Everything you should know about motor and movement ...

129
IDAI CABANG DKI JAKARTA UKK NEUROLOGI IDAI Jakarta, 21 – 22 Mei 2017 Update in child neurology: Everything you should know about motor and movement problems in children Proceeding of

Transcript of Everything you should know about motor and movement ...

Page 1: Everything you should know about motor and movement ...

IDAI CAbAng DKI JAKArtAUKK neUrologI IDAI

Jakarta, 21 – 22 Mei 2017

Update in child neurology: Everything you should know about

motor and movement problems in children

Proceeding of

Page 2: Everything you should know about motor and movement ...

IDAI CAbAng DKI JAKArtAUKK neUrologI IDAI

Proceedings of

Update in child neurology: Everything you should know about

motor and movement problems in children

Page 3: Everything you should know about motor and movement ...

Hak cipta dilindungi undang-undangDilarang memperbanyak, mencetak, dan menerbitkan sebagian atau seluruh buku dengan cara dan dalam bentuk apapun juga tanpa seizin penulis dan penerbit

Diterbitkan oleh:Ikatan Dokter Anak Indonesia Cabang DKI Jakarta bekerjasama dengan UKK Neurologi IDAITahun 2017

ISBN: 978-602-70285-8-6

Proceedings of Update in child neurology: Everything you should know about motor and movement problems in children

Reviewer: Setyo HandryastutiDwi Putro WidodoIrawan Mangunatmadja

Penyunting:

Amanda Soebadi

Page 4: Everything you should know about motor and movement ...

iiiEverything you should know about motor and movement problems in children

Kata SambutanKetua Ikatan Dokter Anak Indonesia

Cabang DKI Jakarta

Assalamu’alaikum wr. wb.

Teman Sejawat yang kami hormati,

Dokter spesialis anak memiliki peran penting baik dalam segi pelayanan, pendidikan, dan penelitian terutama di bidang ilmu kesehatan anak. Pelayanan kesehatan yang baik akan terkait dengan patient safety, oleh sebab itu setiap dokter anak diharapkan selalu memiliki pengetahuan dan ilmu terbaru yang dapat digunakan pada pelayanan kepada anak, baik untuk tindakan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif.

Kegiatan seminar ilmiah kali ini bertemakan masalah neurologi terutama paparan mengenai pergerakan dan permasalahan pada perkembangan motor anak, yang ditinjau dari berbagai aspek. Paparan mengenai palsi serebral akan dibahas secara khusus mulai dari deteksi pada saat neonatus, bagaimana pencegahannya termasuk aspek etika bila menghadapi bayi risiko tinggi. Paparan terkini masalah neurologi ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan dan keterampilan para sejawat dalam melakukan pelayanan yang optimal.

Perkembangan ilmu ini akan disampaikan oleh para pakar, baik dari dokter spesialis anak dengan berbagai disiplin ilmu, dokter spesialis rehabilitasi medik dan kedokteran fisik, dokter spesialis ortopedi anak, dan pakar tamu dari negeri sebrang yang akan menyampaikan topik mengenai motor weakness and pediatric movement disorders in children. Selain itu acara ilmiah ini dilengkapi pula dengan kegiatan workshop yang akan membahas penanganan komprehensif kasus palsi serebral dan masalah perkembangan motor kasar.

Kami percaya setelah mengikuti kegiatan seminar ini, para peserta akan mendapat tambahan pengetahuan yang dapat diaplikasikan dalam pelayanan kesehatan anak, dan kegiatan penelitian yang dapat dilakukan di tempat kerja masing-masing.

Ucapan terima kasih dan apresiasi saya sampaikan kepada ketua panitia dan seluruh jajaran panitia, para pembicara, dan para mitra yang telah berkontribusi dalam pelaksanaan kegiatan ini.

Selamat mengikuti kegiatan seminar ini, Semoga Allah SWT memberikan rahmat kepada kita semua.

Wa’alaikumsalam wr. wb.

Rini Sekartini

Page 5: Everything you should know about motor and movement ...

iv Update in Child Neurology

Page 6: Everything you should know about motor and movement ...

vEverything you should know about motor and movement problems in children

Kata Sambutan Ketua Panitia Pelaksanaa

Kepada Yang Terhormat sejawat dokter sekalian,

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Salam sejahtera untuk kita semua,

Selamat bertemu kembali di acara Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan yang diselenggarakan oleh IDAI Cabang DKI Jakarta bekerjasama dengan UKK Neurologi IDAI.

Acara ini merupakan agenda rutin UKK Neurologi IDAI dengan tujuan untuk memperluas wawasan dan menambah ilmu pengetahuan para sejawat di bidang neurologi anak. Ilmu neurologi anak terus berkembang sehingga diperlukan penyegaran ilmu secara berkesinambungan.

Topik Update in child neurology : Everything you should know about motor and movement problems in children kami pilih karena merupakan kasus yang kerap ditemui dalam praktek sehari-hari, dan belum pernah diajukan sebagai topik PKB.

Problem motor dan gerak pada anak berbeda-beda sesuai kelompok usia, berdampak pada domain perkembangan lain dan performa akademis anak usia sekolah. Problem motor harus ditangani secara komprehensif, untuk memahaminya diperlukan pengetahuan yang cukup mengenai mekanisme dan kontrol gerak motorik pada seorang anak. Gejala yang tampak akan memperlihatkan lesi yang menyebabkan problem motor tersebut sehingga pemeriksaan penunjang yang dipilih lebih tepat demikian juga dengan penatalaksanaannya.

Movement Disorders saat ini makin sering dijumpai sehingga kami mengundang seorang pakar dari Malysia yang berpengalaman dengan kasus-kasus ini.

Pelatihan juga kami berikan agar para peserta dapat mempraktekan dan menerapkan topik yang kami berikan pada pasien secara langsung.Atas nama panitia pelaksana, kami mengucapkan selamat dan terima kasih kepada semua peserta PKB IDAI Cabang DKI Jakarta dan UKK Neurologi IDAI.

Semoga ilmu yang diberikan dapat memberikan manfaat. Besar harapan kami, PKB ini dapat memenuhi kebutuhan sejawat sekalian.

Sampai jumpa di acara PKB UKK Neurologi selanjutnya.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.Setyo Handryastuti

Page 7: Everything you should know about motor and movement ...

vi Update in Child Neurology

Page 8: Everything you should know about motor and movement ...

viiEverything you should know about motor and movement problems in children

Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas dapat tersusunnya buku prosiding ini. Terima kasih kami ucapkan pula kepada para penulis sekaligus pembicara atas kesediannya menyediakan waktu yang sangat berharga untuk menyumbangkan makalahnya dalam buku ini, terutama kepada pembicara tamu dari Malaysia yang berkenan menyumbangkan materi keahliannya.

Susunan materi dalam buku ini disesuaikan dengan materi simposium dan mencakup pelbagai aspek masalah motorik pada anak, mulai dari keterlambatan motorik, movement disorder, palsi serebral, gangguan koordinasi motorik, hingga masalah ortopedi. Para kontributor buku prosiding ini merupakan ahli di bidangnya, sehingga buku ini diharapkan dapat menyumbangkan manfaat bagi dokter spesialis anak, dokter spesialis lain yang terkait, maupun dokter umum yang berhadapan dengan anak yang mengalami masalah motorik.

Selamat membaca dan menikmati buku ini. Semoga buku ini dapat menjadi bahan rujukan para pembacanya dalam praktik sehari-hari.

Jakarta, 21 Mei 2017

Penyunting

Page 9: Everything you should know about motor and movement ...

viii Update in Child Neurology

Susunan Panitia

Penasehat Prof. Dr. H. Sofyan Ismael, Sp.A(K) DR. Dr. Rini Sekartini, Sp.A(K)

Ketua DR. Dr. Setyo Handryastuti, Sp.A(K)Wakil Ketua DR. Dr. Rismala Dewi, Sp.A(K)Sekretaris Dr. Amanda Soebadi, Sp.A(K) Siti SucihatiBendahara Dr. Retno Widyaningsih, SpA(K) Hari Sulistyorini

Seksi Ilmiah Prof. DR. Dr. Hardiono D. Pusponegoro, Sp.A(K) Prof. DR. Dr. Mulyadi M. Djer, SpA(K) DR. Dr. Irawan Mangunatmadja, Sp.A(K) DR. Dr. Dwi Putro Widodo, Sp.A(K), MMed (ClinNeurosci) Dr. Amanda Soebadi, Sp.A(K)

Seksi Dana Prof. Dr. H. Sofyan Ismael, Sp.A(K) Prof. DR. Dr. Hardiono D. Pusponegoro, Sp.A(K) DR. Dr. Dwi Putro Widodo, Sp.A(K), MMed(ClinNeurosci) DR. Dr. Irawan Mangunatmadja, Sp.A(K)

Seksi Perlengkapan / Pameran Dr. Herbowo A.F. Soetomenggolo, Sp.A(K) Dr. Roy Amardiyanto, Sp.A Dr. Harijadi, SpA Dr. Ahmad Rafli

Seksi Konsumsi Dr. Ommy Ariansih, Sp.A Dr. Dina Siti Daliyanti, Sp.A Dr. Lenny S. Budi, Sp.A Dr. Nurcahaya Sinaga, Sp.A

Seksi Acara / Sidang Dr. R. Anna Tjandrajani, Sp.A(K) Dr. Fatima Safira Alatas, SpA(K), PhD Dr. Junita Elvira, Sp.A Dr. Nurul Hidayah, Sp.A

Page 10: Everything you should know about motor and movement ...

ixEverything you should know about motor and movement problems in children

Daftar Penulis

Dr. Amanda Soebadi, Sp.A(K)IDAI Cabang DKI Jakarta

Divisi Neurologi - Departemen Ilmu Kesehatan AnakFakultas Kedokteran Universitas Indonesia

RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

Dr. Anidar, Sp.A(K)IDAI Cabang Nangroe Aceh Darussalam

Divisi Neurologi - Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala

RSUD Dr. Zainoel AbidinBanda Aceh

DR. Dr. Aryadi Kurniawan, SpOT(K)Departemen Ortopedi dan TraumatologiRSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

DR. Dr. Dwi Putro Widodo, Sp.A(K), MMed(ClinNeurosci)IDAI Cabang DKI Jakarta

Divisi Neurologi - Departemen Ilmu Kesehatan AnakFakultas Kedokteran Universitas Indonesia

RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

Dr. Fadhilah Tia Nur, Sp.A(K)IDAI Cabang Jawa Tengah

Divisi Neurologi - Bagian/KSM Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Negeri Sebelas Maret -

RSUD Dr MoewardiSurakarta

Prof. DR. Dr. Hardiono D. Pusponegoro, Sp.A(K)IDAI Cabang DKI Jakarta

Divisi Neurologi - Departemen Ilmu Kesehatan AnakFakultas Kedokteran Universitas Indonesia

RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

Page 11: Everything you should know about motor and movement ...

x Update in Child Neurology

DR. Dr. Irawan Mangunatmadja, Sp.A(K)IDAI Cabang DKI Jakarta

Divisi Neurologi - Departemen Ilmu Kesehatan AnakFakultas Kedokteran Universitas Indonesia

RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

Dr. Luh Karunia Wahyuni, SpKFR(K)Departemen Rehabilitasi Medik

Fakultas Kedokteran Universitas IndonesiaRSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo

Jakarta

DR. Dr. Pramita G. Dwipoerwantoro, Sp.A(K)IDAI Cabang DKI Jakarta

Divisi Gastrohepatologi - Departemen Ilmu Kesehatan AnakFakultas Kedokteran Universitas Indonesia

RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

Dr. R.M. Indra, Sp.A(K)IDAI Cabang Sumatera Selatan

Departemen Ilmu Kesehatan AnakFakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya

RS Dr. Mohammad HoesinPalembang

DR. Dr. Setyo Handryastuti, Sp.A(K)

IDAI Cabang DKI JakartaDivisi Neurologi - Departemen Ilmu Kesehatan Anak

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo

Jakarta

Dr. Tajul Arifin bin TajudinPediatric Neurology Unit - Department of Pediatrics

Hospital Sultan Ismail - Ministry of HealthJohor Bahru, Malaysia

Dr. Titis Prawitasari, Sp.A(K)IDAI Cabang DKI Jakarta

Divisi Nutrisi & Penyakit Metabolik Departemen Ilmu Kesehatan Anak

Fakultas Kedokteran Universitas IndonesiaRSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo

Jakarta

Page 12: Everything you should know about motor and movement ...

xiEverything you should know about motor and movement problems in children

Daftar Isi

Kata Sambutan Ketua IDAI Cabang DKI Jakarta .................................... iii

Kata Sambutan Ketua Panitia Pelaksanaa ................................................. v

Kata Pengantar ...............................................................................................vii

Susunan Panitia ........................................................................................... viii

Daftar Penulis .................................................................................................. ix

Daftar Isi ........................................................................................................... xi

Motor delay: What to do and when to refer ............................................. 1Setyo Handryastuti

Global developmental delay: Kadang mudah didiagnosis, kadang sangat sulit ......................................................................................................16Hardiono D. Pusponegoro

Diagnostic approach to pediatric movement disorders .....................25Tajul Arifin bin Tajudin

Kelumpuhan sistem saraf perifer pada anak .......................................26Dwi Putro Widodo

Common movement disorders in children .............................................37Tajul Arifin bin Tajudin

Ethical issues: Penyampaian berita buruk tentang keadaan neonatus risiko tinggi ....................................................................................................38Irawan Mangunatmadja

Infants at high risk of cerebral palsy: is prevention possible? .........44R.M. Indra

Update on the diagnosis and classification of cerebral palsy ..........54Anidar

Comprehensive management of cerebral palsy: an overview ..........66Fadhilah Tia Nur

Page 13: Everything you should know about motor and movement ...

xii Update in Child Neurology

Can physiotherapy cure cerebral palsy ? ...............................................74Luh Karunia Wahyuni

Masalah saluran cerna pada anak dengan palsi serebral ...................79Pramita G. Dwipoerwantoro

Masalah dan tata laksana nutrisi pada palsi serebral .........................84Titis Prawitasari

Tata laksana operatif muskuloskeletal untuk meningkatkan kualitas hidup anak dengan palsi serebral ............................................92Aryadi Kurniawan

Developmental coordination disorder: A common but often unrecognized condition .............................................................................101Amanda Soebadi

Page 14: Everything you should know about motor and movement ...

Motor delay: What to do and when to referSetyo Handryastuti

Tujuan1. Mengetahui mekanisme gerak motorik yang normal2. Mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi dan menyebabkan keterlambatan motorik3. Mengenali red flags keterlambatan motorik dan kapan saatnya merujuk

Seorang anak berusia 10 bulan dengan riwayat lahir prematur pada usia gestasi 30 minggu, saat ini belum bisa tengkurap. Seorang anak berusia 18 bulan baru bisa merayap dan tampak hipotonia. Seorang anak usia 2 tahun belum dapat berdiri lepas dan berjalan lancar tetapi dapat tengkurap dan duduk pada usia yang normal.

Kasus-kasus di atas kerap ditemukan dalam praktik sehari-hari. Pencapaian motorik normal seorang anak dapat berbeda-beda, akan tetapi tetap dalam rentang usia normal. Beberapa anak menunjukkan variasi perkembangan motorik, misalnya tidak melalui fase merangkak, atau terdapat bottom shuffling atau ngesot. Masalah motorik juga dapat berbeda-beda pada tiap kelompok usia.

Terkadang sulit menentukan apakah keterlambatan motorik yang terjadi bersifat fungsional atau patologis, serta pemeriksaan penunjang apa yang diperlukan. Jika telah ditemukan kelainan patologis, tata laksananya dan saat yang tepat untuk merujuk pasien juga merupakan problem tersendiri. Makalah ini akan membahas hal-hal tersebut di atas sehingga diharapkan para sejawat dapat memberikan tatalaksana yang komprehensif.

Mekanisme gerak motorik normalHampir semua perilaku manusia melibatkan fungsi motorik. Gerak motorik bukanlah hal yang sederhana, sebagai contoh bagaimana mengambil segelas air. Kontrol gerak diperlukan tidak hanya untuk menggerakkan tangan untuk meraih dan memegang gelas, tetapi juga menaksir kekuatan yang diperlukan untuk memegang gelas tersebut, dengan memperhitungkan jumlah air yang ada di gelas serta terbuat dari apa gelas tersebut. Semua hal tersebut harus dikalkulasi oleh otak dengan cermat dan melibatkan banyak area di otak.

Primary motor cortex atau korteks motorik primer (KMP) di girus presentral lobus frontalis adalah area di otak yang memegang peran

1Everything you should know about motor and movement problems in children

Page 15: Everything you should know about motor and movement ...

Setyo Handryastuti

2 Update in Child Neurology

utama dalam fungsi motorik. Fungsinya adalah menimbulkan impuls saraf untuk mengeksekusi gerak motorik. Sinyal dari area tersebut menyeberang garis tengah untuk mengaktivasi otot rangka di sisi yang berseberangan. Artinya, sisi otak sebelah kiri mengatur gerak ekstremitas kanan, dan sebaliknya.1 Setiap bagian tubuh kita direpresentasikan di KMP sesuai somatotopi. Area untuk mengatur kaki bersebelahan secara berturut-turut dengan tungkai bawah, tubuh, lengan atas dan tangan. Area otak yang lebih luas diperlukan untuk mengatur gerak tangan dan jari-jari, dibandingkan area otak untuk mengatur tubuh dan tungkai bawah. Pembagian somatotopi tersebut disebut sebagai homunkulus serebri (Gambar 1).1

Area lain di korteks yang mengatur fungsi motor adalah secondary motor cortex atau korteks motorik sekunder, meliputi korteks parietal posterior, korteks premotor, dan supplementary motor area atau area motorik suplemen (AMS). Korteks parietal posterior berfungsi meneruskan informasi visual ke gerak motorik. Dalam kasus di atas, korteks parietal posterior memberikan informasi visual bagaimana lengan harus mengambil gelas tersebut berdasarkan letak gelas. Informasi dari korteks parietal posterior ke korteks premotor dan area motorik suplemen. Korteks premotor terletak di sebelah anterior korteks motor primer. Korteks ini berperan memberikan informasi sensoris ke gerak motor, serta mengontrol otot-otot proksimal ekstremitas dan otot-otot tubuh. Pada kasus ini, korteks premotor membantu tubuh mengorientasikan tubuh sebelum meraih gelas.1

Area motor suplemen terletak di atas, atau medial dari area premotor di sebelah depan korteks motor primer. Area ini berperan dalam merencanakan gerak motor dan koordinasi kedua tangan. Area motor suplemen dan premotor ini mengirim informasi ke korteks motor primer dan area motor di batang otak (Gambar 2). 1

gambar 1. Homunkulus serebri

Page 16: Everything you should know about motor and movement ...

Motor delay: What to do and when to refer

3Everything you should know about motor and movement problems in children

Neuron-neuron di KMP, AMS, dan korteks premotor mempunyai jaras ke traktus kortikospinalis. Jaras ini adalah satu-satunya jaras yang menghubungkan korteks dan medula spinalis dan terdiri atas jutaan jaras. Jaras ini turun ke bawah melalui batang otak; di batang otak sebagian besar jaras tersebut menyilang ke sisi tubuh yang berlawanan. Setelah menyilang, jaras tersebut berlanjut ke medula spinalis dan berakhir di segmen sesuai tingkat medula spinalis. Jaras kortikospinal ini adalah jaras utama yang mengantur gerak volunter pada manusia (Gambar 3).1,2

Terdapat jaras motorik lain yang berasal dari motor neuron subkorteks (nuklei). Jaras ini mengatur postur, keseimbangan, gerak otot-otot proksimal, koordinasi kepala, leher, dan gerak mata untuk merespons target secara visual. Jaras subkortikal ini dapat memodifikasi gerak volunter melalui sirkuit interneuron di medula spinalis dan melalui proyeksi di area korteks motor.1

Medula spinalis terdiri atas massa putih dan kelabu. Massa putih terdiri atas jaras serabut saraf yang berjalan di sepanjang medula spinalis. Jaras tersebut berwarna putih karena terbungkus mielin untuk konduksi yang lebih cepat. Seperti jaras yang lain, jaras kortikospinal melewati area lateral massa putih medula spinalis. Bagian dalam medula spinalis mengandung massa kelabu, yang terdiri atas badan sel saraf, termasuk saraf motorik dan interneuron. Jaras kortikospinal bersinaps dengan motor neuron dan interneuron di daerah ventral atau anterior medula spinalis. Jaras motorik dari area gerak lengan dan tangan di korteks berakhir di motor neuron medula spinalis pada tingkat servikal, sedangkan untuk gerak tungkai bawah berkahir pada tingkat lumbal.1

gambar 2. Area motor suplemen dan area-area yang berhubungan

Page 17: Everything you should know about motor and movement ...

Setyo Handryastuti

4 Update in Child Neurology

gambar 3. Traktus kortikospinalis

Page 18: Everything you should know about motor and movement ...

Motor delay: What to do and when to refer

5Everything you should know about motor and movement problems in children

Di kornu anterior, motor neuron terproyeksi ke otot-otot distal yang berlokasi di lateral neuron-neuron yang mengontrol otot-otot proksimal. Neuron yang memproyeksikan otot-otot tubuh terletak lebih medial. Neuron otot-otot ekstensor terletak di tepi massa kelabu, sedangkan neuron otot-otot fleksor terletak lebih ke tengah. Penting diingat bahwa motor neuron tunggal di medula spinalis dapat menerima ribuan input dari area korteks motorik, subkorteks, dan interneuron di medula spinalis. Interneuron tersebut menerima input dari area yang sama, memungkinkan untuk mengembangkan suatu sirkut yang kompleks.1

Gambar 3 memperlihatkan sinyal dari dari korteks motorik primer melalui jaras kortikospinal ke interneuron dan motor neuron di massa putih medula spinalis kornu anterior. Neuron dari kornu anterior mengirim sinyal melaui akson keluar dari akar ventral untuk mempersarafi serabut otot (miofbril). Kornu anterior medula spinalis, akson, dan miofibril disebut sebagai single motor unit (Gambar 4).1,3

gambar 4. Motor unit

Page 19: Everything you should know about motor and movement ...

Setyo Handryastuti

6 Update in Child Neurology

Setiap motor neuron di medula spinalis adalah bagian dari unit fungsional yang disebut motor unit. Motor unit terdiri atas motor neuron, akson, dan serabut otot yang dipersarafinya. Beberapa motor neuron dapat mempersarafi beberapa serabut otot, tetapi satu serabut otot hanya dipersarafi oleh satu motor neuron. Ketika motor neuron mencetuskan impuls listrik, semua serabut otot akan berkontraksi .Ukuran dan jumlah motor unit dan jumlah serabut otot yang dipersarafi menentukan kekuatan kontraksi otot.1

Terdapat dua macam motor neuron di medula spinalis, yaitu motor neuron alfa dan gamma. Motor neuron alfa mempersarafi serabut otot yang menghasilkan kekuatan otot. Motor neuron gamma mempersarafi serabut di dalam spindel otot. Spindel otot adalah struktur di dalam otot yang mengukur panjang dan regangan otot. Spindel otot berperan dalam pembentukan refleks, misalnya refleks patela. Organ tendon Golgi adalah reseptor regang, berlokasi di tendon yang terhubung dengan otot rangka. Organ tersebut memberikan informasi kekuatan kontraksi otot ke pusat motorik. Informasi dari spindel otot, tendon Golgi, dan organ sensoris lain dikirim langsung ke serebelum. Serebelum berperan dalam koordinasi dan penentuan waktu program gerak motorik. Program motorik disusun di ganglia basal, yang berperan dalam mengorganisasi gerak yang kompleks. Kerusakan area ini akan menghasikan gerak spontan, gerak yag tidak adekuat. Ganglia basal juga mengirimkan sinyal ke subkorteks dan korteks. Melalui interaksi pelbagai area di otak inilah gerak motor manusia sehari-hari menjadi gerak yang rutin dan dapat dipelajari.1

Selain mekanisme gerak motorik di atas, faktor-faktor lain yang berperan dalam gerak dan perkembangan motorik seorang anak adalah otot dan persendian, terutama sendi lutut dan pergelangan kaki. Faktor otot yang berperan adalah tonus otot dan massa otot. Tonus otot adalah kemampuan otot untuk berkontraksi secara parsial dan kontinyu, atau tahanan otot untuk melawan regangan pasif dan gravitasi. Tonus otot diperlukan untuk mempertahankan kepala, batang tubuh, dan ekstremitas bawah ketika melakukan gerakan yang melawan gravitasi, seperti menegakkan kepala serta mempertahankan tubuh tetap tegak pada saat duduk dan berdiri. Tonus otot berbeda dengan kekuatan otot. Kekuatan otot yang tidak normal berkaitan dengan kelemahan (weakness) atau kelumpuhan (paralisis). Masa otot atau trofi otot berkaitan dengan kekuatan kontraksi otot yang diperlukan untuk melakuakn gerak motorik.4 Faktor persendian yang kerap memengaruhi perkembangan dan gerak motor adalah joint laxity, yaitu fleksibilitas sendi yang berlebihan sehingga anak sulit mempertahankan posisi yang stabil pada saat berdiri dan berjalan.

Page 20: Everything you should know about motor and movement ...

Motor delay: What to do and when to refer

7Everything you should know about motor and movement problems in children

Penyebab keterlambatan motorikPenyebab keterlambatan motorik dapat ditelusuri dari unsur-unsur yang berperan dalam mekanisme gerak motorik seorang anak, mulai dari otak, medula spinalis, saraf tepi, hingga otot dan tulang.

Otak, traktus kortikospinalis, serebelum dan ganglia basalPada palsi serebral yang terganggu adalah inisiasi gerak, perencanaan, eksekusi, serta koordinasi gerak motor disertai gangguan visual yang menyertai. Manifestasi klinis yang ditemukan bergantung pada lesi anatomis.5 Gejala klinis akan memperlihatkan imaturitas susunan saraf pusat (SSP) atau lesi upper motor neuron, dengan refleks primitif yang menetap, refleks perkembangan yang terlambat atau tidak ada, peningkatan refleks fisiologis, hipertonia otot, serta refleks patologis yang positif.

Pada spina bifida, yang terganggu terutama adalah jaras kortikospinal, sehingga koneksi antara korteks motorik dan motor neuron di medulla spinalis terganggu.

Pada global developmental delay yang terganggu adalah inisiasi gerak, perencanaan, eksekusi, serta koordinasi gerak motorik. Manifestasi klinis yang kerap ditemukan adalah hipotonia otot disertai joint laxity.6

Kornu anterior medula spinalisPada atrofi muskular spinal yang terganggu adalah motor neuron di kornu anterior medula spinalis sehingga tidak terjadi inisiasi gerak motor yang berasal dari medula spinalis. Secara klinis ditemukan gambaran lesi lower motor neuron, yang mencakup hipotonia otot, refleks fisiologis yang negatif, atrofi/hipotrofi otot, serta fasikulasi.7

Saraf tepi Pada polineuropati kongenital atau herediter, yang terganggu adalah hantaran saraf dari kornu anterior menuju otot. Secara klinis ditemukan lesi lower motor neuron.7

OtotPada miopati kongenital/herediter, yang terganggu adalah respons otot terhadap impuls saraf yang dihantarkan dari otak, medulla spinalis dan saraf tepi. Secara klinis ditemukan lesi lower motor neuron dengan refleks fisiologis yang menurun atau menghilang.7

Koordinasi motorikPada developmental coordination disorder (DCD) terdapat gangguan dalam memproses informasi sensorik, termasuk informasi visual-visuospasial, taktil, vestibular dan proprioseptif.8

Page 21: Everything you should know about motor and movement ...

Setyo Handryastuti

8 Update in Child Neurology

Masalah ortopediTidak ditemukan defisit neurologi, kemampuan motorik sebelum berdiri dan berjalan tidak terganggu. Masalah timbul ketika anak mulai belajar berdiri dan berjalan.9

Tanpa kelainan pada pemeriksaan fisisDitemukan pada anak-anak yang miskin stimulasi fisik, misalnya akibat terlalu sering digendong, diletakan di kursi dorong, ayunan, dan lain-lain.

Faktor-faktor yang memengaruhi perkembangan motorikPerkembangan seorang anak telah terprogram dan mengikuti pola tertentu. Namun demikian, terdapat variasi individu yang bergantung pada faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor intrinsik terdiri atas faktor genetik yang menentukan karakteristik fisik dan temperamen anak, kondisi fisik, dan kesehatan anak termasuk status gizi.10 Faktor ekstrinsik terdiri atas faktor keluarga, orangtua, saudara kandung, pola asuh, budaya lingkungan, kondisi sosioekonomi keluarga, dan stimulasi.10

Pendekatan diagnosis keterlambatan motorik

AnamnesisAnamnesis dimulai dengan wawancara rinci mengenai kemampuan motorik anak: pada usia berapa anak dapat mengangkat kepala, tengkurap, tengkurap bolak-balik, mengangkat dada, berguling, dan bagaimana usaha anak untuk bergerak – apakah dengan merayap, ngesot (bottom shuffling), atau merangkak. Kemampuan duduk anak perlu ditanyakan; apakah anak masih memerlukan bantuan untuk bangkit duduk sendiri dari posisi tengkurap atau terlentang, apakah anak dapat mempertahankan posisi duduk jika didudukkan. Kemampuan untuk berdiri dan usaha untuk berjalan juga perlu ditanyakan. Tentukan juga apakah anak terlambat dalam semua tahapan perkembangan motorik, atau hanya pada kemampuan tertentu, misalnya berdiri dan berjalan. Tanyakan juga kemampuan motorik halus anak; apakah anak dapat meraih dan memegang benda, melempar, memindahkan benda dari tangan kanan ke tangan kiri dan sebaliknya, makan biskuit sendiri, dan memegang botol susu; apakah anak cenderung memakai tangan pada salah satu sisi untuk memegang sesuatu (misalnya lebih suka menggunakan tangan kanan dibandingkan tangan kiri yang relatif tidak aktif).11

Jika anak sudah besar dan keluhan yang diajukan orangtua adalah clumsiness, tanyakan bagaimana kemampuan anak dalam melakukan kegiatan sehari-hari, misalnya makan, menulis, mewarnai, menggambar,

Page 22: Everything you should know about motor and movement ...

Motor delay: What to do and when to refer

9Everything you should know about motor and movement problems in children

merapihkan buku, lempar-tangkap bola, menari, dan kegiatan lain yang memerlukan gerak motorik yang terkoordinasi. Tanyakan juga untuk memastikan apakah gangguan motor yang terjadi merupakan keterlambatan dan bukan suatu kemunduran atau regresi.11

Setelah itu tanyakan riwayat kehamilan dan perinatal untuk menentukan apakah anak termasuk bayi risiko tinggi. Riwayat penyakit dahulu yang dapat menyebabkan keterlambatan, antara lain ensefalitis, ensefalopati, meningitis, dan perdarahan intracranial, juga penting untuk diketahui. Riwayat keterlambatan perkembangan motorik dalam keluarga juga perlu ditanyakan. Pola asuh di rumah sangat penting; tanyakan apakah anak terlalu sering digendong, diletakkan di kursi, dan jarang diberi kesempatan untuk bergerak. Saat ini di pasaran banyak dijual berbagai macam kursi dorong (stroller), kursi makan maupun kursi untuk bayi yang penggunaannya kerap berlebihan sehingga bayi jarang diberikan kesempatan untuk bergerak. Pemakaian baby walker juga kerap menyebabkan anak mengalami keterlambatan, terutama pada kemampuan duduk dan berdiri. Hal ini terjadi karena anak tidak mendapat kesempatan untuk belajar duduk sebagai dasar untuk perkembangan tahap selanjutnya, yaitu berdiri dan berjalan. Pada anak dengan pemakaian baby walker seringkali ditemukan pola jalan berjinjit. 11

Tanyakan juga jenis permainan apa yang diberikan pada anak, apakah sesuai usia, dan bagaimana cara orangtua dan/atau pengasuh memberikan stimulasi. Demikian juga ditanyakan apakah anak diberikan kesempatan yang cukup untuk melakukan aktivitas motorik seperti berlari, memanjat, melompat, bersepeda, dan bermain bola. Pemeriksaan fisisPemeriksaan fisis terbagi menjadi 3 bagian yang saling berkaitan, yaitu pemeriksaan fisis umum, pemeriksaan neurologis, dan pemeriksaan penunjang.

a. Pemeriksaan fisis umum

Pada pemeriksaan ini dilihat keadaan umum anak, status gizi, adakah pucat atau sianosis (yang mengarah ke PJB sianotik). Wajah diamati untuk melihat dismorfisme yang mengarah kepada sindrom tertentu, misalnya sindrom Down, sindrom cri-du-chat, hipotiroidisme kongenital, sindrom Cornelia de Lange, holoprosensefali, dan lain-lain, yang berisiko mengalami keterlambatan perkembangan.12

Pemeriksaan kepala meliputi lingkar kepala untuk melihat adakah terdapat mikrosefali/makrosefali, perabaan ubun-ubun besar (UUB) dan sutura untuk melihat penutupan UUB yang terlalu cepat atau sutura yang melebar yang mengarah ke atrofi otak. Pemeriksaan bentuk kepala, adakah tanda-tanda hidrosefalus, sindrom Dandy Walker (oksiput yang prominen), atau brakisefali (oksiput yang datar) yang merupakan petunjuk bayi hipotonia. Kulit perlu diperiksa

Page 23: Everything you should know about motor and movement ...

Setyo Handryastuti

10 Update in Child Neurology

untuk mencari tanda sindrom neurokutan, misalnya hemangioma luas (port wine stain) di satu sisi wajah mengikuti distribusi nervus trigeminus yang merupakan tanda sindrom Sturge Weber, bercak hipopigmentasi yang dapat menjadi tanda awal tuberosklerosis, atau bercak hiperpigmentasi (café-au-lait) yang merupakan tanda neurofibromatosis.12

Pemeriksaan mata dan telinga dilakukan untuk mengetahui fungsi organ sensorik yang penting dalam perkembangan anak. Dilihat secara kasar, pada mata dapat dicari adanya katarak, gangguan visus dengan melihat kemampuan fiksasi cahaya dan fiksasi obyek sesuai usia, strabismus, atau nistagmus. Kemampuan pendengaran dapat dinilai dengan melihat reaksi bayi terhadap suara keras, kemampuan mengikuti sumber suara sesuai usia, dan reaksi ketika dipanggil namanya serta diajak berbicara.12

Pemeriksaan jantung perlu dilakukan untuk menilai adanya tanda penyakit jantung bawaan (PJB), terutama PJB sianotik yang kerap mengakibatkan keterlambatan perkembangan. Pemeriksaan paru terutama diarahkan untuk melihat adanya bell-shaped chest pada atrofi muskular spinal. Pada abdomen dicari adanya hepatosplenomegali yang dapat dijumpai pada infeksi kongenital atau kelainan metabolik bawaan. Pemeriksaan bentuk ekstremitas dilakukan untuk mencari adanya kelainan bentuk kaki, misalnya congenital talipes equinovarus (CTEV) yang disebut juga club foot, yaitu deformitas bentuk dan posisi kaki kaki yang menekuk ke atas dan terpuntir ke arah dalam (supinasi-inversi).12

b. Pemeriksaan neurologis

Pemeriksaan neurologis yang penting adalah pemeriksaan tonus otot, kekuatan motorik, refleks fisiologis, refleks Babinski, refleks primitif, refleks postural , klonus, dan cara berjalan (gait).

Tonus otot dapat dinilai pertama kali dari observasi saat bayi berbaring, adakah frog leg position, yaitu posisi berbaring dengan keempat ekstremitas menempel pada alas periksa tanpa adanya gerakan fleksi-ekstensi tungkai melawan gravitasi. Bayi dengan tonus otot normal akan terlihat aktif bergerak, tampak fleksi-ekstensi ekstremitas secara aktif melawan gravitasi. Tonus otot anak berusia kurang dari dua tahun dapat dinilai dengan melakukan pemeriksaan respons tarikan, suspense vertikal, dan suspense horizontal. Pemeriksaan respons tarikan dilakukan untuk menilai tonus otot leher. Dari posisi berbaring, anak ditarik pada kedua tangannya ke posisi duduk; diperhatikan apakah masih terdapat head lag. Pada pemeriksaan suspensi vertikal, anak dipegang pada kedua ketiak dan diangkat dalam posisi tegak; diperhatikan apakah bahu tetap terangkat, kepala tegak, anak dapat mempertahankan posisi kepala dan punggung dalam satu garis lurus, dan apakah tungkai bawah terangkat dalam posisi fleksi. Anak disebut hipotonia jika

Page 24: Everything you should know about motor and movement ...

Motor delay: What to do and when to refer

11Everything you should know about motor and movement problems in children

kepala dan bahu terkulai, tungkai bawah terkulai lemas seperti kita memegang boneka kain. Hipertonia dirunjukkan dengan posisi tungkai bawah yang kaku bahkan dlam posisi menyilang (scissors sign). Pada pemeriksaan suspensi horizontal, anak dipegang pada dada dan diangkat dalam posisi horizontal; disebut normal jika kepala tegak dan ekstremitas terangkat melawan gravitasi. Pada suspensi horizontal, anak disebut hipotonia jika kepala dan keempat ekstremitas terkulai lemas membentuk huruf U terbalik dan disebut hipertonia jika keempat ekstremitas tampak kaku ke bawah.13

Tonus anak di atas 2 tahun diperiksa dengan mengangkat ekstremitas ke atas kemudian menjatuhkannya; dinilai apakah terdapat usaha untuk melawan gravitasi. Sendi-sendi ekstremitas dan sendi panggul digoyangkan dan digerakkan dalam keadaan pasien tenang, serta dinilai adanya tahanan. Dengan melakukan fleksi, ekstensi, pronasi, dan supinasi pada sendi-sendi dapat diketahui adanya spastisitas atau rigiditas, peningkatan atau penurunan tonus otot. Pergerakan yang terbatas juga dapat disebabkan kontraktur sendi. Pemeriksaan tonus memerlukan banyak latihan untuk merasakan apakah tonus otot normal, menurun, atau meningkat. Saat melakukan pemeriksaan sendi, terutama sendi panggul, lutut, dan pergelangan kaki, dinilai adanya joint laxity, yaitu fleksibilitas sendi yang berlebihan, sehingga posisi anak kurang mantap pada saat berdiri maupun berjalan.14

Kekuatan motorik pada bayi dan balita tidak dapat ditentukan secara rinci seperti pada anak usia sekolah. Penilaian diperoleh dengan cara observasi, dilihat apakah keempat ekstremitas bergerak aktif, adanya asimetri pada gerakan, dan apakah anak lebih banyak menggunakan satu tangan pada saat meraih dan mengenggam benda (hand preference). Hand preference yang timbul sebelum usia dua tahun menunjukkan gejala hemiparesis.

Jika anak sudah dapat berjalan, perhatikan cara berjalan (gait), apakah satu sisi ekstremitas diseret (pada hemiparesis), apakah terdapat pola berjalan yang kaku (spastic gait), apakah anak mudah terjatuh ketika berjalan atau berlari. Saat berjalan dilihat apakah terdapat kelainan bentuk kaki yang dapat menganggu proses berdiri dan berjalan, antara lain telapak kaki datar atau flat foot, bentuk kaki toeing in yaitu telapak kaki yang terpuntir ke arah dalam dengan paha dan betis yang terpuntir ke arah depan dan dalam. Untuk menilai keseimbangan pada waktu bermain dilihat juga adanya tremor, dismetria, badan miring saat duduk, dan gangguan koordinasi. 14

Pemeriksaan refleks fisiologis (triseps, biseps, brakioradialis, patela, Achilles), refleks patologis Babinski, dan klonus merupakan pemeriksaan neurologis yang penting untuk menentukan apakah keterlambatan motorik merupakan hal yang patologis disebabkan oleh lesi upper motor neuron atau lower motor neuron. Refleks Babinski disebut abnormal jika masih ditemukan pada usia di atas 18 bulan.

Page 25: Everything you should know about motor and movement ...

