F08dan
-
Upload
aulia-candra -
Category
Documents
-
view
101 -
download
2
description
Transcript of F08dan
-
SKRIPSI
FORMULASI SARI BUAH JERUK PONTIANAK (Citrus nobilis var.
microcarpa) DENGAN APLIKASI METODE LYE PEELING SEBAGAI
UPAYA PENGHILANGAN RASA PAHIT PADA SARI BUAH JERUK
Oleh
DIAN ANDRIANI
F24103111
2008
DEPARTEMEN TEKNOLOGI PANGAN DAN GIZI
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
-
FORMULASI SARI BUAH JERUK PONTIANAK (Citrus nobilis var.
microcarpa) DENGAN APLIKASI METODE LYE PEELING SEBAGAI
UPAYA PENGHILANGAN RASA PAHIT PADA SARI BUAH JERUK
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan,
Fakultas Teknologi Pertanian,
Institut Pertanian Bogor
Oleh
DIAN ANDRIANI
F24103111
2008
DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
-
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
FORMULASI SARI BUAH JERUK PONTIANAK (Citrus nobilis var.
microcarpa) DENGAN APLIKASI METODE LYE PEELING SEBAGAI
UPAYA PENGHILANGAN RASA PAHIT PADA SARI BUAH JERUK
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN
Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan,
Fakultas Teknologi Pertanian,
Institut Pertanian Bogor
Oleh
DIAN ANDRIANI
F24103111
Dilahirkan pada tanggal 14 September 1984
Di Bandung, Jawa Barat
Tanggal Lulus: 19 Desember 2007
Menyetujui,
Bogor, Januari 2008
Dr. Ir. Nuri Andarwulan, Msi Dosen Pembimbing
Mengetahui,
Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc. Ketua Departemen ITP
-
Dian Andriani. F24103111. Formulasi Sari Buah Pontianak (Citrus nobilis var. microcarpa) dengan Aplikasi Metode Lye Peeling Sebagai Upaya Penghilangan Rasa Pahit pada Sari Buah Jeruk. Di bawah bimbingan Dr. Ir. Nuri Andarwulan, MSi (2008).
RINGKASAN
Jeruk Pontianak (Citrus nobilis var. microcarpa) merupakan salah satu komoditas buah-buahan yang cukup populer di Indonesia. Saat ini produksi jeruk Pontianak cukup tinggi yaitu sekitar 12 ton/ha/tahun. Dengan luas lahan mencapai 10.000 ha, maka beberapa tahun mendatang produksi jeruk Pontianak akan sangat besar (Deptan RI, 2006). Namun, kondisi seperti ini tidak diikuti dengan konsumsi jeruk Pontianak yang besar pula karena adanya persaingan dengan jeruk-jeruk impor. Kondisi ini dikhawatirkan akan memperburuk kondisi pengembangan jeruk Pontianak dengan rendahnya harga jeruk karena melimpahnya produksi jeruk saat panen raya. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk memanfaatkan jeruk Pontianak yang melimpah tersebut adalah dengan menciptakan produk olahan dari jeruk Pontianak seperti sari buah.
Kurang berkembangnya produk olahan dari jeruk siam Pontianak saat ini disebabkan oleh adanya kandungan naringin dan limonin pada jaringan buah albedo, biji, dan segmen buah jeruk Pontianak. Senyawa ini dapat menimbulkan rasa pahit pada sari buah jeruk yang dihasilkan. Pada saat pemerasan, sebagian dari senyawa ini ikut terbawa bersama sari jeruk dan terpapar dengan kondisi asam ekstrak jeruk sehingga sangat sulit untuk mencegah tidak terekstraksinya senyawa tersebut bersama sari jeruk (Hulme, 1971). Oleh karena itu, dibutuhkan metode pengolahan dan formulasi yang tepat agar dihasilkan sari buah jeruk Pontianak yang dapat dinikmati konsumen.
Penelitian ini bertujuan menentukan metode lye peeling yang tepat pada jeruk Pontianak sebagai upaya penghilangan rasa pahit pada sari buah jeruk dan menentukan formula optimum sari buah jeruk Pontianak.
Penelitian ini terdiri dari 3 tahap, yaitu (1) penentuan konsentrasi, suhu, dan waktu lye peeling yang dibutuhkan untuk melepaskan lapisan albedo pada buah jeruk Pontianak kupas, (2) formulasi sari buah jeruk Pontianak dengan menggunakan program Design Expert version 7, dan (3) formulasi sari buah jeruk Pontianak ready to drink yang dipilih berdasarkan formula paling optimum dari tahap kedua. Pengamatan yang dilakukan antara lain mutu fisik (rendemen ekstrak jeruk dan kestabilan sari buah selama penyimpanan), mutu kimia (pH, TPT, vitamin C), dan mutu organoleptik.
Berdasarkan hasil penelitian pada tahap pertama, perlakuan lye peeling terbaik pada buah jeruk Pontianak kupas kulit yaitu peeling dengan konsentrasi NaOH 1%, pada suhu 60C selama 2 menit. Perlakuan peeling tersebut memiliki kadar pektin terendah, yaitu 0.20%. Perbandingan kebutuhan larutan NaOH untuk peeling dan larutan asam sitrat 2% untuk penetralan setelah peeling, terhadap bobot jeruk (gram) adalah 1: 1.5: 0.0114.
Berdasarkan hasil analisis DX7 pada tahap formulasi sari buah jeruk pontianak; proporsi sukrosa, acidulant, dan ekstrak jeruk berpengaruh secara signifikan pada taraf 5% terhadap pH, TPT, dan rasa sari buah. Formulasi sari buah jeruk Pontianak dengan variabel uji sukrosa, asam malat, dan ekstrak jeruk
-
memberikan nilai kesukaan terhadap rasa paling tinggi, yaitu 10.02 (agak suka hingga suka) apabila dibandingkan dengan formulasi sari buah jeruk Pontianak dengan variabel uji sukrosa, asam sitrat, dan ekstrak jeruk (baik tanpa penyaringan ataupun dengan penyaringan). Sari buah jeruk Pontianak (variabel uji sukrosa, asam sitrat, ekstrak jeruk) tanpa penyaringan memberikan nilai kesukaan terhadap rasa sebesar 7.13 (agak tidak suka hingga netral), sedangkan sari buah dengan perlakuan penyaringan memberikan nilai kesukaan sebesar 8.94 (netral hingga agak suka). Formula sari buah jeruk Pontianak terpilih memiliki proporsi komponen 14.66% sukrosa, 0.25% asam malat, dan 85.09% ekstrak jeruk; dengan nilai desirability sebesar 0.713. Secara umum, rasa pahit masih sedikit terasa pada sari buah, tetapi sebagian besar panelis sudah dapat menerima citarasa sari buah.
Berdasarkan uji sidik ragam pada formula sari buah jeruk Pontianak ready to drink, perlakuan pengenceran dan CMC, serta interaksi antara perlakuan pengenceran dan CMC berpengaruh secara signifikan pada taraf 5%, tetapi tidak berpengaruh signifikan untuk atribut aroma dan warna. Formula sari buah jeruk Pontianak ready to drink terbaik dimiliki oleh F5, dengan nilai kesukaan terhadap rasa sebesar 12.43 (suka). Formula sari buah ini terdiri dari 34.04% ekstrak jeruk Pontianak dan 50.65% air (perlakuan pengenceran 1 : 1.5), 14.66% sukrosa, 0.25% asam malat, 0.1% K-sorbat, 0.1% essence jeruk, dan 0.2% CMC. Sari buah ini masih memiliki sedikit aftertaste pahit.
Persentase rendemen ekstrak jeruk Pontianak yaitu sebesar 80.94%. Hasil pengamatan kestabilan pada sari buah jeruk Pontianak ready to drink (F5) menunjukkan bahwa sari buah mulai mengalami pemisahan endapan di hari kedua pada penyimpanan di suhu ruang (28oC). Pada penyimpanan di suhu refrigerator (7oC), sari buah baru mulai mengalami sedikit pemisahan endapan di hari ketiga.
Berdasarkan hasil pengamatan mutu kimia, sari buah jeruk Pontianak ready to drink (F5) memiliki pH 4.01 dan total padatan terlarut (TPT) 12.2 obrix. Kadar vitamin C pada sari buah adalah 4.42 mg vitamin C/ 100 ml (wb). Dalam takaran serving size (220 ml), sari buah jeruk Pontianak ready to drink (F5) mengandung vitamin C sebesar 9.73 mg vitamin C/ 220 ml (wb). Hal ini berarti konsumsi sari buah jeruk Pontianak (ready to drink) dapat memenuhi 16.21 % daily value.
-
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 14
September 1984. Penulis adalah anak keempat dari empat
bersaudara dari keluarga Bapak Suyadi AS dan Ibu Suhartati.
Penulis mengawali jenjang pendidikannya di SD Negeri 05
Kostrad Jakarta pada tahun 1991-1997, dilanjutkan ke jenjang
sekolah lanjutan di SLTPN 164 Kostrad Jakarta pada tahun
1997 - 2000, serta SMUN 70 Jakarta pada tahun 2000-2003. Pada tahun 2003
penulis diterima di IPB melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru
(SPMB) dan terdaftar di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas
Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor (FATETA-IPB).
Selain mengikuti kegiatan perkuliahan, penulis juga mengikuti organisasi
Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Pangan (HIMITEPA). Kegiatan
kepanitiaan juga pernah diikuti penulis antara lain BAUR 2005 dan Pelatihan
Auditor HACCP yang diselenggarakan oleh MBRIO Biotekindo.
Penulis melakukan penelitian sebagai tugas akhir yang berjudul Formulasi Sari
Buah Pontianak (Citrus nobilis var. microcarpa) dengan Aplikasi Metode Lye
Peeling Sebagai Upaya Penghilangan Rasa Pahit pada Sari Buah Jeruk dibawah
bimbingan Dr. Ir. Nuri Andarwulan, MSi.
-
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbilalamin. Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat
Allah SWT atas segala Karunia, Hidayah, dan Rahmat-Nya sehingga penulis
dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul Formulasi Sari Buah Pontianak
(Citrus nobilis var. microcarpa) dengan Aplikasi Metode Lye Peeling Sebagai
Upaya Penghilangan Rasa Pahit Pada Sari Buah Jeruk.
Ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya penulis
sampaikan kepada sejumlah pihak yang telah berkontribusi secara langsung
maupun tak langsung dalam penyelesaian tugas akhir ini. Semoga Allah SWT
membalas budi baik pihak-pihak yang senantiasa membimbing, membantu, dan
mendoakan penulis dalam menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini.
Amin yaa rabbal alamin. Perkenankanlah penulis untuk mengucapkan terima
kasih kepada:
1. Dr. Ir. Nuri Andarwulan, MSi selaku dosen pembimbing yang telah
memberikan dukungan, motivasi, bimbingan, dan pengarahan sehingga
tugas akhir ini dapat terselesaikan.
2. Dr. Ir. Dede R Adawiyah, MSi dan Dr. Ir. Feri Kusnandar, MSc selaku
dosen penguji yang telah memberikan banyak masukan berarti demi
perbaikan skripsi ini.
3. Ayahanda, Ibunda, dan kakak-kakakku (mas Dadan, mba Ari, mas
Bowo, mba Pipit) yang telah memberikan begitu banyak dukungan
baik secara moril maupun materiil. Terima kasih atas semua
kesabaran, doa, dan dorongannya sehingga penulis tetap bersemangat
dan dapat menyelesaikan tugas akhir ini.
