evaluasi dan perencanaan kerapatan jaringan pos hujan dengan ...
Transcript of evaluasi dan perencanaan kerapatan jaringan pos hujan dengan ...
EVALUASI DAN PERENCANAAN KERAPATAN JARINGAN POS
HUJAN DENGAN METODE KRIGING DAN ANALISA
PEMBOBOTAN DI WILAYAH SUNGAI PARIGI-POSO PROVINSI
SULAWESI TENGAH
Nurul Pratiwi1, Ery Suhartanto2, Dian Chandrasasi2
1)Mahasiswa Sarjana Teknik Pengairan, Fakultas Teknik Universitas Brawijaya Malang; 2) Dosen Jurusan Teknik Pengairan, Fakultas Teknik Universitas Brawijaya Malang.
Teknik Pengairan Universitas Brawijaya-Malang, Jawa Timur, Indonesia
Jln.MT Haryono 167 Malang 65145 Indonesia
e-mails: [email protected]
ABSTRAK
Data hujan merupakan point penting dalam perencanaan bangunan keairan, sehingga dibutuhkan
data hujan yang benar dan akurat. Untuk mendapatkan data hujan yang benar dan akurat diperlukan
adanya kerapatan jaringan pos hujan sesuai dengan yang direkomendasikan WMO (World
Meteorologic Organisation).
Di lokasi penelitian yaitu Wilayah Sungai Parigi-Poso provinsi Sulawesi Tengah,
kerapatan jaringan pos hujannya berdasarkan WMO kurang memadai, sehingga dibutuhkan
evaluasi pos hujan eksisting dengan metode analisa bobot untuk mengetahui skala prioritas dari
setiap pos hujan dan perencanaan kerapatan jaringan pos hujan yang baru menggunakan metode
kriging.
Hasil analisa kerapatan jaringan pos hujan dengan metode diatas didapat letak dari masing-
masing pos hujan di Wilayah Sungai Parigi-Poso provinsi Sulawesi Tengah yaitu, 1 pos klasifikasi
primer, 7 pos klasifikasi sekunder dan 17 pos hujan rekomendasi 1 serta 15 pos hujan rekomendasi
2, dari 10 pos hujan eksisting yang luasan pengaruhnya sudah memenuhi standar WMO dengan
kesalahan relatif kurang dari 5% pada perbandingan curah hujan rancangan pos eksiting dan pos
rekomendasi. Nilai RMSE (Root Mean Square Error) dan MAE (Mean Absolute Error) pos hujan
rekomendasi 1 dan rekomendasi 2 lebih kecil dibandingkan nilai RMSE dan MAE pos hujan
eksisting sehingga rekomendasi ini dapat diterapkan.
Kata Kunci: Metode Analisa Bobot, Metode Kriging, Kerapatan Jaringan Pos Hujan.
ABSTRACT
Rainfall data is an important point in the hidraulic planning which accurate rain data is required.
To obatained accurate rainfall data needed network density of rain station in accordance with the
recommended WMO (World Meteorologic Organisation).
Standard WMO of network density of rain station in Parigi-Poso river region, Central
Sulawesi Province, is inadequate, so that requiring the evaluation of existing rain station used
score analysis method to determine the scale priority score of each rain station and new planning
at network density of rain station with Kriging method.
The results of the network density of rain station with those method obtained the location
of each rainfall station of Parigi Poso river region, Central Sulawesi Province, that are 1 primer
classification station, 7 sekunder classification station and 17 rain station for first recommendation
and 15 rain station for second recommendation , of 10 existing rain station with misconduct
relatively below than 5 % to the comparison between existing station and recommendation of
rainfall desaign.The value of RMSE (Root Mean Square Error) and MAE (Mean Absolute Error)
rain station first recommendation and second recommendation lower than the value of RMSE and
MAE existing rain so that these recommedation can be applied.
Keywords: Analysis Score Methods, Kriging Methods, Network Density of Rain Station.
1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Data hujan pada suatu DAS
merupakan bagian yang sangat penting
dalam analisis hidrologi untuk
perencanaan bangunan air. Oleh
karena itu dibutuhkan adanya jaringan
pos hujan yang memadai, sehingga
dapat diperoleh data yang mewakili
keadaan hujan sebagai curah hujan
DAS. Maka diperlukan sejumlah pos
hujan, dengan pengertian bahwa makin
banyak jumlah pos hujan, perkiraan
terhadap hujan yang sebenarnya terjadi
di dalam sebuah DAS makin baik.
Penetapan kerapatan jaringan
dirasakan sangat penting, mengingat
kerapatan pos hujan dapat dinyatakan
sebagai luas DAS yang diwakili oleh
satu pos. Tinggi kerapatan hujan ini
sangat menentukan ketelitian perkiraan
hujan dalam DAS tersebut. Kerapatan
jaringan pos hujan berdasarkan WMO
(World Meteorologhical
Organization), menyebutkan bahwa
untuk daerah tropis seperti Indonesia,
diperlukan kerapatan minimum 600-
900 km2/pos untuk daerah dataran dan
untuk daerah pegunungan sebesar 100-
250 km2/pos.
Pertimbangan penetapan
jaringan pos hujan tidak sederhana,
pada umumnya hal ini pun tidak dapat
dilakukan sekali jadi, dan selalu
memerlukan evaluasi sesuai dengan
perkembangan yang terjadi, dan
merupakan proses evaluasi yang
menerus, (Harto, 2009:35). Oleh
karena itu, maka analisis kerapatan
jaringan pos hujan sangat diperlukan
pada DAS.
1.2. Identifikasi Masalah
1. Wilayah Sungai Parigi-Poso
memiliki peranan yang penting
untuk masyarakat Provinsi
Sulawesi Tengah.
2. Dalam kegiatan analisa hidrologi,
terutama untuk mendapatkan
parameter hidrologi yang
digunakan sebagai dasar dalam
perencanaan, operasi dan
pemeliharaan serta pengembangan
sumber daya air dibutuhkan data
hidrologi yang akurat seperti curah
hujan dan lain sebagainya.
3. Keakuratan data hidrologi terutama
data curah hujan dipengaruhi oleh
kerapatan jaringan pos hujan suatu
DAS atau Wilayah Sungai.
