F05112039_Sumiyati_jurnal ekowan mamalia.pdf
-
Upload
sophan-hadie -
Category
Documents
-
view
15 -
download
9
Transcript of F05112039_Sumiyati_jurnal ekowan mamalia.pdf
-
1
Keanekaragaman Mamalia Jenis Primata Di Desa Nipah Panjang Kecamatan Batu
Ampar Kalimantan Barat
Sumiyati
Email: [email protected]
Mahasiswa Program Studi Pendidikan Biologi, Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan, Jurusan Matekatika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas
Tanjungpura Pontianak
ABSTRACT
Tujuan praktikum ini adalah untuk mengetahui Keanekaragaman Mamalia Jenis
Primata Di Desa Nipah Panjang Kecamatan Batu Ampar Kalimantan Barat. Alat yang
digunakan dalam penelitian ini adalah teropong binocular, alat tulis, kamera dan jam
tangan. Sementara bahan yang digunakan adalah buku. Pengumpulan data dilakukan dengan
menggunakan metode consentrasi count (berdiam pada satu titik). Untuk pengamatan di
kawasan hutan dilakukan pada titik yang dianggap tempat bermain atau mencari makan.
Waktu pengamatan dimulai pukul 06.0010.00 WIB pada pagi hari dan pukul 15.00 - 17.00 WIB pada sore hari. Dari hasil pengamatan mamalia terdapat 5 spesies dengan 2 jenis famili
yang hidup dikawasan hutan Nipah Panjang, Batu Ampar. Dimana spesies yang ditemukan
merupakan spesies primata yaitu Kera Ekor Panjang (Macaca fascicularis), Kelempiau atau
Owa Kalimantan (Hylobates muelleri), Lutung Abu-Abu (Trachypitecus auratus), Bekantan
Si Hidung Mancung (Nasalis larvatus) dan Kelasi Kera Bulu Merah (Presbytis rubicunda).
Kera Ekor Panjang (Macaca fascicularis) ditemukan sebanyak 30 ekor pada titik yang
berbeda. Spesies ini ditemukan pagi hari antara pukul 09.15 pada saat spesies ini sedang
berada diatas pohon dan melompat dari satu dahan pohon kedahan pohon yang lainnya
untuk mencari makan. Sedangkan Kelempiau atau Owa Kalimantan (Hylobates muelleri)
ditemukan sebanyak 4 ekor pada titik yang berbeda. Lutung Abu-Abu (Trachypitecus
auratus) ditemukan sebanyak 1 ekor. Bekantan Si Hidung Mancung (Nasalis larvatus)
ditemukan sebanyak 1 ekor dan Kelasi Kera Bulu Merah (Presbytis rubicunda) ditemukan
sebanyak 1 ekor. Status perlindungan dari kelima spesies yang ditemukan melalui
pengamatan langsung, Kera Ekor Panjang (Macaca fascicularis) dan Kelasi Kera Bulu
Merah (Presbytis rubicunda) tergolong ke dalam LC (Low Concern) atau beresiko rendah,
yang artinya jumlah spesies tersebut masih cukup banyak dan juga terdaftar pada CITES
sebagai Apendix II. Kelempiau atau Owa Kalimantan (Hylobates muelleri) dan Lutung Abu-
Abu (Trachypitecus auratus) tergolong ke dalam EN (Endangered) terancam punah.
Sedangkan Bekantan Si Hidung Mancung (Nasalis larvatus) tergolong ke dalam EN
(Endangered) terancam punah setelah sebelumnya masuk kategori rentan (Vulnerable; VU). Selain itu Bekantan juga terdaftar pada CITES sebagai Apendix I (tidak boleh
diperdagangkan secara internasional).
Kata kunci : Keanekaragaman, metode consentrasi count, Low Concern, Endangered,
Vulnerable Apendix 1.
-
2
PENDAHULUAN
Pulau Padang Tikar merupakan pulau
yang dikelilingi perairan baik laut maupun
sungai dengan luas wilayah yaitu 189,6
km2. Padang Tikar mempunyai topografi
dataran rendah. Perairan dan hutan
mempunyai potensi yang besar apabila
dimanfaatkan dengan baik. Aktifitas
masyarakat yang beragam untuk
memenuhi kebutuhan ekonomi dengan
memanfaatkan wilayah perikanan laut
maupun pesisir. Selain itu perairan
merupakan transportasi utama masyarakat.
Sebagian besar hutan tropis di dunia
terdapat di Indonesia sehingga menjadikan
Indonesia kaya keanekaragaman fauna.
