Euthanasia

82
ISU-ISU YANG BERKAITAN DENGAN ISU-ISU YANG BERKAITAN DENGAN HUKUM BIDANG KEDOKTERAN HUKUM BIDANG KEDOKTERAN DI RSUDZA DI RSUDZA Fajri Wildan Riza Pratama Putra Inong Indira Meutia Dewi Prahaztuti Nurul Huda Kowita M.Andi Mardiansyah Mayasari Pembimbing : dr.Taufik Suryadi,Sp.F

Transcript of Euthanasia

Page 1: Euthanasia

ISU-ISU YANG BERKAITAN ISU-ISU YANG BERKAITAN DENGAN HUKUM BIDANG DENGAN HUKUM BIDANG

KEDOKTERAN KEDOKTERAN DI RSUDZADI RSUDZA

Fajri WildanRiza Pratama PutraInong Indira Meutia

Dewi PrahaztutiNurul Huda Kowita

M.Andi MardiansyahMayasari

Pembimbing : dr.Taufik Suryadi,Sp.F

Page 2: Euthanasia

ISU-ISU YANG BERKAITAN ISU-ISU YANG BERKAITAN DENGAN HUKUM BIDANG DENGAN HUKUM BIDANG

KEDOKTERAN KEDOKTERAN DI RSUDZADI RSUDZA

Fajri WildanRiza Pratama PutraInong Indira Meutia

Dewi PrahaztutiNurul Huda Kowita

M.Andi MardiansyahMayasari

Pembimbing : dr.Taufik Suryadi,Sp.F

Page 3: Euthanasia

Pendahuluan

Era reformasi hukum memegang peran penting dalam berbagai segi kehidupan bermasyarakat dan bernegara

Perubahan konsep pemikiran penyelenggaraan pembangunan kesehatan tidak dapat dielakkan

Untuk mewujudkan derajat kesehatan yang optimal bagi setiap orang

Page 4: Euthanasia

HUKUM KESEHATAN

Hukum kesehatan menurut Anggaran Dasar Perhimpunan Hukum Kesehatan Indonesia adalah semua ketentuan hukum yang berhubungan langsung dengan pemeliharaan / pelayanan kesehatan dan penerapannya

Hukum kedokteran merupakan bagian dari hukum kesehatan, yang menyangkut asuhan / pelayanan kedokteran.

Page 5: Euthanasia

ASAS HUKUM

Asas hukum adalah norma dasar yang dijabarkan dari hukum positif dan yang oleh ilmu hukum tidak dianggap berasal dari aturan-aturan yang lebih umum

Asas bersifat universal yaitu: Asas Kepribadian Asas Persekutuan Asas Kesamaan Asas Kewibawaan

Page 6: Euthanasia

Obyek Hukum Kesehatan

1. Pengaturan yang berkaitan dengan upaya kesehatan

2. Pengaturan yang berkaitan dengan tenaga kesehatan

3. Pengaturan yang berkaitan dengan sarana kesehatan

4. Pengaturan yang berkaitan dengan komoditi kesehatan

Page 7: Euthanasia

Tujuan yang ingin dicapai

1. Penyelenggaraan ketertiban sosial

2. Pencegahan dari konflik yang tidak menyenangkan

3. Jaminan pertumbuhan dan kemandirian penduduk secara individual

4. Penyelenggaraan pembagian tugas dari berbagai peristiwa yang baik dalam masyarakat

5. Kanalisasi perubahan sosial

Page 8: Euthanasia

HUBUNGAN TERAPEUTIK

Page 9: Euthanasia

PENGERTIAN

Perjanjian terapeutik atau transaksi terapeutik adalah perjanjian antara dokter dengan pasien yang memberikan kewenangan kepada dokter untuk melakukan kegiatan memberikan pelayanan kesehatan kepada pasien berdasarkan keahlian dan keterampilan yang dimiliki oleh dokter tersebut

Page 10: Euthanasia

SYARAT SAH PERJANJIAN TERAPEUTIK

Sesuai pasal 1320 KUH Perdata

1. Adanya kesepakatan dari mereka yang saling mengikatkan dirinya.

2. Adanya kecakapan untuk membuat suatu perikatan.

3. Mengenai suatu hal tertentu.

4. Untuk suatu sebab yang halal / diperbolehkan.

Page 11: Euthanasia

AKIBAT TRANSAKSI TERAPEUTIK

Pasal 1338 KUH Perdata

" Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya"

Page 12: Euthanasia

Pasal 1339 KUH Perdata

" Suatu perjanjian tidak hanya mengikat untuk hal-hal yang dengan tegas dinyatakan didalamnya, tetapi juga untuk segala sesuatu yang menurut sifat perjanjian, diharuskan oleh kepatutan, kebiasaan atau undang-undang".

