EVALUASI DAN PENYUSUNAN DESA CALON LOKASI...
-
Upload
hoangquynh -
Category
Documents
-
view
226 -
download
3
Transcript of EVALUASI DAN PENYUSUNAN DESA CALON LOKASI...
PROPOSAL
EVALUASI DAN PENYUSUNAN DESA CALON LOKASI
PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN (PUAP)
Oleh : Rudy S. Rivai
Kedy Suradisastra Dewa K. Sadra
Khairina M. Noekman Sri Wahyuni
Julia F. Sinuraya Nur Khoiriyah Agustin
Yana Supriyatna Yuni Marisa
Budi Wiryono Juni Hestina
PUSAT ANALISIS SOSIAL EKONOMI DAN KEBIJAKAN PERTANIAN BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN
KEMENTRIAN PERTANIAN 2010
1
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Kemiskinan di perdesaan merupakan masalah pokok nasional yang
penanggulangannya tidak dapat ditunda dan harus menjadi prioritas utama dalam
pelaksanaan pembangunan kesejahteraan masyarakat. Berdasarkan data Badan Pusat
Statistik (BPS) pada tahun 2007 jumlah penduduk miskin tercatat 37,2 juta jiwa. Sekitar
63,4 persen dari jumlah tersebut berada di perdesaan dengan mata pencaharian utama
di sektor pertanian dan 80 persen berada pada skala usaha mikro yang memiliki luas
lahan lebih kecil dari 0,3 hektar. Oleh karena itu pembangunan ekonomi nasional
berbasis pertanian dan perdesaan secara langsung maupun tidak langsung akan
berdampak pada pengurangan penduduk miskin.
Permasalahan kemiskinan yang cukup kompleks membutuhkan intervensi
semua pihak secara bersama dan terkoordinasi. Namun penanganannya selama ini
cenderung parsial dan tidak berkelanjutan. Untuk meningkatkan efektivitas
penanggulangan kemiskinan dan penciptaan lapangan kerja, Pemerintah meluncurkan
Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri mulai tahun 2007.
Melalui PNPM Mandiri dirumuskan kembali mekanisme upaya penanggulangan
kemiskinan yang melibatkan unsur masyarakat, mulai dari tahap perencanaan,
pelaksanaan, hingga pemantauan dan evaluasi. Melalui proses pembangunan
partisipatif, kesadaran kritis dan kemandirian masyarakat, terutama masyarakat miskin,
dapat ditumbuhkembangkan sehingga mereka bukan sebagai obyek melainkan sebagai
subyek dalam upaya penanggulangan kemiskinan.
Dalam pelaksanaan pembangunan pertanian, sebagian besar pelaku/petani
menghadapi kendala dalam permodalan, baik modal yang dari sendiri maupun akses
terhadap lembaga permodalan yang ada. Dalam mengatasi keterbatasan modal petani
tersebut, pemerintah melalui dana APBN mengambil inisiatif untuk memberikan bantuan
modal dalam bentuk Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) kelompok tani/Gapoktan.
Pola BLM telah dimulai sejak tahun 2000 dan berlanjut sampai dengan tahun 2008
melalui program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP), dan akan
dilanjutkan sampai tahun 2010. Untuk penyempurnaan pelaksanaan PUAP tahun 2010
dan selanjutnya diperlukan kegiatan: (a) penentuan target group penerima PUAP 2010,
dan (b) mengevaluasi pelaksanaan program PUAP sebelumnya.
2
Kegiatan monev merupakan bagian dari proses pembangunan. Kegiatan
monev terhadap kegiatan PUAP sendiri sebenarnya telah melekat dengan manajemen
pelaksanaan kegiatan PUAP, namun monev yang dilakukan terbatas kepada masalah
administratif pelaksanaan kegiatan, tidak kepada monev yang berkaitan dengan
substansi pembangunan menyangkut efektifitas pelaksanaan dan manfaatnya bagi
masyarakat terutama petani. Untuk itu diperlukan studi khusus/evaluasi kinerja yang
berkaitan efektifitas pelaksanaan dan manfaat dari PUAP.
Evaluasi dan penetapan desa PUAP ini lanjutan dari pelaksanaan penelitian
tahun 2009, untuk tahun 2010, akan dilakukan penetapan desa PUAP 2010 dan
evaluasi kinerja pelaksanaan PUAP 2008 dan 2009. Pelaksanaan evaluasi kinerja
PUAP 2009 telah berhasil mengidentifikasi penyaluran dan pemanfatan dana BLM
PUAP 2008, dan untuk tahun 2010 fokus evaluasi kinerja lebih diarahkan pada lembaga
keuangan mikro dan pengembangan agribisnis.
1.2. Perumusan Masalah
Dalam pelaksanaan pembangunan pertanian, permasalahan permodalan
merupakan kendala utama yang dihadapi petani. Dalam mengatasi keterbatasan modal
petani tersebut, pemerintah melalui dana APBN mengambil inisiatif untuk memberikan
bantuan modal dalam bentuk Bantuan Langsung Masyarakat kelompok tani/Gapoktan,
melalui program PUAP.
Program PUAP telah dilaksanakan sejak tahun 2008. Secara umum
permasalahan yang dihadapi dalam melaksanakan program PUAP dapat dibagi dua,
yaitu : Pertama, menentukan calon lokasi desa PUAP dan Kedua adalah implementasi
dari pengembangan usaha agribisnis perdesaan. Permasalahan yang pertama
diantaranya adalah : (1) Bagaimana menentukan calon desa PUAP 2010, yang sesuai
sehingga program PUAP tepat sasaran. (2) Bagaimana agar target/lokasi sasaran dapat
diterima oleh semua pihak (stakeholders).
Untuk mengatasi permasalahan pertama tersebut perlu dilakukan:
(a) menghimpun data dan informasi tentang kelompok tani/Gapoktan yang layak
memperoleh bantuan, (b) koordinasi dengan semua pihak yang berkepentingan untuk
menetapkan Calon Kelompok dan Calon Lokasi (CKCL) yang disepakati bersama.
Disamping itu untuk mengatasi permasalahan kedua, yaitu mengarahkan
kegiatan PUAP agar tepat sasaran dan efektif diperlukan evaluasi kinerja tentang
pelaksanaan kegiatan PUAP sebelumnya. Hasil evaluasi tersebut dapat dilakukan
melalui kajian ilmiah pelaksanaan kegiatan PUAP.
3
Sesuai dengan sasaran PUAP yang antara lain adalah berkembangnya usaha
agribisnis, berkembangnya Gapoktan/Poktan yang dimiliki dan dikelola oleh petani, dan
berkembangnya usaha pelaku agribisnis perdesaan untuk meningkatkan kesejahteraan
rumahtangga tani miskin, kinerja pengembangan kelembagaan Gapoktan dan usaha
agribisnis penerima PUAP termasuk penyerapan tenaga kerja perdesaan perlu dikaji
secara mendalam.
