Evaluasi Imunisasi Di Posyandu Full Print

40
EVALUASI IMUNISASI DI POSYANDU A. Skenario Sebagai dokter baru di Puskesmas Melati, anda ingin mengevaluasi program imunisasi yang dilakukan oleh posyandu di desa Mawar. Puskesmas Melati mempunyai wilayah cakupan sebanyak 13 desa yang disetiap desa mempunyai 1 orang bidan desa. Desa Mawar mempunyai 4 posyandu yang didirikan berdasarkan jumlah dusun,yaitu : 1. Posyandu Mangga : mencakup 5 RT, 57 balita, 2 balita umur 9 bulan, 2 orang hamil 2 bulan, 1 orang hamil 6 bulan, 1 orang hamil 9 bulan. 2. Posyandu Apel : mencakup 5 RT, 51 balita, 1 balita umur 9 bulan, 1 orang hamil 1 bulan, 2 orang hamil 4 bulan, 2 orang hamil 9 bulan. 3. Posyandu Salak : mencakup 8 RT, 109 balita, 3 balita umur 9 bulan, 1 orang hamil 1 bulan, 2 orang hamil 3 bulan, 1 orang hamil 9 bulan. 1

description

imunisasi wajib

Transcript of Evaluasi Imunisasi Di Posyandu Full Print

EVALUASI IMUNISASI DI POSYANDU

A. Skenario

Sebagai dokter baru di Puskesmas Melati, anda ingin mengevaluasi program imunisasi yang dilakukan oleh posyandu di desa Mawar. Puskesmas Melati mempunyai wilayah cakupan sebanyak 13 desa yang disetiap desa mempunyai 1 orang bidan desa.

Desa Mawar mempunyai 4 posyandu yang didirikan berdasarkan jumlah dusun,yaitu :

1. Posyandu Mangga : mencakup 5 RT, 57 balita, 2 balita umur 9 bulan, 2 orang hamil 2 bulan, 1 orang hamil 6 bulan, 1 orang hamil 9 bulan.2. Posyandu Apel : mencakup 5 RT, 51 balita, 1 balita umur 9 bulan, 1 orang hamil 1 bulan, 2 orang hamil 4 bulan, 2 orang hamil 9 bulan.3. Posyandu Salak : mencakup 8 RT, 109 balita, 3 balita umur 9 bulan, 1 orang hamil 1 bulan, 2 orang hamil 3 bulan, 1 orang hamil 9 bulan.4. Posyandu Jeruk : mencakup 8 RT, 74 balita, 2 balita umur 9 bulan, 2 orang hamil 7 bulan, 1 orang hamil 9 bulan.Petugas yang melayani posyandu adalah kader dan bidan setempat dibantu juru imunisasi puskesmas dan kadang-kadang dihadiri dokter dan bidan puskesmas. Target cakupan imunisasi menurut Dinkes Kabupaten setempat 80% cakupan imunisasi di Desa Mawar tahun 2012

a. BCG

60%

b. DPTHB 1

55%

c. DPTHB 2

53%

d. DPTHB 3

50%

e. POLIO

65%

f. CAMPAK 45%

Dengan pertimbangan efisiensi penggunaan vaksin, ada kemungkinan pelaksanaan imunisasi digabung di salah satu posyandu apabila jumlah balita sasaran kurang dari aturan yang ada.

Sebagian besar ibu di Desa Mawar bekerja sebagai buruh tani yang masih memegang adat istiadat setempat yang menghambat pelaksanaan imunisasi.

Jarak Posyandu Mangga ke Posyandu Apel 1,5 km jalan lurus

Jarak Posyandu Apel ke Posyandu Salak 1,7 km melewati wilayah kecamatan lain

Jarak Posyandu Salak ke Posyandu Jeruk 3 km melewati desa lain

Posyandu Mangga ke Posyandu Salak, Posyandu Mangga ke Posyandu Jeruk tidak ada jalan langsung. B. Learning Objectivea. Mampu menjelaskan kegiatan posyandu di masyarakatb. Mampu menjelaskan jenis imunisasi dan kapan diberikan pada bayi, sertakan matriksnya