Page 13: Euthanasia

PERTANGGUNGJAWABAN DOKTER DALAM HUKUM

Page 14: Euthanasia

Tanggungjawab hukum timbul berkaitan dengan pelaksanaan profesi dokter :Tanggung jawab terhadap ketentuan profesionalnya yang termuat dalam Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 434/Men.Kes/SK/X/1983 tentang Kodeki.

Page 15: Euthanasia

Tanggung jawab terhadap ketentuan-ketentuan hukum yang tercantum dalam undang-undang, yaitu Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) beserta hukum acaranya (KUHAP), Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (BW/ Bugerlijk Wetboek) dan Undang-Undang perlindungan konsumen beserta hukum acaranya (HIR), Undang-Undang No 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan, dan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran.

Page 16: Euthanasia

KEWAJIBAN HUKUM UTAMA DOKTER

1. Kewajiban melakukan diagnosis penyakit.

2. Kewajiban mengobati penyakit.

3. Kewajiban memberikan informasi yang cukup kepada pasien dalam bahasa yang dimengerti oleh pasien, baik diminta maupun tidak.

4. Kewajiban untuk mendapatkan persetujuan pasien (tanpa paksaan atau penekanan) terhadap tindakan medik yang akan dilakukan oleh dokter setelah dokter memberikan informasi yang cukup dan dimengerti oleh pasien.

Page 17: Euthanasia

BENTUK PERTANGGUNGJAWABAN DOKTER

1. Bidang hukum administrasi dimuat dalam Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang praktik kedokteran.

2. Bidang Hukum Perdata, terdiri dari : BW, antara lain pasal 1239, 1365, 1366,

1367. UU No 8 Tahun 1999 Tentang Konsumen

Pasal 19

Page 18: Euthanasia

3. Bidang hukum pidana, terdiri dari :KUHP, antara lain pasal 48-51, 224, 267, 268, 322, 344-361, 531.Ketentuan Pidana UU No 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.Ketentuan Pidana  UU No 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran.

Page 19: Euthanasia

PRINSIP PERTANGGUNGJAWABAN PERDATA

1. Setiap tindakan yang menimbulkan kerugian atas diri orang lain berarti orang yang melakukannya harus membayar kompensasi sebagai pertanggungjawaban kerugian (pasal 1365 BW).

2. Seseorang harus bertanggung jawab tidak hanya karena kerugian yang dilakukannya dengan sengaja, tetapi juga karena kelalaian atau kurang hati-hati (pasal 1366 BW).

Page 20: Euthanasia

3. Seseorang harus memberikan pertanggungjawaban tidak hanya atas kerugian yang ditimbulkan dari tindakannya sendiri, tetapi juga atas kerugian yang ditimbulkan dari tindakan orang lain yang berada dibawah pengawasannya (pasal 1367 BW).

Page 21: Euthanasia

MALPRAKTEK MEDIS

Page 22: Euthanasia

Asumsi masyarakat :

1. Layanan medis di rumah sakit harus

menghasilkan kesembuhan atau

kesuksesan.

2. Setiap dokter harus selalu siap

berkorban melayani pasien

Hasil buruk dianggap malpraktik kedokteran

Page 23: Euthanasia

PENGERTIAN

Malpraktek medik adalah kelalaian seorang dokter untuk mempergunakan tingkat ketrampilan dan ilmu pengetahuan yang lazim dipergunakan dalam mengobati pasien atau orang yang terluka menurut ukuran di lingkungan yang sama

Page 24: Euthanasia

kelalaian ialah sikap kurang hati-hati, yaitu tidak melakukan apa yang seseorang dengan sikap hati-hati melakukannya dengan wajar, atau sebaliknya melakukan apa yang seseorang dengan sikap hati-hati tidak akan melakukannya dalam situasi tersebut. Kelalaian diartikan pula dengan melakukan tindakan kedokteran dibawah standar pelayanan medik

Page 25: Euthanasia

Kelalaian bukanlah suatu pelanggaran hukum atau kejahatan, jika kelalaian itu tidak sampai membawa kerugian atau cedera kepada orang lain dan orang itu dapat menerimanya.

