Evaluasi Dan Tes

download Evaluasi Dan Tes

of 20

Transcript of Evaluasi Dan Tes

1. Definisi PembelajaranIstilah pembelajaran secara garis besar dapat didefinisikan sebagai suatu proses interaksi antara komponen-komponen sistem pembelajaran dengan tujuan untuk mencapai suatu hasil belajar. Hal ini berarti bahwa pembelajaran adalah suatu proses transaksional (saling memberikan timbal balik) di antara komponen-komponen sistem pembelajaran, yakni pendidik, peserta didik, bahan ajar, media, alat, prosedur dan proses belajar guna mencapai suatu perubahan yang komprehensif pada diri peserta didik.Perubahan yang komprehensif tersebut berarti perubahan yang mendalam dan esensial pada perilaku, sikap, pengetahuan dan kemampuan pemaknaan pada peserta didik yang dapat berguna untuk menyelesaikan tugas/kewajiban-kewajiban dalam hidupnya, sehingga melalui sebuah kegiatan pembelajaran yang berkelanjutan, seluruh kebutuhan hidup peserta didik tersebut sebagai seorang insan manusia akan dapat terpenuhi.Beberapa pakar memberikan definisinya terhadap istilah pembelajaran. Oemar Hamalik (1994: 69) mengemukakan bahwa pembelajaran adalah prosedur dan metode yang ditempuh oleh pengajar untuk memberikan kemudahan bagi peserta didik untuk melakukan kegiatan belajar secara aktif dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran. Mohammad Surya (2003: 11) memberikan pengertian bahwa pembelajaran adalah suatu proses yang dilakukan individu untuk memperoleh suatu perubahan perilaku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil dari pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.Berdasarkan pendapat dari dua pakar di atas dapat ditarik beberapa kata kunci dari istilah pembelajaran, yakni bahwa pembelajaran merupakan sebuah prosedur/proses yang melibatkan interaksi antara pengajar dan peserta didik, baik secara langsung maupun melalui penggunaan berbagai media pembelajaran, serta ditempuh guna memperoleh sebuah perubahan perilaku secara keseluruhan.Prosedur/proses pembelajaran yang melibatkan pengajar, peserta didik dan media pembelajaran tersebut bisa dilakukan melalui berbagai pola. Morris dalam Rusman (2010: 152) mengklasifikasikan empat pola pembelajaran yang bisa digambarkan sebagai berikut:1. Pola Pembelajaran Tradisional 1

2. Pola Pembelajaran Tradisional 2

3. Pola Pembelajaran Guru dan Media

4. Pola Pembelajaran Bermedia

Dalam bagan di atas dapat diperhatikan bahwa kedua pola pembelajaran tradisional (a dan b) menempatkan pengajar sebagai pusat dari kegiatan pembelajaran, di mana ia menjadi satu-satunya pihak yang mengontrol jalannya lalu lintas informasi pembelajaran yang disampaikan kepada peserta didik. Kedua pola pembelajaran tersebut merupakan pola pembelajaran yang masih lazim digunakan di banyak tempat di Indonesia.Pola pembelajaran guru dan media (c) serta pola pembelajaran bermedia (d) merupakan pola pembelajaran yang sudah melibatkan penggunaan media pembelajaran dalam proses pelaksanaannya. Pada kedua pola tersebut pengajar tidak lagi menjadi satu-satunya sentral informasi dalam kegiatan pembelajaran, karena peserta didik bisa memperoleh berbagai informasi dari media pembelajaran yang disertakan dalam kegiatan pembelajaran, baik secara mandiri ataupun disertai bimbingan dari pengajar.Pada kedua pola pembelajaran tersebut pengajar harus mampu untuk berperan sebagai seorang fasilitator, di mana ia menggunakan kemampuannya sebagai seorang pengajar untuk memanfaatkan dan mengoptimalkan media-media pembelajaran yang ada agar dapat meningkatkan keaktifan, kreativitas dan kemandirian peserta didik dalam kegiatan pembelajaran, sesuai dengan tuntutan yang diberikan oleh Kurikulum Berbasis Kompetensi.2. Komponen-Komponen PembelajaranPembelajaran dapat dipandang sebagai sebuah sistem yang bekerja dengan komponen-komponennya yang saling berhubungan satu sama lain dan sama-sama memiliki satu tujuan yang bila dicapai akan menghasilkan sebuah dampak pada pihak pengajar dan peserta didik sebagai pihak yang menjalankan sistem tersebut. Tujuan yang dimaksud merupakan sebuah hasil akhir dari sistem pembelajaran dan bisa merujuk kepada beberapa jenis tujuan pembelajaran, tergantung pada cakupan dari tujuan pembelajaran yang dimaksud, seperti Tujuan Pendidikan Nasional, tujuan institusional/lembaga, tujuan kurikuler, maupun tujuan yang cakupannya paling spesifik, yakin tujuan pembelajaran umum dan tujuan pembelajaran khusus.Pencapaian tujuan-tujuan pembelajaran akan memberikan dampak, baik kepada pengajar maupun peserta didik yang mengikuti sistem pembelajaran yang dilangsungkan. Bagi pengajar, mereka akan mendapatkan hasil yang bisa diukur berupa data hasil belajar siswa yang berbentuk angka/nilai, serta masukan bagi pengembangan kegiatan pembelajaran selanjutnya. Bagi siswa, mereka akan mendapatkan hasil pembelajaran yang disebut sebagai nurturent effect/dampak pengiring berupa terapan pengetahuan dan/atau kemampuan di bidang lain sebagai suatu transfer belajar yang akan membantu perkembangan mereka mencapai keutuhan dan kemandirian.Guna mencapai tujuan pembelajaran dan memberikan dampak yang sesuai kepada pengajar dan peserta didik sebagai pihak yang terlibat dalam sistem tersebut, maka diperlukan adanya interaksi yang aktif dan saling mempengaruhi antar komponen-komponen pembelajaran. Interaksi tersebut juga harus bersifat saling bergantung (interdependensi) dan saling terobos (interpenetrasi) antar masing-masing komponen.Fathoni & Riyana (2009: 137) mengemukakan bahwa ada lima komponen sistem pembelajaran, yaitu: tujuan pembelajaran, bahan pembelajaran, strategi dan metode pembelajaran, media pembelajaran, serta evaluasi pembelajaran. Interaksi antar komponen dalam pembelajaran tersebut bisa digambarkan dalam bagan sebagai berikut:

