evaluasi kinerja keuangan dan tingkat kesejahteraan masyarakat ...

125
TESIS EVALUASI KINERJA KEUANGAN DAN TINGKAT KESEJAHTERAAN MASYARAKAT KABUPATEN LEMBATA - PROVINSI NTT GREGORIUS GEHI BATAFOR PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS UDAYANA DENPASAR 2011

Transcript of evaluasi kinerja keuangan dan tingkat kesejahteraan masyarakat ...

Page 1: evaluasi kinerja keuangan dan tingkat kesejahteraan masyarakat ...

TESIS

EVALUASI KINERJA KEUANGANDAN TINGKAT KESEJAHTERAAN MASYARAKAT

KABUPATEN LEMBATA - PROVINSI NTT

GREGORIUS GEHI BATAFOR

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2011

Page 2: evaluasi kinerja keuangan dan tingkat kesejahteraan masyarakat ...

TESIS

EVALUASI KINERJA KEUANGANDAN TINGKAT KESEJAHTERAAN MASYARAKAT

KABUPATEN LEMBATA - PROVINSI NTT

GREGORIUS GEHI BATAFORN I M : 0990661048

PROGRAM MAGISTER

PROGRAM STUDI MANAJEMEN

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR

2011

Page 3: evaluasi kinerja keuangan dan tingkat kesejahteraan masyarakat ...

EVALUASI KINERJA KEUANGANDAN TINGKAT KESEJAHTERAAN MASYARAKAT

KABUPATEN LEMBATA - PROVINSI NTT

Tesis untuk Memperoleh Gelar MagisterPada Program Magister, Program Studi Manajemen

Program Pascasarjana Universitas Udayana

GREGORIUS GEHI BATAFORNIM : 0990661048

PROGRAM MAGISTERPROGRAM STUDI MANAJEMEN

PROGRAM PASCASARJANAUNIVERSITAS UDAYANA

DENPASAR2011

Page 4: evaluasi kinerja keuangan dan tingkat kesejahteraan masyarakat ...

Lembar Pengesahan

TESIS INI TELAH DISETUJUIPADA TANGGAL 25 JANUARI 2012

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. I. B. Anom Purbawangsa, SE, MM Drs. I Ketut Mustanda, MMNIP. 19620922 198702 1 002 NIP. 19560107 198303 1 008

Mengetahui

Ketua Program Studi Magister DirekturProgram Pascasarjana Program PascasarjanaUniversitas Udayana Universitas Udayana

Dr. I. B. Anom Purbawangsa, SE, MM Prof. Dr. dr. A. A. Raka Sudewi, Sp.S(K)NIP. 19620922 198702 1 002 NIP. 19590215 198510 2 001

Page 5: evaluasi kinerja keuangan dan tingkat kesejahteraan masyarakat ...

Tesis Ini Telah Diuji padaTanggal 30 Desember 2011

Panitia Penguji Berdasarkan SK Rektor Universitas Udayana,No : 2099/UN.14.4/HK/2011, Tanggal 29 Desember 2011

Ketua : Dr. I B Anom Purbawangsa, SE.,MMSekretaris : Drs. I Ketut Mustanda, MMAnggota : Prof. Dr. IG. B. Wiksuana, SE.,MS

: Prof. Dr. L.P. Wiagustini, SE.,M.Si: Drs. Putu Yadnya, MM

Page 6: evaluasi kinerja keuangan dan tingkat kesejahteraan masyarakat ...

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT

NAMA : GREGORIUS GEHI BATAFOR, SE

NIM : 0990661048

PROGRAM STUDI : MAGISTER MANAJEMEN

JUDUL TESIS :

EVALUASI KINERJA KEUANGAN DANTINGKAT KESEJAHTERAAN MASYARAKATKABUPATEN LEMBATA - PROVINSI NTT

Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah Tesis ini bebas plagiat.

Apabila di kemudian hari terbukti terdapat plagiat dalam karya ilmiah ini, maka saya

bersedia menerima sanksi sesuai peraturan Mendiknas RI No. 17 Tahun 2010 dan

Peraturan Perundang-undangan yang berlaku.

Denpasar, 08 Desember 2011

(GREGORIUS GEHI BATAFOR, SE)

Page 7: evaluasi kinerja keuangan dan tingkat kesejahteraan masyarakat ...

UCAPAN TERIMA KASIH

Pertama-tama perkenankanlah penulis memanjatkan puji syukur ke hadapanTuhan Yang Maha Esa, karena hanya atas karuniah-Nya, tesis ini dapat diselesaikan.

Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih yangsebesar-besarnya kepada Dr. I. B. Anom Purbawangsa, SE, MM, sebagaipembimbing utama yang dengan penuh perhatian telah memberikan dorongan,semangat, bimbingan dan saran selama penulis mengikuti program MagisterManajemen, khususnya dalam penyelesaian tesis ini. Terima kasih sebesar-besarnyapula penulis sampaikan kepada Drs. I Ketut Mustanda, MM, sebagai pembimbingpendamping yang dengan penuh perhatian dan kesabaran telah memberikanbimbingan dan saran kepada penulis.

Ucapan yang sama juga ditujukan kepada Rektor Universitas Udayana ataskesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti danmenyelesaikan pendidikan Program Magister di Universitas Udayana. Ucapan terimakasih ini juga ditujukan kepada Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayanayang dijabat oleh Prof. Dr. dr. A. A. Raka Sudewi, Sp.S(K), atas kesempatan yangdiberikan kepada penulis untuk menjadi mahasiswa Program Magister pada ProgramPascasarjana Universitas Udayana. Tidak lupa pula penulis ucapkan terima kasihkepada Prof. Dr. I Wayan Ramanta, SE., MM., Ak., sebagai Dekan Fakultas EkonomiUniversitas Udayana atas ijin yang diberikan kepada penulis untuk mengikutipendidikan Program Magister. Pada kesempatan ini, penulis juga menyampaikan rasaterima kasih kepada Dr. I. B. Anom Purbawangsa, SE, MM sebagai Ketua ProgramMM Unud. Ungkapan terima kasih penulis sampaikan pula kepada para penguji tesis,Prof. Dr. IG. B. Wiksuana, SE.,MS, Prof. Dr. LP Wiagustini, SE.,M.Si danDrs. I Putu Yadnya, MM, yang telah memberikan masukan, saran, sanggahan dankoreksi sehingga tesis ini dapat terwujud seperti ini.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tulusdisertai penghargaan kepada seluruh guru yang telah membimbing penulis, mulai darisekolah dasar sampai perguruan tinggi. Juga penulis ucapkan terima kasih kepadaAyah dan Ibu yang telah mengasuh dan membesarkan penulis, memberikan dasar-dasar berpikir logik dan suasana demokratis sehingga tercipta lahan yang baik untukberkembangnya kreativitas.

Semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu melimpahkan rahmat-Nya kepadasemua pihak yang telah membantu pelaksanaan dan penyelesaian tesis ini sertakepada penulis sekeluarga.

Page 8: evaluasi kinerja keuangan dan tingkat kesejahteraan masyarakat ...

ABSTRAK

EVALUASI KINERJA KEUANGAN DAN TINGKAT KESEJAHTERAANMASYARAKAT KABUPATEN LEMBATA - PROVINSI NTT

Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah pada hakekatnya merupakan salah satuinstrumen kebijakan yang dipakai sebagai alat untuk meningkatkan pelayanan umum dankesejahteraan masyarakat di daerah sesuai dengan tujuan otonomi daerah yang luas danbertanggung jawab. Mengingat pentingnya peranan anggaran dalam pembangunan dan di lainsisi masih terbatasnya kemampuan daerah untuk menyediakan anggaran dimaksud, makadalam pemanfaatannya daerah perlu mengetahui kemampuan keuangannya, menentukanskala prioritas, efisein, efektif, dan serasi sehingga pembangunan daerah dapat dilaksanakansecara berdayaguna, berhasilguna, berkesinambungan dan berdampak pada peningkatan tarafhidup dan kesejahteraan masyarakat di daerah.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui 1) signifikansi perbedaan rata-rata kinerjakeuangan Pemerintah Kabupaten Lembata pada periode I dan periode II, dan 2) signifikansiperbedaan rata-rata kesejahteraan masyarakat di Kabupaten Lembata pada periode I danperiode II. Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Lembata, dengan menggunakan datasekunder, teknik analisis yang dipergunakan adalah teknik analisis uji beda dua rata-rataterhadap variabel kinerja keuangan daerah meliputi : a. rasio kemandirian, b. rasio efektivitas,c. rasio efisiensi dan d. rasio keserasian belanja, dan variabel kesejahteraan masyarakatmeliputi indikator a. pendapatan perkapita, b. tingkat pendidikan dan c. usia harapan hidupmasyarakat antara periode I dan periode II.

Hasil penelitian terhadap variabel kinerja keuangan daerah menunjukkan bahwa : 1)tingkat kemandirian keuangan daerah di periode II semakin meningkat dibanding padaperiode I, tetapi perbedaan peningkatan tersebut tidak bermakna terhadap perbedaan kinerjakeuangan daerah antara periode I dan periode II. 2) tingkat efektivitas keuangan daerah diperiode II mengalami peningkatan dibanding pada periode I, namun perbedaan peningkatantersebut tidak bermakna terhadap perbedaan kinerja keuangan daerah antara periode I danperiode II. 3) tingkat efisiensi pengelolaan keuangan daerah pada periode I lebih efisiendibandingkan dengan tingkat efisiensi pengelolaan keuangan di periode II, namun perbedaanpenurunan tingkat efisiensi tersebut tidak bermakna terhadap perbedaan kinerja keuangandaerah antara periode I dan periode II, dan 4) tingkat keserasian belanja daerah pada periodeII mengalami penurunan dibandingkan dengan tingkat keserasian belanja daerah pada periodeI, tetapi perbedaan penurunan tersebut tidak bermakna terhadap perbedaan kinerja keuangandaerah antara periode I dan periode II. Sedangkan hasil penelitian terhadap variabelkesejahteraan masyarakat menunjukkan bahwa : 1) tingkat pendapatan perkapita masyarakatsemakin meningkat di periode II dibandingkan pada periode I dan peningkatan tersebutbermakna terhadap perbedaan kesejahteraan masyarakat antara periode I dan periode II. 2)Jumlah masyarakat yang telah mengenyam dunia pendidikan semakin meningkat padaperiode II dibandingkan pada periode I, dan dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaanpeningkatan yang signifikan terhadap kesejahteraan masyarakat pada periode I dan periode II,dan 3) tingkat usia harapan hidup masyarakat semakin bertambah pada periode IIdibandingkan pada periode I, dan dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan peningkatanyang signifikan terhadap kesejahteraan masyarakat pada periode I dan periode II.

Kata Kunci : Kemandirian Keuangan, Efektivitas, Efisiensi, Keserasian Belanja, PendapatanPerkapita, Tingkat Pendidikan dan Usia Harapan Hidup.

Page 9: evaluasi kinerja keuangan dan tingkat kesejahteraan masyarakat ...

ABSTRACT

FINANCIAL PERFORMANCE EVALUATION AND THE DISTRICT LEVELCOMMUNITY WELFARE LEMBATA DISTRICT - PROVINCE NTT

Revenue and Expenditure Budget essentially one policy instrument that is used as atool to improve public services and welfare in the area in accordance with the broadobjectives of regional autonomy and responsibility. Given the important role in thedevelopment budget and on the other side of the area is still limited ability to provide thebudget in question, then the utilization of the area need to know the financial ability,determine priorities, efisein, effective, and harmonious regional development can be carriedout so fruitfully, berhasilguna, sustainable and impact on improving living standards andwelfare of the people in the area.

This study aims to determine 1) the significance of differences in the averagefinancial performance of the District Government of Lembata in period I and period II, and 2)the significance of differences in the average well-being of communities in the District ofLembata in period I and period II. The research was conducted in the District Lembata, usingsecondary data, the analytical techniques used are two different test analysis techniques theaverage of the variable regions of financial performance include: a. self-sufficiency ratio, b.effectiveness ratio, c. efficiency ratio and d. the ratio of expenditure harmony, and welfare ofthe community include an indicator variable a. income per capita, b. levels of education andc. public life expectancy between periods I and II periods.

The results of the financial performance of the variable regions showed that: 1) thelevel of financial independence II regions in the period increased compared to the first period,but the difference was not significant improvement of regional differences in financialperformance between periods I and II periods. 2) the effectiveness of local finance in thesecond period has increased compared to the first period, but the difference was notsignificant improvement of regional differences in financial performance between periods Iand II periods. 3) the level of efficiency of local financial management in the period I is moreefficient compared with the level of efficiency of financial management in the second period,but the difference decreased levels of efficiency are not significant to the regional differencesin financial performance between periods I and II periods, and 4) the level of harmony at thelocal shopping II period decreased compared with the level of harmony in regional spendingin the period I, but the difference was not significant reduction of regional differences infinancial performance between periods I and II periods. While the results of research onwelfare variables show that: 1) the level of per capita income of people is increasing in periodII than in period I and the increase was significant to the welfare difference between period Iand period II. 2) The number of people who had received his education increased in theperiod II than in period I, and it can be concluded that there is a significant difference inimprovement of public welfare in the period I and period II, and 3) the level of public lifeexpectancy is increasing in the period II than in period I, and it can be concluded that there isa significant difference in improvement of public welfare in the period I and period II.

Keywords: Financial Independence, Effectiveness, Efficiency, Harmony Shopping, PerkapitIncome, Level of Education and Life Expectancy.

Page 10: evaluasi kinerja keuangan dan tingkat kesejahteraan masyarakat ...

DAFTAR ISI

Halaman

SAMPUL DALAM …………………………………………………… iPRASYARAT GELAR …………………………………………… iiLEMBAR PERSETUJUAN ………………………………………… iiiPENETAPAN PANITIA PENGUJI………………………………. ivPERNYATAAN ORISINALITAS TESIS ………………………… vUCAPAN TERIMA KASIH …………………………………………… viABSTRAK ………………………………………………………………… viiABSTRACT ……………………………………………………………… viiiDAFTAR ISI .............................................................................................. ixDAFTAR TABEL ………………………………………………………… xiDAFTAR GAMBAR .................................................................................. xiiDAFTAR ISTILAH ……………………………………………………… xiiDAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………………... xiv

BAB I PENDAHULUAN …………………………………………... 11.1 Latar Belakang ……………………………………………… 11.2 Rumusan Masalah ………………………………………….. 151.3 Tujuan Penelitian ................................................................ 151.4 Manfaat Penelitian ............................................................... 16

BAB II KAJIAN PUSTAKA ……………………………………….. 172.1. Keuangan Daerah ................................................................. 172.2 Laporan Keuangan Daerah .................................................. 182.3 Kinerja Keuangan Daerah .................................................... 212.4 Analisis Rasio Keuangan Daerah …………………………. 262.4.1 Rasio Kemandirian ………………………………………….. 272.4.2 Rasio Efektivitas …………………………………………….. 292.4.3 Rasio Efisiensi ……………………………………………… 302.4.4 Rasio Keserasian Belanja …………………………………… 312.5 Kesejahteraan Masyarakat …………………………………… 322.5.1 Pengertian Kesejahteraan Masyarakat ……………………… 322.5.2 Konsep Value for Money Sektor Publik …………………… 362.5.3 Indikator Kesejahteraan Masyarakat ………………………… 37

BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEPTUALDAN HIPOTESIS PENELITIAN ………………………….... 40

3.1 Kerangka Berpikir ..................................................................... 403.2 Kerangka Konseptual ………………………………………….. 413.3 Hipotesis Penelitian .................................................................. 42

BAB IV METODE PENELITIAN …………………………………….. 434.1 Rancangan dan Ruang LingkupPenelitian .............................. 434.2 Variabel Penelitian .................................................................. 434.2.1 Identifikasi Variabel ............................................................... 434.2.2 Definisi Operasional Variabel ................................................ 44

Page 11: evaluasi kinerja keuangan dan tingkat kesejahteraan masyarakat ...

4.3 Prosedur Pengumpulan Data .................................................. 454.4 Metode Analisis Data ............................................................... 46

BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN …………… 485.1 Hasil Penelitian ……………………………………………… 485.1.1 Gambaran Umum Kabupaten Lembata …………………… 485.1.2 Deskripsi Variabel Penelitian ……………………………… 515.1.3 Pengujian Hipotesis …………………………………………. 605.2 Pembahasan ………………………………………………….. 625.2.1 Variabel Kinerja Keuangan …………………………………. 635.2.2 Variabel Kesejahteraan Masyarakat ……………………….. 705.3 Implikasi Penelitian ……………………………………………73

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN ………………………………… 776.1 Simpulan ……………………………………………………… 776.2 Saran …………………………………………………………..80

DAFTAR PUSTAKA ........................................................... 82LAMPIRAN ………………………………………………......... 86

Page 12: evaluasi kinerja keuangan dan tingkat kesejahteraan masyarakat ...

DAFTAR TABEL

No. Tabel Halaman

1.1 Perangkingan Kabupaten/Kota Berdasarkan Penilaian Kinerja Keuangandi Provinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2009 ………………………… 11

1.2 Perangkingan Kabupaten/Kota Berdasarkan Indeks PembangunanManusia (IPM) di Provinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2009 ………. 11

1.3 Perkembangan Total Belanja Publik dan Total Belanja Daerah KabupatenLembata Periode I dan II ………………………………………………. 14

2.1 Pola Hubungan, Tingkat Kemandirian dan Kemampuan Keuangan Daerah 28

2.2 Efektivitas Keuangan Daerah ………………………………………...... 29

2.3 Efisiensi Keuangan Daerah ……………………………………………. 30

2.4 Keserasian Belanja Keuangan Daerah ………………………………… 32

5.1 Hasil Perhitungan Rasio Kemandirian Pemerintah Kabupaten

Lembata Periode I dan II ………………………………………............ 52

5.2 Hasil Perhitungan Rasio Efektivitas Pemerintah Kabupaten

Lembata Periode I dan II ………………………………………………. 53

5.3 Hasil Perhitungan Rasio Efisiensi Pemerintah Kabupaten

Lembata Periode I dan II ………………………………………………. 54

5.4 Hasil Perhitungan Rasio Keserasian Belanja Pemerintah

Kabupaten Lembata Periode I dan II ………………………………….. 56

5.5 Pendapatan Perkapita Masyarakat Atas Dasar Harga Berlaku diKabupaten Lembata Periode I dan II…………………………………… 57

5.6 Tingkat Pendidikan Masyarakat di Kabupaten Lembata Periode I dan II 58

5.7 Usia Harapan Hidup Masyarakat di Kabupaten Lembata Periode I dan II 59

5.8 Hasil Pengujian Hipotesis Penelitian ..…………………………………... 61

Page 13: evaluasi kinerja keuangan dan tingkat kesejahteraan masyarakat ...

DAFTAR GAMBAR

No. Gambar Halaman

3.1 Kerangka Berpikir ……………………………………………….. 40

3.2 Kerangka Konseptual ……………………………………………. 41

Page 14: evaluasi kinerja keuangan dan tingkat kesejahteraan masyarakat ...

DAFTAR ISTILAH

PAD : Pendapatan Asli Daerah

DOF : Derajat Otonomi Fiskal

APBD : Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah

IKB : Indeks Keserasian Belanja

HDI : Human Development Index

SDM : Sumber Daya Manusia

SAP : Standar Akuntansi Pemerintah

UNDP : United National Development Program

IPM : Indeks Pembangunan Manusia

Page 15: evaluasi kinerja keuangan dan tingkat kesejahteraan masyarakat ...

DAFTAR LAMPIRAN

No. Lampiran Halaman

1. Laporan Perhitungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah KabupatenLembata Tahun Anggaran 2009 ………………………………………… 93

2. Laporan Perhitungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah KabupatenLembata Tahun Anggaran 2008 ………………………………………… 94

3. Laporan Perhitungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah KabupatenLembata Tahun Anggaran 2007 ………………………………………… 95

4. Laporan Perhitungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah KabupatenLembata Tahun Anggaran 2006 ………………………………………… 96

5. Laporan Perhitungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah KabupatenLembata Tahun Anggaran 2005 ………………………………………… 97

6. Laporan Perhitungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah KabupatenLembata Tahun Anggaran 2004 ………………………………………… 98

7. Laporan Perhitungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah KabupatenLembata Tahun Anggaran 2003 ………………………………………… 99

8. Laporan Perhitungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah KabupatenLembata Tahun Anggaran 2002 ………………………………………… 100

9. Hasil Perhitungan Rasio-rasio Kinerja Keuangan Daerah ……………… 101

10. Hasil Pengujian Hipotesis Rasio Kemandirian Keuangan Pemerintah DaerahKabupaten Lembata Periode I dan Periode II …………………………… 108

11. Hasil Pengujian Hipotesis Rasio Efektivitas Keuangan Pemerintah DaerahKabupaten Lembata Periode I dan Periode II …………………………… 109

12. Hasil Pengujian Hipotesis Rasio Efisiensi Keuangan Pemerintah DaerahKabupaten Lembata Periode I dan Periode II …………………………… 110

Page 16: evaluasi kinerja keuangan dan tingkat kesejahteraan masyarakat ...

13. Hasil Pengujian Hipotesis Rasio Keserasian Belanja Pemerintah DaerahKabupaten Lembata Periode I dan Periode II …………………………… 111

14. Hasil Pengujian Hipotesis Indikator Pendapatan Perkapita MasyarakatKabupaten Lembata Periode I dan Periode II …………………………… 112

15. Hasil Pengujian Hipotesis Indikator Tingkat Pendidikan MasyarakatKabupaten Lembata Periode I dan Periode II …………………………… 113

16. Hasil Pengujian Hipotesis Indikator Usia Harapan Hidup MasyarakatKabupaten Lembata Periode I dan Periode II …………………………… 114

17. PDRB, Pendapatan Perkapita Atas Dasar Harga Berlaku dan JumlahPenduduk Kabupaten Lembata ………………………………………….. 115

18. Tingkat Pendidikan Masyarakat di Kabupaten Lembata ……………….. 116

19. Usia Harapan Hidup Masyarakat di Kabupaten Lembata ………………. 117

Page 17: evaluasi kinerja keuangan dan tingkat kesejahteraan masyarakat ...

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia memasuki masa otonomi daerah dengan diterapkannya Undang-

undang Nomor 22 Tahun 1999 (kamudian menjadi UU No.32 Tahun 2004)

tentang pemerintahan daerah, dan Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999

(kemudian menjadi UU No.33 Tahun 2004) tentang perimbangan keuangan antara

pemerintah pusat dan daerah. Penerapan perimbangan keuangan antara

pemerintah pusat dan pemerintah daerah di Indonesia tercermin dalam

penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan publik juga didasarkan atas azas

desentralisasi, dekonsentrasi dan tugas pembantuan. Salah satu perwujudan

pelaksanaan otonomi daerah adalah pelaksanaan desentralisasi, dimana Kepada

Daerah diserahkan urusan, tugas dan wewenang untuk mengatur dan mengurus

sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat dengan tetap

berpedoman pada peraturan perundang-undangan.