Tetapi jika kelalaian itu menimbulkan kerugian materi, mencelakakan, bahkan merenggut nyawa orang lain maka ini diklasifikasikan sebagai kelalaian berat (culpa lata), serius dan kriminil

Page 26: Euthanasia

TOLAK UKUR CULPA LATA

Bertentangan dengan hukum Akibatnya dapat dibayangkan Akibatnya dapat dihindarkan Perbuatannya dapat dipersalahkan

Page 27: Euthanasia

MALPRAKTEK DOKTER

Dokter kurang memahami ilmu pengetahuan dan teknologi kedokteran yang sudah berlaku umum dikalangan profesi kedokteran

Memberikan pelayanan kedokteran dibawah standar profesi (tidak lege artis)

Page 28: Euthanasia

Melakukan kelalaian yang berat atau memberikan pelayanan dengan tidak hati-hati

Melakukan tindakan medik yang bertentangan dengan hukum

Page 29: Euthanasia

CONTOH KASUS

No Contoh Kasus Aspek hukum yang berkaitan

01 Seorang dokter

memberikan cuti sakit

berulang kali kepada

seorang tahanan, padahal

orang tersebut mampu

menghadiri sidang

pengadilan perkaranya.

Dokter terkena pelanggaran KODEKI Bab I pasal

7 dan KUHP pasal 267

KODEKI Bab I pasal 7

Seorang dokter hanya memberi keterangan atau

pendapat yang dapat dibuktikan kebenarannya.

KUHP Pasal 267

Dokter yang dengan sengaja memberi surat

keterangan palsu tentang adanya atau tidak

adanya penyakit, kelemahan atau cacat,

dikuhum dengan hukuman penjara selama 4

tahun

Page 30: Euthanasia

Seorang penderita gawat

darurat di rawat di suatu

rumah sakit dan ternyata

membutuhkan pembedahan

segera. Ternyata pembedahan

tertunda-tunda, sehingga

penderita meninggal dunia

a. Jika tertundanya pembedahan tersebut disebabkan kelalaian

dokter maka sikap dokter tersebut bertentangan dengan lafal

sumpah dokter, KODEKI Bab II Pasal 10 dan KUHP pasal 304 dan

306

Lafal sumpah dokter :

Saya akan senantiasa mengutamakan kesehatan penderita

KODEKI Bab II Pasal 10

Seorang dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai

suatu tugas kemanusiaan

KUHP Pasal 304

Barang siapa dengan sengaja menyebabkan atau membiarkan

seorang dalam kesengsaraan, sedangkan ia wajib memberi

kehidupan, perawatan, dan pemeliharaan berdasarkan hukum

yang berlaku baginya atau karena suatu perjanjian, dihukum

dengan hukum penjara selama-lamanya 2 tahun 8 bulan atau

denda sebanyak-banyaknya Rp.4.500,-

KUHP Pasal 306

(2) Jika salah satu perbuatan tersebut berakibat kematian, maka

bersalah dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya 9

tahun

 

b. Jika tertundanya pembedahan tersebut disebabkan keluarga

penderita belum membayar uang panjar untuk rumah sakit, maka

rumah sakitlah yang terkena pasal-pasal KUHP 304 dan 306,

sedangkan dokter terkena pelanggaran KODEK I

Page 31: Euthanasia

03Seorang dokter umum

melakukan pembedahan

benjolan pada leher seorang

wanita yang kemudian timbul

komplikasi pendarahan. Dokter

menghentikan tindakannya

sedangkan benjolan tersebut

belum diangkat seluruhnya.

Padahal di kota tempat dokter

itu bekerja ada dokter spesialis

bedah

Daalam kasus ini dokter umum tersebut melanggar

KODEKI Bab I Pasal 2 dan 11, KUHP Pasal 360

KODEKI Bab I Pasal 2

Seorang dokter harus senantiasa melakukan

profesinya menurut ukuran tertinggi.

