Faktor-Faktor Penyebab Rendahnya Penyerapan Belanja Kementerian / Lembaga 2010

19
Faktor-Faktor Penyebab Rendahnya Penyerapan Belanja Kementerian/Lembaga TA 2010 Oleh: Adrianus Dwi Siswanto dan Sri Lestari Rahayu 1 Abstraksi Sebagai negara yang sedang giat membangun, peran pemerintah sangat dibutuhkan untuk memberikan dorongan yang lebih kuat dan cepat bagi pergerakan roda perekonomian. Untuk itu, pemerintah melakukan berbagai upaya dan tindakan strategis melalui berbagai instrumen kebijakan. Salah satunya melalui kebijakan belanja yang dituangkan ke dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). APBN sebagai instrumen kebijakan fiskal merupakan bentuk intervensi pemerintah, baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap pembangunan ekonomi. Oleh karena itu, APBN memiliki beberapa fungsi, seperti fungsi alokasi, fungsi distribusi yang terutama distribusi pendapatan dan fungsi stabilisasi. Dengan fungsi-fungsi tersebut maka sangat diharapkan kebijakan fiskal yang dikeluarkan, khususnya kebijakan belanja negara, bekerja secara tepat, efisien dan berkelanjutan. Berdasarkan kajian singkat (quick research) yang telah dilakukan oleh Pusat Kebijakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (PKAPBN), atas 7 Kementerian/Lembaga (K/L) terbesar pengelola belanja, diperoleh informasi dan permasalahan terkait dengan penyebab rendahnya penyerapan belanja. Kajian ini menggunakan metodologi statistik deskriptif yang sumber data diperoleh dari hasil wawancara, diskusi dan survei lapangan. Dari hasil kajian diketahui setidaknya terdapat 4 permasalahan utama dalam proses penyerapan belanja K/L. Keempat permasalahan tersebut adalah terkait dengan persoalan internal K/L, persoalan mekanisme pengadaan barang dan jasa, dokumen pelaksanaan anggaran dan mekanisme revisi, dan persoalan lain-lain. Dari hasil analisis yang dilakukan, tim merekomendasikan beberapa langkah perbaikan termasuk merevisi beberapa peraturan agar permasalahan yang ada dapat diatasi, baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka menengah. 1 Penulis pertama adalah peneliti Pertama dan penulis kedua adalah peneliti Madya pada Pusat Kebijakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara – Badan Kebijakan Fiskal – Kementerian Keuangan; Ucapan terima kasih disampaikan kepada Amnu Fuadiy dan Wahyu Utomo yang telah memberikan sumbangan pemikiran dan data atas penerbitan policy paper ini. 1

description

Oleh Adrianus Dwi Siswanto dan Sri Lestari Rahayu

Transcript of Faktor-Faktor Penyebab Rendahnya Penyerapan Belanja Kementerian / Lembaga 2010

Page 1: Faktor-Faktor Penyebab Rendahnya Penyerapan Belanja Kementerian / Lembaga 2010

Faktor-Faktor Penyebab Rendahnya Penyerapan Belanja Kementerian/Lembaga TA 2010

Oleh: Adrianus Dwi Siswanto dan Sri Lestari Rahayu1

Abstraksi

Sebagai negara yang sedang giat membangun, peran pemerintah sangat dibutuhkan untuk memberikan dorongan yang lebih kuat dan cepat bagi pergerakan roda perekonomian. Untuk itu, pemerintah melakukan berbagai upaya dan tindakan strategis melalui berbagai instrumen kebijakan. Salah satunya melalui kebijakan belanja yang dituangkan ke dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

APBN sebagai instrumen kebijakan fiskal merupakan bentuk intervensi pemerintah, baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap pembangunan ekonomi. Oleh karena itu, APBN memiliki beberapa fungsi, seperti fungsi alokasi, fungsi distribusi yang terutama distribusi pendapatan dan fungsi stabilisasi. Dengan fungsi-fungsi tersebut maka sangat diharapkan kebijakan fiskal yang dikeluarkan, khususnya kebijakan belanja negara, bekerja secara tepat, efisien dan berkelanjutan.

Berdasarkan kajian singkat (quick research) yang telah dilakukan oleh Pusat Kebijakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (PKAPBN), atas 7 Kementerian/Lembaga (K/L) terbesar pengelola belanja, diperoleh informasi dan permasalahan terkait dengan penyebab rendahnya penyerapan belanja. Kajian ini menggunakan metodologi statistik deskriptif yang sumber data diperoleh dari hasil wawancara, diskusi dan survei lapangan. Dari hasil kajian diketahui setidaknya terdapat 4 permasalahan utama dalam proses penyerapan belanja K/L.

Keempat permasalahan tersebut adalah terkait dengan persoalan internal K/L, persoalan mekanisme pengadaan barang dan jasa, dokumen pelaksanaan anggaran dan mekanisme revisi, dan persoalan lain-lain. Dari hasil analisis yang dilakukan, tim merekomendasikan beberapa langkah perbaikan termasuk merevisi beberapa peraturan agar permasalahan yang ada dapat diatasi, baik dalam jangka pendek maupun dalam jangka menengah.

