Exsum Pinang Obat Diare

26
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Masalah Indonesia adalah salah satu negara yang kaya akan tumbuh-tumbuhan dan merupakan sumber bahan obat yang banyak digunakan secara tradisional dan turun temurun. Berdasarkan data Badan Kesehatan Dunia (WHO) dalam bidang pengobatan menyebutkan bahwa banyak terjadi resistensi bakteri karena penggunaan obat-obat antibiotik, sehingga merupakan problem bagi kesehatan penduduk dunia (Woods, et al., 2009; Chehregani, et al., 2007). Salah satu langkah pengatasan masalah resistensi ini dengan melakukan penelitian terus menerus untuk mencari antimikroba baru yang aman dan efektif. Selama 20 tahun terakhir telah dilakukan berbagai penelitian untuk menyelidiki bahan alam sebagai sumber antibakteri baru (Chehregani, et al., 2007). Ekstrak ataupun simplisia yang berasal dari tumbuhan mempunyai potensi terapi yang besar untuk menyembuhkan penyakit (Kumaraswamy, et al., 2008). Namun penelitian yang dilakukan masih relatif sedikit tentang aktivitas antimikroba terhadap bakteri patogen (Woods, et al., 2009). Agenda Riset Nasional (ARN) mencantumkan bahwa penelitian dalam bidang kesehatan dan obat termasuk produk target pada 2010-2014, dimana salah satu isu pokok tentang pola penyakit yang diderita oleh masyarakat sebagian besar adalah penyakit infeksi, antara lain penyakit diare (Anonim, 2011). Biji pinang (Areca catechu L.) secara tradisional dapat digunakan sebagai obat menceret atau diare. Pohon pinang banyak ditanam diseluruh Nusantara, dan telah dimanfaatkan oleh masyarakat khususnya untuk mendapatkan buah, yang digunakan untuk campuran makan sirih. Orang yang makan buah pinang diyakini memiliki gigi yang kuat meski usia telah lanjut (Heyne, 1987). Permasalahan dalam penelitian ini, walaupun secara mikrobiologi telah banyak dilakukan dan efektif untuk antibakteri, namun kandungan kimia alkaloid arekolin dari biji pinang dapat mengakibatkan mabuk bila dosis terlalu tinggi dan bila dikunyah terus akan diubah menjadi arekaidin yang dapat menyebabkan kanker mulut (Bruneton, 1995; Fleming, 2000). Sehingga perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk memisahkan senyawa alkaloid yang terdapat pada ekstrak etanol biji

description

Penelitian eksperimen obat anti diare

Transcript of Exsum Pinang Obat Diare

Page 1: Exsum Pinang Obat Diare

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Masalah

Indonesia adalah salah satu negara yang kaya akan tumbuh-tumbuhan dan

merupakan sumber bahan obat yang banyak digunakan secara tradisional dan turun

temurun. Berdasarkan data Badan Kesehatan Dunia (WHO) dalam bidang pengobatan

menyebutkan bahwa banyak terjadi resistensi bakteri karena penggunaan obat-obat

antibiotik, sehingga merupakan problem bagi kesehatan penduduk dunia (Woods, et al.,

2009; Chehregani, et al., 2007). Salah satu langkah pengatasan masalah resistensi ini

dengan melakukan penelitian terus menerus untuk mencari antimikroba baru yang aman

dan efektif. Selama 20 tahun terakhir telah dilakukan berbagai penelitian untuk

menyelidiki bahan alam sebagai sumber antibakteri baru (Chehregani, et al., 2007).

Ekstrak ataupun simplisia yang berasal dari tumbuhan mempunyai potensi terapi yang

besar untuk menyembuhkan penyakit (Kumaraswamy, et al., 2008). Namun penelitian

yang dilakukan masih relatif sedikit tentang aktivitas antimikroba terhadap bakteri

patogen (Woods, et al., 2009).

Agenda Riset Nasional (ARN) mencantumkan bahwa penelitian dalam bidang

kesehatan dan obat termasuk produk target pada 2010-2014, dimana salah satu isu pokok tentang

pola penyakit yang diderita oleh masyarakat sebagian besar adalah penyakit infeksi, antara lain

penyakit diare (Anonim, 2011). Biji pinang (Areca catechu L.) secara tradisional dapat

digunakan sebagai obat menceret atau diare.

Pohon pinang banyak ditanam diseluruh Nusantara, dan telah dimanfaatkan oleh

masyarakat khususnya untuk mendapatkan buah, yang digunakan untuk campuran

makan sirih. Orang yang makan buah pinang diyakini memiliki gigi yang kuat meski

usia telah lanjut (Heyne, 1987). Permasalahan dalam penelitian ini, walaupun secara

mikrobiologi telah banyak dilakukan dan efektif untuk antibakteri, namun kandungan

kimia alkaloid arekolin dari biji pinang dapat mengakibatkan mabuk bila dosis terlalu

tinggi dan bila dikunyah terus akan diubah menjadi arekaidin yang dapat menyebabkan

kanker mulut (Bruneton, 1995; Fleming, 2000). Sehingga perlu dilakukan penelitian

lebih lanjut untuk memisahkan senyawa alkaloid yang terdapat pada ekstrak etanol biji

Page 2: Exsum Pinang Obat Diare

2

pinang dan terhadap fraksi sisa dilakukan pengujian aktivitas antimikroba , selanjutnya

dibuat sediaan kapsul.

B. Urgensi dan Signifikansi

Berdasarkan kenyataan bahwa pemakaian antibiotika yang tidak tepat dalam mengatasi

diare dapat menyebabkan peningkatan resistensi dan dalam rangka pengembangan bahan alam

yang mempunyai potensi cukup besar untuk diandalkan, maka perlu dilakukan pengujian dan

penelitian terhadap khasiat antibakteri biji pinang, agar dapat digunakan menjadi obat herbal

maupun fitofarmaka. Pembuatan sediaan ektrak biji pinang dalam bentuk kapsul dilakukan untuk

memperoleh dosis yang tepat, mudah dalam pemakaian, pengemasan, stabil dalam

pendistribusian serta aktivitas fisiologik bahan obat cukup baik, akan dapat memenuhi kebutuhan

pengobatan di dalam pelayanan kesehatan.

Sumatera utara merupakan sumber daya alam hayati dan sumber tanaman obat

yang sangat potensial, sehingga sangat kaya akan bahan baku obat yang dapat dijadikan

sediaan herbal dan fitofarmaka yang terstandar.Tentunya ini merupakan potensi yang

amat besar untuk memajukan industri farmasi dalam meningkatkan kesehatan dan

kesejahteraan masyarakat, sehingga mampu bersaing di kawasan pasar regional maupun

pasar internasional. Selain itu juga menunjang program pemerintah daerah untuk

melakukan penelitian dan pengembangan obat tradisional menjadi bentuk obat herbal dan

obat fitofarmaka dalam menanggulangi diare.

C. Perumusan Masalah.

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1) Apakah senyawa alkaloid pada

ekstrak biji pinang (Areca catechu L.) dapat dipisahkan menggunakan pelarut kloroform?

2) Apakah ekstrak etanol biji pinang yang telah bebas alkaloid dapat dibuktikan

khasiatnya menggunakan bakteri penyebab diare? 3) Berapa dosis ekstrak biji pinang

yang digunakan untuk membuat sediaan kapsul dan apakah memenuhi persyaratan kapsul

setelah dikonversikan pada dosis manusia?.