KODEKI Bab I Pasal 11

Dalam hal tidak mampu melakukan suatu

pemeriksaan atau pengobatan maka ia wajib

merujuk penderita kepada dokter lain yang

mempunyai keahlian dalam penyakit tersebut.

KUHP Pasal 350

Barang siapa karena kesalahannya menyebabkan

orang lain mendapat luka berat atau luka

sedemikian, sehingga berakibat penyakit atau

halangan sementara untuk menjalankan jabatan

atau pekerjaannya, dihukum dengan hukuman

penjara selama-lamanya 5 tahun.

Page 32: Euthanasia

Malpraktik meliputi

1. Intentional : professional misconducts

2. Negligence : malfeasance, misfeance,

nonfeasance

3. Lack of skill : dibawah standar kompetensi , diluar kompetensi

Page 33: Euthanasia

Misconduct

Penahanan pasien Buka rahasia kedokteran tanpa hak Aborsi illegal Euthanasia Keterangan palsu Praktek tanpa ijin/tanpa kompetensi Sengaja tidak mematuhi standar

Page 34: Euthanasia

Lack of Skill

Kompentensi kurang atau diluar

kompetensi / kewenangan Sering menjadi penyebab eror Sering dikaitkan dengan kompetensi

institusi / sarana Kadang dapat dibenarkan pada situasi

kondisi lokal tertentu

Page 35: Euthanasia

Syarat Kelalaian (4D)

DUTY ( Duty of care )

Kewajiban profesi

Kewajiban kontrak dengan pasien DERELICTION / BREACH OF DUTY

Pelanggaran kewajiban DAMAGES

Cedera , mati atau kerugian DIRECT CAUSALSHIP Hubungan sebab akibat, setidaknya Proximate

cause

Page 36: Euthanasia

Sanksi Hukum

PIDANA Pasal 267 KUHP (surat keterangan palsu)1. Seorang dokter yang dengan sengaja memberikan surat

keterangan palsu tentang ada atau tidaknya penyakit , kelemahan atau cacat, diancam dengan dengan pidana penjara paling lama empat tahun.

2. Jika keterangan diberikan dengan maksud untuk memasukkan seorang kedalam rumah sakit gila atau menahannya disitu , dijatuhkan pidana paling lama delapan tahun enam bulan.

3. Di ancam dengan pidana yang sama , barangsiapa dengan sengaja memakai surat keterangan palsu itu seolah-olah isinya sesuai dengan kebenaran.

Page 37: Euthanasia

Pasal 268 KUHP

1.Barang siapa membuat secara palsu atau memalsu surat keterangan dokter tentang ada atau tidaknya penyakit, kelemahan atau cacat , dengan maksud untuk menyesatkan penguasa umum atau penanggung (verzekeraar), diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun.

2.Diancam dengan pidana yang sama, barangsiapa dengan maksud yang sama memakai surat keterangan yang tidak benar atau yang dipalsu, seolah-olah surat itu benar dan tidak dipalsu

Page 38: Euthanasia

PASAL 359 KUHP

Barangsiapa karena kelalainnya menyebabkan matinya orang lain diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana

kurungan paling lama satu tahun

Page 39: Euthanasia

PASAL 360 KUHP1.Barangsiapa karena kelalainnya menyebabkan orang lain menderita luka berat,diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana kurungan paling lama satu tahun

2.Barangsiapa karena kelalaiannya menyebabkan orang lain luka sedemikian rupa sehingga menderita sakit untuk sementara waktu atau tidak dapat menjalankan jabatan atau perkejaannya selama waktu tertenu diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana kurungan enam bulan atau denda paling tinggi empat ribu lima ratus rupiah

Page 40: Euthanasia

PERDATA

– Pasal 1338 KUH Perdata ( wan prestasi )

1.Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.

2.Suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak, atau karena alas an-alasan yang oleh undang-undang dinyatakan cukup untuk itu.

3.Suatu perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik

Page 41: Euthanasia

Pasal 1365 KUH Perdata

Tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada seorang lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.