4. Andal Kuntarso terima kasih banyak atas semua dukungan dan
bantuannya selama penulis melakukan penelitian dan penyusunan
tugas akhir ini.
5. Anak-anak JerPon (Ola dan Ade) dan Nana sebagai teman satu
bimbingan. Terima kasih buat semua masukan, bantuan, dan
kerjasamanya selama penelitian, juga kepada teman-teman satu
-
bimbingan angkatan 39 (Karen, Papang, Denok) dan 41 (Au, Lia,
Ancha).
6. My best pren: Andal, Toto, Dindol, Tuti, Ina, Jengye, terima kasih
untuk saran dan semangat yang diberikan selama penyusunan dan
menyelesaikan penelitian ini.
7. Teknisi laboratorium ITP (Pak Sobirin, Pak Mul, Teh Ida, Mas Edi,
Pak Koko, Pak Wahid, Pak Gatot, Bu Antin, Bu Sri, Bu Rubiah, dan
mbaAri), terima kasih atas bantuan dan saran yang telah diberikan.
8. Terima kasih buat teman-teman satu lab. (Oneth, Aji, Bebe, Eko,
Agus, Tilo, Ade, Marto, mba Dian, Asih); teman-teman diskusi DX 7
^.^ (Ina, Martin, Wayan, Babeh, Tathan); dan teman-teman angkatan
40 lainnya, terima kasih banyak buat kebersamaannya.
9. Segala pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak
langsung, dan tidak dapat disebutkan satu persatu, penulis
mengucapkan terima kasih banyak.
Penulis menyadari masih banyak sekali kekurangan dalam penulisan tugas
akhir ini. Oleh karena itu penulis memohon saran dan kritik demi perbaikan dan
perkembangan selanjutnya. Semoga karya tulis ini dapat bermanfaat bagi
pengembangan ilmu dan teknologi, khususnya di bidang teknologi pangan.
Bogor, Januari 2008
Penulis
-
DAFTAR ISI
Hal.
KATA PENGANTAR ............................................................................................. i
DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii
DAFTAR TABEL .................................................................................................. vi
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................... x I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG ............................................................................... 1
B. TUJUAN .................................................................................................... 2
C. MANFAAT ................................................................................................ 2
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. JERUK PONTIANAK ............................................................................... 3
B. SARI BUAH JERUK ................................................................................. 5
1. Sari Buah .............................................................................................. 5
2. Penggolongan Sari Buah ....................................................................... 6
3. Proses Pembuatan Sari Buah Jeruk ....................................................... 6
C. RASA PAHIT PADA SARI BUAH JERUK ............................................ 10
D. LYE PEELING ........................................................................................... 12
E. BAHAN TAMBAHAN PANGAN ............................................................ 14
1. Gula ....................................................................................................... 14
2. Acidulant ............................................................................................... 15
3. Bahan Penstabil .................................................................................... 17
4. Bahan Pengawet .................................................................................... 18
F. MIXTURE EXPERIMENT ......................................................................... 20
III. BAHAN DAN METODE
A. BAHAN DAN ALAT ................................................................................ 22
1. Bahan .................................................................................................... 22
2. Alat ....................................................................................................... 22
B. TAHAPAN PENELITIAN ........................................................................ 22
-
1. Penentuan Konsentrasi, Suhu, dan Waktu Peeling Buah Jeruk
Pontianak Kupas Kulit ......................................................................... 24
2. Formulasi Sari Buah Jeruk Pontianak .................................................. 25
3. Formulasi Sari Buah Jeruk Pontianak Ready To Drink ....................... 28
C. PENGAMATAN ........................................................................................ 28
1. Mutu Fisik ............................................................................................ 28
a. Rendemen Ekstrak Buah Jeruk ..................................................... 28
b. Kestabilan Sari Buah Selama Penyimpanan ................................. 29
2. Mutu Kimia .......................................................................................... 29
a. Derajat keasaman (pH) .................................................................. 29
b. Total Padatan Terlarut (TPT) ......................................................... 29
c. Total Asam Tertritasi (TAT) ......................................................... 29
d. Kadar Vitamin C ............................................................................ 30
e. Kadar Pektin ................................................................................... 30
3. Mutu Organoleptik ............................................................................... 31
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. PENENTUAN PERLAKUAN LYE PEELING ......................................... 33
B. FORMULASI SARI BUAH JERUK PONTIANAK ................................ 39
1. Formulasi Sari Buah Jeruk Pontianak dengan Variabel Uji Asam
Sitrat, Sukrosa, dan Ekstrak Jeruk ........................................................ 40
a. Penetapan batas minimum dan maksimum asam sitrat dan
sukrosa ............................................................................................. 40
b. Rancangan formula .......................................................................... 41
c. Pembuatan sari buah jeruk Pontianak .............................................. 42
2. Formulasi Sari Buah Jeruk Pontianak dengan Variabel Uji Asam
Malat, Sukrosa, dan Ekstrak Jeruk ....................................................... 55
a. Penetapan batas minimum dan maksimum asam malat dan
sukrosa ............................................................................................. 55
b. Rancangan formula .......................................................................... 56
c. Pembuatan sari buah jeruk Pontianak .............................................. 57
C. FORMULASI SARI BUAH JERUK PONTIANAK READY TO
DRINK ....................................................................................................... 63
-
D. KARAKTERISTIK FISIKO-KIMIA SARI BUAH JERUK
PONTIANAK READY TO DRINK............................................................ 66
1. Rendemen Ekstrak Jeruk Pontianak ..................................................... 66
2. Kestabilan Sari Buah Selama Penyimpanan ......................................... 67
3. Nilai pH ................................................................................................ 69
4. Tota Padatan Terlarut (TPT) ................................................................. 70
5. Kadar Vitamin C ................................................................................... 70
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN .......................................................................................... 72
B. SARAN ...................................................................................................... 73
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................... 74
LAMPIRAN .............................................................................................................. 77
-
DAFTAR TABEL
Hal.
Tabel 1. Kandungan gizi jeruk siam dalam 100 gram bagian yang dapat dimakan .... 4 Tabel 2. Syarat mutu minuman sari buah (SNI 01-3719-1995) .................................. ..5 Tabel 3. Penggolongan produk sari buah berdasarkan total padatan terlarut (TPT)
dan kandungan sari buah murninya. .......................................................... ..6 Tabel 4. Perlakuan lye peeling pada buah jeruk Pontianak kupas kulit ...................... 24 Tabel 5. Formula sari buah jeruk Pontianak dengan variasi penambahan acidulant
(asam sitrat atau asam malat) ........................................................................ 26 Tabel 6. Formula sari buah jeruk Pontianak dengan variasi penambahan sukrosa ... 26 Tabel 7. Formula sari buah jeruk Pontianak dengan perlakuan pengenceran dan
CMC ............................................................................................................ 28 Tabel 8. Pengaruh perlakuan buah jeruk Pontianak terhadap tingkat kepahitan
ekstrak jeruk ................................................................................................ 33 Tabel 9. Rasio bobot jeruk dengan ml asam sitrat 2% yang dibutuhkan untuk
menetralkan jeruk after peeling .................................................................. 36 Tabel 10. Data pengukuran pH sari buah pada variasi penambahan asam sitrat ...... 40 Tabel 11. Rancangan percobaan 17 formula sari buah jeruk Pontianak (variabel
uji sukrosa-asam sitrat) ............................................................................... 42 Tabel 12. Variabel respon 17 formula sari buah jeruk Pontianak tanpa
penyaringan (variabel uji sukrosa-asam sitrat) ........................................... 43 Tabel 13. Model ordo terpilih dan persamaan polinomial masing-masing variabel
respon pada sari buah jeruk Pontianak tanpa penyaringan (variabel uji sukrosa-asam sitrat)..................................................................................... 43
Tabel 14. Analisis ragam (ANOVA) model variabel respon pada sari buah jeruk
Pontianak tanpa penyaringan (variabel uji sukrosa-asam sitrat) ................. 44 Tabel 15. Target optimasi dan tingkat kepentingan variabel .................................... 46 Tabel 16. Formula sari buah jeruk Pontianak tanpa penyaringan (variabel uji
sukrosa-asam sitrat) terpilih hasil optimasi Design Expert ver. 7 .............. 46
-
Tabel 17. Nilai respon sari buah jeruk Pontianak tanpa penyaringan (variabel uji sukrosa-asam sitrat) yang diprediksikan program Design Expert ver. 7 .... 49
Tabel 18. Variabel respon 17 formula sari buah jeruk Pontianak dengan
penyaringan (variabel uji sukrosa-asam sitrat) ........................................... 50 Tabel 19. Model ordo terpilih dan persamaan polinomial masing-masing variabel
respon pada sari buah jeruk Pontianak dengan penyaringan (variabel uji sukrosa-asam sitrat) .............................................................................. 51
Tabel 20. Analisis ragam (ANOVA) model variabel respon pada sari buah jeruk
Pontianak dengan penyaringan (variabel uji sukrosa-asam sitrat) ............. 51 Tabel 21. Formula sari buah jeruk Pontianak dengan penyaringan (variabel uji
sukrosa-asam sitrat) terpilih hasil optimasi Design Expert version 7 ...... 52 Tabel 22. Nilai respon sari buah jeruk Pontianak dengan penyaringan (variabel uji
sukrosa-asam sitrat) yang diprediksikan program Design Expert ver.7 ..... 54 Tabel 23. Data pengukuran pH sari buah pada variasi penambahan asam malat ...... 56 Tabel 24. Rancangan percobaan 15 formula sari buah jeruk Pontianak (variabel
uji sukrosa-asam malat) ............................................................................ 57 Tabel 25. Variabel respon 15 formula sari buah jeruk Pontianak (variabel uji
sukrosa-asam malat) ................................................................................... 58 Tabel 26. Model ordo terpilih dan persamaan polinomial masing-masing variabel
respon pada sari buah jeruk Pontianak (variabel uji sukrosa-asam malat) ......................................................................................................... 58
Tabel 27. Analisis ragam (ANOVA) model variabel respon pada sari buah jeruk
Pontianak (variabel uji sukrosa-asam malat) ............................................. 59 Tabel 28. Formula sari buah jeruk Pontianak (variabel uji sukrosa-asam malat)
terpilih hasil optimasi Design Expert ver. 7 ............................................... 60 Tabel 29. Nilai respon sari buah jeruk Pontianak (variabel uji sukrosa-asam
malat) yang diprediksikan program Design Expert ver.7 ........................... 62 Tabel 30. Formula sari buah jeruk Pontianak ready to drink ....................................... 64 Tabel 31. Persentase rendemen ekstrak jeruk Pontianak ............................................. 66 Tabel 32. Pengamatan kestabilan sari buah jeruk Pontianak ready to drink pada
suhu ruang (28oC) ....................................................................................... 67 Tabel 33. Pengamatan kestabilan sari buah jeruk Pontianak ready to drink pada
suhu refrigerator (7oC) ................................................................................ 68
-
DAFTAR GAMBAR
Hal.