D. Maksud dan Tujuan Penelitian.

Maksud dilakukan penelitian ini adalah sebagai bahan masukan pada pemerintah

daerah agar dapat meningkatkan penggunaan obat-obat tradisional dalam pengatasan

penyakit, dalam hal ini obat antidiare, baik obat herbal maupun obat fitofarmaka untuk

pengobatan masyarakat. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendapatkan gambaran

bagaimana cara memisahkan alkaloid dari ekstrak etanol biji pinang (Areca catechu L.),

Page 3: Exsum Pinang Obat Diare

3

berapa dosis ekstrak biji pinang bebas alkaloid yang menghambat pertumbuhan bakteri

penyebab diare. Dengan demikian ekstrak biji pinang tersebut dapat dibuat menjadi

sediaan kapsul setelah dikonversikan pada dosis manusia dan dapat dimanfaatkan untuk

obat antidiare apabila memenuhi syarat uji kapsul.

E. Ruang Lingkup.

Ruang lingkup penelitian yang dilakukan meliputi pengambilan dan pengolahan

bahan tumbuhan, karakterisasi simplisia, pembuatan ekstrak, pemisahan senyawa

alkaloid, analisis kromatografi lapis tipis (KLT) dan uji antibakteri terhadap bakteri

patogen biakan murni dari Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Farmasi USU Medan

dengan metode difusi agar menggunakan pencadang logam, bakteri yang digunakan

adalah bakteri gram positif Staphylococcus aureus ATCC 29737, Bacillus cereus ATCC

6633, bakteri gram negatif Escherichia coli ATCC 10536,Salmonella thypi ATCC 29213.

Penelitian dilakukan di Laboratorium Fitokimia dan Laboratorium Mikrobiologi Fakultas

Farmasi Universitas Sumatera Utara. Waktu penelitian dilakukan selama lebih kurang 6

(enam) bulan terhitung dari bulan Februari 2011 sampai Juli 2011.

Page 4: Exsum Pinang Obat Diare

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Uraian Tumbuhan Pinang (Areca catechu L.)

Tanaman pinang (Areca catechu L.) di Indonesia sejak dulu telah banyak

dimanfaatkan oleh masyarakat khususnya buah, yang digunakan untuk campuran makan

sirih. Tanaman pinang mudah tumbuh di Indonesia, biasanya ditanam di pekarangan

rumah, taman, atau tumbuh di pinggir sungai dengan bentuknya yang indah. Biji pinang

disebut dengan betel nut dan ditanam secara luas di India, Sri Langka sampai ke Cina

dan Philipina, di Malaysia dan Indonesia, juga diperoleh di Afrika sebelah Timur

(Tanzania) (Bruneton, 1995). Bijinya dapat dikomsumsi dalam keadaan segar atau telah

dididihkan dengan air atau setelah dikeringkan (Heyne, 1987). Batang langsing tingginya

sampai 25 meter dan besarnya lebih kurang 15 cm, Pelepah daun.berbentuk tabung,

panjang 80 cm dengan tangkai daun pendek. Helaian daun panjang sampai 80 cm, anak

daun 85 kali 5 cm, dengan ujung sobek dan bergigi. Buah buni bulat telur terbalik

memanjang, merah oranye, panjang 3,5-7 cm dengan dinding buah yang berserabut, biji

1, berbentuk telur (Steenis, 1987).

Pinang memiliki nama yang berbeda di sejumlah daerah, di Jawa Barat disebut

jambe, penang atau wohan, di Sumatera memiliki banyak nama yaitu pineng, pineung,

batang mayang dan batang bongkah (Heyne, 1987).

Kandungan kimia dari biji pinang adalah gula 50-60%, lipid 15%, tanin 15% dan

0,2-0,5 % alkaloid (arekolin, arekaidin, guvasin (tetrahidronicotinic acid) dan guvakolin

(Bruneton, 1995; Eisenbrand dan Tang (1992), juga golongan tanin, sitosterol,

karbohidrat, saponon dan karotenoid (Eisenbrand dan Tang 1992). Oleh Wang dan Lee

(1996), disebutkan ekstrak buah pinang selain mengandung tanin, juga senyawa flavan,

fenolik, asam galat, getah, lignin minyak menguap dan tidak menguap dan garam.

Kandungan tanin biji pinang sebesar 15% (Masduki, 1996).

Secara tradisional biasanya dikunyah sebagai campuran sirih yang banyak

digunakan di Asia sebelah Timur. Biji pinang dicurigai bersifat sitotoksik dan teratogenik

yang berasal dari alkaloid (Bruneton, 1995). Menurut Eisenbrand dan Tang, 1992 dan

Fleming, 2000), disebutkan bahwa arekolin pada biji pinang karena dikunyah terus akan

Page 5: Exsum Pinang Obat Diare

5

diubah menjadi arekaidin yang dapat menyebabkan kanker mulut. Pemberian arekolin

dosis 10 mg/kg bb 1.p, pada tikus selama 10-30 hari atau lebih 300 hari dapat

menyebabkan tremor dan peningkatan serebral asetilkolin (Eisenbrand dan Tang, 1992).

Biji pinang bisa untuk mengobati cacingan, beri-beri, perut kembung, luka, serta batuk

berdahak, obat kudis, difteri, haid terlalu banyak, hidung berdarah, borok, bisul, eksim,

mencret dan gigi goyah (Mardisiswojo dan Rajakmangunsudarso, 1985; Perry, 1980).

Sebagai tonik, astringent, antiperiodik, miotik dan dapat sebagai deterjen (Perry, 1980).

B. Ekstraksi

Ekstraksi atau penyarian merupakan kegiatan penarikan zat yang dapat larut dari

bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut yang sesuai (Ditjen POM, 1986) atau

merupakan proses penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari

bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut yang sesuai (Ditjen POM, 2000). Menurut

Ansel (2005), ekstraksi adalah penarikan zat pokok yang diinginkan dari bahan mentah

obat dengan menggunakan pelarut yang dipilih dimana zat yang diinginkan larut. Bahan

mentah obat yang berasal dari tumbuh-tumbuhan atau hewan tidak perlu diproses lebih

lanjut, kecuali dikumpulkan atau dikeringkan.

Ekstraksi perlu menggunakan pelarut dan teknologi yang sesuai karena

merupakan tahap awal pada jalur isolasi metabolit sekunder dari tanaman obat. Secara

umum proses ekstraksi ada beberapa macam, yaitu ekstraksi dengan menggunakan

pelarut, destilasi uap, dan cara ekstraksi lainnya. Ekstraksi dengan menggunakan pelarut

terdiri dari cara dingin (maserasi dan perkolasi) dan cara panas (refluks, sokletasi, digesti,

infus, dan dekok). Destilasi uap digunakan untuk mengekstraksi senyawa kandungan

menguap (minyak atsiri) dari bahan (segar atau simplisia). Adapun cara ekstraksi lainnya,

yaitu ekstraksi berkesinambungan, superkritikal karbondioksida, ekstraksi ultrasonik, dan

ekstraksi energi listrik (Depkes, 2000).

Struktur kimia zat aktif yang terdapat dalam berbagai simplisia akan

mempengaruhi kelarutan serta stabilitas senyawa-senyawa tersebut terhadap pemanasan,

logam berat, udara, cahaya dan derajat keasaman. Dengan diketahuinya zat aktif yang

dikandung simplisia akan mempermudah pemilihan cairan penyari dan cara penyarian

yang tepat (Ditjen POM, 1986). Pemilihan cairan penyari harus mempertimbangkan

banyak faktor, yaitu murah dan mudah diperoleh, stabil secara fisika dan kimia, bereaksi

Page 6: Exsum Pinang Obat Diare

6

netral, tidak mudah menguap dan tidak mudah terbakar, tidak mempengaruhi zat

berkhasiat dan diperbolehkan oleh peraturan. Untuk proses penyarian Farmakope

Indonesia menetapkan bahwa sebagai cairan penyari adalah air, etanol, etanol-air. Etanol

dipertimbangkan sebagai penyari karena kapang dan kuman sulit tumbuh dalam etanol

20% ke atas, tidak beracun, netral, absorbsinya baik, etanol dapat bercampur dengan air

pada skala perbandingan, panas yang diperlukan untuk pemekatan lebih sedikit. Untuk

meningkatkan penyarian biasanya digunakan campuran antara etanol dan air (Ditjen

POM, 1986).

