EVALUASI KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM MENANGANI ANAK JALANAN...
-
Upload
truongkhuong -
Category
Documents
-
view
217 -
download
0
Transcript of EVALUASI KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM MENANGANI ANAK JALANAN...
EVALUASI KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM MENANGANI ANAK
JALANAN PADA DINAS SOSIAL DAN TENAGA KERJA KOTA
TANJUNGPINANG TAHUN 2014
NASKAH PUBLIKASI
Oleh:
NURUL TANTIANA
NIM : 100565201298
PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI
TANJUNGPINANG
2017
1
EVALUASI KEBIJAKAN PEMERINTAH DALAM MENANGANI ANAK
JALANAN PADA DINAS SOSIAL DAN TENAGA KERJA KOTA
TANJUNGPINANG TAHUN 2014
NURUL TANTIANA
Program Studi Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik
Universitas Maritim Raja Ali Haji
A B S T R A K
Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota Tanjungpinang bersama beberapa
instansi terkaita seperti Komisi Perlindungan Anak Daerah, Satuan Polisi Pamong
Praja, Badan Pemberdayaan Perempuan, Lembaga Swadaya Masyarakat, serta
pihak kepolisian harus saling bersinergi untuk mengurangi tingkat anak jalanan di
Kota Tanjungpinang. Hasil pantauan diketahui bahwa di simpang lampu merah di
Kota Tanjungpinang, semakin hari anak jalanan termasuk anak Punk, penjaja
koran, pengemis dan lainnya terlihat semakin bertambah.
Tujuan penelitian ini pada dasarnya adalah untuk mengevaluasi pelaksanaan
evaluasi Kebijakan Pemerintah Dalam Menangani Anak Jalanan Pada Dinas
Sosial Dan Tenaga Kerja Kota Tanjungpinang Tahun 2014. Pada penelitian ini
penulis menggunakan jenis penelitian Deskriptif Kualitatif. Adapun kriteria
informan adalah pegawai yang memahami tentang penanganan anak jalanan,
pegawai yang bertugas turun ke lapangan menangani pelayanan dan rehabilitasi
sosial mereka adalah kepala seksi Kesejahteraan sosial, kemudian staff Dinas
Sosial yang turun ke lapangan, pengurus rumah singgah, serta staff KPAID Kota
Tanjungpinang kemudian akan diikutsertakan anak jalanan sebagai informan yang
merasakan dampak dari kebijakan pemerintah dalam menangani anak jalanan.
Berdasarkan hasil penelitian maka dapat diambil kesimpulan bahwa
Kebijakan Pemerintah Kota Tanjungpinang Dalam Menangani Anak Jalanan Pada
Dinas Sosial Dan Tenaga Kerja Kota Tanjungpinang Tahun 2014 belum berjalan
dengan baik karena masih banyak hal yang harus diperhatikan. Walaupun sudah
ada Pekerja Sosial yang memiliki keahlian dalam bidang pelayanan kesejahteraan
dan perlindungan anak. Peningkatan Kapasitas Pendamping dan Kelembagaan,
melalui seleksi, sertifikasi dan bimbingan pemantapan/pelatihan bagi Pekerja
Sosial, Tenaga Kesejahteraan Sosial, Relawan Sosial dan Lembaga Kesejahteraan
Sosial. Meskipun kebijakan sudah dikomunikasikan dengan jelas kepada aparat
pelaksana, tetapi jika tidak didukung oleh tersedianya sumber daya secara
memadai untuk pelaksanaan kebijakan,maka efektivitas kebijakan akan sulit
dicapai.
Kata Kunci : Implementasi, Perlindungan, Anak
2
A B S T R A C T
Social and labour service of the city along with some terkaita
establishments Tanjungpinang as Regional child protection Commission, a unit of
the police, the municipal teachers ' empowerment of women, non-governmental
organizations, as well as the police need to be synergized to reduce the level of
street children in the city of Tanjung Pinang. It is known that the radar results at
red light intersections in the city of Tanjung Pinang, the day street children
including Punk, newspaper peddlers, beggars and others are seen growing.
The purpose of this research is basically to evaluate the implementation of
the evaluation policy of the Government in dealing with street children On the
social and labour service of the city of Tanjung Pinang by 2014. In this study the
author uses Descriptive types of Qualitative research. As for the criteria of
informant is employees who understand about the handling of street children, the
officer in charge took to the field to handle their social and rehabilitation services
is the head of the section of social welfare, Social Service staff then took to the
field, housekeeper in transit, as well as staff KPAID city of Tanjung Pinang will
then be included street children as informants felt the impact of the Government's
policy in dealing with street children.
Based on the research results then can be drawn the conclusion that the
policy of the Government of the city of Tanjung Pinang in dealing with street
children On the social and labour service of the city of Tanjung Pinang 2014 have
not gone well because there are still many things to be taken care of. Although
there is already a social worker who has expertise in the field of child protection
and welfare services. Capacity building and institutional Counterpart, through
selection, certification and the establishment of guidance/training for social
workers, Social Welfare Personnel, volunteers and Social Welfare Institutions.
Even though the policy had already been communicated clearly to the
implementing apparatus, but if it is not supported by the availability of adequate
resources for the implementation of the policy, then the effectiveness of the policy
will be difficult to achieve.
Keywords: Implementation, Protection, Child
3
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.
Salah satu fenomena sosial
diperkotaan yang belakangan ini
semakin nyata, adalah masalah anak-
anak terlantar. Mereka perlu
mendapat perhatian yang sangat
serius, khususnya dikota
Tanjungpinang. Hakekatnya
persoalan mereka bukanlah
kemiskinan belaka, melainkan juga
eksploitasi, manipulasi, ketidak
konsistenan terhadap cara-cara
pertolongan baik oleh mereka sendiri
maupun pihak lain yang menaruh
perhatian terhadap anak terlantar,
anak terlantar belakangan ini menjadi
suatu fenomena sosial yang sangat
penting dalam kehidupan kota.
Kehadiran mereka sering kali
dianggap sebagai cermin kemiskinan
kota, atau suatu kegagalan adaptasi
kelompok orang tersebut terhadap
kehidupan dinamis kota. Pemahaman
tentang karakteristik kehidupan
mereka, seperti apa kegiatan dan
aspirasi yang mereka miliki,
keterkaitan hubungan dengan pihak
dan orang-orang yang ada di sekitar
lingkungan hidup mereka,
memungkinkan kita menempatkan
mereka secara lebih arif bijaksana
dalam konteks permasalahan
kehidupan dikota besar.
Anak jalanan atau sering
disingkat anjal adalah sebuah istilah
umum yang mengacu pada anak-anak
yang mempunyai kegiatan ekonomi di
jalanan, namun masih memiliki
hubungan dengan keluarganya. Anak-
anak jalanan merupakan anak-anak
rentan, tergantung, berkembang serta
mempunyai kebutuhan-kebutuhan
khusus yang menghabiskan sebagian
waktu mereka untuk bekerja
dijalanan, pusat keramaian baik
sebagai pedagang ataupun pemulung,
pengemis, pengamen, penyemir
sepatu, kuli atau buruh pasar dan
berkeliaran tidak menentu. Pada
dasarnya anak jalanan adalah anak
yang tanpa orang tua yang di
terlantarkan oleh orang tuanya,
namun belakangan ini terbalik dengan
apa dengan kenyataan yang ada, anak
jalanan banyak dari kalangan orang
yang berada (berkeekonomian cukup)
karena ingin memiliki raasa
kebebasan yang mereka inginkan, dan
menjadi sosok yang mandiri.
Kehidupan anak-anak jalanan
tersebut sangat rentan terhadap
berbagai macam penyakit dan tindak
kekerasan baik anggota kelompoknya
atau orang lain. Anak-anak tersebut
juga rentan melakukan perbuatan-
perbuatan yang buruk atau negative
hanya untuk memperoleh sesuap nasi
agar dapat bertahan hidup, seperti
menipu orang lain, mencuri, atau
merampok bahkan hingga menjadi
objek pelecehan seksual bila keadaan
memang sudah memaksa.