4. Melihat beberapa hal tersebut
diatas maka analisa kerapatan
jaringan pos hujan pada Wilayah
Sungai Parigi-Poso sangat
diperlukan. Hal ini untuk
memberikan data hidrologi yang
akurat sesuai dengan kebutuhan
dan sesuai dengan kondisi yang
sebenarnya.
1.3. Tujuan dan Manfaat
Tujuan dari studi ini yaitu
untuk mengetahui hasil evaluasi pos
hujan berdasarkan metode Analisa
Bobot, serta kerapatan jaringan pos
hujan berdasarkan metode Kriging,
dan juga tujuan lainnya adalah untuk
memperoleh tata letak posisi pos hujan
dan besar daerah luasan pengaruhnya
berdasarkan metode Kriging.
Sedangkan manfaat dari studi
ini yaitu untuk menambah wawasan
dan pengetahuan tentang perencanaan
infrastruktur bangunan keairan
khususnya pos hujan. Serta memberi
masukan dan prosedur analisis pada
instansi dalam merencanakan tata letak
pos hujan yang ada di Wilayah Sungai
Parigi-Poso Provinsi Sulawesi Tengah.
Dan sebagai suatu sistem pendukung
dalam pengambilan keputusan
(decision support systems) untuk
perencanaan infrastruktur bangunan
keairan khususnya pos hujan bagi
pemerintah daerah setempat, sehingga
diperoleh keakuratan data yang lebih
tepat dan akurat.
2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Analisa Bobot (Score)
Analisa bobot (Score)
digunakan untuk mengetahui skala
prioritas dari setiap pos hujan, dan
selanjutnya dapat ditentukan
klasifikasi dari pos hujan tersebut.
Penentuan skala prioritas dihitung
menggunakan faktor penentu dan
koefisien faktor, serta unsur dan skor
unsur faktor penentu.
Penentuan skala prioritas
dihitung menggunakan rumus berikut
ini :
Dalam hal ini :
n
ki
iFSP
SP = nilai skala prioritas
F = nilai dari faktor penentu
k = koefisien faktor penentu
i = 1, 2, 3,.... ...... n banyaknya
faktor penentu.
Dengan ketentuan :
a) Skala prioritas pertama (SP I)
diperoleh jika : SP > SPRAT + 1
SD
b) Skala prioritas kedua (SP2)
diperoleh jika : SPRAT- 1
SD<SP<SPRAT + 1 SD
c) Skala prioritas ketiga (SP3)
diperoleh jika : SP < SPRAT - 1 SD
Penjelasan:
SPRAT = nilai SP rata-rata
SD = deviasi standar nilai SP.
2.2. Analisa Hidrologi
2.2.1. Menambah Data Hujan Yang
Hilang
Berikut ini diberikan dua cara
untuk melakukan koreksi data,
(Triatmodjo, 2010: 39)
a. Metode perbandingan normal
(normal ratio method)
Data yang hilang diperkirakan dengan
rumus sebagai berikut: 𝑃𝑋
𝑁𝑋=
1
𝑛 (
𝑃1
𝑁1+
𝑃2
𝑁2+
𝑃3
𝑁3+ ⋯
𝑃𝑛
𝑁𝑛)
dengan :
Px :hujan yang hilang di
pos x
P1, P2, Pn :data hujan di pos
sekitarnya pada
periode yang sama
Nx :hujan tahunan di pos x
N1, N2, … Nn :hujan tahunan di pos
sekitar x
N :jumlah pos hujan di
sekitar x
b. Reciprocal method
Cara ini lebih baik karena
memperhitungkan jarak antar pos (L1),
Seperti diberikan oleh bentuk berikut:
𝑃𝑥 = ∑
𝑃𝑖
𝐿𝑖2𝑛𝑖=1
∑1
𝐿𝑖2𝑛𝑖=1
dengan:
Px = hujan yang hilang di pos x,
Pi = data hujan di pos sekitarnya
pada periode yang sama,
Li = jarak antara pos hujan i
dengan pos hujan x
2.2.2. Uji Konsistensi Data
2.2.2.1. Metode Lengkung Massa
Ganda (Double Mass
Curve)
Metode ini bertujuan untuk
mengetahui dimana letak ketidak
konsistenan suatu data yang
ditunjukkan oleh penyimpangan
garisnya dari garis lurus. Jika terjadi
penyimpangan, maka data hujan dari
pos yang diuji harus dikoreksi sesuai
dengan perbedaan kemiringan
garisnya. Uji konsistensi ini dapat
diselidiki dengan cara membandingkan
curah hujan tahunan komulatif dari pos
yang diteliti dengan harga komulatif
curah hujan rata-rata dari suatu
jaringan pos dasar yang bersesuaian.
2.2.2.2. Uji-T
Uji T digunakan untuk menguji
kesamaan / homogenitas rata-rata dari
2 populasi data hujan di 2 pos atau 2
sampel yang berbeda. Uji T dilakukan
apabila jumlah sampel kecil (n<30).
Uji T dapat di-lakukan dengan
persamaan sebagai berikut :
𝑡 = | X 1 − X 2|
𝜎 |1
𝑁1+
1𝑁2
|
12
𝜎 = |𝑁1 𝑆1
2+ 𝑁2 𝑆22
𝑁1+ 𝑁2−2|
1
2
Dengan :
t = variabel t terhitung.
X 1 = rata-rata hitung sampel set ke 1
X 2 = rata-rata hitung sampel set ke 2
N1 = jumlah sampel set ke 1
N2 = jumlah sampel set ke 2
S1 = standar deviasi sampel set ke 1
S2 = standar deviasi sampel set ke 2
Apabila t terhitung lebih besar
dari nilai kritis tc, pada derajat
kepercayaan (𝛼) tertentu, maka kedua
sampel yang di uji tidak berasal dari
populasi yang sama. Apabila t
terhitung lebih kecil dari tc maka
kedua sampel berasal dari populasi
yang sama.