Maserasi merupakan proses paling tepat dimana obat yang sudah halus

memungkinkan untuk direndam dalam menstrum/pelarut sampai meresap dan

melunakkan susunan sel sehingga zat-zat yang mudah larut akan melarut (Ansel, 2005).

Maserasi adalah proses pengekstrakkan simplisia menggunakan pelarut dengan beberapa

kali pengocokkan/pengadukkan pada temperatur ruangan selama tiga hari, yang

dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari. Cairan penyari

akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif,

yang akan larut dan karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam

sel dengan yang ada di luar sel, maka larutan yang terpekat akan didesak keluar.

Peristiwa tersebut berulang sehingga terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di

luar dan di dalam sel. Keuntungan cara penyarian dengan maserasi adalah cara

pengerjaan dan peralatan yang digunakan sederhana dan mudah diusahakan (Ditjen

POM, 1986).

C. Kromatografi

Kromatografi merupakan suatu teknik pemisahan yang menggunakan fase diam

(stationary phase) dan fase gerak (mobile phase). Saat ini, kromatografi merupakan

teknik pemisahan yang paling umum dimanfaatkan untuk melakukan analisis, baik

analisis kualitatif maupun kuantitatif, atau preparatif dalam bidang farmasi (Rohman,

2007).

Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Penggunaan umum KLT adalah sebag)ai metode untuk mencapai hasil kualitatif,

kuantitatif atau preparatif, selain itu dipakai untuk menjajaki sistem pelarut dan sistem

penyangga yang akan dipakai dalam kromatografi kolom atau kromatografi cair kinerja

Page 7: Exsum Pinang Obat Diare

7

tinggi (Gritter, et al., 1991). Kromatografi lapis tipis banyak digunakan untuk tujuan

analisis yang dalam pelaksanaannya lebih mudah dan murah dibandingkan dengan

kromatografi kolom, peralatan yang digunakan juga lebih sederhana dan hampir semua

laboratorium dapat melaksanakan setiap saat secara cepat, selain itu identifikasi

pemisahan komponen dapat dilakukan dengan pereaksi warna, fluorosensi atau dengan

radiasi menggunakan sinar ultraviolet (Rohman, 2007).

Fase diam pada KLT sering disebut penjerap, walaupun berfungsi sebagai

penyangga untuk zat cair di dalam sistem kromatografi cair-cair (Gritter, et al., 1991).

Ukuran diameter partikel penjerap KLT antara 10-30 µm. Banyak penyerap yang telah

digunakan, termasuk silika gel, silika yang dimodifikasi dengan hidrokarbon, selulosa,

alumina, kieselguhr, gel sephadex dan β-siklodekstrin. Ketebalan sekitar 250 mm dengan

melapiskan penjerap ke permukaan lapisan kaca, gelas, aluminium atau plastik (Rohman,

2007). Fase gerak adalah medium angkut, terdiri dari satu atau beberapa pelarut, yang

bergerak di dalam fase diam, yaitu suatu lapisan berpori karena adanya gaya kapiler

(Stahl, 1985). Pemilihan sistem pelarut yang dipakai didasarkan atas prinsip like dissolves

like, artinya untuk memisahkan sampel yang bersifat nonpolar digunakan sistem pelarut

yang bersifat nonpolar juga. Proses pengembangan akan lebih baik bila ruangan

pengembangan tersebut telah jenuh dengan uap sistem pelarut (Adnan, 1997).

Nilai Rf dihitung dengan menggunakan perbandingan sebagaimana persamaan

sebagai berikut:

Nilai maksimum adalah 1, artinya solut bermigrasi dengan kecepatan sama

dengan fase gerak. Nilai minimum adalah 0, ini teramati jika solut tertahan pada posisi

titik awal di permukaan fase diam (Rohman, 2007). Faktor-faktor yang mempengaruhi

harga Rf pada KLT, adalah struktur kimia dari senyawa yang dipisahkan, sifat dari

penyerap dan derajat aktivitasnya, tebal dan kerataan lapisan penyerap, derajat kemurnian

fase gerak, derajat kejenuhan uap pengembang pada bejana, jumlah cuplikan dan suhu

(Sastrohamidjojo, 1991).

Page 8: Exsum Pinang Obat Diare

8

D. Diare

Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau setengah

cair (setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya lebih dari 200 g atau

200 ml/24 jam. Definisi lain memakai kriteria frekuensi, yaitu buang air besar encer lebih

dari 3 kali per hari. Buang air besar encer tersebut dapat/tanpa disertai lendir dan darah

(Ciesla and Guerrant, 2003).

Menurut lama waktu terjadinya, diare dibagi menjadi dua, yaitu diare akut dan

diare kronis. Diare akut timbul dengan tiba-tiba dan berlangsung beberapa hari,

sedangkan diare kronis berlangsung lebih dari tiga minggu. Diare akut ditandai dengan

adanya infeksi yang disebabkan oleh bakteri Escherichia coli, Shigella sp., Salmonella

sp., virus, amuba serta dapat juga oleh toksin bakteri, seperti Staphylococcus aureus,

Clostridium welchii yang mencemari makanan, sedangkan diare kronis terkait dengan

gangguan gastrointestinal (Zein et al., 2004).

Diare sebenarnya hanya proses fisiologi tubuh untuk mempertahankan diri dari

serangan mikroorganisme (virus, bakteri, parasit, dan sebagainya) atau bahan-bahan

makanan yang dapat merusak usus agar tidak menyebabkan kerusakan mukosa saluran

cerna. Diare terjadi akibat pergerakan yang cepat dari materi tinja sepanjang usus besar

(Zein et al., 2004). Diare dapat disebabkan karena infeksi, alergi makanan/minuman dan

intoleransi, gangguan gizi, kekurangan enzim tertentu, dan pengaruh psikis (keadaan

terkejut dan ketakutan). Diare karena infeksi dapat disebabkan akibat virus, bakteri

(invasif), enterotoksin, dan parasit (Tjay dan Rahardja, 2002).

Bakteri-bakteri yang dapat menyebabkan diare, antara lain Aeromonas

hydrophilia, Bacillus cereus, Campylobacter jejuni, Clostridium defficile, Clostridium

perfringens, Escherichia coli, Pleisiomonas, Shigelloides, Salmonella spp, Staphylococus

aureus, Vibrio cholerae dan Yersinia enterocolitica (BPOM, , 2002).

E. Pengobatan Diare

Pengobatan dapat dilakukan dengan obat-obat antibiotik dan antimikroba.

1. Antibiotik

Salah satu cara pengobatan penyakit diare terutama yang disebabkan infeksi

bakteri adalah menggunakan antibiotik. Pemberian antibotik secara empiris jarang

diindikasikan pada diare akut infeksi karena 40% kasus diare infeksi sembuh kurang dari

Page 9: Exsum Pinang Obat Diare

9

tiga hari tanpa pemberian antibiotik. Pemberian antibiotik diindikasikan pada pasien

dengan gejala dan tanda diare infeksi (demam, feses berdarah, leukosit pada feses), untuk

mengurangi ekskresi dan kontaminasi lingkungan, persisten atau penyelamatan jiwa pada

diare infeksi, diare pada pelancong, dan pasien immunocompromised. Pemberian

antibiotik secara empiris dapat dilakukan, tetapi terapi antibiotik spesifik diberikan

berdasarkan kultur dan resistensi kuman (Zein et al., 2004).