Page 42: Euthanasia

Pasal 1366 KUH Perdata ( Kelalaian )

Setiap orang bertanggung jawab tidak saja atas kerugian yang disebabkan karena perbuatannya , tetapi juga atas kerugian yang disebabkan karena kelalainnnya atau kurang hati – hatinya

Page 43: Euthanasia

Pasal 1370 KUH Perdata

Dalam hal pembunuhan (menyebabkan matinya orang lain ) dengan sengaja atau kurang hati – hatinya seeorang, maka suami dan istri yang ditinggalkan, anak atau korban orang tua yang biasanya mendapat nafkah dari pekerjaan korban mempunyai hak untuk menuntut suatu ganti rugi, yang harus dinilai menurut kedudukanya dan kekayaan kedua belah pihak serta menurut keadaan .

Page 44: Euthanasia

Pasal 55 UU No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan

1.Setiap orang berhak atas ganti rugi akibat kesalahan atau kelalaian yang dilakukan tenaga kesehatan.

2.Ganti rugi sebagaimana diatur dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan peraturan yang berlaku

Page 45: Euthanasia

PENANGANAN PENDERITA GAWAT DARURAT

Page 46: Euthanasia

PENGERTIAN GAWAT DARURAT MEDIK

Gawat darurat medik adalah suatu kondisi yang dalam pandangan penderita, keluarga, atau siapapun yang bertanggung jawab dalam membawa penderita ke rumah sakit, memerlukan pelayanan medik segera

Kondisi ini berlanjut hingga petugas kesehatan yang profesional menetapkan bahwa keselamatan penderita atau kesehatannya tidak terancam

Page 47: Euthanasia

Beberapa pasal yang berkaitan dengan kondisi gawat darurat

Seorang dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu tugas kemanusiaan, kecuali bila yakin ada orang lain yang bersedia dan mampu memberikannya (Pasal 14)

Seorang dokter harus senantiasa melakukan profesinya menurut ukuran tertinggi (Pasal 2)

Setiap dokter harus senantiasa mengingatakan kewajibannya melindungi hidup insani (Pasal 10)

Page 48: Euthanasia

Setiap dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan ilmu keterampilannya untuk kepentingan penderita. Dalam hal ia tidak mampu melakukan suatu pemeriksaan atau pengobatan, maka ia wajib merujuk penderita kepada dokter lain yang mempunyai keahlian terhadap penyakit tersebut (Pasal 11)

Dalam melakukan pekerjaan kedokterannya, seorang dokter tidak boleh dipengaruhi oleh pertimbangan keuntungan pribadinya (Pasal 3)

Page 49: Euthanasia

Seorang dokter dalam bekerjasama dengan pejabat dibidang kesehatan dan bidang lainnya serta masyarakat harus memelihar saling pengertian sebaik-baiknya (Pasal 9)

Setiap dokter harus memberikan kesempatan kepada penderita agar senantiasa ddapat berhubungan dengan keluarga dan penasehatnya dalam beribat dan atau dalam masalah lainnya (Pasal 12)

Page 50: Euthanasia

Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang penderita, bahkan juga setelah penderita itu meninggal dunia (Pasal 13)

Setiap dokter harus memelihara kesehatannya supaya dapat bekerja dengan baik (Pasal 17)

Page 51: Euthanasia

No

Contoh Kasus Keterangan

01

Seorang dokter spesialis yang tugas

jaga, yang tidak bersedia datang

untuk memeriksa penderita gawat

darurat yang dikonsul kepadanya dan

kemudian penderita meninggal dunia.

Dokter bukan saja dianggap telah

melakukan malpraktek etik, tetapi juga

malpraktek pidana, karena

kelalaiannya menyebabkan seorang

meninggal dunia

Instruksi dokter mengenai

pemeriksaan dan pengobatan per

telfon juga dianggap pelanggaran,

karena pelayanannya dibawah standar

pelayanan medik

02 Dokter yang langsung mentransfer seorang penderita

gawat darurat ke rumah sakit rujukan tanpa memberi

pertolongan pertama untuk memperbaiki keadaan umum

penderita, sehingga penderita meninggal dunia di

perjalanan

Malpraktek etik dan malpraktek

pidana

Page 52: Euthanasia

03 Rumah sakit dan atau seorang dokter yang menunda-

nunda rawat inap penderita gawat darurat atau

menunda-nunda tindakan medik terhadap

penderitanya atas alasan belum membayar uang

muka

Melanggar etik dan hukum sehingga dapat

digugat di pengadilan

04 Untuk penderita gawat darurat yang dalam keadaan tidak

sadar misalnya petinju dengan trauma capitis dan tidaak

didampingi oleh keluarga yang memerlukan tindakan

pembedahan segera (cyto) untuk menyelamatkan jiwanya

Tidak diperlukan Persetujuan Tindakan

Medik (PTM) dari siapa pun. Ini sesuai

dengan KODEKI dimana dokter

mengutamakan kesehatan penderita dan

melindungi hidup insani.