Dalam UU No.32 Tahun 2004 dijelaskan bahwa otonomi daerah

menggunakan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam arti daerah diberikan

kewenangan mengurus dan mengatur semua urusan pemerintahan di luar

urusan pemerintah pusat yang ditetapkan dalam undang-undang tersebut. Selain

itu juga dilaksanakan pula dengan prinsip otonomi yang nyata dan bertanggung

jawab. Prinsip otonomi nyata adalah suatu prinsip yang menegaskan bahwa

urusan pemerintahan dilaksanakan berdasarkan tugas, wewenang dan kewajiban

yang senyatanya telah ada dan berpotensi untuk tumbuh, hidup, dan berkembang

sesuai dengan potensi dan kekhasan daerah. Adapun yang dimaksud dengan

Page 18: evaluasi kinerja keuangan dan tingkat kesejahteraan masyarakat ...

otonomi yang bertanggung jawab adalah otonomi yang dalam

penyelenggaraannnya harus benar-benar sejalan dengan tujuan dan maksud

pemberian otonomi yang pada dasarnya untuk memberdayakan daerah termasuk

meningkatkan kesejahteraan rakyat sebagai bagian utama dari tujuan nasional.

Harapan dilaksanakannya otonomi daerah atau disentralisasi adalah

pemerintah daerah akan lebih fleksibel dalam mengatur strategi pembangunannya,

karena dengan otonomi daerah pemerintah akan lebih dekat dengan

masyarakatnya, sehingga makin banyak keinginan masyarakat dapat dipenuhi

oleh pemerintah. Dengan otonomi daerah, anggaran daerah menjadi pintu penting

yang paling mungkin setiap daerah mendinamisir kegiatan pembangunan melalui

alokasi yang tepat dalam rangka membuat strategi untuk menciptakan kebijakan

yang lebih tepat sesuai situasi masing-masing daerah (Yustika 2007: 242).

Penyelenggaraan otonomi daerah harus selalu berorientasi pada

peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan selalu memperhatikan

kepentingan dan aspirasi yang tumbuh dalam masyarakat. Untuk itu, otonomi

daerah diharapkan dapat : menciptakan efisiensi dan efektivitas pengelolaan

sumber daya daerah, meningkatkan kualitas pelayanan umum dan kesejahteraan

masyarakat dan menciptakan ruang bagi masyarakat untuk ikut berpartisipasi

dalam proses pembangunan. (Mardiasmo, 2002)

Sebaliknya, meskipun potensi suatu daerah kurang, tetapi dengan strategi

yang tepat untuk memanfaatkan bantuan dari pusat dalam memberdayakan

daerahnya, maka akan semakin meningkatkan kemampuan sumber daya manusia

yang ada. Sebagaimana dijelaskan dalam pasal 156 ayat 1 UU Nomor 32 Tahun

2004, Kepala Daerah adalah pemegang kekuasaan pengelolaan keuangan daerah.

Untuk itulah, perlu kecakapan yang tinggi bagi pimpinan daerah agar

Page 19: evaluasi kinerja keuangan dan tingkat kesejahteraan masyarakat ...

pengelolaan dan terutama alokasi dari keuangan daerah dilakukan secara efektif

dan efisien guna mencapai tujuan-tujuan pembangunan daerah.

Dalam UU No. 33 Tahun 2004 tentang perimbangan keuangan pusat dan

daerah menegaskan bahwa perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan

pemerintah daerah adalah suatu sistem pembiayaan pemerintah dalam kerangka

negara kesatuan, yang mencakup pembagian keuangan antara pemerintah pusat

dan pemerintah daerah secara proporsinal, demokratis, adil dan transparan dengan

memperhatikan potensi, kondisi, dan kebutuhan daerah sejalan dengan kewajiban

dan pembagian kewenangan serta tata cara penyelenggaraan kewenangan tersebut

termasuk pengelolaan dan pengawasan keuangan.

Pimpinan daerah memegang peran sangat srategis dalam mengelola dan

memajukan daerah yang dipimpinnya. Perencanaan strategis sangat vital, karena

disanalah akan terlihat dengan jelas peran Kepala Daerah dalam

mengkoordinasikan semua unit kerjanya. Betapapun besarnya potensi suatu

daerah, tidak akan optimal pemanfaatannya bila Bupati/Walikota tidak

mengetahui bagaimana mengelolanya. Selanjutnya, kekuasaan pengelolaan

keuangan daerah dilaksanakan oleh masing-masing Kepala Satuan Kerja

Pengelola Keuangan Daerah selaku pejabat pengelola APBD dan dilaksanakan

oleh Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) selaku pejabat pengguna

anggaran/barang daerah.

Sistem dan prosedur penatausahaan dan akuntansi, pelaporan, dan

pertanggungjawaban keuangan daerah mengalami perubahan sejak pemerintah

menerapkan PP No. 41 Tahun 2006 dan Permendagri No. 13 tahun 2006, sebagai

pengganti PP No. 105 Tahun 2000 dan Kepmendagri No. 29 tahun 2002 tentang

pedoman pengurusan, pertanggungjawaban dan pengawasan keuangan daerah.

Page 20: evaluasi kinerja keuangan dan tingkat kesejahteraan masyarakat ...

Melalui Surat Edaran Mendagri Nomor S.900/316/BAKD tentang pedoman

sistem dan prosedur penatausahaan dan akuntansi, pelaporan, dan

pertanggungjawaban keuangan daerah, diatur mengenai berbagai sistem dan

prosedur dalam pengelolaan keuangan daerah, mulai dari sistem dan prosedur

penerimaan, pengesahan dokumen pelaksanaan anggaran, hingga sistem dan

prosedur akuntansi dan laporan keuangan. Sistem dan prosedur ini memberikan

rincian teknis terhadap alur pengelolaan keuangan daerah yang tertuang dalam

Permendagri No. 13 Tahun 2006.

Dampak dari diterbitkannya Surat Edaran Mendagri Nomor

S.900/316/BAKD tentang pedoman sistem dan prosedur penatausahaan dan

akuntansi, pelaporan, dan pertanggungjawaban keuangan daerah yaitu terjadi

penggabungan antara Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) dan Badan Pengelola

Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) menjadi Dinas Pendapatan, Pengelola

Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) untuk seluruh pemerintahan daerah di

Indonesia. Dengan diterapkannya PP No. 41 Tahun 2006 dan Permendagri No. 13

tahun 2006 tentang pedoman pengelolaan keuangan daerah diharapkan dapat

lebih meningkatkan efisiensi dan efektivitas sistem, prosedur penatausahaan dan

akuntansi, pelaporan, dan pertanggungjawaban keuangan daerah sehingga dapat

meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah.

Hakikat otonomi daerah adalah upaya pemberdayaan daerah dalam

pengambilan keputusan daerah secara lebih leluasa dan bertanggung jawab untuk

mengelola sumber daya yang dimiliki sesuai dengan kepentingan, prioritas, dan

potensi daerah sendiri. Penerapan otonomi daerah seutuhnya membawa

konsekuensi logis berupa pelaksanaan penyelenggaraan pemerintahan dan

pembangunan daerah berdasarkan manajemen keuangan yang sehat. Oleh karena

Page 21: evaluasi kinerja keuangan dan tingkat kesejahteraan masyarakat ...

itu, diperlukan sistem pengelolaan keuangan daerah yang baik dalam rangka

mengelola dana APBD secara transparan, efisien, efektif dan akuntabel.

Dalam perkembangannya, telah muncul berbagai metodelogi dan

instrumen yang dimanfaatkan untuk mengukur kinerja suatu organisasi termasuk

di sektor publik, seperti Balanced Scorecard, Total Performance Scorecard, Total

Quality Management, dan lain sebagainya. Ragamnya metode pengukuran kinerja

tersebut menunjukkan kecendrungan perhatian yang tinggi terhadap peningkatan

kualitas kinerja instansi pemerintah, khususnya dalam memberikan pelayanan

kepada masyarakat. Meskipun demikian penerapan metode-metode tersebut harus

mengakomodasikan lingkungan pemerintah daerah, agar mendapatkan hasil yang

memiliki validitas tinggi dan tidak terjadi kesalahan pengukuran kinerja.

Salah satu alat ukur yang dapat digunakan untuk menganalisis kinerja

pemerintah kabupaten dalam mengelola keuangan daerahnya adalah melakukan

analisis rasio keuangan terhadap APBD yang telah ditetapkan dan dilaksanakan

(Halim, 2007: 231).

Berkaitan dengan hal itu, analisis terhadap kinerja keuangan pemerintah

kabupaten merupakan informasi yang penting terutama untuk membuat kebijakan

dalam pengelolaan keuangan daerah dan menilai apakah pemerintah kabupaten

berhasil mengelola keuangannya dengan baik, serta memberikan dampak yang

positif terhadap kesejahteraan masyarakat. Analisis kinerja keuangan pada APBD

dilakukan dengan cara membandingkan hasil yang dicapai dari satu periode

dengan periode sebelumnya, sehingga dapat diketahui bagaimana kecenderungan

yang terjadi. Selain itu dapat pula dilakukan dengan cara menganalisis rasio-rasio

keuangan. Rendahnya kapasitas dan kemampuan pengelolaan keuangan daerah

Page 22: evaluasi kinerja keuangan dan tingkat kesejahteraan masyarakat ...

akan sering menimbulkan siklus efek negatif, yaitu rendahnya tingkat pelayanan

bagi masyarakat dan tidak mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Penggunaan analisis rasio keuangan sebagai alat analisis kinerja keuangan

secara luas telah diterapkan pada lembaga perusahaan yang bersifat komersial,

sedangkan pada lembaga publik khususnya pemerintah kabupaten masih sangat

terbatas sehingga secara teoritis belum ada kesepakatan yang bulat mengenai

nama dan kaidah pengukurannya. Dalam rangka pengelolaan keuangan daerah

yang transparan, jujur, demokratis, efektif, efisien, dan akuntabel, maka analisis

rasio keuangan terhadap pendapatan belanja daerah perlu dilaksanakan

(Mardiasmo, 2002: 169).

Kajian empiris mengenai kinerja keuangan daerah di Indonesia selama ini

telah banyak dilakukan, di antaranya dimaksudkan untuk mengevaluasi kinerja

keuangan pemerintah kabupaten. Hal ini menunjukkan kecendrungan perhatian

yang tinggi terhadap peningkatan kualitas kinerja instansi pemerintah, khususnya

dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.

Seperti yang dilakukan oleh Matheus Dacosta (2002: 108) dalam

penelitian tentang tingkat kemandirian Kota Kupang ditinjau dari aspek

keuangan dalam melaksanakan otonomi daerah tahun 1997/1998 – 2001. Hasil

penelitian antara lain derajat otonomi fiskal yang menerangkan rasio PAD

terhadap total belanja daerah, berguna untuk menerangkan sampai sejauh mana

PAD Kota Kupang mampu memberikan kontribusi terhadap realisasi

pembelanjaan daerahnya setiap tahun berdasarkan sumber-sumber keuangan

yang asli. Secara rata-rata derajat otonomi fiskal (DOF) Kota Kupang adalah

7,71% selama tahun 1997/1998 – 2001. Rasio ini dikategorikan sangat kurang

Page 23: evaluasi kinerja keuangan dan tingkat kesejahteraan masyarakat ...

karena berada di bawah rasio 25%. Hal ini berarti kemampuan keuangan Kota

Kupang yang berasal dari PAD rendah sekali.

Hasil analisis indeks keserasian belanja atau rasio belanja publik terhadap

total belanja daerah untuk mengetahui sebarapa besar proporsi alokasi dana

APBD terhadap pelayanan publik dari total belanja daerah selama satu tahun

anggaran dapat dilihat dari indeks keserasian belanjanya. Rata-rata IKB selama

1997/1998 – 2001 adalah sebesar 23,03%, hal ini berarti pemerintah kabupaten

rata-rata hanya mangalokasikan dana sebesar 23,03% untuk belanja publik dari

total belanja daerah dan dapat dikategorikan kurang serasi.

Dalam analisis efisiensi dan efektivitas diketahui bahwa tingkat efisiensi

pengelolaan keuangan daerah Kota Kupang selama tahun 1997/1998 – 2001

menunjukkan perkembangan yang cukup fluktuatif dengan rata-rata tingkat

efisiensi sebesar 17,58%, dan tingkat efektivitas pemungutan sumber-sumber

pendapatan selama tahun anggaran 1997/1998 – 2001 telah mencapai sasaran

yang telah ditetapkan yakni sebesar 103,77% dan dikategorikan sangat efektif.

Selain itu, Dasilva Petrus (2001: 78) juga melakukan penelitian tentang

evaluasi anggaran pendapatan dan belanja daerah Kabupaten Sikka provinsi

Nusa Tenggara Timur. Dalam mengevaluasi anggaran daerah Kabupaten Sikka

dalam penelitiannya, digunakan pembanding dua kabupaten lain dalam provinsi

yang sama, yang menurut pengamatan sementara digunakan, mengingat terdapat

kabupaten lain yang mungkin lebih baik dari kabupaten Sikka. Dua kabupaten

pembanding adalah Kabupaten Ende dan Kabupaten Manggarai.

Hasil analisis menunjukkan bahwa tingkat efektivitas pengelolaan APBD

yang dicapai Kabupaten Manggarai adalah sebesar 102,98% dengan predikat

sangat efektif, sementara Kabupaten Ende adalah 94,70% dengan kategori

Page 24: evaluasi kinerja keuangan dan tingkat kesejahteraan masyarakat ...

efektif. Jika dibanding dengan Kabupaten Sikka tingkat efektivitas tidak jauh

berbeda, dengan nilai 91,33% dikategorikan efektif.

Dengan menggunakan analisis efisiensi diketahui bahwa secara umum

untuk ketiga kabupaten yang diamati dapat disimpulkan bahwa terdapat

kecenderungan yang sama yakni selau ingin menghabiskan anggaran yang telah

dialokasikan dalam APBD. Terbukti dengan tingkat efisiensi ketiga kabupaten

tersebut berkisar antara 95,94% - 97,39%, berarti kurang efisien dan terkesan

adanya pemborosan dengan tidak mengindahkan azas penghematan dan efisiensi

anggaran.

Dari beberapa kajian empirik yang telah dilakukan sebelumnya, maka

dapat diambil beberapa rasio keuangan yang dapat digunakan untuk mengukur

akuntabilitas pemerintah kabupaten (Halim, 2007: 233) antara lain rasio

kemandirian, rasio efektivitas terhadap pendapatan asli daerah, rasio efisiensi

keuangan daerah dan rasio keserasian belanja.

Rasio kemandirian keuangan daerah menunjukkan kemampuan

pemerintah kabupaten dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintahan,

pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat. Rasio kemandirian dihitung

dengan membagi total PAD dengan total belanja daerah dalam satuan persen

(Suyana Utama, 2008:33).

Rasio efektivitas adalah rasio yang digunakan untuk mengukur efektivitas

dalam merealisasikan pendapatan daerah. Rasio efektivitas merupakan tingkat

pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan atau prestasi yang dicapai oleh pemerintah

kabupaten yang diukur dengan membandingkan realisasi pendapatan dengan

anggaran pendapatan, dalam satuan persen (Suyana Utama, 2008:27).

Page 25: evaluasi kinerja keuangan dan tingkat kesejahteraan masyarakat ...

Rasio efisiensi merupakan tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan

atau prestasi yang dicapai oleh pemerintah kabupaten yang diukur dengan

membandingkan realisasi belanja dengan anggaran belanja yang telah ditetapkan,

dalam satuan persen (Suyana Utama, 2008:30).

Rasio keserasian menggambarkan bagaimana pemerintah kabupaten

memprioritaskan alokasi dananya pada belanja aparatur dan belanja pelayanan

publik secara optimal. Dalam penelitian ini digunakan proprosi belanja publik

karena belanja publik secara langsung dimaksudkan untuk dapat meningkatkan

kesejahteraan hidup masyarakat. Rasio keserasian diukur dengan membandingkan

realisasi total belanja publik dengan total belanja daerah dalam satuan persen

(Suyana Utama, 2008:36).

Dalam mengukur tingkat kesejahteraan masyarakat Program

Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNDP) melalui terbitan serialnya

sejak awal tahun 1990-an mengukur kesejahteraan masyarakat secara lebih

komprehensif dengan menggunakan tingkat pendapatan perkapita, usia harapan

hidup dan tingkat pendidikan yang dikonstruksi menjadi Indeks Pembangunan

Manusia atau Human Development Index = HDI.

Pendapatan perkapita masyarakat adalah pendapatan domestik regional

bruto berdasarkan harga yang berlaku di masyarakat terhadap total penduduk pada

pertengahan tahun pada tahun-tahun penelitian, dalam ribuan rupiah. Tingkat

pendidikan masyarakat diukur dari jumlah penduduk yang menamatkan bangku

pendidikan formal terhadap total penduduk di kabupaten/kota selama tahun-tahun

penelitian, dalam satuan persen. Usia harapan hidup adalah rata-rata umur

masyarakat yang dicapai pada kabupaten/kota selama tahun-tahun yang diteliti,

dalam satuan tahun.

Page 26: evaluasi kinerja keuangan dan tingkat kesejahteraan masyarakat ...

Sejak bergulirnya era otonomi daerah pada tahun 1999, Provinsi Nusa

Tenggara Timur merupakan salah satu provinsi yang telah banyak melakukan

pemekaran wilayah tingkat kabupaten/kota di Indonesia. Sebelumnya sudah

terdapat tiga belas kabupaten/kota, yaitu Kabupaten Kupang, Kota Kupang,

Kabupaten Belu, Kabupaten Timor Tengah Utara, Kabupaten Timor Tengah

Selatan, Kabupaten Alor, Kabupaten Manggarai, Kabupaten Ngada, Kabupaten

Ende, Kabupaten Sikka, Kabupaten Flores Timur, Kabupaten Sumba Timur, dan

Kabupaten Sumba Barat.

Sedangkan ke delapan pemerintahan kabupaten yang baru terbentuk di era

otonomi daerah sejak tahun 1999 yaitu antara lain, Kabupaten Lembata di tahun

1999, Kabupaten Rote Ndao di tahun 2001, Kabupaten Sumba Tengah di tahun

2004, Kabupaten Sumba Barat Daya di tahun 2006, Kabupaten Nagekeo dan

Kabupaten Sabu Raijua di tahun 2007 dan Kabupaten Manggarai Timur dan

Kabupaten Manggarai Barat di tahun 2008.

Sebagai bahan pembanding dalam melihat sejauh mana keberhasilan

pelaksanaan otonomi daerah dan kemampuan pemerintah kabupaten dalam

mengatur urusan rumah tangganya sendiri, dan berkaitan dengan kinerja keuangan

pemerintah kabupaten dan pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja daerah

masing-masing kabupaten/kota di provinsi Nusa Tenggara Timur, maka berikut

akan disajikan data pemeringkatan kinerja pemerintah kabupaten/kota yang

dilakukan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan Provinsi Nusa

Tenggara Timur pada tahun 2009, seperti pada Tabel berikut ini :

Page 27: evaluasi kinerja keuangan dan tingkat kesejahteraan masyarakat ...

Table 1.1Perangkingan Kabupaten/Kota Berdasarkan Penilaian

Kinerja Keuangan di Provinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2009Nama Kabupaten Peringkat Nama Kabupaten Peringkat

Kota Kupang 1 Rote Ndao 11Ngada 2 Kupang 12Alor 3 Nagekeo 13Manggarai 4 Belu 14Flores Timur 5 Sabu Raijua 15Sikka dan Ende 6 Sumba Tengah 16Manggarai Timur 7 Sumba Barat 17Manggarai Barat 8 Sumba Timur 18Timor Tengah Utara 9 Sumba Barat Daya 19Timor Tengah Selatan 10 Lembata 20

Sumber : www.bpkp.go.id/ntt.bpkp.go.id

Berdasarkan Tabel 1.1 di atas, dapat dijelaskan bahwa Kota Madya

Kupang menempati urutan pertama sebagai kabupaten/kota yang memiliki kinerja

keuangan tertinggi, kemudian diikuti oleh Ngada, Alor, Manggarai, Flores Timur,

Sikka dan Ende, Manggarai Timur, Manggarai Barat, TTU, TTS, Rote Ndao,

Kupang, Nagekeo, Belu, Sabu Raijua, Sumba Tengah, Sumba Barat, Sumba

Timur, Sumba Barat Daya dan Lembata pada urutan terakhir.

Sedangkan data pembanding tentang kesejahteraan masyarakat di provinsi

NTT, Badan Pusat Statistik Provinsi NTT melakukan penilaian terhadap indeks

pembangunan manusia di tahun 2009, seperti pada Tabel berikut ini :

Table 1.2Perangkingan Kabupaten/Kota Berdasarkan

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Provinsi Nusa Tenggara Timur Tahun 2009

No Kabupaten IPM No Kabupaten IPM1 Kota Kupang 74,5 12 Rote Ndao 62,12 Ngada 66,0 13 Kupang 62,03 Alor 65,4 14 Nagekeo 61,64 Manggarai 65,2 15 Belu 61,25 Flores Timur 64,7 16 Sabu Raijua 60,16 Sikka 64,6 17 Sumba Tengah 59,97 Ende 64,4 18 Sumba Barat 59,88 Manggarai Timur 63,4 19 Sumba Timur 59,79 Manggarai Barat 63,2 20 Lembata 59,610 Timor Tengah Utara 63,1 21 Sumba Barat Daya 59,511 Timor Tengah Selatan 62,7

Sumber : www.bps.go.id/ntt.bps.go.id

Page 28: evaluasi kinerja keuangan dan tingkat kesejahteraan masyarakat ...

Berdasarkan Tabel 1.2 di atas, dapat dijelaskan bahwa Kota Madya

Kupang menempati urutan pertama sebagai kabupaten/kota dengan indeks

pembangunan manusia tertinggi, kemudian diikuti oleh Ngada, Alor, Manggarai,

Flores Timur, Sikka dan Ende, Manggarai Timur, Manggarai Barat, TTU, TTS,

Rote Ndao, Kupang, Nagekeo, Belu, Sabu Raijua, Sumba Tengah, Sumba Barat,

Sumba Timur, Lembata dan Sumba Barat Daya pada urutan terakhir.

Dalam penelitian ini, penulis memilih Kabupaten Lembata sebagai obyek

penelitian dengan melakukan penelitian terhadap kinerja keuangan pemerintah

kabupaten dan tingkat kesejahteraan masyarakat, selain sebagai ‘putera daerah’

penulis juga ingin memberikan kontribusi terhadap perkembangan dan kemajuan

daerah Lembata dengan mengkaji kinerja pemerintah kabupaten dan

kesejahteraan masyarakat sehingga dapat memberikan masukan dan saran-saran

demi perbaikan kinerja pemerintah kabupaten dan kesejahteraan masyarakat di

Kabupaten Lembata ke arah yang lebih baik.