Gambar 1. Jeruk siam Pontianak dan penampang buah jeruk .................................. 3 Gambar 2. Diagram alir pembuatan sari buah .......................................................... 7 Gambar 3. Struktur molekul naringin (naringenin 7--neohesperidoside) ............... 10 Gambar 4. Struktur molekul limonin ........................................................................ 11 Gambar 5. Struktur molekul sukrosa ........................................................................ 14 Gambar 6. Struktur molekul asam sitrat ................................................................... 15 Gambar 7. Struktur molekul asam malat................................................................... 17 Gambar 8. Struktur molekul Na-CMC ....................................................................... 18 Gambar 9. Struktur molekul asam sorbat ................................................................... 19 Gambar 10. Skema penelitian tahap 1........................................................................ 23 Gambar 11. Skema penelitian tahap 2 dan 3 ............................................................... 23 Gambar 12. Diagram alir pembuatan sari buah jeruk Pontianak ................................. 27 Gambar 13. Penampakan fisik buah jeruk sebelum peeling, buah jeruk dalam
larutan NaOH, dan buah jeruk setelah peeling ........................................ 34 Gambar 14. Penampakan fisik buah jeruk hasil perlakuan peeling dengan
konsentrasi larutan NaOH 1% ................................................................. 34 Gambar 15. Penampakan fisik buah jeruk hasil perlakuan peeling dengan
konsentrasi larutan NaOH 3% ................................................................. 35 Gambar 16. Diagram alir penetralan jeruk setelah dipeeling dengan larutan asam
sitrat 2%. ................................................................................................. 36 Gambar 17. Histogram hasil analisis total padatan terlarut (TPT) pada buah jeruk
hasil peeling. ........................................................................................... 37 Gambar 18. Histogram hasil analisis TAT pada buah jeruk hasil peeling. .................. 37 Gambar 19. Histogram hasil analisis kadar pektin pada buah jeruk hasil peeling. ...... 38
-
Gambar 20. Histogram hasil uji penerimaan dengan parameter rasa pada variasi asam sitrat dan sukrosa. ........................................................................... 41
Gambar 21. Contour plot nilai desirability formula optimal sari buah jeruk Pontianak tanpa penyaringan (variabel uji sukrosa-asam sitrat) ............. 48
Gambar 22. Gambar 3D nilai desirability formula optimal sari buah jeruk
Pontianak tanpa penyaringan (variabel uji sukrosa-asam sitrat) ............. 48 Gambar 23. Contour plot nilai desirability formula optimal sari buah jeruk
Pontianak dengan penyaringan (variabel uji sukrosa-asam sitrat) .......... 53 Gambar 24. Gambar 3D nilai desirability formula optimal sari buah jeruk
Pontianak dengan penyaringan (variabel uji sukrosa-asam sitrat) .......... 53 Gambar 25. Sari buah jeruk Pontianak (variabel uji asam sitrat, sukrosa, dan
ekstrak jeruk) tanpa penyaringan dan dengan penyaringan .................... 55 Gambar 26. Histogram hasil uji penerimaan dengan parameter rasa pada variasi
asam malat dan sukrosa. ........................................................................... 56 Gambar 27. Contour plot formula optimal sari buah jeruk Pontianak (variabel uji
sukrosa-asam malat) ................................................................................. 61 Gambar 28. Gambar 3D formula optimal sari buah jeruk Pontianak (variabel uji
sukrosa-asam malat) ................................................................................. 61 Gambar 29. Histogram hasil uji hedonik rasa sari buah jeruk Pontianak ready to
drink ......................................................................................................... 64 Gambar 30. Histogram hasil uji hedonik aroma sari buah jeruk Pontianak ready to
drink ......................................................................................................... 65 Gambar 31. Histogram hasil uji hedonik warna sari buah jeruk Pontianak ready to
drink ......................................................................................................... 65 Gambar 32. Diagram alir pembuatan sari buah jeruk Pontianak (formula terbaik) ..... 66 Gambar 33. Histogram nilai pH sari buah jeruk Pontianak ready to drink .................. 69 Gambar 34. Histogram nilai total padatan terlarut sari buah jeruk Pontianak ready
to drink ..................................................................................................... 70
-
DAFTAR LAMPIRAN
Hal.
Lampiran 1. Data penetralan jeruk Pontianak dengan larutan asam sitrat 2% setelah proses lye peeling ....................................................................... 77
Lampiran 2. Analisis kimia jeruk Pontianak setelah proses lye peeling ..................... 78 Lampiran 3. Form uji organoleptik .............................................................................. 79 Lampiran 4. Data penilaian organoleptik sari buah jeruk Pontianak (variable uji
sukrosa-asam sitrat) tanpa penyaringan .................................................. 80 Lampiran 5. Fits summary respon pada formulasi sari buah jeruk Pontianak tanpa
penyaringan (variabel uji asam sitrat, sukrosa, dan ekstrak jeruk) ........ 82 Lampiran 6. Persamaan polinomial respon pada formulasi sari buah jeruk
Pontianak tanpa penyaringan (variabel uji asam sitrat, sukrosa, dan ekstrak jeruk) .......................................................................................... 84
Lampiran 7. Hasil ANOVA respon pada formulasi sari buah jeruk Pontianak
tanpa penyaringan (variabel uji asam sitrat, sukrosa, dan ekstrak jeruk) ..................................................................................................... 85
Lampiran 8. Data verifikasi formula optimum sari buah jeruk Pontianak tanpa
penyaringan (variabel uji sukrosa, asam sitrat, ekstrak jeruk) ............... 87 Lampiran 9. Data penilaian organoleptik sari buah jeruk Pontianak (variable uji
sukrosa-asam sitrat) dengan penyaringan ............................................. 88 Lampiran 10. Fit summary respon pada formulasi sari buah jeruk Pontianak
dengan penyaringan (variabel uji asam sitrat, sukrosa, dan ekstrak jeruk) ..................................................................................................... 90
Lampiran 11. Persamaan polinomial respon pada formulasi sari buah jeruk
Pontianak dengan penyaringan (variabel uji asam sitrat, sukrosa, dan ekstrak jeruk) .................................................................................. 92
Lampiran 12. Hasil ANOVA respon pada formulasi sari buah jeruk Pontianak
dengan penyaringan (variabel uji asam sitrat, sukrosa, dan ekstrak jeruk) ..................................................................................................... 93
Lampiran 13. Data verifikasi formula optimum sari buah jeruk Pontianak dengan
penyaringan (variabel uji sukrosa, asam sitrat, ekstrak jeruk) ............... 95 Lampiran 14. Data penilaian organoleptik sari buah jeruk Pontianak (variable uji
sukrosa-asam malat) .............................................................................. 96
-
Lampiran 15. Fit summary respon pada formulasi sari buah jeruk Pontianak
(variabel uji asam malat, sukrosa, dan ekstrak jeruk) ........................... 98 Lampiran 16. Persamaan polinomial respon pada formulasi sari buah jeruk
Pontianak (variabel uji asam malat, sukrosa, dan ekstrak jeruk) ........... 100 Lampiran 17. Hasil ANOVA respon pada formulasi sari buah jeruk Pontianak
(variabel uji asam malat, sukrosa, dan ekstrak jeruk) ........................... 101 Lampiran 18. Data verifikasi formula optimum sari buah jeruk Pontianak (variabel
uji sukrosa, asam malat, ekstrak jeruk) ................................................. 103 Lampiran 19. Data analisis kadar vitamin C pada ekstrak dan sari buah jeruk
Pontianak ................................................................................................ 104 Lampiran 20. Data penilaian organoleptik sari buah jeruk Pontianak ready to
drink ...................................................................................................... 105 Lampiran 21. Tabel ANOVA hasil penilaian organoleptik sari buah jeruk
Pontianak ready to drink ...................................................................... 108 Lampiran 22. Tabel ANOVA hasil pengukuran nilai pH dan TPT sari buah jeruk
Pontianak ready to drink ......................................................................... 111 Lampiran 23. Data analisis kadar vitamin C pada sari buah jeruk Pontianak ready
to drink (F5) ........................................................................................... 112
-
I. PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG Indonesia merupakan negara agraris yang terletak di daerah tropis dan
kaya akan buah-buahan. Namun, saat ini pasar komoditi buah-buahan telah
dibanjiri oleh produk-produk impor, baik dalam bentuk produk segar atau
olahan. Potensi buah-buahan tropis di Indonesia sangat besar apabila
dimanfaatkan secara optimal. Salah satu komoditas buah tersebut adalah jeruk.
Menurut Sarwono (1994), di Indonesia terdapat beberapa jenis jeruk
yang umum dibudidayakan, yaitu jeruk keprok, jeruk siam, jeruk besar, jeruk
nipis dan jeruk lemon. Jeruk siam termasuk salah satu varietas jeruk yang
paling banyak diusahakan dan mendominasi 60% pasaran jeruk nasional.
Jeruk siam tumbuh baik di berbagai daerah sentra produksi seperti Kalimantan
Barat (Pontianak), Kalimantan Selatan (Banjar), Jawa Barat (Garut), Jawa
Timur (Pasuruan), dan Bali (Bangli). Di antara kelima jenis jeruk di atas, jeruk
siam Pontianak (Citrus nobilis var. microcarpa), selanjutnya disebut jeruk
Pontianak, merupakan jenis jeruk yang popularitasnya sudah cukup terkenal,
baik di dalam maupun luar negeri lingkup Asia Tenggara.
Menurut Departemen Pertanian RI (2006), saat ini produksi jeruk
Pontianak cukup tinggi yaitu sekitar 12 ton/ha/tahun. Dengan luas lahan
mencapai 10.000 ha, maka beberapa tahun mendatang produksi jeruk
Pontianak akan sangat besar. Kondisi ini dikhawatirkan akan memperburuk
kondisi pengembangan jeruk dengan rendahnya harga jeruk karena
melimpahnya produksi jeruk saat panen raya. Kenyataan di lapangan
menunjukkan bahwa petani jeruk Pontianak di Kabupaten Sambas,
Kalimantan Barat, terpaksa membiarkan buah jeruk membusuk di pohon. Hal
ini disebabkan oleh adanya kendala pemasaran dan tata niaga jeruk Pontianak
ke daerah daerah lain di Indonesia. Salah satu upaya yang dapat dilakukan
untuk memanfaatkan jeruk Pontianak yang melimpah tersebut adalah dengan
menciptakan produk olahan dari jeruk Pontianak.
Jeruk dapat dimanfaatkan menjadi bermacam-macam produk, antara
lain sari buah, sirup, manisan, selai, konsentrat, dan lain sebagainya. Sari buah
-
merupakan salah satu produk olahan buah-buahan yang banyak ditemui di
pasaran dan merupakan salah satu trend produk minuman saat ini. Pengolahan
buah jeruk menjadi sari buah dapat meningkatkan daya simpan dan nilai
ekonominya.
Kurang berkembangnya produk olahan dari jeruk Pontianak saat ini
disebabkan oleh adanya kandungan naringin dan limonin pada jaringan buah
albedo, flavedo, biji, dan segmen buah jeruk Pontianak. Senyawa ini dapat
menimbulkan rasa pahit pada sari buah jeruk yang dihasilkan. Ketika proses
ekstraksi, sebagian dari senyawa ini akan ikut terekstrak bersama buah jeruk
dan tercampur dengan sari jeruk (Hulme, 1971).