Setyo Handryastuti

12 Update in Child Neurology

Pemeriksaan refleks primitif dan postural juga dilakukan untuk menilai apakah refleks-refleks tersebut menetap atau terlambat muncul.13

c. Pemeriksaan perkembangan

Pemeriksaan perkembangan bertujuan mengonfirmasi perkembangan motorik dari anamnesis. Pemeriksaan evaluasi motorik dapat dilakukan di meja periksa atau di lantai yang berkarpet. Pada usia tiga bulan bayi seharusnya sudah bisa mengangkat kepala pada posisi tengkurap. Pada usia empat bulan, bayi telah dapat tengkurap dan menahan kepala pada posisi duduk. Bayi dapat mengangkat dada tinggi ketika tengkurap pada usia lima sampai enak bulan. Pada usia enam bulan, bayi dapat didudukkan dan mempertahankan posisi duduk dengan menumpukan tangan ke depan, serta mulai merayap dan berguling. Anak telah dapat duduk tanpa ditumpu pada usia delapan sampai sembilan bulan, sedangkan anak dapat duduk sendiri tanpa dibantu pada usia 10 bulan. Amati bagaimana anak bergerak, apakah dengan merayap, merangkak, atau ngesot (bottom shuffling). Merayap pada bayi yang sudah besar merupakan tanda hipotonia otot batang tubuh, sedangkan ngesot merupakan tanda hipotonia otot panggul. Pola duduk di lantai dengan lutut dan betis menekuk ke arah luar seperti huruf W perlu diwaspadai karena menyebabkan anak sulit untuk berdiri. Perhatikan cara anak menarik badan ke posisi berdiri dari posisi duduk, apakah masih memerlukan bantuan atau sudah dapat berdiri tanpa berpegangan. Saat anak berjalan atau berlari, perhatikan cara berjalan, kemampuan mengatur kecepatan, apakah anak mudah jatuh, tersandung atau terbelit. Perhatikan juga apakah anak dapat melompat, naik-turun tangga, dan berjalan mundur dengan baik.13,14

Penilaian motorik halus dilakukan sesuai usia, dilihat dengan mengobservasi kemampuan bayi atau anak dalam memanipulasi benda. Hal yang diobservasi mulai dari kemamapuan meraih, memegang dengan telapak tangan (palmar grasp), menjimpit (pincer grasp), melempar, dan membenturkan benda, sampai kemampuan motorik halus yang lebih kompleks misalnya mencoret, menggambar, mewarnai, menulis, maupun aktivitas sehari-hari.13,14

d. Pemeriksaan penunjang

Jika jelas terdapat keterlambatan motorik, maka ditentukan apakah hal tersebut disebabkan lesi upper motor neuron, lower motor neuron, atau tidak terdapat defisit neurologi. Berikut ini beberapa hal yang dapat dijadikan panduan:

– Jika pada pemeriksaan fisis ditemukan kelainan postur, kelainan tonus (hipertonia atau hipotonia), peningkatan refleks fisiologis, refleks primitif yang menetap, refleks postural tidak muncul, terdapat refleks patologis Babinski, maka diagnosis pasien

Page 26: Everything you should know about motor and movement ...

Motor delay: What to do and when to refer

13Everything you should know about motor and movement problems in children

adalah palsi serebral. Pilihan pemeriksaan penunjang adalah MRI kepala atau CT scan kepala. Pemeriksaan lain, misalnya elektroensefalografi (EEG), pemeriksaan penglihatan, dan pemeriksaan pendengaran dilakukan sesuai indikasi.

– Jika diagnosis adalah global developmental delay, maka pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah skrining penglihatan dan pendengaran, pemeriksaan metabolic dan skrining hipotiroid bila tidak ada skrining neonatus universal, dan jika terdapat defisit neurologi dilakukan MRI kepala atau CT scan. Pemeriksaan sitogenetik, metabolik, maupun EEG dilakukan jika ada indikasi.

– Jika ditemukan tanda dan gejala lesi lower motor neuron berupa hipotonia, penurunan atau hilangnya refleks fisiologis, tidak ditemukannya refleks patologis, serta adanya fasikulasi lidah, tremor, dan hipotrofi atau atrofi otot, maka dilakukan pemeriksaan elektromiografi (EMG) dan analisis DNA untuk penyakit atrofi muskular spinal.

– Jika ditemukan tanda dan gejala lesi lower motor neuron, pikirkan juga kelainan otot atau miopati. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakuakn selain pemeriksaan EMG adalah pemeriksaan enzim creatine kinase (CK).

– Jika tidak ditemukan defisit neurologis, maka keterlambatan motorik dapat disebabkan oleh kurangnya stimulasi. Pada kasus ini tidak diperlukan pemeriksaan penunjang.

– Jika tidak ditemukan defisit neurologis tetapi ditemukan kelainan bentuk kaki, maka penyebabnya adalah kelainan bentuk kaki yang tidak memerlukan pemeriksaan penunjang lebih lanjut. Pada kasus ini mungkin diperlukan konsultasi ortopedi.

Red flags keterlambatan motorikDokter harus waspada terhadap red flags perkembangan motorik utnuk monitoring maupun intervensi. Perkembangan disebut terlambat jika seorang anak belum mempunyai kemampuan tertentu pada rentang umur yang diharapkan. Red flags perkembangan motorik kasar dan halus dapat dilihat pada Tabel 1.

SimpulanUntuk dapat mengenali keterlambatan motorik kita tidak hanya perlu memahami tahapan perkembangan motorik yang normal, tetapi juga memahami mekanisme gerak motorik normal, perkembangan motorik, serta bagian-bagian yang berperan mulai dari korteks motor di otak, medulla, spinalis sampai otot dan persendian. Dengan memahami

Page 27: Everything you should know about motor and movement ...

Setyo Handryastuti

14 Update in Child Neurology

hal-hal tersebut di atas, kita dapat mengetahui dan memahami red flags perkembangan motorik sehingga dapat melakukan pemeriksaan penunjang dan rujukan yang tepat.

Daftar pustaka

1. Fitzgerald M. The anatomy of movement. Diunduh dari: http://brainconnection.brainhq.com/2013/03/05/the-anatomy-of-movement. Diakses tanggal 5 Mei 2017.

2. Fitzgerald MJT. Curran JF. Clinical neuroanatomy and related neuroscience. Edisi ke-4. Philadelphia: WB Saunders; 2002. h.123-32.

Tabel 1. Red flags perkembangan motorik pada anak

Usia Red flags

Lahir sampai 3 bulan

Berguling sebelum usia 3 bulan (tanda hipertonia)Fisting (refleks genggam) menetap pada usia 3 bulanTidak dapat menegakkan kepala saat tengkurap atau masih ditemukannya head lag pada pemeriksaan respons tarikan pada usia 3 bulan15,16

4 sampai 6 bulan

Belum dapat menegakkan kepala dengan baik (head lag masih ada) Tidak dapat mempertemukan kedua tangan di garis tengah pada usia 4 bulan Tidak dapat meraih dan memegang benda pada usia 5 bulan15,16

6 sampai 12 bulan

Refleks primitif yang menetap setelah usia 6 bulan Belum dapat memindahkan benda dari satu tangan ke tangan yang lain pada usia 6 bulan Masih bermain dengan jari pada usia 6-7 bulan W-sitting dan bunny hopping pada usia 7 bulan Belum dapat duduk tegak pada usia 10-12 bulan Berguling belum maksimal pada usia 9 bulan Belum dapat berdiri atau menopang tubuh dengan kedua kaki atau berjalan berpegangan pada usia 12 bulan Tetap memasukkan benda apapun ke dalam mulut pada usia 12 bulan15,16

12 sampai 24 bulan

Tidak dapat mengambil benda menggunakan jari/pincer grasp pada usia 12 sampai 15 bulan Belum dapat berdiri atau berjalan lepas pada usia 18 bulan Tampak dominasi tangan sebelum usia 18 bulan Belum berjalan lancar pada usia 24 bulan Belum dapat naik-turun tangga berpegangan atau berlari pada usia 24 bulan Masih drooling/ngiler berlebihan sampai usia 24 bulanBergerak dengan cara ngesot/bottom shuffling di atas usia 12 bulan15,16

3 sampai 5 tahun

Belum dapat berlari dengan baik, naik-turun tangga, menendang bola pada usia 3 tahun Sering jatuh atau kesulitan naik-turun tangga pada usia 3 tahun Tidak dapat melompat, naik sepeda roda tiga, atau berdiri dengan 1 kaki pada usia 4 tahun Belum dapat menggambar benda, kotak, tanda silang, serta keseimbangan yang kurang pada usia 5 tahun15,16

6 sampai 12 tahun

Tidak dapat bermain lompat tali atau melompat dengan satu kakiTidak dapat menulis namanya sendiri15,16

Page 28: Everything you should know about motor and movement ...

Motor delay: What to do and when to refer

15Everything you should know about motor and movement problems in children

3. Fitzgerald MJT. Curran JF. Clinical neuroanatomy and related neuroscience. Edisi ke-4. Philadelphia: WB Saunders; 2002. h.73-8.

4. O’Sullivan SB. Examination of motor function: motor control and motor learning. Dalam: O’Sullivan SB, Schmitz TJ, penyunting. Physical rehabilitation. Edisi ke-5. Philadelphia: FA Davis Company; 2007. h.233-34.

5. Krigger KW. Cerebral palsy: an overview. Am Fam Physician. 2006;73:91-100.

6. Sherr EH, Shevell MI. Global developmental delay and mental retardation/intellectual disability. Dalam: Swaiman KF, Ashwal SA, Ferriero DM, Schor NF, penyunting. Swaiman’s pediatric neurology principles and practice. Edisi ke-5. Philadelphia: Elsevier Saunders; 2012. h. 554-74.

7. Fenichel GM. Clinical pediatric neurology. A signs and symptoms approach. Edisi ke-5. Philadelphia: Elsevier Saunders; 2009. h.153-76.

8. Blank R, Smits-Engelsman B, Polatajko H, Wilson P. European Academy of Childhood Disability (EACD): Recommendation on the definition, diagnosis and intervention of developmental coordination disorders. Dev Med Child Neurol. 2012;54:54-93.

9. Hoekelman RA, Chianese MJ. Chapter 183: Foot and leg problems. Diunduh dari: http://www.pediatriccare.solutions.aap.org. Diakses tanggal 20 Oktober 2016.

10. Gerber RJ, Wilks T, Erdie-Lalena C. Developmental milestones: Motor development. Pediatr Rev. 2010;31:267-76.

11. Swaiman KF. General aspects of the patient’s neurologic history. Dalam: Swaiman KF, Ashwal S, Ferriero DM, Schor N, penyunting. Swaiman’s pediatric neurology principles and practice. Edisi ke-5. Philadelphia: Elsevier Saunders; 2012. Suplemen e1.

12. Swaiman KF, Brown LW. Neurologic examination ater the newborn Period until 2 years of age. Dalam: Swaiman KF, Ashwal S, Ferriero DM, Schor N, penyunting. Swaiman’s pediatric neurology principles and practice. Edisi ke-5. Philadelphia: Elsevier Saunders; 2012. Suplemen e33.

13. Swaiman KF. Neurologic examination of the Older Children. Dalam: Swaiman KF, Ashwal S, Ferriero DM, Schor N, penyunting. Swaiman’s pediatric neurology principles and practice. Edisi ke-5. Philadelphia: Elsevier Saunders; 2012. Suplemen e15.

14. Swaiman KF, Brown LW.Muscular tones and gait disturbance. Dalam: Swaiman KF, Ashwal S, Ferriero DM, Schor N, penyunting. Swaiman’s pediatric neurology principles and practice. Edisi ke-5. Philadelphia: Elsevier Saunders; 2012. Suplemen e60.

15. Gerber RJ, Wilks T, Erdie-Lalena C. Developmental milestones: Motor development. Pediatr Rev. 2010;31:267-76.

16. Scharf RJ, Scharf GJ, Strousstrup A. developmental miestones. Pediatr Rev. 2016:37;25-37.

Page 29: Everything you should know about motor and movement ...

Global developmental delay:Kadang mudah didiagnosis, kadang sangat sulitHardiono D. Pusponegoro

Tujuan:1. Mengetahui perbedaan delay dan disorder dalam perkembangan anak2. Mengetahui syarat diagnosis global developmental delay3. Mengetahui kemungkinan etiologi dan langkah-langkah pencarian etiologi pada global

developmental delay

Seorang dokter harus dapat membedakan antara delay dan disorder. Delay mengandung konotasi bahwa keadaan tersebut belum tentu merupakan suatu gangguan disebabkan patologi tertentu dan anak akan dapat menyusul dalam bidang yang mengalami keterlambatan. Disorder berarti anak telah mengalami suatu diagnosis dilandasi suatu patologi yang mungkin dapat bersifat permanen. Keterlambatan perkembangan dalam pelbagai bentuk di alami oleh 30% anak. Salah satu bentuk keterlambatan perkembangan yang sering didiagnosis adalah global developmental delay (GDD). Seorang anak disebut mengalami GDD apabila ia menunjukkan keterlambatan perkembangan dalam dua bidang perkembangan atau lebih, termasuk gerak kasar, gerak halus, bicara-bahasa, kognitif, pesonal-sosial, dan aktivitas dalam kehidupan sehari-hari.1-3 Yang dimaksud dengan keterlambatan adalah kemampuan anak kurang dari dua simpang baku (<-2SD) kemampuan pada populasi anak normal seusianya. Yang paling sering ditemukan adalah keterlambatan gerak kasar dan keterlambatan bicara.

Istilah GDD sebenarnya kurang tepat, karena keterlambatan tersebut bukan suatu delay melainkan suatu disorder. Apabila suatu diagnosis etiologik spesifik telah dapat ditegakkan, maka anak lagi tidak disebut mengalami GDD, melainkan mengalami diagnosis spesifik tersebut. Istilah GDD hanya digunakan untuk anak berumur kurang dari lima tahun. Bila anak telah berusia lebih dari lima tahun namun masih menunjukkan keterlambatan, maka keadaan ini disebut sebagai disabilitas intelektual (DI).1-3

Sebagian kasus GDD mudah diketahui etiologinya, sedangkan sebagian lainnya sulit dicari penyebabnya, bahkan di negara maju, karena memerlukan pemeriksaan yang sangat spesifik. Dalam makalah ini akan dibahas mengenai pelbagai keadaan yang dapat menyebabkan GDD beserta contoh kasus dan pemeriksaan yang perlu dilakukan untuk menegakkan diagnosis.

16 Update in Child Neurology

Page 30: Everything you should know about motor and movement ...

Global developmental delay: Kadang mudah didiagnosis, kadang sangat sulit

17Everything you should know about motor and movement problems in children

EtiologiEtiologi GDD dapat dibagi menurut klasifikasi Finnish.4,5 Sebagai tambahan digunakan beberapa klasifikasi yang lebih mutakhir.3,6

Melihat klasifikasi tersebut, sebagian merupakan gangguan yang jelas penyebabnya dan diagnosis dapat ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisis, ditambah magnetic resonance imaging (MRI) dan pemeriksaan kromosom biasa. Diagnosis yang mudah ditegakkan misalnya palsi serebral, epilepsi, spasme infantil, kejang neonatus, autisme, mikro-/makrosefali.6 Apabila diagnosis sudah dapat ditegakkan, anak tidak lagi disebut sebagai GDD.

Syarat untuk diagnosis GDD adalah adanya keterlambatan perkembangan. Keterlambatan perkembangan dialami oleh 17% anak.7 Untuk mengetahui adanya keterlambatan perkembangan, harus dilakukan skrining perkembangan secara rutin menggunakan instrumen skrining perkembangan yang baik. Tanpa instrumen skrining, terjadi kegagalan mengenali keterlambatan perkembangan pada 30% kasus.7 American Academy of Pediatrics menganjurkan agar skrining perkembangan dengan instrumen tertentu dilakukan pada umur sembilan bulan, 18 bulan, dan 24 atau 30 bulan, atau apabila ada keluhan dari orangtua.8

Berbagai instrumen skrining dapat digunakan. Ada yang berbentuk kuesioner, misalnya Ages and Stages Questionnaire dan Kuesioner Praskrining Perkembangan (KPSP). Ada pula instrumen skrining yang dilakukan oleh dokter, misalnya Denver II atau Bayley Infant Neurodevelopmental Screener. Yang terpenting bukan instrumen mana yang terbaik; jauh lebih baik untuk mengenal satu instrumen dan melakukannya secara rutin. Setelah anak dinyatakan mengalami GDD, usahakan untuk menegakkan diagnosis terlebih dahulu sebelum merujuk ke dokter spesialis rehabilitasi medis atau pusat terapi.

Kasus 1Seorang anak mengalami keterlambatan berjalan dan berbicara yang tidak spesifik. Tidak ditemukan kelainan neurologis. Anak tidak melalui fase merangkak, dapat berjalan pada usia 18 bulan dan berbicara satu-dua kata pada usia 20 bulan. Setelah berumur tiga tahun, semua tahapan perkembangan dan pemeriksaan neurologis normal. Anak ini mengalami GDD tanpa dapat ditegakkan diagnosis spesifik, dan dapat mengatasi gangguan tersebut.

Setelah berumur empat tahun, sebanyak 30% anak mengalami catch-up, sebagian hanya mengalami masalah ringan, sebagian telah di diganosis sebagai suatu disorder atau gangguan neurologi lain, dan sebanyak 20-60% tetap mengalami GDD.6,9 Sebagian besar anak yang tetap mengalami GDD diagnosisnya berubah menjadi disabilitas intelektual pada umur lima tahun.1-3,10,11

Page 31: Everything you should know about motor and movement ...

Hardiono D Pusponegoro

18 Update in Child Neurology

Kasus 2Seorang anak berumur 10 bulan belum dapat tengkurap, badan dan tungkai terlihat kaku. Ia belum memberi respons bila diajak berbicara. Telapak tangan masih terkepal erat. Refleks fisiologis meingkat, klonus positif, crossed extensor reflex positif, refleks suprapubik positif, dan pada pemeriksaan respons tarikan didapatkan head lag. Lingkar kepala <-2SD kurva Nellhaus. Anak lahir cukup bulan dengan berat badan 3100 gram, namun ia mengalami ensefalopati hipoksik iskemik. Anak ini jelas mengalami keterlambatan perkembangan dalam bidang gerak kasar, personal-sosial, dan mungkin kognitif. Diagnosis dapat ditegakkan dengan mudah, yaitu palsi serebral. Kasus semacam ini tidak tepat disebut GDD.

Dalam bidang gerak kasar, terkadang sulit menentukan pada anak kecil apakah mereka mengalami keterlambatan gerak kasar atau telah mengalami palsi serebral (PS). Suatu review menunjukkan bahwa PS dapat dideteksi pada usia tiga bulan menggunakan general movement assessment (GMA), dengan sensitivitas 98% dan spesifisitas 94%.12 Penelitian di RS Cipto Mangunkusumo menunjukkan bahwa PS dapat dideteksi pada usia enam bulan pada 88,7% bayi risiko tinggi dengan menggunakan pemeriksaan traction response, fisting, dan crossed extensor reflex.13

Kasus 3Seorang anak berumur dua tahun, duduk belum terlalu kuat dan tubuh cenderung jatuh ke depan, berjalan masih perlu bantuan. Beberapa uji kognitif memperlihatkan fungsi kognitif yang kurang. Ia juga belum dapat berbicara. Lingkar kepala cenderung besar walaupun masih dalam batas normal. Pemeriksaan neurologis memperlihatkan anak mengalami hipotonia, tetapi refleks fisiologis positif normal dan refleks patologis negatif. Keadaan ini sering disebut sebagai hipotonia sentral, suatu hipotonia yang disebabkan gangguan serebral. Walaupun ukuran lingkar kepala normal, namun ternyata MRI memperlihatkan adanya atrofi serebri.

Dalam praktik sering dijumpai wajah dismorfik, namun tidak selalu jelas mengarah pada diagnosis tertentu. Lingkar kepala normal, berbeda dengan palsi serebral yang sering menunjukkan lingkar kepala yang kecil. Anak seringkali memperlihatkan gejala hipotonia sentral, yaitu kurangnya tonus yang dapat dilihat dengan pemeriksaan suspensi horizontal, suspensi vertikal, dan respons tarikan. Terlihat pula joint laxity yaitu gerakan otot di persendian yang berlebihan. Berbeda dengan pada lesi lower motor neuron yang juga menunjukkan hipotonia, pada kasus GDD refleks fisiologis tetap positif. Keadaan ini yang dapat disebut sebagai GDD murni. Anak akan dapat berjalan walau terlambat, kemudian seringkali dapat berbicara walaupun juga terlambat, namun fungsi kognitif seringkali tidak dapat diperbaiki. Etiologi seringkali sulit ditemukan.

Page 32: Everything you should know about motor and movement ...

Global developmental delay: Kadang mudah didiagnosis, kadang sangat sulit

19Everything you should know about motor and movement problems in children

Global developmental delay dengan etiologi yang sulit ditegakkan Pada 20% sampai 62% kasus GDD, etiologi tetap tidak dapat ditegakkan. Sebagian di antaranya disebabkan penyakit genetik, gangguan kromosom, metabolik, atau penyakit neurodegeneratif.2,3,14 Dari klasifikasi pada Tabel 1, terlihat bahwa banyak sekali etiologi yang sulit ditegakkan. Akibatnya, pelbagai spesialis akan secara terpisah meminta berbagai pemeriksaan yang tidak terarah. Untuk menghindari hal tersebut, sebaiknya dibuat tim multidisiplin yang melakukan pemeriksaan awal sebelum melakukan pemeriksaan lanjutan.14 Dengan cara ini, diagnosis dapat ditegakkan pada 46% kasus dan kemungkinan diagnosis kerja untuk pemeriksaan berikutnya pada 38% kasus lainnya.14

Manifestasi klinis dan pemeriksaan yang diperlukanTujuan evaluasi GDD adalah untuk (1) konfirmasi dan penentuan derajat GDD; (2) mencari etiologi; (3) merujuk anak untuk terapi dan rehabilitasi; (4) konseling keluarga; dan (5) tata laksana masalah medis dan perilaku.15 American Academy of Neurology telah menerbitkan suatu algoritma untuk menegakkan diagnosis GDD yang masih valid walau memerlukan beberapa revisi.1

Pada 17,2% sampai 34,2% kasus, etiologi GDD dapat ditentukan dari anamnesis dan pemeriksaan fisis.1 Anamnesis yang perlu dilakukan termasuk perjalanan penyakit, riwayat kehamilan dan persalinan, riwayat keluarga, konsanguinitas, adanya kematian neonatal dini dalam keluarga, dan anak dengan riwayat penyakit sama.15 Riwayat regresi perkembangan dapat menjadi petunjuk KMB atau penyakit neurodegeneratif lain.15

Manifestasi klinis KMB dapat dibagi menjadi gejala neurologis dan non-neurologis.16 Gejala neurologis yang mencurigakan ke arah KMB misalnya ataksia, gangguan perilaku, demensia, distonia, ensefalopati, epilepsi, gangguan pendengaran, hipotonia/miopati, kelainan pada MRI, neuropati, gangguan gerak bola mata, gangguan psikiatrik, spastisitas, stroke, dan gangguan penglihatan. Gejala non-neurologis ditemukan pada 69% kasus, meliputi beberapa organ misalnya tulang dan sendi, dermatologi, endokrinologi, mata, dismorfisme, pertumbuhan, jantung, gastrointestinal, hematologi, imunologi, ginjal, hati, dan bau urine.16 Adanya dismorfologi, hepatomegali dan lesi kulit harus dicari. Hepatomegali dapat menjadi petunjuk KMB. Lesi kulit dapat ditemukan pada kasus tuberosklerosis.15 Demikian pula dengan ada atau tidaknya gangguan pendengaran dan penglihatan. Gangguan penglihatan ditemukan pada 13% sampai 50% kasus, sedangkan gangguan pendengaran ditemukan pada 18% kasus. Kedua pemeriksaan ini harus dilakukan pada GDD.1

Page 33: Everything you should know about motor and movement ...

Hardiono D Pusponegoro

20 Update in Child Neurology

Tabel 1. Etiologi global developmental delay3-6

1. GenetikKromosom Trisomi 21,13,18, cri-du-chat (delesi 5p) Mutasi gen Tuberosklerosis, fenilketonuria, penyakit Tay-

Sachs, Hunter, Smith-Lemli-Opitz, sindrome fragile-X

Mikrodelesi Sindrom Angelman, Prader-Willi, Williams Multifaktor Disabilitas intelektual (DI)/retardasi mental (RM)

familial murni, defek tabung saraf Ensefalopati genetik Sindrom Rett (mutasi 4 MECP2 and 2 CDKL5)

Gangguan spektrum Dravet dengan mutasi SCN1A Neurometabolik – kelainan metabolisme bawaan (KMB)

Kelainan mitokondriaPenyakit lisosomalKelainan metabolisme antara (disorders of intermediary metabolism)Adrenoleukodistrofi-X (X-ALD)KMB lain

2. MalformasiMalformasi susunan saraf pusat

Holoprosensefali, lissensefali

Malformasi multipel Sindrom Goldenhar, sindrom Sotos 3. Gangguan pranatal eksternal

Infeksi maternal Rubela, sitomegalovirus, human immunodeficiency virus

Obat/ toksin Toksisitas alkohol/hidantoin

Nutrisi, pertumbuhan janin terhambat, prematuritas

Insufisiensi plasenta, toksemia gravidarum

Lain-lain Diabetes, radiasi, trauma, stroke 4. Pranatal/neonatal

Infeksi Meningitis, herpes Proses persalinan Asfiksia, traumaKomplikasi neonatal Hipoglikemia, hiperbilirubinemia

5. PascanatalInfeksi Meningitis, ensefalitis Kerusakan SSP Zat toksik, tumor otak, hipoksia, strokePsikososial Deprivasi, kemiskinanNutrisi MalnutrisiPsikosis, non-familial

6. Tidak diketahuiNon-familial murni Tidak ada riwayat/temuan khususGejala SSP disabilitas intelektual (DI)/retardasi mental (RM) +

palsi serebral; DI/RM + epilepsi; DI/RM + autisme; penyebab?

7. Tak dapat diklasifikasi

Autisme sering disertai GDD. Terkadang sulit membedakan autisme dengan disabilitas intelektual karena sebagian anak autisme juga menunjukkan keterlambatan gerak.17 Hal yang dapat digunakan untuk membedakan autisme dan GDD adalah adanya gangguan interaksi dan perilaku stereotipik dan repetitif pada autisme.18

Page 34: Everything you should know about motor and movement ...

Global developmental delay: Kadang mudah didiagnosis, kadang sangat sulit

21Everything you should know about motor and movement problems in children

Kasus 4 Seorang anak berumur 1 tahun mengalami hipotonia dan keterlambatan gerak kasar. Panjang badan kurang dari persentil ketiga. Berat badan normal, lingkar kepala sedikit di bawah -2SD kurva Nellhaus. Wajahnya agak dismorfik. Ia juga belum memberi respons bila diajak bermain. Pada pemeriksaan laboratorium ternyata TSHs >8000 μU/mL dan FT4 kurang dari 0,5 ng/dL. Anak ini mengalami GDD, namun diagnosis etiologinya adalah hipotiroid kongenital.

Pemeriksaan penunjang dan pemeriksaan tiroidDalam pengalaman praktik penulis, pemeriksaan laboratorium rutin yang biasa dilakukan adalah darah tepi lengkap dan fungsi tiroid bila belum dilakukan skrining saat bayi lahir. Pemeriksaan fungsi tiroid dapat menemukan diagnosis pada sekitar 4% kasus di negara yang belum melakukan skrining hipotiroid.1 Hipotiroid kongenital ditemukan pada satu di antara 2000 kelahiran; dengan demikian di Indonesia diperkirakan terdapat 2500 kasus setiap tahunnya. Berdasarkan pengalaman penulis, cukup banyak kasus hipotiroid yang datang dengan gejala GDD, termasuk kasus hipotiroid subklinis dengan peningkatan TSH sedangkan T4 normal. Di Indonesia, walaupun sudah ada peraturan Menteri Kesehatan untuk melakukan skrining hipotiroid, skrining baru dilakukan pada 100.000 anak setiap tahun, jauh tertinggal dibandingkan negara-negara lain. Dokter anak harus meminta skrining hipotiroid pada semua bayi yang dirawatnya.

ElektroensefalografiBelum ada rekomendasi mengenai perlunya pemeriksaan EEG pada semua anak dengan GDD.1 Berdasarkan kesepakatan sebagian besar ahli di bidang neurologi anak, EEG hanya dilakukan bila terdapat kejang atau regresi perkembangan. Pemeriksaan EEG dilakukan saat anak tidur dan bangun (awake). Kadang-kadang dapat ditemukan pola electrical status epilepticus during slow-wave sleep (ESES). Pemeriksaan EEG rutin pada anak GDD hanya mampu menemukan diagnosis pada 0,4% kasus.1

CT scan dan MRIPencitraan otak menggunakan CT scan dapat menemukan kelainan pada 30% kasus GDD. Pemeriksaan MRI menunjukkan hasil yang jauh lebih baik dan dapat menemukan kelainan pada 48,6% sampai 65,5% kasus GDD.1 Menurut pendapat penulis, pada anak dengan GDD lebih baik dilakukan MRI dahulu sebelum melakukan pemeriksaan laboratorium, karena dari MRI seringkali ditemukan petunjuk penyebab etiologis GDD. Seringkali MRI menunjukkan kelainan pada gangguan KMB neurologis, misalnya fenilketonuria, asidemia organik, penyakit Zellweger, mukopolisakaridosis, penyakit mitokondria, penyakit lisosom, dan lain-lain.

Page 35: Everything you should know about motor and movement ...

Hardiono D Pusponegoro

22 Update in Child Neurology

Pemeriksaan metabolikBila pemeriksaan metabolik dilakukan terhadap semua kasus, maka hanya 0,6% sampai 1,3% di antaranya yang akan mengarahkan klinikus pada suatu diagnosis etiologi.1 Pemeriksaan metabolik yang dilakukan selektif atas indikasi (misalnya bila terdapat riwayat keluarga yang bermakna, konsanguinitas, dan retardasi mental) mampu menemukan diagnosis pada 5% kasus.1 Adanya gagal tumbuh, regresi perkembangan, gangguan yang hilang-timbul secara episodik, wajah kasar (coarse facies), hepatosplenomegali, gejala neurologis, dan gejala oftalmologis meningkatkan sampai 14% kemungkinan ditemukannya diagnosis melalui pemeriksaan metabolik.1,3 Di banyak negara, skrining penyakit metabolik sudah dilakukan secara rutin dengan tandem mass spectometry atau metode lain yang lebih canggih, sehingga sebagian kasus sudah ditemukan pada masa neonatal.3 Beberapa kasus KMB telah dilaporkan di Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo.

Algoritma awal untuk mencari etiologi IOM yang dianjurkan adalah:19

1. Pemeriksaan darah: amonia, laktat, asam amino plasma, homosistein total, profil asilkarnitin, kuprum (Cu), dan seruloplasmin

2. Urine: asam organik, purin dan pirimidin, metabolit kreatin, oligosakarida, glikosaminoglikans

3. Dapat disusul dengan pemeriksaan lain yang lebih selektif.

Pemeriksaan kromosom dan genetik

Kasus 5Seorang anak mengalami hipotonia dan obesitas. Perkembangan gerak dan bicara terlambat. Pada pemeriksaan MRI kepala tidak ditemukan kelainan. Pemeriksaan kromosom dan genetik menunjukkan bahwa anak mengalami sindrom Prader Willi.

Pemeriksaan sitogenetik rutin pada GDD menghasilkan diagnosis pada 3,7% kasus, dan dianjurkan untuk dilakukan secara rutin. Pada anak dengan keterlambatan perkembangan sedang dan berat, pertimbangkan pemeriksaan kromosom dengan teknik baru, misalnya fluorescence in-situ hybridization (FISH) atau chromosome microarray.3,6 Gen FMR1 digunakan untuk menegakkan diagnosis Sindrom fragile-X terutama pada anak lelaki.3 Di Indonesia, pemeriksaan untuk sindrom fragile-X dapat diperiksa di laboratorium Prof. Sulthana di Semarang. Penulis pernah menemukan sindrom tersebut pada tiga anak yang menunjukkan gejala autisme disertai disabilitas intelektual. Pemeriksaan gen MECP2 terhadap sindrom Rett perlu dilakukan apabila ada gejala regresi pada anak perempuan. Berbagai gen lain diperiksa atas indikasi.

Page 36: Everything you should know about motor and movement ...

Global developmental delay: Kadang mudah didiagnosis, kadang sangat sulit

23Everything you should know about motor and movement problems in children

Pemeriksaan lainPemeriksaan terhadap timbal (Pb) ditujukan terhadap anak dengan kemungkinan terpapar timbal dari lingkungan dengan keadaan sosioekonomi yang kurang. Keterlambatan biasa bukan merupakan indikasi pemeriksaan kadar Pb. Di negara maju, pemeriksaan kadar Pb dianjurkan apabila di lingkungan tempat tinggal anak 12% atau lebih populasi anak menunjukkan kadar plumbum lebih dari 10 g/dL atau 27% rumah dibangun sebelum tahun 1950, anak berasal dari golongan minoritas dengan sosioekonomi kurang, merupakan anak imigran, terpapar obat alternatif, mengalami defisiensi besi, atau terpapar debu atau tanah yang terkontaminasi.1,20 Hingga saat ini belum ada data mengenai peran timbal di Indonesia.

SimpulanMenentukan apakah seorang anak mengalami GDD sangat mudah, berdasarkan adanya keterlambatan perkembangan dua ranah atau lebih. Namun, untuk menegakkan diagnosis dan mencari etiologi tidak selalu mudah. Diperlukan tim yang terdiri atas dokter ahli di bidang tumbuh kembang, neurologi anak, nutrisi dan penyakit metabolik, endokrinologi, radiologi, patologi klinik, serta biokimia dan kedokteran ,olekular. Dengan adanya tim semacam ini, penegakkan diagnosis menjadi lebih terarah dan keberhasilan diagnosis meningkat.

Bila menemukan kasus GDD, sedapat mungkin harus ditegakkan diagnosis dan penyebab yang pasti sebelum merujuknya untuk terapi. Urutan pemeriksaan tidak dilakukan secara paralel, melainkan secara sekuensial dimulai dari MRI kepala yang mungkin memperlihatkan suatu clue atau petunjuk. Pemeriksaan yang rutin dilakukan adalah TSHs dan FT4, dan dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan kromosom. Pemeriksaan gangguan metabolik dilakukan secara selektif. Sebagian di antara kasus GDD dapat diobati, namun pada sebagian besar kasus pengobatan berupa terapi suportif.

Daftar pustaka1. Shevell M, Ashwal S, Donley D, Flint J, Gingold M, Hirtz D, et al. Practice

parameter: Evaluation of the child with global developmental delay: Report of the quality standards subcommittee of the american academy of neurology and the practice committee of the child neurology society. Neurology 2003;60:367-80.

2. Jimenez-Gomez A, Standridge SM. A refined approach to evaluating global developmental delay for the international medical community. Pediatr Neurol 2014;51:198-206.

3. Eun SH, Hahn SH. Metabolic evaluation of children with global developmental delay. Korean J Pediatr 2015;58:117-22.

4. Wilska ML, Kaski MK. Why and how to assess the aetiological diagnosis of children with intellectual disability/mental retardation and other

Page 37: Everything you should know about motor and movement ...

Hardiono D Pusponegoro

24 Update in Child Neurology

neurodevelopmental disorders: Description of the finnish approach. Eur J Paediatr Neurol 2001;5:7-13.

5. Wong VC, Chung B. Value of clinical assessment in the diagnostic evaluation of global developmental delay (GDD) using a likelihood ratio model. Brain Dev 2011;33:548-57.

6. Lopez-Pison J, Garcia-Jimenez MC, Monge-Galindo L, Lafuente-Hidalgo M, Perez-Delgado R, Garcia-Oguiza A, Peña-Segura JL. Our experience with the aetiological diagnosis of global developmental delay and intellectual disability: 2006--2010. Neurología (English Edition) 2014;29:402-7.

7. LaRosa A. Developmental-behavioral surveillance and screening in primary care. In: Bridgemohan C, Tirchia MM, editors. UpToDate. Waltham, MA: UpToDate; 2017.

8. Bright Future/ American Academy of Pediatrics. Recommendation for preventive pediatric health care. 2017.

9. Thomaidis L, Zantopoulos GZ, Fouzas S, Mantagou L, Bakoula C, Konstantopoulos A. Predictors of severity and outcome of global developmental delay without definitive etiologic yield: A prospective observational study. BMC Pediatr 2014;14:40.

10. Riou EM, Ghosh S, Francoeur E, Shevell MI. Global developmental delay and its relationship to cognitive skills. Dev Med Child Neurol 2009;51:600-6.

11. Webster RI, Majnemer A, Platt RW, Shevell MI. Child health and parental stress in school-age children with a preschool diagnosis of developmental delay. J Child Neurol 2008;23:32-8.

12. Hadders-Algra M. Early diagnosis and early intervention in cerebral palsy. Front Neurol 2014;5:185.

13. Handryastuti S. Deteksi dini palsi serebral pada bayi risiko tinggi: Peran berbagai variabel klinis dan USG kepala. Tesis. FKUI 2013.

14. van Karnebeek C, Murphy T, Gainnasi W, Thomas M, Connoly M, Stockler-Ipsiroglu S. Diagnostic value of a multidisciplinary clinic for intellectual disability. Can J Neurosci 2014;41:333-45.

15. Foo YL, Chow JC, Lai MC, Tsai WH, Tung LC, Kuo MC, Lin SJ. Genetic evaluation of children with global developmental delay--current status of network systems in taiwan. Pediatr Neonatol 2015;56:213-9.

16. van Karnebeek CD, Stockler S. Treatable inborn errors of metabolism causing intellectual disability: A systematic literature review. Mol Genet Metab 2012;105:368-81.

17. Blacher J, Kasari C. The intersection of autism spectrum disorder and intellectual disability. J Intellect Disabil Res 2016;60:399-400.

18. Pedersen AL, Pettygrove S, Lu Z, Andrews J, Meaney FJ, Kurzius-Spencer M, et al. DSM criteria that best differentiate intellectual disability from autism spectrum disorder. Child Psychiatry Hum Dev 2016.

19. van Karnebeek CD, Shevell M, Zschocke J, Moeschler JB, Stockler S. The metabolic evaluation of the child with an intellectual developmental disorder: Diagnostic algorithm for identification of treatable causes and new digital resource. Mol Genet Metab 2014;111:428-38.

20. Control CFD, Prevention. Low level lead exposure harms children: A renewed call for primary prevention. Report of Advisory Committee on Childhood Lead Poisoning Prevention. Atlanta, GA: CDC 2012.

Page 38: Everything you should know about motor and movement ...

Diagnostic approach to pediatric movement disordersTajul Arifin bin Tajudin

ObjectiveTo give an overview of the important steps in diagnosingpediatric movement disorders

Children with movement disorders are surprisingly common but usually missed. The clinical approach to pediatric movement disorders is an art that can only be acquired by observing many cases with a keen eye, and cannot be learnt by merely reading the books. This fact is mainly due to the variability of many and the borderline bizarreness of some of the movement disorders. Establishing the correct diagnosis can, therefore, be difficult, even in the hands of experienced movement disorder specialists. However, accurate characterization based on correct recognition and description of the phenomenology would be the first and most important step in coming close to the diagnosis. This lecture is aimed to give the participants a glimpse of the important steps in making a diagnosis in a movement disorder case.

25Everything you should know about motor and movement problems in children

Page 39: Everything you should know about motor and movement ...

Kelumpuhan sistem saraf perifer pada anak Dwi Putro Widodo

Tujuan1. Mengetahui bagaimana mendiagnosis kelumpuhan pada anak 2. Mengenal penyakit penyebab kelumpuhan yang sering ditemukan3. Menentukan prosedur penunjang medis yang diperlukan 4. Mengenali kelumpuhan sistem saraf perifer yang menyebabkan gagal napas

Kelumpuhan merupakan gejala pelbagai penyakit, kelainan, dan kondisi tertentu, mulai dari yang ringan sampai berat. Kelumpuhan dapat disebabkan oleh proses infeksi, trauma, keganasan, autoimun, maupun proses abnormal lainnya.1 Kelumpuhan dapat terjadi pada setiap kelompok usia dan dapat mengenai seluruh atau sebagian tubuh. Awitan kelumpuhan dapat terjadi secara tiba-tiba dan berat, misalnya Bell’s palsy. Kelumpuhan juga dapat bersifat kronik, misalnya kelumpuhan akibat stroke atau palsi serebral (PS).

Kelumpuhan dapat disebabkan oleh penyakit neurologik, kelainan atau kondisi yang mengenai sistem neuromuskular, misalnya sindrom Guillain-Barré, multiple sclerosis, miastenia gravis (MG), distrofi muskular, dan distrofi miotonik. Gangguan metabolik juga dapat menyebabkan kelumpuhan, misalnya imbalans elektrolit, penyakit Addison, dan hiperparatiroidisme.1,2 Kelumpuhan sering disertai gejala lainnya, yang sangat bergantung pada keadaan atau penyakit yang mendasarinya. Gejala penyerta tersebut dapat berupa nyeri, demam, kesemutan, dan gejala seperti influenza. Komplikasi yang dapat terjadi juga bergantung pada penyakit yang mendasarinya, misalnya atrofi otot atau kontraktur.

Dalam makalah ini akan dibahas mengenai kelumpuhan yang sering ditemukan dalam praktek sehari-hari yang mengenai sistem saraf perifer.

Gambaran klinis kelumpuhan ototKelumpuhan adalah kekuatan yang menurun, yang dinilai dengan meminta pasien untuk bergerak melawan kontraksi otot maksimal. Otot yang lumpuh selalu lebih mudah lelah dibandingkan otot normal, tetapi kelelahan dapat terjadi tanpa kelumpuhan.1

26 Update in Child Neurology

Page 40: Everything you should know about motor and movement ...

