Sosial movement (pergerakan 66 dan 98)

26
Tugas Sistem Politik Indonesia Disusun oleh: Yudi Bowo Prasetya (071311133051) PRODI ILMU ADMINISTRASI NEGARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

Transcript of Sosial movement (pergerakan 66 dan 98)

Page 1: Sosial movement (pergerakan 66 dan 98)

Tugas

Sistem Politik Indonesia

Disusun oleh:

Yudi Bowo Prasetya (071311133051)

PRODI ILMU ADMINISTRASI NEGARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS AIRLANGGA

SURABAYA

Page 2: Sosial movement (pergerakan 66 dan 98)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Social Movement adalah gerakan yang dilakukan oleh masyarakat dalam jumlah

besar untuk melakukan suatu perubahan ataupun menentang perubahan. Di Indonesia,

banyak terjadi sosial movement terutama pada masa orde lama ketika politik sebagai

panglima utama dan orde baru yaitu rezim Suharto selama 32 tahun yang mana

mahasiswa menjadi pemeran utamanya. Ada beberapa faktor yang menyebabkan

pergerakan itu muncul.

Neil Smelser memberikan pendekatan yang lebih komprehensif dalam munculnya

perilaku kolektif atau gerakan sosial. Menurutnya, ada enam syarat pra-kondisi yang

harus terjadi; struktural (structural conducivenes), ketegangan struktural (structural

strain), kemunculan dan penyebaran pandangan (Spread of a generalized belief), faktor

pemercepat (precipitating factors), Mobilisasi tindakan (mobilization for action), dan

pelaksanaan kontrol sosial (operation of social control).

1.2 Rumusan Masalah

1. Mengapa terjadinya gerakan 66 dan gerakan 98 dilihat dari 6 unsur Neil Smelser?

2. Perubahan Sosial Politik Apakah Yang Terjadi Setelah Gerakan?

1.3 Tujuan Penulisan

1. Mengetahui latar belakang lahirnnya pergerakan-pergerakan (gerakan 66 dan

gerakan 98) di Indonesia.

2. Mengetahui perubahan sosial politik yang terjadi setelah gerakan tersebut.

1

Page 3: Sosial movement (pergerakan 66 dan 98)

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Seputar Aksi demonstrasi TRITURA Masyarakat dan Mahasiswa 1966

(Structural Conducivenes) Pertama kondisi sosial masyarakat saat itu yang

mendukung aksi-aksi mahasiswa.

Faktor ekonomi. Pada saat itu terjadi Inflasi yang mencapai 650% sehingga

membuat harga makanan melambung tinggi akibatnya rakyat banyak yang kelaparan.

Akibat dari inflasi tersebut, banyak rakyat Indonesia yang sehari-hari hanya makan

dengan makanan yang kurang bergizi. . Tidak hanya itu, pakaian mereka menggunakan

kain dari karung.

Disaat rakyat sedang mengalami penderitaan, menteri-menteri bidang ekonomi

dan keuangan dari kabinet Dwikora pada bulan Desember sedang mempersiapkan suatu

perubahan kebijakan ekonomi-keuangan yang menimbulkan kontroversi besar dan

menjadi salah satu sebab jatuhnya kabinet Dwikora.”Menteri-menteri tersebut melahirkan

suatu keputusan baru, yaitu Devaluasi Rupiah lama menjadi Rupiah baru dengan Kurs

Rp.1.- baru = Rp.1000.- lama” (Wibisono, 1970). Keputusan merupakan politik

penyesuaian harga pemerintah, yaitu kenaikan secara sistematis dan menyeluruh dari

jasa-jasa dan produk yang dikuasai pemerintah. Namun kebijakan tersebut sangat

memberatkan rakyat kecil.

Selanjutnya adanya penetapan presiden tentang kebijakan. Menteri Negara Urusan

Minyak dan Gas Bumi, membuat Surat Keputusan No. 216/M/Migas/66 tertanggal 3

Januari 1966. Dalam SK tersebut memutuskan kenaikan tarif harga minyak bumi dan

bahan bakar sebagai berikut :

1. Harga bensin dinaikkan empat kali lipat, dari harga Rp.250.- (mata uang lama)

menjadi Rp.1- (uang baru).Selain itu, harga minyak tanah naik dari Rp.150-

menjadi Rp.400.- (uang lama).

2. Ongkos Postel (Pos dan Telekomunikasi) dinaikkan menjadi 10 kali lipat.

Sehingga, tarif kereta api dinaikkan 500%.