Kajian/evaluasi kinerja ini diharapkan akan menghasilkan parameter-parameter
yang layak digunakan oleh Pemerintah sebagai input dalam menyempurnakan kebijakan
BLM PUAP di masa yang akan datang. Pelaksanaan pengkajian yang mencakup
wilayah yang lebih luas berdasarkan lokasi penelitian yang berdasarkan basis komoditas
dan telah membentuk LKM atau belum. Berdasarkan hal tersebut dapat menampilkan
manfaat yang diperoleh petani pangan, kebun, ternak, hortikultura dan non budidaya (off
farm) dalam menyempurnakan program dimasa depan.
1.3. Tujuan 1. Penyusunan 10.000 desa calon lokasi program PUAP Tahun 2010.
2. Melakukan evaluasi kinerja pelaksanaan BLM PUAP 2008 dan 2009.
3. Mencari input rekomendasi untuk perbaikan pelaksanaan BLM PUAP
selanjutnya.
1.4. Keluaran 1. Tersusunnya daftar 10.000 desa lokasi program PUAP Tahun 2010 yang
merupakan bahan untuk penetapan SK Menteri Pertanian
2. Mengetahui kinerja pelaksanaan BLM PUAP 2008 dan 2009.
3. Rekomendasi perbaikan pelaksanaan BLM PUAP selanjutnya.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Program PUAP
Kabinet Indonesia bersatu telah menetapkan program pembangunannya dengan
menggunakan strategi tiga jalur (triple track strategy) yang berazas pro-gowth, pro-
employment dan pro-poor. Operasionalisasi konsep strategi tiga jalur tersebut dirancang
melalui: (1) Peningkatan pertumbuhan ekonomi diatas 6,5 persen per tahun melalui
percepatan investasi dan ekspor; (2) Pembenahan sektor riil untuk mampu menyerap
tambahan angkatan kerja dan menciptakan lapangan kerja baru, dan (3) Revitalisasi
sektor pertanian dan perdesaan untuk berkontribusi pada pengentasan kemiskinan.
4
Kemiskinan merupakan cermin entitas sosial dan ekonomi mayoritas penduduk
di perdesaan, yang terkait erat dengan ketimpangan, yang sebagian besar terjadi akibat
bekerjanya sistem kapitalisme yang mengkooptasi perdesaan Indonesia sejak masa
kolonialisme (Elizabeth, 2007). Penyebab kemiskinan dapat dikelompokkan dalam 4
bagian, yaitu: (1) Sarana dan prasarana; (2) SDA dan teknologi; (3) SDM; serta
(4) Kelembagaan dan organisasi. Kemiskinan dapat dikategorikan menjadi kemiskinan
absolut, relatif, rawan kemiskinan, ataupun yang dikarenakan geografi (kemiskinan di
perkotaan, dan di perdesaan).
Semakin tinggi realitas komersialisasi dan penetrasi pasar modern di perdesaan
menunjukkan semakin memburuknya suatu fenomena kemiskinan, dikarenakan
termajinalisasinya tatanan struktur dan nilai (norma) masyarakat desa. Kondisi tersebut
kemudian berimplikasi pada munculnya gejala diferensiasi, atau bahkan ketimpangan
(inequality) (Husken, 1998; Hayami dan Kikuchi, 1987) yang selanjutnya menjadi salah
satu penyebab kemiskinan di perdesaan. Selain itu, penerapan teknologi modern yang
mengutamakan efisiensi bukan saja mengakibatkan makin hilangnya peluang dan
kesempatan kerja sebagian besar buruh tani, namun juga kian longgarnya norma dan
nilai ikatan sosial masyarakat di perdesaan.
Secara umum kemiskinan dicirikan seperti rendahnya: kualitas SDM, aksesbilitas
informasi dan pasar, penguasaan asset produktif (lahan, modal); mengakibatkan
rendahnya man-power (kemampuan) petani untuk memperoleh sumber pendapatan
rumahtangga. Beberapa aspek yang terabaikan menjadi penyebab kekeliruan
pandangan adalah variabel rasio penduduk-tanah (man and land ratio) atau kepadatan
penduduk yang sangat tinggi, dan akibat kesulitan ekonomi yang parah (Penny, 1990,
dalam Elizabeth, 2008), yang menjadi pembeda derajat kemiskinan, seperti:
(1) Terbatas/tidak adanya tanah untuk diusahakan; (2) Terbatas/tidak adanya modal usahatani maupun praktek pinjam meminjam uang dengan bunga terjangkau;
(3) Rendahnya tingkat pendidikan dan ketrampilan; dan (4) Terjadinya perebutan rejeki
yang intensif pada berbagai pihak dalam rantai pemasaran sehingga memperkecil
penerimaan. Beberapa faktor lain pendukung kemiskinan adalah: dinamika penduduk,
kemiskinan absolut, ketimpangan struktural, ketimpangan institusional, sistem pasar,
informasi dan pilihan, serta SDM dan SDA (saprodi, tanah, tenaga kerja, dan modal
sosial lainnya).
Berbagai penyebab kemiskinan dimaknai Pakpahan (1995) sebagai market
failure, yang pada dasarnya sebagai yang terjadi bila upah angkatan kerja rumahtangga
5
miskin tidak mampu mencukupi subsistensi, dan political failure yaitu yang terjadi bila
struktur politik ekonomi menyebabkan distorsi dalam penyampaian kepentingan
masyarakat miskin. Dimensi struktural lain yang mempengaruhi kemiskinan adalah:
(1) Tingkat isolasi; (2) Diferensiasi struktural (tingkat spesialisasi lembaga dan
keaktifannya) berdasarkan common sense observation (pengamatan akal-sehat);
(3) Spektrum antara kekakuan (rigidity) dan keluwesan (flexibility); serta (4) Sentralitas,
yaitu kebutuhan dan kepentingan suatu daerah yang sangat diperhatikan pusat, dalam
tingkat penanaman, pengembangan infrastruktur, dan sebagainya, untuk mengurangi
tingkat kemiskinan (Soedjatmoko, 1980). Dari dimensi kualitas, kemiskinan di wilayah
perkotaan lebih rendah dibanding di wilayah perdesaan.
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa jumlah penduduk miskin di
pedesan mengalami penurunan signifikan dari 44,2 juta orang (40,4%, tahun 1978)
menjadi 20 juta orang (21,1%, tahun 2002). Meski demikian, jumlah penduduk miskin
masih lebih tinggi dibanding target pembangunan era milenium tahun 2015 (penduduk
miskin di perdesaan menjadi 4,52 juta orang atau 8,40%) (Suryana, 2005). Krisis
ekonomi sejak pertengahan 1997 menyebabkan kemiskinan nasional meningkat
menjadi 49,5 juta yang 31,9 juta orang (64,4%) terdapat di perdesaan (Rusastra, et al,
2007). Meski menurun dari 24,2 persen menjadi 16,7 persen tahun 2004, namun
kemiskinan absolut tetap tinggi, yaitu 36,1 juta yang 68,7 persennya tinggal di
perdesaan (Pasaribu, 2006). Kenaikan harga BBM (Oktober 2005) dan tekanan inflasi
sektoral kembali menyebabkan peningkatan kemiskinan menjadi 39,05 juta orang
(Kompas, 16 November 2006).