c. Mampu menjelaskan imunisasi yang diberikan kepada ibu hamil

d. Mampu mengidentifikasi masalah imunisasi posyandu di Desa Mawar

e. Mampu menganalisis penyebab masalah cakupan imunisasi

f. Mampu memberikan solusi permasalahan yang ada

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Imunisasi adalah suatu usaha untuk memberikan kekebalan pada bayi dan anak terhadap penyakit tertentu. Guna terwujudnya derajat kesehatan yang tinggi, pemerintah telah menempatkan fasilitas pelayanan (Suharjo, 2010).Angka kesakitan bayi di Indonesia relatif masih cukup tinggi, meskipun menunjukkan penurunan dalam satu dekade terakhir. Program imunisasi bisa didapatkan tidak hanya di puskesmas atau di rumah sakit saja, akan tetapi juga diberikan di posyandu yang dibentuk masyarakat dengan dukungan oleh petugas kesehatan dan diberikan secara gratis kepada masyarakat dengan maksud program imunisasi dapat berjalan sesuai dengan harapan. Program imunisasi di posyandu telah menargetkan sasaran yang ingin dicapai yakni pemberian imunisasi pada bayi secara lengkap. Imunisasi dikatakan lengkap apabila mendapat BCG 1 kali, DPT 3 kali, Hepatitis 3 kali, Campak 1 kali, dan Polio 4 kali. Bayi yang tidak mendapat imunisasi secara lengkap dapat mengalami berbagai penyakit, misalnya difteri, tetanus, campak, polio, dan sebagainya. Oleh karena itu, imunisasi harus diberikan dengan lengkap sesuai jadwal. Imunisasi secara lengkap dapat mencegah terjadinya berbagai penyakit tersebut (Sri Rezeki, 2005).Pemerintah telah memberikan berbagai upaya dan kebijakan dalam bidang kesehatan untuk menekan angka kesakitan, namun masyarakat belum bisa memanfaatkannya secara optimal karena ada sebagian ibu yang memiliki persepsi bahwa tanpa imunisasi anaknya juga dapat tumbuh dengan sehat (Ranuh IGN, 2008).

Dalam lingkup pelayanan kesehatan, bidang preventif merupakan prioritas utama. Imunisasi adalah salah satu bentuk intervensi kesehatan yang sangat efektif dalam upaya menurunkan angka kematian bayi dan balita. Imunisasi merupakan hal mutlak yang perlu diberikan pada bayi. Imunisasi adalah sarana untuk mencegah penyakit berbahaya, yang dapat menimbulkan kematian pada bayi. Penurunan insiden penyakit menular telah terjadi berpuluh-puluh tahun yang lampau di negara-negara maju yang telah melakukan imunisasi dengan teratur dengan cakupan yang luas (Ranuh IGN, 2008).Posyandu merupakan salah satu bentuk Upaya Kesehatan bersumber Daya Masyarakat (UKBM) yang dikelola dan diselenggarakan dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan, guna memberdayakan masyarakat dan memberikan kemudahan kepada masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan dasar untuk mempercepat penurunan angka kematian ibu dan bayi.

Posyandu diselenggarakan untuk kepentingan masyarakat sehingga pembentukan, penyelenggaraan dan pemanfaatannya memerlukan peran serta aktif masyarakat dalam bentuk partisipasi penimbangan balita setiap bulannya, sehingga dapat meningkatkan status gizi balita. Kegiatan ini membutuhkan partisipasi aktif ibu-ibu yang memiliki anak balita untuk membawa balita-balita mereka ke posyandu sehingga mereka dapat memantau tumbuh kembang balita melalui berat badannya setiap bulan (Depkes RI, 2006). Posyandu dibentuk oleh masyarakat desa/kelurahan dengan tujuan untuk mendekatkan pelayanan kesehatan dasar, terutama Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), Keluarga Berencana (KB), imunisasi, gizi, dan penanggulangan diare kepada masyarakat setempat. Satu posyandu melayani sekitar 80-100 balita. Dalam keadaan tertentu, seperti lokasi geografis, perumahan penduduk yang terlalu berjauhan, dan atau jumlah balita lebih dari 100 orang, dapat dibentuk posyandu baru (Depkes RI, 2006).Pada skenario yang dibahas ini, target cakupan imunisasi menurut Dinkes Kabupaten setempat adalah 80%. Pada kenyataan yang terjadi di lapangan, cakupan imunisasi di desa mawar tahun 2012 tidak memenuhi target yang ditetapkan dinkes dengan rincian sebagai berikut :

a. BCG

60%

b. DPTHB 155%

c. DPTHB 253%

d. DPTHB 350%

e. POLIO

65%

f. CAMPAK 45%

B. Rumusan MasalahFaktor apa saja yang mempengaruhi rendahnya cakupan imunisasi di Desa Mawar sehingga tidak mencapai target yang telah ditetapkan oleh Dinkes Kabupaten setempat?

C. TujuanTujuan dari penulisan makalah ini adalah :

a. Tujuan Umum

Mengetahui faktor apa saja yang mempengaruhi rendahnya cakupan imunisasi di Desa Mawar

b. Tujuan Khusus

Mengidentifikasi faktor internal yang mempengaruhi rendahnya cakupan imunisasi di desa Mawar

Mengidentifikasi faktor eksternal yang mempengaruhi rendahnya imunisasi di desa Mawar