2

Page 4: Sosial movement (pergerakan 66 dan 98)

3. Naiknya tarif bus PPD untuk ibukota menjadi Rp.1000,- (uang lama) yang situasi

ekonomi ini membuat kesengsaraan rakyat. Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia

(KAMI), mengeluarkan pernyataan pada tanggal 6 Januari 1966 dan mendesak

agar keputusan tentang kenaikan harga dan tarif ditinjau kembali.

(Structural Strain) Kedua adanya kesamaan rasa, yaitu kesengsaraan dan

kecemasan rakyat terhadap pemerintah,

Mahasiswa disini merupakan perwakilan dalam meneriakan aspirasi dari rakyat

terhadap keadaan politik, sosial, ekonomi, masyarakat dan pemerintahan waktu itu yang

telah mengarah kepada kehancuran dan konflik di antara para elite politik yang berkuasa

dalam pemerintahan. Sehingga timbul kecemasan rakyat di seluruh tanah air terhadap

kelangsungan hidup negara. Situsai ekonomi yang sangat kacau pada saat itu salah

satunya karena pemerintah menerapkan politik sebagai panglima tanpa memperhatikan

kesejahteraan rakyat. Akibatnya, harga yang melambung tinggi mengakibatkan antrian-

antrian pembeli kebutuhan pokok menjadi pandangan sehari-hari. Mahasiswa dan pelajar

lainnya yang pada tahun 1966 turun kejalan raya untuk meneriakan aspirasi masyarakat

dengan berdemontrasi.

(Spread of a Generalized Belief) Ketiga gagasan dan tuntutan yang menjadi

pendorong gerakan.

Organisasi Pemuda dan Mahasiswa ikut masuk kedalam rana politik dan pada

puncaknya melahirkan TRITURA yang merupakan salah satu refleksi penderitaan rakyat.

Penyusunan Tritura menurut Cosmas Batubara, “perumusan itu terjadi dalam suatu rapat

pada 9 Januari 1966 malam di kantor pusat KAMI Pusat, Jalan Sam Ratulangi, Jakarta.

Beberapa orang yang menurut ingatannya hadir dalam pertemuan itu adalah Zamroni,

Savarmus Suardi, dan Ismid Hadad” (Batubara, 2007). Menurut Ismid Hadad, yang

waktu itu memimpin Biro Penerangan KAMI Pusat, pada awal Januari 1966 itu beberapa

kelompok mahasiswa mengadakan berbagai pertemuan guna membahas perkembangan

dan membuat rencana hasilnya adalah berbagai konsep untuk mengatasi masalah. "Ada

sekitar 10 sampai 12 konsep," Ia bersama Savarinus Suardi, dan seorang yang tak

diingatnya lagi, dltugasi merumuskan kembali konsep-konsep. Dari belasan konsep itu,

3

Page 5: Sosial movement (pergerakan 66 dan 98)

ada tiga hal yang menonjol: tuntutan untuk menurunkan harga, pembubaran PKI, dan

perombakan Kabinet Dwikora. Tiga hal itu akhirnya diberi nama Tri-Tuntutan Rakyat,

disingkat menjadi Tritura. Berbagai protes aksi massa dan demonstrasi menggelora

diseluruh kota-kota di Indonesia, khususnya Jakarta, menuntut agar TRITURA segera

dilaksanakan. Pada 8 Januari 1966, para demonstran mahasiswa itu pun bergerak setelah

rapat umum usai, menuju gedung Sekretariat Negara, di Jalan Veteran. Dalam perjalanan

ke Sekertariat Negara rakyat dipinggir jalan terheran–heran apa maksud para mahasiswa

itu. Segera setelah mendengar teriakan “Turunkan harga” maka mereka kemudian

tersenyum ikut berteriak, pengendara becak juga ikut berteriak setuju. Teriakan yel-yel

mereka membakar semangat, seperti "Turunkan Harga Beras", "Singkirkan Menteri yang

Tidak Becus", "Ganyang Subandrio" dan lain-lain. Pemerintah sendiri tidak dapat

mengendalikan aksi Mahasiswa, yang tanggal 10 januari 1966 melanjutkan kembali aksi

mereka.

(Precipitating Factors) Keempat adanya faktor pemicu yaitu penculikan dan

pembunuhan.