Kompleksitas penanganan masalah kemiskinan mencakup beberapa dimensi
pokok, yaitu: (1) Bersifat lintas dan multi-sektoral, (2) Eksistensi kendala internal dan
eksternal, (3) Koordinasi dan variasi kinerja pelaksanaan penanggulangan sejalan
dengan pelaksanaan desentralisasi pembangunan, serta (4) Keterbatasan persepsi dan
antisipasi penanggulangannya di lapangan. Terdapatnya fakta bahwa mata pencaharian
penduduk perdesaan mayoritas bergantung pada sektor pertanian, maka pengentasan
kemiskinan dapat diantisipasi melalui kemajuan sektor pertanian. Terkait fakta
fenomenal tersebut, sasaran program penelitian utama Badan Litbang Pertanian untuk
pencapaian target penurunan jumlah penduduk miskin di Indonesia khususnya di
perdesaan, adalah melalui peningkatan pemahaman karakteristik dan akar masalah
kemiskinan serta pengembangan teknologi peningkatan produktivitas sektor pertanian
(Suryana, 2005).
6
Salah satu program kebijakan pembangunan pertanian dalam rangka
pengentasan kemiskinan, ketahanan pangan, dan mewujudkan kesejahteraan petani
dan perdesaan adalah program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan
(PUAP). Program PUAP merupakan program bantuan langsung masyarakat (BLM)
sebagai implementasi dari program PNP Mandiri, beserta program lainnya seperti:,
Primatani, FEATI, PIDRA, P4M2I, program Inpres Desa Tertinggal (IDT), program
Pemberdayaan Daerah Dalam Mengatasi Dampak Krisis Ekonomi (PDMDKE), Bantuan
Perbenihan (BLBU), LM3, BMT, Desa Mandiri Pangan, dan sebagainya. Pada dasarnya
tingkat kemiskinan suatu masyarakat berhubungan erat dengan kesenjangan distribusi
pendapatannya. Artinya, kesenjangan distribusi pendapatan berkorelasi positif dengan
besarnya proporsi rumahtangga miskin pada suatu komunitas. Kegiatan PUAP
merupakan bentuk fasilitasi bantuan modal kelompok tani/Gapoktan, yang selanjutnya
akan diberikan kepada petani anggota, baik petani pemilik, petani penggarap, buruh
tani maupun rumahtangga tani sebagai bantuan modal dalam kegiatan usaha
pertanian.
Adapun tujuan dari PUAP adalah: (1) Mengurangi kemiskinan dan pengangguran
melalui penumbuhan dan pengembangan kegiatan usaha agribisnis di perdesaan sesuai
dengan potensi wilayah, (2) Meningkatkan kemampuan pelaku usaha agribisnis,
Pengurus Gapoktan, Penyuluh dan Penyelia Mitra Tani, (3) Memberdayakan
kelembagaan petani dan ekonomi perdesaan untuk pengembangan kegiatan usaha
agribisnis, dan (4) Meningkatkan fungsi kelembagaan ekonomi petani menjadi jejaring
atau mitra lembaga keuangan dalam rangka akses ke permodalan (Pedoman Umum
PUAP, 2009).
Sasaran yang hendak dicapai ialah : (1) Berkembangnya usaha agribisnis di
10.000 desa miskin/tertinggal sesuai dengan potensi pertanian desa,
(2) Berkembangnya 10.000 Gapoktan/Poktan yang dimiliki dan dikelola oleh petani,
(3) Meningkatnya kesejahteraan rumahtangga tani miskin, petani/peternak (pemilik dan
atau penggarap) skala kecil, buruh tani; dan (4) Berkembangnya usaha pelaku agribisnis
yang mempunyai usaha harian, mingguan, maupun musiman (Pedoman Umum PUAP,
2009).
Untuk pelaksanaan PUAP, Menteri Pertanian membentuk Tim Pengembangan
Usaha Agribisnis Perdesaan melalui Keputusan Menteri Pertanian (Kepmentan) Nomor
545/Kpts/OT.160/9/2007 yang diketuai oleh Kepala Badan Pengembangan SDM dan
dibantu oleh Staf Khusus Menteri Pertanian Bidang Peningkatan Efisiensi
7
Pembangunan Pertanian dan Kepala Pusat Pembiayaan Pertanian sebagai Sekretaris.
Di Tingkat provinsi diketuai oleh salah satu Kepala Dinas Lingkup Pertanian dengan
Sekretaris adalah Kepala Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) sedangkan
anggota berasal dari instansi terkait lainnya. Di Tingkat kabupaten diketuai oleh salah
satu Kepala Dinas Lingkup Pertanian dan Sekretaris adalah Kepala Kelembagaan yang
menangani Penyuluhan Pertanian, sedangkan anggota Tim Pelaksana adalah Penyelia
Mitra Tani (PMT) dan instansi terkait lainnya. Di tingkat kecamatan diketuai Camat
dibantu oleh Kepala Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) sebagai sekretaris, Kantor
Cabang Dinas Pertanian (KCD) dan Kepala Desa lokasi PUAP sebagai anggota. Dan di
tingkat desa terdiri dari Gapoktan, Penyuluh Pendamping dan Penyelia Mitra Tani.
Kriteria yang digunakan untuk menentukan desa penerima program adalah:
(1) PUAP data lokasi PNPM-Mandiri; (2) Data Potensi Desa (Podes); (3) Data desa
miskin dari BPS; (4) Data desa tertinggal dari Kementerian PDT. Pada penentuan calon
desa PUAP 2008, data-data tersebut kemudian diseleksi dengan mekanisme : (1) Daftar
calon desa PUAP dikirim oleh Tim PUAP Pusat ke Gubernur dan Bupati/Walikota.
(2) Berdasarkan daftar tersebut diatas, Pemerintah Kabupaten/Kota mengusulkan calon
desa PUAP kepada Kementerian Pertanian melalui Gubernur. (3) Tim PUAP Pusat
melakukan verifikasi atas usulan desa PUAP yang diajukan oleh Gubernur,
Bupati/Walikota dan Aspirasi Masyarakat, dan (4) Hasil verifikasi desa PUAP oleh Tim
PUAP Pusat, selanjutnya ditetapkan oleh Menteri Pertanian sebagai desa PUAP
(Pedoman Umum PUAP, 2009).
Kementerian Pertanian pada tahun 2008 telah menyalurkan Bantuan Langsung
Masyarakat Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (BLM PUAP) kepada 10.542
Gapoktan/desa yang tersebar di 386 kabupaten yang meliputi 33 provinsi. Pada tahun
2009 melalui APBN akan disalurkan lagi kepada 10.000 desa penerima BLM PUAP
yang tersebar di seluruh Indonesia. Ketepatan penentuan desa sesuai dengan kriteria
desa penerima perlu diteliti/diperiksa dan dikonfirmasikan lagi untuk pemantapan calon
lokasi desa penerima BLM PUAP sebelum ditetapkan oleh Menteri Pertanian.