Kelumpuhan sistem saraf perifer pada anak

27Everything you should know about motor and movement problems in children

Keluhan awalKelumpuhan pada anak biasanya terlihat lebih dahulu pada tungkai, baru kemudian pada lengan. Hal ini karena sebagian besar penyakit neuromuskular mengenai tungkai sebelum lengan, dan kelemahan pada tungkai menyebabkan terganggunya fungsi berjalan. Keterlambatan perkembangan motorik seringkali merupakan gejala awal kelumpuhan pada anak dengan penyakit neuromuskular.

Gaya berjalan abnormal dapat merupakan gejala awal dan dapat memberi petunjuk apakah kelumpuhan mengenai bagian proksimal atau distal. Pada kelumpuhan proksimal tungkai, pelvis tidak stabil sehingga gaya berjalan tampak seperti bebek. Kelumpuhan pada otot kuadriseps ditandai dengan sulitnya anak menuruni tangga. Kelumpuhan otot ekstensor di daerah pinggul dicurigai bila anak sulit menaiki tangga. Sulit berdiri dari jongkok dan menggunakan bantuan lengan untuk berdiri (tanda Gower) merupakan petunjuk adanya kelumpuhan otot proksimal (Tabel 1).

Sering tersandung dan jatuh merupakan petunjuk awal kelumpuhan tungkai bagian distal. Anak dengan kelumpuhan otot dalam posisi dorsofleksi kaki (foot drop) akan mengangkat lutut tinggi agar dapat meletakkan telapak kakinya ke tanah (steppage gait).

Berjalan jinjit pada penyakit distrofi muskular Duchenne disebabkan karena otot gastroknemius lebih kuat dibandingkan otot peroneus. Berjalan jinjit juga dapat terjadi pada penyakit yang mengenai susunan saraf pusat dengan spastisitas dan pada anak dengan tendon kaki yang kaku tanpa disertai defisit neurologi. Distrofi muskular biasanya disertai hiporefleksia dan spastisitas disertai hiperefleksia, meskipun refleks sendi kaki terkadang sulit didapat.1,3

Kelumpuhan proksimal pada lengan juga ditandai dengan kesulitan mengangkat lengan atau melakukan aktivitas menulis. Pada anamnesis perlu ditanyakan beberapa pertanyaan spesifik, antara lain apakah terdapat keluhan penglihatan ganda, berliur (ngiler), sulit membuka mata, sulit mengunyah atau menelan, dan sulit meniup.

Tabel 1. Gejala kelumpuhan otot

Gaya berjalan abnormal Jalan kuda Jalan jinjit Jalan bebekMudah lelahSering jatuhPerkembangan motorik lambatKetidakmampuan khusus Mengangkat lengan Menaiki tangga Menggengam tangan Jongkok – berdiri

Page 41: Everything you should know about motor and movement ...

Dwi Putro Widodo

28 Update in Child Neurology

Pemeriksaan fisis Pemeriksaan diawali dengan memerhatikan bagaimana anak duduk, berdiri, dan berjalan. Anak normal dapat berdiri dari posisi duduk dengan cepat tanpa bantuan tangan. Anak dengan kelumpuhan otot di daerah pinggul akan menggunakan bantuan tangannya untuk berdiri (tanda Gower).

Apabila gerakan duduk dan berdiri normal, anak diminta untuk berjalan jinjit dan berjalan dengan tumit. Bila anak tidak dapat berjalan jinjit, maka hal ini merupakan petunjuk kelemahan otot gastroknemius, sedangkan bila anak tidak dapat berjalan dengan tumit, maka hal ini merupakan petunjuk kelumpuhan otot tungkai bagian depan.

Push-up merupakan uji kekuatan otot di area lengan. Hampir semua anak dapat mengerjakannya meskipun hanya satu kali. Kemudian minta anak menyentuh tulang belikat dengan ibu jari tangan pada sisi yang sama.

Bagian akhir adalah pemeriksaan otot wajah dan mata. Pemeriksaan yang baik untuk menguji kekuatan otot wajah adalah dengan meminta anak meniup.

Pada periode observasi dan pemeriksaan ini, pemeriksa juga mencari tanda-tanda atrofi atau hipertrofi. Atrofi dapat dilihat pada telapak tangan, kaki bagian depan, atau otot betis. Pada distrofi muskular Duchenne dapat dijumpai pseudohipertrofi otot betis.

Hilangnya refleks tendon dapat terjadi pada awal denervasi, terutama bila serabut saraf sensorik juga terkena. Kondisi serupa juga bisa terjadi pada kelumpuhan karena miopati. Refleks tendon biasanya normal pada kelumpuhan karena miastenia gravis atau miopati metabolik (Tabel 2).1

Tabel 2. Tanda klinis kelumpuhan otot

ObservasiAtrofi dan hipertropiFasikulasiKurang aktif bergerak

PalpasiTekstur ototKonsistensi otot

PemeriksaanKontraktur sendiMiotoniaKekuatanRefleks tendon

Kelumpuhan sentral dan/atau periferSeperti telah dijelaskan, kelumpuhan dapat disebabkan kelainan sentral dan/atau perifer (Tabel 3). Hal yang sulit adalah menegakkan diagnosis kelumpuhan karena penyebab perifer, yang dapat disebabkan

Page 42: Everything you should know about motor and movement ...

Kelumpuhan sistem saraf perifer pada anak

29Everything you should know about motor and movement problems in children

kelainan mulai dari sel kornu anterior, saraf tepi, sambungan saraf-otot (neuromuscular junction), atau otot. Prosedur pemeriksaan penunjang kedua penyebab ini tidak ada yang sederhana (Tabel 4).1-3 Pendekatan klinis dan pemeriksaan fisis neurologis sangat membantu dalam menentukan apakah kelumpuhan bersumber di sentral, perifer, atau gabungan keduanya.

Kelumpuhan otot proksimalKelumpuhan proksimal pada anak sering disebabkan oleh penyakit miopatik, terutama distrofi muskular. Bentuk atrofi muskular spinal pada anak adalah bentuk denervasi kronik, dengan kelumpuhan proksimal yang lebih menonjol dibandingkan distal. Elektromiografi dan biopsi otot dapat membedakannya dengan kelainan otot.1,4.

Tabel 3. Diagnosis banding kelumpuhan otot

Otak Medula spinalis

Kornu anterior

Saraf tepi Sambungan saraf-otot

Otot

Akut Gangguan vaskular

Mielitis transversa

Poliomielitis Sindrom Guillain-Barré

Miastenia gravis (MG)

Miositis

Episodik Multiple sclerosis

Multiple sclerosis

Chronic inflam-matory demyeli-nating polyra-diculoneuropathy (CIDP)

MG Paralisis periodik

Subakut Tumor Tumor Atrofi muskular spinal (AMS)

CIDP MG Dermato-miositis

Kronik Ensefalopati metabolik

Tumor AMS Neuropati metabolik

MG Poli-miositis

Tabel 4. Pemeriksaan penunjang pada kelumpuhan otot

Penyakit Creatine kinase (CK)

Kecepatan hantar saraf

Elektromiografi (EMG)

Stimulasi repetitif

Biopsi otot

SMA Normal Normal Diagnostik Normal Neuropati

Neuropati Normal Diagnostik Neuropati Normal Neuropati

MG Normal Normal Normal Diagnostik Normal

Miopati Meningkat Normal Miopati Normal Diagnostik

Page 43: Everything you should know about motor and movement ...

Dwi Putro Widodo

30 Update in Child Neurology

Atrofi muskular spinalAtrofi muskular spinal merupakan kelompok penyakit yang etiologinya belum diketahui dan proses patologis primernya adalah degenerasi dan atrofi sel kornu anterior. Pada banyak kasus, kelainan ini bersifat herediter dengan pola penurunan yang bervariasi. Motor neuron di batang otak, terutama di inti saraf kranial, juga dapat terlibat. Dikenal tiga bentuk klinis AMS yang didasarkan atas usia dimulainya gejala, yaitu bentuk infantile (tipe 1), bentuk anak (tipe 2), dan bentuk remaja (tipe 3).

Pasien dengan AMS bentuk anak berkembang normal sampai usia satu tahun atau lebih dan dapat merangkak dan berdiri. Banyak yang dapat berjalan selama jangka waktu singkat. Kelumpuhan bersifat progresif disertai atrofi, hipotonia, dan hiporefleksia dengan kelumpuhan terutama di proksimal atau distal mengakibatkan terbatasnya aktivitas yang semakin bertambah. Fasikulasi jarang terlihat pada otot ekstremitas, namun dapat terlihat pada lidah. Perubahan lanjut mencakup kontraktur sendi dan timblnya skoliosis. Skoliosis yang berat dapat menekan medula spinalis, yang mengakibatkan gangguan motorik jenis sentral. Kualitas hidup dipengaruhi derajat gangguan respiratorik dan perburukan penyakit. Kesintasan sangat bervariasi; dan ada yang hidup sampai usia dewasa.

Diagnosis AMS dapat ditegakkan melalui pemeriksaan EMG, analisis DNA, dan biopsi otot.1,2,5 Pengobatan medikamentosa untuk pasien AMS anak dan dewasa yang telah disetujui oleh Food and Drug Administration (FDA) Amerika Serikat adalah nusinersen. Obat ini merupakan oligonukleotida antisens yang berperan dalam meningkatkan ekspresi protein motor neuron. Nusinersen diberikan secara intratekal.6,7 Pengobatan lainnya hanya bersifat simptomatik dan suportif untuk mencegah deformitas yang lebih berat.

Distrofi muskular Duchenne Di antara semua penyakit distrofi muskular, maka distrofi muskular Duchenne (DMD) yang paling banyak ditemukan; biasanya menyerang anak laki-laki. Insidens DMD sekitar 1:3500 kelahiran bayi laki-laki. Anak perempuan umumnya tidak terserang, tetapi merupakan pembawa gen tanpa gejala klinis. Terkadang pada anak perempuan pembawa gen dapat dijumpai manifestasi klinis, namun biasanya sangat ringan.5

Penyakit ini diturunkan secara genetik melalui kromosom X secara resesif. Lebih kurang sepertiga di antaranya merupakan hasil mutasi gen yang baru (de novo). Gen penyebabnya, yaitu gen distrofin, berlokasi pada lengan pendek kromosom X. Apabila terjadi delesi pada gen tersebut, maka suatu protein otot yang disebut distrofin tidak terbentuk, dan inilah yang akan menimbulkan terjadinya distrofi muskular.

Perjalanan klinis penyakit ini perlahan, dimulai sejak masa kanak-kanak, namun sangat progresif. Pada usia sekitar lima tahun gejala-gejala

Page 44: Everything you should know about motor and movement ...

Kelumpuhan sistem saraf perifer pada anak

31Everything you should know about motor and movement problems in children

klinis yang khas mulai bermanifestasi. Pasien sulit menaiki tangga atau bangun dari lantai. Mereka akan memperlihatkan gejala yang khas yang disebut fenomena Gower, yaitu ”memanjat” tungkainya dengan kedua tangannya apabila harus bangun dari posisi duduk di lantai ke posisi berdiri. Gaya berjalan pasien tampak seperti bebek (waddling gait). Terjadi atrofi dari otot-otot dan lordosis pada punggung. Betis mengalami pseudohipertrofi akibat penimbunan lemak dan hialin. Kelumpuhan otot bersifat simetris dan pada usia antara enam sampai 12 tahun pasien sudah tidak dapat menggerakkan kedua tungkainya dan harus mengunakan kursi roda. Pada umumnya diagnosis sudah dapat ditegakkan dengan tiga pemeriksaan pertama yaitu klinis, CK, dan EMG, namun dengan ketersediaan pemeriksaan DNA peran EMG berkurang.

Prognosis umumnya buruk. Hampir semua pasien meninggal pada dekade kedua kehidupan karena infeksi sekunder ataupun gangguan kardiorespiratorik.

Distrofi muskular limb girdleIstilah distrofi muskular limb girdle (limb girdle muscular dystrophy) mencakup beberapa distrofi muskular yang ditandai dengan kelemahan proksimal yang progresif. Beberapa bentuk distrofi muskular limb girdle yang sering dijumpai adalah facioscapulohumeral muscular dystrophy (FSHD), Emery-Dreifuss muscular dystrophy, dan Bethlem myopathy. Ketiganya diturunkan dengan pola dominan autosom.1,3 Bentuk resesif autosom umumnya dimulai pada masa anak dan dewasa muda. Hal ini dapat dibedakan dari lokasi dan asal produksi gen abnormalnya. Beberapa fenotipnya mirip DMD.

Mielitis transversa Mielitis transversa ditandai dengan kelumpuhan yang progresif disertai hilangnya fungsi sensorik dan fungsi otot sfingter. Mielitis transversa terjadi akibat infeksi virus sebelumnya. Gejala timbul secara bersamaan dengan infeksi tersebut atau sesudah gejala infeksi primernya sembuh.1,5

Gejala awalnya berupa hilangnya rasa nyeri di daerah ekstremitas, perut, dan badan bagian belakang, dan segera diikuti terjadinya paraparesis. Kelumpuhan mula-mula bersifat flaksid, kemudian secara berangsur berubah menjasi spastik, dengan ditandai refleks fisiologis yang meningkat dan klonus. Sebanyak 86% pasien mengalami gangguan otot sfingter; pada awal perjalanan penyakit terjadi retensi urine serta gangguan sensasi nyeri dan suhu.

Hasil pemeriksaan cairan serebrospinal menunjukkan pleositosis dan peningkatan kadar protein. Gambaran CT mielografi menunjukkan adanya pembengkakkan medula spinalis. Mielitis transversa harus

Page 45: Everything you should know about motor and movement ...

Dwi Putro Widodo

32 Update in Child Neurology

dibedakan dengan sindrom Guillain-Barré dan tumor medula spinalis. Hal tersebut dilakukan dengan gambaran klinis, pemeriksaan cairan serebrospinal, dan pencitraan CT atau MRI.

Pengobatan ditujukan terhadap tindakan suportif. Pemberian kortikosteroid kurang bermanfaat, sedangkan imunoglobulin intravena dikatakan bermanfaat.

Dermatomiositis Dermatomiositis bersama-sama dengan polimiositis dan miositis lokal termasuk dalam kelompok penyakit inflamatorik. Dermatomiositis adalah angiopati sistemik yang mengenai semua pembuluh darah kecil, kapiler, dan venula pada jaringan otot, saraf, saluran pencernaan, jaringan ikat dan jaringan kulit.

Gejala klinis umumnya muncul pada usia lima sampai 10 tahun, tetapi dapat juga muncul lebih awal. Gambaran awalnya dapat bersifat fulminan yang ditandai dengan demam, kelelahan, dan anoreksia tanpa harus ada ruam kemerahan atau kelumpuhan. Gejala ini dapat berlangsung beberapa minggu sampai beberapa bulan dan biasanya semula dicurigai sebagai infeksi. Kombinasi demam, ruam, mialgia, dan kelumpuhan dapat mengarah ke penyakit dermatomiositis. Pada sebagian besar pasien, dermatitis sering mendahului miositis. Kadar CK serum biasanya meningkat pada awal penyakit. Kelumpuhan otot terutama terjadi pada otot proksimal yang disertai nyeri dan kaku. Kalsinosis jaringan subkutan juga dapat terjadi, dan bila cukup berat dan luas disebut kalsinosis universal.1,2,5

Pemberian kortikosteroid merupakan pengobatan standar untuk dermatomiositis. Pada mereka yang tidak mengalami perbaikan dengan kortikosteroid dapat dicoba pemberian imunosupresan, antara lain metotreksat secara oral atau intravena.

Kelumpuhan otot distal Neuropati merupakan penyebab tersering kelumpuhan otot distal pada anak. Pada neuropati pada anak, kelainan herediter lebih sering ditemukan dibandingkan dengan kelainan yang didapat. Kelainan neuropati yang paling sering ditemukan adalah sindrom Guillain-Barré, diikuti dengan CIDP. Penyakit medula spinalis, distrofi miotonik, dan penyakit Charcot-Marie-Tooth juga termasuk dalam kelompok kelumpuhan otot distal.

Kelumpuhan umum akutKelumpuhan umum dengan awitan yang mendadak atau berkembang dengan cepat dari suatu kelumpuhan flaksid tanpa adanya gejala

Page 46: Everything you should know about motor and movement ...

Kelumpuhan sistem saraf perifer pada anak

33Everything you should know about motor and movement problems in children

ensefalopati hampir selalu merupakan penyakit unit motor. Penyebab yang sering ditemukan adalah sindrom Guillain-Barré.

Miositis infeksi akut1

Miositis akut pada anak seringkali menyertai influenza atau infeksi saluran napas atas. Laki-laki lebih sering terkena dibandingkan perempuan. Gejala infeksi saluran napas dapat berlangsung selama tiga sampai delapan hari sebelum kelumpuhan yang simetris dan penyakit ini timbul, yang menyebabkan anak tidak dapat berjalan selama 24 jam. Otot yang sering terkena adalah otot betis, dan refleks biasanya tetap ada.

Kadar CK serum sangat tinggi, biasanya lebih dari 10 kali dari batas normal. Tirah baring selama dua sampai tujuh hari sangat diperlukan. Resolusi spontan biasanya terjadi segera setelah rasa nyeri hilang.

Sindrom Guillain-BarréSindrom Guillain-Barré (SGB) atau acute inflammatory demyelinating polyradiculoneuropathy (AIDP) ditandai adanya proses radang non-infeksi di daerah radiks saraf tepi. Infiltrasi sel limfosit dan makrofag ke dalam membrane serabut saraf menyebabkan kerusakan mielin dan degenerasi Wallerian.

Pada SGB terjadi kelumpuhan yang bersifat akut. Kelumpuhan bersifat simetris dan asenden, dimulai dari ekstremitas bawah, Gejala SGB sering didahului infeksi saluran napas atau saluran cerna. Kelumpuhan terjadi pada minggu pertama dan mencapai puncaknya pada akhir minggu kedua. Pada akhir minggu ketiga mulai terdapat perbaikan.1,5

Pada 15% kasus SGB terjadi kelumpuhan saraf kranial VII, dan pada 3% terjadi optalmoplegia di samping gejala klasik SGB. Pada kasus berat dapat terjadi kelumpuhan otot pernapasan. Sistem otonom dapat terkena, sehingga terjadi hipotensi atau hipertensi dan aritmia, bahkan dapat terjadi henti jantung. Refleks fisiologis biasanya menurun, namun terkadang meningkat pada awal perjalanan penyakit.

Cairan serebrospinal menunjukkan gambaran khas berupa kenaikan kadar protein tanpa diikuti kenaikan jumlah sel (albumino-cytologic dissociation), namun dapat menunjukkan pleositosis pada 5% kasus. Pemeriksaan EMG menunjukkan adanya perlambatan kecepatan hantar saraf dengan latensi distal yang memanjang. Gambaran EMG pada awal penyakit masih dalam batas normal.

Apabila sampai akhir minggu kedelapan setelah awitan penyakit tidak terjadi perbaikan kelumpuhan, maka pasien mengalami bentuk kronik SGB atau chronic inflammatory demyelinating polyradiculoneuropathy (CIDP). Sindrom Guillain-Barré perlu dibedakan dengan poliomielitis dan miositis akut.

Page 47: Everything you should know about motor and movement ...

Dwi Putro Widodo

34 Update in Child Neurology

Tata laksana SGB ditujukan untuk menurunkan atau menghentikan progresivitas penyakit dan menekan lama perawatan, selain tindakan suportif dan fisoterapi. Imunoglobulin intravena dan plasmaferesis sangat efektif, namun plasmaferesis sulit dikerjakan pada anak dengan berat badan kurang dari 15 kg. Pemberian kortikosteroid tidak bermanfaat. Pasien dengan degenerasi akson dengan kelumpuhan berat biasanya memiliki prognosis buruk.

Paralisis periodik Paralisis periodik diklasifikasikan atas dasar dengan kadar kalium serum: hiperkalemik, hipokalemik, atau normokalemik. Klasifikasi lain didasarkan atas kelainan primer (genetk) atau sekunder. Penyebab hipokalemia paralisis periodik sekunder adalah hilangnya kalium melalui urine atau saluaran cerna.

Pada 60% kasus, gejala muncul sebelum usia 16 tahun. Serangan kelumpuhan semula jarang, namun makin lama makin sering, hingga beberapa kali dalam seminggu. Faktor pencetus serangan antara lain istirahat setelah aktivitas (pada beberapa kasus serangan timbul pada pagi hari), makanan tinggi karbohidrat, stres fisik atau psikis, dan suhu dingin. Sebelum dan selama serangan, pasien mungkin mengeluh haus dan kurang berkemih. Kelumpuhan diawali dengan rasa nyeri di otot bagian proksimal. Kadang-kadang hanya otot proksimal yang terkena, namun kelupuhan total juga dapat terjadi sehingga pasien tidak dapat mengangkat tubuhnya.5

Bila terjadi kelumpuhan berat, otot teraba bengkak dan refleks tendon menghilang. Pada sebagian besar kasus serangan berlangsung selama enam sampai 12 jam, namun pada beberapa kasus lain serangan berlangsung sepanjang hari. Kekuatan dapat kembali normal dengan cepat, tetapi bila sering terjadi serangan penyakit ini dapat meninggalkan gejala sisa berupa kelumpuhan parsial.

Miastenia gravis Ada dua bentuk klinis MG, yaitu miastenia okular dan miastenia umum. Miastenia okular terutama mengenai otot mata, namun otot ekstremitas dan wajah juga dapat terkena meski ringan. Pada miastenia umum, otot bulbar dan ekstremitas terkena dengan derajat sedang atau berat.

Gejala awal biasanya muncul setelah usia 6 bulan; pada 75% pasien, gejala muncul setelah usia 10 tahun. Baik pada bentuk okular maupun umum, gejala awal biasanya berupa ptosis, diplopia, atau keduanya. Umumnya kedua mata terkena, namun salah satu mata lebih berat dibandingkan yang lain. Saat awitan gejala okular, 40% sampai 50% pasien mengalami kelumpuhan ekstremitas dan terkadang juga kelumpuhan

Page 48: Everything you should know about motor and movement ...

Kelumpuhan sistem saraf perifer pada anak

35Everything you should know about motor and movement problems in children

pada otot bulbar. Timoma dijumpai pada 15% kasus dewasa dengan miastenia umum, namun hanya dijumpai pada 5% kasus anak.1,5

Uji edrofonium klorida merupakan baku emas untuk diagnosis miastenia okular maupun miastenia umum, tetapi uji ini mempunyai keterbatasan. Beberapa dokter saat ini mengunakan uji dengan menempelkan kompres es (ice pack) pada kelopak mata atau menutup (mengistirahatkan) kelopak mata selama lima menit. Lebih terbukanya kelopak mata secara parsial merupakan petunjuk adanya kelaian miastenia.

Poliomielitis1

Poliomielitis adalah penyakit infeksi akut oleh poliovirus, sejenis enterovirus, yang mengenai sel motor neuron di medula spinalis dan otak, sehingga mengakibatkan kelumpuhan flaksid asimetris. Juga dikenal bentuk spinal, bulbar, dan ensefalitik dari poliomielitis. Beratnya penyakit sangat bervariasi. Bentuk asimtomatik atau bentuk ringan memiliki angka kejadian lebih kurang 100 kali lebih tinggi dibandingkan bentuk paralitik yang klasik. Gambaran klinis poliomielitis bervariasi mulai dari yang non-spesifik menyerupai influenza, sampai yang berat dan fatal.

Gejala minor biasanya terjadi bersamaan dengan terjadinya viremia dan ditemukannya virus di dalam feses. Gejala ini berlangsung selama 24 sampai 48 jam; manifestasi klinis pada saat ini tidak spesifik. Gejala mayor dapat muncul setelah hari kedua sampai hari kelima penyakit. Gejala penyakit dapat tidak berkembang lagi atau berkembang menjadi bentuk paralitik. Petunjuk awal kelumpuhan adalah nyeri otot lokal, fasikulasi, dan menurun atau hilangnya refleks tendon. Kelumpuhan timbul dalam beberapa hari setelah gejala mayor.

Isolasi virus dapat dilakukan dari feses dan orofaring. Poliovirus dapat diisolasi 19 hari sebelum sampai tiga bulan setelah awitan penyakit. Teknik polymerase chain reaction (PCR) dengan spesimen dari cairan serebrospinal, darah, feses, dan/atau tenggorokan sangat sensitif, spesifik, dan cepat untuk mendiagnosis infeksi enterovirus.

Keadaan kritis pada kelumpuhan saraf tepiTidak jarang anak dengan penyakit neuromuskular datang ke rumah sakit dalam keadaan memerlukan perawatan intensif segera karena adanya gangguan pernapasan. Contoh yang seringkali muncul segera setelah lahir adalah AMS tipe 1, polineuropati kongenital, distrofi miotonik kongenital, dan SGB intrauterin. Pada masa bayi, penyakit neuromuskular yang sering menyebabkan kegawatan napas adalah botulisme infantil, poliomielitis pascavaksinasi, dan miastenia kongenital. Pada anak yang lebih besar, komplikasi pernapasan sering dijumpai pada SGB, MG, dan DMD. Meskipun jarang terjadi sepsis atau penyakit berat lainnya,

Page 49: Everything you should know about motor and movement ...

Dwi Putro Widodo

36 Update in Child Neurology

pemakaian steroid dosis tinggi dan penggunaan obat penghambat neuromuskular dapat mengakibatkan kelainan pada sistem saraf tepi.6-8

SimpulanKarena kelumpuhan dapat membaik dan banyak keadaan yang mirip dengan kelumpuhan, sebaiknya anak dipantau terlebih dahulu sebelum mengatakan bahwa anak lumpuh. Bila terdapat keraguan, sebaiknya tidak mengatakan sesuatu sampai pemeriksaan dapat diulang.

Bila adanya kelumpuhan sudah jelas, maka anak harus diperiksa dengan teliti, apakah kelumpuhan bersifat fungsional yang tidak berbahaya atau merupakan tanda adanya gangguan pada susunan saraf pusat atau susunan saraf tepi, misalnya palsi serebral atau AMS. Selain itu, juga harus dipikirkan kemungkinan terdapatnya kelainan yang progresif, misalnya kelainan metabolik.

Tata laksana anak dengan kelumpuhan membutuhkan kerjasama pelbagai bidang keahlian yang meliputi dokter spesialis anak dan saraf anak, terapis okupasi, fisioterapis, dokter spesialis ortopedi, serta berbagai bidang yang terkait dengan gangguan lain yang menyertainya.

Daftar pustaka

1. Fenichel GM. Clinical pediatric neurology. A signs and symptoms approach. 5th edition. Philadelphia: Elsevier Saunders; 2005. h. 171-97.

2. De Vivo DC, Darras BT, Ryan MM, Jones HR Jr. Introduction: Historical perspectives. Dalam: Jones HR, De Vivo DC, Darras BT, penyunting. Neuromuscular disorders of infancy, childhood, and adolescence: A clinician’s approach. Oxford: Butterworth-Heinemann; 2003. h. 3-16.

3. Edgar TL. Muscular dystrophy and myopathy. Dalam: Maria BL, penyunting. Current management in child neurology. Edisi ke-3. Shelton, Connecticut: BC Decker; 2005. h. 405-13.

4. Olney RK. Electrodiagnostic evaluation of neuromuscular disease. Dalam: Berg OB, penyunting. Principles of child Neurology. London: McGraw-Hill; 1996. h. 51-66

5. Nara P, Lumbantobing SM. Penyakit unit motor dan sindrom neurokutan . Dalam: Soetomenggolo TS, Ismael S, penyunting. Buku ajar neurologi anak. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia; 1999. h. 275-99.

6. Finkel RS, Chiriboga CA, Vajsar J, Day JW, Montes J, De Vivo DC, dkk. Treatment of infantile-onset spinal muscular atrophy with nusinersen: a phase 2, open-label, dose-escalation study. Lancet. 2016; 388:3017-26.

7. United States Food and Drug Administration. FDA approves first drug for spinal muscular atrophy. Diunduh dari: www.fda.gov/newsevents/newsroom/pressannouncements/ucm534611. Diakses tanggal 30 Maret 2017.

8. Darras TB, Jones HR. Neuromuscular problems of the critically ill neonate and child. Semin Pediatr Neurol. 2004;11:147-68.

Page 50: Everything you should know about motor and movement ...

Common movement disorders in childrenTajul Arifin bin Tajudin

ObjectiveTo assist clinicians to be familiar with movement disorders commonly seen in children

Movement disorders in childhood are a heterogeneous group of diseases with presentations that vary according to etiopathogenesis and age of onset. They also have unique features that are determined by the metabolic, physiological, and environmental distinctiveness of the developing brain. This context makes the nervous system of children vulnerable to various insults such as birth trauma, infections and toxicity. The common movement disorders in children can be broadly classified into hyperkinetic and hypokinetic movement disorders. The hyperkinetic movement disorders are by large the most common and consist of tics, chorea, dystonia, myoclonus, tremor, and stereotypy. The less common akinetic rigid syndrome is probably the only non-hyperkinetic movement disorder in children. The objective of this lecture is to assist clinicians to be familiar with the clinical presentations, pathogenesis, and epidemiology of the more common movement disorders in children.

37Everything you should know about motor and movement problems in children

Page 51: Everything you should know about motor and movement ...

Ethical issues: Penyampaian berita buruk tentang keadaan neonatus risiko tinggiIrawan Mangunatmadja

Tujuan:1. Mendiskusikan masalah etik yang dihadapi dokter dengan orangtua bayi risiko tinggi2. Mengetahui etika pelayanan rumah sakit3. Mengetahui etika penyampaian berita buruk4. Mengetahui etika perawatan pasien terminal

Angka kejadian kelahiran bayi prematur meningkat 12% dari seluruh kelahiran hidup di Amerika Serikat dalam 2 dekade terakhir ini. Selain itu, peningkatan perawatan perinatal telah meningkatkan kemungkinan hidup bayi dengan berat lahir rendah dan berat bayi lahir sangat rendah.1 Peningkatan kualitas perawatan bayi risiko tinggi menurunkan angka kejadian infeksi dan meningkatkan keadaan kronis lainnya.2,3

Lahirnya bayi risiko tinggi menyebabkan trauma pada orangtua yang belum siap menghadapi bayi lahir prematur dengan gestasi kurang dari 37 minggu yang terkadang disertai keadaan lain, misalnya infeksi, sesak napas, adanya kelainan jantung, dan lain-lain. Keadaan ini menyebabkan neonatus harus dirawat di ruang rawat intensif neonatus (neonatal intensive care unit atau NICU), sedangkan orangtua belum pernah mempersiapkan diri menghadapi keadaan tersebut.2,3 Keadaan ini menyebabkan orangtua atau keluarga sejak saat itu harus belajar mengerti perawatan neonatus dengan risiko tinggi.

Pada makalah ini akan dibahas mengenai permasalahan antara dokter penanggung jawab pelayanan (DPJP) dengan orangtua atau keluarga yang mempunyai neonatus risiko tinggi yang dirawat di ruang NICU. Pembahasan terutama berdasarkan panduan dan pengalaman yang terjadi di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta sebagai pusat rujukan nasional. Pengalaman ini diharapkan dapat menjadi panduan bagi rumah sakit lainnya.

Neonatus risiko tinggi dan keluargaIstilah high risk infant atau neonatus risiko tinggi mencakup keadaan yang sangat bervariasi, termasuk neonatus dengan asfiksia dan neonatus dengan kelainan kongenital yang bermakna atau prosesnya masih berlangsung yang memerlukan intervensi yang kompleks atau

38 Update in Child Neurology

Page 52: Everything you should know about motor and movement ...

Ethical issues: Penyampaian berita buruk tentang keadaan neonatus risiko tinggi

39Everything you should know about motor and movement problems in children

pengobatan yang baru (seperti operasi pada neonatus).2 Hasil akhir dari keadaan ini dapat menyebabkan kematian atau disabilitas yang berhubungan dengan kualitas hidup anak dikemudian hari.

Keadaan awal neonatus risiko tinggi dan hasil akhir yang bervariasi ini sebaiknya diinformasikan kepada orangtua. Sejak awal perawatan, orangtua (dan keluarga) sebaiknya dilibatkan dalam menentukan tata laksana.2 Kompleksitas keadaan neonatus dan tekanan perasaan yang dihadapkan orangtua dan keluarga mengharuskan dokter terkait dan seluruh staf di ruang NICU memberikan informasi yang benar serta mendukung orangtua dan keluarga pasien.2

Setelah mendapat penjelasan dari dokter, orangtua/keluarga umumnya akan mencari informasi tentang masalah perawatan penyakit yang dialami bayi, baik dari internet, buku, maupun sumber informasi lainnya. Pengetahuan yang diperolehnya akan diajukan didalam rapat keluarga (family meeting) selanjutnya.

Di RSCM, berdasarkan peraturan Joint Commission International (JCI) saat ini untuk semua kasus sulit atau kasus risiko tinggi diwajibkan untuk mengadakan pertemuan dengan orangtua/keluarga (family meeting) dalam dua kali 24 jam pertama pasien dirawat.4 Dalam pertemuan tersebut diharapkan orangtua/keluarga dan pihak penjamin biaya dapat memahami kedaan neonatus saat awal dan mengambil kesepakatan bersama dalam menentukan tata laksana (care plan) selanjutnya. Pertemuan ini sebaiknya melibatkan DPJP utama, DPJP terkait, orangtua, kakek-nenek atau anggota keluarga lainnya yang berperan dalam pengambilan keputusan, dan pihak penjamin biaya perawatan.

Keinginan dan harapan setiap keluarga akan berbeda; hal ini perlu mendapat perhatian. Pemberian informasi selama pertemuan keluarga sebaiknya memerhatikan konteks klinis pasien, dilakukan dalam bahasa awam, dan mempertimbangkan latar belakang pendidikan, sosioekonomi, budaya, dan kepercayaan keluarga.2

Etika pelayanan di rumah sakitTindakan atau pelayanan dokter atau DPJP di rumah sakit diharapkan dilakukan dengan sebaik-baiknya dan tidak termasuk dalam 28 bentuk pelanggaran disiplin profesional dokter dan dokter gigi yang telah ditetapkan oleh Konsil Kedokteran Indonesia, antara lain:5

1. Tidak melakukan tindakan/asuhan medis yang memadai pada situasi tertentu yang dapat membahayakan pasien;

2. Tidak memberikan penjelasan yang jujur, etis, dan memadai (adequate information) kepada pasien atau keluarganya dalam melakukan praktik kedokteran;

3. Melakukan tindakan/asuhan medis tanpa memperoleh persetujuan dari pasien atau keluarga dekat, wali, atau pengampunya;

Page 53: Everything you should know about motor and movement ...

Irawan Mangunatmadja

40 Update in Child Neurology

4. Melakukan perbuatan yang dapat mengakhiri kehidupan pasien atas permintaan sendiri atau keluarga;

5. Menolak atau menghentikan tindakan/asuhan medis atau tindakan pengobatan terhadap pasien tanpa alasan yang layak dan sah sesuai dengan ketentuan etika profesi atau peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Pada dasarnya, pelayanan di rumah sakit harus sesuai dengan azas umum etika rumah sakit, sebagai berikut:6

1. Beneficence: kewajiban berbuat baik di dalam melayani pasien maupun masyarakat

2. Non-maleficence: tidak menimbulkan atau menambah penderitaan pasien

3. Respect for persons:a. Autonomy: menghormati hak keluarga dalam mengambil

keputusan tentang pengobatan pasienb. Privacy: hak pasien untuk dilayani sebagai pribadi tersendiric. Telling the truth: berkatan jujur dan benar kepada keluargad. Confidentiality: menjaga kerahasiaan kondisi penyakit pasien4. Justice: berlaku adil kepada semua pasien tanpa memandang

latar belakang.

Etika penyampaian berita buruk Di RSCM, penyampaian berita buruk kepada keluarga pasien dilakukan atas dasar Panduan Pelaksanaan Etik dan Hukum RSUPN Cipto Mangunkusumo.7 Dalam panduan tersebut, pengertian berita buruk (bad news) adalah informasi tentang kelainan, masalah, diagnosis, atau prognosis yang buruk yang tidak diharapkan oleh keluarganya pasien. Adapun prosedur yang harus dijalankan adalah sebagai berikut:7

1. Harus diyakinkan bahwa berita buruk tersebut sudah jelas, akurat, dan terbukti berdasarkan data yang patognomonik dan literatur evidence-based medicine yang terkini dan sahih.

2. Apabila belum terbukti kebenarannya, maka cukup diinformasikan adanya sesuatu yang mencurigakan dengan diberitahukan berbagai kemungkinan yang ada.

3. Pada saat penyampaian informasi harus ada keluarga atau saksi yang mendampingi baik bagi dokter maupun keluarga pasien, dan didokumentasikan di dalam dokumen medik dengan ditandatangani oleh dokter yang menjelaskan dan keluarga pasien.

4. Penyampaian informasi kepada keluarga pasien harus memperhatikan dan mempertimbangkan kondisi keluarganya.

5. Hindarkan menyampaikan informasi melalui perantara atau telepon, faksimili, email, ataupun pesan singkat (SMS).

Page 54: Everything you should know about motor and movement ...

Ethical issues: Penyampaian berita buruk tentang keadaan neonatus risiko tinggi

41Everything you should know about motor and movement problems in children

6. Berikan keterangan tentang akibat penyakit tersebut terhadap kehidupan pasien.

7. Tidak memberikan harapan berlebihan, namun harus tetap disadarkan bahwa betapapun kecilnya harapan selalu ada dengan upaya yang sedang dilakukan.

8. Pada situasi dokter tidak dapat berbuat apa-apa lagi, pasien akan tetap didampingi dan dirawat sebaik-baiknya.

9. Berikan informasi tambahan bila perlu sehingga keluarga menyadari dan mengerti betul kondisi pasien saat ini.

10. Membuat rencana bersama (DPJP-DPJP terkait – keluarga) tentang tindakan suportif yang akan dilakukan, serta rencana pemantauan selanjutnya.

11. Adapun mereka yang sebaiknya diundang dalam pertemuan dengan keluarga (family meeting) adalah DPJP, DPJP terkait, orangtua, kakek-nenek, dan penanggung jawab biaya perawatan.

Etika perawatan pasien terminalPanduan Etik dan Hukum pada pasien terminal yang dirawat di RSUPN Dr Cipto Mangunkusumo adalah sebagai berikut:8

1. Sejak awal dokter harus menjalin hubungan yang baik dengan pihak keluarga pasien.

2. Setiap pengambilan keputusan baik untuk tujuan diagnostik, terapi maupun berupa tindakan lainnya harus selalu dengan persetujuan orangtua/keluarga.

3. Sampaikan keadaan pasien kepada orangtua, keluarga tentang keadaan yang sebenarnya dan sejujur-jujurnya mengenai penyakit pasien

4. Dalam keadaan ilmu dan teknologi kedokteran sudah tidak dapat memberikan harapan kesembuhan, maka upaya perawatan harus lebih ditujukan untuk memperoleh kenyamanan dan meringankan penderitaan.

5. Tindakan penghentian/penundaan bantuan hidup pada tahap pasien menjelang ajalnya harus mendapat persetujuan keluarga setelah keluarga mendapat penjelasan dari tim dokter yang merawatnya.

6. Persetujuan yang diberikan harus dibuat tertulis dalam rekam medis.

7. Dokter wajib untuk terus melakukan perawatan terhadap pasien, sekalipun pasien dipindahkan ke ruangan/fasilitas lainnya.

8. Beban yang ditanggung keluarga pasien hendaknya seringan mungkin.

9. Apabila keluarga pasien menghendaki cara pengobatan “alternatif”, tidak ada alasan melarangnya sejauh tidak membahayakan pasien.

10. Menghadirkan pembimbing rohani sesuai kepercayaan keluarga.

Page 55: Everything you should know about motor and movement ...

Irawan Mangunatmadja

42 Update in Child Neurology

Setelah orangtua/keluarga mengerti keadaan kondisi pasien neonatus risiko tinggi, maka rencana perawatan selanjutnya ditentukan berdasarkan otonomi keluarga, apakah akan diteruskan atau dilakukan penghentian alat bantu napas. Panduan Etik dan Hukum pelepasan alat bantu atas permintaan keluarga adalah sebagai berikut:8

Tujuan:

1. Agar tidak terjadi kesalahpahaman dengan pihak keluarga;

2. Agar tidak terjadi tuntutan hukum.

Prosedur yang harus dilakukan adalah :

1. Harus ada permintaan penghentian resusitasi (alat bantu napas) dari keluarga secara tertulis yang disertai dengan kesaksian.

2. Selanjutnya dokter memberikan pertolongan minimal.

3. Dokter melakukan observasi, oksigen dan mesin diturunkan perlahan, digantikan dengan oksigen nasal.

4. Kurang lebih setelah 2 jam respirator dan mesin dimatikan, ditunggu selama setengah jam kemudian respirator dilepaskan.

5. Pasien dipindah ke ruang perawatan biasa atau dibawa pulang oleh keluarga.

Dokter dan perawat memegang peranan yang penting pada perawatan neonatus dengan fase terminal dan mendekati kematian. Hubungan baik antara dokter dan perawat dengan keluarga akan menentukan kepuasan keluarga pasien.

SimpulanBerdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa keadaan neonatus risiko tinggi sebaiknya ditentukan dan diinformasikan kepada orangtua dan keluarga pada awal perawatan, penentuan rencana perawatan (care plan) harus sudah ditentukan dalam dua kali 24 jam pertama perawatan dalam bentuk family meeting, penyampaian berita buruk harus mempertimbangkan latar belakang pendidikan, sosioekonomi, budaya, dan kepercayaan keluarga, dan hubungan baik serta dukungan dokter, perawat, dan staf NICU terhadap keluarga sangat menentukan kepuasan orangtua/keluarga pasien.

Conflict of interest statementDalam penyusunan makalah ini tidak ada conflict of interest baik dana maupun organisasi.

Page 56: Everything you should know about motor and movement ...

Ethical issues: Penyampaian berita buruk tentang keadaan neonatus risiko tinggi

43Everything you should know about motor and movement problems in children

Daftar pustaka

1. Abowd G, Hayes GR, Kientz J, Mamykina K, Mynatt E. Challenges and opportunities for collaboration technologies for chronic care management. In Proc. HCIC. 2006;3:1-13.

2. Yee W, Ross S. Communicating with parents of high-risk infants in neonatal intensive care. Paediatr Child Health. 2006;11:291-4.

3. Liu LS, Hirano SH, Tentori M, Cheng KG, George S, Park SY, Hayes GR. Improving communication and social support for caregivers of high-risk infants through mobile technologies. CSCW. 2011;19:475-84.

4. Buku Pedoman pengelolaan kasus medik sulit dan kompleks di RSUPN Dr Cipto Mangunkusumo. Jakarta: RSUPN Dr Cipto Mangunkusumo, 2012.

5. Konsil Kedokteran Indonesia. Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia No 4 tahun 2011 tentang Disiplin Profesional Dokter dan Dokter Gigi. Jakarta: Konsil Kedokteran Indonesia; 2011.

6. Damping EC, Zubier F, Irvianita PV, penyunting. Buku Panduan Pelaksanaan Etik dan Hukum RSUP Dr Cipto Mangunkusumo. Edisi III. Jakarta: RSUPN Dr Cipto Mangunkusumo, 2014. h.1-4.

7. Damping EC, Zubier F, Irvianita PV, penyunting. Buku Panduan Pelaksanaan Etik dan Hukum RSUP Dr Cipto Mangunkusumo. Edisi III. Jakarta: RSUPN Dr Cipto Mangunkusumo, 2014. h. 103-8.

8. Damping EC, Zubier F, Irvianita PV, penyunting. Buku Panduan Pelaksanaan Etik dan Hukum RSUP Dr Cipto Mangunkusumo. Edisi III. Jakarta: RSUPN Dr Cipto Mangunkusumo, 2014. h. 88-98.

Page 57: Everything you should know about motor and movement ...

Infants at high risk of cerebral palsy: is prevention possible?R.M. Indra

Tujuan:1. Mengenali faktor-faktor risiko palsi serebral2. Mengetahui upaya-upaya pencegahan terhadap faktor risiko palsi serebral3. Memahami deteksi dini palsi serebral pada bayi berisiko tinggi4. Memahami peran intervensi dini pada bayi risiko tinggi

Palsi serebral merupakan penyebab disabilitas masa kanak-kanak yang paling sering ditemukan. Peningkatan kualitas pelayanan kesehatan telah berhasil menurunkan angka kematian ibu dan bayi, namun tidak menurunkan angka kejadian palsi serebral. Anak dengan palsi serebral tidak hanya mengalami gangguan fungsi motorik, namun sebagian besar juga mengalami masalah medis yang sangat luas yang meliputi masalah sensorik, perilaku, kognitif, bahasa, epilepsi dan masalah muskuloskeletal sekunder seperti fraktur dan dislokasi. Saat ini tidak ada tata laksana yang dapat menyembuhkan palsi serebral, namun sebagian besar anak dengan palsi serebral kini dapat bertahan hidup hingga dewasa. Palsi serebral diperkirakan akan menjadi masalah kesehatan masyarakat yang lebih besar di masa mendatang.1,2

Dengan kecenderungan epidemiologi yang demikian, apakah sebenarnya palsi serebral dapat dicegah? Pencegahan penyakit dapat berupa pencegahan primer, sekunder, atau tersier. Berkenaan dengan palsi serebral, upaya yang dapat dilakukan meliputi pencegahan terhadap faktor risiko (misalnya persalinan prematur), modifikasi proses penyakit (misalnya hipotermia pada ensefalopati hipoksik iskemik) dan intervensi dini dengan berbagai modalitas. Berikut akan dibahas mengenai upaya-upaya intervensi untuk mencegah terjadinya palsi serebral pada bayi.1-3

Angka kejadian dan faktor risikoAngka kejadian palsi serebral diperkirakan antara 1,5 sampai 4 per 1000 kelahiran hidup.1 Angka kejadian di negara berpendapatan menengah ke bawah dilaporkan lebih tinggi, dapat mencapai 10 per 1000 kelahiran hidup.4 Untuk populasi bayi prematur didapatkan angka kejadian yang jauh lebih tinggi yaitu 43 per 1000 kelahiran hidup untuk bayi usia gestasi 28 sampai 31 minggu dan 82 per 1000 kelahiran hidup untuk usia gestasi <28 minggu.5,6

44 Update in Child Neurology

Page 58: Everything you should know about motor and movement ...

Infants at high risk of cerebral palsy: is prevention possible?

45Everything you should know about motor and movement problems in children

Palsi serebral terjadi dikarenakan adanya kerusakan otak yang bersifat non-progresif pada otak janin atau bayi yang sedang berkembang. Faktor risiko palsi serebral memiliki pola berbeda antara negara maju dan berkembang. Faktor risiko di negara maju sebagian besar terdapat pada periode antenatal seperti korioamnionitis, prematuritas, pertumbuhan janin terhambat, malformasi kongenital, dan stroke perinatal, sedangkan di negara berkembang pengaruh faktor asfiksia perinatal, kernicterus, dan infeksi susunan saraf pusat lebih kuat (Tabel 1).4,7-9

Tabel 1. Faktor risiko palsi serebral

Negara maju Negara berkembang

Sebagian besar berhubungan dengan kejadian sebelum persalinan:7-9

• Prematuritas (>70%)• Pertumbuhan janin terhambat• Infeksi intrauterin dan korioamnionitis• Perdarahan antepartum• Kelainan patologis plasentaKehamilan kembar Asfiksia neonatal (<10%)

Penyebab pascapersalinan banyak berpengaruh:4,9

• Infeksi susunan saraf pusat +++• Toksisitas bilirubin ++

Asfiksia neonatal ++++

Terdapat laporan yang menyatakan bahwa terjadinya palsi serebral dapat digambarkan sebagai suatu model two-hit atau dua tahap, yaitu adanya mekanisme yang terjadi dari masa pranatal sampai persalinan sebagai tahap pertama (prematuritas, pertumbuhan janin terhambat, dan asfiksia) yang kemudian diperberat oleh tahap kedua berupa komplikasi masa neonatal dari kondisi pertama (sepsis dan lain-lain). Sebagai contoh, bayi-bayi dengan pertumbuhan intrauterin yang terhambat ditemukan memiliki skor Bayley Mental Development lebih rendah apabila juga mengalami inflamasi sistemik.10

Pengetahuan mengenai faktor-faktor risiko palsi serebral dibutuhkan untuk dapat menyusun strategi pencegahan yang efektif. Upaya pencegahan palsi serebral dapat diurutkan menjadi pencegahan terhadap paparan faktor risiko, modifikasi proses akibat faktor risiko apabila telah terpapar, dan tata laksana pasca-paparan.1

Pencegahan dan modifikasi terhadap faktor risikoPencegahan faktor risiko yang utama adalah pencegahan persalinan prematur. Beberapa metode yang dilakukan antara lain dengan pemberian progesteron atau cerclage pada ancaman persalinan prematur. Pemberian progesteron dapat mencegah persalinan preterm hingga 50%, sehingga efeknya dalam pencegahan palsi serebral tentu saja sangat besar.11

Page 59: Everything you should know about motor and movement ...

R.M. Indra

46 Update in Child Neurology

Terhadap persalinan prematur yang tidak dapat dicegah, pemberian MgSO4 antenatal memberi efek neuroprotektif terhadap bayi dan terbukti dapat mencegah terjadinya palsi serebral. Pemberian MgSO4 pada ibu hamil yang akan mengalami persalinan prematur dapat menurunkan risiko terjadinya palsi serebral pada bayi sebesar 30%.12 Pemberian kortikosteroid untuk pematangan paru janin juga dapat menyebabkan penurunan kejadian palsi serebral. Suatu meta-analisis tahun 2015 terhadap 14 penelitian menunjukkan pemberian kortikosteroid antenatal berhubungan dengan penurunan risiko terjadinya palsi serebral yang signifikan.13

Terapi hipotermia pada ensefalopati hipoksik-iskemikTerapi hipotermia merupakan satu-satunya terapi neuroprotektif yang terbukti efektif dalam tata laksana neonatus dengan ensefalopati hipoksik-iskemik. Terapi ini dilakukan dengan mempertahankan suhu antara 33°C dan 35°C selama 72 jam dalam enam jam pertama setelah persalinan. Pendinginan selektif pada kepala tampaknya sama efektif dibandingkan pendinginan seluruh tubuh. Dasar kerja terapi hipotermia meliputi menurunkan radikal bebas, menurunkan metabolisme, menekan jalur apoptosis dan menekan respon pro-inflamasi yang terjadi pada ensefalopati hipoksik iskemik.14 Suatu meta-analisis oleh Jacobs dkk (2013) menunjukkan bahwa terapi hipotermia pada neonatus dengan ensefalopati hipoksik iskemik secara bermakna menurunkan angka kematian dan gangguan perkembangan. Analisis terpisah khusus untuk pencegahan palsi serebral menunjukkan penurunan angka kejadian yang signifikan dengan RR 0,66 (IK95% 0,54 sampai 0,82) dan number needed to treat sebanyak 8 bayi.15

Terapi eksperimental lainBeberapa terapi eksperimental sedang dikembangkan untuk bayi risiko tinggi, antara lain transplantasi glial-restricted precursor cell, nanomaterial seperti dendrimer, dan darah tali pusat alogenik. Terapi-terapi tersebut masih terbatas pada penelitian hewan.1

Deteksi dini palsi serebral pada bayi berisikoDiagnosis palsi serebral pada sebagian besar kasus saat ini ditegakkan setelah usia 1-2 tahun. Untuk tujuan pencegahan dan tataksana dini seharusnya diagnosis harus ditegakkan lebih cepat. Agar memberi manfaat, tata laksana dini harus dimulai sebelum usia satu tahun, oleh karena itu deteksi dini palsi serebral setidaknya harus dapat mengidentifikasi pasien sebelum usia enam bulan.16

Page 60: Everything you should know about motor and movement ...

Infants at high risk of cerebral palsy: is prevention possible?

47Everything you should know about motor and movement problems in children

Beberapa metode memiliki kemampuan deteksi dini yang sangat baik. Metode deteksi dini secara umum terdiri dari pemeriksaan antropometris (lingkar kepala), pemeriksaan neurologis dan pencitraan.17,18

Lingkar kepalaLingkar kepala sebagai pemeriksaan rutin dan sederhana memiliki nilai sangat penting dalam memprediksi gangguan perkembangan, seperti yang telah diteliti pada bayi-bayi prematur. Penelitian terhadap 958 bayi oleh Kuban dkk (2009) mendapatkan bahwa mikrosefali pada usia 24 bulan berhubungan dengan kejadian palsi serebral dan gangguan kognitif.19 Penelitian terbaru menunjukkan bahwa kemampuan prediktif pengukuran lingkar kepala bermanfaat pada usia lebih dini. Penelitian di Austria tahun 2013 terhadap 538 bayi prematur mendapatkan bahwa lingkar kepala suboptimal pada usia tiga bulan berhubungan dengan terjadinya gangguan kognitif dan psikomotor sedang hingga berat pada usia 12 dan 24 bulan.18

Penilaian neurologisPenilaian neurologis dan neuromotor dipergunakan untuk memonitor perkembangan bayi berisiko tinggi. Berbagai jenis metode pemeriksaan telah diteliti kemampuannya dalam memprediksi terjadinya palsi serebral pada bayi berisiko tinggi. Pemeriksaan yang banyak dipergunakan tercantum pada Tabel 2. Nilai diagnostik dan skill yang dibutuhkan untuk melakukan masing-masing pemeriksaan dapat berbeda-beda.2

Tabel 2. Pemeriksaan neurologis untuk deteksi dini palsi serebral.2

• Dubowitz Assessment for Neonates• Hammersmith Infant Neurological Examination (HINE)• Prechtl Assessment of the Newborn• Touwen Infant Neurological Examination (TINE)• Amiel-Tison Neurologic Assessment at Term (ATNAT)• General movement assessment (GMA)• Motor assessment of infancy (MAI)• Test of infant motor performance (TIMP)• Alberta Infant Motor Scale (AIMS)• Infant motor profile (IMP)• Bayley Psychomotor Index• Developmental assessment of young children (DAYC)

Dubowitz Assessment for Neonates, HINE, Prechtl Assessment of

the Newborn, TINE, dan ATNAT merupakan pemeriksaan yang banyak digunakan serta memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang baik, yaitu antara 88-92%.17

Salah satu pemeriksaan neuromotor yang paling banyak diketahui adalah pemeriksaan general motor assessment (GMA). Pemeriksaan

Page 61: Everything you should know about motor and movement ...

R.M. Indra

48 Update in Child Neurology

ini menilai general movements, yakni gerakan-gerakan yang paling banyak digunakan oleh bayi dari masa janin dini hingga usia tiga sampai empat bulan. Kualitas general movements dapat memberikan informasi mengenai integritas otak. Salah satu petanda abnormalitas pada pemeriksaan GMA adalah adanya gerakan bersifat cramped synchronized, yaitu gerakan yang kaku tanpa keluwesan atau kehalusan dan melibatkan seluruh anggota gerak dan batang tubuh sekaligus bersamaan. Pemeriksaan GMA memiliki sensitivitas 95% sampai 100% dan spesifisitas 96% sampai 98% dalam memprediksi palsi serebral. Nilai diagnostiknya akan meningkat apabila dilakukan secara serial. Apabila hanya dilakukan satu kali, usia ideal untuk pemeriksaan adalah sekitar tiga bulan setelah usia aterm dengan sensitvitas 98% dan spesifisitas 94%.2,17,20,21 Beberapa gambaran general movements normal dan abnormal dapat dilihat pada Gambar 1.

PencitraanPencitraan kepala bayi memiliki nilai diagnostik yang sangat baik dalam meramalkan terjadinya palsi serebral pada bayi berisiko tinggi, baik preterm maupun aterm. Pemeriksaan ultrasonografi (USG) kepala merupakan pemeriksaan yang dilakukan terhadap semua neonatus dengan masalah neurologis yang dirawat di NICU. Kemampuan diagnostik USG kepala meningkat apabila dilakukan secara serial. American Academy of Neurology dan Child Neurology Society menganjurkan pemeriksaan USGkepalakepadasemuabayiyanglahirdengangestasi≤30minggusaat berusia tujuh sampai 14 hari pascalahir dan saat berusia 36 sampai 40 minggu pascagestasi. Hal ini dilakukan mengingat kelainan seperti leukomalasia periventrikular kistik dapat baru terbentuk setelah dua sampai lima minggu. Kelainan-kelainan besar pada USG kepala, misalnya infark parenkim hemoragik dan leukomalasia periventrikular grade II dan III memiliki nilai prediktif yang tinggi dalam meramalkan palsi serebral pada bayi berisiko tinggi, dengan sensitivitas 70% sampai 86% dan spesifisitas 90% sampai 99%.23,24

gambar 1. A) seorang bayi aterm yang menunjukkan gerakan fidgety normal, nampak perubahan gerakan dengan variasi yang tinggi; gambar 1B adalah bayi lahir dengan usia gestasi 28 minggu dengan GMA abnormal

berupa tidak adanya variasi gerakan. (Dikutip dari: Hadders-Algra M. J Pediatr 2004;145:S12-8) 22

Page 62: Everything you should know about motor and movement ...

Infants at high risk of cerebral palsy: is prevention possible?

49Everything you should know about motor and movement problems in children

Pemeriksaan magnetic resonance imaging (MRI) kepala dilakukan terutama untuk bayi cukup bulan dengan ensefalopati hipoksik-iskemik. Data mengenai nilai prediktif MRI kepala terhadap terjadinya palsi serebral masih terbatas. Gabungan USG dan MRI kepala dilaporkan memiliki sensitivitas 71% dan spesifisitas 94% dalam memprediksi palsi serebral pada bayi aterm dengan ensefalopati hipoksik iskemik.17

Intervensi dini terhadap bayi risiko tinggi untuk pencegahan palsi serebralSetelah bayi risiko tinggi dapat diindentifikasi dengan berbagai metode di atas, intervensi dini dapat dilakukan. Sebagian besar penulis menggunakan batasan usia di bawah satu tahun, bahkan beberapa jenis terapi dimulai saat perawatan di NICU. Meski sebetulnya telah dilakukan banyak penelitian mengenai intervensi dini dalam pencegahan palsi serebal, hingga saat ini belum terdapat bukti yang cukup mengenai efektivitas dan jenis terapi mana yang paling bermanfaat. Hal ini dikarenakan adanya jenis terapi yang bermacam-macam dengan aktivitas yang tumpang tindih, heterogenitas subyek (perbedaan jenis risiko dan usia dimulainya terapi), perbedaan kriteria luaran yang diteliti dan lain-lain.25,26

Neurodevelopmental treatment (NDT) atau metode Bobath merupakan salah satu jenis intervensi yang paling banyak diteliti, namun ternyata penggunaan metode ini tidak memberikan efek bermakna dalam pencegahan palsi serebral. Satu penelitian yang membandingkan NDT intensif dan standar menunjukkan perbaikan kemampuan motorik dan activities of daily living lebih besar pada kelompok intensif, akan tetapi angka kejadian palsi serebral kedua kelompok tidak berbeda.27 Penelitian oleh Palmer dkk membandingkan NDT dan stimulasi bayi yang kemudian baru dilanjutkan dengan NDT dan mendapatkan bahwa kelompok stimulasi menunjukkan luaran motorik yang lebih baik.28 Patut dipahami bahwa metode NDT terus menerus mengalami perubahan sehingga saat ini sudah sangat berbeda dengan konsep awalnya. Hasil penelitian-penelitian terdahulu mungkin tidak mencerminkan efektivitas NDT saat ini.29

Tata laksana terhadap palsi serebral saat ini telah berkembang menjadi tata laksana yang berorientasi tugas dan berbasis aktivitas (task-oriented and activity-based), serta memperhatikan intervensi terhadap lingkungan (memperkaya lingkungan agar dapat menstimulasi bayi) dan interaksi bayi dengan orang tua. Kerusakan otak yang sedang berkembang pada palsi serebral menyebabkan kelemahan akibat gangguan fungsi otot dan kontrol motorik. Kedua hal ini juga akan menyebabkan proses pembelajaran untuk mencapai kematangan motorik dan kemampuan lain menjadi terganggu. Dengan proses pembelajaran yang bersifat lebih aktif, diharapkan terjadi reorganisasi adaptif yang sesuai dengan kebutuhan individual.30

Page 63: Everything you should know about motor and movement ...

R.M. Indra

50 Update in Child Neurology

Program “Coping With and Caring for Infants With Special Needs (COPCA)” merupakan intervensi untuk bayi risiko tinggi yang dikembangkan di Groningen yang berorientasi keluarga. Program ini terdiri dari dua bagian. Bagian pertama adalah pelatihan oleh fisioterapis kepada keluarga untuk dapat mandiri dalam menentukan aktivitas sehari-hari yang juga dapat bermanfaat bagi stimulasi bayi. Bagian kedua adalah bagian neurodevelopmental atau aktivitas bayi itu sendiri. Berbeda dengan terapi konvensional, perkembangan motorik dianggap suatu proses trial and error yang diinisiasi sendiri. Anak dengan kerusakan otak memiliki proses pembelajaran suatu aktivitas yang berbeda dengan anak sehat. Bentuk aktivitas motorik anak dengan kerusakan otak mungkin berbeda, namun yang lebih penting adalah fungsionalnya. Permainan dengan saudara dan eksplorasi dianggap merupakan metode yang sangat baik untuk melatih dan memberikan stimulasi pada bayi. Dibandingkan dengan terapi NDT konvensional, bayi dalam program COPCA jadi lebih banyak diperlakukan dalam posisi yang lebih sulit (misalnya dimandikan dalam posisi duduk saat usia enam bulan) oleh orang tua dan kondisi ini berhubungan dengan fungsi motorik yang lebih baik pada usia 18 bulan. Fungsi kognitif bayi dalam program COPCA juga sedikit lebih baik dibandingkan dengan kontrol. Kejadian palsi serebral pada kedua kelompok ditemukan tidak berbeda.31

Program GAME (Goals, Activity, and Motor Enrichment) merupakan program yang dikembangkan oleh Morgan dkk di Australia. Program ini memiliki tiga komponen: 1) berbasis aktivitas yang goal-oriented, dengan orang tua yang menentukan goal (tujuan aktivitas) yang ingin dicapai. Fisioterapis pada awalnya menopang aktivitas motorik yang dilakukan bayi sehingga bayi selalu berhasil melakukan setidaknya sebagian tujuan aktivitas; 2) edukasi terhadap orang tua mengenai kapasitas motorik bayi dan metode untuk menstimulasi perkembangan; 3) memperkaya lingkungan (environmental enrichment) tempat bayi agar dapat melakukan permainan yang memberi stimulasi lebih efektif. Luaran motorik saat usia 12 bulan pada bayi risiko tinggi dengan program GAME ditemukan lebih baik dibandingkan fisioterapi standar.32

Suatu meta-analisis yang dilakukan Spittle dkk (2015) mengikutkan 25 penelitian yang terdiri dari 3615 bayi preterm yang mendapatkan intervensi dini untuk pencegahan gangguan motorik dan kognitif. Intervensi yang digunakan sangat beragam, meliputi konseling dan pelatihan bagi keluarga, kunjungan ke rumah dan sesi fisioterapi. Didapatkan adanya efek positif yang kecil dalam hal perbaikan fungsi motorik, namun hanya apabila terapi dimulai saat bayi. Tidak didapatkan perbedaan bermakna dalam kejadian palsi serebral.33

Hadders-Algra dkk (2017) dalam tinjauan sistematisnya menyatakan bahwa penelitian-penelitian yang ada saat ini sebagian besar terlalu kecil dan intervensi yang digunakan terlalu heterogen sehingga belum dapat dibuat suatu rekomendasi mengenai intervensi dini. Meski demikian, kemungkinan metode yang paling baik adalah kombinasi stimulasi

Page 64: Everything you should know about motor and movement ...

Infants at high risk of cerebral palsy: is prevention possible?

51Everything you should know about motor and movement problems in children

perkembangan, pembelajaran secara trial and error pada lingkungan yang diperkaya, dukungan terhadap keluarga agar terdapat interaksi yang baik dengan bayi dan mungkin aplikasi tehnik-tehnik NDT minimal untuk menopang postur tubuh. Intervensi dini juga harus dilakukan dengan frekuensi tinggi agar efektif.25

SimpulanPalsi serebral merupakan penyebab disabilitas terbanyak pada anak. Faktor risiko palsi serebral antara lain prematuritas dan ensefalopati hipoksik iskemik akibat asfiksia perinatal. Upaya pencegahan terhadap faktor risiko, misalnya pencegahan persalinan prematur dengan progesteron dan pemberian MgSO4 untuk neuroproteksi pada kehamilan prematur yang tidak dapat dicegah merupakan terapi yang terbukti efektif dan harus dilakukan apabila terdapat kesempatan. Demikian juga halnya dengan terapi hipotermia terhadap bayi dengan ensefalopati hipoksik iskemik, yang merupakan satu-satunya terapi yang terbukti efektif menurunkan kematian dan gangguan neurodevelopmental. Deteksi dini harus dilakukan terhadap semua bayi yang memiliki faktor risiko, berbagai modalitas dapat digunakan untuk deteksi dini palsi serebral mulai dari pengukuran lingkar kepala sederhana, penilaian neurologis dan pencitraan yang memiliki nilai prediktif yang rata-rata baik. Terdapat bermacam program intervensi dini yang saat ini sejumlah besar telah beralih ke arah activity-based program. Meskipun dengan bukti yang ada sekarang belum dapat diketahui program mana yang akan memberikan hasil paling baik dan belum ada yang terbukti efektif mencegah palsi serebral, intervensi dini tetap harus dilakukan oleh karena sejumlah besar data menunjukkan adanya efek yang baik terhadap fungsi kognitif, motorik, maupun terhadap keluarga.

Daftar pustaka1. Stavsky M, Mor O, Mastrolia SA, Greenbaum S, Than NG, Erez O. Cerebral

palsy - trends in epidemiology and recent development in prenatal mechanisms of disease, treatment, and prevention. Front Pediatr. 2017;5:21.DOI:10.3389/fped.2017.00021.

2. Hadders-Algra M. Early diagnosis and early intervention in cerebral palsy. Front Neurol. 2014;5: DOI:10.3389/fneur.2014.00185.

3. Cioni G, Inguaggiato E, Sgandurra G. Early intervention in neurodevelopmental disorders: underlying neural mechanisms. Dev Med Child Neurol. 2016;58:61-6.

4. Donald KA, Samia P, Kakooza-Mwesige A, Bearden D. Pediatric cerebral palsy in Africa: a systematic review. Semin Pediatr Neurol. 2014;21:30-5.

5. Oskoui M, Coutinho F, Dykeman J, Jetté N, Pringsheim T. An update on the prevalence of cerebral palsy: a systematic review and meta-analysis. Dev Med Child Neurol. 2013;55:509-19.

Page 65: Everything you should know about motor and movement ...

R.M. Indra

52 Update in Child Neurology

6. Hirvonen M, Ojala R, Korhonen P, Haataja P, Eriksson K, Gissler M, dkk. Cerebral palsy among children born moderately and late preterm. Pediatrics. 2014;134:e1584-93.

7. Strijbis EMM, Oudman I, van-Essen P, Maclennan AH. Cerebral palsy and the application of the international criteria for acute intrapartum hypoxia. Obstet Gynecol. 2006;107:1357-65.

8. Hanskins GDV, Speer M. Defining the pathogenesis and pathophysiology of neonatal encephalopathy and cerebral palsy. Obstet Gynecol. 2003;102:628-36.

9. van Toorn R, Laughton B, van Zyl N. Aetiology of cerebral palsy in children presenting at Tygerberg Hospital. S Afr J Child Health. 2007;1:74-6.

10. Leviton A, Fichorova RN, O’Shea TM, Kuban K, Paneth N, Dammann O, dkk. Two-hit model of brain damage in the very preterm newborn: small for gestational age and postnatal systemic inflammation. Pediatr Res. 2013;73:362-70.

11. Romero R, Nicolaides K, Conde-Aguledo A, Tabor A, O’Brien JM, Cetingoz E, dkk. Vaginal progesterone in women with an asymptomatic sonographic short cervix in the midtrimester decreases preterm delivery and neonatal morbidity: a systematic review and metaanalysis of individual patient data. Am J Obstet Gynecol. 2012;206:124.e1-19.

12. Conde-Aguledo A, Romero R. Antental magnesium sulfate for the prevention of cerebral palsy in preterm infants less than 34 weeks’ gestation: a systematic review and metaanalysis. Am J Obstet Gynecol. 2009;200:595-609.

13. Sotiriadis A, Tsiami A, Papatheodorou S, Baschat AA, Sarafidis K, Makrydimas G. Neurodevelopmental outcome after a single course of antenatal steroids in children born preterm: a systematic review and meta-analysis. Obstet Gynecol. 2015;125:1385-96.

14. Herman B. Terapi hipotermia pada ensefalopati hipoksik iskemik. Dalam: Ahmad BA, Yenni RZ, Sri KA, penyunting. Naskah lengkap pendidikan kedokteran berkelanjutan VIII Ilmu Kesehatan Anak IDAI Sumatera Selatan. Palembang: Ikatan Dokter Anak Indonesia Cabang Sumatera Selatan;2016.h.39-53.

15. Jacobs SE, Berg M, Hunt R, Tarnow-Mordi WO, Inder TE, Davis PG. Cooling for newborns with hypoxic ischaemic encephalopathy. Cochrane Database Syst Rev. 2013;31:CD003311. DOI: 10.1002/14651858.CD003311.pub3.

16. Herskind A, Greisen G, Nielsen JB. Early identification and intervention in cerebral palsy. Dev Med Child Neurol. 2015;57:29-36.

17. Bosanquet M, Copeland L, Ware R, Boyd R. A systematic review of tests to predict cerebral palsy in young children. Dev Med Child Neurol. 2013;55:418-26.

18. Neubauer V, Griesmaier E, Pehböck-Walser N, Pupp-Peglow U, Kiechl-Kohlendorfer U. Poor postnatal head growth in very preterm infants is associated with impaired neurodevelopment outcome. Act Pediatr. 2013;102:882-8.

19. Kuban KC, Allred EN, O’Shea M, Paneth N, Westra S, Miller C, dkk. Developmental correlates of head circumference at birth and two years in a cohort of extremely low gestational age newborns. J Pediatr. 2009;155:344-9.

Page 66: Everything you should know about motor and movement ...

Infants at high risk of cerebral palsy: is prevention possible?

53Everything you should know about motor and movement problems in children

20. Burger M, Louw QA. The predictive validity of general movements – a systematic review. Eur J Pediatr Neurol. 2009;13:408-20.

21. Brogna C, Romeo DM, Cervesi C, Scrofani L, Romeo MG, Mercuri E, dkk. Prognostic value of the qualitative assessments of general movements in late-preterm infants. Early Hum Dev. 2013;89: 1063-6.

22. Hadders-Algra M. General movements: a window for early detection of children at high risk of developmental disorders. J Pediatr. 2004;145:S12-8.

23. de Vries LS, van Haastert IC, Rademaker KJ, Koopman C, Goenendaal F. Ultrasound abnormalities preceding cerebral palsy in high risk preterm infants. J Pediatr. 2004;144:S15-20.

24. de Vries LS, van Haastert IC, Benders MJ, Groenendaal F. Myth: cerebral palsy cannot be predicted by neonatal brain imaging. Semin Fetal Neonatal Med. 2011;16:279-87.

25. Hadders-Algra M, Boxum AG, Hielkema T, Hamer EG. Effect of early intervention in infants at very high risk of cerebral palsy: a systematic review. Dev Med Child Neurol. 2017;59:246-58.

26. Morgan C, Darrah J, Gordon AM, Harbourne R, Spittle A, Johnson R, dkk. Effectiveness of motor interventions in infants with cerebral palsy: a systematic review. Dev Med Child Neurol. 2016;58: 900-9.

27. Mayo NE. The effect of physical therapy for children with motor delay and cerebral palsy. A randomised clinical trial. Am J Phys Med Rehabil. 1991;70:258-67.

28. Palmer FB, Shapiro BK, Wachtel RC, Allen MC, Hiller JE, Harryman SE, dkk. The effects of physical therapy on cerebral palsy: a control trial in infants with spastic diplegia. N Eng J Med. 1988; 318:803-8.

29. Damiano DL. Effects of motor activity on brain and muscle development in cerebral palsy. Dalam: Shepherd RB, penyunting. Cerebral palsy in infancy. Edisi ke-1. Philadelphia: Elsevier Churchill Livingstone;2014.h.190-6.

30. Shepherd RB. The changing face of intervention in infants with cerebral palsy. Dalam: Shepherd RB, penyunting. Cerebral palsy in infancy. Edisi ke-1. Philadelphia: Elsevier Churchill Livingstone; 2014.h.3-28.

31. Dirks T, Blauw-Hospers CH, Hulshof LJ, Hadders-Algra M. Differences between the family-centered “COPCA” program and traditional infant physical therapy based on neurodevelopmental treatment principles. Phys Ther. 2011;91:1303-22.

32. Morgan C, Novak I, Dale RC, Guzzetta A, Badawi N. Single blind randomised controlled trial of GAME (Goals - Activity - Motor Enrichment) in infants at high risk of cerebral palsy. Rev Dev Disabil. 2016;55:256-67.

33. Spittle A, Orton J, Anderson PJ, Boyd R, Doyle LW. Early developmental intervention programmes provided post hospital discharge to prevent motor and cognitive impairment in preterm infants. Cochrane Database Syst Rev. 2015;24:CD005495. DOI:10.1002/14651858.CD005495.pub4.

Page 67: Everything you should know about motor and movement ...

Update on the diagnosis and classification of cerebral palsyAnidar

Tujuan:1. Memahami klasifikasi palsi serebral2. Memahami diagnosis palsi serebral 3. Memahami komorbiditas yang menyertai palsi serebral

Keterlambatan perkembangan motorik merupakan salah satu gejala kelainan perkembangan yang paling sering menjadi keluhan utama orang tua.1 Salah satu penyebab keterlambatan perkembangan motorik yang paling serius adalah palsi serebral (PS). Palsi serebral merupakan suatu keadaan kerusakan jaringan otak yang menetap dan tidak progresif yang terjadi pada usia dini sehingga menganggu perkembangan otak yang ditandai dengan adanya perubahan pada tonus otot, kelainan postur, dan gangguan pergerakan.1,2 Angka kejadian PS di berbagai negara bervariasi antara 1,2 sampai 3,6 per 1000 kelahiran hidup.1

Manifestasi gangguan motorik atau postural dapat berupa spastisitas, rigiditas, ataksia, tremor, atonia atau hipotonia, tidak munculnya refleks primitif (pada fase awal) atau reflek primitif yang menetap (pada fase lanjut), dan diskinesia. Masing-masing gejala tersebut dapat timbul secara tersendiri maupun dalam kombinasi beberapa gejala. 1,3,4

Bentuk kelumpuhan spastik adalah bentuk yang paling sering dijumpai, didapatkan pada 70% sampai 75% kasus. Spastisitas akan meningkatkan tonus otot dan menimbulkan kekakuan otot serta gangguan fungsi dan atrofi otot.4 Bentuk lainnya adalah bentuk diskinetik (10% sampai 15%) dan ataksik (<5%).5

Masalah utama pada anak dengan PS adalah hambatan fisik, namun seringkali juga didapatkan disabilitas intelektual dan masalah dalam pelbagai aspek lainnya, sesuai. Fungsi yang terpengaruh bergantung pada area otak mana yang mengalami kerusakan. Kerusakan pada beberapa area di otak akan fungsi-fungsi tertentu. Walaupun kerusakan struktur otak pada PS bersifat statis non-progresif, tetapi dampaknya sangat bervariasi dan dapat berubah seiring berjalannya waktu. Palsi serebral dapat disertai beberapa gangguan atau kelainan, antara lain disabilitas intelektual, gangguan penglihatan dan pendengaran, gangguan bicara, gangguan nutrisi dan menelan, infeksi saluran napas atas, serta epilepsi.2,4,6-8

54 Update in Child Neurology

Page 68: Everything you should know about motor and movement ...

Update on the diagnosis and classification of cerebral palsy

55Everything you should know about motor and movement problems in children

KlasifikasiSaat ini dikenal beberapa macam klasifikasi PS, bergantung pada sudut pandangnya. Atas dasar gambaran klinis yang dominan, PS diklasifikan menjadi tipe spastik, diskinetik (distonia dan koreoatetoid), hipotonik, ataksik, atau campuran.3,4 Klasifikasi berdasarkan gambaran klinis biasanya digunakan bersamaan dengan klasifikasi atas dasar topografi defisit motorik, yaitu monoplegia, diplegia, hemiplegia, triplegia, tetraplegia, dan hemiplegia ganda.1,3 Kedua klasifikasi tersebut adalah klasifikasi tradisional yang masih sering digunakan.5

Klasifikasi lain menggolongkan PS atas dasar derajat fungsional dan keterbatasan aktivitas yang terjadi, terdiri atas kategori minimal, ringan, sedang, dan berat. Klasifikasi terapeutik terdiri atas empat kategori yaitu tanpa terapi, intervensi sedang, intervensi dengan pendekatan tim, serta intervensi menyeluruh.9 Akan tetapi, klasifikasi atas dasar derajat fungsional PS dan klasifikasi terapeutik tidak banyak digunakan lagi.9

Klasifikasi lainnya dibuat berdasarkan patofisiologi letak lesi neuron di otak dan dibagi menjadi PS kortikal (piramidal) yang mengakibatkan spastisitas, ganglia basalis (ekstrapiramidal) yang mengakibatkan gerakan abnormal (korea, atetosis, atau distonia), serebelar yang menyebabkan hipotonia, dan bentuk campuran.4

Klasifikasi terakhir adalah gross motor function classification system (GMFCS) yang menggolongkan anak dengan PS berdasarkan kemampuan fungsionalnya. Saat ini klasifikasi ini yang lebih banyak digunakan.8,10,11

Klasifikasi berdasarkan defisit neuromuskular Berdasarkan defisit neuromuskular, PS diklasisfikasikan menjadi PS tipe spastik, diskinetik (distonia dan koreoatetoid), hipotonik, ataksik, atau campuran.3,4 Tipe kelumpuhan spastik adalah bentuk yang tersering dan dijumpai pada 70% sampai 75% anak PS, sedangkan tipe diskinetik dijumpai pada 10% sampai 15% dan tipe ataksik pada kurang dari 5%.5 Bentuk kelumpuhan spastik melibatkan sistem piramidal yang ditandai dengan lesi upper motor neuron, adanya kelemahan, hipertonus, hiperrefleksia, serta adanya klonus dan refleks Babinski yang positif. Bentuk kelumpuhan diskinetik melibatkan sistem ektrapiramidal yang ditandai adanya rigiditas, korea, koreoatetosis, dan gerakan distonik.5

Klasifikasi atas dasar topografi defisit motorikKlasifikasi atas dasar topografi defisit motorik terdiri atas monoplegia, diplegia, hemiplegia, triplegia, tetraplegia atau kuadriplegia, dan hemiplegia ganda. Pada sebagian besar penelitian, diplegia yang paling sering ditemukan, yaitu pada 30% sampai 40% kasus, diikuti hemiplegia pada 20% sampai 30% kasus, dan tetraplegia atau kuadriplegia pada 10% sampai 15% kasus.5 Monoplegia, yaitu kelumpuhan pada salah satu anggota gerak, umumnya merupakan bentuk hemiplegia yang sangat ringan yang hanya mengenai lengan. Hemiplegia adalah

Page 69: Everything you should know about motor and movement ...

Anidar

56 Update in Child Neurology

kelumpuhan lengan dan tungkai pada sisi tubuh yang sama dengan lengan lebih berat dibandingkan tungkai; hal ini disebabkan area korteks serebri (homunkulus motorik) yang terkena lebih besar untuk lengan dibandingkan tungkai. Hemiplegia ganda adalah kelumpuhan keempat anggota gerak; umumnya lengan terkena lebih berat daripada tungkai yang sesisi, dan terdapat asimetri antara kedua sisi tubuh. Diplegia adalah kelumpuhan pada keempat anggota gerak, namun tungkai lebih berat daripada lengan. Triplegia jarang dijumpai; apabila yang terkena adalah kedua lengan secara asimetris dan satu tungkai maka triplegia merupakan bentuk ringan hemiplegia ganda, namun apabila yang terkena adalah kedua tungkai dan satu lengan maka triplegia merupakan bentuk ringan diplegia yang asimetris. Tetraplegia atau kuadriplegia adalah kelumpuhan pada keempat anggota gerak, dengan lengan terkena lebih atau sama berat dengan tungkai. 1,3,4

Sejalan dengan topografi ini, kemampuan anak PS untuk berjalan dapat diprediksi berdasarkan kemampuan duduk. Anak dengan PS tipe hemiplegia dan diplegia memiliki peluang lebih besar untuk dapat berjalan dibandingkan PS tetraplegia. Apabila anak dapat duduk sendiri pada usia 2 tahun, maka besar peluangnya anak akan dapat berjalan, sementara anak PS yang belum bisa duduk hingga 4 tahun sangat kecil kemungkinannya untuk bisa berjalan.12

Gross motor function classification systemKlasifikasi GMFCS dibuat berdasarkan kemampuan dan keterbatasan motorik anak di rumah, sekolah, maupun di lingkungan. Kemampuan motorik yang diamati terutama kemampuan duduk (truncal control) dan berjalan yang terbagi menjadi 5 tingkatan (derajat I sampai V). Sistem klasifikasi ini telah divalidasi dan digunakan di seluruh dunia untuk menilai fungsi motorik yang bisa digunakan untuk segala usia. Skala ini dibedakan untuk setiap kelompok usia (<2 tahun, 2-4 tahun, 4-6 tahun, 6-12 tahun, dan 12-18 tahun).8,10,11 Skala GMFCS juga mempunyai korelasi yang bermakna dengan International Classification of Impairments, Disabilities and Handicap (ICIDH).13 Skala GMFCS dapat membantu menentukan pilihan terapi yang tepat sesuai dengan usia pasien dan tingkatan fungsi motorik, serta memprediksi prognosis fungsi motorik kasar pada anak palsi serebral. 12,14

Penilaian perkembangan motorik dilakukan selama 45 sampai 60 menit. Ruangan tempat penilaian dilakukan harus nyaman bagi anak untuk beraktivitas. Terdapat lima dimensi perkembangan motorik kasar yang diujikan, mulai dari berbaring dan berguling (17 tugas), duduk (20 tugas), merangkak dan berlutut (14 tugas), berdiri (13 tugas), serta berjalan, berlari, dan melompat (24 tugas).10 Kemampuan anak dinilai dengan scoring key sebagai berikut:10

0 = tidak memiliki keinginan untuk melakukan gerakan1 = berkeinginan untuk melakukan, misalnya ada perubahan pada

wajah saat ingin meningkatkan tonus otot

Page 70: Everything you should know about motor and movement ...