Didalam kehidupan keluarga
yang serba pas-pasan bahkan kurang,
kemiskinan itu dapat menyeret anak-
anak baik secara terpaksa ataupun
dipaksa oleh orang tuanya untuk
bekerja guna membantu orangtuanya
agar dapat seharusnya mereka
gunakan untuk belajar atau bermain,
harus mereka habiskan untuk bekerja
keras mencari uang untuk memenuhi
kebutuhan keluarga meskipun itu
belum menjadi tanggung jawab
mereka. yang mana, akbat dari hal
tersebut dapat membuat anak-anak itu
kehilangan masa-masa indah yang
harusnya mereka lalui sebagai anak-
anak dan juga memperoleh banyak
ilmu, dan secara langsung hal tersebut
4
juga dapat mempengaruhi mental dan
fisik serta mempengaruhi kehidupan
dan kepribadiannya kelak.
Masalah ini perlu
mendapatkan perhatian yang khusus
karena hal ini dapat mengakibatkan
efek yang buruk bagi anak. Anak
yang dibesarkan didalam kehidupan
yang kumuh, dan dengan kondisi
orang tua yang waktunya terkuras
habis untuk mencari nafkah serta
minim dalam membimbing anaknya
di dalam hal belajar karena minimnya
kemampuan mereka dalam hal
edukasi. Kondisi perekonomian yang
miskin dapat menggiring anak
tersebut untuk bekerja turun ke
jalanan, dimana merupakan
lingkungan yang keras yang dapat
menghambat perkembangan mereka
sebagai anak-anak, apalagi didalam
usia sekolah dimana dalam usia
tersebut mereka memiliki kemauan
yang besar dan keingintahuan yang
besar pula. Anak jalanan sebagai satu
bentuk komunitas tersendiri lazim
tumbuh subur di wilayah perkotaan.
Padahal, seperti kita ketahui bahwa
kehidupan di kota sangatlah penuh
dengan tantangan yang menuntut
setiap orang untuk berlomba-lomba
memenuhi kebutuhan pokok. Hal ini
bagi orang dewasa saja sudah sangat
berat, apalagi harus dilakukan oleh
seorang anak yang belum waktunya
untuk mencari uang, terlebih lagi
dijalanan dan sekaligus harus menjadi
penopang hidup di keluarganya.
Undang-Undang Nomor 39
Tahun 1999 Tentang Hak Asasi
Manusia khususnya pada pasal 52
hingga 66 dijadikan sebagai
perlindungan hukum terhadap anak
jalanan yang tereksploitasi dan
korban tindak kekerasan, dimana
pemerintah dan lembaga negara untuk
memberikan jaminan dan
perlindungan kepada anak khususnya
anak jalanan atas eksploitasi dan
tindak kekerasan. Perlindungan anak
adalah segala kegiatan untuk
menjamin dan melindungi anak dan
hak-haknya agar dapat hidup,
tumbuh, berkembang dan
berpartisipasi, serta mendapat
perlindungan dari kekerasan dan
diskriminasi. Semua anak mempunyai
hak untuk mendapatkan perlindungan.
Perlindungan anak bertujuan untuk
menjamin terpenuhinya hak-hak anak
agar dapat hidup, tumbuh,
berkembang, dan berpartisipasi secara
optimal sesuai dengan harkat dan
martabat kemanusiaan, serta
mendapat perlindungan dari
kekerasan dan diskriminasi, demi
terwujudnya anak Indonesia yang
berkualitas, berakhlak mulia, dan
sejahtera. Seiring dengan
perkembangan zaman, banyak anak-
anak yang menjadi korban kekerasan,
eksploitasi anak dan diskriminasi,
banyak anak-anak gelandangan tanpa
pengawasan orang tua dan anak-anak
jalanan yang hidup serba bebas tanpa
adanya pengawasan, sehingga
seringkali anak-anak tersebut
kehilangan masa depannya.
Pemerintah sebenarnya
bertanggungjawab penuh atas anak-
anak terlantar yang kehilangan masa
depannya, hal ini tercantum didalam
pasal 34 ayat 1 UUD 1945 yang
berbunyi Fakir Miskin dan anak -
anak yang terlantar dipelihara oleh
negara. Selain diatur didalam UUD
1945, perlindungan anak juga diatur
didalam Undang-undang Nomor 23
Tahun 2002 tentang perlindungan
anak, sebagai implimentasi dari UU
tersebut, pemerintah Provinsi
Kepulauan Riau juga telah mengatur
5
permasalahan tentang anak dengan
Perda Nomor 7 Tahun 2010 Tentang
Penyelenggaraan Perlindungan Anak.
Secara politis, negara berkewajiban
secara aktif mengembangkan sistem
yang dapat menjamin terciptanya
kesejahteraan dan perlindungan anak.
Oleh karena itu, konvensi
mewajibkan negara untuk menjadikan
prinsip non-diskriminasi, kepentingan
terbaik bagi anak, hak untuk
hidup, kelangsungan hidup, dan
tumbuh kembang, serta penghargaan
terhadap partisipasi anak harus masuk
.
Dinas Sosial dan Tenaga Kerja
Kota Tanjungpinang bersama
beberapa instansi terkaita seperti
Komisi Perlindungan Anak Daerah,
Satuan Polisi Pamong Praja, Badan
Pemberdayaan Perempuan, Lembaga
Swadaya Masyarakat, serta pihak
kepolisian harus saling bersinergi
untuk mengurangi tingkat anak
jalanan di Kota Tanjungpinang. Hasil
pantauan diketahui bahwa di simpang
lampu merah di Kota Tanjungpinang,
semakin hari anak jalanan termasuk
anak Punk, penjaja koran, pengemis
dan lainnya terlihat semakin
bertambah (sumber :
http://haluankepri.com/tanjungpinang
)
Jumlah anak jalanan di Kota
Tanjungpinang mencapai jumlah 50
orang pada tahun 2011, akan tetapi
jumlah tersebut bertambah pada tahun
2012 hingga pada bulan Desember
tahun 2014 yang berjumlah 70 orang.
Hal seperti itulah yang menjadi salah
satu permasalahn yang penting dan
perlu segera ditangani terutama oleh
Dinas yang bersangkutan, yaiitu
Dinas Sosial dan Tenaga Kerja Kota
Tanjungpinang, agar jumlah tidak
semakin bertambah, bahkan harusnya
menjadi berkurang jumlahnya.
Adapun jumlah anak jalan tersebut
dapat dilihat pada tabel I.1 berikut :
Tabel I.1
Jumlah Anak Jalanan di Kota
Tanjungpinang
No Tahun Jumlah
Anak
Jalanan
1. 2012 50
2. 2013 60
3. 2014 70
Sumber : Dinas Sosial dan
Tenaga Kerja Kota Tanjungpinang
Tahun 2014
Kota Tanjungpinang lebih
maju kedepan dalam pemberantasan
atau penanganan anak jalanan yang
beredar di sekeliling kotanya. Akan
tetapi, penanganan yang diberikan
kepada anak jalanan tersebut belum
berjalan dengan baik, karena dalam
pelatihan yang diberikan tidak
sepenuhnya dilaksanakan secara
maksimal sehingga target yang telah
ditetapkan tidak mampu terlaksana
dengan baik. Dinas Sosial dan Tenaga
Kerja Kota Tanjungpinang pada tahun
2013 memberikan pelatihan berupa
sablon bagi anak jalanan, akan tetapi
hanya 20 orang saja yang
memperoleh pelatihan dari Dinas
terkait.
