EVALUASI SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL: Kritik...

6
EVALUASI SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL: Kritik Moralis atas Kebijakan Ujian Nasional Written by Mudjia Rahardjo Saturday, 06 March 2010 01:58 - Last Updated Saturday, 06 March 2010 02:03 Charles Dickens, seorang sastrawan terkemuka Inggris abad 19, dikenal pula sebagai kritikus sosial sangat galak. Hampir tidak ada lembaga sosial yang tidak dia kritik. Anehnya, Dickens (artinya setan atau sompret) ini diakui bisa mengkritik setiap orang tanpa meresahkan seorang pun ( attacking everybody, agonizing nobody ). Karuan saja, orang jadi penasaran, mengapa demikian? Belakangan, setelah ditelaah lebih mendalam, diketahui bahwa genre kritik yang dibawakan oleh Dickens bisa dikategorikan sebagai kritik moralis, dan bukan kritik revolusioner. Seperti seorang teknisi komputer, Dickens memeriksa seluruh komponen yang rusak, mengajukan saran pembenahan, dan bahkan ikut melakukan pembenahan justru agar komputer itu dapat bekerja secara gegas. Sajian ini, bisa dikategorikan sebagai kritik moralis pula, karena diajukan bukan untuk mengganti sistem, melainkan justru agar sistem tersebut bekerja sebagaimana diharapkan. Bahkan terhadap pro-kontra ujian nasional pun, sajian ini mengambil sikap tegas menyetujui, walaupun dengan sejumlah catatan di sana sini. Pengendalian mutu pendidikan mendapatkan tempat tersendiri dalam Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Masing-masing adalah evaluasi, akreditasi, dan sertifikasi. Ketiganya, ternyata, telah mendapatkan reaksi yang beraneka-ragam. Secara khusus, sajian pendek ini bermaksud mencermati evaluasi, yang salah satunya dilakukan melalui ujian nasional untuk jenjang sekolah menengah. Sebagai titik-tolak, berikut adalah petikan beberapa pasal yang menyangkut evaluasi. Pasal 57 (1)         Evaluasi dilakukan dalam rangka pengendalian mutu pendidikan secara nasional sebagai be (2)         Evaluasi dilakukan terhadap peserta didik, lembaga, dan program pendidikan pada jalur form 1 / 6

Transcript of EVALUASI SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL: Kritik...

Page 1: EVALUASI SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL: Kritik …mudjiarahardjo.uin-malang.ac.id/artikel/142-evaluasi-sistem... · 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. ... diskusikan isi

EVALUASI SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL: Kritik Moralis atas Kebijakan Ujian Nasional

Written by Mudjia RahardjoSaturday, 06 March 2010 01:58 - Last Updated Saturday, 06 March 2010 02:03

Charles Dickens, seorang sastrawan terkemuka Inggris abad 19, dikenal pula sebagai kritikussosial sangat galak. Hampir tidak ada lembaga sosial yang tidak dia kritik. Anehnya, Dickens(artinya setan atau sompret) ini diakui bisa mengkritik setiap orang tanpa meresahkan seorangpun (attacking everybody, agonizing nobody). Karuan saja, orang jadi penasaran, mengapademikian?

Belakangan, setelah ditelaah lebih mendalam, diketahui bahwa genre kritik yang dibawakanoleh Dickens bisa dikategorikan sebagai kritik moralis, dan bukan kritik revolusioner. Sepertiseorang teknisi komputer, Dickens memeriksa seluruh komponen yang rusak, mengajukansaran pembenahan, dan bahkan ikut melakukan pembenahan justru agar komputer itu dapatbekerja secara gegas.

Sajian ini, bisa dikategorikan sebagai kritik moralis pula, karena diajukan bukan untukmengganti sistem, melainkan justru agar sistem tersebut bekerja sebagaimana diharapkan.Bahkan terhadap pro-kontra ujian nasional pun, sajian ini mengambil sikap tegas menyetujui,walaupun dengan sejumlah catatan di sana sini.

Pengendalian mutu pendidikan mendapatkan tempat tersendiri dalam Undang-undang Nomor20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.  Masing-masing adalah evaluasi,akreditasi, dan sertifikasi. Ketiganya, ternyata, telah mendapatkan reaksi yang beraneka-ragam.

Secara khusus, sajian pendek ini bermaksud mencermati evaluasi, yang salah satunyadilakukan melalui ujian nasional untuk jenjang sekolah menengah. Sebagai titik-tolak, berikutadalah petikan beberapa pasal yang menyangkut evaluasi.