Update on the diagnosis and classification of cerebral palsy

57Everything you should know about motor and movement problems in children

2 = dapat melakukan gerakan awalan tetapi tidak sempurna3 = dapat melakukan aktivitas dengan sempurna

Kriteria penilaian GMFCS dibedakan berdasarkan kelompok umur. Untuk setiap kelompok umur, kemampuan motorik fungsional dibagi menjadi 5 level atau tingkatan.12 Anak yang tergolong level I dapat berjalan tanpa keterbatasan, level II dapat berjalan dengan keterbatasan, level III dapat berjalan dengan menggunakan alat bantu yang dipegang atau digerakkan dengan tangan (handheld), level IV dapat bergerak sendiri dengan keterbatasan dan mungkin dapat menggunakan alat bantu mobilitas bertenaga listrik, dan level V perlu didorong secara manual menggunakan kursi roda. Tingkat kemampuan fungsional motorik kasar GMFCS pada masing-masing kelompok usia ditunjukkan pada Tabel 1.10

Tabel 1. Level Perkembangan Fungsional Motorik Kasar GMFCS Usia <2 tahun

Usia Level Kemampuan Motorik yang dimiliki Anak PS

<2 tahun I 1. Mampu bergerak dari tiduran/tengkurap kemudian duduk dan dari duduk menuju tengkurap, dapat duduk di lantai dengan kedua tangan bebas untuk menyentuh mainan.

2. Mampu menggunakan tangan dan lutut untuk merangkak secara seimbang.

3. Dapat mulai berdiri dengan merambat.4. Dapat berjalan diantara 18 bulan dan 2 tahun tanpa perangkat

mobilitas bantu.

II 1. Mampu duduk di lantai dengan bantuan tangan ikut menopang tubuh untuk menjaga keseimbangan.

2. Dapat merayap menggunakan perut atau merangkak pada tangan dan lutut.

3. Berusaha untuk berdiri dengan berpegangan pada benda atau orang lain.

III 1. Dapat duduk di lantai dengan mendukung punggung belakang.2. Dapat berguling dan merayap maju menggunakan perut.

IV 1. Dapat mengontrol pergerakan kepala2. Dapat mempertahankan duduk di lantai apabila badan didukung

atau ditopang secara keseluruhan.3. Dapat berguling dari telentang dan tengkurap dengan waktu

berguling cukup lama.

V 1. Tidak mampu mengontrol pergerakan tubuh termasuk pengontrolan kepala.

2. Tidak mampu menjaga antigravitasi kepala meskipun dalam posisi tengkurap atau duduk.

3. Memerlukan bantuan orang dewasa untuk berguling.

2-4 tahun

I 1. Anak mampu duduk di lantai tanpa didukung oleh kedua tangan.

2. Anak mampu berdiri pada posisi duduk tanpa bantuan orang dewasa dan mampu duduk dari berdiri dengan kontrol yang baik.

3. Anak mampu berjalan tanpa alat bantu.

Page 71: Everything you should know about motor and movement ...

Anidar

58 Update in Child Neurology

Usia Level Kemampuan Motorik yang dimiliki Anak PS

II 1. Mampu duduk di lantai tetapi memiliki kesulitan dengan keseimbangan ketika kedua tangan memanipulasi objek.

2. Mampu berpindah posisi duduk tanpa bantuan orang dewasa.3. Mampu berdiri di atas permukaan yang stabil.4. Mampu merangkak dengan pergerakan tangan dan lutut yang

seimbang.5. Mampu berjalan dengan memegang benda atau berjalan dengan

alat.

III 1. Mampu duduk dengan posisi W-sitting dan membutuhkan bantuan orang dewasa untuk mencapai posisi duduk.

2. Mampu merayap menggunakan perut.3. Mampu merangkak menggunakan tangan dan lutut dengan

pergerakan salah satu bagian kaki diseret, merangkak sebagai metode utama untuk mobilitas.

4. Mampu berdiri tanpa bantuan orang lain dan berjalan pada arah yang pendek.

5. Mampu berjalan di dalam ruangan dengan menggunakan walker dan bantuan orang dewasa untuk kemudi.

IV 1. Mampu duduk di lantai dengan bantuan kedua tangan untuk menjaga keseimbangan.

2. Sering membutuhkan peralatan adaptif untuk duduk dan berdiri.3. Mobilitas utama dakam ruangan baru mencapai berguling,

merayap menggunakan perut, atau merangkak pada tangan dan lutut tanpa gerakan kaki.

V 1. Gerak refleks terbatas dan belum mampu melawan gravitasi.2. Semua bidang fungsi motorik terbatas.3. Tidak memiliki alat gerak mandiri.

4-6 tahun

I 1. Mampu berpindah dari duduk dari lantai ke kursi tanpa bantuan dan sebaliknya.

2. Mampu berdiri dari duduk di kursi tanpa bantuan.3. Mampu berjalan di dalam dan di luar rumah, dan mampu

memanjat tangga.4. Terkadang muncul kemampuan untuk berlari dan melompat

II 1. Mampu duduk di kursi dengan tangan dapat bergerak bebas.2. Mampu bergerak dari duduk di lantai atau bangku untuk berdiri

dengan permukaan yang stabil untuk mendorong dan menarik tangan.

3. Mampu berjalan dalam ruangan dan jarak pendek di luar ruangan dengan permukaan bertingkat.

4. Mampu menaiki tangga dengan berpegangan pada pagar tapi belum dapat melompat.

III 1. Mampu duduk di kursi biasa tetapi memerlukan dukungan pada panggul dan tulang belakang untuk memaksimalkan fungsi tangan.

2. Mampu bergerak dari kursi duduk pada permukaan yang stabil untuk mendorong dan menarik kedua tangan.

3. Mampu berjalan menggunakan walker pada permukaan miring atau bertingkat dengan bantuan orang dewasa tetapi belum bisa untuk bepergian jarak jauh atau pada permukaan tidak rata.

Page 72: Everything you should know about motor and movement ...

Update on the diagnosis and classification of cerebral palsy

59Everything you should know about motor and movement problems in children

Usia Level Kemampuan Motorik yang dimiliki Anak PS

IV 1. Mampu duduk di tempat duduk adaptif untuk pengendalian trunk dan memaksimalkan fungsi tangan.

2. Mampu berpindah dari kursi duduk dengan bantuan orang dewasa.

3. Mampu berjalan dengan baik apabila menggunakan walker dan memerlukan pengawasan orang dewasa tetapi kesulitan berjalan pada permukaan yang tidak rata.

4. Mampu bergerak secara mandiri apabila menggunakan kursi roda bertenaga.

V 1. Gangguan fisik membatasi kontrol gerakan dan kemampuan untuk mempertahankan anti-gravitasi kepala dan tonus batang tubuh.

2. Semua bidang fungsi motorik terbatas.3. Anak-anak tidak memiliki gerakan independen.

6-12 tahun

I 1. Mampu berjalan dengan keseimbangan yang baik di lingkungan rumah, sekolah dan di lingkungan.

2. Mampu berjalan naik dan turun trotoar tanpa bantuan fisik dan tangga tanpa berpegangan tangan.Mampu berlari dan melompat, tetapi kecepatan, keseimbangan, dan koordinasi terbatas.

II 1. Mampu berjalan dengan pengawasan, tetapi mengalami kesulitan berjalan jarak jauh dan menyeimbangkan diri di permukaan tidak rata, miring atau ketika membawa benda.

2. Mampu berjalan naik turun tangga dengan memegang pagar atau bantuan fisik.

3. Mampu berjalan di luar ruangan dengan bantuan fisik, perangkat mobilitas genggam.

4. Mampu berlari dan melompat dengan waktu pelaksanaan sangat lambat.Memerlukan alat adaptasi untuk melakukan kegiatan fisik dan olahraga.

III 1. Mampu berjalan dalam ruangan dengan bantuan walker otomatis.

2. Ketika duduk memerlukan sabuk pengaman untuk keselarasan panggul dan keseimbangan.

3. Pergerakan dari duduk ke berdiri dan dari berdiri ke duduk memerlukan bantuan orang lain atau memerlukan dukungan yang kuat.

4. Memerlukan kursi roda untuk mobilitas jarak jauh.5. Memerlukan pengawasan atau bantuan orang lain atau

berpegangan pada tangga untuk berjalan naik turun.Memiliki keterbatasan untuk berpartisipasi dalam kegiatan fisik.

IV 1. Memerlukan bantuan mobilitas untuk berbagai situasi.2. Membutuhkan perangkat duduk adaptif untuk trunk dan kontrol

panggul.3. Mampu berguling, merayap, atau merangkak, berjalan jarak

pendek dengan bantuan.Mampu beradaptasi dengan lingkungan sekolah dan masyarakat apabila menggunakan kursi roda manual.

V 1. Memerlukan kursi roda untuk melakukan segala aktivitas dan memerlukan bantuan orang dewasa untuk setiap perpindahan posisi.

2. Tidak mampu melawan gravitasi termasuk mempertahankan kepala untuk tegak.

Page 73: Everything you should know about motor and movement ...

Anidar

60 Update in Child Neurology

Usia Level Kemampuan Motorik yang dimiliki Anak PS

12-18 tahun

I 1. Mampu berjalan di rumah, sekolah, di luar rumah, dan di masyarakat.

2. Mampu berjalan naik turun trotoar dan tangga bertingkat tanpa bantuan fisik.

3. Mampu berlari dan melompat dengan kecepatan, keseimbangan, dan koordinasi terbatas.

4. Mampu berpartisipasi dalam kegiatan olahraga tertentu.

II 1. Menggunakan kursi roda untuk mobilitas jarak jauh di luar ruangan.

2. Membutuhkan bantuan fisik ketika berjalan di permukaan yang tidak rata.

3. Membutuhkan alat adaptasi ketika berolahraga.

III 1. Mampu berjalan menggunakan alat bantu.2. Memerlukan sabuk pengaman ketika duduk.3. Memerlukan bantuan fisik ketika berpindah dari duduk ke

berdiri dan dari berdiri ke duduk.4. Mobilitas di luar ruangan menggunakan kursi roda.5. Memerlukan bantuan fisik dan pengawasan ketat ketika berjalan

pada medan yang miring atau naik turun tangga.

IV 1. Menggunakan mobilitas roda di sebagian besar kegiatan.2. Memerlukan tempat duduk adaptif.3. Memerlukan bantuan fisik 1-2 orang ketika berpindah posisi.4. Memerlukan bantuan fisik atau mobilitas roda untuk berjalan

jarak pendek.5. Dapat berjalan jauh dengan kursi roda bertenaga.

V 1. Memerlukan kursi roda manual untuk semua kegiatan.2. Tidak mampu mempertahankan gaya gravitasi kepala dan

batang tubuh serta memiliki kontrol buruk untuk pergerakan lengan dan kaki.

3. Teknologi bantu digunakan untuk menegakkan kepala, duduk, berdiri dan mobilitas.

4. Memerlukan peralatan adaptif untuk setiap aktivitas dan bantuan.

DiagnosisPenegakkan diagnosis palsi serebral harus dilakukan secara hati-hati. Diperlukan anamnesis yang teliti serta pemeriksaan fisis dan pemeriksaan neurologis yang menyeluruh untuk menegakkan diagnosis. Harus dipastikan bahwa keterlambatan tersebut tidak memburuk (progresif) atau berupa kehilangan kemampuan yang pernah dicapai (regresi).1,15 Pada anamnesis perlu ditanyakan (1) riwayat pranatal (masalah pada masa kehamilan, misalnya penyakit ibu, pajanan toksin, alkohol, narkoba, perawatan antenatal, gerakan janin, dan riwayat trauma); (2) riwayat perinatal (masa gestasi, cara persalinan dan presentasi bayi, lama persalinan, berat badan lahir, skor Apgar, pH darah umbilikus, komplikasi persalian, lama perawatan di inkubator, ada tidaknya perdarahan intraventrikular, prosedur yang dijalani selama perawatan misalnya ventilasi mekanik, continuous positive airway pressure, extracorporeal membrane oxygenation, ada tidaknya masalah

Page 74: Everything you should know about motor and movement ...

Update on the diagnosis and classification of cerebral palsy

61Everything you should know about motor and movement problems in children

minum); (3) riwayat pascanatal (kernikterus, infeksi susunan saraf pusat); (4) riwayat perkembangan (motorik kasar dan halus, bahasa, interaksi sosial); dan (5) riwayat lain (pola makan, riwayat tindakan bedah, kejang, ada tidaknya gangguan pergerakan, pola miksi dan defekasi, ada tidaknya masalah pendengaran dan penglihatan, riwayat imunisasi).8,15,16 Beberapa kelainan yang menyerupai PS seperti tertera pada Tabel 2 perlu diperhatikan pada anamnesis dan pemeriksaan fisis.

Tabel 2. Beberapa kelainan yang menyerupai palsi serebral12

Gangguan Tanda khas

Paraplegia spastik familial Adanya riwayat keluhan yang sama dalam keluarga

Transient toe walking Refleks tendon dalam normal

Distrofi muskulorum Hipertrofi otot gastroknemius, tanda Gower positif

Kelainan metabolik Adanya regresi, letargi, muntah

Sjögren-Larsson Iktiosis

Lesch-Nyhan Severe self-mutilation

Kelainan mitokondria Stroke berulang, kardiomiopati, hipoglikemia

Kelainan genetik Anomali multipel

Miller-Dieker Lissensefali

Sindrom Rett Mikrosefali didapat, hand wringing

Pemeriksaan neurologis difokuskan pada konfirmasi obyektif ada atau tidaknya keterlambatan motorik, tonus otot, refleks primitif, reaksi postural, refleks tendon, refleks patologis, pola gerakan, dan pola berjalan (gait).8,15,16 Diagnosis PS merupakan suatu diagnosis klinis yang ditegakkan berdasarkan pemeriksaan yang menyeluruh meliputi pemeriksaan perkembangan, skrining bayi risiko tinggi, pemeriksaan neurologis dan pemeriksaan penunjang MRI atau EEG (Gambar 1).5,17 Bayi yang berisiko tinggi untuk menjadi PS yaitu bayi prematur; 30%

gambar 1. Ruang lingkup pemeriksaan pada palsi serebral17

Page 75: Everything you should know about motor and movement ...

Anidar

62 Update in Child Neurology

sampai 40% di antaranya akan mengalami PS. Makin muda usia gestasi, makin tinggi kemungkinan terjadinya PS. Pada bayi cukup bulan dengan ensefalopati neonatal kemungkinan menjadi PS adalah 15% sampai 20%.17

Diagnosis palsi serebral ditegakkan berdasarkan adanya keterlambatan perkembangan motorik. Pada pemeriksaan neurologis didapatkan kelumpuhan tipe upper motor neuron dan/atau adanya gerakan dan postur abnormal serta refleks primitif yang menetap. Pemeriksaan ke arah metabolik dan analisis genetik tidak rutin dilakukan kecuali bila didapatkan dismorfisme atau adanya riwayat keluarga dengan keterlambatan perkembangan.3

Tidak ada pemeriksaan tunggal tertentu yang dapat menegakkan diagnosis pasti PS. Algoritma pendekatan yang dapat digunakan dalam menilai pasien PS dapat dilihat pada Gambar 2.1

gambar 2. Algoritma evaluasi anak dengan PS1

 

Page 76: Everything you should know about motor and movement ...

Update on the diagnosis and classification of cerebral palsy

63Everything you should know about motor and movement problems in children

American Academy of Neurology merekomendasikan juga untuk melakukan skrining fungsi kognitif, fungsi penglihatan, fungsi pendengaran, gangguan bahasa, serta fungsi oromotor pada semua anak PS.18 Identifikasi faktor-faktor risiko ataupun prediktor kejadian komorbiditas akan sangat membantu klinisi dalam memberikan konseling dan intervensi dapat dilakukan sedini mungkin sehingga dapat memperbaiki luaran anak PS.19

Adanya komorbiditas perlu mendapat perhatian dalam menegakkan diagnosis PS. Komorbiditas yang sering menyertai pasien PS yaitu epilepsi pada 30% sampai 87%, disabilitas intelektual pada 50%, 20% sampai 30% merupakan disabilitas intelektual berat; gangguan penglihatan pada 30%, 5% sampai 12% merupakan gangguan penglihatan berat; gangguan pendengaran pada 10%, 2% merupakan tuli bilateral; dan gangguan perilaku pada 26%. Gangguan lain yang sering menjadi masalah pada PS adalah gangguan kontrol miksi dan defekasi pada 24%; gangguan tidur pada 23%; drooling berat pada 22%; dislokasi panggul pada 8%; dan masalah makan yang memerlukan pemberian makan secara melalui pipa enteral pada 8%.17 Epilepsi pada anak PS seringkali merupakan epilepsi yang sulit dikontrol yang dapat menyebabkan gangguan fungsi kognitif yang makin berat, gangguan fungsi motorik berjalan, dan gangguan perilaku yang kian menurunkan kualitas hidup anak.20-24

Pemeriksaan penunjang ultrasonografi, CT scan dan magnetic resonance imaging (MRI) dibutuhkan untuk mendeteksi kelainan anatomik intrakranial yang bermamfaat untuk menentukan etiologi, menegakkan diagnosis, perlunya konsultasi genetik, maupun prognosis, meskipun tidak mengubah tatalaksana. Saat ini MRI lebih disukai dibandingkan pemeriksaan pencitraan lain karena lebih sensitif terutama untuk menentukan etiologi dan waktu terjadinya kerusakan otak yang mengakibatkan gangguan perkembangan.15,25 Dengan pemeriksaan MRI dapat dilihat adanya kelainan pada substansia alba dan substansia grisea, adanya malformasi, infark fokal, lesi kortikal dan subkortikal, serta leukomalasia periventrikular. Hasil MRI yang normal dapat dijumpai pada 12-14% anak PS.17

SimpulanPalsi serebral merupakan suatu keadaan kerusakan jaringan otak yang menetap dan tidak progresif yang terjadi pada usia dini sehingga menganggu perkembangan otak yang ditandai dengan perubahan pada tonus otot, kelainan postur, dan pergerakan. Klasifikasi atas dasar defisit neuromuskular dan topografi defisit motorik adalah klasifikasi tradisional yang masih sering digunakan, sedangkan klasifikasi GMFCS dapat digunakan untuk menentukan pemilihan terapi yang tepat sesuai dengan usia pasien dan tingkatan fungsi motorik, serta memprediksi prognosis fungsi motorik kasar pada anak palsi serebral. Penegakan diagnosis palsi serebral harus dilakukan secara hati-hati

Page 77: Everything you should know about motor and movement ...

Anidar

64 Update in Child Neurology

melalui anamnesis yang teliti, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan neurologis yang menyeluruh. Komorbiditas yang menyertai PS juga perlu diidentifikasi.

Daftar pustaka

1. Swaiman KF, Wu Y. Cerebral palsy. Dalam: Swaimann KF, Ashwal S, Ferriero DM, penyunting. Pediatric neurology principles & practice. Edisi ke-5. Philadelphia: Mosby Elsevier; 2012. h. 492-501.

2. Berker N, Yalcin S. The HELP guide to cerebral palsy. Edisi ke-2. Washington: Merril Corporation; 2010. h. 7-14.

3. Aisen ML, Kerkovich D, Mast J. Cerebral palsy: clinical care and neurological rehabilitation. Lancet Neurol. 2011;10:844-52.

4. Passat J. Kelainan perkembangan. Dalam: Soetomenggolo TS, Ismael S, penyunting. Buku ajar neurologi anak. Jakarta: BP IDAI; 1999. h. 115-19.

5. Sangkar C, Mundkur N. Cerebral palsy-definition, classification, etiology and early diagnosis. Indian J Pediatr. 2005; 72:865-8.

6. Bell KL, Boyd RN, Tweedy SM, Weir KA, Stevenson RD, Davies PS. A prospective longitudinal study of growth, nutrition and sedentary behaviour in yung children with cerebral palsy. BMC Public Health. 2010;10:179-83.

7. Sellier E, Uldall P, Calado E, dkk. Epilepsy and cerebral palsy: characteristics and trends in children born in 1976-1998. Eropean journal of paediatric neurology. 2012;16:48-55.

8. Gorter JW, Verschuren O, Riel LV, Katelaar M. The relationship between spasticity in young children (18 monhs of age) with cerebral palsy and their gross motor function development. BMC Musculoskelet Disord. 2009;10:108-10.

9. Green L, Greenberg GM, Hurwitz E. Primary care of children with cerebral palsy. Pediatrics. 2003;5:467-91.

10. Palisano R, Rosenbaum P, Walter S, Russel D, Wood E, Galuppi B. Gross motor function classification system for cerebral palsy. Dev Med Child Neurol. 1997;39:214-23.

11. Russel DJ, Avery LM, Rosenbaum PL, Raina PS, Walter SD, Palisano RJ. Improved scalling of the gross motor function measure for children with cerebral palsy. Phys Ther. 2000;80:873-85.

12. Dogde NN. Medical management of cerebral palsy. Dalam: Patel DR, Greydanus DE, Omar HA, Merrick J, penyunting. Neurodevelopmental Disabilities, Clinical care for children and young adults. London:: Springer Dordrecht Heidelberg; 2011. h. 227-42.

13. Beckung E, Hagberg G. Correlation between ICIDH handicap code and gross motor function classification system in children with cerebral palsy. Dev Med Child Neurol. 2000;42:669-73.

14. Pakula AT, Braun KVA, Allsopp MY. Cerebral palsy: classification and epidemiology. Phys Med Rehabil Clin N Am. 2009;20:425–452.

15. Handryastuti S. Deteksi dini palsi serebral pada bayi risiko tinggi: peran berbagai variable klinis dan usg kepala [disertasi]. Jakarta: Universitas Indonesia; 2013.

Page 78: Everything you should know about motor and movement ...

Update on the diagnosis and classification of cerebral palsy

65Everything you should know about motor and movement problems in children

16. Handryastuti S. Keterlambatan perkembangan motorik atau palsi serebral? Dalam: Naskah lengkap Pendidikan Kedokteran Berkelanjutan XLIX. Pediatric neurology and neuroemergency in daily practice. Jakarta: Balai Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2006. h. 119-36.

17. McIntyre S, Morgan C, Walker K, Novak I. Cerebral palsy-Don’t delay. Dev Disabil Res Rev. 2011;17:114-29.

18. Ashwal S, Russman BS, Blasco PA, Miller G, Sandler A, Shevell M, dkk. Practice parameter: diagnostic assesment of the child with cerebral palsy. Neurology. 2004;62:851-63.

19. Rosenbaum PL, Walter SD, Hanna SE, Palisano RJ, Russel DJ, Raina P, dkk. Prognosis for gross motor function in cerebral palsy creation of motor development curves. J Am Med Assoc. 2002;288:1357-63.

20. Kulak W, Sobaniec W. Risk factors and prognosis of epilepsy in children with cerebral palsy in North-eastern Poland. Brain Dev. 2003;25:499-506.

21. Beckung E, Hagberg G, Uldall P, Cans C. Probability of walking in children with cerebral palsy in Europe. Pediatrics. 2008;121:187-92.

22. McLellan A. Epilepsy an additional risk factor for psychological problems in cerebral palsy. Dev Med Child Neurol. 2008;50:727.

23. Carlsson M, Olsson I, Hagberg G, Beckung E. Behaviour in children with cerebral palsy with and without epilepsy. Dev Med Child Neurol. 2008;50:784-9.

24. Hammal D, Jarvis SN, Colver AF. Participation of children with cerebral palsy is influenced by where they live. Dev Med Child Neurol. 2004;46:292-8.

25. Fenichel GM. Paraplegia and quadriplegia. Dalam: Fenichel GM. Clinical Pediatric Neurology. A signs and symptoms approach. Edisi ke-6. Philadelphia: Saunders Elsevier; 2009. h. 281-3.

Page 79: Everything you should know about motor and movement ...

Comprehensive management of cerebral palsy: an overviewFadhilah Tia Nur

Tujuan:1. Mengenali sedini mungkin kelainan yang menyertai palsi serebral2. Mengetahui algoritma tata laksana palsi serebral3. Mengetahui tujuan terapi palsi serebral4. Menjelaskan prognosis palsi serebral

Palsi serebral (PS) merupakan penyebab tersering disabilitas fisis pada anak. Konsep PS telah berkembang sejak pertengahan abad ke-19.1 Prevalensi PS di negara-negara maju cukup tinggi, yaitu sekitar 1,5-2,5 dari setiap 1000 kelahiran hidup.2 Palsi serebral didefinisikan sebagai sekelompok gangguan perkembangan motorik dan postur yang bersifat non-progresif serta menyebabkan keterbatasan aktivitas, yang merupakan akibat dari kerusakan otak yang terjadi saat otak belum mencapai maturasi.3

Kemajuan teknologi di bidang kedokteran telah meningkatkan pengetahuan klinikus mengenai penyebab, pencegahan, serta tata laksana yang tepat pada PS. Ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan sebelum memberikan terapi pada PS, yaitu (1) apakah anak membutuhkan terapi; (2) apa tujuan terapi yang diberikan; (3) apakah keluarga dan anak mempunyai cukup waktu untuk menerima terapi; dan (4) apakah terapi yang diberikan akan mengganggu kehidupan mereka. Perlu ditekankan bahwa kemungkinan perbaikan pada gangguan motorik dan neurologis tidak terlalu memuaskan.4,5

Kerusakan struktur otak pada PS bersifat statis non-progresif, tetapi dampaknya sangat bervariasi dan bisa berubah seiring berjalannya waktu. Palsi serebral dapat disertai beberapa gangguan atau kelainan seperti disabilitas intelektual (52%), gangguan penglihatan (28%), gangguan pendengaran (12%), gangguan nutrisi (33%), serta epilepsi (15% sampai 60%).3,6 Palsi serebral menyebabkan dampak jangka panjang terhadap kualitas hidup anak serta keluarganya; suatu studi di Australia memperkirakan biaya yang diperlukan untuk seorang anak PS sekitar 115.000 dolar Australia atau sekitar 1,1 miliar rupiah per tahun.6

Kerusakan pada beberapa daerah di otak akan memengaruhi beberapa fungsi.3,7,8

66 Update in Child Neurology

Page 80: Everything you should know about motor and movement ...

Comprehensive management of cerebral palsy: an overview

67Everything you should know about motor and movement problems in children

Gangguan nutrisiTidak optimalnya pertumbuhan dan status gizi anak PS telah dilaporkan pada beberapa penelitian. Pada suatu penelitian yang mengukur berat badan, tinggi badan, dan indeks massa tubuh pada 24.920 anak dan remaja PS berusia dua sampai 20 tahun, sebagian besar anak PS dengan gangguan motorik sedang sampai berat dilaporkan mengalami gangguan pertumbuhan. Faktor selain nutrisi juga memegang peranan penting pada pertumbuhan anak PS; anak dengan PS tipe hemiplegia lebih banyak yang terganggu pertumbuhannya dibandingkan anak PS tanpa hemiplegia.6,9 Prevalensi kesulitan makan pada anak PS bervariasi antara 30% sampai 90%.10,11 Anak berkebutuhan khusus, termasuk PS, berisiko mengalami kekurangan asupan oral akibat kelainan oromotor, gangguan fase faringeal terkait aspirasi, dan kesulitan komunikasi yang mengurangi kemampuan untuk meminta makan dan minum.12 Beberapa gangguan lain seperti disabilitas intelektual, gangguan penglihatan dan pendengaran, serta kejang juga berpengaruh pada derajat kesulitan makan pada anak PS.13

Gangguan pendengaranLebih kurang 12% anak PS mengalami gangguan pendengaran. Angka kejadian gangguan pendengaran lebih tinggi apabila etiologi PS berkaitan dengan berat lahir rendah, kernikterus, meningitis neonatal, atau ensefalopati hipoksik-iskemik. Gangguan pendengaran umumnya berupa kelainan neurogenik pada persepsi nada tinggi, sehingga anak menjadi sulit menangkap kata-kata. Selain itu, anak PS rentan mengalami infeksi telinga kronik berulang yang akan mengganggu pendengarannya. Gangguan pendengaran akhirnya juga berdampak negatif terhadap perkembangan bahasa. Anak PS dengan disabilitas intelektual dan pemeriksaan radiologis abnormal berisiko tinggi untuk mengalami gangguan pendengaran. Gangguan pendengaran sering lambat terdiagnosis; penelitian oleh Centers for Disease Control (CDC) Amerika Serikat menunjukkan lebih dari setengah anak yang memiliki gangguan pendengaran berat baru terdiagnosis saat anak berusia hampir 3 tahun.3,7,14

Gangguan penglihatanHampir 20% anak dengan PS juga mengalami gangguan penglihatan. Gangguan penglihatan dapat berupa strabismus, ambliopia, nistagmus, buta kortikal, dan kelainan visus. Anak-anak PS dengan leukomalasia periventrikular juga cenderung memiliki masalah persepsi visual. Skrining penglihatan perlu dilakukan pada anak PS sehingga kelainan tersebut dapat terdeteksi sejak dini.3,7,15

Page 81: Everything you should know about motor and movement ...

Fadhilah Tia Nur

68 Update in Child Neurology

Gangguan kognitifSekitar 25% anak PS akan mengalami kesulitan belajar ataupun disabilitas intelektual. Makin berat kerusakan otak, makin berat pula gangguan kognitif. Sekitar 50% anak dengan PS spastik kuadriplegia memiliki kemungkinan mengalami disabilitas intelektual.3,7,16,17

EpilepsiPrevalensi epilepsi pada PS berkisar antara 15% sampai 60% dan bervariasi menurut tipe PS.3,18,19 Epilepsi lebih sering terjadi pada PS tipe spastik kuadriplegia dan PS yang disertai disabilitas intelektual. Dibandingkan dengan kelompok kontrol, anak PS memiliki risiko lebih besar untuk terkena epilepsi pada tahun pertama, mengalami status epileptikus, serta memerlukan politerapi obat anti epilepsi.18,19

Evaluasi diagnostikEvaluasi diagnostik pada anak dengan PS ditujukan untuk menegakkan diagnosis PS, mencari etiologi PS, dan menyingkirkan kelainan yang dapat menyebabkan gambaran mirip PS, terutama kelainan metabolik dan degeneratif. American Academy of Neurology (AAN) telah menerbitkan rekomendasi evaluasi diagnostik PS yang diawali dengan anamnesis dan pemeriksaan fisis-neurologis yang mengarah pada PS dengan adanya gangguan kontrol motorik yang non-progresif. Perlu dipastikan bahwa anamnesis dan pemeriksaan fisis pada pasien tidak sesuai dengan kelainan susunan saraf pusat progresif atau degeneratif. Klasifikasi tipe PS juga dilakukan pada penilaian awal, demikian juga skrining untuk kelainan penyerta yang perlu dikenali, meliputi disabilitas intelektual, gangguan penglihatan dan pendengaran, gangguan bicara dan bahasa, disfungsi oromotor, dan epilepsi.15 Identifikasi faktor risiko dan prediktor komorbiditas sedini mungkin akan sangat membantu klinikus dalam memberikan konseling dan intervensi dalam rangka memperbaiki luaran anak dengan PS.20

Pemeriksaan laboratorium untuk mencari kelainan metabolik dan genetik tidak dilakukan secara rutin dan hanya direkomendasikan apabila pemeriksaan klinis dan pencitraan tidak menunjukkan suatu abnormalitas stuktural yang spesifik, atau apabila pada anamnesis dan pemeriksaan klinis didapatkan hal-hal yang atipik. Pencarian etiologi metabolik atau genetik dipertimbangkan apabila ditemukan malformasi otak pada anak dengan PS. Pada anak dengan PS tipe hemiplegia perlu dipertimbangkan pemeriksaan fungsi koagulasi apabila pada pencitraan didapatkan infark serebri yang tidak jelas penyebabnya.15 Pencitraan otak pada anak PS direkomendasikan apabila etiologi belum diketahui dari pemeriksaan sebelumnya, termasuk dari pemeriksaan pencitraan

Page 82: Everything you should know about motor and movement ...

Comprehensive management of cerebral palsy: an overview

69Everything you should know about motor and movement problems in children

neonatus (ultrasonografi kepala pada neonatus). Magnetic resonance imaging (MRI) lebih unggul dibandingkan CT scan dalam menentukan etiologi dan waktu terjadinya gangguan otak pada PS.15 Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) tidak direkomendasikan untuk dilakukan secara rutin dan hanya dilakukan bila didapatkan bangkitan kejang.15

Tata laksana komprehensifTata laksana PS bertujuan untuk memaksimalkan potensi fungsional anak. Perlu diingat bahwa defisit neurologis pada PS tidak dapat diubah. Namun demikian, perubahan kemampuan fungsional dapat terjadi, sehingga perlu dilakukan penilaian ulang secara berkala baik oleh tenaga medis maupun oleh keluarga. Tata laksana bersifat individual, bergantung pada manifestasi klinis yang ada dan membutuhkan pendekatan multidisiplin yang melibatkan bidang saraf anak, respirologi anak, gastroenterologi anak, gizi anak, psikiatri anak, telinga-hidung-tenggorokan (THT), mata, rehabilitasi medis, ortopedi, bedah saraf, serta psikolog.2-4

Hingga saat ini belum ada pengobatan kausal untuk PS; tata laksana bersifat suportif dan simptomatis. Sampai saat ini belum ditemukan program yang terbukti dapat memperbaiki fungsi motorik secara permanen, namun dapat dilakukan pengelolaan yang bertujuan memperbaiki kelainan neuromuskular dan mencegah komplikasi.2-4,15

Fisioterapi harus segera dimulai secara intensif. Fisioterapi dapat mencegah deformitas dan mengoptimalkan fungsi motorik dan postur. Terapi okupasi dapat membantu meningkatkan keterampilan motorik. Bila terdapat gangguan makan dan menelan dapat dilakukan terapi oromotor. Orangtua dapat turut membantu program latihan di rumah. Untuk mencegah kontraktur perlu diperhatikan posisi pasien pada waktu istirahat atau tidur.3,4,21

Pembedahan dilakukan untuk reposisi pada kontraktur atau spastisitas. Skoliosis dan dislokasi panggul merupakan kondisi tersering yang memerlukan pembedahan.3,4,21

Kelainan penyerta pada mata, misalnya strabismus atau gangguan penglihatan, juga perlu dikelola. Deteksi dini dan terapi gangguan penglihatan secara tepat sangat berpengaruh terhadap luaran jangka panjang anak PS.2-4,21

Gangguan pendengaran juga harus dideteksi sedini mungkin agar intervensi dapat segera diberikan dan gangguan bahasa dapat segera diatasi. Skrining pendengaran dilakukan pada usia kurang dari 6 bulan. Skrining pendengaran dapat menggunakan otoacoustic emission (OAE), automated auditory brainstem response (AABR), atau brainstem auditory evoked response (BAER atau BERA).22,23

Page 83: Everything you should know about motor and movement ...

Fadhilah Tia Nur

70 Update in Child Neurology

PendidikanAnak PS dididik di sekolah luar biasa atau di sekolah inklusi sesuai kemampuan kognitifnya. Mereka sebaiknya diperlakukan sama seperti anak lainnya, sehingga mereka tidak merasa terasing di lingkungannya. Orangtua juga diedukasi agar jangan melindungi anak secara berlebihan.2-4,21

Terapi medikamentosaTerapi medikamentosa dapat terindikasi apabila terdapat epilepsi, spastisitas, atau movement disorder. Obat antiepilepsi diberikan sesuai dengan tipe dan karakteristik kejang dan sesuai panduan tata laksana epilepsi pada umumnya. Adanya movement disorder, misalnya distonia, mioklonus, korea, atau athetosis, dapat menjadi indikasi pemberian obat antiparkinson, antidopaminergik, obat antiepilepsi tertentu, atau golongan antidepresan. 2-4

Hal yang sering menjadi masalah bagi dokter spesialis anak adalah pemberian terapi medikamentosa untuk meringankan spastisitas. Spastisitas merupakan salah satu komponen yang menonjol dari

Tabel 1. Rekomendasi AAN mengenai penggunaan obat antispastisitas24

Jenis obat Rekomendasi

Toksin botulinum tipe A Merupakan terapi yang aman dan efektif untuk spastisitas segmental/terlokalisir pada ekstremitas atas dan bawah yang memerlukan pengobatan (rekomendasi kelas A*).Tidak ada bukti yang cukup untuk mendukung penggunaan toksin botulinum tipe A untuk meningkatkan fungsi motorik pada anak PS (rekomendasi kelas U*).

Dizaepam Dapat dipertimbangkan sebagai terapi antispastisitas menyeluruh jangka pendek (rekomendasi kelas B*).Tidak ada bukti yang cukup untuk mendukung penggunaan diazepam untuk meningkatkan fungsi motorik pada anak PS (rekomendasi kelas U*).

Dantrolen Tidak ada bukti yang cukup untuk mendukung penggunaan dantrolen sebagai terapi antispastisitas pada anak PS (rekomendasi kelas U*).

Baklofen oral Tidak ada bukti yang cukup untuk mendukung penggunaan baklofen sebagai terapi antispastisitas maupun untuk meningkatkan fungsi motorik pada anak PS (rekomendasi kelas U*).

Tizanidin Dapat dipertimbangkan sebagai terapi antispastisitas jangka pendek (rekomendasi kelas C*).Tidak ada bukti yang cukup untuk mendukung penggunaan tizanidin untuk meningkatkan fungsi motorik pada anak PS (rekomendasi kelas U*).

Baklofen intratekal Tidak ada bukti yang cukup untuk mendukung penggunaan baclofen intratekal kontinu sebagai terapi antispastisitas pada anak PS (rekomendasi kelas U*).

*) Klasifikasi rekomendasi AAN 200925

Page 84: Everything you should know about motor and movement ...

Comprehensive management of cerebral palsy: an overview

71Everything you should know about motor and movement problems in children

disabilitas motorik pada anak dengan PS. Namun demikian, eliminasi spastisitas belum tentu merupakan pilihan terbaik bagi pasien; pada beberapa pasien pengurangan spastisitas justru menyebabkan perburukan fungsional. Selain itu, efek samping obat antispastisitas, misalnya hipersekresi mukus, juga perlu diperhatikan. Beberapa alasan pemberian obat antispastisitas antara lain apabila spastisitas otot menyebabkan nyeri, untuk memfasilitasi penggunaan ortosis (misalnya brace), memperbaiki postur, mencegah kontraktur dan deformitas, mempermudah mobilisasi dan perawatan higiene pasien, serta optimalisasi fisioterapi dan terapi okupasi. Keputusan pemberian obat antispastisitas harus dibuat berdasarkan pertimbangan seluruh kemampuan fungsional dan disabilitas yang dimiliki anak.24 Rekomendasi AAN mengenai penggunaan obat antispastisitas dapat dilihat pada Tabel 1.

PrognosisPrognosis pada PS berhubungan dengan jenis dan tipe PS, fungsi motorik, adanya refleks patologis yang menetap, dan komorbiditas yang menyertai. Prognosis PS dapat diprediksi atas dasar klasifikasi

gambar 3. Prediksi skor GMFM menurut usia sesuai tingkatan GMFCS20

Keterangan:GMFM = gross motor functioning measureLevel I: mampu berjalan tanpa keterbatasanLevel II: mampu berjalan dengan keterbatasanLevel III: mampu berjalan dengan alat bantu mobilisasi digerakkan tanganLevel IV: mobilisasi mandiri dengan keterbatasan, mungkin dengan alat bantu bertenaga listrikLevel V: ditransport menggunakan kursi roda manual*) Skor GMFM pada GMFCS level III, IV, dan V akan mencapai puncak pada usia yang ditandai garis putus-putus, kemudian menurun

Page 85: Everything you should know about motor and movement ...