Dari data pembanding antar-seluruh kabupaten/kota di NTT, diketahui

bahwa Lembata merupakan kabupaten dengan kinerja keuangan pemerintah

kabupaten terendah dibanding kabupaten-kabupaten lainnya, terutama terhadap

kabupaten yang sama-sama sebagai daerah otonomi baru. Sedangkan dari data

pembanding mengenai indeks pembangunan manusia di seluruh kabupaten/kota di

provinsi NTT, Kabupaten Lembata juga memiliki angka IPM kedua terendah

dibanding kabupaten-kabupaten lainnya.

Sedangkan tahun-tahun penelitian dibagi ke dalam dua periode, yaitu

mengacu kepada masa pemerintahan seorang Kepala Daerah selama dua periode,

yaitu periode I dari tahun 2001 – 2005 dan kemudian terpilih kembali untuk

Page 29: evaluasi kinerja keuangan dan tingkat kesejahteraan masyarakat ...

periode 2006 – 2010. Selain itu, pembagian periode penelitian juga mengacu

kepada penetapan PP No. 41 Tahun 2006 dan diimplementasikan melalui

Permendagri No. 13 tahun 2006, sehingga dapat dibagi menjadi periode I yaitu

periode diberlakukannya PP No. 105 Tahun 2000 dan Permendagri No. 29 Tahun

2002 dan periode II yaitu periode diberlakukannya PP No. 41 Tahun 2006 dan

Permendagri No. 13 Tahun 2006 tentang sistem, prosedur penatausahaan dan

akuntansi, pelaporan, dan pertanggungjawaban keuangan daerah.

Sejak awal dibentuknya Kabupaten Lembata tahun 1999, pemerintah

kabupaten selalu memiliki komitmen yang tinggi untuk terus meningkatkan

kesejahteraan masyarakat di wilayah ini. Sistem pemilihan Kepala Daerah secara

langsung oleh masyarakat setempat diharapkan mampu mendukung komitmen

untuk terus meningkatkan kesejahteraan masyarakat di Kabupaten Lembata,

karena bagaimanapun masyarakat tentu memilih seorang pemimpin yang selalu

mengutamakan kepentingan dan kesejahteraan masyarakat yang tercermin melalui

program-program kerjanya.

Untuk melihat keseriusan pemerintah Kabupaten Lembata terhadap upaya

peningkatan kesejahteraan masyarakatnya, secara sederhana dapat dilihat dengan

membandingkan besarnya realisasi belanja publik yang diperuntukkan bagi

pembelanjaan, pemeliharaan fasilitas umum dan pelayanan kepada masyarakat

terhadap total belanja daerah (Medi, 1966 dalam Budiarto, 2007).

Pada Tabel 1.3 berikut ini akan disajikan perkembangan besaran realisasi

belanja publik yang diperuntukkan bagi pembelanjaan, pemeliharaan fasilitas

umum dan pelayanan kepada masyarakat umum dan realisasi total belanja daerah

dari laporan realisasi anggaran pendapatan dan belanja daerah di Kabupaten

Lembata seperti pada Tabel berikut ini :

Page 30: evaluasi kinerja keuangan dan tingkat kesejahteraan masyarakat ...

Tabel 1.3Perkembangan Total Belanja Publik dan

Total Belanja Daerah Kabupaten Lembata Peride I dan IIPeriode Tahun Pelayanan Publik Total Belanja Daerah

I 2002 84.277.561.367,00 131.273.256.598,00

2003 86.262.275.163,00 133.828.892.855,00

2004 69.204.723.229,00 144.807.407.074,00

2005 105.570.915.429,00 168.252.170.345,00

Rata-rata Periode I 86.328.868.797,00 144.540.431.718,00

II 2006 131.765.135.636,00 201.787.768.608,00

2007 45.702.185.703,00 232.605.539.452,92

2008 140.816.766.247,23 352.148.244.453,62

2009 174.888.523.065,56 333.633.532.350,87

Rata-rata Periode II 123.293.152.662,19 280.043.771.216,10

Sumber: Laporan APBD Kabupaten Lembata

Dari Tabel 1.3 di atas, dapat dijelaskan bahwa pemerintah Kabupaten

Lembata memiliki komitmen yang kuat untuk terus berupaya meningkatkan

pelayanan publik kepada masyarakatnya, hal tersebut terbukti dengan

meningkatkan alokasi dana dalam APBD untuk belanja pelayanan publik yang

langsung dirasakan seluruh masyarakatnya.

Komitmen pemerintah kabupaten untuk tetap fokus pada upaya

meningkatkan kesejahteraan masyarakat di Kabupaten Lembata pada periode

kedua terbukti dengan semakin meningkatnya alokasi dana dalam APBD untuk

belanja pelayanan publik dari total belanja daerah dibanding pada periode

pertama, dan diharapkan dapat langsung dirasakan seluruh masyarakatnya.

Pemerintah kabupaten melalui rencana kerja yang dirumuskan dalam “Panca

Program” pemerintah kabupaten, salah satu di antaranya adalah fokus pada upaya

Page 31: evaluasi kinerja keuangan dan tingkat kesejahteraan masyarakat ...

pengentasan kemiskinan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat di seluruh

aspek kehidupan.

Dalam rangka pengelolaan keuangan daerah Kabupaten Lembata yang

semakin transparan, jujur, demokratis, efektif, efisien, dan akuntabel, maka

penulis memandang perlu untuk mengevaluasi kinerja keuangan pemerintah

kabupaten selama ini sehingga dapat menjadi suatu informasi yang penting

terutama untuk membuat kebijakan dalam pengelolaan keuangan daerah dan

menilai apakah pemerintah Kabupaten Lembata mampu dan telah berhasil

mengelola keuangannya dengan baik, serta memberikan dampak yang positif

terhadap kesejahteraan masyarakatnya, atau malah sebaliknya menyebabkan

rendahnya tingkat pelayanan bagi masyarakat dan tidak mampu meningkatkan

kesejahteraan masyarakat.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka yang menjadi rumusan

permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. Apakah terdapat perbedaan signifikan rata-rata kinerja keuangan pemerintah

Kabupaten Lembata pada periode I dan periode II?

b. Apakah terdapat perbedaan signifikan rata-rata kesejahteraan masyarakat

Kabupaten Lembata pada periode I dan periode II?

1.3 Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui signifikansi perbedaan rata-rata kinerja keuangan

pemerintah Kabupaten Lembata pada periode I dan periode II.

b. Untuk mengetahui signifikansi perbedaan rata-rata kesejahteraan masyarakat

Kabupaten Lembata pada periode I dan periode II.

Page 32: evaluasi kinerja keuangan dan tingkat kesejahteraan masyarakat ...

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat praktis dan

teoritis di antaranya adalah :

a. Manfaat praktis, menilai kinerja keuangan pemerintah kabupaten dan tingkat

kesejahteraan masyarakat Kabupaten Lembata Provinsi NTT, sehingga dapat

memberi masukan dan saran bagi pemerintah kabupaten dalam pengambilan

keputusan berkaitan dengan penyusunan dan realisasi APBD di masa-masa

mendatang.

b. Manfaat teoritis, dapat digunakan sebagai bahan referensi bagi peneliti

selanjutnya yang akan mengadakan penelitian di bidang keuangan daerah dan

secara umum bagi pengembangan ilmu pengetahuan terutama yang berkaitan

dengan keuangan daerah di Indonesia.

Page 33: evaluasi kinerja keuangan dan tingkat kesejahteraan masyarakat ...

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Keuangan Daerah

Faktor keuangan merupakan hal yang penting dalam mengukur tingkat

kemampuan daerah dalam melaksanakan otonominya. Keadaan keuangan

daerahlah yang menentukan bentuk dan ragam yang akan dilakukan oleh

pemerintah daerah. Usman (1998: 63), mengatakan salah satu kriteria penting

untuk mengetahui secara nyata, kemampuan daerah untuk mengatur rumah

tangganya sendiri adalah kemampuan “self supporting” dalam bidang keuangan.

Halim (2007: 230), mengungkapkan bahwa kemampuan pemerintah

daerah dalam mengelola keuangan daerah dituangkan dalam Anggaran

Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang langsung maupun tidak langsung

mencerminkan kemampuan pemerintah daerah dalam membiayai pelaksanaan

tugas-tugas pemerintahan, pembangunan dan pelayanan sosial masyarakat.

Selanjutnya untuk mengukur kemampuan keuangan pemerintah daerah adalah

dengan melakukan analisis rasio keuangan terhadap APBD yang telah ditetapkan

dan dilaksanakannya.

Keuangan daerah secara sederhana dapat diartikan sebagai semua hak dan

kewajiban yang dapat dinilai dengan uang, demikian pula segala sesuatu baik

berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan kekayaan daerah sepanjang

belum dimiliki/dikuasai oleh negara atau daerah yang lebih tinggi serta pihak-

pihak lain sesuai dengan ketentuan/peraturan perundangan yang berlaku

(Mamesah, 1995: 16).

Page 34: evaluasi kinerja keuangan dan tingkat kesejahteraan masyarakat ...

Dari pengertian tersebut di atas dapat dilihat bahwa dalam keuangan

daerah terdapat dua unsur penting yaitu : pertama, semua hak dimaksudkan

sebagai hak untuk memungut pajak daerah, retribusi daerah dan/atau penerimaan

dan sumber-sumber lain sesuai ketentuan yang berlaku merupakan penerimaan

daerah sehingga menambah kekayaan daerah, dan kedua, kewajiban daerah dapat

berupa kewajiban untuk membayar atau sehubungan adanya tagihan kepada

daerah dalam rangka pembiayaan rumah tangga daerah serta pelaksanaan tugas

umum dan tugas pembangunan oleh daerah yang bersangkutan.

Pemerintah daerah di dalam melaksanakan kegiatan pemerintahan,

pembangunan dan kemasyarakatan memerlukan sumber dana/modal untuk

membiayai pengeluaran pemerintah tersebut (government expenditure) terhadap

barang-barang publik (public goods) dan jasa pelayanannya.

Menurut Kunarjo (1996: 181) bahwa untuk melaksanakan pembangunan

prasarana, pemerintah daerah dapat membiayai dari sumber pendapatan asli

daerah, dana perimbangan maupun pinjaman daerah. Karena kecilnya pendapatan

asli daerah dibanding dengan kebutuhan pembangunan maka dalam beberapa hal

pemerintah daerah memerlukan pinjaman untuk digunakan pada proyek-proyek

yang dapat menghasilkan pendapatan.

2.2 Laporan Keuangan Daerah

Laporan keuangan pemerintah daerah sebagai bentuk pertanggung-

jawaban pelaksanaan APBD harus disusun/dihasilkan dari sebuah sistem

akuntansi pemerintah daerah yang handal, yang bisa dikerjakan secara manual

ataupun menggunakan aplikasi komputer. Namun, mengingat SDM daerah yang

masih sangat minim yang berspesialis di bidang akuntansi khususnya akuntansi

keuangan sektor publik, maka akan lebih tepat kalau menggunakan sistem

Page 35: evaluasi kinerja keuangan dan tingkat kesejahteraan masyarakat ...

aplikasi komputer yang komprehensif dan sudah teruji. Hal ini akan dapat

meminimalkan kesalahan proses akuntansi dan meningkatkan kualitas laporan

keuangan yang dihasilkan. Adapun ciri-ciri kualitas laporan keuangan yang bagus

meliputi relevan, handal (reliable), lengkap dan komprehensif (complete), serta

dapat diperbandingkan (comparable).

Sebagai upaya konkrit untuk mewujudkan transparansi dan akuntabilitas

pengelolaan keuangan negara/daerah adalah penyampaian laporan pertanggung-

jawaban keuangan pemerintah yang memenuhi prinsip tepat waktu dan dapat

diandalkan (reliable) serta disusun dengan mengikuti standar akuntansi

pemerintahan (SAP) yang telah diterima secara umum. Hal ini diatur dalam UU

No. 17 Tahun 2003 tentang keuangan negara, PP No. 58/2005 dan Permendagri

No. 13/2006. Semua peraturan ini mensyaratkan bentuk dan isi laporan

pertanggungjawaban pelaksanaan APBN/APBD disusun dan disajikan sesuai

dengan SAP yang ditetapkan dengan peraturan pemerintah.

Laporan keuangan disusun untuk menyediakan informasi yang relevan

mengenai posisi keuangan dan seluruh transaksi yang dilakukan oleh suatu entitas

pelaporan selama satu periode pelaporan. Laporan keuangan terutama digunakan

untuk membandingkan realisasi pendapatan, belanja, transfer, dan pembiayaan

dengan anggaran yang telah ditetapkan, menilai kondisi keuangan, mengevaluasi

efektivitas dan efisiensi suatu entitas pelaporan, dan membantu menentukan

ketaatannya terhadap peraturan perundang-undangan.

Adapun peranan laporan keuangan pemerintah meliputi :

1. Akuntabilitas. Mempertanggungjawabkan pengelolaan sumber daya serta

pelaksanaan kebijakan yang dipercayakan kepada entitas pelaporan dalam

mencapai tujuan yang telah ditetapkan secara periodik.

Page 36: evaluasi kinerja keuangan dan tingkat kesejahteraan masyarakat ...

2. Manajemen. Membantu para pengguna untuk mengevaluasi pelaksanaan

kegiatan entitas pelaporan dalam periode pelaporan sehingga memudahkan

fungsi perencanaan, pengelolaan dan pengendalian atas seluruh aset,

kewajiban, dan ekuitas dana pemerintah untuk kepentingan masyarakat.

3. Transparansi. Memberikan informasi keuangan yang terbuka dan jujur kepada

masyarakat berdasarkan pertimbangan bahwa masyarakat memiliki hak untuk

mengetahui secara terbuka dan menyeluruh atas pertanggung-jawaban

pemerintah dalam pengelolaan sumber daya yang dipercayakan kepadanya

dan ketaatannya pada peraturan perundang-undangan.

4. Keseimbangan Antargenerasi (intergenerational equity). Membantu para

pengguna dalam mengetahui kecukupan penerimaan pemerintah pada periode

pelaporan untuk membiayai seluruh pengeluaran yang dialokasikan dan

apakah generasi yang akan datang diasumsikan akan ikut menanggung beban

pengeluaran tersebut.

Tujuan penyajian laporan keuangan sektor publik menurut Governmental

Accounting Standard Board (GASB, 1998 dalam Budi Mulyana, 2006) adalah

untuk membantu memenuhi kewajiban Pemerintah untuk menjadi akuntabel

secara publik; dan untuk membantu memenuhi kebutuhan para pengguna laporan

yang mempunyai keterbatasan kewenangan, keterbatasan kemampuan atau

sumber daya untuk memperoleh informasi dan oleh sebab itu mereka

menyandarkan pada laporan sebagai sumber informasi penting. Untuk tujuan

tersebut, pelaporan keuangan harus mempertimbangkan kebutuhan para pengguna

dan keputusan yang mereka buat.

Sementara itu, bila dilihat dari jenis laporan keuangan yang disusun

pemerintah daerah sampai saat ini telah mengalami dua perkembangan.

Page 37: evaluasi kinerja keuangan dan tingkat kesejahteraan masyarakat ...

Perkembangan pertama, di dalam PP No. 105 tahun 2000 (Pasal 38) sebagaimana

ditindaklanjuti dengan Kepmendagri No. 29 tahun 2002 (Pasal 81) laporan

keuangan yang harus disajikan secara lengkap pada akhir tahun oleh Kepala

Daerah terdiri dari :

1. Laporan Perhitungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;

2. Nota Perhitungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah;

3. Laporan Aliran Kas; dan

4. Neraca Daerah.

Dalam perkembangan berikutnya, dengan terbitnya UU No. 17 tahun

2003, pada Pasal 31 dinyatakan bahwa laporan keuangan yang harus disajikan

oleh Kepala Daerah setidak-tidaknya meliputi:

1. Laporan Realisasi APBD;

2. Neraca;

3. Laporan Arus Kas; dan

4. Catatan atas Laporan Keuangan, yang dilampiri dengan Laporan Keuangan

Perusahaan Daerah.

2.3 Kinerja Keuangan Daerah

Kinerja merupakan pencapaian atas apa yang direncanakan, baik oleh

pribadi maupun organisasi. Apabila pencapaian sesuai dengan yang direncanakan,

maka kinerja yang dilakukan terlaksana dengan baik. Apabila pencapaian

melebihi dari apa yang direncanakan dapat dikatakan kinerjanya sangat baik.

Begitupun sebaliknya apabila pencapaian tidak sesuai dengan apa yang

direncanakan atau kurang dari apa yang direncanakan, maka kinerjanya dapat

dikatakan sangat buruk.

Page 38: evaluasi kinerja keuangan dan tingkat kesejahteraan masyarakat ...

Kinerja keuangan adalah suatu ukuran kinerja yang menggunakan

indikator keuangan. Analisis kinerja keuangan pada dasarnya dilakuan untuk

menilai kinerja di masa lalu dengan melakukan berbagai analisis sehingga

diperoleh posisi keuangan yang mewakili realitas entitas dan potensi-potensi

kinerja yang akan berlanjut.

Mengapa pengukuran kinerja diperlukan? Pengukuran kinerja dan

indikator merupakan bagian dari proses manajemen strategis (Jackson dan

Palmer, 1992). Oleh karena itu, sebagai suatu elemen manajerial, kinerja

merupakan kunci sukses. Keputusan strategis disusun melalui kebijakan untuk

mencapai sasaran dan target yang diinginkan. Pencapaian sasaran dan target

membutuhkan informasi tentang aktual kinerja yang diharapkan dengan

membandingkan kebijakan yang ditetapkan (setting objectives). Informasi yang

diharapkan harus tersusun, dan merupakan desain pengukuran kinerja dan

indikator yang terurai dan jelas.

Ada beberapa pemikiran untuk membangun organisasi pemerintah daerah

melalui pengukuran kinerja setiap aktifitas kegiatannya baik rutin dan

pembangunan, dari sektor sampai dengan proyek. Pengukuran kinerja merupakan

suatu alat manajemen yang digunakan untuk meningkatkan kualitas dan

pengambilan keputusan; sebagai alat untuk menilai pencapaian tujuan dan sasaran

organisasi (Withaker : 1993). Menurut Halim (2001) analisis kinerja keuangan

adalah usaha mengidentifikasi ciri-ciri keuangan berdasarkan laporan keuangan

yang tersedia.

Kinerja keuangan pemerintah daerah adalah kemampuan suatu daerah

untuk menggali dan mengelola sumber-sumber keuangan asli daerah dalam

memenuhi kebutuhannya guna mendukung berjalannya sistem pemerintahan,

Page 39: evaluasi kinerja keuangan dan tingkat kesejahteraan masyarakat ...

pelayanan kepada masyarakat dan pembangunan daerahnya dengan tidak

tergantung sepenuhnya kepada pemerintah pusat dan mempunyai keleluasaan di

dalam menggunakan dana-dana untuk kepentingan masyarakat daerah dalam

batas-batas yang ditentukan peraturan perundang-undangan (Syamsi,1986: 199).

Organisasi sektor publik merupakan organisasi yang bertujuan

memberikan pelayanan publik kepada masyarakat dengan sebaik-baiknya,

misalnya dalam bidang pendidikan, kesehatan, keamanan, penegakan hukum,

transportasi dan sebagainya. Pelayanan publik diberikan karena masyarakat

merupakan salah satu stakeholder organisasi sektor publik. Sehingga pemerintah

daerah tidak hanya menyampaikan laporan pertanggungjawaban kepada

pemerintah pusat saja, tetapi juga kepada masyarakat luas.

Oleh karena itulah diperlukan sistem pengukuran kinerja yang bertujuan

untuk membantu manajer publik untuk menilai pencapaian suatu strategi melalui

alat ukur finansial dan non finansial. Sistem pengukuran kinerja dapat dijadikan

sebagai alat pengendalian organisasi.

Pengukuran kinerja keuangan pemerintah daerah dilakukan untuk

memenuhi tiga tujuan (Mardiasmo, 2002: 121) yaitu memperbaiki kinerja

pemerintah, membantu mengalokasikan sumber daya dan pembuatan keputusan

dan mewujudkan pertanggungjawaban publik dan memperbaiki komunikasi

kelembagaan. Pelaksanaan otonomi daerah tentunya tidak mudah, karena

menyangkut masalah kemampuan daerah itu sendiri dalam membiayai

penyelenggaraan urusan pemerintahan beserta pelaksanaan pembangunan dalam

upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat, masalah kemampuan daerah berarti

menyangkut masalah bagaimana daerah dapat memperoleh dan meningkatkan

Page 40: evaluasi kinerja keuangan dan tingkat kesejahteraan masyarakat ...

sumber-sumber pendapatan daerah untuk menjalankan kegiatan

pemerintahannya.

Menurut Prabowo (1999: 149) sesuai dengan konsep asas desentralisasi

dalam rangka menunjang pelaksanaan pembangunan di daerah sangat dibutuhkan

dana dan sumber-sumber pembiayaan yang cukup memadai, karena kalau daerah

tidak mempunyai sumber keuangan yang cukup akibatnya tergantung terus

kepada pemerintah pusat.

Semakin meningkatnya kegiatan pembangunan di daerah, semakin besar

pula kebutuhan akan dana yang harus dihimpun oleh pemerintah daerah,

kebutuhan dana tersebut tidak dapat sepenuhnya disediakan oleh dana yang

bersumber dari pemerintah daerah sendiri (Hirawan, 1990: 96).

Dengan demikian maka perlu mengetahui apakah suatu daerah itu mampu

untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri, maka kita harus

mengetahui keadaan kemampuan keuangan daerah.

Ada beberapa kriteria yang dapat dijadikan ukuran untuk mengetahui

kemampuan pemerintah daerah dalam mengatur rumah tangganya sendiri

(Syamsi, 1986: 99).

1. Kemampuan struktural organisasinya.

Struktur organisasi pemerintah daerah harus mampu menampung segala

aktivitas dan tugas-tugas yang menjadi beban dan tanggung jawabnya, jumlah

unit-unit beserta macamnya cukup mencerminkan kebutuhan, pembagian

tugas, wewenang dan tanggung jawab yang cukup jelas.

2. Kemampuan aparatur pemerintah daerah

Aparat pemerintah daerah harus mampu menjalankan tugasnya dalam

mengatur dan mengurus rumah tangga daerahnya. Keahlian, moral, disiplin

Page 41: evaluasi kinerja keuangan dan tingkat kesejahteraan masyarakat ...

dan kejujuran saling menunjang tercapainya tujuan yang diidam-idamkan oleh

daerah.

3. Kemampuan mendorong partisipasi masyarakat

Pemerintah daerah harus mampu mendorong agar masyarakat mau berperan

serta dalam kegiatan pembangunan.