I. Pendahuluan

Sebagai kementerian yang mengeluarkan kebijakan fiskal, khususnya yang

terkait dengan belanja kementerian/lembaga, Kementerian Keuangan telah

berupaya untuk meningkatkan kinerja, baik kinerja dari sisi pendapatan maupun

kinerja dari sisi belanja. Untuk itu, dalam upaya meningkatkan kinerja penyerapan

belanja K/L, Kementerian Keuangan tidak saja menjalankan fungsinya sebagai

Bendahara Umum Negara, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 17

Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Kementerian Keuangan berupaya agar

instrumen kebijakan fiskal, yaitu Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara,

1 Penulis pertama adalah peneliti Pertama dan penulis kedua adalah peneliti Madya pada Pusat Kebijakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara – Badan Kebijakan Fiskal – Kementerian Keuangan; Ucapan terima kasih disampaikan kepada Amnu Fuadiy dan Wahyu Utomo yang telah memberikan sumbangan pemikiran dan data atas penerbitan policy paper ini.

1

Page 2: Faktor-Faktor Penyebab Rendahnya Penyerapan Belanja Kementerian / Lembaga 2010

mampu mendorong pertumbuhan ekonomi, mengurangi kemiskinan, dan

menciptakan lapangan kerja.

Dengan UU tersebut, Kementerian Keuangan maupun K/L teknis lainnya

memiliki fungsi yang berbeda satu dengan lainnya. Berdasarkan peraturan

perundang-undangan tersebut, Menteri Keuangan memiliki kekuasaan atas

pengelolaan keuangan Negara (pasal 6 ayat 2 huruf a) selaku pengelola fiskal.

Sedangkan Menteri/Pimpinan Lembaga adalah pengguna anggaran/pengguna

barang kementerian/lembaga yang dipimpinnya. Selaku pengelola keuangan

negara, Menteri Keuangan memiliki tugas sebagaimana diatur dalam Pasal 8.

Sedangkan Menteri/Pimpinan Lembaga selaku pengguna anggaran memiliki tugas

sebagaimana diatur dalam Pasal 9.

Selanjutnya dalam rangka penyusunan dan penetapan Anggaran Pendapatan

dan Belanja Negara (APBN), Menteri Keuangan dan Menteri/Pimpinan Lembaga

tunduk pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan

Negara. Sedangkan untuk pemeriksaan dan pengelolaan serta tanggungjawab

keuangan negara diatur dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004 tentang

Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara.

Dalam postur APBN, belanja pemerintah pusat memainkan peranan yang

sangat penting dalam pencapaian tujuan nasional, terutama dalam meningkatkan

dan memelihara kesejahteraan rakyat. Hal ini terutama karena besaran dan

komposisi anggaran belanja pemerintah pusat dalam operasi fiskal pemerintah

mempunyai dampak yang signifikan pada permintaan agregat dan output nasional,

serta mempengaruhi alokasi sumberdaya dalam perekonomian. Selain itu, peranan

penting anggaran belanja pemerintah pusat dalam perekonomian, sebagai salah

satu perangkat kebijakan fiskal, juga berkaitan dengan ketiga fungsi utama

anggaran belanja pemerintah, yaitu fungsi alokasi, fungsi distribusi, dan fungsi

stabilisasi.

Pada sisi lain penganggaran berbasis kinerja berorientasi pada sistem

pengganggaran yang menekankan pada pencapaian hasil dan keluaran (output

based) dari program dan kegiatan dengan meningkatkan efisiensi penggunaan

sumber daya yang terbatas dan efektif dalam pencapaian output dan outcome-nya.

Kinerja hasil dan keluaran tersebut merupakan kinerja yang melekat pada K/L

teknis terkait. Dengan kata lain perlu upaya untuk terus melakukan koordinasi yang

lebih intensif guna mensinergikan kinerja yang hendak dicapai oleh Kementerian

Keuangan dan K/L teknis terkait.

2

Page 3: Faktor-Faktor Penyebab Rendahnya Penyerapan Belanja Kementerian / Lembaga 2010

Dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir, belanja K/L telah menghasilkan

pola belanja dengan karakteristik penyerapan yang rendah di semester pertama

dan menumpuk pada akhir tahun anggaran berjalan. Pola demikian terjadi di

tingkat pemerintah pusat dan daerah, sehingga akan mengganggu rencana kinerja

kebijakan APBN terhadap perekonomian secara umum. Di sisi lain, akan berdampak

pula pada pertumbuhan ekonomi, penyerapan tenaga kerja, dan pengentasan

kemiskinan yang menjadi sasaran kebijakan fiskal secara khusus.

Dari hasil kajian, diperoleh informasi awal bahwa pola belanja K/L yang

menjadi sampel analisis, belum mengalami perubahan signifikan. Perubahan yang

diharapkan adalah terjadinya sebaran yang lebih merata, baik di semester pertama

maupun di semester kedua, dengan kata lain diharapkan realisasi belanja tidak

mengalami penumpukan pada akhir tahun.