Fenomena yang masih terjadi
adalah permasalahan yang begitu
tampak jelas dilihat dikota
Tanjungpinang adalah masih banyak
anak terpaksa bekerja di jalanan yang
usianya 6 tahun hingga 18 tahun,
mulai dari menjual koran, mengamen,
sampai di beberapa tempat anak-anak
harus menjajakan makanannya hingga
larut malam, anak-anak jalanan ini
bekerja mulai dari jam 14.00 wib
sampai dengan jam 21.00 wib bahkan
6
bisa sampai larut malam, mereka
berjualan dan menjajakan
makanannya di tempat-tempat
keramaian, yang lebih
membahayakan anak-anak tersebut
masih terlihat menjajakan koran di
jalan-jalan raya sehingga dapat
membahayakan dirinya. Masih ada
terlihat dijalan-jalan anak-anak usia
15-18 tahun yang mengikuti
komunitas negatif yang dapat
merusak moral anak itu sendiri.
Seperti komunitas Punk, mereka
membuat suatu perkumpulan dijalan
dan sangat meresahkan masyarakat,
hal ini tentu saja akan mengganggu
pengguna jalan. Anak-anak dengan
komunitas tertentu ini mengganggu
pengguna jalan karena kerap
membuat pengguna jalan resah,
mereka mengamen di lampu-lampu
merah, jika tidak digubris mereka
akan membuat anarkis seperti mereka
merusak kendaraan masyarakat
dengan menggores mobil atau dengan
tindakan anarkis lainnya membuat
lingkungan menjadi kumuh menjadi
masalah sosial, masa depan anak
jalanan semakin suram, bertambahnya
angka anak putus sekolah
Mengacu dari uraian tersebut,
serta berdasarkan kepada gejala-
gejala yang dijumpai dilapangan,
maka penulis bermaksud mengadakan
sebuah penelitian ilmiah dengan judul
“EVALUASI KEBIJAKAN
PEMERINTAH DALAM
MENANGANI ANAK JALANAN
PADA DINAS SOSIAL DAN
TENAGA KERJA KOTA
TANJUNGPINANG TAHUN
2014”
B. Rumusan Masalah. Berdasarkan pada
permasalahan yang telah diuraikan,
maka untuk memudahkan
pembahasan, peneliti merumuskan
masalah sebagai berikut:
“Bagaimana Evaluasi Kebijakan
Pemerintah Dalam Menangani Anak
Jalanan Pada Dinas Sosial Dan
Tenaga Kerja Kota Tanjungpinang
Tahun 2014? “
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
a. Tujuan Penelitian.
Penelitian ini dilakukan
dengan tujuan sebagai berikut
: Untuk mengevaluasi
pelaksanaan evaluasi
Kebijakan Pemerintah Dalam
Menangani Anak Jalanan Pada
Dinas Sosial Dan Tenaga
Kerja Kota Tanjungpinang
Tahun 2013.
b. Manfaat penelitian ini adalah
sebagai berikut :
1. Manfaat Akademis.
1) Sebagai bahan
perbandingan antara
teori yang telah
diberikan pada masa
kuliah dengan
kenyataan yang ada,
2) Menambah
pengetahuan dan
pengalaman penulis
3) Menambah
pengetahuan dan
bacaan ilmiah bagi
pihak yang
memerlukan.
2. Manfaat Praktis.
1) Sebagai bahan
pertimbangan atau
informasi bagi pihak
pegawai pada Dinas
Sosial dan Tenaga
Kerja Kota
Tanjungpinang,
terutama dalam
Penanganan Anak
7
Jalanan di Dinas Sosial
Dan Tenaga Kerja
Kota Tanjungpinang.
2) Sebagai sarana untuk
melatih diri dan
menguji serta
meningkatkan
kemampuan berfikir
melalui penulisan
karya ilmiah.
D. Konsep Operasional.
Untuk lebih terarahnya
penelitian yang dilakukan dilapangan
maka perlu dikemukakan kerangka
penelitian yang dapat membantu
dalam proses penelitian. Konsep-
konsep yang masih abstrak sifatnya
tersebut dioperasionalkan agar hasil
dari penelitian yang dilakukan dapat
lebih mencapai tujuan seperti yang
diharapkan. Dari implementasi
tersebut membuat pro dan kontra di
kalangan masyarakat. Untuk itu,
peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian tentang evaluasi
penanganan anak jalanan di Dinas
Sosial dan Tenaga Kerja Kota
Tanjungpinang, yang meliputi
fenomena dengan merujuk pada teori
yang dikemukakan oleh Bridgman &
Davis, yaitu :
1. Input (masukan) adalah
Masalah kebijakan publik
ini timbul karena adanya
factor lingkungan
kebijakan publik yaitu
suatu keadaan yang
melatar belakangi atau
peristiwa yang
menyebabkan timbulnya
masalah kebijakan publik
tersebut, yang berupa
tuntutan-tuntutan,
keinginan- keinginan
masyarakat atau
tantangan dan peluang,
yang diharapkan segera
diatasi melalui suatu
kebijakan publik. Hal ini
dapat dilihat dari
kesiapan SDM seperti
pekerja sosial yang ahli di
bidangnya.
2. Process (proses) adalah
Analisis proses tidak
begitu berfokus pada isi
kebijakan, namun lebih
memfokuskan diri pada
proses politik dan
interaksi faktor-faktor
lingkungan luar yang
kompleks dalam
membentuk sebuah
kebijakan. Hal ini dapat
dilihat dari indikator :
a. kebijakan
ditransformasikan
kepada seluruh
implementor
b. Kerjasama antara
instansi terkait
3. Outputs (hasil) adalah
produk Kebijakan publik
berupa peraturan,
Undang-Undang dan
Perda yang hasilnya
dapat dirasakan oleh
masyarakat. Hal ini dapat
dilihat dari a. Bantuan
yang diberikan kepada
anak jalanan.
4. Outcomes (dampak)
adalah Kebijakan Publik
berisikan hal yang positif
dan negatif terhadap
target group. Hal ini
dapat dilihat dari
indikator :
a. dampak yang
diterima oleh anak
jalanan dengan
pembinaan yang
8
dilakukan oleh
rumah singgah.
b. dampak positif
dan negatif dari
kebijakan
pembinaan
melalui rumah
singgah Setara
bagi anak jalanan
di Dinas Sosial
dan Tenaga Kerja
Kota
Tanjungpinang.
E. Metode Penelitiann
1. Jenis Penelitian.
Dalam penelitian ini
menggunakan jenis penelitian
deskriptif. Penelitian deskriptif
merupakan penelitian yang dilakukan
terhadap variable mandiri tanpa
membuat perbandingan dengan
variable yang lain. Menurut Sugiyono
(2005:6) penelitian deskriptif adalah
penelitian yang dilakukan terhadap
variabel mandiri, yaitu tanpa
membuat perbandingan atau
menghubungkan dengan variabel lain.
Penelitian deskriptif bermaksud
memberikan gambaran suatu gejala
sosial atau fenomena sosial tetrentu
yang menyangkut permasalahan
penelitian. Sedangkan pendekatan
yang digunakan adalah pendekatan
kualitatif. pendekatan kualitatif
digunakan dalam usaha memperoleh
pemahaman yang lebih baik dan
mendalam mengenai permasalahan
penelitian yakni evaluasi penanganan
anak jalanandi Dinas Sosial Dan
Tenaga Kerja Kota Tanjungpinang.
2. Lokasi penelitian.
Adapun lokasi penelitan
adalah pada Dinas Sosial dan Tenaga
Kerja Kota Tanjungpinang. Alasan
peneliti mengambil lokasi penelitian
tersebut karena : Dinas Sosial dan
Tenaga Kerja Kota
Tanjungpinangdalam pelaksanaan
tugas pokok dan fungsinya sangat
memerlukan evaluasi guna untuk
untuk melihat suatu kebijakan yang
telah dirumuskan dan dilaksanakan
dapat berjalan sesuai dengan
keinginan dan tujuan yang telah
direncanakan sebelumnya. Bahwa
peneliti melihat jumlah anak jalanan
yang semakin bertambah dan program
penanganan anak jalan itu sendiri
kurang variatif.