Mengidentifikasi berbagai jenis imunisasi dan jadwal pemberian

Merencanakan program imunisasi di Posyandu desa Mawar

BAB II

ANALISIS KASUS

A. Definisi

Imunisasi adalah suatu cara untuk meningkatkan kekebalan seseorang secara aktif terhadap suatu antigen, sehingga bila kelak ia terpajan pada antigen yang serupa tidak terjadi penyakit. Imunisasi berasal dari kata immune yang berarti kebal atau resisten. Imunisasi terhadap suatu penyakit hanya akan memberikan kekebalan atau resistensi pada penyakit itu saja, sehingga untuk terhindar dari penyakit yang lain diperlukan imunisasi lainnya (Ranuh IGN, 2008).B. Epidemiologi

Kegiatan imunisasi di Indonesia dimulai di pulau jawa dengan vaksin cacar pada tahun 1956. Pada tahun 1972, Indonesia telah berhasil membasmi penyakit cacar. Pada tahun 1974, Indonesia dinyatakan resmi bebas cacar air oleh WHO, yang selanjutnya dikembangkan vaksinasi lainnya. Pada tahun 1972 juga dilakukan studi pencegahan terhadap tetanus neonatorum dengan memberikan suntikan Tetanus Toxoid (TT) pada wanita dewasa di Jawa Tengah dan Jawa Timur sehingga pada tahun 1975 vaksinasi TT sudah dapat dilaksanakan di seluruh Indonesia. (Depkes RI, 2006).

C. Jenis-jenis Imunisasi di IndonesiaPada dasarnya ada dua jenis imunisasi, yaitu :

Imunisasi pasif (Pasive Immunization), imunisasi pasif adalah immunoglobulin.

Imunisasi Aktif (Active Immunization), imunisasi pada ibu hamil dan calon pengantin adalah imunisasi tetanus toksoid. Imunisasi ini untuk mencegah terjadinya tetanus pada bayi yang dilahirkan. Imunisasi tetanus (TT, tetanus toksoid) memberikan kekebalan aktif terhadap penyakit tetanus, ATS (Anti Tetanus Serum) juga dapat digunakan untuk pencegahan (imunisasi pasif) maupun pengobatan penyakit tetanus. Jenis imunisasi ini minimal dilakukan lima kali seumur hidup untuk mendapatkan kekebalan penuh. Imunisasi TT yang pertama dapat dilakukan kapan saja, misalnya sewaktu remaja. Lalu TT2 dilakukan setelah TT1 (dengan perlindungan tiga tahun). Tahap berikutnya adalah TT3, dilakukan enam bulan setelah TT2 (perlindungan 6 tahun), kemudian TT4 diberikan satu tahun setelah TT3 (perlindungan 10 tahun), dan TT5 diberikan setahun setelah TT4 (perlindungan 25 tahun). Jenis imunisasi ini dapat mencegah penyakit campak (measles pada anak-anak).Biasanya imunisasi bisa diberikan dengan cara disuntikkan maupun diteteskan pada mulut anak balita (bawah lima tahun). Berikut ini adalah jenis-jenis imunisasi pada balita:

1. Imunisasi BCGBCG diberikan 1 kali sebelum umur 2 bulan dan BCG ulangan tidak dianjurkan karena keberhasilannya diragukan. Vaksin disuntikkan intakutan di daerah insersio muskulus deltoideus dengan dosis untuk bayi kurang dari 1 tahun sebanyak 0,05 ml dan untuk anak 0,10 ml. Pada bayi perempuan dapat diberikan suntikan di paha kanan atas. Reaksi yang mungkin terjadi :a. Reaksi lokal yang terjadi 1-2 minggu setelah penyuntikan berupa indurasi dan eritema di tempat suntikan yang berubah menjadi pustula kemudian pecah menjadi ulkus, dan akhirnya menyembuh spontan dalam waktu 8-12 minggu dengan meninggalkan jaringan parut.

b. Reaksi regional berupa pembesaran kelenjar aksila dan servikal, konsistensi padat, tidak nyeri tekan, tidak disertai demam yang akan menghilang dalam waktu 3-6 bulan.

Komplikasi yang dapat terjadi berupa abses di tempat suntikan katena suntikan terlalu dalam (subkutan). Abses bersifat tenang (cold abcess) dan akan menyembuh spontan. Bila abses telah matang (merah, fluktuasi, kulit tipis) sebaiknya dilakukan aspirasi dan jangan diinsisi. Komplikasi lain adalah limfadenitis supurativa yang terjadi suntikan yang terlalu dalam atau dosis yang terlalu tinggi. Proses ini bersifat tenang dan akan menyembuh dalam waktu 2-6 bulan. Bila proses ini telah matang dilakukan aspirasi dan jangan diinsisi. 2. Hepatitis

Imunisasi ini diberikan sedini mungkin segera setelah bayi lahir. Imunisasi dasar diberikan 3 kali dengan jarak waktu satu bulan antara suntikan satu dan dua, dan lima bulan antara suntikan dua dan tiga. Imunisasi ulangan diberikan 5 tahun setelah imunisasi dasar. Pada anak vaksin diberikan secara intramuskular di daerah pangkal lengan atas, sedangkan pada bayi di daerah paha.