Permenkes No.585 Tahun 1989 Pasal 11 :

Dalam hal pasien tidak sadar/pingsan atau

tidak didampingi oleh keluarga terdekat dan

secara medik berada dalam keadaan gawat

dan atau darurat yang memerlukan tindakan

medik segera untuk kepentingannya, tidak

diperlukan persetujuan dari siapa pun.

05 Seorang anak atau seorang penderita penyakit jiwa

yang mendapat kecelakaan lalu lintas dan tiba di

rumah sakit tanpa didampingi orang tua atau walinya

untuk menandatangani PTM, sedangkan pembedahan

tidak dapat ditunda-tunda lagi demi mencegah

bertambah parah penyakitnya

Tindakan dokter melakukan pembedahan

itu dapat dibenarkan dan sesuai dengan

KODEKI.

Page 53: Euthanasia

EUTHANASIA

Page 54: Euthanasia

Latar Belakang

Terdapat kerancuan pendapat umum tentang euthanasia apakah diperbolehkan atau dilarang

Alasan yang diberikan ketika ada pasien yang akan diberi tindakan euthanasia

Bagaimana Euthanasia menurut hukum di Indonesia

Page 55: Euthanasia

Definisi euthanasia

* Segi Bahasa

Yunani

Eu = BaikThanatos= Kematian

euthanasia dapat diartikan mati dengan baik tanpa penderitaan. Ada pula yang menterjemahkan mati cepat tanpa derita.

Page 56: Euthanasia

Definisi euthanasia

Menurut istilah Kedokteran

Eutahanasia berarti tindakan agar kesakitan atau penderitaan yang dialami seseorang yang akan meninggal diperingan.

Mempercepat kematian seseorang yang ada dalam kesakitan dan penderitaan hebat menjelang kematiannya.

Page 57: Euthanasia

KONSEP TENTANG MATI

Mati sebagai berhentinya darah mengalir

Konsep mati dari berhentinya darah mengalir seperti dianut selama inidan yang juga diatur dalam PP. 18 Tahun 1991 menyatakan bahwa mati adalah berhentinya fungsi jantung dan paru-paru, tidak bisa dipergunakan lagi karena teknologi resusitasi telah memungkinkan jantung dan paru-paru yang semua terhenti, kini dapat dipacu untuk berddenyut kembali dan paru-paru dapat dipompa untuk berkembang kempis kebali.

Page 58: Euthanasia

Mati sebagai saat terlepasnya nyawa dari tubuh.

Konsep mati dari terlepasnya nyawa dari tubuh sering menimbulkan keraguan karena misalnya pada tindakan resusitasi yang berhasil, keadaan demikian menimbulkan kesan seakan-akan nyawa dapat ditarik kembali

Page 59: Euthanasia

Hilangnya kemampuan tubuh secara permanen

Konsep mati mengenai hilangnya kemampuan tubuh secara permanen untuk menjalankan fungsinya secra terpadu juga dipertanyakan karena organ-organ berfungsi sendiri-sendiri tanpa terkendali karena otak telah mati. Untuk kepentingan transplantasi konsep ini menguntungkan tetapi secara moral tidak dapat diterima karena kenyataannya organ-organ masih berfungsi meskipun tidak terpadu lagi

Page 60: Euthanasia

Hilangnya manusia secara permanen untuk kembali sadar dan melakukan interaksi sosial.