Gerakan 30 September 1965

Peristiwa Gerakan 30 September, diawali dengan menculik sejumlah petinggi di

jajaran Tentara. Selanjutnya mereka bunuh dengan keji, kemudian mayat dimasukkan

kedalam lubang Buaya. “Keenam perwira tinggi yang dibunuh tersebut adalah”

(Poesponegoro dan Notosusanto, 2009: 484):

1. Menteri/ Panglima Angkatan Darat (Men/ Pangad) Letnan Jendral Ahmad Yani;

2. Deputi II Pangad, Mayor Jendral R. Soeprapto;

3. Deputi III Pangad, Mayor Harjono Mas Tirtodarmo;

4. Asisten I Pangad, Mayor Jendral Siswondo Parman;

5. Asisten IV Pangad, Brigadier Jendral Donald Izacus Pandjaitan;

6. Inspektur Kehakiman/ Oditur Jendral Angkatan Darat, Brigadier Jendral Soetojo

Siswomihardjo.

Ada satu orang lagi yang dibunuh bersamaan dengan keenam perwira tinggi, yaitu

Kapten (Anumerta) Pierre Andreas Tendean. Peristiwa Gerakan 30 September adalah

4

Page 6: Sosial movement (pergerakan 66 dan 98)

peristiwa bersejarah, yang menjadi noda bangsa Indonesia. Kekejaman PKI yang

membunuh para jendral tersebut, menimbulkan kemarahan rakyat diseluruh tanah air.

(Mobilization for Action) Kelima adanya usaha mobilisasi aksi dengan berbagai

elemen masyarakat.

Pada awalnya sebelum gerakan ini terjadi, pada tahun 1965 terjadinya Gerakan 30

September. Gerakan mahasiswapun menuntut apa yang disebut dengan “TRITURA (Tri

Tuntutan Rakyat)” yang isinya:

1.      Bubarkan PKI.

2.      Retool Kabinet Dwikora.

3.      Turunkan harga/ perbaikan ekonomi.

Dan akhirnya gerakan ini berhasil membangun sebuah kepercayaan masyarakat

agar mendukung mahasiswa dan menentang Komunis yang ditunggangi oleh PKI (Partai

Komunis Indonesia). Setelah berhasil dan orde baru muncul, banyaknya aktivis 1966

yang duduk dalam kabibet pemerintahan ORBA. Mungkin dapat dikatakan bahwa

gerakan mahasiswa angkatan 66 ini mempunyai hubungan erat dengan kekuatan militer.

Pada angkatan 66 ini  ada salah satu tokoh yang sangat idealis, dia adalah Soe

Hok Gie. Dia menjadi panutan bagi mahasiswa-mahasiswa yang idealis  sampai

sekarang. Selain itu, dia juga seorang aktivis yang tidak peduli mau dimusuhi atau

didekati yang penting pandangan idealisnya tercurahkan untuk bangsa Indonesia.

(Operation of Social Control) Dan terakhir adalah adanya tekanan dari negara atau

bentuk kontrol sosial lainnya yang berusaha menggagalkan/menggangu proses

perubahan.

Usaha Membubarkan Demonstrasi Gagal. Kodam jaya mendengar aksi mogok ini

dan kemudian mendatangkan tentara dengan tujuan untuk membubarkan demonstrasi

tersebut. Begitu tentara itu datang mereka disambut dengan teriakan “ Hidup ABRI”.

Mereka saling merangkul dan ABRI yang mau membubarkan demonstrasi itu tidak bisa

berb uat apa-apa selain tersenyum. Beberapa diantara anggota ABRI itu mereka gotong

dan mereka dukung.

5

Page 7: Sosial movement (pergerakan 66 dan 98)

Usaha membubarkan demonstrasi itu gagal total. Kemudian datang pula panser

dari kodam V jaya dengan tujuan yang sama. Begitu panser datang para mahasiswa

kemudian duduk dijalanan. ada yang berbaring. Mobil-mobil yang diparkir dijalan

nusantara mereka dorong ketengah jalan. Akibatnya panser itu tidak bisa maju.

Komandan panser, letnan Siregar, disambut oleh para Mahasiswa dengan teriakan “

Horas”, lantas tersenyum. Itu sudah cukup untuk membuat persahabatn antara keduabelah

pihak yang saling bertentangan. Begitu panser berhenti mereka naik keatas dan

mengadakan foto-foto bersama diatas kendaraan lapis baja tersebut. Akhirnya panser

setelah menunggu agak lama, pulang tanpa berhasil membubarkan para demonstran

tersebut.

2.2 Gerakan Mahasiswa dan Masyarakat Indonesia Tahun 1998

(Structural Conducivenes) Pertama kondisi sosial masyarakat saat itu yang

mendukung aksi-aksi mahasiswa.

Sebenarnya gerakan reformasi yang dipelopori mahasiswa pada tahun 1998 ini

merupakan akumulasi dari kekesalan rakyat sejak awal orde baru, sehingga terlihat

kekesalan rakyat yang sudah sangat complicated atau kompleks itu akhirnya berujung

pada kemarahan publik terhadap pemerintah yang berlangsung di akhir dekade 90’an.