Berdasarkan uraian tersebut di atas, dapat disampaikan permasalahan sebagai

berikut : (i) Faktor-faktor apa saja yang berpotensi menghambat proses penyerapan

APBN; dan (ii) Adanya berbagai kebijakan/peraturan perundangan yang kebijakan

adanya pemahaman yang sama dalam proses mekanisme penyusunan/revisi DIPA;

II. Gambaran Umum Penyerapan Belanja K/L Semester I 2010

Dalam Tahun Anggaran 2010, terdapat beberapa K/L yang memperoleh alokasi

anggaran relatif besar dibandingkan K/L lainnya. K/L tersebut adalah (1).

Kementerian Pendidikan Nasional sebesar Rp63,4 triliun; (2). Kementerian

Pertahanan sebesar Rp42,9 triliun; (3). Kementerian Pekerjaan Umum sebesar

Rp36,1 triliun; (4). Kepolisian sebesar Rp27,8 triliun; (5). Kementerian Kesehatan

sebesar Rp23,8 triliun; (6). Kementerian Perhubungan sebesar Rp17,6 triliun; dan

(7). Kementerian Keuangan sebesar Rp15,4 triliun.

Secara keseluruhan, total alokasi anggaran yang disediakan untuk 7 K/L

tersebut adalah sebesar Rp227 triliun. Dengan jumlah tersebut maka porsi yang

dimiliki 7 K/L mencapai kurang lebih 70 persen dari total alokasi belanja yang

disalurkan untuk K/L sebagai instansi pusat. Dengan porsi belanja yang relatif

besar tersebut, maka kedudukan ketujuh K/L tersebut sangat signifikan sebagai

indikator mengukur kinerja dari sisi penyerapan.

Gambar-1Realisasi Belanja K/L Semester-1 Tahun 2006-2010

3

Page 4: Faktor-Faktor Penyebab Rendahnya Penyerapan Belanja Kementerian / Lembaga 2010

56,569,9

82,7104,7 104,5

26,2 25,728,5

33,3

28,5

0

5

10

15

20

25

30

35

0

20

40

60

80

100

120

2006 2007 2008 2009 2010

Real Semester %

Sumber : DJPB – diolah. Gambar di atas menunjukkan bahwa sekalipun secara nominal tingkat

penyerapan belanja relatif terus meningkat namun secara prosentase terjadi

fluktuasi. Untuk penyerapan Semester I 2006, realisasi baru mencapai Rp56,5

triliun atau sebesar 26,2 persen. Terus meningkat di tahun berikutnya hingga tahun

2009 sebesar Rp104,7 triliun atau sebesar 33,3 persen. Kembali turun daya

serapnya di 2010 menjadi Rp104,5 triliun atau 28,5 persen. Dengan demikian daya

serap Semester I 2010 relatif lebih rendah dari Semester I 2009.

Gambar -2Perkembangan Realisasi Belanja K/L Semester I 2008-2010

Apabila tahun pengamatan dimulau di Semester I 2006, terutama untuk dua

jenis belanja, yaitu belanja barang dan modal, kinerja penyerapan di Semester I

4

-10,0

10,0

30,0

50,0

70,0

90,0

110,0

130,0

150,0

2008 2009 2010

107,7136,1

147,1

0

5

10

15

20

25

30

35

40

45

Januari Pebruari Maret April Mei Juni Juli

2008

2009

2010

Page 5: Faktor-Faktor Penyebab Rendahnya Penyerapan Belanja Kementerian / Lembaga 2010

2010 relatif lebih baik. Namun hal tersebut hanya untuk belanja barang bukan

belanja modal. Dalam 5 tahun terakhir, belanja barang Semester I 2010 relatif lebih

tinggi hanya dengan Semester I 2007. Selanjutnya untuk lebih rinci, tabel di bawah

ini memperlihatkan perkembangan realisasi belanja barang dan modal untuk

Semester I Tahun 2006 – 2010 sebagai berikut.

Tabel -1Perkembangan Realisasi Belanja Barang dan Modal Semester-1 2006-2010

(dalam persen)

TahunRealisasi Jenis Belanja

Realisasi Belanja K/LBarang Modal

Semester -1 2006 24,1 19,3 26,3Semester -1 2007 21,9 14,8 28,6Semester -1 2008 23,6 19,8 28,5Semester -1 2009 28,2 26,5 33,3Semester -1 2010 25,3 15,8 28,5

Sumber : DJPB

Dari Tabel 1, nampak bahwa dalam kurun waktu 5 tahun sejak 2006, realisasi

belanja barang relatif menunjukkan pergerakan yang stabil. Belanja barang

mengalami naik – turun pada kisaran 3 – 4 persen. Kondisi yang berbeda terjadi

untuk belanja modal yang memiliki kecenderungan berfluktuasi dengan variasi yang

lebih tajam. Prosentase naik – turun dapat terjadi pada kisaran 5 – 7 persen. Saat

ini porsi terbesar belanja modal dikelola oleh 2 kementerian, yaitu Kementerian

Pekerjaan Umum dan Kementerian Perhubungan.

