Sebelas Maret. Purbandari, Ari Natalie, dll. 2013. Keterampilan Imunisasi. Surakarta: Universitas Sebelas
Maret Purwadini, H. R., 2013. Gambaran Epidemiologi Kejadian Luar Biasa Campak di Kabupaten
Serang Tahun 2011-2012. Skripsi ed. Depok: Universitas Indonesia. Rahmayanti, Leny Mafulla. 2015. Hubungan Status Imunisasi Campak dan Perilaku
Pencegahan Penyakit Campak dengan Kejadian Campak pada Bayi dan Balita di Puskesmas Kabupaten Bantul Tahun 2013-2014. Yogyakarta: STIKES Aisiyah
Schlesselman, James. 1982. Case Control Studies: Desain, Conduct, Analysis. Newyork:
Oxford Schandler RJ. Overview : the clinical prospective. J. Nutr, 2000 ; 130 : 417 S – 419 S. Selina SP Chen, M. M., 2014. Measles Medication. [Online]
Available at: http://emedicine.medscape.com/article/966220-medication#2 [Accessed Oktober 2015].
Suku Dinas Jakarta Timur. 2012. Profil Kesehatan Jakarta Timur tahun 2012. Suku Dinas
Jakarta Timur:Jakarta Suku Dinas Jakarta Timur. 2013. Profil Kesehatan Jakarta Timur tahun 2013. Jakarta: Suku
Dinas Jakarta Timur Sutaryana, 2002. Hubungan Kesehatan Lingkungan Fisik Rumah dan Karakteristik Balita
dengan Kejadian Campak pada Balita di Kabupaten Garut tahun 200-2001. Tesis ed. Depok: Universitas Indonesia.
Tommy, d., 2000. Campak. Surabaya: Universitas Airlangga. UNICEF, 2007. Vitamin A Suplementastion: A Decade Progress. New York: UNICEF. Villamor, Eduardo & Fawzi, Wafaie W. 2005, ‘Effects of Vitamin A Supplementation on Immune
Responses and Correlation with Clinical Outcomes’, Clinical Microbiology Review, [on line], vol 18, no 3, hal 446 – 464. diakses tanggal 1 Januari 2016 .Dari : http://scholar.google.com/ .
Faktor- faktor..., Annisa Siskha Septiana, FKM UI, 2016
Wahab S, dkk. 2002. Sistem Imun, Imunisasi dan Penyakit imun. Widya Medika: Jakarta WHO, 2013. Pocket Book: Hospital Care for Children. second ed. Geneva: WHO. WHO. 2014. Imunization and Vaccine Development. Diakses pada tanggal 2 Oktober 2012
http://www.afro.who.int/en/clusters-a-programmes/ard/immunization-and-vaccines-development/topics/mes.html
Yanti, Tri Budi. 2015. Hubungan Pemberian Vitamin A dan Umur saat Pemberian Imunisasi
Campak dengan Kejadian Campak pada Bayi dan Balita di Kabupaten Bantul Tahun 2013-2014. Naskah Publikasi ed. Jakarta: STIKES AISIYAH
Faktor- faktor..., Annisa Siskha Septiana, FKM UI, 2016