Ada berbagai faktor yang mendorong mahasiswa melakukan pergerakan menuntut

reformasi, antara lain:

1. Penyalahgunaan wewenang Soeharto sebagai presiden

a. KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme) yang merajalela

Banyak kasus-kasus KKN yang melibatkan para pejabat yang tidak diusut sama sekali.

Tentu saja hal ini membuat jurang pemisah antara si kaya dan si miskin menjadi semakin

lebar.

b. Pencurian kekayaan Negara

Dalam buku panduan yang dikeluarkan PBB, dalam peluncuran prakarsa penemuan

kembali kekayaan yang dicuri (Stolen Asset Recovery (StAR) Initiative di Markas Besar

PBB, New York, disebutkan bahwa Soeharto (1967-1998) berada dalam daftar urutan

pertama pencurian aset Negara, dengan total diperkirakan 15 miliar dolar hingga 35

6

Page 8: Sosial movement (pergerakan 66 dan 98)

miliar dolar AS. Selain itu, enam anak Soeharto pun dimanjakan dengan pemilikan saham

dalam jumlah signifikan sekurang-kurangnya di 564 perusahaan, dan kekayaan luar

negeri mereka mencakup ratusan perusahaan-perusahaan lainnya.

c. Sistem pemerintahan yang berubah menjadi otoriter

Untuk melanggengkan kekuasaannya, Soeharto lancarkan beberapa strategi selama

memimpin, antara lain:

Melakukan penyederhanaan/fusi partai-partai saingan Golkar untuk mempersempit ruang

gerak lawan politiknya.

Membredel media massa yang mengkritik pemerintah, contohnya Harian Sinar Harapan

(1986), Tempo, Editor dan Detik (1994).

Membungkam mahasiswa melalui pemberlakuan Normalisasi Kehidupan Kampus/Badan

Koordinasi Kemahasiswaan (NKK/BKK) pasca tragedi Malari.

Memberlakukan UU Subversi, yang bisa “mengamankan” para pengkritik kebijakan

pemerintah.

d. Pembangunan yang semu

Pembangunan di Indonesia dinilai semu belaka, karena untuk melaksanakan

pembangunan Soeharto hanya memanfaatkan pinjaman hutang luar negeri dan

penanaman modal asing. Pembangunan keropos tersebut akhirnya menjerumuskan

Indonesia ke titik ekonomi terburuk saat terjadi krisis moneter yang melanda Asia pada

akhir dekade 90’an.

2. Krisis moneter

Krisis moneter yang melanda Indonesia dan Negara-negara Asia lainnya membuat

nilai rupiah anjlok hingga sempat menyentuh level Rp 20.000 per US$, harga-harga

kebutuhan pun melambung tinggi, sehingga daya beli masyarakat berkurang.

3. Kondisi sosial masyarakat

Kondisi masyarakat menjadi tidak menentu seiring krisis moneter yang melanda

kawasan Asia. Kerusuhan pun banyak terjadi di berbagai daerah, tidak sedikit kerusuhan

yang berbau SARA, seperti di Sambas, Poso dan Ambon.

7

Page 9: Sosial movement (pergerakan 66 dan 98)

(Structural Strain) Kedua adanya kesamaan rasa tertindas oleh pemerintah.

Yakni suatu kolektivitas yang melakukan kegiatan dengan kadar kesinambungan

tertentu untuk menunjang atau menolak perubahan yang terjadi dalam masyarakat atau

kelompok yang mencakup kolektivitas itu sendiri. Sehingga disini dapat dilihat bahwa

masyarakat atau kelompok yang melakukan suatu gerakan sosial merasakan adanya

persamaan nasib –yang biasanya bersifat negatif. Dalam kaitannya dengan gerakan

mahasiswa 1998, teori ini cukup relevan. Krisis ekonomi yang parah sejak Juli 1997

menimbulkan kesenjangan antara harapan dan kenyataan. Adanya kesamaan rasa

tertindas oleh pemerintah seperti yang telah dijelaskan diatas (poin 1c), pemerintahan

yang dijalankan presiden Soeharto berlangsung secara otoriter. Sebagian besar rakyat

merasa tertindas karena hak-haknya tidak diperhatikan, begitu pula dengan mahasiswa

yang selalu dibuat bungkam oleh pemerintah. Oleh karena itulah tekanan yang dialami

para mahasiswa untuk bangkit melawan ketertindasan semakin kuat. Mahasiswa dan

masyarakat kelas menengah Indonesia, yang selama ini terkesan diam dan menurut pada

pemerintah, mulai gelisah dan akhirnya melakukan suatu gerakan reformasi dikarenakan

adanya persamaan nasib yang kemudian memunculkan suatu perilaku kolektif untuk

memperjuangkan perubahan sosial.