Gambar-3Perbandingan Belanja Kementerian/Lembaga Berdasarkan Jenis

Belanja Tahun Anggaran 2005 dan 2010

Belanja barang dan belanja modal mengalami peningkatan dari semula Rp29,3

triliun dan Rp31,5 triliun di tahun 2005 menjadi Rp111,6 triliun dan Rp101,9 triliun

di tahun 2010. Peningkatan yang cukup signifikan tersebut belum diikuti dengan

peningkatan kemampuan penyerapan yang lebih baik. Di sisi lain pemerintah

5

Page 6: Faktor-Faktor Penyebab Rendahnya Penyerapan Belanja Kementerian / Lembaga 2010

dituntut untuk lebih mengalokasikan dana bagi belanja-belanja yang diperkirakan

memberikan efek ganda (multiplier) lebih besar. Dengan demikian kecenderungan

pemerintah untuk terus menambah porsi belanja barang dan modal nampaknya

akan terus dipertahankan di masa-masa yang akan datang.

Pada sisi lain, secara akumulasi, dari ketujuh K/L yang diamati, capaian

realisasi belanja masih relatif rendah di tahun 2010 (Gambar-4). Bahkan dalam

kurun waktu triwulan pertama sampai dengan ketiga tahun 2010, secara

persentase terjadi penurunan realisasi belanja K/L apabila dibandingkan dengan

realisasi pada periode yang sama di tahun 2008 dan 2009. Fakta ini cukup

mengkhawatirkan mengingat fungsi belanja pemerintah sebagai stimulus roda

perekonomian.

Gambar-4Realisasi Belanja K/L Per Triwulan (2008 - 2010)

0

5

10

15

20

25

30

35

40

45

Q1 Q2 Q3 Q4

9.8

18.7

23.9

37.1

11.6

21.7 22.2

43.6

10.1

18.4

11.7

2008 2009 2010

0

20

40

60

80

100

120

140

Q1 Q2 Q3 Q4

28.6

54.1

69.4

107.6

36.4

68.3 69.8

137.3

37.0

67.5

42.6

2008 2009 2010

% thd Pagu

Rp Triliun

6 Agust

6 Agust

Realisasi Nominal

Realisasi Persentase

Berdasarkan kondisi saat ini yang ditandai dengan rendahnya penyerapan

pada Triwulan I dan Triwulan II akan berpotensi mendorong terjadi lonjakan

penyerapan pada Triwulan III dan Triwulan IV. Apabila laju penyerapan tersebut

kurang dari 60 persen maka besar kemungkinan penyerapan belanja K/L di 2010

dapat lebih rendah dari penyerapan 2009 yang sebesar 97 persen.

Gambar-5Tingkat Penyerapan 7 K/L Tahun 2009-2010 Semester I

6

Page 7: Faktor-Faktor Penyebab Rendahnya Penyerapan Belanja Kementerian / Lembaga 2010

Dengan memperhatikan Gambar-5 di atas, Kepolisian Negara merupakan

institusi yang penyerapan belanja barangnya relatif lebih baik dibanding institusi

lainnya. Realisasi penyerapan pada Kepolisian mencapai 20,4 persen. Sedangkan

realisasi belanja barang terendah terjadi pada Kementerian Perhubungan yang

hanya sebesar 4,7 persen. Sementara itu, dari sisi realisasi penyerapan belanja

modal, Kementerian Pekerjaan Umum relatif lebih baik dibandingkan kementerian

lainnya. Dari data yang tersedia, realisasi Kementerian Pekerjaan Umum mencapai

18,7 persen yang diikuti dengan Kementerian Perhubungan sebesar 17,7 persen.

Dengan demikian, baik ditinjau dari sisi belanja barang maupun belanja modal,

penyerapan anggaran K/L relatif rendah pada Semester I.

Selanjutnya, berdasarkan ranking K/L yang telah melakukan penyerapan

anggaran adalah sebagai berikut : untuk penyerapan belanja K/L 2010 di atas rata-

rata 40,2 persen , yaitu Polri, Kementerian Pertahanan, Kementerian Keuangan dan

Kementerian Pendidikan Nasional. Sedangkan untuk kementerian/lembaga lainnya

secara lebih rinci dapat dilihat pada Gambar-6 dibawah berikut ini.

Gambar-6

7

Page 8: Faktor-Faktor Penyebab Rendahnya Penyerapan Belanja Kementerian / Lembaga 2010

Penyerapan Belanja 10 K/L Terbesar Pada Semester I 2008 - 2010

Berdasarkan data pada gambar 6, dipetakan realisasi anggaran menurut

bidang untuk Tahun Anggaran 2010 yang dibandingkan dengan Tahun Anggaran

2009 sebagai berikut :

a) Pembangunan infrastruktur masih relatif rendah (Kementerian PU & Kementan);

b) Bidang pendidikan lebih rendah (Kemendiknas & Kemenag);

c) Bidang Hankam lebih rendah (Polri & Kemenhan);

d) Bidang Kesehatan lebih rendah (Kemenkes).

Sedangkan dari sisi wilayah diperoleh informasi bahwa kontribusi terbesar

penyerapan belanja K/L di dominasi oleh wilayah Indonesia Barat yang mencapai

80,4 persen. Sedangkan yang mengalami perlambatan penyerapan terbanyak

berada di wilayah Indonesia Timur. Sebagaimana gambar 7. Untuk wilayah

Indonesia Tengah relatif lebih baik namun masih perlu diupayakan percepatannya.