2.2.2.3. Uji F
Apabila 𝜎12 dan 𝜎2
2 adalah
varian dari dua populasi, maka kedua
nilai tersebut untuk di uji, harus
membuat hipotesis statistika :
H0 : 𝜎12 = 𝜎2
2 = 𝜎2
Metode statistika yang umum
digunakan untuk menguji hipotesis
tersebut adalah Uji-F. Jika S12 dan S2
2
adalah varian dari sampel dengan
jumlah N1 dan N2 maka dapat
dilakukan pengujian dengan
menggunakan distribusi F yang telah
dikembangkan oleh Fisher. Apabila
varian kedua sampel tersebut setelah di
uji ternyata tidak terdapat perbedaan
nyata maka dapat disebut varian sama
jenis (homogeneus variances). Dapat
dirumuskan sebagai berikut
(Soewarno, 1995:38):
F = 𝑁1 .𝑆1
2(𝑁2−1)
𝑁2 .𝑆22(𝑁1−1)
dk1 = N1 - 1
dk2 = N2 – 1
Keterangan :
F = perbandingan F
dk1 = derajat kebebasan kelompok
sampel ke 1.
dk2 = derajat kebebasan kelompok
sampel ke 2.
N1 = Jumlah sampel kelompok 1.
N2 = Jumlah sampel kelompok 2.
S1 = Deviasi standar kelompok 1.
S2 = Deviasi standar kelompok 2.
Penggunaan distribusi F adalah
sama dengan penggunaan distribusi-t.
Dalam hal ini, hipotesis nol ditolak
jika S12 lebih besarpengujian dua sisi.
2.3. Curah Hujan Rerata Harian
Maksimum
Data hujan yang terukur selalu
dianggap mewakili kondisi bagian
kawasan dari suatu Satuan Wilayah
Sungai atau Daerah Pengaliran Sungai
tersebut. Metode yang digunakan
yaitu metode Poligon Thiessen.
Perbandingan luas poligon untuk
setiap pos yang besarnya An/A.
Thiessen memberi rumusan sebagai
berikut:
n
nn
AAA
RARARAR
.........
............
21
2211
dimana:
R : Curah hujan daerah
rata-rata
R1, R2, ..., Rn : Curah hujan ditiap
titik pos Curah hujan
A1, A2, ..., An : Luas daerah Thiessen
yang mewakili titik
pos curah hujan
n : Jumlah pos curah
hujan
2.4. Uji Outliers
Outliers adalah data menyimpang
cukup jauh dari trend kelompoknya.
Keberadaan ouliers biasanya dianggap
mengganggu pemilihan jenis distribusi
suatu sampel data, sehingga outliers ini
perlu dihilangkan (Ven Te Chow,
1998:403).
2.5. Analisa Curah Hujan
Rancangan
Untuk menentukan metode
yang sesuai, maka terlebih dahulu
harus dihitung besarnya parameter
statistik yaitu koefisien kemencengan
(skewness) atau Cs, dan koefisien
kepuncakan (kurtosis) atau Ck.
Persamaan yang digunakan adalah
(Lily Montarcih, 2008: 85) :
3
3
)2)(1( Snn
xxnCs
4
42
)3)(2)(1( Snnn
xxnCk
dengan:
Cs = Skewness/kepencengan
Ck = kurtosis/koefisien puncak
S = simpangan baku
n = jumlah data
Hasil perhitungan Cs dan Ck
tersebut kemudian disesuaikan dengan
syarat pemilihan metode frekuensi
pada tabel berikut ini:
Tabel 2.1. Syarat Pemilihan Metode
Frekuensi Jenis Metode Ck Cs
Gumbel
Log Normal
Log Person Tipe III
< 5,4002
3,0
bebas
1,1396
0
bebas
Sumber : Sri Harto, 1993 : 245
Curah Hujan Rancang Distribusi
Frekuensi Log Pearson Tipe III
Perhitungan curah hujan
rancangan menggunakan distribusi
Log Pearson Tipe III, dengan
persamaan sebagai berikut (Soewarno,
1995 : 143):
dengan:
Xlog = nilai logaritma curah hujan
rancangan
Xlog = nilai rata-rata logaritma
dari curah hujan
maksimum tahunan
S = nilai deviasi standar
k = merupakan karakteristik
dari distribusi log Pearson
tipe III
Curah Hujan Rancang Distribusi
Frekuensi Gumbel
Persamaan garis lurus untuk
distribusi frekuensi Gumbel dapat
mengunakan cara empiris sebagai
berikut (Soewarno, 1995:127)
KsdXX .
dimana :
X = harga rerata sample
sd = simpangan baku sampel
k = faktor frekuensi yang
merupakan fungsi dari periode
ulang dan tipe distribusi
frekuensi yang besarnya:
Sn
YnYtk
dimana :
Yt = Reduced variate sebagai
fungsi periode ulang T
=
Tr
1Trlnln
Yn = Reduced mean sebagai fungsi
dari banyaknya n data (Tabel
Yn)
Sn = Reduced standar deviasi
sebagai fungsi dari banyaknya
n data (Tabel Sn)
Curah Hujan Rancang Distribusi
Frekuensi Log Normal
Persamaan Distribusi Log
Normal sama dengan persamaan
distribusi Log Pearson III dengan nilai
koefisien asimetris Cs = 0.
1
1
2
n
XLnXiLn
S
n
i
SZXLnxLn .
dimana :
X = Curah Hujan Maksimum
tahunan
Ln X = Natural Logaritma
XLn = Nilai rata-rata dari Natural
logaritmik variat X
S = Simpangan baku
n = Jumlah data
Z = Konstanta Log Normal,
berdasarkan nilai Cs = 0
2.6. Uji Kesesuaian Distribusi
Frequensi
Untuk menentukan kesesuaian
(the goodness of fit) distribusi frequesi
empiris dari sampel data terhadap
fungsi distribusi frequensi teoritis yang
diperkirakan dapat menggambarkan
atau mewakili distribusi, diperlukan
pengujian secara statistik. Dalam
menentukan kesesuaian distribusi
frequensi pada perhitungan statistik
hidrologi sering diterapkan dua cara
pengujian yaitu: Uji kesesuaian
Smirnov-Kolmogorov dan Uji Chi
)log(loglog XSkXX
Kuadrat (Chi-Square Test), (Nugroho,
2011:47).