Fadhilah Tia Nur

72 Update in Child Neurology

kemampuan motorik fungsionalnya berdasarkan sistem skoring gross motor functioning measure (GMFM) untuk menentukan tingkatan gross motor function classification system (GMFCS) (Gambar 1). Anak yang tergolong GMFCS level I dan II, yaitu yang dapat berjalan tanpa alat bantu baik dengan atau tanpa keterbatasan, tidak akan mengalami perburukan fungsi.20 Sebaliknya, anak yang tergolong GMFCS level III, IV, dan V yang tidak mampu berjalan sendiri akan mencapai puncak fungsi motorik kasar pada usia tertentu, diikuti penurunan fungsi. Apabila didukung dengan perawatan dan tata laksana yang memadai, maka anak PS akan memiliki kualitas hidup yang lebih baik. Tata laksana anak PS sangat memerlukan dukungan orangtua, sehingga orangtua juga perlu mendapatkan informasi mengenai diagnosis, program terapi, dan kemungkinan hasil yang dapat dicapai.2-4

SimpulanPalsi serebral merupakan gangguan neurodevelopmental yang dimulai saat awal perkembangan bayi yang bersifat non-progesif dengan manifestasi klinis berupa gangguan perkembangan motorik dan postural. Terapi yang diberikan bertujuan untuk memaksimalkan potensi fungsional anak, sedangkan defisit neurologis tidak dapat diubah. Tata laksana pada pasien PS bersifat individu tergantung pada manifestasi klinis yang ada dan membutuhkan pendekatan multidisiplin. Tata laksana anak PS sangat memerlukan dukungan orangtua, sehingga orangtua juga perlu mendapatkan informasi dan edukasi yang lengkap.

Daftar pustaka1. Morris C. Definition and classification of cerebral palsy: a historical

perspective. Dev Med Child Neurol. 2007;49:3–7.

2. Bax MC, Flodmark O, Tydeman C. Definition and classification of cerebral palsy: from syndrome toward disease. Dev Med Child Neurol. 2007;49:39–41.

3. Swaiman KF, Wu Y. Cerebral palsy. Dalam: Swaiman KF, Ashwal S, Ferriero DM, penyunting. Pediatric neurology principles & practice. Edisi ke-5. Philadelphia: Mosby Elsevier; 2012. h. 491-504.

4. Brunstrom JE, Tilton AH. Cerebral palsy. Dalam: Maria BL, penyunting. Current management in child neurology. Edisi ke-4. Shelton: BC Decker; 2009. h. 307-12.

5. Tizard JPM. Cerebral palsies: treatment and prevention. The Croonian Lecture. J Coll Physicians Lond. 1990;14:72-7.

6. Bell KL, Boyd RN, Tweedy SM, Weir KA, Stevenson RD, Davies PS. A prospective longitudinal study of growth, nutrition and sedentary behaviour in young children with cerebral palsy. BMC Public Health. 2010;10:179-83.

7. Menkes JH, Sarnat HB. Perinatal asphyxia and trauma. Dalam: Menkes JH, Sarnat HB, Maria BL, penyunting. Child neurology. Edisi ke-7. Philadelphia: Lippincot Williams & Wilkins; 2006. h. 367-431.

Page 86: Everything you should know about motor and movement ...

Comprehensive management of cerebral palsy: an overview

73Everything you should know about motor and movement problems in children

8. HimmelmannK,BeckungPT,HagbergG,UvebrantP.Grossandfinemotorfunction and accompanying impairments in cerebral palsy. 2006;48:417-23.

9. Day SM, Strauss DJ, Vachon PJ, Rosenbloom L, Shavelle RM, Wu YW. Growth pattern in a population of children and adolescent with cerebral palsy. Dev Med Child Neurol. 2007; 49:167-71.

10. Fung EB, Samson-Fang L, Stallings VA, Conaway M, Liptak G, Henderson SC, dkk. Feeding dysfunction is associated with poor growth and health status in children with cerebral palsy. J Am Diet Assoc. 2002;102:361-70.

11. Reilly S, Skuse D, Poblete X. Prevalence of feeding problems and oral motor dysfunction in children with cerebral palsy: a community survey. J Pediatr. 1996;129:877-82.

12. Klein MD, Delaney TA. Feeding and nutrition for the child with special needs. USA: Hammil Institute on Disabilities; 1994. h. 473-533.

13. Palmer S. Cerebral palsy. Dalam: Palmer S, Ekvall S, penyunting. Pediatric nutrition in developmental disorder. Springfield: Charles C. ThomasPublisher; 1978. h. 42-9.

14. Pennington L. Direct speech and language therapy for children with cerebral palsy: finding from a systematic review. Dev Med Child Neurol. 2005;1:57-63.

15. Ashwal S, Russman BS, Blasco PA, Miller G, Sandler A, Shevell M, dkk. Practice parameter: diagnostic assessment of the child with cerebral palsy. Neurology. 2004;62:851-63.

16. Lely O. Soetjiningsih. Aspek kognitif dan psikososial pada anak dengan palsi serebral. Sari Pediatri. 2000;2:109-12.

17. Kusumaningrum RS, Herini ES, Ismail D. Association between type of cerebral palsy and the cognitive level. Paediatr Indones. 2009;49:186-8.

18. Shevell MI, Dagenais L, Hall N. Comorbidities in cerebral palsy and their relationship to neurologic subtype and GMFCS level. Neurology. 2009;72:2090-6.

19. Wibowo AR, Saputra DR. Prevalens dan profil klinis pada anak palsi serebral spastik dengan epilepsi. Sari Pediatri. 2012;14:1-7.

20. Rosenbaum PL, Walter SD, Hanna SE, Palisano RJ, Russel DJ, Raina P, dkk. Prognosis for gross motor function in cerebral palsy creation of motor development curves. J Am Med Assoc. 2002;288:1357-63.

21. Russman BS. Disorder of motor execution I: cerebral palsy. Dalam: David RB, Bodensteiner JB, Mandelbaum DE, Olson B, penyunting. Clinical pediatric neurology. Edisi ke-3. New York: Demos Medical; 2009. h. 443-448.

22. Kerschner JE. Neonatal hearing screening: to do or not to do. Pediatr Clin N Am. 2004;51:725-36.

23. Suwento R. Skrining pendengaran pada anak. Surabaya: KONAS PERHATI XIV; 2007.

24. Delgado MR, Hirtz D, Aisen M, Ashwal S, Fehling DL, McLaughlin J, dkk. Practice parameter: pharmacologic treatment of spasticity in children and adolescent with cerebral palsy (an evidence-based review). Neurology. 2010;74:336-43.

25. American Academy of Neurology. Editor’s note to authors and readers: Levels of evidence coming to Neurology. Diunduh dari: http://www.neurology.org/site/misc/NeurologyFiller.pdf. Diakses tanggal 10 Mei 2017.

Page 87: Everything you should know about motor and movement ...

Can physiotherapy cure cerebral palsy ?Luh Karunia Wahyuni

Tujuan1. Mengetahui masalah-masalah yang menjadi sasaran terapi fisik 2. pada palsi serebral3. Mengetahui tujuan fisioterapi pada palsi serebral4. Mengenal beberapa pendekatan terapi fisik yang dapat dilakukan 5. pada anak dengan palsi serebral

Ketika orangtua mendengar diagnosis palsi serebral (PS) dan mendapat penjelasan bahwa lesi bersifat non-progresif, tim medis seringkali tidak menjelaskan dengan detail maksud pernyataan ini. Orangtua yang mendengar bahwa PS tidak progresif, percaya bahwa keadaan anak tidak akan memburuk. Berdasarkabn patofisiologinya, lesi pada PS memang dianggap tidak akan berubah. Pada PS, sekalipun lesi di otak bersifat non-progresif, disabilitas yang diakibatkannya dapat bersifat progresif. Hal tersebut terjadi karena lesi di otak berdampak terhadap tubuh yang tetap tumbuh dan berkembang, serta adanya pengulangan gerakan yang disfungsional, sehingga disabilitas pun berkembang dan seiring dengan berjalannya waktu menghasilkan perubahan dan gangguan lebih lanjut.

Tata laksana yang bertujuan agar tercapainya kemampuan fungsional yang optimal pada PS membutuhkan pemahaman komprehensif terhadap diagnosis medis yang mendasari terjadinya PS, penyakit penyerta, prognosis penyakit, komplikasi, tata laksana medis yang diberikan, kemampuan persepsi-kognisi, status nutrisi, status kardiorespirasi, modal dasar yang masih dimiliki anak, serta keterlibatan orangtua dan keluarga. Dari hasil penilaian yang komprehensif tersebut akan dapat ditegakkan diagnosis fungsional yang menetapkan seberapa jauh gangguan pada struktur dan fungsi organ tubuh akan menyebabkan keterbatasan , dan partisipasi serta seberapa jauh hal tersebut dipengaruhi oleh faktor personal dan faktor lingkungan. Lebih lanjut perlu ditetapkan prognosis fungsional yang meliputi fungsi makan dan menelan, komunikasi, mobilisasi, sosialisasi, bermain dan bersekolah, serta jenis tata laksana yang tepat.

Melihat seorang terapis yang sedang memberi terapi pada seorang anak dengan PS seringkali memunculkan pelbagai pertanyaan: Apa yang sedang dilakukan? Seperti apa hasil akhirnya? Seberapa sering anak perlu melakukan ini? Apakah terapi yang diberikan dapat menyembuhkan PS? Masalah-masalah tersebut akan dibahas secara singkat pada makalah

74 Update in Child Neurology

Page 88: Everything you should know about motor and movement ...

Can physiotherapy cure cerebral palsy?

75Everything you should know about motor and movement problems in children

ini akan fokus dibahas secara singkat agar sejawat dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan di atas.

Berbagai masalah pada PSPada dasarnya seorang anak PS mengalami kesulitan mengontrol postur dan gerak terkait dengan gangguan pada sistem neuromuskular, yakni tonus otot refleksif yang abnormal, gangguan kontraksi otot, kesulitan mengatur gradasi antara ko-kontraksi dan inhibisi resiprokal, serta keterbatasan sinergi untuk menghasilkan gerakan dan postur tegak.

Lesi di otak yang menyebabkan PS seringkali mengakibatkan kerusakan lebih dari satu sistem, menghasilkan kerusakan yang mempengaruhi kontrol pergerakan. Kerusakan primer adalah kerusakan yang terjadi segera setelah terbentuknya lesi. Kerusakan sekunder berkembang seiring berjalannya waktu, disebabkan oleh dampak dari satu atau lebih kerusakan primer, dan dapat menjadi penyulit yang sama beratnya dengan kerusakan primer.

Karena hal-hal tersebut, di samping permasalahan mendasar pada sistem neuromuskuloskeletal, anak dengan PS juga mengalami gangguan pada sistem-sistem lain: (1) sistem sensori-persepsi dan kognisi; (2) sistem muskuloskeletal; (3) sistem respirasi; (4) atensi/arousal; (5) motivasi; (6) ketahanan kardiorespirasi; (7) sistem gastrointestinal; dan (8) pertumbuhan dan nutrisi. Pada sistem muskuloskeletal dapat terjadi gangguan berupa abnormalitas struktur tulang, hipomobilitas sendi dan pemendekan otot, lingkup gerak sendi yang berlebihan atau terbatas, laksitas (kelenturan yang berlebihan) pada ligamen, dan instabilitas sendi. Pada sistem respirasi dapat terjadi kesulitan mempertahankan fungsi respirasi untuk menyokong postur dan pergerakan serta gangguan dalam perkembangan pola respirasi yang lebih matur. Pada fungsi arousal/atensi anak dapat mengalami gangguan tingkat arousal rendah dan kesulitan memusatkan perhatian, tidak memiliki motivasi sehingga memengaruhi kecepatan pergerakan, gangguan pada ketahanan kardiorespirasi yang menyebabkan kontraksi otot yang kurang efisien, gangguan pada sistem gastrointestinal berupa refluks gastroesofagus dan konstipasi, status nutrisi dan pertumbuhan yang buruk akibat kemampuan oromotor yang buruk, disfungsi saluran cerna, dan perubahan kebutuhan energi untuk pergerakan. Gangguan-gangguan pada sistem tersebut berkontribusi pula dalam kontrol postur dan pergerakan.

Siapapun yang terlibat dalam tata laksana anak dengan PS akan menyadari bahwa banyak hal yang sering memburuk akibat kerusakan sekunder yang pada akhirnya menghambat gerakan secara progresif. Contohnya, anak dengan PS lahir tanpa kontraktur sendi. Secara berangsur, kontraktur sendi terjadi akibat gangguan pada sistem neuromuskuloskeletal (spastisitas, ketidakseimbangan kekuatan otot, atau kurangnya aktivitas otot), kesegarisan (alignment) yang buruk untuk

Page 89: Everything you should know about motor and movement ...

Luh Karunia Wahyuni

76 Update in Child Neurology

memulai gerakan, kelemahan otot, respon sensoris atau eksekusi gerakan yang buruk, pertumbuhan, dan faktor lainnya. Memahami terjadinya kerusakan sekunder merupakan hal yang sangat penting dipahami oleh tim medis yang terlibat dalam tata laksana PS.

Dengan demikian, jelas bahwa permasalahan yang dihadapi oleh anak PS sangat luas dan kompleks. Sejalan dengan tujuan tata laksana, yaitu pencapaian kemampuan fungsional yang optimal, maka diperlukan kerjasama berbagai disiplin ilmu seperti dokter, terapis (fisioterapis, terapis okupasi, terapis wicara), ortotis-prostesis, psikolog, petugas sosial medis, serta orangtua dan keluarga. Pada makalah ini akan dibahas secara singkat peran fisioterapi dalam tata laksana PS.

Tata laksana fisioterapi pada PSTata laksana umum PS bersifat multidisiplin, meliputi pendekatan umum, teknik dan pendekatan terapi motorik, alat bantu dan teknologi asistif, intervensi terhadap keterampilan oromotor untuk makan dan menelan, pendekatan untuk penanganan spastisitas, penanganan dan pembedahan ortopedik, serta intervensi untuk kondisi kesehatan terkait.

Pertanyaan yang sering ditanyakan kepada dokter dan terapis adalah: Adakah pengobatan yang terbaik untuk PS ? Tidak ada jawaban yang tepat untuk dapat menjawab pertanyaan tentang pengobatan terbaik yang paling sesuai untuk anak tertentu, di lingkungan tertentu (keluarga, sekolah, tempat tinggal), dan fasilitas tertentu yang tersedia. Hal yang paling penting adalah menetapkan tujuan pengobatan yang tepat. Lebih baik mencapai sedikit tujuan yang penting daripada mencapai semua tujuan yang tidak terlalu penting. Hanya ketika prioritas tujuan telah ditetapkan maka baru dapat dilontarkan pertanyaan “bagaimana kita mencapainya?” Jarang terdapat hanya satu tujuan dan satu cara mencapainya. Bahkan dengan keputusan rasional sekalipun, seringkali intervensi tidak mencapai hasil yang diharapkan karena kondisi kompleks dari anak, yang tidak seperti orang dewasa, melainkan berubah terus-menerus baik dengan atau tanpa pengobatan.

Orangtua dan anggota keluarga seringkali mencari informasi tentang keadaan disabilitas anak dan seringkali menemukan sumber informasi tentang intervensi yang menjanjikan akan menghasilkan perubahan dramatis pada keadaan anak. Tim medis seyogyanya dapat membantu orangtua membuat keputusan pemilihan intervensi. Pertanyaan yang perlu dijawab saat menetapkan jenis intervensi adalah: y Apa yang ingin dicapai dengan intervensi ini? y Adakah potensi bahaya atau efek samping yang terkait dengan

intervensi ini? y Apa saja efek positif dari intervensi ini? y Apakah intervensi ini sudah divalidasi secara ilmiah dengan

penelitian yang dirancang secara teliti pada anak dengan gangguan motorik?

Page 90: Everything you should know about motor and movement ...

Can physiotherapy cure cerebral palsy?

77Everything you should know about motor and movement problems in children

y Dapatkah intervensi ini diintegrasikan dalam program yang sedang dijalani oleh anak?

y Bagaimana komitmen waktunya? Apakah realistis? y Apa saja pro dan kontra dari intervensi ini? Apa komentar dari

orangtua lain dan profesional tentang hal ini (pro dan kontra)? y Apakah pelaku intervensi memiliki pengetahuan tentang aspek

medis dan perkembangan yang terkait dengan gangguan motorik? y Apakah pelaku intervensi memiliki pengalaman bekerja dengan anak

yang mengalami gangguan motorik? y Adakah kesesuaian intervensi ini dengan kondisi medis anak?

Terdapat berbagai jenis pendekatan dan program intervensi yang dapat dipertimbangkan untuk anak yang memiliki gangguan kontrol motorik. Beberapa pendekatan (misalnya fisioterapi, terapi okupasi, dan terapi wicara) dapat dipertimbangkan sebagai terapi standar atau tradisional. Sebagai tambahan juga terdapat berbagai teknik dan model terapi yang biasa disebut sebagai komplementer atau alternatif (misalnya hidroterapi atau terapi menunggang kuda). Tata laksana fisioterapi pada anak PS dapat dikategorikan menjadi tiga jenis, yakni : y Terapi fisik yang bertujuan memperbaiki hendaya secara langsung,

misalnya latihan penguatan pada otot yang lemah dan latihan lingkup gerak sendi pada keterbatasan lingkup gerak sendi, dengan harapan latihan tersebut akan secara otomatis mengembangkan kesempatan pergerakan anak dan meningkatkan kemampuan fungsional.

y Terapi fisik berdasarkan pendekatan neurofisiologi, misalnya memanfaatkan eksterosepsi dan propriosepsi untuk meningkatkan atau menurunkan aksi otot dan pada saat yang bersamaan mempengaruhi aktivitas susunan saraf pusat, memperbaiki pola gerakan serta stabilitas postural yang lebih baik. Konsep ini berbeda dari model pertama di atas dalam hal bagian tubuh yang ditangani tidak perlu merupakan bagian yang ingin dipengaruhi dampaknya.

y Pendekatan edukasi dengan menciptakan interaksi untuk mendorong gerakan dan fungsi yang lebih baik.

Pendekatan terapi yang paling sering digunakan dalam fisioterapi adalah pendekatan Bobath (juga dikenal sebagai neurodevelopmental therapy), conductive education (Peto), Vojta (di Eropa), patterning (oleh Doman-Delacato, antara lain yang dikembangkan oleh Institute for the Achievement of Human Potential, British Institute for Brain Injured Children, Brainwave), sensori integrasi, Movement Opportunities Via Education (MOVE), advanced neuromotor rehabilitation (ANR), terapi oksigen hiperbarik, terapi rekreasi (hipoterapi dan hidroterapi), dan terapi alternatif lainnya (akupunktur, terapi osteokraniosakral).

Penelitian mengenai efektivitas intervensi fisioterapi pada anak dengan PS belum berhasil memberikan bukti yang dapat digeneralisasi.

Page 91: Everything you should know about motor and movement ...

Luh Karunia Wahyuni

78 Update in Child Neurology

Belum terdapat satu bentuk terapi atau pendekatan kombinasi, pelatihan, atau penanganan yang terbukti memberikan keberhasilan lebih baik dibandingkan yang lain. Penelitian-penelitian yang mengevaluasi efek fisioterapi pada anak dengan PS banyak menghadapi kendala. Kendala pertama adalah kesulitan memprediksi luaran yang tepat karena adanya variasi dalam pengaruh lingkungan dan kesempatan yang diperoleh anak di masa mendatang. Kendala kedua, rehabilitasi pada dasarnya adalah suatu proses edukasi atau pembelajaran yang memerlukan partisipasi aktif dari masing-masing anak untuk mencapai suatu tujuan yang bersifat individual dan unik bagi anak tersebut, tidak seperti proses farmakologi untuk mencapai suatu norma biologis. Ketiga, tidak ada terapi maupun terapis yang benar-benar sama yang dapat diberikan kepada semua individu; masing-masing terapis memiliki karakteristik dan empati yang berbeda. Selain itu, anak dengan PS dapat memiliki disabilitas berat dan restriksi partisipasi yang membatasi pembuktian secara eksperimental.

Sekalipun beberapa jenis intervensi belum terbukti memperbaiki kemampuan motorik, namun terapi tetap dapat memberikan keuntungan karena membuat anak lebih aktif secara fisik selama menjalani intervensi, memberikan kesempatan interaksi sosial, atau memfasilitasi perkembangan anak secara menyeluruh. Dengan demikian, tujuan pendekatan terapi anak dengan PS harus jelas, karena tidak satu pun pendekatan yang dapat memenuhi seluruh kebutuhan setiap individu, baik kebutuhan anak maupun keluarga. Sangat penting untuk menentukan tujuan terapi yang spesifik dan dapat diukur bagi tiap-tiap individu dan mengevaluasinya seiring waktu, sehingga keluarga dapat memiliki pilihan terapi yang rasional, efektif, dan realistis.

Daftar pustaka

1. Stammer M. Posture and movement of the child with cerebral palsy. USA: Therapy Skills Builders; 2000. h. 9-20

2. Beaman J, Kalisperis FR, Miller S. The infant and child with cerebral palsy. Dalam: Tecklin JS, penyunting. Pediatric Physical Therapy. Edisi ke-5. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2015. h.187-246.

3. Coker-Bolt PC, Garcia T, Naber E. Neuromotor cerebral palsy. Dalam: Case-Smith J, O’Brien JC, penyunting. Occupational therapy for children and adolescents. Edisi ke-7. Missouri: Elsevier; 2015. h. 799-808.

4. Scrutton B, Damiano D, Mayston M. Management of the motor disorders of children with cerebral palsy. Edisi ke-2. London: Mac Keith Press; 2004.

5. New York State Department Of Health Division Of Family Health Bureau Of Early Intervention. Report of recommendations for motor disorder assessment and intervention for young children (age 0-3 years). New York: 2006

6. Bower E. Current techniques in physiotherapy for children with cerebral palsy. Curr Paediatr. 1999;9:79-83.

Page 92: Everything you should know about motor and movement ...

Masalah saluran cerna pada anak dengan palsi serebralPramita G. Dwipoerwantoro

Tujuan:1. Mengetahui manifestasi klinis tersering gangguan saluran cerna pada palsi sereberal2. Mengetahui mekanisme yang mendasari gangguan saluran cerna pada palsi sereberal3. Memahami tata laksana masalah saluran cerna pada anak dengan palsi sereberal

Dengan berkembangnya ilmu kedokteran saat ini, terutama dengan adanya fasilitas neonatal intensive care unit (NICU) dan kemajuan teknologi diagnostik, terjadi peningkatan harapan hidup bayi prematur dan matur dengan gangguan neurologik. Hal tersebut tentunya merupakan tantangan tersendiri bagi ilmu kedokteran anak, terutama bidang neurologi, gastroenterologi, nutrisi, rehabilitasi medik, maupun keperawatan. Walaupun masalah utama pasien yang mengalami keterbatasan perkembangan tersebut terkait fisik dan mental, beberapa laporan klinik menunjukkan bahwa kerusakan otak berpengaruh secara signifikan terhadap disfungsi sistem saluran cerna.1-5

Palsi serebral (PS) termasuk dalam kelompok kelainan gerak, postur dan tonus yang kronik dan non-progresif, akibat kerusakan susunan saraf pusat sebelum perkembangan serebral komplet. Prevalensi PS diperkirakan sekitar dua per 1000 kelahiran hidup, dan kelainan yang tersering dijumpai adalah tipe spastik. Kelainan tipikal neuropatologik tersering adalah leukomalasia periventrikular dan atrofi kortikal/serebral.6 Disfungsi motorik saluran cerna, antara lain penyakit refluks gastroesofageal (PRGE), disfagia, muntah, dan konstipasi kronik merupakan gejala klinis yang paling sering dikeluhkan pada berbagai derajat kerusakan susunan saraf pusat.7,8

DisfagiaDisfungsi oromotor sering dijumpai dan merupakan salah satu tanda awal gangguan neuromuskular. Masalah menelan merupakan masalah yang tersering dijumpai (90%) pada anak dengan gangguan neurologik, dan hal ini merupakan salah satu faktor yang berkontribusi terhadap terjadinya malnutrisi pada anak dengan PS.9 Perkembangan kemampuan oromotor merupakan cerminan maturasi neurologik secara umum dan memerlukan koordinasi gerakan beberapa otot rangka rongga mulut, faring, dan esofagus dengan keterlibatan saraf kranial VI dan batang otak serta korteks serebri.5

79Everything you should know about motor and movement problems in children

Page 93: Everything you should know about motor and movement ...

Pramita G Dwipoerwantoro

80 Update in Child Neurology

Manifestasi klinik disfagia dapat berupa distres selama makan (termasuk batuk, tersedak, dan menolak makan), episode aspirasi ataupun aspirasi kronik terkait kelainan respiratorik, dan gagal tumbuh. Kesulitan menelan makanan cair sering dijumpai pada PS.5 Masalah menelan dapat mencetuskan terjadinya PRGE dan esofagitis pada anak dengan PS. Sebagian besar anak dengan PS mengalami disfungsi fase oral saat menelan, dengan pembentukan abnormal bolus makanan akibat gerakan atau kontraksi yang tidak terkoordinasi maupun akibat lidah yang rigid.10 Pada kondisi pembentukan bolus makanan abnormal terjadi defek saat propulsi bolus ke arah orofarings akibat tidak adanya koordinasi gerakan motorik halus lidah ke arah palatum. Masalah menelan memberikan implikasi yang signifikan terhadap perkembangan, nutrisi, kesehatan saluran nafas, maupun fungsi saluran cerna pada anak dengan PS. Kondisi disfagia akan menyebabkan asupan nutrisi berkurang, yang dapat menyebabkan malnutrisi.11 Selain itu, masalah yang dapat timbul akibat kesulitan menelan pada anak dengan PS adalah pneumonia aspirasi berulang. Diagnosis dini dapat dilakukan antara lain dengan studi proses menelan menggunakan video fluoroskopi untuk menilai motilitas faring simultan dengan mekanisme proteksi saluran nafas selama proses menelan.

Tata laksana untuk mengurangi dan memperbaiki PRGE, masalah respirologi rekuren, dan status nutrisi antara lain dilakukan dengan pemberian proton pump inhibitor (PPI), insersi gastrostomi, maupun nutrisi enteral dengan pemilihan formula yang mempercepat pengosongan lambung.

Disfungsi esofagusPenyakit refluks gastroesofageal (PRGE) sering dijumpai pada anak dengan gangguan neurologis. Angka kejadiannya bervariasi antara 70% hingga 90%, bergantung pada penegakan diagnosis menggunakan uji pH esofagus atau endoskopi saluran cerna atas (esofagogastro-duodenoskopi, EGD).10,12 Posisi terlentang dalam jangka lama, peningkatan tekanan intra-abdomen akibat spastisitas dan skoliosis, dan adanya komorbiditas hernia hiatal merupakan kontributor meningkatnya frekuensi refluks gastroesofagus (RGE). Disfungsi susunan saraf pusat (SSP) merupakan penyebab utama dismotilitas menyeluruh saluran cerna atas, bahkan sampai keseluruhan usus halus.5 Pada kondisi tersebut katup esofagus bawah akan mengalami penurunan tekanan saat fase istirahat dan peningkatan frekuensi relaksasi transien. Keadaan ini, ditambah dengan motilitas yang abnormal, akan menyebabkan inkoordinasi neuromuskular.

Beberapa penelitian menunjukkan tingginya insidens RGE berupa laporan mengenai gejala muntah, ruminasi, dan regurgitasi sebesar 20% sampai 30% pada anak dengan PS. Angka kejadian anemia defisiensi besi dan hematemesis terkait RGE dilaporkan sebesar 10% sampai

Page 94: Everything you should know about motor and movement ...

Masalah saluran cerna pada anak dengan palsi serebral

81Everything you should know about motor and movement problems in children

20%.13 Uji pH-metri patologis dijumpai pada 48% kasus, dengan hasil endoskopi menunjukkan esofagitis refluks pada 96% kasus; terdiri atas 14% esofagitis derajat 1, 33% derajat 2, 39% derajat 3, dan 13% derajat 4 menurut klasifikasi Savary-Miller. Kelainan esofagus Barret didapatkan pada 14% kasus dan striktur peptik didapatkan pada 4% kasus.14

Diagnosis PRGE memerlukan anamnesis yang cermat mengenai kesehatan secara menyeluruh maupun riwayat diet, pemeriksaan fisis lengkap, dan observasi proses makan. Penegakan diagnostik paripurna meliputi uji pH-metri, endoskopi saluran cerna atas (EGD) dan biopsi jaringan, serta studi barium. Uji pH-metri saluran cerna atas bermanfaat untuk mengevaluasi jumlah episode refluks patologis maupun mengevaluasi hubungan waktu dengan gejala klinis yang kompleks. Pemeriksaan EGD, biopsi jaringan dan studi barium bermanfaat melihat kelainan mukosa serta mencari adanya striktur, divertikel, maupun hernia hiatal. Studi radionuklir berupa skintigrafi gastroesofagus bermanfaat dalam evaluasi fungsi pengosongan lambung terkait RGE. Pemeriksaan manometri esofagus, dilakukan sebelum tindakan operasi fundoplikasi, dapat digunakan untuk mengevaluasi motilitas viseral.15,16

Tata laksana awal setelah diagnosis PRGE ditegakkan adalah pemberian antirefluks, yaitu golongan PPI sebagai lini pertama, dan biasanya memerlukan pemantauan oleh konsultan gastroenterologi untuk pemberian jangka lama. Pemberian PPI jangka lama dilaporkan cukup aman dan dapat ditoleransi dengan baik. Penggunaan H2-blocker dan prokinetik dapat bermanfaat pada beberapa kasus. Fundoplikasi Nissen merupakan teknik bedah yang tersering digunakan bila terdapat indikasi, dan bermanfaat memperkuat barier antirefluks serta memperbaiki keluhan.5

KonstipasiKeluhan buang air besar yang jarang (frekuensi kurang dari normal) dan tinja keras merupakan keluhan yang umum dijumpai pada anak PS, walaupun seringkali merupakan kondisi yang tidak terdiagnosis dengan baik. Prevalensi konstipasi kronik pada anak dengan PS bervariasi antara 25% sampai 75%.10 Konstipasi kronik terjadi akibat pemanjangan waktu transit di kolon (terutama kolon kiri dan rektum), sekunder akibat dismotilitas saluran cerna atas. Hal ini menjelaskan mengapa pemberian prokinetik sering gagal mengatasi masalah konstipasi kronik pada anak dengan PS. Hal lain yang berkontribusi terhadap kondisi konstipasi kronik pada anak PS adalah diet yang kurang serat dan cairan serta keterlambatan diagnosis.

SimpulanAnak dengan PS dapat mengalami disfungsi saluran cerna yang signifikan, bermanifestasi sebagai gangguan fungsi oromotor, ruminasi,

Page 95: Everything you should know about motor and movement ...

Pramita G Dwipoerwantoro

82 Update in Child Neurology

PRGE dengan atau tanpa aspirasi, gangguan pengosongan lambung, dan konstipasi. Anamnesis yang cermat, pemeriksaan fisis yang teliti, dan diagnosis dini akan mencegah konsekuensi lanjut terjadinya malnutrisi berat yang akan memengaruhi kualitas hidup.

Daftar Pustaka

1. Reilly S, Skuse D, Poblete X. Prevalence of feeding problems and oral motor dysfunction in children with cerebral palsy: a community survey. J Pediatr. 1996;129:877-82.

2. Sondheimer JM, Morris BA. Gastroesophageal reflux among severely retarded children. J Pediatr. 1979;94:710-4.

3. Staiano A, Del Giudice E. Colonic transit and anorectal manometry in children with severe brain damage. Pediatrics. 1994;94:169-73.

4. Ravelli AM, Milla PJ. Vomiting and gastroesophageal motor activity in children with disorders of the central nervous system. J Pediatr Gastroenterol Nutr. 1998;26:56-63.

5. Quitadamo P, Thapar N, Staiano A, Borrelli O. Gastrointestinal and nutritional problems in neurologically impaired children. European J Paediatr Neurol. 2016;20:810-5.

6. Kuban KC, Leviton A. Cerebral palsy. N Engl J Med. 1994;330:188–95.

7. Staiano A, Cucchiara S, Del Giudice E, Andreotti MR, Minella R. Disorders of oesophageal motility in children with psychomotor retardation and gastro-oesophageal reflux. Eur J Pediatr. 1991;150: 638-41.

8. Martinelli M, Staiano A. Motility problems in the intelectually challenged child, adolescent, and young adult. Gastroenterol Clin N Am. 2011;40:765-75.

9. Reilly S, Skuse D, Poblete X. Prevalence of feeding problems and oral motor dysfunction in children with cerebral palsy: a community survey. J Pediatr. 1996;129:877-82.

10. Del Giudice E, Staiano A, Capano G, Romanpo A, Florimonte L, Miele E, dkk. Gastrointestinal manifestations in children with cerebral palsy. Brain Dev. 1999;21:307-11.

11. Campanozzi A, Capano G, Miele E, Romano A, Scuccimarra G, Del Giudice E, dkk. Impact of malnutrition on gastrointestinal disorders and gross motor abilities in children with cerebral palsy. Brain Dev. 2007;29:25-9.

12. Wesley JR, Coran AG, Sarahan TM, Klein MD, White SJ. The need for evaluation of gastro-esophageal reflux in brain-damaged children referred for feeding gastrostomy. J Pediatr Surg. 1981;16:866-71.

13. Ravelli AM, Milla PJ. Vomiting and gastroesophageal motor activity in children with disorders of the central nervous system. J Pediatr Gastroenterol Nutr. 1998;26:56-63.

14. Bohmer CJ, Niezen-de Boer MC, Klinkenberg-Knol EC, Tuynman HA, Voskuil JH, Devillé WL,dkk. Gastro-esophageal reflux disease in institutionalised intellectually disabled individuals. Neth J Med. 1997;51:134-9.

15. Fonkalsrud EW, Foglia RP, Ament ME, Berquist W, Vargas J. Operative treatment for the gastroesophageal reflux syndrome in children. J Pediatr Surg. 1989;24:525-9.

Page 96: Everything you should know about motor and movement ...

Masalah saluran cerna pada anak dengan palsi serebral

83Everything you should know about motor and movement problems in children

16. Okada T, Sasaki F, Asaka M, Kato M, Nakagawa M, Todo S. Delay of gastric emptying measured by 13C-acetate breath test in neurologically impaired children with gastroesophageal reflux. Eur J Pediatr Surg. 2005;15:77-81.

Page 97: Everything you should know about motor and movement ...

Masalah dan tata laksana nutrisi pada palsi serebralTitis Prawitasari

Tujuan: 1. Memahami masalah nutrisi pada anak dengan palsi serebral2. Memahami tata laksana nutrisi komprehensif pada anak dengan palsi serebral

Pemenuhan nutrisi yang adekuat merupakan bagian yang tidak terpisahkan bagi terpenuhinya proses tumbuh kembang yang optimal seorang anak. Akan tetapi, terdapat berbagai kondisi yang menyebabkan anak mengalami hambatan dan berisiko tinggi untuk jatuh pada kondisi malnutrisi dan gagal tumbuh. Gangguan neurologis dan perkembangan merupakan populasi yang rentan untuk mengalami masalah pertumbuhan dan malnutrisi.1

Palsi serebral (PS) merupakan salah satu penyebab tersering disabilitas fisis pada anak, merupakan suatu kelainan perkembangan gerak dan postur yang menetap akibat gangguan pada otak yang menyebabkan keterbatasan aktivitas motorik. Kelainan motorik pada palsi serebral dapat disertai juga dengan kelainan sensasi, persepsi, kognitif, komunikasi, perilaku, epilepsi, maupun kelainan muskuloskeletal lainnya.2 Kompleksitas kondisi PS tersebut dengan sendirinya menyebabkan terjadinya berbagai masalah yang sangat memengaruhi kondisi kesehatan, pemenuhan nutrisi dan kualitas hidup secara keseluruhan. Berikut ini akan dibahas berbagai masalah nutrisi yang sering terjadi pada anak dengan serebral palsi serta bagaimana mendeteksi secara dini serta melakukan tata lakasana dengan tepat dan menyeluruh.

Masalah nutrisi pada palsi serebralAngka kejadian malnutrisi pada PS sangat bervariasi, berkisar antara 46% sampai 90%, dengan 2% sampai 16% di antaranya mengalami overweight dan obesitas.1,3 Pada prinsipnya, terjadinya malnutrisi pada PS dapat disebabkan asupan yang tidak adekuat, peningkatan pengeluaran, perubahan metabolisme, disfungsi oromotor, dan masalah postural.1,3-8

Tidak adekuatnya asupanCanadian Paediatric Society telah melakukan telaah yang memperlihatkan bahwa asupan kalori pada anak dengan PS lebih rendah dibandingkan

84 Update in Child Neurology

Page 98: Everything you should know about motor and movement ...

Masalah dan tata laksana nutrisi pada palsi serebral

85Everything you should know about motor and movement problems in children

dengan anak seusianya pada populasi.3 Hal ini terjadi akibat kurangnya keterampilan makan pada anak PS. Kurangnya koordinasi antara tangan dan mulut menyebabkan banyak makanan yang tumpah serta perlunya waktu yang lama untuk menghabiskan makanan dengan kalori yang cukup, sehingga jumlah dan target kalori yang diinginkan tidak tercapai.3 Anak dengan PS derajat berat sangat bergantung pada orangtua atau pengasuh dalam proses pemberian makan; mereka juga tidak dapat mengkomunikasikan rasa kenyang-lapar sehingga sering terjadi kesalahan interpretasi oleh orangtua atau pengasuh mengenai kecukupan asupan. Dismotilitas, hipotonia, serta kondisi non-ambulatory sangat berperan terhadap terjadinya konstipasi yang juga memengaruhi asupan pada anak PS.1,3

Peningkatan pengeluaran Refluks gastroesofagus merupakan kondisi yang sering terjadi pada anak dengan PS. Adanya regurgitasi dan muntah sering menyebabkan keseimbangan cairan dan kalori yang negatif. Kondisi esofagitis refluks sering menyebabkan abdominal discomfort yang berakibat terjadinya food refusal sehingga makin memperberat kurangnya jumlah asupan kalori.3

Perubahan metabolismeSecara umum, anak dengan PS mempunyai resting energy expenditure (REE) yang lebih rendah dibandingkan anak dengan usia maupun berat badan yang sama. Jumlah kalori yang sesuai dengan REE cukup untuk PS tipe hipotonia serta non-ambulatory. Sebaliknya, PS dengan peningkatan tonus otot dan atetosis memerlukan kalori yang lebih banyak. Bahkan pada PS ringan hingga sedang yang dapat beraktivitas (ambulatory) dibutuhkan jumlah kalori yang lebih banyak dibandingkan dibandingkan pada populasi seusianya.3

Disfungsi oromotorSebanyak hampir 90% anak PS mengalami disfungsi oromotor.1,3 Refleks hisap yang tidak baik, refleks ekstrusi yang menetap, ketidakmampuan untuk menutup mulut dan mengunyah, merupakan permasalahan yang sering terjadi. Adanya riwayat kesulitan mengisap dalam proses menyusu air susu ibu (ASI), riwayat batuk dan tersedak sewaktu makan, dan sulitnya transisi dari periode cair menuju padat merupakan keadaan yang sering diakui oleh orangtua, bahkan jauh sebelum diagnosis PS ditegakkan.1,3,8,12

Page 99: Everything you should know about motor and movement ...

Titis Prawitasari

86 Update in Child Neurology

Masalah posturalAdanya skoliosis dan kelainan tulang belakang lainnya sering menyebabkan terbatasnya kapasitas lambung, memperburuk refluks gastroesofagus, mengganggu posisi postural yang aman dan fisiologis untuk makan, serta memengaruhi motilitas usus.3 Adanya skoliosis juga mengakibatkan pengurangan kapasitas dan volume paru sehingga pada akhirnya berakibat terjadinya peningkatan energy expenditure.3

Faktor prediktor terjadinya malnutrisi Malnutrisi lebih sering terjadi pada PS dengan derajat yang lebih berat (gross motor function classification system atau GMFCS III dan IV), walaupun bukan tidak mungkin terjadi pada derajat yang lebih ringan sekalipun.1,9-11 Palsi serebral tipe kuadriplegia spastik sangat berisiko mengalami masalah nutrisi dan pertumbuhan. Adanya disfungsi oromotor berkorelasi erat dengan tingginya risiko terjadinya malnutrisi.3,9

Tata laksana nutrisi komprehensifPenanganan yang tepat dan menyeluruh terhadap masalah nutrisi pada anak dengan PS dapat dilaksanakan dengan melakukan asuhan nutrisi pediatrik, yang meliputi 5 langkah berupa penilaian status nutrisi, perhitungan kebutuhan, penentuan rute dan formula serta pemantauan dan evaluasi.