Pasal 57

(1)          Evaluasi dilakukan dalam rangka pengendalian mutu pendidikan secara nasional sebagai bentuk akuntabilitas penyelenggara pendidikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan.

(2)          Evaluasi dilakukan terhadap peserta didik, lembaga, dan program pendidikan pada jalur formal dan nonformal untuk semua jenjang, satuan, dan jenis pendidikan.

1 / 6

Page 2: EVALUASI SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL: Kritik …mudjiarahardjo.uin-malang.ac.id/artikel/142-evaluasi-sistem... · 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. ... diskusikan isi

EVALUASI SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL: Kritik Moralis atas Kebijakan Ujian Nasional

Written by Mudjia RahardjoSaturday, 06 March 2010 01:58 - Last Updated Saturday, 06 March 2010 02:03

Pasal 58

(1)          Evaluasi hasil belajar peserta didik dilakukan oleh pendidik untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil belajar peserta didik secara berkesinambungan.

(2)          Evaluasi peserta didik, satuan pendidikan, dan program pendidikan dilakukan oleh lembaga mandiri secara berkala, menyeluruh, transparan, dan sistemik untuk menilai pencapaian standar nasional pendidikan.

Pasal 59

(1)          Pemerintah dan Pemerintah Daerah melakukan evaluasi terhadap pengelola, satuan, jalur, jenjang, dan jenis pendidikan.

(2)          Masyarakat dan/atau organisasi profesi dapat membentuk lembaga yang mandiri untuk melakukan evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 58.

(3)          Ketentuan mengenai evaluasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.

Diletakkan dalam konteks fungsi negara, pengendalian mutu pendidikan nasional merupakanbagian tak terpisahkan dari fungsi melindungi segenap warga negara dan tumpah darah.Negara, berdasarkan amanat undang-undang dasar tidak hanya berkewajiban mencerdaskanbangsa melalui pendidikan, tetapi juga berkewajiban untuk melindungi warga negara darilayanan pendidikan yang tidak memenuhi baku mutu nasional pendidikan. Pengendalian mutudemikian --- dalam bentuk evaluasi, akreditasi, dan sertifikasi --- tidak hanya diberlakukanterhadap lembaga pendidikan swasta, seperti jaman negaraisme tempo dulu, tetapi jugaterhadap lembaga pendidikan negeri.

Dalam perspektif pendidikan sebagai upaya sadar dan terencana, sudah barang tentupengendalian mutu juga sangat diperlukan. Ini diperlukan agar di masa depan usaha yangdilakukan lebih terarah, efisien, efektif dan relevan dengan perkembangan jaman dan

2 / 6

Page 3: EVALUASI SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL: Kritik …mudjiarahardjo.uin-malang.ac.id/artikel/142-evaluasi-sistem... · 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. ... diskusikan isi

EVALUASI SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL: Kritik Moralis atas Kebijakan Ujian Nasional

Written by Mudjia RahardjoSaturday, 06 March 2010 01:58 - Last Updated Saturday, 06 March 2010 02:03

masyarakat. Berdasarkan hasil evaluasi nasional, bisa dirancang kebijakan yang diperlukanuntuk mengoreksi kesalahan dan kekurangan yang ada.

Dalam perspektif ekonomi politik, layanan pendidikan harus dipandang sebagai jasa publikyang diselenggarakan oleh lembaga publik (public service served by public institutions).Lembaga pendidikan, baik negeri maupun swasta, sama-sama merupakan lembaga publik,karena mengerahkan dan menggunakan sumberdaya publik. Karena itu, agar tidak terjadipengkhianatan terhadap amanat publik, maka harus ada mekanisme untuk menjaminakuntabilitas publiknya. Evaluasi nasional merupakan bentuk pertanggung-gugatan publik.

Dalam perspektif teori sistem, maka sistem pendidikan merupakan komponen supra-sistempembangunan nasional. Berdampingan dan bersinergi dengan sistem ekonomi, politik,transportasi, dan lain-lain, diharapkan pendidikan memberikan partisipasi dan kontribusinyabagi pencapaian tujuan nasional. Karena itu, tolak-ukur paling sahih dari kemanfaatanpendidikan tidak bisa tidak harus ditakar berdasarkan kontribusinya bagi supra sistempembangunan nasional. Lebih jauh, tolak ukur kegunaan pendidikan tidak sekadar didasarkanpada hasil dan keluaran (product and output), tetapi manfaat (outcome) baik di tingkat individumaupun sosial. Implikasinya, sebagai komponen supra-sistem, lembaga pendidikan harusikhlas untuk menerima evaluasi eksternal (external evaluation), seperti lembaga kursus mengemudi yang harus bersedia apabila peserta didiknya dievaluasioleh kepolisian agar bisa mendapatkan surat ijin mengemudi.