Penyaluran dana BLM PUAP 2008 sudah dilaksanakan, mencapai sekitar 96
persen dari target APBN dan APBNP 2008. Pada masing-masing desa penerima BLM
PUAP 2008 sudah menerima dana Rp. 100 juta per desa atau per Gapoktan. Untuk
meningkatkan partisipasi Pemerintah Daerah dan masyarakat, pada tahun 2009, calon
lokasi desa PUAP diusulkan oleh Pemerintah Daerah (Bupati dan Walikota) serta
8
aspirasi masyarakat. Usulan dari Pemerintah Daerah juga berdasarkan pada kriteria
yang telah ditentukan dalam Panduan Umum PUAP.
2.2. Kinerja Pelaksanaan PUAP 2008
Kinerja Masukan (Input) Dari hasil evaluasi kinerja pelaksanaan PUAP 2008 yang telah dilakukan pada 22
Gapoktan dari enam Propinsi penerima BLM PUAP dapat diidentifikasi beberapa
kelemahan dan kekuatan dari beberapa indikator/sub indikator kinerja yang dikaji,
sebagai berikut :
Usulan calon lokasi desa PUAP tahun 2009 yang disampaikan ke Tim Pelaksana
PUAP Pusat, belum seluruhnya memenuhi kriteria yang telah ditetapkan, terutama
penamaan kecamatan dan desa, serta pengusulan kembali desa yang sudah masuk
program PUAP 2008. Hal ini menyebabkan proses verifikasi yang memakan waktu
lama sehingga penetapan desa PUAP tahun 2009 mengalami keterlambatan, demikian
juga proses persiapan selanjutnya.
Walaupun sosialisasi telah dilaksanakan di seluruh lokasi kajian, tetapi
pemahaman masyarakat terhadap program PUAP masih beragam. Kegiatan pelatihan
dan workshop yang dilaksanakan juga belum dapat memberikan pemahaman dan
keterampilan yang memadai bagi sebagian besar Penyelia Mitra Tani (PMT), Penyuluh
Pendamping dan Tim Teknis Kabupaten/Kota. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan
waktu, dana, ketepatan materi dan kompetensi nara sumber. Insentif dan dana
operasional PUAP bagi para pendamping dan Tim Pelaksana di daerah juga sangat
terbatas sehingga intensitas kegiatan relatif kurang.
Pengembangan agribisnis yang dilaksanakan petani banyak menghadapi
kendala, diantaranya adalah: lokasi desa yang tidak sesuai dengan kriteria, prasarana
irigasi yang kurang terpelihara, terbatasnya jalan usahatani/produksi, terbatasnya
ketersediaan pupuk bersubsidi, tingginya serangan hama dan penyakit tanaman,
kurang tersedianya benih dan bibit unggul yang bermutu, keterampilan petani dalam
budidaya tanaman/ternak rendah, kekurangan pakan hijauan ternak, belum terlaksana
integrasi tanaman–ternak dengan baik, lahan usahatani tanaman pangan dan hotikultura
yang relatif sempit, skala pengolahan hasil pertanian yang belum optimal dan masih
menggunakan teknologi tradisional, serta terbatasnya bahan baku. BPTP belum
dioptimalkan perannya sebagai Nara Sumber inovasi teknologi dan kelembagaan.
9
Kinerja penggunaan dana PUAP sangat beragam tergantung pada kondisi awal
dari Gapoktan. Kinerja Gapoktan yang berkembang pada umumnya adalah Gapoktan
yang berasal dari kelompok tani binaan program-program sebelumnya seperti Primatani,
P4K, PIDRA, Desa Mandiri Pangan, dan kelompok tani BLM lainnya. Pada Gapoktan
tersebut kelembagaan telah solid, program kerja telah terbangun dan penyuluh pembina
telah dipersiapkan dengan baik sehingga pelaksanaan pengembangan agribisnis dapat
dilaksanakan dengan relatif lebih baik. Sedangkan pada Gapoktan bentukan baru
penggunaan dana BLM PUAP belum berjalan dengan baik, yang disebabkan oleh
rendahnya kualitas/kemampuan SDM pengurus Gapoktan.
Kinerja Proses
Hubungan baik PMT dengan tim pembina (BPTP), tim teknis kabupaten/kota dan
penyuluh pendamping memperlancar pelaksanaan tugas PMT, terutama dalam
menyiapkan laporan reguler. Banyak PMT masih kesulitan dalam menyusun format
laporan keuangan, karena dinamisnya cash flow keuangan Gapoktan/LKM dan belum
adanya standar program (soft file) sistim pengelolaan keuangan. Di luar P. Jawa, ada
beberapa PMT yang kesulitan dalam memanfaatkan jaringan internet untuk mengirim
laporan reguler dengan e-form.
PMT merasa kesulitan dalam melakukan pembinaan dan bimbingan teknis
tentang sistim pengelolaan dana BLM PUAP. Kesibukan PMT dalam pembinaan dan
bimbingan teknis keuangan, menyebabkan terbatas waktunya untuk melakukan
pembinaan dan bimbingan teknis pengembangan agribisnis dan usaha ekonomi.
Cakupan wilayah kerja PMT yang beragam, dan luasnya wilayah binaan, baik dari segi
jumlah Gapoktan maupun penyebarannya (terutama diluar Pulau Jawa).
Kesulitan penyuluh pendamping dalam melakukan pendampingan dan
bimbingan teknis dilapangan, selain disebabkan keterbatasan pengetahuan dan
keterampilan, juga terbatasnya insentif, sarana (komputer dan sepeda motor) serta
biaya operasional yang kurang memadai. Hal ini terjadi terutama bagi penyuluh
pendamping yang tidak tinggal di desa tempat kerjanya dan mempunyai wilayah kerja
lebih dari satu desa atau luasnya wilayah kerja desa binaannya.
Tim Pembina dan Tim Teknis sudah memberikan pembinaan dan arahan yang
tepat sesuai dengan ketentuan dari Tim PUAP Pusat, serta direspon dengan baik oleh
Gapoktan dalam implementasi ketentuan pelaksanaan di lapangan. Hal ini dapat dilihat
dari realisasi penyaluran dana BLM PUAP ke petani/anggota. Realisasi penyaluran dana
10
BLM bervariasi, ada yang sudah mencapai 100 persen, kebanyakan berkisar 84 hingga
90 persen, dan penyaluran terendah mencapai 40 persen.
Belum semua Gapoktan memiliki unit usaha simpan pinjam. Kalaupun Gapoktan
sudah memiliki unit atau seksi usaha simpan-pinjam, tetapi mereka belum seluruhnya
menguasai pengelolaan keuangan termasuk sistim pembukuan yang standar. Jumlah
Gapoktan yang dapat mengembangkan modal usahanya diluar dana BLM PUAP, belum
signifikan. Kebanyakan Gapoktan menetapkan bunga pinjaman satu persen per bulan,
sehingga cukup membantu kebutuhan anggota dalam pengadaan input usahatani.
Di beberapa Gapoktan pengelolaan dana BLM dilakukan melalui Lembaga
Keuangan Mikro (LKM). Sedangkan sebagian besar lainnya, pengelolaan dana hanya
dilakukan oleh Bendahara Gapoktan (seksi usaha simpan pinjam). Keberadaan LKM
sangat tergantung dari peran dinas teknis sebagai pembina dan PMT untuk
mengarahkan, melatih dan membina terbentuknya LKM. Model LKM/UKM berkembang
lebih baik, terutama dalam menjaring dana diluar BLM PUAP, termasuk memberikan
produk jasa perbankan lainnya dengan sistim bunga yang kompetitif.