4. Kemampuan keuangan daerah

Pemerintah daerah harus mampu membiayai semua kegiatan pemerintahan,

pembangunan dan kemasyarakatan sebagai pelaksanaan pengaturan dan

pengurusan rumah tangganya sendiri. Untuk itu kemampuan keuangan daerah

harus mampu mendukung terhadap pembiayaan kegiatan pemerintahan,

pembangunan dan kemasyarakatan.

Selain faktor alam, tenaga kerja, dan teknologi, maka salah satu faktor

utama lainnya adalah faktor kapital, yang biasa disebut sumber daya modal

(capital resources). Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa

penerimaan daerah merupakan sumber modal, yang dihimpun dan dimanfaatkan

untuk membiayai berbagai kegiatan pelaksanaan pembangunan daerah

(Soediyono, 1992: 137).

Selanjutnya Davey (1988: 258) mengungkapkan bahwa otonomi daerah

menuntut adanya kemampuan pemerintah daerah untuk menggali sumber-sumber

penerimaan yang tidak tergantung kepada pemerintah pusat dan mempunyai

keleluasaan di dalam menggunakan dana-dana untuk kepentingan masyarakat

daerah dalam batas-batas yang ditentukan peraturan perundang-undangan.

Page 42: evaluasi kinerja keuangan dan tingkat kesejahteraan masyarakat ...

2.4 Analisis Rasio Keuangan Daerah

Pemerintah daerah sebagai pihak yang diberikan tugas menjalankan

pemerintahan, pembangunan dan pelayanan masyarakat wajib melaporkan

pertanggungjawaban keuangan daerah sebagai dasar penilaian kinerja

keuangannya. Salah satu alat untuk menganalisis kinerja pemerintah daerah dalam

mengelola keuangan daerahnya adalah dengan melakukan analisis rasio keuangan

terhadap APBD yang telah ditetapkan dan dilaksanakannya (Halim, 2007: 231).

Penggunaan analisis rasio keuangan sebagai alat analisis kinerja keuangan

secara luas telah diterapkan pada lembaga perusahaan yang bersifat komersial,

sedangkan pada lembaga publik khususnya pemerintah daerah masih sangat

terbatas sehingga secara teoritis belum ada kesepakatan yang bulat mengenai

nama dan kaidah pengukurannya. Dalam rangka pengelolaan keuangan daerah

yang transparan, jujur, demokratis, efektif, efisien, dan akuntabel, maka analisis

rasio keuangan terhadap pendapatan belanja daerah perlu dilaksanakan

(Mardiasmo, 2002: 169).

Beberapa rasio keuangan yang dapat digunakan untuk mengukur

akuntabilitas pemerintah daerah (Halim, 2007: 233) yaitu rasio kemandirian, rasio

efektivitas, rasio efisiensi keuangan daerah dan rasio keserasian belanja.

Adapun pihak-pihak yang berkepentingan dengan rasio keuangan

pemerintah daerah (Halim,2007: 232) adalah :

1. Pihak eksekutif sebagai landasan dalam menyusun APBD berikutnya.

2. Pemerintah pusat/provinsi sebagai masukan dalam membina pelaksanaan

pengelolaan keuangan daerah.

Page 43: evaluasi kinerja keuangan dan tingkat kesejahteraan masyarakat ...

3. Masyarakat dan kreditur, sebagai pihak yang akan turut memiliki saham

pemerintah daerah, bersedia memberi pinjaman maupun membeli obligasi.

Dengan demikian dalam organisasi pemerintah untuk mengukur kinerja

keuangan ada beberapa ukuran kinerja yang dapat digunakan seperti rasio

kemandirian, rasio efektivitas, rasio efisiensi dan rasio keserasian belanja. Untuk

itu, penjelasan terkait dengan rasio kemandirian, rasio efektivitas, rasio efisiensi

dan rasio keserasian belanja.

2.4.1 Rasio kemandirian keuangan daerah

Rasio kemandirian keuangan daerah menunjukkan kemampuan

pemerintah daerah dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintahan,

pembangunan dan pelayanan kepada masyarakat. Rasio kemandirian

dihitung dengan membagi total PAD dengan total belanja daerah dalam

satuan persen (Suyana Utama, 2008:33).

Semakin tinggi rasio ini berarti tingkat ketergantungan daerah

terhadap bantuan pihak pemerintah pusat dan provinsi semakin rendah,

demikian pula sebaliknya. Rasio ini juga menggambarkan tingkat

partisipasi masyarakat dalam pembangunan daerah. Semakin tinggi rasio

ini berarti semakin tinggi partisipasi masyarakat dalam membayar pajak

dan retribusi daerah yang merupakan komponen dari PAD.

Secara sederhana rasio kemandirian dapat diformulasikan sebagai

berikut (Mahsun dalam Suyana Utama, 2008: 33) :

Pendapatan Asli DaerahRasio Kemandirian = -------------------------------- x 100% …..… (2.1)

Total Belanja Daerah

Page 44: evaluasi kinerja keuangan dan tingkat kesejahteraan masyarakat ...

Paul Hersey dan Kenneth Blanchard dalam Halim (2001:168)

mengemukakan mengenai hubungan antara pemerintah pusat dan daerah

dalam pelaksanaan otonomi daerah, terutama pelaksanaan undang-undang

tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah, yaitu

sebagai berikut.

1. Pola hubungan instruktif, yaitu peranan pemerintah pusat lebih

dominan daripada kemandirian pemerintah daerah.

2. Pola hubungan konsultatif, yaitu campur tangan pemerintah pusat

sudah mulai berkurang dan lebih banyak pada pemberian konsultasi.

3. Pola hubungan partisipatif, yaitu pola di mana peranan pemerintah

pusat semakin berkurang mengingat tingkat kemandirian daerah

otonom bersangkutan mendekati mampu melaksanakan urusan

otonomi.

4. Pola hubungan delegatif, yaitu campur tangan pemerintah pusat sudah

tidak ada lagi karena daerah telah benar-benar mampu dan mandiri

dalam melaksanakan urusan otonomi daerah.

Pola hubungan pemerintah pusat dan daerah serta tingkat

kemandirian dan kemampuan keuangan daerah dapat disajikan dalam

matriks seperti tampak pada Tabel 2.1 berikut ini (Mahsun, 2006: 187).

Tabel 2.1Pola Hubungan, Tingkat Kemandirian, dan Kemampuan Keuangan Daerah

Kemampuan Keuangan Rasio Kemandirian (%) Pola Hubunggan

Rendah Sekali 0 – 25 Instruktif

Rendah > 25 – 50 Konsultatif

Sedang > 50 – 75 Partisipatif

Tinggi > 75 – 100 Delegatif

Sumber : Mahsun Moh, 2006

Page 45: evaluasi kinerja keuangan dan tingkat kesejahteraan masyarakat ...

Rasio kemandirian keuangan daerah atau yang sering disebut

sebagai otonomi fiskal menunjukkan kemampuan daerah dalam

membiayai sendiri kegiatan pemerintahan, pembangunan, dan pelayanan

kepada masyarakat yang telah membayar pajak dan retribusi sebagai

sumber pendapatan yang diperlukan daerah. Rasio ini juga

menggambarkan ketergantungan pemerintah daerah terhadap sumber dana

eksternal. Semakin tinggi rasio ini, maka tingkat ketergantungan daerah

terhadap pihak eksternal semakin rendah, begitu pula sebaliknya.

2.4.2 Rasio efektivitas keuangan daerah

Pengertian efektivitas berhubungan dengan derajat keberhasilan

suatu operasi pada sektor publik sehingga suatu kegiatan dikatakan efektif

jika kegiatan tersebut mempunyai pengaruh besar terhadap kemampuan

menyediakan pelayanan masyarakat yang merupakan sasaran yang telah

ditetapkan sebelumnya. Rasio efektivitas merupakan tingkat pencapaian

pelaksanaan suatu kegiatan atau prestasi yang dicapai oleh pemerintah

daerah yang diukur dengan membandingkan realisasi pendapatan dengan

anggaran pendapatan, dalam satuan persen (Suyana Utama, 2008:27).

Rasio efektivitas diukur dengan : (Suyana Utama, 2008: 33):

Realisasi PendapatanRasio Efektivitas = ------------------------------ x 100% …..…… (2.2)

Anggaran Pendapatan

Nilai efektivitas diperoleh dari perbandingan sebagaimana tersebut

diatas, diukur dengan kriteria penilaian kinerja keuangan (Mahsun, 2006:

187).

Page 46: evaluasi kinerja keuangan dan tingkat kesejahteraan masyarakat ...

Tabel 2.2Efektivitas Keuangan Daerah

Efektivitas Keuangan Daerah Otonom danKemampuan Keuangan

Rasio Efektivitas (%)

Sangat Efektif >100Efektif >90 – 100

Cukup Efektif >80 – 90Kurang Efektif >60 – 80Tidak Efektif ≤60

Sumber : Mahsun Moh, 2006.

2.4.3 Rasio efisiensi keuangan daerah

Rasio efisiensi merupakan tingkat pencapaian pelaksanaan suatu

kegiatan atau prestasi yang dicapai oleh pemerintah daerah yang diukur

dengan membandingkan realisasi belanja dengan anggaran belanja yang

telah ditetapkan, dalam satuan persen (Suyana Utama, 2008:30). Semakin

kecil rasio ini, maka semakin efisien, begitu pula sebaliknya. Pada sektor

pelayanan masyarakat adalah suatu kegiatan yang dilakukan dengan baik

dan pengorbanan seminimal mungkin. Suatu kegiatan dikatakan telah

dikerjakan secara efisien jika pelaksanaan pekerjaan tersebut telah

mencapai hasil (output) dengan biaya (input) yang terendah atau dengan

biaya minimal diperoleh hasil yang diinginkan (Mahsun, 2006: 187).

Rasio efisiensi diukur dengan (Suyana Utama, 2008: 33) :

Realisasi Belanja DaerahRasio Efisiensi = ---------------------------------- x 100% …....…. (2.3)

Anggaran Belanja Daerah

Dengan mengetahui hasil perbandingan antara realisasi belanja dan

anggaran belanja daerah dengan menggunakan ukuran efisiensi tersebut,

maka penilaian kinerja keuangan dapat ditentukan (Mahsun, 2006: 187).

Page 47: evaluasi kinerja keuangan dan tingkat kesejahteraan masyarakat ...

Tabel 2.3Efisiensi Keuangan Daerah

Efisiensi Keuangan Daerah Otonom danKemampuan Keuangan

Rasio Efisiensi (%)

Sangat Efisien ≤60Efisien >60 – 80Cukup Efisien >80 – 90Kurang Efisien >90 – 100Tidak Efisien ≥100

Sumber : Mahsun Moh, 2006

Faktor penentu efisiensi dan efektivitas sebagai berikut (Budiarto, 2007) :

a. faktor sumber daya, baik sumber daya manusia seperti tenaga kerja,

kemampuan kerja maupun sumber daya fisik seperti peralatan kerja,

tempat bekerja serta dana keuangan;

b. faktor struktur organisasi, yaitu susunan yang stabil dari jabatan-

jabatan, baik itu struktural maupun fungsional;

c. faktor teknologi pelaksanaan pekerjaan;

d. faktor dukungan kepada aparatur dan pelaksanaannya, baik pimpinan

maupun masyarakat;

e. faktor pimpinan dalam arti kemampuan untuk mengkombinasikan

keempat faktor tersebut kedalam suatu usaha yang berdaya guna dan

berhasil guna untuk mencapai sasaran yang dimaksud.

2.4.4 Rasio Keserasian Belanja

Rasio keserasian menggambarkan bagaimana pemerintah daerah

memprioritaskan alokasi dananya pada belanja aparatur dan belanja

pelayanan publik secara optimal. Dalam penelitian ini digunakan proprosi

belanja publik karena belanja publik secara langsung dimaksudkan untuk

dapat meningkatkan kesejahteraan hidup masyarakat. Rasio keserasian

Page 48: evaluasi kinerja keuangan dan tingkat kesejahteraan masyarakat ...

diukur dengan membandingkan realisasi total belanja publik dengan total

belanja daerah dalam satuan persen (Suyana Utama, 2008:36).

Secara sedarhana rasio keserasian belanja dapat diformulasikan

sebagai berikut (Suyana Utama, 2008) :

Belanja Pelayanan PublikRasio Keserasian Belanja = -------------------------------- x 100% ….(2.4)

Total Belanja Daerah

Dengan mengetahui hasil perbandingan antara realisasi belanja dan

anggaran belanja daerah dengan menggunakan ukuran efisiensi tersebut,

maka penilaian kinerja keuangan dapat ditentukan sebagai berikut

(Mahsun, 2006) :

Tabel 2.4Keserasian Belanja Keuangan Daerah

Keserasian BelanjaKeuangan Daerah Otonom

Rasio Keserasian Belanja (%)

Tidak Serasi 0 – 20Kurang Serasi > 20 – 40Cukup Serasi > 40 – 60

Serasi > 60 – 80Sangat Serasi > 80 – 100

Sumber : Mahsun Moh, 2006

2.5 Kesejahteraan Masyarakat

2.5.1 Pengertian Kesejahteraan Masyarakat

Upaya penciptaan kesejahteraan di masyarakat dapat diartikan pula

sebagai upaya untuk mengentaskan masyarakat dari kemiskinan.

Kemiskinan memang tidak dapat dihilangkan namun kemiskinan dapat

dikurangi, hal inilah yang terus diupayakan oleh pemerintah. Social

security dimaksudkan untuk mengurangi jumlah kemiskinan bukan untuk

menghilangkan kemiskinan melalui program-programnya.

Page 49: evaluasi kinerja keuangan dan tingkat kesejahteraan masyarakat ...

Berbicara mengenai kemiskinan tentunya kita tidak dapat

melepaskan diri dari mendefinisikan kemiskinan (poverty), yang pada

dasarnya merupakan aktifitas politik, konflik politik terhadap kemiskinan

akan mengarah pada kemiskinan itu sendiri. Dimensi yang berkaitan

dengan kemiskinan meliputi tiga hal yaitu kegunaan (utility), penghasilan

(income), dan kemampuan (capabilities). Utility tidak hanya mengacu

pada preferensi secara individu, tetapi juga dasar tujuan dari kebijakan

dengan memperhatikan preferensi individu bersangkutan (Sen, 1979).

Income kadang diintepretasikan dengan “ukuran uang” yang menekankan

pada pendapatan perkapita sebagai ukuran pembangunan. Capabilities

berkaitan dengan kekurangan kebutuhan dasar, termasuk di dalamnya

menghindari kemiskinan dan buta huruf (Sen, 1985).

Sedangkan Social Security Administration (SSA, 1987)

mendefinisikan kemiskinan hanya memasukkan penghasilan yang berupa

kas, dan tidak memperhitungkan perawatan yang diperoleh secara gratis,

food stamps, sekolah dengan gratis dan penyelenggaraan perumahan

rakyat (Danzinger dan Haveman, 1981). Berbicara mengenai pengurangan

atau penghapusan kemiskinan sama artinya kita berbicara mengenai

perubahan dalam pendistribusian pendapatan (Levine, 1970).

Menurut Whyte dalam Ahluwalia (1976) kemiskinan merupakan

fenomena relative deprivation. Ada dua macam kemiskinan menurut

beliau, yakni kemiskinan yang bersifat relatif dan kemiskinan yang

bersifat absolut (relative and absolute poverty). Kemiskinan absolut

adalah ukuran kemiskinan yang menggunakan indikator-indikator empiris

seperti tingkat kelaparan, malnutrisi, buta huruf, perkampungan kumuh,

Page 50: evaluasi kinerja keuangan dan tingkat kesejahteraan masyarakat ...

buruknya tingkat kesehatan, dan lain-lain. Kemiskinan relatif adalah

kemiskinan diukur relatif antarkelompok pendapatan, oleh karenanya

selalu dinamis. Hakikat kemiskinan ini tidak dilihat dari indikator-

indikator ekonomi, namun menyangkut aneka dimensi social. Landasan

utamanya adalah psikologis, yakni suatu perasaan dari individu-individu

masyarakat yang selalu membandingkan dirinya dengan individu lain

dalam suatu masyarakat (reference group), di mana ia menjadi bagian.

Karena itu kemiskinan terjadi di mana saja, termasuk di negara-

negara maju yang secara absolut masyarakatnya telah jauh di atas garis

kemiskinan. Jepang sebagai negara post-industry, rata-rata pendapatannya

telah jauh melampaui garis kemiskinan absolut, tetapi masih banyak pula

orang Jepang yang merasa dirinya miskin. Ini terjadi karena perasaan

relatif (Winarni, 1994).

Di Indonesia sejak tahun 1976 Badan Pusat Statistik (BPS) telah

menghitung jumlah dan persentase penduduk miskin yaitu penduduk yang

hidup di bawah garis kemiskinan. Penghitungan garis kemiskinan

dilakukan dengan menggunakan data hasil Survei Sosial Ekonomi

Nasional (Susenas) modul konsumsi yang dilakukan setiap 3 tahun sekali.

Garis kemiskinan, yang merupakan dasar penghitungan jumlah penduduk

miskin, dihitung dengan menggunakan pendekatan kebutuhan dasar.

Kebutuhan dasar adalah besarnya rupiah yang dibutuhkan untuk dapat

memenuhi kebutuhan dasar minimum makanan dan non makanan, atau

lebih dikenal dengan garis kemiskinan makanan dan non makanan. Garis

kemiskinan makanan yaitu pengeluaran konsumsi perkapita per bulan

yang setara 2.100 kalori perkapita per hari. Sementara garis kemiskinan

Page 51: evaluasi kinerja keuangan dan tingkat kesejahteraan masyarakat ...

non makanan adalah besarnya rupiah untuk memenuhi kebutuhan

minimum non makanan seperti perumahan, kesehatan, pendidikan,

angkutan, pakaian, dan barang/jasa lainnya. Sehingga dapat dikatakan

bahwa penduduk yang miskin adalah yang berada di bawah garis

kemiskinan, dan yang berada di atas garis kemiskinan adalah penduduk

yang telah sejahtera/tidak miskin (Winarni, 1994).

Langkah utama yang dapat dilakukan adalah dengan memperbaiki

distribusi outcomes (World Bank, 1999). Di sisi lain pemerintah harus

menginvestasikan dan mengalokasikan kembali (reallocate) anggaran

berdasar pelayanan yang diberikan. Termasuk juga pendidikan dasar dan

perawatan kesehatan yang sangat dibutuhkan oleh sebagian besar warga.

Kebijakan yang ada akan berusaha untuk mengidentifikasikan kemiskinan

dan target yang ingin dicapai untuk memberikan pelayanan dengan

pendistribusian kembali kebutuhan yang urgent dan penggunaan jaring

pengaman sosial dalam ekonomi pasar (World Bank, 1990; Lipton dan

Ravallion, 1994). Target yang optimal dan program secara keseluruhan

dalam memerangi kemiskinan tergantung pada banyak faktor, termasuk

karakteristik the poor (siapakah orang miskin, berapa banyak mereka, dan

mengapa mereka miskin) dan kondisi spesifik yang melingkupinya

(kondisi, pembangunan infrastruktur, dan kemampuan administratif).

Murray (1994) membandingkan tiga ukuran kemiskinan yaitu official

poverty, net poverty, dan latent poverty. Official poverty adalah jumlah

kemiskinan yang digunakan oleh pemerintah US dengan mendasarkan

pada indeks kemiskinan. Net poverty adalah official poverty dikurangi

nilai keuntungan (the value of in-kind benefits). Laten poverty adalah lebih

Page 52: evaluasi kinerja keuangan dan tingkat kesejahteraan masyarakat ...

mengacu pada jumlah orang-orang yang akan miskin jika mereka tidak

menerima bantuan sosial dan public assistance payment.

Di Indonesia, bantuan sosial (social assistance) merupakan

program langsung pemerintah melalui APBN atau APBD yang

menyediakan kebutuhan dasar seperti pangan, papan, sandang, kesehatan,

dan pendidikan untuk masyarakat miskin dan sangat miskin. Elemen

kedua adalah jaminan sosial (social insurance) (Barr and Whynes, 1993),

yakni program partisipasi masyarakat, sementara pemerintah sebagai

regulator dan fasilitator. Bentuknya berupa penyediaan jaminan sosial

dasar seperti dana pensiun, dan tenaga kerja. Ketiga yakni jaminan pribadi

(individual insurance) yang merupakan partisipasi individu dan

pemerintah sebagai regulator.

2.5.2 Konsep Value for Money Sektor Publik

Indikasi keberhasilan otonomi daerah dan desentralisasi adalah

terjadinya peningkatan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat (social

welfare) yang semakin baik, kehidupan demokrasi yang semakin maju,

keadilan, pemerataan, serta adanya hubungan yang serasi antara pusat dan

daerah serta antar daerah. Keadaan tersebut hanya akan tercapai apabila

lembaga sektor publik dikelola dengan memperhatikan konsep value for

money.

Value for money berarti diterapkannya tiga prinsip dalam proses

penganggaran yaitu ekonomi, efisiensi, dan efektivitas. Ekonomi berkaitan

dengan pemilihan dan penggunaan sumber daya dalam jumlah dan

kualitas tertentu pada harga yang paling murah. Efisiensi berarti bahwa

penggunaan dana masyarakat (public money) tersebut dapat menghasilkan

Page 53: evaluasi kinerja keuangan dan tingkat kesejahteraan masyarakat ...

output yang maksimal (berdaya guna). Efektivitas berarti bahwa

penggunaan anggaran tersebut harus mencapai target-target atau tujuan

kepentingan publik.

Dalam konteks otonomi daerah, value for money merupakan

jembatan untuk menghantarkan pemerintah daerah mencapai good

governance. Value for money tersebut harus dioperasionalkan dalam

pengelolaan keuangan daerah dan anggaran daerah. Untuk mendukung

dilakukannya pengelolaan dana publik (public money) yang mendasarkan

konsep value for money, maka diperlukan sistem pengelolaan keuangan

daerah dan anggaran daerah yang baik. Hal tersebut dapat tercapai apabila

pemerintah daerah memiliki sistem akuntansi yang baik (Mardiasmo,

2002:17).

2.5.3 Indikator Kesejahteraan Masyarakat

Menurut United Nations Development Programme (UNDP),

pembangunan manusia merupakan suatu model pembangunan yang

ditujukan untuk memperluas pilihan bagi penduduk yang dapat

ditumbuhkan melalui upaya pemberdayaan penduduk. Hal ini dapat

dicapai melalui program pembangunan yang menitik-beratkan pada

peningkatan kemampuan dasar manusia yaitu meningkatnya derajat

kesehatan, berupa umur panjang dan hidup sehat, mempunyai pengetahuan

dan keterampilan yang memadai agar dapat digunakan untuk

mempertinggi partisipasi dalam kegiatan ekonomi produktif serta

mendapat penghasilan yang mencukupi dengan daya beli yang layak.