Dari bagan di atas dapat dilihat bahwa pembelajaran merupakan suatu sistem yang setiap komponennya saling berhubungan satu sama lain, dan semuanya itu sama-sama menuju kepada tercapainya suatu tujuan pembelajaran. Berikut akan dijelaskan penjelasan dari masing-masing komponen sistem pembelajaran:a. Tujuan PembelajaranTujuan pembelajaran merupakan suatu target yang ingin dicapai dalam pelaksanaan suatu kegiatan pembelajaran. Komponen ini adalah titik akhir dari sinergi komponen-komponen pembelajaran lain seperti bahan, strategi, metode, media dan evaluasi pembelajaran. Maka dari itu, komponen tujuan ini juga harus dijadikan sebagai pijakan/dasar dalam merumuskan perancangan komponen-komponen pembelajaran lainnya.Fathoni & Riyana (2009: 138) mengemukakan bahwa tujuan pembelajaran itu bertingkat dan setiap tingkatan akan berakumulasi untuk mencapai tingkatan berikutnya yang lebih tinggi. Secara hierarkis, empat tingkatan tujuan pembelajaran tersebut adalah sebagai berikut:1. Tujuan Pendidikan NasionalTujuan Pendidikan Nasional merupakan tujuan yang secara umum ingin dicapai oleh setiap kegiatan pembelajaran yang dilangsungkan di semua lembaga pendidikan di Indonesia. Tujuan Pendidikan Nasional ini diatur dalam UU No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dalam UU tersebut, disebutkan bahwa Tujuan Pendidikan Nasional Indonesia adalah mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri, serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.2. Tujuan Institusional/LembagaTujuan institusional/lembaga adalah tujuan yang ingin dicapai oleh sebuah lembaga pendidikan/sekolah. Tujuan ini biasanya bersifat lebih spesifik dan kongkrit, serta tercermin dalam setiap kegiatan pengembangan kurikulum yang dilakukan oleh sekolah tersebut.Contohnya, sebuah sekolah memiliki visi untuk Mewujudkan Peserta Didik yang Cerdas, Terampil, Berakhlak Budi Luhur serta Bertakwa Kepada Tuhan Yang Maha Esa. Maka kurikulum yang dipakai oleh sekolah tersebut sebisa mungkin diarahkan guna menciptakan siswa-siswa yang cerdas, terampil dan berakhlak budi luhur, dengan selalu memasukkan muatan-muatan agamis/spiritual agar mereka juga bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.3. Tujuan KurikulerTujuan kurikuler adalah tujuan yang hierarkis tingkatannya lebih rendah dibanding tujuan institusional. Tujuan kurikuler ini merupakan penjabaran dari tujuan institusional dan menggambarkan tujuan yang ingin dicapai oleh setiap bidang studi dari suatu lembaga pendidikan/sekolah. Tujuan kurikuler tercantum dalam GBPP (Garis-Garis Besar Program Pengajaran) dari setiap bidang studi di lembaga pendidikan/sekolah tersebut.4. Tujuan Instruksional/PembelajaranTujuan instruksional/pembelajaran adalah tujuan yang hierarkis tingkatannya paling rendah dibandingkan tujuan pembelajaran yang lain, sehingga tujuan ini benar-benar menggambarkan tujuan dari suatu kegiatan pembelajaran dengan betul-betul spesifik dan terperinci.Tujuan instruksional/pembelajaran dibagi lagi menjadi dua bagian, yaitu Tujuan Instruksional Umum (TIU) dan Tujuan Instruksional Khusus (TIK). Tujuan Instruksional Umum adalah tujuan pembelajaran yang sifatnya masih umum yang ingin dicapai dalam setiap pokok bahasan dari sebuah bidang studi. Tujuan Instruksional Khusus (TIK) merupakan penjabaran yang spesifik dari Tujuan Instruksional Umum. Tujuan Instruksional Khusus harus ditulis dengan menggunakan kata-kata kerja operasional agar tingkat ketercapaiannya bisa dengan lebih mudah terukur.b. Bahan PembelajaranBahan pembelajaran adalah isi dari suatu kurikulum yang berupa mata pelajaran/bidang studi dengan topik/sub topik dan rinciannya. Dengan merujuk kepada Taksonomi Bloom, sebuah bahan pembelajaran haruslah menyentuh ketiga aspek kompetensi peserta didik, yaitu kognitif (pengetahuan), afektif (sikap/nilai) dan psikomotor (keterampilan).Supriadie dalam Fathoni & Riyana (2009: 141) merinci enam kategori bahan pembelajaran sebagai berikut:1. Fakta, yaitu sesuatu yang telah terjadi atau telah dialami/dikerjakan, dan bisa berupa obyek atau keadaan tentang suatu hal.2. Konsep/teori, yaitu suatu ide/gagasan atau suatu pengertian umum yang menjelaskan serangkaian fakta.3. Prinsip, yaitu suatu aturan/kaidah untuk melakukan sesuatu, atau kebenaran dasar sebagai titik tolak untuk berpikir.4. Nilai, yaitu suatu pola, ukuran, norma atau suatu tipe/model yang berkaitan dengan pengetahuan atau kebenaran yang bersifat umum.5. Keterampilan, yaitu suatu kemampuan untuk berbuat sesuatu, baik dalam pengertian fisik maupun mental.c. Strategi dan Metode PembelajaranStrategi pembelajaran sebagai suatu komponen dalam sistem pembelajaran memiliki kaitan yang erat dengan komponen sebelumnya, yakni tujuan pembelajaran. Pemilihan strategi dalam suatu kegiatan pembelajaran harus selalu mengacu kepada rumusan tujuan yang ingin dicapai dalam suatu kegiatan pembelajaran tersebut.Bila merujuk kepada Taksonomi Bloom, terdapat tiga ranah kompetensi peserta didik, yaitu kognitif (pengetahuan), afektif (sikap) dan psikomotor (keterampilan). Suatu kegiatan pembelajaran yang tujuannya adalah peningkatan kompetensi pada ranah kognitif, memiliki strategi pembelajarannya tersendiri dan tidak bisa diterapkan pada kegiatan pembelajaran yang tujuannya adalah meningkatkan kompetensi pada ranah afektif atau psikomotor. Misalnya, bila suatu pembelajaran bertujuan untuk memberikan pemahaman kepada peserta didik tentang konsep worldwide web, maka strategi pembelajaran yang digunakan cukup metode ceramah atau diskusi. Lain halnya bila tujuan yang ingin dicapai adalah memberikan keterampilan pada peserta didik untuk mengembangkan sebuah website untuk ditempatkan di jaringan world wide