Pemanfaatan dana sebagian besar digunakan untuk penyediaan pupuk,
benih/bibit, dan bakalan sapi/domba. Pada beberapa Gapoktan yang relatif maju dana
PUAP juga dimanfaatkan untuk pengembangan usaha industri rumahtangga pangan
atau pemasaran hasil pertanian bagi wanita/istri petani. Pemanfaatan dana untuk
menambah modal usaha pengolahan hasil dan memperluas usaha (diversifikasi
produksi dan pemasaran) mencapai lebih dari lima kali lipat dibanding sebelumnya.
Sebagian penyediaan pupuk dan benih/bibit tersebut dikelola oleh Gapoktan
dan sebagian besar dikelola oleh masing-masing petani. Bantuan dana BLM PUAP telah
membantu petani dalam memperoleh dana lebih mudah dan bunga lebih murah
dibandingkan dengan pinjaman dari pemberi utang (tengkulak) yang biasa dilakukan
petani sebelumnya. Tetapi karena jumlah BLM PUAP terbatas, sedangkan jumlah
anggota Gapoktan cukup banyak (lebih dari 200 anggota), dana tersebut hanya dapat
membantu sebagian dari jumlah dana yang mereka butuhkan.
Hanya sebagian kecil anggota yang memanfaatkan dana BLM PUAP untuk
mengembangkan usaha agribisnis dengan memanfaatkan inovasi teknologi yang
tersedia. Pada umumnya usahatani yang dilakukan hanya memperbaiki teknologi yang
telah ada, tanpa ada perbedaan yang signifikan. Dengan demikian, kinerja usahatani
tidak berkembang secara signifikan, dan peningkatan produksi dan pendapatan
usahatani yang menjadi sasaran program PUAP belum tercapai secara optimal. Dana
11
BLM PUAP digunakan untuk memperluas usahatani yang lama atau diversifikasi
usahatani dengan mengembangkan komoditas baru. Dari berbagai macam
pemanfaatan dana BLM PUAP, jenis usaha pengolahan hasil dan perdagangan
menunjukkan masa perguliran dan pengembalian dana yang paling cepat dibanding
usahatani tanaman atau ternak.
Kinerja Luaran (Output)
Secara umum tingkat pengembalian dana BLM sudah cukup baik. Dari 22
Gapoktan yang disurvai, hanya 5 Gapoktan yang belum melakukan perguliran, karena
pengembalian pinjaman putaran pertama belum jatuh tempo, yaitu pada komoditas
ternak dan tanaman perkebunan. Beberapa kasus yang belum mengembalikan
pinjaman sama sekali, disebabkan: (1) Belum menjual ternak, karena berat minimal
belum tercapai; (2) Serangan hama dan penyakit; (3) Terjadi puso akibat perubahan
iklim; dan (4) Belum jatuh tempo pengembalian.
Dana BLM yang dikelola oleh LKMA atau Gapoktan, telah menerapkan
simpanan pokok (72,3 %), simpanan wajib (68,2 %) dan simpanan sukarela (50 %) bagi
anggota/petani yang telah memperoleh pinjaman dana BLM PUAP. Sekitar 73 persen
pinjaman menggunakan sistem konvensional, sedangkan sisanya menggunakan sistem
syariah. Jumlah maksimal pinjaman bervariasi diantara Gapoktan/LKMA, ada yang
nilainya sama untuk setiap peminjam, ada yang berbeda dengan kisaran Rp.100.000,-
hingga Rp. 500.000,- (60%), ada juga yang menetapkan jumlah maksimalnya saja
sebesar Rp 2.000.000,- atau Rp 3.000.000,-. Tahapan pinjaman ada yang menerapkan
satu kali pertahun (55%), ada yang dua kali pertahun (19%) sisanya menerapkan
pinjaman sesuai kebutuhan anggota.
Penggunaan dana BLM PUAP untuk pengadaan input produksi lebih baik dari
sebelumnya, sehingga terjadi peningkatan produksi dan produktivitas pada semua
komoditas yang diusahakan. Pada usahatani padi terjadi peningkatan produksi rata-rata
33,3 persen, pada tanaman hortikultura yang banyak menggunakan benih unggul
meningkat sampai 50 persen. Perbaikan pemeliharaan dan pemupukan pada tanaman
perkebunan dapat meningkatkan produksi sampai 33,8 persen dan pada usaha
penggemukan ternak (sapi) dapat meningkatkan nilai jual sampai 16,9 persen dibanding
sebelumnya.
12
Kinerja Outcome dan Benefit
Berdasarkan hasil analisa usahatani komoditas utama dari anggota Gapoktan
yang telah menerima pinjaman dana BLM PUAP, telah terjadi peningkatan pendapatan
usaha. Pada usahatani tanaman padi, peningkatan pendapatan usahatani rata-rata
mencapai 30,0 persen dari sebelumnya. Usahatani tanaman hortikultura yang sebagian
anggotanya telah memanfaatkan benih unggul nasional, peningkatan pendapatannya
rata-rata mencapai 48,8 persen. Usahatani tanaman perkebunan yang hanya
memperbaiki komponen teknologi saja juga telah dapat meningkatkan pendapatan
sampai 38,1 persen dan kelompok anggota Gapoktan yang mengusahakan peternakan,
kenaikan itu hanya sekitar 11,5 persen dibanding usahatani sebelumnya.
III. METODOLOGI
3.1. Kerangka Pemikiran
Dalam merumuskan rancangan kegiatan untuk menjawab tujuan kedua
didasarkan kepada pemikiran bahwa sebagian besar masyarakat Indonesia memiliki
sumber pendapatan di sektor pertanian. Berdasarkan hal tersebut maka daerah
perdesaan dan sektor pertanian memiliki peran strategis dalam pembangunan ekonomi
nasional. Kegiatan pembangunan sektoral terutama sektor pertanian akan menimbulkan
perubahan sosial dan ekonomi pada sebagian besar penduduk Indonesia yang
umumnya tinggal di daerah perdesaan.
Pembangunan pada dasarnya merupakan suatu proses yang direncanakan
untuk mencapai tujuan dan sasaran tertentu. Di sektor pertanian tujuan pembangunan
adalah: (1) Meningkatkan kapasitas produksi pertanian, (2) Meningkatkan cadangan
devisa, (3) Meningkatkan kesempatan kerja, dan (4) Meningkatkan ketahanan pangan.
Sedangkan sasaran yang ingin dicapai melalui pembangunan pertanian adalah
meningkatkan kesejahteraan petani dan masyarakat desa lainnya yang tercerminkan
dari meningkatnya pendapatan petani, meningkatnya produktivitas tenaga kerja
pertanian, berkurangnya jumlah penduduk miskin, berkurangnya jumlah penduduk yang
kekurangan pangan dan turunnya ketimpangan pendapatan di daerah perdesaan.