2.7. Kerapatan dan Pola
Penyebaran Pos Hujan
2.7.1. Standar WMO (World
Meteorogical Organization) Badan Meteorologi Dunia atau WMO
(World Meteorogical Organization)
menyarankan kerapatan minimum
jaringan pos hujan sebagai berikut:
Tabel 2.2. Kerapatan Minimum yang
Direkomendasikan WMO
No Tipe
Luas Daerah (km2)
per Satu Pos Hujan
Kondisi
Normal
Kondi
si
Sulit
1 Daerah dataran tropis
mediteran dan sedang
1000 – 2500
(600 – 900)
3000 –
9000
2
Daerah pegunungan
tropis mediteran dan
sedang
300 – 1000
(100 – 250)
1000 –
5000
3
Daerah kepulauan
kecil bergunung
dengan curah hujan
bervariasi
140 – 300
(25)
4 Daerah arid dan
kutub
5000 – 20000
(1500 – 10000)
Sumber: Linsley, 1986 : 67
2.7.2. Metode Kriging
Kriging adalah metode
geostatistika yang menggunakan nilai
yang sudah diketahui dan
semivariogram untuk memprediksi nilai
pada lokasi lain yang belum diukur.
Dengan kriging, nilai prediksi tidak
sama dengan data asal, seperti pada
pendekatan poligon Thiessen, tetapi
bervariasi bergantung pada kedekatan
terhadap lokasi data asal (Tatalovich,
2005). Persamaan umum metode
kriging adalah sebagai berikut:
)(*1
0 i
n
i
i xZZ
dengan:
Z0* = rata-rata dihitung (computed)
λi = bobot
Z (xi) =nilai ‘z’ pada titik x yang
ditinjau
Selanjutnya, kesalahan estimasi dapat
dihitung sebagai:
𝑍0 ∗ −𝑍0 = ∑ 𝜆𝑖𝑛𝑖=1 𝑍(𝑥𝑖) − 𝑍0
Estimasi error variansi
𝜎𝑘2 = 𝐸[𝑍∗(𝑥0) − 𝑍(𝑥0)]2 = ∑ 𝜆𝑗𝛾(𝑥0, 𝑥𝑗) + 𝜇
𝑛
𝑗=1
Estimasi error variansi 𝜎𝑘2 sangat
bergantung pada jumlah dan lokasi
dari lokasi-lokasi yang diamati. Oleh
sebab itu 𝜎𝑘2, adalah alat yang efisien
untuk penyelesaian permasalahan
optimasi jaringan, dan perlu
ditekankan juga bahwa 𝜎𝑘2 bukanlah
error estimasi ruang nyata, tetapi error
pemodelan.
Semivariogram dengan GIS 9.3
Dalam metode kriging, fungsi
semivariogram sangat menentukan.
Oleh sebab itu, semivariogram data
perlu diketahui terlebih dahulu.
Persamaan umum semivariogram
adalah sebagai berikut (Suharjo,
2005):
𝛾(ℎ) =1
2𝑛 ∑(𝑧(𝑥𝑖 + ℎ) − 𝑧(𝑥𝑖))
2𝑛
𝑖=1
dengan:
z (xi) = nilai ‘z’ pada titik x yang
ditinjau
h = jarak antar titik
z (xi+h) = nilai ‘z’ pada jarak h dari
titik x yang ditinjau
Gambar 2.1. Bentuk Umum
Semivariogram
Pada dasarnya variogram
mempunyai tiga persamaan dasar yang
dapat dipergunakan untuk
menggambarkan hubungan antara
jarak (km) dan besaran variable (dalam
hal ini besar hujan, dalam mm2), yaitu
spherical, exponential, dan linear.
(Tiryana, 2005).
1. Model spherical dapat disajikan
dalam persamaan:
γ(h) = C[(3h/2α) − h3/2α3] h< α
Atau = C h < α
Gambar 2.2. Model Spherical
2. Model exponential disajikan dalam
persamaan:
𝛾(ℎ) = 𝐶 [1 − 𝑒−ℎ
𝑟⁄ ]
Gambar 2.3 Model Exponential
3. Model gaussian dapat disajikan
dalam persamaan:
𝛾(ℎ) = 𝐶 (1 − 𝑒−ℎ2
𝑟2⁄)
Gambar 2.4. Model Gaussian
Cross Validation dengan GIS 9.3 Metode ini menggunakan
seluruh data untuk mendapatkan suatu
model. Dari hasil prediksi dapat
ditentukan galat prediksi yang
diperoleh dari selisih antara nilai
sesungguhnya dengan hasil prediksi.
𝑒𝑖 = 𝑍(𝑥𝑖) − 𝑍∗(𝑥𝑖) di mana:
ei = galat (error)
Z(xi) = nilai sesungguhnya pada
lokasi ke-i
Z*(xi) = prediksi nilai pada lokasi ke-i
Beberapa ukuran yang dapat
digunakan untuk membandingkan
keakuratan model adalah:
1. Root Mean Square Error (RMSE)
Ukuran ini paling sering digunakan
untuk membandingkan akurasi antara
2 atau lebih model dalam analisis
spasial. Semakin kecil nilai RMSE
suatu model menandakan semakin
akurat model tersebut.
𝑅𝑀𝑆𝐸 = √𝑆𝑆𝐸
𝑛
𝑆𝑆𝐸 = ∑ 𝑒𝑖2𝑛
𝑖=1
2. Mean Absolute Error (MAE)
Ukuran ini mengindikasikan
seberapa jauh penyimpangan prediksi
dari nilai sesungguhnya. Semakin kecil
nilai MAE seatu model interpolasi
spasial, semakin kecil penyimpangan
prediksi dari nilai sesungguhnya.
𝑀𝐴𝐸 =∑ |𝑒𝑖|𝑛
𝑖=1
𝑛
2.8. Kesalahan Relatif
Penentuan kesalahan relatif
curah hujan rancangan dilakukan
dengan menggunakan rumus sebagai
berikut:
%100*
Xa
XbXaKr
dengan:
Kr = Kesalahan relatif curah hujan
rancangan (%)
Xa = Curah hujan rancangan
berdasarkan jaringan pos
hujan eksisting (mm).
Xb = Curah hujan rancangan
berdasarkan metode Kriging
(mm).
2.9. Sistem Informasi Geografis
(Geographical Information
System)
Geografis adalah sistem yang
berbasiskan komputer yang digunakan
untuk menyimpan dan memanipulasi
informasi-informasi geografi. SIG
adalah kumpulan yang terorganisir
dari perangkat keras komputer,
Jarak (km)
Var
iog
ram
(m
m2
)
(mm2
Jarak (km)
Var
iog
ram
(mm
2)
Jarak(km)
Var
iog
ram
(m
m2)
perangkat lunak, data geografi dan
personil yang dirancang secara efisien
untuk memperoleh, menimpan,
mengupdate, memanipulasi,
menganalisis dan menampilkan semua
bentuk informasi yang bereferensi
geografi (Prahasta 2002: 55).
3. METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Lokasi Daerah Studi
Lokasi studi ini terletak pada
wilayah sungai Parigi-Poso yang
merupakan Wilayah Sungai Strategis
Nasional dan secara geografis terletak
pada posisi antara 119o54` - 121o31`
Bujur Timur dan 0o05` - 2o14` Lintang
Selatan dengn luas wilayah 8,864,23
km2.
Gambar 3.1 Peta Wilayah Sungai
Parigi-Poso
3.2. Langkah Pengerjaan Studi
1. Analisis Jaringan Pos Hujan
Berdasarkan Metode Analisa
Bobot menggunakan data primer
atau data hasil survey ke lapangan.
2. Analisis Kerapatan Pos Hujan dan
Pola Penyebaran Pos Hujan
Berdasarkan Standar WMO (World
Meteorogical Organization).
3. Melakukan pemodelan
semivariogram berdasarkan data
curah hujan tahunan rerata, dengan
menggunakan tiga model
semivariogram baku yaitu model
spherical, model exponential, dan
model gaussian.
4. Menghitung cross validation (nilai
RMSE dan MAE) masing-masing
model semivariogram untuk
memperoleh model terbaik.
5. Menentukan jumlah pos
rekomendasi berdasarkan hasil
perhitungan estimasi variansi.
6. Membuat peta galat baku prediksi
berdasarkan model semivariogram
terpilih. Pembuatan peta ini
bertujuan untuk menentukan letak
pos hujan rekomendasi.
7. Perhitungan kesalahan relatif
berdasarkan perbandingan analisis
curah hujan rancangan eksisting
dan rekomendasi.
Mulai
Pengklasifikasian Pos
beroperasi dan tidak
beroperasi
Peta Rupa Bumi (jalan,
Sungai dan Administrasi)
Digitasi Peta
Pengeplotan Pos Hujan
Sesuai Koordinat
Uji Konsistensi Data
dengan Lengkung Massa
Ganda, Uji T dan Uji FPemodelan Wilayah
Sungai
Poligon Thiessen
Luas Pengaruh Tiap Pos
Hujan
Analisa Kerapatan Pos
Hujan
Pembuatan Jaringan Pos
Hujan Sesuai Hasil
Metode Kriging
Perhitungan Curah Hujan
Harian Maksimum
Analisa Distribusi Log Pearson
III, Gumbel dan log Normal
Uji Kesesuain Distribusi
Curah Hujan Rancangan
Pos Rekomendasi
Perhitungan Curah Hujan
Harian Maksimum
Analisa Distribusi Log
Pearson III, Gumbel dan log
Normal
Uji Kesesuaian Distribusi
Curah Hujan Rancangan
Pos Eksisting
Perbandingan CH Eksisting
dengan Metode Kriging
Standar WMO
Selesai
Dihentikan
Tidak
Ya
Hasil Survey Lapangan
Analisa Bobot
(Score)
Diaktifkan
Data Curah Hujan
Data Pos Hujan dan
Koordinat
Gambar 3.2 Dialgram alir pengerjaan
studi
ANALISA DAN PEMBAHASAN
4.1 Evaluasi Pos Hujan dengan
Metode Analisa Bobot
(Score)
Analisa bobot (Score) digunakan
untuk mengetahui skala prioritas dari
setiap pos hujan, dan selanjutnya dapat
ditentukan klasifikasi dari pos hujan
tersebut. Penentuan skala prioritas
dihitung menggunakan faktor penentu
dan koefisien faktor, serta unsur dan
skor unsur faktor penentu. Berikut
hasil Perhitungan Analisa Bobot
(Score):
Tabel 4.1. Perhitungan Analisa Bobot
NO Nama
Pos
Nilai
SP
Persamaan Skala
Prioritas
Skala
Prioritas
1 Kilo 474 SPRAT- 1
SD<SP<SPRAT + 1 SD SP2
2 Tolai 473 SPRAT- 1
SD<SP<SPRAT + 1 SD SP2
3 Mayoa 477 SPRAT- 1
SD<SP<SPRAT + 1 SD SP2
4 Pandayora 498 SPRAT- 1
SD<SP<SPRAT + 1 SD SP2
5 Dolago
Padang 295 SP < SPRAT - 1 SD SP3
6 Sausu 311 SP < SPRAT - 1 SD SP3
7 Dolago Bendung
462 SPRAT- 1
SD<SP<SPRAT + 1 SD SP2
8 Olaya 353 SPRAT- 1
SD<SP<SPRAT + 1 SD SP2
Rata - Rata 417.88
Standard Deviasi 83.48
Sumber: Hasil Perhitungan
Keterangan nilai:
SP1 > 501.35
334.40 < SP2 < 501.35
SP3 < 334.40
Dari perhitungan tabel di atas
selanjutnya dilakukan
pengklasifikasian pos hujan
berdasarkan skala prioritas yang hasil
evaluasinya ditabelkan sebagai
berikut:
Tabel 4.2. Hasil Evaluasi Metode
Analisa Bobot
NO Nama
Pos
Nilai
SP
Skala
Prioritas Klasifikasi Ket
1 Kilo 474 SP2 Sekunder -
2 Tolai 473 SP2 Sekunder -
3 Mayoa 477 SP2 Sekunder -
4 Pandayora 498 SP2 Sekunder -
5 Dolago Padang
295 SP3 Sekunder -
6 Sausu 311 SP3 Primer Dekat
bendung
7 Dolago Bendung
462 SP2 Sekunder -
8 Olaya 353 SP2 Sekunder -
Rata - Rata 417.88
Standard
Deviasi 83.48
Sumber: Hasil Perhitungan
4.2 Analisa Kerapatan Pos Hujan
Berdasarkan Standar WMO
(World Meteorogical
Organization)
Dari hasil analisa diketahui bahwa
pada Wilayah Sungai Parigi-Poso
terdapat 3 pos hujan dimana luas
daerah pengaruhnya termasuk dalam
klasifikasi kondisi sulit, (1000-5000
km2/pos) didasarkan pada WMO
daerah pegunungan tropis mediteran
sedang yaitu pos Lembontonara, Kilo,
dan Pandayora. Hal ini menunjukkan
bahwa berdasarkan standar WMO dan
dari hasil presentase luas daerah
pengaruh, kerapatan ketiga pos hujan
tersebut kurang sehingga perlu adanya
rekomendasi pos hujan baru dengan
metode kriging.