web. Strategi yang digunakan tentu lebih cocok berupa metode praktek/tutorial. Begitu pula bila tujuan pembelajaran yang ingin dicapai adalah meningkatkan kompetensi pada ranah afektif. Strategi pembelajaran yang digunakan tentunya adalah strategi pembelajaran tersendiri yang paling tepat digunakan untuk meningkatkan kompetensi peserta didik pada ranah tersebut.Dengan demikian jelas bahwa dalam setiap pertimbangan pemilihan strategi pembelajaran harus selalu mengacu kepada rumusan tujuan yang ingin dicapai oleh kegiatan pembelajaran tersebut. Hal ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan oleh J.R. David dalam Masitoh (2011: 22) yang mengemukakan bahwa strategi pembelajaran adalah perencanaan yang berisi tentang rangkaian kegiatan yang didesain untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Selain itu, Kemp dalam Masitoh (2011: 22) juga mengemukakan hal yang senada, bahwa strategi pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan oleh guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien.Strategi pembelajaran bisa dikelompokkan berdasarkan beberapa pertimbangan. Masitoh (2011: 23), mengelompokkan strategi pembelajaran berdasarkan kepada pertimbangan-pertimbangan berikut:A. Pertimbangan proses pengolahan pesan:a. Strategi pembelajaran deduktif; materi pelajaran dirancang sedemikian rupa dimulai dari topik kajian yang umum menuju ke topik kajian yang lebih khusus/spesifik.b. Strategi pembelajaran induktif; materi pelajaran dirancang sedemikian rupa dimulai dari topik kajian yang khusus/spesifik menuju ke topik kajian yang lebih umum.B. Pertimbangan proses pengelola pesan:a. Strategi pembelajaran ekpositorik; strategi pembelajaran ini berpusat kepada guru sebagai pihak yang berperan lebih utama dalam menyampaikan pesan pembelajaran secara verbal kepada peserta didik (teacher centered).b. Strategi pembelajaran heuristik; strategi pembelajaran ini lebih berpusat kepada peserta didik sebagai pihak yang lebih banyak mengelola pesan-pesan pembelajaran. Adapun guru lebih berperan sebagai fasilitator yang mengatur jalannya pengolahan pesan pembelajaran oleh siswa (student centered).C. Pertimbangan pengaturan gurua. Strategi pembelajaran seorang guru; seorang guru benar-benar bertanggungjawab untuk menjadi pihak yang mengajarkan suatu materi pelajaran.b. Strategi pembelajaran beregu; guru yang berjumlah dua orang atau lebih bertanggungjawab untuk mengajarkan suatu materi pelajaran (team teaching).D. Pertimbangan jumlah peserta didika. Strategi pembelajaran klasikal;b. Strategi pembelajaran kelompok kecil;c. Strategi pembelajaran individual.E. Pertimbangan interaksi pengajar dan peserta didika. Strategi pembelajaran tatap muka; merupakan strategi pembelajaran konvensional di mana pengajar dan peserta didik saling bertemu di suatu ruang kelas untuk saling melaksanakan proses pembelajaran.b. Strategi pembelajaran melalui media; dalam strategi ini pengajar dan peserta didik tidak saling bertemu dalam sebuah ruang kelas. Kehadiran seorang pengajar digantikan oleh media pembelajaran yang berperan untuk menyampaikan pesan-pesan pembelajaran.F. Pertimbangan berdasarkan taksonomi hasil belajara. Strategi pembelajaran kognitif;b. Strategi pembelajaran psikomotor;c. Strategi pembelajaran afektif.Berbeda dengan strategi pembelajaran yang merupakan sebuah rencana untuk meraih tujuan pembelajaran, metode pembelajaran bisa diartikan sebagai sebuah cara untuk meraih tujuan pembelajaran. Dengan kata lain, metode pembelajaran merupakan penjabaran cara-cara yang bisa ditempuh untuk menjalankan rumusan rencana-rencana pembelajaran yang tertuang dalam strategi pembelajaran.Dalam memilih suatu metode yang akan digunakan dalam suatu kegiatan pembelajaran, seorang pengajar dapat menggunakan pendekatan seperti yang digambarkan oleh bagan pemilihan pendekatan pembelajaran yang dikemukakan oleh Masitoh (2011: 24) sebagai berikut,

Berdasarkan bagan tersebut, pertama-tama seorang pengajar menentukan jenis strategi pembelajarannya, apakah akan berorientasi kepada siswa (student centered) atau berorientasi kepada guru (teacher oriented). Penentuan strategi pembelajaran ini tentunya dilakukan dengan mempertimbangkan dahulu apa tujuan pembelajarannya. Setelah menentukan hal tersebut, pengajar kemudian bisa memilih metode-metode yang cocok digunakan sesuai dengan pendekatan yang dipilih.Berikut akan dipaparkan beberapa metode pembelajaran yang lazim digunakan dalam sebuah kegiatan belajar mengajar:a. Metode CeramahMetode ceramah merupakan metode pembelajaran di mana informasi dialihkan oleh pengajar kepada peserta didik dengan langsung secara verbal (lisan). Metode ini cocok digunakan bila informasi pembelajaran yang disampaikan adalah kebanyakan berupa teori, serta pengajar dihadapkan pada jumlah peserta didik yang besar. Selain menyampaikan materi pembelajaran, melalui metode ini pengajar diharapkan dapat sebanyak mungkin mendorong timbulnya inspirasi dan motivasi pada diri setiap peserta didik. Metode ini adalah metode yang paling mudah untuk digunakan, oleh karena itu metode ini juga menjadi metode yang paling umum digunakan dalam suatu kegiatan belajar mengajar.b. Metode SimulasiClarc C dalam Masitoh (2011: 25) mengemukakan bahwa simulasi adalah tindakan peniruan dari proses yang nyata. Dalam penggunaannya pada kegiatan pembelajaran, metode simulasi berguna untuk melatih peserta didik dalam memecahkan masalah, meningkatkan keaktifan belajar, serta menumbuhkan daya kreatif. Metode simulasi dapat digunakan sebagai bekal bagi peserta didik untuk menghadapi suatu situasi nyata yang nantinya akan mereka temui pada saat mereka mengaplikasikan ilmunya di lapangan. Melalui metode ini pengetahuan, sikap, dan keterampilan