3. Informan
Informan dalam penelitian ini
memiliki kriteria yaitu orang-orang
yang berperan dalam pembuatan dan
pelaksanaan kebijakan penanganan
anak jalanan di Dinas Sosial Dan
Tenaga Kerja Kota Tanjungpinang,
antara lain Kasi. Pelayanan dan
Rehabilitasi Sosial Dinas Sosial dan
Tenaga Kerja Kota Tanjungpinang,
dan Staf Dinsosnaker.
Untuk mengetahui secara cermat
dan menyeluruh tentang evaluasi
kebijakan penanganan anak jalanan di
Dinas Sosial Dan Tenaga Kerja Kota
Tanjungpinang, subyek informan
lainnya didasarkan kebutuhan pada
saat pengumpulan data di lapangan.
Kebutuhan yang dimaksud adalah
ketika pengumpulan data dilakukan
secara lebih mendalam dan hanya
subyek penelitian tertentulah yang
dapat memberikan datanya, karena
penelitian ini ingin menggali
informasi sebanyak-banyaknya.
Adapu kriteria informan adalah
pegawai yang memahami tentang
penanganan anak jalanan, pegawai
yang bertugas turun ke lapangan
menangani pelayanan dan rehabilitasi
sosial mereka adalah kepala seksi
9
Kesejahteraan sosial, kemudian staff
Dinas Sosial yang turun ke lapangan,
pengurus rumah singgah, serta staff
KPAID Kota Tanjungpinang
kemudian akan diikutsertakan anak
jalanan sebagai informan yang
merasakan dampak dari kebijakan
pemerintah dalam menangani anak
jalanan.
4. Sumber dan jenis data.
a. Data Primer
Data primer adalah data
informasi yang berasal dari informan
yang diperoleh melalui obyeknya
langsung yang disebut imforman,
yaitu meliputi orang-orang yang
diteliti dan akan dimintai keterangan
atau informasinya melalui interview
atau observasi, data primer yang ingin
diperoleh yaitu mengenai evaluasi
penanganan anak jalanan di Dinas
Sosial Dan Tenaga Kerja Kota
Tanjungpinang.
b. Data Sekunder.
Data sekunder adalah data
yang diperoleh dalam bentuk sudah
jadi, merupakan hasil dari
pengumpulan dan pengolahan pihak
lain yang berhubungan dengan
permasalahan penelitian.
5. Teknik dan alat pengumpul
data.
Untuk mengumpulkan data
penelitian, maka digunakan teknik,
yaitu :
a. Wawancara
Menurut pendapat
Sugiyono (2005:167), yang
mengemukakan definisi dari
wawancara, yaitu
pengumpulan data dengan
mengajukan pertanyaan-
pertanyaan secara langsung
oleh pewawancara kepada
responden dan jawaban-
jawaban responden dicatat
atau direkan dengan alat
perekam. Wawancara
dilakukan dengan responden
dan informan kunci mengenai
hal-hal yang berkaitan dengan
evaluasi penanganan anak
jalanandi Dinas Sosial Dan
Tenaga Kerja Kota
Tanjungpinang, dengan
berpedoman kepada daftar
pertanyaan yang telah disusun
sedemikian rupa yaitu dengan
pedoman wawancara.
b. Observasi
Teknik pengumpulan
data secara observasi
mempunyai ciri-ciri yang
spesifik bila dibandingkan
dengan teknik lain. Hal ini
sejalan dengan pendapat dari
Sugiyono (2005:166) yang
mengemukakan bahwa “
teknik observasi merupakan
suatu proses yang komplek
yang tersusun dari berbagai
proses biologis dan proses
psikologis diantara yang
terpenting adalah pengamatan
dan ingatan” Observasi yang
digunakan oleh peneliti yakni
observasi terstruktur yang
telah dirancang secara
sistematis tentang apa yang
akan diamati kapan dan
dimana tempatnya dengan alat
pengumpul data yaitu daftar
check list.
c. Dokumentasi
Yaitu pengumpulan
data melalui buku-buku
ataupun literatur-literatur yang
berkaitan dengan penelitian
yang dilakukan. Misalnya
literatur tentang evaluasi
penanganan anak jalanan dan
lain sebagainya, dengan alat
10
pengumpul datanya riset
perpustakaan.
6. Teknik Analisa Data
Analisis data yang digunakan
untuk menganalisa data-data yang
didapat dari penelitian ini adalah
analisis deskriptif kualitatif.
Meleong (2006:35), menyatakan
bahwa “ analisa data kualitatif
adalah proses penginstansian dan
pengurutan data kedalam pola dan
katagori serta satuan uraian dasar,
sehingga dapat dikemukakan tema
seperti yang disarankan oleh data”.
Sedangkan langkah-langkah
analisa yang dilakukan adalah :
menelaah semua data yang tersedia
dari berbagai sumber, reduksi data
yang dilakukan dengan membuat
abstraksi, menyusun kedalam
satuan-satuan, pengatagorian data
sambil membuat koding,
mengadakan pemeriksaan
keabsahan data dan penafsiran data
secara deskriptif.
Untuk itu data-data yang
terkumpul baik itu data primer
maupun data sekunder yang di
diperoleh dari wawancara, maka
akan diorganisir dan disusun.
Setelah tersusoun kemudian
dilakukan penafsiran dan
pembahasan terhadap data yang
dikemukakan.
II LANDASAN TEORI
1. Kebijakan
Kebijakan itu merupakan
rumusan suatu tindakan yang
dikembangkan dan diputuskan oleh
instansi atau pejabat Pemerintah guna
mengatasi atau mempertahankan
suatu kondisi dengan memberikan
sanksi bagi yang melakukan
pelanggaran. Kebijakan merupakan
suatu tindakan yang mengarah pada
tujuan yang diusulkan dalam
lingkungan tertentu sehubungan
dengan adanya hambatan-hambatan
tertentu untuk mencapai tujuan atau
mewujudkan sasaran yang diinginkan.
Pada dasarnya kebijakan publik dapat
berupa aturan atau ketentuan yang
mengatur kehidupan masyarakat yang
mana aturan-aturan tersebut disusun
dalam beberapa bentuk kebijakan.
“Kebijakan publik mempunyai sifat
paksaan yang secara potensial sah
dilakukan, sehingga kebijakan publik
menuntut ketaatan atau kepatuhan
yang luas dari masyarakat” (Winarno,
2007:21).
Kebijakan publik di Indonesia
juga disertai dengan sanksi-sanksi
yang akan diberikan ketika terjadi
pelanggaran terhadap ketentuan yang
telah ditetapkan. Hal ini semata-mata
sebagai upaya agar tercipta kepatuhan
masyarakat secara luas. Oleh karena
itu kebijakan publik di Indonesia
identik dengan hukum. Secara
terminologi pengertian kebijakan
publik (public policy) itu ternyata
banyak sekali, tergantung dari sudut
mana kita mengartikannya. Easton
memberikan definisi kebijakan publik
sebagai the authoritative allocation of
values for the whole society atau
sebagai pengalokasian nilainilai
secara paksa kepada seluruh anggota
masyarakat.
Pressman dan Widavsky
sebagaimana dikutip Winarno (2007:
17) mendefinisikan kebijakan publik
sebagai hipotesis yang mengandung
kondisi-kondisi awal dan akibat-
akibat yang bias diramalkan.
Kebijakan publik itu harus dibedakan
dengan bentuk-bentuk kebijakan yang
lain misalnya kebijakan swasta. Hal
ini dipengaruhi oleh keterlibatan
faktor-faktor bukan pemerintah.
11
Robert Eyestone (dalam Agustino:
2006 : 6) mendefinisikan kebijakan
publik sebagai “hubungan antara unit
pemerintah dengan lingkungannya”.