Seperti halnya pembangunan ekonomi, pembangunan manusia

memerlukan ketersediaan analisis data guna perencanaan dan pengambilan

Page 54: evaluasi kinerja keuangan dan tingkat kesejahteraan masyarakat ...

kebijakan agar tepat sasaran, juga perlu dievaluasi sejauh mana

pembangunan yang dilaksanakan mampu meningkatkan kualitas hidup

manusia (penduduk) sebagai obyek pembangunan. Salah satu alat ukur

yang lazim digunakan adalah Indeks Pembangunan Manusia (IPM).

Walaupun tidak semua aspek pembangunan manusia dapat diukur melalui

penghitungan IPM mengingat sangat luasnya dimensi pembangunan

manusia, tetapi paling tidak IPM dapat menggambarkan hasil pelaksanaan

pembangunan manusia menurut tiga komponen indikator kemampuan

manusia yang sangat mendasar yaitu; derajat kesehatan, kualitas

pendidikan serta akses terhadap sumber daya ekonomi berupa pemerataan

tingkat daya beli masyarakat.

Dalam mengukur kesejahteraan masyarakat, program

pembangunan PBB (UNDP) melalui terbitan serialnya sejak awal tahun

1990-an mengukur kesejahteraan masyarakat secara lebih komprehensif

dengan menggunakan tingkat pendapatan perkapita, tingkat pendidikan

dan usia harapan hidup yang dikonstruksi menjadi Indeks Pembangunan

Manusia atau Human Development Index = HDI.

Alat ukur ini telah digunakan baik pada tingkat nasional maupun

internasional dalam melihat hasil-hasil pembangunan masing-masing

propinsi atau negara. Selanjutnya alat ukur ini diperluas kegunaannya pada

tingkat yang lebih rendah yaitu pada level kabupaten/kota.

Pada tahun 1990 United Nation Development Program (UNDP)

memperkenalkan ”Human Development Index” (HDI) atau Indeks

Pembangunan Manusia (IPM). Pembangunan manusia, menurut definisi

UNDP, adalah proses memperluas pilihan-pilihan penduduk (people’s

Page 55: evaluasi kinerja keuangan dan tingkat kesejahteraan masyarakat ...

choice). Dari sekian banyak pilihan, ada tiga pilihan yang dianggap paling

penting, yaitu: panjang umur dan sehat, berpendidikan, dan akses ke

sumber daya yang dapat memenuhi standar hidup yang layak. Pilihan lain

yang dianggap mendukung tiga pilihan di atas adalah kebebasan politik,

hak asasi manusia, dan penghormatan hak pribadi. Dengan demikian,

pembangunan manusia lebih dari sekedar pertumbuhan ekonomi, lebih

dari sekedar peningkatan pendapatan dan lebih dari sekedar proses

produksi komoditas serta akumulasi modal. Demi memacu pertumbuhan

ekonomi perlu pula dilakukan pembangunan manusia. Dibutuhkan

kebijakan pemerintah yang mendorong peningkatan kualitas SDM.

Pendapatan perkapita adalah PDRB berdasarkan harga yang

berlaku di masyarakat dibagi dengan total penduduk pada pertengahan

tahun, dalam ribuan rupiah. PDRB adalah total nilai tambah yang

dihasilkan oleh sektor-sektor perekonomian dalam kurun waktu satu

tahun. Tingkat pendidikan masyarakat diukur dari jumlah penduduk yang

menamatkan bangku pendidikan formal terhadap total penduduk di suatu

wilayah tertentu, dalam satuan persen. Usia harapan hidup adalah rata-rata

umur masyarakat yang dicapai pada suatu wilayah tertentu, dalam satuan

tahun.

Page 56: evaluasi kinerja keuangan dan tingkat kesejahteraan masyarakat ...

BAB IIIKERANGKA BERPIKIR, KERANGKA KONSEPTUAL

DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangka Berpikir

Berdasarkan hasil-hasil penelitian terdahulu serta mengacu kepada latar

belakang masalah, rumusan dan tujuan penelitian maka dapat dibuat suatu

bentuk kerangka pemikiran sebagai berikut :

Gambar 3.1 KerangkaBerpikir

Dari Gambar 3.1 di atas, dapat dijelaskan bahwa kerangka berpikir yang

akan dikembangkan oleh peneliti dalam penelitian mengenai “Evaluasi Kinerja

Keuangan dan Tingkat Kesejahteraan Masyarakat Kabupaten Lembata – Provinsi

NTT” ini adalah berdasarkan latar belakang permasalahan yaitu rendahnya

kinerja keuangan dan tingkat kesejahteraan masyarakat Kabupaten Lembata

selama dua periode pemerintahan Bupati, yaitu periode I dari tahun 2002 – 2005

dan di periode II dari tahun 2006 – 2009. Kemudian dirumuskanlah beberapa

permasalahan penelitian yaitu apakah terdapat perbedaan yang siqnifikan pada

kinerja keuangan pemerintah kabupaten antara

Page 57: evaluasi kinerja keuangan dan tingkat kesejahteraan masyarakat ...

periode I dan periode II, dan apakah terdapat perbedaan yang siqnifikan pada

kesejahteraan masyarakat antara periode I dan Periode II. Tujuan penelitian ini

diarahkan untuk menjawab permasalahan yang telah dirumuskan di atas dan

diharapkan dapat memberi manfaat praktis dan teoritis.

Berdasarkan tujuan dan manfaat penelitian ini maka kemudian akan

dilakukan analisis data-data kinerja keuangan pemerintah kabupaten dan data-

data kesejahteraan masyarakat Kabupaten Lembata. Hasil analisis data-data

tersebut kemudian akan dibahas dan diuraikan sedemikian sehinggga dapat

ditarik kesimpulan yang dapat memberikan jawaban atas rumusan permasalahan

dan tujuan awal dari penelitian ini. Berdasarkan kesimpulan ini pula maka akan

dikemukakan beberapa saran yang bisa memberikan manfaat baik yang bersifat

praktis maupun yang bersifat teoritis bagi para pembaca.

3.2 Kerangka Konseptual

Adapun konsep penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini

dapat dilihat pada gambar berikut :

Gambar 3.2Kerangka Konseptual

Page 58: evaluasi kinerja keuangan dan tingkat kesejahteraan masyarakat ...

Dari Gambar 3.2 di atas, dapat dijelaskan bahwa dalam penelitian ini

akan dilakukan analisis rasio-rasio kinerja keuangan pemerintah kabupaten

antara lain rasio kemandirian daerah, rasio efektivitas, rasio efisiensi dan rasio

keserasian belanja. Selain itu, dilakukan juga analisis terhadap indikator-

indikator kesejahteraan masyarakat antara lain indikator pendapatan perkapita,

indikator tingkat pendidikan dan indikator usia harapan hidup.

Selanjutnya akan dilakukan perbandingan variabel kinerja keuangan

pemerintah kabupaten dan variabel kesejahteraan masyarakat yang dibagi dalam

dua periode yaitu periode I dan di periode II, apakah mengalami peningkatan

atau sebaliknya semakin menurun. Setelah diketahui hasil perhitungan masing-

masing indikator baik yang menjadi bagian dalam variabel kinerja keuangan

maupun variabel kesejahteraan masyarakat, ditabulasikan ke dalam tabel kriteria

kinerja keuangan untuk mengetahui kategori nilai yang dicapai.

3.3 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan penelitian terdahulu dan kerangka pikir di atas maka

hipotesis pada penelitian ini adalah :

H1 : “Terdapat perbedaan signifikan rata-rata kinerja keuangan pemerintah

Kabupaten Lembata pada periode I dan periode II”.

H2: “Terdapat perbedaan signifikan rata-rata kesejahteraan masyarakat

Kabupaten Lembata pada periode I dan periode II”.

Page 59: evaluasi kinerja keuangan dan tingkat kesejahteraan masyarakat ...

BAB IVMETODE PENELITIAN

4.1 Rancangan dan Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini merupakan studi kasus mengenai pengelolaan keuangan

daerah yaitu dengan menganalisis kinerja keuangan pemerintah kabupaten

dengan menggunakan indikator rasio kemandirian, efektivitas, efisiensi dan

keserasian belanja, dan analisis tingkat kesejahteraan masyarakat dengan

indikator pendapatan perkapita, tingkat pendidikan dan usia harapan hidup

masyarakat Kabupaten Lembata pada periode I dan periode II. Seluruh data hasil

perhitungan, akan dianalisis dengan menggunakan analisis uji beda dua rata-rata

rata untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan yang signifikan antara periode

I dan periode II untuk masing-masing variabel penelitian.

Penelitian ini mempunyai ruang lingkup di wilayah Kabupaten Lembata

yang secara administratif masuk dalam wilayah pemerintahan Provinsi Nusa

Tenggara Timur.

4.2 Variabel Penelitian

4.2.1 Identifikasi Variabel

Variabel yang akan dianalisis terdiri dari dua variabel yaitu

pertama, variabel kinerja keuangan dengan menggunakan rasio

kemandirian keuangan daerah, rasio efektivitas, rasio efisiensi dan rasio

keserasian belanja. Sedangkan variabel kedua yaitu variabel kesejahteraan

masyarakat dengan menggunakan indikator pendapatan perkapita,

indikator tingkat pendidikan dan indikator usia harapan hidup.

Page 60: evaluasi kinerja keuangan dan tingkat kesejahteraan masyarakat ...

4.2.2 Definisi Operasional Variabel

Analisis kinerja keuangan pemerintah Kabupaten Lembata pada

dasarnya dilakuan untuk menilai kinerja pemerintah kabupaten di masa

lalu dengan melakukan berbagai analisis sehingga diperoleh posisi

keuangan yang mewakili realitas entitas dan potensi-potensi kinerja secara

berkesinambungan.

Rasio kemandirian keuangan pemerintah Kabupaten Lembata

menunjukkan kemampuan pemerintah kabupaten dalam membiayai

sendiri kegiatan pemerintahan, pembangunan dan pelayanan kepada

masyarakat yang dihitung dengan membagi total PAD dengan total

belanja daerah dalam satuan persen.

Rasio efektivitas keuangan pemerintah Kabupaten Lembata adalah

rasio yang digunakan untuk mengukur efektivitas dalam merealisasikan

pendapatan daerah Kabupaten Lembata dan merupakan tingkat pencapaian

pelaksanaan suatu kegiatan atau prestasi yang dicapai oleh pemerintah

kabupaten yang diukur dengan membandingkan realisasi pendapatan

dengan anggaran pendapatan, dalam satuan persen.

Rasio efisiensi keuangan pemerintah Kabupaten Lembata

merupakan tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan atau prestasi

yang dicapai oleh pemerintah Kabupaten Lembata yang diukur dengan

membandingkan realisasi belanja dengan anggaran belanja yang telah

ditetapkan, dalam satuan persen.

Rasio keserasian belanja menggambarkan bagaimana pemerintah

Kabupaten Lembata memprioritaskan alokasi dananya

Page 61: evaluasi kinerja keuangan dan tingkat kesejahteraan masyarakat ...

pada belanja pelayanan publik secara optimal yang diukur dengan

membandingkan realisasi total belanja publik dengan total belanja daerah

dalam satuan persen.

Dalam mengukur kesejahteraan masyarakat menggunakan tingkat

pendapatan perkapita, usia harapan hidup dan tingkat pendidikan yang

dikonstruksi menjadi Indeks Pembangunan Manusia atau Human

Development Index = HDI.

Pendapatan perkapita di masyarakat Kabupaten Lembata adalah

PDRB dibagi dengan total penduduk pada pertengan tahun pada tahun-

tahun penelitian, dalam ribuan rupiah. Tingkat pendidikan masyarakat

diukur dari jumlah penduduk yang menamatkan bangku pendidikan formal

terhadap total penduduk di Kabupaten Lembata selama tahun-tahun yang

diteliti, dalam satuan persen. Usia harapan hidup adalah rata-rata umur

masyarakat yang dicapai di Kabupaten Lembata selama tahun-tahun yang

diteliti, dalam satuan tahun.

4.3 Prosedur Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini tidak diperlukan sampel karena menggunakan data

sekunder yang terbatas pada laporan realisasi APBD. Data yang digunakan

terbatas pada data berapa jumlah realisasi APBD yang akan digunakan untuk

menganalisis kinerja keuangan pemerintah kabupaten dan tingkat kesejahteraan

masyarakat Kabupaten Lembata. Sedangkan faktor-faktor lain non finansial yang

berpengaruh terhadap laporan realisasi APBD Kabupaten Lembata dianggap

konstan.

Page 62: evaluasi kinerja keuangan dan tingkat kesejahteraan masyarakat ...

Data yang akan dikumpulkan dan dianalisis dalam penelitian ini adalah

data sekunder berupa laporan perhitungan APBD yang dikumpulkan dari Dinas

Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah dan data PDRB serta

jumlah penduduk yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik Kabupaten Lembata.

Data sekunder yang akan dipergunakan tersebut bersifat runtut waktu (time

series) delapan tahun dari tahun anggaran 2002 sampai dengan tahun anggaran

2009. Seluruh data tersebut dikumpulkan dengan metode observasi non perilaku

yaitu dilakukan dengan mengamati secara langsung dokumen APBD Kabupaten

Lembata.

4.4 Metode Analisis Data

Dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan teknik analisis uji

beda dua rata-rata untuk mengetahui perkembangan variabel yang dianalisis pada

periode I dan periode II.

Uji beda dua rata-rata merupakan uji yang dilakukan untuk mengetahui

apakah suatu variabel memiliki nilai yang sama atau tidak sama, lebih tinggi atau

tidak lebih tinggi, lebih rendah atau tidak lebih rendah dan sebagainya. Jika

analisis data dalam sebuah penelitian dilakukan dengan cara membandingkan

data antar-waktu dari satu kelompok sampel, maka dilakukan pengujian hipotesis

dengan uji-t sebagai berikut :

Langkah-langkah pengujian hipotesis :

a. Menyusun H1 dan H2

H1 : µII ≠ µI

H2 : yII ≠ yI

µ merupakan rerata data kinerja keuangan di periode I dan periode II

Page 63: evaluasi kinerja keuangan dan tingkat kesejahteraan masyarakat ...

y merupakan rerata data kesejahteraan masyarakat di periode I danperiode II

b. Menghitung statistik yaitu :

Mdt = ………………… (4.1)

∑Xd2

n(n-1)dengan :

di = selisih skor periode I dan II dari setiap subjek (i)

Md = rerata dari gain (d)

Xd = deviasi skor gain terhadap reratanya (Xd = di – Md)

Xd2 = kuadrat deviasi skor gain terhadap reratanya

n = banyaknya subjek penelitian

c. Menentukan level of significance (aơ)

Untuk pengujian hipotesis, selanjutnya nilai t hitung di atas dibandingkan

dengan nilai dari tabel distribusi t (t tabel). Cara penentuan nilai t tabel

didasarkan pada taraf signifikansi (misal a = 0,05) dan dk = n – 1.

d. Kriteria pengujian hipotesis

H0 ditolak apabila t hitung < t tabel, atau

H0 diterima apabila t hitung > t tabel

e. Buat kesimpulan dengan membandingkan antara nilai t hitung dengan kriteria

hitungnya.

Page 64: evaluasi kinerja keuangan dan tingkat kesejahteraan masyarakat ...

BAB VHASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Penelitian

5.1.1 Gambaran Umum Kabupaten Lembata

Kabupaten Lembata dengan ibukota kabupaten Lewoleba

merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Nusa Tenggara Timur yang

terletak di sebelah timur dari pulau Flores. Kabupaten Lembata sangat

potensial dalam bidang pertanian, khususnya sektor kelautan dan

perikanan, karena Kabupaten Lembata dikelilingi oleh laut, serta potensi

pertambangan yang tersebar di beberapa kecamatan. Sedangkan

permasalahan yang sering timbul adalah penyediaan masalah prasarana

dan sarana serta sumber daya manusia yang belum memadai.

Secara administratif wilayah Kabupaten Lembata berbatasan

dengan : sebelah utara : laut Flores, sebelah timur : selat Alor, sebelah

selatan : laut Sawu dan sebelah barat : selat Boleng dan Lamalera. Secara

administratif, sejak tahun 1958 Lembata merupakan bagian dari

Kabupaten Flores Timur dengan ibukota Larantuka, namun berdasarkan

Undang-Undang Nomor 52 Tahun 1999 sejak 12 Oktober 1999, pulau

Lembata resmi berdiri sendiri menjadi Kabupaten Lembata dengan

ibukota Lewoleba yang memiliki luas wilayah 1.266,48 km² atau 126.648

ha. Kabupaten Lembata terdiri dari 8 (delapan) kecamatan yang meliputi

112 desa, 5 kelurahan dan 372 dusun, dan mempunyai luas wilayah

daratan 1.266,48 Km2 dan luas wilayah lautan 3.353,995 Km2. Pembagian

Page 65: evaluasi kinerja keuangan dan tingkat kesejahteraan masyarakat ...

wilayah administratif kecamatan di Kabupaten Lembata yaitu :

Nagawutung dengan ibukota Loang, Atadei dengan ibukota Kalikasa, Ile

Ape dengan ibukota Waipukang, Lebatukan dengan ibukota Hadakewa,

Nubatukan dengan ibukota Lewoleba, Omesuri dengan ibukota Balauring,

Buyasuri dengan ibukota Wairiang dan Wulandoni dengan ibukota

Wulandoni.

Dilihat dari segi ekonomi, total nilai PDRB yang dicapai

Kabupaten Lembata ini pada tahun 2005 sebesar 176.214.210.534 (dalam

ribuan rupiah), dengan konstribusi terbesar datang dari sektor pertanian

sebesar 80.968.371.893, sektor jasa sebesar 50.429.854.694 dan sektor

perdagangan, hotel, restoran sebesar 44.815.983.947. Meskipun

Kabupaten Lembata dikenal sebagai daerah yang tandus dan gersang,

pertanian tetap menjadi tumpuan kegiatan ekonomi kabupaten dari tahun

ke tahun. Pada tahun 2002 dari total nilai ekonomi Kabupaten Lembata

sebesar Rp.88,7 milyar, pertanian menyumbang hingga 64%. Produksi

hasil pertanian belum mampu mencukupi kebutuhan lokal, padi misalnya

untuk memenuhi kebutuhan sebagian kecil penduduknya , beras masih

didatangkan dari Makasar dan Surabaya. Kecilnya produksi dikarenakan

sebagian besar padi yang dihasilkan melalui padi ladang, kecamatan

Atadei menjadi penghasil padi ladang terbesar, beruntung masyarakat

Lembata bisa melakukan subtitusi yaitu dengan lebih memilih jagung dari

pada beras sebagai makanan pokok. Selain pertanian, perekonomian

Kabupaten Lembata ini juga didukung oleh peternakan dan perikanan.

Ternak sapi, kambing, dan babi masih dapat dikembangkan, mengingat

Page 66: evaluasi kinerja keuangan dan tingkat kesejahteraan masyarakat ...

terdapatnya padang rumput yang luas. Perikanan juga masih menyimpan

potensi yang besar karena sebagian 73% wilayah Lembata adalah perairan,

SDA terbesar ini belum tergarap profesional. Pemerintah kabupaten lewat

dinas perikanan dan kelautan sedang mensurvei potensi kelautan, dengan

data yang akurat dalam bentuk pemetaan potensi kelautan ini diharapkan

sumber daya laut dapat dikelola dan dikembangkan menjadi produk

unnggulan daerah.

Sebagai kabupaten baru, ada sejumlah persoalan daerah yang

menuntut perhatian serius pemerintah bersama masyarakatnya. Meski

belum cukup menonjol, Lembata memiliki bebarapa kawasan yang

diketahui kantung produksinya. Kawasan itu seperti di Kecamatan

Nagawuntung, Atadei, omesuri, dan Buyasuri yang dikenal sebagai

penghasil kemiri, kopra, jambu mete, dan juga kopi. Bumi Lembata

dilaporkan juga menyimpan potensi pertambangan. Penelitian LPPGI

bekerjasama dengan GSJ beberapa waktu lalu, pernah melaporkan

Lembata menyimpan kandungan emas sekitar 600 gram per ton batuan.

Sesuai dengan UU Nomor 22 jo UU Nomor 44 tahun 2001

tentang pemerintah daerah, menjadikan Kabupaten Lembata sebagai

sebuah pemerintah yang otonom. Dengan tuntutan otonmi daerah yang

mengisyaratkan bahwa pemerintah Kabupaten Lembata harus

meningkatkan kinerja keuangan, maka Kabupaten Lembata wajib

mengoptimalkan pengelolaan APBD nya.

Untuk mengoptimalkan pengelolaan keuangan daerah maka perlu

dibentuk suatu badan khusus mengelola tentang penerimaan pendapatan

Page 67: evaluasi kinerja keuangan dan tingkat kesejahteraan masyarakat ...

dan pengeluaran belanja daerahnya sehingga dibentuklah Badan

Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah sesuai dengan Perda Kabupaten

Lembata Nomor 2 tahun 2004 dan Surat Keputusan Bupati Lembata

Nomor 1616 tentang Uraian Tugas Lembaga Teknis Daerah Kabupaten

Lembata. Sedangkan dengan dikeluarkannya Perda Nomor 7 tahun 2006

dan Peraturan Bupati Nomor 35 tahun 2006, BPKAD dirubah menjadi

Bagian Keuangan dan Bagian Aset dan Perlengkapan.

Bagian keuangan Kabupaten Lembata dipimpin oleh seorang

Kepala Bagian yang berada di bawah dan bertanggungjawab kepada

Sekretaris Daerah melalui Asisten Administrasi Umum, dan terdiri dari

Sub Bagian Anggaran, Sub Bagian Perbendaharaan dan Sub Bagian

Verifikasi dan Pembukuan.

5.1.2 Deskripsi Variabel Penelitian

5.1.2.1 Variabel kinerja keuangan

Analisis terhadap variabel kinerja keuangan pemerintah Kabupaten

Lembata pada dasarnya dilakuan untuk menilai kinerja pemerintah

kabupaten di masa lalu. Dalam penelitian ini, variabel kinerja keuangan

pemerintah Kabupaten Lembata diukur dengan menggunakan analisis

rasio keuangan daerah antara lain dapat dideskripsikan sebagai berikut :

5.1.2.1.1 Rasio kemandirian

Hasil perhitungan rasio kemandirian pemerintah Kabupaten

Lembata dapat dilihat pada Tabel 5.1 berikut ini :

Page 68: evaluasi kinerja keuangan dan tingkat kesejahteraan masyarakat ...