Adapun penyerapan berdasarkan wilayah secara lebih visual adalah sebagai berikut

:

Gambar-7Kontribusi Penyerapan Berdasarkan Wilayah

8

0 10 20 30 40 50 60 70

Kemenhan

Kemendiknas

Polri

Kemenag

Kemen. PU

Kemenkeu

Kemenkes

Kemenhub

Kementan

Kemendagri

% Realisasi 10 K/L Terbesar2010 2009 2008

Page 9: Faktor-Faktor Penyebab Rendahnya Penyerapan Belanja Kementerian / Lembaga 2010

Semester I 2010 Sedangkan untuk realisasi dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan relatif

masih relatif kecil, namun secara prosentase penyerapan dana Dekonsentrasi lebih

tinggi, baik dibandingkan Kantor Pusat (KP) maupun Kantor Vertikal di Daerah

(KD). Hal ini dijelaskan dalam Gambar-8 berikut :

Gambar-8

Komposisi Realisasi Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan Semester I 2010

Triliun Rp

Penyerapan (%)

UB : Urusan Bersama, TP: Tugas Pembantuan,KP: Kantor Pusat, KD : Kantor Daerah, DK: Dekonsentrasi

Keterangan:

16.2

54.1

71.3

2.3 3.3

147.1

-

20.0

40.0

60.0

80.0

100.0

120.0

140.0

160.0

2010

UB TP KP KD DK

0 10 20 30 40 50 60

DK

KD

KP

TP

UB

52.6

46.7

35.4

26.1

35.5 2010

Penyerapan (Nominal)

Secara nominal realisasi belanja K/L dari anggaran yang merupakan

kewenangan Kantor Pusat (KP) & Kantor Vertikal di Daerah (KD) yang berasal dari

belanja Dekonsentrasi mencapai Rp71,3 triliun dari total Rp147,1 triliun. Dengan

demikian realisasi dana dekonsentrasi telah mencapai 52,6 persen. Realisasi

terendah bersumber dari dana Tugas Pembantuan 26,1 persen atau sebesar

Rp2,3 triliun. Dengan realisasi yang telah dicapai maka potensi penyerapan

anggaran di akhir tahun diperkirakan akan relatif lebih baik dibandingkan belanja

K/L.

III. Hasil dan Analisis Pembahasan

Permasalahan Penyerapan Anggaran Belanja K/L 2010

Berdasarkan data yang diperoleh dari hasil diskusi (focus group discussion)

dan survei lapangan maka diperoleh informasi mengenai permasalahan-

permasalahan yang mengakibatkan rendahnya penyerapan. Adapun permasalahan-

permasalahan tersebut terbagi ke dalam beberapa bagian, yaitu permasalahan yang

bersumber dari : (1) internal K/L, (2) proses pelaksanaan pengadaan barang dan

9

Page 10: Faktor-Faktor Penyebab Rendahnya Penyerapan Belanja Kementerian / Lembaga 2010

jasa, (3) dokumen pelaksanaan anggaran dan proses revisi, dan (4) permasalahan

lainnya, seperti adanya peningkatan alokasi belanja K/L pada saat terjadi

perubahan APBN sebagaimana tertuang dalam APBN – P.

Sedangkan dari hasil survei lapang ke dua Propinsi, yaitu Propinsi Sulawesi

Selatan dan DI Jogyakarta, ditemukan permasalahan seperti; keterlambatan dalam

penetapan KPA dan Pejabat Pengelola Kegiatan. Keterlambatan tersebut terjadi

hampir di setiap satuan kerja (Satker), baik pusat maupun daerah. Sebagai contoh,

untuk Surat Keputusan Pejabat KPA dan Pejabat Pengelola Kegiatan di

Kementerian Kesehatan dan Kementerian Pekerjaan Umum, diterbitkan pada bulan

Pebruari 2010. Bahkan di Kepolisian, penetapan surat keputusan tersebut

diterbitkan pada bulan Maret 2010. Akibat surat tersebut tidak segera diterbitkan

berdampak terhadap proses kegiatan yang selanjutnya akan mempengaruhi

penyerapan anggaran pada instansi yang bersangkutan.

Dari hasil monitoring dan evaluasi di lapangan juga menemukan fakta bahwa

akibat lemahnya koordinasi antara perencanaan dan pelaksanaan anggaran akan

menciptakan potensi angka penyerapan menjadi lebih rendah. Terutama untuk

kegiatan-kegiatan, seperti pembangunan gedung baru, di mana pada tahap

perencanaan ternyata tidak dialokasikan anggaran untuk pembebasan lahan.

Sedangkan untuk kegiatan seperti pelatihan dan pendidikan ternyata tidak

dialokasikan anggaran untuk perjalanan dinas bagi peserta pelatihan. Anggaran

yang tersedia hanya untuk pengeluaran konsumsi, honor pengajar dan lump-sum

peserta.

Untuk instansi Kementerian Pertahanan dan Kepolisian rendahnya penyerapan

juga disebabkan kurang terpadunya mekanisme kerja pada unit-unit tertentu.

Beberapa Satuan Kerja di bawah kedua instansi tersebut tengah melaksanakan

proses mutasi dan serah terima jabatan. Proses tersebut tidak disertai dengan

serah terima berkas/dokumen sehingga kerapkali menyebabkan keterlambatan

dalam penyerapan belanja yang terkait dengan kegiatan tersebut.