Dalam perspektif sosiologi, pendidikan memiliki fungsi seleksi dan rekrutmen berdasarkanprinsip meritokrasi dan masyarakat berorientasi prestasi. Artinya,  memang mereka yangbenar-benar lulus berdasarkan prestasi dengan baku mutu yang sama yang memang diberikesempatan untuk menaiki tangga sosial. Harus dihindari model pengijazahan PGPS (PintarGoblok Penghargaan Sama), karena situasi demikian justru akan mengakibatkanberkembangnya rasa tak berdaya (powerless). Rasa tidak berdaya akan tampak padakeyakinan bahwa usaha dan prestasi seseorang ternyata tidak berhubungan secara langsungdengan perolehannya.

Walhasil, ada himbauan sangat kentara dari uraian berdasarkan sejumlah perspektif tersebut.Sudah waktunya kalangan pendidikan untuk “legowo” terhadap penilaian eksternal, sebab kalautidak, bukan tidak mungkin kalangan pendidikan terjebak dalam semangat menipu diri ataumalah berpuas-puas diri. Menipu diri karena telah begitu jumawa menyatakan bahwa kinerjalayanannya sudah baik. Berpuas-puas diri karena telah merencanakan sendiri, melaksanakansendiri, mengevaluasi sendiri, dan menyatakan keberhasilan pendidikan sendiri. Bila

3 / 6

Page 4: EVALUASI SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL: Kritik …mudjiarahardjo.uin-malang.ac.id/artikel/142-evaluasi-sistem... · 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. ... diskusikan isi

EVALUASI SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL: Kritik Moralis atas Kebijakan Ujian Nasional

Written by Mudjia RahardjoSaturday, 06 March 2010 01:58 - Last Updated Saturday, 06 March 2010 02:03

kecenderungan ini diteruskan, maka justru semuanya menjadi korban, karena akanmenyuburkan mentalitas “gila pujian, takut ujian”.

Karena itu, alih-alih menolak segala bentuk evaluasi eksternal, akan lebih bermanfaat apabilasegala usaha diarahkan untuk membantu peserta didik agar senantiasa siap untuk menghadapisegala macam bentuk ujian, baik dari dalam maupun dari luar. Ini berarti bahwa selain tetapdituntut agar para pendidik menyelenggarakan evaluasi formatif untuk perbaikan prosespembelajaran, juga melakukan dan atau menerima evaluasi sumatif untuk penentuankeberhasilan. Bukankah ada ungkapan bahwa “the function of evaluation is not only to proveany effort, but also to improve it ”.

Bagaimana mempersiapkan para siswa menghadapi evaluasi, baik internal maupun eksternal?

Pertama, para guru harus meluangkan waktu untuk mengajarkan strategi mengerjakan ujian.Melalui langkah ini, para siswa dibantu menggunakan waktu secara efisien, memahamipetunjuk dengan seksama, mengenali informasi penting dalam pertanyaan ujian, memahamiperintah dari bentuk ujian yang berbeda, serta mengetahui bagaimana pembijian (scoring) akandilakukan. Contoh nyata kegiatan ini adalah memberikan latihan ujian dengan beragam formatdan situasi ujian. Temuan penelitian menunjukkan, pengajaran strategi menghadapi ujiansecara signifikan meningkatkan hasil ujian, dan sangat bermanfaat bagi siswa belia,berkemampuan rendah, serta kelompok minoritas (Taylor, 1997).

Langkah kedua, para guru harus mengupayakan pengurangan kecemasan menghadapi ujian.Tak dipungkiri, banyak di antara kita mengalami pengaruh negatif berupa kecemasan dalammenghadapi ujian. Memang bagi kebanyakan orang pengaruhnya hanya sedikit, tetapi adasekitar 10% siswa yang benar-benar terpengaruh dan mengalaminya sebagai masalah(Williams, 1992).