pada bayi lahir dengan ibu HbsAg negatif diberikan 5 mcg vaksin rekombinan atau 10 mcg vaksin plasma derived. Dosis kedua diberikan saat berumur 1-2 bulan dan ketiga umur 6 bulan. Pada bayi lahir dari ibu dengan HbsAg positif diberikan 0,5 ml HBIG dalam waktu 12 jam setelah lahir dan 5 mcg vaksin rekombinan atau 10 mcg vaksin plasma derived yang disuntikkan pada sisi yang belainan. Dosis kedua dan ketiga diberikan dengan jadwal yang sama pada ibu HbsAg negatif. Pada bayi baru lahir dari ibu dengan HbsAg tidak diketahui diberikan 0,5 ml mcg vaksin rekombinan atau 10 mcg vaksin plasma derived. Dosis kedua saat usia 1-2 bulan dan ketiga saat usia 6 bulan. Imunisasi ulangan diberikan 5 tahun kemudian. Vaksin ini dapat diberikan pada ibu hamil. Efek samping berupa efek lokal (nyeri di tempat suntikan) dan sistemis (demam ringan, lesu, perasaan tidak enak pada saluran cerna) yang akan hilang dalam beberapa hari.

3. Polio

Imunisasi dasar vaksin polio diberikan 4 kali (polio I, II, III, IV) dengan interval tidak kurang 4 minggu. Imunisasi polio ulangan diberikan satu tahun sejak imunisasi polio IV, kemudian saat masuk sekolah (5-6 tahun) dan saat meninggalkan sekolah dasar (12 tahun).Vaksin ini diberikan 2 tetes (0,1 ml) langsung ke mulut anak atau dengan menggunakan sendok yang berisi air gula. Efek samping yang mungkin terjadi berupa kelumpuhan dan kejang-kejang.

4. DPT

Imunisasi dasar vaksin DPT diberikan setelah berusia 2 bulan sebanyak 3 kali (DPT I, II, III) dengan interval tidak kurang dari 4 minggu. Imunisasi DPT ulangan diberikan satu tahun sejak imunisasi DPT III, kemudian saat masuk sekolah (5-6 tahun) dan saat meninggalkan sekolah dasar (12 tahun). Menurut program pemerintah vaksinasi ulangan dilakukan dengan memberikan DT di kelas 1 SD dan dilanjutkan dengan TT di kelas 2 dan 3 SD. Vaksin disuntikkan di bagian anterolateral paha sebanyak 0,5 ml.

Kontraindikasinya usia diatas 7 tahun. Efek samping yang mungkin terjadi berupa demam, nyeri, bengkak lokal, abses steril, syok, kejang. Bila terjadi demam dan nyeri pada tempat suntikan dapat diberi analgesik-antipiretik. Bila terdapat reaksi berlebihan maka imunisasi berikutnya diberikan DT.

5. Campak

Imunisasi campak dianjurkan diberikan satu dosis pada umur 9 bulan atau lebih. Pada kejadian luar biasa dapat diberikan pada umur 6 bulan dan diulang 6 bulan kemudian.

Vaksin disuntik subkutan dalam sebanyak 0,5 ml. Dan efek samping yang mungkin muncul adalah demam, ruam kulit, diare, konjunctivitis, dan gejala kataral serta ensefalitis (jarang). (Kapita Selekta UI, 2000)

D. Jadwal Pemberian Imunisasi

Gambar 2.1 Jadwal Pemberian imunisasi

E. Manfaat ImunisasiPemberian imunisasi memberikan manfaat sebagai berikut ;

a. Untuk anak, bermanfaat mencegah penderitaan yang disebabkan oleh penyakit menular yang sering berjangkit

b. Untuk keluarga, bermanfaat menghilangkan kecemasan serta biaya pengobatan jika anak sakit.

c. Untuk negara, bermanfaat memperbaiki derajat kesehatan, menciptakan bangsa yang kuat dan berakal untuk melanjutkan pembangunan negara (Depkes RI, 2001). F. Tenaga puskesmas Imunisasi

Standar tenaga pelaksana di tingkat puskesmas adalah petugas imunisasi dan pelaksana cold chain. Petugas imunisasi adalah tenaga perawat atau bidan yang telah mengikuti pelatihan, yang tugasnya memberikan pelayanan imunisasi dan penyuluhan. Pelaksana cold chain adalah tenaga yang berpendidikan minimal SMA atau SMK yang telah mengikuti pelatihan cold chain, yang tugasnya mengelola vaksin dan merawat lemari es, mencatat suhu lemari es, mencatat pemasukan dan pengeluaan vaksin serta mengambil vaksin di kabupaten/kota sesuai kebutuhan per bulan. Pengelola program imunisasi adalah petugas imunisasi, pelaksanan cold chain atau petugas lain yang telah mengikuti pelatihan untuk pengelola program imunisasi, yang tugasnya membuat perencanaan vaksin dan logistik lain, mengatur jadwal pelayanan imunisasi, mengecek catatan pelayanan imuisasi, membuat dan mengirim laporan ke kabupaten/kota, membuat dan menganalisis PWS bulanan, dan merencanakan tindak lanjut (Depkes RI, 2006).

