EVALUASI KESESUAIAN LAHAN UNTUK TANAMAN...

47
EVALUASI KESESUAIAN LAHAN UNTUK TANAMAN UBI JALAR (Ipomoea batatas L.) DI DESA BANDORASAKULON KECAMATAN CILIMUS KABUPATEN KUNINGAN JAWA BARAT Usulan Penelitian Diajukan oleh : Muhamad Albid Adiyatna 20130210052 Program Studi Agroteknologi Kepada FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA YOGYAKARTA 2017

Transcript of EVALUASI KESESUAIAN LAHAN UNTUK TANAMAN...

EVALUASI KESESUAIAN LAHAN UNTUK TANAMAN UBI

JALAR (Ipomoea batatas L.) DI DESA BANDORASAKULON

KECAMATAN CILIMUS KABUPATEN KUNINGAN

JAWA BARAT

Usulan Penelitian

Diajukan oleh :

Muhamad Albid Adiyatna

20130210052

Program Studi Agroteknologi

Kepada

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

YOGYAKARTA

2017

ii

Usulan Penelitian

iii

DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN................................................................................ ii

DAFTAR ISI…… .................................................................................................. iii

I. PENDAHULUAN .......................................................................................... 5

A. Latar Belakang ............................................................................................ 5

B. Perumusan Masalah .................................................................................... 8

C. Tujuan Penelitian ........................................................................................ 9

D. Manfaat Penelitian ...................................................................................... 9

E. Batasan Studi ............................................................................................... 9

F. Kerangka Pikir Penelitian ........................................................................... 9

II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................... 12

A. Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) ................................................................. 12

B. Kesesuaian Lahan...................................................................................... 13

C. Evaluasi Lahan .......................................................................................... 15

D. Kriteria Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Ubi Jalar .............................. 19

III. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI .................................................. 21

A. Letak, Luas dan Batas Wilayah Penelitian ................................................ 21

B. Geofisik ..................................................................................................... 22

C. Tata Guna Lahan dan Pertanian ................................................................ 25

D. Kependudukan........................................................................................... 26

IV. Tata Cara Penelitian .................................................................................. 27

A. Tempat dan Waktu Penelitian ................................................................... 27

B. Metode Penelitian dan Analisis Data ........................................................ 27

C. Standar Pengukuran Klasifikasi Kesesuaian Lahan .................................. 29

D. Jenis Data .................................................................................................. 31

E. Luaran Penelitian ...................................................................................... 32

F. Parameter Pengamatan .............................................................................. 33

iv

G. Jadual Kegiatan ......................................................................................... 42

DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 43

5

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ubi jalar (Ipomoea batatas L.) merupakan salah satu jenis tanaman budidaya

yang dapat dimanfaatkan bagian umbinya sebagai bahan pangan alternatif lokal

karena memiliki kandungan karbohidrat yang relatif tinggi. Zuraida dan Supriati

(2005) menyatakan bahwa bahan yang terkandung dalam ubi jalar per 100 gram

yaitu kalori 123 kal, karbohidrat 27,9 gram, protein 1,8 gram, lemak 0,7 gram,

vitamin A 7000 SI, vitamin C 22 mg dan Ca 30 mg. Ubi jalar juga termasuk salah

satu komoditi tanaman penting yang terus dikembangkan oleh pemerintah dalam

upaya mewujudkan kemandirian pangan melalui peningkatan diversifikasi pangan

lokal. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya peraturan pemerintah melalui

Peraturan Menteri Pertanian No. 15 Tahun 2013 tentang Program Peningkatan

Diversifikasi dan Ketahanan Pangan. Selain sebagai bahan penghasil pangan, ubi

jalar juga dapat dipergunakan sebagai bahan pakan ternak, bahan baku industri

pengolahan pangan, serta bioethanol, sehingga dengan perannya yang sangat

penting dan strategis tersebut maka membuka peluang untuk terus mengembangkan

komoditi ubi jalar ke segmen pasar yang lebih luas.

Pengembangan budidaya ubi jalar dapat menyebabkan peningkatan ketersedian

ubi jalar sebagai bahan pangan konsumsi langsung dalam bentuk umbi segar

maupun sebagai bahan baku industri pengolahan makanan dan industri farmasi.

Pengembangan ubi jalar juga dapat didukung dengan berkembangnya perubahan

gaya hidup masyarakat yang cenderung beralih pada konsumsi makanan yang

berdampak positif bagi kesehatan tubuh. Ubi jalar merupakan salah satu tanaman

pangan fungsional yaitu sumber makanan yang dapat memberikan dampak positif

bagi kesehatan disamping selain fungsinya sebagai sumber zat gizi dasar (Silalahi,

2006). Menurut Furata et al. (1998) menyatakan bahwa pada ubi jalar terdapat

kandungan antosianin dan senyawa fenol yang relatif tinggi dan berkhasiat sebagai

antioksidan.

6

Jawa Barat merupakan salah satu provinsi yang menjadi penyumbang produksi

ubi jalar terbesar di Indonesia. Badan Pusat Statistik (2016) menyatakan bahwa luas

panen ubi jalar di Jawa Barat terus mengalami penurunan pada tahun 2013 dari

26.635 hektar menjadi 25.641 hektar pada tahun 2014 kemudian diikuti penurunan

kembali menjadi 23.514 hektar pada tahun 2015. Penurunan luas panen juga

berkorelasi dengan penurunan produksi ubi jalar di Jawa Barat yang terjadi selama

3 tahun terakhir yaitu 485.065 ton (2013), 471.737 ton (2014), dan 456.176 ton

(2015).

Salah satu daerah yang menjadi sentra produksi ubi jalar terbesar di Jawa Barat

yaitu Kabupaten Kuningan dengan luas panen mencapai 6.178 hektar dan produksi

ubi jalar sebesar 145.203 ton pada tahun 2014 (BPS Kabupaten Kuningan, 2015).

Kabupaten Kuningan merupakan sentra produksi ubi jalar di Indonesia yang

berkomitmen menjadikan ubi jalar sebagai produk unggulan daerah. Hal tersebut

dibuktikan dengan menetapkan ubi jalar sebagai komoditas unggulan pada

Masterplan Agropolitan Kabupaten Kuningan dalam Perda Kabupaten Kuningan

No. 11 Tahun 2005.

Kabupaten Kuningan memiliki potensi sumber daya alam yang dapat

menunjang pengembangan budidaya ubi jalar dengan terdapatnya luas lahan sawah

yang cukup melimpah baik berupa sawah irigasi, sawah tadah hujan maupun lahan

kritis yang belum termanfaatkan. Luas lahan sawah pada tahun 2014 berdasarkan

catatan Dinas Pertanian, Peternakan dan Perikanan (Diperta) Kabupaten Kuningan

(2015) adalah 28.644 hektar yang terdiri dari sawah irigasi seluas 20.570 hektar dan

sawah tadah hujan 8.346 hektar. Sementara itu, untuk jumlah luas lahan kritis pada

tahun 2014 di Kabupaten Kuningan yang belum termanfaatkan yakni 1.946,64

hektar dari total keseluruhan lahan kritis seluas 2.328,91 hektar (BPS Kabupaten

Kuningan, 2015). Selain memiliki ketersediaan lahan pertanian yang memadai,

kondisi sumber air di Kabupaten Kuningan juga cukup memadai. Sumber mata air

yang cukup potensial dalam jumlah yang cukup banyak terdapat di 9 wilayah

kecamatan sekitar kawasan Gunung Ciremai yaitu Darma, Kadugede, Cigugur,

Kuningan, Kramatmulya, Jalaksana, Cilimus, Madirancan dan Pesawahan yang

7

jumlahnya mencapai 156 titik dari total keseluruhan mata air yang yang ada di

Kabupaten Kuningan yang mencapai 627 titik mata air (Pemerintah Kabupaten

Kuningan, 2003).

Kabupaten Kuningan juga memiliki kondisi iklim tropis dengan temperatur

bulan kering berkisar 18-32oC dengan kelembaban udara berkisar antara 80%-90%.

Selain memiliki potensi wilayah dan kondisi agroklimat yang mendukung kegiatan

budidaya ubi jalar, terdapat juga industri formal pengolahan ubi jalar dengan

produk utamanya berupa pasta ubi jalar dengan pangsa pasar Jepang dan Korea.

Selain terdapat satu industri formal, terdapat juga beberapa industri non formal

(home industry) yang mengolah ubi jalar dalam berbagai produk seperti tepung ubi

jalar, chip ubi jalar, kerupuk ubi dan berbagai olahan makanan lainnya (Suparman,

2011).

Salah satu wilayah di Kabupaten Kuningan yang memiliki potensi besar untuk

pengembangan budidaya ubi jalar yaitu Kecamatan Cilimus dengan Desa

Bandorasakulon sebagai salah satu sentra produksinya. Luas area tanam dan

produksi ubi jalar di Kecamatan Cilimus mewakili lebih dari 35 % dari luas dan

produksi ubi jalar di Kabupaten Kuningan (Husnul, K dan Rita, N., 2010). Namun,

data Badan Pusat Statistik Kabupaten Kuningan (2015) mencatat bahwa

produktivitas ubi jalar di Kecamatan Cilimus mengalami fluktuasi yaitu pada tahun

2012 dari 202,38 kuintal/hektar meningkat menjadi 203,01 kuintal/hektar pada

tahun 2013, kemudian menurun kembali menjadi 200,82 kuintal/hektar pada tahun

2014. Selain produktivitas yang bersifat fluktuatif, selama 3 tahun terakhir tersebut

rata-rata produktivitas yang dicapai yaitu sebesar 202,07 kuintal/hektar atau setara

dengan 20,2 ton/hektar. Hal tersebut menunjukan bahwa produktivitas yang dicapai

masih belum dapat sesuai dengan target potensi hasil yang dimiliki oleh ubi jalar

yaitu sebesar 25-35 ton/hektar (Juanda dan Bambang, 2000 dalam Alin Aliyani,

2013). Beberapa varietas unggul ubi jalar yang direkomendasikan oleh pemerintah

seperti JP 23, RIS 03063-05 dan MSU 03028-10 memiliki rata-rata potensi 25-30

ton/hektar (Erliana Ginting dkk., 2011). Hasil pengujian yang dilakukan di lokasi

Sumedang, Jawa Barat menunjukan klon RIS 03063-05 dan MSU 03028-10

8

memberikan hasil masing-masing 28,4 dan 26,8 ton/hektar (M Jusuf dkk., 2011).

Selain potensi hasil yang relatif tinggi, varietas ubi jalar RIS 03063-05 dan MSU

03028-10 memiliki kandungan antosianin yang relatif tinggi yakni > 500 mg/ 100

gram umbi (Balitkabi, 2008).