Pada buah jeruk segar, senyawa limonin terdapat dalam bentuk
prekursornya (limonoate acid A-ring lactone) yang bersifat tidak pahit. Pada
pembuatan sari buah jeruk, jaringan endokarp dan albedo yang rusak akibat
proses ekstraksi membuat senyawa limonoate acid A-ring lactone bersifat
tidak stabil sehingga dengan cepat berubah menjadi senyawa limonin dan
menyebabkan rasa pahit pada ekstrak jeruk. Adanya proses panas pada
pembuatan sari buah jeruk menyebabkan semakin banyaknya konversi
senyawa limonoate acid A-ring lactone menjadi limonin (Maier et al., 1977).
Oleh karena itu, dibutuhkan metode pengolahan dan formulasi yang tepat agar
dihasilkan sari buah jeruk Pontianak yang dapat dinikmati konsumen.
B. TUJUAN
Penelitian ini bertujuan menentukan metode lye peeling yang tepat
pada jeruk Pontianak sebagai upaya penghilangan rasa pahit pada sari buah
jeruk dan menentukan formula optimum sari buah jeruk Pontianak.
C. MANFAAT Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat mengatasi permasalahan
produksi jeruk Pontianak yang melimpah, sekaligus meningkatkan nilai
tambah produk.
-
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. JERUK PONTIANAK Jeruk Pontianak termasuk ke dalam Famili Rutaceae dan Subfamili
Aurantiodeae dengan Genus Citrus. Jeruk Pontianak merupakan jenis jeruk
siam dengan ciri fisik kulitnya tipis (2 mm), permukaannya halus, licin, dan
mengkilap, serta menempel lekat pada daging buahnya. Dasar buahnya
berleher pendek dengan puncak berlekuk. Tangkai buahnya pendek dengan
panjang sekitar 3 cm dan berdiameter 2.6 mm. Berat tiap buah sekitar 75.6
gram atau 13 buah jeruk Pontianak per kilogram, dengan diameter buah rata-
rata tiap buah 5 - 6 cm. Biji buahnya berbentuk ovoid, warnanya putih
kekuningan dengan ukuran sekitar 0.9 x 0.6 cm, dan jumlah biji per buahnya
sekitar 20 biji (Sumartono, 1982).
Secara umum, buah jeruk terdiri dari bagian daging buah dan kulit.
Bagian daging buah yang dapat dimakan disebut dengan endokarp. Endokarp
terdiri atas segmen-segmen yang disebut carpel atau locule. Di dalam segmen-
segmen tersebut terdapat kantung-kantung sari buah yang berdinding tipis.
Endokarp dikelilingi oleh bagian jeruk yang dinamakan kulit. Kulit buah jeruk
terdiri dari flavedo dan albedo. Flavedo merupakan bagian kulit luar yang
terletak di bagian bawah lapisan epidermis dan mengandung kromoplas dan
kantung minyak, sedangkan kulit bagian dalam yang disebut albedo
merupakan lapisan jaringan busa. Bagian tengah buah jeruk disebut dengan
core atau central plasenta yang berbatasan dengan biji yang terdapat di dalam
segmen (Ting dan Attaway, 1971).
(a) (b)
Gambar 1. Jeruk Pontianak (a) dan penampang buah jeruk (b)
-
Flavedo mengandung minyak essensial, pigmen karotenoid, dan
senyawa steroid, sedangkan albedo kaya akan senyawa selulosa, hemiselulosa,
lignin, pektat, dan fenolik. Komposisi dari dinding segmen, kantung sari buah,
dan pusat buah tidak banyak berbeda dengan albedo. Sebagian besar gula dan
asam sitrat terdapat pada sari buah disamping komponen nitrogen, lipid,
senyawa fenolik, vitamin, dan senyawa anorganik (Ting dan Attaway, 1971).
Buah jeruk mengandung vitamin C yang cukup tinggi dan dapat
dikonsumsi dalam bentuk segar maupun sebagai olahan (sari buah).
Kandungan gizi dalam buah jeruk siam dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Kandungan gizi jeruk siam dalam 100 gram bagian yang dapat
dimakan Kandungan gizi Satuan Jumlah
Energi Protein Lemak
Karbohidrat Kalsium Fosfor Serat Besi
VitaminA VitaminB1 VitaminB2 VitaminC
Niacin
kkal gram gram gram
miligram miligram
gram miligram
RE miligram miligram miligram
gram
28.00 0.50 0.10 7.20 18.00 10.00 0.20 0.10
160.00 0.6 0.03 29.00 0.30
Sumber: Anonim (2002)
Komponen utama dari total padatan terlarut sari buah jeruk adalah gula
yang mencapai 75 85 %. Jenis gula yang terpenting adalah 2 monosakarida,
yaitu D-glukosa dan D-fruktosa, serta disakarida sukrosa dengan perbandingan
jumlah D-glukosa : D-fruktosa : sukrosa yaitu 1:1:2. Setiap 100 ml sari buah
jeruk siam mengandung 1.02 1.24 g glukosa, 1.49 1.58 g fruktosa, 2.19
4.90 g sukrosa dengan total gula berkisar antara 4.93 7.57 gram. Kandungan
gula meningkat dengan semakin matangnya buah dan sebanding dengan
berkurangnya cadangan pati (Ting dan Attaway, 1971).
-
B. SARI BUAH JERUK 1. Sari Buah
Sari buah didefinisikan sebagai cairan hasil pemerasan dengan
tekanan atau alat mekanis lainnya yang dikeluarkan dari bagian buah yang
dapat dimakan (Pollard dan Timberlake, 1971). Menurut Standar Nasional
Indonesia (SNI), minuman sari buah adalah minuman ringan yang dibuat
dari sari buah dan air minum, dengan atau tanpa penambahan gula dan
bahan tambahan makanan yang diijinkan (Badan Standardisasi Nasional,
1995). Kualitas minuman sari buah menurut Badan Standardisasi Nasional
(1995) dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Syarat mutu minuman sari buah (SNI 01-3719-1995) No Kriteria Uji Satuan Persyaratan 1. Keadaan :
1.1. Aroma 1.2. Rasa
- -
Normal Normal
2. Bilangan formal ml NaOH/ 100ml Min 15 3. Bahan Tambahan Pangan
3.1. Pemanis buatan 3.2.Pewarna tambahan
3.3. Pengawet
Sesuai dengan SNI 01-0222-1995 Sesuai dengan SNI
01-0222-1995
- Sesuai dengan SNI 01-0222-1995 Sesuai dengan SNI 01-0222-1995
4. Cemaran logam 4.1. Timbal (Pb) 4.2. Tembaga (Cu) 4.3. Seng (Zn) 4.4. Timah (Sn) 4.5. Raksa (Hg)
mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg
Maks. 0.3 Maks. 5.0 Maks. 5.0 Maks. 40/250.0* Maks 0.03
5. Cemaran arsen (As) mg/kg Maks. 0.2 6. Cemaran mikroba
6.1.Angka lempeng total 6.2. Bakteri koliform 6.3. E. coli 6.4. Salmonella 6.5. S. Aureus 6.6. Vibrio. Sp 6.7. Kapang 6.8. Khamir
Koloni/gram
APM/ml APM/ml
Koloni/ 25 ml Koloni/ml Koloni/ml Koloni/ml Koloni/ml
Maks. 2.0 x 102 Maks 20 < 3 Negatif 0 Negatif Maks. 50 Maks. 50
* Khusus dikemas dalam kaleng
-
2. Penggolongan Sari Buah Sari buah dapat dibedakan berdasarkan kekeruhannya menjadi 2
macam, yaitu sari buah keruh dan sari buah jernih. Sari buah keruh
merupakan sari buah yang mengandung partikel-partikel koloid yang
terdispersi sehingga tampak keruh. Penghilangan partikel-partikel tersebut
akan menghasilkan sari buah yang jernih. Contoh sari buah keruh yaitu
sari buah jeruk, tomat, nenas, dan aprikot, sedangkan sari buah jernih
misalnya sari buah apel (Anonim, 2002).
Satuhu (1994) menjelaskan bahwa Perdagangan Internasional
membedakan produk sari buah berdasarkan kandungan total padatan
terlarut (TPT) dan kandungan sari buah murninya. Berdasarkan
penggolongan ini, sari buah dikenal dalam bentuk fruit syrup, crush,
squash, cordial, unsweetened juice, ready served fruit beverage, nectar,
dan fruit juice concentrate. Penggolongan produk sari buah tersebut dapat
dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Penggolongan produk sari buah berdasarkan total padatan terlarut
(TPT) dan kandungan sari buah murninya. Produk sari buah % TPT % sari buah murni
Fruit syrup Crush Squash Cordial
Unsweetened juice Ready served fruit beverage
Nectar Fruit juice concentrate
65 55 40 30
Alami 10 15 32
25 25 25 25 100 5 20 100
Sumber: Satuhu (1994)
3. Proses Pembuatan Sari Buah Jeruk Bahan baku dalam pembuatan sari buah jeruk adalah buah jeruk,
air dan bahan-bahan tambahan makanan seperti pemanis, acidulant,
penstabil, dan pengawet. Buah jeruk, sebagai bahan baku utama, harus
dalam keadaan masak, memiliki cita rasa yang enak, tidak hambar, dan
mengandung cukup banyak asam-asam organik. Hal ini akan menentukan
flavor, warna, nilai gizi, kandungan padatan, dan keasaman sari buah
(Cruess, 1958). Selain itu, buah yang digunakan juga harus masih segar,
tidak busuk, dan tidak berkapang. Pemanis yang biasa digunakan pada sari
-
buah adalah sukrosa atau fruktosa, ditambahkan sebanyak minimal 10%
atau lebih, tergantung tingkat kemanisan buah yang digunakan dan tingkat
kemanisan sari buah yang dikehendaki. Penstabil digunakan untuk
menstabilkan sari buah, khususnya selama penyimpanan. Pada sari buah
tertentu juga perlu ditambahkan pewarna untuk meningkatkan intensitas
warna dan pengawet untuk memperpanjang umur simpannya.
Proses pembuatan sari buah secara garis besar meliputi tahap-tahap
sortasi, pencucian, pengupasan, pemotongan daging buah, penghancuran
dan ekstraksi, klarifikasi, deaerasi, pasteurisasi, pengalengan atau
pembotolan, pendinginan, serta penyimpanan (Kyle et al., 1956). Proses
pembuatan sari buah dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2. Diagram alir pembuatan sari buah (Kyle et al., 1956)
Buah
Sortasi
Pencucian
Pengupasan
Pemotongan daging buah
Ekstraksi
Klarifikasi
Deaerasi
Paesteurisasi
Pengalengan/ pembotolan
Sari buah
-
Proses sortasi dilakukan untuk memilih buah yang memiliki
kematangan optimum, tidak busuk, dan tidak berkapang. Hal ini penting
agar sari buah yang dihasilkan memiliki kandungan gizi dan rasa yang
optimal. Pemilihan buah yang cukup matang pada buah jeruk juga
menentukan tingkat kepahitan pada produk sari buah. Menurut Rouseff
(1990), rasa pahit akibat senyawa limonin akan berkurang seiring dengan
meningkatnya kematangan buah jeruk. Proses pencucian dilakukan untuk
membersihkan kotoran-kotoran yang menempel pada kulit buah,
sedangkan pengupasan dilakukan untuk memisahkan kulit dengan daging
buah. Setelah dikupas, daging buah direduksi ukurannya agar
mempermudah proses ekstraksi. Proses ekstraksi pada pembuatan sari
buah bertujuan untuk mendapatkan cairan buah. Ekstraksi yang baik dapat
menghindarkan tercampurnya kotoran dan jaringan buah sehingga
flavornya tetap terjaga (Muchtadi, 1979).