Tabel 5.1Hasil Perhitungan Rasio Kemandirian

Pemerintah Kabupaten Lembata Periode I dan IIPeriode I Periode II

Tahun Nilai(%) Tahun Nilai(%)

2002 4,37 2006 4,51

2003 3,97 2007 4,18

2004 3,49 2008 3,63

2005 2,73 2009 4,80

Rata-rata 3,64 Rata-rata 4,28

Sumber : Lampiran 9

Berdasarkan Tabel 5.1, diketahui bahwa pada periode I, rasio

kemandirian pemerintah Kabupaten Lembata tertinggi dicapai pada tahun 2002

yaitu sebesar 4,37%, namun di tahun-tahun berikutnya terus mengalami

penurunan, yaitu di tahun 2003 sebesar 3,97%, tahun 2004 sebesar 3,49% dan

mencapai tingkat terendah di tahun 2005 yaitu menjadi 2,73%. Demikian pula

di periode II, rasio kemandirian pada tahun 2006 sebesar 4,51%, kemudian

turun di tahun 2007 menjadi 4,18%, dan kemudian mencapai tingkat terendah

pada tahun 2008 yang hanya mencapai 3,63%, tetapi kemudian mengalami

peningkatan pada angka tertinggi di tahun 2009 menjadi 4,80%.

Secara rata-rata hasil perhitungan rasio kemandirian pada periode I

sebesar 3,64% dan bila dihubungkan dengan Tabel 2.1 kriteria pola hubungan

dengan pemerintah pusat dan provinsi yaitu mengaju kepada hasil penelitian

yang dilakukan oleh Mahsun (2006) dalam Suyana Utama (2008), maka

persentasenya terletak antara 0 – 25%, dengan demikian rasio kemandirian pada

periode I tergolong dalam kategori kemandirian rendah sekali dengan pola

Page 69: evaluasi kinerja keuangan dan tingkat kesejahteraan masyarakat ...

hubungan yang instruktif. Sedangkan rata-rata hasil perhitungan rasio

kemandirian pada periode II mengalami peningkatan menjadi 4,28%, dan

persentasenya juga terletak antara 0 – 25%, maka rasio kemandirian di periode

II juga dikategorikan rendah sekali dengan pola hubungan instruktif.

5.1.2.1.2 Rasio efektivitas

Hasil perhitungan rasio efektivitas keuangan pemerintah Kabupaten

Lembata dapat dilihat pada Tabel 5.2 berikut ini :

Tabel 5.2Hasil Perhitungan Rasio Efektivitas

Keuangan Pemerintah Kabupaten Lembata Periode I dan II

Periode I Periode II

Tahun Nilai(%) Tahun Nilai(%)

2002 102,87 2006 99,78

2003 101,87 2007 103,89

2004 99,81 2008 102,42

2005 98,74 2009 102,13

Rata-rata 100,82 Rata-rata 102,05

Sumber : Lampiran 9

Berdasarkan Tabel 5.2, diketahui bahwa pada periode I, rasio efektivitas

keuangan pemerintah Kabupaten Lembata tertinggi dicapai pada tahun 2002

yaitu sebesar 102,87% namun di tahun-tahun berikutnya mengalami penurunan

yakni di tahun 2003 menjadi 101,87%, tahun 2004 menjadi 99,81% dan

mencapai tingkat terendah di tahun 2005 yaitu menjadi 98,74%. Demikian pula

di periode II, rasio efektivitas mencapai tingkat efektivitas terendah di tahun

Page 70: evaluasi kinerja keuangan dan tingkat kesejahteraan masyarakat ...

2006 yaitu sebesar 99,78%, kemudian meningkat di tahun 2007 mencapai

103,89%, di tahun 2008 menjadi 102,42% dan di tahun 2009 menjadi 102,13%.

Secara rata-rata hasil perhitungan rasio efektivitas pada periode I sebesar

100,82% dan bila dihubungkan dengan Tabel 2.2 kriteria efektivitas keuangan

daerah otonom dan kemampuan keuangan yaitu mengaju kepada hasil penelitian

yang dilakukan oleh Mahsun (2006) dalam Suyana Utama (2008), menunjukkan

bahwa persentasenya berada pada tingkat >100, maka rasio efektivitas keuangan

daerah tergolong dalam kategori sangat efektif. Sedangkan rata-rata hasil

perhitungan rasio efektivitas pada periode II mengalami peningkatan menjadi

102,05%, dan persentasenya juga berada pada tingkat >100, maka rasio

efektivitas keuangan daerah di periode II juga dikategorikan sangat efektif.

5.1.2.1.3 Rasio efisiensi

Hasil perhitungan rasio efisiensi keuangan pemerintah Kabupaten

Lembata dapat disajikan pada Tabel 5.3 berikut ini :

Tabel 5.3Hasil Perhitungan Rasio Efisiensi

Keuangan Pemerintah Kabupaten Lembata Periode I dan II

Periode I Periode II

Tahun Nilai(%) Tahun Nilai(%)

2002 90,08 2006 88,11

2003 89,31 2007 81,53

2004 87,98 2008 114,11

2005 93,01 2009 94,30

Rata-rata 90,09 Rata-rata 94,51

Sumber : Lampiran 9

Page 71: evaluasi kinerja keuangan dan tingkat kesejahteraan masyarakat ...

Berdasarkan Tabel 5.3 diketahui bahwa pada periode I, rasio efisiensi

keuangan pemerintah Kabupaten Lembata pada tahun 2002 yaitu sebesar

90,08%, di tahun 2003 sebesar 89,31% dan pada tahun 2004 mencapai tingkat

efisiensi tertinggi sebesar 87,98%, namun pada tahun 2005 kembali mengalami

penurunan menjadi tingkat terendah sebesar 93,01%. Sedangkan di periode II,

rasio efisiensi keuangan pemerintah Kabupaten Lembata pada tahun 2006

yaitu sebesar 88,11%, dan pada tahun 2007 mencapai tingkat efisiensi tertinggi

yaitu sebesar 81,53% namun kemudian di tahun 2008 mencapai tingkat efisiensi

terendah yaitu mencapai 114,11%, dan kemudian pada tahun 2009 meningkat

menjadi 94,30%.

Secara rata-rata hasil perhitungan rasio efisiensi pada periode I sebesar

90,09% dan bila dihubungkan dengan Tabel 2.2 kriteria efisiensi keuangan

daerah yaitu mengaju kepada hasil penelitian yang dilakukan oleh Mahsun

(2006) dalam Suyana Utama (2008), maka persentasenya antara >90 – 100%,

dengan demikian rasio efisiensi keuangan pemerintah kabupaten Lembata di

periode I tergolong dalam kategori kurang efisien. Sedangkan rata-rata hasil

perhitungan rasio efisiensi pada periode II mengalami penurunan menjadi

94,51% namun persentasenya masih berada di antara >90 – 100%, dengan

demikian rasio efisiensi keuangan pemerintah Kabupaten Lembata di periode II

juga tergolong dalam kategori kurang efisien.

5.1.2.1.4 Rasio keserasian belanja

Hasil perhitungan rasio keserasian belanja pemerintah Kabupaten

Lembata dapat disajikan pada Tabel 5.4 berikut ini :

Page 72: evaluasi kinerja keuangan dan tingkat kesejahteraan masyarakat ...

Tabel 5.4Hasil Perhitungan Rasio Keserasian Belanja

Pemerintah Kabupaten Lembata Periode I dan II

Periode I Periode II

Tahun Nilai(%) Tahun Nilai(%)

2002 64,20 2006 65,30

2003 64,46 2007 19,65

2004 47,79 2008 39,99

2005 62,75 2009 52,42

Rata-rata 59,80 Rata-rata 44,34

Sumber : Lampiran 9

Berdasarkan Tabel 5.4 diketahui bahwa pada periode I, rasio keserasian

belanja pemerintah Kabupaten Lembata pada tahun 2002 yaitu sebesar 64,20%,

pada tahun 2003 mencapai tingkat keserasian tertinggi yaitu sebesar 64,46%,

pada tahun 2004 mencapai tingkat keserasian terendah yaitu sebesar 47,79%

dan pada tahun 2005 meningkat menjadi 62,75%. Sedangkan di periode II, rasio

keserasian belanja pemerintah Kabupaten Lembata pada tahun 2006 mencapai

tingkat keserasian tertinggi yaitu sebesar 65,30%, pada tahun 2007 mencapai

tingkat keserasian terendah yaitu hanya mencapai 19,65%, pada tahun 2008

meningkat menjadi 39,99%, dan pada tahun 2009 meningkat menjadi 52,42%.

Secara rata-rata hasil perhitungan rasio keserasian belanja pada periode I

sebesar 59,80%, bila dihubungkan dengan Tabel 2.4 kriteria keserasian belanja

keuangan daerah otonom dan mengaju kepada hasil penelitian yang dilakukan

oleh Mahsun (2006) maka rasio keserasian belanja pemerintah Kabupaten

Lembata di periode I dikategorikan cukup serasi kerena persentasenya antara

>40 – 60%. Sedangkan rata-rata hasil perhitungan rasio keserasian belanja pada

Page 73: evaluasi kinerja keuangan dan tingkat kesejahteraan masyarakat ...

periode II mengalami penurunan menjadi 44,34% dan persentasenya berada

antara >40 – 60%, maka dapat dikategorikan menjadi predikat cukup serasi.

5.1.2.2 Variabel kesejahteraan masyarakat

Dalam mengukur variabel kesejahteraan masyarakat digunakan indikator

pendapatan perkapita, indikator tingkat pendidikan dan usia harapan hidup

masyarakat.

5.1.2.2.1 Indikator pendapatan perkapita

Pada Tabel berikut akan disajikan tabel pendapatan perkapita

atas dasar harga berlaku di Kabupaten Lembata periode I dan II.

Tabel 5.5Pendapatan Perkapita Masyarakat

Atas Dasar Harga Berlaku di Kabupaten Lembata Periode I dan II

Periode Tahun Pendapatan Perkapita (Rp)atas dasar harga yang berlaku

Periode I 2002 1.337.7982003 1.465.9852004 1.619.0882005 1.786.329

Rata- Rata 1.552.300Periode II 2006 2.058.541

2007 2.226.5062008 2.843.3942009 3.152.350

Rata- Rata 2.570.198Sumber : Lampiran 17

Berdasarkan Tabel 5.5 diketahui bahwa pada periode I,

indikator pendapatan perkapita masyarakat di Kabupaten Lembata

pada tahun 2002 yaitu sebesar Rp.1.337.798, pada tahun 2003

meningkat menjadi Rp.1.465.985, pada tahun 2004 menjadi

Rp.1.619.088 dan pada tahun 2005 meningkat menjadi

Page 74: evaluasi kinerja keuangan dan tingkat kesejahteraan masyarakat ...

Rp.1.786.329. Sedangkan di periode II, tingkat pendapatan perkapita

masyarakat di Kabupaten Lembata pada tahun 2006 yaitu sebesar

Rp.2.058.541, pada tahun 2007 menjadi Rp.2.226.506, pada tahun

2008 menjadi Rp.2.843.394, dan kemudian pada tahun 2009

meningkat menjadi Rp.3.152.350.

Apabila dilihat secara rata-rata indikator pendapatan

perkapita masyarakat di kabupaten Lembata pada periode I adalah

sebesar Rp. 1.552.300, sedangkan rata-rata indikator pendapatan

perkapita masyarakat di kabupaten Lembata pada periode II

mengalami peningkatan menjadi Rp. 2.570.198.

5.1.2.2.2 Indikator tingkat pendidikan

Pada Tabel berikut akan disajikan indikator tingkat

pendidikan masyarakat di Kabupaten Lembata pada periode I dan II.

Tabel 5.6Tingkat Pendidikan

Masyarakat di Kabupaten Lembata Periode I dan II

PeriodePENDIDIKAN TERTINGGI YANG DITAMATKAN

TotalSD SLTP SLTA DI DII/DIII DIV/S1/S2/S3

I 2002 42,24 5,27 8,01 0,15 0,46 1,25 57,382003 41,28 7,01 8,09 0,49 0,57 1,09 58,532004 38,46 12,88 8,91 0,72 0,65 0,69 62,312005 40,44 10,40 8,30 0,71 0,61 0,87 61,33

Rata-rata Periode I 59,88II 2006 35,91 11,83 12,41 0,68 0,62 1,20 62,65

2007 41,46 10,78 8,79 0,38 1,12 1,31 63,842008 42,10 12,26 11,58 0,75 0,98 1,70 69,372009 41,83 10,58 10,42 0,66 0,47 1,69 65,65

Rata-rata Periode II 65,37Sumber : Lampiran 18

Page 75: evaluasi kinerja keuangan dan tingkat kesejahteraan masyarakat ...

Berdasarkan Tabel 5.6 diketahui bahwa pada periode I, tingkat

pendidikan masyarakat atau persentase jumlah masyarakat yang

mengenyam bangku pendidikan di Kabupaten Lembata pada tahun 2002

mencapai 57,38%, pada tahun 2003 mencapai 58,53%, pada tahun 2004

mencapai 62,31% dan pada tahun 2005 turun menjadi 61,33%. Sedangkan

di periode II, tingkat pendidikan masyarakat di Kabupaten Lembata pada

tahun 2006 mencapai 62,65%, pada tahun 2007 mencapai 63,84%, pada

tahun 2008 mencapai 69,37%, tetapi kemudian pada tahun 2009 turun

menjadi 65,65%.

Apabila dilihat secara rata-rata indikator tingkat pendidikan pada

periode I adalah sebesar 59,88%, sedangkan rata-rata indikator tingkat

pendidikan pada periode II mengalami peningkatan menjadi 65,37%.

5.1.2.2.3 Indikator usia harapan hidup

Berikut akan disajikan Tabel indikator usia harapan hidup

masyarakat di Kabupaten Lembata periode I dan II.

Tabel 5.7Usia Harapan Hidup

Masyarakat di Kabupaten Lembata Periode I dan II

Periode Angka Harapan Hidup (Tahun)I 2002 64,80

2003 65,152004 65,302005 65,80

Rata-rata 65,26II 2006 66,10

2007 66,232008 66,342009 66,46

Rata-rata 66,28Sumber : Lampiran 19

Page 76: evaluasi kinerja keuangan dan tingkat kesejahteraan masyarakat ...

Berdasarakan Tabel 5.7 diketahui bahwa pada periode I, usia

harapan hidup masyarakat di Kabupaten Lembata pada tahun 2002

mencapai 64,80 tahun, pada tahun 2003 mencapai 65,15 tahun, pada tahun

2004 mencapai 65,30 tahun dan pada tahun 2005 menjadi 65,80 tahun.

Sedangkan di periode II, usia harapan hidup masyarakat di Kabupaten

Lembata pada tahun 2006 mencapai 66,10 tahun, pada tahun 2007

mencapai 66,23 tahun, pada tahun 2008 mencapai 66,34 tahun, dan pada

tahun 2009 menjadi 66,46 tahun.

Apabila dilihat secara rata-rata indikator usia harapan hidup pada

periode I adalah sebesar 65,26%, sedangkan rata-rata indikator usia

harapan hidup pada periode I mengalami peningkatan menjadi 66,28%

5.1.3 Pengujian hipotesis

Berikut ini akan disajikan hasil pengolahan data yang menjadi

dasar deskripsi hasil penelitian atas variabel kinerja keuangan dan variabel

kesejahteraan masyarakat. Data yang berhasil dikumpulkan kemudian

diolah menggunakan teknik statistik hipotesis uji beda dua rata-rata

dengan cara membandingkan antara rata-rata masing-masing variabel

penelitian pada periode I dan periode II.

Penelitian ini menggunakan uji beda dua rata-rata (t-test) dengan

bantuan program SPSS 16.00 for Windows, membandingkan variabel

kinerja keuangan dan variabel kesejahteraan masyarakat pada periode I

dan periode II di lingkungan pemerintah Kabupaten Lembata dengan

Page 77: evaluasi kinerja keuangan dan tingkat kesejahteraan masyarakat ...

menggunakan nilai signifikansi () sebesar 5%, seperti pada tabel berikut

ini :

Tabel 5.8Hasil Pengujian Hipotesis Penelitian

Alat Ukur Nilai sig.(tailed)

Nilai t(t0,05:3)

Hipotesis(H1)

Alat Ukur Nilai sig.(tailed)

Nilai t(t0,05:3)

Hipotesis(H2)

Kemandirian 1,479 2,353 Ditolak Pendapatan perkapita 4,837 2,353 Diterima

Efektivitas 0,971 2,353 Ditolak Tingkat pendidikan 3,932 2,353 Diterima

Efisiensi 0,621 2,353 Ditolak Usia harapan hidup 4,609 2,353 Diterima

Keserasian 1,470 2,353 Ditolak

Sumber : Lampiran 10 – 16

Dari Tabel 5.8 di atas, dapat dijelaskan bahwa hasil pengujian hipotesis penelitian

terhadap variabel kinerja keuangan pemerintah Kabupaten Lembata dengan menggunakan

rasio kemandirian menyimpulkan bahwa hipotesis pertama (H1) ditolak karena nilai uji

statistik (t0) yang diperoleh adalah 1,479 di mana angka tersebut lebih kecil jika

dibandingkan dengan nilai t0,05;3 yaitu sebesar 2,353 (Lampiran 10).

Dengan menggunakan rasio efektivitas, hasil pengujian hipotesis menyimpulkan

bahwa hipotesis pertama (H1) ditolak karena nilai uji statistik (t0) yang diperoleh adalah

0,971 di mana angka tersebut lebih kecil jika dibandingkan dengan nilai t0,05;3 yaitu

sebesar 2,353 (Lampiran 11).

Dengan menggunakan rasio efisiensi, hasil pengujian hipotesis menyimpulkan

bahwa hipotesis pertama (H1) ditolak karena nilai uji statistik (t0) yang diperoleh adalah

0,621 di mana angka tersebut lebih kecil jika dibandingkan dengan nilai t0,05;3 yaitu

sebesar 2,353 (Lampiran 12).

Page 78: evaluasi kinerja keuangan dan tingkat kesejahteraan masyarakat ...

Dengan menggunakan rasio keserasian belanja, hasil pengujian hipotesis

menyimpulkan bahwa hipotesis pertama (H1) ditolak karena nilai uji statistik (t0) yang

diperoleh adalah 1,470 di mana angka tersebut lebih kecil jika dibandingkan dengan nilai

t0,05;3 yaitu sebesar 2,353 (Lampiran 13).

Sedangkan hasil pengujian hipotesis terhadap variabel kesejahteraan masyarakat

dengan menggunakan indikator pendapatan perkapita menyimpulkan bahwa hipotesis

kedua (H2) diterima karena nilai uji statistik (t0) yang diperoleh adalah 4,837 di mana

angka tersebut lebih besar jika dibandingkan dengan nilai t0,05;3 yaitu sebesar 2,353

(Lampiran 14).

Dengan menggunakan indikator tingkat pendidikan, hasil pengujian hipotesis

menyimpulkan bahwa hipotesis kedua (H2) diterima karena nilai uji statistik (t0) yang

diperoleh adalah 3,932 di mana angka tersebut lebih besar jika dibandingkan dengan nilai

t0,05;3 yaitu sebesar 2,353 (Lampiran 15).

Dengan menggunakan indikator usia harapan hidup, hasil pengujian hipotesis

menyimpulkan bahwa hipotesis kedua (H2) diterima karena nilai uji statistik (t0) yang

diperoleh adalah 4,609 di mana angka tersebut lebih besar jika dibandingkan dengan nilai

t0,05;3 yaitu sebesar 2,353 (Lampiran 16).

5.2 Pembahasan

Berdasarkan, hasil penelitian yang telah diuraikan di atas dan dikaitkan

dengan teori dan penelitian sebelumnya, maka berikut ini akan diuraikan pembahasan

hasil penelitian mengenai “Evaluasi Kinerja Keuangan dan Kesejahteraan Masyarakat

di Kabupaten Lembata Provinsi NTT”.

Page 79: evaluasi kinerja keuangan dan tingkat kesejahteraan masyarakat ...

5.2.1 Kinerja keuangan

5.2.1.1 Tingkat kemandirian

Kemandirian keuangan daerah menunjukkan kemampuan pemerintah

Kabupaten Lembata dalam membiayai sendiri kegiatan pemerintahannya.

Kemandirian keuangan daerah ditunjukkan oleh perbandingan antara PAD

dengan total pendapatan daerah atau yang sering disebut dengan derajat

desentralisasi fiskal.

PAD memegang peranan yang sangat penting, oleh karena itu PAD

diharapkan dapat menjadi bagian terbesar dari seluruh penerimaan daerah

dalam memobilisasi dana penyelenggaraan pemerintah kabupaten, karena

faktor penting dalam kemampuan keuangan daerah dapat dilihat dari PAD,

sehingga tingkat ketergantungan terhadap pemerintah pusat dan provinsi dapat

dikurangi.

Analisis tingkat kemandirian keuangan pemerintah Kabupaten

Lembata periode I dan II bertujuan untuk mengetahui pola hubungan aantara

pemerintah pusat dan pemerintah kabupaten yang bisa memperlihatkan tingkat

kemandirian pemerintah Kabupaten Lembata dalam melaksanakan otonomi

daerah dan menilai kinerja keuangan pemerintah Kabupaten Lembata dalam

melaksanakan kinerja keuangannnya sesuai dengan pola hubungan dan tingkat

kemampuan daerah.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kemandirian keuangan

pemerintah Kabupaten Lembata di periode II semakin meningkat

dibandingkan dengan periode I, tetapi perbedaan peningkatan tersebut tidak

Page 80: evaluasi kinerja keuangan dan tingkat kesejahteraan masyarakat ...

bermakna terhadap perbedaan kinerja keuangan antara periode I dan periode

II. Peningkatan kemandirian keuangan pemerintah Kabupaten Lembata di

periode II menunjukkan bahwa pemerintah kabupaten telah berupaya untuk

terus meningkatkan pendapatan asli daerah yang dimiliki dibandingkan pada

periode sebelumnya, terbukti dari laporan perhitungan APBD Kabupaten

Lembata di periode II, rata-rata pendapatan asli daerah terus mengalami

peningkatan seperti pemungutan pajak daerah, retribusi daerah, pembagian

laba lembaga keuangan bank yang ada, sumbangan pihak ketiga (investor

yang menanamkan modalnya) atau yang berasal dari lain-lain pendapatan asli

daerah yang sah.

Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa pola hubungan antara

pemerintah Kabupaten Lembata dengan pemerintah pusat dan pemerintah

provinsi selama periode I maupun di periode II dapat digolongkan menjadi

pola hubungan yang instruktif, hal ini berarti bahwa pemerintah Kabupaten

Lembata hanya menjalankan amanat dan kebijakan yang sudah ditetapkan

oleh pemerintah pusat dan provinsi sehinggga belum mampu mengatur rumah

tangganya sendiri. Tetapi dengan adanya upaya pemerintah Kabupaten

Lembata untuk terus meningkatkan pendapatan asli daerah, maka akan

mengurangi tingkat ketergantungan terhadap sumber pendanaan yang berasal

dari pemerintah pusat dan provinsi dan mampu menjalankan fungsi otonomi

daerah dengan baik.