peserta didik akan diperkaya guna menghadapi berbagai situasi sosial yang problematis yang kelak akan mereka temui. Dalam penerapan metode ini, seorang pengajar harus berusaha untuk meminimalisir faktor-faktor penghambat psikologis yang sering muncul pada diri peserta didik, seperti rasa malu, takut dan tertekan. Pengajar harus sebisa mungkin membuat peserta didik merasa santai dan bisa menjalankan perannya dengan sealami mungkin agar tujuan dari pembelajaran dengan metode simulasi ini bisa tercapai. Di akhir proses pembelajaran, pengajar mengajak para peserta didiknya untuk berdiskusi tentang jalannya simulasi yang baru saja dipraktekkan sambil mendorong para peserta didik untuk bersama-sama merumuskan kesimpulan.Ada beberapa jenis metode simulasi, di antaranya:1. Permainan simulasi (simulation games);2. Bermain peran (role playing);3. Sosiodrama;4. Psikodrama;5. Peer teaching.c. Metode pemberian tugasMetode pemberian tugas merupakan sebuah format interaksi belajar mengajar di mana seorang tenaga pengajar memberikan satu atau lebih tugas kepada peserta didik untuk diselesaikan baik secara perorangan (mandiri) maupun berkelompok. Berikut adalah alur dari metode pembelajaran dengan pemberian tugas, seperti yang dikemukakan oleh Masitoh (2011: 26):Metode pemberian tugas sering juga disebut sebagai metode resitasi. Metode ini bila dipergunakan dengan tepat akan membuat pengetahuan yang diperoleh peserta didik dari hasil belajar dapat diingat lebih lama, karena peserta didik diberikan kesempatan untuk secara mandiri melakukan berbagai hal yang diperlukan untuk menyelesaikan tugasnya, seperti melakukan riset, wawancara, studi literatur dll. Hasil pembelajaran yang menggunakan metode resitasi bisa ditindaklanjuti dengan peserta didik melakukan presentasi di depan kelas untuk kemudian ditanggapi oleh pengajar/peserta didik lainnya, sehingga bisa dirumuskan suatu kesimpulan/masukan-masukan atas tugas yang telah selesai dikerjakannya.Metode resitasi sendiri mempunyai sebuah kelemahan. Kadang kala peserta didik bisa melakukan penipuan terhadap dirinya sendiri dalam menyelesaikan tugasnya dengan meniru pekerjaan temannya tanpa mau bersusah payah untuk mengerjakan secara mandiri. Bila hal seperti itu yang terjadi, tujuan dari metode pembelajaran resitasi tidak akan tercapai. Di sinilah peran pengajar untuk selalu meningkatkan kemampuan aspek afektif pada peserta didik. Pengajar harus selalu berusaha menanamkan nilai-nilai kejujuran pada peserta didiknya agar mereka bisa merasa percaya diri dan meraih kepuasan dengan mengerjakan tugasnya sendiri, sehingga mereka enggan untuk mencontek hasil pekerjaan orang lain. Bila terus ditanamkan, sikap jujur ini akan selalu terbawa hingga mereka terjun ke lapangan nanti, sehingga para peserta didik bisa menjadi pribadi yang terbaik.d. Metode Cooperative LearningRoger dan Johnson dalam Masitoh (2011: 26) mengemukakan definisi cooperative learning sebagai berikut,Cooperative learning is a relationship in a group of students that requires positive interdependence (a sense of sink or swim together), individual accountability (each of us has to contribute and learn), interpersonal skills (communication, trust, leadership, decision making, and conflict resolution), face-to-face promotive interaction, and processing (reflecting on how well the team is functioning and how to function even better).Berdasarkan definisi tersebut bisa dilihat bahwa ada beberapa hal yang diperlukan guna berlangsungnya suatu kegiatan pembelajaran dengan metode cooperative learning. Hal-hal tersebut di antaranya: (1) keadaan saling ketergantungan dan memiliki rasa kebersamaan di antara para peserta didik; (2) kemampuan di antara sesama peserta didik untuk saling belajar dan berkontribusi terhadap kegiatan pembelajaran; dan (3) kemampuan interpersonal di antara para peserta didik, seperti keterampilan untuk saling berkomunikasi, saling menaruh rasa percaya, kemampuan kepemimpinan, kemampuan untuk mengambil keputusan, serta kemampuan untuk menyelesaikan konflik.Masitoh (2011: 27) mengemukakan bahwa ada beberapa teknik yang bisa dipakai dalam metode cooperative learning, di antaranya:1. Make a Match;2. Bertukar pasangan;3. Berpikir berpasangan berbagi (think pair share);4. Jigsaw.e. Metode Tanya JawabMetode tanya jawab dilakukan dengan memberikan stimulus berupa pertanyaan kepada peserta didik. Hal ini bisa menumbuhkan pengetahuan baru pada diri peserta didik atau membuat mereka untuk berusaha kembali mengingat pengetahuan yang telah mereka peroleh sebelumnya. Pembelajaran dengan metode ini juga bisa meningkatkan terjadinya interaksi antara tenaga pengajar dengan peserta didik.Dalam pengaplikasiannya, pertanyaan-pertanyaan yang diajukan harus sebisa mungkin berupa pertanyaan dengan topik bahasan yang menarik, menantang dan memiliki nilai aplikasi yang tinggi (Kusumah: 2009). Pertanyaan yang diajukan bisa berupa pertanyaan tertutup (pertanyaan pasti yang hanya memiliki satu jawaban kemungkinan), atau pertanyaan terbuka (pertanyaan dengan banyak kemungkinan jawaban yang bisa memancing timbulnya opini pada diri peserta didik).f. Metode DiskusiMoedjiono dalam Masitoh (2011: 29) mengemukakan bahwa metode diskusi merupakan suatu cara penguasaan isi pelajaran melalui wahana tukar pendapat berdasarkan pengetahuan dan pengalaman yang diperoleh guna memecahkan suatu masalah.Dalam metode ini, sejumlah peserta didik sama-sama melakukan tukar pendapat tentang suatu topik/masalah untuk mencari jawaban atas permasalahan tersebut berdasarkan semua fakta dan pengetahuan yang memungkinkan, yang didapat melalui kegiatan saling bertukar pendapat itu.Metode diskusi akan sangat menunjang keaktifan pada diri peserta didik bila