Pengembangan ubi jalar di Kecamatan Cilimus Kabupaten Kuningan

khususnya dalam hal kendala produktivitas yang masih belum sesuai dengan

potensi hasil menjadikan evaluasi lahan penting dilakukan untuk

mempertimbangkan aspek teknis, lingkungan maupun ekonomi. Evaluasi lahan

dapat memberikan data karakteristik dan kualitas lahan yang diperoleh dari

lapangan agar diketahui tingkat kesesuaian lahan di Desa Bandorasakulon

Kecamatan Cilimus terhadap tanaman ubi jalar. Penyajian hasil evaluasi lahan

tersebut diberikan dalam bentuk deskriptif dan tabular yang meliputi kesesuaian

lahan aktual yang mengacu pada data yang diperoleh dari lapangan dan kesesuaian

lahan potensial yang mengacu pada rekomendasi dalam upaya memperbaiki faktor

pembatas yang ada di lapangan. Kegiatan evaluasi lahan tersebut diharapkan

mampu membantu pengembangan budidaya ubi jalar di Desa Bandorasakulon

Kecamatan Cilimus agar produktivitas yang diperoleh dapat sesuai dengan potensi

hasil yang dimiliki oleh ubi jalar.

B. Perumusan Masalah

1. Bagaimana karakteristik lahan bagi pertanaman ubi jalar di Desa

Bandorasakulon Kecamatan Cilimus Kabupaten Kuningan ?

2. Bagaimana tingkat kesesuaian lahan bagi pertanaman ubi jalar di Desa

Bandorasakulon Kecamatan Cilimus Kabupaten Kuningan ?

3. Apa saja faktor pembatas yang diduga berpengaruh terhadap tingkat

produktivitas ubi jalar di Desa Bandorasakulon dan apa upaya yang dapat

dilakukan untuk memperbaikinya ?

9

C. Tujuan Penelitian

1. Menetapkan karakteristik lahan bagi pertanaman ubi jalar di Desa

Bandorasakulon Kecamatan Cilimus Kabupaten Kuningan.

2. Mengevaluasi tingkat kesesuaian lahan bagi pertanaman ubi jalar di Desa

Bandorasakulon Kecamatan Cilimus Kabupaten Kuningan.

3. Menetapkan faktor-faktor pembatas yang ditemukan di lokasi penelitian dan

upaya dalam memperbaikinya secara fisik dan relevan terhadap kelestarian

lingkungan.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian diharapkan dapat memberikan informasi mengenai

karakteristik lahan dan tingkat kesesuaian lahan terhadap tanaman ubi jalar sebagai

bahan pertimbangan dalam pengelolaan budidaya ubi jalar yang relevan dari segi

kelestarian lingkungan, sehingga harapannya produktivitas ubi jalar di Desa

Bandorasakulon Kecamatan Cilimus dapat meningkat sesuai dengan potensi hasil

yang dimiliki oleh ubi jalar.

E. Batasan Studi

Penelitian dilakukan di area persawahan Desa Bandorasakulon Kecamatan

Cilimus Kabupaten Kuningan, Jawa Barat. Pemilihan Desa Bandorasakulon

berdasarkan pada pertimbangan sebagai sentra produksi ubi jalar di Kecamatan

Cilimus.

F. Kerangka Pikir Penelitian

Sumberdaya lahan merupakan hamparan tanah yang merupakan bagian

daratan dan faktor fisik yang melingkupinya seperti aspek geofisik (iklim, topografi

dan tanah) dan hidrologi yang dapat dimanfaatkan oleh manusia untuk berbagai

keperluan. Sumberdaya lahan bagi kepentingan pertanian merupakan modal dasar

yang menentukan keberhasilan budidayanya, oleh karena itu program-program

pemenuhan kebutuhan produksi biomassa tanaman menjadi sangat bergantung

kepada kualitas dan pola ketersediaan lahan. Oleh karena itu, ketersediaan data

10

potensi sumberdaya lahan dalam bentuk tabular dan spasial menjadi sangat berarti

dalam perencanaan program pembangunan pertanian. Pemetaan tanah dan evaluasi

lahan merupakan suatu pendekatan yang efektif untuk mencari dan mengetahui

lahan potensial maupun yang tidak potensial, berikut kendala dan luas

penyebarannya secara spasial.

Hasil dari penelitian tersebut memberikan informasi kepada para pengguna

lahan mengenai tingkat kesesuaian lahan dan faktor-faktor yang menjadi pembatas

dalam penggunaannya serta tindakan-tindakan pengelolaan yang dapat diupayakan

berupa usaha perbaikan yang diperlukan agar dapat dipergunakan secara lestari

dalam mengatasi hambatan dan pembatas yang ada tersebut.

Kegiatan evaluasi lahan dilakukan berdasarkan pada permasalahan

pengembangan ubi jalar dan potensi sumber daya lahan di Desa Bandorasakulon

Kecamatan Cilimus Kabupaten Kuningan Jawa Barat. Evaluasi dilakukan melalui

pengambilan titik sampel yang berdasarkan pada survei pendahuluan dan dengan

bantuan program Google earth untuk menentukan titik koordinat dari masing-

masing sampel yang akan diambil. Setelah ditentukannya titik sampel maka

dilakukannya survei lokasi penelitian melalui analisa kondisi geofisik wilayah serta

pengambilan sampel tanah. Pengamatan kondisi geofisik wilayah menggambarkan

kondisi eksisting lahan pertanaman ubi jalar di Kecamatan Cilimus, sedangkan

sampel tanah yang diperoleh dari lapangan digunakan untuk menganalisis

karakteristik dan kualitas lahan guna mengetahui sifat-sifat fisik dan kimia tanah.

Analisis sampel tanah pada setiap satuan lahan dilakukan di laboratorium

untuk mengetahui sifat-sifat tanah, sehingga diperoleh data karakteristik dan

kualitas lahan pada lokasi penelitian. Data yang didapat baik dalam bentuk data

primer dan data sekunder harus dipadukan atau dicocokkan dengan syarat tumbuh

tanaman ubi jalar sesuai dengan kriteria kesesuaian lahan untuk tanaman ubi jalar

menurut Sarwono Hardjowigeno dan Widiatmaka (2011) guna mengetahui tingkat

kesesuaian lahan terhadap tanaman ubi jalar. Klasifikasi tingkat kesesuaian lahan

dilakukan berdasarkan pada metode FAO (Food Agriculture Organization) dengan

11

menggunakan tiga kelas dalam ordo S dan dua kelas dalam ordo N. Penyajian hasil

kesesuaian lahan meliputi kesesuaian lahan aktual yang didasarkan pada data yang

diperoleh dari lapangan dan kesesuaian lahan potensial yang didasarkan pada

rekomendasi yang diberikan dalam upaya perbaikan untuk menghilangkan faktor

pembatas yang ada di lokasi penelitian. Penyajian hasil dan rekomendasi tersebut

dijelaskan secara deskriptif dan juga dalam bentuk tabular.

Gambar 1. Skema Kerangka Pikir Penelitian

Desa Bandorasakulon

Kec. Cilimus

Kab. Kuningan, Jawa

Barat

Persyaratan

Tumbuh Tanaman

Ubi Jalar

Survei Lokasi Penelitian :

1. Analisis kondisi geofisik wilayah

2. Pengambilan sampel tanah

Evaluasi Kesesuaian Lahan :

Klasifikasi Kesesuaian

Lahan Metode FAO

Penyajian Hasil dan Rekomendasi

Ubi Jalar

(Ipomoea batatas L.)

Program

Google Earth Penentuan Titik

Sampel

Analisis Sampel Tanah di

Laboratorium

12

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.)

Ubi jalar atau ketela rambat (Ipomoea batatas L.) merupakan salah satu jenis

tanaman budidaya yang dimanfaatkan bagian akarnya yang membentuk umbi

dengan kadar karbohidrat yang relatif tinggi. Ubi jalar sering dimanfaatkan sebagai

bahan pangan untuk konsumsi secara langsung maupun sebagai bahan baku industri

pengolahan pangan. Ubi jalar memiliki kandungan gizi seperti karbohidrat, mineral,

vitamin, beta karoten, antosianin, senyawa fenol dan serat pangan yang relatif tinggi

sehingga berpeluang dalam mendukung program diversifikasi pangan sebagai

sumber pangan alternatif. Perhatian masyarakat terhadap ubi jalar meningkat

terutama berkaitan dengan potensi sebagai pangan fungsional yang memberikan

dampak positif bagi kesehatan. Pangan fungsional adalah makanan yang

memberikan manfaat bagi kesehatan, selain fungsinya sebagai zat gizi dasar

(Silalahi, 2006). Pada ubi jalar ungu, kandungan antosianin dan senyawa fenol

cukup tinggi dan dapat berfungsi sebagai antioksidan (Furuta et al., 1998).

Upaya peningkatan diversifikasi pangan merupakan program prioritas

Kementerian Pertanian sesuai dengan PP Nomor 22 tahun 2009 tentang Percepatan

Penganekaragaman Konsumsi Pangan Berbasis Sumber Daya Lokal. Ubi jalar

termasuk jenis tanaman yang memerlukan penyinaran hari pendek, sekitar 11 jam

per hari. Ubi jalar merupakan tanaman yang sangat efisien dalam mengubah energi

matahari ke bentuk energi kimia berupa karbohidrat. Hal tersebut ditunjukan

dengan tingginya kalori yang diasimilasikan persatuan luas dan waktu, yakni

mencapai 215 kg/kal/h/hari. Sedangkan tanaman-tanaman lainnya hanya bisa

mencapai 150 kg/kal/h/hari. Sehingga tidak salah apabila para ahli menyebutkan

ubi jalar sebagai tanaman yang paling efisien dalam menyimpan energi matahari

dalam bentuk bahan makanan (Pinus Lingga, 1992).

Tanaman ubi jalar memiliki persyaratan tumbuh dalam menunjang

pertumbuhan dan hasil yang optimal. Iklim yang ideal untuk pertumbuhan ubi

13

jalar yaitu pada suhu antara 21-27 oC dengan penyinaran hari pendek yaitu antara

11-12 jam perhari, serta curah hujan yang optimal antara 750-1.500 mm/tahun. Ubi

jalar dapat tumbuh di berbagai jenis tanah di Indonesia. Tanaman ubi jalar

memerlukan tanah yang memiliki tekstur pasir berlempung dengan struktur gembur

dan banyak mengandung bahan organik, serta memiliki aerasi dan drainase yang

baik. Derajat kemasaman tanah untuk tanaman ubi jalar yang sesuai adalah 5,5-7,5.

Ketinggian tempat yang ideal untuk tanaman ubi jalar berada diantara 500-1.000 m

dpl, dan persebarannya pada 30o LS dan 30o LU. Hal tersebut dikarenakan ubi jalar

memerlukan hawa panas dan udara yang lembab (Arif Kurniawan, 2008).

B. Kesesuaian Lahan

Tanah merupakan fenomena hasil bentukan alam yang melibatkan banyak

faktor antara lain iklim,bahan induk, organisme/vegetasi, topografi dan waktu.

Tanah juga merupakan fenomena alam yang terbentuk hasil proses pembentukan

dan perkembangan tanah, sehingga memiliki kecirian yang dipengaruhi oleh

lingkungan terbentuknya tanah tersebut (Gunawan Budiyanto, 2014).