(Spread of a Generalized Belief) Ketiga penyebaran serta gagasan dengan landasan

kebenaran, hak asasi manusia dan rakyat sebagai dasar perjuangan.

Para mahasiswa menuntut reformasi dengan mengajukan enam agenda, antara

lain:

Suksesi kepemimpinan nasional

Amendemen UUD 1945

Pemberantasan KKN

Penghapusan dwifungsi ABRI

Penegakan supremasi hukum

Pelaksanaan otonomi daerah.

(Precipitating Factors) Keempat adanya faktor pemicu dengan gugurnya

mahasiswa Universitas Trisakti yang kemudian berlanjut pada peristiwa lainnya.

8

Page 10: Sosial movement (pergerakan 66 dan 98)

Faktor inilah yang paling menyulut kemarahan para mahasiswa. Gugurnya empat

mahasiswa Universitas Trisakti ini membakar semangat para mahasiswa untuk terus maju

dan melakukan aksi, yang kemudian berlanjut pada peristiwa lainnya.

Atas dasar faktor-faktor diatas, kekesalan rakyat dan mahasiswa yang terakumulasi itu

akhirnya tak dapat terbendung lagi. Akibatnya meletuslah berbagai demonstrasi dan

kerusuhan dimana-mana.

(Mobilization for Action) Kelima adanya usaha mobilisasi aksi dengan berbagai

elemen masyarakat.

Gerakan mahasiswa pada tahun 1998-tepatnya bulan Mei-cenderung pada

perilaku kerumunan aksi dimana aksi demonstrasi mereka lakukan secara terus menerus

dengan mengandalkan mobilisasi massa demi tujuan bersama.

Pada awal 1998 sebenarnya belum ada tanda-tanda bahwa akan muncul gerakan yang

berarti untuk melawan kekuasaan Soeharto. Awalnya, aksi keprihatinan hanya di dalam

kampus dan hanya melibatkan segelintir mahasiswa. Di luar kampus, sejumlah elemen

ekstra kampus pun masih memprotes sebatas wacana dan sesekali tampil di media massa.

Aksi-aksi perlawanan berskala kecil baru muncul pada Maret 1998, beberapa saat

menjelang MPR akan mengukuhkan kembali Soeharto sebagai presiden RI untuk ketujuh

kalinya. Semula gerakan ini hanya berupa demonstrasi di kampus-kampus di berbagai

daerah. Akan tetapi, para mahasiswa akhirnya memutuskan untuk turun ke jalan karena

aspirasi mereka tidak mendapatkan jalan keluar. Keputusan untuk turun ke jalan ini

membuat aparat kepolisian beserta militer selalu menjaga ketat setiap aksi yang

dilakukan oleh mahasiswa, tak pelak aksi-aksi yang berlangsung sepanjang April hingga

pertengahan Mei hampir selalu berakhir dengan bentrok antara mahasiswa dengan aparat.

Namun kekerasan demi kekerasan itu tidak menyurutkan nyali mahasiswa. Gerakan

mahasiswa dalam waktu singkat menjadi tren di kampus-kampus, dimulai dari

Universitas Indonesia (UI) lalu menyebar ke perguruan tinggi lain di berbagai kota.

Atmosfer gerakan mahasiswa semakin hari semakin besar dan tidak bisa ditahan. Para

mahasiswa kemudian menuntut reformasi dengan mengajukan enam agenda, antara lain:

Suksesi kepemimpinan nasional

Amendemen UUD 1945

9

Page 11: Sosial movement (pergerakan 66 dan 98)

Pemberantasan KKN

Penghapusan dwifungsi ABRI

Penegakan supremasi hukum

Pelaksanaan otonomi daerah.

Tapi sesungguhnya agenda utama gerakan reformasi ini adalah menuntut

turunnya Soeharto dari jabatan presiden. Mereka juga membuat slogan "Turunkan Harga"

yang juga dapat diartikan "Turunkan Harto dan Keluarga", karena Siti Hardiyanti

Rukmana (Mbak Tutut) dan Bob Hasan, masuk dalam Kabinet Pembangunan VII.