Salah satu kekayaan fauna Indonesia itu
adalah keanekaragaman jenis primata yang
tinggi (Goodman, 1998) dalam (Rahmi
Fitri, 2013).
Primata merupakan salah satu satwa
liar yang mengalami gangguan akibat
aktivitas manusia seperti perburuan,
perusakan habitat, dan pencemaran
lingkungan (Alikodra, 1990).
Primata dijadikan komoditas ekspor
non migas yang mampu menghasilkan
devisa negara. Indonesia sejak tahun 1978
1989 rata-rata mengekspor 15.000 ekor
primata per tahun. Kondisi semacam ini
apabila dibiarkan secara terus menerus
akan mengakibatkan kelangkaan sumber
daya hayati terutama primata bahkan
mungkin akan menyebabkan kepunahan
(Djuwantoko dan Soewarno, 1993) dalam
(Subagyo, agus, 2008)
Keanekaragaman hayati di
Kalimantan ini merupakan bagian besar
dari keanekaragaman hayati Indonesia
termasuk flora fauna, yang menjadi modal
dasar bagi berkembangnya beragam
budaya dan suku. Berbagai kegiatan
seremonial dan ritual yang biasa
dilaksanakan oleh banyak suku di
Indonesia tidak terlepas dari pemanfaatan
keanekaragaman hayati. Keanekaragaman
hayati (keanekaragaman genetik, spesies,
dan ekosistem).
Ancaman terhadap keanekaragaman
fauna di Kalimantan juga dipicu oleh
adanya El-Nino penyebab kekeringan yang
berdampak pada perubahan musim berbuah
yang tidak sejalan dengan reproduksi fauna
sebagai faktor penentu kelestarian
populasi. Selain itu konsesi hutan yang
berbasis hasil hutan kayu, pembangunan
hutan tanaman, dan lemahnya pengawasan
telah meningkatkan terjadinya fragmentasi
dan deforestasi habitat fauna (Curran et al.,
2004).
Setiap jenis mamalia rnemiliki
daerah penyebaran tertentu berdasarkan
kondisi geografis dan ekologis. Penyebaran
jenis mamalia berdasarkan faktor ekologi
dapat diketahui melalui komposisi vegetasi
suatu tipe habitat. Selain itu, penyebaran
jenis mamalia juga dapat dibedakan
berdasarkan ketinggian tempat. Feldhamer
et al.(1999) menyatakan bahwa mamalia
dapat tinggal pada lingkungan yang
ekstrim berdasarkan ketinggian tempat
serta pada kondisi hujan ataupun bersalju.
Habitat adalah kawasan yang terdiri
dari beberapa kawasan, baik fisik maupun
biotik, yang merupakan satu kesatuan dan
dipergunakan sebagai tempat hidup
berkembangbiaknya satwaliar (Alikodra
2002). Hutan merupakan habitat alami
yang terutama bagi begitu banyak jenis
tumbuhan dan satwa. Perubahan habitat
dapat membawa dampak terhadap
terciptanya suatu masalah. Kartono et al.
(2003) menambahkan bahwa kerusakan
-
3
habitat dapat menyebabkan penurunan
kekayaan jenis dan penurunan tersebut
akan terlihat lebih jelas pada habitat
terisolasi yang berukuran kecil
dibandingkan pada habitat tidak terisolasi
yang besar.
Penelitian ini dilakukan dengan
tujuan untuk mengetahui keanekaragaman
mamalia jenis primata di Desa Nipah
Panjang Kecamatan Batu Ampar
Kalimantan Barat.
METODE
Penelitian ini dilaksanakan di
kawasan hutan kecamatan Batu Ampar
Desa Nipah Panjang Provinsi Kalimantan
Barat. Penelitian ini dilaksanakan pada
tanggal 9 11 Januari 2015. Alat yang
digunakan dalam penelitian ini adalah
teropong binocular, alat tulis, kamera dan
jam tangan. Sementara bahan yang
digunakan adalah buku identifikasi.
Pengumpulan data dilakukan dengan
menggunakan metode consentrasi count
(berdiam pada satu titik) dan metode
transek. Metode pengamatan transek
dilakukan dengan pengamatan berjalan
sepanjang jalur yang telah ditentukan
dengan mencatat semua mamalia yang
termasuk ke dalam jalur pengamatan.