Proses ekstraksi dapat dilakukan dengan cara pengepresan
(menggunakan juice extractor), penghancuran (dengan menggunakan
blender atau parutan), atau dengan cara perebusan. Berbagai metode
ekstraksi ini dipilih berdasarkan jenis buah dan karakteristik sari buah
yang dihasilkan. Pada buah yang banyak mengandung biji dan cenderung
memiliki sedikit serat, seperti jeruk dan markisa, maka ekstraksi lebih baik
dilakukan dengan cara pengepresan karena hal ini dapat mencegah
hancurnya biji yang dapat menyebabkan rasa pahit pada sari buah.
Biasanya ekstraksi untuk buah-buah tersebut dibantu dengan alat ekstraksi
khusus. Pada buah yang banyak memiliki padatan terlarut dan tersuspensi
seperti jambu dan tomat, maka ekstraksi sebaiknya dilakukan dengan cara
perebusan sehingga akan didapat sari buah yang lebih jernih jika
dibandingkan dengan ekstraksi penghancuran. Hal ini disebabkan karena
adanya proses pemanasan akan menginaktivasi enzim pektat. Metode
penghancuran dapat digunakan untuk ekstraksi buah nenas karena nenas
memiliki padatan yang tidak terlalu banyak. Dengan cara ini, senyawa
yang terekstrak menjadi optimum sehingga sari buah yang dihasilkan tidak
-
terlalu keruh. Metode penghancuran dapat pula digunakan pada ekstraksi
buah apel dan berry (Denver dan Gaxtor, 1991).
Cairan hasil ekstraksi mengandung padatan yang tersuspensi yang
harus dipisahkan. Pemisahan ini dilakukan dengan cara klarifikasi.
Menurut Potter dan Hotchkiss (1995), klarifikasi bertujuan menghilangkan
sisa pulp dari sari buah dengan cara penyaringan, pengendapan, atau
sentrifugasi. Namun, proses tersebut tidak dapat memisahkan partikel
halus seperti senyawa pektat yang menyebabkan kekeruhan pada sari
buah. Penambahan bahan penjernih (bentonit, madu, atau gelatin),
koagulan (albumin), atau stabilizer (seperti CMC, xanthan gum, gum arab)
sering dilakukan untuk memperbaiki penampakan sari buah. Penambahan
stabilizer dapat mencegah terbentuknya endapan di dasar sari buah karena
apabila terkena panas, stabilizer tersebut akan mengalami gelatinisasi dan
dapat memerangkap partikel-partikel padatan sehingga tetap melayang di
permukaan.
Ashurst (1991) menyatakan bahwa sari buah mengandung
sejumlah udara (oksigen) yang dapat menyebabkan kerusakan vitamin C,
warna, dan flavor. Oleh karena itu, diperlukan penghilangan udara
(deaerasi). Deaerasi dapat dilakukan dengan cara menyemprotkan sari
buah dalam vacuum deaerator. Dengan cara sederhana, deaerasi dapat
dilakukan sekaligus dengan pemanasan awal yaitu dengan cara
memanaskan sari buah dalam tempat terbuka pada suhu 70-80oC selama 5
menit. Dengan proses pemanasan tersebut, oksigen akan menguap,
mikroba berkurang, dan enzim menjadi inaktif.
Selanjutnya, sari buah dipasteurisasi. Proses pasteurisasi
merupakan proses pemanasan dengan suhu relatif rendah (di bawah 100o
C) dengan tujuan menginaktifasi enzim dan membunuh mikroba
pembusuk. Pasteurisasi pada sari buah biasa dilakukan pada suhu 75o C
selama 15 menit. Pemilihan proses ini didasarkan pada sifat produk yang
relatif asam sehingga mikroba menjadi lebih sensitif terhadap panas.
Selain itu, dengan pemanasan yang lebih rendah akan meminimalkan
rusaknya beberapa zat gizi seperti vitamin C. Sari buah kemudian diisikan
-
ke dalam botol yang telah disterilkan dengan memperhatikan headspace.
Botol kemudian ditutup dan dipasteurisasi kembali. Selanjutnya, sari buah
didinginkan dan disimpan pada suhu dingin (Astawan dan Astawan, 1991).
C. RASA PAHIT PADA SARI BUAH JERUK
Maier (1969) menyatakan bahwa senyawa yang berperan dalam
terbentuknya rasa pahit pada sari buah jeruk adalah flavanone
neohesperidoside (naringin) dan limonoid (limonin). Senyawa naringin hanya
terdapat pada beberapa jenis jeruk, sedangkan limonin terdapat pada hampir
semua jenis jeruk. Buah jeruk yang mengandung naringin dalam jumlah tinggi
(hingga 700 ppm) akan terasa pahit ketika buah dikonsumsi segar. Berbeda
halnya dengan senyawa limonin. Rasa pahit pada sari buah jeruk akibat
senyawa limonin baru terasa ketika jeruk diproses melalui proses ekstraksi dan
pemanasan.
Naringin (naringenin 7--neohesperidoside) merupakan senyawa
turunan naringenin yang bersifat larut dalam air dan terkandung di dalam
flavedo, albedo, membran segmen, dan juice sacs pada buah jeruk. Struktur
molekul naringin dapat dilihat pada Gambar 3. Rasa pahit akibat naringin akan
sangat terasa ketika jumlahnya pada buah jeruk melampaui 700 ppm (Puri,
1990). Selama proses ekstraksi, naringin pada albedo dan segmen buah secara
cepat akan masuk dan larut ke dalam ekstrak jeruk sehingga menyebabkan
ekstrak jeruk menjadi pahit.
Gambar 3. Struktur molekul naringin (naringenin 7--neohesperidoside). (Puri, 1990)
-
Limonin merupakan senyawa turunan triterpene yang bersifat larut
dalam air dan eter, alkohol, serta asam asetat glasial. Senyawa limonin
merupakan senyawa dilakton sehingga memiliki dua kemungkinan bentuk
monolakton, yaitu A-ring monolakton dan D-ring monolakton. Namun, secara
alami, senyawa limonin yang terdapat dalam buah jeruk adalah A-ring
monolakton. Rumus kimia limonin adalah C26H30O8 dengan berat molekul
470.50, terdiri dari 66.37% karbon, 6.34% hidrogen, dan 27.21% oksigen.
Limonin mempunyai rotasi spesifik D -128o dengan c = 1.21 dalam aseton.
Absorpsi maksimum limonin terjadi pada panjang gelombang 207 nm dengan
absorpsivitas molar () 7000 dan pada 285 nm dengan absorpsivitas molar ()
38. Titik lebur limonin adalah 298oC. (Maier, 1969). Struktur molekul limonin
dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Struktur molekul limonin (Maier, 1969)
Senyawa limonin biasa disebut juga sebagai delayed bitterness karena
efek pahitnya baru dapat dirasakan ketika buah jeruk mengalami proses
pengolahan. Senyawa yang terdapat pada buah jeruk segar adalah limonoic
acid A ring lactone yang bertindak sebagai prekursor senyawa limonin. Ketika
buah jeruk mulai mengalami proses ekstraksi, senyawa limonoic acid A ring
lactone akan masuk ke dalam ekstrak jeruk. Pada kondisi asam tersebut,
limonoic acid A ring lactone menjadi tidak stabil dan terkonversi menjadi
senyawa limonin. Adanya proses panas seperti pasteurisasi atau evaporasi
menyebabkan semakin cepat dan banyak senyawa limonoic acid A ring
lactone yang terkonversi menjadi limonin. Selama pembentukan partikel-
partikel terlarut, limonin terdispersi ke dalam sari buah dan bila mencapai
-
jumlah tertentu dapat menimbulkan rasa pahit. Senyawa prekursor limonin
terkandung di dalam albedo, core, dan biji buah jeruk (Puri, 1990).
Menurut Maier (1969), pembentukan rasa pahit pada sari buah jeruk
akibat naringin dan limonin didukung oleh beberapa faktor, di antaranya
adalah keadaan alami buah dan cara ekstraksi. Kandungan senyawa naringin
atau prekursor limonin pada buah jeruk akan semakin berkurang seiring
dengan kematangan jeruk. Oleh karena itu, pemilihan buah jeruk pada
pembuatan sari buah atau konsentrat jeruk menjadi sangat penting. Begitu pula
dengan metode ekstraksi. Ekstraksi dengan pressing yang tinggi akan
memperparah rusaknya jaringan albedo buah jeruk. Hal ini menyebabkan
semakin banyak senyawa naringin atau prekursor limonin yang akan terpapar
pada ekstrak jeruk.
D. LYE PEELING
Peeling merupakan proses pengupasan kulit, baik buah ataupun
sayuran, agar didapat daging buah yang dapat langsung diproses atau
dikonsumsi. Peeling diperlukan untuk memisahkan kulit buah yang tidak
diperlukan dalam proses produksi. Pembuangan kulit harus dilakukan dengan
cermat agar daging buah tidak ikut terbuang karena hal tersebut akan
mengakibatkan berkurangnya rendemen yang dihasilkan (Gould, 1974).
Pada dasarnya, proses peeling dapat dilakukan melalui tiga metode,
yaitu secara mekanik, kimia, dan fisik. Pengupasan secara mekanik dapat
dilakukan dengan menggunakan beberapa mesin tergantung pada hasil yang
diinginkan dan karakteristik buah atau sayuran, misalnya mesin dengan
sistem abrasi untuk kentang, mesin dengan pisau untuk apel atau pir, serta
mesin dengan drum yang berputar untuk root vegetable. Pengupasan secara
kimia biasa dilakukan dengan merendam buah atau sayuran di dalam larutan
alkali panas sehingga jaringan dasar pada kulit akan turut layu. Menurut
Woodroof (1975), pengupasan jaringan luar (kulit) dengan larutan alkali
(NaOH) atau biasa disebut lye peeling, dilakukan dengan konsentrasi larutan
alkali 1% - 3% selama 0.5 3 menit pada suhu tertentu. Metode yang
umumnya digunakan adalah high-temperature lye peeling (suhu larutan di atas
-
71oC) dan low-temperature lye peeling (suhu larutan 48 71oC). High-
temperature lye peeling umumnya digunakan pada buah atau sayuran yang
memiliki struktur buah agak lunak hingga keras, seperti apel dan kentang,
sehingga perlakuan suhu yang cukup tinggi tidak akan menghancurkan buah
atau sayuran. Low-temperature lye peeling umumnya digunakan pada buah
atau sayuran yang memiliki kulit luar tipis dan struktur fisik buah yang lunak.
Buah jeruk memiliki kulit permukaan yang tipis dan tekstur buah yang lunak
serta berair. Oleh karena itu, metode peeling yang akan digunakan adalah low-
temperature lye peeling (suhu larutan 48 71oC). Buah atau sayuran yang
telah di peeling selanjutnya dibilas dengan air bersih. Hal ini bertujuan
menghilangkan sisa larutan basa yang masih menempel pada permukaan buah
atau sayuran. Buah atau sayuran yang telah dibilas kemudian dinetralkan
dengan larutan asam yang mengandung komponen asam dari buah atau
sayuran yang bersangkutan. Karena komponen asam utama pada buah jeruk
adalah asam sitrat, maka penetralan dilakukan menggunakan larutan asam
sitrat. Konsentrasi larutan asam sitrat yang digunakan untuk penetralan setelah
proses lye peeling adalah 2% (Jones et al., 1990).