Penelitan menunjukkan bahwa kecemasan terhadap ujian terdiri dari dua komponen, yaituafektif dan kognitif (Pintrich & Schunk, 2002). Komponen afektif atau emosi termasuk gejalapsikologis, seperti meningkatnya denyut nadi, mulut kering, dan sakit kepala juga merasa hausdan putus asa serta kadang ”pucat”. Komponen kognitif atau kekhawatiran termasuk pikiran,seperti takut gagal (e.g.,orang tua  jadi sedih, harus mengulang) dan malu karena nilai yangrendah. Selama ujian, siswa yang cemas akan ujian cenderung memikirkan kesulitan ujian dansering tidak terfokus. Kecemasan akan lebih meningkat bila dipicu oleh ujian yang: (a)melibatkan tekanan untuk berhasil, (b) dipersepsi sulit, (c) terdapat batasan waktu, dan (d)

4 / 6

Page 5: EVALUASI SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL: Kritik …mudjiarahardjo.uin-malang.ac.id/artikel/142-evaluasi-sistem... · 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. ... diskusikan isi

EVALUASI SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL: Kritik Moralis atas Kebijakan Ujian Nasional

Written by Mudjia RahardjoSaturday, 06 March 2010 01:58 - Last Updated Saturday, 06 March 2010 02:03

bentuk ujian yang tidak dikenal (Zohar, 1998). Ujian yang tidak diberitahukan sebelumnya jugadapat memicu kecemasan yang merugikan.

Guru dapat melakukan beberapa usaha untuk menekan kecemasan (Everson, Tobias,Hartman, and Gourgey, 1991). Pada intinya usaha ini ditujukan pada penghilangankekhawatiran. Untuk itu disarankan sebagai berikut: (1) gunakan ukuran berdasarkan kriteriauntuk meminimalkan aspek kompetitif ujian, (2) hindari perbandingan sosial, sepertimenampilkan hasil dan peringkat ujian secara umum, (3) perbanyak frekuensi ujian dan kuis,(4) diskusikan isi ujian dan prosedur sebelum ujian, (5) berikan petunjuk yang jelas, danpastikan bahwa siswa memahami bentuk permintaan ujian, (6) ajarkan siswa kemampuanmengerjakan ujian, (7) gunakan beragam ukuran, termasuk penilaian altenatif, untuk mengukurkisaran pemahaman dan kemampuan siswa, (8) berikan waktu yang cukup untuk siswamengerjakan ujian

Langkah ketiga, setelah para guru sendiri memahami bentuk dan muatan ujian eksternal, gurubisa membantu siswanya: (1) mengetahui dengan jelas apa yang akan diberikan pada ujian, (2)memberi kesempatan siswa untuk mengerjakan soal yang hampir sama dengan kondisi sepertiujian, dan (3) memberikan harapan positif pada siswanya dan mendorong merekamenghubungkan sukses dan usaha

Menjelaskan bentuk dan isi ujian akan membantu siswa mengembangkan struktur kognitif bagisiswa sehingga bisa mengurangi kecemasan ujian. Mengetahui apa yang akan ada dalam ujiandan bagaimana soal-soal dibentuk akan menyebabkan semua siswa memperoleh hasil yanglebih tinggi, terutama mereka yang memiliki kemampuan rendah.

Akhirnya, harus disarankan pula kepada lembaga yang berkewenangan untukmenyelenggarakan ujian nasional, agar setia terhadap fungsi ujian nasional. Bila diamanatiagar ujian nasional berfungsi tidak hanya untuk membuktikan (to prove), tetapi jugamemperbaiki ( toimprove ),maka harus ada implikasi kebijakan berupa pemberdayaan (empowering) bagi siswa, sekolah, dan daerah yang masih tertinggal.

Kaidah dasar yang dipakai dalam mengalokasikan sumberdaya publik --- khususnya yangbersumber dari anggaran negara --- adalah memberdayakan yang paling lemah (empowering

5 / 6

Page 6: EVALUASI SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL: Kritik …mudjiarahardjo.uin-malang.ac.id/artikel/142-evaluasi-sistem... · 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. ... diskusikan isi

EVALUASI SISTEM PENDIDIKAN NASIONAL: Kritik Moralis atas Kebijakan Ujian Nasional

Written by Mudjia RahardjoSaturday, 06 March 2010 01:58 - Last Updated Saturday, 06 March 2010 02:03

the most powerless). Meminjam ungkapan Chambers (1992), tempatkan yang paling terbelakang menjadi yangpertama (putting the last first) untuk mendapatkan bantuan.

Bila tidak? Pendidikan justru akan memperparah situasi kaum tak beruntung dalam jebakanpenjarahan (keterasingan, ketidak-berdayaan, kerawanan, kemiskinan, dan kelemahan fisik).Semoga direnungkan, dipahami, dan ditangani sebaik mungkin. Sekian

6 / 6