melibatkan semua anggota diskusi serta dapat merumuskan kesimpulan pada akhir pembelajaran. Agar efektif, suatu kegiatan diskusi harus memiliki topik pembahasan yang jelas dan menarik minat seluruh pesertanya, pimpinan diskusi yang adil dan demokratis (dalam hal ini bisa pengajar atau seseorang yang ditunjuk dari peserta didik untuk memimpin diskusi), sikap toleran dan saling menghormati pendapat di antara para peserta diskusi, serta suasana diskusi yang kondusif tanpa tekanan.g. Metode EksperimenWinarno dalam Masitoh (2011: 29) mengungkapkan bahwa metode eksperimen adalah suatu kegiatan di mana pengajar dan peserta didik mencoba untuk mengerjakan serta mengamati proses dan hasil percobaan. Dalam metode ini peserta didik diajak untuk melakukan percobaan agar mereka mengalami dan membuktikan sendiri tentang sesuatu yang telah dipelajarinya. Dalam metode ini peserta didik diberi kesempatan untuk mengalami melakukan sendiri suatu percobaan dengan mengikuti proses, mengamati obyek, menganalisis, membuktikan dan menarik kesimpulan tentang obyek yang dipelajarinya.h. Metode DemonstrasiCardille dalam Masitoh (2011: 29) mengungkapkan bahwa metode demonstrasi adalah suatu penyajian yang dipersiapkan secara teliti untuk mempertontonkan sebuah tindakan atau prosedur yang digunakan. Dalam pembelajaran dengan menggunakan metode demonstrasi, pengajar ataupun seorang demonstrator (orang/tenaga ahli yang sengaja dipanggil untuk melakukan demonstrasi), bisa memperagakan atau mempertunjukkan kepada peserta didik mengenai suatu proses, situasi, benda atau cara kerja dari suatu hal.Metode demonstrasi memiliki beberapa kelebihan seperti kemampuannya untuk membuat perhatian siswa menjadi lebih terpusatkan, proses belajar yang menjadi lebih terarah kepada materi yang sedang diajarkan, serta pengalaman dan kesan belajar yang lebih melekat pada diri peserta didik. Hanya saja, tidak semua materi bisa diajarkan melalui metode demonstrasi. Materi yang cocok untuk diajarkan melalui metode demonstrasi biasanya adalah materi yang berupa teknik, atau berkaitan dengan benda dan sistem kerja. Pengajar harus bisa memilah mana materi yang cocok untuk diajarkan melalui metode demonstrasi dan mana yang lebih cocok untuk disampaikan dengan metode lainnya.Guna mencapai sebuah proses pembelajaran yang baik, maka setiap komponen dalam sebuah sistem pembelajaran harus memiliki dan memenuhi sejumlah kriteria tertentu. Fathoni & Riyana (2009: 150) memaparkan kriteria-kriteria tersebut sebagai berikut:1. Memiliki tingkat relevansi epistemologis yang tinggi, artinya proses belajar yang dilakukan peserta didik relevan dengan hakikat ilmu yang sedang dipelajari peserta didik;2. Memiliki tingkat relevansi psikologis. Dalam hal ini ilmu dipandang sebagai alat berpikir. Makin tinggi kadar berpikir siswa di dalam kegiatan belajar, makin berkualitas proses belajar mengajar tersebut.3. Memiliki tingkat relevansi sosiologis. Kriteria ini dilihat dari segi kesempatan peserta didik menghayati nilai-nilai sosial. Di dalam proses belajar mengajar yang memberi kesempatan kepada peserta didik menghayati nilai-nilai sosial, seperti: saling menghargai pendapat, bekerjasama dan sejenisnya, maka dilihat dari kriteria ini proses tersebut cukup baik;4. Memberi kesempatan kepada peserta didik untuk berpartisipasi secara optimal. Proses belajar mengajar yang terlalu didominasi oleh guru dinilai tidak baik;5. Memiliki tingkat efisiensi dan efektivitas yang tinggi. Hal ini dilihat dari tingkat pencapaian tujuan yang optimal dan komprehensif serta dengan sumber daya yang relatif hemat.d. Media PembelajaranMedia pembelajaran merupakan salah satu komponen dalam sistem pembelajaran yang berfungsi untuk membantu pengajar dan peserta didik dalam mencapai tujuan pembelajaran melalui penggunaan alat bantu pembelajaran yang tepat dan sesuai dengan karakteristik penggunanya.Bila ditelusuri secara etimologis, kata media adalah bentuk jamak dari medius, sebuah kata dalam bahasa latin yang berarti perantara atau pengantar. Dalam ranah komunikasi, istilah media memiliki definisi sebagai saluran/alat penyimpanan atau transmisi yang digunakan untuk menyimpan atau menyampaikan informasi atau data.Berkaitan dengan kedudukannya dalam dunia pendidikan, media memiliki beberapa konsep/definisi yang berbeda. Susilana dan Riyana (2008: 5), merangkumnya dalam beberapa pendapat-pendapat yang dikemukakan oleh para ahli/asosiasi di bidang pendidikan sebagai berikut:1. Teknologi pembawa pesan yang dapat dimanfaatkan untuk keperluan pembelajaran. Jadi media adalah perluasan dari guru (Schram: 1977);2. Sarana komunikasi dalam bentuk cetak maupun audio visual, termasuk teknologi perangkat kerasnya (NEA: 1969);3. Alat untuk memberikan perangsang bagi siswa supaya terjadi proses belajar (Briggs: 1970);4. Segala bentuk dan saluran yang dipergunakan untuk proses penyaluran pesan (AECT: 1977);5. Berbagai jenis komponen dalam lingkungan siswa yang dapat merangsang siswa untuk belajar (Gagne: 1970);6. Segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan yang dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan kemauan siswa untuk belajar (Miarso: 1989).Semua pengertian dan konsep media pembelajaran di atas, dapat dirangkum ke dalam sebuah definisi seperti yang dikemukakan oleh Scanlan (2012) sebagai berikut:Instructional media encompasses all the materials and physical means an instructor might use to implement instruction and facilitate students achievement of instructional objectives. This may include traditional materials such as chalkboards, handouts, charts, slides, overheads, real objects, and videotape or film, as well newer materials and methods such as computers, DVDs, CD-ROMs, the Internet, and