Tanah merupakan sumberdaya fisik wilayah utama yang sangat penting untuk

diperhatiakn dalam perencanaan tata guna lahan. Sifat tanah bersamaan dengan

sumberdaya fisik wilayah yang lain seperti iklim, topografi, geologi dan lain-lain

sangat menentukan posisinya untuk berbagai penggunaan. Tanah memiliki peran

penting dalam ekosistem diantaranya adalah sebagai media pertumbuhan tanaman,

habitat bagi dalam jasad tanah, tempat berlangsungnya proses dekomposisi dan

berperan sebagai tempat menyimpan air. Sifat-sifat tanah yang menentukan potensi

penggunaan lahan perlu diungkapkan dengan teliti (Hardjowigeno dan

Widiatmaka, 2007).

Lahan merupakan bagian dari sistem daratan yang memiliki peran penting

dalam memberikan dukungan bagi keberlangsungan makhluk hidup di biosfer.

Lahan merupakan bentang alam yang dimanfaatkan dan merupakan modal dasar

dalam proses produksi biomassa. Selain sebagai medium pertumbuhan tanaman,

dalam bahasan yang lebih luas, lahan merupakan komponen lingkungan yang dapat

14

menciptakan dan memberikan daya dukung proses kehidupan di permukaan bumi

(Gunawan Budiyanto, 2014). Sedangkan menurut Undang-undang Nomor 41

Tahun 2009, Pasal 1 ayat (1) yang menyatakan bahwa lahan adalah bagian daratan

dari permukaan bumi sebagai lingkungan fisik yang meliputi tanah beserta segenap

faktor yang mempengaruhi penggunaannya seperti iklim, relief, aspek geologi dan

hidrologi yang terbentuk secara alami maupun akibat pengaruh manusia. Bahasan

yang lebih sederhana lahan meruapakan hamparan tanah yang dimanfaatkan oleh

kegiatan manusia dan jika sebidang tanah tersebut dimanfaatkan dalam proses

produksi biomassa maka disebut dengan lahan pertanian. Pemilihan lahan yang

sesuai dengan tanaman tertentu melalui dua tahapan. Tahap pertama adalah menilai

persyaratan tumbuh tanaman yang akan diusahakan dan mengetahui sifat-sifat

tanah dan lokasi pengaruhnya bersifat negatif bagi tanaman. Tahap kedua adalah

mengidentifikasi dalam membatasi lahan yang tidak diinginkan (Santun, R.P.

Sitorus, 1985).

Kesesuaian lahan adalah kecocokan suatu lahan untuk penggunaan tertentu,

sebagai contoh lahan sesuai untuk irigasi, tambak, pertanian tanaman tahunan dan

pertanian tanaman semusim. Untuk mendapatkan kesesuaian suatu lahan terhadap

suatu komoditas tanaman maka dilakukan evaluasi lahan (Ade Setiawan, 2010).

Kesesuaian lahan mencakup dua hal penting (Sarwono Hardjowigeno dan

Widiatmaka, 2011), diantaranya :

1. Kesesuaian lahan aktual

Kesesuaian lahan aktual atau kesesuaian lahan pada saat ini (current suitability)

adalah kesesuaian lahan yang belum mempertimbangkan usaha perbaikan dan

tingkat pengelolaan yang dapat dilakukan untuk mengatasi kendala atau faktor-

faktor pembatas yang ada pada setiap lahan. Seperti diketahui faktor pembatas

dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu (1) faktor pembatas yang sifatnya

permanen dan tidak mungkin atau tidak ekonomis untuk diperbaiki dan (2) faktor

pembatas yang dapat diperbaiki dan secara ekonomis masih menguntungkan

dengan masukan teknologi yang tepat.

15

2. Kesesuaian lahan potensial

Kesesuaian lahan potensial adalah kesesuaian lahan yang akan dicapai setelah

dilakukan usaha-usaha perbaikan lahan. Kesesuaian lahan potensial merupakan

kondisi yang diharapkan sesudah diberikan masukan sesuai dengan tingkat

pengelolaan yang akan diterapkan, sehingga dapat diduga tingkat produktivitas dari

suatu lahan serta hasil produksi per satuan luasnya.

C. Evaluasi Lahan

Evaluasi lahan merupakan proses penilaian lahan untuk tujuan tertentu, yang

meliputi pelaksanaan survei dan studi bentuk lahan, tanah, vegetasi, iklim dan aspek

lahan lainnya, agar dapat mengidentifikasi dan membuat perbandingan berbagai

penggunaan lahan yang dikembangkan. Hasil evaluasi lahan akan memberikan

informasi dan arahan penggunaan lahan sesuai dengan keperluan. Evaluasi lahan

merupakan salah satu mata rantai yang harus dilakukan agar rencana tata guna lahan

dapat tersusun dengan baik. Dalam perencanaan tata guna lahan, perlu diketahui

terlebih dahulu mengenai potensi dan kesesuaian lahannya untuk berbagai jenis

penggunaan lahan, maka akan diketahui potensi lahan atau kelas kesesuaian lahan

untuk tipe penggunaan lahan tersebut. Parameter dan indikator dalam evaluasi lahan

ditentukan oleh kualitas lahan yang di dalamnya terdapat karakteristik lahan.

1. Kualitas lahan

Kualitas lahan adalah sifat-sifat lahan yang tidak dapat diukur langsung karena

merupakan interaksi dari beberapa karakteristik lahan (complex of land attribute)

yang memiliki pengaruh nyata terhadap kesesuaian lahan untuk penggunaan-

penggunaan tertentu. Satu jenis kualitas lahan dapat disebabkan oleh beberapa

karakteristik lahan, misalnya ketersediaan hara dapat ditentukan berdasarkan

ketersediaan P dan kapasitas tukar kation (KTK) dan sebagainya. Beberapa

parameter dan indikator kesesuaian lahan untuk pertumbuhan tanaman diantaranya

tersedianya air, unsur hara, dan oksigen diperakaran, daya memegang unsur hara,

kondisi untuk perkecambahan, mudah tidaknya diolah, kadar garam, unsur-unsur

beracun, hama dan penyakit tanaman, bahaya banjir, suhu, sinar matahari dan photo

period, iklim, kelembaban udara, masa kering untuk pematangan tanaman dan

16

kepekaan erosi. Persyaratan penggunaan lahan dicocokan dengan kualitas lahan

yang dimiliki oleh masing-masing satuan peta lahan maka akan didapatkan kelas

kesesuaian lahan beserta faktor pembatasnya bagi penggunaan lahan yang

dimaksud.

Santun, R.P. Sitorus (1985) menjelaskan ada empat kelompok kualitas lahan

utama:

a. Kualitas lahan ekologis yang berhubungan dengan kebutuhan tumbuhan

seperti ketersesian air, oksigen, unsur hara dan radiasi;

b. Kualitas lahan yang berhubungan dengan kualitas pengelolaan normal

seperti kemungkinan untuk mekanisasi pertanian;

c. Kualitas yang berhubungan dengan kemungkinan perubahan, seperti respon

terhadap pemupukan, kemungkinan untuk irigasi dan lain-lain;

d. Kualitas konservasi yang berhubungan dengan erosi.

Ade Setiawan (2010) menjelaskan macam kualitas lahan dan pengertiannya

sebagaimana disampaikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Kualitas lahan

No Kualitas lahan Keterangan

1 Temperatur Ditentukan oleh keadaan temperatur rata-rata.

2 Ketersediaan air Ditentukan oleh keadaan curah hujan,

kelembaban, lama masa kering, sumber air

tawar, atau amplitude pasang surut, dan

tergantung jenis komoditinya.

3 Ketersediaan oksigen Ditentukan oleh keadaan drainase atau oksigen

tergantung jenis komoditinya.

4 Media perakaran Ditentukan oleh keadaan tekstur, bahan kasar

dan kedalaman tanah.

5 Gambut Ditentukan oleh kedalaman dan kematangan

gambut.

6 Retensi hara Ditentukan oleh KTK-liat, kejenuhan basa, pH-

H2O, C-Organik.

7 Toksisitas Ditentukan oleh salinitas, alkalinitas, dan

kedalaman sulfidik atau pirit (FeS2).

17

8 Bahaya erosi Ditentukan oleh lereng dan bahaya erosi.

9 Bahaya banjir Ditentukan oleh genangan.

10 Penyiapan lahan Ditentukan oleh batuan di permukaan dan

singkapan batuan.

Sumber : Ade Setiawan, 2010.

2. Karakteristik lahan

Karakteristik lahan mencakup faktor-faktor lahan yang dapat diukur atau

ditaksir besarnya seperti lereng, curah hujan, tekstur tanah, air tersedia, dan

sebagainya (Sarwono Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2011) (Tabel 2.). Satu jenis

karakteristik lahan dapat berpengaruh terhadap lebih dari satu jenis kualitas lahan,

misalnya tekstur tanah dapat berpengaruh terhadap ketersediaan air, mudah

tidaknya tanah diolah, kepekaan erosi dan lain-lain (Rosdiana, R.G., 2015). Bila

karakteristik lahan digunakan secara langsung dalam evaluasi lahan, maka kesulitan

dapat timbul karena adanya interaksi dari beberapa karakteristik lahan. Contohnya

bahaya erosi tidak hanya disebabkan oleh curamnnya lereng saja, melainkan

merupakan interaksi antara curamnya lereng, panjang lereng, permeabilitas,

struktur tanah, interaksi curah hujan, dan sifat-sifat lainnya.

Tabel 2. Karakteristik lahan

No Karakteristik lahan Keterangan

1 Temperatur udara Temperatur udara tahunandan dinyatakan dalam 0C

2 Curah hujan Curah hujan rerata tahunan dan dinyatakan

dalam mm.

3 Lamanya masa kering Jumlah bulan kering berturut-turut dalam

setahun dengan jumlah curah hujan kurang dari

60 mm.

4 Kelembaban udara Kelembaban udara rerata tahunan dan

dinyatakan dalam %.

5 Drainase Pengaruh laju perkolasi air ke dalam tanah

terhadap aerasi udara dalam tanah.

6 Tekstur Menyatakan istilah dalam distribusi partikel

tanah halus dengan ukuran <2 mm.

7 Bahan kasar Menyatakan volume dalam % dan adanya bahan

kasar dengan ukuran >2 mm.

8 Kedalaman tanah Menyatakan dalamnya lapisan tanah (dalam cm)

yang dapat dipakai untuk perkembangan

perakaran dari tanaman yang dievaluasi.

18

9 Ketebalan gambut Digunakan pada tanah gambut dan menyatakan

tebalnya lapisan gambut (dalam cm) dari

permukaan.

10 Kematangan gambut Digunakan pada tanah gambut dan menyatakan

tingkat kandungan seratnya dalam bahan saprik,

hemik atau fibrik, semakin banyak seratnya

menunjukan belum matang atau masih mentah

(fibrik).

11 Kapasitas Tukar

Kation (KTK) liat

Menyatakan kapasitas tukar kation dari fraksi

liat.

12 Kejenuhan basa Jumlah basa-basa (NH4OAc) yang ada dalam

100 gram contoh tanah.

13 Reaksi tanah (pH) Nilai pH tanah di lapangan. Pada lahan kering

dinyatakan dengan data laboratorium atau

pengukuran lapangan, sedangkan pada tanah

basah diukur di lapangan.

14 C-Organik Kandungan karbon organik dalam tanah.

15 Salinitas Kandungan garam terlarut pada tanah yang

dicerminkan oleh daya hantar listrik.

