EVALUASI MARKA MOLEKULER UNTUK SELEKSI MUTU … · gen biosintesis pati dan sukrosa yang...
Transcript of EVALUASI MARKA MOLEKULER UNTUK SELEKSI MUTU … · gen biosintesis pati dan sukrosa yang...
EVALUASI MARKA MOLEKULER UNTUK SELEKSI MUTU BERAS
PADA GALUR-GALUR HARAPAN PADI (Oryza sativa L.) TAHAN
PENYAKIT BLAS (Pyricularia grisea Sacc.)
MAWAR AFIAH
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017
i
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Evaluasi Marka
Molekuler untuk Seleksi Mutu Beras pada Galur-galur Harapan Padi (Oryza
sativa L.) Tahan Penyakit Blas (Pyricularia grisea Sacc.) adalah benar karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis
ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Maret 2017
Mawar Afiah
NIM G353140231
ii
RINGKASAN
MAWAR AFIAH. Evaluasi Marka Molekuler untuk Seleksi Mutu Beras pada
Galur-galur Harapan Padi (Oryza sativa L.) Tahan Penyakit Blas (Pyricularia
grisea Sacc.). Dibimbing oleh ARIS TJAHJOLEKSONO dan DWINITA WIKAN
UTAMI.
Mutu beras merupakan salah satu faktor yang menjadi pertimbangan
konsumen dalam memilih beras. Beras merupakan hasil produksi dari tanaman
padi (Oryza sativa L.) yang menjadi sumber makanan pokok bagi setengah
populasi di dunia. Dalam rangka memenuhi kebutuhan pangan yang meningkat,
saat ini telah banyak varietas unggul yang dikembangkan seperti varietas unggul
tahan penyakit blas. Penyakit blas merupakan penyakit yang disebabkan oleh
Pyricularia grisea Sacc. Penyakit ini dapat menurunkan produksi padi secara
drastis dan merusak mutu beras. Umumnya penurunan produksi padi berkisar
antara 10-20%. Pada kasus yang lebih serius, penurunan produksi dapat mencapai
40-50%, bahkan dapat mengakibatkan gagal panen. Di Indonesia, luas serangan
penyakit blas sebesar 12% dari total luas area pertanaman padi atau mencapai
1.285 juta ha.
Mutu beras yang baik merupakan hal penting yang diperhatikan dalam
perakitan varietas baru sehingga dapat memenuhi strategi pemasaran. Penggunaan
varietas unggul tahan penyakit blas dapat menekan penurunan produksi padi.
Namun demikian, varietas unggul yang telah dirakit belum tentu menjadi pilihan
petani untuk ditanam apabila tidak memiliki mutu beras yang baik. Hal ini karena
konsumen memiliki preferensi terhadap mutu beras yang baik. Mutu beras
dikelompokkan dalam 5 komponen, yaitu mutu gabah, mutu beras giling, mutu
tampilan beras, mutu tanak, dan mutu nutrisi.
Karakter-karakter unggul terkait mutu beras dapat diseleksi menggunakan
marka molekuler. Pemanfaatan marka molekuler sudah sering dilakukan dalam
pemuliaan tanaman yaitu untuk menyeleksi galur-galur unggul melalui analisis
keterpautan antara marka molekuler dengan sifat yang terkait mutu beras. Namun,
pemanfaatan marka molekuler terkait mutu beras belum dilakukan pada galur
tahan penyakit blas. Oleh karena itu, seleksi lebih lanjut pada galur-galur tahan
penyakit blas terkait karakter mutu beras dapat dilakukan melalui analisis asosiasi
antara genotipe dan fenotipe.
Sembilan belas galur tahan penyakit blas digunakan dalam penelitian ini.
Galur-galur ini berasal dari 4 persilangan yaitu Situ Patenggang/IRBLa, Situ
Patenggang/IRBLiF5, Situ Patenggang/IRBLKp, Situ Patenggang/IRBLta. Situ
Patenggang sebagai tetua kontrol, dan 4 varietas unggul (Inpari Blas, IR64,
Ciherang dan Inpago 4) sebagai varietas kontrol. Total 24 populasi tanaman
tersebut digunakan untuk analisis genotipe. Analisis fenotipe juga menggunakan
24 populasi yang sama. Sebanyak 25 individu dari masing-masing populasi
dipanen untuk mendapatkan gabah seberat 2 kg. Analisis fenotipe untuk pengujian
mutu beras dilakukan menggunakan metode standar yang biasa digunakan di
Laboratorium Mutu Gabah dan Beras Balai Penelitian Tanaman Padi Sukamandi,
Subang. Mutu beras yang dianalisis meliputi mutu gabah, mutu beras giling, mutu
tampilan beras, mutu tanak beras, dan mutu nutrisi beras. Analisis genotipe terkait
mutu beras dilakukan dengan menggunakan 4 tipe marka molekuler (STS, SSR,
iii
Indel, dan SNP) di Laboratorium Biologi Molekuler Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian, Bogor.
Hasil analisis mutu gabah menunjukkan bahwa galur SPIRIS8,
SPIRIS141, SPIRIS170, SPIRIS197, dan SPIRAA207 memenuhi standar SNI
untuk karakter gabah hampa, butir kuning rusak, dan butir kapur. Galur
SPIRTA17 memiliki berat 1000 butir tertinggi sebesar 26.77%. Galur SPIRIS170
memiliki densitas gabah tertinggi yaitu 558 kg/m3. Hasil analisis mutu beras
giling menunjukkan bahwa galur-galur harapan yang konsisten memenuhi standar
SNI untuk karakter butir kepala, butir patah, butir menir, butir kuning rusak, dan
butir kapur adalah SPIRTA17, SPIRTA22, SPIRIS8, SPIRIS141, SPIRIS166,
SPIRIS175, SPIRIS197, SPIRKAP130, SPIRKAP141, dan SPIRAA207. Galur
SPIRKAP281 memiliki rendemen beras pecah kulit tertinggi yaitu sebesar
80.12%. Galur SPIRIS8 memiliki rendemen beras giling tertinggi yaitu sebesar
89.58%. Galur-galur harapan ini memiliki karakter yang cenderung lebih baik
dibandingkan dengan tetuanya sehingga dapat digunakan sebagai kandidat
potensial untuk dikembangkan sebagai varietas unggul.
Karakterisasi mutu tampilan beras menunjukkan bahwa 19 galur harapan
dan tetuanya menghasilkan beras berbentuk medium (sedang). Hasil analisis mutu
tanak beras yang meliputi kadar amilosa dan konsistensi gel menunjukkan bahwa
16 galur harapan dan tetuanya (Situ Patenggang) bersifat pulen, sedangkan 3 galur
lainnya bersifat pulen sedang. Kadar protein pada 19 galur berkisar antara 8.21-
9.64%. Situ Patenggang sebagai tetua memiliki kadar protein sebesar 6.93%.
Di antara 19 pasang primer dari 4 tipe marka yaitu SSR, STS, Indel dan
SNP diperoleh 14 pasang primer yang menghasilkan pita DNA polimorfis.
Analisis asosiasi antara data genotipe dan fenotipe (mutu beras) menghasilkan 10
marka yang signifikan (p_Value< 0.05). Marka-marka tersebut berkaitan dengan
gen biosintesis pati dan sukrosa yang berkontribusi dalam menentukan karakter
mutu beras.
Kata kunci: marka DNA, mutu beras, mutu gabah, Oryza sativa
iv
SUMMARY
MAWAR AFIAH. Molecular Marker Evaluation for Grain Quality Traits in Blast
Resistant Rice Lines (Oryza sativa L.). Supervised by ARIS TJAHJOLEKSONO
and DWINITA WIKAN UTAMI.
Rice grain quality is one of the factors considered by consumers in
choosing the rice. Rice is the yield of paddy (Oryza sativa L.) and source of staple
food for half the world's population. In order to meet the growing need for food,
many superior varieties such as varieties resistant to blast disease have been
produced and released. Blast disease caused by Pyricularia grisea Sacc. The
disease can drastically reduce the yield and damage the rice quality. Generally, a
decrease in rice production due to blast disease ranges between 10-20%. In more
severe cases, the decline in production could reach 40-50%, and could even lead
to harvest failure. In Indonesia, the total area attacked by blast disease could reach
about 12% of the total rice planting area or 1.285 million hectares.
The good rice grain quality is an important thing considered in assembling
new variety so as to meet the marketing strategy. It is possible that the farmers do
not choose the high yielding varieties and resistant to blast disease if these
varieties do not have a good rice grain quality. This is due to the consumer who
prefer the rice grain having good characters in physical, chemical, and nutritional
content. The rice quality is divided in 5 components: rough rice quality, milled
rice quality, rice appearance quality, cooking and eating quality, and nutrition
quality.
The excellent characters associated with the rice grain quality can be
selected using molecular markers. The molecular markers have been used in plant
breeding to select the superior lines through the association analysis between the
molecular markers and the characters related to rice grain quality. However, the
molecular markers related to rice quality have not been used yet to evaluate the
rice lines resistant to blast disease. Therefore, the selection techniques on the
resistant lines related to rice grain quality could be performed through the
association analysis between genotype and phenotype.
Nineteen rice lines resistant to blast disease were used in this study. These
lines derived from four crossing in different parental source, there are Situ
Patenggang/IRBLta, Situ Patenggang/IRBLiF5, Situ Patenggang/IRBLKp, and
Situ Patenggang/IRBLa. Situ Patenggang were used as parental control. Four
superior rice varieties i.e. Inpari Blast, IR64, Ciherang, and Inpogo 4 were used as
varieties control. These 24 population of rice plant were used as main material for
genotype analysis. The phenotype analysis used the same plant material as
genotype analysis. Twenty five individus of each plant population were harvested
to obtain 2 kg rough rice. The phenotype analysis for rice grain quality were
performed using the standard method of Indonesia Center for Rice Research,
Sukamandi Subang. The quality characteristics analysed consists of rough rice
quality, milled rice quality, cooking and eating quality, and nutritional quality.
The genotype analysis related to rice quality were performed using 4 types of
molecular markers (STS, SSR, Indel, and SNP) in Laboratory of Molecular
Biology, Indonesian Center for Agricultural Biotechnology and Genetic Resource
Research and Development (ICABIOGRD), Bogor.
v
The result of this research showed that SPIRIS8, SPIRIS141, SPIRIS170,
SPIRIS197, and SPIRAA207 line complied to national standard (SNI) for
character of unfilled rice, chalky rice, and yellowing damage grain. SPIRTA17
was the highest density of the grain (558 kg/m3). The result of analysis milled rice
showed that several lines i.e SPIRTA17, SPIRTA22, SPIRIS8, SPIRIS141,
SPIRIS166, SPIRIS175, SPIRIS197, SPIRKAP130, SPIRKAP141, and
SPIRAA207 consistently meet the standards value of SNI for the characters of
head rice, broken rice, brewers rice, yellowing damage grain. SPIRKAP281 was
the highest in term of brown rice (80.12%), while SPIRIS8 was the highest in
regard to milled rice (89.58%). These lines have the characters that were generally
better than the parental control (Situ Patenggang) and considered as the potential
candidate that could be developed as superior varieties.
Based on the IRRI standard, 19 lines and the parental control produce rice
of medium shaped. Based on amylose content and consistency gel, 16 lines
and parental control were clasified as sticky, while the three
other lines were medium sticky. The protein content of 19 lines varies from 8.21%
to 9.4%, while Situ Patenggang as parental control have a protein content of
6.93%.
Among 19 primer pairs of 4 type of molecular markers (SSR, STS, Indel,
and SNP), 14 primer pairs produce polimorphic DNA band. Association analysis
between genotype and phenotype data resulted 10 significant markers
(p_Value < 0.05) consisting of 4 markers of SSR type, 5 markers of STS type, and
1 marker of Indel type. These markers were associated with starch and sucrose
biosynthesis pathway gene contributing to rice quality.
Key words: DNA marker, Oryza sativa, milled rice quality, rough rice quality
vi
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2017
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
vii
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Biologi Tumbuhan
EVALUASI MARKA MOLEKULER UNTUK SELEKSI MUTU BERAS
PADA GALUR-GALUR HARAPAN PADI (Oryza sativa L.) TAHAN
PENYAKIT BLAS (Pyricularia grisea Sacc.)
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017
MAWAR AFIAH
viii
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Tatik Chikmawati, MSi
ix
Judul tesis : Evaluasi marka molekuler untuk seleksi mutu beras pada galur-
galur harapan padi (Oryza sativa L.) tahan penyakit blas
(Pyricularia grisea Sacc.)
Nama : Mawar Afiah
NIM : G353140231
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Dr Ir Aris Tjahjoleksono, DEA
Ketua
Dr Dwinita Wikan Utami, MSi
Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi
Biologi Tumbuhan
Dr Ir Miftahudin, Msi
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian: 13 Desember 2016
Tanggal Lulus:
x
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala
atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan.
Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian besar yang bertajuk
Pembentukan galur padi tahan penyakit blas dengan sifat beras bermutu yang
didanai oleh APBN BB Biogen dengan kode DIPA: 1798101003054. Penulis
menjadi bagian dari penelitian tersebut dengan judul Evaluasi marka molekuler
untuk seleksi mutu beras pada galur-galur harapan Padi (Oryza sativa L.) Tahan
Penyakit Blas (Pyricularia grisea Sacc.)
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Aris Tjahjoleksono, DEA, Dr
Ir Dwinita Wikan Utami, Msi, dan almarhumah Dr Utut Widyastuti, Msi atas
bimbingannya dalam menyelesaikan tesis ini.
Terima kasih penulis sampaikan kepada kepada ayah, ibu, serta seluruh
keluarga atas segala doa dan dukungan yang diberikan.Terimakasih juga penulis
sampaikan kepada Ibu Siti Yuriyah SSi, Ida Rosdianti SSi, Bapak Yana Suryana,
Siti Nurani STP, serta segenap keluarga besar BB BIOGEN yang telah banyak
membantu penulis dalam melaksanakan penelitian. Terimakasih juga kepada
teman-teman di program studi Biologi Tumbuhan pascasarjana IPB 2014 atas
semangat kebersamaan dalam menyelesaikan tugas akhir ini khususnya Silvia
Utami, MSi, Seni Kurnia Senjaya, MSi, Yusdar Mustamin, MSi, dan Fatahillah
Nur Wahid, MSi, Suhesti Kusuma Dewi, SSi, Safniyeti, SPd, dan kepada Arif
Rahmat STP, serta Fuad Al Ahwani, SPd MSi.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Maret 2017
Mawar Afiah
xi
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL xiii
DAFTAR GAMBAR xiv
DAFTAR LAMPIRAN xiv
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 2
TINJAUAN PUSTAKA 2
Botani Tanaman Padi (Oryza sativa L.) 2
Penyakit Blas (Pyricularia grisea Sacc.) 4
Mutu Beras 4
Biosintesis Pati 6
Marka Molekuler 7
METODE 7
Tempat dan Waktu Penelitian 7
Bahan Penelitian 7
Analisis Fenotipe 9
Analisis Mutu Gabah 9
Analisis Mutu Beras Giling dan Tampilan Beras 10
Analisis Mutu Tanak Beras 10
Analisis Mutu Nutrisi 11
Analisis Genotipe 12
Isolasi DNA Total 12
Optimasi Primer dengan Teknik PCR Gradien 13
Amplifikasi DNA Populasi dengan Teknik PCR 13
Analisis Data 13
HASIL DAN PEMBAHASAN 13
Hasil 13
Mutu Gabah 13
Mutu Beras Giling 16
Mutu Tampilan Beras 20
Mutu Tanak Beras 20
Mutu Nutrisi Beras 22
Marka Molekuler Terkait Mutu Beras 22
Asosiasi Marka Molekuler dengan Karakter Mutu Beras 26
xii
Pembahasan 27
Mutu Gabah dan Mutu Beras Giling 27
Mutu Tampilan Beras 29
Mutu Tanak Beras 29
Mutu Nutrisi Beras 30
Marka molekuler dan Asosiasinya dengan Karakter Mutu Beras 30
SIMPULAN DAN SARAN 32
Simpulan 32
Saran 33
DAFTAR PUSTAKA 33
LAMPIRAN 38
RIWAYAT HIDUP 41
xiii
DAFTAR TABEL
1 Persyaratan khusus kualitas mutu beras dalam perdagangan Dalam
negeri 5 2 Daftar galur-galur harapan dan tetua Situ Patenggang 8
3 Daftar primer untuk mengamplifikasi marka molekuler terkait mutu
beras pada galur padi tahan penyakit blas 9 4 Karakteristik mutu gabah pada 19 galur padi tahan penyakit blas,
tetua (Situ Patenggang) dan kontrol (4 varietas unggul) 14 5 Jumlah galur harapan yang memenuhi standar mutu berdasarkan
mutu gabah hampa 15 6 Jumlah galur harapan yang memenuhi standar mutu berdasarkan
mutu butir kuning rusak 15 7 Jumlah galur harapan yang memenuhi standar mutu berdasarkan
mutu butir gabah kapur 16 8 Karakteristik mutu beras giling dari 19 galur padi tahan penyakit blas,
tetua, dan 4 varietas kontrol. 17
9 Jumlah galur harapan yang memenuhi standar mutu berdasarkan
mutu butir kepala 18 10 Jumlah galur harapan yang memenuhi standar mutu berdasarkan
mutu butir patah 18
11 Jumlah galur harapan yang memenuhi standar mutu berdasarkan
mutu butir menir 19
12 Jumlah galur harapan yang memenuhi standar mutu berdasarkan
mutu butir kapur 19
13 Jumlah galur harapan yang memenuhi standar mutu berdasarkan
mutu butir kuning rusak 19 14 Karakteristik tampilan beras pada 19 galur padi tahan penyakit blas
dan tetuanya 20 15 Karakteristik mutu tanak beras dan kadar protein beras pada 19 galur
padi tahan penyakit blas dan tetua kontrol (Situ Patenggang) 21 16 Alel pada galur uji yang diamplifikasi menggunakan primer EQ1 22 17 Alel pada galur uji yang diamplifikasi menggunakan primer EQ2 24 18 Alel pada galur uji yang diamplifikasi menggunakan primer EQ7 24
19 Alel pada galur uji yang diamplifikasi menggunakan primer EQ3 25 20 Frekuensi alel tertinggi dan terendah pada genotipe galur-galur
harapan yang diamplifikasi mengunakan 14 pasang primer EQ 26 21 Nilai ko-segregrasi beberapa marka terkait mutu beras 26 22 Alel signifikan (p_Value < 0,05) terkait mutu beras 27
xiv
DAFTAR GAMBAR
1 Hasil PCR menggunakan primer EQ1 terkait gabah hampa
memperlihatkan pita polimorfis. (T) persentase gabah hampa tinggi, (R)
persentase gabah hampa rendah. Angka pada gambar menunjukkan
ukuran alel (bp). 23 2 Hasil PCR menggunakan primer EQ2 terkait beras kepala
memperlihatkan pita polimorfis. (T) persentase beras kepala tinggi, (R)
persentase beras kepala rendah. Angka pada gambar menunjukkan
ukuran alel (bp). 23
3 Hasil PCR menggunakan primer EQ7 terkait beras kepala
memperlihatkan pita polimorfis. (T) persentase beras kepala tinggi, (R)
persentase beras kepala rendah. Angka pada gambar menunjukkan
ukuran alel (bp). 24 4 Hasil PCR menggunakan primer EQ3 terkait kadar amilosa
memperlihatkan pita polimorfis. (S) persentase kadar amilosa sedang,
(R) persentase kadar amilosa rendah. Angka pada gambar menunjukkan
ukuran alel (bp) 25
DAFTAR LAMPIRAN
1 Standar pemberian skor blas daun menurut Hayashi et al. (2009) 39
2 Skala skor penyakit blas daun tanaman padi (Hayashi et al. 2009) 39
3 Standar pemberian skor blas daun menurut IRRI (1996) 39
4 Skala skor penyakit blas daun tanaman padi (IRRI 1996) 39
5 Standar mutu gabah berdasarkan SNI No. 0224-1987/SPI-TAN/01/01/
1993 40
6 Standar mutu beras giling berdasarkan SNI No. 01-6128-2008 40
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Padi (Oryza sativa L.) merupakan tanaman yang menjadi sumber makanan
pokok bagi setengah populasi di dunia (Jin et al. 2010). Banyak varietas padi
unggul yang telah dikembangkan dan dilepaskan dengan memiliki keunggulan
dalam hal produksi dan sifat toleran terhadap cekaman abiotik maupun biotik (Sun
et al. 2011). Banyaknya varietas unggul yang dilepas ini berpengaruh terhadap
keragaman sifat dan mutu beras. Hal ini menyebabkan konsumen akan lebih
leluasa memililih mutu beras yang dikehendaki. Dengan demikian, karakter mutu
beras akan semakin penting dalam penentuan harga beras di pasaran (Rachmat et
al. 2006).