Untuk meningkatkan pengetahuan dan/atau ketramplan petugas imunisasi perlu dilakukan pelatihan sesuai dengan modul latihan petugas imunisas. Pelatihan teknis diberikan kepada petugas imunisasi di puskesmas, rumah sakit dan tempat pelayanan lain, petugas cold chain di semua tingkat. Pelatihan manajerial diberikan kepada para pengelola imunisasi dan supervisor di semua tingkat (Depkes RI, 2006).G. Pengelolahan vaksin

a. Sensitivitas terhadap suhu

Untuk memudahkan pengelolahan, vaksin dibedakan dalam 2 (dua) kategori :

1) Vaksin yang sensitif terhadap panas (heat sensitive) : Polio, Campak dan BCG2) Vaksin yang sensitif terhadap pembekuan (freeze sensitive) : Hepatitis B, DPT, TT dan DT.

Semua vaksin akan rusak bila terpapar suhu panas. Namun vaksin Polio, Campak dan BCG akan lebih cepat rusak pada paparan panas dibandingkan vaksin Hepatitis B, DPT, TT dan TT. Sebaliknya vaksin Hepatitis B, DPT, TT dan DT akan rusak bila terpapar dengan suhu beku.

b. Pengadaan, penyimpanan, distribusi, dan pemakaian

1) Pengadaan

Pengadaan vaksin untuk program imunisasi dilakukan oleh Ditjen. PPM & PL dari sumber APBN dan BLN (Bantuan Luar Negeri). Pelaksanaa pengadaan vaksin dilakukan melalui kontrak pembelian pada PT. Bio Farma sebagai produsen vaksin satu-satunya di Indonesia apabila ada kegiatan khusus (seperti Catch Up Campaign Campak) dan vaksin tersebut telah lolos uji dari Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM).2) Penyimpanan

Setiap unit dianjurkan untuk menyimpan vaksin tidak lebih dari stok maksimalnya, untuk meghindari terjadinya penumpukan vaksin.

Bila frekuensi distribusi vaksin ke provinsi 1 (satu) kali setiap 3 (tiga) bulan, maka stook maksimal vaksin di provinsi adalah kebutuhan vaksin untuk 4 (empat) bulan. Bila frekuensi pengambilan vaksin ke provinsi 1 (sat) kali perbulan maka stok minimal di kabupaten adalah 1 (satu) bulan dan stok maksimal adalah 3 (tiga) bulan, dan bila frekuensi pengambilan vaksin ke kabupaten 1 (satu) kali perbulan maka stok maksimal di Puskesmas 1 (satu) bulan 1 (satu) minggu. Lihat bagan distribusi vaksin.

Distribusi setiap 1-3 bulan

Pengambilan setiap 1 bulan

Pengambilan setiap 1 bulanGambar 2.2 Distribusi Vaksin

Cara penyimpanan untuk vaksin sangat penting karena menyangkut potensi atau daya antigennya. Faktor-faktor yang meempengaruhi penyimpanan vaksin adalah suhu, sinar matahari, dan kelembaban.

Tabel 2.1 Penyimpanan VaksinVaksin Prop KabPusk Bidan di Desa

Polio -25C s/d 15 C2-8C

Campak

BCG

DPT

TT

DT

DPT/HB2C 8C

Hepatitis B2C 8CTanpa cold chain

Vaksin yang berasal dari virus hidup (polio, ampak) pada pedoman sebelumnya harus disimpan pada suhu dibawah 0C. Dalam perkembangan selanjut, hanya vaksin Polio yang masih memerlukan suhu dibawah 0C di provinsi dan kabupaten/kota, sedangkan vaksin campak lebih baik disimpan direfrigerator pada suhu 2-8C. Adapun vaksin lainnya harus disimpan pada suhu 2-8C. Vaksin Hepatitis B, DPT, TT dan DT tidak boleh terpapar pada suhu beku karena vaksin akan rusak akibat meningkatnya konsentrasi zat pengawet yng merusak antigen. Di Puskesmas yang mempunyai freezer pembuat cold pack, bagian freezer dari lemari es tidak dipakai untuk menyimpan vaksin. Dalam penyimpanan/pengangkutan vaksin, susunannya harus diperhatikan karena suhu dingin dari lemari es/freezer diterima vaksin secara konduksi, maka ketentuan tentang jarak antar kemasan vaksin harus dipenuhi. Demikian pula letak vaksin menurut jenis antigennya memunyai urutan tertentu untuk mengindari penurunan potensi vaksin yang terlalu cepat.3) Distribusi

Pengertian distribusi disini adalah transportasi atau pengiriman vaksin dari Pusat/Bio Farma ke provinsi, dari provinsi ke kabupaten/kota, dari kabupaten/kota ke puskesmas dan dari Puskesmas ke bidan di desa atau posyandu.