16 Alkalinitas Kandungan Natrium dapat ditukar.

17 Lereng Menyatakan kemiringan lahan diukur dalam %.

18 Bahaya erosi Bahaya erosi diprediksi dengan memperhatikan

adanya erosi lembar permukaan (sheet erosion),

erosi alur (reel erosion), dan erosi parit (gully

erosion), atau dengan memperhatikan

permukaan tanah yang hilang (rata-rata) per

tahun.

19 Genangan Jumlah lamanya genangan dalam bulan selama

satu tahun.

20 Batuan di permukaan Volume batuan (dalam %) yang ada di

permukaan tanah atau lapisan tanah.

21 Singkapan batuan Volume batuan (dalam %) yang ada dalam

solum tanah.

22 Sumber air tawar Tersedianya air tawar untuk keperluan tambak

guna mempertahankan pH dan salinitas air

tertentu.

23 Amplitude pasang-

surut

Perbedaan permukaan air pada waktu pasang

dan surut (dalam meter).

24 Oksigen Ketersediaan oksigen dalam tanah untuk

keperluan pertumbuhan tanaman.

Sumber Data : Ade Setiawan, 2010.

19

D. Kriteria Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Ubi Jalar

Usaha perbaikan lahan dapat dilakukan dengan memperhatikan karakteristik

lahan yang tergabung dalam masing-masing kualitas lahan. Karakteristik lahan

dapat dibedakan menjadi karakteristik lahan yang dapat diperbaiki dengan masukan

sesuai dengan tingkat pengelolaan (teknologi) yang akan diterapkan dan

karakteristik lahan yang tidak dapat diperbaiki (Rosdiana R.G., 2015). Satuan peta

yang memiliki karakteristik lahan yang tidak dapat diperbaiki tidak akan

mengalami perubahan kelas kesesuaian lahannya, sedangkan karakteristik lahan

yang dapat diperbaiki, kelas kesesuaian lahannya dapat berubah menjadi satu atau

dua tingkat lebih baik (Sarwono Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2011).

Sebagai syarat evaluasi lahan, dibutuhkan kriteria suatu lahan untuk pertanaman

ubi jalar sebagaimana yang tertera pada Tabel 3.

Tabel 3. Kriteria Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman Ubi Jalar (Ipomoea batatas

L.).

No. Persyaratan tumbuh/

Karakteristik lahan Simbol

Kelas Kesesuaian Lahan

S1 S2 S3 N1 N2

1. Temperatur (t)

22-25 >25-30

20-<22

>30-35

18-<20 Td

>35

<18 1. Rata-rata tahunan

(0C)

2. Ketersediaan air (w)

1. Bulan kering

(<75 mm) 1-7 >7-8 >8-9 Td >9

2. Curah

hujan/tahun (mm) 800-1500

>1500-

2500

600-<800

>2500-

4000

400-<600

Td >4000

<400

3. Kelembaban

udara (%) 75 >75-85 >85 - -

3. Media perakaran (r)

1. Drainase Baik,

sedang

Agak

cepat

Agak

terhambat

Terham

bat

Sangat

terhamb

at, cepat

2. Tekstur L,SCL,

SiL,Si

LS,SL,Si

CL,S

S,SiC,Str

C

Td Kerikil,

liat

masif

3. Kedalaman

Efektif (cm)

>75 50-75 30-<50 20-<30 <20

4. Retensi hara (f)

20

1. KTK tanah ≥Sedang Rendah Sangat

rendah

Td -

2. Kejenuhan basa

(%)

≥35 20-<35 <20 - -

3. pH Tanah 5,5-6,5 >6,5-7,0

5,0-<5,5

>7,0-7,5

4,5-<5,0

>7,5-8,0

4,0-<4,5

>8,0

<4,0

4. C-Organik (%) ≥0,8 <0,8 Td Td Td

5. Toksisitas (x)

1. Salinitas

(mmhos/cm)

<2 2-3,5 >3,5-6,0 >6,0-7,0 >7,0

2. Sodisitas

(Alkalinitas/ESP)

(%)

<15 15-20 >20-25 >25 -

6. Hara tersedia (n)

N Total ≥ Sedang Rendah Sangat

rendah

- -

P2O5 Tinggi Sedang Sangat

rendah

- -

K2O ≥ Sedang Rendah Sangat

rendah

7. Penyiapan lahan (p)

1. Batuan

permukaan (%)

<3 3-15 >15-40 Td >40

2. Singkapan batuan

(%)

<2 2-10 >10-25 >25-40 >40

8. Bahaya erosi (e)

1. Bahaya erosi SR R Sd B SB

2. Lereng (%) <3 3-8 >8-15 >15-25 >25

9. Bahaya banjir (b) F0 F1 F2 F3 F4

Sumber Data : Sarwono Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2011.

Keterangan :

Td = Tidak berlaku ; S = Pasir ; Str C : Liat berstruktur Si = Debu ; L = Lempung ;

Liat masif = Liat dari tipe 2:1 (vertisol) ; SR = Sangat ringan ; R = Ringan ; sd =

Sedang ; B = Berat ; SB = Sangat berat ; F0 = Tanpa ; F1 = Ringan ; F2 = Sedang ;

F3 = Agak berat ; F4 = Berat.

21

III. KARAKTERISTIK WILAYAH STUDI

A. Letak, Luas dan Batas Wilayah Penelitian

Kabupaten Kuningan terletak di bagian timur Jawa Barat dengan luas wilayah

Kabupaten Kuningan secara keseluruhan mencapai 1.195,71 km2 atau sekitar 2,52

% dari luas wilayah Provinsi Jawa Barat (± 44.357,00 km2). Kabupaten Kuningan

terdiri dari 32 kecamatan, 361 desa dan 15 kelurahan. Kabupaten Kuningan secara

geografis terletak antara 108o23’-108o47’ Bujur Timur dan 06o47’-07o12’ Lintang

Selatan, dengan batas-batas wilayah :

1. Sebelah Utara, berbatasan dengan Kabupaten Cirebon

2. Sebelah Timur, berbatasan dengan Kabupaten Brebes (Jawa Tengah)

3. Sebelah Selatan, berbatasan dengan Kabupaten Ciamis

4. Sebelah Barat, berbatasan dengan Kabupaten Majalengka

Gambar 2. Peta Wilayah Administrasi Kabupaten Kuningan Jawa Barat

(Bappeda.Kuningankab.go.id)

Kecamatan Cilimus terletak pada 108°28’05’’ sampai 108°30’00’’ Bujur Timur

dan 6°51’08’’ sampai 6°53’18” Lintang Selatan. Luas kecamatan Cilimus 35km2

(3.541,27 hektar) atau 2,96 % dari luas Kabupaten Kuningan.

22

Gambar 3. Peta Administratif Kecamatan Cilimus

Desa Bandorasakulon terletak pada titik koordinat 6°53’18’ LS dan

108°29’02’’ BT. Desa Bandorasakulon memiliki luas wilayah 3,52 km2 atau 10,59

% dari luas Kecamatan Cilimus. Desa Bandorasakulon berbatasan langsung dengan

Desa Linggajati dan Linggasana di sebelah utara, Desa Bandorasawetan di sebelah

timur, Gunung Ciremai di sebelah barat dan Kecamatan Jalaksana di sebelah selatan

(BPS Kabupaten Kuningan, 2014).

B. Geofisik

Bentang alam Kabupaten Kuningan sebagian besar merupakan perbukitan dan

pegunungan dengan puncak tertinggi berada di Gunung Ciremai yang berketinggian

3.078 m. Berdasarkan kemiringan lerengnya, Kabupaten Kuningan dapat

dikelompokan dalam 3 kategori morfologi yaitu morfologi dataran dengan

kemiringan lereng lebih kecil dari 8%, morfologi perbukitan landai dengan

kemiringan lereng antara 8%-30%, morfologi perbukitan terjal dengan kemiringan

lereng di atas 30%. Wilayah dengan morfologi dataran mencakup 30% dari luas

wilayah Kabupaten Kuningan yang meliputi bagian tengah dan timur. Wilayah

dengan perbukitan landai mencakup 15% dari luas wilayah Kabupaten Kuningan

yang meliputi bagian barat, utara dan timur. Wilayah dengan perbukitan terjal

mencapai 55% dari luas keseluruhan berupa pegunungan dan perbukitan dengan

Lokasi Penelitian

23

lereng terjal (Rancangan Awal RPJP 2008-2027 Kab. Kuningan dalam Pemerintah

Kabupaten Kuningan, 2006).

Topografi wilayah Kabupaten Kuningan sangat bervariasi dari dataran sampai

dengan pegunungan yaitu kawasan Gunung Ciremai, sampai yang agak rendah

seperti di wilayah Kuningan bagian timur. Berdasarkan elevasi ketinggian tanah,

wilayah Kabupaten Kuningan terbagi atas : ketinggian 25-100 m dpl seluas

10.915,47 hektar (9,26 %), ketinggian 100-500 m dpl seluas 69.414,92 hektar

(58,90 %), ketinggian 500-1.000 m dpl seluas 30.538,15 hektar (25,91 %) dan

ketinggian lebih dari 1.000 m dpl seluas 6.989,01 hektar (5,93 %) (Pemerintah

Kabupaten Kuningan, 2003). Dilihat dari keadaan topografisnya, Kecamatan

Cilimus memiliki ketinggian bervariasi yaitu antara 366 sampai dengan 580 meter

di atas permukaan laut. Sebagian besar wilayah Kecamatan Cilimus merupakan

lereng/perbukitan, sedangkan untuk tinggi wilayah di Desa Bandorasakulon yaitu

490 m dpl (BPS Kabupaten Kuningan, 2014). Ketinggian suatu tempat memiliki

pengaruh terhadap suhu udara, oleh sebab itu ketinggian tempat merupakan salah

satu faktor yang menentukan dalam pola penggunaan lahan untuk pertanian, karena

setiap jenis tanaman mengkehendaki suhu tertentu sesuai dengan karakteristik

tanaman yang bersangkutan.

Keadaan iklim di Kabupaten Kuningan dipengaruhi oleh iklim tropis dan angin

muson dengan temperatur berkisar antara 18oC hingga 32oC dengan curah hujan

pada bagian barat dan selatan terutama daerah lereng Gunung Ciremai berkisar

antara 3.000-4.000 mm/tahun, sedangkan pada daerah yang semakin datar di bagian

utara dan timur berkisar antara 2.000-3.000 mm/tahun (Pemerintah Kabupaten

Kuningan, 2003). Curah hujan di Kecamatan Cilimus selama tahun 2013, rata-rata

sekitar 15,32 mm. Curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Januari yang mencapai

800 mm dengan hari hujan sebanyak 24 hari, sedangkan kemarau terjadi di bulan

Juli, Agustus dan September.