Salah satu program pemuliaan tanaman adalah perakitan varietas padi
unggul tahan penyakit blas (Utami et al. 2004). Di antara pendekatan yang
dilakukan untuk mendukung program pemuliaan ini adalah proses seleksi
menggunakan marka molekuker, terkait gen-gen atau QTL (Quantitative Trait Loci)
yang berkontribusi membentuk sifat ketahanan terhadap penyakit blas. Saat ini marka
penanda gen atau QTL blas tersebut telah banyak digunakan (Koide et al. 2009).
Seperti yang disebutkan oleh Roychowdhury et al. (2011) bahwa saat ini telah
diidentifikasi lebih dari 70 gen ketahanan penyakit blas, tetapi hanya 18 gen yang
telah dikloning dan dikarakterisasi. Penyakit blas merupakan penyakit yang disebabkan oleh Pyricularia grisea
Sacc. (Rossman et al. 1990). Cendawan P. grisea ini memiliki tingkat
keanekaragaman genetik yang tinggi dan kemampuan untuk menghasilkan ras baru
dengan cepat dan mampu beradaptasi dengan cepat terhadap kondisi tanaman inang.
Lebih dari 26 ras cendawan P. grisea telah diidentifikasi dari kawasan endemik
penyakit blas di Indonesia. Tujuh ras yang selalu muncul di setiap musim tanam di
antaranya ras 001, 023, 033, 073, 101, 133, dan 173 (Santoso dan Nasution 2009).
Pengendalian penyakit blas pada padi dapat dilakukan menggunakan fungisida, namun residu kimianya dapat menyebabkan kontaminasi lingkungan. Oleh karena itu,
penggunaan varietas tahan merupakan salah satu cara yang paling efisien untuk
melindungi padi dari penyakit blas (Koide et al. 2009).
Penyakit ini dapat menurunkan produksi padi secara drastis dan merusak
kualitas mutu beras. Umumnya penurunan produksi padi berkisar antara 10-20%,
untuk kasus yang lebih serius dapat mencapai 40-50% bahkan dapat
mengakibatkan gagal panen (Ge et al. 2008). Di Indonesia, luas serangan penyakit
blas sebesar 12% dari total luas area pertanaman padi atau mencapai 1.285 juta ha
(Ditjentan 2008).
Varietas unggul yang telah dirakit belum tentu menjadi pilihan petani untuk
ditanam. Hal ini karena preferensi konsumen yang mempertimbangkan kualitas
mutu beras padi (rice grain quality). Preferensi konsumen dipengaruhi oleh faktor
subjektif, lokasi, suku bangsa atau etnis, lingkungan, pendidikan, status sosial
ekonomi, jenis pekerjaan, dan tingkat pendapatan. Preferensi konsumen ini
meliputi karakter fisikokimia yang meliputi ukuran, bentuk, tekstur, cita rasa, dan
warna yang akan menentukan harga beras (Soerjandoko 2010; Lestari et al. 2015).
Karakter fisikokimia ditentukan oleh kadar amilosa, konsistensi gel, dan kadar
2
protein (Tan et al. 1999; Lestari et al. 2009). Mutu beras dikelompokan menjadi 4
karakter, yaitu mutu giling, mutu tampilan, mutu tanak beras, dan mutu nutrisi
(Bao et al. 2014). Mutu gabah juga menjadi karakter yang penting dalam
menentukan mutu beras (Soerjandoko 2010).
Karakter-karakter unggul yang diinginkan dapat diseleksi menggunakan
marka molekuler. Pemanfaatan marka molekuler dalam pemuliaan tanaman sudah
sering dilakukan untuk membantu seleksi galur-galur unggul melalui analisis
keterpautan antara marka molekuler dengan sifat yang terkait kualitas mutu beras.
Simple Sequence Repeat (SSR), Sequence Tagged Site (STS), Single Nucleotide
Polymorphism (SNP), dan Insertion and Deletion (Indel) merupakan marka
molekuler yang telah dikembangkan untuk evaluasi terkait mutu beras. Marka
molekuler yang telah dikembangkan dan digunakan dalam penelitian sebelumnya
untuk evaluasi terkait kualitas mutu beras Indica maupun Japonika, antara lain:
SBE1, SS1, S3cl, TreB, SSIIa, GPA, GBSS1, Isa, dan Aglu (Bao et al. 2006; He
et al. 2006; Lestari et al. 2009; Lestari et al. 2015). Marka-marka ini juga dapat
digunakan untuk menapis populasi lain dan/atau sifat morfoagronomi yang
diinginkan dalam mendukung program pemuliaan padi di Indonesia. Namun,
pemanfaatan marka molekuler terkait kualitas mutu beras belum pernah dilakukan
pada galur tahan penyakit blas. Oleh karena itu, perlu seleksi galur-galur tahan
penyakit blas terkait karakter mutu beras juga menjadi prioritas bagi program
pemuliaan.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi marka molekuler berdasarkan
analisis genotipe dan fenotipe terkait karakter mutu beras pada galur-galur padi
tahan penyakit blas dan menghasilkan kandidat galur-galur tahan penyakit blas
dengan mutu beras yang baik sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI).
TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman Padi (Oryza sativa L.)
Padi termasuk dalam keluarga padi-padian atau Poaceae (Graminae).
Tanaman padi merupakan tanaman rumput annual dengan tinggi tanaman
beragam. Sebagian besar varietas komersial memiliki tinggi 1-2 m Padi termasuk
tanaman semusim, berakar serabut, dan batang sangat pendek. Batang tersusun dari
beberapa ruas dengan panjang yang berbeda. Umumnya ruas pada pangkal batang
mempunyai ukuran yang lebih pendek. Struktur serupa batang terbentuk dari
rangkaian pelepah daun yang saling menopang, daun sempurna dengan pelepah tegak,
daun berbentuk lanset, warna hijau muda hingga hijau tua, berurat daun sejajar,
tertutupi oleh rambut yang pendek dan jarang, bunga tersusun majemuk, tipe malai
bercabang, satuan bunga disebut floret, yang terletak pada satu spikelet yang duduk
pada panikula. Bunga terdiri atas tangkai bunga, kepala putik, benang sari, dan
daun mahkota. Daun mahkota bunga disebut palea dan lemma. Benang sari terdiri
3
atas 6 filamen yang tumbuh pada bagian bawah karyopsis. Buah tipe bulir atau
kariopsis yang tidak dapat dibedakan mana buah dan bijinya, bentuk hampir bulat
hingga lonjong, ukuran 3 mm sampai 15 mm, tertutup oleh palea dan lemma yang
dalam bahasa sehari-hari disebut sekam, struktur dominan adalah endospermium yang
dimakan orang (Chang dan Bardenas 1965; Siregar 1981).
Padi merupakan tanaman pertanian kuno, berasal dari dua benua yaitu
Asia dan Afrika Barat tropis. Cina, India, Bangladesh Utara, Burma, Thailand,
Laos, dan Vietnam merupakan wilayah asal tanaman padi. Terdapat 25 spesies
Oryza di Indonesia dan yang banyak dikenal adalah O. sativa (KEMRISTEK
2000).
Spesies Oryza Sativa L. memiliki banyak varietas dengan sifat dan
morfologi yang berbeda. Dua golongan utaman padi, yaitu golongan indica dan
golongan japonica. Kedua golongan padi ini umumnya dibudidayakan di daerah
yang berbeda, padi indica umumnya pada daerah tropis, sedangkan padi japonica
umumnya pada daerah subtropis. Padi indica dan japonica memiliki perbedaan
yang mencolok dari sisi bentuk beras dan tekstur beras. Padi japonica memiliki
bentuk beras lebih bulat dan memiliki tekstur lebih pulen dibandingkan padi
indica (Siregar 1981).
Padi merupakan salah satu bahan pangan stabil yang paling penting di
dunia. Padi dapat ditanam pada daerah yang beriklim sedang dan tropis. Adaptasi
lingkungan tanaman padi cukup luas dan dapat tumbuh baik di daerah antara
53oLU dan 35
oLS. Tanaman padi dapat tumbuh di daerah kering dan daerah
genangan dengan kedalaman 1-5 m dan daerah dari dataran rendah sampai dataran
tinggi. Padi dataran rendah memerlukan ketinggian 0 – 650 m dpl, sedangkan padi
dataran tinggi 650 – 1 500 m dpl (Yoshida 1981; Deptan 2012).
Indonesia merupakan negara tropis yang melakukan budi daya tanaman
padi, umumnya dengan sistem sawah dan sistem gogo. Perbedaan mendasar dari
sistem budi daya ini terletak pada penggunaan air. Teknik budi daya sistem sawah
menggunakan air lebih tinggi selama musim tanam dibandingkan dengan teknik
budi daya secara gogo (Siregar 1981). Rata-rata curah hujan yang baik untuk
budidaya tanaman padi adalah 200 mm/bulan atau 1500 – 2000 mm/tahun. Padi
dapat ditanam pada musim kemarau atau hujan. Pada musim kemarau produksi
meningkat asalkan air irigasi selalu tersedia. Pada musim hujan, walaupun air
melimpah produksi dapat menurun karena penyerbukan kurang intensif. Tanaman
padi memerlukan penyinaram matahari penuh tanpa naungan (Deptan 2012).
Menurut Tjitrosoepomo (2002), tanaman padi (Oryza sativa L) dimasukkan
ke dalam klasifikasi sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Sub-divisio : Angiospermae
Kelas : Monocotyledonae
Ordo : Glumiflorae
Familia : Gramineae
Sub-familia : Oryzoideae
Genus : Oryza
Spesies : Oryza sativa L.
4
Penyakit Blas (Pyricularia grisea Sacc.)
Penyakit blas merupakan salah satu penyakit penting pada padi gogo dan
padi sawah yang disebabkan oleh cendawan patogen Pyricularia grisea Sacc.
(sinonim dengan Pyricularia oryzae Cavara) dengan bentuk teleomorph
Magnaporthe grisea (Rossman et al. 1990; Orbach et al. 2000). Patogen blas
merupakan patogen polisiklus yaitu patogen yang menghasilkan lebih dari 1 siklus
infeksi dalam satu musim tanam. Cendawan P. grisea mempunyai keragaman
genetik yang tinggi (Zeigler et al. 1994). Mutasi spontan merupakan salah satu
faktor yang menyebabkan adanya keragaman genetik yang tinggi pada populasi
blas. Tingginya frekuensi mutasi spontan pada cendawan blas pada umumnya
berhubungan dengan kapasitas pembentukan spora. Cendawan P. grisea mudah
beradaptasi dengan lingkungan seperti varietas padi yang ditanam (Yaegashi and
Yamada 1996).
Konidia P. grisea berbentuk seperti buah alpukat dengan memiliki 3 sekat
sel. Konidia ini dibentuk pada ujung konidiopor dan dilepaskan pada malam hari
saat terdapat embun atau angin. Pemicu tumbuhnya P. grisea akibat penanaman
dengan jarak yang rapat sehingga menimbulkan kelembapan yang tinggi.
Pemberian pupuk nitrogen secara berlebih dan curah hujan yang tinggi juga dapat
menyebabkan berkembangbiaknya P. grisea. Penularan penyakit blas terjadi
melalui benih, angin, dan sisa-sisa tanaman yang telah tertular (Harahap 1988).
Tanaman yang telah terinfeksi P. grisea akan memberikan gejala dengan
terdapatnya bercak kecil dan dapat membesar berbentuk gelendong khas blas
berwarna abu-abu dengan tepi cokelat. Sedikit atau banyaknya bercak tergantung
dari tingkat serangan patogen dan ketahanan varietas padi yang ditanam (Hayashi
et al. 2009 dan Siregar 1989). Bercak akibat serangan P. grisea dapat terbentuk
pada daun padi, batang, cabang malai, bulir padi, dan kolar daun (Rampant et al.
2012).
Serangan patogen P. grisea pada tanaman padi dapat terjadi pada berbagai
stadia pertumbuhan dari benih sampai stadia pertumbuhan malai. Pada tanaman
stadium vegetatif, serangan patogen umumnya terjadi pada bagian daun sehingga
disebut blas daun (leaf blast). Pada stadium generatif, serangan patogen tidak
hanya pada bagian daun tetapi juga pada leher malai sehingga disebut blas leher
(neck blast). Serangan blas leher yang terjadi lebih awal dapat menyebabkan
kematian pada malai secara prematur, sedangkan serangan yang terjadi pada
stadia generatif lebih lanjut dapat menyebabkan pengisian bulir padi tidak
sempurna sehingga akan terbentuk gabah hampa dan mengakibatkan mutu beras
menjadi rendah. Bagian buku tanaman padi juga dapat diserang patogen sehingga
menyebabkan batang patah dan mati pada batang atas dari buku yang terinfeksi.
(Ou 1985; Semangun 1991).
Mutu Beras
Mutu beras ditentukan berdasarkan karakter fisik maupun kimianya.
Karakter-karakter yang dapat menentukan mutu beras dikelompokan menjadi lima
yaitu mutu gabah, mutu beras giling, mutu tampilan beras, mutu tanak beras, dan
mutu nutrisi (Soerjandoko 2010; Bao et al. 2014).
5
Mutu gabah yang akan digiling merupakan salah satu karakter yang
menentukan mutu beras. Persyaratan mutu gabah untuk sifat kadar air, gabah
hampa, butir kuning rusak, butir kapur, butir merah ditetapkan berdasarkan SNI
No. 0224-1987/SPI-TAN/01/01/1993. Mutu gabah dipengaruhi oleh genotipe
tanaman, cuaca, waktu pemanenan, dan penanganan pascapanen (Bao et al. 2014;
Soerjandoko 2010).
Kadar air gabah merupakan karakter penting yang telah ditetapkan SNI
untuk mendapatkan mutu beras yang berkualitas. Kadar air gabah merupakan
rasio antara bobot air dalam sampel dengan bobot awal sampel (Chen and Park,
2003). Proses pengeringan pasca panen menjadi fator yang mempengaruhi variasi
kadar air gabah. Kadar air gabah sangat mempengaruhi mutu dan umur simpan
gabah. Kadar air yang terlalu tinggi dapat memicu kerusakan gabah selama
penyimpanan melalui proses kimia, biokimia, maupun mikrobiologi. Kadar air
gabah juga mempengaruhi bobot 1000 butir dan densitas gabah. Pada kadar
tertentu kenaikan kadar air gabah dapat meningkatkan bobot 1000 butir dan
densitas gabah (Movahed et al. 2014).
Mutu beras giling merupakan karakter yang juga menentukan mutu beras.
Mutu beras giling mencangkup berbagai sifat, di antaranya butir kepala, butir
patah, butir menir, butir kuning rusak, butir kapur yang ditetapkan oleh SNI No.
01-6128-2008. Persyaratan khusus kualitas mutu beras dalam perdagangan dalam
negeri merupakan kewenangan BULOG (2003) ditampilkan pada Tabel 1.