interactive video conferencing.Media pembelajaran pada dasarnya mencakup semua alat dan bahan yang bisa digunakan oleh seorang pengajar untuk menerapkan proses pembelajaran dan memfasilitasi peserta didik untuk mencapai tujuan pembelajaran. Media pembelajaran bisa berbentuk banyak hal. Terdapat klasifikasi yang membedakan media pembelajaran mulai dari bentuknya yang paling sederhana, seperti poster, flipboard atau papan tulis, hingga ke media pembelajaran yang bentuknya lebih rumit/modern seperti komputer, situs web e-learning, aplikasi augmented reality dll.Sebuah media pembelajaran, apapun bentuknya itu, selalu terdiri dari dua buah unsur pembangun, yaitu perangkat keras (hardware) dan perangkat lunak (software). Perangkat keras dalam media pembelajaran berarti sarana/peralatan yang dipergunakan untuk menyajikan pesan/materi yang diajarkan, sedangkan perangkat lunak berarti informasi/pesan/bahan ajar yang dibawa oleh unsur perangkat keras (hardware) untuk disampaikan kepada peserta didik. Terkait fungsi dari kedua unsur dalam media pembelajaran ini, Susilana & Riyana (2008: 6) mengemukakan,Media pembelajaran memerlukan peralatan untuk menyajikan pesan, namun yang terpenting bukanlah peralatan itu, melainkan pesan/informasi pembelajaran yang dibawakannya.Sebuah media pembelajaran harus dimanfaatkan dalam sebuah kegiatan pembelajaran manakala media tersebut mampu untuk memfasilitasi kegiatan belajar atau meningkatkan pemahaman terhadap materi-materi pembelajaran. Scanlan (2012) menuturkan, bahwa setidaknya ada empat macam tujuan pembelajaran yang ketercapaiannya bisa dibantu oleh penggunaan media pembelajaran, yaitu menarik perhatian, membangun ketertarikan, menyesuaikan suasana belajar, serta mempromosikan suatu ide.Susilana & Riyana (2008: 8) menyebutkan manfaat-manfaat media pembelajaran sebagai berikut:1. Memperjelas pesan agar tidak terlalu bersifat verbalistis;2. Mengatasi keterbatasan ruang, waktu, tenaga dan daya indra;3. Menimbulkan gairah belajar, interaksi lebih langsung antara murid dengan sumber belajar;4. Memungkinkan anak belajar mandiri sesuai dengan bakat dan kemampuan visual, auditori dan kinestetiknya;5. Memberi rangsangan yang sama, mempersamakan pengalaman dan menimbulkan persepsi yang sama.Sementara itu Kemp & Dayton dalam Susilana & Riyana (2008: 8) juga mengemukakan kontribusi media dalam pembelajaran sebagai berikut:1. Penyampaian pesan pembelajaran dapat lebih terstandar;2. Pembelajaran dapat lebih menarik;3. Pembelajaran menjadi lebih interaktif dengan menerapkan teori belajar;4. Waktu pelaksanaan pembelajaran dapat diperpendek;5. Kualitas pembelajaran dapat ditingkatkan;6. Proses belajar dapat berlangsung kapanpun dan di manapun diperlukan;7. Sikap positif siswa terhadap materi pembelajaran serta proses pembelajaran dapat ditingkatkan;8. Peran guru berubah ke arah yang lebih positif.Manfaat-manfaat di atas tentunya hanya bisa tercapai apabila suatu kegiatan pembelajaran telah dirancang dengan baik dan media yang digunakan pun merupakan media pembelajaran yang paling efektif untuk digunakan sebagai alat bantu dalam kegiatan pembelajaran tersebut. Dalam usaha memanfaatkan media sebagai alat bantu, Edgar Dale, seorang profesor pendidikan dari Ohio State University, Amerika Serikat, melakukan klasifikasi pengalaman belajar dari tingkat yang paling kongkrit (nyata) ke tingkat yang paling abstrak.Pengklasifikasian tersebut dikenal dengan istilah Kerucut Pengalaman Edgar Dale (Dales Cone of Experience). Kerucut Pengalaman Edgar Dale merupakan sebuah model yang menggabungkan beberapa teori tentang perancangan dan proses pembelajaran. Kerucut ini menggambarkan keterkaitan antara teori belajar dan teknologi komunikasi audiovisual. Kerucut ini juga menyatukan teori pendidikan John Dewey dengan gagasan-gagasan psikologi yang tengah populer pada masa itu (Sudrajat: 2008).Berikut adalah ilustrasi dari Kerucut Pengalaman Edgar Dale (Dale 1969:107):Kerucut Pengalaman Edgar Dale mengklasifikasikan pengalaman belajar berdasarkan tingkat keefektifannya pada peningkatan pemahaman peserta didik terhadap materi pembelajaran. Dalam pengembangan teknologi dan media pembelajaran, klasifikasi tersebut akan memberikan implikasi terhadap pemilihan metode dan bahan pembelajaran yang akan digunakan. Berikut adalah urutan pengalaman belajar dimulai dari pengalaman yang paling abstrak hingga paling nyata berdasarkan bagan Kerucut Pengalaman Edgar Dale di atas:1. Verbal symbols (Lambang kata/verbal);2. Visual symbols (Lambang visual/gambar);3. Recordings, radio, still pictures (Rekaman, radio dan gambar diam);4. Motion pictures (Gambar bergerak/film);5. Educational television (Televisi/siaran pendidikan);6. Exhibits (Pameran/museum);7. Study trips (Widyawisata);8. Demonstrations (Demonstrasi/percontohan);9. Dramatized experiences (Dramatisasi);10. Constrived experiences (Pengalaman tiruan);11. Direct purposeful experiences (Pengalaman langsung).Sesuai dengan perkembangan teknologi, terutama teknologi informasi dan komunikasi, media pembelajaran yang ada pada saat ini semakin berkembang ragam dan jenisnya, dari mulai yang paling sederhana seperti poster atau over head projector (OHP), hingga yang paling modern seperti situs web pembelajaran elektronik (e-learning) yang dipergunakan untuk keperluan pembelajaran jarak jauh dan pembelajaran berbasis web.Susilana & Riyana (2008: 13) melakukan klasifikasi umum terhadap media pembelajaran berdasarkan cara penyajiannya ke dalam tujuh kelompok sebagai berikut:1. Kelompok Kesatu: Media Grafis, Bahan Cetak dan Gambar Diam;2. Kelompok Kedua: Media Proyeksi Diam;3. Kelompok Ketiga: Media Audio;4. Kelompok Keempat: Media Audio Visual Diam;5. Kelompok Kelima: Gambar Bergerak (Film);6. Kelompok Keenam: Televisi;7. Kelompok Ketujuh: Multimedia.Selain ketujuh kelompok media pembelajaran di atas, Susilana & Riyana (2008: 22) juga mengemukakan bahwa masih terdapat dua kelompok yang tidak termasuk media penyaji, tapi masih tetap termasuk ke dalam kelompok media pembelajaran, karena masih memiliki sifat untuk mengantarkan materi pembelajaran walaupun dengan cara yang berbeda. Kedua kelompok media tersebut adalah Media Obyek dan Media Interaktif.Media obyek merupakan media pembelajaran yang tidak menyampaikan pesan pembelajaran melalui format sajian seperti halnya media pembelajaran lainnya. Yang menjadi penyampai pesan pembelajaran dalam media obyek adalah fisik dari medianya sendiri. Media obyek bisa berupa benda hidup seperti binatang/tumbuhan, benda-benda alami seperti sungai, aliran air, batu, tanah dll, benda-benda buatan manusia seperti kendaraan, komputer, gedung, peralatan bertani dll. Selain benda-benda nyata seperti yang telah disebutkan, media obyek juga bisa berupa replika, model atau benda tiruan.Selain media obyek, sebuah bentuk media pembelajaran yang bukan merupakan kelompok media penyaji adalah media interaktif. Melalui media interaktif, peserta didik melakukan kegiatan pembelajaran tidak hanya dengan mengamati atau menerima informasi dari medianya saja, melainkan saling berkomunikasi dan saling memberikan timbal balik dengan media itu (berinteraksi).Susilana & Riyana (2008: 22) menuturkan, setidaknya ada tiga macam bentuk interaksi dengan media pembelajaran interaktif. Bentuk interaksi yang pertama adalah interaksi yang menunjukkan input yang diberikan oleh peserta didik kepada suatu program pembelajaran, misalnya interaksi yang dilakukan saat seorang peserta didik mengisi blangko/format isian pada sebuah modul/bahan belajar berprograma. Bentuk interaksi yang kedua adalah interaksi antara peserta didik dengan sebuah mesin/alat otomatis, seperti komputer, video interaktif, smartphone, simulator dll. Bentuk interaksi yang ketiga adalah bentuk interaksi antara siswa yang terjadi secara teratur namun tidak terprogram sebelumnya. Sebagai contohnya adalah kegiatan permainan pendidikan atau simulasi yang melibatkan peserta didik dalam suatu kegiatan atau masalah. Dalam interaksi ini, seorang peserta didik harus mampu menyesuaikan dirinya dengan situasi yang timbul, karena tidak adanya batasan yang kaku mengenai jawaban yang benar. Bila berpedoman pada Kerucut Pengalaman Edgar Dale, bentuk interaksi ketiga dalam media pembelajaran interaktif ini bisa dimasukkan dalam jenis pengalaman belajar langsung (direct learning purpose), yang mana merupakan klasifikasi pengalaman belajar dengan tingkat keefektifan yang paling tinggi. Jenis interaksi ini akan memberikan pengalaman belajar yang merangsang minat peserta didik. Banyak pengajar yang menganggap jenis interaksi ini sebagai sumber terbaik dalam urusan media komunikasi.Aplikasi e-learning model pembelajaran berbasis web (web-based learning) termasuk dalam klasifikasi media pembelajaran interaktif dengan bentuk interaksi yang kedua (interaksi dengan mesin/alat otomatis). Dalam pembelajaran berbasis web, selain belajar melalui pesan pembelajaran yang disajikan oleh aplikasi e-learning tersebut, peserta didik juga melakukan aktivitas interaktif seperti menjawab soal latihan, mengisi tes formatif, juga bersosialisasi dengan pengajar atau peserta didik lainnya melalui tampilan antar muka web. Semua kegiatan pembelajaran itu dilakukan secara online dan real time. Peserta didik dapat memperoleh feed back seperti nilai dari tes formatif mereka, secara langsung begitu mereka selesai mengerjakannya. Selain itu, kegiatan pembelajaran berbasis web akan merangsang kemandirian dan motivasi peserta didik dalam menyelesaikan kegiatan pembelajarannya. Karena dalam kegiatan pembelajaran jenis ini, peserta didik dituntut untuk bisa belajar secara mandiri dan bermotivasi agar dapat materi pembelajarannya serta menyelesaikan semua evaluasi.e. Evaluasi PembelajaranSecara harfiah evaluasi berarti suatu kegiatan penilaian, penaksiran atau pengukuran. Secara istilah, evaluasi adalah penilaian yang dilakukan secara sistematis terhadap manfaat, nilai dan signifikansi dari suatu hal dengan menggunakan kriteria/standar yang telah ditentukan.Berkaitan dengan kegiatan pembelajaran, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan bahwa Evaluasi Pendidikan adalah,Kegiatan pengendalian, penjaminan dan penetapan mutu pendidikan terhadap berbagai komponen pendidikan pada setiap jalur, jenjang dan jenis pendidikan sebagai bentuk pertanggungjawaban penyelenggaraan pendidikan.Senada dengan definisi di atas, Arifin (2010) juga mengemukakan definisi dari evaluasi pembelajaran secara umum sebagai berikut:Suatu proses atau kegiatan yang sistematis, berkelanjutan dan menyeluruh dalam rangka pengendalian, penjaminan dan penetapan kualitas (nilai dan arti) berbagai komponen pembelajaran berdasarkan pertimbangan dan kriteria tertentu sebagai bentuk pertanggungjawaban guru dalam melaksanakan pembelajaran.Berdasarkan dua definisi di atas, bisa terlihat bahwa evaluasi dilakukan sebagai suatu bentuk pertanggungjawaban dari pihak penyelenggara pendidikan, baik itu pengajar maupun lembaga pendidikan, kepada pihak-pihak yang membutuhkannya, seperti peserta didik, orang tua peserta didik atau lembaga-lembaga lain yang membutuhkan data hasil pendidikan.Kegiatan evaluasi pembelajaran secara umum dilakukan untuk mengetahui efektivitas dari proses pembelajaran yang telah dilakukan. Efektivitas proses pembelajaran itu sendiri bisa dilihat dari perubahan tingkah laku peserta didik setelah mengikuti proses pembelajaran, yang disesuaikan dengan kompetensi, tujuan, dan isi program