Panjang jalur pengamatan sejauh 1km
dengan 5 titik. Antar titik berjarak 200
meter dengan lebar kiri dan kanan 50
meter pergerakan pada setiap titik. Metode
CC merupakan metode yang dilakukan
dimana pengamat diam pada satu titik atau
juring kemudian menghitung jumlah
mamalia yang dilihat dari titik tersebut.
Pengamatan di kawasan. Untuk
pengamatan di kawasan hutan dilakukan
pada titik yang dianggap tempat bermain
atau mencari makan. Waktu pengamatan
dimulai pukul 06.0010.00 WIB pada pagi
hari dan pukul 15.00 - 17.00 WIB pada
sore hari.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil pengamatan
terhadap spesies mamalia jenis primata
yang berada di kawasan hutan Nipah
Panjang menunjukkan adanya 5 famili
yang hidup di kawasan hutan Nipah
Panjang, Padang Tikar (tabel 1) dimana
spesies yang ditemukan merupakan spesies
primata yaitu Kera Ekor Panjang (Macaca
fascicularis), Kelempiau atau Owa
Kalimantan (Hylobates muelleri), Lutung
Abu-Abu (Trachypitecus auratus),
Bekantan Si Hidung Mancung (Nasalis
larvatus) dan Kelasi Kera Bulu Merah
(Presbytis rubicunda).
Kera Ekor Panjang (Macaca
fascicularis) ditemukan sebanyak 30 ekor
pada titik yang berbeda. Spesies ini
ditemukan pagi hari antara pukul 09.15
pada saat spesies ini sedang berada diatas
pohon dan melompat dari satu dahan
pohon kedahan pohon yang lainnya untuk
mencari makan. Sedangkan Kelempiau
atau Owa Kalimantan (Hylobates muelleri)
ditemukan sebanyak 4 ekor pada titik yang
berbeda. Lutung Abu-Abu (Trachypitecus
auratus) ditemukan sebanyak 1 ekor.
Bekantan Si Hidung Mancung (Nasalis
larvatus) ditemukan sebanyak 1 ekor dan
Kelasi Kera Bulu Merah (Presbytis
rubicunda) ditemukan sebanyak 1 ekor.
Biasanya jenis-jenis primata ini muncul
pada pagi maupun sore hari untuk mencari
makan. Namun penampakan kemunculan
-
4
jenis-jenis primata ini semakin jarang
ditemukan karena sumber makanan yang
berada disekitar kawasan pengamatan yang
semakin rendah.
Tabel 1. Jenis mamalia yang dijumpai di kawasan Hutan Nipah Panjang
No Famili Nama spesies Nama
daerah
Jumlah temuan Status
Perlindungan TL SU Total
1 Cercopithecidae Macaca
fascicularis
Kera Ekor
Panjang
30 - 30 PII/LC
2 Hylobatidae Hylobates
muelleri
Kelempiau
(Owa
Kalimantan)
4 - 4 EN
3 Cercopithecidae Trachypitecus
auratus
Lutung Abu-
Abu
1 - 1 PII/EN
4 Cercopithecidae Nasalis
larvatus
Bekantan (Si
Hidung
Mancung)
1 - 1 PI/EN
5 Cercopithecidae Presbytis
rubicunda
Kelasi (Kera
Bulu Merah)
1 - 1 PII/LC
Keterangan :
TL : Temuan Langsung PII : Apendix II CITES
SU : Suara VU : Rentan
LC : Beresiko rendah EN : Terancam punah
-
5
Gambar 1. Peta lokasi pengamatan di Desa Nipah Panjang Kecamatan Batu
Ampar Kalimantan Barat
Kera Ekor Panjang (Macaca
fascicularis), tergolong ke dalam ordo
Primates dan famili Cercopithecidae.
Primata ini mampu hidup dalam beragam
ekosistem mulai dari hutan bakau di
pantai, dataran rendah hingga pegunungan
dengan ketinggian 2.000 meter dpl. Kera
jenis ini memakan aneka buah-buahan dan
memangsa berbagai jenis hewan kecil
seperti ketam, serangga, telur dan lain-lain.
Kadang-kadang kelompok monyet ini
memakan tanaman di kebun dan
menjadi hama.
Gambar 2. Kera Ekor Panjang
Monyet jenis ini tersebar luas di kawasan
Asia Tenggara dan Selatan mulai dari
Banglades, Brunei, Filipina, India,
-
6
Indonesia, Kamboja, Laos, Malaysia,
Myanmar, Singapura, Thailand, Timor
Leste, dan Vietnam. Di Indonesia Monyet
bernama latin Macaca fascicularis ini
dapat dijumpai di Bali, Bangka, Bawean,
Belitung, Jawa, Kalimantan, Kangean,
Karimunjawa, Karimata, Lombok, Nias,
Nusa Tenggara, Simeulue, Sumatra,
Sumba, Sumbawa, dan Timor.