Tabel 1 Persyaratan khusus kualitas mutu beras dalam perdagangan dalam negeri
Komponen mutu Satuan Kualitas beras
Derajat Sosoh (min) (%) 95.00
Kadar Air (maks) (%) 14.00
Butir Kepala (min) (%) 78.00
Butir Patah (maks) (%) 20.00
Butir Menir (maks) (%) 2.00
Butir Merah (maks) (%) 2.00
Butir Kuning/rusak (maks) (%) 2.00
Butir mengapur (maks) (%) 3.00
Benda asing (maks) (%) 0.02
Butir gabah (maks) (butir/100g) 1.00
Campuran varietas lain (maks) (%) 5.00
Tampilan beras mencangkup ukuran beras dan bentuk butiran beras. Bentuk
beras ditentukan melalui rasio panjang dan lebar beras. Bentuk beras
dikelompokan menjadi 4 bentuk berdasarkan IRRI (2013) yaitu panjang ramping
(slender) jika memiliki rasio panjang/lebar >3.0, sedang (medium) jika memiliki
rasio 2.1-3.0, pendek agak lonjong (bold) jika memiliki rasio 1.1-2.0, dan bulat
(round) jika memiliki rasio ≤ 1.1. Preferensi terhadap ukuran dan bentuk beras
berbeda antar kelompok konsumen. Perbedaan preferensi ini karena beberapa
faktor, di antaranya lokasi, suku, lingkungan, pendidikan, pekerjaan, dan
pendapatan (Juliano 1985). Bentuk butir slender umumnya disukai konsumen di
negara Cina Selatan, USA, dan Asia Selatan dan Tenggara. Sedangkan konsumen
6
di negara Jepang, Korea, dan Cina Utara lebih menyukai beras berbentuk bold dan
round (Huang et al. 2013).
Karakter mutu tanak beras berupa tekstur kepulenan nasi yang dihasilkan
setelah dimasak. Tekstur kepulenan nasi dipengaruhi oleh kadar amilosa dan
konsistensi gel. Parameter ini memengaruhi pembentukan pati pada butir beras.
Kadar amilosa beras dikelompokkan menjadi 4 yaitu ketan (waxy) jika memiliki
kadar amilosa 1-2 %, sangat rendah (very low) jika memiliki kadar amilosa 3-12
%, rendah (low) jika memiliki kadar amilosa 12-20 %, sedang (intermediet) jika
memiliki kadar amilosa 20-25 %, dan tinggi jika memiliki kadar amilosa ≥ 25 %
(Bao et al. 2014).
Mutu nutrisi berupa kadar protein, asam amino lisin, vitamin, mineral, dan
serat dalam butiran beras. Protein dan asam amino lisin merupakan 2 parameter
utama dalam menentukan nilai nutrisi beras (Bao et al. 2014).
Biosintesis Pati
Pati merupakan polisakarida penting pada tanaman padi. Polisakarida
dapat digolongkan menjadi 2 kelas yaitu polisakarida struktural (selulosa, pektin,
hemiselulosa, kalosa) dan polisakarida simpanan (pati, sukrosa-interkonversi pati,
fruktosa). Pada organ penyimpanan seperti buah atau biji pati ditimbun dalam
amiloplas. Sukrosa merupakan salah satu bahan baku yang digunakan untuk
sintesis pati pada amiloplas (Goowin and Mercer 1983).
Pati terdiri atas amilosa dan amilopektin. Amilosa merupakan polimer linier
dari D-glukosa dengan ikatan α 1,4 glikosidik. Amilopektin yang merupakan
polimer D-glukosa dengan ikatan α 1,4 glikosidik dan memiliki percabangan
dengan ikatan α 1,6 glikosidik. Amilosa merupakan komponen sederhana dari pati
yang akan disintesis terlebih dulu, setelah itu amilopektin dibentuk dengan
amilosa sebagai prekursornya (Goowin and Mercer 1983; Lakitan 1993).
Biosintesis pati pada tumbuhan melibatkan 4 kelompok enzim yaitu starch
synthase (SS) yang berperan dalam polimerasi rantai glucan pada pati,
pyrophosphorylase (AGPase) berperan dalam menyediakan subtrat bagi SS,
branching enzyme (BE/SBE) yang membentuk ikatan 1,6 glikosidik pada
amilopektin, dan debranching enzyme (DBE) serta granule bound starch synthase-
I (GBSSI) yang mengotrol sintesis amilosa pada endosperm padi. SS
mempolimerasi glucan dengan menambahkan glucan terreduksi dari ADP-Glc
kepada glucan non-reduksi yang berikatan pada α-1,4. SBE1 menentukan struktur
pati dengan mengkatalisasi sintesis cabang α-1,6 pada jalur sintesis amilopektin.
DBE dengan 2 bentuk isoform yaitu ISA dan Pul berperan dalam memelihara
struktur cabang pada amilopektin. GBSSI berperan dalam pembentukan rantai
panjang glucan pada amilosa. Enzim dalam sintesis pati memiliki banyak isoform.
Pada padi 5 kelompok isoform yaitu GBSS (I, II), SSI, SSII (SSIIa, SSIIb and
SSIIc), SSIII (SSIIIa and SSIIIb) and SSIV (SSIVa and SSIVb). Bentuk isoform
tersebut bersama-sama mengotrol sintesis pati pada endosperm (Fujita et al. 2014;
Pandey et al 2012).
7
Marka Molekuler
Perkembangan biologi sel molekuler telah menghasilkan suatu alat bantu
bagi pemulia tanaman berupa marka molekuler yang dapat digunakan dalam
proses seleksi galur tanaman terkait karakter yang diinginkan. Teknik ini
memungkinkan pemulia tanaman untuk menyeleksi gen terkait karakter mutu
beras. Variasi alelik di dalam genom spesies yang sama menjadi konsep dalam
teknik marka molekuler. Variasi alelik ini dapat disebabkan oleh variasi jumlah
sekuens berulang yang biasa disebut microsatellite atau simple sequence repeat
(SSR), insersi atau delesi (Indel) dari segmen DNA, dan single nucleotide
polymorphism (SNP). Sequence tagged site (STS) merupakan teknik marka
molekuler yang dapat digunakan dalam program seleksi galur tanaman (Lukman
et al. 2013; Ophir and Graur 1997).
Seleksi tanaman terkait karakter yang diinginkan menggunakan marka
molekuler atau disebut sebagai marker assisted selection (MAS) tidak
dipengaruhi oleh stadia pertumbuhan maupun kondisi tumbuh seperti temperatur,
kelembaban, intensitas cahaya, dan panjang hari. Teknik ini dapat dilakukan untuk
mengidentifikasi genotipe tanaman secara cepat dan terpercaya. Melalui teknik ini
pemulia tanaman dapat mempersingkat waktu dalam pembentukan varietas
unggul baru (Lukman et al. 2013).
Seleksi yang akurat terhadap suatu karakter yang diinginkan dari tanaman
adalah dengan berdasarkan pada gen yang mengendalikan karakter tersebut
(Nuraida 2012). Pengembangan marka molekuler yang terpaut (linkage) dengan
karakter-karakter kualitas atau yang disebut dengan pendekatan QTL
(Quantitative Trait Loci) telah banyak dilakukan. Marka molekuler terkait mutu
beras antara lain SBE1, SS1, SSIIa, GBSS1, GPA, Isa, Pul, S3cl, dan TreB telah
dikembangkan dari gen-gen yang berada pada daerah QTL. Marka-marka tersebut
terkait gen-gen yang berperan dalam biosintesis pati dan sukrosa yang
memengaruhi karakter-karakter mutu beras (He et al. 2006; Lestari et al. 2009;
Bao et al. 2006; Lestari et al. 2015).
METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli 2015 hingga Juni 2016 di
Laboratorium Bioteknologi dan Molekuler, Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik Pertanian, Bogor, dan
Laboratorium Pengujian Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, Sukamandi,
Subang, serta Kebun Percobaan Taman Bogo Lampung Timur.
Bahan Penelitian
Sembilan belas galur tahan penyakit blas digunakan dalam penelitian ini.
Galur-galur ini berasal dari 4 persilangan meliputi Situ Patenggang/IRBLa, Situ
8
Patenggang/IRBLiF5, Situ Patenggang/IRBLKp, Situ Patenggang/IRBLta, dan 1
tetua kontrol yaitu Situ Patenggang, serta 4 varietas unggul sebagai kontrol yaitu
Inpari Blas, IR64, Ciherang, dan Inpago 4. Total 24 populasi tanaman yang terdiri
atas 19 galur harapan (Tabel 2), 1 tetua kontrol, dan 4 varietas unggul tersebut
digunakan untuk analisis molekuler. Analisis fenotipe menggunakan 24 populasi
yang sama, yaitu 24 individu tanaman, dari masing-masing populasi tanaman
dipanen 25 individu untuk mendapatkan gabah seberat 2 kg.
Tabel 2 Daftar galur-galur harapan dan tetua Situ Patenggang
Galur ID Skor blas Skor blas
Persilangan (Hayashi et al. 2009) (IRRI 2013)
SPIRTA17 TA 17 0 0 Situ Patenggang/IRBLta
SPIRTA22 TA 22 0 0 Situ Patenggang/IRBLta
SPIRIS8 LIF 8 0 0 Situ Patenggang/IRBLi
SPIRIS24 LIF 24 1 2 Situ Patenggang/IRBLi
SPIRIS141 LIF 141 1 1 Situ Patenggang/IRBLi
SPIRIS166 LIF 166 1 1 Situ Patenggang/IRBLi
SPIRIS170 LIF 170 1 1 Situ Patenggang/IRBLi
SPIRIS175 LIF 175 1 1 Situ Patenggang/IRBLi
SPIRIS197 LIF 197 1 1 Situ Patenggang/IRBLi
SPIRKAP52 KP52 0 0 Situ Patenggang/IRBLkp
SPIRKAP77 KP77 1 1 Situ Patenggang/IRBLkp
SPIRKAP130 KP130 1 1 Situ Patenggang/IRBLkp
SPIRKAP141 KP141 0 0 Situ Patenggang/IRBLkp
SPIRKAP143 KP143 0 0 Situ Patenggang/IRBLkp
SPIRKAP242 KP242 1 1 Situ Patenggang/IRBLkp
SPIRKAP281 KP281 1 1 Situ Patenggang/IRBLkp
SPIRKAP298 KP298 0 0 Situ Patenggang/IRBLkp
SPIRAA207 AA 207 0 0 Situ Patenggang/IRBLa
SPIRAA253 AA 253 0 0 Situ Patenggang/IRBLa
Galur-galur tahan penyakit blas yang digunakan dalam penelitian ini sudah
melewati pengujian di dalam rumah kaca dengan inokulum Ras 104 dan 173,
pengujian di lapang dengan skor ketahanan blas 0 sampai 2 berdasarkan Hayashi
et al. (2009) dan IRRI (2013), dan pengujian menggunakan marka molekuler
terkait gen ketahanan blas (Pita, Pii, Pikp, dan Pia). Pada penelitian ini, bahan
tanaman tersebut dianalisis dengan 19 primer terkait mutu beras. Tipe marka yang
digunakan terdiri atas marka SSR, STS, Indel, SNP. Marka tersebut (Tabel 3)
telah dikembangkan dan dilaporkan oleh Bao et al. (2006), He et al. (2006),
Lestari et al. (2009), dan Lestari et al. (2015).
9
Tabel 3 Daftar primer untuk mengamplifikasi marka molekuler terkait mutu beras
pada galur padi tahan penyakit blas
Nama
primer Gen
Tipe
markae Chra
Sekuen primer Suhu
annealing
(°C) Forward (5’-3’) Reverse (5’-3’)
EQ1 SS1 SSR 6 GATCCGTTTTTGCTGTGCCC CCTCCTCTCCGCCGATCCTG 61.4
EQ2 SBE1 SSR 6 ATTTCTTTGGCCACAGGCGA CCCAGATTCGGAACAAGAAC 61.4
EQ3 SBE1 STS 6 GAGTTGAGTTGCGTCAGATC AATGAGGTTGCTTGCTGCTG 61.9
EQ4 SSIIa SNP 6 CTGGATCACTTCAAGCTGTACGAC GCCGGCCGTGCAGATCTTAAC - d
EQ5 SSIIa SNP 6 CAAGGAGAGCTGGAGGGGGC ACATGCCGCGCACCTGGAAA - d
EQ6 S3cI Indel 7 CCACTCTCATGTCCTTGAAC GCCATGACATTTGGACAT 55
EQ7 TreB Indel 7 CACTCCAGTTCCTGCTCAAA CACCTCCAAAACGAATATGG 55
EQ8 Ams SSR 2 CTTCCAAGGACCCCATCCT CCCAACATCTCCGTCAGAAT 61.9
EQ9 GPA SSR 11 CCAAATACGCGGCCTTCT AGTTTCTGGGCTCGGAGGA 61.9
EQ10 GBSS1 SSR 6 CAAATAGCCACCCACACCAC CTTGCAGATGTTCTTCCTGATG - d
EQ11 SS1 STS 6 TCTAGATTGCTACACGTGAGAGG TCTCCACGATAACTTCCACC - d
EQ12 SBE3 STS 2 TCGGTCAATTCGGTTAGTCTCCTC ACATCCTCTAGCATACTGGCGACTC - d
EQ13 SssIIa STS 6 TCTAGATTGCTACACGTGAGAGG GGAGCCACCTGTAAAGCGTG 58.8
EQ14 Isa STS 8 CCTGTCTTGCACGTGCGGTA GCACGGTTCTGATGTACGAGAG 55
EQ15 Pul3 STS 4 GGGTTCGCTTTCACAACACAG GTCACGACATAAGAGAAGCTGC 55
EQ16 PuL5 STS 4 AGTTCGCTAGTCATCTGCTCG CCACATGTCCTTGTCTCCACTT 55
EQ17 MADb STS 12 TAACAACCACGGCCGAGAA GAGCGTTCTTTTCTTTCGGTA 55
EQ18 HPb STS 3 TGGAGGAGATGTACGTCGAG GAAGTCGAGGTGGTCCATGA 65.5
EQ19 Agluc STS 1 CCTCTGGAATCTTGCTATTTAGG ATCCGCTAGATCACTGACAAA 55 a Chr: nomor kromosom.
b Marka dikembangkan dari kandidat gen-gen yang berada pada daerah QTL yang telah
diidentifikasi oleh Wada et al. (2007). MAD: OsMAD20 MADS box family; HP:
Homeobox domain yang mengandung protein. c
Marka dikembangkan dari kandidat gen-gen yang dipilih secara acak berdasarkan potensi
asosiasi antara fungsinya dengan palatabilitas. Aglu: Acyl UDP N acetyglucosamine d
Primer tidak menghasilkan pita DNA yang spesifik. e Daftar marka dikembangkan oleh Bao et al. (2006); He et al. (2006); Lestari et al.
(2009); Lestari et al. (2015).
Analisis Fenotipe
Analisis fenotipe dilakukan dengan menggunakan metode standar analisis
mutu beras yang biasa dilakukan di Laboratorium Mutu Gabah dan Beras Balai
Besar Penelitian Tanaman Padi, Sukamandi, Subang (Wibowo et al. 2006).
Karakter yang dianalisis meliputi mutu gabah, mutu beras giling, mutu tampilan
beras, mutu tanak beras, dan mutu nutrisi beras. Penentuan kelas mutu gabah
ditentukan berdasarkan SNI 0224-1987/SPI-TAN/01/01/1993. Penentuan kelas
mutu beras giling mengacu pada SNI 01-6128-2008. Bentuk beras ditentukan
berdasarkan IRRI (2013), mutu tanak beras mengacu pada Bao et al. (2014).
Analisis fenotipe dilakukan dengan 2 ulangan.
Analisis Mutu Gabah
Satu kg gabah kering giling (GKG) dari setiap galur padi digunakan
sebagai sampel penelitian. Mutu fisik gabah kering giling yang diidentifikasi
meliputi kadar air, densitas gabah, persentase butir hampa kotoran, persentase
10
butir hijau/kapur, persentase butir kuning rusak, persentase butir merah, dan bobot
1000 butir. Pengukuran kadar air dilakukan dengan menggunaka moisture tester
bermerek “CERA”. Densitas gabah diukur menggunakan alat weight bushel tester.
Penghitungan persentase butir hampa, butir hijau kapur, butir kuning rusak, dan
butir merah dengan membandingkan berat masing-masing peubah tersebut dengan
barat sampel yang dianalisis dikalikan 100 %. Pengukuran bobot 1000 butir
dilakukan dengan menimbang 1000 butir gabah isi menggunakan timbangan
analitik.
Analisis Mutu Beras Giling dan Tampilan Beras
Gabah dibersihkan dengan menggunakan aspirator sehingga didapatkan
gabah isi yang bersih dari kotoran dan gabah hampa. Gabah isi yang sudah bersih
sebanyak 300 g dipecahkan kulitnya menggunakan rice husker hingga diperoleh
beras pecah kulit (BPK). BPK disosoh menggunakan rice polisher selama 3 menit
hingga didapatkan beras giling (BG). Persentase rendemen beras giling ditentukan
dengan rumus:
% Rendemen Beras Giling =berat beras giling
berat sampel gabah x 100%
Beras giling dianalisis lebih lanjut untuk menentukan persentase butir menir
dengan menggunakan menir sieve 2.5 mm. BG seberat 100 g diayak dengan
putaran sebanyak 20 putaran untuk memisahkan menirnya. Menir yang
didapatkan kemudian ditimbang dan dihitung persentasenya. BG bebas menir
selanjutnya digunakan untuk menentukan persentase beras kepala dan beras patah
dengan menggunakan rice drum grader yang berputar selama 3 menit sehingga
terpisah antara beras kepala dan beras patahnya. Selajutnya masing-masing beras
kepala dan beras patah ditimbang dan dihitung persentasenya. Beras kepala, beras
patah, dan beras menir yang diperoleh kemudian dipisahkan kembali dari butir
kapur, butir kuning rusak, dan butir merah. Selanjutnya masing-masing ditimbang
dan dihitung persentasenya. Selain analisis butir beras, dilakukan analisis untuk
derajat sosoh BG. BG sebanyak 100 g dipisahkan sebagai bahan untuk analisis
derajat sosoh yang berupa derajat putih dan keterawangan. Derajat sosoh
ditentukan dengan menggunakan milling meter “Satake”. Kalibrasi dilakukan
menggunakan lempeng standar warna putih dan coklat hingga didapatkan angka
standar untuk masing-masing peubah. Penetuan kadar air untuk BG menggunakan
moisture tester “Kett Grainer PM-300”. Penentuan ukuran beras berupa panjang
dan lebar dilakukan menggunakan mikrometer dan bantuan pinset. Selanjutnya
dihitung rasio panjang/lebar.