Distribusi vaksin baik jumlah maupu frekuensinya harus disesuaikan dengan volume vaksin dimasing-masing provinsi serta biaya transportasi. Rata-ata distribusi vaksin ke Provinsi adalah setiap 1-3 bulan. Tergantung dari besarnya jumlah penduduk provinsi tersebut. Bila frekuensi distribusi vaksin dikurangi, keuntungannya adalah biaya transportasi berkurang, sedang kerugiannya sebaian besar umur vaksin dihabiskan dalam tempat penyimpanan di Pusat/Bio Farma. Karena volume penyimpanan dipengaruhi dengan stok vaksin maka pusat/Bio Farma memerlukan informasi tentang stok vaksin di provinsi secara berkala atau melalui permintaan vaksin dari provinsi.

Dari gudang provinsi vaksin diambil oleh petugas kabupaten/kota setiap bulan dan dari gudang kabupaten/kota vaksin diambil oleh petugas Puskesmas setiap bulan. Dengan demikian untuk kabupaten/kota dan Puskesmas diperlukan biaya pengambilan vaksin setiap bulan. Frekuensi pengambilan vaksin inipun bervariasi antar kabupaten/kota dan Puskesmas, tergantung padakapasitas tempat penyimpanan vaksn, biaya transportasi serta volume kegiatan.

Dalam menjaga potensi vaksin selama transportasi, ketentuan pemakainan cold/cool box, vaccine carrier, termos, cold/cool pack harus diperhatikan.4) Pemakaian

Dalam mengambil vaksin untuk pelayanan imunisasi, prinsip yang dipakai saat ini, early expired first out/EEFO (dikeluarkan berdasar tanggal kadaluarsa yang lebih dulu).

Namun dengan adanya VVM (vaccine vial monitor) maka ketentuan EEFO tersebut menjadi pertimbangan kedu. VVM sangat membantu petugas dalam manajemen stok vaksin secara cepat dengan melihat perubahan warna pada indikator yang ada.

Kebijaksanaan program adalah tetap membuka vial/ampul baru meskipun sasaran sedikit untuk tidak mengecewakan masyarakat. Kalau pada awalnya indeks pemakaian vaksin menjadi sangat kecil dibandingkan dengan jumlah dosis per vial/ampul, dengan semakin mantapnya manajemen program di unit pelayanan, tingkat efisiensi dari pemakaian vaksin ini harus semain tinggi.

Vaksin yang dipakai haruslah vaksin yang poten dan aman. Sisa vaksin sudah dibawa ke lapangan namun belum dibuka harus segera dipakai pada pelayanan berikutnya, sedang yang sudah dibuka harus dibuang. Sebelum dibuang periksadulu apakah di antara pengunjung diluar umur sasaran ada yang perlu dilengkapi imunisasinya dan ada yang perlu mendapat booster. Namun hasil imunisasi ini jangan dilaporkan, cukup dicatat dalam buku bantu.Vaksin yang dipakai di unit pelayanan statis atau di dalam gedung (RS, Puskesmas, BKIA, praktek swasta) dapat digunakan kembali setelah vial dibuka dengan ketentuan sebagaimana tabel dibawah ini :

Tabel 2.2 Masa Pemakaian Vaksin dari Vial yang Sudah Dibuka di Unit Pelayanan Statis

VAKSINMASA PEMAKAIAN

Polio2 minggu

DPT4 minggu

TT4 minggu

DT4 minggu

Hepatitis B4 minggu

Pemakaian vaksin yang sudah dibuka harus memenuhi kriteria berikut :

Vaksin tidak melewati masa kadaluarsa

Vaksin tetap disimpan pada + 2C s/d 8C

Sterilitas vaksin dapat terjamin

Vial vaksin tidak pernah terendm dalam air

VVM masih menunjukkan kondisi A atau BH. Prioritas Masalah dan Rumusan Masalah

Permasalahan dalam skenario ini adalah rendahnya cakupan imunisasi sehingga tidak memenuhi target yang ada yaitu kurang dari 80% dengan data cakupan imunisasi di desa Mawar tahun 2012 adalah sebagai berikut :

a. BCG

60%

b. DPTHB 1

55%c. DPTHB 2

53%d. DPTHB 3

50%e. POLIO

65%f. CAMPAK 45% Melihat dari skenario yang ada maka ada beberapa masalah, meliputi :