Populasi Monyet Ekor Panjang secara
umum masih dianggap aman
sehingga IUCN Redlist mengkategorikan
dalam status Least Concern. Dan oleh
CITES didaftar sebagai Apendiks II.
Bahkan di Indonesia, primata ini juga
bukan termasuk salah satu binatang yang
dilindungi.
Kelempiau atau Owa Kalimantan
(Hylobates muelleri), tergolong ke dalam
ordo Primates dan famili Cercopithecidae.
Habitat Owa-owa adalah di hutan hujan di
wilayah Kalimantan bagian Utara dan
Timur. Mereka aktif di siang hari untuk
mencari makanan berupa buah. Mereka
mempunyai lengan yang panjang yang
sangat membantu mereka untuk dapat
berayun dari satu pohon ke pohon yang
lain.
Gambar 3. Kelempiau
Menurut data Red List IUCn,
Gibbon Kalimantan atau Owa-owa ini
berada dalam status "Terancam Punah
(EN)". Oleh karena itu, pemerintah
bertindak dengan memberikan
perlindungan terhadap primata ini.
Diantaranya adalah dengan menjaganya di
beberapa Taman Nasional, seperti di
Taman Nasional Bukit Baka-Bukit Raya,
Taman Nasional Betung Kerihun, Taman
Nasional Kutai, Taman Nasional Kayan
Mentarang, Taman Nasional Tanjung
Puting dan Hutan Lindung Sungai Wain.
Lutung hitam atau abu-abu memiliki
nama latin Trachypithecus auratus
temasuk dalam ordo Primates. Spesies ini
merupakan spesies endemik Indonesia
yang biasa ditemukan di Jawa, pulau-pulau
kecil di Bali, pulau Sempu dan Nusa
Barung. Spesies ini juga ditemukan di
pulau Kalimantan dan Sumatera. Habitat
dari spesies ini antara lain di mangroove,
pantai dan hutan rawa yang berair jernih,
dataran rendah dengan suhu rendah dan
hutan pegunungan. Lutung hitam biasanya
mengkonsumsi daun dan bunga serta buah-
buahan.
Gambar 4. Lutung hitam
Spesies ini terdaftar di CITES
Appendix II dan dilindungi oleh hukum
Indonesia sejak 1999. Tempat
konservasinya antara lain di Cagar Alam
Pangandara, Gunung Halimun dan Taman
Nasional Ujung Kulon.
-
7
Bekantan Si Hidung Mancung
(Nasalis larvatus) tergolong ke dalam ordo
Primates dan famili Cercopithecidae.
Bekantan merupakan satwa endemik
Pulau Kalimantan (Indonesia, Brunei, dan
Malaysia). Bekantan merupakan sejenis
kera yang mempunyai ciri khas hidung
yang panjang dan besar dengan rambut
berwarna coklat kemerahan. Galdikas
(1985) menyatakan bahwa bekantan
merupakan primata arboreal. Spesies ini
tidur di areal tepi sungai di malam hari,
meskipun biasanya makan di permukaan
tanah pada siang hari dan kadang-kadang
berenang menyeberangi sungai untuk
memperoleh akses pada bagian lain dari
wilayah jelajahnya.
Gambar 5. Bekantan Si Hidung Mancung
Habitat Bekantan (Nasalis larvatus) masih
dapat dijumpai di beberapa lokasi antara
lain di Suaka Margasatwa (SM) Pleihari
Tanah Laut, SM Pleihari Martapura, Cagar
Alam (CA) Pulau Kaget, CA Gunung
Kentawan, CA Selat Sebuku dan Teluk
Kelumpang. Juga terdapat di pinggiran
Sungai Barito, Sungai Negara, Sungai
Paminggir, Sungai Tapin, Pulau Bakut dan
Pulau Kembang.
Bekantan Nasalis larvatus oleh IUCN
Redlist sejak tahun 2000 dimasukkan
dalam status konservasi kategori
Endangered (Terancam punah) setelah
sebelumnya masuk kategori Rentan
(Vulnerable; VU). Selain itu Bekantan
juga terdaftar pada CITES sebagai
Apendix I (tidak boleh diperdagangkan
secara internasional).
Kelasi Kera Bulu Merah (Presbytis
rubicunda) tergolong ke dalam ordo
Primates dan famili Cercopithecidae.