Analisis Mutu Tanak Beras
Karakter mutu tanak sangat dipengaruhi oleh sifat pati yang menyusun
sebagian besar beras giling. Sifat pati yang penting dalam menentukan karakter
mutu tanak beras berupa kadar amilosa dan konsistensi gel.
Prinsip dalam menentukan kadar amilosa adalah pengukuran intensitas
warna biru yang terbentuk karena amilosa bereaksi dengan Iodium yang terdapat
di dalam larutan Kalium Iodida. Warna biru yang terbentuk selanjutnya diukur
menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 620 nm. Tepung beras
11
dengan kehalusan minimal 80 mesh ditimbang seberat 100 mg dan dimasukkan ke
dalam labu ukur 100 mL. Pada labu ukur ditambahkan berturut-turut 1 mL etanol
95% dan larutan NaOH 1N 9 mL lalu dipanaskan dalam waterbath dengan suhu
95°C selama 10 menit dan didinginkan selam 1 jam kemudian diencerkan dengan
akuades sampai 100 mL. Sebanyak 5 mL larutan yang telah diencerkan dengan
aquades tersebut dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL dan ditambah 2 mL
larutan Iod dan 1 mL larutan asam asetat 1N kemudian larutan dikocok dan
didiamkan selama 20 menit. Pada saat bersamaan, dibuat larutan amilosa dengan
menimbang 40 mg potato amylose dan dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL
kemudian diencerkan dengan aquades sampai volume 100 mL. Amilosa standar
dibuat 5 tingkat konsentrasi yaitu dengan memasukan larutan amilosa sebanyak 1,
2, 3, 4, dan 5 mL ke dalam labu ukur 100 mL, selanjutnya pada setiap labu ukur
ditambahkan 2 mL larutan Iod dan masing-masing labu ukur sebagai amilosa
standar ditambahkan 0.2, 0.4, 0.6, 0.8, dan 1 mL larutan asam asetat 1N dan
diencerkan sampai 100 mL kemudian diamkan selama 20 menit. Larutan standar
dan sampel diukur absorbansinya menggunakan spektrofotometer pada panjang
gelombang 620 nm.
Selain pengukuran kadar amilosa, dilakukan juga pengukuran konsistensi
gel. Prinsip dalam menentukan kosnsitensi gel yang menjadi faktor penting dalam
menentukan karakter mutu tanak beras adalah pati di dalam butiran beras yang
dimasak akan mengembang dan membentuk gel yang kental. Konsistensi dari gel
ini kemudian ditentukan dengan cara mengukur panjang lelehan gel yang
terbentuk setelah gel membeku di dalam tabung reaksi.
Tepung beras sebanyak 100 mg dimasukkan ke dalam tabung reaksi ukuran
13 x 100 mm. Selain tepung beras sampel, ditimbang juga tepung beras kontrol
yang memiliki sifat konsistensi gel keras, sedang, dan lunak. Pada tabung reaksi
yang telah berisi tepung beras ditambahkan 0.2 mL alkohol 95% (mengandung
0.025% indikator Thymol Blue) dan 2 mL larutan KOH 0.2 M kemudian dikocok
menggunakan stirrer dan tabung ditutup dengan kelereng agar tidak terjadi
penguapan dan untuk me-refluks larutan. Tabung reaksi dipanaskan di dalam
waterbath mendidih selama 8 menit kemudian diangkat dan didiamkan sampai
agak dingin selama 5 menit. Tabung reaksi didinginkan di dalam baki berisi es
selama 20 menit kemudian tabung reaksi yang berisi gel diletakan dengan posisi
mendatar pada suatu bidang datar yang dialasi kertas milimeter dan didiamkan
selama 1 jam. Panjang lelehan gel yang terbentuk diukur menggunakan kertas
milimeter yang dijadikan sebagai alas.
Analisis Mutu Nutrisi
Penentuan kadar protein dilakukan dengan menggunakan metode micro-
Kjeldahl (AOAC 2005). Prinsip dasar dari perhitungan kadar protein adalah
menghitung total N yang terdapat pada bahan (crude protein). Pengujian kadar
protein terdiri atas tiga tahapan yaitu destruksi, destilasi, dan titrasi. Tepung beras
sebanyak 200 gram dimasukkan ke dalam tabung dekstruksi kemudian ditambah 1
tablet katalisator spesial Kjeltec S-35 (dengan komposisi 3.5 gram K2SO4 +
0.0035 gram Se), dan 2.5 ml H2SO4 pekat. Sampel dipanaskan selama 1 jam atau
sampai cairan menjadi bening. Sebelum sampel diangkat, sampel ditambah
beberapa tetes H2O2 teknis kemudian sampel diangkat dan didinginkan. Setelah
dingin sampel ditambah dengan aquades hingga volume 25 ml. Analisis
12
pengukuran kadar protein dilakukan dengan menggunakan alat Kjeltec auto
analyser. Hasil analisis dinyatakan dalam persen protein dapat dibaca langsung
pada alat.
Uji Organoleptik
Uji organoleptik merupakan pengujian terhadap total peubah yang meliputi
kilap, warna, aroma, kepulenan, dan rasa. Pengujian ini dilakukan oleh 30 panelis
yang telah terlatih dan berpengalaman. Nilai organoleptik yang digunakan berupa
perjenjangan atau ranking (urutan) yang berfungsi untuk mengetahui perbedaan
dan perubahan mutu rasa atau palatabilitas beras. Rataan urutan ditentukan
berdasarkan nilai rata-rata dari 30 panelis.
Analisis Genotipe
Isolasi DNA Total
Ekstraksi DNA dilakukan dengan menggunakan metode Doyle and Doyle
(1990) dengan sedikit modifikasi. Sebanyak 3 cm daun padi bagian ujung (tanpa
tulang daun) digunting kemudian dimasukkan ke dalam tabung Eppendorf
berukuran 2 ml. Sebanyak 2 butir beads dimasukkan ke dalam Eppendorf
kemudian direndam selama 5 menit dalam nitrogen cair. Tabung Eppendorf
selanjutnya dimasukkan ke dalam mesin tissuelyser selama 2 menit dengan
frekuensi 25/detik. Sampel ditambah 750 µl buffer CTAB yang telah dicampur
dengan Natrium Bisulfit (0.38 gr Natrium Bisulfit dalam 100 ml CTAB) dan
diinkubasi pada suhu 60 oC selama 20 menit (tabung Eppendorf dibolak-balik
setiap 5 menit), selanjutnya sampel ditambah 750 µl CI (Clorofrom: Isoamil-
alkohol). Sampel kemudian disentrifugasi pada kecepatan 12.000 rpm selama 10
menit dalam mesin Beckman microfuge 12.0. Supernatan diambil sebanyak 500 µl
dan ditambah 100 µl Na Asetat 3 M pH 5.2 serta 500 µl isopropanol. Sampel
disentrifugasi kembali pada kecepatan 12.000 rpm selama 10 menit selanjutnya
dipresipitasi di dalam freezer selama semalam. Supernatan dibuang kemudian
endapan ditambah 200 µl etanol 70% dan disentrifugasi kembali pada kecepatan
12.000 rpm selama 10 menit. Supernatan dibuang, pellet yang terbentuk dikering-
anginkan dan ditambah 100 µl TE (Tris-HCl 40 mM pH 8.3, EDTA 1 mM) serta
1.5 µl RNAse, kemudian diinkubasi pada suhu 37 oC selama 3 jam. Tahap isolasi
DNA diakhiri dengan inaktivasi RNAse dengan cara inkubasi pada suhu 65 oC
selama 15 menit.
Kualitas dan kuantitas DNA dilihat secara kualitatif dengan elektroferesis
pada gel agarose 1% dalam larutan penyangga TAE 1x pada tegangan 100 volt
selama 60 menit, kemudian divisualisasi dengan menggunakan sinar UV (Biorad,
USA). Kualitas dan kuantitas DNA diukur menggunakan spektrofotometer
NanoDrop 2000 (Thermo Fisher Scientific, USA) berdasarkan absorbansi cahaya
pada panjang gelombang 260 nm. Kemurnian DNA diketahui melalui
perbandingan nilai absorbansi cahaya pada gelombang 260 nm dan nilai
absorbansi cahaya pada panjang gelombang 280 nm (Å260/Å280). DNA yang
murni memiliki nilai perbandingan berkisar antara 1.8-2.0).
13
Optimasi Primer dengan Teknik PCR Gradien
PCR dilakukan dengan volume 10 µl yang mengandung 4 µl DNA template
10 ng, 0.5 µl primer-F 2.5 pmol, 0.5 µl primer-R 2.5 pmol, dan KAPA2G Fast
Ready Mix (KAPABIOSYSTEMS) 5 µl. Kondisi PCR adalah initial denaturation
94°C selama 5 menit, denaturation 94°C selama 45 detik, suhu annealing
beragam dengan range 8 °C (58-66°C) selama 1 menit, extension 72 °C selama 1
menit, dan final extension 72°C selama 1 menit. PCR dilakukan sebanyak 35
siklus. Hasil PCR diperiksa dengan elektroforesis gel agarosa 2% pada tegangan
50 volt selama 60 menit kemudian divisualisasikan dengan menggunakan cahaya
UV. Suhu annealing optimum untuk setiap primer dipilih dari pita yang paling
terang dari hasil PCR gradien yang telah divisualisasi.
Amplifikasi DNA Populasi dengan Teknik PCR
Amplifikasi fragmen DNA pada populasi galur-galur padi tahan penyakit
blas dengan menggunakan 14 primer yang telah terseleksi dari hasil optimasi.
Reaksi PCR menggunakan metode yang sama seperti tahapan optimasi primer
dengan menggunakan suhu annealing yang optimum untuk setiap primer (Tabel
3).
Analisis Data
Data genotipe yang diperoleh yaitu marka molekuler terkait mutu beras
diasosiasikan dengan data fenotipe. Marka yang berasosiasi dengan respon
fenotipe (p_value kurang dari 0.05) menunjukkan bahwa marka tersebut
berasosiasi dengan gen-gen terkait mutu beras.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Mutu Gabah
Mutu beras ditentukan oleh mutu gabah yang digiling. Hasil karakterisasi
terkait mutu gabah ditampilkan pada Tabel 4. Kelas mutu gabah dibagi menjadi 3
kelas (kelas mutu berurutan dari tingkat yang paling baik: I, II, dan III) ditentukan
berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI) no. 0224-1987/SPI-TAN/01/01/
1993.
SNI mensyaratkan kadar air gabah maksimal yaitu 14.00%. Semua galur
harapan, tetua Situ Patenggang, dan kontrol varietas unggul memiliki kadar air
kurang dari 14.00%. Hal ini menunjukkan semua galur harapan sudah memenuhi
standar SNI.
Galur-galur harapan memiliki kisaran persentase gabah hampa 0.22-9.11%
(Tabel 4). Persentase gabah hampa terendah dimiliki oleh galur SPIRKAP281
yaitu sebesar 0.22%. Persentase gabah hampa tertinggi dihasilkan oleh galur
SPIRTA22 yaitu sebesar 9.11%. Tetua kontrol (Situ Patenggang) memiliki
persentase gabah hampa yaitu sebesar 0.68%, dan varietas IR64 yaitu sebesar
14
0.31%. Standar maksimal yang ditetapkan SNI untuk gabah hampa sebesar
3.00%. Persentase gabah hampa pada 9 galur harapan melebih nilai standar yang
tercantum pada SNI. Dalam hal ini, 9 galur tersebut menghasilkan gabah hampa
lebih dari 3%. Galur SPIRKAP281, SPIRAA207, dan tetuanya masuk ke dalam
kelas mutu I, galur SPIRIS8, SPIRIS197, SPIRKAP242, dan SPIRAA253 masuk
ke dalam kelas mutu II, sedangkan galur SPIRIS24, SPIRIS141, SPIRIS170, dan
SPIRKAP77 masuk ke dalam kelas mutu III (Tabel 5).
Tabel 4 Karakteristik mutu gabah pada 19 galur padi tahan penyakit blas, tetua
(Situ Patenggang) dan kontrol (4 varietas unggul)
Galur harapan
Sifat
Kadar
air
(%)
Gabah
hampa
(%)
Butir kuning
rusak (%)
Butir
kapur
(%)
Bobot
1000 butir
(g)
Densitas
gabah
(kg/m2)
SPIRTA17 10.30 5.52 1.09 14.01 26.77 532.00
SPIRTA22 10.90 9.11 1.05 12.08 24.14 535.00
SPIRIS8 10.10 1.02 1.49 6.97 25.37 536.00
SPIRIS24 9.80 2.25 1.26 15.81 20.59 527.00
SPIRIS141 10.40 2.51 1.83 7.91 25.21 526.00
SPIRIS166 10.50 6.07 1.42 6.75 24.67 530.00
SPIRIS170 11.50 2.76 1.68 7.44 25.48 554.00
SPIRIS175 10.10 3.70 1.38 12.50 26.51 558.00
SPIRIS197 10.10 1.71 0.78 8.42 24.79 556.00
SPIRKAP52 10.80 3.65 1.21 19.12 23.47 536.00
SPIRKAP77 10.20 2.26 2.13 26.83 24.84 514.00
SPIRKAP130 9.80 4.70 0.84 9.44 23.94 491.00
SPIRKAP141 10.30 4.53 4.81 9.15 25.88 536.00
SPIRKAP143 11.00 7.29 2.94 23.30 25.23 537.00
SPIRKAP242 9.80 1.67 1.27 20.83 23.93 516.50
SPIRKAP281 11.55 0.22 1.61 11.82 22.83 510.00
SPIRKAP298 10.30 7.97 1.08 29.54 21.7 507.50
SPIRAA207 10.20 0.70 0.41 8.65 24.38 545.00
SPIRAA253 10.40 1.63 2.59 43.08 20.08 514.00
Situ Patenggang 12.35 0.68 2.65 17.57 21.63 511.50
Inpago 4 11.10 1.43 3.96 28.81 19.52 491.50
Ciherang 9.30 0.40 0.47 0.72 25.38 560.00
IR64 10.10 0.31 0.49 1.42 25.78 544.00
Inpari Blas 9.50 7.43 1.57 15.97 19.67 514.50
15
Tabel 5 Jumlah galur harapan yang memenuhi standar mutu berdasarkan gabah
hampa
Kelompok galur Kelas mutu
Total I II III Tidak memenuhi standar (SNI)
SPIRTA - - - 2 2
SPIRIS - 2 3 2 7
SPIRKAP 1 1 1 5 8
SPIRAA 1 1 - - 2
Tetua Kontrol
(Situ Patenggang) 1 - - - 1
Total 3 4 4 9 20
Hasil karakterisasi butir gabah kuning rusak menunjukkan bahwa galur-
galur harapan menghasilkan butir kuning rusak sebanyak 0.41-4.81%. Galur
SPIRAA207 memiliki persentase terendah 0.41%, galur SPIRKAP141 memiliki
persentse tertinggi 4.81%, dan tetua kontrol (Situ Patenggang) sebesar 2.65%.
Dibanding dengan 3 varietas kontrol lainnya, varietas Ciherang memiliki
persentase butir kuning rusak yang terendah yaitu sebesar 0.47%. Persentase butir
kuning rusak maksimal menurut SNI yaitu sebesar 7.00%. Berdasarkan SNI no.
0224-1987/SPI-TAN/01/01/1993, 15 galur harapan berada pada kelas mutu I, 4
galur lainnya berada pada kelas mutu II, dan tetua kontrol berada pada kelas mutu
II (Tabel 6).
Tabel 6 Jumlah galur harapan yang memenuhi standar mutu berdasarkan butir
kuning rusak
Kelompok galur Kelas mutu
Total I II III Tidak memenuhi standar (SNI)
SPIRTA 2 - - - 2
SPIRIS 7 - - - 7
SPIRKAP 5 3 - - 8
SPIRAA 1 1 - - 2
Tetua Kontrol
(Situ Patenggang) - 1 - - 1
Total 15 5 - - 20
Persentase jumlah maksimal butir gabah kapur yang ditetapkan SNI yaitu
sebesar 10%. Di antara 19 galur harapan yang dianalisis, galur SPIRIS166
memiliki persentase butir kapur terendah yaitu 6.97%, galur SPIRAA253
memiliki persentase tertinggi yaitu 43.08%, sedangkan tetua kontrol sebesar
17.57%. Varietas kontrol Ciherang memiliki butir kapur terendah yaitu sebesar
0.72% bila dibandingkan dengan semua galur harapan dan varietas kontrol
lainnya. Berdasarkan SNI nomor 0224-1987/SPI-TAN/01/01/1993, terdapat 8
galur harapan yang masuk ke dalam kelas mutu III. Tetua kontrol memiliki
persentase butir kapur sebesar 17.57% sehingga tidak memenuhi syarat yang
ditentukan SNI (Tabel 7).
16
Tabel 7 Jumlah galur harapan yang memenuhi standar mutu berdasarkan butir
gabah kapur
Kelompol galur Kelas mutu
Total I II III Tidak memenuhi standar (SNI)
SPIRTA - - - 2 2
SPIRIS - - 5 2 7
SPIRKAP - - 2 6 8
SPIRAA - - 1 1 2
Tetua Kontrol
(Situ Patenggang) - - - 1 1
Total - - 8 12 20
Hasil analisis mutu gabah berdasarkan kriteria gabah hampa, butir kuning
rusak dan butir kapur menunjukkan bahwa beberapa galur harapan yang
memenuhi standar SNI untuk ketiga karakter tersebut yaitu galur SPIRIS8,
SPIRIS141, SPIRIS170, SPIRIS197, dan SPIRAA207. Lima galur tersebut
cenderung memiliki mutu gabah yang lebih baik dari tetuanya yaitu Situ
Patenggang.