Gedung wakil rakyat, yaitu Gedung MPR/ DPR dan gedung-gedung DPRD di daerah,

menjadi tujuan utama mahasiswa dari berbagai kota di Indonesia. Berikut ini kronologi

beberapa peristiwa penting selama gerakan reformasi yang memuncak pada tahun 1998:

1) Demonstrasi Mahasiswa

Desakan atas pelaksanaan reformasi dalam kehidupan nasional dilakukan

mahasiswa dan kelompok pro-reformasi. Pada tanggal 7 Mei 1998 terjadi demonstrasi

mahasiswa di Universitas Jayabaya, Jakarta. Demonstrasi ini berakhir bentrok dengan

aparat dan mengakibatkan 52 mahasiswa terluka. Sehari kemudian pada tanggal 8 Mei

1998 demonstrasi mahasiswa terjadi di Yogyakarta (UGM dan sekitarnya). Demonstrasi

ini juga berakhir bentrok dengan aparat dan menewaskan seorang mahasiswa bernama

Moses Gatotkaca. Dalam kondisi ini, Presiden Soeharto justru malah berangkat ke Kairo,

Mesir tanggal 9 Mei 1998 untuk menghadiri sidang KTT Non-Blok.

2) Peristiwa Trisaktisz

Tuntutan agar Presiden Soeharto mundur semakin kencang disuarakan mahasiswa

di berbagai tempat. Tidak jarang hal ini mengakibatkan bentrokan dengan aparat

keamanan. Setelah keadaan semakin panas dan hampir setiap hari ada demonstrasi

tampaknya sikap Brimob dan militer semakin keras terhadap mahasiswa, apalagi sejak

mereka berani turun ke jalan. Pada tanggal 12 Mei 1998 ribuan mahasiswa Trisakti

melakukan demonstrasi menolak pemilihan kembali Soeharto sebagai Presinden

Indonesia saat itu yang telah terpilih berulang kali sejak awal orde baru. Mereka juga

menuntut pemulihan keadaan ekonomi Indonesia yang dilanda krisis sejak tahun 1997.

Mahasiswa bergerak dari Kampus Trisakti di Grogol menuju ke Gedung DPR/MPR di

Slipi. Dihadang oleh aparat kepolisian mengharuskan mereka kembali ke kampus dan

10

Page 12: Sosial movement (pergerakan 66 dan 98)

sore harinya terjadilah penembakan terhadap mahasiswa Trisakti. Penembakan itu

berlangsung sepanjang sore hari dan mengakibatkan 4 mahasiswa Trisakti meninggal

dunia, mereka adalah Elang Mulya Lesmana, Heri Hertanto, Hendriawan Sie, dan

Hafidhin Royan. Keempat korban meninggal tersebut kemudian didaulat sebagai

pahlawan reformasi oleh beberapa kalangan. Selain korban meninggal, puluhan orang

lainnya baik mahasiswa dan masyarakat juga harus dilarikan ke masuk rumah sakit

karena terluka.

3) Kerusuhan 12-15 Mei 1998

Penembakan aparat di Universitas Trisakti itu menyulut demonstrasi yang lebih

besar. Pada tanggal 12-13 Mei 1998 terjadi kerusuhan, pembakaran, dan penjarahan di

Jakarta dan Solo. Kerusuhan ini bukan didominasi oleh mahasiswa, melainkan

didominasi oleh warga. Warga yang marah terhadap kebrutalan aparat keamanan atas

meninggalnya 4 mahasiswa trisakti, mengalihkan kemarahan pada orang Indonesia

sendiri yang keturunan, terutama keturunan Cina. Kondisi ini memaksa Presiden

Soeharto mempercepat kepulangannya dari Mesir. Sementara itu, mulai tanggal 14 Mei

1998 demonstrasi mahasiswa semakin meluas. Bahkan, para demonstran mulai

menduduki gedung-gedung pemerintah di pusat dan daerah.

4) Pendudukan Gedung MPR/DPR

Dalam keadaan yang mulai terkendali setelah mencekam selama beberapa hari

sejak tertembaknya mahasiswa Trisakti dan terjadinya kerusuhan besar di Indonesia,

tanggal 18 Mei 1998 hari Senin siang, ribuan mahasiswa berkumpul di depan gedung

DPR/MPR dan dihadang oleh tentara yang bersenjata lengkap, bukan lagi aparat

kepolisian. Tuntutan mereka yang utama adalah pengusutan penembakan mahasiswa

Trisakti, penolakan terhadap penunjukan Soeharto sebagai Presiden kembali, pembubaran

DPR/MPR 1998, pembentukan pemerintahan baru, dan pemulihan ekonomi secepatnya.

Kedatangan ribuan mahasiwa ke gedung DPR/MPR saat itu begitu menegangkan dan

nyaris terjadi insiden, namun para mahasiswa tidak panik dan tidak terpancing untuk

melarikan diri sehingga tentara tidak dapat memukul mundur mahasiswa dari gedung

DPR/MPR. Akhirnya mahasiswa melakukan pembicaraan dengan pihak keamanan

selanjutnya membubarkan diri pada sore hari dan pulang dengan menumpang bus umum.