Adapun beberapa masalah internal yang sebagian besar terjadi pada 7 K/L

yang menjadi sampel, sebagai berikut : (i) kurang memahami mekanisme pencairan

BOS; (ii) faktor kehati-hatian dalam pengelolaan anggaran; (iii) satuan harga yang

ditetapkan sering tidak sesuai kebutuhan riil, K/L terlambat mengusulkan Standar

Biaya Khusus (SBK); (iv) kegiatan prioritas menggunakan sumber dana pinjaman

hibah luar negeri (PHLN); (v) kegiatan Pilkada di beberapa Daerah yang didanai

dari APBD menyebabkan anggaran Pilkada untuk APBN Polri ditunda

10

Page 11: Faktor-Faktor Penyebab Rendahnya Penyerapan Belanja Kementerian / Lembaga 2010

penggunaannya; (vi) K/L belum menyiapkan peraturan perundangan (PP) untuk

pengadaan pakaian dinas, converter kit, alat penguji kendaraan bermotor.

Disamping itu faktor penyebab juga ditemukan pada tahapan pengadaan

barang dan jasa. Dari hasil diskusi dan survei diketahui bahwa masih adanya

perencanaan kegiatan/proyek yang kurang baik yang ditandai dengan tidak ada

kerangka acuan kerja (TOR) dan rincian anggaran biaya (RAB) yang mengakibatkan

terjadinya ketidaksesuaian antara kebutuhan dan alokasi anggaran pada kegiatan

tersebut. Permasalahan lainnya yang timbul pada tahap pengadaan sebagai

berikut : (i) spesifikasi teknis barang/jasa tidak ada/tidak jelas; (ii) perencanaan

pemilihan sumber dana yang tidak tepat (antara PHLN dengan Rupiah murni); (iii)

biaya di lapangan tidak sesuai dengan Standar Biaya Umum dan Standar Biaya

Khusus (mengakibatkan terbatasnya peserta lelang, pelelangan ulang, menjadi

temuan auditor); (iv) banyaknya sanggahan dalam proses lelang; (v) banyaknya

pengaduan LSM ke Polri dan Kejaksaan; (vi) kurangnya sosialisasi mekanisme

pengadaan barang dan jasa; (vii) kurangnya panitia pengadaan yang bersertifikat;

(viii) ketidakharmonisan peraturan perundang-undangan terkait perencanaan,

pelaksanaan dan pencairan anggaran antara APBN dan APBD; (ix) masalah

pengadaan/pembebasan lahan/tanah; (xi) tidak seimbangnya risiko pekerjaan

dengan imbalan yang diterima oleh pejabat pelaksana pengadaan; (xii) dan kehati-

hatian pejabat pengadaan barang dan jasa mengambil tindakan.

Pada aspek dokumen pelaksanaan anggaran dan mekanisme revisi, hasil kajian

menunjukkan bahwa permasalahan yang muncul bersifat legal administratif.

Seperti, rencana kegiatan yang belum dilengkapi dengan TOR, RAB, data

pendukung, usulan kegiatan yang dibatasi (antara lain pengadaan kendaraan dan

pembangunan gedung), penggunaan PHLN yang belum efektif (loan agreement

belum ditandatangani atau belum ada nomor register), pemanfaatan PNBP yang

tidak sesuai dengan dasar hukum penggunaan PNBP, kegiatan yang memerlukan

ijin kontrak tahun jamak dari Menteri Keuangan belum dilengkapi dokumen

pendukung.

Sementara itu, ada faktor-faktor lain yang ditemukan sebagai penyebab

pemblokiran anggaran K/L yang berpotensi memperlambat proses penyerapan.

Adapun faktor tersebut antara lain adalah: (i) pembangunan gedung/jalan/jembatan,

dan pembangunan lainnya yang belum dilengkapi detail design; (ii) kegiatan yang

memerlukan dasar hukum pelaksanaannya; (iii) kegiatan yang duplikasi dengan

kegiatan instansi lain; (iv) pembayaran eskalasi yang belum ada audit dari BPKP; (v)

11

Page 12: Faktor-Faktor Penyebab Rendahnya Penyerapan Belanja Kementerian / Lembaga 2010

bantuan tanggap darurat yang belum ada peruntukannya; (vi) Penyediaan alokasi

anggaran untuk selisih kurs pada atase perdagangan di luar negeri.

Hasil wawancara juga menunjukkan bahwa ada kemungkinan keterkaitan

antara dokumen anggaran dan revisi anggaran dan penyerapan. Faktor yang

menciptakan keterlambatan tersebut diantaranya: (i) tambahan anggaran belanja

K/L dalam APBN-P 2010 ditetapkan untuk program/kegiatan baru, sementara itu

dokumen pendukung (TOR dan RAB) belum disiapkan secara lengkap; (ii)

banyaknya revisi dokumen anggaran (DIPA dan SRAA) yang mencapai 2.047 per

Juni 2010, yang disebabkan antara lain : (a) perencanaan anggaran yang kurang

baik di K/L; (b) tambahan pagu karena ABT, kelebihan realisasi PNBP,

tambahan/luncuran PHLN/PHDN, penerimaan hibah; (c) pergeseran antar bagian

anggaran, antar unit organisasi, antar kegiatan, dan antar prop/kab/kota, dengan

alasan diperlukan K/L karena lebih prioritas; (d) Pembukaan blokir, perubahan

nomenklatur satker, dan perubahan parameter dalam penghitungan subsidi; (e)

kesalahan bagan akun standar (BAS); (f) persyaratan revisi DIPA Dekonsentrasi dan

Tugas Perbantuan memerlukan persetujuan dari Pejabat Eselon I yang

bersangkutan; (g) kelengkapan dokumen anggaran dalam revisi anggaran.