Wilayah Kabupaten Kuningan sebagian besar tersusun oleh batuan sedimen dan

vulkanik, sisanya merupakan endapan aluvium yang telah terendapkan sejak masa

24

Miosen. Berdasarkan pada ciri fisik dan peta tanah tinjau Kabupaten Kuningan

terdapat 7 jenis tanah, yaitu andosol, alluvial, podzolik, gromosol, mediteran,

latosol dan regosol. Golongan tanah andosol terdapat di bagian barat Kecamatan

Kuningan yang cocok untuk ditanami tembakau, bunga-bungaan, sayuran, buah-

buahan, kopi, kina, the dan pinus. Golongan tanah alluvial terdapat di Kecamatan

Kuningan bagian timur, Kecamatan Kadugede bagian utara, Kecamatan

Lebakwangi bagian utara, Kecamatan Garawangi dan Kecamatan Cilimus yang

cocok untuk tanaman padi, palawija dan perikanan. Golongan tanah podzolik

terdapat di Kecamatan Kadugede bagian selatan, Kecamatan Ciniru bagian timur,

Kecamatan Luragung bagian timur, Kecamatan Lebakwangi bagiam selatan dan

Kecamatan Ciwaru yang cocok untuk ladang dan tanaman karet (Pemerintah

Kabupaten Kuningan, 2003).

Tabel 4. Jenis Tanah Kab. Kuningan

Jenis Tanah Luas (Ha) %

Alluvial kelabu 4.080,00 hektar 3,46 %

Regosol cokelat kelabu 700 hektar 0,59 %

Asosiasi regosol kelabu, regosol cokelat kelabu

dan latosol

4.072,98 hektar 3,46 %

Asosiasi andosol cokelat dan regosol cokelat 4.560,00 hektar 3,87 %

Grumosol kelabu tua 1.840,00 hektar 1,56 %

Asosiasi grumosol kelabu kekuningan, grumosol

cokelat kelabu dan regosol kelabu

13.204,31 hektar 11,20 %

Asosiasi mediteran cokelat dan latosol 11.569,31 hektar 9,82 %

Latosol cokelat 890 hektar 0,76 %

Latosol cokelat kemerahan 13.803,69 hektar 11,71 %

Asosiasi latosol cokelat dan regosol 19.232,47 hektar 16,32 %

Asosiasi podzolik kuning dan hidromorf 11.765,55 hektar 9,98 %

Asosiasi podzolik merah kekuningan dan latosol

merah kekuningan

13.825,82 hektar 11,73 %

25

Komplek podzolik merah kekuningan, podzolik

kuning dan regosol

18.313,42 hektar 15,54 %

Sumber : Pemerintah Kabupaten Kuningan, 2003

Jenis tanah yang terdapat di Kabupaten Kuningan didominasi oleh jenis tanah

podzolik, regosol dan latosol. Sebagian besar, tanah di kawasan Kabupaten

Kuningan berupa tanah lempung sehingga porositasnya menjadi lebih rendah yang

menyebabkan daya serap tanah terhadap aliran permukaan menjadi lebih kecil.

C. Tata Guna Lahan dan Pertanian

Kabupaten Kuningan merupakan kabupaten yang memiliki potensi besar dalam

sektor pertanian. Hal tersebut dikarenakan didukung dengan tingkat ketersediaan

lahan dan sumber air yang cukup melimpah maupun keadaan iklim yang ideal untuk

mendukung pertumbuhan tanaman serta faktor demografi yang secara turun

temurun menjadikan kegiatan pertanian menjadi salah satu mata pencaharian utama

dari masyarakat Kabupaten Kuningan. Luas sawah Kabupaten Kuningan pada

tahun 2014 menurut catatan Dinas Pertanian, Peternakan dan Perikanan (Diperta)

Kabupaten Kuningan adalah 28.644 hektar yang terdiri dari sawah irigasi 20.570

hektar dan sawah tadah hujan 8.346 hektar.

Produksi tanaman pangan di Kabupaten Kuningan pada tahun 2014 masih

didominasi oleh komoditi padi dengan produksi padi sawah sebanyak 376.112 ton

dan produksi padi gogo sebanyak 3.985 ton kemudian diikuti oleh ubi jalar 145.203

ton, ubi kayu 18.071 ton dan jagung 15.330 ton (Diperta Kab. Kuningan, 2014).

Luas lahan sawah di Kecamatan Cilimus adalah 1.091 hektar yang terdiri dari 1.004

hektar sawah irigasi dan 87 hektar sawah tadah hujan (Diperta Kab. Kuningan,

2014). Tanaman pangan khususnya padi dan palawija masih merupakan komoditi

unggulan bagi sektor pertanian di Kecamatan Cilimus. Hampir beberapa lahan

sawah di setiap desa di Kecamatan Cilimus ditanami padi atau palawija minimal

satu kali dalam satu tahun, bahkan di beberapa desa tertentu penanaman padi dan

ubi jalar dilakukan sepanjang tahun atau sebanyak 3 kali dalam satu tahun (BPS

Kab. Kuningan, 2014).

26

D. Kependudukan

Menurut data Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kabupaten Kuningan

dalam Badan Pusat Statistik Kabupaten Kuningan (2015) mencatat bahwa jumlah

penduduk di Kecamatan Cilimus sebanyak 48.696 jiwa dengan kepadatan

penduduk rata-rata 1.375 orang/km2 dengan luas area kecamatan 35,41 km2.

27

IV. Tata Cara Penelitian

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian akan dilakukan mulai bulan Mei 2017 hingga Juli 2017 di Kecamatan

Cilimus Kabupaten Kuningan, Jawa Barat dengan lokasi studi penelitian yaitu di

Desa Bandorasakulon yang dipilih berdasarkan sebagai lokasi sentra produksi ubi

jalar di Kecamatan Cilimus. Analisis data lapangan akan dilakukan di Laboratorium

Tanah Fakultas Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta dan Balai

Pengkajian Teknologi Pangan Sleman DIY.

B. Metode Penelitian dan Analisis Data

1. Metode penelitian

Penelitian dilakukan menggunakan metode observasi dengan teknis

pelaksanaan melalui survei. Menurut Widyatmaka (2010) dalam Adhi Sudibyo

(2011) menjelaskan bahwa metode observasi merupakan penyelidikan yang

dilakukan untuk memperoleh fakta-fakta dari gejala yang ada dan mencari

keterangan secara faktual. Pendekatan evaluasi kesesuaian lahan yang dilakukan

pada penelitian ini adalah pendekatan secara kualitatif yaitu dengan cara

mengelompokkan lahan berdasarkan karakteristik dan kualitas lahan.

2. Metode penentuan lokasi

Pemilihan lokasi didasarkan pada metode Stratifed Random Sampling yaitu

metode pemilihan sampel dengan cara membagi populasi ke dalam kelompok-

kelompok homogen yang disebut dengan strata dan kemudian sampel diambil

secara acak dari setiap strata tersebut (Arikunto, 2006). Pemilihan dimulai dengan

mengelompokan kecamatan yang memiliki data luas panen dan produksi cukup

besar berdasarkan pada Data BPS Kabupaten Kuningan (2015). Berdasarkan data

tersebut terdapat 2 kecamatan dari 32 kecamatan di Kabupaten Kuningan yang

memiliki luas panen dan produksi ubi jalar cukup besar yaitu Kecamatan Cilimus

dan Cigandamekar yang kemudian diantara keduanya Kecamatan Cilimus dipilih

sebagai lokasi penelitian dengan pertimbangan merupakan sentra produksi ubi jalar

dari setiap tahun. Selain itu juga di Kecamatan Cilimus terdapat satu industri

28

formal pengolahan ubi jalar dengan segmen pasar ekspor. Selanjutnya dari 13 desa

di Kecamatan Cilimus dipilih 1 desa yang menjadi sentra produksi ubi jalar di

kecamatan tersebut yaitu Desa Bandorasakulon.

3. Metode penentuan titik sampel

Pengambilan sampel tanah dan pengamatan lapangan dilakukan setelah

ditentukannya titik-titik yang representatif pada area persawahan yang menjadi

lokasi penelitian melalui bantuan program Google earth. Pengamatan lapangan dan

pengambilan sampel tanah pada masing-masing satuan lahan diwakili oleh

beberapa titik sampel yang dinilai telah dapat mewakili dari masing-masing satuan

lahan. Banyaknya titik sampel didasarkan pada luas area persawahan yang menjadi

lokasi penelitian. Sampel tanah yang diambil tersebut mewakili keadaan eksisting

aktual lahan yang menjadi lokasi pengambilan sampel tanah.

Gambar 4. Titik Sampel Penelitian

Pengambilan sampel tanah dilakukan secara komposit yaitu sampel tanah yang

diperoleh dari beberapa titk sampel dicampurkan menjadi satu sampel tanah yang

homogen. Jenis tanah yang diambil sebagai sampel adalah tanah terusik atau

distrubed soil sample, yaitu sampel tanah yang diambil dengan cara dicangkul pada

29

permukaan tubuh tanah dengan kedalaman tanah 40 cm (masih dalam area zona

akar tanaman ubi jalar).

4. Tahap analisis laboratorium

Tahap analisis laboratorium meliputi analisis kadar hara tersedia dalam tanah

seperti kadar N total dengan menggunakan metode Kjedahl, kadar P2O5 tersedia

dengan menggunakan metode ekstraksi Bray-1 and Kurt-1 pada tanah dengan pH

<5,5 (fosfat dalam suasana masam) serta metode Olsen pada tanah dengan pH >5,5

(fosfat dalam suasana netral/alkali) dan kadar K2O tersedia dengan menggunakan

ekstraksi NH4OAc pH-7,0, serta analisis retensi hara yang terdapat di dalam tanah

seperti kadar C-Organik dengan menggunakan metode Walkey and Black, KTK

dengan menggunakan ammonium asetat dan pH tanah dengan menggunakan pH

meter.

5. Analisis data

Analisis data dilakukan dengan menggunakan metode matching, yaitu data

karakteristik lahan yang didapatkan dari tahapan survei lapangan dan analsis

laboratorium dicocokan dengan kriteria kesesuaian lahan pertanaman ubi jalar

menurut Sarwono Hardjowigeno dan Widiatmaka (2011) dengan mengacu pada

besarnya tingkat faktor pembatas sesuai dengan ketentuan dari Food and

Agriculture Organization (FAO), sehingga kemudian akan didapatkan kelas

kesesuaian lahan aktual dan kelas kesesuaian lahan potensial pada lokasi penelitian.

Data-data yang terkumpul kemudian dianalisis secara deskriptif dan tabular (Adhi

Sudibyo, 2011). Analisis deskriptif digunakan untuk memberikan gambaran,

penjelasan dan uraian hubungan antara satu faktor dengan faktor lainnya

berdasarkan fakta, data dan informasi kemudian dibuat dalam bentuk tabel atau

gambar.

C. Standar Pengukuran Klasifikasi Kesesuaian Lahan

Sarwono Hardjowigeno dan Widiatmaka (2011) menyatakan bahwa sistem

klasifikasi kesesuaian lahan menurut kerangka evaluasi lahan Food and Agriculture

Organization atau FAO (1976), pada saat ini benyak digunakan di Indonesia dan

30

Negara berkembang lainnya. Kerangka sistem ini dapat digunakan dengan lengkap

dan rinci sehingga dapat digunakan untuk evaluasi lahan secara fisik (kualitatif)

maupun secara ekonomi (kuantitatif), bila data-data yang diperlukan tersedia.

Sistem ini dapat digunakan secara rinci mengenai pola penggunaan suatu lahan.