2. Antimikroba.

Antimikroba adalah senyawa yang mengganggu pertumbuhan dan metabolisme

mikroba (Pelczar dan Chan, 2006). Senyawa yang digunakan untuk membasmi mikroba

penyebab infeksi pada manusia harus memiliki toksisitas selektif. Toksisitas selektif

artinya senyawa tersebut harus bersifat toksik untuk mikroba tetapi relatif tidak toksik

untuk sel hospes (Syarif, et al., 1995). Antimikroba dibedakan menjadi dua tipe yaitu,

antimikroba bakteriostatik dan bakterisid. Senyawa yang bekerja bakteriostatik

menghambat pembiakan mikroorganisme akan tetapi tidak membunuhnya. Senyawa yang

bekerja bakterisid akan merusak mikroorganisme secara irreversibel (Mutschler, 1999;

Syarif, et al., 1995).

F. Kapsul.

Kapsul adalah sediaan padat, terdiri dari obat dalam cangkang keras atau lunak

yang dapat larut. Cangkang umumnya terbuat dari gelatin, dapat juga dari pati atau bahan

yang sesuai (Ditjen POM, 1995). Pembuatan cangkng kapsul juga tergantung pada

formulasi kapsul dari gelatin, bisa lunak dan keras. Cangkang kapsul kosong dibuat dari

campuran gelatin, gula dan air, jernih tidak berwarna dan pada dasarnya tidak

mempunyai rasa. Gelatin bersifat stabil di udara bila dalam keadaan kering, tetapi mudah

mengalami peruraian oleh mikroba bila lembab atau disimpan dalam larutan berair. Oleh

karena itu kapsul gelatin lunak mengandung lebih banyak uap air daripada kapsul keras,

pada pembuatannya ditambahkan bahan pengawet untuk mencegah timbulnya jamur

dalam cangkang (Ansel, 1989).

Keuntungan pemberian bentuk kapsul (Syamsuni, 2006) yaitu: a) bentuknya

menarik. b) cangkang kapsul tidak berasa sehingga dapat menutupi obat yang memiliki

rasa dan bau tidak enak. c) mudah ditelan dan cepat hancur/larut dalam perut sehingga

obat cepat diabsorpsi. d) dokter dapat mengkombinasi beberapa macam obat dan dosis

Page 10: Exsum Pinang Obat Diare

10

yang berbera-beda sesuai kebutuhan pasien. e) kapsul dapat diisi dengan cepat karena

tidak memerlukan bahan tambahan /pembantu seperti pada pembuatan pil dan tablet.

Kerugian pemberian bentuk sediaan kapsul (Syamsuni, 2006) yaitu: a)tidak dapat

digunakan untuk zat-zat yang mudah menguap karena pori-pori kapsul tidak dapat

menahan penguapan.b) tidak dapat digunakan untuk zat-zat yang higroskopis. c) tidak

dapat digunakan untuk zat-zat yang dapat bereaksi dengan cangkang kapsul.

Page 11: Exsum Pinang Obat Diare

11

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Laboratorium Fitokimia dan Laboratorium Mikrobiologi

Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara. Waktu penelitian dilakukan selama lebih

kurang 6 (enam) bulan terhitung dari bulan Februari 2011 sampai Juli 2011.

B. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian eksperimental (experimental

research) dan penelitian deskriptif (descriptive research). Penelitian eksperimental untuk

mengetahui pengaruh atau hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat.

Dalam penelitian ini yang termasuk variabel bebas adalah konsentrasi ekstrak etanol,

fraksi kloroform dan fraksi etanol sisa dari simplisia biji pinang (Areca catechu L.)

dengan konsentrasi 300, 200, 100, 50, 25, 12,5, 6,25, dan 3,125 mg/ml, sedang variabel

terikat adalah diameter daerah hambat yang diukur dalam satuan milimeter (mm).

C. Teknik Pengumpulan Data

Penelitian yang dilakukan meliputi pengambilan dan pengolahan bahan tumbuhan

(secara purposif, yakni tanpa membandingkan dengan tumbuhan serupa dari daerah lain),

karakterisasi simplisia, pembuatan ekstrak, pemisahan senyawa alkaloid, analisis

kromatografi lapis tipis (KLT) dan uji antibakteri terhadap bakteri patogen biakan murni

dari Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Farmasi USU Medan dengan metode difusi

agar menggunakan pencadang logam, bakteri yang digunakan adalah bakteri gram positif

Staphylococcus aureus ATCC 29737, Bacillus cereus ATCC 6633, bakteri gram negatif

( Escherichia coli ATCC 10536, Salmonella thypi ATCC 29213).

D. Teknik Analisa Data

Data yang dikumpulkan sebagaimana yang diuraikan dalam teknik pengumpulan

data, dianalisis dengan analisis deskriptif, dimana analisis tersebut dilaksanakan secara

simultan dan berkesinambungan sejalan dengan pengumpulan data. Hasil yang diperoleh

selanjutnya dibandingkan dengan standar literatur (jika ada), jika belum ada standar hasil

yang diperoleh dapat dibuat sebagai acuan untuk penelitian berikutnya .

Page 12: Exsum Pinang Obat Diare

12

E. Pemberkasan dan Pelaporan

Hasil kegiatan disajikan dalam bentuk dokumen penelitian atau laporan penelitian

dalam bentuk laporan akhir yang disertai dengan ringkasan eksekutif (executive

summary). Laporan tersebut berisi uraian pemisahan alkaloid dari ekstrak etanol biji

pinang (Areca catechu L.), pencarian dosis ekstrak biji pinang bebas alkaloid yang

menghambat pertumbuhan bakteri penyebab diare dan konversinya pada manusia serta

pembuatan sediaan kapsul antidiare yang memenuhi standar mutu.

F. Hasil Penelitian

Adapun hasil (output) yang diperoleh dari kegiatan ini adalah sebagai berikut:

1) Pelaksanaan kegiatan penelitian ini akan menghasilkan dokumen dan laporan

penelitian yang berisikan pengembangan biji pinang sebagai obat tradisional yang belum

tentu keamanannya menjadi obat herbal yang terstandar dan aman. 2) Kapsul antidiare

yang dihasilkan dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan kesejahteraan dan kesehatan

masyarakat.

G. Organisasi Pelaksana Kegiatan Penelitian

Organisasi pelaksana dipimpin oleh seorang pemimpin (Team Leader) dengan

pengalaman minimal 5 (lima) tahun dalam pekerjaan sejenis. Tenaga ahli (inti) yang

disediakan oleh penyedia jasa konsultasi minimal sebagai berikut: Kepala Proyek,

Analisis Fitokimia, Ahli Mikrobiologi dan Teknologi Formulasi Farmasi.

Page 13: Exsum Pinang Obat Diare

13

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Ekstraksi

Penyarian terhadap serbuk simplisia biji pinang (Areca catechu L.) dilakukan

secara maserasi dengan pelarut etanol 80%, dimana diharapkan senyawa metabolit

sekunder yang terkandung dalam simplisia dapat tersari sempurna. Selanjutnya ekstrak

etanol difraksinasi dengan pelarut kloroform yang bertujuan untuk menarik senyawa-

senyawa yang bersifat semipolar termasuk senyawa alkaloid yang terdapat pada ekstrak

etanol sehingga ekstrak yang tinggal bebas dari senyawa alkaloid yang dapat

menyebabkan mabuk dan kanker pada mulut. (Bruneton, 1995; Fleming, 2000,

Eisenbrand dan Tang,1992). Fraksi etanol sisa digunakan untuk pengujian analisis

antimikroba.

B. Hasil Pemeriksaan Karakterisasi Simplisia dan Fraksi Etanol.

Pengujian standard mutu dari simplisia dan ekstrak biji pinang adalah untuk

mengetahui apakah simplisia atau ekstrak yang dipakai memenuhi syarat yang tercantum

dalam monografi resmi terbitan Departemen Kesehatan (Materia Medika Indonesia),

sehingga dapat dipakai sebagai bahan obat dan bahan baku dalam pembuatan ekstrak.

Hasil pemeriksaan karakterisasi simplisia dan ekstrak etanol dari biji pinang dapat dilihat

pada Tabel berikut:

Tabel 4.1 Hasil karakterisasi simplisia dan ekstrak biji pinang (Areca catechu L.)