4.3 Analisa Kerapatan Pos Hujan
Berdasarkan Metode Kriging
Dalam perencanaan jaringan pos
hujan dengan metode Kriging
didasarkan pada curah hujan tahunan
rerata setiap pos hujan.
Dari data curah hujan tahunan
rerata yang diperoleh, dilakukan
pemodelan semivariogram. Untuk
mempermudah pemodelan, dilakukan
binning (pengelompokkan nilai
semivariogram) pada semivariogram.
Proses binning ini didasarkan pada
jarak terjauh antar pos hujan. Setelah
dilakukan binning, maka dilakukan
pemodelan semivariogram dengan
menggunakan tiga model
semivariogram baku yaitu spherical,
exponential, dan gaussian. Untuk
mengetahui model semivariogram
yang terbaik yang nantinya akan
dipakai dalam membuat prediksi
interpolasi kriging, dilakukan cross
validation dengan melakukan prediksi
interpolasi kriging untuk setiap model
semivariogram. Perbandingan nilai
RMSE dan MAE dari ketiga model
semivariogram dapat dilihat pada
Tabel 4.3
Tabel 4.3. Perbandingan Hasil Cross
Validation Ketiga Model
Semivariogram Model Variogram RMSE MAE
Spherical 720.240 601.070
Exponential 720.240 601.070
Gaussian 627.294 508.457
Sumber: Hasil Perhitungan
Berdasarkan tabel di atas,
model variogram gaussian mempunyai
nilai RMSE dan MAE yang terkecil.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa
korelasi spasial curah hujan di
Wilayah Sungai Parigi-Poso dapat
dijelaskan oleh model semivariogram
gaussian.
Model semivariogram terpilih
selanjutnya digunakan untuk membuat
peta kontur galat baku prediksi
(prediction standart error map).
Pembuatan peta kontur ini bertujuan
untuk mengetahui besar kesalahan
distribusi kontur jaringan pos hujan
pada kondisi eksisting. Peta kontur
galat baku prediksi dapat dilihat
sebagai berikut:
Gambar 4.1. Peta kontur galat baku
prediksi eksisting
Dari peta kontur tersebut, dapat
dilihat bahwa pola penyebaran pos
hujan mempengaruhi kesalahan
distribusi kontur. Pada daerah dengan
kerapatan pos hujan yang rendah
memiliki kesalahan distribusi kontur
yang tinggi. Sehingga perlu adanya
rekomendasi pos hujan baru pada
daerah tersebut.
Penentuan letak pos hujan yang
direkomendasikan dilakukan dengan
cara simulasi yang didasarkan pada
peta galat baku prediksi pos hujan
eksisting dengan memperhatikan
jaringan jalan dan jaringan sungai pada
daerah studi. Peta galat baku prediksi
pos hujan rekomendasi dapat dilihat
pada gambar.
Gambar 4.2. Peta kontur galat baku
prediksi rekomendasi I
Gambar 4.3. Peta kontur galat baku
prediksi rekomendasi II
Pengujian keoptimalan letak
pos hujan rekomendasi dilakukan
dengan membandingkan nilai RMSE
dan MAE antara pos hujan eksisting
dan pos hujan rekomendasi.
Perbandingan nilai RMSE dan MAE
pada kedua kondisi tersebut disajikan
sebagai berikut:
Tabel 4.4. Perbandingan Nilai RMSE
dan MAE Pos Hujan Eksisting dan Pos
Hujan Rekomendasi 1
Model
Semivariogram
RMSE MAE
Eksisting Rekomendasi
I Eksisting
Rekomendasi
I
Spherical 720.240 541.9 601.070 397.859
Exponential 720.240 571.0 601.070 419.465
Gaussian 627.294 540.65 508.457 399.759
Sumber: Hasil Perhitungan
Tabel 4.5. Perbandingan Nilai RMSE
dan MAE Pos Hujan Eksisting dan Pos
Hujan Rekomendasi 2
Model
Semivariogram
RMSE MAE
Eksisting Rekomendasi
II Eksisting
Rekomendasi
II
Spherical 720.240 481.5 601.070 312.680
Exponential 720.240 537.8 601.070 391.353
Gaussian 627.294 483.7 508.457 307.553
Sumber: Hasil Perhitungan
Berdasarkan tabel di atas, dapat
dilihat bahwa nilai RMSE dan MAE
pos hujan rekomendasi lebih kecil
dibandingkan nilai RMSE dan MAE
pos hujan eksisting, sehingga pos
rekomendasi hasil interpolasi kriging
layak untuk diterapkan pada Wilayah
Sungai Parigi-Poso.
Selanjutnya dilakukan analisa
curah hujan rata-rata daerah dan curah
hujan rancangan dari metode Kriging
sehingga diketahui besarnya nilai
curah hujan rancangan untuk berbagai
kala ulang dari metode Kriging
tersebut. Dari hasil perhitungan curah
hujan rancangan pada kondisi
eksisting, rekomendasi I dan
rekomendasi II, diperoleh besarnya
nilai kesalahan relatif untuk berbagai
kala ulang. Hasil perhitungan dapat
dilihat pada Tabel 4.6, dan Tabel 4.7.
Dalam bentuk grafik dapat dilihat pada
gambar.