Hasil penelitian ini juga mengindikasikan bahwa PAD berperan

penting dalam meningkatkan kemandirian keuangan daerah. Hal ini

sependapat dengan Dwirandra (2008), dalam kaitannya dengan pemberian

Page 81: evaluasi kinerja keuangan dan tingkat kesejahteraan masyarakat ...

otonomi kepada daerah dalam merencanakan, menggali, mengelola dan

menggunakan keuangan daerah sesuai dengn kondisi daerah. PAD dapat

dipandang sebagai salah satu indikator untuk mengurangi ketergantungan

pemerintah kabupaten kepada pusat yang pada prinsipnya semakin besar PAD

dalam APBD akan menunjukkan semakin kecil ketergantungan daerah kepada

pemerintah pusat dan provinsi.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Dacosta (2002) yang

meneliti tingkat kemandirian Kota Kupang, menyatakan bahwa secara rata-

rata derajat otonomi fiskal Kota Kupang selama tahun 1997 – 2001

dikategorikan sangat kurang karena berada di bawah 25%.

Selain itu, penelitian ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan

oleh Dwirandra (2008) yang menyatakan bahwa terdapat tujuh kabupaten di

Provinsi Bali yang memiliki tingkat kemandirian yang sangat rendah (rasio

KKD 0% sampai dengan 25%) sedangkan satu kabupaten tergolong memiliki

tingkat kemandirian sedang (rasio KKD lebih dari 50% sampai dengan 75%).

5.2.1.2 Tingkat efektivitas

Tingkat efektivitas keuangan daerah digunakan untuk mengukur

efektivitas dalam merealisasikan pendapatan pemerintah kabupaten dan

merupakan tingkat pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan atau prestasi yang

dicapai oleh pemerintah Kabupaten Lembata. Hasil penelitian menunjukkan

bahwa tingkat efektivitas keuangan pemerintah Kabupaten Lembata di periode

II mengalami peningkatan dibandingkan dengan periode I, namun perbedaan

peningkatan tersebut tidak bermakna terhadap perbedaan kinerja keuangan

Page 82: evaluasi kinerja keuangan dan tingkat kesejahteraan masyarakat ...

antara periode I dan periode II. Dengan peningkatan efektivitas di periode II,

maka hal ini berarti bahwa pada periode II, pemerintah Kabupaten Lembata

telah berhasil merealisasikan pendapatan asli daerah dan pendapatan non asli

daerah seperti dana perimbangan pemerintah pusat dan provinsi melalui dana

alokasi umum, dana alokasi khusus, dan bantuan keuangan lainnya. Realisasi

pendapatan tersebut melebihi jumlah yang sudah dianggarkan oleh pemerintah

kabupaten untuk memperoleh pendapatan.

Meskipun demikian, dapat dikatakan bahwa efektivitas realisasi

pendapatan pemerintah Kabupaten Lembata hanya berlaku terhadap realisasi

pendapatan non pendapatan asli daerah. Dari laporan perhitungan APBD baik

pada periode I maupun di periode II, jumlah realisasi pendapatan asli daerah

jauh lebih sedikit atau tidak proporsional dibanding dengan jumlah

pendapatan non PAD yang terealisasi. Dengan demikian dapat dikatakan

bahwa pemerintah Kabupaten Lembata lebih cenderung mengharapkan

pendanaan dari pihak luar dibanding memanfaatkan sumber-sumber

pendapatan asli yang ada di Kabupaten Lembata sendiri.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Samson (2001) yang

meneliti tentang indikator-indikator keberhasilan pengelolaan keuangan

pemerintah Kabupaten Barito Kuala, menyatakan bahwa secara rata-rata

pengelolaan keuangan pemerintah Kabupaten Barito Kuala selama tahun

1995 – 2000 dikategorikan sangat efektif dengan rasio efektivitas 104%.

Hasil penelitian ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh

Dwirandra (2008) yang menyatakan bahwa daerah otonom kabupaten/kota di

Provinsi Bali pada periode 2002 – 2006 masuk dalam kategori keuangan yang

Page 83: evaluasi kinerja keuangan dan tingkat kesejahteraan masyarakat ...

cukup efektif, efektif dan sangat efektif serta tidak ada yang kurang dan tidak

efektif atau dengan rasio efektivitas keuangan berkisar dari 75,01% sampai

dengan di atas 100%.

Selain itu, hasil penelitian ini juga sesuai dengan penelitian Dasilva

(2001) yang meneliti tentang evaluasi anggaran pendapatan dan belanja

daerah Kabupaten Sikka Provinsi Nusa Tenggara Timur selama tahun

1993 – 1998, dengan menggunakan Kabupaten Ende dan Kabupaten

Manggarai sebagai pembanding. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara

rata-rata tingkat efektivitas pengelolaan APBD Kabupaten Manggarai adalah

sebesar 102,98% dengan predikat sangat efektif, sementara Kabupaten Ende

adalah 94,70% dengan kategori efektif. Sedangkan Kabupaten Sikka dengan

rasio efektivitas 91,33% dan dikategorikan efektif.

5.2.1.3 Tingkat efisiensi

Tingkat efisiensi dimaksudkan untuk menilai pencapaian pelaksanaan

suatu kegiatan atau prestasi yang dicapai oleh pemerintah Kabupaten Lembata

yang diukur dengan membandingkan realisasi belanja dengan anggaran

belanja yang telah ditetapkan sebelumnya. Hasil penelitian menjelaskan

bahwa tingkat efisiensi pengelolaan keuangan pemerintah Kabupaten Lembata

pada periode I lebih efisien dibandingkan dengan tingkat efisiensi pengelolaan

keuangan di periode II, namun perbedaan penurunan tingkat efisiensi tersebut

tidak bermakna terhadap perbedaan kinerja keuangan antara periode I dan

periode II. Penurunan tingkat efisiensi keuangan pemerintah Kabupaten

Lembata di periode II terjadi karena realisasi anggaran belanja pemerintah

Kabupaten Lembata meningkat siqnifikan terhadap total anggaran belanja

Page 84: evaluasi kinerja keuangan dan tingkat kesejahteraan masyarakat ...

daerah yang telah ditetapkan, dengan kata lain, pemerintah kabupaten

Lembata cenderung menggunakan seluruh anggaran belanja yang ada.

Hasil penelitian ini mengindikasikan bahwa tingkat efisiensi

pengelolaan keuangan pemerintah Kabupaten Lembata masih sangat kurang

dan terkesan adanya pemborosan dengan tidak mengindahkan azas

penghematan dan efisiensi anggaran belanja daerah. Selain itu pemerintah

Kabupaten Lembata juga memiliki kecenderungan selalu ingin menghabiskan

anggaran yang telah dialokasikan dalam APBD.

Hasil penelitian ini juga sesuai dengan penelitian Dasilva (2001) yang

meneliti tentang evaluasi anggaran pendapatan dan belanja daerah Kabupaten

Sikka Provinsi Nusa Tenggara Timur selama tahun 1993 – 1998, dengan

menggunakan Kabupaten Ende dan Kabupaten Manggarai sebagai

pembanding. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara rata-rata tingkat

efisiensi pengelolaan APBD Kabupaten Sikka, Kabupaten Ende dan

Kabupaten Manggarai dikategorikan kurang efisien terbukti dengan rasio

efisiensi ketiga kabupaten tersebut berkisar antara 95,94 – 97,39 persen.

Namun hasil penelitian ini justru bertolak belakang dengan penelitian

Samson (2001) yang meneliti tentang indikator-indikator keberhasilan

pengelolaan keuangan pemerintah Kabupaten Barito Kuala, menyatakan

bahwa secara rata-rata pengelolaan keuangan pemerintah Kabupaten Barito

Kuala selama tahun 1995 – 2000 dikategorikan sangat efisien dengan rasio

efisiensi 51 persen.

Page 85: evaluasi kinerja keuangan dan tingkat kesejahteraan masyarakat ...

5.2.1.4 Tingkat keserasian belanja

Tingkat keserasian belanja menggambarkan bagaimana pemerintah

Kabupaten Lembata memprioritaskan alokasi dananya pada belanja pelayanan

publik secara optimal sehingga pemanfaatannya dapat dirasakan langsung

oleh seluruh masyarakatnya. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat

keserasian belanja pemerintah Kabupaten Lembata pada periode II mengalami

penurunan dibandingkan dengan tingkat keserasian belanja pada periode I,

tetapi perbedaan penurunan tersebut tidak bermakna terhadap perbedaan

kinerja keuangan antara periode I dan periode II.

Penurunan tingkat keserasian belanja pemerintah Kabupaten Lembata

pada periode II disebabkan oleh tingginya realisasi belanja daerah secara

keseluruhan seperti belanja aparatur daerah, belanja administrasi umum dan

belanja operasi dan pemeliharaan yang jumlahnya tidak signifikan dan jauh

lebih besar dibandingkan dengan belanja pelayanan publik. Pemerintah

Kabupaten Lembata memang sejak awal telah memiliki komitmen yang tinggi

untuk berupaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat, terbukti dengan

semakin meningkatnya alokasi dana melalui APBD untuk belanja pelayanan

publik. Tetapi realita yang terjadi adalah peningkatan alokasi dana belanja

pelayanan publik tidak signifikan dengan alokasi dana pada pos-pos belanja

langsung, yang manfaatnya hanya dapat dirasakan oleh kelompok masyarakat

tertentu saja.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Dacosta (2002) yang

meneliti tentang tingkat kemandirian Kota Kupang ditinjau dari aspek

keuangan dalam melaksanakan otonomi daerah tahun 1997 - 2001,

Page 86: evaluasi kinerja keuangan dan tingkat kesejahteraan masyarakat ...

menyatakan bahwa secara rata-rata indeks kemampuan rutin Kota Kupang

selama tahun 1997 – 2001 adalah sebesar 23,03% dan dapat dikategorikan

menjadi kurang serasi.

5.2.2 Kesejahteraan masyarakat

5.2.2.1 Pendapatan perkapita

Pendapatan perkapita masyarakat merupakan perolehan pendapatan

domestik regional bruto dibagi dengan total penduduk di Kabupaten Lembata.

Apabila dihitung secara rata-rata tingkat pendapatan perkapita masyarakat di

Kabupaten Lembata maka pada periode I sebesar Rp.1.552.300 sedangkan

pada peroide II sebesar Rp.2.570.198. Dengan demikian dapat dikatakan

bahwa pendapatan perkapita masyarakat di Kabupaten Lembata semakin

meningkat di periode II dibandingkan dengan periode I. Hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa terdapat perbedaan peningkatan yang signifikan terhadap

kesejahteraan masyarakat di Kabupaten Lembata pada periode II

dibandingkan dengan periode I, dan dapat disimpulkan bahwa peningkatan

tersebut bermakna terhadap perbedaan kesejahteraan masyarakat di

Kabupaten Lembata antara periode I dan periode II. Peningkatan pendapatan

perkapita masyarakat di Kabupaten Lembata jelas dipengaruhi oleh

pendapatan domestik regional bruto yang berasal dari sektor-sektor

perekonomian produktif yang ada, seperti kegiatan perdagangan dan jual beli

barang, usaha pertanian misalnya sayur-sayuran, buah-buahan, berternak dan

budi daya hasil laut yang dapat mendatangkan penghasilan bagi masyarakat.

Peningkatan pendapatan perkapita masyarakat di Kabupaten Lembata juga

menjelaskan bahwa setiap masyarakat dapat memiliki akses terhadap

Page 87: evaluasi kinerja keuangan dan tingkat kesejahteraan masyarakat ...

sumber-sumber daya ekonomi berupa pemerataan pendapatan dan tingkat

daya beli dan adanya partisipasi masyarakat di dalam kegiatan ekonomi

produktif sehingga masyarakat bisa memperoleh penghasilan yang mencukupi

dengan daya beli yang layak.

Hasil penelitian ini memperkuat temuan Yamin (2000) yang menguji

faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan keuangan pemerintah

kabupaten/kota di Provinsi Irian Jaya, yang menyatakan bahwa pendapatan

perkapita mempunyai pengaruh yang relatif besar terhadap kesejahteraan

masyarakat.

5.2.2.2 Tingkat pendidikan

Tingkat pendidikan masyarakat diukur dari jumlah penduduk yang

menamatkan bangku pendidikan formal. Dengan kata lain tingkat pendidikan

memberikan gambaran mengenai jumlah penduduk di Kabupaten Lembata

yang dapat mengenyam dunia pendidikan sehingga dampaknya adalah mereka

dapat memperoleh pekerjaan yang layak dan dapat meningkatkan taraf hidup

dan kesejahteraan masyarakat. Dari hasil penelitian dapat dikatakan bahwa

jumlah masyarakat yang telah mengenyam dunia pendidikan semakin

meningkat pada periode II dibandingkan dengan periode I, dan dapat

disimpulkan bahwa terdapat perbedaan peningkatan yang signifikan terhadap

kesejahteraan masyarakat di Kabupaten Lembata pada periode I dan periode

II. Hal ini berarti jumlah masyarakat yang memperoleh pendidikan di bangku

sekolah semakin meningkat di periode II dibandingkan dengan periode

sebelumnya.

Page 88: evaluasi kinerja keuangan dan tingkat kesejahteraan masyarakat ...

Dengan memperoleh pendidikan yang memadai, maka akan

mempengaruhi peningkatan kemampuan dasar manusia seperti memiliki

pengetahuan dan keterampilan yang memadai agar dapat digunakan untuk

mempertinggi partisipasi dalam kegiatan ekonomi produktif, sosial politik

dan aspek kehidupan lainnya, serta mampu meningkatkan kualitas hidup

manusia (penduduk) sebagai obyek pembangunan. Oleh karena itu dibutuhkan

kebijakan pemerintah Kabupaten Lembata yang dapat mendorong

peningkatan kualitas sumber daya manusia di Lembata.

5.2.2.3 Usia harapan hidup

Usia harapan hidup masyarakat di Kabupaten Lembata dapat

diartikan sebagai rata-rata umur masyarakat yang dicapai selama tahun-tahun

yang diteliti. Hasil penelitian menunjukkan bahwa usia harapan hidup

masyarakat di Kabupaten Lembata semakin bertambah pada periode II

dibandingkan dengan periode I, dan dapat disimpulkan bahwa terdapat

perbedaan peningkatan yang signifikan terhadap kesejahteraan masyarakat di

Kabupaten Lembata pada periode I dan periode II.

Usia harapan hidup identik dengan derajat kesehatan warga

masyarakat yang tercermin lewat umur panjang dan hidup sehat. Tantangan

pembangunan manusia di Kabupaten Lembata saat ini adalah bagaimana

mengurangi angka kemiskinan, investasi di bidang pendidikan dan kesehatan.

Langkah ini akan lebih berarti bagi masyarakat di Kabupaten Lembata, karena

dengan adanya kesehatan murah dan fasilitas pendidikan akan sangat

membantu untuk meningkatkan produktivitas, dan pada gilirannya

meningkatkan pendapatan dan taraf hidup masyarakat yang lebih sejahtera.

Page 89: evaluasi kinerja keuangan dan tingkat kesejahteraan masyarakat ...

5.3 Implikasi penelitian

5.3.1 Kinerja keuangan

Implikasi hasil penelitian terhadap kinerja keuangan pemerintah Kabupaten

Lembata dengan menggunakan tingkat kemandirian, tingkat efektivitas, tingkat

efisiensi dan tingkat keserasian belanja dapat dijelaskan sebagai berikut :

5.3.1.1 Tingkat kemandirian

Peningkatan kemandirian keuangan pemerintah Kabupaten Lembata

di periode II menunjukkan bahwa pemerintah kabupaten telah berupaya untuk

terus meningkatkan pendapatan asli daerah yang dimiliki dibandingkan

dengan periode sebelumnya. Rata-rata pendapatan asli daerah terus

mengalami peningkatan seperti pemungutan pajak daerah, retribusi daerah,

pembagian laba lembaga keuangan bank yang ada, sumbangan pihak ketiga

yang menanamkan modalnya.

Pola hubungan antara pemerintah Kabupaten Lembata dengan

pemerintah pusat dan pemerintah provinsi yang instruktif menunjukkan bahwa

pemerintah Kabupaten Lembata hanya menjalankan amanat dan kebijakan

yang sudah ditetapkan oleh pemerintah pusat dan provinsi sehinggga belum

mampu mengatur rumah tangganya sendiri. Dengan adanya upaya pemerintah

Kabupaten Lembata untuk terus meningkatkan pendapatan asli daerah, maka

akan mengurangi tingkat ketergantungan terhadap sumber pendanaan yang

berasal dari pemerintah pusat dan provinsi dan mampu menjalankan fungsi

otonomi daerah dengan baik.

Page 90: evaluasi kinerja keuangan dan tingkat kesejahteraan masyarakat ...

5.3.1.2 Tingkat efektivitas

Dengan peningkatan efektivitas keuangan pemerintah Kabupaten

Lembata di periode II, maka hal ini berarti bahwa pada periode II, pemerintah

kabupaten telah berhasil merealisasikan pendapatan asli daerah dan

pendapatan non asli daerah seperti dana perimbangan pemerintah pusat dan

provinsi melalui dana alokasi umum, dana alokasi khusus, dan bantuan

keuangan lainnya. Namun, yang perlu digarisbawahi adalah efektivitas

realisasi pendapatan pemerintah Kabupaten Lembata hanya berlaku terhadap

realisasi pendapatan non pendapatan asli daerah karena pemerintah Kabupaten

Lembata lebih cenderung mengharapkan pendanaan dari pihak luar dibanding

memanfaatkan sumber-sumber pendapatan asli yang ada di Kabupaten

Lembata sendiri.

5.3.1.3 Tingkat efisiensi

Penurunan tingkat efisiensi keuangan pemerintah Kabupaten Lembata

di periode II terjadi karena realisasi anggaran belanja pemerintah Kabupaten

Lembata meningkat siqnifikan terhadap total anggaran belanja daerah yang

telah ditetapkan, dengan kata lain, pemerintah kabupaten cenderung

menggunakan seluruh anggaran belanja yang ada. Hal ini mengindikasikan

bahwa pemerintah Kabupaten Lembata terkesan melakukan pemborosan

dengan tidak mengindahkan azas penghematan dan efisiensi anggaran belanja

serta memiliki kecenderungan selalu ingin menghabiskan anggaran yang telah

dialokasikan dalam APBD.

Page 91: evaluasi kinerja keuangan dan tingkat kesejahteraan masyarakat ...

5.3.1.4 Tingkat keserasian belanja

Penurunan tingkat keserasian belanja pemerintah Kabupaten Lembata

pada periode II disebabkan oleh tingginya realisasi belanja daerah secara

keseluruhan seperti belanja aparatur daerah, belanja administrasi umum dan

belanja operasi dan pemeliharaan yang jumlahnya tidak signifikan dan jauh

lebih besar dibandingkan dengan belanja pelayanan publik. Realita yang

terjadi adalah peningkatan alokasi dana belanja pelayanan publik tidak

signifikan dengan alokasi dana pada pos-pos belanja langsung, yang

manfaatnya hanya dirasakan oleh kelompok masyarakat tertentu.

5.3.2 Kesejahteraan masyarakat

Implikasi hasil penelitian terhadap kesejahteraan masyarakat di

Kabupaten Lembata dengan menggunakan pendapatan perkapita, tingkat

pendidikan dan usia harapan hidup dapat dijelaskan sebagai berikut :

Peningkatan pendapatan perkapita masyarakat di Kabupaten Lembata

jelas dipengaruhi oleh pendapatan domestik regional bruto yang berasal dari

sektor-sektor perekonomian produktif yang ada, seperti kegiatan perdagangan

dan jual beli barang, usaha pertanian misalnya sayur-sayuran, buah-buahan,

berternak dan budi daya hasil laut yang dapat mendatangkan penghasilan bagi

masyarakat. Peningkatan pendapatan perkapita masyarakat di Kabupaten

Lembata juga menjelaskan bahwa setiap masyarakat dapat memiliki akses

terhadap sumber-sumber daya ekonomi berupa pemerataan pendapatan dan

tingkat daya beli dan adanya partisipasi masyarakat di dalam kegiatan

Page 92: evaluasi kinerja keuangan dan tingkat kesejahteraan masyarakat ...

ekonomi produktif sehingga masyarakat bisa memperoleh penghasilan yang

mencukupi dengan daya beli yang layak.

Tingkat pendidikan memberikan gambaran mengenai jumlah

penduduk di Kabupaten Lembata yang dapat mengenyam dunia pendidikan

sehingga dampaknya adalah mereka dapat memperoleh pekerjaan yang layak

dan dapat meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat. Dengan

memperoleh pendidikan yang memadai, maka akan mempengaruhi

peningkatan kemampuan dasar manusia seperti memiliki pengetahuan dan

keterampilan yang memadai agar dapat digunakan untuk mempertinggi

partisipasi dalam kegiatan ekonomi produktif, sosial politik dan aspek

kehidupan lainnya, serta mampu meningkatkan kualitas hidup manusia

(penduduk) sebagai obyek pembangunan. Oleh karena itu dibutuhkan

kebijakan pemerintah Kabupaten Lembata yang dapat mendorong

peningkatan kualitas sumber daya manusia di daerah ini.

Peningkatan usia harapan hidup masyarakat di Kabupaten Lembata di

periode II mengindikasikan bahwa derajat kesehatan warga masyarakat yang

tercermin lewat umur panjang dan akses mendapatkan hidup yang sehat

semakin lebih baik dari periode sebelumnya. Tantangan pembangunan

manusia di Kabupaten Lembata saat ini adalah bagaimana mengurangi angka

kemiskinan, investasi di bidang pendidikan dan kesehatan. Langkah ini akan

lebih berarti bagi masyarakat di Kabupaten Lembata, karena dengan adanya

kesehatan murah dan fasilitas pendidikan akan sangat membantu untuk

meningkatkan produktivitas, dan pada gilirannya meningkatkan pendapatan

dan taraf hidup masyarakat yang lebih sejahtera.

Page 93: evaluasi kinerja keuangan dan tingkat kesejahteraan masyarakat ...