Hasil (%) No

Parameter Persyaratan

simplisia % Simplisia Ekstrak

1 Kadar air

≤ 10

6,80 8,78

2 Kadar sari larut air

≥ 30 34,70 36,68

3 Kadar sari larut etanol

≥ 40 48,25 52,54

4 Kadar abu total

≤ 2

0,90 0,68

5 Kadar abu tidak larut asam

≤ 1 0,65 0,45

Page 14: Exsum Pinang Obat Diare

14

Menurut Ditjen POM (2000), standarisasi suatu simplisia merupakan pemenuhan

terhadap persyaratan sebagai bahan dan menjadi penetapan nilai untuk berbagai

parameter produk. Pengujian terhadap karakterisasi simplisia (standarisasi) yang

dilakukan ternyata memenuhi persyaratan yang ditetapkan MMI, seperti terlihat pada

(Tabel 4.1). Namun persyaratan untuk ekstrak belum tertera pada monograf, diharapkan

hasil penelitian ini dapat menjadi acuan untuk penetapan parameter ekstrak biji pinang.

Penetapan kadar air dilakukan untuk mengetahui kadar air dari simplisia atau

ekstrak karena air merupakan media yang baik untuk tumbuhnya jamur seperti

Aspergillus flavus yang dapat mengakibatkan perubahan zat berkhasiat yang terdapat

pada biji pinang, ternyata hasilnya lebih kecil dari 10%. Penetapan kadar sari larut air

untuk mengetahui kadar senyawa bersifat polar yang terkandung di dalam simplisia dan

ekstrak biji pinang, hasilnya diperoleh 34,70 % untuk simplisia dan 36,68% untuk

ekstrak, sedang kadar sari larut dalam etanol dilakukan untuk mengetahui kadar senyawa

larut dalam etanol, baik senyawa polar maupun non polar dengan hasil 48,25% untuk

simplisia dan 52,54% untuk ekstrak. Ini menunjukkan bahwa kandungan kimia biji

pinang lebih banyak yang tersari dengan pelarut etanol dibanding pelarut air. Hasil

penetapan kadar sari larut air dan etanol untuk simplisia lebih tinggi dibanding dengan

hasil penetapan MMI, Penetapan kadar abu total dan kadar abu tidak larut asam

ditetapkan untuk melihat kandungan mineral ekstrak. Zat-zat ini dapat berasal dari

senyawa oksida-oksida anorganik. Kadar abu total yang tinggi menunjukkan zat

anorganik seperti logam-logam yaitu Ca, Mg, Fe, Cd dan Pb yang sebahagian mungkin

berasal dari pengotoran. Kadar logam berat yang tinggi dapat membahayakan kesehatan.

Oleh sebab itu dilakukan penetapan kadar abu total dan kadar abu tidak larut asam untuk

memberikan jaminan bahwa ekstrak tidak mengandung logam berat tertentu, dan tidak

melebihi nilai yang ditetapkan karena berbahaya (toksik) bagi kesehatan (Anonim, 2000).

C. Hasil Skrining Fitokimia

Pemeriksaan skrining fitokimia serbuk simplisia dilakukan menurut MMI (1995) dan

Fransworth (1966), hasilnya dapat dilihat pada Tabel 4. 2.

Skrining fitokimia dilakukan untuk mendapatkan informasi awal dari suatu

tanaman mengenai golongan senyawa metabolit sekunder yang terdapat di dalamnya,

dalam hal ini adalah ingin memastikan kandungan kimia yang terdapat pada serbuk biji

Page 15: Exsum Pinang Obat Diare

15

pinang yang akan digunakan sebagai bahan untuk sediaan obat agar khasiat yang

diharapkan jelas terbukti. Skrining dilakukan terhadap serbuk simplisia biji pinang

Tabel 4.2 Hasil skrining fitokimia simplisia biji pinang (Areca catechu L.)

No Skrining Pereaksi Hasil (warna/endapan)

1 Alkaloid Dragendorff

Bouchardat

Mayer

(+) jingga kecoklatan

(+) kuning kecoklatan

(+) kekeruhan dan endapan putih

2 Glikosida Molish

Fehling

(+) cincin ungu

(+) endapan merah bata

3 Flavonoid Zn + asam klorida pekat

Mg + asam klorida pekat (+) merah

Tanin FeCl3 1% (+) hijau

Keterangan: (+) = mengandung golongan senyawa,

dengan penambahan pereaksi Dragendorff, Bouchardat dan Meyer, hasilnya memberikan

reaksi positip (Tabel 4.2) yang menunjukkan adanya senyawa alkaloid. Skrining untuk

senyawa glikosida ditunjukkan dengan penambahan pereaksi Molish/asam sulfat pekat,

akan terbentuk cincin ungu, dengan penambahan pereaksi Fehling terbentuk endapan

merah bata, yang menunjukkan adanya senyawa glikosida. Penambahan serbuk Mg

ataupun Zn dan asam klorida pekat memberikan reaksi positip (warna merah) yang

menunjukkan adanya senyawa flavonoid. Hasil ini menunjukkan bahwa kandungan yang

terdapat pada biji pinang benar terbukti ada (positip) .

D. Hasil KLT Ekstrak Etanol dan Fraksi Kloroform biji pinang

Terhadap ekstrak etanol dan fraksi kloroform dilakukan analisis KLT

menggunakan fase diam plat pra lapis silika gel GF254 dengan fase gerak kloroform-

etilasetat (4:6, kloroform-etilasetat (6:4), toluol-etilasetat (6:4) dan kloroform-metanol-

amonia (84:15:1). Penampak noda yang digunakan adalah asam sulfat 50% dalam

metanol, Dragendorff dan FeCl3. Hasil harga Rf dari ekstrak etanol dan fraksi kloroform

dapat dilihat pada Tabel 4.3 dan 4.4. Untuk fraksi etanol diuji secara kualitatif dengan

pereaksi Dragendorff, Bouchardad dan Meyer (Tabel 4.5).

Page 16: Exsum Pinang Obat Diare

16

Tabel 4.3 Data harga Rf ekstrak etanol biji pinang (Areca catechu L.) dengan cara KLT

Fase gerak

KL-EA

(4:6)

KL-EA

(6:4)

T-EA

4:6

T-EA

6:4

KL-MeOH

NH4OH

8,4:1,5:0,1

H2SO4 0,12 c

0,17 c

0,37 cm

0,15c 0,17c

0, 22ch

0,39cm

0,15 cm

0,24c

0,39cm

0.86c

Dragendorff

0,17 k

0,37 k

0,15k

0,84j

0,17j

0,22 k

0,9j

0,15j 0.86j

FeCl3

0,12 m

0,17bh

0,37bh

0,28m

0,62bh

-

0,24 m

0,42bh

-

Keterangan; Kl = kloroform, T= toluol, EA= etilasetat, bh= biru hijau c= coklat, ch=

coklat kehitaman, cm coklat merah, j=jingga, k= kuning, kh= kuning hijau

Pada Tabel 4.3 dan 4.4 hasil uji KLT terlihat bahwa senyawa alkaloid pada

ekstrak etanol maupun fraksi kloroform dengan Dragendorf memberikan warna jingga.

Senyawa tanin dengan FeCl3 memberikan warna kuning kehijauan, dan senyawa

flavonoid warna merah, sedang dengan H2SO4 tanin memberikan warna muda.