1. Masalah internal :

Cakupan imunisasi belum mencapai 80%

Kurangnya sumber daya manusia 2. Masalah Eksternal :

a. Adanya adat istiadat terhadap imunisasi

b. Kurangnya pengetahuan tentang manfaat imunisasi

c. Lokasi tempat posyandu diselenggarakan

d. Faktor kesibukan orang tua yang masih bekerja saat pelaksanaan imunisasi dilaksanakan

e. Faktor jarak antara rumah dan posyandu yang jauh

f. Akses ke posyandu yang terbatas

BAB III

RENCANA PROGRAM

Menurut Harrington Emerson dalam Phiffner John F. Dan Preathus Robert V. (1960) manajemen mempunyai enam unsur (5M) + (1E), yaitu :

1. Man

2. Money

3. Materials

4. Machines

5. Methods

6. Environment

Pelaksanaan program untuk menyelesaikan masalah cukupan imunisasi di Posyandu Desa Mawar mengacu pada 5M diatas:

1. ManFaktor manusia adalah hal yang paling menentukan dalam suatu manajemen. Keterbatasan jumlah sumber daya manusia di Desa Mawar dapat mempengaruhi target cakupan imunisasi. Hal yang dapat dilakukan adalah mengusulkan adanya penambahan jumlah sumber daya manusia yang berkompeten di Posyandu agar target cakupan imunisasi di desa Mawar tercapai.

2. Money

Uang merupakan alat (tools) yang penting untuk mencapai tujuan karena sesuatu harus diperhitungkan secara rasional. Hal ini akan berhubungan dengan berapa uang yang harus disediakan untuk membiayai gaji tenaga kerja, alat-alat yang dibutuhkan dan harus dibeli, serta biaya yang diperlukan untuk kebutuhan transportasi.3. Materials

Material dalam hal ini antara lain, vaksin yang digunakan untuk melaksanakan imunisasi tersebut. Pemberian vaksin disesuaikan dengan usia dan jumlah penerima imunisasi sehingga material yang ada dapat digunakan secara efisien. 4. Machines

Machine dalam hal ini adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan peralatan yang digunakan yaitu alat dan bahan. Alat yang dimaksud antara lain jarum suntik, kapas alkohol, timbangan berat badan dan lain-lain. Sedangkan bahan yang dimaksud misalnya obat-obatan profilaksis untuk kejadian syok anafilatik.5. Methods

Metode dalam hal ini ada beberapa yang perlu diperhatikan, yaitu penyimpanan, distribusi dan pemakaian vaksin yang salah dapat menurunkan potensi vaksin yang akan digunakan dalam program imunisasi. Oleh karena itu, kita harus memberi informasi tentang pengelolahan vaksin yang benar kepada petugas pelaksana di lapangan. Agar kegiatan imunisasi tersebut berjalan sesuai dengan program yang direncanakan maka perlu diadakan penyuluhan kepada setiap dusun, mengubah pola pikir masyarakat mengenai adanya adat istiadat terhadap imunisasi, mensosialisasikan kepada masyarakat tentang manfaat imunisasi dan menyelenggarakan kegiatan imunisasi ditempat yang mudah dijangkau oleh masyarakat. 6. EnviromentLingkungan sangat memperngaruhi tingkat keberhasilan program imunisasi. Akses antar posyandu yang sulit dan jarak antara rumah penduduk dengan posyandu yang jauh, dan adat istiadat masyarakat yang percaya terhadap jimat yang diyakini dapat mencegah timbulnya penyakit sehingga tidak perlu melakukan imunisasi.

BAB IVREKOMENDASI

Berdasarkan masalah yang ada yaitu belum tercapainya cakupan imunisasi di desa Mawar yang disebabkan oleh adanya adat istiadat terhadap imunisasi, kurangnya pengetahuan tentang manfaat imunisasi, faktor kesibukan orang tua yang masih bekerja saat pelaksanaan imunisasi dilaksanakan, faktor jarak antara rumah dan posyandu yang jauh, faktor akses antar posyandu yang sulit maka diberikan beberapa rekomendasi untuk dapat mencapai target yang diinginan, yaitu :

1. Menyelenggarakan kegiatan imunisasi pada waktu yang disesuaikan dengan pekerjaan mayoritas masyarakat setempat, yang mungkin dilaksanakan posyandu di luar jam kerja masyarakat pada umumnya di daerah tersebut yaitu pada malam hari sekitar pukul 17.00-21.00 WIB.

2. Mengusulkan penambahan jumlah sumber daya manusia agar pelaksanaan program imunisasi lebih efektif dan efisien.

3. Melakukan imunisasi dengan mendatangi tiap rumah penduduk yang memiliki bayi dan ibu hamil sehingga akses dan jarak tidak lagi menjadi masalah. 4. Mengubah pola pikir masyarakat mengenai adanya adat istiadat terhadap imunisasi dengan cara melakukan pendekatan atau mendatangi orang yang sangat dihormati atau tokoh masyarakat atau sesepuh di desa tersebut.5. Mengadakan penyuluhan kepada setiap desa kepada setiap warga yang mempunyai anak kecil untuk dilakukan imunisasi dengan cara bekerja sama dengan ketua RT atau ketua desa setempat.