Tabel 4.6. Rekapan Kesalahan Relatif
Curah Hujan Rancangan Rekomendasi
I
No Tr
(tahun)
Curah Hujan
Rancangan
Curah Hujan
Rancangan
Kesalahan
Relatif
Jaringan
Eksisting (mm)
Metode
KrigingRekom I (mm)
Rekomendasi
I (%)
1 2 34.734 35.092 1.031
2 5 46.530 47.162 1.358
3 10 53.100 53.703 1.137
4 25 60.238 60.633 0.655
5 50 64.849 65.001 0.234
6 100 68.954 68.799 0.225
7 1000 80.055 78.544 1.887
Sumber: Hasil Perhitungan
Tabel 4.7. Rekapan Kesalahan
Relatif Curah Hujan Rancangan
Rekomendasi II
No Tr
Curah Hujan Rancangan
Curah Hujan Rancangan
Kesalahan Relatif
Jaringan
Eksisting
Metode
Kriging Rekom II
Rekomendasi
II
(tahun) (mm) (mm) (%)
1 2 34.734 33.58 3.335
2 5 46.530 46.46 0.151
3 10 53.100 54.20 2.073
4 25 60.238 62.27 3.375
5 50 64.849 67.75 4.478
No Tr
Curah Hujan
Rancangan
Curah Hujan
Rancangan
Kesalahan
Relatif
Jaringan
Eksisting
Metode Kriging
Rekom II
Rekomendasi
II
(tahun) (mm) (mm) (%)
6 100 68.954 72.37 4.953
7 1000 80.055 82.02 2.449
Sumber: Hasil Perhitungan
Dari hasil analisa berdasarkan
metode Kriging, diketahui kerapatan
pos hujan rekomendasi I dan
rekomendasi II memenuhi standar
WMO (pos hujan termasuk dalam
kondisi normal). Hal ini membuktikan
bahwa penentuan letak pos hujan baru
berdasarkan metode Kriging dapat
diterapkan di Wilayah Sungai Parigi-
Poso. Hasil analisa dapat dilihat pada
Tabel 4.8. dan Tabel 4.9.
Tabel 4.8. Analisa Kerapatan Pos Hujan
Berdasarkan Standar WMO (pos Hujan
Rekomendasi I) Luas Daerah Km2 persatu pos hujan
No
Kondisi Normal : 300 -
1000 No
Kondisi Ideal:
100 - 250
Pos Hujan Luas
(Km2)
Pos
Hujan
Luas
(Km2)
1 Tolai 338.42 16 Dolago
Padang 78.13
2 Mayoa 305.09 17 Olaya 73.78
3 Lembontonatara 361.32
4 Lemusa 315.97
5 Kilo 504.03
6 Pandayora 564.17
7 Sausu 680.10
8 Dolago Bendung 260.45
9 A 644.81
10 B 500.37
11 C 750.64
12 D 825.74
13 E 712.69
14 F 730.67
15 G 982.96
Sumber: Hasil Perhitungan
Tabel 4.9. Analisa Kerapatan Pos Hujan
Berdasarkan Standar WMO (pos Hujan
Rekomendasi II) No Luas Daerah Km2 persatu pos hujan
Kondisi Normal : 300 – 1000
Pos Hujan Luas (Km2)
1 Tolai 343.15
2 Mayoa 305.09
3 Lembontonatara 361.32
4 Lemusa 354.25
5 Kilo 504.03
6 Pandayora 564.17
No Luas Daerah Km2 persatu pos hujan
Kondisi Normal : 300 – 1000
Pos Hujan Luas (Km2)
7 Sausu 680.10
8 Dolago Bendung 369.36
9 A 644.81
10 B 500.37
11 C 750.64
12 D 825.74
13 E 712.69
14 F 730.67
15 G 982.96
Sumber: Hasil Perhitungan
Tabel 4.10. Pola Penyebaran Pos
Hujan Rekomendasi I Metode Kriging
NO Nama Pos
Letak
Geografis Letak Astronomi
Kecamatan BT LS
1 Tolai Sausu 120 ˚ 19 ' 54.91"
0 ˚ 23 ' 10.9"
2 Mayoa Pamona
Selatan
120 ˚ 44 ' 14.5"
2 ˚ 8 ' 41.78"
3 Lembontonara Moriatas 121 ˚ 3 ' 55.22"
1 ˚ 37 ' 43.5"
4 Lemusa Parigi 120 ˚ 4 '
58.98"
0 ˚ 49 '
23.99"
5 Kilo Poso
Pesisir
120 ˚ 35
' 41.78"
1 ˚ 16 '
40.51"
6 Pandayora Pamona
Selatan
120 ˚ 41 ' 23.32"
2 ˚ 6 ' 40.72"
7 Dolago
Padang Parigi
120 ˚ 12
' 28.51"
0 ˚ 53 '
23.6"
8 Sausu Sausu 120 ˚ 25
' 12.5"
1 ˚ 3 '
26.78"
9 Dolago Bendung
Parigi 120 ˚ 11 ' 14.71"
0 ˚ 53 ' 51.61"
10 Olaya Parigi 120 ˚ 9 '
46.58"
0 ˚ 50 '
15.11"
11 A Ampibabo 119 ˚ 59 ' 12.08"
0 ˚ 19 ' 42.33"
12 B Tojo 121 ˚ 17
' 22.13"
1 ˚ 9 '
26.89"
13 C Tojo 121 ˚ 10 ' 49.45"
1 ˚ 22 ' 47.6"
14 D Tojo Barat 120 ˚ 53
' 42.48"
1 ˚ 32 '
50.26"
15 E Poso
Pesisir 120 ˚ 37 ' 56.95"
1 ˚ 31 ' 51.24"
16 F Pamona
Utara
120 ˚ 37
' 56.35"
1 ˚ 40 '
33.41"
17 G Pamona
Utara 120 ˚ 30 ' 14.49"
1 ˚ 48 ' 40.15"
Sumber: Hasil Perhitungan
Tabel 4.11. Pola Penyebaran Pos
Hujan Rekomendasi II Metode
Kriging
NO Nama Pos
Letak
Geografis Letak Astronomi
Kecamatan BT LS
1 Tolai Sausu 120 ˚ 19 ' 54.91"
0 ˚ 23 ' 10.9"
2 Mayoa
Pamona
Selatan 120 ˚ 44
' 14.5"
2 ˚ 8 '
41.78"
3 Lembontonara Moriatas 121 ˚ 3 ' 55.22"
1 ˚ 37 ' 43.5"
NO Nama Pos
Letak
Geografis Letak Astronomi
Kecamatan BT LS
4 Lemusa Parigi 120 ˚ 4 ' 58.98"
0 ˚ 49 ' 23.99"
5 Kilo
Poso
Pesisir 120 ˚ 35
' 41.78"
1 ˚ 16 '
40.51"
6 Pandayora
Pamona
Selatan 120 ˚ 41 ' 23.32"
2 ˚ 6 ' 40.72"
7 Sausu Sausu 120 ˚ 25
' 12.5"
1 ˚ 3 '
26.78"
8 Dolago Bendung Parigi
120 ˚ 11 ' 14.71"
0 ˚ 53 ' 51.61"
9 A Ampibabo
119 ˚ 59
' 12.08"
0 ˚ 19 '
42.33"
10 B Tojo
121 ˚ 17 ' 22.13"
1 ˚ 9 ' 26.89"
11 C Tojo
121 ˚ 10
' 49.45"
1 ˚ 22 '
47.6"
12 D Tojo Barat
120 ˚ 53 ' 42.48"
1 ˚ 32 ' 50.26"
13 E
Poso
Pesisir
120 ˚ 37
' 56.95"
1 ˚ 31 '
51.24"
14 F Pamona Utara
120 ˚ 37 ' 56.35"
1 ˚ 40 ' 33.41"
15 G
Pamona
Utara
120 ˚ 30
' 14.49"
1 ˚ 48 '
40.15"
Sumber: Hasil Perhitungan
5. Kesimpulan
1. Berdasarkan hasil metode analisa
bobot, dapat diketahui 1 pos
klasifikasi primer yaitu pos hujan
Sausu karena fungsinya yang sangat
diperlukan dan terletak di dekat
bangunan air (bendung), dan 7 pos
klasifikasi sekunder yaitu Pos hujan
Kilo, pos hujan Pandayora, pos
hujan Dolago Padang dan pos hujan
dolago Bendung serta Pos
Klimatologi Tolai, Olaya dan
Mayoa berdasarkan hasil
perhitungan dari skala prioritas.