Secara umum spesies ini ditemukan di
pulau Kalimantan (Kalimantan dan Pulau
Karimata), Malaysia (Sabah dan Serawak)
dan kemungkinan juga di Brunei. Spesies
ini merupakan spesies asli Kalimantan,
Indonesia. Berdasarkan referensi yang
diperoleh, spesies yang ditemukan yaitu
Presbytis rubicunda rubida, yang secara
spesifik ditemukan di sebelah Barat Daya
Kalimantan termasuk di sungai Kapuas
dan Barito. Spesies ini lebih menyukai
hutan primer. Lutung merah menyukai
daun muda (36%), tanaman muda (30%)
dan kombinasi buah-buahan dan biji buah
(34%) sebagai makanan. Saat ini spesies
ini telah menurun populasinya.
Gambar 6. Kelasi Kera Bulu Merah
Spesies ini dilindungi di Serawak dan
Sabah (Malaysia) dan terdata dalam
CITES Appendix II. Di Indonesia
ditemukan di 10 Kawasan perlindungan
-
8
antara lain: Taman Nasional Betung
Kerihun, Taman Nasional Gunung Palung,
Taman Nassional Bukit Raya, Taman
Nasional Mentarang Kayan, Taman
Nasional Kutai, Cagar Alam Pleihari
Martapuri, Taman Nasional Tanjung
Puting dan Hutan Lindung Sungai Wain
KESIMPULAN
Dari hasil pengamatan mamalia
dapat disimpulkan bahwa terdapat 5
spesies dengan 2 jenis famili yang hidup
dikawasan hutan Nipah Panjang, Batu
Ampar. Dimana spesies yang ditemukan
merupakan spesies primata yaitu Kera
Ekor Panjang (Macaca fascicularis),
Kelempiau atau Owa Kalimantan
(Hylobates muelleri), Lutung Abu-Abu
(Trachypitecus auratus), Bekantan Si
Hidung Mancung (Nasalis larvatus) dan
Kelasi Kera Bulu Merah (Presbytis
rubicunda).
Status perlindungan dari kelima spesies
yang ditemukan melalui pengamatan
langsung, Kera Ekor Panjang (Macaca
fascicularis) dan Kelasi Kera Bulu Merah
(Presbytis rubicunda) tergolong ke dalam
LC (Low Concern) atau beresiko rendah,
yang artinya jumlah spesies tersebut masih
cukup banyak dan juga terdaftar pada
CITES sebagai Apendix II. Kelempiau
atau Owa Kalimantan (Hylobates muelleri)
dan Lutung Abu-Abu (Trachypitecus
auratus) tergolong ke dalam EN
(Endangered) terancam punah. Sedangkan
Bekantan Si Hidung Mancung (Nasalis
larvatus) tergolong ke dalam EN
(Endangered) terancam punah setelah
sebelumnya masuk kategori rentan
(Vulnerable; VU). Selain itu Bekantan
juga terdaftar pada CITES sebagai
Apendix I (tidak boleh diperdagangkan
secara internasional).
DAFTAR PUSTAKA
Alikodra, H. S., A. H. Mustari, N. Santoso,
dan Yasuma. 1995. Social
interaction of proboscis monkeys
(Nasalis larvatus Wurmb) group at
Samboja Koala, East Kalimantan.
Pusrehut, Anual Report, 10 pp.
Alikodra HS. 2002. Pengelolaan
Satwaliar, Jilid 1. Bogor: Yayasan
Penerbit Fakultas Kehutanan IPB.
366 hal.
Feldhamer, GA., LC. Drickamer, SR.
Vessey & JF. Merritt. 1999.
Mammalogy Adaptation. Diversity
and Ecology. Boston : McGraw-
Hill.
Galdikas BMF. 1985. Crocodile predation
on a proboscis monkey in Borneo.
Primates 26:495496.
Kartono, AP., I. Maryanto & MH. Sinaga.
2000. Keragaman Mamalia Pada
Berbagai Tipe Habitat di Muara
Bungo, Jambi. Media Konservasi
7(1) : 21-28
Storer,TI & RL. Usinger 1957. General
Zoology. 3rd Edition.McGraw-Hill
Book Company,Inc. New York.
Subagyo, A., T. Sukmono dan J. Siburian.
2002. Inventarisasi Jenis-jenis
Burung dan Mamalia di Sekitar
Kampus Pinang Masak, Mendalo
Darat, Universitas Jambi. Laporan
Penelitian. Universitas Jambi.
-
9