Proses peeling secara fisik dapat dilakukan dengan menggunakan uap
panas bertekanan. Hal ini akan melayukan jaringan dasar buah. Ketika tekanan
dilepaskan, maka uap yang terdapat pada jaringan bawah kulit akan
mengangkat kulit ke atas sehingga kulit akan terpisah dari daging buah
(Anonim, 2004).
Proses peeling pada pembuatan sari buah jeruk Pontianak bertujuan
untuk melepaskan jaringan albedo pada buah jeruk yang merupakan sumber
senyawa limonoic acid A-ring lactone (prekursor limonin). Peeling yang
dilakukan adalah peeling secara kimiawi, yaitu dengan menggunakan larutan
basa NaOH. Kelebihan metode lye peeling ini antara lain (a) cukup ekonomis
dan mudah untuk diterapkan, (b) efisien karena tidak hanya melepaskan kulit
dari buah atau sayuran, tetapi juga bagian buah yang busuk atau rusak, serta
(c) dapat diaplikasikan pada buah atau sayuran dengan variasi bentuk, ukuran,
dan varietas (Gould, 1974).
-
E. BAHAN TAMBAHAN PANGAN
1. Gula
Gula yang digunakan adalah gula pasir (sukrosa). Sukrosa
merupakan senyawa disakarida yang secara sistematik kimiawi disebut -
D-gluko-piranosil--D-fruktofuranosida. Rumus molekul sukrosa adalah
C12H22O11. Sukrosa mempunyai berat molekul 342.30, terdiri dari gugus
glukosa dan fruktosa. Sukrosa merupakan senyawa gula yang paling
disukai (Sudarmadji, 1982).
Titik cair sukrosa adalah pada 180C. Kristal sukrosa berbentuk
sfenoid-monoklin dan stabil di udara terbuka. Indeks refraksi larutan
sukrosa 10% (suhu 20C) adalah 1,34783. Satu gram sukrosa dapat larut
dalam 0.5 ml air (suhu kamar) atau dalam 0.2 ml air mendidih
(Sudarmadji,1982). Sukrosa memiliki peranan penting dalam teknologi
pangan, karena fungsinya yang beraneka ragam, yaitu sebagai pemanis,
pembentuk tekstur, pengawet, pembentuk citarasa, sebagai bahan pengisi,
pelarut dan sebagai pembawa trace element (Nicol, 1982). Struktur
molekul sukrosa dapat dilihat pada Gambar 5.
Gambar 5. Struktur molekul sukrosa
Fungsi utama sukrosa sebagai pemanis memegang peranan penting
karena dapat meningkatkan penerimaan dari suatu makanan, yaitu dengan
menutupi cita rasa yang tidak menyenangkan. Rasa manis sukrosa bersifat
murni, karena tidak ada after taste, yaitu citarasa kedua yang timbul
setelah citarasa pertama. Di samping itu, sukrosa juga memperkuat citarasa
pada makanan, karena menyeimbangkan rasa asam, pahit, dan asin atau
melalui reaksi kimia seperti karamelisasi. Sukrosa umum digunakan
-
sebagai standar tingkat kemanisan bagi bahan pemanis lainnya
(Nicol,1982). Menurut Maier et al. (1977), penambahan sukrosa dapat
menurunkan efek pahit dari senyawa limonin pada sari buah jeruk.
Penambahan sukrosa pada konsentrasi tertentu dapat meningkatkan
threshold limonin pada indera pengecap. Hal ini berarti efek rasa pahit
akibat senyawa limonin dapat lebih ditekan dengan adanya penambahan
sukrosa. Penambahan sukrosa pada konsentrasi 10% dapat meningkatkan
threshold limonin dari 1 ppm menjadi 2.7 ppm. Sukrosa merupakan
pemanis karbohidrat yang biasa digunakan pada produk pangan
cair/minuman dalam konsentrasi tinggi dan mengakibatkan peningkatan
dalam densitas, kandungan energi, viskositas dan flavor. Konsentrasi gula
yang ditambahkan pada pembuatan sari buah umumnya berkisar antara 10-
15% (Rohaman,1983).
2. Acidulant
Jenis acidulant yang digunakan pada pembuatan sari buah jeruk
umumnya adalah asam sitrat atau asam malat (untuk rasa asam yang lebih
lembut). Asam sitrat adalah asam hidroksi trikarboksilat atau asam 2-
hidroksi-1,2,3-propana trikarboksilat yang diperoleh dari ekstraksi buah-
buahan atau dengan cara fermentasi. Selain itu, asam sitrat berbentuk
kristal putih yang dapat berupa asam anhidrat atau asam monohidrat.
Kelarutan asam sitrat dalam air adalah 60% pada suhu ruang. Struktur
molekul asam sitrat dapat dilihat pada Gambar 6.
Gambar 6. Struktur molekul asam sitrat
Asam sitrat banyak digunakan dalam industri pangan dan farmasi
karena mudah dicerna, mempunyai rasa asam yang menyenangkan, tidak
-
beracun, dan mudah larut. Di samping itu, asam sitrat bersifat sebagai
chelating agent, yaitu senyawa yang dapat mengikat logam-logam divalen
seperti Mn, Mg, dan Fe yang sangat dibutuhkan sebagai katalisator dalam
reaksi-reaksi biologis. Asam sitrat serta garam natrium dan kalsium sitrat
diklasifikasikan oleh FDA (Food and Drug Administration) sebagai GRAS
(Generally Recognized As Safe). Asam sitrat dan garam-garamnya ini
diijinkan penggunaannya untuk bermacam-macam minuman sari buah dan
minuman non-alkohol yang dikarbonasi (Thorner dan Herzberg, 1978).
Dalam industri minuman, asam sitrat digunakan sebagai pemacu
rasa (flavour enhancer), pengawet, pencegah rusaknya warna dan aroma,
menjaga karbonasi, menjaga turbiditas, antioksidan, pengatur pH, serta
pemberi kesan dingin. Di samping sebagai bahan pengawet, asam juga
digunakan untuk menambah rasa asam, mengurangi rasa manis,
memperbaiki sifat kolodial dari makanan yang mengandung pektin,
memperbaiki tekstur dari jelly dan selai, membantu ekstraksi pektin dan
pigmen dari buah-buahan dan sayuran, serta menaikkan efektifitas benzoat
sebagai bahan pengawet (Winarno, 1980).
Di dalam sari buah, asam sitrat digunakan untuk membantu
mengatur pH terutama pada buah yang tidak mengandung asam yang
cukup sehingga dapat diperoleh pH sari buah yang diinginkan.
Penggunaan asam sitrat juga memberikan rasa dan aroma yang sangat
penting bagi sari buah. Penambahan asam sitrat pada minuman sari buah
biasanya sebanyak 0.15% dari total sari buah atau hingga pH sari buah
mencapai keasaman yang diinginkan.
Asam malat adalah asam hidroksi butanadioat dengan rumus
molekul C4H6O5. Berat molekul asam malat adalah 134.09 g/mol dengan
densitas 1.609 g/cm3. Asam malat biasa disebut juga asam apel karena
merupakan komponen asam utama pada buah apel. Asam malat memiliki
sifat asam yang lembut apabila dibandingkan dengan asam sitrat.
Penggunaan asam malat pada produk makanan memiliki fungsi antara lain
sebagai flavor enhancer, flavoring agent, dan pengatur pH. Aplikasi asam
malat terutama pada produk es krim, makanan kaleng, sari buah, selai,
jelly, permen, pudding filling, dan permen karet. Penggunaan asam malat
-
diatur dalam FDA dengan batas maksimum pemakaian tidak lebih dari
3.5% (Doores, 1990). Struktur molekul asam malat dapat dilihat pada
Gambar 7.
Gambar 7. Struktur molekul asam malat
3. Bahan Penstabil
Bahan penstabil emulsi atau stabilizer adalah bahan yang berfungsi
untuk mempertahankan stabilitas emulsi. Cara kerja bahan penstabil
adalah dengan menurunkan tegangan permukaan dengan cara membentuk
lapisan pelindung yang menyelimuti globula fase terdispersi, sehingga
senyawa yang tidak larut akan lebih mudah terdispersi dalam sistem dan
bersifat stabil (Fennema, 1985). Zat-zat yang termasuk dalam bahan
penstabil adalah gum arab, gelatin, agar-agar, natrium alginat, pektin,
karagenan, dan karboksi metil selulosa atau CMC.
Karboksi metil selulosa (CMC) merupakan polielektrolit anionik
turunan dari selulosa yang digunakan secara luas dalam industri makanan.
CMC yang biasa digunakan dalam pengolahan pangan adalah natrium
karboksi metil selulosa. CMC digunakan dalam industri pangan untuk
memberikan bentuk, konsistensi, dan tekstur. CMC juga berperan sebagai
pengikat air, pengental, dan stabilisator emulsi. CMC menjalankan
fungsinya melalui interaksi antara gugusan polar dengan air dan gugusan
non polar dengan lemak. Viskositas CMC dipengaruhi oleh suhu dan pH.
Pada pH kurang dari 5.0, viskositasnya akan menurun, sedangkan CMC
sangat stabil pada pH antara 5-11. CMC memiliki viskositas maksimum
dan stabilitas yang paling baik pada pH 7-9 (Whistler dan Miller, 1973).
CMC dapat larut dalam air panas dan air dingin. Struktur molekul CMC
dapat dilihat pada Gambar 8.
-
Gambar 8. Struktur molekul Na-CMC
CMC telah dikenal sebagai ingredient dari bermacam-macam
produk minuman, baik basah maupun kering. Penggunaan CMC pada sari
buah bertujuan menstabilkan larutan sari buah dengan mencegah
terbentuknya endapan suspensi padat pada sari buah pada jangka waktu
tertentu.
CMC dapat dikombinasikan dengan jenis penstabil lain seperti
xanthan gum untuk menstabilkan minuman sari buah jeruk. Kombinasi
0.02 0.06 % xanthan gum dengan 0.02 0.14 % CMC dapat
menstabilkan protein dalam pulp jeruk. Penggunaan xanthan gum dapat
meningkatkan cita rasa pada minuman sari buah jeruk. Penambahan
xanthan gum pada konsentrasi hingga 0.5 % dapat membantu stabilitas dan
citarasa (Nussinovitch, 1997).
4. Bahan Pengawet
Frazier dan Westhoff (1979) mengemukakan bahwa kegunaan
bahan pengawet yang utama adalah untuk mencegah pertumbuhan
mikroorganisme yang terkontaminasi pada bahan. Pertumbuhan
mikroorganisme tersebut dihalangi dengan cara merusak membran sel,
mempengaruhi aktifitas enzim, atau merusak mekanisme genetik.
Asam sorbat memiliki rumus C6H8O2 (lihat Gambar 9) merupakan
padatan putih, berbentuk kristal, dan berbau agak asam. Kelarutannya
dalam air pada suhu kamar adalah 0.15 g per 100 ml (0.15%). Grup
karboksil asam sorbat sangat reaktif sehingga dapat membentuk berbagai
garam dan ester. Sorbat memiliki pKa 4.76. Ikatan ganda terkonjugasi
-
asam sorbat juga reaktif dan mungkin mempengaruhi aktivitas
antimikrobanya dan kualitas, serta keasaman produk pangan. Secara
komersil, asam sorbat tersedia dalam bentuk garamnya yaitu kalsium,
natrium, dan natrium sorbat.