2. Hasil analisa kerapatan jaringan pos
hujan di Wilayah Sungai Parigi-
Poso berdasarkan metode Kriging
dengan standar WMO (World
Meteorological Organization)
pada daerah pegunungan tropis
mediteran sedang menunjukan
terdapat 3 pos hujan dalam kondisi
sulit dengan luas pengaruh antara
1000-5000 km2 yaitu pos hujan
Lembontonara, Kilo dan Pandayora.
Untuk itu perlu adanya perencanaan
jaringan pos hujan yang baru. Dari
hasil perhitungan metode kriging
didapat 17 rekomendasi hujan untuk
rekomendasi 1 dan 15 pos hujan
pada rekomendasi 2, dari 10 pos
hujan eksisiting dengan nilai
variansi dibawah 5%. Nilai RMSE
dan MAE dari pos hujan
rekomendasi 1 dan rekomendasi 2
lebih kecil dibandingkan dengan
nilai RMSE dan MAE dari pos
hujan eksisting sehingga
rekomendasi ini dapat diterapkan.
3. Besarnya curah hujan rancangan
pos hujan eksisting, pos hujan
rekomendasi 1 dan pos hujan
rekomendasi dengan kala ulang
2,5,10,25,50,100,1000 tahun
setelah di bandingkan hasil
kesalahan relatifnya dibawah 5%.
Hal ini membuktikan penentuan
letak pos hujan baru dapat di
terapkan di Wilayah Sungai Parigi-
Poso.
4. Presentase kesalahan relatif curah
hujan rancangan rekomendasi 1 dan
rekomendasi 2 berdasarkan pola
jaringan pos hujan metode Kriging
terhadap kondisi eksisting dibawah
5% yaitu dengan rata-rata 1.557
untuk rekomendasi 1 dan 3.145
pada rekomendasi 2.
5. Letak posisi pos hujan rekomendasi
1 dan rekomendasi 2 terletak pada
topografi daerah yang umumnya
pegunungan dan perbukitan yang
tersebar di Kabupaten Parigi
Moutong, Kabupaten Poso,
Kabupaten Morowali, dan
Kabupaten Tojo Una-una dengan
letak astronomi wilayah Bujur
Timur dan Lintang Selatan serta
pada Zona 51 S berdasarkan UTM,
yang luas pengaruhnya sudah
memenuhi standar WMO (World
Meteorological Organization).
DAFTAR PUSTAKA
Chow, V.T., Maidment, D.R., and
Mays, L.W. 1998. Apllied
Hydrology. Singapore: McGraw-
Hill Book Company.
Fakultas Teknik Universitas
Brawijaya. 2000. Panduan
Penulisan Skripsi. Malang:
Fakultas Teknik Universitas
Brawijaya.
Hadisusanto, Nugroho. 2010. Aplikasi
Hidrologi. Malang: Jogja
Mediautama.
Harto Br, Sri. 1993. Analisis
Hidrologi. Jakarta: PT. Gramedia
Pustaka Utama.
Kementerian Pekerjaan Umum dan
JICA. 2010. Pelatihan Hidrologi.
Kementerian Pekerjaan Umum.
Limantara, Lily Montarcih. 2008.
Hidrologi Dasar. Malang: Tirta
Media.
Limantara, Lily Montarcih. 2010.
Hidrologi Praktis. Bandung: Lubuk
Agung.
Linsley, Ray K, M.A. Kohler dan JLH
Pualhus. 1986. Hidrologi Untuk
Insinyur.(Terjemahan). Jakarta:
Erlangga.
Prahasta, Eddy. 2002. Sistem
Informasi Geografis. Bandung:
Informatika.
Soemarto, CD. 1986. Hidrologi
Teknik. Surabaya: Usaha Nasional.
Soewarno. 1995. Hidrologi: Aplikasi
Metode Statistik Untuk Analisa
Data Jilid 1.
Bandung: Nova.
Soewarno. 1995. Hidrologi : Aplikasi
Metode Statistik Untuk Analisa
Data Jilid 2.
Bandung: Nova.
Sosrodarsono, Suyono dan Kensaku
Takeda. 1977. Hidrologi Untuk
Pengairan.
Jakarta: PT. Pradnya Paramita.
Suhartanto, Ery. Lily Montarcih
Limantara dan Wahyu Nugroho
Wicaksono. 2012. Jurnal Aplikasi
SIG dan Metode Kriging serta
Standar WMO untuk Kerapatan
Stasiun Hujan di Das Kahayan
Provinsi Kalimantan Tengah.
Triatmodjo, Bambang. 2010.
Hidrologi Terapan. Yogyakarta:
Beta Offset.