Di samping persoalan-persoalan sebagaimana dikemukakan di atas,

sekurang-kurangnya terdapat 5 masalah lain yang ditemukan yaitu : (1) tambahan

pagu K/L dalam APBN-P 2010 sebesar Rp26 triliun, yang mengakibatkan persentase

penyerapan belanja K/L Semester-I 2010 terhadap APBN-P hanya sebesar 28,5

persen bila dibandingkan dengan penyerapan terhadap pagu APBN sebesar 30,0

persen, (2) keterlambatan pejabat daerah dalam menetapkan pengelola anggaran

pada satuan kerja perangkat daerah (SKPD), (3) faktor geografis dan iklim yang

juga mempengaruhi penyelesaian pekerjaan, (4) penundaan penagihan barang dan

jasa dari pihak ketiga.

IV. Usulan Penyelesaian Masalah

Terhadap permasalahan penyerapan anggaran belanja K/L yang terjadi dalam

Semester I 2010, serta dari hasil diskusi dan kajian, maka diusulkan beberapa

langkah yang perlu dilakukan pemerintah untuk dapat mempercepat penyerapan

belanja K/L ke depan.

Dalam jangka pendek terdapat beberapa langkah yang perlu diambil sebagai

berikut :

a. Menghimbau K/L untuk segera menyelesaikan masalah internal dalam

pelaksanaan anggaran.

12

Page 13: Faktor-Faktor Penyebab Rendahnya Penyerapan Belanja Kementerian / Lembaga 2010

b. Kementerian Keuangan melakukan komunikasi aktif dengan K/L untuk membantu

proses penyelesaian pelaksanaan anggaran, terutama dalam hal :

- Melengkapi dokumen anggaran untuk menghapus tanda bintang.

- Melengkapi dokumen untuk revisi anggaran.

- Monitoring seluruh proses pelaksanaan kegiatan terkait dengan penyerapan

belanja K/L .

- Memberikan ijin bagi kontrak kegiatan tahun jamak yang menjadi prioritas

sejalan dengan prinsip kehati-hatian.

- Melakukan revisi PMK Nomor 69/PMK.02/2010 untuk lebih mempermudah

proses revisi anggaran K/L.

Sedangkan untuk Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa

Pemerintah (LKPP), didorong untuk meningkatkan sosialisasi kepada seluruh K/L

dan Pemda mengenai mekanisme pengadaan barang dan jasa yang selama ini

menjadi kendala bagi para pengelola anggaran. Sedangkan yang terkait dengan SK

KPA, PPK, pejabat penerbit SPM, dan Bendahara Pengeluaran, diusulkan untuk

diberlakukan lebih dari 1 tahun, sehingga pada tahun anggaran berjalan sudah

dapat melakukan proses perencanaan dan pelelangan.

Dalam jangka menengah perlu dilakukan perbaikan-perbaikan yang

komprehensif, diantaranya :

1. Penetapan KPA, PPK, pejabat penerbit SPM dan Bendahara Pengeluaran

bersamaan dengan penerbitan DIPA (awal Januari).

2. Meningkatkan kapasitas SDM terkait pengelolaan anggaran serta pengadaan

barang dan jasa.

3. Penyusunan perencanaan anggaran yang lebih baik.

4. Meminimalkan pemblokiran anggaran.

5. Mempercepat proses revisi anggaran.

6. Penyempurnaan Keppres No.80/2003 dan revisinya, guna mempermudah dan

mempercepat proses pengadaan barang dan jasa, termasuk menghilangkan

persyaratan sertifikasi bagi pejabat pengadaan barang dan jasa (LKPP).

7. Penyusunan regulasi mengenai mekanisme revisi dokumen anggaran agar lebih

diarahkan dalam perspektif jangka panjang, tidak bersifat Ad Hoq untuk satu

tahun anggaran

8. Mempercepat penyusunan RKA-KL secara on-line

9. Pada tahun berjalan, perlu dialokasikan anggaran untuk proses pengadaan

barang dan jasa tahun anggaran berikutnya

13

Page 14: Faktor-Faktor Penyebab Rendahnya Penyerapan Belanja Kementerian / Lembaga 2010

10. Mengarahkan K/L untuk tidak menggunakan dana PHLN untuk kegiatan-

kegiatan prioritas

11. Harmonisasi regulasi penyusunan dokumen perencanaan dan pelaksanaan

anggaran, serta pengadaan barang dan jasa, agar dapat sejalan dan konsisten.

12. Penyusunan regulasi perencanaan dan pelaksanaan anggaran harus dapat

menjawab permasalahan-permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan

selama ini.

13. Pelaksanaan pengadaan barang dan jasa dilakukan secara terpadu dalam K/L

yang sama.