11

Page 13: Sosial movement (pergerakan 66 dan 98)

Keesokan harinya mahasiswa yang mendatangi gedung DPR/MPR semakin banyak dan

lebih dari itu mereka berhasil menginap dan menduduki gedung itu selama beberapa hari.

Keberhasilan meduduki gedung DPR/MPR mengundang semakin banyaknya mahasiswa

dari luar Jakarta untuk datang dan turut menginap di gedung tersebut. Mereka mau

menunjukkan kalau reformasi itu bukan hanya milik Jakarta tapi milik semua orang

Indonesia.

5) Pengunduran Diri Presiden Soeharto

Setelah melihat kondisi yang semakin kacau, terlebih dengan pendudukan gedung

MPR/DPR oleh mahasiswa, Soeharto akhirnya menyerah pada tuntutan rakyat yang

menghendaki dia tidak menjadi Presiden lagi. Akhirnya, pada pukul 09.00 WIB Presiden

Soeharto membacakan pernyataan pengunduran dirinya. Soeharto mengundurkan diri

dari jabatan presiden yang telah dipegang selama 32 tahun. Beliau mengucapkan terima

kasih dan mohon maaf kepada seluruh rakyat Indonesia. Beliau kemudian digantikan B.J.

Habibie. Sejak saat itu Indonesia memasuki era reformasi.

Namun tampaknya tak semudah itu reformasi dimenangkan oleh rakyat Indonesia

karena ia meninggalkan kursi kepresidenan dengan menyerahkan secara sepihak tampuk

kedaulatan rakyat begitu saja kepada Habibie. Ini mengundang perdebatan hukum dan

penolakan dari masyarakat. Bahkan dengan tegas sebagian besar mahasiswa menyatakan

bahwa Habibie bukan Presiden Indonesia. Mereka tetap bertahan di gedung DPR/MPR

sampai akhirnya diserbu oleh tentara dan semua mahasiswa digusur dan diungsikan ke

kampus-kampus terdekat. Paling banyak yang menampung mahasiswa pada saat evakuasi

tersebut adalah kampus Atma Jaya Jakarta yang terletak di Semanggi.

Itulah periodisasi pergerakan mahasiswa yang bersatu melakukan aksi menentang

Soeharto sejak pertengahan 1997 sampai mundurnya Soeharto pada 21 Mei 1998.

Keberhasilan mahasiswa ini tidak terlepas dari berbagai unsur pendukung, seperti krisis

moneter dan membelotnya para kroni Soeharto yang sering disebut dengan sebutan

“brutus” pada waktu itu.

12

Page 14: Sosial movement (pergerakan 66 dan 98)

(Operation of Social Control) Dan terakhir adalah adanya tekanan dari negara atau

bentuk kontrol sosial lainnya yang berusaha menggagalkan/menggangu proses

perubahan.

Kegiatan demontrasi dihadang oleh aparat kepolisian mengharuskan mereka

kembali ke kampus dan sore harinya terjadilah penembakan terhadap mahasiswa Trisakti.

Dan juga sikap Brimob dan militer semakin keras terhadap mahasiswa, apalagi sejak

mereka berani turun ke jalan.

2.3 Perubahan Sosial Politik yang Terjadi setelah Gerakan

Pasca gerakan 66, kembalinya kedudukan UUD 1945 dan Pancasila. Hilangnya

partai komunis. kebijakan pemerintah tidak lagi lebih mengutamakan kepentingan politik,

yang pada waktu itu politik ini sendiri di jadikan sebagai panglima atau di agungkan

begitu tinggi tanpa memperhatikan perekonomian ataupun kesejahteraan rakyat.

Eksekutif pun beralih dan berpihak kepada rakayat, yaitu dengan dikeluarkannya

SUPERSEMAR (surat perintah sebelas maret) dari Presiden Sukarno kepada penerima

mandat Suharto. Peralihan ini menandai berakhirnya ORLA (orde lama) dan berpindah

kepada ORBA (orde baru). Angkatan 66 pun mendapat hadiah yaitu dengan banyaknya

aktivis 66 yang duduk dalam kabibet pemerintahan ORBA.

Pasca gerakan 98, runtuhnya rezim Suharto dan terwujudnya Reformasi.