Sesuai kriteria kesesuaian lahan tanaman ubi jalar, dalam penelitian ini, metode

FAO yang digunakan untuk klasifikasi kualitatif maupun kuantitatif dengan

menggunakan kerangka kategori kesesuaian lahan pada tingkat ordo sampai dengan

tingkat unit.

Dalam penelitian ini, kelas yang digunakan adalah tiga kelas dalam ordo S dan

dua kelas yang dipakai dalam ordo N, kemudian subkelas ditunjukan dengan simbol

huruf sesuai dengan urutan kualitas tabel kriteria kesesuaian lahan, dan unit sesuai

dengan angka urut karakteristik pada masing-masing kesesuaian. Pembagian serta

definisi secara kualitatif adalah sebagai berikut :

1. Kelas S1

Kelas pada tingkat sangat sesuai (highly suitable). Lahan tidak mempunyai

pembatas yang besar untuk pengelolaan yang diberikan, atau hanya memiliki

pembatas yang tidak secara nyata berpengaruh terhadap produksi dan tidak akan

menaikan masukan yang telah biasa diberikan.

2. Kelas S2

Kelas pada tingkat cukup sesuai (moderately suitable). Lahan memiliki

pembatas-pembatas yang agak besar untuk mempertahankan tingkat pengelolaan

yang harus diterapkan. Pembatas akan mengurangi produk atau keuntungan dan

meningkatkan masukan yang mengurangi.

3. Kelas S3

Kelas pada tingkat sesuai marginal (marginally suitable). Lahan mempunyai

pembatas-pembatas yang cukup besar untuk mempertahankan tingkat pengelolaan

yang harus diterapkan. Pembatas akan mengurangi produksi dan keuntungan atau

lebih meningkatkan masukan yang diperlukan.

31

4. Kelas N1

Kelas pada tingkat tidak sesuai pada saat ini (currently not suitable). Lahan

memiliki pembatas yang lebih besar, masih memungkinkan diatasi, tetapi tidak

dapat diperbaiki dengan tingkat pengelolaan dengan modal normal. Keadaan

pembatas yang sedemikian besarnya, sehingga mencegah penggunaan lahan yang

lestari dalam jangka panjang.

5. Kelas N2

Kelas pada tingkat tidak sesuai untuk selamanya (permanently not suitable).

Lahan memiliki pembatas permanen yang mencegah segala kemungkinan

penggunaan lahan yang lestari dalam jangka panjang.

D. Jenis Data

Data-data yang diperlukan dalam penelitian ini berupa data primer dan data

sekunder. Data primer merupakan data yang diperoleh secara langsung melalui

kegiatan observasi dan hasil wawancara di lapangan. Data sekunder merupakan

data yang diperoleh melalui hasil studi pustakadan penelusuran ke berbagai instansi

yang terkait dengan penelitian (Adhi Sudibyo, 2011). Data-data yang mendukung

dalam kegiatan penelitian ini meliputi :

1. Data primer

Data primer merupakan data yang diperoleh secara langsung melalui kegiatan

observasi dan hasil wawancara di lapangan maupun hasil penyelidikan di

laboratorium.

2. Data sekunder

Data sekunder merupakan data yang diperoleh melalui hasil studi literatur

sebagai pendukung dan pelengkap dari data-data primer, berupa kondisi lapangan

saat pengambilan sampel, ketentuan-ketantuan dari standar pengukuran, hasil

percobaan atau penelitian sebelumnya dan buku-buku literatur lainnya.

Beberapa jenis data primer dan sekunder yang dibutuhkan dalam penelitian ini

disajikan dalam Tabel 5.

32

Tabel 5. Jenis Data Penelitian

No Jenis Data Lingkup Bentuk Data Sumber

1

Temperatur Rata-rata temperatur

tahunan (0C)

Hard & soft

copy

Bagian tata

pemerintahan dan

BMKG (Badan

Meteorologi

Klimatologi dan

Geofisiska)

2 Ketersedian

air

Curah hujan/tahun

(mm)

Hard & soft

copy

Dinas Pertanian dan

Kehutanan Kabupaten

Kuningan Lama masa Kering

(<75 mm)

3

Media

perakaran

Drainase tanah

(cm/jam)

Hard & soft

copy

Survei lapangan Tekstur

Kedalaman tanah

(cm)

4 Retensi hara

Pertukaran KTK

(me/100 gram tanah)

Hard & soft

copy Analisis Laboratorium

Kejenuhan basa (%)

pH-tanah

5 Hara

tersedia

Total N (%) Hard & soft

copy Analisis Laboratorium P2O5 (mg/100 g)

K2O (mg/100 g)

6

Bahaya

erosi

Lereng atau

kemiringan tanah

(%)

Hard & soft

copy

Survei lapangan

Bahaya erosi

(cm/tahun)

7 Bahaya

banjir

Genangan, lamanya

banjir

Hard & soft

copy Survei lapangan

8 Penyiapan

lahan

Batuan Permukaan

(%)

Hard & soft

copy

Survei lapangan Singkapan Batuan

(%)

Konsistensi, besar

butir

E. Luaran Penelitian

Luaran yang diharapkan dari penelitian ini yaitu naskah akademik yang

nantinya akan dipublikasikan melalui jurnal ilmiah.

33

F. Parameter Pengamatan

Pada penelitian ini, terdapat dua parameter pengamatan yaitu pengamatan

lapangan dan pengamatan laboratorium.

1. Pengamatan lapangan

a. Temperatur Rerata (t)

Temperatur rerata digunakan berdasarkan ketinggian tempat (elevasi dari atas

permukaan laut).

Tabel 6. Kriteria Temperatur Tanaman Ubi Jalar

No

. Persyaratan tumbuh/

Karakteristik lahan

Kelas Kesesuaian Lahan

S1 S2 S3 N1 N2

1. Temperatur (t)

1. Rata-rata tahunan

(0C) 22-25

>25-30

20-<22

>30-35

18-<20 Td

>35

<18

Sumber : Sarwono Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2011.

b. Ketersediaan Air (w)

1. Bulan kering (<75 mm), didapatkan dengan menjumlahkan bulan yang

memiliki curah hujan kurang dari 75 mm dalam satu tahun.

2. Curah hujan/tahun (mm), didapatkan dengan menjumlahkan curah hujan

setiap bulan dalam satu tahun.

Tabel 7. Kriteria Ketersediaan Air Tanaman Ubi Jalar

Persyaratan

tumbuh/

Karakteristik lahan

Kelas Kesesuaian Lahan

S1 S2 S3 N1 N2

1. Bulan kering

(<75 mm) 1-7 >7-8 >8-9 Td >9

2. Curah

hujan/tahun

(mm)

800-1500 >1500-2500

600-<800

>2500-4000

400-<600 Td

>4000

<400

3. Kelembaban

udara (%) saat

panen

75 >75-85 >85 - -

34

4. LGP (hari)

150-330 120-<150 90-<120 80-<90 <80

Sumber : Sarwono Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2011.

c. Media Perakaran (r)

1. Drainase Tanah

Kelas drainase tanah dapat ditentukan dengan cara melakukan pengamatan

secara visual terhadap profil tanah di lapangan. Drainase tanah ditentukan dengan

menggunakan permeabilitas atau menghitung kecepatan infiltrasi air (dalam cm)

pada tanah tertentu dalam keadaan jenuh air dalam satu jam. Kriteria drainase

pertanaman ubi jalar diantaranya yaitu (1) cepat : >12,5 cm/jam, (2) agak cepat :

6,25-12,5 cm/jam, (3) sedang : 2,0-6,25 cm/jam (4) agak terhambat : 0,5-2,0 cm/jam

dan (5) sangat terhambat : < 0,5 cm/jam. Kelas drainase tanah dibedakan dalam 7

kelas yang disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8. Kelas Drainase Tanah

Kelas

Drainase

Daya Menahan

Air

Ciri-Ciri

Cepat Rendah - Tanah berwarna homogen tanpa bercak atau karatan

besi dan alumunium serta warna gley (reduksi)

- Tidak cocok untuk tanaman tanpa irigasi

Agak

cepat

Rendah - Tanah berwarna homogen tanpa bercak atau karatan

besi dan alumunium serta warna gley (reduksi)

- Cocok untuk tanaman irigasi

Baik Sedang - Tanah berwarna homogen tanpa bercak atau karatan

besi dan mangan serta warna gley (reduksi) pada

lapisan sampai ≥100 cm

- Cocok untuk berbagai tanaman

Sedang Rendah - Tanah berwarna homogen tanpa bercak atau karatan

besi dan mangan serta warna gley (reduksi) pada

lapisan sampai ≥50 cm

- Cocok untuk berbagai tanaman

Agak

terhambat

Rendah

Sangat rendah

- Tanah berwarna homogen tanpa bercak atau karatan

besi dan mangan serta warna gley (reduksi) pada

lapisan sampai ≥25 cm

- Cocok untuk padi sawah

Terhambat Rendah

Sangat rendah

- Tanah memiliki warna gley (reduksi) bercak atau

karatan besi dan/ mangan sedikit pada lapisan sampai

permukaan

35

- Cocok untuk padi sawah

Sangat

terhambat

Sangat rendah - Tanah memiliki warna gley (reduksi) permanen sampai

pada lapisan sampai permukaan

- Tanah basah secara permanen tergenang untuk waktu

yang cukup lama

- Cocok untuk padi sawah

Sumber : Djaenuddin dkk., 2003

2. Tekstur

Tabel 9. Kriteria Tekstur Tanah untuk Tanaman Ubi Jalar

No Kelas Tekstur Sifat Tanah

1 Pasir (S) (Sand) Sangat kasar sekali, tidak membentuk gulungan,

serta tidak melekat.

2 Pasir Berlempung

(LS) (Loamy Sand)

Sangat kasar, membentuk bola yang mudah sekali

hancur, serta agak melekat

3 Lempung Berpasir

(SL) (Sandy Loam)

Agak kasar, membentuk bola yang mudahsekali

hancur, serta agak melekat

4 Lempung (L) (Loam) Rasa tidak kasar dan tidak licin, membentuk bola

teguh, dapat sedikit digulung dengan permukaan

mengkilat, serta agak melekat.

5 Lempung Berdebu

(SiL) (Silty Loam)

Licin, membentuk bola teguh, dapat sedikit

digulung dengan permukaan mengkilat, serta agak

melekat.

6 Debu (Si) ( Silt) Rasa licin sekali, membentuk bola teguh, dapat

sedikit digulung dengan permukaan mengkilat,

serta agak melekat.

7 Lempung Berliat (CL)

(Clay Loam)

Rasa agak kasar, membentuk bola agak teguh

(lembab), membentuk gulungan tetapi mudah

hancur, serta agak melekat.

8 Lempung Liat

Berpasir (SCL)

(Sandy Clay Loam)

Rasa kasar agak jelas, membentuk bola agak teguh

(lemabab), membentuk gulungan tetapi mudah

hancur, serta melekat.

9 Lempung Berliat

Berdebu (SiCL) (Silty

Clay Loam)

Rasa licin jelas, membentuk bola teguh, gulungan

mengkilat dan melekat.

10 Liat Berpasir (SC)

(Sandy Clay)

Rasa licin agak kasar, membentuk bola dalam

keadaan kering sukar dipilin, mudah digulung

serta melekat.