Gambar 9. Struktur molekul asam sorbat
Asam sorbat diperbolehkan dipakai dalam produk-produk pangan
seperti keju, sari buah-buahan segar, anggur, minuman ringan, serta
beberapa bahan pangan semi basah sebagai anti kapang (Buckle, et al.,
1985). Sifat antimikroba asam sorbat berada pada kisaran pH yang lebih
luas (hingga pH 6.5) apabila dibandingkan dengan asam benzoat atau asam
propinoat. Asam benzoat aktif pada bahan pangan yang memliki pH
hingga 4.5, sedangkan asam propionat hingga pH 5.5. Derajat aktifitas
asam sorbat akan meningkat dengan berkurangnya nilai pH (FAO, 2005).
Mekanisme penghambatan asam sorbat pada kapang yaitu dengan
menghambat sistem enzim dehidrogenase pada kapang. Namun, efektifitas
asam sorbat hanya terlibat apabila kapang yang tumbuh dalam jumlah
kecil. Pada tingkat pertumbuhan kapang yang tinggi, pengaruh asam sorbat
sebagai penghambat tidak jelas terlihat.
Sorbat dalam bentuk garamnya digunakan dengan konsentrasi
sekitar 0.025 0.1% untuk produk roti, kue, keju, pie, dan yoghurt.
Konsentrasi maksimum yang diijinkan di Amerika Serikat adalah 0.1%.
berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI No.722/ Menkes/Per/IX/88,
kalium sorbat digunakan pada sediaan keju olahan dengan batas
maksimum 3 g/kg, sedangkan pada produk keju, margarin, acar ketimun
dalam botol, selai, jeli, dan pekatan sari nenas sebesar 1 g/kg. Pada aprikot
yang dikeringkan dan marmalad, penggunaan kalium sorbat yang diijinkan
sebanyak 500 mg/kg.
-
F. MIXTURE EXPERIMENT
Penggabungan beberapa ingredien atau bahan baku dilakukan untuk
menghasilkan suatu produk pangan yang dapat dinikmati, di mana hasil akhir
dari produk tersebut dipengaruhi oleh presentase atau proporsi relatif masing-
masing ingredien yang ada dalam formulasi. Selain itu, penggabungan
beberapa ingredien dalam mixture experiment bertujuan melihat apakah
pencampuran dua komponen atau lebih tersebut dapat menghasilkan produk
akhir dengan sifat yang lebih diinginkan dibandingkan dengan penggunaan
ingredien tunggalnya dalam menghasilkan produk yang sama (Cornell, 1990).
Terdapat relasi fungsional antar komponen penyusun dengan perubahan
proporsi relatif ingredien tersebut sehingga dapat menghasilkan produk
dengan respon yang berbeda. Tentunya kombinasi ingredien yang dipilih
adalah kombinasi yang menghasilkan produk dengan respon yang maksimal,
sesuai dengan yang diharapkan oleh perancang (Cornell, 1990). Penggunaan
mixture experiment dalam merancang percobaan untuk memperoleh
kombinasi yang optimal ini mampu menjawab permasalahan jika dilihat dari
segi waktu (mengurangi jumlah trial and error) dan biaya (Cornell, 1990).
Optimasi pada salah satu atau seluruh aspek produk adalah tujuan
dalam pengembangan produk. Hasil evaluasi sensori sering digunakan dalam
menentukan apakah produk yang optimum telah dikembangkan dengan benar.
Mixture experiment (ME) merupakan suatu metode perancangan percobaan
yang merupakan kumpulan dari teknik matematika dan statistika di mana
variabel respon diasumsikan hanya tergantung pada proporsi relatif dari
ingredien penyusunnya, bukan dari jumlah total campuran ingredien tersebut.
Salah satu tujuan penggunaan perancangan percobaan ini adalah untuk
mengoptimalkan respon yang diinginkan. Oleh karena itu, dapat dikatakan
bahwa variabel respon merupakan fungsi dari proporsi relatif setiap
komponen atau bahan penyusun dalam suatu formula (Cornell,1990).
Menurut Cornell (1990), ME terdiri atas enam tahap utama, yaitu
menentukan tujuan percobaan, memilih komponen-komponen penyusun
campuran, mengidentifikasi batasan-batasan pada komponen campuran,
mengidentifikasi variabel respon yang akan dihitung, membuat model yang
sesuai untuk mengolah data dari respon, dan memilih desain percobaan yang
-
sesuai. ME ini sering digunakan untuk menentukan dan menyelesaikan
persamaan polinomial secara simultan. Persamaan tersebut, dapat ditampilkan
dalam suatu contour plot, baik berupa gambar dua dimensi (2-D) maupun
grafik tiga dimensi (3-D) yang dapat menggambarkan bagaimana variabel uji
mempengaruhi respon, menentukan hubungan antar variabel uji, dan
menentukan bagaimana kombinasi seluruh variabel uji mempengaruhi respon.
Persamaan polinomial ME dapat memiliki berbagai macam orde, antara
lain mean, linear, quadratic, cubic, dan special cubic. Namun model
persamaan polinomial yang sering digunakan adalah model polinomial ordo
linear dan quadratic. Model ordo linear dengan dua variabel uji dapat dilihat
pada persamaan (1) sedangkan model ordo quadratic dengan dua variabel uji
dapat dilihat pada persamaan (2).
Y = b0 + b1X1 + b2X2 .................................................... (1)
Y = b0 + b1X1 + b2X2 + b11X12 + b22X22 + b12X1X2 ........(2)
Rancangan mixture experiment ini dalam program komputer Design
Expert version 7 dinamakan dengan mixture design. Rancangan mixture
design ini berfungsi menemukan formula optimum yang diinginkan
formulator. Untuk mencapai kondisi tersebut, harus ditentukan respon atau
parameter produk yang menjadi ciri penting sehingga dapat meningkatkan
mutu produk. Respon yang dipilih ini menjadi input data yang selanjutnya
diproses oleh rancangan mixture design sehingga diperoleh gambaran dan
kondisi proses yang optimal (Anonim, 2007).
-
III. BAHAN DAN METODE
A. BAHAN DAN ALAT 1. Bahan
Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah buah
jeruk Pontianak. Bahan tambahan yang digunakan dalam pembuatan sari
buah jeruk Pontianak terdiri dari sukrosa, asam sitrat, asam malat, CMC,
K-sorbat, dan essence jeruk yang didapat dari Firmenich (Orange
emulsion 590110t.33b029101). Bahan-bahan yang digunakan untuk
analisis adalah aquades, NaOH, asam oksalat, phenolftalein (PP),
Na2S2O3, KIO3, KI, indikator pati, larutan iod, alkohol 70%, HCl, kertas
saring Whatman No.1, asam asetat, CaCl2, AgNO3.
2. Alat Alat-alat yang digunakan dalam pembuatan sari buah adalah
timbangan, baskom, panci stainless steel, sendok pengaduk, gelas ukur,
gelas piala, sudip, kompor, ekstraktor buah, termometer, dan sealer. Alat-
alat yang digunakan untuk analisis adalah pHmeter, refraktometer, buret,
labu takar, erlenmeyer, gelas ukur, gelas piala, sudip, oven, desikator,
timbangan analitik, dan hot plate.
B. TAHAPAN PENELITIAN Secara umum, penelitian ini terdiri dari tiga tahap penelitian. Tahap
pertama, dilakukan penentuan konsentrasi, suhu, dan waktu lye peeling
yang dibutuhkan untuk melepaskan lapisan albedo pada buah jeruk
Pontianak kupas. Tahap kedua, dilakukan formulasi sari buah jeruk
Pontianak dengan menggunakan program Design Expert version 7.
Selanjutnya tahap ketiga dilakukan formulasi sari buah jeruk Pontianak
ready to drink yang dipilih berdasarkan formula paling optimum dari tahap
kedua. Skema tahapan penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 10 dan
Gambar 11.
-
Gambar 10. Skema penelitian tahap 1
Gambar 11. Skema penelitian tahap 2 dan 3*
* Skema dibuat berdasarkan tahapan yang telah dilakukan selama penelitian.
Tahap 1:Penentuan konsentrasi, suhu, & waktu lye peeling pada buah jeruk Pontianak
Variasi konsentrasi, suhu, & waktu lye peeling terpilih
Konsentrasi, suhu, & waktu lye peeling terbaik
Analisis (pH, TPT, TAT, dan kadar pektin) pada buah jeruk after peeling
Penentuan jumlah larutan asam sitrat 2% yang dibutuhkan untuk
menetralkan buah jeruk after peeling
Tahap 2:Formulasi dan optimasi sari buah jeruk
Pontianak dengan Design Expert 7 (mixture design)
Formulasi dengan variabel uji asam sitrat, sukrosa, dan
ekstrak jeruk
Formula sari buah jeruk Pontianak terpilih
Formulasi dengan variabel uji asam malat, sukrosa, dan
ekstrak jeruk
Tahap 3:Formulasi sari buah jeruk Pontianak
ready to drink
Dengan penyaringanTanpa penyaringan
Sari buah jeruk Pontianak terbaik
Pengamatan mutu fisik dan kimia
-
1. Penentuan konsentrasi, suhu, dan waktu peeling buah jeruk Pontianak kupas kulit
Tahap penentuan konsentrasi, suhu, dan lama lye peeling
dilakukan untuk mengetahui konsentrasi dan suhu larutan peeling (lye
peeling), serta waktu perendaman yang efektif untuk mengelupas
jaringan albedo pada buah jeruk kupas kulit. Perlakuan peeling dapat
dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Perlakuan lye peeling pada buah jeruk Pontianak kupas kulit
Konsentrasi larutan NaOH (%)
Suhu larutan NaOH (oC)
Lama perendaman (detik)
1
40 60 90 120
50 60 90 120
60 60 90 120
3
40 60 90 120
50 60 90 120
60 60 90 120
Kombinasi perlakuan terpilih didasarkan pada hasil pengamatan
secara visual pada buah jeruk Pontianak setelah proses peeling. Tahap
selanjutnya yaitu penentuan jumlah larutan asam sitrat 2% yang
dibutuhkan untuk menetralkan buah jeruk setelah proses peeling. Pada
tahap ini, penentuan perlakuan terpilih dilakukan berdasarkan analisis
yang meliputi total padatan terlarut (TPT), pH, total asam tertritasi
(TAT), dan kadar pektin pada buah jeruk setelah penetralan.
-
2. Formulasi sari buah jeruk Pontianak Tahap formulasi pada pembuatan sari buah jeruk Pontianak ini
dilakukan dalam upaya menghasilkan sari buah jeruk Pontianak dengan
cita rasa yang dapat diterima panelis. Komponen-komponen yang
digunakan dalam formulasi terutama seperti sukrosa dan acidulant
diharapkan dapat mengurangi rasa pahit yang masih timbul pada sari
buah selama proses.
Formulasi sari buah jeruk Pontianak dilakukan dengan
menggunakan program Design Expert version 7, Mixture Experiment.
Tahap formulasi ini dilakukan untuk mendapatkan formula optimum
berupa proporsi relatif (%) masing-masing komponen. Setelah tahap
perancangan formula, ditentukan respon yang diukur dan dioptimasi.