Tabel 4.4 Hasil analisis fraksi kloroform biji pinang (Areca catechu L) dengan cara KLT

Fase gerak

KL-EA

(4:6)

KL-EA

(6:4)

T-EA

4:6

T-EA

6:4

KL-MeOH

NH4OH

8,4:1,5:0,1

H2SO4 0,37 c

0,45c

0,84c 0,17c

0,45cm

0,24ch 0,39cm

Dragendorff 0,37 k

0,84j 0,17j

0,90j

0,15j 0.86j

FeCl3 0,37kh

0,52kh

0,19kh

0,48 m

0,45m

0,24 kh

-

Keterangan; Kl = kloroform, T= toluol, EA= etilasetat, c= coklat, ch= coklat kehitaman,

cm coklat merah, j=jingga, kh= kuning hijau, m= merah - = tidak ada noda

Terbukti bahwa senyawa alkaloid dari ekstrak etanol telah tersari sempurna

karena pada fraksi etanol sisa tidak dijumpai lagi adanya senyawa alkaloid, dimana

dengan penambahan pereaksi alkaloid Dragendorff, Bouchardad dan Mayer tidak

memberikan hasil yang positip (Tabel 4.5). Fraksi etanol sisa yang telah bebas alkaloid

Page 17: Exsum Pinang Obat Diare

17

ini diharapkan dapat memberikan hasil yang baik terhadap uji aktivitas mikrobiologi pada

bakteri gram positip dan gram negatip yang mewakili bakteri penyebab diare.

Tabel 4.5 Hasil uji kualitaf fraksi etanol sisa biji pinang (Areca catechu L.)

Pereaksi Dragendorff Bouchardad Mayer

Fraksi

etanol - - -

Keterangan: (-) = tidak mengandung senyawa

E. Hasil Uji Aktivitas Antibakteri

Hasil uji fraksi etanol biji pinang terhadap beberapa bakteri menyebab diare dapat

dilihat pada Tabel 4.6 dan Gambar 4.1

Tabel 4.6 Hasil uji antibakteri fraksi etanol biji pinang (Areca catechu L.) terhadap

bakteri Staphylococcus aureus, Escherichia coli, Salmonella typhi dan

Bacillus cereus

Diameter Daerah Hambat Pertumbuhan (mm)*

Bakteri

No. Konsentrasi

Ekstrak

Staphylococcus

aureus

Escherichia

coli

Salmonella

typhi

Bacillus

cereus

1 300 mg/ml 19,35 19,80 19,80 18,30

2 200 mg/ml 17,70 17,70 18,70 17,10

3 100 mg/ml 16,60 16,35 16,20 13,95

4 50 mg/ml 14,55 16,10 13,80 13,25

5 25 mg/ml 13,30 12,20 - 12,55

6 12,5 mg/m 10,50 10,60 - 11,20

7 6,25 mg/ml 9,30 9,30 - 7,20

8 3,125 mg/ml 8,60 - - -

Keterangan: (*) = hasil rata-rata tiga kali pengukuran, (-) = tidak ada hambatan

Pada tabel 4.6 dan gambar 4.1 terlihat bahwa semakin besar konsentrasi ekstrak

yang diberikan akan menghasilkan daerah hambat yang semakin besar, hal ini disebabkan

semakin banyak zat aktif yang terkandung dalam ekstrak. Aktivitas antibakteri fraksi

etanol pada konsentrasi 300 mg/ml memberikan diameter daerah hambatan terhadap

Page 18: Exsum Pinang Obat Diare

18

Gambar 4.1. Diagram hasil uji antibakteri fraksi etanol terhadap bakteri

bakteri Staphylococcus aureus sebesar (19,35 mm), Escherichia coli (19,80 mm),

Salmonella typhi (19,80 mm) dan Bacillus cereus (18,30 mm). Ini menunjukkan

bahwa aktivitasnya sebagai antibakteri tidak jauh berbeda, demikian juga untuk

konsentrasi 200 mg/ml aktivitas antibakterinya sama, tetapi pada konsentrasi 100 mg/ml

untuk bakteri Bacillus cereus aktivitasnya lebih kecil dibanding ketiga bakteri lainnya..

Menurut Ditjen POM (1995), suatu zat dikatakan memiliki daya hambat yang

memuaskan mempunyai diameter daerah hambatan lebih kurang 14 sampai 16 mm.

Aktivitas antibakteri fraksi etanol yang memberikan daya hambat memuaskan

dengan konsentrasi terkecil (50 mg/ml) adalah bakteri Escherichia coli (16,10 mm) dan

bakteri Staphylococcus aureus (14,55.mm). Namun untuk bakteri Salmonella typhi

adalah dosis 100 mg/ml dengan diameter hambat (16,20 mm) dan bakteri Bacillus cereus

dosis 200 mg/ml dengan diameter hambat (17,10 mm). Untuk blanko memakai dimetil

sulfoksida (DMSO) tidak memberikan daya hambat pada bakteri.

Senyawa kimia yang dikandung oleh fraksi etanol biji pinang yaitu tanin dan

flavonoid memiliki sifat sebagai antimikroba yang kuat dan dapat menghambat

pertumbuhan beberapa jenis bakteri antara lain Staphylococcus aureus dan Escherichia

Page 19: Exsum Pinang Obat Diare

19

coli (Agusta, 2000). Oleh Newall, et al, 1996, juga disebutkan bahwa senyawa tanin dan

flavonoid mempunyai aktivitas antibakteri untuk melawan Staphylococcus aureu. Kadar

hambat minimum (KHM) untuk bakteri Staphylococcus aureus adalah dosis 3,125

mg/ml, Escherichia coli dosis 6,25 mg/ml, Salmonella typhi dosis 50 mg/ml dan Bacillus

cereus dosis 6,25 mg/ml, dengan diameter hambat masing-masing secara berturut-turut

adalah 8,60 ; 9,30, 13,80 dan 7,20 mm. Penelitian yang dilakukan oleh Masduki (1996),

menyebutkan bahwa infus biji pinang yang diuji terhadap bakteri Staphylococcus aureus

diperoleh dosis 20 g% memberikan diameter hambat 8,33 mm, untuk ekstrak etanol 6

mm, sedang bakteri Escherichia coli tidak dijumpai zona hambat. Penelitian yang

dilakukan oleh Puspawati (2003), menyebutkan ekstrak etanol biji pinang yang diuji

terhadap bakteri Staphylococcus aureus diperoleh dosis 1,57%. Penelitian terhadap

ekstrak etanol memberikan dosis yang tingga karena masih banyak senyawa-senyawa lain

yang ikut pada ekstrak tersebut.

Senyawa metabolit sekunder yang bersifat lebih polar terdapat dalam jumlah lebih

besar daripada golongan senyawa kimia yang lebih non polar pada fraksi etanol sehingga

lebih mempengaruhi pada bakteri gram positif yang membran luarnya terdiri dari lapisan

peptidoglikan yang lebih banyak dibandingkan bakteri gram negatif yang membran

luarnya terdiri dari lapisan lipopolisakarida yang terdiri dari lipid, polisakarida dan

protein (Pratiwi, 2008 dan Waluyo, 2005), selain itu dinding sel bakteri gram positif

terdapat asam teikoat yang mengandung alkohol (gliserol atau ribitol) (Pratiwi, 2008).

Efek antimikroba dari senyawa flavonoid membentuk kompleks dengan protein

ekstraseluler dan terlarut dengan dinding sel (Hayet, et al., 2008; Boussaada, et al.,

2008). Efek antimikroba dari senyawa tanin ditunjukkan dengan melibatkan mekanisme

yang berbeda, seperti penghambatan enzim mikroba ekstraseluler dan penghambatan

fosforilasi oksidatif pada proses mtabolisme mikroba (Boussaada, et al., 2008).

Berdasarkan uraian di atas menunjukkan bahwa fraksi etanol biji pinang dapat

dibuat menjadi suatu sediaan obat antidiare karena mempunyai aktivitas antibakteri yang

memenuhi standard yang ditetapkan oleh Ditjen POM (1995) yaitu memberikan diameter

hambat minimum 14 mm sampai 16 mm. Serbuk simplisia juga memenuhi persyaratan

karena masih memberikan nilai di bawah persyaratan standard Departemen Kesehatan

terlihat pada Tabel 4.1 (Ditjen POM, 2000).