11 Liat (C) (Clay) Rasa berat, membentuk bola sempurna, bila kering

sangat keras, basah sangat melekat.

Sumber : Sofyan Ritung, dkk., 2007.

36

3. Kedalaman Efektif

Kedalaman efektif diukur dengan mengukur kedalaman profil tanah dari

permukaan tanah sampai pada lapisan impermeable, pasir, kerikil, padas atau

plinthit dengan menggunakan alat ukur seperti meteran. Keterangan kriteria

kedalaman tanah menurut Sarwono Hardjowigeno dan Widiatmaka (2011)

diantaranya (1) Sangat Dangkal : < 25 cm (2) Dangkal : 25-50 cm (3) Sedang : 50-

90 cm dan (4) dalam : > 90 cm.

Tabel 10. Kriteria Media Perakaran Pada Tanaman Ubi Jalar

Persyaratan

tumbuh/

Karakteristik lahan

Kelas Kesesuaian Lahan

S1 S2 S3 N1 N2

Media Perakaran (r)

1. Drainase

Tanah

Baik,

sedang

Agak

cepat

Agak

terhambat Terhambat

Sangat

Terhmabat

2. Tekstur

L, SCL,

SiL, Si,

CL

LS, SL,

SiCL, SC,

C

S, SiC, Str

C Td

Kerikil,

liat masif

3. Kedalaman

Efektif (cm) >75 50-75 30-<50 20-<30 <20

Sumber : Sarwono Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2011.

d. Retensi Hara (f)

1. Kapasitas Tukar Kation (KTK)

Kapasitas Tukar Kation atau KTK diukur dengan menggunakan penyangga

larutan Amonium asetat (NH4OAc). Satuan hasil perhitungan KTK adalah me

kation per 100 gram atau milliequivalen kation dalam 100 gram tanah. Keterangan

hasil perhitungan diantaranya (1) sangat rendah : < 5 me/100g tanah (2) rendah : 5-

16 me/100g tanah (3) sedang : 17-24 me/100g tanah (4) tinggi 25-40 me/100g tanah

dan (5) sangat tinggi : > 40 me/100g tanah.

2. Kejenuhan Basa (%)

Kejenuhan basa diukur dengan menggunakan rumus : (KTK-H+/KTK) x 100%.

Nilai dalam menentukan kelas kejenuhan basa diantaranya (1) sangat rendah : < 20

% (2) rendah : 20-30 % (3) sedang : 36-60 % (4) tinggi : 61-75 % (5) sangat tinggi

: > 75%.

37

3. pH Tanah

pH tanah dapat diukur dengan menggunakan pH meter. Kriteria nilai pH

diantaranya sebagai berikut : (1) masam : 4,5-5,5 (2) agak masam : 5,6-6,5 (3) netral

: 6,6-7,5 (4) agak alkalis : 7,6-8,5 dan (5) alkalis : > 8,5.

4. Kadar C-organik (%)

Kadar C-organik dengan menggunakan metode Walkey and Black. Keterangan

hasil perhitungan diantaranya adalah : (1) sangat rendah : < 1,00 (2) rendah : 1,00-

2,00 (3) sedang : 2,01-3,00 (4) tinggi : 3,01-5,00 dan (5) sangat tinggi : > 5.

Data hasil analisis retensi hara dikelompokan berdasarkan kriteria retensi hara

untuk tanaman ubi jalar sebagaimana disajikan pada Tabel 11.

Tabel 11. Kriteria Retensi Hara Tanaman Ubi Jalar

Persyaratan tumbuh/

Karakteristik lahan

Kelas Kesesuaian Lahan

S1 S2 S3 N1 N2

Retensi Hara (f)

1. KTK tanah ≥Sedang Rendah

Sangat

Rendah Td -

2. Kejenuhan

basa (%) ≥35 20-<35 <20 - -

3. pH tanah 5,5-6,5 5,0-<5,5 4,5-<5,0 4,0-<4,5 <4,0

4. C-organik (%) ≥0,8 <0,8 Td Td Td

Sumber : Sarwono Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2011.

e. Hara Tersedia (n)

1. Total N (%)

Total N dihitung dengan menggunakan metode Kjedahl. Keterangan hasil

perhitngan diantaranya adalah (1) sangat rendah : < 0,1% (2) rendah : 0,1-0,20%

(3) sedang : 0,21-0,50% (4) tinggi : 0,51-0,75% dan (5) sangat tinggi : > 0,75%.

2. P2O5 (mg/100g)

P2O5 dihitung dengan menggunakan ekstraksi HCl. Keterangan hasil

perhitungan diantaranya adalah (1) sangat rendah : < 15 mg/100g (2) rendah : 15-

20 mg/100g (3) sedang : 21-40 mg/100g (4) tinggi : 41-60 mg/100g dan (5) sangat

tinggi : > 60 mg/100g.

38

3. K2O (mg/100g)

K2O dihitung dengan menggunakan ekstraksi HCl. Keterangan hasil

perhitungan diantaranya (1) sangat rendah : < 10 mg/100g (2) rendah : 10-20

mg/100g (3) sedang 21-40 mg/100g (4) tinggi : 41-60 mg/100g dan (5) sangat tinggi

: > 60 mg/100g.

Data hasil analisis hara tersedia dikelompokan berdasarkan pada kriteria hara

tersedia untuk tanaman ubi jalar sebagaimana pada Tabel 12.

Tabel 12. Kriteria Hara Tersedia Untuk Tanaman Ubi Jalar

Persyaratan tumbuh/

Karakteristik lahan

Kelas Kesesuaian Lahan

S1 S2 S3 N1 N2

Hara Tersedia (n)

1. Total N ≥Sedang Rendah

Sangat

rendah - -

2. P2O5 Tinggi Sedang Sangat

rendah - -

3. K2O ≥ Sedang Rendah

Sangat

rendah - -

Sumber : Sarwono Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2011.

f. Penyiapan Lahan (p)

1. Batuan permukaan (%)

Batuan permukaan ditentukan dengn melakukan pengamatan secara visual pada

lahan tanaman ubi jalar. Batuan permukaan tersebar di permukaan tanah dan

berdiameter lebih dari 25 cm (berbentuk bulat) atau bersumbu memanjang lebih

dari 40 cm (berbentuk gepeng). Kriteria kelas penyebaran batuan mengikuti jumlah

batu/batuan yang ada dipermukaan tanah yang dibedakan menjadi 6 kelas

(Djaenuddin dkk., 2003) yaitu :

Kelas 1 : hanya 0,1% atau kurang batu/batuan yang berada di permukaan tanah.

Jarak antara batu-batu kecil minimum 8 m, sedangkan anatara batu besar

kira-kira 20 m.

39

Kelas 2 : hanya >0,1-3,0% atau kurang batu/batuan berada di permukaan tanah.

Jarak antara batu-batu kecil minimum 0,5 m, sedangkan antara batu-batu

besar kira-kira 1,0 m.

Kelas 3 : hanya 3,0-15% atau kurang batu/batuan berada di permukaan tanah. Jarak

antara batu-batu kecil minimum 0,5 m, sedangkan antara batu-batu besar

1 m.

Kelas 4 : hanya 15-25% atau kurang batu/batuan berada di permukaan tanah. Jarak

antara batu-batu kecil minimum 0,3 m, sedangkan antara batubesar kira-

kira 0,5 m.

Kelas 5 : hampir keseluruhan permukaan tertutup oleh batu/batuan sekitar 50-90%.

Jarak antara batu-batu kecil kira-kira 0,01 m, sedangkan antara batu besar

kira-kira 0,03 m atau hampir bersentuhan satu dengan yang lain.

Kelas 6 : batu atau batuan menutupi permukaan tanah 90% atau lebih. Sedikit sekali

bagian tanah yang ada diantara batu atau batuan. Sedikit tanaman yang

dapat tumbuh pada lahan ini.

2. Singkapan batuan (%)

Singkapan batuan merupakan bagian dari batuan besar yang terbenam di dalam

tanah (rock). Singkapan batuan ditentukan dengan melakukan pengamatan secara

visual terhadap profil tanah di lapangan,dibedakan menjadi (Rayes, 2007) : (1) tidak

ada : < 2% (2) sedikit : 2-10% (3) sedang : > 10-50% (4) banyak : >50-90% dan (5)

sangat banyak : > 90%.

Data hasil analisis penyiapan lahan dikelompokan berdasarkan pada kriteria

penyiapan lahan untuk tanaman ubi jalar sebagaimana pada Tabel 13.

Tabel 13. Kriteria Penyiapan Lahan Untuk Tanaman Ubi Jalar

Persyaratan tumbuh/

Karakteristik lahan

Kelas Kesesuaian Lahan

S1 S2 S3 N1 N2

Penyiapan Lahan

(p)

40

1. Batuan

permukaan (%) <3 3-15 >15-40 Td >40

2. Singkapan

Batuan (%) <2 2-10 >10-25 >25-40 >40

Sumber : Sarwono Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2011.

g. Tingkat Bahaya Erosi (e)

1. Bahaya erosi

Bahaya erosi ditentukan berdasarkan pendekatan tebal solum tanah. Solum

tanah adalah batauan yang melapuk dan mengalami proses pembentukan lanjutan,

tubuh tanah terbentuk dari campuran bahan organik dan mineral. Keterangan

kriteria bahaya erosi sesuai dengan jumlah tanah permukaan yang hilang

(cm/tahun) diantaranya (1) SR atau Sangat Ringan : <0,15 cm/tahun (2) R atau

Ringan : 0,15-0,9 cm/tahun (3) S atau Sedang : 0,9-1,8 cm/tahun (4) B atau Berat :

1,8-4,8 cm/tahun dan (5) SB atau Sangat Berat : >4,8 cm/tahun (Stella, 2010).

2. Lereng (%)

Lereng diukur pada saat survei tanah di lapangan dengan menggunakan

klinometer atau dapat dilihat dari kelas lereng wilayah Kecamatan Cilimus

Kabupaten Kuningan. Hasil survei kualitas tingkat bahaya erosi dikelaskan sesuai

dengan kriteria tingkat bahaya erosi untuk tanaman ubi jalar sebagaimana pada

Tabel 14.

Tabel 14. Kriteria Tingkat Bahaya Erosi Untuk Tanaman Ubi Jalar

Persyaratan tumbuh/

Karakteristik lahan

Kelas Kesesuaian Lahan

S1 S2 S3 N1 N2

Tingkat bahaya erosi

(e)

1. Bahaya erosi SR R S B SB

2. Lereng (%) <3 3-8 >8-15 >15-25 >25

Sumber : Sarwono Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2011.

h. Bahaya Banjir (b)

Bahya banjir ditetapkan sebagai kombinasi pengaruh dari kedalaman banjir dan

lamanya banjir.