Respon yang diukur dan dioptimasi adalah berdasarkan karakteristik
yang berubah-ubah akibat perubahan proporsi relatif komponen variabel
uji. Pada penelitian ini, variabel uji yang ditetapkan adalah sukrosa,
acidulant (asam sitrat atau asam malat), dan ekstrak jeruk. Respon-
respon yang diukur dan dioptimasi yaitu nilai pH, TPT, rasa, dan aroma
sari buah.
Formulasi sari buah jeruk Pontianak ini terdiri atas dua rancangan
formulasi. Rancangan formula pertama yaitu dengan menggunakan
variabel uji asam sitrat, sukrosa, dan ekstrak jeruk. Rancangan formula
kedua yaitu dengan menggunakan variabel uji asam malat, sukrosa, dan
ekstrak jeruk. Sebelum dilakukan rancangan formula, terlebih dahulu
dilakukan penetapan batas minimum dan maksimum dari masing-masing
variabel uji. Batas-batas ini yang akan menjadi input dalam tahap
perancangan formula oleh program Design Expert version 7 dengan D-
optimal untuk mencari formulasi dari komponen-komponen yang
dicampurkan sehingga dihasilkan respon yang optimal.
Tahap penetapan batas minimum dan maksimum penggunaan
acidulant (asam sitrat atau asam malat) dan sukrosa dilakukan untuk
memperoleh nilai kisaran minimum dan maksimum penambahan
acidulant dan sukrosa sehingga menghasilkan kisaran pH sari buah 3.7
4.0 dan rasa yang masih dapat diterima oleh panelis. Kisaran pH sari
-
buah tersebut ditetapkan karena menurut Maier et al. (1977), threshold
maksimum rasa pahit pada produk oalahan jeruk akibat senyawa limonin
dapat dicapai pada pH 3.7 4.0. Variasi persentase asam sitrat dan asam
malat dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5. Formula sari buah jeruk Pontianak dengan variasi penambahan acidulant (asam sitrat atau asam malat)
Ekstrak jeruk (%)
Asam sitrat atau asam malat (%)
Sukrosa (%)
CMC (%)
K-sorbat (%)
Total (%)
89.7 0.1 10 0.1 0.1 100 89.6 0.2 10 0.1 0.1 100 89.5 0.3 10 0.1 0.1 100 89.4 0.4 10 0.1 0.1 100 89.3 0.5 10 0.1 0.1 100 89.2 0.6 10 0.1 0.1 100
Setelah didapat konsentrasi acidulant minimum dan konsentrasi
acidulant maksimum untuk sari buah, selanjutnya dilakukan penetapan
batas minimum dan maksimum penggunaan sukrosa. Penetapan batas
minimum dan maksimum sukrosa ini dilakukan melalui uji hedonik
menggunakan panelis terbatas. Persentase sukrosa yang ditambahkan
dapat dilihat pada Tabel 6.
Batas minimum dan maksimum dari acidulant dan sukrosa yang
diperoleh selanjutnya akan dimasukkan ke dalam program Design Expert
version 7 untuk merancang formula sari buah jeruk Pontianak.
Tabel 6. Formula sari buah jeruk Pontianak dengan variasi penambahan sukrosa
Acidulant (%) Sukrosa (%) CMC (%) K-sorbat (%)
Konsentrasi asam sitrat/ asam malat minimum
10 0.1 0.1 12 0.1 0.1 14 0.1 0.1 16 0.1 0.1 18 0.1 0.1 20 0.1 0.1
Konsentrasi asam sitrat/ asam malat maksimum
10 0.1 0.1 12 0.1 0.1 14 0.1 0.1 16 0.1 0.1 18 0.1 0.1 20 0.1 0.1
-
Selanjutnya dilakukan pembuatan sari buah jeruk Pontianak
berdasarkan rancangan formula dari program Design Expert version 7
untuk mengukur masing-masing respon yang telah ditetapkan. Respon-
respon yang telah diukur tersebut kemudian dimasukkan sebagai input
pada program Design Expert version 7 untuk mendapatkan formula sari
buah Pontianak optimum. Setelah diperoleh formula optimum, dilakukan
verifikasi untuk membuktikan nilai respon dari formula optimum yang
diprediksikan oleh program Design Expert version 7.
Pada rancangan formula dengan variabel uji asam sitrat, sukrosa,
dan ekstrak jeruk, dilakukan perlakuan sari buah tanpa penyaringan dan
dengan penyaringan. Kemudian berdasarkan kedua perlakuan tersebut
nantinya akan dilihat respon-respon formula (seperti rasa dan aroma)
sehingga diharapkan akan mendapat formula terpilih. Gambar 12 adalah
diagram alir pembuatan sari buah jeruk Pontianak menggunakan
rancangan formula dengan variabel uji asam sitrat, sukrosa, dan ekstrak
jeruk, baik dengan proses penyaringan atau tanpa penyaringan.
Gambar 12. Diagram alir pembuatan sari buah jeruk Pontianak
Pencucian dan pengupasan kulit buah
Buah jeruk
Daging buah tanpa albedo
Daging buah jeruk
Penetralan buah dengan larutan asam sitrat 2%
Pembilasan buah
Ekstraksi
Perendaman dalam larutan peeling
SukrosaAsam sitrat
CMCK-sorbat
Ekstrak jeruk
Penyaringan dengan kain saring
Sari buah jeruk Pontianak
Pengisian ke dalam cup
Pemanasan pada suhu 80C, 5 menit
Sealing
Cooling
Pasteurisasi pada suhu 75C, 15 menit
-
3. Formulasi sari buah jeruk Pontianak ready to drink Tahap formulasi sari buah jeruk Pontianak ready to drink ini
dilakukan untuk mendapatkan formula minuman sari buah jeruk
Pontianak yang lebih drinkable. Pada tahap ini akan dilakukan formulasi
dengan perlakuan pengenceran ekstrak jeruk : air (1:1, 1:1.5, dan 1:2)
dan konsentrasi CMC (0.1%, 0.2%, dan 0.3%). Konsentrasi sukrosa dan
acidulant yang ditambahkan berdasarkan pada persentase yang
didapatkan pada tahap formulasi sari buah jeruk Pontianak sebelumnya.
Selain itu, dilakukan juga penambahan essence jeruk sebanyak 0.1%
untuk meningkatkan aroma sari buah jeruk Pontianak. Formula sari buah
jeruk Pontianak ready to drink terpilih akan ditetapkan berdasarkan uji
hedonik terhadap rasa, aroma, dan warna pada 30 orang panelis. Pada
Tabel 7 berikut disajikan formula sari buah jeruk Pontianak ready to
drink dengan perlakuan pengenceran dan CMC.
Tabel 7. Formula sari buah jeruk Pontianak dengan perlakuan pengenceran dan CMC.
Formula Rasio sari buah jeruk dan air Perlakuan CMC F1 1 : 1 0.1% F2 1 : 1 0.2% F3 1 : 1 0.3% F4 1 : 1.5 0.1% F5 1 : 1.5 0.2% F6 1 : 1.5 0.3% F7 1 : 2 0.1% F8 1 : 2 0.2% F9 1 : 2 0.3%
C. PENGAMATAN Tahapan ini bertujuan mengamati parameter mutu sari buah yang
meliputi mutu fisik, mutu kimia dan mutu organoleptik.
1. Mutu Fisik a. Rendemen ekstrak buah jeruk
Rendemen dihitung berdasarkan persentase volume ekstrak
buah jeruk terhadap bobot buah jeruk.
-
volume ekstrak buah jeruk Rendemen = x 100% bobot buah jeruk
Volume ekstrak jeruk diukur berdasarkan banyaknya cairan
yang dihasilkan setelah jeruk diekstraksi melalui alat ekstraktor
buah. Bobot buah jeruk diukur berdasarkan bobot bagian buah yang
dapat dimakan, yaitu bobot jeruk yang telah dikupas kulit luarnya.
b. Kestabilan sari buah selama penyimpanan
Pengamatan kestabilan dilakukan pada formula sari buah
jeruk Pontianak ready to drink. Sari buah akan disimpan pada 2 suhu
berbeda, yaitu suhu ruang (28oC) dan suhu refrigerator (7oC) selama
7 hari. Kemudian setiap hari akan diamati terjadinya pemisahan
endapan sari buah.
2. Mutu Kimia a. Nilai pH (AOAC, 1995)
Sebelum digunakan, pH meter dikalibrasi terlebih dahulu
dengan menggunakan larutan buffer pH 7. Sampel diletakkan dalam
wadah sampel kemudian elektroda ditempatkan dalam sampel
(hingga elektroda cukup tercelup) sehingga dapat terbaca nilai pH
yang diukur. Elektroda diangkat dan dibilas dengan akuades.
b. Total Padatan Terlarut (TPT) (AOAC, 1995)
Total padatan terlarut diukur dengan refraktometer. Setetes
sampel diletakkan pada prisma refraktometer lalu dilakukan
pembacaan. Sebelum dan sesudah digunakan, prisma refraktometer
dibersihkan dengan alkohol. Total padatan terlarut dinyatakan dalam oBrix.
c. Total Asam Tertitrasi (TAT) (AOAC, 1995)
Total asam tertitrasi diukur dengan melarutkan 5 ml sampel
ke dalam labu takar 100 ml dan ditepatkan hingga tanda tera dengan
-
akuades. Kemudian dipipet sebanyak 10 ml sampel dari labu takar
dan ditetesi indikator PP 2-3 tetes dan ditritasi dengan NaOH 0.1 N
hingga terbentuk warna merah muda. TAT produk dihitung
berdasarkan rumus :
TAT = total asam tertritasi (ml NaOH 0.1 N/100 g)
V = volume NaOH (ml)
N = normalitas NaOH
P = tingkat pengenceran, yaitu 100/10 = 10
W = berat sampel (g)
d. Kadar Vitamin C (Jacobs, 1984)
Kandungan vitamin C ditentukan dengan cara titrasi iod.
Sebanyak 10 ml larutan sampel diambil, diteetsi indikator pati
sebanyak 2-3 tetes dan dititrasi menggunakan larutan iod 0.01 N.
Titik akhir titrasi ditandai dengan perubahan warna larutan
menjadi biru. Tiap ml iod ekuivalen dengan 0.88 mg asam askorbat.
Kadar vitamin C dalam produk dihitung dengan rumus :
C = mg asam askorbat / 10 ml contoh
FP = Faktor pengenceran
e. Kadar Pektin (Ranganna, 1978)
Kadar pektin dapat dihitung sebagai jumlah kalsium pektat.
Ekstraksi dengan asam dilakukan dalam 3 tahap. Sebanyak 50 gram
sampel basah yang telah dihancurkan, dididihkan dalam 30 ml
larutan HCl 0.01N selama 30 menit, kemudian disaring vakum dan
residu dicuci dengan air panas. Residu diambil, lalu dididihkan
dengan 30 ml larutan HCl 0.05 selama 20 menit kemudian disaring
C = ml iod 0.01 N x 0.88 x FP x 100 ml sampel
TAT = V x N x P x 100
W
-
vakum dan residu dicuci dengan air panas. Selanjutnya, residu
diambil kembali, kemudian dididihkan dalam 30 ml larutan HCl 0.3
selama 10 menit dan disaring vakum. Filtrat hasil penyaringan lalu
dicampur, didinginkan, dan ditera hingga volume 500 ml. Filtrat
diambil sebanyak 200 ml, lalu ditambah 250 ml aquades.
Selanjutnya, asam dinetralkan dengan 1 N NaOH dengan indikator
PP (warna