Bila dibandingkan dengan manusia sebagai makhluk sosial yaitu individu yang mempunyai kepribadian, menyadari kehidupannya, kekhususannya, kemampuannya mengingat, menentukan sikap, dan mengambil keputusan, mengajukan alasan yang masuk akal, mampu berbuat, menikmati, mengalami kecemasan dan sebagainya, maka penggerak dari otak baik secara fisik maupun sosial makin banyak dipergunakan

Page 61: Euthanasia

PENENTUAN SAAT MATI

penentuan saat kematian di kebanyakan negara merupakan tanggung jawab sah dokter. Dokter dapat menentukan seseorang sudah mati dengan menggunakan kriteria yang lazim tanpa bantuan alat khusus yang telah diketahui oleh semua dokter

Yang penting dalam penentuan saat mati disini adalah proses kematian tersebut sudah tidak dapat dibangkitkan lagi (irreversible), meski menggunakan teknik penghidupan kembali apapun.

Page 62: Euthanasia

Euthanasia BERDASARKAN CARA DILAKSANAKAN

EUTHANASIA AKTIF

MEMATIKAN SECARA SENGAJAKondisi sudah sangat parah / stadium akhirTidak mungkin sembuh / bertahan lama

Memberikan suntikan yang mematikan

Page 63: Euthanasia

EUTHANASIA PASIF

TINDAKAN DOKTER BERUPA PENGHENTIAN PENGOBATAN PASIEN YANG SUDAH PARAH

Tidak mungkin disembuhkanKondisi ekonomi pasien terbatas

Page 64: Euthanasia

Euthanasia BERDASARKAN DARI PERMINTAAN

Euthanasia Sukarela Euthanasia yang dilakukan atas permintaan

pasien secara sadar dan diminta berulang-ulang

Euthanasia Tidak Sukarela Euthanasia yang dilakukan pada pasien

yang sudah tidak sadar, dan biasanya keluarganya yang meminta

Page 65: Euthanasia

ALASAN euthanasia

Adanya hak moral bagi setiap orang untuk mati terhormat, maka seseorang mempunyai hak memilih cara kematiannya

Tindakan belas kasihan pada seseorang yang sakit, meringankan penderitaan sesama adalah tindakan kebajikan

Tindakan belas kasihan pada keluarga pasien Mengurangi beban ekonomi

Page 66: Euthanasia

EUTHANASIA DAN HUKUM INDONESIA

Pasal 344 KUHP

Barang siapa menghilangkan jiwa orang lain atas permintaan orang itu sendiri, yang disebutnya dengan nyata atau sungguh-sungguh dihukum penjara selama-lamanya 12 tahun.

Pasal 388 KUHP

Barang siapa dengan sengaja menghilangkan jiwa orang lain, dihukum karena makar mati dengan penjara selama-lamanya 15 tahun

Pasal 340 KUHP

Barang siapa dengan sengaja atau direncanakan lebih dahulumenghilangkan jiwa orang lain, dihukum karena pembunuhan direncanakan (moord) dengan hukuman mati atau penjara selama-lamanya seumur hidup atau penjara selama-lamanya dua puluh tahun

Page 67: Euthanasia

Pasal 359 KUHP

Barang siapa karena salahnya menyebabkan matinya orang dihukum penjara selama-lamanya lima tahun atau kurungan selama-lamanya satu tahun.

Pasal 345 KUHP

Barang siapa dengan sengaja menghasut orang lain untuk membunuh diri, menolongnya dalam perbuatan itu atau memberikan daya upaya itu jadi bunuh diri dihukum penjara selama-lamanya empat tahun

Page 68: Euthanasia

CONTOH KASUS

Kasus Hasan Kusuma – Indonesia Kasus wanita New Jersey – Amerika Serikat Kasus Terri Schiavo Kasus Doctor Death Kasus Rumah Sakit Baramae - Korea

Page 69: Euthanasia

EUTHANASIA DAN HIV

MUI sepakat mengharamkan euthanasia bagi penderita HIV/AIDS.

Page 70: Euthanasia

ABORTUS

Page 71: Euthanasia

PENGERTIAN ABORTUS

Abortus adalah berakhirnya kehamilan sebelum berusia 22 minggu. Abortus dapat terjadi secara spontan atau secara buatan.

Page 72: Euthanasia

JENIS ABORTUS

Abortus spontan (keguguran, miscarriage) dapat merupakan suatu mekanisme alamiah untuk mengeluarkan hasil konsepsi yang abnormal.