BAB VISIMPULAN DAN SARAN

6.1 Simpulan

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan yang telah dikemukakan

pada bab sebelumnya dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut :

6.1.1 Kinerja keuangan

Hasil penelitian terhadap kinerja keuangan pemerintah Kabupaten

Lembata dengan menggunakan tingkat kemandirian, tingkat efektivitas,

tingkat efisiensi dan tingkat keserasian belanja dapat disimpulkan sebagai

berikut :

a) Tingkat kemandirian

Ditinjau dari aspek kemandirian keuangan pemerintah

Kabupaten Lembata, disimpulkan bahwa rata-rata kinerja keuangan di

periode I tidak berbeda signifikan terhadap rata-rata kinerja keuangan di

periode II. Meskipun hasil perhitungan rata-rata tingkat kemandirian

keuangan pemerintah Kabupaten Lembata di periode II menunjukkan

adanya peningkatan dibandingkan dengan periode I.

b) Tingkat efektivitas

Ditinjau dari aspek efektivitas keuangan pemerintah Kabupaten

Lembata, disimpulkan bahwa rata-rata kinerja keuangan di periode I

tidak berbeda signifikan terhadap rata-rata kinerja keuangan di periode

II. Meskipun hasil perhitungan rata-rata tingkat efektivitas keuangan

Page 94: evaluasi kinerja keuangan dan tingkat kesejahteraan masyarakat ...

pemerintah Kabupaten Lembata di periode II menunjukkan adanya

peningkatan dibandingkan dengan periode I.

c) Tingkat efisiensi

Ditinjau dari aspek efisiensi keuangan pemerintah Kabupaten

Lembata, disimpulkan bahwa rata-rata kinerja keuangan di periode I

tidak berbeda signifikan terhadap rata-rata kinerja keuangan di periode

II. Hasil perhitungan rata-rata tingkat efisiensi keuangan pemerintah

Kabupaten Lembata di periode II menunjukkan adanya penurunan

dibandingkan dengan periode I.

d) Tingkat keserasian belanja

Ditinjau dari aspek keserasian belanja pemerintah Kabupaten

Lembata, disimpulkan bahwa rata-rata kinerja keuangan di periode I

tidak berbeda signifikan terhadap rata-rata kinerja keuangan di periode

II. Hasil perhitungan rata-rata tingkat keserasian belanja pemerintah

Kabupaten Lembata di periode II menunjukkan adanya penurunan

dibandingkan dengan periode I.

6.1.2 Kesejahteraan masyarakat

Hasil penelitian terhadap kesejahteraan masyarakat Kabupaten

Lembata dengan menggunakan pendapatan perkapita, tingkat pendidikan

dan usia harapan hidup dapat disimpulkan sebagai berikut :

Page 95: evaluasi kinerja keuangan dan tingkat kesejahteraan masyarakat ...

a) Pendapatan perkapita

Dilihat dari aspek pendapatan perkapita masyarakat

Kabupaten Lembata, disimpulkan bahwa rata-rata kesejahteraan

masyarakat di periode I berbeda signifikan terhadap rata-rata

kesejahteraan masyarakat di periode II. Hasil perhitungan rata-rata

pendapatan perkapita masyarakat di Kabupaten Lembata pada periode

II menunjukkan adanya peningkatan dibandingkan dengan periode I.

b) Tingkat pendidikan

Dilihat dari aspek tingkat pendidikan masyarakat Kabupaten

Lembata, disimpulkan bahwa rata-rata kesejahteraan masyarakat di

periode I berbeda signifikan terhadap rata-rata kesejahteraan

masyarakat di periode II. Hasil perhitungan rata-rata tingkat

pendidikan masyarakat di Kabupaten Lembata pada periode II

menunjukkan adanya peningkatan dibandingkan dengan periode I.

c) Usia harapan hidup

Dilihat dari aspek usia harapan hidup masyarakat Kabupaten

Lembata, disimpulkan bahwa rata-rata kesejahteraan masyarakat di

periode I berbeda signifikan terhadap rata-rata kesejahteraan

masyarakat di periode II. Hasil perhitungan rata-rata usia harapan

hidup masyarakat di Kabupaten Lembata pada periode II menunjukkan

adanya peningkatan dibandingkan dengan periode I.

Page 96: evaluasi kinerja keuangan dan tingkat kesejahteraan masyarakat ...

6.1 Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan

sebelumnya, maka beberapa hal yang dapat disampaikan oleh peneliti antara lain

sebagai berikut :

1) Pemerintah Kabupaten Lembata diharapkan untuk lebih memperhatikan,

mengakomodir, memanfaatkan dan memberdayakan sumber-sumber PAD

yang dimiliki daerah ketika menyusun anggaran pendapatan seperti

pemanfaatan sumber-sumber retribusi, pengembangan potensi-potensi alam

di sektor pertambangan dan pertanian sehingga mampu mendorong

pencapaian realisasi pendapatan asli daerah yang optimal dan meningkatkan

PAD guna mengurangi ketergantungan daerah terhadap bantuan pemerintah

pusat dan provinsi.

2) Pemerintah Kabupaten Lembata hendaknya tidak selalu mengandalkan

sumber-sumber pendapatan non PAD, seperti yang selama ini terjadi untuk

mengurangi tingkat ketergantungan terhadap pihak luar. Oleh karena itu,

upaya menciptakan sumber-sumber baru pendapatan asli daerah perlu

mendapat perhatian dan keseriusan di masa mendatang.

3) Pemerintah Kabupaten Lembata diharapkan agar mampu meniru dan

menerapkan prinsip manajemen berbasis kinerja, guna menekan jumlah

pengeluaran belanja daerah yang dinilai sangat tidak efisien dan terkesan

terjadi pemborosan anggaran belanja.

4) Proporsi alokasi anggaran untuk belanja publik dalam APBD perlu lebih

ditingkatkan dan diupayakan agar jumlahnya signifikan dengan pos-pos

Page 97: evaluasi kinerja keuangan dan tingkat kesejahteraan masyarakat ...

belanja daerah lainnya, dalam upaya meningkatkan akuntabilitas dan

pelayanan publik secara maksimal sehingga kesejahteraan masyarakat dapat

ditingkatkan lagi.

5) Diharapkan agar penyusunan dan realisasi anggaran pendapatan dan belanja

daerah pada periode-periode mendatang, pemerintah Kabupaten Lembata

lebih memperhatikan rasio-rasio keuangan daerah yang umum digunakan,

sehingga dapat lebih meningkatkan kinerja keuangannya.

6) Diharapkan agar para peneliti selanjutnya yang tertarik untuk melakukan

penelitian terhadap kinerja keuangan maupun tingkat kesejahteraan

masyarakat Kabupaten Lembata, hendaknya juga melakukan perbandingan

untuk keseluruhan kabupaten/kota di Provinsi NTT, sehingga dapat diketahui

lebih jelas mengenai gambaran kinerja keuangan dan tingkat kesejahteraan

masyarakat Kabupaten Lembata.

Page 98: evaluasi kinerja keuangan dan tingkat kesejahteraan masyarakat ...

DAFTAR PUSTAKA

Adi, Priyo Hari dan Setiaji, Wirawan. 2007. Peta Kemampuan Keuangan DaerahSesudah Otonomi Daerah: Apakah Mengalami Pergeseran? (Studi PadaKabupaten dan Kota se Jawa-Bali). Simposium Nasional Akuntansi X.

Budiarto, Bambang. 2007. Pengukuran Keberhasilan Pengelolaan Keuangan Daerah.Seminar Ekonomi Daerah. Surabaya.

Dasilva Petrus 2001, Evaluasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah KabupatenSikka “Tesis S2 Program Pascasarjana Universitas Gadjah MadaYogyakarta” (tidak dipublikasikan).

Devas Nick, Brian Binder, Anne Booth, Kenneth Davey, Roy Kelly. 1999, KeuanganPemerintah Daerah di Indonesia (Terjemahan Masri Maris) UI – Press,Jakarta.

Diana, Heny F. 2008. Analisis Kinerja Atas Laporan Keuangan Pemerintah PropinsiSumatera Selatan. Jurnal Ekonomi Pembangunan Vol. 14 No. 8 Hal. 193 –229.

Dwirandra, A.A.N.B. 2008. Efektivitas dan Kemandirian Keuangan Daerah OtonomKabupaten/Kota di Provinsi Bali Tahun 2002 – 2006. Simposium NasionalAkuntansi X.

Halim, Abdul. 2002. Manajemen Keuangan Daerah. Penerbit UPP AkademiManajemen Perusahaan YKPN. Yogyakarta.

Halim, Abdul. 2007. Akuntansi Sektor Publik: Akuntansi Keuangan Daerah. SalembaEmpat. Jakarta.

Hamzah, Ardi, 2007. analisa kinerja keuangan terhadap pertumbuhan ekonomi,pengangguran dan kemiskinan : pendekatan analisis jalur (studi pada 29kabupaten dan 9 kota di provinsi Jawa Timur. Simposium NasionalAkuntansi X.

Hamzah, Muhammad Zilal. 2005. Does Block Grant Generates Economic Growth onProvince-Level in Indonesia After The Implementation of FiscalDecentralization Policy? Simposium Riset Ekonomi II. Surabaya.

Hidayat, Paidi, Pratomo, Ario W. dan Harjito, Agus D. 2007, Evaluasi APBDKabupaten/Kota di Propinsi Sumatera Utara Dengan MenggunakanIndikator Efektifitas, Efisiensi, Perkembangan APBD dan KemampuanKeuangan Daerah, Jurnal Ekonomi Pembangunan Vol. 12 No. 3 Hal. 213 –222.

Hirawan, Susiati B, 1990, ”Keleluasaan daerah atau kontrol pusat?”, dalam ArsyadAnwar dan Iwan Jaya Azis (Editor), Bunga Rampai Ekonomi, FE UI,Jakarta.

Page 99: evaluasi kinerja keuangan dan tingkat kesejahteraan masyarakat ...

Kaho, Yosef Riwu, 1998, Prospek Otonomi Daerah di Negara Republik Indonesia,PT. Bina Aksara, Jakarta.

Kunarjo, Bambang. 1996. Pengantar Perencanaan dan Pembangunan EkonomiDaerah. Edisi Pertama. Penerbit BPFE. Yogyakarta.

Lindawati,Tita, 2001, Kemampuan Keuangan Daerah Pemerintah DKI Jakarta dalamMelakukan Pinjaman. Tesis S2 Pasca Sarjana UGM (Tidakdipublikasikan).

Luke, Belinda G. 2008. “Financial returns from new public management: A NewZealand perspective - Pacific Accounting Review 20(1):pp. 29-48.” QUTDigital Repository: http://eprints.qut.edu.au. Queensland University ofTechnology, Brisbane, Australia.

Mahmudi, 2007, Analisis Laporan Keuangan Pemerintah Daerah: Panduan BagiEksekutif, DPRD dan Masyarakat dalam Pengambilan KeputusanEkonomi, Sosial dan Politik, Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen YKPN,Yogyakarta.

Mahsun, Mohamad. 2006, dalam Suyana, Utama M. 2007. Pengaruh KinerjaKeuangan Daerah Terhadap Kesejahteraan Masyarakat PadaKabupaten/Kota di Provinsi Bali Tahun 2001 – 2006. Studi Kasus Pada 9Kabupaten/Kota di Provinsi Bali. (tidak dipublikasikan).

Mamesah, D. J., 1995, Sistem Administrasi Keuangan Daerah, PT. Gramedia PustakaUtama, Jakarta.

Mardiasmo. 2002. Akuntansi Sektor Publik. Penerbit Andi. Yogyakarta.

Mardiasmo. 2002. Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah. Andi, Yogyakarta.

Matheus A.B.H. Dacosta 2002, Kemandirian Kota Kupang Ditinjau dari AspekKeuangan Dalam Melaksanakan Otonomi Daerah. “Tesis S2 ProgramPascasarjana Universitas Gadjah Mada Yogyakarta” (tidakdipublikasikan).

Noviyanto, Hery, 2005. Analisis Perimbangan Keuangan Pusat-Daerah dan PinjamanDaerah di Kabupaten dan Kota Daerah Istimewa Yogyakarta (Suatu KajianEmpiris di Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta). Simposium NasionalAkuntansi 5. Semarang.

Pasrah, Rudi, 2007, Analisis Kinerja dan Kemandirian Keuangan Daerah sertaPengaruhnya terhadap Pertumbuhan Ekonomi di Provinsi Sumatera Selatan,Kajian Ekonomi, Vol 6 No.2, 198-221.

Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 29, Tahun 2002 jo Peraturan Menteri DalamNegeri Nomor 13, Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan KeuanganDaerah. 2006. Depdagri RI.

Page 100: evaluasi kinerja keuangan dan tingkat kesejahteraan masyarakat ...

Peraturan Pemerintah Nomor 105, Tahun 2000 jo Peraturan Pemerintah Nomor 41,Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah, 2006.Depdagri RI.

Pilcher, Robyn, 2005. “Local government financial key performance indicators – notso relevant, reliable and accountable”. International Journal of Productivityand Performance Management Vol. 54 No. 5/6, 2005 pp. 451-467.www.emeraldinsight.com/1741-0401.htm. Charles Sturt University, Bathurst,New South Wales, Australia.

Roberto Di Pietra dan Faraci, Rosario. 2010. “Antecedents of EntrepreneurialGovernance Within Firms: The Italian Contribution to StrategicManagement”. Journal of Management & Governance. Springer Science& Business Media, LLC. 10.1007/s10997-010-9150-5

Samson, A.K. 2001. Indikator-indikator Keberhasilan Pengelolaan Keuangan Daerahdi Kabupaten Barito Kuala 1995/1996 – 1999/2000. Jurnal RisetAkuntansi, Manajemen, dan Ekonomi. Vol. 1 No. 1.

Setiyawati, Anis dan Hamzah, Ardi. 2007. Analisa PAD, DAU, DAK, dan BelanjaPembangunan Terhadap Pertumbuhan Ekonomi, Kemiskinan, danPengangguran. The 1st Accounting Conference. Jakarta.

Suharjo, Bambang, 2008. Analisis Regresi Terapan dengan SPSS. Penerbit GrahaIlmu. Yogyakarta.

Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor S.900/316/BAKD tentang Pedoman,Sistem dan Prosedur Penatausahaan dan Akuntansi Pelaporan danPertanggungjawaban Keuangan Daerah. 2006. Depdagri RI.

Susantih, Heny dan Saftiana, Yulia, 2008. Perbandingan Indikator Efisiensi danEfektivitas Untuk Menilai Kinerja Keuangan Pemerintah ProvinsiSumatera Selatan. “Tesis S2 Program Pascasarjana UniversitasSriwijaya” (tidak dipublikasikan).

Susilo, Gideon Tri Budi dan Adi, Priyo Hari. 2007. Analisis Kinerja KeuanganDaerah Sebelum dan Sesudah Otonomi. Konferensi Penelitian Akuntansidan Keuangan Sektor Publik Pertama. Surabaya.

Tjerk, Budding. 2008. “Decentralization, Performance Evaluation and GovernmentPerformance”. De VU Public Controlling reeks is een uitgave van depostgraduate opleiding tot controller in de publieke en non-profit sectorvan de Vrije Universiteit Amsterdam, kamer 2A19, De Boelelaan 1105,1081 HV Amsterdam.

Undang-undang Nomor 22, Tahun 1999 jo Undang-undang Nomor 32, Tahun 2004tentang Pemerintahan Daerah, 2004. Depdagri RI.

Undang-undang Nomor 25, Tahun 1999 jo Undang-undang Nomor 33, Tahun 2004tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah, 2004.Depdagri RI.

Page 101: evaluasi kinerja keuangan dan tingkat kesejahteraan masyarakat ...

Yamin, Mohamad, 2000. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemampuan KeuanganDaerah Kabupaten/Kota di Provinsi Irian Jaya, Simposium NasionalAkuntansi X. Makassar.

Yustika, Abdul S, 2004, Otonomi dan Pembangunan Daerah. Erlangga. Jakarta.

Riphat Singgih dan Parluhutan Hutahaean. 1997, Strategi Pemantapan KeuanganDaerah dan Kebijakan Desentralisasi : Suatu Analisis tentang PinjamanDaerah Sebagai Alternatif Pembiayaan Pembangunan, Jurnal Keuangandan Moneter, Vol. 4 No. 2, 7- 41.

Word Bank dalam Lipton dan Ravallion, 1994, Public Finance in The Theory andPractice ( Alih Bahasa oleh Alfonsus Sirait), MC-Graw Hill Kogakusha,(Ltd Tokyo).

Page 102: evaluasi kinerja keuangan dan tingkat kesejahteraan masyarakat ...
Page 103: evaluasi kinerja keuangan dan tingkat kesejahteraan masyarakat ...
Page 104: evaluasi kinerja keuangan dan tingkat kesejahteraan masyarakat ...
Page 105: evaluasi kinerja keuangan dan tingkat kesejahteraan masyarakat ...
Page 106: evaluasi kinerja keuangan dan tingkat kesejahteraan masyarakat ...
Page 107: evaluasi kinerja keuangan dan tingkat kesejahteraan masyarakat ...
Page 108: evaluasi kinerja keuangan dan tingkat kesejahteraan masyarakat ...
Page 109: evaluasi kinerja keuangan dan tingkat kesejahteraan masyarakat ...
Page 110: evaluasi kinerja keuangan dan tingkat kesejahteraan masyarakat ...

Lampiran 9Hasil Perhitungan Rasio-rasio Kinerja Keuangan Daerah

Page 111: evaluasi kinerja keuangan dan tingkat kesejahteraan masyarakat ...

a. Rasio Kemandirian

Formula :

Pendapatan Asli DaerahRasio Kemandirian = -------------------------------- x 100%

Total Belanja Daerah1. Tahun 2002

5.735.598.950,00Rasio Kemandirian = --------------------------- x 100%

131.273.256.598,00= 4,37%

2. Tahun 20035.311.534.626,00

Rasio Kemandirian = --------------------------- x 100%133.828.892.855,00

= 3,97%3. Tahun 2004

5.054.757.817,00Rasio Kemandirian = --------------------------- x 100%

144.807.407.074,00= 3,49%

4. Tahun 20054.594.788.501,53

Rasio Kemandirian = --------------------------- x 100%168.252.170.345,00

= 2,73%5. Tahun 2006

9.099.082.373,83Rasio Kemandirian = --------------------------- x 100%

201.787.768.608,00= 4,51%

6. Tahun 20079.732.761.922,20

Rasio Kemandirian = --------------------------- x 100%232.605.539.452,92

= 4,18%7. Tahun 2008

12.767.597.336,34Rasio Kemandirian = --------------------------- x 100%

352.148.244.453,62= 3,63%

Page 112: evaluasi kinerja keuangan dan tingkat kesejahteraan masyarakat ...

8. Tahun 200916.014.568.858,80

Rasio Kemandirian = --------------------------- x 100%333.633.532.350,87

= 4,80%

b. Rasio Efektivitas

Formula :

Realisasi PendapatanRasio Efektivitas = ------------------------------- x 100%

Anggaran Pendapatan

1. Tahun 2002

136.257.798.950,00Rasio Efektivitas = -------------------------- x 100%

132.455.675.259,00

= 102,87%2. Tahun 2003

139.375.480.308,26Rasio Efektivitas = -------------------------- x 100%

136.822.375.213,00= 101,87%

3. Tahun 2004151.114.716.882,00

Rasio Efektivitas = --------------------------- x 100%151.396.905.466,00

= 99,81%4. Tahun 2005

162.140.791.314,53Rasio Efektivitas = ----------------------------- x 100%

164.209.624.401,00= 98,74%

5. Tahun 2006216.104.981.284,83

Rasio Efektivitas = ----------------------------- x 100%216.575.430.457,00

= 99,78%6. Tahun 2007

282.401.817.608,20Rasio Efektivitas = ----------------------------- x 100%

271.832.952.787,00

Page 113: evaluasi kinerja keuangan dan tingkat kesejahteraan masyarakat ...

= 103,89%7. Tahun 2008

305.795.773.509,34Rasio Efektivitas = ----------------------------- x 100%

298.574.180.533,00= 102,42%

8. Tahun 2009321.629.838.338,82

Rasio Efektivitas = ----------------------------- x 100%314.926.982.418,33

= 102,13%

c. Rasio Efisiensi

Formula :Realisasi Belanja Daerah

Rasio Efisiensi = ---------------------------------- x 100%Anggaran Belanja Daerah

1. Tahun 2002131.273.256.598,00

Rasio Efisiensi = ---------------------------- x 100%145.725.698.925,00

= 90,08%2. Tahun 2003

133.828.892.855,00Rasio Efisiensi = ---------------------------- x 100%

149.843.779.529,00= 89,31%

3. Tahun 2004144.807.407.074,00

Rasio Efisiensi = ----------------------------- x 100%164.596.468.460,26

= 87,98%4. Tahun 2005

168.252.170.345,00Rasio Efisiensi = ----------------------------- x 100%

180.896.699.009,26= 93,01%

5. Tahun 2006201.787.768.608,00

Rasio Efisiensi = ----------------------------- x 100%229.006.922.682,50

= 88,11%

Page 114: evaluasi kinerja keuangan dan tingkat kesejahteraan masyarakat ...

6. Tahun 2007232.605.539.452,92

Rasio Efisiensi = ---------------------------- x 100%285.300.989.724,00

= 81,53%7. Tahun 2008

352.148.244.453,62Rasio Efisiensi = ---------------------------- x 100%

308.602.280.900,30= 114,11%

8. Tahun 2009333.633.532.350,87

Rasio Efisiensi = ---------------------------- x 100%353.791.360.054,10

= 94,30%d. Rasio Keserasian Belanja

Formula :Belanja Pelayanan Publik

Rasio Keserasian Belanja = --------------------------------- x 100%Total Belanja Daerah

1. Tahun 200284.277.561.367,00

Rasio Keserasian Belanja = --------------------------- x 100%131.273.256.598,00

= 64,20%2. Tahun 2003

86.262.275.163,00Rasio Keserasian Belanja = --------------------------- x 100%

133.828.892.855,00= 64,46%

3. Tahun 200469.204.723.229,00

Rasio Keserasian Belanja = ---------------------------- x 100%144.807.407.074,00

= 47,79%4. Tahun 2005

105.570.915.429,00Rasio Keserasian Belanja = ---------------------------- x 100%

168.252.170.345,00= 62,75%

Page 115: evaluasi kinerja keuangan dan tingkat kesejahteraan masyarakat ...

5. Tahun 2006131.765.135.636,00

Rasio Keserasian Belanja = ---------------------------- x 100%201.787.768.608,00

= 65,30%6. Tahun 2007

45.702.185.703,00Rasio Keserasian Belanja = ---------------------------- x 100%

232.605.539.452,92= 19,65%

7. Tahun 2008140.816.766.247,23

Rasio Keserasian Belanja = ---------------------------- x 100%352.148.244.453,62

= 39,99%8. Tahun 2009

174.888.523.065,56Rasio Keserasian Belanja = ---------------------------- x 100%

333.633.532.350,87= 52,42%

Page 116: evaluasi kinerja keuangan dan tingkat kesejahteraan masyarakat ...
Page 117: evaluasi kinerja keuangan dan tingkat kesejahteraan masyarakat ...
Page 118: evaluasi kinerja keuangan dan tingkat kesejahteraan masyarakat ...
Page 119: evaluasi kinerja keuangan dan tingkat kesejahteraan masyarakat ...
Page 120: evaluasi kinerja keuangan dan tingkat kesejahteraan masyarakat ...
Page 121: evaluasi kinerja keuangan dan tingkat kesejahteraan masyarakat ...
Page 122: evaluasi kinerja keuangan dan tingkat kesejahteraan masyarakat ...
Page 123: evaluasi kinerja keuangan dan tingkat kesejahteraan masyarakat ...
Page 124: evaluasi kinerja keuangan dan tingkat kesejahteraan masyarakat ...
Page 125: evaluasi kinerja keuangan dan tingkat kesejahteraan masyarakat ...