Seperti diuraikan dalam tujuan penelitian, cakupan kegiatan ini mencakup:
(1) Penentuan lokasi PUAP 2009 dan (2) Evaluasi pelaksanaan kegiatan PUAP 2008.
Kegiatan pertama lebih mengarah kepada kegiatan kordinasi penetapan lokasi dan
kelompok sasaran calon penerima PUAP 2009 dengan data/informasi yang berasal dari
13
berbagai instansi dan usulan yang diperoleh. Sementara kegiatan yang bersifat kajian
dilakukan untuk menjawab tujuan kedua dari kegiatan.
Seperti diuraikan dalam permasalahan, sebagian besar petani menghadapi
kendala dalam permodalan, baik modal yang dari sendiri maupun akses terhadap
lembaga permodalan yang ada. Dalam mengatasi keterbatasan modal petani tersebut,
pemerintah melalui dana APBN mengambil inisiatif untuk memberikan bantuan modal
dalam bentuk Bantuan Langsung Masyarakat kelompok tani/Gapoktan.
Untuk menunjang keberhasilan usaha/produksi pertanian diperlukan akses
terhadap ketersediaan input, pasar dan teknologi. Tidak tersedianya input dan jaminan
pemasaran produk akan merupakan kendala dalam keberhasilan usaha tani. Untuk
meningkatkan produktivitas yang berdaya hasil tinggi, diperlukan inovasi teknologi yang
bisa diadopsi oleh petani/pengusaha pertanian (Gambar 1).
Dari kesemua aspek dalam produksi pertanian ini yang terpenting adalah modal
usaha. Sebagian besar petani dengan usaha kecil, umumnya terkendala oleh
ketersediaan modal untuk usaha. Dengan keterbatasan aksesnya terhadap perbankan,
menyebabkan modal usaha menjadi masalah besar dalam keberlanjutan dan
keberhasilan usahanya. Untuk itu, program PUAP mencoba mengatasi masalah dana
dengan cara menyalurkan dana kepada petani melalui kelompok tani/Gapoktan. Dana
PUAP pada prinsipnya hanya sebagai stimulus dalam menggerakkan usaha tani petani
yang kemudian dikelola melalui LKM.
Dengan ketersediaan berbagai aspek yang dibutuhkan petani dalam usaha
pertaniannya diharapkan produktivitas dan pendapatan petani meningkat sehingga bisa
mengembangkan usaha mereka yang dapat menyerap tenaga kerja perdesaan dan
mengurangi tingkat kemiskinan di perdesaan.
Gambar 1. Konsep Dasar PUAP
Input Produksi Pasar
Penunjang (LKM)
Peningkatan pendapatan dan Meningkatkan kesempatan usaha
Mengurangi kemiskinan dan Perluasan kesempatan kerja
Inovasi teknologi
14
Penelitian ini mempunyai dua aspek yang perlu dilaksanakan, yaitu:
(1). Identifikasi dan penyusunan calon desa penerima PUAP 2010, serta (2). Evaluasi
kinerja dan dampak awal program PUAP. Dampak secara keseluruhan dan spesifik dari
program PUAP belum bisa terlihat, namun untuk dapat memberikan masukan dalam
perbaikan perencanaan dan implementasi program PUAP kedepan, dampak awal PUAP
bisa dilihat dari kinerja pengembangan usaha/agribisnis, pengembangan kelembagaan
Gapoktan, serta sampai sejauh mana PUAP bisa menyerap tenaga kerja perdesaan dan
manfaatnya bagi pembangunan ekonomi perdesaan.
Kinerja adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan sesuatu
kegiatan/program/kebijaksanaan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi
organisasi. Kinerja juga dapat dikatakan sebagai perilaku berkarya, penampilan atau
hasil karya. Karena itu kinerja merupakan bentuk yang multidimensional, sehingga cara
mengukurnya sangat bervariasi tergantung dari banyak faktor (Solihin, 2008). Indikator
kinerja tidak cukup hanya dengan memfokuskan pada perhitungan efisiensi, tujuan
kebijakan dan pendekatan program juga harus dianalisa.
Evaluasi kinerja pada kajian ini ditekankan pada Pengembangan Usaha
Agribisnis Perdesaan melalui kelembagaan Gapoktan, sesuai dengan sasaran program
PUAP. Indikator kinerjanya dapat dikemukakan pada Lampiran 1 dan 2.
Jenis indikator kinerja adalah sebagai berikut : Input adalah kegiatan dan
sumberdaya/dana yang dibutuhkan agar keluaran sesuai dengan apa yang diharapkan.
Output adalah sesuatu yang langsung diperoleh/dicapai dari pelaksanaan kegiatan.
Untuk memperoleh Output dari Input harus melalui suatu Proses. Dari output dihasilkan
Outcomes, Outcomes adalah segala sesuatu yang mencerminkan berfungsinya
sesuatu keluaran. Benefit/Manfaat diperoleh dengan berfungsinya keluaran secara
optimal. Setelah keluaran berfungsi secara optimal, pengaruh yang timbul dari manfaat
yang diperoleh dari hasil kegiatan atau gambaran aspek makro tujuan proyek/kegiatan
secara sektoral, regional maupun nasional.
3.2. Metoda Penelitian
3.2.1. Penentuan Calon Lokasi PUAP 2010
Penentuan lokasi PUAP 2010 didasarkan kepada data yang diperoleh dari :
(1) Usulan desa calon lokasi Program PUAP Tahun 2010 dikirimkan oleh berbagai pihak
terkait, yakni aspirasi masyarakat dan Pemerintah Daerah, (2) Data sekunder meliputi
data yang telah tersedia pada berbagai instansi, terutama Kode dan Data Wilayah
15
Administrasi Pemerintahan pada 33 Provinsi sesuai dengan Permendagri No. 6 tahun
2008 yang dikeluarkan oleh Ditjen Administrasi Kependudukan Depdagri. Data tersebut
digunakan untuk melihat kesesuaian nomenklatur penamaan kabupaten/kota,
kecamatan hingga desa.
Kegiatan penyusunan desa calon lokasi Program PUAP Tahun 2010 dilakukan
melalui dua (2) tahapan, yakni: (1) Penyusunan daftar desa calon lokasi PUAP Tahun
2010 yang berasal dari dua sumber data seperti yang telah disebutkan di atas, dan
(2) Konfirmasi desa calon lokasi PUAP Tahun 2010 dengan pihak pusat dan daerah
(Tim Teknis tingkat Provinsi maupun Kabupaten).
Selanjutnya disusun kuota desa untuk masing-masing kabupaten. Penyusunan
kuota tersebut dengan mempertimbangkan beberapa aspek sebagai berikut: (1) Asas
keseimbangan perbandingan/proporsi antara kawasan Barat dan Timur, (2) Asas
kepadatan penduduk, (3) Proporsi rumahtangga miskin dan pertanian, dan
(4) Pertimbangan efisiensi pendampingan program per kabupaten. Desa yang
selanjutnya dipilih menjadi lokasi Program PUAP disesuaikan jumlahnya dengan kuota
desa per kabupaten yang telah ditentukan serta sesuai dengan rangking prioritas yang
telah ditetapkan oleh daerah.