1. Penilaian status nutrisi dilakukan dengan melakukan anamnesis berbagai aspek, meliputi:a. Riwayat nutrisi berupa pola makan dan praktik pemberian

makan, tekstur, jenis dan jumlah makanan, tingkat keterampilan makan, interaksi sosio-psikologis saat makan, durasi dan lama makan serta identifikasi pengaruh lingkungan terhadap proses pemberian makan.1,3,5,12 Dilakukan pula penilaian terhadap adanya riwayat gangguan motilitas, konstipasi, disfagia, refluks gastroesofagus, riwayat tersedak, infeksi saluran napas berulang, batuk jika makan.1,3

b. Riwayat penyakit dan pengobatan, dengan menanyakan mengenai obat-obatan yang selama ini diberikan, adanya riwayat atopi atau alergi terhadap makanan atau obat tertentu, serta riwayat penyakit dahulu yang penting.3

c. Riwayat tumbuh kembang, mencatat berat lahir, berat badan, panjang badan dan lingkar kepala selama ini serta melakukan plotting pada grafik pertumbuhan. Midparental height sebaiknya diukur dan dapat dijadikan perkiraan potensi tinggi yang dapat dicapai.3

d. Pemeriksaan fisis menyeluruh harus dilakukan, dimulai dengan mengerjakan pengukuran berat dan tinggi badan serta indeks

Page 100: Everything you should know about motor and movement ...

Masalah dan tata laksana nutrisi pada palsi serebral

87Everything you should know about motor and movement problems in children

antropometri lainnya dengan benar. Kondisi palsi serebral sering menyebabkan pengukuran berat dan tinggi badan tidak dapat dilakukan dengan sempurna.1,11 Pada PS dengan skoliosis atau kontraktur, sebagai alternatif, dapat digunakan panjang ekstremitas bawah (knee height) maupun panjang lengan atas. Pengukuran triceps skinfold thickness dan lingkar lengan atas lebih dapat dipercaya daripada berat badan menurut tinggi badan dalam menentukan status gizi pada kondisi seperti ini.1,3,11

Pada pemeriksaan fisis harus dicari adanya ulkus dekubitus, edema, hipotonia, spastistas, kontraktur, skoliosis, hingga gangguan gerak. Mulut, rahang, dan gigi perlu diperiksa, karena sangat berhubungan dengan kemampuan makan. Pemeriksaan dada, auskultasi jantung-paru perlu dilakukan untuk mencari adanya aspirasi maupun kelainan lainnya yang memperberat kondisi. Demikian pula penilaian adanya clubbing fingers yang dapat menandakan adanya hipoksia kronis yang mungkin terjadi. Pemeriksaan terhadap gerakan usus dan dismotilitas serta adanya konstipasi juga harus dilakukan.1,3,12

e. Pemeriksaan penunjang baik pemeriksaan laboratorium darah dan urine serta berbagai modalitas radiologis dilakukan sesuai indikasi. Pemeriksaan darah perifer lengkap dapat menjadi awal kecurigaan adanya defisiensi zat besi, pemeriksaan albumin menunjukkan kurangnya protein, pemeriksaan terhadap kalsium dan vitamin D mungkin perlu dilakukan pada kecurigaan adanya osteoporosis.1,3,7 Swallowing study (pemeriksaan mekanisme menelan) dengan berbagai tekstur dan tipe makanan mungkin diperlukan untuk menilai efektifitas dan keamanan pilihan bentuk dan rute pemberian makan dalam rangka mencegah terjadinya aspirasi.3

2. Perhitungan kebutuhana. Energi: Kebutuhan energi dapat dihitung berdasarkan berbagai

cara, yaitu:1,3,12

1. Kalori per sentimeter tinggi badan2. Rumus perhitungan catch-up growth menurut usia tinggi

badan (height age)3. Rumus perhitungan BMR × muscle tone factor × activity factor

+ growth factor Pada Tabel 1 tercantum berbagai perhitungan kebutuhan kalori

untuk anak dengan kelainan neurologis, termasuk PS. Perlu diingat bahwa perhitungan ini hanya merupakan panduan dasar yang harus selalu diikuti dengan pemantauan dan evaluasi untuk penggunaan individual.1,3 Idealnya digunakan baku emas berupa pengukuran kebutuhan kalori berdasarkan kalorimetri indirek.12

b. Protein: Estimasi kebutuhan protein dihitung dengan menggunakan recommended dietary allowance (RDA) menurut usia kronologis atau dapat juga menggunakan usia tinggi badan

Page 101: Everything you should know about motor and movement ...

Titis Prawitasari

88 Update in Child Neurology

terutama jika parameter pertumbuhan di jauh bawah usia kronologis.12

c. Vitamin/mineral: Defisiensi mikronutrien yang sering terjadi adalah vitamin A, C, D, dan asam folat serta defisiensi besi serta kalsium. Pemberian suplementasi dan terapi diberikan sesuai dengan rekomendasi pada populasi normal.1,3,12

d. Cairan: Kebutuhan cairan mungkin sedikit lebih tinggi dibandingkan populasi normal, karena pada PS sering terdapat konstipasi serta perlu diperhitungkan cairan yang keluar melalui drooling, muntah maupun lainnya.3,8,12 Tetapi pada dasarnya perhitungan cairan dapat dilakukan berdasarkan rumus Holliday-Segar, yaitu kebutuhan cairan 100 mL/kg sampai dengan berat badan 10 kg, 1000 mL + 50 mL/kg di atas 10 kg untuk berat badan 10 kg sampai 20 kg, dan 1500 mL + 20 mL/kg di atas 20 kg untuk berat badan 20 kg atau lebih.12

Tabel 1. Panduan estimasi kebutuhan kalori pada anak dengan kelainan neurologis

Rekomendasi kalori3,12

Kalori per sentimeter tinggi badan13.9 kal/cm pada anak dengan disfungsi motorik, ambulatory, usia 5-12 tahun 11.1 kal/cm pada anak dengan disfungsi motorik, non-ambulatory, usia 5-12 tahun15 kal/cm pada PS dengan aktivitas ringan-sedang10 kal/cm pada PS dengan aktivitas yang sangat terbatas

Rumus perhitungan catch up growth menurut usia tinggi

Energi (kal/kg) = BB ideal x RDA (berdasarkan usia tinggi) BB aktual

Protein (g/kg) = BB ideal x RDA (berdasarkan usia tinggi) BB aktual

Rumus perhitungan BMR x activity x injury factors

Kcal/day = (BMR × muscle tone factor × activity factor) + growth factorBMR = Body surface area (m2) × standard metabolic rate (kcal/m2/h) × 24 h

Keterangan:BB = berat badan, RDA = Recommended Dietary AllowanceMuscle tone factor: 0.9 if decreased, 1.0 if normal, 1.1 if increasedActivity factor: 1.15 if bedridden, 1.2 if dependant, 1.25 if crawling,1.3 if ambulatoryGrowth factor: 5 kcal/g of desired weight gain

1. Penentuan rute

Metode yang paling mudah dan tidak invasif untuk meningkatkan kalori adalah dengan memperbaiki asupan oral.1,3,12 Pengaturan dan koreksi postur tubuh sewaktu proses makan sangat penting untuk dilakukan.3 Keterampilan oromotor dapat dilatih dan diterapi, meskipun kemajuannya sangat bergantung pada banyak faktor.1,3,5 Asupan per oral harus selalu dipertahankan sepanjang diketahui tidak terdapat risiko terjadinya aspirasi, anak tumbuh dengan baik

Page 102: Everything you should know about motor and movement ...

Masalah dan tata laksana nutrisi pada palsi serebral

89Everything you should know about motor and movement problems in children

serta waktu pemberian makan yang tidak lama (±30 menit).3 Apabila ketiga hal tersebut tidak dapat terpenuhi, maka pemberian nutrisi enteral harus segera dilakukan.3 Pemberian via pipa nasogastrik merupakan pilihan yang paling sering digunakan karena tidak terlalu invasif dan mudah.3,12 Pemilihan pipa nasogastrik terutama bertujuan untuk meningkatkan toleransi serta efikasi, karena sesungguhnya penggunaannya hanya untuk jangka pendek saja (tidak lebih dari 3 bulan).3,12 Pasien PS yang memerlukan dukungan nutrisi enteral yang lama, sebaiknya dilakukan tindakan gastrostomi. Gastrostomi dapat dilakukan melalui tindakan pembedahan, laparaskopi maupun percutaneous endoscopic gastrostomy.1,3,12 Pada kasus tertentu, utamanya refluks gastroesofagus atau dismotilitas lambung, diperlukan pemberian makanan via jejunum. Jika hanya diperlukan untuk jangka pendek, untuk keperluan ini dapat digunakan pipa nasojejunal, sedangkan pada penggunaan lama akses gastrojejunal bahkan jejunostomi lebih dianjurkan.3,12

2. Pemilihan formula

Pemilihan formula dilakukan berdasarkan rute yang dapat digunakan oleh anak, target kalori yang dituju, aktivitas dan kondisi anak (penyakit penyerta lainnya, alergi), serta toleransi anak.1,3 Pemberian formula dengan densitas kalori tinggi menjadi pilihan bagi anak dengan toleransi volume terbatas.12 Tersedia densitas kalori tinggi (1-1,5 kalori/ml) untuk anak di atas 1 tahun dan densitas kalori sampai dengan 1 kalori/ml untuk anak di bawah 1 tahun.3 Cara pemberian formula yang dianjurkan adalah dengan cara intermiten atau bolus, yang lebih fisiologis serta menyerupai pola makan sehari-hari. Pemberian formula secara kontinu dianjurkan pada kondisi anak dengan toleransi yang buruk serta pada penggunaan via pipa gastrojejunal.3,12 Tata laksana nutrisi seringkali memerlukan modifikasi makanan dalam upaya mencapai target akan kebutuhan makro dan mikronutren.8,12 Peningkatan konsistensi dan densitas kalori dapat dilakukan sesuai kondisi anak dan dapat menggunakan berbagai bahan yang mudah dan murah yang mungkin tersedia di rumah. Beberapa contoh caloric enhancers dan natural thickeners yang dapat digunakan tertera pada Tabel 2.12 Penentuan tekstur dan konsistensi makanan yang dapat dikonsumsi anak dengan PS sebaiknya telah melewati pemeriksaan swallowing study terlebih dahulu, dapat berupa fiber-optic endoscopic evaluation of swallowing (FEES) maupun dengan videofluoroscopic swallowing study (modified barium swallow).3,12

3. Pemantauan dan evaluasi

Pemantauan terhadap toleransi, keamanan, dan efektivitas pilihan rute dan formula harus dilakukan secara berkala.1,12 Demikian pula, perhitungan kebutuhan harus selalu dievaluasi dan disesuaikan.

Page 103: Everything you should know about motor and movement ...

Titis Prawitasari

90 Update in Child Neurology

Pasien PS yang menggunakan alat bantu/kursi roda tetapi masih mampu beraktivitas dikatakan mempunyai pertumbuhan yang baik apabila berada pada persentil ke-25 grafik pertumbuhan normal. Pada pasien PS yang hanya berbaring saja, target pertumbuhannya adalah berada pada persentil ke-10 kurva berat badan menurut tinggi badan populasi normal.3

Tabel 2. Berbagai bahan yang dapat digunakan sebagai calorie enhancers dan natural thickeners12

Bahan

Calorie enhancers Natural thickeners

MentegaMargarinMinyakMayonaiseAlpukat Selai kacangKeju parmesan

90 kalori/sdm90 kalori/sdm90 kalori/sdm90 kalori/sdm180 kalori/gelas375 kalori/buah80 kalori/sdt25 kalori/sdt

Pureed baby food, buah/sayurInfant cerealYogurtPudingTahu sutraPotato flakes

15 kalori/sdt5-11 kalori/sdt8-16 kalori/sdt20 kalori/sdt10 kalori/sdt11 kalori/sdt

Keterangan: sdm = sendok makan; sdt = sendok teh

SimpulanPemberian nutrisi yang adekuat merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari tata laksana komprehensif PS. Semua anak dengan PS berisiko mengalami masalah nutrisi, oleh karena itu perlu dilakukan deteksi dini sejak awal dengan lebih memerhatikan adanya disfungsi oromotor yang sangat erat hubungannya dengan kejadian malnutrisi. Pemberian asupan per oral lebih diutamakan pada anak dengan palsi serebral yang tidak berisiko mengalami aspirasi. Nutrisi enteral harus segera diberikan pada kasus disfungsi oromotor yang rentan terhadap aspirasi atau kondisi anak PS yang tidak dapat mencukupi kebutuhannya melalui asupan oral. Pipa nasogastrik hanya digunakan untuk pemakaian jangka pendek, sedangkan penggunaan jangka panjang disarankan untuk melakukan gastrostomi. Pemberian nutrisi enteral secara bolus atau intermiten lebih fisiologis dibandingkan pemberian kontinu. Modifikasi diet dengan memperhatikan densitas kalori serta konsistensi yang sesuai dapat membantu meningkatkan toleransi dan tercapainya target kenaikan berat badan. Pemantauan dan evaluasi harus dilakukan secara berkala untuk mencegah terjadinya overweight dan obesitas akibat pemberian pemberian makan berlebihan dan rendahnya aktivitas pada anak PS.

Page 104: Everything you should know about motor and movement ...

Masalah dan tata laksana nutrisi pada palsi serebral

91Everything you should know about motor and movement problems in children

Daftar pustaka

1. Penagini F, Mameli C, Fabiano V, Brunetti D, Dililo D, Zuccotti GV. Dietary intakes and nutritional issues in neurologically impaired children. Nutrients. 2015;7:9400-15.

2. Rosenbaum P, Paneth N, Leviton A, Goldstein M, Bax M, Damiano D, dkk. A report: the definition and classification of CP. Dev Med Child Neurol Suppl. 2007;109:8-14.

3. Marchand V. Canadian Paediatric Society, Nutrition and Gastroenterology Committee. Nutrition in neurologically impaired children. Paediatr Child Health. 2009;14:395-401.

4. Kuperminc MN, Stevenson RD. Growth and nutrition disorders in children with cerebral palsy. Dev Disabil Res Rev. 2008;14:137-46.

5. Pinto VV, Alves LAC, Mendes FM, Ciamponi AL. The nutritional state of children and adolescents with cerebral palsy is associated with oral motor dysfunction and social conditions: a cross sectional study BMC Neurology. 2016;16:55-62.

6. Bell KL, Boyd RN, Tweedy SM, Weir KA, Stevenson RD, Davies PSW. A prospective, longitudinal study of growth, nutrition and sedentary behavior in young children with cerebral palsy. BMC Public Health. 2010;10:179-85.

7. Akhter N, Khan AA, Ayyub A. Motor impairment and skeletal mineralization in children with cerebral palsy. JPMA. 2017;67:200-7.

8. Benfer KA, Weir KA, Bell KL, Ware RS, Davies PSW, Boyd RN. Longitudinal cohort protocol study of oropharyngeal dysphagia: relationships to gross motor attainment, growth and nutritional status in preschool children with cerebral palsy. BMJ Open. 2012;0:e001460-7.

9. Reid SM, Carlini JB, Reddihough DS. Using the Gross Motor Function Classification System to describe patterns of motor severity in cerebral palsy. Dev Med Child Neurol. 2011;53:1007-12.

10. Teixeira JS, Gomes MM. Anthropometric evaluation of pediatric patients with nonprogressive chronic encephalopathy according to differentmethods of classification. Rev Paul Pediatr. 2014;32:194-9.

11. Haapala H, Peterson MD, Daunter A, Hurvitz EA. Agreement between actual height and estimated height using segmental limb lengths for individuals with cerebral palsy. Am J Phys Med Rehabil. 2015;94:539-46.

12. Quinn HP. Cerebral palsy and developmental disabilities. Hendricks KM, Duggan C, Walker WA. Editors. In: Manual of pediatric nutrition. 3rd ed. Canada: BC Decker; 2000. p. 332-47.

Page 105: Everything you should know about motor and movement ...

Tata laksana operatif muskuloskeletal untuk meningkatkan kualitas hidup anak dengan palsi serebralAryadi Kurniawan

Tujuan:1. Mengetahui komplikasi muskuloskeletal yang dapat terjadi pada palsi serebral2. Mengetahui strategi untuk meningkatkan kualitas hidup anak dengan palsi serebral

dari segi muskuloskeletal3. Mengenal intervensi ortopedik yang dapat dilakukan untuk mencegah komplikasi

muskuloskeletal pada anak dengan palsi serebral 4. Mengetahui kondisi yang merupakan indikasi dilakukannya tindakan ortopedi

Salah satu pertanyaan yang sering diajukan oleh orang tua anak dengan palsi serebral (PS) adalah, ”Dok, apakah anak saya akan bisa berjalan?”

Setelah anak tersebut bisa berjalan dan ternyata pola berjalannya berbeda dengan lazimnya anak lain, maka pertanyaan selanjutnya adalah, “Apakah anak saya bisa berjalan normal?”

Anak dengan PS memang memiliki potensi kualitas hidup lebih rendah dibandingkan anak normal. Kualitas hidupnya dapat menjadi lebih buruk apabila potensi tersebut tidak terpenuhi. Dampak kualitas hidup rendah tersebut akan dialami seumur hidup oleh anak dan juga akan berpengaruh pada kualitas hidup orang tua dan keluarga serta terhadap sistem perawatan kesehatan dan masyarakat luas. Tujuan utama dari tata laksana anak dengan PS adalah membesarkan anak tersebut menjadi seorang dewasa dengan PS yang memiliki kualitas hidup optimal sehingga dapat membuatnya semandiri mungkin.

Salah satu komponen penting dalam kemandirian tersebut adalah kemampuan untuk mobilisasi atau berjalan secara independen. Pada suatu penelitian pada 2295 pasien PS berusia 6 tahun disimpulkan bahwa prediktor terbesar seorang anak PS dapat berjalan adalah kemampuan untuk duduk dan berdiri pada usia 2 tahun.1 Tingkat mobilitas seorang anak dengan PS dapat dinilai menggunakan skala Gross Motor Function Classification System (GMFCS; Gambar 1).2 Berdasarkan suatu analisis menggunakan GMFCS pada 657 anak PS, GMFCS dapat digunakan sebagai alat untuk menentukan prognosis fungsi motorik kasar pada PS. Anak PS GMFCS I dapat melakukan semua kegiatan sesuai usia mereka meskipun dengan beberapa kesulitan dalam kecepatan, keseimbangan,

92 Update in Child Neurology

Page 106: Everything you should know about motor and movement ...

Tata laksana muskuloskeletal untuk meningkatkan kualitas hidup anak dengan palsi serebral

93Everything you should know about motor and movement problems in children

dan koordinasi. Anak PS GMFCS II memiliki kemampuan yang serupa pada permukaan datar tapi membutuhkan bantuan saat berhadapan dengan permukaan tidak rata atau tangga. Anak PS GMFCS III dapat berjalan mandiri namun memerlukan alat bantu jalan dan menggunakan kursi roda untuk berjalan jarak jauh. Anak PS GMFCS IV dan V tidak dapat berjalan (nonambulatory). Anak PS GMFCS IV dapat berdiri dan

gambar 1. Gross Motor Function Classification System2

GMFCS level 1: Dapat berjalan tanpa keterbatasanAnak dapat berjalan di dalam dan luar ruang dan naik tangga tanpa keterbatasan. Anak dapat melakukan aktivitas motorik kasar termasuk berlari dan melompat, namun kecepatan, keseimbangan, dan koordinasi terganggu.

GMFCS level 2: Dapat berjalan dengan keterbatasanAnak dapat berjalan di dalam dan luar ruang dan naik tangga dengan berpegangan, namun mengalami keterbatasan berjalan pada permukaan yang tidak rata dan tanjakan serta di tempat yang ramai atau sempit.

GMFCS level 3: Berjalan menggunakan alat bantu mobilitas yang digerakkan dengan tanganAnak dapat berjalan di dalam dan luar ruang pada permukaan datar dengan alat bantu mobilitas. Anak mungkin dapat naik tangga dengan berpegangan. Anak mungkin dapat menjalankan kursi roda sendiri secara manual atau dengan bantuan apabila menempuh jarak jauh atau di luar ruang dengan permukaan yang tidak rata.

GMFCS level 4: Mobilitas mandiri terbatas, dapat menggunakan alat bantu mobilitas bertenaga listrikAnak mungkin masih dapat berjalan jarak pendek dengan walker atau lebih mengandalkan mobilitas beroda baik di rumah, di sekolah, maupun di lingkungan.

GMFCS level 5: Harus ditransport dengan kursi roda manualHendaya fisik menyebabkan adanya restriksi kontrol volunter gerakan dan kemampuan mempertahankan kepala dan batang tubuh melawan gravitasi. Terdapat keterbatasan semua area fungsi motorik. Anak tidak memiliki kemampuan mobilitas mandiri dan harus ditransport.

Page 107: Everything you should know about motor and movement ...

Aryadi Kurniawan

94 Update in Child Neurology

menggunakan alat bantu untuk berpindah posisi, sedangkan anak GMFCS V tidak mampu berdiri dan bergantung penuh pada pengasuhnya.3 Studi lain yang melanjutkan penelitian tersebut di atas mendapatkan dari 10 kali pengamatan pada 657 anak dengan PS tersebut Gross Motor Function Measure (GMFM) akan meningkat hingga usia enam sampai tujuh tahun. Setelah itu, pada anak dengan GMFCS I dan II tidak akan terjadi penurunan GMFM, sedangkan pada anak dengan GMFCS III, IV, dan V akan terjadi penurunan GMFM secara signifikan ketika memasuki usia remaja (Gambar 2).4

Intervensi muskuloskeletal pada anak PS harus dilakukan dalam kerangka kurva GMFM tersebut. Anak PS GMFCS I dan II memiliki kemampuan mobilisasi, sehingga tujuan intervensi muskuloskeletal pada kelompok ini adalah untuk meningkatkan atau mengoptimalkan fungsi berjalannya. Pada kelompok anak PS yang mampu berjalan, penting bagi mereka untuk mengadopsi pola berjalan yang sedekat mungkin dengan pola anatomis dan fungsional sehingga penggunaan energi (energy expenditure) mereka mendekati normal.5,6 Anak PS GMFCS III dan IV akan mencapai puncak GMFM pada usia enam sampai tujuh tahun sebelum mengalami penurunan fungsi, sehingga intervensi muskuloskeletal pada kelompok ini bertujuan memperpanjang atau mempertahankan tingkat mobilitas mereka. Pada anak PS GMFCS V yang nonambulatory, penting untuk dapat mengadopsi posisi duduk yang tegak, seimbang, dan stabil di kursi roda. Posisi duduk yang tegak dan stabil membutuhkan sendi panggul yang enlocated dan tulang belakang yang relatif tegak. Dislokasi panggul (dislocated hip) pada anak PS nonambulatory adalah kejadian yang harus dihindari dan dicegah. Dislokasi panggul menyebabkan

gambar 2. Peningkatan GMFM pada semua level GMFCS sampai usia 6-7 tahun. Anak PS GMFCS I dan II akan memiliki GMFM yang stabil sedangkan anak PS GMFCS III, IV, dan V akan mengalami penurunan GMFM

signifikan saat memasuki usia remaja.

Page 108: Everything you should know about motor and movement ...

Tata laksana muskuloskeletal untuk meningkatkan kualitas hidup anak dengan palsi serebral

95Everything you should know about motor and movement problems in children

rasa nyeri saat duduk dan mempersulit anak untuk duduk seimbang, sehingga anak PS nonambulatory (yang pada dasarnya memang sudah membutuhkan perhatian dan perawatan lebih) akan menjadi lebih sulit perawatannya. Pada akhirnya anak PS yang mengalami dislokasi panggul akan menghabiskan sebagian besar waktunya dalam posisi berbaring untuk menghindari rasa nyeri akibat dislokasi panggul tersebut. Posisi berbaring yang lama dapat menyebabkan pneumonia ortostatik akibat aspirasi air liurnya. Tapin7 melaporkan 66% kematian pada anak PS nonambulatory adalah akibat infeksi sistem pernafasan, sedangkan Himmelman8 melaporkan 53% kematian pada anak PS adalah akibat kegagalan respiratorik.

Intervensi operatif ortopedik dapat mencegah atau memperbaiki deformitas muskuloskeletal yang terjadi pada PS.9-13 Intervensi tersebut dapat berbentuk soft tissue procedure berupa pemanjangan otot, pemanjangan muskulotendinosa, atau transfer otot, dan dapat pula berbentuk bony procedure berupa artrodesis, rekonstruksi osteotomi, dan prosedur stabilisasi sendi. Sudah menjadi standar universal bahwa penanganan deformitas PS dengan intervensi operatif dilakukan secara bersamaan untuk semua deformitas sendi. Hal ini dilakukan untuk menghindari “birthday syndrome,” yaitu anak PS yang selalu merayakan ulang tahunnya di rumah sakit karena setiap tahun menjalani operasi, atau “diving syndrome” yang terjadi karena prosedur operatif bertahap menyebabkan pola berjalan anak PS mengikuti pola seseorang bersiap-siap menyelam (Gambar 3).

Patologi muskuloskeletal dasar pada PS adalah tonus otot abnormal (sebagian besar berupa spastisitas) serta hilangnya kendali atas otot tertentu yang dibutuhkan untuk suatu gerakan spesifik dan gangguan keseimbangan. Pertumbuhan otot normal terjadi sebagai respons

gambar 3. “Birthday syndrome” atau “diving syndrome” akibat melakukan intervensi operatif muskuloskeletal bertahap pada PS14

Page 109: Everything you should know about motor and movement ...

Aryadi Kurniawan

96 Update in Child Neurology

terhadap stimulus peregangan yang muncul dari aktivitas fisis sehari hari. Hipertonia dan kurangnya pemakaian otot karena keterlambatan perkembangan motorik akan menyebabkan rendahnya pertumbuhan otot sehingga otot menjadi lebih pendek. Memendeknya otot akan menyebabkan kontraktur sendi (keterbatasan gerak sendi) dan pada akhirnya akan menyebabkan perubahan bentuk sendi dan tulang (deformitas) pada anak-anak yang sedang dalam fase pertumbuhan. Deformitas tulang dan sendi pada akhirnya mengakibatkan instabilitas sendi yang berujung pada dislokasi.15 Patofisiologis muskuloskeletal pada PS dapat dilihat pada Gambar 4.

Menurut Ziv,16 pertumbuhan panjang otot spastis akan berkurang 45% dibandingkan pertumbuhan pada otot normal sehingga mengakibatkan kontraktur sendi. Moreau17 melaporkan pertumbuhan otot pada anak PS lebih rendah dibandingkan otot normal, dengan otot rektus femoris dan vastus lateralis yang memiliki luas penampang 48% dan ketebalan 30% otot normal.

Atas dasar uraian di atas, maka strategi untuk meningkatkan kualitas hidup anak dengan PS dari sudut pandang muskuloskeletal adalah dengan menurunkan hipertonia, mempertahankan panjang otot, mengatasi kontraktur, dan mengatasi deformitas tulang (bony deformity).

Menurunkan hipertonia Penurunan hipertonia dapat dilakukan melalui prosedur pada susunan

gambar 4. Patofisiologi muskuloskeletal pada PS. Perubahan tonus otot (spastisitas) menyebabkan pemendekan otot diikuti kontraktur otot dan akhirnya terjadi deformitas tulang dan sendi15

Page 110: Everything you should know about motor and movement ...

Tata laksana muskuloskeletal untuk meningkatkan kualitas hidup anak dengan palsi serebral

97Everything you should know about motor and movement problems in children

saraf pusat berupa selective dorsal rhizotomy (SDR) atau pemberian baklofen secara intratekal. Penurunan hipertonia juga dapat dilakukan melalui prosedur pada otot dengan pemberian fenol atau alkohol pada ujung saraf atau penyuntikan toksin botulinum A secara intramuskular.

Mempertahankan panjang ototPanjang otot dapat dipertahankan dengan melakukan peregangan (stretching) dan fisioterapi untuk mendorong pasien aktif menggerakan sendi-sendi yang berisiko untuk terjadinya kontraktur. Alat bantu berupa ortosis atau plaster (gips) dapat dipasang untuk mempertahankan panjang otot. Intervensi bedah berupa soft tissue procedure juga dapat mempertahankan panjang otot. Soft tissue procedure dapat berupa: y prosedur tendon transfer, yaitu dengan mengubah insersi sebuah

otot sehingga berfungsi menjadi otot antagonistik sehingga mempertahankan panjang otot pada sisi berlawanan

y prosedur muscle release, yaitu dengan memotong sebagian otot spastik dominan sehingga otot antagonis yang kurang dominan dapat berkontraksi.

Setelah dilakukan soft tissue procedure, kembali dilakukan peregangan, fisioterapi, dan pemasangan ortosis untuk mempertahankan kemajuan atau gain yang sudah didapat.

Mengatasi kontrakturKetika sudah terjadi kontraktur maka tindakan bedah adalah satu-satunya cara untuk mengatasi kontraktur tersebut. Salah satu cara untuk mengidentifikasi adanya kontraktur adalah dengan menggunakan skala Tardieu. Kontraktur diatasi dengan memanjangkan tendon, memotong kapsul sendi yang contracted. Setelah dilakukan soft tissue procedure, kembali dilakukan peregangan, fisioterapi dan pemasanagan ortosis untuk mempertahankan gain yang sudah didapat.

Mengatasi bony deformityKetika sudah terjadi bony deformity atau dislokasi sendi, maka tindakan operasi adalah satu-satunya cara untuk mengatasi kondisi tersebut. Prosedur yang dilakukan adalah artrodesis, rekonstruksi osteotomi, dan stabilisasi sendi. Operasi rekonstruksi, artrodesis, dan stabilisasi sendi adalah operasi besar, mahal, kompleks, berdurasi lama, dan memiliki risiko operasi yang secara signifikan lebih tinggi dibandingkan operasi lainnya pada anak PS.

Pencegahan dislokasi sendi panggul pada anak PS nonambulatory (GMFCS V dan sebagian IV) membutuhkan perhatian khusus. Anak PS nonambulatory menghabiskan sebagian besar waktunya dalam

Page 111: Everything you should know about motor and movement ...

Aryadi Kurniawan

98 Update in Child Neurology

posisi duduk. Bagi mereka, duduk adalah postur dasar dan esensial untuk fungsi sehari-hari dan kesehatan. Posisi duduk yang seimbang memudahkan penglihatan, mobilitas dengan kursi roda, asupan makanan, dan meminimalisasi refluks gaster dan aspirasi. Dislokasi panggul akan membuat perawatan anak PS nonambulatory yang memang tidak mudah menjadi lebih sulit. Dislokasi panggul juga berhubungan dengan peningkatan mortalitas pada anak PS nonambulatory karena masalah pernapasan.

Sebuah penelitian oleh Elkamil18 melaporkan mengenai hip surveillance yang membandingkan insidens dislokasi panggul pada PS di dua negara maju, yaitu Norwegia dan Swedia. Penelitian dilakukan pada 119 anak Norwegia dan 136 anak Swedia dengan PS GMFCS III sampai V yang lahir antara tahun 1996 sampai 2003. Norwegia memberikan pelayanan kesehatan tanpa hip surveillance pada pasien PS, sedangkan Swedia melakukan hip surveillance sejak 1994. Insidens dislokasi panggul di Norwegia adalah 15%, sedangkan di Swedia 0,7% (p<0.001). Di Swedia, operasi panggul dilakukan pada 32% subyek, sedangkan di Norwegia 44,5% memerlukannya. Walaupun jumlah operasi panggul pada anak Swedia cukup banyak, namun ternyata operasi panggul tersebut dilakukan pada usia yang secara signifikan lebih muda. Rerata usia subyek Swedia saat dilakukan operasi panggul 5,7 tahun, sedangkan di Norwegia rerata usia tersebut adalah 7,6 tahun (p=0.001). Operasi panggul di Swedia juga lebih banyak bersifat preventif dibandingkan operasi di Norwegia yang lebih banyak bersifat rekonstruksi.18

Di Australia yang sudah menjadikan hip surveillance sebagai program nasional, dilakukan skrining dengan pemeriksaan fisis dan foto Röntgen pelvis untuk deteksi dini pergeseran sendi panggul pada anak PS. Dampak kebijakan tersebut adalah prosedur operasi yang dilakukan menjadi lebih banyak bersifat preventif, terjadi penurunan jumlah operasi rekonstruksi, dan prosedur salvage surgery sudah tidak pernah dilakukan lagi.19

SimpulanBeberapa take home message dari uraian di atas adalah sebagai berikut:

1. Palsi serebral tidak dapat disembuhkan, tetapi kualitas anak dengan PS dapat ditingkatkan atau dipertahankan.

2. Anak PS GMFCS I dan II akan tetap dapat mempertahankan kemampuan mobilisasinya, sedangkan anak PS GMFCS III, IV, dan V akan mengalami penurunan kemampuan mobilisasi saat memasuki pubertas/usia remaja.

3. Tata laksana muskuloskeletal pada anak PS dapat dilakukan secara konservatif maupun operatif; keduanya bersifat saling melengkapi.

4. Program hip surveillance bagi anak PS nonambulatory dapat

Page 112: Everything you should know about motor and movement ...

Tata laksana muskuloskeletal untuk meningkatkan kualitas hidup anak dengan palsi serebral

99Everything you should know about motor and movement problems in children

meningkatkan kualitas hidupnya, menurunkan morbiditas dan mortalitas, serta meningkatkan efsisensi biaya.

Daftar pustaka

1. Wu YW, Day SM, Strauss DJ, Shavelle RM. Prognosis for ambulation in cerebral palsy: A population-based study. Pediatrics. 2004;114:1264-71

2. Palisano RJ, Hanna SE, Rosenbaum PL, Russell DJ, Walter SD, Wood EP, dkk. Validation of a model of gross motor function for children with cerebral palsy. Phys Ther. 2000;80:974-85.

3. Rosenbaum PL, Walter SD, Hanna SE, Palisano RJ, Russell DJ, Raina P, dkk. Prognosis for gross motor function in cerebral palsy: creation of motor development curves. J Am Med Assoc. 2002;288:1357-63.

4. Hanna SE, Rosenbaum PL, Bartlett DJ, Palisano RJ, Walter SD, Avery L, dkk. Stability and decline in gross motor function among children and youth with cerebral palsy aged 2 to 21 years. Dev Med Child Neurol. 2009;51:295-302.

5. Marconi V, Carraro E, Trevisi E, Capelli C, Martinuzzi A, Zamparo P. The Locomotory Index in diplegic and hemiplegic children: the effects of age and speed on the energy cost of walking. Eur J Phys Rehabil Med. 2012;48:403-12.

6. Rose J, Gamble JG, Burgos A, Medeiros J, Haskell WL. Energy expenditure index of walking for normal children and for children with cerebral palsy. Dev Med Child Neurol. 1990;32:333-40.

7. Tapin AD, Nicolas CB, Lebreton C, Dauvergne F, Gallien P. Analysis of the medical causes of death in cerebral palsy. Ann Phys Rehabil Med. 2015;57:24-37.

8. Himmelman K, Sundh V. Survival with cerebral palsy over five decades in Western Sweden. Dev Med Child Neurol. 2015;57:762-7.

9. Thomason P, Rodda J, Sangeux M, Selber P, Graham K. Management of children with ambulatory cerebral palsy: An evidence-based review. J Pediatr Orthop. 2012;32:S182-6.

10. Thomason P, Baker R, Dodd K, Taylor N, Selber P, Wolfe R, dkk. Single-event multilevel surgery in children with spastic diplegia. A pilot randomized controlled trial. J Bone Joint Surg Am. 2011;93:451-60.

11. Lee SH, Chung CY, Park MS, Choi IH, Cho TJ, Yoo WJ, dkk. Parental satisfaction after single-event multilevel surgery in ambulatory children with cerebral palsy. J Pediatr Orthop. 2009;29:398-401.

12. Thomason P, Selber P, Graham K. Single event multilevel surgery in children with bilateral spastic cerebral palsy: A 5 year prospective cohort study. Gait Posture. 2013;37: 23-8.

13. Saraph V, Zwick E-B, Zwick G, et al. Multilevel surgery in spastic diplegia: evaluation by physical examination and gait analysis in 25 children. J Pediatr Orthop. 2002;22:150-7.

14. Rang M, Silver R, de la Garza J. Cerebral palsy. Dalam: Lovell WW, Winter RB, penyunting. Pediatric orthopaedics. Edisi ke-2. Philadelphia: JB Lippincott; 1986. h. 345-9

15. Hof AL. Changes in muscles and tendons due to neural motor disorders: Implications for therapeutic intervention. Neural Plasticity. 2001;8:71-81.

Page 113: Everything you should know about motor and movement ...

Aryadi Kurniawan

100 Update in Child Neurology

16. Ziv I, Blackburn N, Rang M, Koreska J. Muscle growth in normal and spastic mice. Dev Med Child Neurol. 1984;26:94-9.

17. Moreau NG, Teefey S, Damiano DL. In vivo muscle architecture and size of the rectus femoris and vastus lateralis in children and adolescents with cerebral palsy. Dev Med Child Neurol. 2009;51:800-6.

18. Elkamil AI, Andersen GL, Hägglund G, Lamvik T, Skranes J, Vik T. Prevalence of hip dislocation among children with cerebral palsy in regions with and without a surveillance programme: a cross sectional study in Sweden and Norway. BMC Musculoskelet Disord. 2011;12:284.

19. Dobson F, Boyd RN, Parrott J, Nattrass GR, Graham K. Hip surveillance in children with cerebral palsy. Impact on the surgical management of spastic hip disease. J Bone Joint Surg [Br]. 2002;84-B:720-6.

Page 114: Everything you should know about motor and movement ...

Developmental coordination disorder: A common but often unrecognized conditionAmanda Soebadi

Tujuan:1. Mengenal developmental coordination disorder sebagai 2. gangguan neurodevelopmental3. Mengenali tanda-tanda developmental coordination disorder4. Mengetahui pemeriksaan klinis sederhana untuk mendeteksi 5. developmental coordination disorder6. Mengetahui tata laksana developmental coordination disorder

Developmental coordination disorder (DCD) merupakan gangguan perkembangan motorik yang ditandai kegagalan penguasaan keterampilan gerak baik gerak kasar maupun halus, yang bukan akibat ketidakmampuan belajar secara umum maupun kurangnya stimulasi.1,2

Untuk dapat disebut sebagai DCD, gangguan tersebut harus menghambat performa akademik dan/atau kehidupan sehari-hari dan tidak disebabkan oleh kelainan neurologis, misalnya palsi serebral. Anak dengan DCD mungkin terlambat mencapai milestone perkembangan motorik, misalnya berdiri dan berjalan, tidak cakap dalam kegiatan olahraga, dan memiliki tulisan tangan yang buruk. Gangguan ini sebelumnya juga dikenal sebagai clumsy child syndrome atau dispraksia.2,3 Di Amerika Serikat dan Eropa, prevalensinya diperkirakan antara 5-6% pada anak berusia 5-11 tahun, dengan perbandingan lelaki:perempuan berkisar antara 2:1 sampai 7:1.1 Di Indonesia, DCD masih belum banyak dikenal sehingga anak dengan DCD seringkali dianggap malas, bodoh, atau ceroboh oleh guru dan orangtuanya.

Pada anak yang lebih besar dan remaja, DCD dapat menyebabkan hambatan akademik, gangguan cemas, kesulitan berkonsentrasi, dan hambatan dalam kehidupan sosial.1,4,5 Developmental coordination disorder juga dapat menjadi komorbiditas gangguan neurodevelopmental lainnya, antara lain gangguan pemusatan perhatian dan hiperaktivitas (attention deficit/hyperactivity disorder; ADHD), gangguan spektrum autisme (autism spectrum disorder; ASD), dan disleksia.2 Adanya komorbiditas DCD berpengaruh negatif terhadap luaran gangguan-gangguan tersebut.2

Anak dengan DCD seringkali dibawa ke dokter karena adanya keterlambatan perkembangan motorik atau kesulitan lain di bidang

101Everything you should know about motor and movement problems in children

Page 115: Everything you should know about motor and movement ...

Amanda Soebadi

102 Update in Child Neurology

motorik.2 Diagnosis dini DCD penting agar anak dapat memperoleh intervensi yang tepat demi mencapai potensi diri dan kualitas hidup yang optimal. Pada makalah ini akan dibahas mengenai tanda dan gejala DCD, pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk mendeteksi DCD dalam praktik sehari-hari, serta pengenalan beberapa modalitas tata laksana DCD.

EpidemiologiMenurut Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders edisi kelima (DSM-V), prevalensi DCD pada anak berusia lima sampai 11 tahun diperkirakan antara 5-6%, dengan perbandingan lelaki dan perempuan antara 2:1 sampai 7:1.1 Di Eropa, dari pelbagai penelitian didapatkan angka kejadian antara 5% sampai 20%. Perbedaan angka kejadian yang cukup besar diduga karena belum seragamnya kriteria diagnosis dan instrumen pemeriksaan yang digunakan.6 Di Cina, prevalensi DCD dilaporkan sebesar 5,9% pada anak dari keluarga yang memiliki lebih dari satu anak dan 8,7% pada anak tunggal.7 Pada penelitian di lima sekolah dasar di Jakarta, angka kejadian DCD pada anak yang dicurigai berdasarkan wawancara orangtua adalah 28,3%.8

Developmental coordination disorder dapat berdiri sendiri, namun dapat juga menjadi komorbiditas gangguan neurodevelopmental lainnya.6 Komorbiditas DCD dijumpai pada 42% anak dengan ADHD tipe inatensi, 31,3% anak dengan ADHD tipe hiperaktif-impulsif, dan 28,9% anak dengan ADHD tipe campuran.4 Pada anak dengan ASD angka kejadian komorbiditas DCD dilaporkan sebesar 32%.9 Adanya komorbiditas DCD memperburuk luaran anak, terutama dalam aktivitas kehidupan sehari-hari.5,10,9

Etiologi dan faktor risikoEtiologi DCD belum diketahui secara pasti dan bersifat multifaktorial. Faktor genetik serta faktor risiko pra- dan perinatal diduga berperan dalam terjadinya DCD. Di samping itu, faktor lingkungan turut berpengaruh terhadap manifestasi DCD.