Page 20: Exsum Pinang Obat Diare

20

F. Hasil Pembuatan Kapsul

Fraksi etanol biji pinang yang telah di freeze dryer (bebas pelarut), dikeringkan

kembali pada lemari pengering dengan suhu ± 40-500C agar memberikan hasil yang lebih

mudah digerus dengan laktosa yang sebelumnya telah dikeringkan sampai beratnya

konstan. Fraksi etanol yang dimasukkan ke dalam cangkang kapsul berdasarkan dosis

KHM (6,25 mg/ml) kemudian dikonversikan pada manusia yaitu dikali 10 (Lay, 1996)

sehingga satu kapsul berisi 62,5 mg ekstrak..

G. Hasil Evaluasi Kapsul

Evaluasi sediaan kapsul fraksi etanol biji pinang hanya dilakukan terhadap waktu

hancur dan keseragaman bobot. Hasil uji evaluasi kapsul dapat dilihat pada Tabel 4.7

berikut.

Tabel 4.7. Hasil evaluasi sediaan kapsul

No Waktu hancur (menit) Keseragaman bobot (%).

3,05 A = 0,07%

B = 0,09%

Pada tabel di atas terlihat bahwa waktu hancur sediaan kapsul memenuhi

persyaratan yaitu tidak lebih dari 15 menit. Waktu hancur ditentukan untuk mengetahui

waktu yang diperlukan oleh kapsul agar hancur menjadi butiran-butiran bebas yang tidak

terikat oleh suatu bentuk (Tsabitmubarok, 2010). Menurut Keputusan Menteri Kesehatan

Republik Indonesia nomor 661/MENKES/SK/VII/994, makin cepat daya hancur suatu

pil, tablet dan kapsul diharapkan makin besar dan cepat zat aktif yang diserap oleh tubuh.

Dengan demikian diharapkan makin cepat obat tradisinal bereaksi di dalam tubuh maka

semakin cepat dirasakan efeknya.

Hasil uji keseragamam bobot juga memenuhi persyaratan, yaitu persen bobot isi

kapsul terhadap bobot rata-rata tiap isi kapsul tidak boleh lebih dari yang ditetapkan

dalam kolom A (0,07%) dan untuk setiap kapsul terhadap bobot rata-rata ditetapkan

dalam kolom B (0,09%) (Depkes, 1979)

Page 21: Exsum Pinang Obat Diare

21

BAB V

KESIMPULAN

A. Kesimpulan

Hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan :

1. Ekstrak etanol biji pinang yang digunakan memenuhi persyaratan standard mutu

sebagai bahan obat atau bahan baku obat dengan kadar air, kadar sari larut air, kadar

sari larut etanol, kadar abu total dan kadar abu tidak larut asam secara berturut-turut

adalah 6,80; 34,70; 48,25; 0,90; dan 0,65 untuk simplisia; 8,78; 36,68; 52,54; 0,68 dan

0,45 untuk ekstrak.

2. Senyawa alkaloid yang terdapat pada ekstrak etanol biji pinang dapat dipisahkan

menggunakan pelarut kloroform yang dibuktikan secara kromatografi lapis tipis.

3. Fraksi etanol biji pinang hasil fraksinasi dari ekstrak etanol mempunyai aktivitas

antibakteri terhadap penyebab diare, yaitu Staphylococcus aureus, Escherichia coli,

Salmonella typhi dan Bacillus cereus dengan diameter hambat minimum masing-

masing sebesar 19,35; 19,80; 19;,80 dan 18,30 mm pada dosis 300 mg/ml. Sedang

kadar hambat minimum yang diberikan oleh bakteri Staphylococcus aureus 8,60

mm (dosis 3,125 mg/ml); Escherichia coli 9,30 mm (dosis 6,25 mg/ml),

Salmonella typhi 13,80 mm (dosis 50 mg/ml) dan Bacillus cereus 7,20 mm (dosis

6,25 mg/ml).

4. Sediaan kapsul fraksi etanol biji pinang yang diperoleh memenuhi persyaratan uji

kapsul. Hasil uji evaluasi kapsul untuk waktu hancur 3,05 menit dan keseragamam

bobot A= 0,07% dan B=0,09%.

B. Rekomendasi

1. Direkomendasikan kepada pemerintah daerah Provinsi Sumatera Utara melalui

Dinas Keshatan Provsu agar selalu mendorong masyarakat dalam pemanfaatan

obat tradisional yang berkhasiat dan kualitasnya teruji.

2. Obat tradisional berupa kapsul biji pinang yang telah memenuhi persyaratan baik

uji aktivitas mikrobiologi maupun sediaan kapsulnya, yang dapat digunakan

sebagai obat antidiare, sehingga dapat diproduksi secara missal, murah dan mudah

dijangkau.

Page 22: Exsum Pinang Obat Diare

22

3. Dengan memproduksi kapsul biji pinang sebagai obat antidiare, dapat menambah

pendapatan daerah karena pinang merupakan salah satu komoditi unggul Sumut.

Page 23: Exsum Pinang Obat Diare

23

DAFTAR PUSTAKA

Adnan, M., 1997., Teknik Kromatografi Untuk Analisis Bahan Makanan. Yogyakarta:

Penerbit Andi. Hal. 10, 15-16.

Agusta, A., 2000, Minyak Atsiri Tumbuhan Tumbuhan Tropika Indonesia. Bandung:

Penerbit ITB, Hal. 43.

Anonim,2010, Penyebab Diare dan Gejala Diare, File://G:\penyebab diare.htm, diakses

22/11/2010.

Anonim, 2011., Buku Panduan Program Penelitian Unggulan Strategis Nasional,

Direktorat Jenral Pendidikan Tinggi Kementrian Pendidikan Nasional

.

Ansel, H. C. 2005. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Jakarta: Penerbit Universitas

Indonesia. 605-618

Ambarwati., 2007, Efektivitas Zat Antibakteri Biji Mimba (Azadirachta indica) untuk

Menghambat Pertumbuhan Salmonella thyposa dan Staphylococcus aureus.

Biodiversitas. 8: 320-325.

Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia., 2002., Keracunan Pangan

Akibat Bakteri Patogen. Dapat diakses di : http://www.pom.go.id/public/

siker/desc/produk/RacunBakPatogen.pdf [Diakses tanggal 23 Januari 2011].

Bousaada, O., Chriaa, J., Nabli, R Ammar, S., Saidana, D., Mahjoub, M.A., Chraef, L.,

and helal, AN., 2008. Antimicrobial and Antioxidant activities of Methanol

Extracts of Evax pygmea (Asteraceae) Growing Wwild in Tunisia, World J.

Microbial Biotechnol. 24: 1289-1296.

Bruneton, J., 1995., Pharmacognosy Phytochemistry Medicinal Plants, New York:

Intercept Ltd. 705-706

Chaudhri, R. D., 1996., Herbal Drug Industry, A Practical Approach to Industrial

pharmacognosy. Eastern Publishers. First Edition. NewDelhi. India. P. 38.

Chehregani, A., Azimishad F., dan Alizadet H.H. , 2007, Study on Antibacterial Effect of

Some Allium Species from Hamedan-Iran. International Journal of Agriculture

and Biology. 9(6): 873-876.

Ciesla WP and Guerrant RL. 2003. Infectious Diarrhea. Current Diagnosis and

Treatment in Infectious Disease. New York: Lange Medical Books. 225 - 68.

Depkes RI. ,1989, Materia Medika Indonesia Jilid Ke V. Jakarta: Ditjen POM. Hal. 55-57

Page 24: Exsum Pinang Obat Diare

24

Depkes RI., 2006, Kotranas. Jakarta: Departemen Kesehatan Departemen Kesehatan

RI. Hal. 1, 8.