Bobot 1000 butir gabah dari 19 galur harapan berada pada kisaran 20.08-
26.77 g. Bobot 1000 butir terendah dimiliki galur SPIRA253 yaitu sebesar 20.08
% dan tertinggi dimiliki oleh galur SPIRTA17 yaitu sebesar 26.77 g. Tetua
kontrol memiliki bobot 1000 butir yaitu sebesar 21.63 %, Inpago sebagai varietas
kontrol padi gogo memiliki bobot 1000 butir sebesar 19.52 g dan IR64 sebagai
varietas kontrol padi sawah sebesar 25.78 g.
Hasil karakterisasi densitas gabah pada 19 galur harapan menunjukkan
bahwa galur SPIRKAP130 memiliki nilai terendah yaitu sebesar 491.00 kg/m3
dan galur SPIRIS170 memiliki nilai tertinggi yaitu sebesar 558 kg/m3. Situ
Patenggang memiliki densitas gabah sebesar 511.50 kg/m3. Lima belas galur
harapan memiliki densitas gabah yang lebih tinggi daripada tetuanya. Inpago 4
sebagai varietas kontrol padi gogo memiliki densitas gabah sebesar 491.00 kg/m3
sedangkan varietas Ciherang sebagai varietas kontrol padi sawah memiliki
densitas gabah sebesar 560.00 kg/m3.
Mutu Beras Giling
Hasil karakterisasi mutu beras giling pada 19 galur harapan, tetua kontrol,
dan 4 varietas kontrol ditampilkan pada Tabel 8. Penentuan kelas mutu beras
giling ditetapkan berdasarkan SNI No. 01-6128-2008.
Rendemen beras pecah kulit (BPK) pada 19 galur harapan bervariasi yaitu
antara 65.93-80.12 %. Galur SPIRAA253 memiliki rendemen BPK terendah yaitu
65.93 % dan galur SPIRKA281 memiliki rendemen BPK tertinggi yaitu 80.12 %.
Tetua kontrol yaitu Situ Patenggang, Inpago 4 sebagai varietas kontrol padi gogo,
dan Ciherang sebagai varietas kontrol padi sawah memiliki rendemen BPK
masing-masing 76.84 %, 76.02 %, dan 80.34 %.
17
Tabel 8 Karakteristik mutu beras giling dari 19 galur padi tahan penyakit blas,
tetua, dan 4 varietas kontrol.
Galur harapan BPK (%) BG (%) BK (%) BP (%) BM (%) BKR (%) BKa (%)
SPIRTA17 76.41 65.45 84.68 14.50 0.82 4.58 0.29
SPIRTA22 75.61 64.67 87.49 11.72 0.79 4.43 0.27
SPIRIS8 77.11 89.58 89.57 9.86 0.57 4.38 0.63
SPIRIS24 75.59 64.83 88.94 10.25 0.81 7.94 0.29
SPIRIS141 76.86 67.14 87.12 12.23 0.65 2.97 0.45
SPIRIS166 76.96 66.58 89.59 9.67 0.74 2.95 1.04
SPIRIS170 74.75 65.36 88.09 11.35 0.56 5.21 0.38
SPIRIS175 77.17 66.21 79.34 20.30 0.36 5.00 0.41
SPIRIS197 77.9 67.58 92.89 6.72 0.39 3.35 0.49
SPIRKAP52 74.68 62.46 87.49 11.56 0.95 9.84 0.26
SPIRKAP77 72.58 56.49 74.22 23.65 2.13 12.43 0.70
SPIRKAP130 77.12 67.10 91.02 8.52 0.46 4.73 0.21
SPIRKAP141 76.18 64.49 87.98 11.08 0.94 3.34 0.95
SPIRKAP143 75.52 62.51 81.93 16.78 1.29 9.21 1.42
SPIRKAP242 73.18 62.01 82.23 16.51 1.26 8.65 0.86
SPIRKAP281 80.12 62.27 55.64 39.88 4.48 4.45 3.03
SPIRKAP298 66.98 56.77 87.93 11.14 0.93 14.27 0.21
SPIRAA207 76.52 66.22 87.29 11.87 0.84 2.45 0.07
SPIRAA253 65.93 50.13 77.58 19.63 2.79 20.83 2.51
Situ Patenggang 76.84 63.49 51.59 45.86 2.55 8.43 0.13
Ciherang 80.34 83.27 83.26 15.82 0.92 1.29 0.12
IR64 78.78 70.51 94.92 4.82 0.26 1.08 0.21
Inpago 4 76.02 59.87 71.96 24.19 3.85 17.27 1.35
Inpari Blas 74.85 65.68 85.88 12.63 1.49 8.92 0.26
Keterangan: BPK= beras pecah kulit; BG=beras giling; BK=butir kepala; BP=butir patah;
BKa=butir kapur; BM=butir menir; dan BKR=butir kuning rusak.
Hasil analisis beras giling (BG) pada 19 galur harapan menunjukkan
bahwa galur SPIRAA253 memiliki persentase terendah yaitu 50.13 % dan galur
SPIRIS8 memiliki persentase tertinggi yaitu 89.58 %. Situ Patenggang sebagai
tetua kontrol dan Inpago 4 sebagai varietas kontrol padi gogo masing-masing
memiliki rendemen BG yaitu sebesar 63.49 % dan 59.87 %. Varietas Ciherang
memiliki rendemen BG paling tinggi dibandingkan dengan varietas kontrol
lainnya yaitu sebesar 83.27 %.
Berdasarkan SNI No. 01-6128-2008, persentase butir kepala (BK) yang
disyaratkan berkisar antara 60-100% dari hasil penggilingan, butir patah (BP)
antara 0-35 %, dan butir menir (BM) antara 0-3%. Butir kepala pada 19 galur
harapan berkisar antara 55.64-92.89 %. Galur SPIRKAP281 dan tetua kontrol
memiliki persentase butir kepala yang tidak memenuhi standar. Kelas mutu butir
kepala berdasarkan SNI No. 01-6128-2008 pada 19 galur harapan dan tetuanya
yaitu Situ Patenggang ditampilkan pada Tabel 9. Butir patah pada 19 galur
harapan berkisar antara 6.72-39.88%. Galur SPIRKAP281 dan tetua kontrol
18
memiliki persentase butir patah yang tidak memenuhi standar SNI. Kelas mutu
butir patah berdasarkan SNI No. 01-6128-2008 ditampilkan pada Tabel 10.
Tabel 9 Jumlah galur harapan yang memenuhi standar mutu berdasarkan butir
kepala
Kelompok galur Kelas mutu
Total I II III IV V Tidak memenuhi standar (SNI)
SPIRTA - - 2 - - - 2
SPIRIS - 3 4 - - - 7
SPIRKAP - 1 5 1 - 1 8
SPIRAA - - 1 1 - - 2
Tetua kontrol
(Situ Patenggang) - - - - - 1 1
Total - 4 12 2 - 2 20
Tabel 10 Jumlah galur harapan yang memenuhi standar mutu berdasarkan butir
patah
Kelompok galur Kelas mutu
Total I II III IV V Tidak memenuhi standar (SNI)
SPIRTA - - 2 - - - 2
SPIRIS - 3 3 1 - - 7
SPIRKAP - 1 5 1 - 1 8
SPIRAA - - 2 - - - 2
Tetua kontrol
(Situ Patenggang) - - - - - 1 1
Total - 4 12 2 - 2 20
Butir menir (BM) pada 19 galur harapan berkisar antara 0.36-4.48%. Galur
SPIRKAP281memiliki persentase butir menir yang tidak memenuhi standar SNI.
Berdasarkan persentase butir menir, tetua kontrol masuk pada kelas mutu V. Kelas
mutu butir menir pada galur-galur harapan dan tetua kontrol Situ Patenggang
ditampilkan pada Tabel 11.
Persentase butir kapur (BKa) dan butir kuning rusak (BKR) yang
disyaratkan oleh SNI No. 01-6128-2008 yaitu antara 0-5%. Berdasarkan butir
kapur semua galur harapan memenuhi standar nasional (Tabel 12). Butir kapur
dari 19 galur harapan berkisar antara 0.07-3.03 %. Tetuanya masuk pada kelas
mutu II. Butir kuning rusak pada 19 galur harapan berkisar antara 2.45-20.83%.
Berdasarkan butir kuning rusak, 11 galur harapan memenuhi standar SNI, 8 galur
harapan dan tetuanya tidak memenuhi standar SNI (Tabel 13).
19
Tabel 11 Jumlah galur harapan yang memenuhi standar mutu berdasarkan butir
menir
Kelompok galur Kelas mutu
Total I II III IV V Tidak memenuhi standar (SNI)
SPIRTA - - 2 - - - 2
SPIRIS - - 7 - - - 7
SPIRKAP - 4 2 - 1 1 8
SPIRAA - 1 - - 1 - 2
Tetua kontrol
(Situ Patenggang) - - - - 1 - 1
Total - 5 11 - 3 1 20
Tabel 12 Jumlah galur harapan yang memenuhi standar mutu berdasarkan butir
kapur
Kelompok galur Kelas mutu
Total I II III IV V Tidak memenuhi standar (SNI)
SPIRTA - 2 - - - - 2
SPIRIS - 6 1 - - - 7
SPIRKAP - 6 1 - 1 - 8
SPIRAA - 1 - 1 - - 2
Tetua kontrol
(Situ Patenggang) - 1 - - - - 1
Total - 16 2 1 1 - 20
Tabel 13 Jumlah galur harapan yang memenuhi standar mutu berdasarkan butir
kuning rusak
Kelompok galur Kelas mutu
Total I II III IV V Tidak memenuhi standar (SNI)
SPIRTA - - - - 2 - 2
SPIRIS - - - 2 3 2 7
SPIRKAP - - - 3 - 5 8
SPIRAA - - - 1 - 1 2
Tetua kontrol
(Situ Patenggang) - - - - - 1 1
Total - - - 6 5 9 20
Berdasarkan hasil karakterisasi mutu beras giling, galur-galur harapan
yang konsisten memenuhi standar mutu sesuai dengan SNI untuk karakter butir
kepala, butir patah, butir menir, butir kuning rusak, dan butir kapur yaitu
SPIRTA17, SPIRTA22, SPIRIS8, SPIRIS141, SPIRIS166, SPIRIS175,
SPIRIS197, SPIRKAP130, SPIRKAP141, dan SPIRAA207. Sepuluh galur
tersebut memiliki mutu beras giling yang lebih baik daripada tetuanya yaitu Situ
Patenggang pada karakter butir kepala, butir patah, butir menir, butir kuning
rusak, sedangkan untuk karakter butir kapur cenderung memiliki persentase yang
lebih tinggi dibandingkan dengan tetuanya.
20
Mutu Tampilan Beras
Rasio panjang dan lebar dari beras menentukan klasifikasi bentuk dari
butiran beras tersebut. Berdasarkan rasio panjang dan lebar beras, IRRI (2013)
menggolongkan bentuk beras menjadi 4 bentuk yaitu slender (panjang dan
ramping) (> 3.0), medium (sedang) (2.1-3.0), bold (pendek agak lonjong) (1.10-
2.0), dan round (bulat) (≤ 1.0). Hasil analisis menunjukkan bahwa 19 galur tahan
penyakit blas dan tetuanya memiliki bentuk butir beras medium (sedang)
sedangkan 2 varietas kontrol yaitu varietas Inpari Blas dan IR64 memiliki bentuk
slender. Hasil analisis tampilan beras dapat dilihat pada (Tabel 14).
Tabel 14 Karakteristik tampilan beras pada 19 galur padi tahan penyakit blas dan
tetuanya
Galur harapan Sifat
Panjang butir (mm) Lebar butir (mm) Rasio P/L Bentuk beras
SPIRTA17 6.8 2.5 2.7 Medium
SPIRTA22 6.0 2.6 2.4 Medium
SPIRIS8 6.1 2.1 2.9 Medium
SPIRIS24 5.7 2.5 2.3 Medium
SPIRIS141 6.1 2.7 2.3 Medium
SPIRIS166 6.1 2.7 2.3 Medium
SPIRIS170 6.2 2.7 2.3 Medium
SPIRIS175 6.3 2.6 2.4 Medium
SPIRIS197 6.1 2.6 2.3 Medium
SPIRKAP52 6.5 2.5 2.6 Medium
SPIRKAP77 6.3 2.7 2.3 Medium
SPIRKAP130 6.0 2.6 2.3 Medium
SPIRKAP141 6.2 2.7 2.3 Medium
SPIRKAP143 6.8 2.6 2.6 Medium
SPIRKAP242 6.1 2.7 2.3 Medium
SPIRKAP281 6.4 2.5 2.6 Medium
SPIRKAP298 6.4 2.5 2.6 Medium
SPIRAA207 5.9 2.7 2.2 Medium
SPIRAA253 6.4 2.7 2.4 Medium
Situ Patenggang 6.2 2.5 2.5 Medium
Inpago 4 6.2 2.3 2.7 Medium
Ciherang 6.9 2.7 2.6 Medium
IR64 7.2 2.1 3.4 Slender
InpariBlas 6.6 2.1 3.1 Slender
Mutu Tanak Beras
Hasil analisis mutu tanak beras pada 19 galur dan tetuanya (Situ
Patenggang) serta 4 varietas kontrol menunjukkan kadar amilosa yang bervariasi
dari rendah sampai sedang (Tabel 15).
21
Tabel 15 Karakteristik mutu tanak beras dan kadar protein beras pada 19 galur
padi tahan penyakit blas dan tetua kontrol (Situ Patenggang)
Galur harapan Sifat
Kadar amilosa (%)a Konsistensi gel (mm)
b Tekstur Kadar Protein (%)
SPIRTA17 14.79 66.00 Pulen 8.39
SPIRTA22 15.37 61.50 Pulen 8.21
SPIRIS8 18.95 61.00 Pulen 8.38
SPIRIS24 15.22 64.50 Pulen 8.82
SPIRIS141 16.28 84.00 Pulen 8.93
SPIRIS166 16.48 76.00 Pulen 8.57
SPIRIS170 16.87 69.50 Pulen 9.06
SPIRIS175 17.07 62.00 Pulen 8.93
SPIRIS197 18.01 65.00 Pulen 8.68
SPIRKAP52 18.80 63.50 Pulen 8.44
SPIRKAP77 16.55 61.00 Pulen 9.17
SPIRKAP130 20.84 59.00 Agak pulen 8.91
SPIRKAP141 19.23 55.00 Pulen 9.06
SPIRKAP143 21.90 53.50 Agak pulen 8.49
SPIRKAP242 18.75 71.50 Pulen 9.36
SPIRKAP281 22.34 43.00 Agak pulen 8.61
SPIRKAP298 20.25 71.00 Pulen 8.60
SPIRAA207 16.71 61.50 Pulen 9.64
SPIRAA253 15.57 72.00 Pulen 8.81
Inpari Blas 14.27 63.50 Pulen 9.92
Situ Patenggang 14.36 68.00 Pulen 6.93
Ciherang 17.54 62.00 Pulen 9.47
Inpago 4 16.24 70.00 Pulen 9.22
IR64 15.89 61.50 Pulen 8.79 a Ketan (0-2%); sangat rendah (3-12%); rendah (13-20%); sedang (21-25%);
(≥26%) (Bao et al. 2014). b
Nasi lunak (> 62 mm); sedang (41-61 mm); keras (< 41 mm)
Di antara 19 galur tahan penyakit blas yang dianalisis terdapat 16 galur
yang berkadar amilosa rendah. Galur-galur ini mengikuti tetuanya yaitu Situ
patenggang yang memiliki kadar amilosa rendah yaitu 14.36 %. Empat varietas
kontrol juga tergolong pada tingkat kadar amilosa rendah. Tiga galur lainnya yaitu
SPIRKAP130, SPPIRKAP143, dan SPIRKAP281 memiliki kadar amilosa tingkat
sedang.
Konsistensi gel dapat menjadi kriteria untuk menentukan tekstur nasi
setelah nasi dalam keadan dingin. Tekstur nasi dikelompokan menjadi 3, yaitu
keras, sedang, dan lunak. Sifat konsistensi gel ditandai dengan panjang lelehan gel
saat membeku (Bao et al. 2014). Hasil analisis pada 19 galur harapan
menunjukkan bahwa 15 galur memiliki konsistensi gel lunak yang ditunjukkan
dengan lelehan gel > 62 mm dan 4 galur lainnya (SPIRKAP130, SPIRKAP141,
22
SPIRKAP143, SPIRKAP281) memiliki konsistensi gel sedang yang ditunjukkan
dengan lelehan gel 41-61 mm (Tabel 15).
Berdasarkan analisis kadar amilosa dan konsistensi gel diperoleh 16 galur
harapan bersifat pulen dan 3 galur lainnya (SPIRKAP130, SPIRKAP143,
SPIRKAP281) bersifat pulen sedang. Tiga galur tersebut juga menghasilkan
tingkat kepulenan sedang (agak pulen) dalam pengujian organoleptik.
Mutu Nutrisi Beras
Kadar protein pada 19 galur berkisar antara 8.21-9.64%. Tetua kontrol
yaitu Situ Patenggang memiliki kadar protein sebesar 6.93%. Kadar protein pada
galur-galur harapan ini lebih tinggi dibandingkan dengan tetuanya. Hasil analisis
kadar protein pada 19 galur tahan penyakit blas, tetua kontrol, dan 4 varietas
kontrol dapat dilihat pada Tabel 15.
Berdasarkan hasil karakerisasi mutu beras giling, mutu tanak beras dan
mutu nutrisi, galur harapan (SPIRIS8, SPIRIS197, SPIRKAP141, dan SPIRA
207) memilliki kelas mutu yang lebih baik dari tetuanya. Hal ini menunjukkan
bahwa galur harapan tersebut memiliki potensi yang besar untuk dikembangkan
lebih jauh menjadi varietas unggul.
Marka Molekuler Terkait Mutu Beras
Hasil analisis genotipe menggunakan 14 primer eating quality (EQ) yang
menunjukkan adanya keragaman genotipe pada galur-galur harapan. Keragaman
genotipe ditunjukkan oleh pita DNA polimorfis pada hasil elektroforosis.
Keragaman genotipe galur-galur uji menggunakan primer EQ1, EQ2, EQ7, dan
EQ3 ditampilkan pada Tabel 16, Tabel 17, Tabel 18, dan Tabel 19.