pembelajaran.Bila dilihat dari sudut pandang peserta didik, evaluasi pembelajaran juga memiliki beberapa fungsi tertentu. Fathoni (2011: 55) mengemukakan bahwa,Penilaian dalam pembelajaran dapat membantu peserta didik untuk memperkuat motivasi belajarnya, memperbesar daya ingat dan transfer belajarnya, memperbesar pemahaman peserta didik terhadap keberadaan dirinya dan memberikan umpan balik tentang efektivitas pembelajaran.Kegiatan evaluasi pembelajaran juga bisa digunakan untuk mengetahui kesulitan-kesulitan yang dialami oleh peserta didik, serta efisiensi dan efektivitas kegiatan pengajaran yang dilakukan oleh guru. Hal ini senada dengan tujuan khusus dari kegiatan evaluasi pembelajaran yang dikemukakan oleh Arifin (2010) sebagai berikut:1. Mengetahui tingkat penguasaan peserta didik terhadap kompetensi yang telah ditetapkan;2. Mengetahui kesulitan-kesulitan yang dialami peserta didik dalam proses belajar, sehingga dapat dilakukan diagnosis dan kemungkinan memberikan remedial teaching;3. Mengetahui efisiensi dan efektivitas strategi pembelajaran yang digunakan guru, baik yang menyangkut metode, media maupun sumber-sumber belajar.Dalam dunia pendidikan, kegiatan evaluasi ada beberapa macam jenisnya dan lazim dilakukan untuk beberapa keperluan. Arifin (2011: 55) mengemukakan empat jenis evaluasi yang sering dilakukan di suatu lembaga pendidikan sebagai berikut:1. Formatif; Evaluasi yang bertujuan untuk memberikan feedback kepada pengajar untuk memperbaiki kualitas. proses pembelajaran. Dalam evaluasi ini, peserta didik yang belum mencapai kompetensi yang diharapkan atau belum menguasai materi pembelajaran dapat diberikan pembelajaran tambahan/remedial.2. Sumatif; Evaluasi ini biasanya dilakukan di akhir sebuah kegiatan pembelajaran. Evaluasi ini dilakukan untuk mengetahui tingkat penguasaan peserta didik terhadap materi pelajaran yang telah diajarkan. Evaluasi ini juga dilakukan untuk menentukan angka (nilai) yang dijadikan sebagai suatu laporan perkembangan belajar dan bahan pertimbangan untuk memberikan keputusan apakah peserta didik tersebut dapat melanjutkan studinya ke tingkatan yang lebih tinggi atau harus mengulang kembali di jenjang yang sama. Penyelenggaraan suatu evaluasi sumatif di akhir kegiatan pembelajaran biasanya akan meningkatkan motivasi belajar peserta didik karena mereka ingin mampu melanjutkan studinya ke jenjang berikutnya.3. Diagnostik; Evaluasi yang dilakukan untuk mengetahui latar belakang peserta didik yang mengalami kesulitan belajar. Evaluasi dilakukan mencakup aspek psikologis, fisik dan lingkungan dari peserta didik yang bersangkutan.4. Seleksi dan Penempatan; Evaluasi yang digunakan untuk menyeleksi dan menempatkan peserta didik sesuai dengan minat dan kemampuannya. Contoh: tes SNMPTN, tes penempatan kelas IPA/IPS, tes penjurusan program studi dll.Untuk menghasilkan suatu bentuk evaluasi yang reliabel dan hasilnya bisa dipertanggungjawabkan, seorang pengajar/evaluator hendaknya mampu mengembangkan suatu bentuk evaluasi yang berkualitas. Perancangan suatu bentuk evaluasi bisa berpedoman pada prinsip-prinsip umum seperti yang dikemukakan oleh Depdiknas (2003: 7) sebagai berikut:1. Mengukur hasil-hasil belajar yang telah ditentukan dengan jelas dan sesuai dengan kompetensi serta tujuan pembelajaran;2. Mengukur sampel tingkah laku yang representatif dari hasil belajar dan bahan-bahan yang tercakup dalam pengajaran;3. Mencakup jenis-jenis instrumen penilaian yang paling sesuai untuk mengukur hasil belajar yang diinginkan;4. Direncanakan sedemikian rupa agar hasilnya sesuai dengan yang digunakan secara khusus;5. Dibuat dengan realibilitas yang sebesar-besarnya dan harus ditafsirkan secara hati-hati;6. Dipakai untuk memperbaiki proses dan hasil belajar.Untuk mengembangkan suatu evaluasi, seorang pengembang suatu bentuk evaluasi hendaknya melakukannya dengan melalui tahapan yang baik dan benar. Fathoni (2011: 56) menyebutkan setidaknya ada delapan langkah umum dalam suatu kegiatan pengembangan evaluasi pembelajaran sebagai berikut:1. Mengidentifikasi kompetensi, pokok bahasan dan sub pokok bahasan serta tujuan pembelajaran;2. Menentukan sampel aspek kemampuan yang akan diukur;3. Membuat tabel spesifikasi atau kisi-kisi tes;4. Menulis soal;5. Melaksanakan/menyajikan tes;6. Memeriksa hasil tes;7. Mengolah dan menafsirkan hasil tes;8. Menggunakan hasil tes.Setiap langkah tersebut, dilakukan dengan selalu berpedoman terhadap prinsip-prinsip umum pengembangan evaluasi pembelajaran dari Depdiknas seperti yang telah disebutkan sebelumnya. Hal tersebut dilakukan agar bentuk evaluasi yang dihasilkan benar-benar layak dan mampu melakukan pengukuran hasil belajar pada peserta didik dengan baik dan reliabel.Ada berbagai macam teknik dan bentuk evaluasi. Seorang pengajar/evaluator bisa memilih salah satu atau menggabungkan beberapa di antaranya untuk mendapatkan data hasil pendidikan yang dibutuhkannya. Arifin (2011: 60) mengemukakan bahwa secara garis besar teknik evaluasi bisa dibedakan menjadi dua jenis, yaitu tes dan non-tes. Bentuk-bentuk evaluasi tersebut bisa dijabarkan dalam bagan berikut:Tes merupakan suatu alat yang disusun secara sistematis untuk mengukur suatu sampel perilaku. Dalam tes, seorang peserta didik harus menjawab atau mengerjakan serangkaian tugas/pertanyaan. Dari pengukuran terhadap hasil tes itulah data/nilai tentang perilaku dari seorang peserta didik bisa didapatkan.Tes bisa digunakan untuk mengukur pengetahuan teoritis dan peningkatan keterampilan. Sedangkan untuk mengukur perkembangan pada skala sikap/afektif, seorang evaluator bisa menggunakan bentuk nontes seperti observasi, wawancara, skala sikap, angket, daftar cek, sosiometri dan data penilaian (Arifin 2011: 76).