Depkes RI, 1986., Sediaan Galenika, Jakarta : Ditjen POM. Hal 1-6

Difco Laboratories, 1977. Difco Manual of Dehydrated Culture Media and Reagents for

Microbiology and Clinical Laboratory Procedure. Ninth Edition. Detroit

Michigan : Difco Laboratories. Hal 32, 64.

Ditjen POM., 1995, Farmakope Indonesia Edisi Ke IV. Jakarta: Departemen Kesehatan

Republik ndonesia. Hal. 896-898..

Ditjen POM., 2000, Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Cetakan I

Jakarta: Ditjen POM. Hal 17, 31-32.

Dwidjoseputro, D. (1994). Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta: Djambatan. Hal. 118-

119, 126, 134, 154.

Eisenbrand dan Tang, 1992, Chinese Drugs of Plant Origin, Chemistry, Pharmacology,

and Use in Traditional and Modern Medicine, New York, Springer-Verlag, p.

139-143

Fleming, T, 2000., PDR for herbal Medicinal, second edition, Medical Economics

Company. Monivale. New Jersey. p. 38.

Fraizer, W.C. and D.C. Westhoff. 1988. Food Microbiology. New York : McGraw-Hill

Book Company. 429-431.

Gritter, R.J., Bobbit, J.M., dan Schwarting, A.E. (1991). Pengantar Kromatografi.

Terbitan Ke-2. Penterjemah: Kosasih Padmawinata. Bandung : Penerbit ITB. Hal.

108-109, 160-179.

Hayet, E., Maha, M., Samia, A., Mata, M., Gros, P., Raida, H., Ali, M.M., Mohammed,

A.S., Gutmann, L., Migrhi, Z., and Mahjoub, M.A., (2008). Antimicrobial,

Antioxidant, and Antiviral Activitie of Retama roetam (Forssk) Webb Flower

Frowing in Tunisia, World J. Microbial Biotechnol, 24: 551-552.

Heyne, K.,1987, Tumbuhan Berguna Indonesia. Jilid I, Jakarta: Yayasan Sarana Wana

Jaya. Hal. 460-463

Kumaraswamy, M.V., Kavitha, H.U., dan Satish, S., 2008, Antobacterial Evaluation and

Phytochemical Analysis of Betula utilis D. Don Against Some Human Pathogenic

Bacteria. Advances in Biological Research 2. (1-2): 21-25.

Kusmiyati, dan Agustini, N.W.S. 2006., Uji Aktivitas Senyawa Antibakteri dari

Mikroalga Prophyridium cruentum. Biodiversitas. 8(1): 48-53.

Page 25: Exsum Pinang Obat Diare

25

Lay, B.W. (1996). Analisis Mikroba di Laboratorium. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Hal. 57-58, 109.

Madigan, M. T., Martinko J. M. And Parker J. 1997. Brock Biology of Microorganisms.

10th

Edition. New Jersey : Prentice Hall International. p. 633-637,406-407.

Mardisiswojo, S. dan Rajakmangunsudarso, H, 1985, Cabe Puyang Warisan Nenek

Moyang, Jakarta, PN. Balai Pustaka, Hal: 162-163

Masduki, I., 1996, Efek Antibakteri Ekstrak Biji Pinang (Areca catechu) terhadap S.

aureus dan Ecoli in vitr, Cermin Dunia Kedokteran, 109 (21): 1-4

Meyanto, E, Susidarti, R.A, Handayani, S, dan Rahmi F., 2008, Ekstrak Etanolik Biji

Buah Pinang (Areca catechu L.) Mampu Menghambat Proliferasi dan Memacu

Apoptosis Sel MCF-7, Majalah Farmasi Indonesia 19 (1): 12-19.

Mutschler, Ernst. 1999. Dinamika Obat. Edisi Kelima. Bandung : Penerbit ITB. hlm. 623.

Newall, C.A, Anderson, L.A, Phillipson, J.D. 1996. Herbal Medicines A Guide for

Health-care Professionals. The pharmaceutical Press. London hal, 21

Perry, L.M., 1980, Medicinal Plants of East and Southeast Asia: Attributed Properties

and Uses. London: The MIT Press. Hal. 182.

Pelczar, M. J. dan Chan E. C. S., 2006, Dasar-Dasar Mikrobiologi. Edisi II. Jakarta :

Penerbit Universitas Indonesia. hlm. 452-454.

Pratiwi, S.T. , 2008, Mikrobiologi Farmasi. Jakarta: Erlangga. Hal. 23, 111-117.

Puspawati, N.,2010, Uji Aktivitas Antibakteri Ekstrak Etanolik Biji Pinang (Areca

catechu L.) Terhadap Staphylococcus aureus ATTC* 25923 dan Pseudomonas

aeruginosa ATTC* 2785., Biomedika, 3 (1): 73-80

Robinson, T., 1995, KandunganOrganik Tumbuhan Tinggi Edisi keempat. Bandung:

Penerbit ITB. Hal. 150-160.

Rohman, A., 2007, Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hal. 323,

328-329,353.

Saputra, E., 2009, Uji Antibakteri Ekstrak Tanaman Putri Malu (Mimosa pudica)

Terhadap Pertumbuhan Shigella dysentriae. Skripsi. Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Sastrohamidjojo, H., 1991, Kromatografi. Yogyakarta: Penerbit Liberty. Hal. 22-36.

Page 26: Exsum Pinang Obat Diare

26

Sativa, P. R. 2009. Uji Daya Antibakteri Ekstrak Etanol Bawang Putih (Allium sativum

L.) terhadap Bacillus cereus ATCC 6538 dan secara in vitro. [Skripsi]. Surakarta. :

Fakultas Kedokteran UMS.

Steenis, Van, C.G.G.J, 1987., Flora. Untuk Sekolah Di Indonesia. Cetakan keempat.

Jakarta. PT. Pradnya Paramita. Hal. 140-141.

Suharmiati, H.L. 2006. Cara Benar Meracik Obat Tradisional, Cetakan Pertama. Jakarta

: Agromedia Pustaka. 1.

Supardi, I., dan Sukamto., 1999, Mikrobiologi dalam Pengolahan dan Keamanan

Pangan Edisi pertama. Cetakan pertama. Jakarta: Yayasan Adikarya IKAPI

dengan The Ford Foundation. Hal. 83-94.

Syarif, et al. 1995. Farmakologi dan Terapi. Edisi Keempat. Jakarta : Gaya Baru.

Tjay, T. H. dan K. Rahardja. 2002. Obat-Obat Penting. Edisi keenam. Jakarta : Elex

Media Komputindo. 61, 177, 275

Tortora, G. J. F., B. R. Case and C. L. Case. 1998. Microbiology an Introduction.

California : Addison Wesley Longman, Inc. p. 532.

Waluyo, L., 2005, Mikrobiologi Umum. Cetakan Ke-2. Malang: UMM Press. Hal. 191-

212.

Wang, C.k., dan Lee, W.H.,1996, Separation Caracteristics, and Biological Activities of

Phenolics in Areca Fruit, J.Agric.Food Chem., 44, 2014-2019

WHO., 1992, Quality Control Methods For Medicinal Plant Materials.

WHO/PHARM/92.559. Geneva. Hal. 25-27.

Woods, Panzaru, S., Nelson D., McCollum, G., Ballard, L.M., Millar, B.C., Maeda, Y.,

Goldsmith, C.E., Rooney, P.J., Loughrey, A., Rao, J.R., dan Moore, J.E., 2009,

An Examination of Antibacterial and Antifungal Properties of Constituents

Described in Traditional Ulster Cures and Remedies. Ulster Med J. 78(1): 13-15.

Zein, U., Sagala, K.H., dan Ginting, J., 2004, Diare Akut Disebabkan Bakteri. e-USU

Repository. Universitas Sumatera Utara. Hal. 1.

Zweig, G, and Sherma, J, 1987., CRC Handbook of ChromatographyGeneral Data and

Principlel. Baton Rough: CRC Press, Inc, 2: 113.