Dalam rangka penyusunan desa calon lokasi program PUAP 2010, dilakukan
cross check kesesuaian usulan desa dengan kondisi lapang. Pengecekan terutama
difokuskan pada tingkat keberhasilan yang tinggi bagi semua desa yang diusulkan,
diantaranya dari segi aksesibilitas dan keterjangkauan, kesiapan Pemerintah Daerah,
kesiapan SDM calon pelaksana program PUAP. Pada Gambar 2, ditampilkan
mekanisme penetapan desa dan Gapoktan PUAP 2010.
16
Gambar 2. Mekanisme Penetapan Desa dan Gapoktan PUAP 2010
3.2.2. Evaluasi Kinerja Pelaksanaan PUAP 2008 dan 2009
Evaluasi terhadap kinerja PUAP mulai dari : input, proses, output, dan outcome
Dalam evaluasi program PUAP ini :
Input : Panduan, Juklak, Juknis, BLM dan ketentuannya, AD/ART, peraturan,
kelengkapan, organisasi, pelatihan dan workshop, kelembagaan
gapoktan, kelembagaan tani, RUB, RUK dan RUA (kelayakan usaha),
ketersediaan input usaha dan teknologi, potensi SDA dan SDM
Proses : Pembinaan dan pendampingan, pengelolaan LKM, perencanaan,
pelaksanaan, pemahaman, ketrampilan, penyaluran BLM, pengelolaan
usaha pertanian, analisa usaha, kelayakan usaha, mengatasi kendala
dan hambatan (fisik), pengembangan pasar, inovasi teknologi dan
kelembagaan.
Output : Perguliran dana BLM (revolving), keberlanjutan/keberhasilan usaha LKM,
peningkatan produksi dan produktivitas, pengembangan usaha agribisnis,
adopsi teknologi dan kelembagaan
17
Outcome : Pengembangan model usaha LKM, peningkatan pendapatan,
pengembangan model diseminasi teknologi dan kelembagaan
Evaluasi mencakup keseluruhan proses kegiatan sesuai dengan kinerja yang
telah dicapai oleh masing masing kelompok tani/Gapoktan. Dengan cara ini akan dapat
diketahui proses pelaksanaan dan efektifitas program PUAP.
3.3. Lokasi Penelitian
Untuk mencapai tujuan evaluasi PUAP, penelitian dilakukan berdasarkan basis
komoditas di 5 (lima) provinsi yaitu Sumatera Barat/Lampung, Jawa Barat, Jawa Timur,
Sulawesi Selatan/Sulawesi Barat, Bali/Nusa Tenggara Barat. Komoditas yang dianalisis
yaitu Tanaman Pangan, Hortikultura, Perkebunan, Peternakan dan Non Budidaya/Off
farm (pengolahan hasil, perdagangan, pembibitan dan lain-lain).
Pada setiap provinsi dipilih satu kabupaten yang mewakili komoditas atau
subsektor yang akan di analisis, dan tergantung pada sebaran komoditas dominan pada
masing-masing Gapoktan Pada tiap kabupaten dipilih 2 desa/Gapoktan penerima BLM
PUAP yang sesuai dengan rencana komoditas yang akan dianalisis. Secara
keseluruhan lokasi penelitian meliputi 5 (lima) provinsi, 5 kabupaten, 10 desa/Gapoktan.
Lokasi penelitian dilakukan pada desa PUAP 2008 dan 2009.
Data primer dikumpulkan melalui wawancara kelompok (FGD) dengan pengurus
dan anggota Gapoktan, Penyuluh Pertanian, Penyelia Mitra Tani, Dinas terkait dan
Aparat Pemerintah Daerah. Wawancara individu rumahtangga dilakukan secara acak
mencakup 10 rumahtangga petani dalam setiap Gapoktan yang diwawancarai, untuk
mengumpulkan data karakteristik usahatani. Secara keseluruhan terdapat 100
responden keluarga petani yang diwawancarai dengan kuesioner terstruktur.
Tabel 1. Perencanaan Sampling Desa dan Rumahtangga berdasarkan Basis Komoditas
Komoditas Kabupaten Desa/Gapoktan Rumahtangga Tanaman Pangan 1 2 20 Hortikultura 1 2 20 Peternakan 1 2 20 Perkebunan 1 2 20 Off Farm 1 2 20
Jumlah 5 10 100
18
3.4. Jenis Data
3.4.1. Penentuan Lokasi PUAP 2010
Dalam menentukan calon lokasi PUAP 2010, beberapa data digunakan sebagai
kriteria penetapan, yaitu: (1) Tingkat kemiskinan, (2) Potensi pertanian tinggi,
(3) Keberadaan gapoktan dan embrio gapoktan (kelompok tani), (4) Ketersediaan dan
kesiapan sumberdaya manusia dan sarana prasarana, serta (5) Tingkat keberhasilan
program,
3.4.2. Evaluasi Kinerja PUAP 2008 dan 2009.
Untuk tujuan evaluasi kinerja PUAP tahun 2008 data dan informasi yang
dikumpulkan adalah sebagai berikut :
1) Penilaian terhadap kinerja input , mencakup: Aspek penyampaian, kesesuaian,
dan manfaat dari input program PUAP yaitu : Dana BLM PUAP dan
ketentuannya, peraturan, kelengkapan, organisasi, pelatihan dan workshop.
2) Penilaian terhadap pendampingan, mencakup: Peran Petugas Pendamping dan
Penyuluh di setiap Gapoktan dan Penyelia Mitra Tani (PMT) di kabupaten/kota.
Penilaian mencakup tugas-tugas yang ditetapkan dalam Pedoman Umum.
3) Kesesuaian perencanaan vs pelaksanaan kegiatan usahatani mencakup:
Evaluasi RUA, RUK dan RUB dan kesesuaian dengan pelaksanaan
4) Pengembangan kelembagaan, mencakup: Evaluasi pembentukan Gapoktan,
kelengkapan organisasi, kinerja Gapoktan.
5) Penyaluran dana BLM PUAP, Evaluasi terhadap perencanaan, pengelolaan, dan
penyaluran dana BLM PUAP
6) Pengembangan Keuangan Mikro, mencakup: Evaluasi kelembagaan,
perencanaan, implementasi dan revolving
7) Pengembangan Agribisnis Perdesaan, Evaluasi mencakup penilaian terhadap
keberlanjutan usaha penguatan modal (LKM/UKM), ketersediaan input produksi,
pengembangan komoditas, diversifikasi usaha, nilai tambah, dan pengembangan
pemasaran hasil.
8) Rekomendasi kebijakan, mencakup pemberian masukan, feedback dan alternatif
kebijakan dalam perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi program PUAP
selanjutnya.
19
3.5. Metoda Pengumpulan Data 3.5.1. Penentuan Lokasi PUAP 2010 Untuk penentuan lokasi PUAP 2010, dilakukan pengumpulan data yang berasal
dari berbagai sumber, yaitu: (1) Usulan dari pemerintah daerah, (2) Usulan dari
masyarakat atau aspirasi masyarakat, (3) Data sekunder dari berbagai instansi lingkup
Kementerian Pertanian.