14. Upaya peningkatan daya serap anggaran harus tetap menjaga aspek kualitas

dan akuntabilitas dari belanja, termasuk pencapaian LKPP yang wajar tanpa

pengecualian (WTP).

V.Kesimpulan dan Rekomendasi :

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa berdasarkan data realisasi

APBN sampai dengan Semester I tahun 2010, persentase penyerapan belanja K/L

sebesar 28,5 persen (Rp104,5 triliun), relatif lebih rendah dibandingkan

penyerapan periode yang sama tahun 2009 sebesar 33,3 persen (Rp104,7 triliun).

Oleh karena itu, perlu mempercepat proses penetapan pengelolaan anggaran, baik

itu KPA, PPK, Bendahara Pengeluaran, dan Pejabat Penandatangan SPM.

Terkait dengan permasalahan internal, sebaiknya dilakukan langkah-langkah

strategis dan cepat sesuai dengan kebutuhan, guna mempercepat proses

pelaksanaan kegiatan, termasuk proses administrasinya.

Di sisi lain, untuk mekanisme pengadaan barang dan jasa, diharapkan dapat

menunda persyaratan sertifikasi bagi panitia pengadaan dan dilakukan sosialisasi

oleh LKPP, baik di pusat maupun di daerah.

Untuk jangka menengah, perlu meningkatkan kapasitas SDM terkait

pengelolaan anggaran, memperkuat perencanaan agar dapat meminimalisir revisi

dalam pelaksanaan. Penyederhanaan mekanisme pengadaan dengan

penyempurnaan Keppres No.80/2003 termasuk meningkatkan kapasitas SDM

terkait pengadaan barang dan jasa melalui pendidikan dan pelatihan, dan

diselenggarakannya sosialisasi kepada seluruh pengguna anggaran (K/L);

Sedangkan dari aspek regulasi, perlu adanya penyempurnaan regulasi agar

lebih diarahkan dalam prespektif jangka menengah dan tidak bersifat ad hoq

(hanya mengikat dalam satu tahun anggaran), sepanjang tidak ada perubahan

mendasar. Dengan demikian, maka perlu dilakukan pemberian kewenangan kepada

14

Page 15: Faktor-Faktor Penyebab Rendahnya Penyerapan Belanja Kementerian / Lembaga 2010

K/L secara lebih luas (pergeseran antar sub-kegiatan dalam kegiatan yang sama)

sehingga mengurangi frekuensi revisi anggaran.

Penyederhanaan format DIPA agar lebih fleksibel dan dapat meminimalisir

revisi yang berupa pergeseran dalam jenis belanja yang sama. Pada tahun berjalan,

perlu dialokasikan anggaran untuk proses pengadaan barang dan jasa tahun

berikutnya. Di samping itu, waktu penelaahan RKA KL di Direktorat Jenderal

Anggaran perlu diperpanjang agar memberi ruang yang cukup bagi K/L untuk

memenuhi data pendukung, sehingga dapat meminimalisir tanda bintang.

DAFTAR PUSTAKA

Budi, Setia, Drs. MA. 2010. Identifikasi Penyebab dan Solusi Untuk Mengatasi Keterlambatan Penyerapan APBN, Focus Group Discussion, Jakarta 20 Juli 2010

Hutahaean, Parluhutan Drs. 2010. Penganggaran, Pemblokiran dan Realisasi Belanja K/L TA 2005 s.d 2010, Focus Group Discussion, Jakarta, 20 Juli 2010.

Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 2002 Tentang Pedoman Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

Nicodemus. 2010. Pelaksanaan Anggaran Kementerian Pekerjaan Umum Tahun 2010, Focus Group Discussion, Jakarta, 2 Juli 2010.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 69/PMK.02/2010 Tentang Tata Cara Revisi Anggaran Tahun Anggaran 2010.

Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor PER – 66/PB/2005 tentang Mekanisme Pelaksanaan Pembayaran Atas Beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.

Priyantono, Rudy B. 2010. Laporan Realisasi Anggaran Polri sd Bulan Juni 2010, Jakarta, 6 Juli 2010.

Rakhmat MA, Drs. 2010. Mekanisme Penyaluran APBN 2010. Focus Group Discussion, Jakarta 20 Juli 2010.

Samidjan. 2010. Laporan Realisasi Anggaran Kesehatan, Jakarta, 5 Juli 2010.

Sarwono, Martha Hardi. 2010. Pelaksanaan Anggaran Kementerian Perhubungan Tahun 2010, Focus Group Discussion, Jakarta, 2 Juli 2010.

Subagyo. 2010. Penyerapan Anggaran Semester I Thn. 2010pada Kementerian Pendidikan Nasional, Jakarta, 5 Juli 2010.

Sugiyanto. 2010. Perkembangan Daya Serap anggaran di lingkungan Kemhan, Focus Group Discussion, Jakarta, 6 Juli 2010.

15

Page 16: Faktor-Faktor Penyebab Rendahnya Penyerapan Belanja Kementerian / Lembaga 2010

Tunggal, Tribuwono, Drs. 2010. Mekanisme Revisi DIPA: Berdasarkan PMK 69/PMK.02/2010 – Nomor S 5114/PB/2009, Focus Group Discussion, Jakarta 20 Juli 2010.

16