Tabel 16 Alel pada galur uji yang diamplifikasi menggunakan primer EQ1
Ukuran alel (bp) Jumlah galur Frekuensi alel (%)
149 1 4.17
151 1 4.17
154 1 4.17
159 1 4.17
160 2 8.33
161 1 4.17
164 1 4.17
166 4 16.67
168 1 4.17
173 4 16.67
180 1 4.17
187 1 4.17
195 1 4.17
203 3 12.50
211 1 4.17
Total 24 100.00
Hasil amplifikasi dengan menggunakan primer EQ1 menunjukkan adanya
keragaman genotipe di antara galur-galur yang diuji. Hasil amplifikasi dengan
menggunakan primer EQ1 beragam antara 149-211 bp (Tabel 16). Keragaman ini
diperlihatkan dengan terbentuknya pita-pita yang polimorfis (Gambar 1). Alel
dengan frekuensi tertinggi 16.67 % yaitu 173 bp yang teramati pada tetua kontrol
23
(Situ Patenggang), SPIRIS8, SPIRIS24, dan SPIRIS141. Sedangkan salah satu
alel dengan frekuensi terendah 4.17 % yaitu berukuran 151 bp yang teramati pada
galur SPIRTA22.
Gambar 1 Hasil PCR menggunakan primer EQ1 terkait gabah hampa memperlihatkan
pita polimorfis. (T) persentase gabah hampa tinggi, (R) persentase gabah
hampa rendah. Angka pada gambar menunjukkan ukuran alel (bp).
Hasil amplifikasi menggunakan primer EQ1 menunjukkan bahwa alel
berukuran 173 bp berasosiasi dengan sifat gabah hampa yang rendah (0.68-2.51
%). Alel berukuran 173 bp tersebut merupakan marka untuk gen SS1 yang
menjadi penciri (marka) untuk sifat gabah hampa dengan persentase yang rendah.
Hasil amplifikasi dengan menggunakan primer EQ2 dan EQ7
menunjukkan adanya keragaman genotipe di antara galur-galur yang diuji. Hal ini
diperlihatkan dengan dihasilkannya pita-pita yang polimorfis (Gambar 2 dan 3).
Hasil amplifikasi menggunakan primer EQ2 dan EQ7 memiliki nilai p_Value
masing-masing 1.59E-05 dan 0.005 pada hasil analisis asosiasi dengan sifat butir
kepala. Hal ini menunjukkan bahwa marka yang dihasilkan dengan primer EQ2
dan EQ7 memiliki nilai signifikan yang sangat tinggi untuk sifat beras kepala.
Ukuran pita DNA produk PCR dengan menggunakan primer EQ2 berkisar
antara147-189 bp (Tabel 17). Pita DNA (alel) yang berukuran 156 bp memiliki
frekuensi tertinggi yaitu 29.17 %. Alel berukuran 156 bp teramati pada galur
SPIRIS 170, SPIRIS 175, SPIRIS 197, SPIRKAP 52, SPIRKAP 77, SPIRKAP
143, dan SPIRA 253. Alel berukuran 181 bp merupakan salah satu alel yang
frekuensinya terendah yaitu 4.17% dan teramati pada galur SPIRAA207. Alel
berukuran 515 bp teramati pada tetua kontrol (Situ Patenggang) dan varietas
kontrol Inpari Blas. Ukuran pita DNA produk PCR dengan menggunakan primer
EQ7 berkisar antara 119-141 bp (Tabel 18). Alel berukuran 128 bp memiliki
frekuensi tertinggi yaitu 45.83% dan teramati pada galur SSPIRTA17, SPIRIS24,
SPIRIS141, SPIRIS166, SPIRIS175, SPIRKAP242, SPIRKAP298, SPIRAA25,
tetua kontrol (Situ Patenggang), varietas kontrol Inpago 4, dan IR64. Alel
berukuran 138 bp merupakan alel yang frekuensinya terendah yaitu 4.17% dan
teramati pada galur SPIRIS8.
Gambar 2 Hasil PCR menggunakan primer EQ2 terkait beras kepala memperlihatkan
pita polimorfis. (T) persentase beras kepala tinggi, (R) persentase beras
kepala rendah. Angka pada gambar menunjukkan ukuran alel (bp).
24
Tabel 17 Alel pada galur uji yang diamplifikasi menggunakan primer EQ2
Ukuran alel (bp) Jumlah galur Frekuensi alel (%)
147 1 4.17
156 7 29.17
164 4 16.66
172 4 16.66
180 3 12.50
181 1 4.17
184 2 8.33
186 1 4.17
189 1 4.17
Total 24 100.00
Gambar 3 Hasil PCR menggunakan primer EQ7 terkait beras kepala
memperlihatkan pita polimorfis. (T) persentase beras kepala tinggi,
(R) persentase beras kepala rendah. Angka pada gambar
menunjukkan ukuran alel (bp).
Tabel 18 Alel pada galur uji yang diamplifikasi menggunakan primer EQ7
Ukuran alel (bp) Jumlah alel teramati Frekuensi alel (%)
119 1 4.17
123 1 4.17
124 1 4.17
126 6 25.00
128 11 45.83
132 1 4.17
136 1 4.17
138 1 4.17
141 1 4.17
Total 24 100.00
Alel berukuran 156 bp dari hasil amplifikasi menggunakan primer EQ2
menunjukkan beras kepala berkisar antara 74.22-92.89 % dan ukuran 128 bp
untuk primer EQ7 menunjukkan beras kepala berkisar antara 77.58-89.59%. Alel
berukuran 156 bp dari hasil amplifikasi menggunakan primer EQ2 merupakan
marka untuk gen SBE1 yang menjadi penciri (marka) sifat butir kepala dengan
persentase tinggi. Sedangkan alel berukuran 128 bp dari hasil amplifikasi
menggunakan primer EQ7 merupakan marka untuk gen TreB yang menjadi
penciri (marka) sifat beras kepala dengan persentase yang tinggi.
25
Hasil amplifikasi dengan menggunakan primer EQ3 menunjukkan adanya
keragaman genotipe di antara galur-galur yang diuji. Keragaman ini diperlihatkan
dengan terbentuknya pita-pita yang polimorfis (Gambar 4). Hasil amplifikasi
dengan menggunakan primer EQ3 berkisar antara 405-515 bp yang berkaitan
dengan sifat kadar amilosa (Tabel 19). Alel dengan frekuensi tertinggi 29.17%
yaitu 459 bp yang teramati pada galur SPIRTA 17, SPIRTA 22, SPIRIS 8,
SPIRIS 24, SPIRIS 141, SPIRKAP 22, dan varietas kontrol Inpari Blas. Alel
berukuran 496 bp yang teramati pada varietas Ciherang memiliki frekuensi
terendah yaitu 8.33%. Rangkuman frekuensi alel tertinggi dan terendah dari hasil
amplifikasi menggunakan primer EQ diperlihatkan pada Tabel 20.
Gambar 4 Hasil PCR menggunakan primer EQ3 terkait kadar amilosa
memperlihatkan pita polimorfis. (S) persentase kadar amilosa sedang,
(R) persentase kadar amilosa rendah. Angka pada gambar
menunjukkan ukuran alel (bp)
Tabel 19 Alel pada galur uji yang diamplifikasi menggunakan primer EQ3
Ukuran alel (bp) Jumlah alel teramati Frekuensi alel (%)
405 2 8.33
409 3 12.50
425 2 8.33
434 2 8.33
442 4 16.67
456 7 29.17
496 2 8.33
515 2 8.33
Total 24 100.00
Berdasarkan hasil amplifikasi menggunakan primer EQ3, galur-galur
harapan,dan tetuanya, serta varietas kontrol yang memiliki alel berukuran 459 bp
menunjukkan kadar amilosa rendah (13-20%). Hal ini menunjukkan bahwa alel
berukuran 459 bp ini dapat menjadi penciri (marka) untuk sifat kadar amilosa
rendah.
Primer EQ1, EQ2, EQ3, dan EQ7 menghasilkan pita DNA yang memiliki
nilai ko-segregasi yang cenderung rendah (< 50) (Tabel 21). Hal ini disebabkan
karakter-karakter mutu beras diwariskan secara poligenik. Pewarisan poligenik
merupakan pewarisan sifat yang ditentukan oleh interaksi sejumlah gen yang
berbeda lokus. Hasil asosiasi menunjukkan sifat beras kepala pada karakter mutu
beras giling ditentukan oleh beberapa gen yaitu SBE1 dan TreB. Gen SBE1
merupakan gen yang berperan dalam jalur biosintesis pati (Pandey et al. 2012;
Tetlow et al. 2014). Amplifikasi menggunakan primer-primer eating quality (EQ)
tersebut menghasilkan pita-pita DNA polimorphis dan memiliki p_Value yang
tinggi pada hasil analisis asosiasi dengan karakter mutu beras (Tabel 22).
26
Tabel 20 Frekuensi alel tertinggi dan terendah pada genotipe galur-galur harapan
yang diamplifikasi mengunakan 14 pasang primer EQ
Primer Ukuran alel frekuensi
tertinggi/terendah (bp)
Frekuensi alel
tertinggi/terendah (%)
EQ1 166/151 16.67/4.17
EQ2 156/181 29.17/4.17
EQ3 459/496 29.17/8.33
EQ6 142/133 41.67/4.17
EQ7 128/138 45.83/4.17
EQ8 137133 33.33/4.17
EQ9 127/138 33.33/4.17
EQ13 1264/1236 25.00/4.17
EQ14 185/160 33.33/4.17
EQ15 216/279 29.17/4.17
EQ16 162/136 29.17/4.17
EQ17 144/125 29.17/4.17
EQ18 185/230 33.33/4.17
EQ19 170/150 29.17/4.17
Tabel 21 Nilai ko-segregrasi beberapa marka terkait mutu beras
Nama
primer Gen
Tipe
marka Karakter Sifat p_Value
Nilai Ko-segregasi
(%)
EQ2 SBE1 SSR Mutu beras giling Beras kepala 1.59E-05 10.53
EQ7 TreB Indel Mutu beras giling Beras kepala 0.005 42.11
EQ3 SBE1 SSR Mutu tanak beras Kadar amilosa 0.019 31.58
EQ3 SBE1 SSR Mutu beras giling Beras pecah kulit 0.012 31.58
EQ1 SS1 SSR Mutu gabah Gabah hampa 0.024 15.79
Asosiasi Marka Molekuler dengan Karakter Mutu Beras
Analisis asosiasi antara alel (pita-pita DNA hasil amplifikasi) dengan
karakter mutu beras ditunjukkan pada Tabel 22. Alel yang signifikan (p_Value <
0.05) dapat digunakan sebagai kandidat marka molekuler untuk membantu proses
seleksi pada program pemuliaan padi fungsional. Nilai R2 (0.99) yang tinggi pada
beberapa alel menunjukkan bahwa alel tersebut menjadi penanda (marka) yang
kuat terkait karakter mutu beras pada galur-galur harapan.
Hasil asosiasi antara alel-alel dengan karakter mutu beras menunjukkan 3
dari 4 tipe marka yaitu tipe marka STS, SSR dan Indel lebih banyak berasosiasi
dengan karakter mutu beras yaitu: mutu beras giling, mutu tampilan, mutu tanak
beras, dan mutu nutrisi. Lestari et al. (2015) melaporkan bahwa STS dan SSR
merupakan tipe marka yang berasosiasi dengan karakter mutu tanak beras.
27
Tabel 22 Alel signifikan (p_Value < 0,05) terkait mutu beras
Nama
primer Gen
Tipe
marka Chr
Ukuran
alel (bp) Karakter Sifat
p_Value
(< 0,05) R2
EQ3 SBE1 STS 6 459
Mutu Gabah
DG 0.006 0.662
EQ2 SBE1 SSR 6 156 GH 0.016 0.656
EQ1 SS1 SSR 6 173 GH 0.024 0.858
EQ3 SBE1 STS 6 459 BKR 0.025 0.586
EQ2 SBE1 SSR 6 156
Mutu beras
giling
BK 1,59E-05 0.999
EQ7 TreB Indel 7 128 BK 0.005 0.997
EQ9 GPA SSR 11 127 BP 0.009 0.595
EQ3 SBE1 STS 6 459 BPK 0.012 0.629
EQ15 Pul3 STS 4 216 BPK 0.014 0.814
EQ1 SS1 SSR 6 173 BKa 0.037 0.839
EQ16 Pul5 STS 4 162 BKR 0.035 0.696
EQ8 AMs SSR 2 137 BM 0.007 0.696
EQ18 HP STS 3 173 Mutu tampilan
beras
PB 0.009 0.727
EQ1 SS1 SSR 6 173 PB 0.020 0.864
EQ15 Pul3 STS 4 216 R 0.021 0.798
EQ2 SBE1 SSR 6 156
Mutu tanak
beras
KP 0.007 0.701
EQ3 SBE1 STS 6 459 KA 0.019 0.600
EQ7 TreB Indel 7 128 KA 0.044 0.593
EQ7 TreB Indel 7 128 KG 0.045 0.593
EQ13 SssIIa STS 6 1242 Organoleptik A 0.031 0.523
Keterangan: DG=Densitas Gabah; GH=Gabah Hampa; BKR= Butir Kuning Rusak; BK=
Beras Kepala; BPK= Beras Pecah Kulit; BKa= Butir Kapur; BP= Beras Patah;
BG= Beras Giling; BM= Butir Menir; PB= Panjang beras; R=Rasio
panjang/lebar; KA= Kadar Amilosa; KP= Kadar Protein, A= Aroma
Pembahasan
Mutu Gabah dan Mutu Beras Giling
Hasil karakterisasi 19 galur harapan memiliki kadar air yang memenuhi
standar mutu SNI (maksimal 14 %). Kondisi ini masih memenuhi persyaratan
aman simpan beras. Umur simpan beras relatif lebih lama pada kondisi kadar air
di bawah 14 % (Aryunis 2012 dan Bulog 2003).
Gabah hampa adalah gabah yang tidak berkembang sempurna, tetapi
kedua tangkup sekamnya utuh dan tidak terisi butir beras. Hasil karakterisasi
menunjukkan bahwa 9 galur harapan memenuhi standar maksimal yang
ditetapkan SNI yaitu gabah hampa tidak lebih dari 3%.
Butir kuning rusak merupakan butir utuh atau patah yang sebagian atau
keseluruhan berwarna kuning dan mengalami kerusakan. Warna kuning dan rusak
disebabkan oleh proses peragian, pembusukan, atau berkembangnya jamur. Hal
ini dapat terjadi karena kurang sempurna dalam proses pengeringan gabah
ataupun dalam penyimpanan yang lembab. Kerusakan juga dapat terjadi akibat
28
serangan hama di lapang (Damardjati dan Purwanti 1991; Houston 1972). Hasil
penelitian menunjukkan butir kuning rusak gabah pada 15 galur harapann berada
pada kelas mutu I, sedangkan tetua kontrol berada pada kelas mutu II. Sedangkan
hasil penelitian untuk butir kuning rusak beras menunjukkan 12 galur harapan
memenuhi standar SNI dan memiliki butir kuning rusak yang lebih kecil dari tetua
kontrol yaitu Situ Patenggang. Hal ini menunjukkan bahwa galur-galur harapan
memiliki potensi untuk dikembangkan.
Butir kapur merupakan butir utuh atau patah yang lebih dari setengah
bagiannya berwarna putih seperti kapur (Damardjati dan Purwanti 1991). Bagian
butir yang mengapur memiliki granula pati yang kurang kompak dan memiliki
rongga-rongga udara antar granula pati. Hal ini menyebabkan kekerasan butir
menjadi rendah. Butir kapur dapat terbentuk karena beberapa faktor antara lain
faktor genetis dari varietas, umur panen yang kurang optimum sehingga bulir padi
belum masak fisiologis, dan kondisi prapanen yang disebabkan lingkungan dan
cara bercocok tanam. Jarak tanam yang kurang rapat dan pemberian pupuk
nitrogen yang berlebih juga dapat menghasilkan banyak anakan. Banyaknya
anakan menyebabkan luas daun pada tiap satuan lahan lebih besar. Hal ini
mengakibatkan proses fotosintesis saling menutupi antara daun sehingga
mengakibatkan proses pemasakan bijji kurang sempurna. Butir kapur juga
mengakibatkan butir menjadi mudah pecah dan rusak selama proses penggilingan
dan mengakibatkan timbulnya hama gudang selama penyimpanan (Damardjati
dan Purwanti 1991; Damardjati 1987). Hasil penelitian menunjukan butir kapur
beras pada 19 galur harapan memenuhi standar yang ditetapkan SNI.
Butir kapur dan butir kuning rusak merupakan karakter yang menjadi
standar dalam penetuan kelas mutu beras giling. Faktor yang mempengaruhi
tinggi rendahnya butir kapur dan butir kuning rusak adalah kualitas gabah yang
diproses. Gabah yang belum masak optimum dan terjadi fermentasi akibat
pengeringan yang terlambat menyebabkan penampilan beras giling yang
dihasilkan mengandung kapur dan berwarna kuning, serta terdapat bercak hitam
(Rachmat et al. 2006). Butir kapur juga menentukan penerimaan konsumen (Bao
et al. 2014).
Berat dari 1000 butir gabah yang dihasilkan oleh suatu jenis tanaman atau
varietas disebut bobot 1000 butir. Penggunaan bobot 1000 butir adalah untuk
menentukan kebutuhan benih dalam 1 hektar lahan (Mardiah dan Indrasari 2010).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa 17 galur harapan memiliki bobot 1000 butir
yang lebih tinggi daripada tetuanya yaitu Situ Patenggang. Galur SPIRTA17,
SIRIS175, dan SPIRKAP141 memiliki bobot 1000 butir lebih tinggi daripada
IR64 yang memiliki bobot 1000 butir tertinggi di antara keempat varietas kontrol.
Ketiga galur tersebut memiliki potensi untuk dikembangkan lebih lanjut. Dua
galur harapan lainnya memiliki bobot 1000 butir yang lebih rendah dibanding
tetuanya. Bobot 1000 butir merupakan karakter yang ditentukan secara genetik
dan merupakan karakter yang tercantum pada deskripsi varietas (Sutopo 2002). Di
samping faktor genetik, rendahnya bobot 1000 butir juga dapat disebabkan oleh
proses pengeringan yang berlebihan saat pemrosesan benih, pertumbuhan tanaman
induk yang kurang baik, lamanya penyimpanan, dan serangan hama gudang
(Maryenti 2012).