3.5.2. Evaluasi PUAP 2008 dan 2009
Pengumpulan data dilakukan dengan metoda survai kepada Gapoktan,
Penyuluh Pendamping, PMT, Tim Teknis Provinsi dan Kabupaten, serta petani. Survai
dilakukan dengan menggunakan kuesioner terstruktur dan tidak terstruktur untuk diskusi
kelompok (FGD).
3.6. Analisa Data Berdasarkan sifat data yang dikumpulkan dalam kegiatan evaluasi PUAP, ada
dua jenis analisis yang dikembangkan, yaitu: (1) Analisis kualitatif; dan (2) Analisis
kuantitatif. Analisis kualitatif diarahkan pada kinerja program, yaitu input, proses, output
dan outcome dari dua aspek utama yang dikaji (pengembangan kelembagaan Gapoktan
dan pengembangan agribisnis). Analisa deskriptif dilakukan juga dalam kaitannya
dengan: (1) Deskripsi kebijakan pemberdayaan masyarakat secara nasional yang
dilakukan oleh program PUAP; dan (2). Deskripsi potensi dan permasalahan dalam
pelaksanaan program PUAP, terutama dalam upaya membangun agribisnis perdesaan
dan pemberdayaan Gapoktan. Analisis kuantitatif diarahkan untuk melihat kelayakan
usahatani yang dihitung atas dasar analisis usahatani untuk meningkatkan pendapatan.
IV. RENCANA OPERASIONAL
4.1. Personalia Tim Pelaksana
No Nama Jabatan Fungsional Peneliti Jabatan Dalam Tim
1 Ir. Rudy S. Rivai, MS Peneliti Madya Ketua 2 Prof. Dr. Kedi Suradisastra Peneliti Utama/Prof. Riset Anggota 3 Dr. Dewa K. Sadra Swastika Peneliti Utama Anggota 4 Ir. Khairina M. Noekman, MS Peneliti Non Klas Anggota 5 Ir. Sri Wahyuni, MS Peneliti Utama Anggota 6 Julia F. Sinuraya, SP, MSi Peneliti Pertama Anggota 7 Nur K. Agustin, STP,MP Peneliti Muda Anggota 8 Yana Supriyatna, SE Peneliti Non Klas Anggota 9 Ir. Yuni Marisa Peneliti Pertama Anggota
10 Ir. Budi Wiryono, MSi Peneliti Non Klas Anggota 11 Juni Hestina, SE Peneliti Pertama Anggota
20
4.2. Jadwal Palang Bulan
Kegiatan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Persiapan : - Pembuatan Proposal - Penyusunan Kuesioner
Penyusunan Usulan Desa - Pengolahan usulan desa - Penentuan Kuota desa - Draft penetapan desa
Pra Survai
Perbaikan Kuesioner
Main Survai
Pengolahan dan Analisa Data
Penulisan Laporan
Seminar
Perbaikan Laporan
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Pertanian. 2009. Pedoman Umum: Pengembangan Usaha Agribisnis
Perdesaan (PUAP). Jakarta: Deptan Press.
Elizabeth, R. 2007. Fenomena Sosiologis Metamorphosis Petani: Ke Arah Keberpihakan Pada Masyarakat Petani Pedesaan yang Terpinggirkan Terkait Konsep Ekonomi Kerakyatan. Forum Agro Ekonomi (FAE) Vol.25 Juli 2007. PSE-KP. Bogor.
Elizabeth, R. 2008. Penguatan dan Pemberdayaan Peran Pembangunan
Perekonomian, Sistem Pasar dan Kelembagaan: Dilema Dilema Kemiskinan dan Kelaparan di Perdesaan. Prosiding Seminar Nasional: “Akselerasi Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi Mendukung Ketahanan Pangan di Wilayah Kepulauan.” BPTP Maluku Ambon, 29-30 Oktober 2007. BPTP Maluku Ambon. Balitbang. Departemen Pertanian. 2008
Hayami, Y. dan M. Kikuchi. 1987. Dilema Ekonomi Desa. Obor. Jakarta.
Kompas, 2006. Kemiskinan Akibat Beras. Harian Kompas, Rabu, 16 November 2006.
Pakpahan, A. et al. 1995. Kemiskinan di Pedesaan. Prosiding Pengembangan Hasil
Penelitian Kemiskinan di Pedesaan. Masalah dan Alternatif Penanggulangannya. PSE. Bogor.
Pasaribu, B. 2006. Poverty Profile and The Alleviation Programme in Indonesia . Paper
Presented on “Asian Regional Seminar on Poverty Alleviation”, Held by AFPPD and IFAD, 5 – 6 April. Hanoi, Vietnam.
21
Suryana, Ahmad. 2005. Kebijakan Pengembangan IPTEK dalam Mendukung Pembangunan Pertanian. Prosiding: Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Berwawasan Agribisnis Mendukung Pembangunan Pertanian Wilayah Kepulauan. ISBN: 979-3566-42-6. Ambon, 22-23 November 2005. Bekerjasama dengan Pusat Penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian (Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Maluku), Pemerintah Provinsi Maluku, dan Universitas Pattimura.
22
Lampiran 1. Alur Indikator Kinerja PUAP
Pengembangan Ekonomi Perdesaan
Pengembangan Peningkatan Pengembangan Model Usaha LKM Pendapatan Agribisnis Perdesaan
Perguliran dana Keberlanjutan Peningkatan Pengembangan Pengembangan BLM (revolving) Keberhasilan Produksi & Pasar dan Teknologi dan Usaha LKM Produktivitas diversifikasi produk Kelembagaan Penyaluran Pengelolaan Pembinaan Pengelolaan Pengembangan & Ketersediaan Pengembangan BLM BLM Dan Usaha Peningkatan input dan Kelembagaan Pendampingan Pertanian kwalitas hasil Sumberdaya
23
Lampiran 2. Indikator kinerja PUAP
Sistem Input Proses Output Outcome Kinerja Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan
1. Pedum, Juklak, Juknis.
2. BLM dan ketentuannya :
- AD/ART - Peraturan - Kelengkapan - Organisasi 3. Pelatihan dan
Workshop 4. Kelembagaan
Gapoktan dan Kelompok Tani
5. RUB dan RUK (kelayakan usaha)
6. Ketersediaan input usaha dan teknologi
7. Potensi SDA dan SDM
1. Pembinaan dan Pendampingan
2. Pengelolaan LKM : - Perencanaan - Pelaksanaan - Pemahaman - Keterampilan 3. Penyaluran BLM 4. Pengelolaan usaha
pertanian - Analisa usaha - Kelayakan usaha - Mengatasi kendala
dan hambatan (fisik)
5. Pengembangan Pasar.
6. Inovasi Teknologi dan Kelembagaan
1. Perguliran Dana BLM (Revolving)
2. Keberlanjutan/ Keberhasilan usaha LKM 3. Peningkatan
Produksi dan Produktivitas
4. Pengembangan Usaha Agribisnis
1. Peningkatan Pendapatan 2. Penyerapan Tenaga Kerja