Banyak pihak beranggapan bahwa
definisi tersebut masih terlalu luas
untuk dipahami, karena apa yang
dimaksud dengan kebijakan publik
dapat mencakup banyak hal. Menurut
Nugroho, ada dua karakteristik dari
kebijakan publik, yaitu:1) kebijakan
publik merupakan sesuatu yang
mudah untuk dipahami, karena
maknanya adalah hal-hal yang
dikerjakan untuk mencapai tujuan
nasional; 2) kebijakan publik
merupakan sesuatu yang mudah
diukur, karena ukurannya jelas yakni
sejauh mana kemajuan pencapaian
cita-cita sudah ditempuh.
Menurut Woll (dalam
Tangkilisan: 2003:2) menyebutkan
bahwa kebijakan publik ialah
sejumlah aktivitas pemerintah untuk
memecahkan masalah di masyarakat,
baik secara langsung maupun melalui
berbagai lembaga yang
mempengaruhi kehidupan
masyarakat. Thomas R Dye
sebagaimana dikutip Islamy (2009:
19) mendefinisikan kebijakan publik
sebagai apapaun yang dipilih
pemerintah untuk dilakukan atau
untuk tidak dilakukan. Definisi ini
menekankan bahwa kebijakan publik
adalah mengenai perwujudan
“tindakan” dan bukan merupakan
pernyataan keinginan pemerintah atau
pejabat publik semata. Di samping itu
pilihan pemerintah untuk tidak
melakukan sesuatu juga merupakan
kebijakan publik karena mempunyai
pengaruh (dampak yang sama dengan
pilihan pemerintah untuk melakukan
sesuatu. Terdapat beberapa ahli yang
mendefiniskan kebijakan publik
sebagai tindakan yang diambil oleh
pemerintah dalam merespon suatu
krisis atau masalah publik.
Banyak sekali pengertian
yang membahas tentang kata-kata
atau kalimat yang menjabarkan
tentang evaluasi yang dikemukakan
oleh para ahli terutama ilmu sosial.
Evaluasi dapat juga diartikan sebagai
review, seperti yang diungkapkan
oleh Al-Amin (2006:97), yaitu :
“Melihat kembali apa yang sedang
atau telah dikerjakan, atau dalam arti
menyeluruh maka evaluasi berarti
suatu kegiatan mencakup penilaian
terhadap laporan atau hasil dari suatu
program yang telah dilaksanakan,
penilaian tersebut meliputi penilaian
terhadap kebijaksanaan, akuntabilitas
atau pertanggungjawaban keuangan
dan ketaatan terhadap peraturan
perundang-undangan yang berlaku,
dan penilaian terhadap kinerja
manajemen secara keseluruhan”.
Menurut John Salindeho,
seperti yang dikutip Al-Amin
(2006:98) menjelaskan bahwa :
“Evaluasi merupakan suatu sistem
yang mengamati, meninjau kembali
perbuatan atau pelaksanaannya
sendiri dan membandingkannya
dengan pelaksanaan yang dikehendaki
atau yang sesungguhnya”. Sebagai
proses umpan balik pada saat kegiatan
dilaksanakan, evaluasi juga berarti
tidak saja dilakukan setelah
pelaksanaan kegiatan semata, namun
juga pada saat proses kegiatan sedang
berlangsung agar kegiatan dapat
berjalan lancar dan mencegah
terjadinya penyimpangan atau
pelanggaran sedini mungkin dan
sekecil mungkin. Evaluasi seperti ini
dimaksudkan sebagai umpan balik
dalam suatu proses kegiatan.
12
Suatu program yang telah
dijalankan perlu dievaluasi untuk
melihat sejauh mana program tersebut
mencapai sasaran sesuai dengan
tujuan yang telah ditentukan
sebelumnya. Untuk itu suatu program
mempunyai pengaruh yang sangat
besar terhadap keberhasilan suatu
evaluasi dan sangat berguna serta
merupakan fungsi manajemen yang
menentukan tercapainya tujuan
didalam organisasi secara berdaya
guna dan berhasil guna. Evaluasi ini
dapat diketahui keberhasilan dan
kekurangnya pada suatu program
dalam rangka penyempurnaan
kebijakan yang terlebih dahulu,
mempertimbangkan nilai-nilai positif,
serta teknik yang digunakan untuk
melakukan penilaian demi
tercapainya tujuan di dalam
organisasi tersebut.
Dengan pandangan yang
tidak jauh berbeda, kebijakan
diterjemahkan kedalam program dan
proyek dengan tindakan fisik,
sehingga suatu kebijakan
menimbulkan konsekuensi (hasil efek
atau akibat) dan membagi
konsekuensi kebijakan menjadi dua
jenis, yaitu ; output dan outcome.
Menurut Arikunto, setiap kegiatan
evaluasi biasanya dimaksudkan untuk
mengembangkan kerangka berpikir
dalam rangka pengambilan keputusan
(2004:292). Suatu evaluasi dalam
proses pengembangan dimaksudkan
sebagai perbaikan sistem dengan
tujuan, sebagai berikut :
a. Pertanggung jawaban
kepada pemerintah dan
masyarakat.
b. Penentuan tindak lanjut
hasil pengembangan.
Dari beberapa pendapat para
ahli diatas, evaluasi perlu
dilaksanakan terhadap suatu program
atau kegiatan, dalam hal ini bukan
untuk memberikan keseimbangan
nilai benar atau salah, namun untuk
melihat sejauh mana suatu program
atau kegiatan tersebut diadakan
penyempurnaan serta dapat mencapai
tujuan yang diharapkan. Dan pada
intinya tujuan utama evaluasi tersebut
adalah tidak mencari kesalahan-
kesalahan, tetapi bagaimana untuk
memperbaiki hasil temuan-temuan
yang diperoleh / didapatkan dalam
evaluasi tersebut pada suatu program
atau kegiatan lainnya.
Evaluasi diperlukan untuk
melihat kesenjangan antara harapan
dengan kenyataan. Evaluasi kebijakan
publik acapkali hanya dipahami
sebagai evaluasi atas implementasi
kebijakan saja. Sesungguhnya
evaluasi kebijakan publik mempunyai
tiga lingkup makna seperti yang
dikemukakan oleh Nugroho
(2003:184), yaitu : evaluasi
perumusan kebijakan, evaluasi
implementasi kebijakan, dan evaluasi
lingkungan kebijakan. Oleh karena
komponen tersebutlah yang
menentukan apakah kebijakan akan
berhasil guna atau tidak.
Evaluasi kebijakan publik
berkenaan tidak hanya dengan
implementasinya, melainkan
berkenanan dengan perumusan,
implementasi dan kebijakan publik.
Menurut Edward A. Suchman, seperti
yang dikutip Nugroho (2003:199) ada
enam langkah dalam evaluasi
kebijakan, yaitu :
1. Mengidentifikasi tujuan
program
2. Analisa terhadap
masalah
3. Deskripsi dan
standarisasi kegiatan
13
4. Pengukuran terhadap
tingkatan perubahan
yang terjadi
5. Menentukan apakah
perubahan yang diamati
merupakan akibat dari
kegatan tersebut atau
karena penyebab yang
lain.
6. Beberapa indikator
untuk menentukan
keberadaan suatu
dampak.
Untuk dapat melihat
keberhasilan suatu program yang
dilaksanakan baik oleh pemerintah
maupun oleh dunia swasta, evaluasi
sangat memegang peranan yang
sangat penting. Suatu evaluasi sangat
berguna dan merupakan fungsi
manajemen yang sangat menentukan
untuk mencapai tujuan dalam suatu
organisasi secara berdaya guna dan
berhasil guna. Evaluasi juga dipakai
untuk melihat dan mengetahui
keberhasilan serta kekurangan suatu
program dalam rangka
penyempurnaan baik dalam tahap
rencana maupun dalam tahap
pelaksanaan berikutnya. Banyak
sekali pendapat yang
mengetengahkan makna dan arti
evaluasi, namun yang dimaksud
dalam rencana penelitian ini bukan
untuk mempertentangkan apa itu
evaluasi, akan tetapi lebih jauh
evaluasi dipergunakan untuk
menganalisa sebuah keputusan
pemerintah yang di tujukan kepada
publik ternyata harapan tidak sesuai
dengan kenyataan yang diharapkan.