Densitas gabah merupakan parameter yang penting dalam menduga bernas
gabah hasil panen, mengetahui sejumlah kotoran, banyaknya butiran berkerut, dan
29
butir hampa, serta dapat digunakan untuk menduga kapasitas gudang
penyimpanan. Densitas gabah ditentukan oleh faktor genetik dan juga proses
fisiologi selama pertumbuhan. Densitas gabah juga dipengaruhi oleh kadar air
gabah. Kadar air yang tinggi pada gabah akan menghasilkan densitas gabah yang
tinggi juga. Gabah dengan densitas yang tinggi dapat dihasilkan dengan fase
pengisian bulir padi yang serempak (Damardjati 1991).
Beras pecah kulit merupakan karakter yang menjadi persyaratan dalam
SNI pada mutu beras giling. Beras pecah kulit berkaitan dengan pengelupasan
palea dan lemma. Beras pecah kulit merupakan hasil dari gabah proses pengulitan
sebelum melalui proses penyosohan. Semakin tinggi rendemen beras pecah kulit,
maka rendemen beras giling yang dihasilkan juga semakin tinggi. Rendemen
beras giling merupakan salah satu faktor yang menjadi pertimbangan bagi galur
harapan untuk menjadi varietas unggul baru yang akan dikembangkan. Semakin
tinggi rendemen beras giling maka varietas tersebut semakin memiliki nilai
ekonomi yang tinggi (Mardiah dan Indrasari 2010). Hasil penelitian menunjukkan
bahwa sebagian galur harapan yang memiliki rendemen beras pecah kulit yang
rendah juga menghasilkan rendemen beras giling yang rendah. Galur SPIRAA253
memiliki rendemen beras pecah kulit terendah yaitu sebesar 65.93% dan
menghasilkan rendemen beras giling terendah yaitu sebesar 50.13%.
Butir kepala merupakan kriteria penting dalam menentukan mutu beras
giling. Beras kepala juga menjadi faktor utama yang menentukan harga pasar
(Bao et al. 2006). Menurut Damardjati dan Purwanti (1998), beberapa faktor yang
menentukan beras kepala di antaranya varietas, bentuk biji, lingkungan, perlakuan
pascapanen, kadar air, penyimpanan dan proses penggilingan. Kadar air yang
tinggi dan lamanya penyimpanan menyebabkan butir beras menjadi lunak dan
mudah patah dalam proses penggilingan dan selama penyimpanan sehingga dapat
meningkatkan butir patah dan butir menir. Butir kepala juga dipengaruhi oleh pati
yang merupakan molekul penting dalam proses pengisian gabah (Fujita 2014).
Mutu Tampilan Beras
Bentuk beras dipengaruhi oleh kadar amilosa dan gel konsistensi.
Umumnya, semakin pendek bentuk beras memiliki kadar amilosa yang rendah dan
gel konsistensi yang lunak (Juliano 1990). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian
yang menunjukan 19 galur harapan memiliki bentuk medium dengan kadar
amilosa rendah hingga sedang dan konsistensi gel lunak hingga sedang.
Mutu Tanak Beras
Karakter mutu tanak beras terdiri atas kadar amilosa dan konsistensi gel.
Karakter ini menentukan tekstur dan tingkat kepulenan nasi yang dihasilkan (Bao
et al. 2014). Semakin rendah kadar amilosa (KA) beras akan menghasilkan sifat
yang semakin pulen (Damardjati 1995). Kadar amilosa juga berhubungan erat
dengan sifat konsistensi gel yang menunjukkan tekstur nasi. Konsistensi gel
memiliki korelasi positif terhadap kepulenan nasi (Wibowo et al. 2007; Lestari et
al. 2009). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian ini yang menunjukkan bahwa
beras dengan kadar amilosa yang rendah memiliki konsistensi gel yang lunak. Hal
ini ditunjukan oleh panjang lelehan gel yang lebih panjang dan memberikan
karakter pulen.
30
Selera konsumen terhadap tekstur nasi dipengaruhi oleh faktor subjektif
antara lain lokasi, suku bangsa, lingkungan, pendidikan, dan tingkat golongan
seseorang. Sebagai contoh, suku Minang lebih menyukai beras dengan tekstur
pera, sedangkan suku Jawa dan Bali lebih menyukai tekstur nasi pulen
(Damardjati dan Purwani 1998). Selain karena faktor subjektif tersebut, pemilihan
beras dapat didasarkan pada pertimbangan dari sisi kesehatan guna mencegah
suatu penyakit. Pada diet penderita Diabetes Mellitus, pemilihan beras tersebut
menggunakan pendekatan Indeks Glikemik (IG) (Raignhild et al. 2004). Indeks
glikemik adalah kecepatan kenaikan kadar glukosa dalam darah setelah
mengkonsumsi bahan pangan karbohidrat (Yokoyama 2004). Bahan pangan
dengan IG tinggi dapat menaikan kadar glukosa darah dengan cepat. Sebaliknya,
bahan pangan dengan IG rendah akan secara lambat dalam menaikan kadar
glukosa darah. Salah satu faktor yang menentukan IG pada bahan pangan adalah
kadar amilosa dan amilopektin.
Komposisi amilosa atau amilopektin memengaruhi daya serap karbohidrat
yang akan menghasilkan puncak kadar glukosa darah dan berpotensi dalam
mengendalikan daya cerna pati beras. Sebagian besar ilmuwan berpendapat bahwa
amilosa memiliki daya cerna yang lebih lambat dibandingkan dengan amilopektin
(Behall and Hallfrisch 2002). Hal ini karena amilosa merupakan polimer linier
dari gula sederhana. Rantai yang lurus ini mengakibatkan ikatan amilosa yang
solid sehingga tidak mudah tergelatinisasi. Oleh karena itu, amilosa memiliki daya
cerna yang lebih sulit dibandingkan dengan amilopektin yang merupakan polimer
bercabang dari gula sederhana, dan struktur terbuka. Berdasarkan karakteristik
tersebut maka beras dengan kadar amilosa yang tinggi akan memiliki aktivitas
hipoglikemik yang lebih tinggi dibandingkan dengan beras yang mengandung
amilopektin tinggi. Beras dengan kadar amilosa tinggi cenderung memiliki IG
yang lebih rendah dibandingkan dengan beras berkadar amilosa rendah (Widowati
et al. 2009)
Berdasarkan hasil penelitian ini, 16 galur harapan memiliki kadar amilosa
rendah yang memungkinkan memiliki IG yang tinggi. Sedangkan 3
(SPIRKAP130, SPIRKAP143, SPIRKAP281) galur harapan lainnya memiliki
kadar amilosa tingkat sedang sehingga kemungkinan memiliki IG yang lebih
rendah. Tiga galur harapan tersebut berpotensi untuk dapat dijadikan pilihan diet
Diabetes Mellitus.
Mutu Nutrisi Beras
Kadar protein menjadi parameter penting dalam menentukan nilai nutrisi
beras (Bao et al. 2014). Protein merupakan zat pembangun sebagai pelengkap gizi
pangan yang berperan dalam pertumbuhan tubuh manusia (Wibowo et al. 2007).
Hasil menunjukan galur-galur harapan memiliki kadar protein yang lebih tinggi
dibanding tetua kontrol Situ Patenggang. Hal ini menunjukkan galur-galur
harapan memiliki potensi besar dalam memenuhi kelengkapan gizi.
Marka molekuler dan Asosiasinya dengan Karakter Mutu Beras
Karakter mutu beras banyak ditentukan oleh pati. Pati yang terdiri dari
amilosa dan amilopektin menjadi faktor penentu sifat fisikokimia beras. Gen SS1,
SssIIa, SBE1, GPA, PUL terlibat dalam biosintesis pati. Secara umum, kandungan
pati pada tanaman terdiri dari 20-30% amilosa dan 70-80% amilopektin. Beras
31
dapat di kelompokan berdasarkan kadar amilosa seperti, ketan jika memiliki kadar
0-2%, sangat rendah (3-12%), rendah (13-20%), sedang (21-25%) dan tinggi
(≥26%) (Bao et al. 2014). Kadar amilosa yang rendah memberikan karakter pulen
pada beras (Darmajdati 1995).
Marka molekuler untuk gen SS1, SssIIa, SBE1, GPA, PUL, TreB, AMs,
HP yang merupakan tipe marka STS, SSR, Indel secara signifikan berasosiasi
dengan karakter mutu beras. Primer EQ1 digunakan untuk mengamplifikasi marka
molekuler yang menandai gen SS1 yang terletak pada posisi 3.079.296-3.086.808
bp pada kromosom 6. Gen SS1 merupakan gen pengkode enzim Starch Synthase.
Fungsi gen SS1 berkaitan dengan kadar amilosa dan konsistensi gel (Pandey et al.
2012). Pada penelitian ini, primer EQ1 menghasilkan marka molekuler berukuran
173 bp yang berasosiasi dengan karakter mutu gabah yaitu gabah hampa (GH),
dan karakter mutu beras giling yaitu butir kapur (BKa) serta karakter mutu
tampilan beras yaitu panjang beras.
Primer EQ2 dan EQ3 digunakan untuk menghasilkan marka molekuler
yang menandai gen SBE1. Pada penelitian ini, alel (marka) yang dihasilkan
dengan primer EQ2 dan EQ3 berasosiasi dengan sifat butir hampa, butir kepala,
kadar protein, beras giling, butir kuning rusak, beras pecah kulit, dan kadar
amilosa. Gen SBEI terpetakan pada kromososm 6 dan terletak pada posisi
30.897.378-30.905.803 bp. Gen ini menyandikan salah satu dari empat kelas
utama enzim yang terlibat dalam biosintesis pati pada tumbuhan dan ganggang
dan memiliki peran penting dalam menentukan struktur dan sifat fisik pati (Tetlow
et al. 2014). SBE1 berperan dalam pembentukan endosperm pada tanaman padi
(Oryza sativa L.) dan menentukan struktur penting pada pati yang menjadi
penentu mutu beras (Smith et al. 1988). SBE1 juga berperan pada tahap awal dan
tengah dalam pengisian biji (Zhao et al. 2005).
Primer EQ7 menghasilkan marka yang digunakan untuk menandai gen
TreB. Pada penelitian ini, marka yang dihasilkan berasosiasi dengan kadar
amilosa, konsistensi gel, dan butir kepala. Gen ini terpetakan pada kromosom 7.
TreB berperan dalam sintesis sukrosa. Gen TreB sebagai pengkode trehalose
phosphatase berperan penting dalam ketersediaan sukrosa dalam proses pengisian
biji (Counce dan Gravois 2006; Yadav et al. 2014).
Primer EQ9 digunakan untuk mengamplifikasi marka yang menandai gen
GPA (Adenosine diphosphate glucose pyrophosphorylase). Primer EQ9
menghasilkan alel (marka) yang berasosiasi dengan sifat butir patah. Gen GPA ini
terpetakan pada kromosom 11 pada posisi 1.559.854-1.559.872 bp. Adenosine
diphosphate glucose pyrophosphorylase terdiri atas 2 subunit yaitu subunit besar
(AGP-L) dan subunit kecil (AGP-S) yang berperan dalam perkembangan
endosperm pada padi yang menjadi penentu kualitas biji. GPA berperan dalam
mengkatalisis pembentukan glucosamine 6-phosphate. GPA jg berperan dalam
menyediakan precursor dan subtrat bagi SS1 dalam sintesis pati (Pandey et al.
2012).
Primer EQ13 digunakan untuk mengamplifikasi marka yang menandai gen
SssIIa. Gen ini terpetakan pada kromosom 6 dan terletak pada posisi 6.401.517-
6.406.389 bp. Gen SssIIa berperan penting selama sintesis pati pada endosperm
beras. SssIIa juga berperan dalam menentukan eating dan cooking quality pada
beras dengan mempengaruhi kadar amilosa dan konsistensi gel. Gen SssIIa adalah
32
gen utama yang mengontrol suhu gelatinisasi dan sebagai gen minor dalam
mempengaruhi kadar amilosa dan konsistensi gel (Tian et al. 2009).
Primer EQ15 dan EQ16 digunakan untuk mengamplifikasi marka yang
menandai gen Pul (Pullulaanase) yang terpetakan pada kromosom 4. Gen Pul
termasuk ke dalam kelompok debranching enzyme genes (DBE). Alel (marka)
hasil amplifikasi menggunakan primer EQ15 dan EQ16 berasosiasi dengan bentuk
beras dan rendemen beras pecah kulit. Pullulaanase berperan dalam jalur
biosintesis amilopektin (Hsu et al. 2014). Pullulaanase juga memiliki fungsi
fisiologi dalam mendegradasi pati pada biji yang sedang berkecambah (Fujita et
al. 2009).
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Lima galur harapan yaitu galur SPIRIS8, SPIRIS141, SPIRIS170,
SPIRIS197, dan SPIRAA207 memenuhi standar SNI untuk karakter mutu gabah.
Galur SPIRTA17 memiliki berat 1000 butir tertinggi sebesar 26.77 %. Galur
SPIRIS170 memiliki densitas gabah tertinggi yaitu 558 kg/m3. Sepuluh galur
harapan yaitu SPIRTA17, SPIRTA22, SPIRIS8, SPIRIS141, SPIRIS166,
SPIRIS175, SPIRIS197, SPIRKAP130, SPIRKAP141, dan SPIRAA207
memenuhi standar SNI untuk karakter mutu beras giling. Galur SPIRKAP281
memiliki rendemen beras pecah kulit tertinggi yaitu 80.12 %. Galur SPIRIS8
memiliki rendemen beras giling tertinggi yaitu 89.58%. Berdasarkan karakter
mutu gabah dan mutu beras giling yang diamati secara keseluruhan, galur-galur
harapan memiliki sifat yang lebih baik daripada tetua kontrol (Situ Patenggang)
sehingga galur-galur harapan yang tahan penyakit blas berpotensi untuk
dikembangkan sebagai varietas unggul.
Semua (19 galur harapan) menghasilkan bentuk beras sama dengan tetuanya
yaitu berbentuk medium (sedang). Mayoritas galur (16 galur harapan) dan
tetuanya menghasilkan beras pulen, sedangkan 3 galur lainnya menghasilkan
beras yang bersifat pulen sedang (agak pulen). Semua galur harapan memiliki
kadar protein yang lebih tinggi daripada tetuanya.
Empat belas pasang primer dari 19 pasang primer yang digunakan
menghasilkan pita-pita DNA yang polimorfis. Di antara pita-pita yang polimorfis
terdapat 10 pita DNA yang berasosiasi dengan karakter fenotipik dengan nilai
signifikan (p_Value< 0.05) sehingga 10 pita DNA tersebut dapat digunakan
sebagai marka molekuler untuk karakter mutu beras. Sepuluh marka molekuler
tersebut terdiri atas 4 tipe marka SSR, 5 tipe marka STS, dan 1 tipe marka Indel.
Marka-marka tersebut berkaitan dengan gen biosintesis pati dan sukrosa yang
berkontribusi dalam menentukan karakter mutu beras.
33
Saran
Oleh karena karakter mutu beras banyak ditentukan oleh pewarisan
poligenik maka marka yang dihasilkan pada penelitian ini sebaiknya dievaluasi
kembali dengan menggunakan berbagai populasi galur dan atau varietas padi
unggul lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
[AOAC] Association of Official Analytical Chemistry. 2005. Official Method of
Analysis. Virginia (USA): AOAC Inc.
Aryunis. 2012. Evaluasi mutu gabah padi lokal pasang surut asal Kecamatan
Tungkal Ilir Kabupaten Tanjung Jabung Barat. J Penelitian Univ Jambi seri
Sains. 14(2): 47-50
Bao JS. 2014. Genes and QTLs for Rice Grain Quality Improvement. Di dalam:
Yan WG, Bao JS editor. Agricultural and Biological Sciences. Rice-
Germplasm, Genetics and Improvement. InTech. doi.org/10.5772/56621.
Bao JS, Corke H, Sun M. 2006. Microsatellites, single nucleotide polymorphisms
and a sequence tagged site in starch-synthesizing genes in relation to starch
physicochemical properties in nonwaxy rice (Oryza sativa L.). Theor Appl
Genet. 113(7): 1185–1196.
Behall KM, Hallfrisch J. 2002. Plasma glucoce and insulin reduction after
consumption of bread varying in amylose content. Eur J Clin Nutr. 56(9):
913-920.
[BULOG] Badan Urusan Logistik. 2003. Persyaratan Kualitas Beras Pengadaan
Dalam Negeri Tahun 2003. Jakarta (ID): Bulog.
[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 1993. Standar Mutu Gabah SNI 0224-
1987/SPI-TAN/01/01/1993. Jakarta (ID): BSN
[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2008. Standar Mutu Beras Giling SNI 01-
6128-2008. Jakarta (ID): BSN.
Chang TT, Bardenas EA. 1965. The Morphology and Varietas Characteristics of
the Rice Plant. Technical Bulletin 4. Los Banos (PH): IRRI
Chen XG, Park HJ. 2003. Chemical characteristic of o-carboxymethyl chitosans
related to the preparation condition. Carbohydr Polym. 53(4): 355-359.
Counce PA, Gravois KA. 2006. Sucrose Synthase activity as a potential indicator
of high rice grain yield. Crop Sci. 46 (4): 1501–1507. doi:10.2135/Cropsci
2005.0240
Damardjati DS. 1987. Prospek peningkatan mutu beras di Indonesia. J Penelitian
dan Pengembangan Pertanian. 6(2): 85-92
Damardjati DS. 1995. Karakterisasi Sifat dan Standarisasi Mutu Beras Sebagai
Landasan Pengembangan Agribisnis dan Agroindustri Padi di Indonesia.
Bogor (ID): Badan Litbang Pertanian.