Abortus buatan (pengguguran, aborsi, abortus provocatus) adalah abortus yang terjadi akibat intervensi tertentu yang bertujuan mengakhiri proses kehamilan

Page 73: Euthanasia

Abortus buatan dapat bersifat legal (abortus provocatus medianalis/therapeuticus) yang dilakukan berdasarkan indikasi medik.

Abortus buatan ilegal (abortus provocatus criminalis) adalah abortus yang dilakukan berdasarkan indikasi nonmedik. Abortus ini dilakukan oleh tenaga kesehatan yang kompeten atau tenaga yang tidak kompeten.

Page 74: Euthanasia

KETENTUAN TENTANG ABORTUS BUATAN LEGAL

Deklarasi Oslo (1970) dan UU No. 23 tahun 1992 :Abortus buatan legal hanya dilakukan sebagai suatu tindakan terapeutik yang keputusannya disetujui secara tertulis oleh 2 orang dokter yang dipilih berkat kompetensi profesional mereka dan prosedur operasionalnya dilakukan oleh seorang dokter yang kompeten diinstalasi yang diakui suatu otoritas yang sah, dengan syarat tindakan tersebut disetujui oleh ibu hamil bersangkutan, suami, atau keluarga.

Page 75: Euthanasia

Jika dokter yang melaksanakan tindakan tersebut tnerasa bahwa hati nuraninya tidak membenarkan ia melakukan pengguguran itu, ia berhak mengundurkan diri dan menyerahkan pelaksanaan tindakan medik itu kepada teman sejawat lain yang kompeten.

Indikasi medis dalam abortus buatan legal adalah suatu kondisi yang benar-benar menghaniskan diambil tindakan tersebut sebab tanpa tindakan tersebut dapat membahayakan jiwa ibu atau adanya ancaman gangguan fisik, mental dan psikososial jika kehamilan dilanjutkan, atau risiko yang sangat jelas bahwa anak yang akan dilahirkan menderita cacat mental, atau cacat fisik yang berat.

Page 76: Euthanasia

Hak utama untuk memberikan persetujuan tindakan medik adalah pada ibu hamil yang bersangkutan, namun pada keadaan tidak sadar atau tidak dapat memberikan persetujuannya dapat diminta pada suaminya/wali yang sah.

Page 77: Euthanasia

ABORTUS BUATAN ILEGAL DAN HUKUM DI INDONESIA

Wanita yang sengaja menggugurkan kandungan atau menyuruh orang lain melakukannya, hukuman maksimal 4 tahun (KUHP pasal 336).

Seseorang yang menggugurkan kandungan tanpa seizinnya, hukuman maksimal 12 tahun dan bila wanita tersebut meninggal, hukuman maksimum 15 tahun (KUHP pasal 347).

Page 78: Euthanasia

Seseorang yang menggugurkan kandungan wanita dengan seizin wanita tersebut, hukuman maksimum 5 tahun 6 bulan dan bila wanita tersebut meninggal, maksimum 7 tahun (KUHP pasal 348).

Dokter, bidan atau juru obat yang melakukan kejahatan di atas, hukuman ditambah dengan sepertiganya dan pencabutan hak pekerjaannya (KUHP pasal 349).

Page 79: Euthanasia

Barang siapa mempertunjukkan alat/cara menggugurkan kandungan kepada anak di bawah usia 17 tahun/di bawah umur, hukuman maksimum 9 bulan (KUHP pasal 383).

Barang siapa menganjurkan/merawat /memberi obat kepada seorang wanita dengan memberi harapan agar gugur kandungannya, hukuman maksimum 4 tahun (KUHP pasal 299)

Page 80: Euthanasia

TRANSPLANTASI ORGAN DAN JARINGAN TUBUH

Page 81: Euthanasia

merupakan tindakan medik yang sangat bermanfaat bagi pasien dengan gangguan fungsi organ tubuh yang berat

Page 82: Euthanasia

MENURUT HUKUM AGAMA

seluruh lembaga fatwa di Indonesia mengharamkan transplantasi organ manusia.

Majlis Tarjih, MPKS, MUI, dan Dewan Hisbah menambahkan kecuali darurat, juga termasuk untuk kepentingan ilmu pengetahuan dan pendidikan kedokteran