6. Menyosialisasikan kepada masyarakat melalui penyuluhan yang dilaksanakan di balai desa tentang manfaat imunisasi sesuai jadwal yang ditentukan pemerintah.7. Memberikan penyuluhan kepada petugas pelaksana dalam melakukan penyimpanan, distribusi dan pemakaian vaksin yang benar.BAB VKESIMPULAN

Imunisasi adalah suatu usaha untuk memberikan kekebalan pada bayi, anak, dan ibu hamil terhadap penyakit tertentu. Guna terwujudnya derajat kesehatan yang tinggi, pemerintah telah menempatkan fasilitas pelayanan (Suharjo, 2010).Angka kesakitan bayi di Indonesia relatif masih cukup tinggi, meskipun menunjukkan penurunan dalam satu dekade terakhir. Program imunisasi bisa didapatkan tidak hanya di puskesmas atau di rumah sakit saja, akan tetapi juga diberikan di posyandu yang dibentuk masyarakat dengan dukungan oleh petugas kesehatan dan diberikan secara gratis kepada masyarakat dengan maksud program imunisasi dapat berjalan sesuai dengan harapan (Sri Rezeki, 2005).

Posyandu merupakan salah satu bentuk Upaya Kesehatan bersumber Daya Masyarakat (UKBM) yang dikelola dan diselenggarakan dari, oleh, untuk dan bersama masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan, guna memberdayakan masyarakat dan memberikan kemudahan kepada masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan dasar untuk mempercepat penurunan angka kematian ibu dan bayi.

Permasalahan dalam skenario ini adalah cakupan imunisasi yang tidak terpenuhi dari target yang ada yaitu kurang dari 80%. Terdapat beberapa faktor yang menjadi penyebab cakupan target imunisasi tidak terpenuhi yaitu : Faktor internal yang mempengaruhi rendahnya cakupan imunisasi di desa Mawar misalnya adat istiadat dan pekerjaan orang tua, faktor eksternal yang mempengaruhi rendahnya imunisasi di desa Mawar yaitu kurangnya sumber daya manusia, akses antar posyandu yang sulit, jarak antara rumah penduduk dengan posyandu yang jauh, jenis imunisasi dan jadwal pemberian imunisasi di Posyandu desa Mawar yang tidak memenuhi target cakupan imunisasi.Solusi yang dapat dialkukan adalah 1. Menyelenggarakan kegiatan imunisasi pada waktu yang disesuaikan dengan pekerjaan mayoritas masyarakat setempat, yang mungkin dilaksanakan posyandu di luar jam kerja masyarakat pada umumnya di daerah tersebut yaitu pada malam hari sekitar pukul 17.00-21.00 WIB.

2. Mengusulkan penambahan jumlah sumber daya manusia agar pelaksanaan program imunisasi lebih efektif dan efisien.3. Melakukan imunisasi dengan mendatangi tiap rumah penduduk yang memiliki bayi dan ibu hamil sehingga akses dan jarak tidak lagi menjadi masalah. 4. Mengubah pola pikir masyarakat mengenai adanya adat istiadat terhadap imunisasi dengan cara melakukan pendekatan atau mendatangi orang yang sangat dihormati atau tokoh masyarakat atau sesepuh di desa tersebut.5. Mengadakan penyuluhan kepada setiap desa kepada setiap warga yang mempunyai anak kecil untuk dilakukan imunisasi dengan cara bekerja sama dengan ketua RT atau ketua desa setempat.6. Menyosialisasikan kepada masyarakat melalui penyuluhan yang dilaksanakan di balai desa tentang manfaat imunisasi sesuai jadwal yang ditentukan pemerintah.7. Memberikan penyuluhan kepada petugas pelaksana dalam melakukan penyimpanan, distribusi dan pemakaian vaksin yang benar.

DAFTAR PUSTAKA

1. Depkes RI. Imunisasi. 2006. Tersedia di : www.depkes.go.id/ diakses 18 Mei 2015. 2. Ranuh IGN, Suyitno H, Hadinegoro SRS, Kartasasmita CB, penyunting. Pedoman Imunisasi di Indonesia. Edisi ketiga. Jakarta: Satgas Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia; 2008.3. Sri, Rezeki S Hadinegoro. Prof. Dr. dr. SpA(K), dkk. Pedoman imunisasi di Indonesia. Ikatan Dokter Indonesia. Edisi ke-2. Jakarta 2005.4. Suharjo, JB. Vaksinasi cara ampuh cegah penyakit infeksi. Kanisius : 2010.Pusat/Bio Farma

Stok: 6 bulan

Provinsi

Stok: 3 bulan+cadangan 1 bulan

Kabupaten

Stok: 2 bulan +cadangan 1 bulan

Puskesmas

Stok: 1 bulan+cadangan 1 minggu

Rendahnya Cakupan

Imunisasi di

Desa Mawar

19