Kelahiran prematur merupakan salah satu faktor risiko perinatal yang cukup banyak dilaporkan. Suatu meta-analisis pada anak non-palsi serebral yang lahir prematur (usia gestasi <37 minggu) melaporkan prevalensi gangguan keterampilan motorik (motor skill) ringan sebesar 40,5% (IK95% 32,1%-43,9%) dan gangguan keterampilan motorik sedang sebesar 19% (IK95% 14,2%-23,8%).11 Risiko menjadi lebih besar apabila bayi lahir sangat prematur dengan berat lahir <1500 g (OR 6,29; IK95% 4,37 sampai 9,05)12 atau kecil masa kehamilan (OR 1,74; IK95% 1,46 sampai 2,08).13 Di Jerman dijumpai peningkatan prevalensi DCD dari 0,8% sampai 2,5% pada tahun 1990 menjadi 3,2% sampai 8,6% pada tahun 2003, seiring dengan peningkatan jumlah bayi prematur yang bertahan hidup tanpa disabilitas mayor.14 Pencapaian kemampuan berjalan pada

Page 116: Everything you should know about motor and movement ...

Developmental coordination disorder: A common but often unrecognized condition

103Everything you should know about motor and movement problems in children

usia 15 bulan atau lebih juga ditengarai berhubungan dengan DCD (OR 3,05; IK95% 2,57 sampai 3,60).13

Faktor lain yang berpengaruh terhadap manifestasi DCD antara lain pola asuh, tinggal di wilayah urban, aktivitas fisis, obesitas, dan penggunaan piranti elektronik atau screen time. Pada studi di Jakarta, hanya 36% anakdenganDCDmelaporkan aktivitas fisis ≥3 jamperminggu, dibandingkan dengan 57% anak tanpa DCD. Penelitian yang sama mendapatkan obesitas dan overweight pada 70% anak dengan DCD dan hanya pada 41% anak tanpa DCD, sedangkan screen time >2 jam sehari didapatkan sedikit lebih banyak pada anak dengan DCD (38%) dibandingkan anak tanpa DCD (31%).8 Namun demikian, hubungan kausal faktor-faktor tersebut dengan DCD masih perlu diteliti lebih lanjut.

PatogenesisPatogenesis DCD diduga berhubungan dengan gangguan fungsi ringan di otak yang dikenal dengan istilah minor neurological dysfunction.15 Gangguan tersebut bukan disebabkan kelainan struktural atau anatomis otak dan tidak cukup berat untuk menyebabkan kelainan neurologis yang jelas semacam palsi serebral, namun menyebabkan pola motorik yang clumsy dan kemampuan motorik kompleks di bawah anak lain seusianya.15

Anak dengan DCD seringkali menunjukkan gangguan dalam memproses informasi sensorik, termasuk informasi visual-visuospasial, taktil (raba-sentuh), vestibular (keseimbangan), dan proprioseptif (tekanan dan rasa posisi tubuh).16 Dibandingkan dengan anak tipikal, anak dengan DCD memiliki defisit dalam perencanaan motorik (motor planning) dan pemecahan masalah motorik (motor problem solving).17

Integrasi sensorik yang kurang baik berkontribusi terhadap kesulitan anak DCD dalam merencanakan gerakan.16 Semua ini menyebabkan anak DCD lambat dalam memulai dan melaksanakan suatu gerakan bertujuan, serta memiliki koordinasi mata-tangan dan presisi gerakan yang kurang baik dibandingkan anak tipikal.18,19

Berbagai komponen SSP terlibat dalam proses integrasi sensorimotor hingga perencanaan motorik. Informasi sensoris taktil (dari kulit dan mukosa) dan proprioseptif (dari otot) dihantarkan melalui medula spinalis; informasi vestibular diterima oleh organ vestibular dan diproses di serebelum. Sebagian informasi proprioseptif juga melalui serebelum. Sistem vestibular dan proprioseptif juga menjadi sumber informasi dalam pengaturan tonus otot. Informasi taktil dan proprioseptif memberi informasi bagi perencanaan motorik halus, sedangkan informasi vestibular lebih terlibat dalam aktivitas motorik kasar.16,20 Seluruh informasi sensoris ini kemudian menuju talamus untuk dilakukan integrasi sensorimotor, yakni perpaduan dan penyesuaian antara informasi sensorik yang masuk dengan informasi motorik yang akan keluar, juga dengan informasi sensorik yang diperoleh dari proses

Page 117: Everything you should know about motor and movement ...

Amanda Soebadi

104 Update in Child Neurology

motorik. Dari talamus, informasi sensorik yang telah diintegrasikan kemudian menuju ke lobus parietalis inferior untuk mengalami persepsi dan interpretasi lebih lanjut. Hasil “penerjemahan” informasi sensorik inilah yang akan memberi informasi bagi perencanaan motorik di korteks prefrontal dan korteks premotor. Perencanaan motorik yang telah dibuat kemudian diteruskan ke korteks motorik yang akan memberi instruksi melalui traktus piramidalis, yang pada akhirnya akan menghasilkan gerak otot efektor. Sistem ekstrapiramidal dan ganglia basalis juga turut berperan mengatur gerak otot efektor. Gerak otot memberikan berbagai stimulus sensorik baru yang akan kembali mengalami siklus seperti di atas.16,20 Pada DCD diduga terdapat gangguan pada proses-proses yang terjadi di talamus dan lobus parietalis inferior, sehingga pemrosesan informasi sensorik yang diterima gagal “diterjemahkan” dengan tepat untuk memberi informasi bagi perencanaan motorik selanjutnya. Bagan skematis sederhana patofisiologi DCD dapat dilihat pada Gambar 1.

gambar 1. Etiopatogenesis DCD8

 

Gambaran klinisGejala klinis DCD umumnya baru dirasakan pada usia sekolah, ketika anak mulai kesulitan memenuhi tuntutan akademik dan sosial, terutama dalam perbandingan dengan anak lain seusianya. Keluhan dapat bersumber dari orangtua berupa kesulitan yang dialami anak

Page 118: Everything you should know about motor and movement ...

Developmental coordination disorder: A common but often unrecognized condition

105Everything you should know about motor and movement problems in children

dalam aktivitas sehari-hari, misalnya naik tangga, mengikat tali sepatu, mengancingkan baju, atau menggosok gigi, sering menumpahkan minuman, menjatuhkan benda, sering terbentur atau tersandung apabila berjalan. Kekurangan anak dalam aktivitas sehari-hari yang tampaknya sederhana ini dapat mengganggu kehidupan keluarga dan hubungan anak dengan anggota keluarga lainnya.

Seringkali juga didapatkan keluhan dari guru, misalnya berupa tulisan anak yang buruk, cara memegang pensil yang salah, atau kesulitan menggunting. Kalaupun anak dapat melakukan hal-hal tersebut, gerakannya seringkali tampak canggung, lambat, atau kurang tepat. Anak mungkin kerap gagal menyelesaikan tugasnya di sekolah karena kelambatannya dalam bekerja. Kinerja anak yang lambat atau canggung di sekolah dapat menyebabkan prestasi akademiknya terganggu atau kurang dibandingkan potensi kognitifnya.

Dalam bermain dan berolahraga, anak biasanya menghindari aktivitas yang membutuhkan koordinasi kompleks, misalnya lompat tali, bersepeda, lempar-tangkap bola, dan kegiatan olahraga kompetitif. Beberapa anak menjadi lebih senang bermain dengan anak yang lebih muda, yang memiliki keterampilan motorik yang setara. Hal tersebut dapat menyebabkan anak terkucilkan dari pergaulan.

DiagnosisDiagnosis DCD ditegakkan atas dasar kriteria diagnosis DSM-V (Tabel 1).1 Ada empat komponen yang harus terpenuhi, yakni kurangnya kemampuan koordinasi motorik untuk usianya, terganggunya aktivitas sehari-hari, performa akademik, dan aktivitas bermain, awitan pada masa perkembangan dini, serta tidak didapatkannya disabilitas intelektual, gangguan penglihatan, atau kondisi neurologis lain yang memengaruhi

Tabel 1. Kriteria diagnosis DCD menurut DSM-V1

A. Akuisisi dan eksekusi keterampilan motorik terkoordinasi secara bermakna di bawah kemampuan yang diharapkan untuk usia kronologis serta kesempatan yang dimiliki untuk mempelajari dan menggunakan keterampilan tersebut. Kesulitan bermanifestasi sebagai kecerobohan (misalnya menjatuhkan atau menabrak benda) serta performa motorik yang lambat dan tidak akurat (misalnya dalam menangkap benda, menggunakan gunting atau alat makan, menulis, naik sepeda, atau keikutsertaan dalam olahraga.

B. Defisit keterampilan motorik dalam Kriteria A secara bermakna dan persisten mengganggu aktivitas sehari-hari yang sesuai usia kronologisnya (misalnya perawatan dan pemeliharaan diri) dan berpengaruh terhadap produktivitas akademik/sekolah, aktivitas pra-vokasional dan vokasional, aktivitas di waktu luang, dan bermain.

C. Awitan gejala pada masa perkembangan dini.D. Defisit keterampulan motorik tidak dapat dijelaskan oleh disabilitas intelektual

(gangguan perkembangan intelektual) atau gangguan penglihatan dan tidak disebabkan kondisi neurologis yang mempengaruhi gerak (misalnya palsi serebral, distrofi muscular, penyakit degeneratif).

Page 119: Everything you should know about motor and movement ...

Amanda Soebadi

106 Update in Child Neurology

gerak.1 Menurut rekomendasi European Academy of Childhood Disability (EACD), penegakan diagnosis idealnya dilakukan oleh tim multidisiplin yang terdiri atas dokter yang kompeten (neurologi anak, tumbuh kembang, atau psikiatri anak) dan terapis yang terlatih dalam penggunaan instrumen baku yang telah distandardisasi untuk menilai kemampuan motorik pada anak yang dicurigai DCD.6 Peran dokter dalam diagnosis DCD tidak hanya menilai kemampuan motorik fungsional anak, namun juga menyingkirkan kelainan neurologis lain. Hal-hal tersebut dilakukan dengan anamnesis, pemeriksaan fisis-neurologis, dan penilaian koordinasi motorik menggunakan instrumen baku.

Diagnosis bandingDiagnosis banding DCD mencakup berbagai kelainan yang dapat menyebabkan gangguan motorik pada anak (Tabel 2).21 Salah satu ciri klinis yang membedakan DCD dengan sebagian besar diagnosis banding tersebut adalah sifat DCD yang nonprogresif, bahkan cenderung membaik seiring bertambahnya usia. Gangguan koordinasi yang progresif atau regresi (kemunduran) kemampuan motorik tidak sesuai dengan DCD dan patut menimbulkan kecurigaan ke arah kelainan neurologis

Tabel 2. Diagnosis banding DCD21

Kelainan neuromuskular perifer

Distrofi muskular BeckerDistrofi miotonikHereditary motor sensory neuropathy (HMSN) tipe Ia dan IIMiotonia kongenita (resesif autosom)Miastenia kongenital

Disabilitas intelektualKelainan susunan saraf pusat

Palsi serebral (ada faktor risiko antenatal atau perinatal; bentuk ringan dengan tipe hemiplegia atau campuran dengan ciri atetoid atau ataksik)

Tumor otak (terutama yang tumbuh lambat di fossa posterior; progresif)

Panthotenate kinase-associated neurodegeneration (Hallervorden-Spatz disease)

Sindrom perisylvian (operkular)

Benign familial chorea

Epilepsi:- absans dengan mioklonia- epilepsi mioklonik-astatik- sindrom Landau-Kleffner

Kelainan campuran susunan saraf pusat dan perifer

Friedreich’s ataxia

Penyakit Pelizaeus-Merzbacher

Lain-lain

Sindrom Ehlers-Danlos

GM-1 gangliosidosis (awitan juvenil)

Diterjemahkan dari: Gibbs J, Appleton J, Appleton R. Dyspraxia or developmental coordination disorder? Unravelling the enigma. Arch Dis Child. 2007;92:534-9.

Page 120: Everything you should know about motor and movement ...

Developmental coordination disorder: A common but often unrecognized condition

107Everything you should know about motor and movement problems in children

yang serius. Anak dengan epilepsi yang bermanifestasi sering jatuh atau menjatuhkan benda (misalnya epilepsi mioklonik-astatik) terkadang disangka clumsy oleh orangtua. Pada beberapa kasus diperlukan pemantauan jangka panjang untuk memastikan bahwa defisit motorik tidak bersifat progresif.22

SkriningSkrining DCD pada anak usia sekolah dapat dilakukan menggunakan Developmental Coordination Disorder Questionnaire (DCDQ). Kuesioner ini terdiri atas 15 pertanyaan dengan jawaban berskala 1 sampai 5, dapat diisi oleh dokter umum, dan mampu mengidentifikasi anak usia lima sampai 15 tahun yang dicurigai mengalami DCD, dengan sensitivitas 75% dan spesifisitas 71%.23 Anak yang dicurigai DCD atas dasar hasil skrining tersebut perlu dirujuk untuk penegakan diagnosis dan tata laksana lebih lanjut.

AnamnesisAnamnesis pada anak DCD dan orangtuanya diarahkan untuk mengetahui adanya kesulitan dalam kegiatan motorik kompleks serta dampaknya pada kehidupan sehari-hari baik di rumah, di sekolah, maupun dalam pergaulan sosial. Untuk mengetahui adanya masalah dalam koordinasi motorik anak, dapat ditanyakan mengenai kemampuan anak melakukan aktivitas perawatan diri, bermain, dan belajar. Tentunya kemampuan yang ditanyakan harus sesuai dengan usia anak. Pastikan juga bahwa anak mendapatkan kesempatan yang cukup untuk dapat mempelajari keterampilan tersebut (misalnya, anak yang selalu disuapi tidak memperoleh kesempatan untuk belajar menggunakan sendok dan garpu, anak dengan screen time berlebihan akan kehilangan kesempatan bermain secara fisik). Prestasi di sekolah serta partisipasi dalam kegiatan bermain bersama teman dan kegiatan olahraga perlu ditanyakan. Tanyakan pula riwayat kelahiran, riwayat perkembangan, dan riwayat keluhan yang sama pada anggota keluarga. Keluhan lain, misalnya kesulitan berkonsentrasi, tidak dapat duduk diam, kesulitan membaca, atau masalah dalam interaksi sosial perlu ditanyakan untuk mengidentifikasi adanya komorbiditas. Tanyakan apakah sejak awal anak kesulitan mempelajari keterampilan motorik baru, atau apakah masalah motorik makin lama makin perburukan (progresif) atau terjadi kemunduran hal yang sebelumnya sudah dikuasai (regresi). Adanya progresivitas atau regresi merupakan petunjuk ke arah diagnosis banding lainnya. Jika didapatkan riwayat keterlambatan pada semua ranah perkembangan, tidak hanya perkembangan motorik kompleks, maka diperlukan evaluasi untuk menyingkirkan disabilitas intelektual sebagai penyebab masalah motorik. Hal-hal yang perlu ditanyakan pada orangtua anak yang dicurigai DCD dapat dilihat pada Tabel 3.

Page 121: Everything you should know about motor and movement ...

Amanda Soebadi

108 Update in Child Neurology

Pemeriksaan fisis dan neurologisPada anak dengan kecurigaan DCD, pemeriksaan fisis dan neurologis lengkap perlu dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan penyebab lain masalah motorik pada anak, misalnya palsi serebral, distrofi muskular, atau kelainan degeneratif atau neurometabolik yang menyebabkan kemunduran kemampuan motorik. Pemeriksaan yang perlu dilakukan meliputi pemeriksaan fisis umum, status neurologis termasuk pemeriksaan saraf kranial, tonus dan massa otot, luas gerak sendi, kekuatan motorik, refleks tendon, dan refleks patologis. Pengukuran antropometri juga perlu dilakukan karena adanya hubungan antara obesitas dengan DCD.24

Sesuai dengan defisit inti pada DCD, yakni koordinasi motorik, maka kemampuan motorik kasar dan halus anak perlu dinilai. Kemampuan fungsional motorik kasar dapat dinilai antara lain dengan meminta anak untuk berlari, berjalan dengan satu kaki di depan kaki yang lainnya pada garis lurus (tandem walking), melompat pada satu kaki, melompat pada dua kaki, dan berdiri pada satu kaki. Kemampuan fungsional motorik halus dinilai dengan mengamati anak saat mengancingkan baju, menarik

Tabel 3. Anamnesis orangtua anak yang dicurigai DCD

Masalah koordinasi motorik

● Apakah menurut orangtua (atau orang lain) anak dapat dikatakan clumsy? ● Apakah anak mengalami kesulitan melakukan aktivitas sehari-hari, misalnya

memakai baju (termasuk mengancingkan baju dan mengikat tali sepatu), menggosok gigi, dan makan menggunakan sendok dan garpu?

● Pada usia berapakah anak dapat mengendarai sepeda roda dua (tanpa roda bantu)?

● Apakah anak mengalami kesulitan dalam aktivitas motorik halus, misalnya menulis (baik huruf cetak maupun huruf bersambung) atau menggunting? Apakah anak suka berganti-ganti preferensi tangan yang digunakan (kanan atau kiri)?

● Apakah anak mengalami kesulitan dalam aktivitas motorik kasar, misalnya melempar atau menendang bola, mengikuti kegiatan olahraga dalam tim, atau mengikuti pelajaran olahraga di sekolah?

Gangguan sosial dan akademik

● Apakah kesulitan yang dialami anak mengganggu kehidupan sehari-hari anak dan/atau keluarga (misalnya sering terlambat masuk sekolah atau menyebabkan orang lain terlambat)?

● Bagaimana prestasi anak di sekolah? Apakah anak sering tidak dapat menyelesaikan pekerjaannya di sekolah karena kesulitannya?

● Apakah anak cenderung menghindari bermain dengan teman seusianya?

Faktor risiko

● Apakah anak lahir prematur? Jika ya, pada usia gestasi berapa? ● Berapa berat lahir anak? ● Pada usia berapakah anak dapat berjalan sendiri? ● Adakah anggota keluarga lain yang pernah didiagnosis sebagai DCD (atau

memiliki keluhan yang sama), ADHD, ASD, atau gangguan belajar spesifik (misalnya disleksia)?

Dimodifikasi dari: Harris SR, Mickelson CR, Zwicker JG. Diagnosis and management of developmental coordination disorder. Can Med Assoc J. 2015;187:659-65.24

Page 122: Everything you should know about motor and movement ...

Developmental coordination disorder: A common but often unrecognized condition

109Everything you should know about motor and movement problems in children

ritsleting, menulis, menggunting, dan mengikat tali sepatu. Amati pula apakah anak kinan (dominan tangan kanan), kidal, atau ambidekstrus (tangan kanan dan kiri sama dominan).

Penilaian obyektif koordinasi motorik Melalui pemeriksaan klinis, dokter dapat menentukan secara kasar apakah anak mengalami kesulitan dalam koordinasi motorik, khususnya berkaitan dengan aktivitas sehari-hari. Akan tetapi, menurut keterangan kriteria diagnosis dalam DSM-V, penilaian kemampuan motorik perlu dinilai secara obyektif menggunakan pemeriksaan yang telah distandardisasi sehingga dapat diketahui seberapa jauh kemampuan anak dibandingkan anak-anak normal seusianya. Dua instrumen yang telah divalidasi untuk menentukan kemampuan koordinasi motorik anak adalah Movement Assessment Battery for Children (M-ABC) dan Bruininks-Oseretsky Test of Motor Proficiency (BOT-MP) yang kini telah direvisi menjadi BOT-2.2,6 Perlu diingat bahwa kedua instrumen ini hanya dapat menilai kemampuan motorik anak, namun tidak dapat mendiagnosis komorbiditas maupun menyingkirkan diagnosis banding dan tidak memandang dampak akademik-sosial. Instrumen BOT-2 lebih rinci dibandingkan M-ABC dalam karakterisasi defisit motorik, dan digunakan untuk konfirmasi kemampuan motorik pada anak yang sebelumnya telah diduga memiliki kemampuan motorik yang kurang melalui uji skrining.

Pemeriksaan BOT-2 dapat dilakukan pada usia empat sampai 21 tahun dan bertujuan menilai seluruh kemampuan motorik anak mencakup motorik kasar dan halus, kelincahan (agility), keseimbangan, koordinasi, kontrol visual motor, serta kecepatan gerak. Pemeriksaan ini memiliki nilai referensi yang spesifik untuk masing-masing kelompok usia dan jenis kelamin dan telah divalidasi secara khusus untuk diagnosis DCD.6,25 Seorang anak dikatakan memiliki kemampuan motorik di bawah rerata apabila skor yang diperoleh berada antara persentil ketiga dan ke-17, dan jauh di bawah rerata apabila skor berada di bawah persentil kedua. Bentuk panjang BOT-2 (Total Motor Composite) membutuhkan waktu cukup lama (60 sampai 90 menit), namun bentuk pendeknya (Short Form) memiliki performa diagnostik yang hampir sebanding dan memakan waktu lebih singkat (sekitar 30 sampai 45 menit).25 Untuk melakukan pemeriksaan BOT-2 diperlukan ruangan yang cukup besar (panjang ruangan minimal 5 meter untuk Short Form dan 17 meter untuk Total Motor Composite) serta peralatan khusus yang telah distandardisasi, antara lain balok titian, matras, papan sasaran, sejumlah koin dengan ukuran dan berat tertentu, tatakan dan kotak koin, kertas untuk melipat, gambar labirin, contoh gambar untuk disalin, dan lain-lain.25

Neurological soft signsMengingat lamanya pemeriksaan serta tempat dan peralatan yang

Page 123: Everything you should know about motor and movement ...

Amanda Soebadi

110 Update in Child Neurology

dibutuhkan, dapat dibayangkan bahwa pemeriksaan dengan instrumen baku di atas sulit dilakukan di praktik dokter spesialis anak. Beberapa studi telah melaporkan penggunaan pemeriksaan tanda neurologis halus atau neurological soft signs (NSS) sebagai metode pemeriksaan sederhana yang dapat digunakan dalam diagnosis DCD.

Neurological soft signs adalah abnormalitas ringan pada pemeriksaan neurologis tertentu, tanpa adanya tanda-tanda lain kelainan neurologis yang menetap atau sementara.6 Adanya NSS diduga merupakan indikator disfungsi ringan difus SSP yang bermanifestasi sebagai gangguan koordinasi, refleks yang imatur, dan disintegrasi perseptual atau sensorimotor.7 Selain menilai koordinasi motorik, NSS juga dapat menilai persepsi sensorik, yang merupakan salah satu komponen yang diperlukan dalam perencanaan motorik. Tanda-tanda yang termasuk dalam NSS antara lain tandem walking, uji jari ke hidung (finger-to-nose test), oposisi jari, diadokokinesia, mirror movements, grafestesia, dan stereognosis.26-28 Neurological soft signs telah diteliti pada beberapa gangguan neurodevelopmental, antara lain ADHD, ASD, dan DCD.28-31

Di Jakarta telah dilakukan penelitian yang menggunakan serangkaian pemeriksaan NSS untuk membantu dalam diagnosis DCD pada anak usia sekolah dasar.8 Rangkaian ini terdiri atas tujuh pemeriksaan yang sederhana, memakan waktu kurang dari 30 menit, dan membutuhkan peralatan minimal yang lazim ditemukan di praktik dokter spesialis anak (Tabel 4). Dengan menggunakan BOT-2 sebagai gold standard, rangkaian pemeriksaan tersebut memiliki sensitivitas 57% dan spesifisitas 64% apabila dua atau lebih NSS positif. Apabila empat atau lebih NSS positif, spesifisitasnya dapat mencapai 99%, dengan sensitivitasnya 16,7%.8 Karena pemeriksaan tersebut diteliti pada populasi anak yang telah dicurigai DCD pada skrining, maka sebelumnya perlu dilakukan anamnesis dan pemeriksaan klinis terlebih dahulu seperti yang telah diuraikan di atas. Kelemahan lain dari pemeriksaan tersebut adalah lebih banyak memeriksa kemampuan motorik halus, sehingga pada pemeriksaan klinis dapat ditambahkan pemeriksaan motorik kasar, misalnya tandem walking. Perangkat pemeriksaan ini saat ini masih dalam penyempurnaan.

Tata laksanaKarena manifestasi klinis DCD bervariasi pada anak yang berbeda, tata laksananya membutuhkan pendekatan individual sesuai masalah yang dominan pada anak. Tata laksana DCD ditujukan untuk memperbaiki kemampuan motorik serta mengatasi komorbiditas bila ada. Terdapat tiga pendekatan berbeda dalam memberikan intervensi untuk anak dengan DCD, yaitu pendekatan task-oriented, process-oriented, serta fisioterapi dan terapi okupasi konvensional.6,31

Page 124: Everything you should know about motor and movement ...

Developmental coordination disorder: A common but often unrecognized condition

111Everything you should know about motor and movement problems in children

Pendekatan task-orientedPendekatan task-oriented memiliki fokus perbaikan keterampilan dan aktivitas motorik tertentu yang menyebabkan kesulitan bagi anak. Yang termasuk dalam pendekatan task-oriented antara lain neuromotor task training (NTT) dan cognitive orientation to daily occupational performance (CO-OP). Neuromotor task training didasarkan atas teori motor learning; metode ini menekankan pentingnya strukturisasi dan penjadwalan gerak motorik yang merupakan komponen-komponen suatu tugas tertentu, dan mempertimbangkan bagaimana lingkungan serta tugas tersebut dapat dimodifikasi untuk mengakomodasi kekurangan anak.31 Intervensi CO-OP menggunakan pendekatan collaborative problem

Tabel 4. Rangkaian pemeriksaan NSS untuk mendeteksi DCD8

Pemeriksaan Deskripsi Respons positif

Stereognosis Mengenali bentuk benda yang diletakkan di telapak tangan (kubus, bola, koin) tanpa melihatnya

Tidak mampu mengenali salah satu benda yang diletakkan pada salah satu atau kedua tangan

Grafestesia Mengenali aksara (huruf atau angka) yang digoreskan pada telapak tangan, terdiri atas 0 (“nol”), I (“satu”), dan X (“X”), tanpa melihatnya

Tidak mampu mengenali salah satu aksara yang digoreskan pada salah satu atau kedua tangan

Oposisi jari Menempelkan jari telunjuk, jari tengah, jari manis, dan jari kelingking secara berurutan ke ibu jari pada tangan yang sama

Tidak mampu melakukan paling sedikit satu siklus gerakan pada salah satu atau kedua tangan

Diadokokinesia Melakukan gerakan pronasi-supinasi tangan secara berturut-turut dan berulang, diperiksa bergantian pada kedua tangan

Tidak mampu melakukan gerakan paling sedikit delapan siklus gerakan tanpa melakukan kesalahan pada salah satu atau kedua tangan

Mirror movements

Ada atau tidaknya gerakan yang tidak berhubungan yang muncul pada tangan saat subjek sedang melakukan diadokokinesis atau aposisi jari pada tangan kontralateralnya

Terlihat gerakan tersebut pada salah satu atau kedua tangan

Jari-ke-hidung Menunjuk ujung jari pemeriksa dengan ujung telunjuk jarinya kemudian menunjuk hidungnya sendiri secara berturut-turut dan berulang

Meleset dalam menunjuk ujung jari pemeriksa dan/atau hidungnya, dan/atau terdapat tremor

Keseimbangan(Uji Romberg)

Berdiri tegak dengan kedua tangan direntangkan dan kedua mata terpejam selama 10 detik

Tubuh subjek cenderung jatuh ke arah manapun

Gerak involunter

Gerak yang tidak disengaja dan/atau tidak disadari, diamati saat subjek melakukan uji Romberg

Tampak tremor halus atau gerak koreiform halus (tidak termasuk gerak involunter yang lebih nyata misalnya atetosis, ballismus, mioklonus)

Page 125: Everything you should know about motor and movement ...

Amanda Soebadi

112 Update in Child Neurology

solving yang mengambil prinsip-prinsip cognitive behavioral therapy untuk mengajarkan anak membentuk model mental untuk menghasilkan strategi demi mencapai suatu tujuan gerak.32 Tugas-tugas yang diajarkan terutama yang diperlukan dalam aktivitas sehari-hari. Pada beberapa penelitian, intervensi dapat diberikan dalam kelompok.31,33 Intervensi task-oriented terutama akan berhasil baik pada anak yang memiliki kemampuan verbal baik.6,31 Pendekatan task-oriented memiliki beda rerata fungsi motorik tertinggi dibandingkan kedua pendekatan lainnya [beda rerata terstandardisasi (dw) 0,89; IK95% 0,64-1,14].31

Pendekatan process-orientedFokus pendekatan process-oriented adalah memperbaiki komponen-komponen serta fungsi-fungsi yang mendasari aktivitas motorik.6,31

Pendekatan ini meliputi terapi sensori integrasi dan terapi kinestetik dan perseptual. Pendekatan ini berupaya memperbaiki proses motorik anak secara bottom-up dengan memperbaiki proses-proses yang diperlukan untuk menghasilkan perencanaan motorik yang baik. Hipotesis yang mendasari adalah bahwa dengan memperbaiki sensori integrasi, kinesthesia, kekuatan otot, stabilitas core, dan persepsi visual-motor, maka performa motorik dapat diperbaiki.31 Dibandingkan dua pendekatan lainnya, pendekatan process-oriented memiliki besar efek terkecil yang tidak bermakna secara statistika (dw 0,12; IK95% -0,10-0,35).31

Fisioterapi dan terapi okupasi konvensionalDalam pandangan fisioterapi dan terapi okupasi konvensional, terdapat sejumlah kemampuan motorik kasar dan halus yang paling mendasar (antara lain kontrol postural dan stabilitas batang tubuh, manipulasi tangan, dan kemampuan visual-perseptual) yang merupakan prasyarat untuk mempelajari keterampilan motorik yang lebih canggih. Anak perlu dilatih dalam kemampuan-kemampuan dasar tersebut sebelum dapat diajarkan tugas-tugas motorik selanjutnya. Pendekatan ini juga berasumsi bahwa kemampuan motorik tersebut harus dikuasai dengan urutan hierarkis tertentu.31 Fisioterapi dan terapi okupasi konvensional memiliki efektivitas lebih tinggi dibandingkan pendekatan process-oriented namun lebih rendah ketimbang pendekatan task-oriented (dw

0,83; IK95% 0,46-1,20).31

European Academy for Childhood Disability merekomendasikan bahwa anak yang didiagnosis sebagai DCD harus mendapat intervensi (level of evidence 1, peringkat bukti A). Terapi perseptual-motor (level of evidence 2) dan latihan fungsi motorik kasar dan kekuatan otot (level of evidence 3) mungkin bermanfaat. Belum ada bukti yang cukup untuk merekomendasikan terapi sensori integrasi (level of evidence 3) maupun

Page 126: Everything you should know about motor and movement ...

Developmental coordination disorder: A common but often unrecognized condition

113Everything you should know about motor and movement problems in children

terapi kinestetik (level of evidence 3) pada anak dengan DCD.6 Keterlibatan orangtua, guru dan sekolah, serta partisipasi anak dalam aktivitas sesuai kemampuannya sangat berpengaruh terhadap luaran terapi.6,31 Tindakan suportif yang dapat dilakukan di tingkat keluarga dan lingkungan antara lain melibatkan anak dalam aktivitas olahraga yang disesuaikan tingkat kesulitan dan kompetisinya, memberikan waktu lebih di sekolah untuk aktivitas motorik halus yang sulit (misalnya menulis atau menggunting), atau memperbolehkan anak mengetik sebagai pengganti menulis untuk tugas-tugas tertentu.6

PrognosisKemampuan motorik anak dengan DCD cenderung mengalami perbaikan seiring bertambahnya usia. Namun demikian, umumnya individu dengan DCD akan tetap memiliki defisit motorik hingga dewasa, dengan derajat yang bervariasi. Anak dengan DCD yang mendapatkan intervensi, tanpa memandang jenis intervensinya, memiliki luaran fungsi motorik yang lebih baik dibandingkan yang tidak diintervensi (dw 0,56; p=0,002).31 Gangguan akademik, pekerjaan, dan psikososial yang terjadi bergantung pada derajat kesulitan motorik. Kurangnya aktivitas fisik dapat menyebabkan kebugaran yang kurang baik sehingga individu dengan DCD memiliki risiko kardiovaskular yang lebih tinggi dibandingkan populasi umum. Prognosis DCD yang merupakan komorbiditas gangguan neurodevelopmental lain lebih buruk dibandingkan DCD yang berdiri sendiri.6

SimpulanDevelopmental coordination disorder merupakan suatu gangguan perkembangan motorik yang ditandai kurangnya koordinasi motorik untuk usia dan menyebabkan gangguan akademik dan psikososial. Gangguan ini patut dicurigai pada anak yang dikeluhkan sebagai clumsy, mengalami kesulitan dalam menulis, kegiatan olahraga, atau aktivitas motorik kompleks sehari-hari. Diagnosis ditegakkan atas dasar kriteria DSM-V dan dilakukan melalui anamnesis, pemeriksaan fisis, pemeriksaan neurologis, serta penilaian kemampuan motorik dengan pemeriksaan baku. Neurological soft signs merupakan pemeriksaan sederhana yang dapat membantu deteksi DCD di tempat praktik pada anak yang dicurigai. Walau DCD cenderung perbaikan seiring bertambahnya usia, intervensi yang tepat tetap diperlukan untuk mencapai luaran optimal dan meminimalisir risiko dampak psikososial.

Page 127: Everything you should know about motor and movement ...

Amanda Soebadi

114 Update in Child Neurology

Daftar pustaka

1. American Psychiatric Association. Diagnostic and statistical manual of mental disorders. Edisi ke-5. Washington, DC: American Psychiatric Publishing; 2013.

2. Kirby A, Sugden DA. Children with developmental coordination disorders. J R Soc Med. 2007;100:182-6.

3. Vaivre-Douret L. Developmental coordination disorder: State of art. Clin Neuropsychol. 2014;44:13-23.

4. Sigurdsson E, van Os J, Fombonne E. Are impaired childhood motor skills a risk factor for adolescent anxiety? Results from the 1958 UK birth cohort and the National Child Development Study. Am J Psychiatr. 2002;159:1044-6.

5. Lingam R, Golding J, Jongmans MJ, Hunt LP, Ellis M, Emond A. The association between developmental coordination disorder and other developmental traits. Pediatrics. 2010;126:e1109-18.

6. Blank R, Smits-Engelsman B, Polatajko H, Wilson P. European Academy for Childhood Disability (EACD): Recommendations on the definition, diagnosis and intervention of developmental coordination disorder (long version). Dev Med Child Neurol. 2012;54:54-93.

7. Hua J, Jin H, Gu G, Liu M, Zhang L, Wu Z. The influence of Chinese one-child family status on developmental coordination disorder status. Res Rev Disabil. 2014;35:3089-95.

8. Soebadi A. Peran neurological soft signs dalam diagnosis developmental coordination disorder pada anak usia sekolah dasar [tesis]. Jakarta: Universitas Indonesia; 2016.

9. Kopp S, Beckung E, Gillberg C. Developmental coordination disorder and other motor control problems in girls with autism spectrum disorder and/or attention-deficit hyperactivity disorder. Res Rev Disabil. 2010;31:350-61.

10. Kadesjö B, Gillberg C. Attention deficits and clumsiness in Swedish 7-year-old children. Dev Med Child Neurol. 1998;40:796-804.

11. Williams J, Lee KJ, Anderson PJ. Prevalence of motor-skill impairment in preterm children who do not develop cerebral palsy: a systematic review. Dev Med Child Neurol. 2009;52:232-7.

12. Edwards J, Berube M, Erlandson K, Haug S, Johnstone H, Meagher M, dkk. Developmental coordination disorder in school-aged children born very preterm and/or at very low birth weight: a systematic review. J Dev Behav Pediatr. 2011;32:678-87.

13. Faebo Larsen R, Hvas Mortensen L, Martinussen T, Nybo Andersen AM. Determinants of developmental coordination disorder in 7-year-old children: a study of children in the Danish National Birth Cohort. Dev Med Child Neurol. 2013;55:1016-22.

14. Seeländer J, Fidler V, Hadders-Algra M. Increase in impaired motor coordination in 6-year-old German children between 1990 and 2007. Acta Paediatr. 2013;102:e44-8.

15. Hadders-Algra M, Schoemaker MM, van den Houten J. Developmental coordination disorder. Edisi ke-5. Dalam: Hadders-Algra M, Maathuis K, Pangalila RK, Becher JG, de Moor J, penyunting. [Pediatric rehabilitation]. Assen: Van Gorcum; 2015. Buku dalam bahasa Belanda. h. 539-49.

16. Wilson PH, McKenzie BE. Information processing deficits associated with

Page 128: Everything you should know about motor and movement ...

Developmental coordination disorder: A common but often unrecognized condition

115Everything you should know about motor and movement problems in children

developmental coordination disorder: a meta-analysis of research findings. J Child Psychiatr. 1998;6:829-40.

17. Elbasan B, Kayihan H, Duzgun I. Sensory integration and activities of daily living in children with developmental coordaintion disorder. Italian J Pediatr. 2012;38:14.

18. Lewis M, Vance A, Maruff P, Wilson P, Cairney S. Differences in motor imagery between children with developmental coordination disorder with and without the combined type of ADHD. Dev Med Child Neurol. 2008;50:608-12.

19. Elders V, Sheehan S, Wilson AD, Levesley M, Bhakta B, Mon-Williams M. Head-torso-hand coordination in children with and without developmental coordination disorder. Dev Med Child Neurol. 2010;52:238-43.

20. Zwicker JG, Missiuna C, Harris SR, Boyd LA. Brain activation of children with developmental coordination disorder is different than peers. Pediatrics. 2010;126:e678-86.

21. Gibbs J, Appleton J, Appleton R. Dyspraxia or developmental coordination disorder? Unravelling the enigma. Arch Dis Child. 2007;92:534-9.

22. Hamilton SS, Duryea TK, Bridgemohan C, Torchia MM. Developmental coordination disorder: clinical features and diagnosis. Diunduh dari: http://www.uptodate.com/contents/developmental-coordination-disorder-clinical-features-and-diagnosis. Diakses 22 Februari 2016.

23. Wilson BN, Crawford SC, Green D, Roberts G, Aylott A, Kaplan B. Psychometric properties of the revised Developmental Coordination Disorder Questionnaire. Phys Occup Ther Pediatr. 2009;29:182-202.

24. Harris SR, Mickelson ECR, Zwicker JG. Diagnosis and management of developmental coordination disorder. Can Med Assoc J. 2015;187:659-65.

25. Bruininks RH, Bruininks BD. Bruininks-Oseretsky Test of Motor Proficiency Manual. 2nd edition. Bloomington: PsychCorp; 2005.

26. Fellick JM, Thomson APJ, Sills J, Hart CA. Neurological soft signs in mainstream pupils. Arch Dis Child. 2001;85:371-4.

27. Holden EW, Tarnowski KJ, Prinz R. Reliability of neurological soft signs in children: Reevaluation of the PANESS. J Abnorm Child Psychol. 1982;10:163-72.

28. Kashiwagi M, Suzuki S. [Simple and useful evaluation of motor difficulty in childhood (9-12 years old children) by interview score on motor skills and soft neurological signs – aim for the diagnosis of developmental coordination disorder] [abstrak]. Artikel dalam bahasa Jepang. No To Hattatsu. 2009;41:343-8.

29. Patankar VC, Sangle JP, Shah HR, Dave M, Kamath RM. Neurological soft signs in children with attention deficit hyperactivity disorder. Indian J Psychiatry. 2012;54:159-65.

30. Gustafsson P, Svedin CG, Ericsson I, Linden C, Karlsson MK, Thernlund G. Reliability and validity of the assessment of neurological soft-signs in children with and without attention-deficit-hyperactivity disorder. Dev Med Child Neurol. 2010;52:364-70.

31. Smits-Engelsman BCM, Blank R, van der Kaay , Mosterd-van der Meijs R, Vlugt-van den Brand E, dkk. Efficacy of interventions to improve motor performance in children with developmental coordination disorder: a combined systematic review and meta-analysis. Dev Med Child Neurol. 2013;55:229-37.

Page 129: Everything you should know about motor and movement ...

Amanda Soebadi

116 Update in Child Neurology

32. Schoemaker MM, Smits-Engelsman BCM. Is treating motor problems in DCD just a matter of practice and more practice? Curr Dev Disord Rep. 2015;2:150-6.

33. Pless M, Carlsson M, Effects of motor intervention on developmental coordination disorder: a meta-analysis. Adapt Phys Activ Q. 2000;17:381-401.