Pergantian rezim otoriter yang berkuasa dengan menggunakan isu-isu moral. Dalam

konteks reformasi pada tahun 1998, terjadi perubahan-perubahan yang cukup signifikan

dalam kehidupan sehari-hari. Pengekangan yang dulu dilakukan oleh rezim Orde Baru

diberbagai sektor berangsur-angsur dihilangkan. Sebagai salah satu contoh adalah

kebebasan berpendapat yang dulu menjadi ‘barang haram’ sekarang relatif lebih terbuka.

Kemudian isu tentang nilai-nilai Hak Asasi Manusia kemudian menjadi salah satu

indikator dalam pembangunan. Masyarakat yang dulunya apolitis dan cenderung pasif

pada sistem politik terdahulu mulai terlibat dalam berbagai kegiatan politik praktis.

Sebagai salah satu indikator adalah berdirinya berbagai partai politik di Indonesia.

13

Page 15: Sosial movement (pergerakan 66 dan 98)

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Gerakan 66. Dikenal dengan istilah angkatan 66, gerakan ini awal kebangkitan

gerakan mahasiswa secara nasional, dimana sebelumnya gerakan-gerakan mahasiswa

masih bersifat kedaerahan. Tokoh-tokoh mahasiswa saat itu adalah mereka yang sekarang

berada pada lingkar kekuasaan dan pernah pada lingkar kekuasaan, siapa yang tak kenal

dengan Akbar Tanjung dan Cosmas Batubara. Apalagi Sebut saja Akbar Tanjung yang

pernah menjabat sebagai Ketua DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) periode tahun 1999-

2004.

Angkatan 66 mengangkat isu Komunis sebagai bahaya laten Negara. Gerakan ini

berhasil membangun kepercayaan masyarakat untuk mendukung mahasiswa menentang

Komunis yang ditukangi oleh PKI (Partai Komunis Indonesia). Eksekutif pun beralih dan

berpihak kepada rakayat, yaitu dengan dikeluarkannya SUPERSEMAR (surat perintah

sebelas maret) dari Presiden Sukarno kepada penerima mandat Suharto. Peralihan ini

menandai berakhirnya ORLA (orde lama) dan berpindah kepada ORBA (orde baru).

Angkatan 66 pun mendapat hadiah yaitu dengan banyaknya aktivis 66 yang duduk dalam

kabibet pemerintahan ORBA.

Gerakan 98. Melihat pemaparan diatas, jelas bahwa gerakan mahasiswa pada

tahun 1998 adalah satu proses reformasi dalam perubahan sosial. Reformas, gerakan yang

hanya bertujuan untuk mengubah sebagian institusi dan nilai. Lebih jauh lagi, gerakan ini

merupakan upaya untuk memajukan masyarakat tanpa banyak mengubah struktur

dasarnya. Gerakan semacam ini biasanya muncul di negara-negara yang demokratis.

Disini dapat dilihat bahwa gerakan mahasiswa pada tahun 1998 adalah sebuah

bentuk gerakan reformasi yang menuntut perubahan sosial, dimana perubahan sosial yang

terjadi merupakan upaya untuk memajukan masyarakat tanpa mengubah struktur

dasarnya, sehingga gerakan ini dapat digolongkan pada gerakan reform dan bukan

14

Page 16: Sosial movement (pergerakan 66 dan 98)

gerakan yang sifatnya radikal. Gerakan mahasiswa saat itu melihat bahwa untuk

menjawab permasalahan yang dihadapi oleh Indonesia adalah pergantian rezim otoriter

yang berkuasa dengan menggunakan isu-isu moral.

Berbeda dengan gerakan mahasiswa 1966 yang memunculkan sejumlah tokoh dan

pemimpin, gerakan mahasiswa 1998 nyaris bergerak tanpa pemimpin. Gerakan itu juga

muncul tanpa didasarkan sebuah wacana dan agenda yang jelas, kecuali mengkristalnya

musuh bersama bernama Soeharto.

Dalam konteks reformasi pada tahun 1998, terjadi perubahan-perubahan yang

cukup signifikan dalam kehidupan sehari-hari. Pengekangan yang dulu dilakukan oleh

rezim Orde Baru diberbagai sektor berangsur-angsur dihilangkan. Sebagai salah satu

contoh adalah kebebasan berpendapat yang dulu menjadi ‘barang haram’ sekarang relatif

lebih terbuka. Kemudian isu tentang nilai-nilai Hak Asasi Manusia kemudian menjadi

salah satu indikator dalam pembangunan. Masyarakat yang dulunya apolitis dan

cenderung pasif pada sistem politik terdahulu mulai terlibat dalam berbagai kegiatan

politik praktis. Sebagai salah satu indikator adalah berdirinya berbagai partai politik di

Indonesia.

15