Damardjati DS, Purwanti EY. (1991) Mutu beras. Di dalam: Soenardjo E,
Damardjati DS, Syam M, editor. Padi Buku 3. Bogor (ID). Puslitbang
Tanaman Pangan. Bogor
34
[Deptan] Departemen Pertanian. 2012. Syarat pertumbuhan tanaman padi sawah
[internet]. [diunduh 2015 Feb 17]. Tersedia pada: http://cybex.deptan.go.id/
penyuluhan/syarat-pertumbuhan-tanaman-padisawah
[Ditjentan] Direktorat Jenderal Tanaman Pangan. 2008. Pengalaman dari 2007
dan mensukseskan MT 2007-2008 [internet]. [diunduh 2015 Feb 17]
Tersedia pada : http://ditjentan.deptan.go.id/index.php.option.
Doyle JJ, Doyle JL. 1990. Isolation of plant DNA from fresh tissue. Focus. 12:
13-15.
Fujita N, Toyosawa Y, Utsumi Y, Higuchi T, Hanashiro I, Ikegami A, Akuzawa
S, Yoshida M, Mori A, Inomata K, et al. 2009. Characterization of
pullulanase (PUL)-deficient mutants of rice (Oryza sativa L.) and the
function of PUL on starch biosynthesis in the developing rice endosperm. J
Exp Bot. 60(3): 1009–1023 doi:10.1093/jxb/ern349.
Fujita N. 2014. Starch biosynthesis in rice endosperm. Agri Biosci Monogr. 4(1):
1–18. doi:10.5047/agbm.2014.00401.0001
Liu WG, Jin SJ, Zhu XY, Wang F, Li JH, Liu ZR, Liao YL, Zhu MS, Huang HJ,
Liu YB. 2008. Improving blast resistance of a thermo-sensitive genic male
sterile rice line GD8S by molecular marker assisted selection. J Rice Sci.
15(3): 179-185.
Goodwin TW, Mercer EI. 1983. Introduction to Plant Biochemistry. Ed ke-2.
Oxfort (UK): Pergamon press Itd.
Harahap I. 1988. Pengendalian Hama Penyakit Padi. Jakarta (ID). Penebar
Swadaya.
Hayashi N, Kobayashi N, Cruz CMV, Fukuta Y. 2009. Development and
Characterization of Blast Resistance Using Differential Varieties in Rice:
Protocol for the sampling of diseased specimens and evaluation of blast
disease in rice. Tsukuba (JP): Japan International Research Center for
Agricultural Sciences.
He Y, Han Y, Jiang L, Xu C, Lu J, Xu M. 2006. Functional analysis of starch-
synthesis genes in determining rice eating and cooking qualities. Mol Breed.
18(4): 277-290.
Houston DF. 1972. Rice Chemistry and Technology. Minnesota (USA): American
Association of Cereal Chemists.
Hsu YC, Tseng MC, Wu YP, Lin MY, Wei FJ, Hwu KK, Hsing YI, Lin YR.
2014. Genetic factors responsible for eating and cooking qualities of rice
grains in a recombinant inbred population of an inter-subspecific cross. Mol
Breed. 34(2): 655–673. doi 10.1007/s11032-014-0065-8.
Huang R, Jiang L, Zheng J, Wang T, Wang H, Huang Y, Hong Z. 2013. Genetic
bases of rice grain shape: so many genes, so little known. Trend Plant Sci.
18(4): 218-226.
[IRRI] International Rice Research Institute. 2013. Standart Evaluation System
(SES) of Rice. Manila (PH). Genetic Resources Centre, IRRI.
Jin L, Lu Y, Shao Y, Zhang G, Xiao P, Shen S, Corke H, Bao J. 2010. Molecular
marker assisted selection for improvement of the eating, cooking and
sensory quality of rice (Oryza sativa L.). Cereal Sci. 51(1): 159-164.
Juliano BO, Bautista GM, Lugay JC, Reyes AC. 1964. Studies on
physicochemical properties in rice. J Agric Food Chem. 12(2): 131-138.
35
Juliano BO, Perez CM, Blakeney AB, Castillo T, Kongseree N, Laignelet B,
Lapis ET, Murty VVS, Paule CM, Webb BD. 1981. International co-
operative testing on the amylase content of milled rice. Starch. 33(5): 157-
162.
Juliano BO, Perez CM, Ard MK. 1990. Grain quality characteristics of export
rices in selected markets. Cereal Chem. 67(2): 192-197
[KEMRISTEK] Kementrian Riset dan Teknologi. 2000. Padi (Oryza Sativa).
[internet]. [diunduh 2015 Feb 20]. Tersedia pada: www.warintek.ristek.go.
id/pertanian/padi.pdf.
Koide Y, Kobayashi N, Xu D, Fukuta Y. 2009. Review: Resistance genes and
selection DNA markers for blast disease in rice (Oryza sativa L.). Jarq.
43(4): 225-280.
Lakitan B. 1993. Dasar-dasar Fisiologi Tumbuhan. Jakarta (ID): Rajawali Press.
Lestari P, Ham HT, Lee HH, Woo OM, Jiang W, Chu HS, Kwon WS, Ma K, Lee
HJ, Cho CY, Koh JH. 2009. PCR marker-based evaluation of the eating
quality of japonica rice (Oryza sativa L.). J Agric Food Chem. 57(7): 2754-
2762. doi: 10.1021/jf803804k.
Lestari P, Jiang W, Chu SH, Reflinur, Sutrisno, Kusbiantoro B, Kim B, Piao R,
Cho YC, Luo Z, Chin JH, Koh HJ. 2015. DNA marker for eating quality of
indica rice in Indonesia. Plant Breed. 134(1): 40-48. doi:10.1111/pbr.12234.
Lukman R, Afifuddin A, dan Hoerussalam. 2013. Pemanfaatan teknoknologi
molecular breeding dalam pemuliaan ketahanan tanaman terhadap hama dan
penyakit. J Agrotek. 3(2): 101-108
Mardiah Z, Indrasari SD. 2010. Karakterisasi Mutu Gabah, Mutu Fisik, dan Mutu
Beras Giling Galur Harapan Padi Sawah. Sukamandi (ID): BB Padi.
Maryenti T. 2011. Penetapan Bobot 1000 atau 100 Butir Benih. Lampung (ID):
Universitas Lampung.
Movahed S, Tappeh OA, Chenarbon HA. 2014. Effect of moisture content on
some of physical properties of two paddy grain varieties (Domsiah and
Rezajoo). Int J Boisci. 5(3): 1-6
Nuraida D. 2012. Pemuliaan tanaman cepat dan tepat melaluli pendekatan marka
molekuler. El-Hayah. 2(2): 97-103
Ophir R, Graur D. 1997. Patterns and rates of indel evolution in processed
pseudogenes from humans and murids. Gene. 205(1-2): 191-202.
Orbach MJ, Farrall L, Sweigard JA, Chumley FG, Valent B. 2000. A telomeric
avirulence gene determines efficacy for the rice blast resistance gene Pi-ta.
Plant Cell. 12(11): 2019-2032.
Ou SH. 1985. Rice Disease Ed ke-2. Surrey (UK): Commonwhealt Mycologycal
Institute Kew Surrey.
Pandey MK, Sundaram R, Madhav MS, Ghandimani R.. 2012. Diffrent isoform of
starch-synthesizing enymes controlling amylose and amylopectin content in
rice (Oryza sativa L.). Biothec advances. 30(6):1697–1706. doi.org/10.1016/
j.biotechadv.2012.08.011
Rachmat R, Thahir R, Gummert M.. 2006. The empiric relationship between price
and quality of rice at market level in West Java traits. Indo. J. Agri Sci. 7(1):
27-33.
36
Ragnhild AL, Asp NL, Axelsen M, Raben A. 2004. Glycemic index : relevance
for health, dietary recommendations, and food labelling. Scandinavian J
Nutr 48(2): 84-94. doi: 10.1080/11026480410033999
Ramesh M, Bhattacharya KR, Mitchell JR. 2000. Developments in understanding
the basis of cooked-rice texture. Crit. Rev Food Sci Nutr 40(6): 449–460.
Rampant OF, Ganies L, Piffaneli P, Tharreau D. 2013. Transmission of rice blast
from seeds to adult plants in a non-systemic way. Plant Pathol. 62(4): 879–
887
Rossman AY, Howard RJ, Valent B. 1990. Pyricularia grisea, the correct name
for the rice blast disease fungus. J Mycologia. 82(4): 509-512.
Roychowdhury M, Jia Y, Cartwright RD. 2012. Structure, function and co-
evolution of rice blast resistance genes. Acta Agronimica Sinica 38(3): 381-
393
Santoso, Nasution A. 2009. Pengendalian Penyakit Blas dan Penyakit Cendawan
Lainnya. Subang (ID): BB Padi
Siregar H. 1981. Budidaya Tanaman Padi di Indonesia. Bogor (ID): Sastra
Hudayana
Smith AM. 1988. Major differences in isoforms of starch-branching enzyme
between developing embryos of round and wrinkled grained peas (Pisum
sativum L.). Planta. 175(2): 270-279.
Semangun H. 1991. Penyakit-penyakit Tanaman Pangan di Indonesia.
Yogyakarta (ID): Gajah Mada University Press.
Soerjandoko RNE. 2010. Teknik pengujian mutu beras skala laboratorium.
Buletin Teknik Pertanian. 15(2): 44-47.
Sun MM, Abdulah SE, Lee HJ, Cho YC, Han LZ, Koh HJ, Cho YG. 2011.
Molecular aspect of good rice grain quality formation in japonica rice.
PlosOne. 6(4): 83-85.
Sutopo L. 2002. Teknologi Benih. Malang (ID): Universitas Brawijaya.
Tan YF, Xing YZ, Yu SB, Xu CG, Zang Q. 1999. The three important traits for
cooking and eating quality of rice grains are controlled by a single locus in
an elite hybrid, Shanyou 63. Theor Appl Genet. 99(3): 642-648.
Tetlow IJ, Emes MJ. 2014. A Review of Starch-branching Enzymes and Their
role in amylopectin biosynthesis. IUBMB. 66(8): 546-558.
Tian ZX, Qian Q, Liu QQ, Yan MX, Liu XF, Yan CJ, Liu GF, Gao Z, Tang S,
Zeng D, Wang MH, Yu JM, Gu MH, Li J. 2009. Allelic diversities in rice
starch biosynthesis lead to a diverse array of rice eating and cooking
qualities. Proc Natl Acad Sci. 106(51): 21760–21765.
Tjitrosoepomo. 2002. Taksonomi Tumbuhan (Spermatophyta). Cetakan VII.
Yogyakarta (ID): Gajah Mada University Press.
Utami DW, Aswidinnoor H, Setiawan A, Moeljopawiro S, Guhardja E. 2004.
Aplikasi teknik marker assisted selection (MAS) dalam seleksi introgresi
genotipe tahan patogen blas dari Oryza rufipogon ke dalam IR 64. Zuriat.
15(2).
Wibowo P, Indrasari DS, Handoko DD. 2006. Preferensi Konsumen terhadap
Karakteristik Beras dan Kesesuaian dengan Standar Mutu Beras di Jawa
Tengah. Bogor (ID): BB Padi. Widowati S, Santosa BAS, Astawan M, Akhyar. 2009. Penurunan indeks glikemik
berbagai varietas beras melalui proses pratanak. J Pascapanen 6(1): 1-9.
37
Yadav UP, Ivakov A, Feil R, Duan GY, Walther D, Giavalisco P, Piques M,
Carillo P, Hubberten H-M, Stitt M, Lunn JE. 2014. The sucrose–trehalose
6-phosphate (Tre6P) nexus: specificity and mechanisms of sucrose
signalling. J Exp Bot. 65(4): 1051–1068. doi: 10.1093/jxb/ert457.
Yaegashi H, Yamada M. 1996. Pathogenic race and mating type of Pyricularia
oryzae from Soviet Union, China, Nepal, Thailand, Indonesia and
Columbia. Ann Phytopathol Soc Jpn. 52(2): 225-234.
Yokoyama W. 2004. Nutritional Properties of Rice and Rice Bran in Champagne
ET. Rice: Chemystri and Technology. Ed ke-3. Minnesota (USA): American
Assosiation of Cereal of Chemits. Inc.
Yoshida S. 1981. Fundamentals of Rice Crop Science. Manila (PH): IRRI.
Zeigler RS, Tohme J, Nelson R, Levy M, Correa-Victoria FJ. 1994. Lineage
Exclusion: A Proposal for Linking Blast Population Analysis to Resistance
Breeding. Rice Blast Disease. Manila (PH): CAB International IRRI.
Zhao BH, Zhang WJ, Wang ZQ, Zhu QS, Yang JC. 2005. Changes in activities of
the key enzymes related to starch synthesis in rice grains during grain filling
and their relationships with the filling rate and cooking quality. Agric Sci in
China. 4(1): 26–33.
Zheng TQ, Xu JL, Li ZK, Zhai HQ, Wan JM. 2007. Genomic regions associated
with milling quality and grain shape identified in a set of random
introgression lines of rice (Oryza sativa L.). Plant Breed. 126(2): 158-163.
38
LAMPIRAN
39
Lampiran 1 Standar pemberian skor blas daun menurut Hayashi et al. (2009)
Keterangan: skor 0-2 = tahan
skor 3 = medium tahan
skor 4-5 = rentan
Lampiran 2 Skala skor penyakit blas daun tanaman padi (Hayashi et al. 2009).
T = tahan, MT = medium tahan, R = rentan.
Skor Gejala Sifat Keterangan
0 T Tidak ada bercak infeksi
1 T Bercak cokelat, diameter lebih kecil dari 0.5 mm, tidak terjadi
sporulasi
2 T Bercak cokelat, diaeter 0.5-1.0 mm, tepi bercak cokelat gelap, tidak
terjadi sporulasi
3 MT
Bercak berbentuk bundar hingga lonjong, diameter 1-3 mm, pusat
bercak berwarna abu-abu dengan tepi bercak cokelat, mampu
mengalami sporulasi
4 R
Bercak berbentuk gelendong khas blas, diameter 3 mm, pusat
bercak terjadi nekrotik dan berwarna abu-abu, mampu mengalami
sporulasi
5 R
Bercak berbentuk gelendong khas blas, pusat bercak nekrotik dan
berwarna abu-abu, diameter bercak setengah dari salah satu atau
dua helaian daun, mampu mengalami sporulasi
Lampiran 3 Standar pemberian skor blas daun menurut IRRI (1996) (Sumber foto:
Nugraha 2005)
Keterangan: 0-3 = tahan
4-5 = medium tahan
6-9 = rentan.
40
Lampiran 4 Skala skor penyakit blas daun tanaman padi (IRRI 1996). T = tahan,
MT = medium tahan, R = rentan.
Skor Gejala Sifat Keterangan
0 T Tidak ada gejala serangan
1 T Terdapat bercak sebesar ujung jarum (LDT = 0.5%)
2 T Bercak lebih besar dari ujung jarum (LDT = 1%)
3 T Bercak keabu-abuan, berbentuk bundar dan agak lonjong, panjang
1-2 mm dengan tepi cokelat (LDT = 2%)
4 MT Bercak khas blas, panjang 1-2 mm, LDT < 5%
5 MT Bercak khas blas, LDT 5-10%
6 R Bercak khas blas, LDT 11-25%
7 R Bercak khas blas, LDT 26-50%
8 R Bercak khas blas, LDT 51-75%
9 R Bercak khas blas, LDT 76-100%
Lampiran 5 Standar mutu gabah berdasarkan SNI No. 0224-1987/SPI/TAN/01/
01/1993
Komponen Mutu Mutu gabah (%)
I II III
Kadar air (maks) 14.00 14.00 14.00
Gabah hampa (maks) 1.00 2.00 3.00
Butir kuning rusak (maks) 2.00 5.00 7.00
Butir mengapur (maks) 1.00 5.00 10.00
Butir merah (maks) 1.00 2.00 4.00
Kadar air (maks) 14.00 14.00 14.00
Lampiran 6 Standar mutu beras giling berdasarkan SNI No. 01-6128-2008
No. Karakter Mutu Satuan Mutu
I II III IV V
1 Derajat Sosoh (min) % 100.00 100.00 100.00 95.00 95.00
2 Kadar Air (maks) % 14.00 14.00 14.00 14.00 15.00
3 Butir Kepala (min) % 95.00 89.00 78.00 73.00 60.00
4 Butir Patah (maks) % 5.00 10.00 20.00 25.00 35.00
5 Butir Menir (maks) % 0.00 1.00 2.00 2.00 5.00
6 Butir Merah (maks) % 0.00 1.00 2.00 3.00 3.00
7 Butir Kuning rusak (maks) % 0.00 1.00 2.00 3.00 5.00
8 Butir mengapur (maks) % 0.00 1.00 2.00 3.00 5.00
9 Benda asing (maks) % 0.00 0.02 0.02 0.05 0.20
10 Butir gabah (maks) % 0.00 1.00 1.00 2.00 3.00
41
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 17 Mei 1989 sebagai anak
ketiga dari 12 bersaudara dari pasangan Bapak Martoyo dan Ibu Nurjanah.
Pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi Pendidikan Biologi,
Fakultas Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA) Universitas
Muhammadiyah PROF DR HAMKA (UHAMKA), masuk tahun 2008 dan lulus
tahun 2012. Setelah lulus sarjana penulis berkerja di instansi-instansi pendidikan
(sekolah dan bimbingan belajar untuk tingkat SMP, SMA, dan SMK), penulis
juga pernah menjadi asisten dosen ataupun asisten praktekum di UHAMKA pada
mata kuliah genetika, perkembangan hewan, dan seminar pendidikan biologi.
Pada tahun 2014, penulis mendapat kesempatan melanjutkan studi megister pada
Program Studi Biologi Tumbuhan bidang minat genetika di Institut Pertanian
Bogor (IPB).
Selama menempuh studi megister, penulis bergabung dalam Himpunan
Mahasiswa Muslim Pascasarjana IPB sebagai pengurus pada tahun 2014-2015.
Pada tahun kepengurusan 2015-2016, penulis juga tergabung dalam Forum
Mahasiswa Pascasarjana (Forum Wacana) IPB sebagai salah satu sekretaris
departemen Kominfo.