Dalam evaluasi suatu kebijakan
manfaat-manfaat yang diperoleh,
menurut Al-Amin (2006:99) adalah
sebagai berikut :
1. Evaluasi memberikan
informasi yang valid
mengenai kinerja
manajemen, kebijaksanaan,
program, kegiatan. Dengan
evaluasi ini dapat
diungkapkan mengenai
pencapaian suatu tujuan,
sasaran dan target tertentu.
2. Evaluasi memberikan
gambaran dasar bagi titik
take of (menuju) untuk
rencana selanjutnya, atau
memberikan gambaran
keadaan potensi maupun
hambatan mengenai keadaan
sewaktu akan dinilai
pelaksanaan rencana
berikutnya.
3. Evaluasi bermanfaat untuk
meningkatkan produktivitas
atau hasil kerja dimasa
mendatang.
Sebelumnya telah dijelaskan
bahwa evaluasi merupakan penilaian
terhadap kinerja organisasi yang
sedang atau telah dilaksanakan.
Menurut Al-Amin (2006:100) ada
tiga sasaran utama dalam melakukan
evaluasi, antara lain.
1. Evaluasi terhadap kegiatan.
Evaluasi terhadap kegiatan
menunjukkan capaian
kinerja suatu unit kerja dala
suatu kurun waktu tertentu.
2. Evaluasi terhadap program
Evaluasi terhadap program
merupakan hasil komulatif
dari berbagai kegiatan yang
dilakukan dengan cara
mengambil hasil dari setiap
nilai capaian kinerja
kegiatan tersebut dan
kemudian memberikan
pembobotan untuk dapat
14
diperoleh nilai akhir capaian
program.
3. Evaluasi terhadap kebijakan
Evaluasi terhadap kebijakan
merupakan evaluasi
terhadap ketentuan-
ketentuan dan peraturan-
peraturan yang telah
disepakati dan ditetapkan
oleh pihak-pihak yang
berwenang untuk dijadikan
pedoman, pegangan atau
petunjuk dalam
melaksanakan program
untuk mencapai sasaran,
tujuan, visi dan misi
organisasi. Evaluasi ini
sangat berguna untuk
mendapatkan pengetahuan
mengenai kebijaksanaan-
kebijaksanaan yang
dijadikan sebagai landasan
atau pedoman kerja, apakah
sesuai dengan yang
diinginkan atau mungkin
perlu perbaikan terhadap
kebijaksanaan tersebut.
Evaluasi biasanya ditujukan
untuk menilai sejauh mana
keefektifan kebijakan publik guna
dipertanggungjawabkan kepada
konstituennya. Sejauh mana tujuan
dicapai. Evaluasi diperlukan untuk
melihat kesenjangan antara harapan
dengan kenyataan . Evaluasi
kebijakan publik acapkali hanya
dipahami sebagai evaluasi atas
implementasi kebijakan saja.
2. Anak Jalanan
Menurut Departemen Sosial RI
(2005: 5), Anak jalanan adalah anak
yang menghabiskan sebagian besar
waktunya untuk melakukan kegiatan
hidup sehari-hari di jalanan, baik
untuk mencari nafkah atau
berkeliaran di jalan dan tempat-
tempat umum lainnya. Anak jalanan
mempunyai ciri-ciri, berusia antara 5
sampai dengan 18 tahun, melakukan
kegiatan atau berkeliaran di jalanan,
penampilannya kebanyakan kusam
dan pakaian tidak terurus,
mobilitasnya tinggi. Selain itu,
Direktorat Kesejahteran Anak,
Keluarga dan Lanjut Usia.
Departemen Sosial (2001: 30)
memaparkan bahwa anak jalanan
adalah anak yang sebagian besar
waktunya dihabiskan untuk mencari
nafkah atau berkeliaran di jalanan
atau tempat-tempat umum lainnya,
usia mereka berkisar dari 6 tahun
sampain 18 tahun. Adapun waktu
yang dihabiskan di jalan lebih dari 4
jam dalam satu hari. Pada dasarnya
anak jalanan menghabiskan waktunya
di jalan demi mencari nafkah, baik
dengan kerelaan hati maupun dengan
paksaan orang tuanya. Dari definisi-
definisi tersebut, dapat disimpulkan
bahwa anak jalanan adalah anak-anak
yang sebagian waktunya mereka
gunakan di jalan atau tempat-tempat
umum lainnya baik untuk mencari
nafkah maupun berkeliaran. Dalam
mencari nafkah, ada beberapa anak
yang rela melakukan kegiatan
mencari nafkah di jalanan dengan
kesadaran sendiri, namun banyak pula
anak-anak yang dipaksa untuk bekerja
di jalan (mengemis, mengamen,
menjadi penyemir sepatu, dan lain-
lain) oleh orang-orang di sekitar
mereka, entah itu orang tua atau pihak
keluarga lain, dengan alasan ekonomi
keluarga yang rendah. Ciri-ciri anak
jalanan adalah anak yang berusia 6 –
18 tahun, berada di jalanan lebih dari
4 jam dalam satu hari, melakukan
kegiatan atau berkeliaran di jalanan,
penampilannya kebanyakan kusam
15
dan pakaian tidak terurus, dan
mobilitasnya tinggi.
Menurut standard pelayanan
sosial anak jalanan melalui Rumah
Singgah (2004, h.14), ciri-ciri anak
jalanan yang bekerja di jalanan adalah
(1) berhubungan tidak teratur dengan
orang tuanya yaitu pulang secara
periodik dan mereka pada umunya
berasal dari luar kota yang bekerja di
jalanan, (2) berada di jalanan sekitar 8
sampai 12 jam untuk bekerja,
sebagian mencapai 16 jam, (3)
bertempat tinggal dengan cara
mengontrak sendiri atau bersama
teman, dengan orang tua atau saudara
atau di tempat kerjanya di jalanan, (4)
tidak bersekolah lagi. Berdasar pada
kategori di atas maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa anak jalanan
adalah anak yang dalam keseharian
hidupnya penuh dengan
permasalahan, baik dengan keluarga,
orang di sekitar mereka, maupun
dengan aparat pemerintah terutama
dengan para pamong yang berusaha
menertibkan mereka. Mereka
merelakan sebagian besar waktunya
untuk bekerja di jalanan agar
memperoleh penghasilan sebagai
bekal hidup mereka
III GAMBARAN UMUM
LOKASI PENELITIAN
Pembangunan kesejahteraan
sosial adalah penanganan masalah
kesejahteraan sosial yang
ditujukan untuk membantu
masyarakat mencegah, melakukan
penanganan masalah, pemulihan
dan pemberdayaan serta
perlindungan dalam mengatasi
permasalahan sosial. Salah satu
prioritas pembangunan Nasional
maupun Daerah Kota
Tanjungpinang khususnya adalah
menumbuhkembangkan potensi
sektor ekonomi rakyat melalui
peningkatan mutu Sumber Daya
Manusia dalam peningkatan
produktifitas. (Dinas Sosial dan
Tenaga Kerja, 2015)
Berbagai masalah krusial yang
harus dihadapi bangsa ini antara
lain yaitu tingginya angka
pengangguran, tingginya angka
kemiskinan, investasi rendah,
kualitas SDM yang rendah, serta
keamanan dan stabilitas sosial
yang rawan. Hal tersebut
berdampak pada pertumbuhan
ekonomi yang lamban.
Berdasarkan tupoksi yang ada,
Dinas Sosial dan Tenaga Kerja
merupakan badan yang
bertanggungjawab untuk menjalani
fungsi dan membantu
memberdayakan masyarakat dalam
upaya meningkatkan
keberfungsian sosialnya untuk
mencapai hidup sejahtera, baik
yang berkaitan dengan masalah
social maupun ketenagakerjaan.