Tabel 15. Hubungan kedalaman dan lamanya banjir terhadap kriteria bahaya banjir

41

Kedalaman Banjir (X) Lamanya Banjir (Y)

1. < 25 cm 1. < 1 bulan

2. 25-50 cm 2. 1-3 bulan

3. 50-150 cm 3. 3-6 bulan

4. >150 cm 4. > 6 bulan

Bahaya banjir diberi simbol F (X,Y) (dimana X adalah simbol kedalaman dan

Y adalah simbol lamanya banjir), dibedakan atas :

F0 (tanpa) : -

F1 (ringan) : F1.1; F2.1; F3.1

F2 (sedang) F1.2 ; F2.2 ; F3.2 ; F4.1

F3 (agak berat) : F1.3 ; F2.3 ; F3.3

F4 (berat) : F1.4 ; F2.4 ; F3.4 ; F4.2 ; F4.3 ; F4.4

Tabel 16. Kriteria Bahaya Banjir Untuk tanaman Ubi Jalar

Persyaratan tumbuh/

Karakteristik lahan

Kelas Kesesuaian Lahan

S1 S2 S3 N1 N2

Bahaya Banjir (b) F0 F1 F2 F3 F4

Sumber : Sarwono Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2011.

42

G. Jadual Kegiatan

NO Kegiatan

Bulan

April

2017

Mei

2017

Juni

2017

Juli

2017

1 Persiapan penelitian

2 Survei Pendahuluan

3 Survei lokasi :

a. Pengumpulan data sekunder

b. Kondisi fisiografi wilayah

c. Pengambilan sampel tanah

4 Analisis Laboratorium :

a. Analisis sampel tanah

5 Pengolahan dan analisis data

a. Kesesuaian lahan aktual

b. Kesesuaian lahan potensial

6

Laporan dan Seminar Hasil

Penelitian

43

DAFTAR PUSTAKA

Ade Setiawan. 2010. Artikel Survei dan Evaluasi Lahan.

http://www.ilmutanah.unpad.-ac.id/resources/artikel/survey-dan-

evaluasi-lahan. Diakses pada tanggal 29 Desember 2016.

Adhi Sudibyo. 2011. Zonasi Konservasi Mangrove Di Kawasan Pesisir Pantai

Kabupaten Pati. Skripsi Program Studi Agroteknologi Fakultas

Pertanian Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. 101 Halaman.

Alexia. Y. 2011. Evaluasi Farmer Managed Extensional Activity (FMA) Dalam

Agribisnis Kakao di Kecamatan Nangapanda Kabupaten Ende. http :

//www.pps.unud.ai.id/thesis/pdf_thesis/unud-149-584099499-

bab%20%20iv.pdf. Diakses pada tanggal 4 Juli 2016.

Alin Aliyani. 2013. Potensi Pengembangan Produksi Ubi Jalar (Ipomea batatas L.)

Di Kecamatan Cilimus Kabupaten Kuningan. Skripsi Jurusan

Pendidikan Geografi. Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

Universitas Pendidikan Indonesia. https://repository.upi.edu. Diakses

pada tanggal 27 April 2016.

Arif Kurniawan S. 2008. Kajian Pengelolaan Tanah Untuk Tanaman Ubi Jalar

(Ipomoea Batatas L) Di Desa Plumbon Kecamatan Tawangmangu

Kabupaten Karanganyar. Skripsi Jurusan Ilmu Tanah Fakultas

Pertanian UNS. 69 Halaman.

Arikunto S. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Edisi Revisi VI.

Penerbit PT. Rineka Cipta. Jakarta.

Arixs. 2006. Mengenalkan olahan bahan pangan nonberas Bangli, Denpasar,

Badung. http://www.tokoh.co.id/application.htm. (diakses 4 Juli 2016).

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Kuningan (BAPPEDA Kab.

Kuningan). 2003. Masterplan Agropolitan Kabupaten Kuningan.

Kuningan : Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten

Kuningan.

Bappeda Kabupaten Kuningan. Peta Wilayah Administrasi Kabupaten Kuningan.

Bappeda.Kuningankab.go.id. Diakses pada tanggal 4 Juli 2016.

Badan Pusat Statistik Kabupaten Kuningan. 2014. Publikasi Kecamatan Cilimus

dalam Angka. ISBN : 978-602-71093-8-4. No Publikasi : 32080.1412.

197 Halaman

Badan Pusat Statistik Kabupaten Kuningan. 2014. Publikasi Statistika Kecamatan

Cilimus 2014. ISBN : 978-602-0964-47-8. No. Publikasi :

32085.146031. 197 Halaman.

44

Badan Pusat Statistik Kabupaten Kuningan. 2015. Kabupaten Kuningan dalam

Angka. 204 Halaman.

Badan Pusat Statistik. 2016. Luas Panen Ubi Jalar Menurut Provinsi (ha).

https://www.bps.go.id/linkTableDinamis/view/id/882. Diakses pada

tanggal 21 April 2016.

Badan Pusat Statistik. 2016. Produksi Ubi Jalar Menurut Provinsi (ton).

https://www.bps.go.id/linkTableDinamis/view/id/882. Diakses pada

tanggal 21 April 2016.

Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian. 2008. Ubi Jalar

Ungu. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian Vol. 30, No. 4.

Crafts, A.S., H.B., Currier and C.P. Stocking, 1949. Water in the Physiology of

Plants. Waltham, Mass. USA. Published by The Chronoca Botanica

Company. 240 p.

Djaenudin, D, Marwan H., dan A. Hidayat. 2003. Petunjuk Teknis Evaluasi Lahan

untuk Komoditas Pertanian. Versi 3. 2000. Balai Penelitian Tanah,

Puslitbang Tanah dan Agroklimat, Bogor.

Dwidjoseputro, D. 1984. Pengantar Fisiologi Tumbuhan. Penerbit PT. Gramedia.

Jakarta. Pp. 66-106.

Erliana Ginting, Joko S. Utomo, Rahmi Yulifianti, dan M. Jusuf. 2011. Potensi

Ubijalar Ungu sebagai Pangan Fungsional. Balai Penelitian Tanaman

Kacang-kacangan dan Umbi-umbian (Balitkabi), Malang. Iptek

Tanaman Pangan Vol. 6 No. 1 – 2011.

Furuta, S. I. Suda, Y. Nishiba, and O. Yamakawa. 1998. High teri-butylperoxyl

radical scavenging activities of sweet potato cultivars with purple flesh.

Food Science and Technology International Tokyo 4:33-35.

Gunawan Budiyanto. 2014. Manajemen Sumberdaya Lahan. Penerbit Lembaga

Penelitian, Publikasi dan Pengabdian Masyarakat (LP3M UMY).

Yogyakarta. 253 Halaman.

http://repository.umy.ac.id/handle/123456789/6405.

Hardjowigeno, S dan Widiatmaka. 2007. Evaluasi Kesesuaian Lahan dan

Perencanaan Tata Guna Lahan. Gadjah Mada University Press.

Yogyakarta.

Husnul Khotimah dan Rita Nurmalina. 2010. Pendapatan dan Efisiensi Teknis

Usahatani Ubi Jalar di Jawa Barat : Pendekatan Stochastic Frontier.

Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen,Institut

Pertanian Bogor.

Kartonegoro, Bambang D., Sri Hastuti Suparnawa, Supriyanto Notohadisuwarno,

Suci Handayani. 1998. Panduan Analisis Fisika Tanah. Laboratorium

45

Fisika Tanah. Jurusan Tanah. Fakultas Pertanian UGM. Yogyakarta.

Hal : 10-13.

Lal, R. 1994. Method and Guidelines for Assessing Sustainable Use for Soil and

Water Resources in the Tropics. SMSS Tech. Monograph no. 21.

USDA. 78 p.

Lingga, P. 1992. Bertanamn Umbi-Umbian. Penebar swadaya. Jakarta.

M. Jusuf, St. A. Rahayuningsih, dan E. Ginting. 2008. Ubijalar ungu. Warta

Penelitian dan Pengembangan Pertanian 30(4):13-14.

M. Jusuf, St. A. Rahayuningsih, T.S Wahyuni dan J. Restuono. 2011. Klon Harapan

Ris 03063-05 dan Msu 03028-10, Calon Varietas Unggul Ubi jalar

Ungu Kaya Antosianin. Prosiding Seminar Nasional Hasil Penelitian

Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian. Balai Penelitian

Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian (Balitkabi), Malang.

Halaman 664-674.

Masri Singarimbun. 1989. Metode Penelitian Survei. LP3ES. Jakarta.

Pemerintah Kabupaten Kuningan. 2006. Rencana Awal Rancangan Pembangunan

Jangka Panjang (RPJP) 2008-2027 Kabupaten Kuningan Bab 2.

Kondisi Umum dan Tantangan Daerah.

http://www.kuningankab.go.id/sites/default/files/file-

halaman/Rancangan-Awal-RPJP-Kab-Kuningan-2008-2027--

BAB%20II.pdf. Diakses pada tanggal 07 Februari 2017.

Pemerintah Kabupaten Kuningan. 2003. Laporan Akhir Rencana Tata Ruan

Wilayah (RTRW) Kabupaten Kuningan. Pemkab Kuningan. 218

Halaman.

Peraturan Daerah Kabupaten Kuningan No 11. 2005. Master Plan Agropolitan

KabupatenKuningan.www.kuningankab.go.id/sites/perda_2005/perda

_11_tahun2005.doc. Diakses pada tanggal 21 April 2016.

Rosdiana Rachma Ginanjarsari. 2015. Kajian Kesesuaian Lahan Untuk Tanaman

Tebu (Saccharum officinarum L.) Di Kecamatan Kasihan Kabupaten

Bantul. Skripsi Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian UMY.

90 Halaman.

Sarwono Hardjowigeno dan Widiatmaka. 2011. Evaluasi Kesesuaian Lahan dan

Perencanaan Tata Guna Lahan. Gadjah Mada Press. Yogyakarta. 352

Halaman.

Silalahi, J. 2006. Makanan Fungsional. Kanisius.Yogyakarta.

Siska Ema Ardiyanti. 2014. Zonasi Kawasan Terpapar Erupsi Gunung Merapi 2010

Di Desa Kepuharjo Sebagai Dasar Penentuan Tingkat Kesesuaian

46

Lahan Untuk Tanaman Jagung. Skripsi Program Studi Agroteknologi

Fakultas Pertanian UMY. 79 Halaman.

Santun, R.P. Sitorus. 1985. Evaluasi Sumberdaya Lahan. Tarsito. Bandung.

Sofyan Ritung, Wahyunto, Fahmuddin Agus dan Hapid Hidayat. 2007. Panduan

Evaluasi Kesesuaian Lahan dengan Contoh Peta Arahan Penggunaan

Lahan Kabupaten Aceh Barat. Balai Penelitian Tanahda World

Agroforestry Centre. 39 Halaman.

Suparman. 2011. Data Potensi Industri Agro Kabupaten Kuningan Tahun 2010.

http://www.kuningankab.go.id/sites/default/files/filehalaman/potensi_i

ndustri_agro_2010.pdf. Diakses pada tanggal 05 Februari 2017.

Wander, M. M., S. J. Traina, B. R. Stinner, and S. E. Peters. 1994. Organic and

con-ventional management effects on biologically active soil organic

matter pools. Soil. Sci. Soc. Am. J. 58: 1130-1139.

Zuraida N, Supriati Y. 2005. Usahatani Ubi Jalar Sebagai Bahan Pangan Alternatif

dan Diversifikasi Sumber Karbohidrat. Buletin agrobio Vol 4 No. 1: 13-

23.