Dalam menjalankan fungsinya
Dinas Sosial dan Tenaga Kerja
mengadakan beberapa program
kegiatan yang ditujukan untuk
menangani berbagai masalah
tersebut.
IV. EVALUASI KEBIJAKAN
PEMERINTAH DALAM
MENANGANI ANAK JALANAN
PADA DINAS SOSIAL DAN
TENAGA KERJA KOTA
TANJUNGPINANG TAHUN 2014
1. Input.
a. Kesiapan sumber daya manusia
seperti pekerja sosial yang ahli
dalam bidangnya
Dari beberapa hasil wawancara
yang dilakukan maka dapat dianalisa
16
bahwa sudah ada Pekerja Sosial yang
memiliki keahlian dalam bidang
pelayanan kesejahteraan dan
perlindungan anak. Tidak hanya
pekerja sosial yang bertanggungjawab
semua instansi terkait juga harus
saling berkoordinasi dan mendukung
agar anak-anak yang ada di Kota
Tanjungpinang dilindungi sesuai
dengan undang-undang dan
mendapatkan haknya. Sumber daya
utama dalam implementasi program
Kesejahteraan anak adalah staf atau
pegawai atau para pekerja sosial.
Salah satu kegagalan yang sering
terjadi dalam implementasi kebijakan,
disebabkan oleh staf dan pekerja
sosial yang tidak cukup memadai,
mencukupi, ataupun tidak kompeten
dalam bidangnya. Penambahan
pekerja sosial dan implementor saja
tidak cukup menyelesaikan persoalan
implementasi kebijakan, tetapi
diperlukan sebuah kecukupan staf
dengan keahlian dan kemampuan
yang diperlukan (kompeten dan
kapabel) dalam
mengimplementasikan program
kesejahteraan anak tersebut. Sumber
daya merupakan variable yang sangat
penting dalam implementasi
kebijakan.
Meskipun kebijakan sudah
dikomunikasikan dengan jelas kepada
aparat pelaksana, tetapi jika tidak
didukung oleh tersedianya sumber
daya secara memadai untuk
pelaksanaan kebijakan,maka
efektivitas kebijakan akan sulit
dicapai. Sumber daya dalam hal ini
meliputi: dana, sumber daya manusia
(staf) dan fasilitas lainnya. Oleh
karena itu agar sumber daya yang ada
dapat menunjang keberhasilan
implentasi kebijakan, maka
sumberdaya harus dipersiapkan sedini
mungkin sehingga pada saat
dibutuhkan sudah tersedia sesuai
kebutuhan.
2. Proses.
a. kebijakan ditransformasikan
kepada seluruh implementor
Setelah dilakukan observasi dapat
ditarik kesimpulan bahwa untuk
sosialisasi yang dilakukan belum
menyeluruh. Karena sosialisasi yang
dilakukan hanya secara garis besar.
Untuk mengetahui hal tersebut maka
dilakukan kroscek kepada masyarakat
yang aktif dalam lembaga swadaya
masyarakat yang berhubungan dengan
anak jalanan. Sosialisasi dapat
dilakukan mulai tingkat RT/RW
hingga kelurahan, serta melalui
institusi-institusi masyarakat lain.
Contohnya dengan mengajak ibu-ibu
penggerak pendidikan kesejahteraan
keluarga (PKK), aktivis Karang
Taruna, Majelis Taklim,
Dari hasil wawancara dengan
informan maka dapat dianalisa bahwa
pihak Dinas sudah mengupayakan
mensosialisasikan peratutran tentang
anak jalanan tersebut, walaupun
memang sebagian masyarakat belum
mengetahui secara baik tentang
pentingnya memahami peraturan
mengenai anak jalanan. Sebelum
dapat mengimplementasikan suatu
kebijakan implementor harus
menyadari bahwa suatu keputusan
telah dikeluarkan, seringkali terjadi
kesalahpahaman terhadap keputusan
yang telah dikeluarkan agar tidak
terjadi kesalahpahaman harus
dilakukan sosialisasi. Baik sosialisasi
kepada pegawai selaku implementor
serta sosialisasi yang diberikan
kepada masyarakat dan pihak swasta.
17
b. Kerjasama antara Instansi
terkait
Berdasarkan hasil wawancara
diketahui bahwa Pelaksanaan
kebijakan perlindungan anak ini
sudah sesuai dengan tugas pokok dan
fungsi masing-masing bagian maupun
masing-masing instansi. Setiap
pembagian tugas perlu untuk
diketahui oleh para pelaksana
kebijakan yang bertujuan agar
pelaksanaan kebijakan akan lebih
mudah dan terarah sesuai dengan
tugas yang sudah ditetapkan.
Meskipun sumber-sumber untuk
mengimplementasikan suatu
kebijakan tersedia secara memadai,
dan para pelaksana (implementor)
mengetahui dan memahami apa yang
menjadi standart dan tujuan kebijakan
serta memiliki kemampuan
mengimplementasikannya secara
sungguh-sungguh, bisa jadi
implementasi masih belum bisa
efektif disebabkan ketidakefisienan
struktur birokrasi. Dimensi standart
prosedur operasi akan memudahkan
dan menyeragamkan tindakan dari
pada pelaksana kebijakan dalam
melaksanakan apa yang menjadi
bidang tugasnya. Keempat faktor
yang mempengaruhi implementasi
kebijakan tersebut saling berinteraksi
satu sama lain. Dimana faktor
komunikasi, sumber daya, disposisi
dan struktur birokrasi mempengaruhi
secara langsung terhadap
implementasi kebijakan.
3. Hasil.
a. Bantuan yang diberikan kepada
anak jalanan
Dari hasil observasi diketahui
bahwa sebenarnya di Kota
Tanjungpinang sendiri sudah
memiliki rumah singgah akan tetapi
saat ini keberadaan rehabilitasi ini
belum maksimal digunakan, lantaran
pihak Dinsos terkendala personel dan
biaya operasional. Anak tetap anak
butuh yang butuh bantuan uluran
tangan orang lain. Kewajiban
Pemerintahlah yang utama dalam
segala bentuk penyelenggaraan
Perlindungan Anak dan pemenuhan
hak anak sebagaimana yang
dijaminkan oleh Undang-undang no
23 tahun 2002. Masyarakat dan
Lembaga apapun termasuk Dinas
Sosial dan Komisi Perlindungan Anak
Daerah serta instansi terkait adalah
pendukung kegiatan penyelenggaraan
Perlindungan Anak dan berhak untuk
melindungi Anak.
Setiap tahun, anak jalanan
mendapatkan dana pembinaan sebesar
Rp3 juta per orang yang berasal dari
anggaran Pemko Tanjungpinang dan
Pemprov Kepri untuk biaya
operasional pendidikannya.
Kemudian pemerintah kota
Tanjungpinang juga menyediakan
dana untuk pengelolaan rumah
singgah yang datang dari APBD Kota
Tanjungpinang. Kemudian adanya
bantuan beasiswa itu bukan untuk
semuanya lantaran menolak untuk
melanjutkan sekolah. Ke-70 anak
jalan yang memperoleh bantuan itu
adalah anak yang dibina Dinsosnaker.
Dari 70 orang anak jalanan itu, 86
persen telah mengenyam pendidikan,
dan masih belum bersekolah akibat
terbiasa dengan kondisi di jalanan.
4. Dampak.
Dari beberapa hasil wawancara
yang dilakukan maka dapat dianalisa
bahwa kebijakan Dinas Sosial dan
Tenaga Kerja Dalam Penertiban Anak
Jalanan di Kota Tanjungpinang
memang berdampak positif bagi anak
jalanan di Kota Tanjungpinang.
manfaat yang terpenting adalah untuk
18
pengawasan terhadap anak jalanan
supaya tidak ada lagi yang beraktifitas
di jalanan. Dari hasil observasi yang
dilakukan tentang Perlindungan Anak
dalam penertiban anak jalanan ini
berdampak positif. Kebijakan yang
dikeluarkan pemerintah ini pastinya
berdampak positif untuk mengatasi
permasalahan anak jalanan, sehingga
anak yang beraktifitas di jalanan
berkurang jumlahnya. Dengan adanya
penertiban anak jalanan dikota
Tanjungpinang sangat baik sehingga
kota Tanjungpinang bebas dari anak
jalanan dengan kota yang bersih dan
tertib. Setiap kebijakan yang
dikeluarkan oleh pemerintah, pasti
berdampak positif dalam menjalankan
kebijakan tersebut.
V . PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil
penelitian maka dapat diambil
kesimpulan bahwa Kebijakan
Pemerintah Kota Tanjungpinang
Dalam Menangani Anak Jalanan Pada
Dinas Sosial Dan Tenaga Kerja Kota
Tanjungpinang Tahun 2014 belum
berjalan dengan baik karena masih
banyak hal yang harus diperhatikan.
Walaupun sudah ada Pekerja Sosial
yang memiliki keahlian dalam bidang
pelayanan kesejahteraan dan
perlindungan anak. Peningkatan
Kapasitas Pendamping dan
Kelembagaan, melalui seleksi,
sertifikasi dan bimbingan
pemantapan/pelatihan bagi Pekerja
Sosial, Tenaga Kesejahteraan Sosial,
Relawan Sosial dan Lembaga
Kesejahteraan Sosial. Meskipun
kebijakan sudah dikomunikasikan
dengan jelas kepada aparat pelaksana,
tetapi jika tidak didukung oleh
tersedianya sumber daya secara
memadai untuk pelaksanaan
kebijakan,maka efektivitas kebijakan
akan sulit dicapai.
Sosialisasi yang dilakukan
belum menyeluruh kepada
masyarakat maupun kepada pegawai
Karena sosialisasi yang dilakukan
hanya secara garis besar, dan
dilakukan tidak di tempat tempat
keramaian. Untuk mengetahui hal
tersebut maka dilakukan kroscek
kepada masyarakat yang aktif dalam
lembaga swadaya masyarakat yang
berhubungan dengan anak jalanan.
Kemudian tidak adanya pembagian
tugas secara khusus untuk
melaksanakan kebijakan ini
melainkan hanya menyesuaikan
dengan tupoksi yang ada sesuai
dengan bidang masing masing serta
juga melihat kepada kemampuan
pegawai Dinas Sosial Kota
Tanjungpinang. Untuk mendapatkan
jawaban yang lebih jelas. Sebenarnya
di Kota Tanjungpinang sendiri sudah
memiliki rumah singgah akan tetapi
saat ini keberadaan rehabilitasi ini
belum maksimal digunakan, lantaran
pihak Dinsos terkendala personel dan
biaya operasional. Anak tetap anak
butuh yang butuh bantuan uluran
tangan orang lain.
B. Saran
Adapun saran yang dapat
disampaikan adalah sebagai berikut :
1. Seharusnya ada sosialisasi
menyeluruh baik kepada
implementor dan masyarakat
sehingga masyarakat sendiri
lebih memahami hak-hak
anak, sehingga tidak ada orang
tua yang membiarkan anak-
anaknya turun ke jalan.
2. Seharusnya ada sumber
daya yang memadai mulai dari
implementor hingga adanya
19
rumah singgah yang layak
bagi para anak jalanan sebagai
wadah tempat berkumpul dan
bertukar pikiran agar dapat
melakukan aktivitas positif.
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Abidin, Said Zainal. 2002. Kebijakan
Publik Edisi Revisi.
Jakarta: Yayasan. Pancur
Siwah.
Agustino, Leo. 2006. Dasar-dasar
Kebijakan Publik.
Bandung : CV Alfabetha
Amri. Yousa. 2007. Kebijakan
Publik, Teori dan Proses.
Laboratorium Pengkajian
Penelitian dan
Pengembangan
Administrasi Negara.
FISIP Universitas
Padjajaran, Bandung.
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur
Penelitian: Suatu
Pendekatan Praktik.
Jakarta: Rineka Cipta
Badjuri, Abdulkahar & Yuwono,
Teguh, 2002, Kebijakan
Publik Konsep & Strategi,
Undip Press, Semarang.
BPS/Badan Pusat Statistik dan
Depsos/Departemen
Sosial. 2002. Penduduk
Fakir Miskin Indonesia.
Jakarta: BPS.
Dunn, William N. 2003. Analisis
Kebijakan Publik.
Yogyakarta:Gadjah Mada
University Press
Dwiyanto. 2009. Kebijakan Publik
Berbasis Dynamic
Analiysis. Gava Media:
Yogyakarta.
Ekowati, Mas Roro Lilik, 2005,
Perencanaan,
Implementasi dan Evaluasi
Kebijakan atau Program,
Edisi Revisi, PT
Rosdakarya, Bandung.
Hariyoso, S. 2002. Pembangunan.
Birokrasi dan Kebijakan
Publik. Bandung:
Peradaban.
Islamy, Irfan. 2009. Prinsip- prinsip
Perumusan Kebijaksanaan
Negara. Bumi Aksara:
Jakarta
Keban, Yeremias. T. 2004. Enam
Dimensi Strategis
Administrasi Publik,
Konsep, Teori, dan Isu.
Yogyakarta. Gava Media
Moleong, Lexy J. 2011. Metodologi
Penelitian Kualitatif.
Bandung. Remaja
Rosdakarya.
Ndraha, Taliziduhu. 2003.
Kybernologi (Ilmu
Pemerintahan Baru I). PT
Rineka Cipta : Jakarta
Nugroho, Riant D. 2012. Kebijakan
Publik Formulasi
Implementasi dan
20
Evaluasi. Jakarta : PT.Elex
Media Komputindo
Pasolong, Harbani. 2010. Teori
Administrasi Publik.
Bandung: Alfabeta.
Parsons, Wayne. 2005. Public
Policy: Pengantar Teori
dan Praktik Analisis
Kebijakan. Prenada
Media: Jakarta.
Putra, Fadillah. 2003. Paradigma
Kritis dalam Studi
Kebijakan Publik.
Yogyakarta : Pustaka
Pelajar
Purwanto, Irwan Agus dan Dyah
Ratih Sulistyastuti. 2012.
Implementasi Kebijakan
Publik: Konsep dan
Aplikasinya di
Indonesia.Gava Media,
Yokyakarta.
Rasyid, Rias. 2000. Pokok-Pokok
Pemerintahan. PT Raja
Grafindo Persada : Jakarta
Ramesh. 2000 . Studying Public
Policy: Policy Cycles and
Policy Subsystem. Oxford
: Oxford University Press.
Sugiyono. 2012. Metode Penelitian
Kuantitatif, kualitatif dan
R & D. Bandung:
ALFABETA
Subarsono, AG.2011. Analisis
kebijakan Publik : Konsep.
Teori dan.
Aplikasi.Yogyakarta :
Pustaka Pelajar.
Sumaryadi, I Nyoman. 2005.
Efektivitas Implementasi
Kebijkan Otonomi Daerah.
Jakarta : Citra Utama
Syafarudin. 2008. Efectivitas
Kebijakan Pendidikan.
Jakarta: PT. Rineka Cipta
Tangkilisan, Hesel Nogi. 2003.
Implementasi Kebijakan
Publik. Yogyakarta:
Lukman.
Tarwiyah Tuti. 2005. Kebijakan
pendidikan Era 0tonomi
Daerah. Jakarta: Raja
Grafindo Persada
Wahab, Solichin. 2002. Analisis
Kebijaksanaan, Dari
Formulasi Ke
Implementasi
Kebijaksanaan Negara.
Jakarta: Bumi Aksara.
Winarno, Budi. 2007. Kebijakan
Publik, Teori dan Proses.
Jakarta: PT. Buku Kita.
Wiyoto, Budi. 2005. Riset Evaluasi
Kebijakan: Mitos
Ketakutan Birokrasi,
Instrumen,Strategik, Good
Governanace. Bucetid
Malang: Malang